78
II-1 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Kerja Fisik dan Konsumsi Energi 1 Secara umum yang dimaksudkan dengan kerja fisik (physical work) adalah kerja yang memerlukan energi fisik otot manusia sebagai sumber tenaganya (power). Kerja fisik seringkali juga disebut sebagai “manual operationdimana performans kerja sepenuhnya tergantung manusia baik yang berfungsi sebagai sumber tenaga (power) ataupun pengendalian kerja (control). Kerja fisik seringkali pula dikonotasikan sebagai kerja berat ataupun kerja kasar dapat dirumuskan sebagai kegiatan yang memerlukan usaha fisik manusia yang kuat selama periode kerja berlangsung. Dalam hal ini kerja fisik ini, maka konsumsi energi (energy consumption) merupakan faktor utama dan tolok ukur yang dipakai sebagai penentu berat/ringannya kerja fisik tersebut. Proses mekanisasi kerja dalam berbagai kasus akan diaplikasikan sebagai jalan keluar untuk mengurangi beban kerja yang terlalu berat dan harus dipikul manusia. Dengan mekanisasi peran manusia sebagai sumber energi kerja akan digantikan oleh mesin. Hali ni akan memberikan kemampuan yang lebih besar lagi 1 Sritomo Wignjosoebroto, Ergonomi, Studi Gerak dan Waktu: Teknik Analisis untuk Peningkatan Produktivitas Kerja, (Surabaya: Guna Widya, 2008), hal. 272-275

Fisiologi, Biomekanika dan Postur Kerja

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Fisiologi

Citation preview

Page 1: Fisiologi, Biomekanika dan Postur Kerja

II-1

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Kerja Fisik dan Konsumsi Energi1

Secara umum yang dimaksudkan dengan kerja fisik (physical work) adalah

kerja yang memerlukan energi fisik otot manusia sebagai sumber tenaganya

(power). Kerja fisik seringkali juga disebut sebagai “manual operation” dimana

performans kerja sepenuhnya tergantung manusia baik yang berfungsi sebagai

sumber tenaga (power) ataupun pengendalian kerja (control). Kerja fisik

seringkali pula dikonotasikan sebagai kerja berat ataupun kerja kasar dapat

dirumuskan sebagai kegiatan yang memerlukan usaha fisik manusia yang kuat

selama periode kerja berlangsung. Dalam hal ini kerja fisik ini, maka konsumsi

energi (energy consumption) merupakan faktor utama dan tolok ukur yang dipakai

sebagai penentu berat/ringannya kerja fisik tersebut. Proses mekanisasi kerja

dalam berbagai kasus akan diaplikasikan sebagai jalan keluar untuk mengurangi

beban kerja yang terlalu berat dan harus dipikul manusia. Dengan mekanisasi

peran manusia sebagai sumber energi kerja akan digantikan oleh mesin. Hali ni

akan memberikan kemampuan yang lebih besar lagi untuk menyelesaikan

aktivitas-aktivitas yang memerlukan energi fisik yang besar dan berlangsung

dalam periode yang lama.

2.1. 1. Proses Metabolisme

Proses metabolisme yang terjadi dalam tubuh manusia merupakan phase

yang penting sebagai penghasil energi yang diperlukan untuk kerja fisik. Proses

metabolisme ini bisa dianalogikan dengan proses pembakaran yang kita jumpai

dalam mesin motor bakar (combustion engine). Lewat proses metabolis akan

dihasilkan panas dan energi yang diperlukan untuk kerja fisik (mekanis) lewat

sistem otot manusia. Di sini zat-zat makanan akan bersenyawa dengan oxygen

(O2) yang dihirup, terbakar dan menimbukan panas serta energi mekanik.

1 Sritomo Wignjosoebroto, Ergonomi, Studi Gerak dan Waktu: Teknik Analisis untuk Peningkatan Produktivitas Kerja, (Surabaya: Guna Widya, 2008), hal. 272-275

Page 2: Fisiologi, Biomekanika dan Postur Kerja

II-2

Dalam literatur ergonomi, besarnya energi yang dihasillkan ataupun

dikonsumsikan akan dinyatakan dalam satuan “kilo kalori atau Kkal” atau

“kiloJoules (KJ)” bilamana akan dinyatakan dalam Satuan Standard Internasional

(SI); dimana :

1 Kilocalorie (Kcal) = 4,2 kilojoules (KJ)

Nilai konversi diatas akan dapat berguna bilamana nilai konsumsi energi

diberikan dalam satuan “watt” (1 watt = 1 joule/detik)

Selanjutnya dalam fisiologi kerja, energi yang dikonsumsikan seringkali

bisa diukur secara langsung yaitu melalui konsumsi oksigen (O2) yang dihisap.

Dalam hal ini konversi bisa dinyatakan sebagai berikut :

1 liter O2 = 4,8 Kcal = 20 KJ

Dari nilai konversi tersebut, tampak bahwa nilai kalori oksigen dari setiap

liter oksigen yang dihirup akan menghasilkan energi rata-rata sebesar 4.8 Kkal

atau 20 kJ. Istilah yang sering digunakan untuk mengkontroversikan 1 liter

oksigen dengan energi yang dihasilkan oleh tubuh manusia adalah nilai klarifik

dari oksigen. Dari nilai konversi yang telah distandarkan tersebut, maka untuk

mengetahui berapa konsumsi energi (dalam kkal) yang diperlukan untuk

melaksanakan suatu kegiatan manual fisik dapat dicari dengan mengukur secara

langsung volume oksigen yang dihirup manusia secara bebas dan kemudian

dikalikan dengan standar nilai 4,8 Kkal.

Cara lain yang bisa diaplikasikan untuk mengetahui besarnya energi kerja

fisik adalah dengan membandingkan konsumsi oksigen dengan laju detak

jantung/nadi yang dapat dinyatakan sebagai berikut:

1. Operator laki-laki yang melakukan aktivitas manual fisik dengan pulsa 75

denyut atas detak per menit akan ekuivalen dengan konsumsi oksigen 0,5

liter/menit atau sepadan dengan pengeluaran energi 2,5 Kkal/menit. Perlu

dicatat bahwa pulsa jantung wanita umumnya akan berdenyut lebih tinggi

dibandingkan dengan laki-laki (sekitar 10 denyut/menit lebih tinggi).

2. Bilamana tidak ada kegiatan fisik dilakukan misalnya dlama kondisi istirahat

biasanya pulsa akan sebesar 62 denyut/menit, dimana hal ini akan ekuivalen

Page 3: Fisiologi, Biomekanika dan Postur Kerja

II-3

dengan konsumsi oksigen sebesar 250 ml/menit atau sepadan dengan

pengeluaran energi sebesar 1,25 Kkal/menit.

Pengukuran detak/denyut jantung nadi akan sangat sensitif terhadap

temperatur dan tekanan emosi manusia, dan diisi lain pengukuran melalui

konsumsi oksigen pada dasarnya tidak akan banyak dipengaruhi oleh perbedaan

karakteristik individu manusia yang akan di ukur. Dalam aktivitas penelitian

tentang pengukuran energi fisik untuk kerja maka kedua metode ini yang paling

sering diaplikasikan. Untuk pengukuran denyut nadi/jantung, pengukuran

dilaksanakan pada saat sebelum siklus kerja dimulai, kemudian pada saat setiap

menit selama siklus kerja berlangsung dan tiga menit selama periode pemulihan

(recovery). Sedangkan untuk pengukuran oksigen yang dikonsumsikan

(liter/menit), maka pengukuran dilakukan terhadap volume oksigen yang dihirup

permenit yang diambil lima menit terakhir setiap siklus berlangsung.

Perlu diketahui konsumsi oksigen akan tetap diperlukan meskipun orang

tidak melakukan aktivitas fisik kondisi seperti ini disebut sebagai basal

metabolism dimana dalam kondisi seperti ini energi kimiawi dari makanan hampir

seluruhnya akan di pakai untuk menjaga panas badan agar manusia bisa tetap

hidup. Adanya kerja fisik akan menyebabkan penambahan energi. Kenaikan

konsumsi energi dalam kerja fisik ini disebut kalori kerja sehingga nilai konsumsi

energi untuk kerja atau metabolisme kerja dapat diformulasikan sebagai berikut :

Konsumsi energi untuk kerja = metabolisme basal + nilai kalori kerja

Basal metabolisme sering juga disebut sebagai metabolisme dasar. Besar

kecilnya akan ditentukan oleh berat badan, tinggi badan dan jenis kelamin.

Sebagai acuan dasar metabolisme untuk:

1. Laki-laki, dewasa, berat 70 kg = 1,2 Kkal/menit atau sekitar 1.700 Kkal/24 jam

2. Wanita, dewasa, berat 60 = 1 Kkal/menit atau sekitar 1.450 Kkal/24 jam

2.1.2 Standar untuk Energi Kerja

Dari hasil penelitian mengenai fisiologi kerja diperoleh kesimpulan bahwa

5,2 kkal/menit akan dipertimbangkan sebagai maksimum energi yang

dikonsumsikan untuk melaksanakan kerja fisik berat atau kasar secara terus-

Page 4: Fisiologi, Biomekanika dan Postur Kerja

II-4

menerus. Nilai 5,2 kkal/menit dapat pula dikonversikan dalam bentuk konsumsi

oksigen :

5,2 Kkal/menit = 5,2/4,8 = 1,08 liter oksigen/menit

Tenaga atau daya :

5,2 kkal/menit = 5,2 x 4,2 KJ/menit = 21,84 KJ/menit

atau 21,48 x 1000/60 = 364 watt

Bilamana nilai metabolisme basal = 1,2 Kkal/menit, maka energi yang

dikonsumsikan untuk kerja fisik berat adalah (5,2-1,2=4,0 Kkal/menit). Nilai

kalori kerja 5,2 pada kondisi kerja standar ini akan menyebabkan jantung/nadi

berdetak sekitar 120 detik/menit. Nilai-nilai ini kemudian akan dipakai sebagai

tolok ukur yang akan menggambarkan kondisi kerja standar. Kepastian energi

yang mampu dihasilkan oleh seseorang juga akan dipengaruhi oleh faktor usia.

Disini kapasitas maksimum seorang pekerja adalah pada usia antara 2-30 tahun

(100%). Presentase kemampuan berdasarkan tingkat usia dapat dilihat pada Tabel

2.1.

Tabel 2.1. Persentase Kemampuan Berdasarkan Tingkat Usia

Usia (Tahun) Persentase Kemampuan (%)

20-30 100 %

40 96 %

50 90 %

60 80 %

65 75 %

2.1.3. Pengukuran Denyut Jantung2

Derajat beratnya beban kerja tidak hanya tergantung pada jumlah kalori

yang dikonsumsi, akan tetapi jiga tergantung pada jumlah otot yang terlibat pada

pembebanan otot statis. Sejumlah konsumsi energi tertentu akan lebih berat jika

hanya ditunjang oleh sejumlah kecil otot relatif terhadap sejumlah besar otot.

Begitu juga untuk konsumsi energi dapat juga untuk menganalisa pembebanan

otot statis dan dinamis.2 Tri Lestari Kusuma Putri, Pengukuran Denyut Jantung 2010. Diakses dari http://www .scribd. com/doc/42413648/Pengukuran-Denyut-Jantung. Pada Tanggal 25 Mei 2014 pukul 20.30 WIB.

Page 5: Fisiologi, Biomekanika dan Postur Kerja

II-5

Pengukuran denyut jantung adalah merupakan salah satu alat untuk

mengetahui beban kerja. Hal ini dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain:

1. Merasakan denyut yang ada pada arteri radial pada pergelangan tangan

2. Mendengarkan denyut dengan stethoscope

3. Menggunakan ECG (Electrocardiogram), yaitu mengukur signal elektrik yang

diukur dari otot jantung pada permukaan kulit dada.

Adapun denyut jantung pada berbagai macam kondisi kerja ditunjukkan

pada gambar 2.1.

Gambar 2.1. Laju Detak Jantung

Muller (1962) memberikan beberapa definisi sebagai berikut :

1. Denyut jantung pada saat istirahat (resting pulse)

adalah rata-rata denyut jantung sebelum suatu pekerjaan dimulai.

2. Denyut jantung selama bekerja (working pulse)

adalah rata-rata denyut jantung selama (pada saat) seseorang bekerja.

3. Denyut jantung untuk bekerja (work pulse)

adalah selisih antara denyut jantung selama bekerja dan selama istirahat.

4. Denyut jantung selama istirahat total (total recovery cost or recovery cost)

adalah jumlah aljabar denyut jantung dari berhentinya denyut pada saat suatu

pekerjaan selesai dikerjakan sampai dengan denyut berada pada kondisi

istirahatnya.

5. Denyut kerja total ( total work pulse or cardiac cost)

Page 6: Fisiologi, Biomekanika dan Postur Kerja

II-6

adalah jumlah denyut jantung dari mulainya suatu pekerjaan sampai dengan

denyut berada pada kondisi istirahatnya (resting level).

Tampak pada gambar grafik di atas bahwa pada saat resting time detak

jantung berada pada posisi 70 beats/minutes dan berada pada posisi stabil (detak

jantung normal) hingga dimulainya pekerjaan. Pada saat pekerja memulai

pekerjaannya detak jantung mulai meningkat secara konstan hingga 110

beats/minutes sampai akhirnya pekerja melakukan recovery. Detak jantung mulai

menurun hingga titik normal yaitu 70 beats/minutes.

