Upload
dohanh
View
218
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
i
PEMBERIAN MOBILISASI PASIF TERHADAP PENCEGAHAN
DEKUBITUS PADA ASUHAN KEPERAWATAN TN. P DENGAN
STROKE HEMORAGIK DI RUANG HCU ANGGEK II
RUMAH SAKIT Dr. MOEWARDI
SURAKARTA
DISUSUN OLEH:
FITRI ANDRIYANI
NIM. P.11083
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2014
i
PEMBERIANMOBILISASI PASIF TERHADAP PENCEGAHAN
DEKUBITUS PADA ASUHAN KEPERAWATAN TN. P DENGAN
STROKE HEMORAGIK DI RUANG HCU ANGGEK II
RUMAH SAKIT Dr. MOEWARDI
SURAKARTA
Karya Tulis Ilmiah
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Dalam Menyelesaikan Program Diploma DIII Keperawatan
DISUSUN OLEH:
FITRI ANDRIYANI
NIM. P.11083
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2014
i
ii
iii
iv
v
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum. Wr. Wb.
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan
karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah dengan
judul “PEMBERIANMOBILISASI PASIF TERHADAP PENCEGAHAN
DEKUBITUS PADA ASUHAN KEPERAWATAN TN. P DENGAN STROKE
HEMORAGIK DI RUANG HCU ANGGEK II RUMAH SAKIT Dr.
MOEWARDI SURAKARTA”.
Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapatkan
bimbingan dan dukungan dari berbagi pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini
penulis mengucapkan terimakasih kepada yang terhormat:
1. Atiek Murharyati, S.Kep.,Ns.,M.Kep., selaku Ketua Program Studi DIII
Keperawatan yang telah menjadi pemimpin dan senantiasa memberikan
teladan serta bimbingan kepada Mahasiswa Stikes Kusuma Husada Surakarta.
2. Meri Oktariani, S.Kep.,Ns.,M.Kep., selaku Sekretaris Ketua Program Studi
DIII Keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk dapat membina
ilmu Stikes Kusuma Husada Surakarta.
3. Alfyana Nadya R, S.Kep.,Ns.,M.Kep., selaku dosen pembimbing yang telah
banyak memberikan bimbingan dan arahan serta membarikan masukan
dengan cermat dan perasaan yang nyaman dalam bimbingan, sehingga
membantu penulis dalam menyusun dan menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.
v
vi
4. Amalia Agustin, S.Kep.,Ns., selaku dosen penguji I yang telah menguji,
membimbing dan memberikan masukan – masukan dengan cermat dengan
perasaan yang nyaman dalam bimbingan, dan membantu penulis dalam
menyempurnakan karya tulis ilmiah ini.
5. Intan Maharani Batubara, S.Kep.,Ns., selaku dosen penguji II yang telah
menguji, membimbing dan memberikan masukan – masukan dengan cermat
dalam bimbingan, dan membantu penulisdalam menyempurnakankarya tulis
ilmiah ini.
6. Semua dosen DIII Keperawatan Stikes Kusuma Husada Surakarta yang telah
memberikan bimbingan dengan sabar dan wawasannya serta ilmu yang
bermanfaat kepada kami.
7. Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakata yang telah mengijinkan penulis untuk
melakukan pengelolaan kasus.
8. Kedua orang tuaku yang terhormat, saya haturkan beribu - ribu terimakasih
atas segala kasih sayang selama ini, selalu memberikan semangat, do’a,
pengorbanan, bimbingan serta bantuan material dan spiritual, sehingga
putrimu ini mampu menyelesaikan tugas akhir ini.
9. Teman – teman mahasiswa prodi DIII Keperawatan Stikes Kusuma Husada
Surakarta dan semua pihak yang terkait didalamnya yang tidak bisa penulis
sebutkan satu per satu, yang telah membantu dalam menyusun studi kasus ini.
Semoga karya tulis ilmiah ini dapat bermanfaat untuk perkembangan ilmu
keperawatan dan kesehatan. Amin.
Wassalamu’alaikum. Wr. Wb.
Surakarta, Mei 2014
Penulis
vi
vii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL............................................................................... i
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ................................ ii
LEMBAR PERSETUJUAN.................................................................... iii
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................... iv
KATA PENGANTAR ............................................................................ v
DAFTAR ISI........................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR .............................................................................. ix
DAFTAR TABEL................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN........................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ....................................................... 1
B. Tujuan Penulis ...................................................................... 4
C. Manfaat Penulis .................................................................... 5
BAB II TINJAUAN TEORI
A. Stroke ................................................................................... 7
B. Mobilisasi ............................................................................. 21
C. Dekubitus ............................................................................. 23
BAB III LAPORAN KASUS
A. Identitas Klien.................................................................... 28
B. Pengkajian .......................................................................... 28
C. Perumusan Masalah Keperawatan ...................................... 36
vii
viii
D. Perencanaan Keperawatan .................................................. 38
E. Implementasi Keperawatan................................................. 40
F. Evaluasi Keperawatan......................................................... 43
BAB IV PEMBAHASAN...................................................................... 47
BAB IV SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan ............................................................................ 67
B. Saran .................................................................................. 70
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
viii
ix
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 3.1 Genogram ......................................................................... 30
ix
x
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 3.1 Pola Aktivitas dan Latihan .................................................... 32
Tabel 3.2 Pemeriksaan Ekstermitas........................................................ 35
x
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Lampiran 2
Lampiran 3
Lampiran 4
Lampiran 5
Lampiran 6
Lampiran 7
Lampiran 8
Daftar Riwayat Hidup
Asuhan Keperawatan
Skor Braden
Loog Book
Pendelegasian
Jurnal Utama
Jurnal Pendukung
Lembar Konsul
xi
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Stroke merupakan masalah medis yang utama bagi msyarakat modern
saat ini. Stroke di negara maju merupakan kematian nomer tiga setelah
penyakit jantung dan kanker pada kelompok usia lanjut, sedangkan di
Indonesia menduduki peringkat pertama (Junaidi, 2011). American Heart
Association (AHA) menyebutkan bahwa setiap 45 menit terdapat satu orang
di Amerika yang terkena serangan stroke. Setiap tahunnya 500 ribu orang
Amerika terserang stroke, 400 ribu orang terkena stroke iskemik dan 100
ribu orang menderita stroke hemoragik, dengan 175 ribu orang diantaranya
mengalami kematian (Sikawi, 2013: 2).
Hasil prevelensi stroke di Indonesia menurut tenaga kesehatan meningkat
dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2013 adalah 8,3% per mil orang
menjadi 12,1% per mil orang (Riset Kesehatan Dasar, 2013). Menurut dinas
kesehatan Jawa Tengah, terjadi peningkatan prevalensi stroke dari tahun 2011
sampai dengan 2012 adalah dari 0,12 % menjadi 0,14 % diantaranya adalah
stroke hemoragik pada tahun 2012 (0,07%) lebih tinggi dari tahun 2011
(0,03%) dan prevalensi tertinggi tahun 2012. Prevalensi stroke non
hemoragik pada tahun 2012 sebesar 0,07% lebih rendah dibanding tahun
2011 sebesar 0,09% (Dinas Kesehatan Jateng, 2013: 39). Data dari Rumah
Sakit Dr. Moewardi menunjukan pasien stroke baru dan serangan stroke
1
2
dalam enam bulan terakhir dari bulan Januari 2013 - bulan Juni 2013
mencapai lebih dari 600 pasien (Sulistiyani, 2013).
Stroke adalah gangguan fungsional otak akut atau fokal maupun global
akibat tersumbatnya aliran darah ke otak karena perdarahan ataupun
sumbatan, adanya serangan defisit neurologis vokal berupa kelemahan atau
kelumpuhan lengan atau tungkai atau salah satu sisi dari tubuh (Junaidi, 2011:
13). Gejala neurologis yang timbul tergantung dari berat ringannya gangguan
pembuluh darah dan lokasinya, gejala stroke akut berupa gangguan
penglihatan, kelumpuhan wajah atau anggota gerak (hemiparase) yang timbul
mendadak, gangguan semibilitas pada salah satu atau lebih anggota badan
(gangguan hemisensorik), perubahan status mental (konfusi, delirium, stupor,
koma), bicara tidak lancar atau ucapan kurang (Pudiastuti, 2011: 161-162).
Penderita stroke membutuhkan program rehabilitas. Mobilisasi
merupakan rehabilitas awal yang dapat mengurangi semua komplikasi yang
berhubungan dengan tempat tidur diantaranya adalah bekuan darah,
dekubitus, penumonia, atrofi dan kekauan sendi, kontraktur, dan kematian
(Junaidi, 2011: 40). Mobilisasi merupakan kemampuan seseorang untuk
bergerak bebas, mudah, teratur, dan mempunyai tujuan untuk memenuhi
kebutuhan hidup sehat dan pentingnya untuk kemandirian (Sari dan Sitorus,
2013: 68). Ada dua jenis mobilisasi yaitu mobilisasi pasif adalah mobilisasi
dimana pasien dalam menggerakkan tubuhnya dengan cara dibantu dengan
orang lain secara total atau keseluruhan, sedangkan mobilisasi aktif adalah
dimana pasien dalam menggerakkan tubuh dilakukan secara mandiri tanpa
bantuan dari orang lain (Sari dan Sitorus, 2013: 68).
3
Gangguan kelumpuhan anggota gerak (hemiparase) dapat menyebabkan
gangguan mobilisasi/ imobilisasi. Imobilisasi adalah sebagai suatu keadaan
ketika individu mengalami atau beresiko mengalami keterbatasan gerak fisik.
Perubahan dalam tingkat mobilitas fisik dapat mengakibatkan intruksi
pembatasan gerak dalam bentuk tirah baring, kehilangan fungsi motorik
(Potter dan Perry, 2005:1193).
Menurut Nettina (1996) dalam Martini (2012), pada pasien stroke dengan
gangguan mobilisasi, pasien hanya berbaring saja tanpa mampu mengubah
posisi dan pasien tirah baring di tempat tidur dalam waktu yang cukup lama,
maka pasien yang tanpa merubah posisi akan berisiko tinggi terjadinya luka
tekan/ dekubitus. Berdasarkan keterbatasan tersebut, maka tindakan
pencegahan dekubitus harus dilakukan sedini mungkin. Menurut Subandar
(2008) dalam Aini (2013), menujukan bahwa di Amerika serikat pasien
stroke yang di rawat inap di rumah sakit menderita dekubitus mencapai 3-
10% dan 2,7% resiko terjadi dekubitus baru. Menurut Suriadi (2007) dalam
Aini (2013) angka kejadian luka dekubitus di Indonesia mencapai 33,3%.
Dekubitus adalah suatu area yang terlokalisir dengan jaringan yang
mengalami nekrosis biasanya terjadi pada bagian permukaan tulang yang
menonjol, sebagai akibat dari tekanan dalam jangka waktu yang lama yang
dapat menyebabkan peningkatan tekanan kapiler (Suriadi, 2004: 17).
Dekubitus dapat menyebabkan nyeri yang berkepanjangan, rasa tidak
nyaman, serta menyebabkan komplikasi berat yang mengarah ke sepsis,
infeksi kronis, sellulitis, osteomyelitis, dan meningkatkan prevalensi
mortalitas pada klien lanjut usia (Martini, 2012).
4
Penelitian sebelumnya mengatakan ada pengaruh mobilisasi pasif
terhadap pencegahan dekubitus pada pasien bedrest (Sari dan Sitorus, 2013:
72). Studi awal yang lakukan di Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta,
penulis mendapatkan pasien stroke hemoragik yang mengalami bedrest total
di ruang HCU Anggrek II. Penulis mendapatkan data pasien mengalami
bedrest dan beresiko terjadi luka tekan atau dekubitus. Pemberian mobilisasi
pasif akan mencegah terjadinya luka tekan atau dekubitus pada pasien
bendrest, sehingga penulis tertarik untuk menulis karya tulis ilmiah dengan
judul “Pemberian Mobilisasi Pasif terhadap Pencegahan Dekubitus pada
Asuhan Keperawatan Tn. P dengan Stroke Hemoragik di Ruang HCU
Anggek II Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta”
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui pemberian mobilisasi pasif terhadap pencegahan
dekubitus pada Asuhan Keperawatan dengan Stroke Hemoragik di Ruang
HCU Anggek II Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta.
2. Tujuan Khusus
a. Penulis mampu melakukan pengkajian pada pasien dengan Stroke
Hemoragik.
b. Penulis mampu merumuskan masalah pada pasien dengan Stroke
Hemoragik.
c. Penulis mampu menyusun rencana keperawatan dengan Stroke
Hemoragik.
5
d. Penulis mampu melakukan imlementasi keperawatan pada pasien
dengan Stroke Hemoragik
e. Penulis mampu melakukan evaluasi pada pasien dengan Stroke
Hemoragik.
f. Penulis mampu menganalisa hasil tindakan keperawatan pemberian
mobilisasi pasif terhadap pencegahan dekubitus pada Tn. P dengan
Stroke Hemoragik.
C. Manfaat Penulisan
1. Pasien dan keluarga
Memberikan informasi perawatan alternatif yang dapat dilakukan
keluarga atau pasien untuk mencegah terjadinya dekubitus.
2. Rumah sakit
Memberikan masukan bagi rumah sakit untuk menerapkan mobilisasi
pasif dalam pencegahan dekubitus pada Asuhan Keperawatan dengan
Stroke Hemoragik.
3. Pendidikan
Memberikan referensi dan informasi bagi mahasiswa dan institusi
mengenai pemberian mobilisasi pasif terhadap pencegahan dekubitus
pada Asuhan Keperawatan dengan Stroke Hemoragik.
4. Profesi Keperawatan
6
Hasil penulis ini diharapkan mampu memberikan sumbangan pemikiran
dan informasi dibidang keperawatan tentang pemberian mobilisasi pasif
terhadap pencegahan dekubitus pada Asuhan Keperawatan dengan Stroke
Hemoragik.
5. Penulis
Menambah wawasan dan pengetahuan mengenai pemberian mobilisasi
pasif terhadap pencegahan dekubitus pada Asuhan Keperawatan dengan
Stroke Hemoragik.
7
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Stroke
1. Definisi
Stroke atau biasanya disebut CVA (Cerebrovaskular Accident) adalah
kerusakan jaringan otak yang disebabkan karena berkurangnya suplai
darah secara tiba-tiba, jaringan di otak yang mengalami hal ini akan mati
dan tidak dapat berfungsi lagi (Auryn, 2007: 38). Stroke adalah gangguan
suplai darah pada sebagian otak, sehingga otak kekurangan darah yang
disebabkan terdapat timbunan plak dan pecahnya membuluh arteri
(Suharto, 2004: 33). Stroke adalah defisit neurologi yang mempuanyai
awita tiba-tiba, berlangsung lebih dari 24 jam dan disebabkan oleh
penyakit serebrovaskuler, karena aliran darah ke otak terganggu. Hal ini
terjadi adanya sumbatan pembuluh darah kerena trombus atau embolus,
atau ruptur pembuluh darah (Marton, 2011: 1026).
2. Jenis - jenis Stroke
Jenis stroke ada dua yaitu sebagai berkut:
a. Stroke hemoragik adalah stroke yang disebabkan oleh adanya
perdarahan, terjadi bila arteri di otak pecah, darah tumpah ke otak atau
rongga antara permukaan luar otak dan tengkorak (Suharto, 2004: 37).
