Fisiologi bicara

Embed Size (px)

Citation preview

FISIOLOGI BICARA

Percakapan digunakan untuk berkomunikasi antar individu. Proses bicara melibatkan beberapa sistem dan fungsi tubuh, melibatkan sistem pernapasan, pusat khusus pengatur bicara di otak dalam korteks serebri, pusat respirasi di dalam batang otak dan struktur artikulasi, resonansi dari mulut serta rongga hidung. Untuk menyempurnakan proses percakapan ini, diperlukan aktivitas otot. Bagian penting dalam percakapan dan bahasa adalah cerebral cortex yang berkembang sejak lahir dan memperlihatkan perbedaan pada orang dewasa. Perbedaan ini memperlihatkan bahwa pengalaman phonetic bukan hal yang perlu untuk perkembangan area pusat saraf dalam sistem percakapan. Otot-otot yang mengkomando organ bicara diatur oleh motor nuclei di otak, dengan produksi suara diatur oleh kontrol pusat di bagian rostral otak. Proses bicara diawali oleh sifat energi dalam aliran dari udara. Pada bicara yang normal, aparatus pernapasan selama ekshalasi menyediakan aliran berkesinambungan dari udara dengan volume yang cukup dan tekanan (di bawah kontrol volunteer adekuat) untuk fonasi. Aliran dari udara dimodifikasi dalam fungsinya dari paru-paru oleh fasial dan struktur oral dan memberikan peningkatan terhadap simbol suara yang dikenal sebagai bicara. I. Struktur Fungsional Organ Pengucapan, Suara, dan Bicara Bicara adalah pembentukan dan pengorganisasian suara menjadi simbol atau lambang yang merupakan interaksi sejumlah organ yang terdiri dari: 1.1 Organ Respirasi Terdiri dari trakea, bronkus, dan paru-paru. Aliran udara respirasi merupakan sumber kekuatan yang diperlukan untuk mencetuskan suara dan diatur tekanannya mulai dari paruparu. 1.2 Organ Fonasi Laring dengan otot-otot instrinsik dan ekstrinsiknya dan pita suara yang merupakan bagian terpenting laring. Laring merupakan penghubung antara faring dan trakea, didesain untuk memproduksi suara (fonasi). Laring ini terdiri dari 9 kartilago, 3 kartilago yang berpasangan, dan 3 yang tidak berpasangan. Organ ini terletak pada midline di depan cervikal vertebra ke 3 sampai 6. Organ ini dibagi ke dalam 3 regio: * * * Vestibule Ventricle Infraglotitic

1

Vocal fold (true cord) dan vestibular fold (false cord) terletak pada regio ventricle. Pergerakan pita suara (abduksi, adduksi dan tension) dipengaruhi oleh otot-otot yang terdapat disekitar laring, dimana fungsi otot-otot tersebut adalah:

M. Cricothyroideus M. Tyroarytenoideus (vocalis) M. Cricoarytenoideus lateralis M. Cricoarytenoideus posterior M. Arytenoideus transversus

menegangkan pita suara relaksasi pita suara adduksi pita suara abduksi pita suara menutup bagian posterior rima glotidis

Setelah udara meninggalkan paru-paru, udara mengalir melalui laring yang berfungsi sebagai vibrator yang diperankan oleh pita suara. Pita suara diregangkan serta diatur posisinya oleh beberapa otot khusus laring, dengan adanya perbedaan regangan dan ruang yang dibentuknya, maka terbentuk celah dengan macammacam ukuran yang menghasilkan suara sebagai berikut: a) Voiceless, yaitu pita suara membuka penuh waktu inspirasi, pita suara saling menjauh, sehingga udara bebas lewat di antaranya. b) Voiced, yaitu pita suara bergetar ke arah lateral. Udara mendorong pita suara saling menjauh, aliran udara lewat dengan cepat yang menarik kembali pita suara untuk asling mendekat, proses ini berlangsung berulang-ulang sehingga terjadi getaran pita suara. Suara yang dihasilkan oleh proses fonasi memiliki nada (frekuensi), kekerasan (intensitas), dan kualitas lemah. Suara hasil produksi laring yang hanya berkaitan dengan bicara disebut fonasi-suara-bisikan, sebaliknya suara lain yang diproduksi laring yang tidak berkaitan dengan bicara tidak dapat disebut suara fonasi (batuk, berdehem, tertawa).

Gambar 37-10B menggambarkan pita suara. Selama pernapasan normal, pita akan terbuka lebar agar aliran udara mudah lewat. Selama fonasi, pita menutup bersama-sama sehingga aliran udara diantara mereka akan menghasilkan getaran (vibrasi). Kuatnya getaran terutama ditentukan oleh derajat peregangan pita, juga oleh bagaimana kerapatan pita satu sama lain dan oleh massa pada tepinya.

Gambar 37-10A memperlihatkan irisan pita suara setelah mengangkat tepi mukosanya. Tepat di sebelah dalam setiap pita terdapat ligamen elastik yang kuat dan disebut ligamen vokalis. Ligamen ini melekat pada anterior dari kartilago tiroid yang besar, yaitu kartilago yang menonjol dari permukaan anterior leher dan Adams Apple. Di posterior, ligamen vokalis terlekat pada prosessus vokalis dari kedua kartilago arytenoid. Kartilago tiroid dan kartilago2

arytenoid ini kemudian berartikulasi pada bagian bawah dengan kartilago lain, yaitu kartilago cricoid.

1.3 Organ Resonansi Terdiri dari rongga faring, rongga hidung, dan sinus paranasalis. Sumber suara fonasi pada pita suara intensitasnya lemah, tidak berwarna dan sulit dikenal. Dengan adanya alat-alat resonansi yang berfungsi sebagai resonator, maka suara tersebut mendapat variasi pada frekuensi tertentu, intensitasnya meningkat, demikian juga pada kualitasnya (warna suara) dan idenitasnya, tetapi suara yang sudah diresonansi ini masih bukan merupakan suara bicara. Ciri-ciri resonansi sangat bervariasi pada setiap orang dan merupakan aspek yang sangat penting bagi efektivitas bicara. 1.4 Organ Artikulasi Tersusun atas: a) Bibir, berfungsi untuk memberndung udara pada pembentukan suara letup.

b) Palatum mole-durum merupakan permukaan sensitif bagi lidah untuk mengawasi proses artikulasi, menghalangi dan membentukaliran udara turbulen dan sebagai kompas bagi lidah bahwa suara terbaik sudah dihasilkan. c) Lidah, membentuk suara dengan mengangkat, menarik, menyempit, menipis, melengkung, menonjol, atau mendatar. d) Pipi membendung udara di bagian bukal.

e) Gigi berfungsi menahan aliran udara dalam membentuk konsonan labio-dental dan apiko-alveolar. f) Mandibula membuka dan menutup waktu bicara

1.5 Vocal Tract Vocal tract pada manusia merupakan acoustic tube dari cross section dengan panjang sekitar 17 cm dari vocal fold hingga bibir. Area cross section ini bervariasi dari 0-20 cm2 dengan penempatan bibir, rahang, lidah, dan velum (palatum lunak). Perangkap (trap-door action) yang dibuat sepasang velum pada vocal tract membuat secondary cavity yang berpartisipasi dalam speech production- nasal tract. Kavitas nasalis memiliki panjang sekitar 12 cm dan luas 60 cm3.

3

Untuk bunyi suara, sumber rangsang adalah velocity volume dari udara yang melewati vocal cords. Vocal tract bertindak pada sumber ini sebagai filter dengan frekuensi yang diinginkan, berkorespondensi dengan resonansi akustik dari vocal tract.

1.6 Voiced Sounds Suara diproduksi dengan meningkatkan tekanan udara di paru-paru dan menekan udara untuk bergerak ke glottis (lubang antara vocal cords), sehingga vocal cords bergetar. Getaran tersebut mengganggu aliran udara dan menyebabkan getaran broad spectrum quasi-periodic yang berada di vocal tract. Ligament yang bergetar dari vocal cords memiliki panjang 18 mm dan glottal yang secara khusus bervariasi dalam area dari 0-20 mm2. Otot laryngeal yang mengatur vocal folds dibagi menjadi tensors, abductors, dan adductors. Naik dan turunnya pitch dari suara dikontrol oleh aksi dari tensor cricothyroid dan otot vocalis. Variasi dalam tekanan subglottal juga penting untuk mengatur derajat getaran laryngeal.

1.7 Artikulasi dan Resonansi Ketika suara dasar dihasilkan oleh vocal tract, suara tersebut dimodifikasi untuk menghasilkan suara yang jelas dengan proses artikulasi dan resonansi. Artikulasi adalah proses penghasilan suara dalam berbicara oleh pergerakan bibir, mandibula, lidah, dan mekanisme palatopharyngeal dalam kordinasi dengan respirasi dan fonasi. Dengan kegunaan sifat-sifat resonant dari vocal tract, bunyi suara dasar disaring. Kualitas akhir dari suara tergantung dari ukuran dan bentuk berbagai kavitas yang berhubungan dengan mulut dan hidung. Bentuk dari beberapa kavitas ini bisa diubah oleh berbagai macam aktivitas bagian yang dapat bergerak dari faring dan kavitas oral. Kavitas yang berhubungan dengan dengan hidung adalah kavitas nasal, sinus, dan nasofaring. Nasofaring dengan cepat berubah-ubah dan variasi ini dihasilkan oleh kontraksi otot-otot pharyngeal dan gerakan dari palatum lunak. Kavitas yang berhubungan dengan mulut adalah kavitas oral dan oropharynx. Kedua kavitas ini bisa diubah-ubah oleh kontraksi dari otot-otot. Semua kavitas ini mengambil dan memperkuat suara fundamental yang dihasilkan oleh getaran dari vocal cords. Fungsi ini dikenal dengan sebutan resonansi. Pergerakan dari palatum lunak, laring, dan faring membuat manusia dapat mencapai keseimbangan yang baik antara resonansi oral dan nasal yang akhirnya menjadi karakteristik dari suara tiap-tiap individu. Fungsi dari mekanisme pengucapan adalah untuk mengubah bentuk dari tonsil laryngeal dan untuk membuat suara dalam rongga mulut. Suara yang penting terbentuk adalah pengucapan konsonan, yang ditekankan sebagai iringan suara oleh gesekan bunyi. Konsonan dibentuk dari gelombang udara yang berkontak dari arah yang berlawanan. Misalnya pada kontak antara dua bibir saat pengucapan huruf p dan b. Contoh lainnya juga pada lidah yang menyentuh gigi dan palatum saat pengucapan huruf t dan d.

4

Tanpa kemampuan (kapasitas) pengucapan, suara yang dihasilkan hanya berupa faktor kekuatan, volume, dan kekuatan, seperti suara yang hanya dihasilkan oleh huruf vocal. Hal ini terbukti secara klinis ketika kemampuan berbicara seseorang hilang pada penderita paralytic stroke. Kemampuan berbicaranya hanya seperti pengucapan huruf vocal saja dengan sedikit konsonan. Di samping menyuarakan suara-suara, sistem vokal dapat menghasilkan dua macam suarasuara yang tak terdengar: fricative sounds dan plosive sounds. Fricative sounds dicontohkan oleh konsonan s, sh, f, dan th, yang dihasilkan ketika vocal tract setengah tertutup pada beberapa titik dan udara tertekan melewati konstriksi pada kecepatan yang cukup tinggi untuk menghasilkan turbulensi. Konsonan fricative membutuhkan sangat sedikit penyesuaian pada artikulator, dan sering terdengar tidak sempurna pada kasus maloklusi atau penggunaan denture. Plosive sounds, konsonan p, t, dan k, diproduksi ketika vocal tract tertutup seluruhnya (biasanya dengan bibir atau lidah), membiarkan tekanan udara meningkat saat menutup, dan kemudian membuka dengan tiba-tiba. Untuk beberapa suara, seperti fricative consonant v dan z yang terdengar, adanya kombinasi dari dua sumber suara. Pembentukan pada pergerakan untuk kemampuan bicara berkaitan dengan fungsi kontinyu dari sensorik informasi dari reseptor otot dan mechanoreceptor cutaneous yang didistribusikan sepanjang sistem respiratori, laringeal, dan sistem orofacial.