Dari grafik dapat diambil kesimpulan bahwa detak jantung manusia akan

dipengaruhi oleh aktivitasnya, dan akan meningkat seiring dengan lamanya

pekerjaan yang dilakukan. Untuk menstabilkan detak jantung dan

mengembalikannya pada posisi normal dibutuhkan recovery/pemulihan/waktu

untuk istirahat.

2.1.4. Kalori dalam Makanan3

Di tempat kerja, permasalahan pemenuhan gizi sangat berpengaruh

terhadap pencapaian kesehatan. Dalam melakukan suatu pekerjaan, memerlukan

zat gizi yang dapat memenuhi kebutuhannya sesuai dengan jenis pekerjaan.

Pekerjaan dengan beban fisik yang berat perlu konsumsi kalori yang banyak.

Sebaliknya, pekerjaan sedang dan pekerjaan ringan memerlukan kalori tertentu

sesuai dengan kebutuhannya. Hal ini pada dasarnya untuk mencapai

keseimbangan antara asupan gizi dengan beban kerja. Dalam kaitan dengan

pekerja, pemenuhan gizi yang tidak sesuai dengan beban kerja dapat

menyebabkan penurunan produktivitas dan kapasitas kerja.

2.2. Peningkatan Efisiensi Kerja Fisik4

Gerakan-gerakan yang harus dilakukan oleh anggota tubuh manusia

khususnya tangan dan kaki pada saat melaksanakan kerja fisik akan sangat

3 Devie Novitasari, “Analisa Pemenuhan Kebutuhan Kalori Tenaga Kerja”, diakses dari http://eprints.uns.ac.id/7342/1/106432210200910481.pdf pada tanggal 31 Mei 2014 pukul 21.00.4 Sritomo Wignjosoebroto, Ergonomi, Studi Gerak dan Waktu: Teknik Analisis untuk Peningkatan Produktivitas Kerja, (Surabaya: Guna Widya, 2008), hal. 277-280.

Page 7: Fisiologi, Biomekanika dan Postur Kerja

II-7

ditentukan oleh kemampuan ototnya. Manusia bisa bergerak ataupun

menggerakan anggota tubuh karena adanya sistem otot yang tersebar diseluruh

tubuhnya (lebih dari 45% berat badan). Kemampuan otot untuk mengencang dan

mengerut inilah yang diperlukan untuk melakukan aktivitas fisik.

Tenaga otot dari sorang pekerja laki-laki yang diperoleh akibat

mengencangnya otot maksimal bisa mencapai 4 kg per cm2 luas penampang otot.

Dengan luas penampang otot sebesar 2 cm2, maka beban maksimum yang bisa

diangkat atau digerakkan sebesar ± 12 kg. Tenaga terbesar dalam hal ini diperoleh

pada saat otot mulai mengencang. Energi mekanis yang mengencangnya otot

disebabkan oleh cadangan energi kimiawi dari otot. Disini glukose yang diperoleh

dari zat makanan yang termasuk dan diolah dalam tubuh akan merupakan sumber

energi terpenting bagi bekerjanya otot selain oksigen yang dihirup dan diperlukan

bagi proses pembakaran (metabolisme). Aliran darah dalam hal ini akan berfungsi

sebagai sarana untuk mensuplai glukose dan oksigen ke sistem otot yang bekerja

dan membuang sisa-sisa “pembakaran”.

Agar penggunaan tenaga otot bisa optimal maka pengaturan cara kerjanya

otot harus diperhatikan dengan benar. Dalam hal ini kegiatan otot dapat dibedakan

dalam 2 hal, yaitu:

1. Kerja otot dinamik (berirama), dan

2. Kerja otot static (kerja bersikap/tetap)

Pada kerja dinamik, otot akan mengencang dan mengerut (mengendor)

secara bergantian atau berirama, sedangkan pada kerja statik atau bersikap disini

akan berada dalam posisi mengencang dalam waktu yang cukup lama.

Selama kerja dinamik berlangsung maka otot akan bekerja secara

bergantian, sesuai dengan irama tegang/kencang tekan da kendor seperti layaknya

kerja dari sebuah “pompa” yang membawa dampak kelancaran aliran darah.

Disini otot akan banyak sekali membawa/menerima glukosa dan O2 pada saat

mengencang dan selanjutnya membuang metabolis (hasil pembakaran atau

metabolisme pada saat mengendor karena mekanisme mengencang dan

mengendornya otot terjadi secara bergantian, maka sirkulasi aliran darah + O2 dan

metabolis akan berlangsung secara lancar. Sebaliknya yang terjadi dalam kerja

Page 8: Fisiologi, Biomekanika dan Postur Kerja

II-8

otot statik. Disni mengencang otot dalam waktu lama akan menyebabkan aliran

darah terganggu suplai glukose + O2 terhambat dan metabolis tidak bisa segera

terbuang. Kondisi tersebut akan mengakibatkan rasa sakit dan lelah pada otot.

2.3. Evaluasi Metode Kerja denga Cara Pengukuran Energi yang

Dikonsumsikan

Pengukuran fisiologis sering kali juga diaplikasikan sebagai dasar untuk

mengevaluasi dan menetapkan tata cara kerja yang harus diikuti. Suatu cara kerja

dibandingkan dengan cara kerja yang lain, dimana tolak ukur akan ditetapkan

berdasarkan pemakaian energi fisik yang paling minimal. Beberapa sikap dan/atau

cara kerja tertentu yang harus diselesaikan dengan posisi berdiri tegak, duduk,

jongkok, ataupun harus membungkukkan badan ternyata memerlukan konsumsi

energi fisik yang berbeda-beda. Dari penelitian fisiologis yang dilakukan terhadap

posisi kerja di sektor pertanian (cocok tanam) diperoleh hasil sebagai berikut:

1. Kerja yang dilakukan dengan posisi badan harus membungkuk tanpa ada

penunjang badan akan mengkonsumsikan energi fisik sebesar 3 Kcal/menit.

Posisi seperti ini dilakukan pada saat orang akan menanam benih ataupun

mencabut rumput.

2. Kerja yang dilakukan dengan posisi jongkok ataupun menekuk lutut dengan

berat badan sebagian ditunjang oleh satu tangan yang lain akan memerlukan

energi yang lebih kecil yaitu sekitar 2 Kcal/menit.

Dalam kasus pengukuran fisiologis kerja yang dilakukan terhadap

berbagai macam cara membawa beban akan memberikan hasil yang berbeda-beda

dalam hal konsumsi energi yang harus dipikul. Dalam penelitian ini, pengukuran

fisiologis dilakukan dengan mengukur konsumsi oksigen yang dihirup bilamana

orang yang harus membawa beban dalam jumlah yang sama dengan berbagai

macam cara. Cara membawa beban dari hasil penelitian adalah:

1. Metode Double Pack

Disni, beban dibawa dengan cara meletakkannya menempel di dekat dada dan

di bahu. Kebutuhan konsumsi oksigen dalam hal ini ternyata yang paling kecil

dibandingkan dengan cara lain. Bilamana kebutuhan O2 dengan cara seperti ini

Page 9: Fisiologi, Biomekanika dan Postur Kerja

II-9

ditetapkan 100%, maka tolok ukur tersebut selanjutnya akan dipakai sebagai

referensi cara-cara lain untuk membawa beban yang sama.

2. Metode Head Pack

Cara Head Pack dilakukan dengan cara meletakkan beban di atas kepala.

Dalam kasus ini kebutuhan relatif untuk oksigen adalah sebesar 105%

dibandingkan dengan metode Double Pack.

3. Metode Yoke Pack

Di sini, beban diletakkan pada masing-masing ujung alat pemikul badan. Di

sini akan terjadi momen pada masing-masing ujung pikulan, sehingga

konsumsi relatif oksigen yang dibutuhkan juga lebih besar lagi yaitu sebesar

130%.

4. Metode Hands Pack

Dengan cara ini, beban akan dibawa dengan kedua tangan. Cara semacam ini

ternyata memberikan hasil yang paling buruk, dimana konsumsi relatif oksigen

sekitar 145%. Selain itu otot menjadi kaku dan tangan akan memikul beban

statis.

2.4. Kelelahan Akibat Kerja5

Banyak definisi dari kelelahan, tetapi secara garis besarnya dapat

dikatakan bahwa kelelahan ini merupakan suatu pola yang timbul pada suatu

keadaan, yang secara umum terjadi pada setiap individu, yang telah tidak sanggup

lagi untuk melakukan aktivitasnya. Pada dasarnya pola ini ditimbulkan oleh dua

hal, yaitu : akibat kelelahan fisiologis (fisik atau kimia) dan kelelahan psikologi

(mental atau fungsionil); ini bisa bersifat obyektif (akibat perubahan performance)

dan bisa bersifat subyektif (akibat perubahan dalam perasaan dan kesadaran).

2.4.1 Pengertian Kelelahan

Yang dimaksud dengan kelelahan fisiologis adalah kelelahan yang timbul

karena adanya perubahan-perubahan fisiologis tubuh. Dari segi fisiologis, tubuh

5 Sutalaksana, Iftikar Z. 2006. Teknik Perancangan Sistem Kerja. Edisi Kedua. Bandung: ITB. Hal: 73

Page 10: Fisiologi, Biomekanika dan Postur Kerja

II-10

manusia dapat dianggap sebagai mesin yang mengkonsumir bahan bakar, dan

memberikan output berupa tenaga-tenaga yang berguna untuk melaksanakan

aktivitas sehari-hari. Pada prinsipnya, ada 5 macam syarat dan sistem pernapasan.

Kerja fisik yang kontinu, berpengaruh terhadap mekanisme-mekanisme diatas,

baik secara sendiri-sendiri ataupun sekaligus.

2.4.2 Faktor Penyebab Terjadinya Kelelahan Akibat Kerja6

Kelelahan terjadi karena terkumpulnya produk-produk sisa dalam otot dan

peredaran darah, dimana produk-produk sisa ini bersifat bisa membatasi

kelangsungan aktivitas otot. Atau, mungkin bisa dikatakan bahwa produk-produk

sisa ini memperngaruhi serat-serat syaraf dan sistem syaraf pusat sehingga

menyebabkan orang menjadi lambat bekerja jika sudah lelah.

Makanan yang mengandung glikogen, mengalir dalam tubuh melalui

peredaran darah. Setiap kontraksi dari otot selalu diikuti oleh reaksi kimia

(oksidasi glukosa) yang merubah glikogen tersebut menjadi tenaga, panas dan

asam laktat (produk sisa). Dalam tubuh dikenal fase pemulihan, yaitu suatu proses

untuk merubah asam laktat menjadi glikogen kembali dengan adanya oksigen dari

pernapasan, sehingga memungkinkan otot-otot bisa bergerak secara kontinu ini

berarti, keseimbangan kerja bisa dicapai dengan baik, apabila kerja fisiknya tidak

terlalu berat. Pada dasarnya ini timbul karena terakumulasinya produk sisa dalam

otot atau peredaran darah yang disebabkan tidak seimbangnya antara kerja dan

proses pemulihan.

Secara lebih jelas, terdapat tiga penyebab timbulnya kelelahan fisik, yaitu :

Pertama, oksidasi glucose dalam otot menimbulakan CO2 saerolactic, phosphate

dan sebagainya, dimana zat-zat tersebut terikat dalam darah yang kemudian

dikeluarkan waktu bernafas. Kelelahan terjadi apabila dalam darah yang

kemudian dikeluarkan waktu bernafas. Kelelahan terjadi apabila pembentukan

zat-zat tersebut tidak seimbang dengan protes pengeluarannya, sehingga timbul

penimbunan dalam jaringan otot yang mengganggu kegiatan otot selanjutnya.

Kedua, karbohidrat yang didapat dari makanan dirubah menjadi glukosa dan

6 Ibid. Hal : 74

Page 11: Fisiologi, Biomekanika dan Postur Kerja

II-11

disimpan di hati dalam bentuk glukogin. Setiap 1 cm3 darah normal akan

membawa 1 mm glukosa, berarti setiap sirkulasi darah hanya membawa 0,1

persen dari sejumlah glikogen yang ada dalam hati. Karena bekerja, persediaan

glikogen dalam hati akan menipis, dan kelelahan akan timbul apabila konsentrasi

glikogen dalam hati tinggal 0,7 persen. Ketiga, dalam keadaan normal jumlah

udara yang masuk melalui pernapasan kira-kira 4 lt/menit, sedangkan dalam

keadaan kerja keras, dibutuhkan udara kira-kira 15 lt/menit. Ini berarti pada suatu

tingkat kerja tertentu akan dijumpai suatu keadaan dimana jumlah oksigen yang

masuk melalui pernapasan lebih kecil dari tingkat kebutuhan. Jika hal ini terjadi

maka kelelahan akan timbul, karena reaksi oksidasi dalam tubuh yaitu untuk

mengurangi asam laktat menjadi air (H2O) dan CO2 agar dikeluarkan dari tubuh,

menjadi tidak seimbang dengan pembentukan asam laktat itu sendiri (asam laktat

terakumulasi dalam otot atau dalam peredaran darah).