Stroke hemoragik adalah stroke karena pecahnya pembuluh darah
sehingga menghambat aliran darah yang normal dan darah merembas
7
8
ke dalam suatu daerah otak dan merusaknya, stroke hemoragik ada 2
jenis yaitu (Pudiastuti, 2011: 157) :
1) Hemoragik intraserebral: perdarahan yang terjadi dalam jaringan
otak.
2) Hemoragik subaraknoid: pendarahan yang terjadi pada ruang
subaraknoid (ruang sempet antara permukaan otak dan lapisan
yang menutupi otak).
b. Stroke iskemik adalah penyempitan sebuah arteri yang mengarah ke
otak karena aliran darah ke otak terhenti karena arterosklerosis atau
bekuan darah yang menyumbat suatu pembuluh darah (Feigin, 2009:
15). Stroke iskemikadalah terjadi karena tersumbatnya pembuluh
darah ke otak sebagian atau keseluruhan terhenti, stroke iskemik
dibagi menjadi 3 yaitu sebagai berikut (Pudiastuti, 2011: 158) :
1) Stroke trombotik : proses terbentuknya trombus hingga menjadi
gumpalan.
2) Stroke embolik : tertutupnya pembuluh arteri oleh bekuan darah.
3) Hipoperfusion sistemik : aliran darah ke seluruh bagian tubuh
berkurang karena adanya gangguan denyut jantung.
3. Penyebab Stroke
Penyebab stroke ada 3 yaitu:
a. Faktor resiko yang tidak dapat diubah yaitu (Junaidi, 2011: 21) :
1) Umur: semakin tua angka kejian stroke semakin tinggi.
2) Jenis kelamin: laki- laki lebih sering bersiko daripada
perempuan.
9
3) Riwayat keluarga (orang tua, saudara) yang mengalami stroke
usia muda maka yang bersangkutan beresiko tinggi terkena
stroke.
b. Faktor resiko external/ yang dapat diubah diantara lain: hipertensi,
diabetes melitus, serangan lumpuh sementara, pascastroke (mereka
yang pernah mengalami stroke), lipoprotein (lemak jenuh/
abnormalitas), perokok (utamanya rokok segaret), peminum alkohol,
kurang olahraga/ aktivitas fisik, obesitas/ kegemukan, stress fisik dan
mental (Junaidi, 2011: 21).
c. Faktor lain antara lain adalah sebagai berikut (Pudiastuti, 2011: 159-
160):
1) Trombosis serebral : terjadi pada pembuluh darah dimana oklusi
terjdi trombosis dapat menyebabkan iskemia jaringan otak,
edema dan kongesti diarea sekitarnya.
2) Emboli serebral : penyumbatan pada daerah otak karena bekuan
darah, lemak atau udara.
3) Perdarahan intra serebral: pembuluh darah pecah, terjadi karena
asterosklerosis dan hipertensi.
4) Kondisi hiperkoagulasi
5) Penyakit moya-moya (oklusi arteri besar intrakranial yang
progresif).
6) Kelainan hematologis (anemia sel sabit, leukemia).
4. Tanda dan Gejala Stroke
10
Tanda dan gejala stroke adalah muncul rasa lelah pada (muka, bahu,
atau kaki), merasa binggung, sulit bicara, sulit menangkap pengertian,
sulit melihat dengan sebelah mata ataupun kedua mata, tiba - tiba sulit
berjalan dan kehilangan keseimbangan atau koordinasi, sakit kepala hebat
tanpa diketahui penyebabnya (Soeharto, 2004: 34). Tanda dan gejala
stroke adalah gangguan penglihatan, kelumpuhan wajah atau anggota
gerak (hemiparase) yang timbul mendadak, gangguan semibilitas pada
salah satu atau lebih anggota badan (gangguan hemisensorik), verigo,
muntah-muntah atau nyeri kepala (TIK naik), bicara pello atau cedal
(disartia), perubahan status mental (konfusi, delirium, stupor, koma),
bicara tidak lancar atau ucapan kurang (Pudiastuti, 2011: 161-162).
5. Patofisiologi
Stroke hemoragik intraserebral terjadi karena pembuluh darah pecah
dan darah membasahi jaringan otak. Darah ini lalu mengiritasi jaringan
otak sehingga menyebabkan spasme atau penyempitan arteri disekitar
tempat perdarahan. Sel – sel otak berada jauh dari tempat perdarahan juga
akan mengalami kerusakan karena aliran darah terganggu. Selain itu, jika
volume darah keluar lebih dari 50 ml maka dapat terjadi proses desak
rongga kepala, sehingga jaringan otak yang lunak mengalami kerusakan
akibat penekanan oleh jendalan darah. Pecahnya pembuluh darah diotak
mengakibatkan aliran darah ke jaringan otak berkurang dan sel – sel otak
mengalami kerusakkan bahkan kematian karena kekurangan suplai
oksigen dan nutrisi (Indrawati, 2008: 13)
6. Komplikasi Stroke
11
Menurut Henderson (2002) dalam Pudiastuti (2011: 167) stroke yang
berbaring lama dapat menimbulkan masalah emosional dan fisik,
diantarnya:
a. Bekuan darah
Mudah terbentuk pada kaki yang lumpuh menyebabkan penimbunan
cairan, pembengkakan dan dapat menyebabkan embolisme paru yaitu
sebuah bekuan yang terbentuk dalam satu arteri yang mengalirkan
darah ke paru.
b. Dekubitus
Bagian yang bisa mengalami memar adalah pinggul, pantat, sendi
kaki, tumit, bila terjadi mememar segera dirawat, apabila tidak
dirawat dapat menyebkan infeksi.
c. Pneumonia
pasien stoke tidak bisa batuk dan menelan dengan sempurna, hal ini
menyebabkan cairan berkumpul di paru dan selanjutnya
menimbulkan pneumonia.
d. Atrofi dan kekakuan sendi
Hal ini disebabkan karena kurang gerak dan mobilisasi.
B. Asuhan Keperawatan
Asuhan keperawatan adalahtindakan yang beruntut yang dilakukan
secara sistematik untuk menentukan masalah klien dengan membuat
perencanaan untuk mengatasinya, melaksanakan rencana itu atau menugaskan
orang lain untuk melaksanakannya dan mengevaluasi keberhasilan secara
efektif terhadap masalah yang diatasinya tersebut (Setiadi, 2012 : 1). Proses
12
keperawatan di indonesia ada 5 standar yaitu pengkajian, diagnosa
keperawatan, intervensi, implementasi, dan evaluasi.
1. Pengkajian
Menurut Iyer (1996) dalam Nursalam (2008: 29), pengkajian adalah
proses keperawatan dan merupakan suatu proses pengumpulan data
secara yang sistematis dari berbagai sumber untuk mengevaluasi dan
mengidentifikasi status kesehatan klien, pengkajian merupakan dasar
utama dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan kebutuhan
individu (klien). Pengkajian keperawatan stroke meliputi anamnesa
riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, pemeriksaan diagnostik dan
pengkajian psikososial (Mutaqin, 2008: 248)
a. Anamnesa
1) Meliputi identitas nama, usia (kebanyakan terjadi pada lanjut usia),
jenis kelamin, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan
jam masuk rumah sakit, nomer registrasi, dan diagnosa medis.
2) Keluhan utama sering menjadi alasan klien untuk meminta bantuan
kesehatan adalah kelemahan anggota gerak sebelah, bicara pelo,
tidak dapat berkomunikasi, dan penurunan tingkat kesadaran.
b. Riwayat penyakit saat ini
Serangan stroke hemoragik biasanya serangan mendadak pada saat
klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala
hebat, mual muntah, kadang kejang dan tidak sadarkan diri, dan
kelumpuhan badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
c. Riwayat penyakit dahulu
13
Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes
militus, penyakit jantung, riwayat trauma kepala, adanya riwayat
merokok, dan penggunaan alkohol.
d. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat anggota keluarga yang menderita hipertensi,
diabetes militus, adanya riwayat stroke dari generasi dahulu.
e. Pengkajian psiko-sosio-spiritual
Pengkajian psikologis klien stroke ada beberapa kemungkinan yaitu
dalam pengkajian koping penting untuk mengetahuai respon emosi
klien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien
dalam keluarga dan masyarakat serta pengaruh dalam kehidupan
sehari – hari. Ada perubahan hubungan dan peran kerena klien
mengalami kesukaran untuk komunikasi akibat gangguan bicara. Pola
persepsi dan konsep diri yang didapatkan klien tidak berdaya, mudah
marah, tidak kooperatif. Pola nilai dan kepercayaan, klien biasanya
jarang beribadah spiritual karena tingkah laku tidak stabil, kelemahan
atau kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh/ anggota gerak.
f. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik meliputi:
1) Kedaan umum : umumnya mengalami penurunan ksadaran,
gangguan dalam bicara: bicara sukar dimengerti, kadang tidak
bisa bicara. Tanda-tanda vital: tekanan darah meningkat, nadi
bervariasi.
14
2) B1 (Breating) : inspeksi didapatkan klien sesak nafas,
menggunakn otot bantu nafas, dan meningkatnya frekuensi
pernafasan. Auskultasi terdengar bunyi ronkhi pada klien dengan
peningkatan produksi skeret dan dan kempuan batuk menurun
pada klien stroke dengan penurunan tingkat kesadaran (koma).
3) B2 (Blood) : pengkajian pada sistem kardiovaskuler didapatkan
hipovelemik yang sering terjadi pada klien stroke. Tekanan darah
terjadin peningkatan dan bisa terjadi adanya hipertensi masif TD
< 200 mmHg.
4) B3 (Brain) : Stroke dapat menyebabkan defisit neurologi
tergantung pada lokasi lesi (pembuluah mana yang tesembut),
lesi yang rusak tidak dapat kembali sempurna. Tingkat kesadaran
klien penting dalam pengkajian persyafaran. Tingkat kesadaran
pasien stroke biasnya latergi, stupor, dan semikomatosa.
Pengkajian saraf kranial:
a) Saraf I: biasanya klien stroke tidak ada kelainan pada fungsi
penciuman.
b) Saraf 2: gangguan hubungan visual-spasial (mendapatkan
hubungan dua atau lebih obyek dalam area spasial) sering
terlihat pada klien dengan hemiplegia sinestra.
c) Saraf III, IV, VI: mengakibatkan paralisis sesisi otot okularis
diadaptkan penurunan gerak konjugat unilateral disisi yang
sakit.
15
d) Saraf V: paralisis saraf trigiminus didapatkan penurunan
mengunyah.
e) Saraf VII: wajah asimetris, otot wajah tertarik pada bagian
yang sehat.
f) Saraf VIII: tidak ditemukan adanya tuli konduktif atau tuli
persepsi.
g) Saraf IX dan X: kemampuan menelan kurang baik,
kesukaran membuka mulut.
h) Saraf XI: tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan
trapezius.
i) Saraf XII: lidah simetris, inda pengecap normal.
5) B4 (Bladder) : mungkin mengalami inkoatinensia urine
sementara karena konfusi, ketidakmampuan mengomunikasikan
kebutuhan dan ketidakmampuan menggunakan urineal. Kadang –
kadang kontrol spingter urinarius eksternal menghilang atau
berkurang.
6) B5 (Bowel) : didapatkan kesulitan menelan, nafsu makan
menurun, dan muntah pada fase akut. Pola defekasi mengalami
konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.
7) B6 (Bone) : kehingan kontrol volunter terhadap gerakan motorik,
karena gangguan pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukan
kerusakan pada neuro motor pada sisi yang berlawanan dari otak.
2. Diagnosa keperawatan
16
Menurut North American Nursing Diagnosis Association (NANDA)
diagnosa keperawatan adalah keputusan klinis mengenai respons individu
(klien dan masyarakat) tentang masalah kesehatan aktual atau potensial
sebagai dasar seleksi intervensi keperawatan untuk mencapai tujuan
asuhan keperawatan sesuai dengan kewenangan perawat, semua diagnosa
harus didukung oleh data (Nursalam, 2008: 59)
a. Perubahan perfusi jaringan otak berhubungan dengan perdarahan
intraserebri, penekanan jaingan otak dan edema otak.
b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparase/
hemiplagia, kelemahan neuromusukular pada ekstermitas.
c. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring
lama.
d. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan kehilangan
kontrol tonus otot fasial atau oral.
3. Intervensi keperawatan
Rencanaan keperawatan/ intervensi adalah tindakan yang dilakukan oleh
perawat untuk memperoleh hasil yang diharapkan seperti telah
diidentifikasi untuk keperluan pasien (Vaughans, 2013: 27).
a. Perubahan perfusi jaringan otak berhubungan dengan perdarahan
intraserebri, penekanan jaingan otak dan edema otak
Tujuan : Dalam waktu 2 x 24 jam perfusi jaringan ke otak dapat
tercapai optimal.
Kriteria hasil: klien tidak gelisah, tidak ada keluhan nyeri kepala,
mual, kejang, GCS (E4 V5 M6), pupil isokor, reflek cahaya ada (+),
17
TTV normal (tekanan darah: 100-130/70-90 mmHg, nadi: 60-
100x/menit, S: 36- 36,7 o C, RR: 16 - 20x/menit).
Intervensi
1) Monitor tanda- tanda vital
Rasional: untuk mengetahui keadaan normal tekanan darah
sistemik berubah secara fluktuasi.
2) Tirah baring total dengan posisi tidur terlentang tanpa bantal
Rasional: perubahan pada tekanan intrakranial akan dapat
menyebabkan resiko terjadinya hemiasi otak.
3) Anjurkan klien untuk mengeluarkan nafas apabila bergerak atau
berbalik ditempat tidur.
Rasional: mengeluarkan nafas sewaktu bergerak atau mengubah
posisi dapat melindungi diri dari efek valsava.
4) Kolaborasi dalam pemberian per infus dengan perhatian ketat.
Rasional: meminimalkan fluktuasi pada beban vaskuler dan TIK,
retriksi cairan, dan dapat menurunkan odema serebri.
b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparase/
hemiplagia, kelemahan neuromusukular pada ekstermitas.
Tujuan : dalam waktu 2 x 24 jam klien mampu melaksanakan
aktivitas fisik sesuai dengan kemampuannya.
Kriteria hasil: klien mampu ikut serta dalam program latihan,
meningkatnya kekuatan otot.
Intervensi
1) Kaji teratur fungsi motorik
18
Rasional: mengatahui tingkat kemampuan dalam melakukan
aktivitas.
2) Lakukan gerak pasif pada ekstermitas yang sakit
Rasional: otot volunter akan kehilangan tonus otot dan
kekuatannya bila tidak dilatih untuk bergerak.
3) Anjurkan pada pasien melakukan latihan gerak aktif pada
ekstrmitas yang tidak sakit.
Rasional: gerakan aktif memberikan massa, tonus dan kekuatan
otot, serta memperbaiki fungsi jantung dan pernafasan.
4) Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik
Rasional: meningkatkan kemampuan dalam mobilisasi
ekstremitas dapat ditingkatkan dengan latihan fisik dan tim
fisioterapis.
c. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring
lama.
Tujuan: dalam waktu 2 x 24 jam mampu mempertahankan keutuhan
kulit.