II. Mekanisme Neurologis Bicara Salah satu perbedaan terpenting antara manusia dan binatang adalah adanya fasilitas pada manusia untuk berkomunikasi dengan sesamanya. Selanjutnya, karena tes neurologik dapat dengan mudah menaksir seberapa besar kemampuan seseorang untuk berkomunikasi satu sama lain, maka kita dapat mengetahui lebih banyak tentang sistem sensorik dan motorik yang berkaitan dengan proses komunikasi daripada mengenai fungsi segmen kortikal lainnya. Untuk berbicara, manusia menerima rangsang baik melalui oragan reseptor umum maupun oragan reseptor khusus, impulsnya dihantarkan melalui saraf otak atau saraf spinal atau SSO dan dilanjutkan ke SSP area sensorik. Pengaruh sensorik disampaikan ke area motorik unutk kembali turun ke SST dan akhirnya sampai ke efektor yang menghasilkan aktivitas bicara. Reseptor Sensorik Organ reseptor umum (eksteroreseptif, interoreseptif, propioreseptif) dan organ reseptor khusus (penglihatan, pendengaran, keseimbangan, penghidu, pengecap) menerima rangsang.

Saraf Aferen Saraf otak I-XII dan saraf spinal menghantarkan impuls saraf ke pusat pemrosesan di SS

5

SSP SSP area Broca (area motorik bicara), area Wernicke (area auditif), pusat ideamotor (pusat refleks dalam memilih kata dan kalimat) merupakan pusat-pusat yang terlibat dalam proses bicara. Saraf Eferen Saraf eferen dari SSP ke SST menyampaikan sinyal saraf kepada efektor untuk melakukan aktivitas bicara. Terdapat dua aspek untuk dapat berkomunikasi, yaitu: aspek sensorik (input bahasa), melibatkan telinga dan mata, dan kedua, aspek motorik (output bahasa) yang melibatkan vokalisasi dan pengaturannya. 2.1 Aspek Sensorik Komunikasi Pada korteks bagian area asosiasi auditorik dan area asosiasi visual, bila mengalami kerusakan, maka dapat menimbulkan ketidakmampuan untuk mengerti kata-kata yang diucapkan dan kata-kata yang tertulis. Efek ini secara berturut-turut disebut sebagai afasia reseptif auditorik dan afasia reseptif visual atau lebih umum, tuli kata-kata dan buta kata-kata (disleksia). Studi dari afasia ini mempunyai peran penting pada pemahaman neural basis dari bahasa. Penyebab paling sering ialah trauma kepala (head trauma). Penyebab selanjutnya ialah stroke: 40% major vascular events pada hemisfer cerebral yang mengakibatkan language disorders. Afasia anomik (Anomic aphasia) Pada afasia ini, satu-satunya gangguan ialah pada kemampuan untuk menemukan kata-kata yang benar. Ini merupakan bentuk afasia yang tidak biasa. Akan tetapi, biasanya merupakan lesi pada aspek posterior dari lobus temporal inferior kiri, dekat dengan garis temporaloccipital. Afasia Wernicke dan Afasia Global Beberapa orang mampu mengerti kata-kata yang diucapkan ataupun kata-kata yang dituliskan namun tak mampu menginterpretasikan pikiran yang diekspresikan walaupun saat mendengar musik atau suara nonverbal akan normal. Biasanya pasien berbicara sangat cepat baik ritme, grammar, dan artikulasi. Apabila tidak benar-benar didengarkan, akan terdengar hampir normal. Keadaan ini sering terjadi bila area Wernicke yang terdapat di bagian posterior hemisfer dominan gyrus temporalis superior mengalami kerusakan. Oleh karena itu, tipe afasia ini disebut afasia Wernicke. Bila lesi pada area Wernicke ini meluas dan menyebar ke belakang ke region gyrus angular, ke inferior ke area bawah lobus temporalis, ke superior ke tepi superior fisura sylvian dari hemisfer kiri, maka penderita tampak seperti benar-benar terbelakang secara total (totally demented) untuk mengerti bahasa atau berkomunikasi, dan karena itu dikatakan menderita afasia global.

6

Transcortical sensory aphasia Merupakan pemutusan area Wernicke dari posterior parietal temporal association area. Hal ini menyebabkan fluent aphasia dengan kurangnya pemahaman dan juga kecacatan saat berpikir ataupun mengingat arti dari suatu tanda atau kata-kata. Pasien tidak dapat membaca, menulis dan juga ditandai dengan kesusahannya mendapat kata-kata, tetapi dapat mengulang apa yang telah dibicarakan dengan mudah dan fasih.

2.2 Aspek Motorik Komunikasi Proses bicara melibatkan dua stadium utama aktivitas mental: 1. Membentuk buah pikiran untuk diekspresikan dan memilih kata-kata yang akan digunakan 2. mengatur motorik vokalisasi dan kerja yang nyata dari vokalisasi itu sendiri Pembentukan buah pikiran dan bahkan pemilihan kata-kata merupakan fungsi area asosiasi sensorik otak. Sekali lagi, area Wernicke pada bagian posterior gyrus temporalis superior merupakan hal yang penting untuk kemampuan ini. Oleh karena itu, penderita yang mengalami afasia Wernicke atau afasia global tak mampu memformulasikan pikirannya untuk dikomunikasikan. Atau bila lesinya tak begitu parah, maka penderita masih mampu memformulasikan pikirannya namun tak mampu menyusun kata-kata yang sesuai secara berurutan dan bersama-sama untuk mengekspresikan pikirannya. Seringkali, penderita fasih berkata-kata namun kata-kata yang dikeluarkannya tidak berurutan.

Afasia Motorik akibat Hilangnya Area Broca. Kadang-kadang, penderita mampu menentukan apa yang ingin dikatakannya, dan mampu bervokalisasi, namun tak dapat mengatur sistem vokalnya untuk menghasilkan kata-kata selain suara ribut. Efek ini, disebut afasia motorik, disebabkan oleh kerusakan pada area bicara Broca, terletak di regio prefrontal dan fasial premotorik korteks (kira-kira 95% kelainannya di hemisfer kiri). Oleh karena itu, pola keterampilan motorik yang dipakai untuk mengatur laring, bibir, mulut, sistem respirasi, dan otot-otot lainnya yang dipakai untuk bicara dimulai dari daerah ini. Lesi yang tidak mempengaruhi cortex cerebral, biasanya lesi vaskuler dalam ganglia basalis dan talamus, dapat juga dihasilkan dalam aphasia yang biasanya disebut subcortical aphasia.

2.3 Dominasi Cerebral Kerusakan di area korespondensi di sisi lain otak menyebabkan kemampuan berbahasa yang utuh. Hanya sedikit keruskan di hemisfer kanan otak menyebabkan kerusakan bahasa. 97% dari mereka memiliki kerusakan di hemisver kiri otaknya. Kontrol unilateral pada fungsi tertentu disebut dominasi cerebral.7

Tanda bahasa juga menyediakan pengertian untuk produksi bahasa. Tidak seperti kata-kata, penandaan terdiri atas serangkaian bahasa tubuh yang di interpretasikan oleh sistem visual daripada sistem auditorial. Pengertian tanda juga dilokalisasi di hemisfer kiri. Lesi pada otak kiri menyebabkan individu tuli menjadi aphasic pada bahasa tanda.

2.4 Teori Pemrosesan Bahasa Berdasarkan pembelajaran ekstensif pada kelainan berbahasa dan lesi anatomis terasosiasi, dibuatlah model aktivitas otak selama produksi bahasa. Teori para connectionist menjelaskan bahwa ketika sebuah kata terdengar, output dari area auditorial primer pada cortex diterima oleh Wernickes area. Jika kata-kata tersebut adalah untuk diucapkan, polanya ditranmisikan dari Wernickes area ke Brocas area di mana bentuk artikulatori dibangun dan dikirim ke area motorik yang mengontrol pergerakan otot-otot berbicara. Jika kata-kata yang digunakan dieja, pola auditorial dikirim ke cortex agranular, di mana ia mendapatkan pola visualnya. Saat sebuah kata dieja, output dari area visual primer melewati gyrus anguler, yang pada gilirannya membangkitkan bentuk auditori korespondensi pada kata dalam Wernicks area. Bahasa mengandung banyak tipe informasi linguistik termasuk informasi yang mengenali struktur suara dari ungkapan (fonologi), informasi tentang bentuk tata kalimat (sintaksis), dan informasi yang mengenali maksud ungkapan (semantik). Bukti-bukti telah menunjukkan bahwa area cortical yang terlibat dengan bahasa tidaklah bekerja sendiri, tapi kemungkinan dibagi-bagi menjadi area terpisah untuk menangani bahasa yang berbeda, karena ada lesi-lesi pada orang-orang multilingual yang meninggalkan hanya satu keutuhan. Area-area terpisah ini juga dijelaskan sebagai yang memegang aspek-aspek tata bahasa berbeda. Berdasarkan penelitian ini yang lainnya, teori para connectionist telah digantikan oleh teori moduler di mana bahasa diproses secara paralel dengan banyak area berbeda yang bertanggung jawab untuk tugas-tugas kognitif yang berbeda.

8

Fisiologi Pengunyahan, Penelanan, dan BicaraI. Mekanisme Mastikasi Pergerakan yg terkontrol dari mandibula dipergunakan dalam mengigit, mengunyah, dan menelan makanan dan cairan, serta dalam berbicara. Aktivitas yang terintegrasi dari otot rahang dalam merespon aktivitas dari neuron eferen pada saraf motorik di pergerakan mandibular yang mengontrol hubungan antara gigi rahang atas dan bawah. Pergerakan rahang adalah suatu pergerakan yang terintegrasi dari lidah dan otot lain yang mengontrol area perioral, faring, dan laring. Pergerakan otot rahang, terhubung pada midline. Pengontrolan otot rahang bukan secara resiprokal seperti pergerakan limb, tapi terorganisir secara bilateral. Jadi, dapat disimpulkan bahwa pembukaan dan penutupan rahang selama penguyahan yang secara relatif merupakan pergerakan sederhana dengan pengaturan pada limb sebagai penggerak. Bagaimanapun, pergerakan dalam mastikasi adalah suatu yang kompleks dan tidak hanya berupa mekanisme pergerakan menggerinda simple yang mana merupakan pengurangan ukuran makanan. Selama mastikasi, makanan dikurangi ukurannya dan dicampur dengan saliva sebagai tahap awal dari proses digesti.

I.1 Pergerakan Pengunyahan Pemahaman mengenai pola pergerakan rahang telah menjadi topic yang menarik dalam hal klinis di kedokteran gigi, terutama dalam bidang orthodonti dan prostodonti. Salah satu tujuan memugar bentuk oklusal adalah untuk memastikan kontak gigi terintegrasi dengan pola pergerakan rahang. Oleh karena itu, beberapa penelitian dimaksudkan untuk menjelaskan bagian mandibula selama pengunyahan dan untuk mengidentifikasikan posisi mandibula setelahnya. Dokter gigi mencari posisi stabil mandibula untuk menfasilitasi penelitian tentang rahang pada alat yang bernama simulator atau artikulator. Seluruh otot rahang bekerja bersamaan menutup mulut dengan kekuatan di gigi incidor sebesar 55 pounds dan gigi molar sebesar 200 pounds. Gigi dirancang untuk mengunyah, gigi anterior (incisors) berperan untuk memotong dan gigi posterior ( molar) berperan untuk menggiling makanan. Sebagian besar otot mastikasi diinervasi oleh cabang nerevus cranial ke lima dan proses pengunyahan dikontrol saraf di batang otak. Stimulasi dari area spesifik retikular di batang otak pusat rasa akan menyebabkan pergerakan pengunyahan secara ritmik, juga stimulasi area di hipotalamus, amyglada dan di korteks cerebral dekat dengan area dengan area sensori untuk pengecapan dan penciuman dapat menyebabkan pengunyahan. Kebanyakan proses mengunyah dikarenakan oleh refleks mengunyah, yang dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. kehadiran bolus dari makanan di mulut pertama kali menginsiasi refleks penghambat dari otot mastikasi yang membuat rahang bawah turun.

9

2. penurunan rahang ini selanjutnya menginisiasi reflaks melonggarkan otot rahang memimpin untuk mengembalikan kontraksi. 3. secara otomatis mengangkat rahang untuk menutup gigi, tetapi juga menekan bolus lagi, melawan lining mulut, yang menghambat otot rahang sekali lagi, membuat rahang turun dan mengganjal (rebound) di lain waktu. Hal ini berulang terus menerus. 4. pengunyahan merupakan hal yang penting untuk mencerna semua makanan, khususnya untuk kebanyakan buah dan sayuran berserat karena mereka memiliki membrane selulosa yang tidak tercerna di sekeliling porsi nutrisi mereka yang harus dihancurkan sebelum makanan dapat dicerna.

Pengunyahan juga membantu proses pencernaan makanan dengan alasan sebagai berikut: enzim pencernaan bekerja hanya di permukaan partikel makanan, sehingga tingkat pencernaan bergantung pada area permukaan keseluruhan yang dibongkar oleh sekresi pencernaan. Penghalusan makanan dalam konsistensi yang baik mencegah penolakan dari gastrointestinal tract dan meningkatkan kemudahan untuk mengosongkan makanan dari lambung ke usus kecil, kemudian berturut-turut ke dalam semua segmen usus.

