Upload
herman-wianta
View
196
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Fenomena yang ada di alam terkadang menuntut kita untuk mencari jawaban dari semua
fenomena yang ada. Salah satu fenomena yang sederhana yang sering dijumpai adalah
mengenai balon udara. Di dalam balon udara tersebut terdapat gas yang ketika gas
dipanaskan balon tersebut akan bergerak ke atas, tetapi ketika gas yang ada di dalam balon
berkurang maka balon udara tersebut akan bergerak ke bawah. Muncul suatu pertanyaan
terkait fenomena yang ada kenapa hal tersebut bisa terjadi?. Analisis fenomena yang ada
selalu ditinjau dari tingkat makroskopis hingga tingkat mikroskopis untuk menemukan
jawaban fenomena yanga ada, fisika statistik adalah merupakan salah satu kunci dalam
mempelajari hal tersebut. Ini dikarenakan fisika statistik mempelajari bagaimana sifat
makroskopik sistem banyak partikel dapat diturunkan dari sifat mikroskopik partikel
penyusunnya. Fisika statistik mempunyai hubungan yang erat dengan termodinamika dan
ga s k ine t i k dimana hubungan keduanya terletak pada kenyataannya bahwa beberapa sifat
makroskopik yang terukur secara langsung sebenarnya merupakan nilai rata-rata terhadap
selang waktu tertentu dari sejumlah ciri khas mikroskopik.
Dalam tingkat mikroskopis berhubungan dengan partikel atau molekul-molekul penyusun
suatu zat yang dalam hal ini terdapat tiga jenis zat, yaitu zat padat, zat cair dan gas. Zat padat
memilki kerapatan tinggi dan bentuk zatnya stabil pada suhu rendah. Zat cair memiliki
kerapatan yang lebih rendah dan dapat ada hanya dalam rentang suhu tertentu. Sedangkan,
zat gas adalah memiliki kerapatan yang rendah dan bentuknya stabil di atas suhu tertentu.
Selain itu, zat gas memiliki volume serta bentuk bergantung pada tempatnya. Zat gas
merupakan zat yang paling menarik untuk dicermati yang berhubungan dengan fenomena di
atas. Pengamatan mengenai kecepatan distribusi molekul-molekul penyusun gas telah
diamati oleh Clerk Maxwell pada tahun 1859. Untuk meninjau distribusi kecepatan molekul
tersebut Maxwell menggunakan koordinat ruang dalam arah x, y dan z serta menyatakan
komponen kecepatan dalam masing-masing koordinat dinyatakan dengan vx, vy dan vz.
Jika membicarakan mengenai molekul gas maka molekul gas tersebut bergantung kepada
jenisnya, mengandung satu, dua, tiga, atau banyak atom dan molekul demikian masing-
~ 1 ~
masing disebut sebagai gas monoatomis, diatomis, triatomis, atau poliatomis dan pergerakan
molekul-molekulnya dapat dibagi ke dalam tiga kategori, yakni pergerakan translasi,
pergerakan rotasi, dan vibrasi. Pergerakan ini dapat juga diuraikan ke dalam komponen
pergerakan. Tiap komponen pergerakan menunjukkan kebebasan molekul itu bergerak
sehingga komponen pergerakan ini juga disebut derajat kebebasan pergerakan molekul.
Pergerakan pada derajat kebebasan pergerakan molekul menimbulkan tenaga kinetis dan
jumlah dari tenaga kinetis inilah yang menyebabkan molekul gas mempunyai energi kinetik.
Jika suatu molekul melakukan suatu gerak dalam derajat kebebasannya, maka molekul-
molekul tersebut empunyai distribusi energi akibat gerakan yang dilakukannya, untuk
mengkaji hal tersebut maka dalam hal ini persamaan Maxwell selain digunakan untuk
menentukan distribusi kecepatan molekul penyusun gas, persamaan Maxwell juga dapat
diterapkan dalam menentukan distribusi energi molekul berdasarkan derajat kebebasannya
yang sering dikenal dengan equipartisi energi. Dari latar belakang di atas maka penulis
manyajikan suatu makalah yang mengkaji mengenai penerapan distribusi Maxwell untuk
menentukan equipartisi energi dan panas jenis zat padat.
1.2 Rumusan Masalah
Mengacu dari latar beakang di atas, rumusan masalah yang dapat dirumuskan adalah
sebagai berikut.
1.2.1 Bagaimana menerapkan distribusi Maxwell pada prinsip equipartisi energi?
1.2.2 Bagaimana menerapkan distribusi Maxwell pada panas jenis zat padat?
1.3 Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penulisan paper ini adalah
sebagai berikut.