Kriteria hasil: klien mampu berpartisispasi dalam mencegah luka,
tidak ada tanda-tanda kemerahan
Intervensi
1) Observasi terhadap eritema, kepucatan kulit dan palpasi area
sekitar terhadap kehangantan dan perlunakan jaringan tiap
mengubah posisi
Rasional: hangat dan perlunakan adalah tanda kerusakan jaringan.
19
2) Ubah posisi tiap 2 jam
Rasional: untuk mencegah terjadinya trauma atau iskemia
jaringan.
3) Anjurkan untuk melakukan latihan ROM dan mobilisasi jika
mungkin.
Rasional: meningkatkan aliran darah keseluruh tubuh.
4) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk memberikan protein dan
mineral yang cukup.
Rasional: untuk memnbantu memberikan asupan makanan pada
sel – sel kulit.
d. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan kehilangan
kontrol tonus otot fasial atau oral.
Tujuan: dalam waktu 2 x 24 jam klien mampu mengeprsikan
perasaanya, mampu menggunakan bahasa isyarat.
Kriteria hasil: tercipta suatu komunikasi diamana kebutuhan klien
dapat terpenuhi, klien mampu merespon setiap berkomunikai secara
verbal maupun isyarat.
Intervensi keperawatan
1) Kaji tipe disfungsi
Rasional : membantu menentukan kerusakan area pada otak dan
menentukan kesulitan klien dalam komunikasi.
2) Bicara dengan nada normal dan hindari ucapan yang terlalu cepat
Rasional: klien tidak dipaksa untuk mendengarkan, tidak
menyebabkan klien marah dan frustasi.
20
3) Perintahkan klien untuk menyebutkan benda yang diperhatikan
Rasional: menguji afaksia misalnya klien dapat mengenal benda
tersebut, tetapi tidak mampu menyebutkan namanya.
4) Kolaborasi : konsulkan ke ahli terpai wicara
Rasional: mengkaji kemampuan verbalinduvidual dan sensorik
motorik dan fungsi kognitif untuk mengidentifikasi defisit dan
kebutuhan terapi.
C. Mobilisasi
1. Definisi
Mobilisasi adalah kemapuan seseorang untuk bergerak secara bebas,
mudah dan telatur yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup
sehat (Mubarak dan Nurul C, 2007: 220). Menurut Hidayat (2006) dalam
Sari dan Sitorus (2013: 68), mobilisasi merupakan kemampuan seseorang
untuk bergerak bebas, mudah, teratur, dan mempunyai tujuan untuk
memenuhi kebutuhan hidup sehat dan pentingnya untuk kemandirian
suatu keadaan ketika individu mengalami atau beresiko mengalami
keterbatasan gerak fisik disebut dengan imobilisasi. Perubahan dalam
tingkat mobilitas fisik dapat mengakibatkan intruksi pembatasan gerak
dalam bentuk tirah baring , kehilangan fungsi motorik (Potter dan Perry,
2005:1193).
2. Jenis Mobilisasi
Menurut Priharjo (1997) dalam Sari dan Sitorus (2013: 68), jenis
mobilisasi ada 2 yaitu mobilisasi pasif dan mobilisasi aktif. Mobilisasi
pasif adalah mobilisasi dimana pasien dalam menggerakkan tubuhnya
21
dengan cara dibantu dengan orang lain secara total atau keseluruhan,
sedangkan mobilisasi aktif adalah dimana pasien dalam menggerakkan
tubuh dilakukan secara mandiri tanpa bantuan dari orang lain.
3. Tujuan Mobilisasi
Menurut Susan (2004) dalam Sari dan Sitorus (2013: 69), ada
beberapa tujuan dari mobilisasi pasien bedrest totalantara lain:
mempertahankan fungsi tubuh dan memperlancar peredaran darah
sehingga mempercepat penyembuhan luka, mencegah terjadinya eritmia/
luka, membantu pernafasan menjadi lebih baik, meningkatkan dan
mempertahankan kekuatan otot, memperlancar eliminasi alvi dan urin,
memberikan kesempatan perawat dan pasien untuk berinteraksi atau
berkomunikasi
4. Posisi Mobilisasi Pasif
Menurut WHO (2005) dalam Sari dan Sitorus (2013: 69 - 70),
mobilisasi pasif untuk pasien bedrest adalah pemberian posisi terlentang
dan posisi setengah duduk (semi fowler), pemberian posisi miring/ sim
kiri, pemberian posisi miring/ sim kanan, gerakan menekuk dan
meluruskan sendi bahu, gerakan menekuk dan meluruskan siku, gerakan
memutar pergelangan tangan, gerakan menekuk dan meluruskan
pergelangan tangan, gerakan memutar ibu jari, gerakan menekuk dan
meluruskan pangkal paha, gerakan menekuk dan meluruskan lutut dan
gerakan memutar pergelangan kaki.
Pada pasien stroke dengan gangguan mobilisasi, pasien hanya
berbaring saja tanpa mampu untuk mengubah posisi karena keterbatasan
22
tersebut, maka tindakan pencegahan dekubitus harus dilakukan sedini
mungkin pada pasien stroke dengan gangguan mobilisasi, yang
mengalami tirah baring/ bedrest total di tempat tidur dalam waktu yang
cukup lama, dan tanpa merubah posisi akan berisiko tinggi terjadinya
luka tekan/ dekubitus (Martini, 2012).
D. Dekubitus
1. Definisi
Dekubitus juga terjadi akibat iskemia dan anoreksia jaringan, jaringan
yang membelok dan kontriksi kuat pada pembuluh darah akibat tekanan
persisten pada kulit dan struktur dibawah kulit sehingga respirasi seluler
terganggu dan sel menjadi mati (Fundamental keperawatan, 2005: 1996).
Dekubitus adalah suatu area yang terlokalisir dengan jaringan yang
mengalami nekrosis biasanya terjadi pada bagian permukaan tulang yang
menonjol, sebagai akibat dari tekanan dalam jangka waktu yang lama yang
dapat menyebabkan peningkatan tekanan kapiler (Suriadi, 2004: 17).
2. Derajad dekubitus
Ada 4 derajad dekubitus yaitu sebagai berikut (Suriadi, 2004: 21) :
a. Tingkat I : adanya eritema atau kemerahan pada kulit setempat yang
menetap, atau bila ditekan dengan jari tanda eritema atau kemerahan
tidak kembali putih.
b. Tingkat II : adanya kerusakan pada epitel kulit yaitu lapisan epidermis
atau dermis. Kemudian dapat ditandai dengan adanya luka lecet atau
melepuh.
23
c. Tingkat III: kerusakan pada semua lapisan kulit atau sampai jaringan
subkutan, dan mengalami nekrosis dengan tanpa kapasitas yang dalam.
d. Tingkat IV: adanya kerusakan pada ketebalan kulit dan nekrosis
hingga sampai ke jaringan otot bahkan tulang atau tendon dengan
kapasitas yang dalam.
3. Tanda- tanda dekubitus berupa :eritema, pucat, lesi ulkus, ulkus
superficial, abrasi, lecet, adanya lubang yang dangkal, jaringan nekrotik,
terdapat lubang yang dalam dengan atau tanpa merusak jaringan
sekitarnya, nekrosis jaringan, kerusakan otot, tulang, atau tendon (Aini,
2013).
4. Skala Braden
a. Skala braden untuk memprediksi risiko luka dekubitus, faktor yang
mempengaruhi luka dekubitus (Suriadi, 2004: 27 – 29) :
1) Persepsi sensori
a) Keterbatasan penuh, klien tidak ada respon terhadap
rangsangan nyeri.
b) Sangat terbatas, klien hanya merespon rangsangan nyeri.
c) Keterbatasan ringan, klien dapat menyampaikan respon tidak
nyaman untuk merubah posisi yang membatasinya untuk
dapat merasakan nyeri atu rasa tidak nyaman pada salah satu
atau kedua ekstermitas.
d) Tidak ada gangguan, klien dapat merespon panggilan dan
tidak memiliki penurunan persepsi sensori sehingga dapat
menyatakan rasa tidak nyaman.
24
2) Kelembaban
a) Selalu lembab, kulit selalu dalam keadaan lembab oleh
keringat, urin dan lainnya, keadaan lembab dapat dilihat pada
setiap kali pasien digerakkan atau dibalik.
b) Umumnya lembab, karena kulit sering terlihat lembab akan
tetapi tidak selalu. Pakaian pasien atau alas tempat tidur harus
diganti satu kali setiap dinas.
c) Kadang – kadang lembab, karena kulit kadang – kadang
lembab ganti seprai dan baju minimal satu kali sehari.
d) Jarang lembab, karena kulit keadaan kering pakaian atau alas
tempat tidur diganti sesuai dengan jadwal rutin penggantian.
3) Aktivitas
a) Total ditempat tidur, klien hanya berbaring ditempat tidur
b) Dapat duduk, kemampuan untuk berjalan sangat terbatas atau
sama sekali tidak bisa dan tidak mampu menahahn berat
badan.
c) Berjalan kadang – kadang, pasien hanya berjalan disiang hari
saja.
d) Sering jalan – jalan, klien sering jalan - jalan keluar.
4) Mobilisasi
a) Tidak mampu bergerak sama sekali, klien tidak dapat
merubah badan atau ekstermitas.
b) Sangat terbatas, kadang- kadang klien dapat merubah posisi
badan atau ekstremitas.
25
c) Tidak ada masalah, klien bergerak secara mandiri.
d) Tanpa keterbatasan, klien dapat merubah posisi badan secara
tepat dan sering merubah posisi badan.
5) Nutrisi
a) Sangat buruk, tidak pernah menghabiskan makanan, jarang
menghabiskan makan lebih dari 1/3 porsi yang telah
diberikan.
b) Kurang mencukupi, jarang sekali klien menghabiskan
makanan dan biasanya menghabiskan ½ porsi makanan yang
diberikan.
c) Mencukupi, satu hari makan tiga kali sehari dan
mengkonsumsi lebih dari ½ posi.
d) Sangat baik, klien mampu menghabiskan makanan yang
diberikan, tidak pernah menolak maknanan.
6) Pergerakan dan pergeseran
a) Bermasalah, memerlukan bantuan sedang samapai maksimal
untuk bergerak.
b) Potensial bermasalah, bergerak atau memerlukan bantuan
minimal.
c) Keterbatasan ringan, sering merubah posisi badan atau
ekstermitas secara mandiri meskipun hanya gerak ringan.
b. Skor skala Braden
Menurut Braden (2002) dalam Pujiarto (2011: 2), skala Braden
mempunyai nilai antara 1 sampai dengan 4, total score antara 6 sampai
26
dengan 23, penilaian bila score 18 - 15 resiko ringan , score 14 - 13
resiko sedang , score 12-10 resiko tinggi , dan score 9 atau kurang
sangat beresiko.
27
BAB III
LAPORAN KASUS
Asuhan Keperawatan Tn. P dengan Stroke Hemoragik di Ruang HCU
Anggek II Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta mulai dilaksanakan pada tanggal
08 April 2014. Asuhan keperawatan ini dilaksanakan mulai dari identifikasi klien,
pengkajian, perumusan masalah, intervensi, implementasi dan evaluasi.
A. Identitas Klien
Pengkajian dilakukan pada tanggal 08 April 2014, jam 07.40 WIB, pada
kasus ini dilakukan dengan metode pengkajian adalah alloanamnesa. Pasien
masuk pada tanggal 07 April 2014. Pengkajian tersebut didapatkan hasil
identitas pasien, bahwa pasien bernama Tn. P, umur 60 tahun, agama islam,
pendidikan SD, pekerjaan swasta, alamatnya Sukoharjo, nomer ragister
01249xxx, diruang HCU Anggrek II Rumah Sakit Dr. Moewardi surakarta.
Sejak pasien dirawat dokter mendiagnosa bahwa Tn. P menderita penyakit
stroke hemoragik. Penanggung jawab pasien adalah Ny. N, umur 59 tahun,
pendidikan SD, pekerjaan swasta, alamat Sukoharjo, hubungan dengan pasien
adalah istri.
B. Pengkajian
Hasil dari pengkajian tentang riwayat keperawatan, keluhan utama
keluarga mengatakan lemas. Riwayat penyakit sekarang keluarga mengatakan
Pada tanggal 07 April keadaan Tn. P lemas dan tidak dapat melakukan duduk
27
28
sendiri, dan semua aktivitas dibantu oleh keluarga, lalu Tn. P diperisa bidan
setempat dengan tekanan darah 170/110 mmHg dan bidan menyarankan
sebaiknya Tn. P dibawa ke rumah sakit. Lalu keluarga membawa klien ke
Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta dengan tekanan darah 170/110 mmHg,
nadi 120x/ menit, pernafasan 20x/ menit, suhu 37,5o C, nilai gasglow coma
scale (GCS) E2 V2 M4. Lalu Tn. P dirawat inap di HCU Anggek II. Dari hasil
pengkajian tanggal 08 April 2014 didapatkan data nadi 120x/ menit, tekanan
darah 158/107 mmHg, SpO2 98%, pernafasan 20x/ menit, suhu 37,5o C,
kesadaran somnolent, nilai GCS 9 (V2 E3 M4), hemiparase dextra, tidak
mampu menggerakan tangan dan kaki kanan, kekuatan otot (tangan kanan 0,
kaki kanan 1) kekuatan otot( tangan kiri 3, kaki kiri 2).
Riwayat penyakit dahulu, keluarga klien mengatakan Tn. P mempunyai
riwayat stroke dan hipertensi sebelumnya, pernah rawat inap di Panti Waluyo
bulan November 2013 selama 14 hari, yang 3 hari berada di ICU Panti
Waluyo. Tn. P tidak pernah mengalami kecelakaan sebelumnya dan tidak
mempunyai riwayat alergi. Keluarga klien mengatakan sebelum sakit Tn. P
mempunyai riwayat merokok satu hari menghabiskan satu batang rokok.
Riwayat kesehatan keluarga, keluarga klien mengatakan dalam anggota
keluarganya ada yang mempunyai riwayat yang sama hipertensi dan stroke.
Saudara laki- laki dan perempuan Tn. P meninggal karena menderita stroke
hemoragik.
29
Keterangan :
/ : meninggal : Tn. P (60 tahun): Perempuan : penyakit stroke: laki-laki
: keturunan: menikah: tinggal serumah
Gambar 3.1 Genogram
Riwayat kesehatan lingkungan, keluarga klien mengatakan Tn. P tinggal
di desa dengan keadaan lingkungan yang bersih jauh dari polusi udara, di
dalam rumah terdapat ventilasi dan jedela yang cukup untuk perukaran gas
dan mempunyai tempat pembuangan sampah yang baik.
Pola pengkajian primer airway, tidak ada gangguan jalan nafas.
Breathing dalam pernafasan tidak ada suara tambahan, klien tidak
mengguanakan otot bantu pernafasan, pernafasan 20x/ menit, irama teratur,
SpO2 98%, terpasang oksigen3 liter/ menit. Circulation nadi 120x/ menit,
irama telatur, tekanan darah 158/ 107 mmHg, capillary refile < 2 detik, akral
hangat. Disability kesadaran somnolent, nilai GCS 9 V2 E3 M4, ada reflek
cahaya, pupil isokor. Exposure tidak ada jejas, tidak ada luka tekan/
dekubitus, tidak ada eritema pada bagian yang menonjol (seperti punggung,
30
bokong, tumit kaki) dan skala braden 11 (persepsi sensori sedikit terbatas
nilai 3, kadang- kadang lembab nilai 3, berbaring total nilai 1, imobilisasi
nilai 1, nutrisi tidak adekuat nilai 2, gerakan bermasalah nilai 1).