I.1.1 Pergerakan Selama pengunyahan rahang akan bergerak berirama, membuka dan menutup. Tingkat dan pola pergerakan rahang dan aktivitas otot rahang telah diteliti pada hewan dan juga manusia. Pola pergerakan rahang pada beberapa hewan berbeda tergantung jenisnya. Pengulangan pergerakan pengunyahan berisikan jumlah kunyahan dan penelanan. Selama mastikasi karakteristik pengunyahan seseorang sangat bergantung pada tingkatan penghancuran makanan. Urutan kunyah dapat dibagi menjadi tiga periode. Pada tahap awal, makanan ditransportasikan ke bagian posterior gigi dimana ini merupakan penghancuran dalam periode reduksi. Selanjutnya bolus akan dibentuk selama final periode yaitu sebelum penelanan. Pergerakan rahang pada ketiga periode ini dapat berbeda tergantung pada bentuk makanan dan spesiesnya. Selama periode reduksi terdapat fase opening, fast-opening dan slowopening. Pada periode sebelum penelanan terdapat tiga fase selama rahang membuka dan dua fase selama rahang menutup. Selama penelanan lidah memainkan peran yang penting di dalam mengontrol pergerakan makanan dan pembentukan menjadi bolus. Untuk makanan yang dihancurkan, diposisikan oleh lidah pada konjugasi dengan otot buccinators pada pipi diantara oklusal permukaan gigi. Makanan yang padat dan cair ditransportasikan di dalam rongga mulut oleh lidah. Selama fase slow-opening pada pengunyahan, lidah bergerak ke depan dan memperluas permukaan makanan. Tulang hyoid dan badan lidah kembali tertarik selama fase fast-opening dan faseclosing, membuat gelombang yang dapat memindahkan makanan ke bagian posterior pada rongga mulut. Ketika makanan sudah mencapai bagian posterior rongga mulut, akan berpindah ke belakang di bawah soft palate oleh aksi menekan dari lidah. Lidah amat penting dalam pengumpulan dan penyortiran makanan yang bias ditelan, sementara mengembalikan lagi makanan yang masih dalam potongan besar ke bagian oklusal untuk pereduksian lebih10

lanjut. Sedikit yang mengetahui mengenai mekanisme mendasar mengenai pengontrolan lidah selama terjadinya aktivitas ini.

I.1.2 Aktivitas Otot Kontraksi otot yang mengontrol rahang selama proses mastikasi terdiri dari aktivitas pola asynchronous dengan variabilitas yang luas pada waktu permulaan, waktu puncak, tingkat dimana mencapai puncak, dan tingkat penurunan aktivitas. Pola aktivitas ditentukan oleh factor-faktor seperti spesies, tipe makanan, tingkat penghancuran makanan, dan faktor individu. Otot penutupan biasanya tidak aktif selama rahang terbuka, ketika otot pembuka rahang sangat aktif. Aktivitas pada penutupan rahang dimulai pada awal rahang menutup. Aktivitas dari otot penutup rahang meningkat secara lambat seiring dengan bertemunya makanan di antara gigi. Otot penutupan pada sebelah sisi dimana makanan akan dihancurkan, lebih aktif daripada otot penutupan rahang kontralateral.

I.2 Struktur batang otak dalam control mastikasi Pergerakan-pergerakan yang terlibat dalam mastikasi membutuhkan gabungan aktivitas beberapa otot, yaitu trigeminal, hypoglossal, fasial, dan nuclei motorik lain yang memungkinkan dari batang otak. Struktur batang otak lain seperti formasi reticular juga terlibat.

I.2.1 Nukleus Trigeminal Sensorik Nukleus trigeminal sensorik merupakan kolom neuron yang berada di sepanjang batas lateral batang otak, dari pons sampai spinal cord. Porsi rostral paling banyak dari nucleus ini disebut nucleus sensorik principal (kadang lebih sering sering disebut nucleus sensorik utama) dan sisanya adalah nucleus spinal trigeminal. Nukleus spinal dibagi lagi dari rostral ke kaudal menjadi subnukleus oralis, interpolaris, dan kaudalis. Inervasi perifer dari kolom sel ini muncul dari nervus trigeminus. Cabang utama akan bercabang menjadi limb ascending dan descending, atau secara sederhana turun memasuki batang otak untuk membentuk traktus trigeminal menutupi sekeliling aspek lateral dari nucleus sensori utama, sementara secara kaudal limb descending membentuk traktus spinal trigeminal di sepanjang aspek lateral nucleus spinal. Cabang akson kolateral meninggalkan traktus trigeminal dan memasuki nucleus sensori untuk membentuk sumbu terminal pada beberapa nucleus dengan tingkat yang berbeda. Akson yang menginervasi rostral mulut dan wajah berakhir di medial dan akson yang menyuplai wajah kaudal berakhir lebih lateral. Nukleus terdiri dari kelas-kelas neuron yang berbeda. Sirkuit neuron local mempunyai akson yang dibatasi area batang otak; proyeksi neuron akan mengirimkan akson ke rostral nuclei batang otak yang lain; dan interneuron termasuk ke interkoneksi dalam nucleus sensorik. Berdasarkan pada perbedaan morfologi neuron dan pola proyeksi, subnukleus oralis terdiri dari 3 subdivisi utama: ventrolateral, dorsomedial, dan garis batas. Divisi ventrolateral terdiri11

dari interneuron dan 2 populasi neuron proyeksi (satu yang memproyeksi spinal cord, dan satu lagi yang mengirimkan akson ke tanduk dorsal medular). Di dalam subdivisi dorsomedial, terdapat seri neuron proyeksi korteks cerebral. Sedangkan grup neuron pada garis batas memproyeksi cerebellum dan tanduk dorsal medullar. Nukleus sensori utama berada pada tingkat nucleus trigeminal motorik, dan dikelilingi oleh akar trigeminal motorik di medial, serta oleh akar trigeminal sensorik di lateral. Nukleus sensori utama dapat dibedakan dengan nukleus spinal dari kepadatan neuronnya yang lebih rendah, dan rendahnya populasi neuron besar dengan dendrit primer yang tebal, panjang, dan lurus. Perbedaan lain antara nucleus spinal dan nucleus utama adalah adanya sejumlah gelondong akson bermyelin pada nucleus spinal. Pemeriksaan dengan mikroskop cahaya dan electron menunjukkan adanya neuron berbentuk fusiform, triangular, dan multipolar pada nucleus sensori utama. Pada cabang dendritnya pun relative sederhana. Dendrit primer berasal dari sedikit perpanjangan badan sel atau secara langsung dari badan sel. Dendrit sekunder lebih panjang, tapi terlihat tidak melebihi batas nucleus.

I.2.2 Nukleus Trigeminal Mesencefalic Badan sel dari serabut aferen yang menginervasi gelondong otot penutup rahang dan badan sel dari ligament periodontal, gingival, dan mekanoreseptor palatal berlokasi di dalam nucleus mesencefalic. Penyusunannya unik di dalam sistem saraf pusat. Nukleus neuron mesencefalic berupa unipolar; akson tunggal yang bercabang 2 menjadi cabang perifer dan sentral. Cabang sentral mengeluarkan sejumlah cabang kolateral yang berakhir di nucleus motorik, spinal cord, dan area lain dari batang otak. Badan sel neuron yang menginervasi gelondong otot, ditemukan di sepanjang nucleus, dan badan sel yang berasal dari reseptor ligament periodontal dibatasi setengah kaudalnya.

I.2.3 Nukleus Tigeminal Motorik Motoneuron yang mengatur otot-otot mastikasi terdapat pada nucleus trigeminal motorik. Analisis distribusi ukuran soma motoneuron menandakan bahwa nucleus trigeminal motorik terdiri dari motoneuron gamma dan alfa. Sejumlah studi pembuktian neural mendemostrasikan bahwa motoneuron gamma yang menginervasi otot-otot mastikasi dipisahkan secara anatomi di dalam nucleus; Motoneuron penutup rahang berlokasi di dorsolateral, sedangkan motoneuron pembuka rahang berlokasi di divisi ventromedial nucleus. Pengamatan intraselular dan ekstraselular terhadap motoneuron mastikasi menunjukkan bahwa input sinaps untuk motoneuron pembuka dan penutup rahang berbeda. Contohnya adalah aktivitas yang memulai gelondong otot untuk menutup rahang tidak mempengaruhi motoneuron pembuka rahang, tapi aktivitas neural yang memulai mekanoreseptor pada regio oral dan fasial akan menghambat otot penutup rahang dan meningkatkan aktivitas otot pembuka rahang. Dendrit dari motoneuron trigeminal ekstensif dan kompleks. Dendrit dari semua grup motoneuron yang berbeda, memperpanjang di luar batas nucleus motorik, tapi di sini terdapat sedikit tumpang tindih antara dendrite motoneuron di region dorsolateral dan ventromedial

12

nucleus motorik. Teknik ini menghasilkan gambaran yang lebih rinci dari struktur mikro nucleus trigeminal motorik, dan penting untuk memahami mekanisme reflek mastikasi.

I.2.4 Nukleus Hipoglosal Motorik Nukleus hipoglosal motorik yang mengatur otot lidah lebih homogen daripada nucleus trigeminal motorik. Ia terbentuk dari motoneuron yang besar dan multipolar dan sebuah populasi dari interneuron-interneuron kecil. Dendrit-dendrit motoneuron besar melintasi garis tengah ke nucleus hipoglosal kontralateral atau berseberangan dalam formasi reticular. Interneuron-interneuron kecil memiliki hanya satu atau dua dendrite yang terdiri oleh nucleus secara total.

I.2.5 Nukleus Fasial Motorik Nukleus fasial motorik terdiri atas tiga kolom longitudinal motoneuron. Kolom-kolom medial dan lateral yang lebih besar terpisah oleh kolom intermediet yang lebih kecil. Studi pembuktan neural menunjukkan bahwa otot fasial direpresentasikan secara topografi di dalam nucleus. Otot yang mengontrol bibir atas dan nares mempunyai motoneuron sendiri pada bagian ventral dan dorsal kolom sel lateral. Otot bibir bawah disuplai oleh motoneuron pada kolom sel intermediet. Otot-otot yang berhubungan dengan telinga dikontrol oleh motoneuron pada kolom sel medial. Terdapat perbedaan utama pada pola dendrit antara motoneuron di 3 kolom sel. Dendrit pada motoneuron fasial secara luas berada di subdivisi yang sama yang mengandung soma, tapi terkadang meluas di luar batas nucleus fasial motorik.

I.2.6 Kontrol Mastikasi Nuclei sensori dan motorik yang terdapat pada brain stem memiliki peranan yang yang sangat penting dalam proses pengontrolan mastikasi. Pola dasar oscillatory pergerakan mastikasi berawal dari generator neural yang terdapat di brain stem. Input sensori afferent yang terjadi pada nuclei ini juga merupakan faktor yang tak kalah pentingnya dalam pembentukan proses mastikasi. Dan faktor yang berpengaruh besar lagi adalah pusat otak akan mempengaruhi system koordinasi brain stem mastikatori. Setelah sekian banyak penelitian dilakukan, tiga hal inilah yang merupakan faktor utama yang berpengaruh besar terhadap pengontrolan proses mastikasi.