1.3.1 Menjelaskan penerapan distribusi Maxwell pada prinsip equipartisi energi
1.3.2 Menjelaskan penerapan distribusi Maxwell pada panas jenis zat padat.
1.4 Manfaat Penulisan
manfaat yang diperoleh dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.
1.4.1 Dapat menjelaskan penerapan distribusi Maxwell pada prinsip equipartisi energi
dan dapat menggunakannya untuk membahas fenomena yang berhubungan
dengan gas
~ 2 ~
1.4.2 Dapat menjelaskan penerapan distribusi Maxwell pada panas jenis zat padat.
~ 3 ~
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Penerapan Distribusi Maxwell Pada Prinsip Equipartisi Energi
Sebelum membahasn mengenai equipartisi energi, disini kita terlebih dahulu membahas
menganai bentuk fungsi energi selanjutnya pembahasan dilakukan mengenai equipartisi
energi tersebut.
2.1.1 Fungsi Distribusi Energi
Energi kinetik translasi molekul w, dengan massa m, dan kelajuan v adalah :
w = ½ m v2 ...........................................(1)
Berdasarkan fungsi distribusi Maxwell untuk kelajuan pada persamaan:
a. Kerapatan pada jarak v dari pusat: = N3 exp (-2 v2),
b. Jumlah molekul yang memiliki laju dari v sampai (v+dv) yang dinyatakan dengan
c. Rasio dNv/dv disebut fungsi distribusi laju molekul dari Maxwell.
Maka suku eksponensialnya adalah :
Yang merupakan negatif dari ratio energi terhadap besaran kT. (Suku kT menyatakan
energi juga).
Berikut ini akan dikaji jumlah molekul dengan energi kinetik translasi dalam rentang
antara w dan w + dw. Karena
~ 4 ~
maka diperoleh jumlah molekul dengan energi kinetik translasi dalam rentang antara w
sampai w + dw adalah:
Persamaan diatas diplot dalam gambar 1 dinyatakan dalam kT. Kurva ini tidak simetris
terhadap energi berpeluang terbesar karena batas bawah w aialah w = 0 sedangkan
secara prinsip tidak terdapat batas atas (walaupun peluang untuk berenergi banyak kali
lebih besar dari kT ialah kecil).
~ 5 ~
Gambar 1. Distribusi energi Maxwell-Bolzmann
2.1.2 Prinsip Ekuipartisi Energi
Jika dalam volume berisi beberapa gas yang tidak dapat bereaksi secara kimia
antara yang satu dengan lainnya, maka menurut hukum Dalton tekanan masing-masing
gas sama dengan tekanan gas itu bila mengisi volume itu sendirian. Sesuai dengan
pernyataan tersebut, sehingga berlaku persamaan:
p = p1 + p2 + p3 +… ……………………………………..(7)
dengan p1, p2 dan seterusnya disebut tekanan masing-masing gas atau tekanan parsial.
Untuk menentukan persamaan keadaan dari masing-masing gas, dapat ditentukan
dengan menggunakan persamaan berikut.
p1V = N1kT, p2V = N2kT, p3V = N3kT ..................................(8)
Keterangan:
N1, N2 ,…. = jumlah molekul dari masing-masing gas.
V dan T, masing-maisng menyatakan volume dan temperatur semua gas.
Misalkan jika massa molekul dari masing-masing gas adalah m1, m2, m3, dan seterusnya.
21v , 2
2v , 23v , dan seterusnya menyatakan laju kuadrat rata-rata. Persamaan masing-
masing gas menurut perhitungan gas kinetis adalah sebagai berikut.
21111 3
1vmNVP .........................................................................(9a)
22222 3
1vmNVP .......................................................................(9b)
Persamaan (8) dan persamaan (9) haruslah identik sehingga dapat dituliskan sebagai
berikut.
~ 6 ~
dNw
21111 3
1vmNkTN
2113 vmkT
2112
1
2
3vmkT ...........................................................................(10a)
Dengan menggunakan cara yang sama, maka diperoleh persamaan untuk m2, yakni:
2222
1
2
3vmkT ...........................................................................(10b)
Dari persamaan (4a) dan persamaan (4b) tersebut, maka dapat dilihat bahwa energi
kinetik rata-rata translasi pada campuran adalah sama meskipun massa gas berbeda-beda.
Jadi dalam campuran, gas memiliki energi kinetik translasi sama adalah salah satu contoh
prinsip equipartisi energi. Jika ditinjau untuk kasus komponen kecepatan pada arah
sumbu x, yang massanya m, maka energi kinetik molekul adalah sebagai berikut.