Hasil pengkajian pola kesehatan fungsional dengan 11 pola Gordon
didapatkan data pola persepsi dan pemeliharaan, istri klien mengatakan
persepsi stroke adalah tidak dapat melakukan aktivitas dan mengalami
kelumpuhan di anggota gerak. Pemeliharan dalam kesehatan saat di rumah
keluarga berusaha untuk meningkatkan kesehatan dan aktivitas klien, setiap 3
minggu sekali Tn. P dilakukan fisioterapis, dan setiap hari klien di latih istri
dan anaknya untuk latihan berdiri dan berjalan dengan tongkat.
Pola nutrisi dan metabolik selama sakit Tn. P dapat diit bubur encer satu
gelas blimbing, frekuensi 3x sehari, klien dapat menghabiskan ½ porsi dari
yang diberikan. Pola eliminasi sebelum sakit istri klien mengatakan Tn. P
BAK 6-7 kali sehari ± 200 cc sekali BAK, warna kuning jernih, tidak ada
keluhan, dan BAB 1 kali sehari, dengan kostipasi lunak dan tidak ada
keluhan. Selama sakit pola eliminasi Tn. P terpasang dower cateter (DC),
jumlah urin 600cc/8 jam warna kuning jernih, tidak ada keluhan, klien belum
BAB. Balance cairan selama 8 jam intake: total: 1011cc (minum 200cc,
makan 200cc, infus 500cc, obat manitol 100cc, ketorolac 1cc, omeprazole
10cc), output: 900cc (urin 600cc/ 8 jam, insensibel water loss (IWL) dengan
berat badan 60 kg, rumus IWL 15cc x kgBB (berat badan) = (15 x 60) : 3 =
300 cc 300 cc/ 8 jam), balance cairan (input – output) = 1001cc – 900cc =
+111cc.
Tabel 3.1 Pola Aktivitas dan Latihan Tn. P di ruang HCU Angrek II
31
Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta08 April 2014
Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4
Makan dan minum √Toileting √Berpakaian √Mobilitas di tempat tidur √Berpindah √Ambulasi / ROM √Keterangan:0: mandiri; 1: dengan alat bantu; 2: dibantu orang lain; 3: dibantu orang lain
dan alat; 4: tergantung total.
Pola tidur sebelum sakit, keluarga klien mengatakan Tn. P dapat tidur
nyenyak dimalam dan siang hari, klien tidak mengalami gangguan pola tidur,
malam hari klien dapat tidur 7 - 8 jam dan tidur siang ± 1 jam selama sakit
keluarga klien mengatakan Tn. P dapat tidur malam dan siang hari dan selama
di HCU Anggrek II Tn. P sering tidur.
Pola kognitif dan perseptual sebelum sakit keluarga klien mengatakan
pendengaran dan penglihatan baik, dapat mengenali orang sekitar, bicara pelo
tapi dapat dimengerti, selama sakit kesadaran pasien somnolent, pendengaran
dan penglihatan terganggu, bicara tidak jelas/ geremeng saja.
Pola persepsi konsep diri belum dapat terkaji karena Tn. P disorientasi
atau masih binggung. Pola hubungan peran sebelum sakit istri klien
mengatakan hubungan dengan keluarga dan tetangga sekitar baik, tidak ada
masalah, selama sakit istri mengatakan hubungan dengan keluarga, tetangga,
dan anak - anaknya terjalin baik dan tidak mempunyai masalah.
Pola seksual dan reproduksi, istri klien mengatakan Tn. P mempunyai
anak 3, anak 2 perempuan dan 1 anak laki – laki, dan Tn. P mempunyai 6
orang cucu. Pola mekanisme koping, sebelum sakit istri mengatakan apabila
32
Tn. P mempunyai masalah selalu bercerita kepada istri dan anak-anaknya,
agar diberikan solusi dan nasehat untuk memecahkan masalah yang
dialaminya, dan selama sakit Tn. P belum dapat terkaji karena Tn. P
mengalami disorientasi. Sistem nilai dan keyakinan sebelum sakit istri klien
mengatakan saat dirumah klien rajin melakukan sholat 5 waktu dengan
bantuan istri atau anaknya, selama sakit istri klien mengatakan Tn. P belum
bisa melakukan sholat karena kondisi Tn. P masih lemas.
Hasil pemeriksaan fisik, kesadaran somnolent dengan GCS 9 (V2 E3 M4),
tanda – tanda vital nadi 120x/ menit teraba kuat, tekanan darah 158/107
mmHg, SpO2 98%, pernafasan 20x/ menit, suhu 37,5o C. Pemeriksaan kepala
bentuk kepala masohepal, kulit kepala bersih, rambut kuat beruban, tidak
berketombe. Pemeriksaan muka palpebra sedikit kehitaman, konjungtiva
tidak anemis, sclera tidak ikterik, pupil isokor, ada reflek terhadap cahaya,
tidak menggunakan alat bantu penglihatan. Hidung bersih, tidak ada sekret,
tidak ada polip. Mukosa bibir lembab, tidak ada sariawan, tidak ada gigi palsu
dan gigi bersih. Telinga kanan dan kiri simetris, tidak ada serumen berlebih,
tidak menggunakan alat bantu pendengaran.
Pengkajian saraf otak atau 12 syaraf kranial yaitu nervus I olfaktorius,
klien hanya mampu merespon bau - bauan dengan perubahan ekspresi, tetapi
tidak mampu menyebutkannya. Nervus II optikus, fungsi penglihatan kurang
baik, bola mata tidak dapat mengikuti gerakan cahaya. Nervus III
okulomotorius, reaksi pupil tidak ada gangguan, ada reflek terhadap cahaya,
klien tidak bisa memutar bola mata. Nervus IV trakhlearis, bola mata dapat
dilirikkan ke bawah. Nervus V trigeminus, klien dapat mengunyah, tetapi
33
kekuatan mengunyah menurun.Nervus VI abdusen, klien mampu membuka
dan menutup mata. Nervus VII fasialis, bibir klien simetris, klien disuruh
senyum reaksinya menangis. Nervus VIII stato akustikus, belum terkaji
karena klien dalam kondisi disorientasi. Nervus IX glasofaringeus, ada reflek
muntah. Nervus X Vagus, ada reflek menelan, tetapi kurang baik. Nervus XI
aksesorius, klien dapat mengakat bahu kiri, tetapi tidak dapat mengangkat
bahu kanan (hemiparase dextra). Nervus XII hiplogosus, klien tidak dapat
mengeluarkan lidahnya.
Pemeriksaan leher: tidak ada pembesaran kelenjar tiroid. Pemeriksaan
paru inspeksi: bentuk dada simetris, tidak ada jejas, tidak menggunakan otot
bantu pernafasan, palpasi: ekspansi paru kanan kiri sama, perkusi: terdengar
sonor pada lapang paru, auskultasi: vasikuler diseluruh lapang paru. Jantung,
inspeksi: bentuk dada simetris, tidak ada jejas, ictus tidak tampak, palpasi:
ictus cordis teraba di intercosta V, perkusi: pekak, auskultasi: bunyi jantung I
sama dengan bunyi jantung II, irama reguler. Abdomen, inspeksi: simetris,
tidak ada jejas, bentuk datar, auskultasi: peristaltik usus 10x/menit, perkusi:
kuadran I pekak dan kaudran II, III dan IV timpani, palpasi: tidak ada nyeri
tekan dan tidak teraba massa. Genetalia: bersih, terpasang dower cateter
(DC), rektum bersih.
34
Tabel 3.2 Pemeriksaan Ekstermitas Tn. P di ruang HCU Angrek IIRumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta
08 April 2014
Keterangan Ektermitas atas Ekstermitas Bawah
Kekuatan ototkanan/ kiri
- Kekuatan kanan, nilai: 0
- Kekuatan kiri, nilai: 3
- Kekuatan kanan, nilai:1.
- Kekuatan kiri, nilai: 2
ROM kanan kiri - ROM kanan: pasif (tidakdapat digerakkanmandiri).
- ROM kiri : aktif (mampudi tekuk dan diluruskanmandiri).
- ROM kanan: pasif(tidak dapat digerakkanmandiri)
- ROM kiri : aktif(mampu di tekuk dandiluruskan mandiri).
Capilary refile ≤ 2 detik ≤ 2 detikPerubahan bentuktulang
Tidak ada Tidak ada
Perabaan akral Hangat HangatKeterangan kekuatan otot: 0: tidak dapat sedikitpun kontaksi otot, lumpuh total. 1: terdapat sedikitkontraksi otot, namun tidak didapatkan gerakan pada persendian yang harus digerakkan oleh otottersebut. 2: didapatkan gerak, tetapi gerakan ini tidak mampumelawan gaya gravitasi. 3: mampumelawan gaya gravitasi 4: selain dapat menahan gaya gravitasi dapat pula mengatasi sedikit tahananyang diberikan. 5: tidak ada kelumpuhan (normal).
Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 07 April 2014, jenis pemeriksaan
hematologi Hemoglobin: 16.7 g/dl, hematokrit 52% (high), leukosit 15.3
ribu/ul (high), trombosit 214 ribu/ul (normal), eritrosit 6.59 juta/ul (high).
Pemerikasaan indek Eritrosit MCV 78.2 /um (low), MCH 25.3 pg (low),
MCHC 32.4 g/dl (low), RDW 13.2% (normal), MPV 7.9 FI (normal), PDW
15% (low). Pemeriksaan hitung jenis eosinofil 0.30% (normal), basofil 0.20%
(normal), granulosit 79.30% (high), limfosit 14.30% (low), monosit 6.50%
(normal), netrofil 78,10% (normal). Pemeriksaan hemostasis PT 14.09 detik
(normal), APTT 28.8 detik (normal). Pemeriksaan kimia klinis GDS 125
mg/dl (normal), GOT 17 u/l (normal), SGPT 20 u/l (normal), creatin 0.9
mg/dl (normal), ureum 61 mg/dl (high). Pemeriksaan elektrolit natrium darah
137 mmol/L (normal), kalium darah 3.6 mmol/L (low), chlorida darah 102
35
mmol/L (normal). Hasil pemeriksaan CT scan tanggal 07 April 2014 terdapat
hematom intraserebral di lobus temporal kiri. Hasil radiologi thorak PA
kesimpulan: konfigurasi jantung hipertensi elevasi hemidiafragma kanan.
Terapi tanggal 08 April 2014 omeprazole 40mg/12 jam untuk pengobatan
jangka pendek terhadap tukak lambung refluk esofagus yang erosif),
ketorolac 30mg/12 jam untuk pengobatan jangka pendek untuk nyeri berat,
furosemide 40mg/24 jam untuk mengurangi edema yang disebabkan oleh
hipertensi ringan sampai sedang, Nacl 0,9% 20 tpm untuk mengganti cairan
plasma isotonik yang hilang, manitol 100cc/ 6 jam, obat oral citicolin 2 x 250
mg untuk memperbaiki aliran darah serebral.
C. Perumusan Masalah Keperawatan
Analisa data pada hari selasa, 08 April 2014 jam 07.50 WIB didapatkan
data subyektif pasien hanya gremeng dan didapatkan data obyektif hasil CT
Scan terdapat hematom intraserebral di lobus temporal kiri, HR: 120x/ menit
teraba kuat, tekanan darah 158/107 mmHg, SpO2 98%, pernafasan 20x/
menit, terpasang oksigen 3 liter/ menit, suhu 37,5o C, nilai GCS 9 V2 E3 M4,
terdapat kelainan pada 12 syaraf kranial yaitu N.II optikus, bola mata tidak
dapat mengikuti gerakan cahaya, N.V triguminus klien dapat mengunyah
tetapi kekuatan lemah, N.VII fascialis klien disuruh tersenyum reaksinya
menangis, N.X vagus ada reflek menelan tetapi kurang baik, N.XII
hipoglasus klien tidak dapat mengelurakan lidahnya, dari data tersebut
diambil diagnosa keperawatan ketidakefektifan perfusi jaringan serebral
berhubungan dengan gangguan transport oksigen melalui alveolar.
36
Analisa data pada hari selasa, 08 April 2014 jam 07.55 WIB didapatkan
data obyektif klien mengalami kelumpuhan/ hemiparase dextra, semua
aktivitas dan latihan dibantu oleh keluaraga karena klien mengalami
kelemahan dan ketidak mampuan untuk bergerak, kekuatan otot ekstremitas
atas kanan 0, kekuatan otot ekstremitas bawah kanan 1, kekuatan otot
ekstremitas atas kiri 3, kekuatan otot ekstremitas bawah kiri 2, dari data
tersebut diambil diagnosa keperawatan hambatan mobilitas fisik berhubungan
dengan gangguan neuromuskular.
Analisa data pada hari selasa, 08 April 2014 jam 08.57 WIB didapatkan
data obyektif klien tidak ada jejas, tidak ada luka tekan/ dekubitus, tidak ada
eritema pada bagian yang menonjol (seperti punggung, bokong, tumit), pasien
hanya berbaring ditempat tidur, bedrest total dan skala braden 11 (persepsi
sensori sedikit terbatas nilai 3, kadang- kadang lembab nilai 3, berbaring total
nilai 1, imobilisasi nilai 1, nutrisi tidak adekuat nilai 2, gerakan bermasalah
nilai 1) dari data tersebut diambil diagnosa keperawatan resiko kerusakan
integritas kulit berhubungan dengan imobilisasi fisik.
Prioritas diagnosa keperawatan pada Tn. P yang pertama adalah diagnosa
ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan gangguan
transport oksigen melalui alveolar dan membran kapiler, diagnosa kedua
hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskular dan
diagnosa ketiga resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
imobilisasi fisik.
37
D. Perencanaan Keperawatan
Perencanaan untuk diagnosa ketidakefektifan perfusi jaringan serebral
berhubungan dengan gangguan transport oksigen melalui alveolar dan
membran kapiler, mempunyai tujuan agar setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 2 x 24 jam, diharapkan perfusi jaringan serebral efektif
dengan kriteria hasil nilai GCS E4 V5 M6, tanda – tanda vital stabil (tekanan
darah 130/80 mmHg, nadi 60 - 100x/ menit, pernapasan 16 - 20x/ menit),
pasien tidak gelisah, 12 saraf kranial tidak terganggu. Intervensi yang akan
dilakukan adalah monitor tingkat kesadaran dan orientasi dengan rasional
untuk mengkaji adanya tingkat kesadaran klien atau dapat mengurangi
kerusakan otak lebih lanjut. Monitor ukuran, bentuk, kesimetrisan dan
reaktivitas pupil dengan rasional untuk mengobservasi respon mata klien
karena reaksi pupil dan pergerakan kembali dari bola mata merupakan tanda
dan gangguan saraf jika batang otak terkoyak. Monitor tanda – tanda vital
dengan rasional untuk mengetahui perubahan status kesehatan klien karena
keadaan normal bila sirkulasi serebri terpelihara dengan baik ditandai dengan
tekanan darah sistemik. Tinggikan bagian kepala tempat tidur 30o dengan
rasional untuk memperbaiki sirkulasi otak dan mengurangi tekanan arteri.