I.3 Aktivitas brain stem selama mastikasi Gerakan dasar mastikasi dapat terjadi tanpa adanya input sensori dalam kavitas oral, fakta menunjukkan bahwa gerakan mandibula ke atas dan bawah berasal dari dalam brain stem. Hasil percobaan juga membuktikan bahwa faktor-faktor pemicu gerakan mastikasi adalah adanya hubungan dari sirkuit neural yang membentuk jaringan neural oscillatory yang13

mampu merangsang terjadinya pola gerakan mastikasi. Neural oscillator ini disebut sebagai generator pola mastikasi atau pusat mastikasi. Selain mastikasi, brain stem juga bertanggung jawab dalam proses respiratori dan proses penelanan. Selain adanya neural generator, mastikasi juga terjadi karena aktivitas gerak reflex otot yang diinisiasi oleh stimulasi dari strukur orofacial. Gerak refleks yang timbul dari area orofacial bermacam-macam, termasuk juga gerak lidah, facial, dan berbagai gerak rahang. Dalam gerak refleks orofacial ini terdapat sekurangkurangnya satu motor nucleus dan beberapa sinaps, dan prosesnya termasuk sederhana bila dibandingkan dengan refleks-refleks lain yang lebih kompleks (sebagai contohnya proses penelanan). Gerak refleks orofacial yang paling sering diteliti adalah gerak refleks pada jaw-closing dan refleks jaw-jerk, yang dapat terjadi dengan mengetuk ujung dagu. Saat mengetuk ujung dagu ini, muscle spindle pada otot-otot jaw-closing tertarik dan menhasilkan input sensori yang akan menginisiasi gerak refleks. Setelah waktu yang singkat (sekitar 6 detik) electromyography (EMG) menunjukkan adanya aktivitas yang terjadi pada otot masseter dan temporalis. EMG juga menunjukkan output berupa gerak motorik pada otot yang akan menutup rahang. Karena waktu terjadinya yang sangat singkat, gerak refleks ini sama dengan gerak knee-jerk refleks dimana hanya satu sinaps yang bekerja (refleks monosynaptic). Input refleks jaw-closing selain muscle spindle adalah stimulasi ligament periodontal, TMJ, dll dapat menimbulkan refleks jaw-closing dalam waktu singkat. Hal ini dibuktikan dengan percobaan anestesi yang diaplikasikan pada gigi dan rahang bawah menurunkan input tapi tidak menghentikan refleks. Proses jaw-opening diinisiasi oleh stimuli mekanik dari ligament periodontal dan mekanoreseptor pada mukosa. Stimuli ini menghasilkan eksitasi otot jaw-opening dan inhibisi pada otot jaw-closing. Proses ini tidak termasuk refleks monosynaptic dan sekurangkurangnya satu interneuron bekerja. Proses mastikasi diinisiasi oleh stimuli elektrik dari cortex yang menyokong otot jaw-closing dan jaw-opening. Begitu kompleks proses terjadinya gerak mastikasi, pada intinya ritme mastikasi dihasilkan dari generator pada brain stem yang diaktivasi oleh pusat dibantu dengan input peripheral yang pada akhirnya menghasilkan output ritmikal dengan frekuensi yang sesuai dengan input yang terjadi. Aktivitas motoneuron trigeminal saat proses pengunyahan diteliti menggunakan aktivitas itrasel dari motoneuron yang mengontrol otot masseter (jaw-closing) dan digastrics (jawopening). Motoneuron masseter depolarisasi saat fase closing dan hiperpolarisasi (inhibisi) saat fase opening. Motoneuron digastrics depolarisasi saat opening, akan tetapi tidak hiperpolarisasi saat closing. II Penelanan Menurut kamus deglutasi atau deglutition diterjemahkan sebagai proses memasukkan makanan kedalam tubuh melalui mulut the process of taking food into the body through the mouth. Proses menelan merupakan suatu proses yang kompleks, yang memerlukan setiap organ yang berperan harus bekerja secara terintegrasi dan berkesinambungan. Dalam proses menelan ini14

diperlukan kerjasama yang baik dari 6 syaraf cranial, 4 syaraf servikal dan lebih dari 30 pasang otot menelan. Pada proses menelan terjadi pemindahan bolus makanan dari rongga mulut ke dalam lambung. Secara klinis terjadinya gangguan pada deglutasi disebut disfagia yaitu terjadi kegagalan memindahkan bolus makanan dari rongga mulut sampai ke lambung.

II.1 Neurofisiologi menelan Proses menelan dapat dibagi menjadi 3 fase yaitu fase oral, fase faringeal dan fase esophageal.

II.1.1 Fase oral Pada fase oral ini akan terjadi proses pembentukan bolus makanan yang dilaksanakan oleh gigi geligi, lidah, palatum mole, otot-otot pipi dan saliva untuk menggiling dan membentuk bolus dengan konsistensi dan ukuran yang siap untuk ditelan. Proses ini berlangsung secara disadari. Proses ini bertahan kira-kira 0.5 detik

Peranan saraf kranial pada pembentukan bolus fase oral. ORGAN Mandibula AFFEREN (sensorik) n. V.2 (maksilaris) EFFEREN (motorik) N.V : m. Temporalis, m. maseter, m. pterigoid

Bibir

n. V.2 (maksilaris)

n. VII : m.orbikularis oris, m. zigomatikum, m.levator labius oris, m.depresor labius oris, m. levator anguli oris, m. depressor anguli oris

n.VII: m. mentalis, m. risorius, m.businator

n.XII : m. hioglosus, m. mioglosus Mulut & pipi n.V.2 (maksilaris)

15

Lidah

n.V.3 (lingualis)

Pada fase oral ini perpindahan bolus dari rongga mulut ke faring segera terjadi, setelah otototot bibir dan pipi berkontraksi meletekkan bolus diatas lidah. Otot intrinsik lidah berkontraksi menyebabkan lidah terangkat mulai dari bagian anterior ke posterior. Bagian anterior lidah menekan palatum durum sehingga bolus terdorong ke faring. Bolus menyentuh bagian arkus faring anterior, uvula dan dinding posterior faring sehingga menimbulkan refleks faring. Arkus faring terangkat ke atas akibat kontraksi m. palato faringeus (n. IX, n.X dan n.XII)

Peranan saraf kranial fase oral ORGAN Bibir AFFEREN (sensorik) n. V.2 (mandibularis), n.V.3 (lingualis) EFFEREN (motorik) n. VII : m.orbikularis oris, m.levator labius oris, m. depressor labius, m.mentalis

n. V.2 (mandibularis) Mulut & pipi

n.VII: m.zigomatikus,levator anguli oris, m.depressor anguli oris, m.risorius. m.businator

n.IX,X,XI : m.palatoglosus

n.V.3 (lingualis) Lidah n.IX,X,XI : m.uvulae,m.palatofaring

n.V.2 (mandibularis) Uvula

Jadi pada fase oral ini secara garis besar bekerja saraf karanial n.V2 dan nV.3 sebagai serabut afferen (sensorik) dan n.V, nVII, n.IX, n.X, n.XI, n.XII sebagai serabut efferen (motorik).

16

II.1.2 Fase Faringeal Fase ini dimulai ketika bolus makanan menyentuh arkus faring anterior (arkus palatoglosus) dan refleks menelan segera timbul. Pada fase faringeal ini terjadi : 1. m. Tensor veli palatini (n.V) dan m. Levator veli palatini (n.IX, n.X dan n.XI) berkontraksi menyebabkan palatum mole terangkat, kemudian uvula tertarik keatas dan ke posterior sehingga menutup daerah nasofaring. 2. m.genioglosus (n.XII, servikal 1), m ariepiglotika (n.IX,nX) m.krikoaritenoid lateralis (n.IX,n.X) berkontraksi menyebabkan aduksi pita suara sehingga laring tertutup. 3. Laring dan tulang hioid terangkat keatas ke arah dasar lidah karena kontraksi m.stilohioid, (n.VII), m. Geniohioid, m.tirohioid (n.XII dan n.servikal I). 4. Kontraksi m.konstriktor faring superior (n.IX, n.X, n.XI), m. Konstriktor faring inermedius (n.IX, n.X, n.XI) dan m.konstriktor faring inferior (n.X, n.XI) menyebabkan faring tertekan kebawah yang diikuti oleh relaksasi m. Kriko faring (n.X) 5. Pergerakan laring ke atas dan ke depan, relaksasi dari introitus esofagus dan dorongan otot-otot faring ke inferior menyebabkan bolus makanan turun ke bawah dan masuk ke dalam servikal esofagus. Proses ini hanya berlangsung sekitar satu detik untuk menelan cairan dan lebih lama bila menelan makanan padat.

Peranan saraf kranial pada fase faringeal Organ Lidah Afferen n.V.3 Efferen n.V :m.milohyoid, m.digastrikus n.VII : m.stilohyoid n.XII,nC1 :m.geniohyoid, m.tirohyoid n.XII :m.stiloglosus

Palatum

n.V.2, n.V.3

n.IX, n.X, n.XI :m.levator veli palatini n.V :m.tensor veli palatini

Hyoid

n.Laringeus superior cab n.V : m.milohyoid, m. Digastrikus internus (n.X) n.VII : m. Stilohioid n.XII, n.C.1 :m.geniohioid, m.tirohioid n.X

17

Nasofaring

n.X

n.IX, n.X, n.XI : n.salfingofaringeus

Faring

n.IX, n.X, n.XI : m. Palatofaring, m.konstriktor faring sup, m.konstriktor ffaring med. n.X,n.XI : m.konstriktor faring inf.

n.rekuren (n.X) n.IX :m.stilofaring

Laring

n.X n.X : m.krikofaring

Esofagus

Pada fase faringeal ini saraf yang bekerja saraf karanial n.V.2, n.V.3 dan n.X sebagai serabut afferen dan n.V, n.VII, n.IX, n.X, n.XI dan n.XII sebagai serabut efferen.

Bolus dengan viskositas yang tinggi akan memperlambat fase faringeal, meningkatkan waktu gelombang peristaltik dan memperpanjang waktu pembukaan sfingter esofagus bagian atas. Bertambahnya volume bolus menyebabkan lebih cepatnya waktu pergerakan pangkal lidah, pergerakan palatum mole dan pergerakan laring serta pembukaan sfingter esofagus bagian atas. Waktu Pharyngeal transit juga bertambah sesuai dengan umur.

Kecepatan gelombang peristaltik faring rata-rata 12 cm/detik. Mc.Connel dalam penelitiannya melihat adanya 2 sistem pompa yang bekerja yaitu : 1. Oropharyngeal propulsion pomp (OOP) adalah tekanan yang ditimbulkan tenaga lidah 2/3 depan yang mendorong bolus ke orofaring yang disertai tenaga kontraksi dari m.konstriktor faring. 2. Hypopharyngeal suction pomp (HSP) adalah merupakan tekanan negatif akibat terangkatnya laring ke atas menjauhi dinding posterior faring, sehingga bolus terisap ke arah sfingter esofagus bagian atas. Sfingter esofagus bagian atas dibentuk oleh m.konstriktor faring inferior, m.krikofaring dan serabut otot longitudinal esofagus bagian superior.18

II.1.3 Fase Esofageal Pada fase esofageal proses menelan berlangsung tanpa disadari. Bolus makanan turun lebih lambat dari fase faringeal yaitu 3-4 cm/ detik.

Fase ini terdiri dari beberapa tahapan : 1. Dimulai dengan terjadinya relaksasi m.kriko faring. Gelombang peristaltik primer terjadi akibat kontraksi otot longitudinal dan otot sirkuler dinding esofagus bagian proksimal. Gelombang peristaltik pertama ini akan diikuti oleh gelombang peristaltik kedua yang merupakan respons akibat regangan dinding esofagus. 2. Gerakan peristaltik tengah esofagus dipengaruhi oleh serabut saraf pleksus mienterikus yang terletak diantara otot longitudinal dan otot sirkuler dinding esofagus dan gelombang ini bergerak seterusnya secara teratur menuju ke distal esofagus.

Cairan biasanya turun akibat gaya berat dan makanan padat turun karena gerak peristaltik dan berlangsung selama 8-20 detik. Esophagal transit time bertambah pada lansia akibat dari berkurangnya tonus otot-otot rongga mulut untuk merangsang gelombang peristaltik primer.

II.1.4 Peranan sistem saraf dalam proses menelan Proses menelan diatur oleh sistem saraf yang dibagi dalam 3 tahap : 1. Tahap afferen/sensoris dimana begitu ada makanan masuk ke dalam orofaring langsung akan berespons dan menyampaikan perintah. 2. Perintah diterima oleh pusat penelanan di Medula oblongata/batang otak (kedua sisi) pada trunkus solitarius di bag. Dorsal (berfungsi utuk mengatur fungsi motorik proses menelan) dan nukleus ambigius yg berfungsi mengatur distribusi impuls motorik ke motor neuron otot yg berhubungan dgn proses menelan. 3. Tahap efferen/motorik yang menjalankan perintah

II.2 Gangguan deglutasi/ menelan Secara medis gangguan pada peristiwa deglutasi disebut disfagia atau sulit menelan, yang merupakan masalah yang sering dikeluhkan baik oleh pasien dewasa, lansia ataupun anakanak. Menurut catatan rata-rata manusia dalam sehari menelan sebanyak kurang lebih 2000 kali, sehingga masalah disfagia merupakan masalah yang sangat menggangu kualitas hidup seseorang.

19

Disfagia merupakan gejala kegagalan memindahkan bolus makanan dari rongga mulut sampai ke lambung. Kegagalan dapat terjedi pada kelainan neuromuskular, sumbatan mekanik sepanjang saluran mulai dari rongga mulut sampai lambung serta gangguan emosi. Disfagia dapat disertai dengan rasa nyeri yang disebut odinofagia. Berdasarkan difinisi menurut para pakar (Mettew, Scott Brown dan Boeis) disfagia dibagi berdasarkan letak kelainannya yaitu di rongga mulut, orofaring, esofagus atau berdasarkan mekanismenya yaitu dapat menelan tetapi enggan, memang dapat menelan atau tidak dapat menelan sama sekali, atau baru dapat menelan jika minum segelas air, atau kelainannya hanya dilihat dari gangguan di esofagusnya.