2.4.3 Langkah-langkah Mengatasi Kelelahan7

Kelelahan dapat dikurangi dengan berbagai cara, diantaranya :

1. Sediakan kalori secukupnya sebagai input untuk tubuh.

2. Bekerja dengan menggunakan metode kerja yang baik, misalnya bekerja

dengan memakai prinsip ekonomi gerakan.

3. Memperhatikan kemampuan tubuh, artinya pengeluaran tenaga tidak melebihi

pemasukannya dengan memperhatikan batasan-batasannya.

4. Memperhatikan waktu kerja yang teratur. Berarti harus dilakukan pengaturan

terhadap jarak kerja, waktu istirahat dan sarana-sarananya, masa-masa libur

dan rekreasi, dan lain-lain.

5. Mengatur lingkunngan fisik sebaik-baiknya, seperti temperatur, kelembaban,

sirukulasi udara, pencahayaan, kebisingan, getaran bau/wangi-wangian dan

lain-lain.

6. Berusaha untuk mengurangi monotoni dan ketegangan-ketegangan akibat

kerja, misalnya dengan menggunakan warna dan dekorasi ruangan kerja,

menyediakan musik, menyediakan waktu-waktu olahraga dan lain-lain.

7 Ibid. Hal :76

Page 12: Fisiologi, Biomekanika dan Postur Kerja

II-12

2.4.4 Pengukuran Kelelahan

Pengukuran kelelahan belum ada metode yang tetap dalam

menentukannya, namun dapat dilihat dari beberapa faktor yang mempengaruhi

kecepatan dan ketelitian pekerja, yaitu :

1. Waktu Menanggapi

Waktu menanggapi terjadi karena kita mendapat rangsangan dari luar yang

diteria melalui organ indera. Keseluruhan waktu yang diperlukan untuk

menanggapi suatu rangsangan disebut waktu reaksi. Disini kita bisa

membedakan antara waktu untuk memulai gerakan (waktu gerak), dimana

waktu menanggapi merupakan penjumlahan dari waktu reaksi dengan waktu

gerakan. Waktu reaksi ini biasanya sangat cepat kira-kira 150-200 mili detik,

tetapi harga ini tidak mutlak dari rangsangan modaliti dan sifat rangsangan

tersebut (termasuk intensitas dan lamanya), juga umur dari subyek tersebut dan

perbedaan-perbedaan individu 11 lainnya.

2. Pengharapan

Waktu reaksi pada dasarnya terjadi karena subyek mengharapkan rangsangan.

Akan tetapi jika rangsangan itu jarang terjadi atau jika rangsangan itu tidak

diharapkan, maka perhatian kita akan bisa menanggapi rangsangan tersebut

perlu ditambah.

3. Waktu gerakan

Waktu untuk melakukan gerakan dalam topik berbeda-beda, tergantung jarak

dan macam gerakannya.

2.5. Beban Kerja8

Tubuh manusia dirancang untuk dapat melakukan aktivitas pekerjaan

sehari-hari. Adanya massa otot yang bobotnya hampir lebih dari separuh beban 8 Sarwo Widodo, “Penentuan Lama Waktu Istirahat Berdasarkan Beban Kerja Dengan Menggunakan Pendekatan Fisiologis”, diakses dari http://etd.eprints.ums.ac.id/1666/1/D600020064.pdf pada tanggal 31 Mei 2014 pukul 20.30.

Page 13: Fisiologi, Biomekanika dan Postur Kerja

II-13

tubuh, memungkinkan kita untuk dapat menggerakkan dan melakukan pekerjaan.

Pekerjaan disatu pihak mempunyai arti penting bagi kemajuan dan peningkatan

prestasi, sehingga mencapai kehidupan yang produktif sebagai satu tujuan hidup.

Dipihak lain, bekerja berarti tubuh akan menerima beban dari luar tubuhnya.

Dengan kata lain bahwa setiap pekerjaan merupakan beban bagi yang

bersangkutan. Beban tersebut dapat berupa beban fisik maupun mental. Dari sudut

pandang ergonomi, setiap beban kerja yang diterima oleh seseorang harus sesuai

atau seimbang baik dalam kemampuan fisik, maupun kognitif, maupun

keterbatasan manusia yang menerima beban tersebut. Kemampuan kerja seorang

tenaga kerja berbeda dari satu kepada yang lainnya dan sangat tergantung dari

tingkat ketrampilan, kesegaran jasmani, usia dan ukuran tubuh dari pekerja yang

bersangkutan.

2.5.1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Beban Kerja

Hubungan antara beban kerja dan kapsitas kerja dipengaruhi oleh berbagai

faktor yang sangat kompleks, baik faktor internal maupun faktor eksternal

1. Beban Kerja Oleh Karena Faktor Eksternal

Faktor eksternal beban kerja adalah beban kerja yang berasal dari luar tubuh

pekerja, meliputi:

a. Tugas-tugas (Task).

Meliputi tugas bersifat fisik seperti, stasiun kerja, tata ruang tempat kerja,

kondisi lingkungan kerja, sikap kerja, cara angkut, beban yang diangkat.

Sedangkan tugas yang bersifat mental meliputi, tanggung jawab,

kompleksitas pekerjaan, emosi pekerja dan sebagainya.

b. Organisasi Kerja

Organisasi kerja meliputi lamanya waku kerja, waktu istirahat, shift kerja,

sistem kerja dan sebagainya.

c. Lingkungan Kerja

Page 14: Fisiologi, Biomekanika dan Postur Kerja

II-14

Lingkungan kerja ini dapat memberikan beban tambahan yang meliputi,

lingkungan kerja fisik, lingkungan kerja kimiawi, lingkungan kerja

biologis dan lingkungan kerja psikologis.

2. Beban Kerja Oleh Karena Faktor Internal

Faktor internal beban kerja adalah faktor yang berasal dari dalam tubuh akibat

adanya reaksi dari beban kerja eksternal yang berpotensi sebagai stressor,

meliputi:

a. Faktor somatis (jenis kelamin, umur, ukuran tubuh, status gizi, kondisi

kesehatan, dan sebagainya)

b. Faktor psikis (motivasi, persepsi, kepercayaan, keinginan, kepuasan, dan

sebagainya)

2.5.2. Penilaian Beban Kerja Fisik

Penilaian beban kerja dapat dilakukan dengan dua metode secara objektif,

yaitu metode penilaian langsung dan metode penilaian tidak langsung.

2.5.2.1. Penilaian Beban Kerja Secara Langsung

Metode pengukuran langsung yaitu dengan mengukur energi yang

dikeluarkan (energy expenditure) melalui asupan oksigen selama bekerja.

Semakin berat beban kerja akan semakin banyak energi yang diperlukan untuk

dikonsumsi. Meskipun metode pengukuran asupan oksigen lebih akurat, namun

hanya dapat mengukur untuk waktu kerja yang singkat dan diperlukan peralatan

yang mahal. Kategori beban kerja yang didasarkan pada metabolisme, respirasi

suhu tubuh dan denyut jantung dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2. Kategori Beban Kerja Berdasarkan Metabolisme, Respirasi, Suhu

Tubuh dan Denyut Jantung

Kategori

Beban Kerja

Konsumsi

Oksigen

(1/min)

Ventilasi

Paru (1/m)

Suhu Rektal

(oC)

Denyut

Jantung

(denyut/min)

Ringan 0,5 – 1,0 11 – 20 37,5 75 – 100

Sedang 1,0 – 1,5 20 – 30 37,5 – 38,0 100 – 125

Page 15: Fisiologi, Biomekanika dan Postur Kerja

II-15

Berat 1,5 – 2,0 31 – 43 38,0 – 38,5 125 – 150

Sangat Berat 2,0 – 2,5 43 – 56 38,5 – 39,0 150 – 175

Sangat Berat

Sekali2,5 – 4,0 60 – 100 > 39 > 175

Tabel 2.3. Konsumsi Oksigen Maksimum (VO2 max) mL/(Kg-min)

KategoriUmur (tahun)

< 30 30 - 39 40 - 49 > 50

Sangat Buruk < 25,0 < 25,0 < 25,0 -

Buruk 25,0 – 33,7 25,0 – 30,1 25,0 – 26,4 25,0

Biasa 33,8 – 42,5 30,2 – 39,1 26,5 – 35,4 25,0 – 33,7

Baik 42,6 – 51,5 39,2 – 48,0 35,5 – 45,5 33,8 – 43,0

Sangat Baik > 51,6 > 48,1 > 45,1 > 43,1

Dalam penentuan konsumsi energi biasanya digunakan suatu bentuk

hubungan energi dengan kecepatan denyut jantung yaitu sebuah persamaan regresi

kuadratis sebagai berikut:

E = 1,80411 – 0,0229038 X + 4,71733 x 10−4 X2

Dimana:

E = Energi (Kkal/menit)

X = Kecepatan denyut jantung/nadi (denyut/menit)

2.5.2.2. Penilaian Beban Kerja Secara Tidak Langsung

Metode penilaian tidak langsung adalah dengan menghitung denyut nadi

selama bekerja. Pengukuran denyut jantung selama bekerja merupakan suatu

metode untuk menilai cardiovasculair strain dengan metode 10 denyut (Kilbon,

1992) dimana dengan metode ini dapat dihitung denyut nadi kerja sebagai berikut:

Denyut Jantung (denyut/menit )=10 DenyutWaktu Perhitungan

× 60

Penggunaan nadi kerja untuk menilai berat ringannya beban kerja

mempunyai beberapa keuntungan, selain mudah, cepat, sangkil dan murah juga

Page 16: Fisiologi, Biomekanika dan Postur Kerja

II-16

tidak diperlukan peraltan yang mahal serta hasilnya pun cukup reliabel dan tidak

menganggu ataupun menyakiti orang yang diperiksa. Denyut nadi untuk

mengestimasi indek beban kerja fisik terdiri dari beberapa jenis yaitu:

1. Denyut Nadi Istirahat (DNI) adalah rerata denyut nadi sebelum pekerjaan

dimulai.

2. Denyut Nadi Kerja (DNK) adalah rerata denyut nadi selama bekerja.

3. Nadi Kerja (NK) adalah selisih antara denyut nadi istirahat dengan denyut

nadi kerja.

Peningkatan denyut nadi mempunyai peranan yang sangat penting

didalam peningkatan cardia output dari istirahat sampai kerja maksimum.

Peningkatan yang potensial dalam denyut nadi dari istirahat sampai kerja

maksimum oleh Rodahl (1989) dalam Tarwaka, dkk (2004:101) didefinisikan

sebagai Heart Rate Reverse (HR Reverse) yang diekspresikan dalam presentase

yang dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut.

%HR Reserve=Denyut nadi kerja − Denyut nadi istirahatDenyut nadi maksimum − Denyut nadi istirahat

× 100

Denyut Nadi Maksimum (DNMax) adalah: (220 – umur) untuk laki-laki

dan (200 – umur) untuk perempuan Lebih lanjut untuk menentukan klasifikasi

beban kerja bedasarkan peningkatan denyut nadi kerja yang dibandingkan dengan

denyut nadi maksimum karena beban kardiovaskuler (cardiovasculair load = %

CVL) dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

%CVL=100(DNK−DNI)

DN maks−DNI

Dari hasil perhitungan % CVL tersebut kemudian dibandingkan dengan

klasifikasi yang telah ditetapkan sebagai berikut:

Tabel 2.4. Klasifikasi Berat Ringan Beban Kerja Berdasar % CVL

% CVL Klasifikasi % CVL

< 30 % Tidak terjadi kelelahan

30 % - 60 % Diperlukan perbaikan

60 % - 80 % Kerja dalam waktu singkat

80 % - 100 % Diperlukan tindakan segera

Page 17: Fisiologi, Biomekanika dan Postur Kerja

II-17

> 100 % Tidak diperbolehkan aktivitas

Selain cara tersebut diatas cardivasculair strain dapat diestimasi

mengunakan denyut nadi pemulihan (heart rate recovery) atau dikenal dengan

Metode Brouba. Keuntungan metode ini adalah sama sekali tidak menganggu atau

menghentikan pekerjaan, karena pengukuran dilakukan setelah subjek berhenti

bekerja. Denyut nadi pemulihan (P) dihitung pada akhir 30 detik menit pertama,

kedua dan ketiga (P1, P2, P3). Rerata dari ketiga nilai tersebut dihubungkan

dengan total cardiac cost dengan ketentuan sebagai berikut:

1. Jika P1 – P3 ≥ 10 aau P1, P2, P3 seluruhnya < 90, nadi pemulihan normal.

2. Jika rerata P1 yang tercatat ≤ 110, dan P1 – P3 ≥ 10, maka beban kerja tidak

berlebihan (not excessive).

3. Jika P1 – P3 < 10 dan Jika P3 > 90, perlu redesaian pekerjaan

Laju pemulihan denyut nadi dipengaruhi oleh nilai absolue denyut nadi

pada ketergantungan pekerjaan (the interruption of work), tingkat kebugaran

(individual fitness) dan pemaparan lingkungan panas. Jika pemulihan nadi tidak

segera tercapai maka diperlukan redesain pekerjaan untuk mengurangi tekanan

fisik. Redesain tersebut dapat berupa variabel tunggal maupun variabel;

keseluruhan dari variabel bebas task (tugas), organisasi kerja dan lingkungan kerja

yang menyebabkan beban kerja tambahan.