Anjurkan keluarga tentang pencegahan cedera (memasang penghalang tempat
tidur) dengan rasional untuk agar klien tidak jatuh dari tempat tidur.
Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat dengan rasional untuk
mengetahui jenis terapi obat dan dosis yang diberikan pada klien.
Perencanaan untuk diagnosa hambatan mobilitas fisik berhubungan
dengan gangguan neuromuskular, mempunyai tujuan agar setelah dilakukan
38
tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam, diharapkan klien mampu melakukan
mobilitas fisik sesuai dengan kemampuannya, dengan kriteria hasil:
meningkatnya kekuatan otot ekstermitas atas kanan dari 0 menjadi 1,
ekstermitas atas kanan dari 1 menjadi 2 dan ekstermitas kiri atas dari 3
menjadi 4, ekstermitas kiri bawah dari 2 menjadi 3, klien tidak lemah, tidak
terjadi kekakuan sendi. Intervensi yang akan dilakukan adalah kaji kekuatan
otot dengan rasional untuk mengidentifikasi kelemahan dan dapat memberikan
informasi mengenani pemulihan. Lakukan gerakan pasif pada agnggota yang
mengalami kelumpuhan dengan rasional agar otot volunter tidak kehilangn
tonus dan kekuatannya apabila dilakukan gerak. Anjukan klien melakukan
latihan gerak aktif pada anggota gerak yang tidak sakit dengan rasional untuk
mencegah terjadinya atropi dan meningkatkan sirkulasi darah. Kolaborasi
dengan ahli fisioterapi dalam perencanaan aktivitas pasien untuk latihan fisik
dengan rasional untuk membantu mobilisasi klien dan memberikan program
khusus untuk kebutuhan klien.
Perencanaan diagnosa resiko kerusakan integritas kulit berhubungan
dengan imobilisasi fisik, mempunyai tujuan agar setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 2 x 24 jam, diharapkan gangguan integritas kulit tidak
terjadi dengan kriteria hasil tidak ada tanda- tanda kemerahan atau luka tekan,
skala braden 11 menjadi 15. Intervensi yang akan dilakakan adalah inspeksi
kulit diatas penonjolan tulang dan titik penekanan yang lain saat reposisi
setiap hari dengan rasional untuk mengetahui tanda – tanda infeksi, ubah
posisi 2 jam untuk mencegah terjadinya trauma atau iskemia jaringan, lakukan
mobilisasi pasif dengan rasional untuk meningkatkan sirkulasi dan mencegah
39
terjadinya kekauan sendi, anjurkan pada keluarga untuk menjaga kebersihan
dan kelembaban kulit dengan rasional untuk menghindari kerusakan kapiler,
kolaborasi dengan ahli gizi untuk memberikan protein dan mineral yang cukup
dengan rasional untuk membantu memberikan asupan makanan pada sel – sel
kulit.
E. Implementasi Keperawatan
Implementasi hari pertama untuk mengatasi diagnosa ketidakefektifan
perfusi jaringan serebral berhubungan dengan gangguan transport oksigen
melalui alveolar dan membran kapiler hari selasa, 08 April 2014 jam 08.00
WIB memonitor tingkat kesadaran dan orientasi dengan respon obyektif
verbal (gremeng, kata tidak jelas), eye (pasien buka mata dengan rangsangan
nyeri), motorik (menarik nyeri) nilai GCS 9 (V2 E3 M4), kesadaran somnolent.
Jam 08.05 WIB memonitor tanda – tanda vital respon obyektif nadi 120x/
menit teraba kuat, tekanan darah 158/107 mmHg, SpO2 98%, pernafasan 20x/
menit, suhu 37,5o C (axilla). Jam08. 20 WIB memberian obat omeprazole
40mg/12 jam, ketorolac 30mg/12, manitol 100cc/6 jam dengan respon obyetif
obat sudah masuk, tidak ada tanda – tanda alergi. Jam 08.20 WIB memonitor
ukuran, bentuk, kesimetrisan dan reaktivitas pupil respon obyektif pupil
isokor, simetris, ada reflek cahaya. Jam 09.00 meninggikan bagian kepala
tempat tidur 30o respon observasi pasien tampak nyaman.
Implementasi untuk mengatasi diagnosa hambatan mobilitas fisik
berhubungan dengan gangguan neuromuskular yaitu hari salasa, 08 April
2014, jam 09.05 WIB mengkaji kekuatan otot respon observasi ekstermitas
40
atas tidak dapat digerakkan otot tersebut, tapi ada sedikit kontraksi otot (0),
dan ekstermitas bawah kanan juga tidak dapat digerakkan otot tersebut, tapi
ada sedikit kontraksi otot (1), ekstermitas atas kiri dapat melawan gaya
gravitasi, tangan dapat di tekuk dan diangkat sendri (3), klien mampu
mengeser kakinya tapi tidak mampu mengangkatnya (2).
Implementasi untuk mengatasi diagnosa resiko kerusakan integritas kulit
berhubungan dengan imobilisasi fisik pada hari selasa, 08 April 2014 jam
10.00 WIB menginspeksi kulit diatas penonjolan tulang dan titik penekanan
yang lain saat reposisi setiap hari dengan respon obyektif tidak ada tanda –
tanda kemerahan, eritema atau luka, nilai skala braden 11. Jam 11.00 WIB
melakukan mobilisai pasif dan merubah posisi 2 jam dengan respon obyektif
posisi sim kanan, tidak ada tanda – tanda kemerahan, eritema, luka pada
daerah yang menonojol seperti punggung, bokong, tumit kaki. Jam 13.00 WIB
merubah posisi 2 jam dengan respon obyektif posisi sim kiri, tidak ada tanda-
tanda kemerahan dan luka lecet pada kulit.
Implementasi untuk mengatasi ketidakefektifan perfusi jaringan serebral
berhubungan dengan gangguan transport oksigen melalui alveolar dan
membran kapiler yaitu hari rabu, 09 April 2014 Jam 08.10 WIB, memonitor
tingkat kesadaran dan orientasi respon subyektif verbal (kata tidak jelas/
disorientsi klien), respon obyektif eye (pasien buka mata spontan) motorik
(dapat mengikuti perintah) nilai GCS 14 V4 E4 M6. Jam08.15 WIB memberian
obat omeprazole 40mg/12 jam, ketorolac 30mg/12, manitol 100cc/6 jam
dengan respon subyektif keluarga mengatakan mengijinkan Tn. P diberikan
obat oleh perawat dan obyetif obat sudah masuk, tidak ada tanda – tanda
41
alergi. Jam 08.20 WIB memonitor tanda – tanda vital respon obyektif nadi
98x/ menit teraba kuat, tekanan darah 130/80 mmHg, pernafasan 20x/ menit,
suhu 38oC (axilla). Jam 08.25 WIB memonitor pupil gerakan, kesimetrisan
pupil, dan reflek cahaya respon obyektif pupil isokor, simetris, ada reflek
cahaya. Jam 08.30 menganjurkan keluarga tentang pencegahan cedera dengan
data subyektif keluarga mengatakan bersedia untuk memasang penghalang
agar pasien tidak jatuh, dengan data obyektif penghalang tempat tidur sudah
dinaikkan.
Implementasi untuk mengatasi diagnosa hambatan mobilitas fisik
berhubungan dengan gangguan neuromuskular yaitu hari rabu, 09 April 2014
jam 09.00 WIB, mengkaji kekuatan otot respon obyektif nilai kekautan otot
ekstermitas atas kanan 0, ekstermitas bawah kanan 1, ektermitas atas kiri 4,
ekstermitas bawah kiri 2. Jam 09.15 melakukan gerakan pasif pada anggota
gerak yang sakit, respon obyektif tidak ada kekakuan otot, menganjurkan klien
melakukan gerakan aktif pada anggota gerak yang tidak sakit respon obyektif
klien mampu mandiri menekuk dan mengangkat anggota gerak yang yang
tidak sakit, kekuatan ekstermita atas kiri meningkat dari 3 menjadi 4.
Implementasi untuk mengatasi diagnosa resiko kerusakan integritas kulit
berhubungan dengan imobilisasi fisik yaitu hari rabu, 09 April 2014 jam 09.30
WIB, menginspeksi kulit diatas penonjolan tulang dan titik penekanan yang
lain saat reposisi setiap hari dan melakukan mobilasi pasif dengan respon
obyektif tidak ada tanda – tanda kemerahan, tidak ada luka di bagian yang
menonjol seperti punggung, bokong, tumit kaki, nilai skala braden 15. Jam
09.35 WIB menganjurkan keluarga untuk menjaga kebersihan dan
42
kelembaban kulit dengan respon subyektif keluarga mengatakan akan
berusaha menjaga kelembaban kulit Tn. P dengan data obyektif keluarga
tampak mengeringkan keringat klien dengan tissu. Jam 11.30 mengubah posisi
2 jam sekali respon obyektif posisi sim ke kanan, tidak ada luka lecet pada
kulit, tidak ada kemerahan pada kulit. Jam 13.30 mengubah posisi 2 jam sekali
dengan respon posisi supinasi, tidak ada tanda - tanda eritema atau kemerahan
dan luka lecet pada kulit.
F. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan hari selasa, 08 April 2014 jam 14.00 WIB diagnosa
ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan gangguan
transport oksigen melalui alveolar dan membran kapiler dilakukan evaluasi
dengan metode SOAP, didapatkan pasien hanya berbicara tidak jelas
(gremeng), GCS 9 V2 E3 M4, tekanan darah 139/100 mmHg, SpO2 98%,
pernafasan 20x/ menit, suhu 37,5 o C (axilla), pupil isokor, ada reflek cahaya,
masalah teratasi sebagian, planning lanjutkan intervensi: monitor ukuran,
bentuk, kesimetrisan dan reaktivitas pupil. Monitor tanda – tanda vital.
Tinggikan bagian kepala tempat tidur 30o. Kolaborasi dengan dokter dalam
pemberian obat.
Selasa, 08 April 2014 jam 14.05 WIB diagnosa hambatan mobilitas fisik
berhubungan dengan gangguan neuromuskular dilakukan evaluasi dengan
metode SOAP, didapatkan nilai kekautan otot ekstermitas atas kanan 0,
ekstermitas bawah kanan 1, ektermitas atas kiri 3, ekstermitas bawah kiri 2,
tidak kontraktur otot, pasien masih tirah baring dan lemas, semua aktivitas dan
43
latihan masih dibantu keluraga dan alat, masalah belum teratasi, planning
lanjutkan intervensi: kaji kekuatan otot, lakukan gerak pasif pada anggota
gerak yang sakit, anjurkan gerak aktif pada anggota gerak yang tidak sakit.
Selasa, 08 April 2014 jam 14.10 WIB diagnosa kerusakan integritas kulit
berhubungan dengan imobilisasi fisik, dilakukan evaluasi dengan metode
SOAP didapatkan data obyektif tidak ada luka tekan/ dekubitus, tidak ada
eritema pada bagian yang menonjol (seperti punggung, bokong, tumit), pasien
masih bedrest total dan belum terjadi peningkatan skor skala braden, skor
skala braden 11 (persepsi sensori sedikit terbatas nilai 3, kadang- kadang
lembab nilai 3, berbaring total nilai 1, imobilisasi nilai 1, nutrisi tidak adekuat
nilai 2, gerakan bermasalah nilai 1), masalah teratasi sebagian, planning
lanjutkan intervensi: inspeksi kulit diatas penonjolan tulang dan titik
penekanan yang lain saat reposisi setiap hari, ubah posisi 2 jam, lakukan
mobilisasi pasif.
Rabu, 09 April jam 13.45 WIB diagnosa ketidakefektifan perfusi jaringan
serebral berhubungan dengan gangguan transport oksigen melalui alveolar dan
membran kapiler dengan metode SOAP pasien masih disoerientasi
(binggung), nilai GCS 14 (E4 V4 M6), nadi 98x/ menit, tekanan darah 130/80
mmHg, respirasi 20x/ menit, suhu 38o C (Axilla), masalah teratasi sebagian,
planning lanjutkan intervensi: monitor ukuran, bentuk, kesimetrisan dan
reaktivitas pupil. Monitor tanda – tanda vital. Tinggikan bagian kepala tempat
tidur 30o. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat.
Rabu, 09 April 2014 jam 13.50 WIB diagnosa hambatan mobilitas fisik
berhubungan dengan gangguan neuromuskular dengan metode SOAP nilai
44
kekautan otot ekstermitas atas kanan 1, ekstermitas bawah kanan 1, ektermitas
atas kiri 4, ekstermitas bawah kiri 2, tidak kontraktur otot, pasien masih tirah
baring dan lemas, semua aktivitas dan latihan masih dibantu keluraga dan alat,
masalah teratasi sebagian, klien mampu melakukan gerakan aktif pada
ekstermitas kiri atas, planning lanjutkan intervensi: kaji kekuatan otot,
lakukan gerak pasif pada anggota gerak yang sakit, anjurkan gerak aktif pada
anggota gerak yang tidak sakit.
Rabu, 09 April 2014, jam14.00 WIB diagnosa kerusakan integritas kulit
berhubungan dengan imobilisasi fisik dengan metode SOAP didapatkan data
obyektif klien tidak ada luka tekan/ dekubitus, tidak ada eritema pada bagian
yang menonjol (seperti punggung, bokong, tumit kaki), pasien masih telihat
bedrest total di tempat tidur, klien mampu melakukan terjadi peningkatan
skala braden dari skor 11 menjadi 15. Skala braden 15 (persepsi sensori
sedikit terbatas nilai 3, jarang lembab 4, berbaring total nilai 1, mobilisasi
sangat terbatas nilai 2, nutrisi adekuat nilai 3, gerakan pontensial bermasalah
nilai 2), masalah teratasi, planning pertahankan intervensi inspeksi kulit diatas
penonjolan tulang dan titik penekanan yang lain saat reposisi setiap hari, ubah
posisi 2 jam, lakukan mobilisasi pasif.
45
BAB IV
PEMBAHASAN
Penulis akan membahas tentang “Pemberian Mobilisasi Pasif terhadap
Pencegahan Dekubitus pada Asuhan Keperawatan Tn. P dengan Stroke
Hemoragik di Ruang HCU Anggek II Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta”
yang dilaksanakan pada tanggal 08 April 2014. Dalam pembahasan ini penulis
membahas tentang adanya kesesuaian maupun kesenjangan antara teori dengan
kasus. Asuhan keperawatan melalui tahap, pengkajian, diagnosa keperawatan,
intervensi, implementasi dan evaluasi, penulis memfokuskan pada analisa
pemeberian mobilisasi pasif.
Menurut Iyer (1996) dalam Nursalam (2008: 29), pengkajian adalah proses
keperawatan dan merupakan suatu proses pengumpulan data sistematis dari
berbagai sumber untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien,
pengkajian merupakan dasar utama dalam memberikan asuhan keperawatan
sesuai dengan kebutuhan individu (klien).
Hasil pengkajian pada Tn. P yang dilakukan tanggal 07 April jam 07.45 WIB
dengan keluhan utama keluarga klien mengatakan lemas, data didapat melalui
dengan metode alloanamnesa (mendapat data dari anggota keluarga). Dokter
mendiagnosa stroke hemoragik. Stroke hemoragik adalah pecahnya pembuluh
darah, sehingga menghambat aliran darah yang normal dan darah merembas ke
dalam suatu daerah otak dan merusaknya, dan ini termasuk jenis stroke hemoragik
45
46
intraserebral yaitu perdarahan yang terjadi dalam jaringan otak (Pudiastuti, 2011:
157).