2
2
1xx vmw ..............................................................................(11)
Dengan,
m
kT
N
dvvv
xx
x 2
2 ...................................................................(12)
Maka dengan mensubstitusikan persamaan (6) ke dalam persamaan (5), maka akan
diperoleh persamaan sebagai berikut.
kTm
kTmwx 2
1
2
1 ................................................................(13)
Energi kinetik rata-rata molekul untuk komponen kecepatan arah sumbu x adalah sebagai
berikut.
kTvmw xx 2
1
2
1 2 ....................................................................(14)
Untuk komponen kecepatan arah sumbu y dan z berturut-turut :
kTvmw yy 2
1
2
1 2 ....................................................................(15b)
kTvmw zz 2
1
2
1 2 ....................................................................(16c)
~ 7 ~
Energi kinetik total rata-rata adalah:
xww + yw + zw = kTwx 2
3 .................................................(17)
Jadi, energi total terbagi rata searah sumbu x, y, dan z ini disebut pula prinsip equipartisi
energi. Secara umum dapat ditulis,
kTf
w2
..................................................................................(18)
Energi total untuk N molekul adalah:
NkTf
wN2
nkTf
kTNN
NfwN
22 00
......................................................(19)
Dengan f disebut derajat kebebasan, n adalah jumlah mol dan R konstanta gas umum.
Harga untuk f adalah sebagai berikut.
a. Untuk gerak translasi f = 3 molekul bergerak bebas ke arah 3 sumbu X, Y, dan Z.
b. Untuk rotasi f bisa berharga 2, 3 atau 0.
c. Untuk gerak vibrasi setiap dua atom memiliki 2 derajat kebebasan.
2.2 Kapasitas Panas Jenis Zat Padat
2.2.1 Teori Panas Jenis Klasik
Di dalam Thermodinamika, energi internal sistem U didefinisikan sebagai :
U2 – U1 = Q – W....................................................................(20)
Hanya perubahan energi internal dapat diukur dari pengukuran panas dan kerja.
Dimulai dengan model sistem molekul, kita dapat mengidentifikasi energi internal
dengan menjumlahkan energi tiap-tiap molekul. Selanjutnya dapat ditentukan
perhitungan harga kapasitas panas jenis berdasarkan prinsip equipartisi energi. Energi
total untuk N molekul seperti pada pembasan sebelumnya kita set sama dengan energi
internal, yakni :
~ 8 ~
Energi internal spesifik adalah energi internal per mol, yaitu:,
Panas jenis molar pada volume konstan dirumuskan sebagai :
Dari thermodinamika telah diketahui bahwa :
cp = cv + R,...........................................................................(24)
Jadi,
dan
………………………………………..(26)
Contoh perhitungan f.
(1) Untuk mono atomic
Hanya memiliki gerakan translasi meskipun panasnya dinaikan, derajat
kebebasannya f selalu sama dengan 2.
(2) Untuk diatomik temperatur tinggi.
~ 9 ~
f translasi = 3
f rotasi = 2
f vibrasi = 2
jumlah f = 7
(3) Untuk diatomik temperatur sedang.
f rotasi = 2
f vibrasi = 0
f translasi = 3
Jumlah f = 5
(4) Untuk diatomik temperatur rendah.
f translasi = 3
f rotasi = 0
f vibrasi = 0
jumlah f = 3
(5) Untuk triatomik untuk temperatur rendah hanya memiliki f translasi dimana f = 2.
(6) Untuk triatomik temperatur sedang memiliki
f translasi = 3
f rotasi = 3
jumlah f = 6
(7) Untuk triatomik temperatur tinggi,
f translasi = 3
f rotasi = 3
f vibrasi = 6
jumlah f = 12
2.2.2 Panas Jenis Padatan
~ 10 ~
Bila temperatur suatu padatan dinaikkan, maka energi dalam dari padatan
tersebut akan bertambah. Jika energi dalam dari suatu padatan dihasilkan oleh energi
vibrasi dari atom-atom penyusun padatan maka panas jenis padatan akan dapat
ditentukan secara langsung dari hasil pembahasan tentang energi getaran sebelumnya.