2.6. Penentuan Waktu Kerja dan Waktu Istirahat9

Pengaturan waktu istirahat harus disesuaikan dengan sifat, jenis pekerjaan

dan faktor lingkungan yang mempengaruhinya seperti lingkungan kerja panas,

dingin, bising dan berdebu. Namun demikian secara umum, di Indonesia telah

ditentukanlamanya waktu kerja sehari maksimum adalah 8 jam kerja dan

selebihnya adalah waktu istirahat. Memperpanjang waktu kerja lebih dari itu

hanya akan menurunkan efisiensi kerja, meningkatkan kelelahan, kecelakaan dan

penyakit akibat kerja.

9Sarwo Widodo, “Penentuan Lama Waktu Istirahat Berdasarkan Beban Kerja dengan Menggunakan Pendekatan Fisiologis,” (Surakarta, 2008), 37-39.

Page 18: Fisiologi, Biomekanika dan Postur Kerja

II-18

Dalam hal lamanya waktu kerja melebihi ketentuan yang telah ditetaokan

(8 jam per hari atau 40 jam seminggu), maka perlu diatur waktu-waktu istirahat

khusus agar kemampuan kerja dan kesegaran jasmani tetap dapat dipertahankan

dalam batas-batas toleransi. Pemberian waktu istirahat tersebut secara umum

dimaksudkan untuk:

a. Mencegah terjadinya kelelahan yang berakibat kepada penurunan

kemampuan fisik dan mental serta kehilangan efisiensi kerja.

b. Memberi kesempatan tubuh untuk melakukan pemulihan atau penyegaran.

c. Memberikan kesempatan waktu untuk melakukan kontak sosial.

Dalam penentuan konsumsi energi biasanya digunakan suatu bentuk

hubungan energi dengan kecepatan denyut jantung yaitu sebuah persamaan regresi

kuadratis sebagai berikut:

E = 1,80411 – 0,0229038 X + 4,71733 x 10-4 X2

Dimana:

E = Energi (Kkal/menit)

X = Kecepatan denyut jantung/nadi (denyut/menit)

Setelah melakukan penghitungan diatas, kita dapat menghitung konsumsi

energi dengan menggunakan persamaan :

K= Et -Ei

Dimana:

K = Konsumsi energi (kilokalori/menit)

Et = Pengeluaran energi pada waktu kerja tertentu (kilokalori/menit)

Ei = Pengeluaran energi pada waktu sebelum bekerja

Selanjutnya konsumsi energi dikonversikan kedalam kebutuhan waktu

istirahat dengan menggunakan persamaan Murrel (Pullat, 1992) sbb:

Rt = 0 untuK<S

Rt= K / SI x T (K . S ) /BM2 untukS<K<2S

Page 19: Fisiologi, Biomekanika dan Postur Kerja

II-19

Rt= T ( K .S )K . BM

x1 ,11untukK>2S

Dimana :

Rt = waktu istirahat

K = energi yang dikeluarkan selama bekerja

S = standar energi yang dikeluarkan (pria = 5 kkal/menit, wanita= 4

kkal/menit)

BM = metabolisme basal (pria = 1,7 kkal/menit, wanita = 1,4 kkal/menit)

T = lamanya bekerja (menit).

2.7. Biomekanika

2.7.1. Pengertian Biomekanika10

Biomekanika adalah ilmu mengenai mekanika dan karakteristik

pergerakan dari tubuh manusia dan bagian-bagiannya. Chaffin dan Andersson (28)

mendefinisikan biomekanika sebagai bagian dari ilmu pengetahuan yang

mempelajari secara mendalam hubungan antara manusia, peralatannya, dan

stasiun kerjanya, dengan tujuan untuk menambah performansi kerja dan

meminimasi kemungkinan cedera musculoskeletal.

Sasaran utama dari biomekanika adalah mempelajari manusia dari segi

kemampuan-kemampuannya seperti kekuatan, daya tahan, kecepatan dan

ketelitian. Dengan kata lain, biomekanika merupakan ilmu yang membahas aspek-

aspek dari gerakan tubuh manusia dan kombinasi antara keilmuan mekanika,

antropometri, dan dasar ilmu kedokteran (biologi dan fisiologi).

Pada wilayah ilmu pengetahuan yang lain, biomekanika memperoleh

banyak masukan dari disiplin ilmu yang lain, baik itu dari segi metode analisis

dan hasilnya. Sebagai disiplin ilmu yang kompleks, berbagai macam elemen dari

lingkup biomekanika dapat ditampilkan menggunakan Gambar 2.1 di bawah ini:

10Black Vixion, “Bab 2 Bio,” diakses dari http://www.scribd.com/doc/190235134/bab-2-bio pada tanggal 25 Mei 2014 pukul 22.00

Page 20: Fisiologi, Biomekanika dan Postur Kerja

II-20

Gambar 2.2. Input, Elemen, dan Area Kajian dari Biomekanika

Teknik yang dipergunakan dalam biomekanika ada pada disiplin ilmu

keinsinyuran. Ilmu fisika telah berperan penting dalam memberi informasi fisika

keseimbangan (mekanika) dan pergerakan tubuh. Ilmu biologi menyediakan

dasar-dasar dari anatomi dan fisiologi. Antropometri menghasilkan pembagian

tubuh manusia serta pembagian dimensi-dimensi segmen tubuhnya. Kinesiologi

memaparkan area dari pergerakan tubuh manusia, dan dengan menggunakan

kinesiologi segmentasi pergerakan dan penyebab kontraksi otot dapat diketahui.

Bioinstrumentasi berkaitan dengan pemrosesan dari data perolehan dan analisis.

Pengumpulan data dari elektromyography, goniometri, dan alat-alat pengukur

jarak linear membuat biomekanika dalam suatu pekerjaan menjadi objek yang

sangat diperhatikan dalam sains.

2.7.2. Keterkaitan Biomekanika dengan Ergonomi

Dari pengalaman menunjukkan bahwa setiap aktivitas atau pekerjaan yang

tidak dilakukan secara ergonomis akan mengakibatkan ketidaknyamanan,

kecelakaan, dan performansi menurun yang berakibat kepada penurunan efisiensi

dan produktivitas kerja. Untuk mencapai tujuan ergonomi seperti yang telah

diketahui selama ini, maka perlu adanya keserasian antara pekerja dengan

pekerjaannya, artinya jika dikaitkan dengan biomekanika, antara beban tuntutan

tugas yang diberikan dengan kapasitas kerja (kemampuan kerja fisik) harus dalam

garis keseimbangan sehingga dicapai performansi kerja yang tinggi dan risiko

kecelakaan yang minim.

Page 21: Fisiologi, Biomekanika dan Postur Kerja

II-21

Beban kerja fisik (physical workload) merupakan beban yang diterima

oleh fisik akibat pelaksanaan kerja. Beban kerja fisik ini diterima oleh tubuh

akibat melaksanakan suatu aktivitas kerja. Prinsip dasar dalam ergonomi adalah

bagaimana agar tuntutan kerja lebih kecil dari kapasitas kerja sehingga perlu

diupayakan agar beban kerja fisik yang diterima oleh tubuh saat bekerja tidak

melebihi kapasitas fisik manusia (pekerja) yang bersangkutan.

Manusia dengan segala sifat dan tingkah lakunya, merupakan makhluk

yang sangat kompleks. Untuk mempelajari manusia, tidak cukup ditinjau dari segi

ilmu saja. Maka dari itu, ergonomi membutuhkan disiplin ilmu yang

memfokuskan manusia dari segi kemampuan (performance), ketahanan fisik,

beban kerja yang diterimanya dan terlebih lagi memfokuskan manusia tersebut

dalam penyesuaian metode (cara) melakukan aktivitas kerja tersebut, dalam hal

ini, dirancang sebuah fasilitas atau benda kerja yang membantu aktivitas si

pekerja tersebut dalam melakukan beban kerja yang melibatkan kondisi fisik

tubuh, agar dicapainya performansi kerja yang maksimal tanpa terjadinya risiko

kecelakaan (meminimasi cedera kerja).

2.7.3. Ruang Lingkup Biomekanika

Biomekanika menggunakan konsep mekanika dan fisiologi untuk

menjelaskan gerakan pada berbagai macam bagian tubuh dan gaya yang bekerja

dalam aktivitas sehari-hari. Berdasarkan fisiologi, dalam rangka memenuhi tujuan

desain pekerjaan serta peralatan yang sesuai kebutuhan manusia, maka

biomekanika membahas karakteristik otot dan kerangka manusia terutama pada

dimensi dan kapasitasnya. Kerangka tubuh berfungsi menggambarkan dasar

bentuk tubuh, perlindungan organ vital, tempat melekatnya otot, mengganti sel-sel

yang telah rusak, dan memberikan sistem sambungan untuk gerak pengendali.

Otot adalah alat gerak aktif yang mempunyai kemampuan kontraksi dan relaksasi

(istirahat) yang mana analogi mekanismenya adalah seperti silinder pneumatik

aktivitas tunggal dengan sistem pegas.

Untuk gerakan biomekanik, sebagaimana disebutkan Adrian (1989)

merupakan ilmu yang menyelidiki, menggambarkan, dan menganalisis beberapa

Page 22: Fisiologi, Biomekanika dan Postur Kerja

II-22

gerakan manusia. Gerakan biomekanik ini dipelajari diharapkan mendapatkan

gerakan yang efisien. Dengan kata lain faktor momentum dan keseimbangan

dipadukan dalam gerakan tubuh untuk memperoleh gerakan maksimal dengan

kerja otot minimal agar keluhan musculoskeletal menurun yang secara

keseluruhan berdasarkan prinsip mekanisme kontraksi otot terhadap kerangka

tubuh. Dalam gerakan pada sistem gerakan kerangka-otot, otot bereaksi terhadap

tulang untuk mengendalikan gerakan rotasi di sekitar sambungan tulang dimana

pada sistem ini otot bertindak sebagai sistem mekanis yang berfungsi untuk

suplai energi kinetik dan gerakan angular.

Ilmu biomekanika terbentuk karena adanya kesadaran manusia akan

pentingnya kondisi kerja yang wajar bagi kemampuan tubuh manusia pada

umumnya. Di mana biomekanika menggunakan berbagai disiplin ilmu yang

membahas struktur kompleks manusia, agar ditemukannya solusi terhadap kondisi

kerja yang tidak wajar yang dialami banyak pekerja di suatu fasilitas kerja.

Biomekanika telah diimplementasikan di berbagai bidang, seperti bidang medis

dalam melakukan terapi struktur tulang yang mulai rapuh, dalam industri besar

untuk menemukan metode-metode aktivitas kerja secara manual, dalam

merancang suatu robot mesin perakit alat-alat kompleks dalam suatu pabrik, dan

lainnya yang mana kesemua bidang itu melibatkan pergerakan, arah dan besar dari

suatu momen gaya (mekanika), ukuran-ukuran benda dan manusianya

(antropometri), kemampuan manusia dari segala aspek (fisiologi dan biologi), dan

ilmu fisika untuk dapat dianalisa secara kompleks.

2.8. NIOSH (National Institute of Occupational Safety and Health)

2.8.1. Latar Belakang Berdirinya NIOSH

Lembaga Nasional untuk Keselamatan dan Kesehatan Kerja (NIOSH)

adalah lembaga federal Amerika Serikat yang bertanggung jawab untuk

melakukan penelitian dan membuat rekomendasi untuk mencegah cedera yang

berhubungan dengan pekerjaan dan penyakit. NIOSH merupakan bagian dari

Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit atau Centers for Disease Control

Page 23: Fisiologi, Biomekanika dan Postur Kerja

II-23

and Prevention (CDC) dalam US Department of Health and Human Services.

NIOSH bermarkas di Washington DC, dengan riset laboratorium dan kantor-

kantor di Cincinnati, Morgantown, Pittsburgh, Spokane, dan Atlanta, NIOSH

adalah beragam organisasi profesional dengan staf lebih dari 1.400 orang yang

mewakili ilmu pengetahuan beragam, berbagai disiplin ilmu termasuk

epidemiologi, kedokteran, industri kebersihan, keamanan, psikologi, teknik,

kimia, dan statistic yang mana dikoordinir oleh seorang direktur yang bernama

John Howard.

Keselamatan dan Kesehatan Undang-undang, ditandatangani oleh Presiden

Richard M. Nixon, pada 29 Desember 1970, dibuat baik NIOSH dan OSHA

(Occupational Safety and Health Administration). NIOSH didirikan untuk

membantu memastikan keamanan dan kesehatan kondisi kerja dengan

menyediakan penelitian, informasi, pendidikan, dan pelatihan di bidang

keselamatan dan kesehatan. NIOSH menyediakan kepemimpinan nasional dan

dunia untuk mencegah penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan, cedera,

cacat, dan kematian dengan mengumpulkan informasi, melakukan penelitian

ilmiah, dan pengetahuan yang didapat menerjemahkan ke dalam produk dan jasa.