Dari pengkajian riwayat kesehatan keluarga, keluarga klien mengatakan
dalam anggota keluarganya ada yang mempunyai riwayat yang sama hipertensi
dan stroke yaitu saudara laki- laki dan perempuan Tn. P meninggal karena stroke
hemoragik. Keluarga klien mengatakan pada Tn. P mempunyai riwayat merokok
yaitu satu hari menghabiskan satu batang rokok.
Merokok dapat menyebabkan penyempitan dan pengerasan arteri diseluruh
tubuh termasuk otak, jantung dan tungkai, sehingga rokok mendorong terjadinya
aterosklerosis, mengurangi aliran darah dan menyebabkan darah menggupal.
Hipertensi merupakan faktor resiko yang paling penting untuk stroke hemoragik
atau stroke iskemik, pada keadaan hipertensi pembuluh darah mendapat tekanan
yang cukup besar, jika proses tekanan berlangsung lama akan menyebabkan
kelemahan pada dinding pembuluh darah sehingga dinding pembuluh darah
menjadi rapuh dan mudah pecah (Indriawati, 2008: 15).
Faktor keturunan/ riwayat keluarga jarang menjadi penyebab stroke. Namun
gen memang berperan besar dalam beberapa faktor resiko stroke misalnya
hipertensi, jantung dan diabetes. Riwayat stroke dalam keluarga (orang tua,
saudara) dimana kejadian stroke yang dialami usia muda, maka yang
bersangkutan beresiko tinggi terkena stroke (Junaidi, 2011: 21).
Dari pengkajian pada Tn. P didapatkan data obyektif hasil CT Scan tampak
hematom intraserebral di lobus temporal kiri, kesadaran somnolent nilai GCS 9
(V2 E3 M4), nadi 120x/ menit teraba kuat, tekanan darah 158/107 mmHg, SpO2
98%, pernafasan 20x/ menit, terpasang oksigen 3 liter/menit, suhu 37,5 o C, pasien
47
gelisah, terdapat kelainan pada 12 saraf kranial yaitu Nervus II optikus, bola mata
tidak dapat mengikuti gerakan cahaya, Nervus V triguminus klien dapat
mengunyah tetapi kekuatan lemah, Nervus VII fascialis klien disuruh tersenyum
reaksinya menangis, Nervus X vagus ada reflek menelan tetapi kurang baik,
Nervus XII hipoglasus klien tidak dapat mengelurakan lidahnya. Sehingga penulis
mengambil diagnosa ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan
dengan gangguan transport oksigen melalui alveolar dan membran kapiler.
Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral adalah penurunan sirkulasi jaringan
otak (NANDA, 2010: 172). Batasan karakteristik ketidakefektifan jaringan perfusi
jaringan yaitu perubahan status mental, perubahan perilaku, perubahan respons
motorik, perubahan reaksi pupil, kesulitan menelan, kelemahan ekstermitas atau
kelumpuhan, ketidaknormalan dalam berbicara (Wilkinson, 2006: 523). Keadaan
pada Tn. P ada reflek cahaya, pupil isokor dan ada perubahan perilaku yaitu
pasien tampak gelisah.
Pemeriksaan penunjang pada pasien stroke sangaat penting untuk mengetahui
jenis serangan stroke, apakah stroke iskemik atau stroke hemragik karena terapi
pada kedua jenis stroke berbeda, sehingga untuk membedakannya dapat dilakukan
pemeriksaan CT scan. Hasi CT scan memperlihatkan secara spesifik letak edema,
posisi hematoma, adanya jaringan otak yang infak atau iskemia, serta posisinya
secara pasti, dan hasil pemeriksaan biasanya didapatkan hiperdens fokal, kadang-
kadang masuk ke ventrikel atau menyebar ke permukaan otak (Mutaqin, 2008:
249). Pada Tn. P hasil CT scan menunjukkan ada hematom intraserebral di lobus
temporal kiri, sehingga dapat digunakan untuk menegakkan diagnosa medis stroke
hemoragik.
48
Tekanan darah pada Tn. P 158/107 mmHg merupakan hipertensi stage 2
(sistolik 140-159 dan diastolik 100-109 mmHg). Menurut WHO hipertensi
merupakan kondisi abnormal dari hemodinamik, dimana tekanan sistolik ≥ 140
mmHg dan tekanan diastolik > 90 mmHg untuk usia kurang dari 60 tahun
(Taufan, 2011: 263). Tekanan darah biasanya meningkat sebagai kompensasi
kurangnya pasokan darah di tempat terjadinya stroke dan biasanya tekanan darah
akan turun dalam waktu 48 jam. Pada pasien hipertensi kronis, tekanan darah
tidak perlu diturunkan karena otak sudah terbiasa dengan keadaan tekan darah
yang meninggi. Jika tekanan darah diturunkan secara mendadak akan terjadi
gangguan metabolik otak. Namun jika tekanan darah tinggi sekali yakni sistol >
220 mmHg dan diastol > 130 maka perlu diberikan obat antihipertensi (Indrawati,
2008: 26).
Nilai GCS pada Tn. P 9 (V2 E3 M4), pada pengkajian pasien tidak
mengucapkan kata atau mengerang, eye dengan rangsangan suara, dan
motorikmenarik diri/ fleksi normal. GCS 9 pada Tn. P dapat juga diartikan
kesadaran somnolent (Setiadi, 2012: 131). Kesadaran somnolent karena terjadi
penurunan tingkat kesadaran. Somnolent adalah keadaan yang mau tidur saja,
penderita dapat dibangunkan dengan rangsangan suara yang keras, bila
rangsangan tiada klien tertidur lagi (Setiadi, 2012: 130).
Tn. P terpasang oksigen 3 liter/menit, pemberian oksigen pada pasien stroke
harus dipastikan adekuat untuk mencegah kekurangan oksigen dan perburukan
gangguan saraf (Indrawati, 2008: 24).
Pada Tn. P terdapat kelainan pada pengkajian saraf otak atau 12 saraf kranial
nervus I olfaktorius klien hanya mampu merespon bau - bauan dengan perubahan
49
ekspresi, tetapi tidak mampu menyebutkannya, secara teori nervus I pada klien
stroke tidak ada kelainan fungsi penciuman. Nervus II optikus fungsi penglihatan
kurang baik, bola mata tidak dapat mengikuti gerakan cahaya. Nervus III
okulomotorius, nervus IV trakhlearis dan nervus VI abdusen reaksi pupil tidak
ada gangguan, ada reflek terhadap cahaya, klien tidak bisa memutar bola mata,
bola mata dapat dilirikkan ke bawah, dan mampu membuka dan menutup mata,
secara teori pada pasien stroke yang mengalami paralisis di otot mata mengalami
penurunan kemampuan gerak konjugat unilateral pada sisi yang sakit. Nervus V
trigeminus klien dapat mengunyah, tetapi kekuatan mengunyah menurun, secara
teori pada pasien stroke mengalami paralisis saraf trigeminus danterjadi
penurunan kemampuan koordinasi gerakan mengunyah. Nervus VII fasialis
secara teori pasien stroke persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah
asimetris, otot wajah tertarik pada bagian yang sehat, tapi dalam pemeriksaan Tn.
P wajah simetris dan pengecapan dalam batas normal (Mutaqin, 2008: 246).
Nervus VIII sakustikus belum terkaji karena klien dalam kondisi disorientasi,
tapi hasil observasi klien ada respon apabila orang lain memanggil, secara teori
pada pasien stroke tidak ditemukan adanya tuli konduktif atau tuli persepsi.
Nervus IX glasofaringeus dan Nervus X Vagus ada reflek muntah, ada reflek
menelan, tetapi kurang baik, secara teori pada pasien stroke kemampuan menelan
kurang baik, kesukaran membuka dalam membuka mulut. Nervus XI aksesorius,
klien dapat mengakat bahu kiri, tetapi tidak dapat mengangkat bahu kanan
(hemiparase dextra), secara teori pasien stroke tidak ada atrofi otot
sternokleidomastoideus dan trapezius.Nervus XII hiploglasus klien tidak dapat
50
mengeluarkan lidahnya, secara teori pada pasien stroke lidah simetris, indra
pengecap normal (Mutaqin, 2008: 246).
Data subyektif obyektif selanjutnya Tn. P mengalami kelumpuhan/
hemiparase dextra, semua aktivitas dan latihan dibantu oleh keluaraga karena
klien mengalami kelemahan dan ketidakmampuan untuk bergerak, kekuatan otot
ekstremitas atas kanan 0, kekuatan otot ekstremitas bawah kanan 1, kekuatan otot
ekstremitas atas kiri 3, kekuatan otot ekstremitas bawah kiri 2. Penulis mengambil
diagnosa keperawatan hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan
neuromuskular.
Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskuar
adalah keterbatasan pada pergerakan fisik tubuh satu atau lebih ekstermitas secara
mandiri dan terarah (NANDA, 2010: 143). Batasan karakteristik penurunan waktu
reaksi, kesulitan membolak-balik posisi/ bergerak, keterbatasan untuk melakukan
ketrampilan motorik halus, keterbatasan untuk melakukan ketrampilan motorik
kasar, keterbatasan rentang pergerakan sendi (range of mation/ ROM),
melambatnya pergerakan (Wilkinson, 2006: 303). Penulis mengambil diagnosa
hambatan mobilitas fisik karena pasien stroke mengalami kerusakan beraktivitas
terjadi kelemahan, hemiplagia atau paralisis dapat menyebabkan masalah pada
pola aktivitas dan istirahat (Mutaqin, 2008: 248).
Kelumpuhan/ hemiparase dextra karena stroke adalah penyakit motor neuron
atas dan mengakibatkan kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan motorik.
Hal ini terjadi karena klien mengalami hemiplagia (paralisis pada salah satu sisi)
karena hematom intraserebral di lobus temporal kiri, karena neuron motor pada
salah satu sisi yang berlawanan dari otak. Semua aktivitas dan latihan pada Tn. P
51
dibantu oleh keluarga karena klien mengalami kelemahan dan ketidakmampuan
untuk bergerak. Pola aktivitas dan latihan selama sakit yaitu makan, minum,
berpakain, mobilisasi ditempat tidur, ROM atau ambulasi sehari - hari Tn. P
dibantu orang lain, untuk toileting dan berpindah tergantung total. Kelemahan,
hemiplagia atau paralisis dapat menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan
istirahat (Mutaqin, 2008: 247-248).
Pada pemeriksaan ekstermitas kekuatan otot ekstermitas atas kanan nilai 0
(kekuatan otot 0, tidak dapat sedikitpun kontaksi otot, lumpuh total), kekuatan
ekstermitas atas kiri 3 (kekuatan otot 3, mampu melawan gaya gravitasi),
kekuatan ekstermitas bawah kanan 1 (kekuatan otot 1, terdapat sedikit kontraksi
otot, namun tidak didapatkan gerakan pada persendian yang harus digerakkan
oleh otot tersebut), kekuatan ekstermitas bawah kiri 2 (kekuatan otot 2,
didapatkan gerak tetapi gerakan ini tidak mampu melawan gaya gravitasi). Pasien
stroke terjadi penurunan atau kelemahan kekuatan otot (Lumbantobing, 2004).
Data obyektif selanjutnya klien tidak ada luka tekan/ dekubitus, tidak ada
eritema pada bagian yang menonjol (seperti punggung, bokong, tumit kaki),
pasien hanya berbaring ditempat tidur dan bedrest total, skala braden 11 (persepsi
sensori sedikit terbatas nilai 3, kadang- kadang lembab nilai 3, berbaring total
nilai 1, imobilisasi nilai 1, nutrisi tidak adekuat nilai 2, gerakan bermasalah nilai
1). Penulis mengambil diagnosa keperawatan resiko kerusakan integritas kulit
berhubungan dengan imobilisasi fisik. Resiko kerusakan integritas adalah suatu
keadaan seseorang yang beresiko terjadi perubahan secara yang tidak diinginkan
(Wilkinson, 2006: 465). Menurut Nettina (1996) dalam Martini (2012), pada
pasien stroke dengan gangguan mobilisasi, pasien hanya berbaring saja tanpa
52
mampu mengubah posisi dan pasien tirah baring di tempat tidur dalam waktu
yang cukup lama, maka pasien yang tanpa merubah posisi akan berisiko tinggi
terjadinya luka tekan/ dekubitus.
Resiko kerusakan integritas kulit yang termasuk dekubitus dapat ditentukan
dengan menggunakan alat pengkajian resiko misalnya skala braden yaitu
kemampuan sensori (sama sekali terbatas, sangat terbatas, sedikit terbatas, tidak
terganggu), kelembaban (selalu lembab, sering lembab, kadang – kadang lembab,
jarang lembab), aktivitas (baring total, dapat duduk, kadang – kadang berjalan,
sering jalan), mobilisasi (tidak mampu bergerak sama sekali, sangat terbatas,
sedikit terbatas, tidak terbatas), nutrisi (sangat buruk, kurang mencukupi,
mencukupi, sangat baik), pergerakan dan pergeseran (bermasalah, potensial
bermasalah, tidak ada masalah) (Suriadi, 2004 : 27 - 29).
Dari pengkajian menurut skala braden pada Tn. P diadapatkan skor braden
adalah 11 dimana persepsi sensori keterbatasan ringan dengan skor 3 yaitu Tn. P
menyampaikan respon rasa tidak nyaman atau keinginan untuk merubah posisi
badan dan pasien memiliki beberapa gangguan sensori yang membatasinya untuk
dapat merasakan nyeri atau tidak nyaman pada salah satu atau kedua ekstermitas,
jarang lembab dengan skore 3 yaitu kulit kadang – kadang lembab dan
penggantian pakaian pasien atau alas tempat tidur perlu diganti minimal sehari
satu kali, aktivitas total ditempat tidur dengan skor 1 klien hanya berbaring
ditempat tidur, imobilisasi 1 yaitu tidak mampu merubah posisi badan atau
ekstermitas tanpa bantuan orang lain, nutrisi kurang mencukupi dengan skor 2
yaitu klien jarang sekali menghabiskan makanan dan biasanya hanya
menghabiskan kira - kira ½ porsi yang telah diberikan, pergerakan dan pergeseran
53
bermasalah dengan skor 1 yaitu klien memerlukan bantuan sedang sampai
maksimal untuk bergerak dan biasanya klien juga sering merosot kebawah diatas
tempat tidur dan memerlukan bantuan yang maksimal untuk mengmbalikan
kesemula. Menurut Braden (1987) dalam Widodo (2007: 43), skor 11 sampai 15
merupakan resiko tinggi terjadi dekubitus atau luka tekan. Resiko adalah masalah
kesehatan yang nyata akan terjadi jika tidak dilakukan intervensi (Setiadi, 2012:
41).