III Berbicara Percakapan digunakan untuk berkomunikasi antar individu Untuk menyempurnakan proses percakapan ini, diperlukan aktivitas otot. Bagian penting dalam percakapan dan bahasa adalah cerebral cortex yang berkembang sejak lahir dan memperlihatkan perbedaan pada orang dewasa. Perbedaan ini memperlihatkan bahwa pengalaman phonetic bukan hal yang perlu untuk perkembangan area pusat saraf dalam sistem percakapan. Otot-otot yang mengkomando organ bicara diatur oleh motor nuclei di otak, dengan produksi suara diatur oleh control pusat di bagian rostral otak. Respirasi. Proses bicara diawali oleh sifat energi dalam aliran dari udara. Pada bicara yang normal, aparatus pernapasan selama ekshalasi menyediakan aliran berkesinambungan dari udara dengan volume yang cukup dan tekanan (di bawah kontrol volunteer adekuat) untuk phonasi. Aliran dari udara dimodifikasi dalam fungsinya dari paru-paru oleh fasial dan struktur oral dan memberikan peningkatan terhadap simbol suara yang dikenal sebagai bicara

III.1 Struktur fungsional organ pengucapan III.1.1 Laring Laring merupakan penghubung antara faring dan trakea, didisain untuk memproduksi suara (fonasi). Laring ini terdiri dari 9 kartilago, 3 kartilago yang berpasangan dan 3 yang tidak berpasangan. Organ ini terletak pada midline didepan cervikal vertebra ke 3 sampai c 6. Organ ini dibagi ke dalam 3 regio: * * * Vestibule Ventricle Infraglotitic

20

Vocal fold (true cord) dan vestibular fold (false cord) terletak pada regio ventricle. Didalam faring ini terdapat pita suara yang dapat menghasilkan gelombang suara yang nantinya akan di modifikasi oleh resonator dan articulator yang kemudian dihasilkan suara yang seperti kita ucapkan sehari-hari. Pergerakan pita suara (abduksi, adduksi dan tension) dipengaruhi oleh otot-otot yang terdapat disekitar laring, dimana fungsi otot-otot tersebut adalah:

M. Cricothyroideu M. Tyroarytenoideus (vocalis) M. Cricoarytenoideus lateralis M. Cricoarytenoideus posterior M. Arytenoideus transversus

menegangkan pita suara relaksasi pita suara adduksi pita suara abduksi pita suara menutup bagian posterior rima glotidis

III.1.2 Vocal Tract Vocal tract pada manusia merupakan acoustic tube dari cross section dengan panjang sekitar 17 cm dari vocal fold hingga bibir. Area cross section ini bervariasi dari 0-20 cm2 dengan penempatan bibir, rahang, lidah, dan velum(soft palate). Perangkap (trap-door action) yang dibuat sepasang velum pada vocal tract membuat secondary cavity yang berpartisipasi dalam speech production- nasal tract. Nasal cavity memiliki panjang sekitar 12 cm dan luas 60 cm3. Untuk bunyi suara, sumber rangsang adalah velocity volume dari udara yang melewati vocal cords. Vocal tract bertindak pada sumber ini sebagai filter dengan frekuensi yang diinginkan, berkorespondensi dengan resonansi akustik dari vocal tract

III.1.3 Voiced Sounds (Suara) Suara, contohnya huruf vokal (a,i,u,e,o), diproduksi dengan meningkatkan tekanan udara di paru-paru dan menekan udara untuk bergerak ke glottis (lubang antara vocal cords), sehingga vocal cords bergetar. Getaran tersebut mengganggu aliran udara dan menyebabkan getaran broad spectrum quasiperiodic yang berada di vocal tract. Ligament yang bergetar dari vocal cords memiliki panjang 18 mm dan glottal yang secara khusus bervariasi dalam area dari 0-20 mm2. Otot laryngeal yang mengatur vocal folds dibagi menjadi tensors, abductors, dan adductors. Naik dan turunnya pitch dari suara dikontrol oleh aksi dari tensor crico-thyroid dan otot vocalis. Variasi dalam tekanan subglottal juga penting untuk mengatur derajat getaran laryngeal.

III.1.4 Artikulasi dan Resonansi Ketika suara dasar dihasilkan oleh vocal tract, suara tersebut dimodifikasi untuk menghasilkan suara yang jelas dengan proses resonansi dan artikulasi

21

Dengan kegunaan sifat-sifat resonant dari vocal tract, bunyi suara dasar disaring. Kualitas akhir dari suara tergantung dari ukuran dan bentuk berbagai cavitas yang berhubungan dengan mulut dan hidung. Bentuk dari beberapa cavitas ini bisa diubah oleh berbagai macam aktivitas bagian yang dapat bergerak dari pharynx dan cavitas oral. Cavitas yang berhubungan dengan dengan hidung adalah cavitas nasal, sinus, dan nasopharynx. Nasopharynx dengan cepat berubah-ubah dan variasi ini dihasilkan oleh kontraksi otot-otot pharyngeal dan gerakan dari palatum lunak. Cavitas yang berhubungan dengan mulut adalah cavitas oral dan oropharynx. Kedua cavitas ini bisa diubah-ubah oleh kontraksi dari otot-otot. Semua cavitas ini mengambil dan memperkuat suara fundamental yang dihasilkan oleh getaran dari vocal cords. Fungsi ini dikenal dengan sebutan resonansi. Pergerakan dari palatum lunak, laring, dan pharynx membuat manusia dapat mencapai keseimbangan yang baik antara resonansi oral dan nasal yang akhirnya menjadi karakteristik dari suara tiap-tiap individu. Artikulasi adalah proses penghasilan suara dalam berbicara oleh pergerakan bibir, mandibula, lidah, dan mekanisme palatopharyngeal dalam kordinasi dengan respirasi dan phonasi Fungsi dari mekanisme pengucapan adalah untuk mengubah bentuk dari tonsil laryngeal dan untuk membuat suara dalam rongga mulut. Suara yang penting terbentuk adalah pengucapan konsonan, yang ditekankan sebagai iringan suara oleh gesekan bunyi. Konsonan dibentuk dari gelombang udara yang berkontak dari arah yang berlawanan. Misalnya pada kontak antara dua bibir saat pengucapan huruf p dan b. Contoh lainnya juga pada lidah yang menyentuh gigi dan palatum saat pengucapan huruf t dan d. Tanpa kemampuan (kapasitas) pengucapan, suara yang dihasilkan hanya berupa faktor kekuatan, volume, dan kekuatan, seperti suara yang hanya dihasilkan oleh huruf vocal. Hal ini terbukti secara klinis ketika kemampuan berbicara seseorang hilang pada penderita paralytic stroke. Kemampuan berbicaranya hanya seperti pengucapan huruf vocal saja dengan sedikit konsonan. Disamping menyuarakan suara-suara, sistem vokal dapat menghasilkan dua macam suarasuara yang tak terdengar: fricative sounds dan plosive sounds. Fricative sounds dicontohkan oleh konsonan s,sh, f, dan th, yang dihasilkan ketika traktus vokal setengah tertutup pada beberapa titik dan udara tertekan melewati konstriksi pada kecepatan yang cukup tinggi untuk menghasilkan turbulensi. Konsonan fricative membutuhkan sangat sedikit penyesuaian pada artikulator, dan sering terdengar tidak sempurna pada kasus maloklusi atau penggunaan denture. Plosive sounds, konsonan p, t, dan k, diproduksi ketika traktus vokal tertutup seluruhnya ( biasanya dengan bibir atau lidah), membiarkan tekanan udara meningkat saat menutup, dan kemudian membuka dengan tiba-tiba. Untuk beberapa suara, seperti fricative consonant v dan z yang terdengar, adanya kombinasi dari dua sumber suara. Pembentukan pada pergerakan untuk kemampuan bicara berkaitan dengan fungsi kontinyu dari sensorik informasi dari reseptor otot dan mechanoreceptor cutaneous yang didistribusikan sepanjang respiratosy, laringeal, dan sistem orofacial

22

III.2 Vokalisasi Laring khususnya berperan sebagai penggetar (vibrator). Elemen yang bergetar adalah pita suara. Pita suara menonjol dari dinding lateral laring ke arah tengah dari glotis. pita suara ini diregangkan dan diatur posisinya oleh beberapa otot spesifik pada laring itu sendiri. Gambar 37-10B menggambarkan pita suara. Selama pernapasan normal, pita akan terbuka lebar agar aliran udara mudah lewat. Selama fonasi, pita menutup bersama-sama sehingga aliran udara diantara mereka akan menghasilkan getaran (vibrasi). Kuatnya getaran terutama ditentukan oleh derajat peregangan pita, juga oleh bagaimana kerapatan pita satu sama lain dan oleh massa pada tepinya. Gambar 37-10A memperlihatkan irisan pita suara setelah mengangkat tepi mukosanya. Tepat di sebelah dalam setiap pita terdapat ligamen elastik yang kuat dan disebut ligamen vokalis. Ligamen ini melekat pada anterior dari kartilago tiroid yang besar, yaitu kartilago yang menonjol dari permukaan anterior leher dan (Adams Apple). Di posterior, ligamen vokalis terlekat pada prosessus vokalis dari kedua kartilago aritenoid. Kartilago tiroid dan kartilago aritenoid ini kemudian berartikulasi pada bagian bawah dengan kartilago lain, yaitu kartilago krikoid. Pita suara dapat diregangkan oleh rotasi kartilago tiroid ke depan atau oleh rotasi posterior dari kartilago aritenoid, yang diaktivasi oleh otot-otot dari kartilago tiroid dan kartilago aritenoid menuju kartilago krikoid. Otot-otot yang terletak di dalam pita suara di sebelah lateral ligamen vokalis, yaitu otot tiroaritenoid, dapat mendorong kartilago aritenoid ke arah kartilago tiroid dan, oleh karena itu, melonggarkan pita suara. Pemisahan otot-otot ini juga dapat mengubah bentuk dan massa pada tepi pita suara, menajamkannya untuk menghasilkan bunyi dengan nada tinggi dan menumpulkannya untuk suara yang lebih rendah (bass). Akhirnya, masih terdapat beberapa rangkaian lain dari otot laringeal kecil yang terletak di antara kartilago aritenoid dan kartilago krikoid, yang dapat merotasikan kartilago ini ke arah dalam atau ke arah luar atau mendorong dasarnya bersama-sama atau memisahkannya, untuk menghasilkan berbagai konfigurasi pita suara.

IV Basis neural bahasa Salah satu perbedaan terpenting antara manusia dan binatang rendah adalah adanya fasilitas pada manusia untuk berkomunikasi dengan sesamanya. Selanjutnya, karena tes neurologic dapat dengan mudah menaksir seberapa besar kemampuan seseorang untuk berkomunikasi satu sama lain, maka kita dapat mengetahui lebih banyak tentang sistem sensorik dan motorik yang berkaitan dengan proses komunikasi daripada mengenai fungsi segmen kortikal lainnya. Terdapat dua aspek untuk dapat berkomunikasi, yaitu: aspek sensorik (input bahasa), melibatkan telinga dan mata, dan kedua, aspek motorik (output bahasa) yang melibatkan vokalisasi dan pengaturannya.\

23

IV.1 Aspek Sensorik pada Komunikasi Pada korteks bagian area asosiasi auditorik dan area asosiasi visual, bila mengalami kerusakan, maka dapat menimbulkan ketidakmampuan untuk mengerti kata-kata yang diucapkan dan kata-kata yang tertulis. Efek ini secara berturut-turut disebut sebagai afasia reseptif auditorik dan afasia reseptif visual atau lebih umum, tuli kata-kata dan buta kata-kata (disleksia). Studi dari afasia ini mempunyai peran penting pada pemahaman neural basis dari bahasa. Penyebab paling sering ialah trauma kepala (head trauma). Penyebab selanjutnya ialah stroke: 40% major vascular events pada hemisfer cerebral yang mengakibatkan language disorders. Afasia anomik (Anomic aphasia) Pada afasia ini, satu-satunya gangguan ialah pada kemampuan untuk menemukan kata-kata yang benar. Ini merupakan bentuk afasia yang tidak biasa. Akan tetapi, biasanya merupakan lesi pada aspek posterior dari lobus temporal inferior kiri, dekat dengan garis temporaloccipital. Afasia Wernicke dan Afasia Global Beberapa orang mampu mengerti kata-kata yang diucapkan ataupun kata-kata yang dituliskan namun tak mampu menginterpretasikan pikiran yang diekspresikan walaupun saat mendengar music atau suara nonverbal akan normal. Biasanya pasien berbicara sangat cepat baik ritme, grammar, dan artikulasi. Apabila tidak benar-benar didengarkan, akan terdengar hampir normal. Keadaan ini sering terjadi bila area Wernicke yang terdapat di bagian posterior hemisfer dominan girus temporalis superior mengalami kerusakan. Oleh karena itu, tipe afasia ini disebut afasia Wernicke. Bila lesi pada are Wernicke ini meluas dan menyebar (1) ke belakang ke region girus angular, (2) ke inferior ke area bawah lobus temporalis, (3) ke superior ke tepi superior fisura sylvian dari hemisfer kiri, maka penderita tampak seperti benar-benar terbelakang secara total (totally demented) untuk mengerti bahasa atau berkomunikasi, dan karena itu dikatakan menderita afasia global. Transcortical sensory aphasia Merupakan pemutusan area Wernicke dari posterior parietal temporal association area. Hal ini menyebabkan fluent aphasia dengan kurangnya pemahaman dan juga kecacatan saat berpikir ataupun mengingat arti dari suatu tanda atau kata-kata. Pasien tidak dapat membaca, menulis dan juga ditandai dengan kesusahannya mendapat kata-kata, tetapi dapat mengulang apa yang telah dibicarakan dengan mudah dan fasih.