Tinjaulah panas jenis molar padatan pada volume konstan cv, yang didefinisikan
sebagai energi yang harus ditambahkan pada 1 kmole suatu zat padatan yang
volumenya di atur konstan untuk menaikkan suhunya 1oC. Panas jenis suatu zat padat
pada tekanan konstan cp adalah 3% sampai 5% lebih tinggi dari cv, karena pada proses
tekanan tetap menghasilkan usaha untuk mengubah volume selain meningkatkan
energi dalam padatan. Sejumlah panas (ΔQ) yang diperlukan per mol zat untuk
menaikkan suhunya disebut kapasitas panas. Bila kenaikan suhu zat sebesar ΔT, maka
kapasitas panas adalah:
Jika proses penyerapan panas berlangsung pada volume tetap, maka panas yang
diserap sama dengan peningkatan energi dalam zat, ΔQ = ΔE, E menyatakan energi
dalam.
2.2.3 Kapasitas Panas Jenis Zat Padat
Jarak antara molekul zat padat berbeda dengan gas. Gerakan molekulnya hanya
mungkin bergetar di sekitar titik tetap. Misalnya getaran yang terjadi getaran
harmonis sederhana. Setiap atomnya memiliki 3 derajat kebebasan translasi. Di
samping energi kinetik molekul yang bergetar harmonis akan memiliki energi
potensial pula yang sama dengan energi kinetiknya. Jika prinsip equipartisi energi
cocok dan berlaku untuk zat padat, maka,
, maka:
.................................................................................. (28)
Dengan demikian,
~ 11 ~
.............................................................................................. (29)
harga ini cocok dengan hasil percobaan, ditemukan oleh Dulong dan Petit yaitu cv =
3R, untuk temperatur yang tak terlalu rendah. Kapasitas panas pada volume tetap (Cv)
dapat dapat juga dinyatakan:
Kapasitas panas jenis zat padat bergantung pada suhu, lihat (Gambar 1. Distribusi
energi Maxwell-Bolzman). Kapasitas panas zat pada suhu tinggi mendekati nilai 3R;
R menyatakan tetapan gas umum. Karena R ≅ 2 kalori/K-mol, maka pada suhu tinggi
kapasitas panas zat padat :
Gambar 2. Kebergantungan kapasitas panas jenis zat padat pada suhu
Nilai di atas berlaku dalam selang suhu termasuk suhu ruang. Kenyataannya Cv
memiliki nilai 3R pada suhu tinggi untuk semua zat, ini yang dikenal sebagai hukum
Dulong-Petit. Dulong dan Petit menunjukkan hasil secara eksperimen bahwa panas
jenis padatan pada suhu kamar dan suhu yang lebih besar adalah cV ≈ 3R, yang
dikenal dengan hukum Dulong-Petit. Akan tetapi hukum Dulong-Petit gagal
menjelaskan panas jenis untuk unsur-unsur ringan seperti Boron, Beryllium dan
Carbon seperti diamond yang masing-masing memiliki panas jenis secara berurutan
3,34; 3,85 dan 1,46 kkal/kmole.K pada suhu kamar. Bahkan hukum Dulong-Petit juga
gagal menjelaskan panas jenis semua zat padat yang turun secara tajam sebagai fungsi
~ 12 ~
T3 pada suhu rendah mendekati nol pada suhu mendekati 0 K. Gambar 2
menunjukkan bagimana panas jenis berubah terhadap T untuk beberapa jenis padatan.
Kedua kegagalan dari hukum Dulong-Petit merupakan kegagalan yang sangat serius
terhadap hasil eksperimen.
BAB III
~ 13 ~
CV (
kk
al/k
mol
e.K
)
Suhu Absolut ( K )
TimahAluminium Silikon
Karbon (diamond)
0 200 400 600 800 1000 1200
1
2
3
4
5
6
7
Gambar 3. Perubahan panas jenis terhadap suhu dari beberapa padatan
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Adapun simpulan yang dapat penulis sampaikan terkait dengan materi prinsip ekuipartisi
energi dan panas jenis zat ini adalah sebagai berikut:
1. Equpartisi energi merupakan distribusi energi yang dialamai setiap molekul penyusun
suatu zat yang dalam hal ini dalam gas. Distribusi energi tersebut dinyatakan dengan
fungsi distribusi energi, dimana dalam penurunan persamaannya menggunakan
persamaan distribusi Maxwell yang dinyatakan dengan
Jika menggkaji ditribusi energi suatu gas dari w sampai w + dw maka persamaan
Maxwell tersebut dinyatakan dengan .
Dengan mengetahui persamaan tersebut maka equipartisi energi masing-masing
derajat kebebasan gerak partikel dapat ditentukan.
2. Kajian mengenai panas jenis zat padat ini dimulai dengan anggapan bahwa jarak
antaramolekul zat padat berbeda dengan gas. Selain itu, zat padat gerakan molekulnya
hanya mungkin bergetar di sekitar titik tetap.
~ 14 ~