Setelah penulis menentukan diagnosa keperawatan, maka tindakan
selanjutnya adalah menyususun rencana/ intervensi keperawatan. Intervensi
keperawatan adalah tindakan yang dilakukan oleh perawat untuk memperoleh
hasil yang diharapkan seperti telah diidentifikasi untuk keperluan pasien
(Vaughans, 2013: 27). Dalam rencana keperawatan terdapat tujuan dan krteria
hasil. Dalam tujuan terdapat tujuan klien dan tujuan keperawatan merupakan
standar atau ukuran yang digunakan untuk mengevaluasi kemajuan klien atau
ketrampilan perawat. Kriteria hasil untuk diagnosa keperawatan mewakili status
kesehatan klien yang dapat diubah atau dipertahankan melalui rencana asuhan
keperawatan yang mandiri, pedoman dalam penyususnan kriteria hasil dengan
SMART, Spesifik (tujuan harus spesifik dan tidak menimbulkan arti ganda),
Measurable (tujuan keperawatan harus dapat diukur, khususnya tentang perilaku
klien, dapat dilihat, didengar, diraba, dirasakan, dan dibau), Achievable (tujuan
harus dapat dicapai), Rasionable (tujuan harus dapat dipertangguangjawabkan
secara ilmiah)dan Time (tujuan harus mempunyai batasan waktu yang jelas)
(Nursalam, 2008: 81).
54
Intervensi yang dilakukan oleh penulis pada diagnosa ketidakefektifan perfusi
jaringan serebral berhubungan dengan gangguan transport oksigen melalui
alveolar dan membran kapiler adalah monitor tingkat kesadaran dan orientasi
dengan rasional untuk mengkaji adanya tingkat kesadaran klien atau dapat
mengurangi kerusakan otak lebih lanjut (Nursalam, 2008: 256). Monitor ukuran,
bentuk, kesimetrisan dan reaktivitas pupil dengan rasional untuk mengobservasi
respon mata klien karena reaksi pupil dan pergerakan kembali dari bola mata
merupakan tanda dan gangguan saraf jika batang otak terkoyak (Nursalam, 2008:
256). Monitor tanda – tanda vital dengan rasional untuk mengetahui perubahan
status kesehatan klien karena keadaan normal bila sirkulasi serebri terpelihara
dengan baik ditandai dengan tekanan darah sistemik (Nursalam, 2008: 256).
Tinggikan bagian kepala tempat tidur 30o dengan rasional untuk memperbaiki
sirkulasi otak dan mengurangi tekanan arteri (Nursalam, 2008: 256). Anjurkan
keluarga tentang pencegahan cedera (memasang penghalang tempat tidur) dengan
rasional agar klien tidak jatuh dari tempat tidur (Nursalam, 2008: 256). Kolaborasi
dengan dokter dalam pemberian obat dengan rasional untuk mengetahui jenis
terapi obat dan dosis yang diberikan pada klien (Nursalam, 2008: 256).
Intervensi yang akan dilakukan diagnosa hambatan mobilitas fisik
berhubungan dengan gangguan neuromuskular adalah kaji kekuatan otot dengan
rasional untuk mengidentifikasi kelemahan dan dapat memberikan informasi
mengenani pemulihan (Nursalam, 2008: 258). Lakukan gerakan pasif pada
agnggota yang mengalami kelumpuhan dengan rasional agar otot volunter tidak
kehilangn tonus dan kekuatannya apabila dilakukan gerak (Nursalam, 2008: 258).
Anjurkan klien melakukan latihan gerak aktif pada anggota gerak yang tidak sakit
55
dengan rasional untuk mencegah terjadinya atropi dan meningkatkan sirkulasi
darah (Nursalam, 2008: 258). Kolaborasi dengan ahli fisioterapi dalam
perencanaan aktivitas pasien untuk latihan fisik dengan rasional untuk membantu
mobilisasi klien dan memberikan program khusus untuk kebutuhan klien
(Nursalam, 2008: 258).
Intervensi yang akan dilakukan pada diagnosa resiko kerusakan integritas
kulit berhubungan dengan imobilisasi fisik adalah inspeksi kulit diatas penonjolan
tulang dan titik penekanan yang lain saat reposisi setiap hari dengan rasional
untuk mengetahui tanda – tanda infeksi karena hangat dan perlunakan adalah
tanda kerusakan jaringan (Nursalam, 2008: 262). Ubah posisi 2 jam untuk
menghindari tekanan dan meningkatkan aliran darah (Nursalam, 2008: 262).
lakukan mobilisasi pasif dengan rasional untuk mempertahankan fungsi tubuh dan
memperlancar peredaran darah sehingga mempercepat penyembuhan luka,
mencegah terjadinya eritmia/ luka, membantu pernafasan menjadi lebih baik,
meningkatkan dan mempertahankan kekuatan otot (Sari dan Sitorus, 2013: 69).
Anjurkan pada keluarga untuk menjaga kebersihan dan kelembaban kulit dengan
rasional untuk menghindari kerusakan kapiler dan mempertahankan keutuhan
kulit (Nursalam, 2008: 262). Kolaborasi dengan ahli gizi untuk memberikan
protein dan mineral yang cukup dengan rasional untuk memnbantu memberikan
asupan makanan pada sel – sel kulit (Nursalam, 2008: 262).
Setelah penulis merencanakan tindakan keperawatan maka tindakan
selajutnya adalah melakukan tindakan/ implemetasi keperawatan. Implementasi
keperawatan adalah pelaksanaan dari rencana intervensi untuk mencapai tujuan
yang spesifik. Tahap intervensi dimulai setelah rencana intervensi disusun dan
56
ditujukan pada nursing orders untuk membantu klien mencapai tujuan yang
diharapkan. Tujuan dari imlementasi adalah membantu klien dalam mencapai
tujuan yang telah ditetapkan yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan
penyakit, pemulihan kesehatan, dan memfasilitasi koping (Nursalam, 2008: 127).
Implementasi keperawatan yang dilakukan oleh penulis untuk mengatasi
ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan gangguan transport
oksigen melalui alveolar dan membran kapiler pada hari pertama yaitu tanggal 08
April 2014 memonitor tingkat kesadaran dan orientasi, memonitor (ukuran,
bentuk, kesimetrisan dan reaktivitas pupil), memonitor tanda – tanda vital
(tekanan darah, nadi, suhu, pernafasan), meninggikan bagian kepala tempat tidur
30o, melakukan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat. Pada hari
pertama penulis belum melakukan tindakan keperawatan menganjurkan keluarga
tentang pencegahan cedera karena kondisi ruangan, Tn. P berada di HCU dalam
pengawasan dari perawat.
Pada hari kedua tanggal 09 April 2014 memonitor tingkat kesadaran dan
orientasi, memonitor (ukuran, bentuk, kesimetrisan dan reaktivitas pupil),
memonitor tanda – tanda vital (tekanan darah, nadi, suhu, pernafasan),
meninggikan bagian kepala tempat tidur 30o, menganjurkan keluarga tentang
pencegahan cedera, melakukan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat.
Pada hari kedua penulis dapat melakukan tindakan keperawatan menganjurkan
keluarga tentang pencegahan cedera karena klien sudah dipindahkan ke bangsal,
dan klien perlu pengawasan dari anggota keluarganya agar tidak mengalami
resiko jatuh.
57
Implementasi keperawatan untuk mengatasi diagnosa hambatan mobilitas
fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskular yaitu hari pertama tanggal 08
April 2014, mengkaji kekuatan otot, melakukan gerakan pasif pada anggota yang
mengalami kelumpuhan. Penulis belum melakukan tindakan keperawatan
menganjurkan klien melakukan latihan gerak aktif pada anggota gerak yang tidak
sakit karena kesadaran klien somnolent tidak memungkinkan untuk menganjukan
klien melakukan latihan gerak aktif pada anggota gerak yang tidak sakit. Penulis
juga belum melakukan tindakan keperawatan melakukan kolaborasi dengan ahli
fisioterapi dalam perencanaan aktivitas pasien karena keterbatasan waktu.
Pada hari kedua tanggal 09 April 2014 penulis melakukan tindakan
keperawatan mengkaji kekuatan otot, melakukan gerakan pasif pada anggota yang
mengalami kelumpuhan. Pada hari kedua penulis mampu menganjurkan klien
melakukan latihan gerak aktif pada anggota gerak yang tidak sakit karena
kesadaran klien composmentis dengan nilai GCS klien V4 E4 M6. Composmenstis
adalah sadar sepenuhnya dan dapat menjawab tentang keadaan disekelilingnya,
walapun hanya dengan bahasa isyarat, karena klien mengalami gangguan
komunikasi.
Implementasi keperawatan yang dilakukan pada Tn. P untuk mengatasi
diagnosa resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imobilisasi pasif
salah satunya adalah melakukan mobilisasi pasif. Tahap dalam pemberian
mobilisasi pasif adalah pemberian posisi terlentang dan posisi setengah duduk
(semi fowler), pemberian posisi miring/ sim kiri, pemberian posisi miring/ sim
kanan, gerakan menekuk dan meluruskan sendi bahu, gerakan menekuk dan
meluruskan siku, gerakan memutar pergelangan tangan, gerakan menekuk dan
58
meluruskan pergelangan tangan, gerakan memutar ibu jari, gerakan menekuk dan
meluruskan pangkal paha, gerakan menekuk dan meluruskan lutut, gerakan
memutar pergelangan kaki (Sari dan Sitorus, 2013: 70). Populasi dalam penelitian
Sari dan Sitorus (2013) adalah pasien bedrest yang dirawat diruangan RS HKBP
Balige dari bulan januari 2012 sampai dengan bulan Mei 2012. Dari hasil
penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden yang dilakukan mobilisasi
pasif pada pasien bedrest dari 10 subyek yang diberi perlakukan terdapat 8 orang
yang tidak terjadi dekubitus dan 2 orang mengalami dekubitus (Sari dan Sitorus,
2013: 71). Hasil penelitian yang tidak diperlakukan mobilisasi pasif pada pasien
bedrest dari 10 subyek terdapat 9 orang mengalami dekubitus dan 1 orang yang
tidak terjadi dekubitus (Sari dan Sitorus, 2013: 72). Setelah penulis melakukan
pemberian mobilisasi pasif pada Tn. P selama 2 hari tidak didapatkan luka tekan
atau dekubitus dan tidak terjadi kesenjangan antara perlakukan dijurnal Sari dan
Sitorus (2013) pada Tn. P.
Mobilisasi pasif berpengaruh terhadap pencegahan dekubitus pada pasien
bedrest total (Sari dan Sitorus, 2013: 72). Menurut Priharjo (1997) dalam Sari
dan Sitorus, (2013: 68), mobilisasi pasif adalah mobilisasi dimana pasien dalam
menggerakkan tubuhnya dengan cara dibantu dengan orang lain secara total atau
keseluruhan.
Tujuan dari mobiliasi pasif adalah untuk menjaga kelenturan otot,
menghindari kekakuan sendi dan memperlancar peredaran darah (Indrawati, 2008:
141). Dekubitus terjadi akibat iskemia dan anoreksia jaringan, jaringan yang
membelok dan kontriksi kuat pada pembuluh darah akibat tekanan persisten pada
kulit dan struktur dibawah kulit sehingga respirasi seluler terganggu dan sel
59
menjadi mati (Fundamental keperawatan, 2005: 1996). Faktor yang
mempengaruhi dekubitus salah satunya adalah imobilisasi dan keterbatasan
aktivitas (Suriadi, 2004: 19).
Pada tanggal 08 April 2014 jam 10.00 WIB sebelum tindakan mobilisasi
pasif dilakukan pada Tn. P, penulis menginspeksi kulit diatas penonjolan tulang
dan titik penekanan yang lain saat reposisi setiap hari dengan respon obyektif
tidak ada tanda – tanda kemerahan, eritema atau luka, dan skor braden adalah 11
(resiko tinggi). Jam 11.00 WIB melakukan mobilisasi pasif yaitu pemberian
posisi miring/ sim kanan, gerakan menekuk dan meluruskan sendi bahu, gerakan
menekuk dan meluruskan siku, gerakan memutar pergelangan tangan, gerakan
menekuk dan meluruskan pergelangan tangan, gerakan memutar ibu jari, gerakan
menekuk dan meluruskan pangkal paha, gerakan menekuk dan meluruskan lutut,
gerakan memutar pergelangan kaki (Sari dan Sitorus, 2013: 70), dengan respon
obyektif tidak ada tanda – tanda kemerahan, eritema, luka pada daerah yang
menonojol seperti punggung, bokong, tumit kaki, skala braden 11.
Jam 12.00 WIB memberikan diit kolaborasi dengan ahli gizi untuk
memberikan protein dan mineral yang cukup data obyektif klien mampu
menghabisakan ½ porsi diit bubur encer yang diberikan. Jam 13.00 WIB merubah
posisi 2 jam itu juga termasuk posisi melakukan mobilisasi pasif dengan respon
obyektif posisi sim kiri, tidak ada tanda- tanda kemerahan pada kulit. Pada hari
pertama penulis belum menganjurkan pada keluarga untuk menjaga kebersihan
dan kelembaban kulit karena pasien masih dalam pengawasan perawat.
Pada hari kedua tanggal 09 April 2014 penulis menginspeksi kulit diatas
penonjolan tulang dan titik penekanan yang lain saat reposisi setiap hari dan
60
kepucatan kulit dan melakukan mobilasi pasif dengan pemberian posisi terlentang
dan posisi setengah duduk (semi fowler), pemberian posisi miring/ sim kiri,
pemberian posisi miring/ sim kanan, gerakan menekuk dan meluruskan sendi
bahu, gerakan menekuk dan meluruskan siku, gerakan memutar pergelangan
tangan, gerakan menekuk dan meluruskan pergelangan tangan, gerakan memutar
ibu jari, gerakan menekuk dan meluruskan pangkal paha, gerakan memutar
pergelangan kaki (Sari dan Sitorus, 2013: 70), dengan respon obyektif tidak ada
tanda – tanda kemerahan, tidak ada luka di bagian yang menonjol seperti
punggung, bokong tumit dan skala braden 15 dimana Tn. P tidak ada gangguan
dipersepsi sensori skor 4, kelembaban jarang lembab skor 4, aktivitas total
ditempat tidur skor 1, mobilisasi tidak mampu bergerak skor 1, nutrisi mencukupi
skor 3, pergeseran dan pergerakan potensial masalah 2.
Jam 11.30 penulis mengubah posisi 2 jam sekali termasuk posisi melakukan
mobilisasi pasif dengan respon obyektif posisi sim ke kanan, kelembaban terjaga,
tidak ada luka. Jam 13.30 penulis mengubah posisi 2 jam sekali dengan respon
posisi supinasi, tidak ada tanda- tanda eritema atau kemerahan dan luka, dan skor
braden 4. Pada hari kedua penulis mampu menganjurkan pada keluarga untuk
menjaga kebersihan dan kelembaban kulit karena klien perlu pengawasan dari
anggota keluarganya agar kebersihan dan kelembaban kulit klien yang tertekan
terjaga.
Setelah penulis melakukan implementasi/ tindakan keperawatan maka
penulis melakukan evaluasi keperawatan. Evaluasi adalah perbandingan yang
sistematis dan terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah
61
ditetapkan, yang dilakukan dengan cara berkesinambungan dengan melibatkan
klien, keluarga, dan tenaga kesehatan lainnya (Setiadi, 2012 : 53).