IV.2 Aspek Motorik Komunikasi Proses bicara melibatkan dua stadium utama aktivitas mental: 1. Membentuk buah pikiran untuk diekspresikan dan memilih kata-kata yang akan digunakan, kemudian24

2. mengatur motorik vokalisasi dan kerja yang nyata dari vokalisasi itu sendiri. Pembentukan buah pikiran dan bahkan pemilihan kata-kata merupakan fungsi area asosiasi sensorik otak. Sekali lagi, area Wernicke pada bagian posterior girus temporalis superior merupakan hal yang penting untuk kemampuan ini. Oleh karena itu, penderita yang mengalami afasia Wernicke atau afasia global tak mampu memformulasikan pikirannya untuk dikomunikasikan. Atau bila lesinya tak begitu parah, maka penderita masih mampu memformulasikan pikirannya namun tak mampu menyusun kata-kata yang sesuai secara berurutan dan bersama-sama untuk mengekspresikan pikirannya. Seringkali, penderita fasih berkata-kata namun kata-kata yang dikeluarkannya tidak berurutan. Afasia Motorik akibat Hilangnya Area Broca. Kadang-kadang, penderita mampu menentukan apa yang ingin dikatakannya, dan mampu bervokalisasi, namun tak dapat mengatur sistem vokalnya untuk menghasilkan kata-kata selain suara ribut. Efek ini, disebut afasia motorik, disebabkan oleh kerusakan pada area bicara Broca, terletak di regio prefrontal dan fasial premotorik korteks (kira-kira 95% kelainannya di hemisfer kiri). Oleh karena itu, pola keterampilan motorik yang dipakai untuk mengatur laring, bibir, mulut, sistem respirasi, dan otot-otot lainnya yang dipakai untuk bicara dimulai dari daerah ini.

Artikulasi Berarti gerakan otot-otot mulut, lidah, laring, pita suara, dan sebagainya, yang bertanggung jawab untuk intonasi, waktu, dan perubahan intensitas yang cepat dari urutan suara. Regio fasial dan laryngeal korteks motorik mengaktifkan otot-otot ini, dan serebelum, ganglia basalis, dan korteks sensorik semuanya membantu mengatur urutan dan intensitas kontraksi otot, dengan mekanisme umpan balik serebelar dan fungsi ganglia basalis. Kerusakan setiap regio ini dapat menyebabkan ketidakmampuan parsial atatu total untuk berbicara dengan jelas. Lesi yang tidak mempengaruhi cerebral cortex, khususnya lesi vascular pada basal ganglia dan thalamus, dapat juga menyebabkan afasia yang disebut afasia subcortical. Lesi kecil pada otak dapat merusak kemampuan untuk membaca dan/atau menulis, tanpa menganggu bicara ataupun fungsi kognitif lainnya. Alexia (ketidakmampuan untuk membaca) dengan agraphia (ketidakmampuan menulis) berhubungan dengan lesi kortex pada lobus parietal kiri, dibelakang cortex area auditorik. Alexia tanpa agraphia berhubungan dengan lobus occipital kiri.

IV.3 Lokalisasi pusat kontrol bahasa Vokalisasi mamalia membutuhkan koordinasi pergerakan pernapasan, laryngeal artikulatori (supralaryngeal). Moto neuron bertanggung jawab untuk pergerakan respiratori yang berada dalam corda spinalis lumbar atas, toraxic dan servikal. Kontrol kontrol ditemukan dalam nucleus ambiguus. Neuron yang bertanggung jawab untuk kontrol pergerakan artikulator25

terlokalisasi dalam nukleus motorik trigeminal, nukleus facial, rostal nucleus ambiguus, nucleus hipoglosal, dan corda spinalis servical atas. Demikian, bahkan pada tingkat kontrol efferen kontrksi otot (jalur final) yang umum, vokalisasi melibatkan suatu satuan ekstensive pada motoneuron yang bersambung dari pons ke corda spinalis. Transeksi pusat otak diatas nucleus motorik trigeminal pada hewan mengakibatkan hewan ini bisu. Karena itu, pertukaran informasi sraf antara nuclei motor cranial, motoneuron respiratorius spinalis, dan informasi somato sensorik yang memasuki batang otak bawah dan corda spinalis tidak cukup u8ntuk menginisiai vokalisasi. Input koordinasi dari pusat cerebral yang lebih tinggi diperlukan. Dengan beberapa penelitian behavioral yang hati pada produksi bahasa, para neurologis telah mendeskripsikan beberapa aphasia yang biasanya terlibat dalam area berbeda di hemisver otak. Salah satu aphasia yang paling awal, wernickes aphasia, yang mana pasien dapat berbicara sangat cepat, tanpa peduli irama, pola kalimat, dan artikulasi. Kata, jika tidak didengarkan secara baik, dapat terdenga hampir normal. Pasien gagal menggunakan kata yang benar dan justur menggunakan frase circumlacutory. Karakteristik lain parafrasia, yang mana satu kata atau frase disubsitusi untuk yang lain, terkadang pada makasud yang terkait, ataupun tidak terkait. Pasien ini dapat memiliki kehilangan percakapan yang parah walaupun pendengaran suara non verbal dan musik bisa jadi sepenuhnya normal. Lesi saraf ini berhubungan dengan gangguan linguistik asosiasi seperti ketidak mampuan membaca (aleksia) dan ketidak mampuan menulis (agrafia). Pada Brocas apasia , kata-kata terjadi secara perlahan, artikulasi tidak rapi, dan kata gramatikal kecil dan akhiran huruf mati dan kata kerja bersambung jadi kata-kata diucapkan memiliki gaya telegrafik. Lesi ini terlokalisasi dalam zona bahasa anterior, dan bukan lesi kombinasi. Conduction aphasia, menyerupai Wernickes aphasia pada keberadaan kata yang kebanyakan normal dan lancar tapi repetisi yang buruk, juga kompensasi auditori yang baik. Lesi ini mengkompromisasi struktur yang cecara normal mentransfer informasi auditori ke sistem motor, langkah fisiologis diperlukan untuk tindakan mengulangi kalimat. Pasien dengan global aphasia tidak dapat berbicara atau memahami bahasa. Mereka tidak dapat membaca, menulis, mengulangi, atau menyebutkan nama barang-barang. Lesi ini ektensive dan yang secara esensial di suplai oleh cabang cortical pada arteri tengah otak mengarahnkan semua perisylvian territory pada hemisver kiri. Pada anomic aphasia, satu-satunya gangguan adalah dalam menemukan kata yang tepat. Ini adalah bentuk aphasia yang tidak biasa yang secara khas mengikuti lesi di aspek posterior lobus temporalis inferior kiri, dekat border temporal-occipital. Transcortical motor aphasia dihasilkan dari lesi yang memutuskan hubungan area brocas dari cortex motori suplementer. Pasien akan melakukan percakapan tapi hanya dapat mengucapkan sedikit syllables. Transcortical sensory mengikuti diskoneksi dari Wernickes area pada area asosiasi temporal parietal posterior. Ini menyebabkan aphasia lancar dengan pemahaman yang defektif, dan defek dalam berfikir atau mengingat maksud sinyal dan tanda-tanda. Pasien tidak bisa membaca dan menulis dan juga memiliki kesulitan dalam menemukan katakata tapi dapat mengulangi kata-kata verbal secara mudah dan lancar.26

Lesi yang tidak mempengaruhi cortex cerebral, biasanya lesi vaskuler dalam ganglia basalis dan talamus, dapat juga dihasilkan dalam aphasia yang biasanya disebut subcortical aphasia.

IV.4 Dominasi Cerebral Kerusakan di area korespondensi di sisi lain otak meninggalkan kemampuan berbahasa yang utuh. Hanya sedikit keruskan di hemisfer kanan otak menyebabkan kerusakan bahasa. 97% dari mereka memiliki kerusakan di hemisver kiri otaknya. Kontrol unilateral pada fungsi tertentu disebut dominasi cerebral. Tanda bahasa juga menyediakan pengertian untuk produksi bahasa. Tidak seperti kata-kata, penandaan terdiri atas serangkaian bahasa tubuh yang di interpretasikan oleh sistem visual daripada sistem auditorial. Pengertian tanda juga dilokalisasi dihemisver kiri. Lesi pada otak kiri menyebabkan individu tuli menjadi aphasic pada bahasa tanda.

IV.5 Teori pemrosesan bahasa Berdasarkan pembelajaran ekstensive pada kelainan berbahasa dan lesi anatomis terasosiasi, dibuatlah model aktivitas otak selama produksi bahasa. Teori para connectionist menjelaskan bahwa ketika sebuah kata terdengar, output dari area auditorial primer pada cortex diterima oleh Wernickes area. Jika kata-kata tersebut adalah untuk diucapkan, polanya ditranmisikan dari Wernickes area ke Brocas area dimana bentuk artikulatori dibangun dan dikirim ke area motorik yang mengontrol pergerakan otot-otot berbicara. Jika kata-kata yang digunakan dieja, pola auditorial dikirim ke cortex agranular, dimana ia mendapatkan pola visualnya. Saat sebuah kata dieja, output dari area visual primer melewati gyrus anguler, yang pada gilirannya membangkitkan bentuk auditori korespondensi pada kata dalam Wernicks area. Bahasa mengandung banyak tipe informasi linguistik termasuk informasi yang mengenali struktur suara dari ungkapan (fonologi), informasi tentang bentuk tata kalimat (sintaksis), dan informasi yang mengenali maksud ungkapan (semantik). Bukti-bukti tekah menujukkan bahwa area cortical yang terlibat dengan bahasa tidaklah bekerja sendiri, tapi kemungkinan dibagi-bagi menjadi area terpisah untuk menangani bahasa yang berbeda, karena ada lesi-lesi pada orang-orang multilingual yang meninggalkan hanya satu keutuhan. Area-area terpisah ini juga dijelaskan sebagai yang memegang taspek-aspek tata bahasa berbeda. Berdasarkan penelitian ini yang lainnya, teori para connectionist telah digantikan oleh teori moduler dimana bahasa diproses secara paralel dengan banyak area berbeda yang bertanggung jawab untuk tugas-tugas kognitif yang berbeda.