Lembaga keselamatan dan kesehatan kerja pada tahun 1970 menciptakan

NIOSH (National Institute For Occupational Safety and Health) dan OSHA

(Occupational Safety and Health Administration). OSHA adalah departemen

tenaga kerja yang bertanggung jawab untuk mengembangkan dan menerapkan

peraturan keselamatan dan kesehatan kerja, sedangkan NIOSH adalah bagian dari

Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit atau Centers for Disease Control

and Prevention (CDC) di Departemen Kesehatan dan Pelayanan. NIOSH adalah

suatu badan yang dibentuk untuk membantu memastikan keamanan dan kesehatan

kondisi kerja untuk pekerja laki-laki dan perempuan dengan menyediakan

penelitian, informasi, pendidikan, dan pelatihan di bidang keselamatan dan

kesehatan kerja. Secara khusus, The Federal Mine Safety and Health

Am a nd e ments Act tahun 1977   mendelegasikan bahwa NIOSH adalah lembaga

yang selanjutnya menangani penelitian yang berkenaan dengan keamanan dan

kesehatan.

Page 24: Fisiologi, Biomekanika dan Postur Kerja

II-24

2.8.2. Fungsi dan Tujuan Berdirinya NIOSH

Tujuan berdirinya NIOSH adalah untuk menghasilkan ilmu pengetahuan

baru di dalam lingkup keselamatan dan kesehatan kerja dan untuk

mengimplementasikan pengetahuan tersebut kedalam suatu pelatihan untuk

kemajuan produktivitas dari para pekerja. Untuk mencapai tujuannya, NIOSH

memandu para ahli, mengembangkan petunjuk dan rekomendasi yang dapat

dipercaya, menyebarkan informasi, dan melayani permohonan untuk

mengevaluasi risiko kesehatan pada suatu stasiun kerja.

NIOSH memimpin lembaga nasional dan internasional keselamatan dan

kesehatan kerja untuk mencegah keluhan fisik pada pekerjaan, kecelakaan kerja,

ketidakmampuan, bahkan kematian dengan cara mengumpulkan informasi,

memanfaatkan para ahli, dan mengubah pengetahuan yang diperoleh menjadi

produk fisik dan pelayanan, termasuk informasi ilmiah mengenai suatu produk,

video pelatihan, dan rekomendasi untuk memperbaiki kesehatan dan keselamatan

kerja di suatu stasiun kerja.

Berbeda dengan lembaga kesehatan pada umumnya, Keselamatan dan

Kesehatan Administrasi, NIOSH bukan badan pengawas. Itu tidak masalah

keselamatan dan standar kesehatan yang dilaksanakan di bawah hukum AS.

Sebaliknya, otoritas NIOSH bahwa Keselamatan dan Kesehatan Kerja Undang-

Undang (29 CFR 671) yakni adalah untuk "mengembangkan rekomendasi untuk

kesehatan dan standar keselamatan, untuk mengembangkan informasi pada tingkat

yang aman terhadap bahan-bahan beracun dan berbahaya bagi agen fisik dan

substansi, dan untuk melakukan penelitian tentang keselamatan dan kesehatan.

NIOSH juga berada di lokasi melakukan penyelidikan (Health Hazard

Evaluations) untuk menentukan toksisitas bahan yang digunakan di tempat kerja

tersebut dan mendanai penelitian oleh lembaga-lembaga lain atau organisasi

swasta melalui hibah, kontrak, dan pengaturan lainnya.

2.9. Manual Material Handling dan Masalah-masalah yang Dihadapi

Page 25: Fisiologi, Biomekanika dan Postur Kerja

II-25

Bagian terbesar dari aktivitas fisik manusia di suatu industri berada pada

aktivitas manual material handling (aktivitas kerja yang bersifat manual). Di

suatu industri sering ditemui beberapa kegiatan yang bersifat manual. Bahkan di

suatu kantor terdapat pemindahan box berisi tumpukan kertas secara manual. Pada

umumnya pekerja di suatu industri produksi diharuskan untuk mengendalikan

perakitan, kontainer, dan produk-produknya dalam pekerjaan mereka, maka dari

itu hal ini menjadi tuntutan tugas bagi para ergonomis dan insinyur untuk

mendisain aktivitas manual material handling agar dapat menentukan batas berat

beban yang ditanggung oleh otot dan meminimasi keluhan musculoskeletal pada

saat melakukan lifting (mengangkat beban).

Operasi penanganan material secara manual dilakukan di sebagian besar

pabrik-pabrik industri. Setiap tugas menangani tuntutan postur yang khusus pada

pekerja. Namun, fasilitas kerja dapat membantu pekerja untuk melaksanakan

tugas ini dengan aman dan mudah dengan menerapkan dan menegakkan kebijakan

dan prosedur yang tepat. Untuk menilai bahaya operasi penanganan material

secara manual, mempertimbangkan beban, tugas, lingkungan di mana tugas

dilakukan, maka diperlukan adanya kontrol atau penanganan secara

berkesinambungan. Tindakan kontrol yang terbaik adalah untuk menghilangkan

kebutuhan bagi para pekerja untuk melakukan tugas-tugas penanganan manual.

Karena hal ini tidak selalu memungkinkan pekerja untuk terhindar dari risiko

kecelakaan kerja, maka desain dari pekerjaan penanganan manual harus diperbaiki

sehingga mereka berada dalam kemampuan yang sesuai dengan tuntutan kerjanya.

Pertimbangan pada manual material handling ada pada beban itu sendiri, desain

workstation dan praktik kerjanya. Menyediakan alat mekanik atau alat bantu

penanganan dapat mengurangi kegiatan pemindahan material secara manual itu

sendiri atau mengurangi tuntutan pada pekerja.

Dalam pencegahan manual material handling, perbaikan yang paling

utama ditujukan pada area atau lokasi pekerjaannya (work station design). Upaya-

upaya dalam perbaikan lokasi pekerjaan tersebut adalah:

a. Ditentukan pegangan beban atau material adalah setinggi pinggang ataupun

diantara tinggi bahu dan pinggang.

Page 26: Fisiologi, Biomekanika dan Postur Kerja

II-26

b. Dapat mengangkat dan meletakkan beban atau material dengan keadaan yang

sama tinggi.

c. Dapat berhadapan dengan beban atau material yang dipegang secara dekat

dengan tubuh.

d. Jangan sampai memegang beban dengan postur yang kaku dan jangkauan

yang tidak wajar.

e. Jangan memegang beban yang memberikan jarak antara tubuh dengan

pergerakan mekanik.

Dari kegiatan mendorong dan mengangkat beban yang terlalu besar, maka di

sediakan fasilitas atau alat seperti hand truck dan lifting truck seperti pada

Gambar 2.3 di bawah ini.

Gambar 2.3. Hand Truck dan Lifting Truck Dalam Material Handling

Pemindahan bahan secara manual apabila tidak dilakukan secara

ergonomis akan menimbulkan kecelakaan dalam industri. Kecelakaan industri

(industry accident) yang disebut sebagai “Over exertion-lifting and carrying”

yaitu kerusakan jaringan tubuh yang diakibatkan oleh beban angkat yang berlebih.

Data mengenai insiden tersebut telah mencapai nilai rata-rata 18% dari seluruh

kecelakaan selama tahun 1982-1985 menurut data statistik tentang kompensasi

para pekerja di negara bagian New South Wales, Australia. Dari data kecelakaan

ini 93% diantaranya diakibatkan oleh strain (ketegangan dan rasa nyeri yang

berlebihan) sedangkan 5% lainnya pada hernia. Dari data tentang strain 61%

diantaranya berada pada bagian punggung.

Sementara itu faktor yang berpengaruh terhadap timbulnya nyeri

punggung (back injury), adalah arah beban yang akan diangkat dan frekuensi

Page 27: Fisiologi, Biomekanika dan Postur Kerja

II-27

aktivitas pemindahan. Risiko-risiko nyeri tersebut banyak dijumpai pada beberapa

industri, seperti Industri berat, pertambangan, pemindahan material, kontruksi

bangunan, pertanian, rumah sakit.

Dalam menghadapi masalah dalam manual material handling, ada

beberapa parameter yang harus diperhatikan sebagai faktor risiko dalam

pemindahan material secara manual sebagai berikut:

1. Beban yang harus diangkat

2. Perbandingan antara berat beban dan orang yang mengangkat

3. Jarak horizontal dari beban terhadap orangnya

4. Ukuran beban yang akan diangkat(beban yang berdimensi besar akan

mempunyai jarak CG (center of grafity) yang lebih dari jauh dari tubuh, dan

bisa mengganggu jarak pandangnya).

5. Ketinggian beban yang harus diangkat dan jarak perpindahan beban

(mengangkat beban dari permukaan lantai akan relatif lebih sulit daripada

mengangkat beban dari ketinggian pada permukaan pinggang).

6. Beban puntir (twisting load) pada tubuh operator selama aktivitas angkat

beban.

7. Prediksi terhadap berat beban yang akan diangkat. Hal ini adalah untuk

mengantisipasi beban yang lebih berat dari yang diperkirakan.

8. Stabilitas beban yang akan diangkat.

9. Kemudahan untuk dijangkau oleh pekerja.

10. Berbagai macam rintangan yang menghalangi atau keterbatasan postur yang

berada pada suatu tempat kerja.

11. Kondisi kerja yang meliputi: pencahayaan, temperatur, kebisingan dan

kelicinan lantai.

12. Frekuensi angkat atau banyaknya aktivitas angkat

13. Metode angkat yang benar.

14. Tidak terkoordinirnya kelompok kerja (lifting team)

15. Diangkatnya suatu beban dalam suatu periode. Hal ini adalah sama dengan

membawa beban pada jarak tertentu dan memberi tambahan beban pada

Page 28: Fisiologi, Biomekanika dan Postur Kerja

II-28

vertebral disc (VD) dan intervetrtebral disc (ID) pada vertebral columnar di

daerah punggung.

Kebutuhan untuk mengangkat secara manual (tanpa alat) haruslah benar-

benar diteliti secara ergonomis. Peneitian ini akan mengakibatkan adanya

standarisasi dalam aktivitas manusia.

Standar kemampuan angkat tersebut tidak hanya meliputi arah beban, akan

tetapi berisi pula tentang ketinggian dan jarak operator terhadap beban yang akan

diangkat. Akhirnya, pelatihan dalam mengangkat beban dan metode angkat

terbaik haruslah diimplementasikan.

Maka dari itu, diperlukan adanya penyelesaian secara teknis dalam

pemindahan material secara manual, yakni :

1. Pemindahan beban yang berat dari mesin ke mesin yang telah dirancang

menggunakan roller (ban berjalan)

2. Gunakan meja yang dapat digerakkan naik turun untuk menjaga agar bagian

permukaan dari meja kerja dapat langsung dipakai untuk memasukkan

lembaran logam ataupun benda kerja lainnya kedalam mesin.

3. Tempatkan benda kerja yang besar pada permukaan yang lebih tinggi dan

turunkan dengan bantuan gaya gravitasi

4. Berikan peralatan yang dapat mengangkat misalnya: pada ujung belakang

truk untuk memudahkan pengangkutan materiall dengan demikian tidak

diperlukan lagi alat angkut(crane)

5. Rancanglah overhead monorail dan hoist diutamakan yang menggunakan

power (tenaga) baik gerakan vertikal maupun horizontal.

6. Rancanglah Hoist atau Fork-truck yang dikeling pada permukaan

lantai,diutamakan yang menggunakan power.

7. Desainlah kotak (tempat benda kerja) dengan disertai pegangan yang

ergonomis sehingga mudah waktu mengangkat.

8. Aturlah peletakkan fasilitas sehingga semakin memudahkan metodologi

angkat benda pada ketinggian permukaan pinggang.

9. Berilah tanda atau angka pada beban sesuai dengan beratnya.

10. Siapkan trolley dan pengungkit (lever) untuk mengangkat ujung dari drum.

Page 29: Fisiologi, Biomekanika dan Postur Kerja

II-29

11. Bebaskan area kerja dari gerakan dan peletakkan material yang mengganggu

jalur (access) dari operator.

12. Hindarkan lantai kerja dari sesuatu yang dapat membuat licin sehingga akan

membahayakan operator pada saat memindahkan material.

13. Buatlah suatu ruang kerja yang cukup untuk gerakan dinamis bebas suatu

operator.

14. Tempatkan semua material sedekat mungkin terhadap operator.

2.10. Macam-macam Persamaan Pembebanan

Adapun macam-macam persamaan pembebanan terdiri dari : Action Limit

(AL), MaximumAcceptable Weight of Lift (MAWL), Maximum Permissible Limit

(MPL), dan Recommended Weight Limit (RWL).

2.10.1. RWL (Recommended Weight Limit)

Recommended Weight Limit merupakan rekomendasi batas beban yang

dapat diangkat oleh manusia tanpa menimbulkan cidera meskipun pekerjaan

tersebut dilakukan secara repetitive dan dalam jangka waktu yang cukup lama.

RWL ini ditetapkan oleh NIOSH pada tahun 1991 di Amerika Serikat.

Berdasarkan sikap dan kondisi sistem kerja pengangkatan beban dalam

proses pemuatan barang yang dilakukan oleh pekerja dalam eksperimen, penulis

melakukan pengukuran terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi dalam

pengangkatan beban dengan acuan ketetapan NIOSH (1991).