27

Oklusi dan ArtikulasiOklusi dan artikulasi Oklusi adalah kontaknya permukaan oklusal gigi rahang aras dengan permukaan oklusal gigi rahang bawah. Disebut Oklusi sentrik karena pada waktunya siklus fungsi pengunyahan, perpindahan dari oklusi yang satu ke pklusi yang lain (artikulasi) , selalu diawali dan diakhiri dengan oklusi sentrik Untuk oklusi sentrik ang ideal, processus condylaris terletak pada posisi paling belakan dalam fosa glenoidalis

Oklusi lateral kanan/kiri

Oklusi ini terjadi pada waktu mandibula melakukan gerakan penyamping ke kanan atau ke kiri. Waktu melakukannya gerakan menyamping kanan, sisi kanan merupakan sisi kerja dan sisi kiri merupakan sisi pengimbang (balancing side). Relasi sentrik menentukan hubungan rahang untuk gigi yang sudah ompong

Oklusi protusif

Terjadi waktu mandibula dimajukan ke anterior, sampai terjadi kontak antara bidang insisal/gigi anterior rahang bawah terhadap bidang insisal gigi anterior rahang atas Pada gigi kodrat posterior dapat terjadi/ tidak terjadi kontak antara tonjolan gigi rahang bawah terhadap tonjolah gigi rahang atas sedangkan pada pembuatan gigi tiruan, untuk mencapai stabilitas di daerah posterior juga harus terjadi kontak gigi. Artikulasi Artikulasi merupakan hubungan dinamis antara rahang bawah terhadap rahang atas, yaituhubungan dinamis perpindahan dari satu gigi ke oklusi yang lain, atau dari relasi mandibula ke relasi mandibula lainnya. Hubungan antara rahang bawah dan rahang atas yang ideal adalah bila relasi sentrik sama dengan oklusi sentrik, atau antara kedua posisi rahang tersebut dapat dilakukan dengan gerakan yang lancar tanpa terjadi sangkutan. Konsep oklusi normal ideal Menurut anggle: suatu konsep oklusi normal yang diterapkan dibidang ortodonti. Maksudnya.. membenarkan adanya hubungan morfologi yang tetap sebagai standar ideal antara gigi-gigi di rahang atas dengan gigi-gigi di rahang bawah

28

Konsep oklusi normal Disebut normal jika fungsi-fungsi gigi-gigi dapat digunakan secara rfisien dan jaringan lunak dapat dipertahankan kesehatannya. Jadi oklusi normal tidak menentukan hubungan yang tetap antara gigi-gigi rahang bawah terhadap gigi rahang atas seperti pada konsep oklusi normal ideal. Konsep oklusi berimbang

Ialah suatu konsep oklusi yang sesuai dengan prinsipp keseimbangan. Prinsip keseimbangan ini dapat dicapai apabila pada setiap terjadi oklusi selalu terjadi kontak oklusal pada gigi disisi yang berlawanan. Jadi bila disisi kiri terjadi kontak, di sisi kanan pun harus terjadi kontak. Dimensi vertikal

Merupakan relasi rahang bawah terhadap rahang atas dalam arah vertikal . Ada 3 macam ukuran vertikal hubungan rahang:

Tinggi vertikal (vertical height)

29

Ialah hubungan/jarak vertikal antara rahang bawah terhadap rahang atas pada waktu oklusi sentrik

Posisi istirahat fisiologis (physiological rest position)

Hubungan/jarak vertikal antara rahang bawah terhadap rahang atas pada waktu otot-otot dalam keadaan istirahat (rest)

Ruang bebas (free way spacer inter occlusal distance)

Jarak antara bidang oklusal gigi rahang bawah terhadap bidang oklusal gigi rahang atas Menurut penelitian jarak tersebut yaitu 3-5mm. Titik orientasi

Titik nasion

Titik pada bagian apex batang hidung yaitu pada bagian pertemuan antara sutura frontonasalis dengan garis median.

Titik subnasion

Titik pada garis median yang terletak tepat di bawah batang hidung pada tempat berakhirnya septum nasalis

Titik porion

Titik pada tenjgah tpi atas lubang telinga luar

Titik orbital

Titik terendah pada margin orbita

Titik gnation

Titik paling bawah dan paling luar pada dagu

Titik gonion

Titik pada sudut mandibula yang terletak paling bawah, paling lateral, dan paling posterior Garis orientasi

Garis kamfer

Garis yang ditarik dari alanasi ke porion. Garis ini kira-kira sejajar dengan bidang oklusal. Pembuatan tanggul gigi (bite rim) pada gigi tiruan penuh mengikuti ngaris kamfer

Garis pupil30

Garis yang ditarik melalui mata ppupil mata kiri dan pupil mata kanan. Garis ini digunakan untuk menentukan garis horisontal pada bidang frontal. Garis pupil ini digunakan sebagai patokan untuk menentukan agar garis insisal (gigi anterior) letaknya horisontal

High lip line

Garis yang ditarik melalui tepi bawah bibir atas pada saat tersenyum. Garis ini digunakan untuk menentukan letak garis (cervikal gigi anterior) yaitu harus diletakansedikit diatas HLL membereskan pada bite rim, di bagian posterior, dan digunakan sebagai patokan untuk pemilihan dan penyussunan gigi buatan anterior

Low lip line (LLL)

Garis yang ditarik melalui tepi bawah bibir atas pada saat istirahat. Garis ini digunakan untuk menentukan letak garis insisal, yaitu terletak kurang lebih 2mm di bawah LLL. Dengan menggunakan HLL dan LLL maka arah dan posisi garis insisal dapa ditentukan

Garis sihung (caninus line)

Garis yang melalui tepi atas gigi kaninus atas

Garis median

Garis yang membagi muka menjadi 2 bagian yang sama

31

Infeksi Odontogenik

1. 1. Infeksi Odontogenik dan Spasia Wajah Dalam (Deep Facial Space) 1.1 Patofisiologi infeksi Berikutnya akan dijelaskan mengenai kepatogenesisan fisiologi yang menyebabkan adanya infeksi, dinataranya adalah: 1.1.1 Virulensi dan resistensi

Flora normal biasanya hidup secara komensalisme dengan host. Apabila keadaan memungkinkan terjadinya invasi, baik oleh flora normal ataupun asing, maka dapat terjadi perubahan hubungan menjadi parasitisme. Lingkungan biokimia jaringan setempat akan menentukan kerentanan dan ketahanan hospes terhadap mikrorganisme. Serangan mikroorganisme diawali dengan terjadinya luka langsung, sehingga memungkinkan mikroorganisme melakukan invasi, mengeluarkan eksotoxin, endotoxin dengan cara autolisis (pada dinding sel bakteri gram negatif). Sedangkan host dapat menunjukkan reaksi alergi terhadap produk-produk mikrobial atau kadang-kadang menimbulkan gangguan langsung terhadap fungsi metabolisme sel oleh sel-sel hospes. 1.1.2 Pertahanan sel

Respon lokal dari host adalah terjadinya peradangan. Proses ini diawali dengan dilatasi kapiler, terkumpulnya cairan edema, penyumbatan limfatik oleh fibrin. Didukung oleh kemotaksis maka akan terjadi fagositosis. Daerah tersebut menjadi sangat asam dan protease selular cenderung menginduksi terjadinya lisis terhadap leukosit. Akhirnya makrofag mononuklear timbul, memangsa debris leukositik, membuka jalan untuk pemulihan terhadap proses infeksi dan penyembuhan. 1.1.3 Pertahanan humoral

Respon sistemik host adalah pertahanan humoral, yaitu reaksi antigen-antibodi. Antibodi menetralkan toksin bakteri, mencegah perlekatan dan mengaktifkan komplemen. Komplemen berperan dalam pengenalan host terhadap bakteri dan memicu proses fagositosis. 1.1.4 Gambaran klinis infeksi

Akibat perubahan jaringan yang disebabkan karena aktivitas bakteri dan pertahanan lokal dari host serta mekanisme serupa yang bekerja secara sistemik), menimbulkan gambaran klinis infeksi. Rasa sakit tekan, eritema dan edema mudah dikenali sebagai manifestasi suatu peradangan. Kadang-kadang bakteri yang memproduksi gas bisa memicu dan mendukung32

terjadinya respon pembengkakan. Pernanahan adalah akibat langsung dari mekanisme lokal pertahanan virulensi bakteri. 1.1.5 Manifestasi sistemik dari infeksi

Manifestasi sistemik yang utama dari infeksi adalah demam ( temperatur mulut di atas 37,5oC dianggap febril). Keadaan tersebut mungkin disebabkan oleh endotoksin bakteri, ekstrak leukosit, hipermetabolisme, defisiensi cairan, atau kombinasi dari hal-hal tersebut. Bakteremia bisa mengakibatkan demam, malaise, hipotensi, takikardia, takhipnea. Sistem hematopoetik merespon dengan terjadinya leukositosis (sel darah putih di atas 10.000/mm3) dan meningkatkan neutrofil polimorfonuklear. Perubahan yang lain adalah meningkatnya laju endap darah (ESR) yang normalnya adalah 0-20 mm/jam menjadi 30-70 mm/jam pada keadaan infeksi. 1.2 Jalur penyebaran infeksi dental Infeksi odontogenik memiliki 2 sumber, yaitu : 1. Periapical Berawal dari nekrosis pulpa yang dilanjutkan dengan invasi bakteri ke jaringan periapikal 1. Periodontal Berawal dari poket periodontal yang dalam yang memudahkan bakteri masuk ke jaringan lunak. Nekrosis pulpa karena karies yang dalam, akan memberikan jalan bagi bakteri untuk memasuki jaringan periapical. Ketika jaringan ini telah diinokulasi oleh bakteri lalu terjadi infeksi aktif, maka infeksi menyebar ke berbagai arah, terutama yang paling sedikit memiliki pertahanan. Infeksi menyebar melalui tulang cancellous hingga lempeng cortical. Jika lempeng cortical tipis, infeksi akan mengikis tulang dan memasuki jaringan lunak. Lokasi infeksi yang spesifik tergantung pada 2 faktor utama, yaitu 1. Ketebalan tulang pada apex gigi Ketika infeksi mencapai tulang, infeksi akan memasuki jaringan lunak melalui bagian tulang yang palig tipis. Gambar di bawah menunjukkan bagaimana infeksi yang mengalami perforasi melewati tulang sampai jaringan lunak. Pada gambar A, tulang labial yang mendasari apex gigi lebih tipis dibandingkan dengan tulang pada bagian palatal. Karena itu, proses infeksi menyebar ke dalam jaringan lunak labial. Pada gambar B, tulang labial lebih tebal dan tulang palatal lebih tipis. Dalam situasi ini, infeksi menyebar melalui tulang ke dalam jaringan lunak, sehingga disebut abses palatal. 1. Hubungan pada tempat perforasi dari tulang ke perlekatan otot pada maxila dan mandibula.

33

Pada gambar A, infeksi mengikis melalui aspek labial dari gigi dan menginfeksi perlekatan dari otot buccinators, sehingga menghasilkan infeksi yang tampak sebagai vestibular abscess. Pada gambar B, infeksi mengikis melalui tulang superior ke perlekatan dari otot buccinator, dan akan dinyatakan sebagai infeksi ruang buccal (buccal space). Infeksi dari kebanyakan gigi pada maxilla melalui lempeng labiobuccocortical. Infeksi ini juga melalui tulang dibawah perlekatan dari otot yang melekat ke maxilla, yang berarti kebanyakan abses pada maxilla diawali oleh abses vestibular. Infeksi pada mandibula biasanya melalui lempeng labiobuccocortical dan diatas tempat berkumpulnya otot-otot, sehingga menghasilkan abses vestibular. Infeksi odontogenic yang paling umum terjadi ialah abses vestibular. Kadang pasien mengobati infeksi ini, dan proses tersebut akan menghasilkan pemecahan infeksi. Kadangkadang abscess ini membentuk sinus kronis ke kavitas oral. Selama sinus tersebut terus membesar, pasien tidak akan merasa sakit. Antibiotik dapat menghentikan infeksi ini, tetapi ketika antibiotik dihentikan, infeksi akan berulang. 1.3 Pengobatan infeksi odontogenik 1.3.1 Perawatan infeksi dengan pembedahan

Prinsip utama dari perawatan infeksi odontogenik adalah melakukan pembedahan drainase dan menghilangkan penyebab dari infeksi. Tujuan utamanya adalah menghilangkan pulpa nekrotik dan poket periodontal yang dalam. Tujuan yang kedua adalah menghilangkan pus dan nekrotik debris. Ketika pasien memiliki infeksi odontogenik yang biasanya terlihat abses vestibular yang kecil. Dokter gigi memiliki 3 pilihan untuk perawatannya, diantaranya adalah perawatan endodontik, extraksi, dan insisi drainase (I&D). Jika tidak dilakukan ekstraksi, bagian tersebut harus dibukan dan pulpa harus dihilangkan, sehinga menghilangkan penyebab dari infeksi dan menghasilkan drainase yang terbatas. Jika gigi tidak bisa diselamatkan, harus dilakukan ekstraksi secepatnya. Ekstraksi memberikan baik menghilangkan penyebab dari infeksi dan drainase dari akumulasi pus dna debris. Pada prosedur I&D, insisi dari cavitas abses memberikan drainase untuk akumulasi pus dan bakteri dari jaringan dibawahnya. Drainase dari pus dapat mengurangi tekanan terhadap jaringan, berarti menambah supply darah dan meningkatkan antibodi dari host. Prosedur I&D termasuk insersi dari saluran untuk mencegah penutupan dari insisi mucosa, yang akan mengakibatkan deformasi dari abses cavitas.Jika perawatan endodontik dengan membuka gigi tidak bisa memberikan drainase yang adekuat, maka lebih baik memilih perawatan I&D. Sebelum melakukan prosedur I&D, perlu diperimbangkan untuk melakuakan tes culture dan sensitivitas (C&S) pada spesimen pus. Ketika area lokasi telah di anestesi, jarum ukuran besar, biasa ukuran 18, digunakan untuk pengumpulan specimen. Syringe kecil, biasanya 2 ml, sudah cukup. Permukaan dari mukosa didisinfeksi dengan larutan seperti betadine lalu dikeringkan dengan sterile gauze. Kemudian jarum di masukan ke dalam abses kavitas, dan 1 atau 2 ml dari pus diaspirasikan. Syringe dipegang secara vertical, dan beberapa gelembung udara yang terkandung dalam syringe disemprotkan.