Persamaan untuk menentukan beban yang direkomendasikan untuk

diangkat seorang pekerja dalam kondisi tertentu menurut NIOSH adalah:

RWL = LC x HM x VM x DM x AM x FM x CM

Keterangan:

LC = konstanta pembebanan = 23 kg

HM = faktor pengali horizontal = 25 / H

FM = faktor pengali frekuensi (Frequency Multiplier)

CM = faktor pengali kopling (handle)

VM = Faktor pengali vertical

Page 30: Fisiologi, Biomekanika dan Postur Kerja

II-30

VM = 1-0,03 |V-75|

DM = Faktor pengali perpindahan

DM=0,82+ 4,5D

AM = Faktor pengali asimetrik

AM = 1-0,0032.A

Dari persamaan yang ditetapkan NIOSH tersebut, terdapat perbedaan

faktor pengali jarak vertikal untuk pekerja Indonesia, sehingga perlu penyesuaian

terhadap nilai perkiraan berat beban yang direkomendasikan untuk diangkat.

Adanya perbedaan ini karena faktor pengali vertikal sangat bergantung pada

antropometri ketinggian knuckle (jarak vertikal dari lantai ke ujung jari tangan

dengan posisi lurus ke bawah). Perumusan faktor pengali vertikal yang dihasilkan

oleh NIOSH adalah :

VM = 1-0,03 |V-75|

2.11. Ergonomi11

Ergonomi merupakan pertemuan berbagai disiplin ilmi seperti psikologi,

antropologi, faal kerja, biologi, sosiologi, perencanaan kerja, fisika dan lain-lain.

Masing-masing disiplin tersebut berfungsi sebagai pemberi informasi yang akan

digunakan untuk merancang fasilitas kerja sedemikian rupa sehingga mencapai

kegunaan yang optimal.

2.12. Postur Kerja

Pertimbangan-pertimbangan ergonomic yang berkaitan dengan postur

kerja dapat membantu mendapatkan postur kerja yang nyaman bagi pekerja, baik

itu postur kerja berdiri, duduk, angkat maupun angkut. Beberapa jenis pekerjaan

akan memerlukan postur kerja tertentu yang terkadang tidak menyenangkan.

Kondisi kerja seperti ini memaksa pekerja selalu berada pada postur kerja yang

tidak alami dan berlangsung dalam jangka waktu yang lama. Hal ini akan 11 Dina Meliana Pangaribuan, “Analisa Postur Kerja Dengan Metode RULA Pada Pegawai Bagian Pelayanan Perpustakaan USU Medan”, diakses dari repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/11935/1/10E00380.pdf pada tanggal 1 Juni 2014 pukul 18.27.

Page 31: Fisiologi, Biomekanika dan Postur Kerja

II-31

mengakibatkan pekerja cepat lelah, adanya keluhan sakit pada bagian tubuh, cacat

produk bahkan cacat tubuh. Untuk menghindari postur kerja yang demikian,

pertimbangan-pertimbangan ergonomis antara lain menyarankan hal-hal sebagai

berikut :

1. Mengurangi keharusan pekerja untuk bekerja dengan postur kerja

membungkuk dengan frekuensi kegiatan yang sering atau dalam jangka

waktu yang lama.

2. Pekerja tidak seharusnya menggunakan jarak jangkauan maksimum.

3. Pekerja tidak seharusnya duduk atau berdiri pada saat bekerja untuk waktu

yang lama, dengan kepala, leher, dada atau kaki berada dalam postur kerja

miring.

4. Operator tidak seharusnya dipaksa bekerja dalam frekuensi atau periode

waktu yang lama dengan tangan atau lengan berada dalam posisi diatas level

siku yang normal.

Postur duduk memerlukan lebih sedikit energy dari pada berdiri, karena

hal ini dapat mengurangi banyaknya beban otot statis pada kaki. Seorang operator

yang bekerja dalam postur duduk memerlukan sedikit istirahat secara potensial

lebih produktif. Sedangkan postur berdiri merupakan sikap siaga baik fisik

maupun mental, sehingga aktifitas kerja yang dilakukan lebih cepat, kuat dan

teliti. Berdiri lebih melelahkan daripada duduk dan energy yang dikeluarkan lebih

banyak 10-15% dibandingkan duduk.

2.13. OWAS, RULA, REBA, dan QEC12

2.13.1. OWAS (Ovako Working Postures Analysis System)

Metode OWAS telah diaplikasikan pada tahun tujuhpuluhan di perusahaan

besi baja di Finlandia. Institute of Occupational Health menganalisis postur

seluruh bagian tubuh dengan posisi duduk dan berdiri. Metode ini juga telah

digunakan untuk menganalisis postur di Indonesia, dengan menggunakan

OWASCA (OWAS Computer-Aided), yakni metode OWAS yang diintegrasikan

12 Edi Budiman, ST., “Perbandingan Metode-metode Biomekanika Untuk Menganalisis Postur Pada Aktivitas Manual Material Handling (MMH) Kajian Pustaka”, diakses dari journal.undip.ac.id/index.php/jgti/article/download/2235/1956 pada tanggal 1 Juni 2014 pukul 18.00.

Page 32: Fisiologi, Biomekanika dan Postur Kerja

II-32

dengan komputer (Ojanen, et al, 2000). Analisis dilakukan pada seluruh bagian

tubuh pada posisi duduk dan berdiri. Input metode OWAS adalah sebagai berikut:

1. Data postur punggung

2. Data postur lengan.

3. Data postur kaki

4. Data berat beban yang diangkat.

Proses diawali dengan merekam aktivitas MMH menggunakan handicam.

Hasil rekaman digunakan untuk menganalisis postur yang dilakukan, yakni postur

punggung, lengan, kaki dan berat beban. Hasil analisis postur dalam bentuk kode

angka yang kemudian diklasifikasikan kedalam kategori. Proses pengolahan

menggunakan metode OWAS seperti pada gambar 2.4 sebagai berikut :

Gambar 2.11. Proses OWAS

Metode OWAS telah diaplikasikan di Malaysia untuk merancang stasiun

kerja (Hasan, et al, 2002). Hasil dari perancangan stasiun kerja dengan metode

OWAS dapat mengurangi posisi kerja yang berbahaya dari 80% menjadi 66%.

OWAS menganalisis postur seluruh tubuh namun tidak secara detail, factor

sudutyang dibentuk oleh postur pada aktivitas MMH tidak diperhatikan,

pemakaian tenaga otot statik atau repetitif juga belum dianalisis. Hal tersebut

merupakan kekurangan metode OWAS

2.13.2. RULA (Rapid Upper Limb Assesment)

Page 33: Fisiologi, Biomekanika dan Postur Kerja

II-33

Tahun 1993, Dr. Lynn McAtamney memunculkan metode RULA. Metode

Rapid Upper Limb Assessment (RULA) merupakan metode cepat penilaian

postur tubuh bagian atas. Input metode ini adalah postur (telapak tangan, lengan

atas, lengan bawah, punggung dan leher), beban yang diangkat, tenaga yang

dipakai (statis/dinamis), jumlah pekerjaan. Metode ini menyediakan perlindungan

yang cepat dalam pekerjaan seperti resiko pada pekerjaan yang berhubungan

dengan upper limb disorders, mengidentifikasi usaha yang dibutuhkan otot yang

berhubungan dengan postur tubuh saat kerja (penggunaan kekuatan dan kerja

statis yang berulang). Input postur metode RULA dibedakan menjadi 2 grup yaitu

grup A (lengan atas dan bawah dan pergelangan tangan) dan grup B (leher, tulang

belakang dan kaki). McAtamney, et al (1993) menetapkan proses metode RULA

seperti pada gambar 2.5 sebagai berikut :

Gambar 2.12. Proses RULA

Metode RULA sangat efektif untuk mengidentifikasi aktivitas MMH,

khususnya aktivitas yang banyak melibatkan anggota tubuh bagian atas. Metode

ini telah diaplikasikan pada postur pekerja konveksi (Evan, et al, 2004). Dan telah

diterapkan untuk menganalisis postur pekerja patung primitif di Kasongan,

Jogjakarta. Analisis dilakukan di 6 stasiun kerja dan postur berbahaya dominan

Page 34: Fisiologi, Biomekanika dan Postur Kerja

II-34

terjadi di stasiun kerja finishing dan pemindahan material (Setyaningrum, 2004).

2.13.3. REBA (Rapid Entire Body Assesment)

Pada tahun 1995, McAtamney dan Hignett memperkenalkan metode

Rapid Entery Body Assesment (REBA). Metode tersebut dapat digunakan secara

cepat untuk menilai postur seorang pekerja. Adapun input metode REBA yaitu :

pengambilan data postur pekerja menggunakan handicam, penentuan sudut pada

batang tubuh, leher, kaki, lengan atas, lengan bawah dan pergelangan tangan.

Proses metode REBA seperti pada gambar 2.6 sebagai berikut :

Gambar 2.13. Proses REBA

Metode ini telah diaplikasikan pada aktivitas MMH yaitu mengambil botol

(Sanjaya, 2003). Metode REBA tepat untuk menganalisa aktivitas MMH yang

dominan menggunakan tubuh bagian atas karena tubuh bagian atas dianalisa

secara detail. Namun analisa sudut postur tubuh pada metode REBA belum

lengkap, oleh karena itu pada tahun 1993 metode ini disempurnakan oleh Dr.

Lynn Mc Atamney dengan memunculkan metode RULA.

Page 35: Fisiologi, Biomekanika dan Postur Kerja

II-35

2.13.4. QEC (The Quick Exposure Check)13

Quick Exposure Check merupakan salah satu metode penilaian postur

kerja yang digunakan untuk menilai postur kerja yang berhubungan dengan

gangguan otot (work related muculoskeletal disorders). Metode ini diciptakan

oleh Guangyan Li dan Peter Buckle pada tahun 1999. QEC didasarkan kepada

riset dan penelitian para praktisi pada jenis pekerjaan yang beresiko menimbulkan

gangguan otot.

Penilaian postur kerja dengan metode QEC dilakukan dari dua sisi.

Penilaian pertama didasarkan kepada penialaian pengamat (Observer’s

Assesment) dengan mengisi Observer’s Assesment Checklist dan penilaian kedua

didasarkan kepada penilaian pekerja (Worker’s Assesment) dengan mengisi

Worker’s Assesment Checklist. QEC menilai gangguan resiko yang terjadi pada

bagian belakang punggung (back), bahu/lengan (Shoulder/arm), pergelangan

tangan (hand/wrist), dan leher (neck).

Selanjutnya menghitung skor penelitian untuk masing-masing bagian

tubuh yang dinilai dengan table skor penilaian sebagai skor akhir QEC untuk

diwujudkan dalam empat tingkatan tindakan.

2.14. Jurnal Internet

2.14.1. Analisis Produktivitas Sistem Produksi dengan Metode Jaringan

Syaraf Tiruan (JST) Berdasarkan Pendekatan Ergonomi14

2.14.1.1.Pendahuluan

Indonesia adalah negara berkembang, negara dengan penduduk

terbanyak ke empat didunia dengan jumlah populasi mencapai 237,641,326 orang

pada 2010 (BPS, 2010) dengan laju pertumbuhan penduduk Indonesia sekitar 1,49

persen per tahun, (Serta sektor kontruksi nasional pada tahun 2012 naik dari

10,16% menjadi 10,45%.Dengan potensi pasar yang besar tersebut UD. Natural

13 Dina Meliana Pangaribuan, “Analisa Postur Kerja Dengan Metode RULA Pada Pegawai Bagian Pelayanan Perpustakaan USU Medan”, diakses dari repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/11935/1/10E00380.pdf pada tanggal 1 Juni 2014 pukul 18.27.14 Nasikhudin, “Analisis Produktivitas Sistem Produksi dengan Metode Jaringan Syaraf Tiruan (JST) Berdasarkan Pendekatan Ergonomi,” Roobust Jurnal Teknik Industri. 1: 2 (Juni 2013), 1-6

Page 36: Fisiologi, Biomekanika dan Postur Kerja

II-36

perlu melakukan upaya peningkatan produktivitas. Karena, pada kenyataannya di

pabrik pembuatan kaca grafir tersebut belum tercipta kondisi yang ergonomis

untuk proses produksi. Banyak faktor yang mempengaruhi produktivitas salah

satunya adalah aspek ergonomis dalam proses produksi, bahwa terdapat hubungan

antara produksi yang ergonomis dengan produktivitas dan kualitas produk yang

dihasilkan. Dalam penelitian ini analisis ergonomi makro menggunakan metode

Macroergonomic Analysis and Design (MEAD). Sedangkan ergonomi mikro

seperti beban kerja menggunakan %CVL, postur kerja menggunakan RULA, dan

kemudian dianalisis juga dengan jaringan syaraf tiruan JST menggunakan

Toolbox MATLAB 7.6.0.

2.14.1.2.Metodologi Penelitian

Pada penelitian ini tahap pertama yang dilakukan adalah observasi

untuk identifikasi permasalahan. Kemudian studi lapangan dan literatur untuk

menentukan metode yang tepat guna mengatasi permasalahan

tersebut.Pengukuran lingkungan kerja fisik, beban kerja dan postur kerja serta

ergonomi makro yang disimpulkan dari studi lapangan dan wawancara.

Setelah semua data terkumpul, langkah pertama dalam penelitian ini

adalah analisis beban kerja menggunakan %CVL, postur kerja dengan RULA dan

Makro ergonomi dengan MEAD. Dari hasil pengukuran dan analisis tersebut

dijadikan parameter input untuk simulasi model menggunakan Jaringan Syaraf

Tiruan (JST).

Langkah selanjutnya dalam penelitian ini adalah melakukan perancangan

jaringan berdasarkan trial and error untuk memperoleh jaringan/network terbaik

yang dijadikan sebagai dasar simulasi model.

Pengukuran beban kerja dilakukan dengan pengukuran denyut jantung

dan menggunakan media kuisioner. Kemudian dihitung %CVL untuk setiap

pekerja sehingga diperoleh hasil sebagai berikut:

Page 37: Fisiologi, Biomekanika dan Postur Kerja

II-37

Tabel 2.5 %CVL setiap pekerja

No. Nama Umur

(Tahun)

DNI

(Denyut

/menit)

DNK

(Denyut

/menit)

DN Max

(Denyut/

menit)

Nadi

Kerja

(Denyut/

menit)

%CVL

1 Pujio

no

23 77,349 88,951 197 11,601 9,696

2 Dedik 27 68,314 84,470 193 16,156 12,957

3 Sugen

g

33 79,481 101,178 187 21,697 20,180

4 Suwa

n

35 70,597 88,221 185 17,624 15,405

5 Yance 35 79,344 100,923 185 21,579 20,424

6 Nana

ng

37 68,874 104,731 183 35,884 31,435

7 Ony 31 76,307 95,752 189 19,445 17,225

8 Katno 29 66,949 93,087 191 26,138 21,070

Dari Tabel 2.5. tersebut diketahui bahwa nanng memiliki %CVL lebih dari

30% sehingga perlu dilakukan perbaikan untuk mengurangi kelelahan dan

menurunkan kemungkinan terjadi cedera.

Desain Jaringan Syaraf Tiruan digunakan untuk memprediksi

produktivitas kerja menggunakan software MATLAB 7.6.0. Hal yang pertama

yang dilakukan adalah penentuan input dan output jaringan. Terdapat beberapa

parameter input jaringan sebagai berikut:

Page 38: Fisiologi, Biomekanika dan Postur Kerja

II-38

Tabel 2.6. Input Jaringan Syaraf Tiruan

No

.

Parameter Sebaran Data

1

Ergonomi Mikro

Postur Kerja 1-7

2 Kebisingan 66,2 dB-96,2 dB

3 Pencahayaan 24,2 lux – 1826,5 lux

4 Suhu 30,06 oC – 34,24oC

5 Beban Kerja 9,70% - 31,44%

6

Ergonomi Makro

Lingkungan organisasi 1-4

7 Kemampuan Skill

Pekerja

5-10

8 Kelengkapan Fasilitas 1-4

9 Komunikasi

Koordinasi

1-3

10 Pengawasan dan

Kontrol

0-1

Sebaran data untuk postur kerja adalah 1 –7 hal ini didasarkan kepada

rentang nilai dari pengukuran postur kerja dengan menggunakan metode RULA,

sebaran data lingkungan kerja fisik (kebisingan, pencahayaan, dan suhu)

berdasarkan pengukuran aktual menggunakan alat ukur, sebaran data beban kerja

adalah antara 9,70% - 31,44% hal ini didasarkan dari perhitungan beban kerja

pada masing-masing pekerja dengan menggunakan metode %CVL.

2.14.1.3.Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat ditarik beberapa

kesimpulan sebagai berikut:

1. Hanya satu pekerja (Nanang) yang memiliki nilai %CVL lebih dari 30% yaitu

sebesar 31% sehingga pekerja tersebut memerlukan perbaikan untuk

mengurangi tingkat kelelahan dan mengurangi kemungkinan cedera.

2. Hasil evaluasi postur kerja menggunakan metode RULA menunjukkan bahwa

Page 39: Fisiologi, Biomekanika dan Postur Kerja

II-39

dari keempat Departemen yang memiliki skor beban kerja tertinggi adalah pada

Departemen Finishing yaitu sebesar 8, yang harus segera dilakukan

penyelidikan lebih lanjut serta menerapkan perubahan.

3. Sebaran data kondisi lingkungan kerja menunjukkan bahwa departemen

sandblasting memiliki tingkat kebisingan tertinggi yaitu mencapai 98.5 dB,

Dampak dari kebisingan tersebut berbahaya jika terjadi berkelanjutan dengan

tidak ada perbaikan yang dilakukan. Tingkat pencahayaan pada departemen

assembly sebesar 811,35 lux berada diatas standar tingkat pencahayaan,

sedangkan untuk departemen cutting sebesar 383,5 lux berada dibawah standar

tingkat pencahayaan sehingga kedua departemen tersebut memiliki tingkat

pencahayaan yang berada pada level tidak nyaman untuk melakukan pekerjaan.

Sedangkan suhu pada seluruh departemen masih berada dalam level aman

karena tidak melebihi batas standar.

4. Arsitektur jaringan backpropagation terbaik tahap pertama adalah dengan

konfigurasi 10 neuron pada lapisan input, 10 neuron pada hidden layer 1, serta

3 neuron pada lapisan output atau [10 10 3], fungsi aktivasi TANSIG,

algoritma training trainlm, momentum sebesar 0,2, set goal error sebesar 0.01

dan set jumlah epoh 1000 dimana nilai MSE yang ditunjukkan adalah

0,000027356 pada epoh ke-0 dan R bernilai 0,99306 ≈ 1,0. Pada arsitektur

terbaik jaringan backpropagation terbaik adalah dengan konfigurasi 3 neuron

pada lapisan input, 10 neuron pada hidden layer dan 1 neuron pada lapisan

output atau [3 20 1], algoritma training yang dipilih adalah TANSIG, set goal

error 0 dan set jumlah epoh 1000, dimana nilai MSE yang ditunjukkan adalah

0,027539 pada epoh ke-8 dan R bernilai 0,796869.

5. Dengan parameter ergonomi mikro dan makro dioptimasi dengan kombinasi

input: kebisingan 85 dB, pencahayaan antara 350- 700 lux, suhu 30oC, beban

kerja 25%, postur kerja kategori 2. Apabila pembebanan tingkat produktivitas

pada UD NATURAL sebesar 90% dari produktivitas dengan output penjualan

Rp 35.250.000/bulan, maka optimasi ini akan memberikan peningkatan tingkat

produktivitas sebesar 10,31% - 15,12% dengan output penjualan sebesar Rp

3.634.275 –Rp 5.329.800 per bulan.

Page 40: Fisiologi, Biomekanika dan Postur Kerja

II-40

6. Rekomendasi perbaikan yang diusulkan dari hasil penelitian ini adalah

melakukan perubahan dalam pengaturan Job Desription, pelatihan untuk

masing-masing pekerja dalam meningkatkan kemampuan/skill dan perbaikan

fasilitas (pembuatan display informasi, pemugaran display produk, dan

warehouse) maupun perawatan mesin/peralatan.

2.14.2. Sebuah Tinjauan Pengangkatan Persamaan NIOSH dan Analisis

Ergonomi 15

2.14.2.1.Pendahuluan

Revisi NIOSH mengangkat persamaan yang dikembangkan pada tahun

1991 yang merupakan alat penilaian intervensi ergonomis yang digunakan untuk

menghitung batas berat yang direkomendasikan (RWL) untuk tugas-tugas

mengangkat dan untuk mengidentifikasi tugas pengangkatan yang berbahaya.

Tapi aplikasi persamaan ini terbatas untuk kondisi yang dirancang dan memiliki

populasi distribusi antropometri yang berbeda. Penelitian ini akan mengusulkan

sebuah solusi untuk menentukan efek pengangkatan tugas manual dalam

pembatasan biomekanis, fisiologis dan psikofisik dan mengembangkan alat

otomatis dengan sistem baru untuk menghitung RWL ideal bagi orang-orang

Malaysia untuk melakukan tugas-tugas kerja. Sistem alat baru ini didesain yang

sesuai dengan kriteria orang Malaysia untuk dapat meningkatkan lingkungan kerja

yang aman bagi pekerja. Mengangkat manual telah diakui sebagai salah satu

kontributor utama cedera di sebagian besar industri. Ini karena kurangnya

perhatian pada kesadaran keselamatan di tempat kerja. Cedera ini mempengaruhi

karyawan dan juga memaksaka biaya yang berat bagi pengusaha dan masyarakat.

Untuk mengurangi masalah ini, pada tahun 1981, Institut Nasional keselamatan

kerja dan kesehatan (NIOSH) telah menerbitkan pedoman kerja untuk

mengangkat manual. Persamaan mengangkat diproduksi dalam mengevaluasi

risiko yang berhubungan dengan tugas-tugas mengangkat manual.

15 Nor Haafezah Kamarudin,“ A Review of the NIOSH Lifting Equation and Ergonomics Analysis” Advanced Engineering Forum.. vol. 10 (Juni 2013), 1-5.

Page 41: Fisiologi, Biomekanika dan Postur Kerja

II-41

Standar NIOSH telah diikuti dan dipraktekkan di seluruh dunia. Namun,

panduan dan mengangkat persamaan yang dirancang dan dikembangkan di

Amerika Serikat. Penelitian telah menunjukkan bahwa populasi yang berbeda

memiliki distribusi anthropometric yang berbeda. Tiga kriteria yang fisiologis,

biomekanis dan psikofisik digunakan dalam mendefinisikan mengangkat

persamaan dan metode untuk menganalisis soal tugas mengangkat manual.

Pengukuran ini yang model ini didasarkan pada, mungkin tidak akurat untuk

penduduk Malaysia. Proyek ini untuk menyelidiki efek mengangkat manual pada

biomekanis, fisiologis dan psikofisik pada penduduk Malaysia.

2.14.2.2.Metodologi

Konsep keselamatan dan kesehatan kerja telah berkembang sejak 1978

yang mana laporan pertama pada beberapa kesehatan terkait survei dan sesuai

jumlah asuransi yang dilakukan di Amerika Serikat diterbitkan. Manual

mengangkat telah diakui sebagai salah satu kontributor utama cedera di tempat

kerja. Operasi yang terkait dengan penanganan manual yang mencakup tindakan

mengangkat, menurunkan, membawa, mendorong, menarik, dan memegang

barang-barang. Cedera dalam pekerja selama angkat berat telah diakui sebagai

utama berkontribusi di tempat kerja. Cedera termasuk nyeri punggung rendah dan

masalah tulang belakang. Dalam metode pengamatan, tugas mengangkat

dievaluasi menggunakan empat pendekatan dasar dalam menetapkan standar

mengangkat yang epidemiologi, fisiologis, biomekanis dan psikofisik.

Penanganan cedera manual yang terjadi dalam kebanyakan lingkungan

kerja termasuk sektor industri seperti dalam aluminium industri, konstruksi,

pembuat cetakan, manufaktur, pengolahan makanan, operasi distribusi,

pergudangan, retail dan juga pekerja di pertanian, Restoran, sektor kesehatan dan

pengasuhan anak.

Berbagai postural analisis alat tersedia untuk menilai paparan pekerja

risiko dan berpotensi berbahaya tugas dalam workstation mereka. Alat penilaian

telah terbukti menjadi metode yang berharga untuk mengurangi penyakit akibat

kerja dan meningkatkan produktivitas dalam industri. Alat analisis postural

Page 42: Fisiologi, Biomekanika dan Postur Kerja

II-42

diklasifikasikan ke dalam metode pengamatan dan metode pengukuran langsung.

Metode penilaian resiko berbasis ergonomis yaitu penilaian ekstremitas bagian

tubuh atas (RULA), penilaian seluruh tubuh (REBA).

Institut Nasional untuk keselamatan dan kesehatan (NIOSH) telah

menerbitkan persamaan mengangkat direkomendasikan pada tahun 1981 dan versi

revisi pada tahun 1991. Ini adalah untuk menunjukkan batas mengangkat yang

aman dan telah menjadi alat yang berlaku dalam mengevaluasi risiko selama

mengangkat tugas. Ada tantangan besar dalam mengembangkan standar dalam

mengevaluasi kemampuan mengangkat manusia. Berbagai penelitian telah

dilaporkan dalam mengembangkan model mengangkat komprehensif.

NIOSH mengangkat persamaan dapat digunakan untuk mengevaluasi

tugas mengangkat manual yang lengkap atau bagian dari tugas untuk mengurangi

kemungkinan keseluruhan lebih rendah kembali sakit atau cedera. Untuk

membantu dalam pencegahan mengangkat terkait cedera punggung bawah,

NIOSH mengembangkan direvisi NIOSH mengangkat persamaan (RNLE), untuk

menghitung batas direkomendasikan berat (RWL), dan indeks pengangkatan (LI)

digunakan untuk memperkirakan tuntutan fisik pekerjaan .

Sikap kerja dapat dievaluasi oleh analisis RULA. Dikombinasikan dengan

revisi NIOSH mengangkat persamaan dalam merancang model untuk mendeteksi

faktor risiko yang berkontribusi terhadap penyakit muskuloskeletal (MSDs)

seperti kekuatan, getaran, pengulangan, kontak stres, postur canggung, suhu

ekstrim dan postur statis. Hasil menemukan bahwa MSDs yang dialami oleh para

pekerja yang disebabkan oleh penanganan manual tugas-tugas bahan dan sistem

gabungan yang dirancang mampu mengurangi risiko MSDs penanganan bahan

manual tugas-tugas dalam industri manufaktur. Postur kerja juga dapat dinilai

menggunakan Elektromiografi (EMG) untuk menentukan aktivitas otot karena

desain area kerja. EMG adalah studi tentang aktivitas otot melalui analisis sinyal-

sinyal listrik yang terpancar selama kontraksi otot. EMG mengukur sinyal listrik

yang terkait dengan aktivasi otot. Ini mungkin kontraksi otot sukarela. Aktivitas

EMG kontraksi otot sukarela berkaitan dengan ketegangan.