34

Ujung dari jarum lalu ditutupi oleh rubber stopper dan diambil secara langsung untuk laboratorium mikrobiologi. Metode ini digunakan untuk mendapatkan jenis bakterinya, seperti yang dibicarakan sebelumnya bahwa bakteri anaerob hampir selalu hadir dalam infeksi odontogenik. Sesudah culture specimen didapatkan, insisi dibuat dengan blade no 11 melewati mucosa dan submucosa ke dalam kavitas abses. Insisi sebaiknya pendek tidak lebih dari 1 cm. Sesudah insersi selesai, curved hemostat yang pendek di masukan melewati insisi ke dalam abes kavitas. Hemostat kemudian membuka ke berbagai arah untuk memisahkan beberapa lokulasi kecil atau kavitas dari pus yang tidak terbuka oleh insisi awal. Pus dianjurkan agar mengalir keluar selama proses dengan menggunakan suction, pus sebaiknya tidak dianjurkan mengalir dalam mulut pasien. Sesudah semua area dari abses cavitas dibuka, dan semua pus dibuang, saluran kecil dimasukan untuk mempertahankan pembukaan. Umumnya saluran yang digunakan untuk intraoral abses adalah saluran inch steril Penrose. Yang biasanya digunakan sebagai pengganti adalah strip kecil sterilisasi dari rubber dam. Saluran tersebut dimasukan dengan menggunakan hemostat. Saluran kemudian di jahitan ke dalam tempat dengan jahitan yang nonresobrsi. Jahitan sebaiknya ditempatkan di daerah yang terlihat untuk mencegah hilangnya saluran yang telah ada. Saluran sebaiknya tetap dalam tempat sampai pembuangan dari abses cavitas berhenti, biasanya 2-5 hari. Tahap awal infeksi yang terlihat awal-awal sebagai cellulitis dengan pembengkakan yang soft, doughty, dan menyebar, sebenarnya bukan respon khas terhadap prosedur I&D. Surgical management infeksi dari tipe ini terbatas untuk pembersihan nekrosis dari pulpa atau pembersihan dari gigi yang terlibat. Sangatlah kritikal untuk berpikir bahwa metode utama untuk penyembuhan infeksi odontogenik adalah dengan melakukan surgery untuk membersihkan sumber dari infeksi dan membuang pus dimana saja pus itu berada. Jika surgeon bertanya apakah pus tersebut ada, test aspirasi sebaiknya dilakukan dengan jarum ukuran 18.Tahapan yang perlu dipikirkan oleh surgeon adalah, pertama surgeon sebaiknya memutuskan jika pasien memiliki abcess, apakah gigi sebaiknya di ekstrasi dan abcess dibuang, atau pemisahan dengan I&D. Lalu pasien sebaiknya diberi antibiotic, jika pasien tidak memiliki abcess tetapi memiliki cellulitis yang ringan, gigi sebaiknya diekstrasi dan pasien diberikan antibiotic. Jika cellulitis berat, extraksi dan I&D sebaiknya dilakukan, antibiotic juga diberikan. 1.3.2 Memilih antibiotik yang tepat

Pemilihan antibiotik harus dilakukan dengan hati-hati. Sering terjadi salah pemahaman bahwa semua infeksi harus diberikan antibiotik, padahal tidak semua infeksi perlu diberikan antibiotik. Pada beberapa situasi, antibiotik mungkin tidak banyak berguna dan justru bisa menimbulkan kontraindikasi. Untuk menentukannya, ada 3 faktor yang perlu dipertimbangkan. Yang pertama adalah keseriusan infeksi ketika pasien datan ke dokter gigi. Jika pasien datang dengan pembengkakan yang ringan, progress infeksi yang cepat, atau difuse celulitis, antibiotik bisa ditambahkan dalam perawatan. Faktor yang kedua adalah jika perawatan bedah bisa mencapai kondisi adekuat. Pada banyak situasi ekstraksi bisa menyebabkan mempercepat penyembuhan infeksi.Pada keadaan lain, pencabutan mungkin35

saja tidak bisa dilakuakan. Sehingga, terapi antibiotik sangat perlu dilakukan untuk mengontrol infeksi sehingga gigi bisa dicabut. Pertimbangan yang ketiga adalah keadaan pertahanan tubuh pasien. Pasien yang muda dan dengan kondisi sehat memiliki antibodi yang baik, sehingga penggunaan antibiotik bisa digunakan lebih sedikit. Di sisi lain, pasien dengan penurunan pertahanan tubuh, seperti pasien dengan penyakit metablik atau yang melakukan kemoterapi pada kanker, mungkin memerlukan antibiotik yang cukup besar walaupun infeksinya kecil. Indikasi penggunaan antibiotik : 1. 2. 3. 4. 5. 6. Pembengkakan yang berproges cepat Pembengkakan meluas Pertahanan tubuh yang baik Keterlibatan spasia wajah Pericoronitis parah Osteomyelitis

Kontra indikasi penggunaan antibiotik : 1. 2. 3. 4. abses kronik yang terlokalisasi abses vestibular minor soket kering pericoronitis ringan

Pengobatan pilihan pada infeksi adalah penisilin. Penicillin ialah bakterisidal, berspektrum sempit, meliputi streptococci dan oral anaerob, yang mana bertanggung jawab kira-kira untuk 90% infeksi odontogenic, memiliki toksisitas yang rendah, dan tidak mahal. Untuk pasien yang alergi penisilin, bisa digunakan clarytromycin dan clindamycin. Cephalosporin dan cefadroxil sangat berguna untuk infeksi yang lebih luas. Cefadroxil diberikan dua kali sehari dan cephalexin diberikan empat kali sehari. Tetracycline, terutama doxycycline adalah pilihan yang baik untuk infeksi yang ringan. Metronidazole dapat berguna ketika hanya terdapat bakteri anaerob. Pada umumnya antibiotik harus terus diminum hingga 2 atau 3 hari setelah infeksi hilang, karena secara klinis biasanya seorang pasien yang telah dirawat dengan pengobatan antibiotik maupun pembedahan akan mengalami perbaikan yang sangat dramatis dalam penampakan gejala di hari ke-2, dan terlihat asimptomatik di hari ke-4. Maka dari itu, antibiotik harus tetap diminum hingga 2 hari setelahnya (total sekitar 6 atau 7 hari). Dalam situasi tertentu dimana tidak dilakukan pembedahan (contohnya endodontik atau ekstraksi), maka resolusi dari infeksi akan lebih lama sehingga antibiotik harus tetap diminum hingga 9 10 hari. Penambahan beberapa administrasi obat antibiotik juga dapat dilakukan untuk infeksi yang tidak sembuh dengan cepat. 1.4 Infeksi spasia wajah Fascia adalah suatu balutan jaringan pengikat yang mengelilingi struktur (seperti pelapis pada otot), dapat menyebabkan peningkatan spasia (space) jaringan yang potensial dan jalur yang menyebabkan penyebaran infeksi.36

Spasia wajah adalah ruangan potensial yang dibatasi, ditutupi, atau dilapisi oleh lapisan jaringan ikat. Lapisan-lapisan pada fascia menghasilkan spasia pada wajah yang kesemuanya terisi dengan jaringan pengikat longgar areolar Spasia wajah adalah area fascia-lined yang dapat dikikis atau membengkak berisi eksudat purulent. Spasia ini tidak tampak pada orang yang sehat namun menjadi berisi ketika orang sedang mengalami infeksi. Ada yang berisi struktur neurovascular dan disebut kompartemen, dan ada pula yang berisi loose areolar connective tissue disebut cleft. Infeksi odontogenic dapat berkembang menjadi spasia-spasia wajah. Proses pengikisan (erosi) pada infeksi menembus sampai ke tulang paling tipis hingga mengakibatkan infeksi pada jaringan sekitar (jaringan yang berbatasan dengan tulang). Berkembang atau tidaknya menjadi abses spasia wajah, tetap saja hal ini dihubungkan dengan melekatnya tulang pada sumber infeksi. Kebanyakan infeksi odontogenik menembus tulang hingga mengakibatkan abses vestibular. Selain itu terkadang dapat pula langsung mengikis spasia wajah dan mengakibatkan infeksi spasia wajah. Penyakit odontogenik yang paling sering berlanjut menjadi infeksi spasia wajah adalah komplikasi dari abses periapikal. Pus yang mengandung bakteri pada abses periapikal akan berusaha keluar dari apeks gigi, menembus tulang, dan akhirnya ke jaringan sekitarnya, salah satunya adalah spasia wajah. Gigi mana yang terkena abses periapikal ini kemudian yang akan menentukan jenis dari spasia wajah yang terkena infeksi. Tulang hyoid merupakan struktur anatomis yang paling penting pada leher yang dapat membatasi penyebaran infeksi Spasia diklasikfikasikan menjadi spasia primer dan spasia sekunder. Spasia primer diklasifikasikan lagi menjadi spasia primer maxilla dan spasia primer mandibula. Spasia primer maxilla terdapat pada canine, buccal, dan ruang infratemporal. Sedangkan spasia primer mandibula terdapat pada submental, buccal, ruang submandibular dan sublingual. Infeksi juga dapat terjadi di tempat-tempat lain yang disebut sebagai spasia sekunder, yaitu pada Masseteric, pterygomandibular, superficial dan deep temporal, lateral pharyngeal, retropharyngeal, dan prevertebral. 1.4.1 Spasia kanina

Spasia kanina merupakan ruang tipis di antara levator angulioris dan M. labii superioris. Spasia kanina terbentuk akibat dari infeksi yang terjadi pada gigi caninus rahang atas. Gigi caninus merupakan satu-sarunya gigi dengan akar yang cukup panjang untuk menyebabkan pengikisan sepanjang tulang alveolar superior hingga otot atau facial expression. Infeksi ini mengikis bagian superior hingga ke dasar M. levator anguli oris dan menembus dasar M. levator labii superior. Ketika spasia ini terinfeksi, gejala klinisnya yaitu pembengkakan pipi bagian depan dan swelling pada permukaan anterior menyebabkan lipatan nasolabial menghilang. Penyebaran lanjut dari infeksi canine spaces dapat menyerang daerah infraorbital dan sinus kavernosus. 1.4.2 Spasia bukal

Spasia bukalis terikat pada permukaan kulit muka pada aspek lateral dan M. buccinators dan berisi kelenjar parotis dan n. facialis. Spasia dapat terinfeksi akibat perpanjangan infeksi dari gigi maxilla dan mandibula. Penyebab utama infeksi spasia bukal adalah gigi-gigi posterior,

37

terutama Molar maxilla. Spasia bukal menjadi berhubungan dengan gigi ketika infeksi telah mengikis hingga menembus tulang superior hingga perlekatan M. buccinators. Gejala infeksi yaitu edema pipi dan trismus ringan. Keterlibatan spasia bukal dapat menyebabkan pembengkakan di bawah lengkung zygomatic dan daerah di atas batas inferior dari mandibula. Sehingga baik lengkung zygomatic dan batas inferior mandibula Nampak jelas pada infeksi spasi bukal. 1.4.3 Spasia mastikasi (masseter, pterygoid, temporal)

Jika infeksi spasia primer tidak ditangani secara tepat, infeksi dapat meluas ke arah posterior hingga melibatkan spasia facial sekunder. Ketika spasia sekunder telah ikut terlibat, infeksi menjadi lebih berat, dapat menyebabkan komplikasi hingga kematian, dan lebih sulit untuk ditangani. Hal ini dikarenakan spasia sekunder dikelilingi oleh jaringan ikat fascia yang sedikit sekali mendapat suplai darah. Sehingga infeksi pada spasia ini sulit ditangani tanpa prosedur pembedahan untuk mengeluarkan eksudat purulen. Spasia masseter Spasia masseter berada di antara aspek lateral mandibula dan batas median m. masseter. Infeksi ini paling sering diakibatkan penyebaran infeksi dari spasia bukalis atau dari infeksi jaringan lunak di sekitar Molar ketiga mandibula. Ketika spasia masseter terlibat, area di atas sudut rahang dan ramus menjadi bengkak. Inflamas