Page 43: Fisiologi, Biomekanika dan Postur Kerja

II-43

Selain itu, alat penilaian tubuh seluruh cepat (REBA) dan persamaan

NIOSH juga digunakan untuk menilai risiko mengembangkan MSDs. Penelitian

telah dilakukan di gudang pusat produksi vaksin untuk menemukan kemungkinan

target untuk perbaikan melalui aplikasi prinsip kerja umum ruang desain dan

ergonomi. Segala postur dievaluasi dengan REBA dan dianalisis dengan

persamaan NIOSH dalam menentukan risiko tinggi dan tingkat menengah risiko

pekerjaan.

2.14.2.3.Kesimpulan

Penelitian ini menunjukkan pelaksanaan revisi NIOSH mengangkat

persamaan sebagai alat metodologis untuk mengevaluasi keselamatan dan

kesehatan masalah tugas mengangkat bagi pekerja. Sistem alat yang diusulkan

idealnya dikembangkan terkait evaluasi dan validasi model mengangkat untuk

pekerja di Malaysia dalam menciptakan lingkungan kerja yang aman sambil

menyelesaikan tugas-tugas mereka dan membandingkan rumus NIOSH.

Persamaan dirancang akan membantu untuk membantu orang-orang Malaysia

agar RWL dan LI diterima dan mencegah masalah berbahaya karena tugas

mengangkat mereka. Sistem alat akan mengusulkan saran untuk mengurangi

bahaya setelah menganalisis masing-masing tugas mengangkat untuk melindungi

para pekerja. Harapan dalam penelitian ini agar sistem alat baru untuk Malaysia

dapat berkontribusi untuk membantu pekerja dalam mengurangi masalah yang

terkait dengan daftar tugas.

2.14.3. Desain Analisis Postur Kerja dan Menggunakan Metode Rapid

Entire Body Assesment (RULA) Dalam Proses Produksi Di Pt.

Indana Cat16

2.14.3.1.Pendahuluan

Sikap kerja dapat mempengaruhi kenyamanan dan produktivitas tenaga

kerja dalam melakukan pekerjaan manual. Dalam studi ini, metode RULA

16 Yongki Kusnandar Djiono,“ working posture analysis and design using RULA (Rapid Upper Limb Assessment) Method in Production Process at PT. Indana Paint” JITI. 2:2 (Oktober 2013), 1-11.

Page 44: Fisiologi, Biomekanika dan Postur Kerja

II-44

digunakan untuk menentukan tingkat risiko cedera muskuloskeletal gangguan

(MSDs) dalam proses produksi di PT. Indana cat (terdiri dari pencampuran dan

kemasan langkah-langkah untuk cat berbasis air, cat pelarut, dan cat dasar

produksi), dan kemudian diberikan usulan perbaikan untuk mengurangi tingkat

risiko. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengamatan langsung

dan merekam video dari setiap elemen bekerja untuk menentukan beberapa

canggung postur-postur yang akan dinilai dengan menggunakan metode RULA.

Tiga puluh canggung postur ditemukan, ada kerja 7 postur (23,3%) memiliki

risiko rendah tingkat, 11 bekerja postur (36.7%) memiliki tingkat risiko sedang

dan 12 bekerja postur (40%) memiliki tingkat risiko tinggi. Usulan perbaikan

yang diberikan adalah singkat pekerja-pekerja pada sesuai mengangkat teknik dan

metode kerja, menambahkan bantu mekanik untuk penanganan drum, dan bekerja

posisi ketinggian penyesuaian.

Manusia adalah salah satu komponen masukan yang diperlukan untuk

proses produksi dalam industri. Sampai saat ini penggunaan tenaga kerja manusia

dalam industri di Indonesia masih dominan, terutama untuk melakukan aktifitas

pekerjaan manual. Namun, fisik tubuh manusia memiliki keterbatasan

kemampuan dan bekerja. Satu faktor perlu dipertimbangkan dalam melakukan

pekerjaan manual adalah sikap yang dilakukan oleh para pekerja. Sikap kerja yang

baik dapat menunjukkan kerja yang aman, nyaman, dan produktif, sementara

canggung postur memiliki peningkatan risiko untuk menyebabkan sakit atau

cedera dalam sistem otot rangka yang disebut gangguan muskuloskeletal. Hal ini

disebabkan canggung postur kerja yang melibatkan bagian-bagian tubuh yang

menjalani signifikan penyimpangan dari normal posisi anatomi tubuh manusia,

seperti tubuh yang terlalu membungkuk, tangan mencapai terlalu jauh ke depan,

leher adalah memutar, dan sebagainya.

Ada banyak metode yang telah dikembangkan oleh ahli ergonomi untuk

menilai dan menganalisis risiko MSD postur kerja. Salah satu metode tersebut

adalah RULA yang diciptakan pada tahun 1993 oleh Dr Lynn McAtamney dan

Dr. Nigel Corlett dari University of Nottingham, UK. RULA adalah metode yang

sangat efektif untuk menilai tingkat risiko aktivitas didominasi oleh pergerakan

Page 45: Fisiologi, Biomekanika dan Postur Kerja

II-45

tungkai atas, seperti tangan, lengan, bahu, leher dan punggung (McAtamney dan

Corlett, 1993). Metode RULA memberikan penilaian yang lengkap dan detail

pada setiap bagian tubuh, ada kelompok (lengan atas, lengan bawah, pergelangan

tangan, memutar pergelangan tangan) dan Grup B (leher, batang, dan kaki), otot

penggunaan (statis atau berulang), andforce/beban (Hignett dan McAtamney,

2005). Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh Dempsey, et.al. (2005),

metode RULA adalah yang paling banyak digunakan oleh ahli internasional yang

ergonomis karena prosedur yang tepat dan mudah digunakan.

Penelitian bekerja analisis postur menggunakan metode RULA telah

secara luas diterapkan di berbagai jenis tugas-tugas industri di Indonesia. Sartika

(2010) melakukan analisis bekerja postur menggunakan metode RULA dalam

mendidih operator minyak sawit dan mengusulkan sikap kerja yang lebih baik

untuk meringankan beban kerja operator secara fisik. Desky (2010) menggunakan

metode RULA postur kerja yang dilakukan oleh operator Kemasan salep dan telah

menemukan beberapa postur yang tampaknya perlu diganti segera untuk

mencegah muskuloskeletal gangguan cedera. Abdillah (2013) dianalisis sikap

buah poster di sebuah pasar tradisional yang menggunakan metode RULA dan

dapat memberikan gerakan pekerjaan lebih aman untuk mengurangi risiko cedera

sakit punggung. Metode RULA juga telah digunakan oleh Pangaribuan (2009)

untuk meningkatkan fasilitas pendukung untuk karyawan yang bekerja di

Perpustakaan Universitas sehingga pekerja tidak lagi mengalami kelelahan yang

berlebihan karena sikap kerja yang tidak wajar.

Dalam studi ini, metode RULA akan digunakan untuk menilai risiko

bekerja postur di PT. Indana cat, perusahaan manufaktur cat di Malang. Kegiatan

yang akan dianalisa adalah proses produksi berbasis air cat, cat pelarut, dan cat

dasar, yang masing-masing dari mereka termasuk pencampuran dan proses

pengemasan. Berdasarkan pengamatan awal, hampir semua kegiatan produksi di

PT. Indana cat masih dilakukan secara manual dan melibatkan kurang nyaman

bekerja postur. Hal ini menyebabkan kondisi pekerja sering merasa beberapa sakit

di bagian tubuh bagian atas, bahkan mereka sakit kadang-kadang masih tetap

sampai beberapa hari. Oleh karena itu, postur bekerja di PT. Indana cat akan

Page 46: Fisiologi, Biomekanika dan Postur Kerja

II-46

dianalisa menggunakan metode RULA untuk mengetahui tingkat risiko dan dapat

diberikan sesuai usulan perbaikan untuk mengurangi tingkat risiko.

2.14.3.2.Metodologi

Langkah-langkah yang dilakukan dalam studi sistematis dinyatakan

dalam bentuk diagram alir ditunjukkan dalam Gambar 2.14.

Pengamatan awal dilakukan oleh pengamatan langsung untuk

mendapatkan Ikhtisar profil dan operasi dari PT. Indana cat. Studi ini dilakukan

dengan mengumpulkan dasar ilmiah dari berbagai referensi dan penelitian

sebelumnya yang terkait dengan permasalahan dalam studi analisis postur kerja

menggunakan metode RULA.

Data yang dibutuhkan untuk penelitian ini adalah elemen kerja dan

postur canggung kerja dari masing-masing elemen. Metode pengumpulan data

yang observasi langsung dan merekam video kegiatan kerja yang dilakukan oleh

pekerja produksi di PT. Indana cat. Pengamatan langsung dilakukan untuk

mengetahui unsur-unsur kerja dan memahami urutan. Perekaman video dilakukan

dengan menggunakan camcorder untuk mendokumentasikan rincian postur dan

gerakan yang dilakukan pada setiap elemen bekerja, dan kemudian beberapa

postur canggung yang dipilih akan dianalisa menggunakan metode RULA.

Pengumpulan data dilaksanakan di tiga ruang terpisah produksi, dari produksi

berbasis air cat, cat pelarut, dan cat dasar, yang masing-masing memiliki

pencampuran dan proses pengemasan. Pengumpulan data dilakukan lebih dari tiga

minggu (15 hari kerja) pada jam kerja efektif di PT. Indana cat.

Postur kerja setiap elemen akan diproses sesuai langkah-langkah di

metode RULA sebagai berikut:

1. Menilai postur untuk grup A (lengan atas, lengan bawah, pergelangan tangan,

memutar pergelangan tangan).

2. Menambahkan penggunaan otot dan Skor tenaga untuk grup A.

3. Menilai postur untuk grup B (leher, batang, dan kaki).

4. Menambahkan otot menggunakan dan memaksa Skor untuk grup B.

5. Menentukan Skor grand RULA dan tingkat tindakan.

Page 47: Fisiologi, Biomekanika dan Postur Kerja

II-47

Gambar 2.14. Flow Diagram Metodologi Penelitian

Hasil penilaian RULA postur kerja masing-masing akan dianalisa. Metode

analisis yang digunakan adalah deskriptif metode untuk memberikan evaluasi

Page 48: Fisiologi, Biomekanika dan Postur Kerja

II-48

tentang bagian tubuh yang dianggap rentan terhadap cedera dan apa pun yang

menyebabkan para pekerja yang melakukan postur canggung.

Berdasarkan analisis itu, perbaikan yang diusulkan dapat diberikan untuk

bekerja postur yang memerlukan perbaikan-perbaikan yang berdasarkan hasil

penilaian RULA. Gambar 2.15. menunjukkan sampel penilaian RULA.

Gambar 2.15. Contoh Kuisioner RULA

Berdasarkan data koleksi telah dilakukan, ada 30 postur canggung

ditemukan dan akan dianalisa menggunakan metode RULA.

Page 49: Fisiologi, Biomekanika dan Postur Kerja

II-49

2.14.3.3.Kesimpulan

Berdasarkan pengolahan data dan analisis telah dilakukan dalam studi

ini, ada beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. RULA penilaian hasil menyatakan bahwa proses kerja postur dalam

produksi PT. Indana cat yang rendah tingkat resiko yang tinggi dan tak satu

pun dari postur tersebut memiliki tingkat risiko minimal. Dari 30 postur

canggung dianalisis, terdapat 7 bekerja postur (23,3%) memiliki risiko

rendah tingkat, 11 bekerja postur (36.7%) memiliki tingkat risiko sedang

dan 12 bekerja postur (40%) memiliki tingkat risiko tinggi.

2. Ada beberapa masalah mendasar yang menyebabkan canggung postur yang

dilakukan oleh para pekerja, seperti salah mengangkat teknik dan metode

kerja, penanganan pada drum berat, dan berbagai ketinggian posisi kerja

manual. Usulan perbaikan diberikan dalam upaya untuk mengatasi masalah

ini adalah untuk memberikan bimbingan kepada karyawan mengenai teknik

mengangkat yang tepat dan metode kerja yang lebih baik, menambahkan

beberapa bantu mekanik untuk menangani berat drum, dan menyesuaikan

ketinggian posisi bekerja.

Berikut adalah beberapa rekomendasi yang dapat diberikan kepada

PT. Indana cat terkait dengan hasil penelitian ini:

1. Membuat penilaian lebih lanjut dan lebih rutin untuk kegiatan kerja yang

sering menyebabkan postur canggung.

2. Memberikan pengawasan lebih dekat gerakan teknik dan metode kerja

yang tepat, sehingga pekerja dapat menghindari risiko cedera karena

melakukan postur canggung tidak perlu.

3. Mengingatkan para pekerja untuk memanfaatkan waktu siaga di tempat

kerja dengan melakukan beberapa tubuh peregangan, terutama pada

leher, tubuh, dan tangan, sehingga tubuh menjadi lebih fit dan sendi tidak

menjadi kaku.

4. Memberikan pelatihan bagi pekerja tentang postur bekerja benar,

sehingga pekerja dapat menerapkannya di tempat kerja dan tidak lagi

melakukan pekerjaan dengan sikap yang salah.