Evaluasi keperawatan untuk diagnosa ketidakefektifan perfusi jaringan
serebral berhubungan dengan gangguan transport oksigen melalui alveolar dan
membran kapiler masalah teratasi sebagian, masih ada tujuan dari kriteria hasil
yang belum berhasil dan keterbatasan waktu. Nilai GCS sudah ada perubahan
darai nilai GCS 9 (V2 E3 M4) menjadi nilai GCS 14 (V4 E4 M6), karena pada
pasien stroke biasanya akan mengalami kekurangan oksigen ke otak setelah
mendapatkan terapi oksigen maka pasokan oksigen ke otak tercukupi, sehingga
dapat meningkatkan nilai kesadaran klien (Indrawati, 2008: 24). Evaluasi untuk
tekanan darah Tn. P yaitu terjadi penurunan tekanan darah dari 158/107 mmHg
menjadi 130/80 mmHg, pada pasien stroke tekanan darah akan turun sendiri
setelah 48 jam karena pasokan darah ke otak tercukupi (Indrawati, 2008: 26).
Planning intervensi monitor tanda – tanda vital, tinggikan bagian kepala tempat
tidur 30o , kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat.
Evaluasi keperawatan untuk diagnosa hambatan mobilitas fisik berhubungan
dengan gangguan neuromuskular masalah teratasi sebagian karena masih ada
tujuan dari kriteria hasil yang belum berhasil dan keterbatasan waktu. Terjadi
peningkatan nilai kekuatan otot yaitu ekstermitas atas kanan 0 menjadi 1, nilai
ekstermitas bawah kanan masih tetap 1, ektermitas atas kiri 3 menjadi 4, nilai
ekstermitas bawah kiri masih tetap 2, tidak terjadi kontraktur otot, pasien masih
tirah baring dan lemas, pasien mampu melakukan gerak aktif pada sisi ekstermitas
yang tidak sakit. Ternyata dalam latihan ROM dapat meningkatkan kekuatan otot
pada ekstermitas penderita stroke (Maimurahman dan Cemy,
62
2012).Planninglanjutkan intervensi kaji kekuatan otot, lakukan gerak pasif pada
anggota gerak yang sakit, anjurkan gerak aktif pada anggota gerak yang tidak
sakit.
Evaluasi keperawatan untuk diagnosa kerusakan integritas kulit berhubungan
dengan imobilisasi fisik, menurut observasi penulis didapatkan data klien tidak
ada luka tekan/ dekubitus, tidak terjadi eritema atau kemerahan pada bagian yang
menonjol (seperti punggung, bokong, tumit kaki) dan terjadi peningkatan skor
skala braden dari skor 11 menjadi 15. Skala braden 15 dimana persepsi sensori
klien tidak ada gangguan karena klien mampu mengatakan rasa tidak nyaman skor
4, kelembaban jarang lembab karena kulit dalam keadaan kering dan perawat
mengganti seprai sesuai dengan jadwal rutin penggantian skor 4, aktivitas total
ditempat tidur skor 1, mobilisasi klien sangat terbatas klien hanya mengubah
posisi ekstermitas skor 1, nutrisi mencukupi klien mampu menghabiskan 3/4 porsi
yang telah diberikan skor 3, pergerakan dan pergeseran potensial masalah k klien
bergerak memerlukan bantuan minimal skor 2. Ternyata dalam melakukan
mobilisasi pasif dapat mencegah terjadinya luka tekan atau dekubitus (Sari dan
Sitorus, 2013: 69).
Terjadinya dekubitus akibat dari tertekannya daerah tertentu yang menjadi
tumpuan beban tubuh dalam waktu yang relative lama atau lebih dari 2 jam
penekanan daerah tersebut menyebabkan gangguan sirkulasi cairan tubuh dan
oksigen kejaringan sehingga daerah tersebut akan menunjukan tanda kemerahan
(Aini, 2013: 9). Menurut Perry dan Potter (2005) dalam Aini (2013: 9) pemberian
posisi terlentang dan posisi setengah duduk (semi fowler), pemberian posisi
miring/ sim kiri, pemberian posisi miring/ sim kanan pada saat ubah posisi 2 jam
63
merupakan perubahan posisi diatas tempat tidur akibat ketidakmampuan pasien
untuk merubah posisi tidurnya sendiri. Perubahan posisi tidur ini dilakukan untuk
merubah adanya tekanan tubuh pada daerah – daerah tertentu sehingga tidak
terjadi ketidakseimbangan beban tubuh pada suatu titik yang dapat menyebabkan
terganggunya sirkulasi aliran darah pada daerah yang tertekan (Aini, 2013: 9).
Gerakan menekuk dan meluruskan sendi bahu, gerakan menekuk dan
meluruskan siku, gerakan memutar pergelangan tangan, gerakan menekuk dan
meluruskan pergelangan tangan, gerakan memutar ibu jari, gerakan menekuk dan
meluruskan pangkal paha, gerakan memutar pergelangan kaki pada saat
melakukan mobilisasi pasif merupakan gerakan untuk mencegah terjadinya atropi
dan meningkatkan sirkulasi darah (Nursalam, 2008: 258). Melakukan mobilisasi
pasif dapat mempertahankan fungsi tubuh dan memperlancar peredaran darah
sehingga mempercepat penyembuhan luka atau mencegah terjadinya luka
dekubitus dan mencegah terjadinya eritmia/ kemerahan pada penonjolan kulit
(Sari dan Sitorus, 2013: 69). Hal ini menyatakan masalah keperawatan teratasi
karena tidak terjadi luka tekan atau dekubitus, maka planning pertahankan
intervensi inspeksi kulit diatas penonjolan tulang dan titik penekanan yang lain
saat reposisi setiap hari, ubah posisi 2 jam, lakukan mobilisasi pasif.
Hasil akhir yang didapatkan oleh penulis dalam mengaplikasikan hasil
penelitian yang terkait dengan pemberian mobilisasi pasif dalam pengelolaan
kasus, didapatkan hasil dalam pemberian mobilisasi pasif dapat mencegah
terjadinya dekubitus pada Tn. P dengan Stroke Hemoragik di ruang HCU
Anggrek II RS Dr. Moewardi Surakarta.
64
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Setelah penulis melakukan pengkajian penentuan diagnosa, perencanaan,
implementasi, dan evaluasi tentang tentang Asuhan Keperawatan pada Tn. P
dengan Stroke Hemoragik di Ruang Anggrek II Rumah Sakit Dr. Moewardi
Surakarta dengan mengaplikasikan hasil pemberian mobilisasi pasif terhadap
pencegahan dekubitus, maka dapat ditarik simpulan:
1. Hasil pengkajian pada pasien stroke hemoragik, pasien mengalami
kelemahan/ hemiparase dextra, tidak mampu melakukan mobilisasi aktif,
bedrest total, skala braden 11, hasil CT scan hematom intraserebral di
lobus temporalkiri, kesadaran somnolent, nilai GCS 9 (V2 E3 M4), nadi
120x/menit teraba kuat, tekanan darah 158/107 mmHg, SpO2 98%,
pernafasan 20x/menit, suhu 37,5o C, terpasang Oksigen 3 liter/menit,
pasien gelisah, terdapat kelainan pada 12 saraf kranial yaitu bola mata
tidak dapat mengikuti gerakan cahaya, klien dapat mengunyah tetapi
kekuatan lemah, ada reflek menelan tetapi kurang baik.
2. Diagnosa keperawatan pada pasien Stroke Hemoragik adalah diagnosa
ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan gangguan
transport oksigen melalui alveolar dan membran kapiler, diagnosa
hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskular
dan diagnosa resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
imobilisasi fisik.
64
65
3. Rencana keperawatan yang dilakukan pada pasien stroke hemoragik untuk
diagnosa ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
gangguan transport oksigen melalui alveolar dan membran kapiler adalah
monitor tingkat kesadaran dan orientasi, monitor (ukuran, bentuk,
kesimetrisan dan reaktivitas) pupil, monitor tanda – tanda vital , tinggikan
bagian kepala tempat tidur 30o, anjurkan keluarga tentang pencegahan
cedera, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat. Intervensi yang
akan dilakukan diagnosa hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan
gangguan neuromuskular adalah kaji kekuatan otot, lakukan gerakan pasif
pada anggota yang mengalami kelumpuhan, anjurkan klien melakukan
latihan gerak aktif pada anggota gerak yang tidak sakit, kolaborasi dengan
ahli fisioterapi dalam perencanaan aktivitas pasien. Intervensi yang akan
dilakakan pada diagnosa resiko kerusakan integritas kulit berhubungan
dengan imobilisasi fisik adalah inspeksi kulit diatas penonjolan tulang dan
titik penekanan yang lain saat reposisi setiap hari, ubah posisi 2 jam
lakukan mobilisasi pasif, anjurkan pada keluarga untuk menjaga
kebersihan dan kelembaban kulit, kolaborasi dengan ahli gizi memberikan
protein dan mineral yang cukup.
4. Tindakan keperawatan yang dilakukan pada pasien stroke hemoragik
untuk tindakan keperawatan diagnosa ketidakefektifan perfusi jaringan
serebral berhubungan dengan gangguan transport oksigen melalui alveolar
dan membran kapiler adalah memonitor tingkat kesadaran dan orientasi,
memonitor (ukuran, bentuk, kesimetrisan dan reaktivitas pupi),
memonitor tanda – tanda vital (tekanan darah, nadi, suhu, pernafasan),
66
meningggikan bagian kepala tempat tidur 30o, melakukan kolaborasi
dengan dokter dalam pemberian obat, menganjurkan keluarga tetang
pencegahan cedera. Tindakan keperawatan hambatan mobilitas fisik
brehubungan dengan gangguan neuromuskular mengkaji kekuatan otot,
melakukan gerakan pasif pada anggota yang mengalami kelumpuhan,
menganjurkan gerakan aktif pada sisi yang tidak sakit. Tindakan
keperawatan untuk diagnosa resiko kerusakan integritas kulit berhubungan
dengan imobilisasi pasif yaitu menginspeksi kulit diatas penonjolan tulang
dan titik penekanan yang lain saat reposisi setiap hari, mengubah posisi 2
jam, melakukan mobilisasi pasif, menganjurkan keluarga untuk menjaga
kelembaban kulit pasien, melakukan kolaborasi dengan ahli gizi.
5. Evaluasi yang dilakukan pada pasien stroke hemoragik, masalah
keperawatan yang belum teratasi adalah ketidakefektifan perfusi jaringan
serebral dan hambatan mobilitas fisik. Masalah keperawatan yang sudah
teratasi adalah resiko kerusakan integritas kulit karena terjadi peningkatan
skala braden dari skor 11 menjadi 15 dan tidak terdapat tanda - tanda luka
tekan atau dekubitus.
6. Analisa hasil tindakan keperawatan dalam pemberian mobilisasi pasif
dapat mencegah terjadinya dekubitus pada Tn. P dengan Stroke
Hemoragik di RS Dr. Moewardi Surakarta.
B. Saran
Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan Stroke
Hemoragik penulis memberikan masukan yang positif terutama dalam bidang
kesehatan antara lain:
67
1. Pasien dan Keluarga
Diharapkan keluarga dan pasien aktif untuk mengetahui informasi
perawatan alternatif dalam mencegah terjadinya dekubitus dengan
pemberian mobilisasi pasif.
2. Rumah Sakit
Diharapkan rumah sakit dapat memberikan pelayanan kesehatan dan
mempertahankan hubungan kerja sama baik antara tim kesehatan maupun
klien sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan asuhan keperawatan
yang optimal pada umumnya yaitu dengan menerapkan secara optimal
pemberian mobilisasi pasif pada pasien stroke yang biasanya mengalami
bedrest total dan beresiko terjadi luka tekan atau dekubitus.
3. Pendidikan
Institusi pendidikan agar meningkatkan mutu pelayanan pendidikan yang
lebih berkualitas dan dilakukan penelitian yang lebih lanjut dibidang
keperawatan tentang pemberian mobilisasi pasif terhadap pencegahan
dekubitus pada Asuhan Keperawatan dengan Stroke Hemoragik.
4. Profesi Keperawatan
Perawat mempunyai tanggungjawab dan keterampilan yang baik dan
selalu berkoordinasi dengan tim kesehatan dalam memberikan asuhan
keperawatan pada pasien stroke, sehingga perawat dan tim kesehatan
lainnya dapat membantu dalam mengatasi kejadian luka tekan atau
dekubitus.
68
5. Penulis
Setelah melakukan tindakan keperawatan pada pasien stroke hemoragik
diharapkan penulis dapat lebih mengetahui dan menambah wawasan
tentang cara pencegahan luka tekan atau dekubitus pada pasien Stroke
dengan bedres total.
69
DAFTAR PUSTAKA
Agustina, Hana, dkk. 2009. Kajian Kebutuhan Perawatan Dirumah Bagi Klien
Dengan Stroke Di Rumah Sakit Umum Daerah Cianjur : Lembaga
Penelitian Universitas Padjadjaran.http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2010/05/kebutuhan_perawatan_di_rumah_pasien_stroke.pdf diakses tanggal 03 April 2014.
Aini, Faridah, dkk. 2013. Pengaruh Alih Baring Terhadap Kejadian Dekubitus
pada Pasien Stroke yang Mengalami Hemiparesis di Ruang Yudistira
di RSUD Kota Semarang.
http://perpusnwu.web.id/karyailmiah/documents/3440.pdf diaksestanggal 12 April 2014.
Auryn, Virzara. 2007. Mengenal & Memahami Stroke. Kata Hati. Jogyakarta.
Faigin, Valery. 2009. STROKE. Bhuana Ilmu Populer. Jakarta.
Handayani, Fitria. 2013. AngkaKejadianSeranganStrokepadaWanita
LebihRendahdaripadaLaki-Laki. Jurnal Keperawatan Medikal Bedah
. Volume 1(1).
http://jurnal.unimus.ac.id/index.php/JKMB/article/view/942/0 diaksestanggal 06 April 2014.
Indrawati, Lili, dkk. 2008. Care Yourself Stroke. Penebar Plus. Jakarta.
ISO. 2011. Informasi Spesialis Obat Indonesia. Ikatan Apoteker Indonesia.Jakarta.
Junaidi, Iskandar. 2011. STOKE : Waspadai Ancamannya. CV Andi. Yogyakarta.
Lumbantobing. 2004. Neurologi Klinik: Pemerikasaan Fisik dan Mental. BalaiPustaka FKUI. Jakarta.
Maimurahman, Havid dan Cemy N. Fitria. 2012. Keefeektifan Range Of Motion
(Rom) Terhadap Kekuatan Otot Ekstremitas pada Pasien Stroke.Jurnal Kesehatan Profesional Islami (9).
http://ejournal.stikespku.ac.id/index.php/profesi/article/view/12diakses tanggal 02 April 2014.
70
Martini, D. & Handayani, D. Y. 2012. The Impact Of The Lying Change In
Protecting The Risk Of Dekubitus On The Stoke Patients At Rsud
Banyumas.MEDISAINS, 11(2).
http://jurnal.ump.ac.id/index.php/FIKES/article/view/413/391 diaksestanggal 03 April 2014.
Morton, P. Gorge, dkk. 2011. CRITICAL CARE NURSING : A Hospital
Approach. Edisi 8. Volume 2. Buku Kedokteran EGC. Jakarta, hal:1026.
Mubarak, Wahit I. & Nurul Chayatin. 2007. Buku Ajar Kebutuhan Dasar
Manusia: Teori & Aplikasi dalam Praktek. Buku Kedokteran EGC.Jakarta.
Mutaqim, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Salemba Medika. Jakarta.
NANDA. 2011. Diagnosa Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2009-2011.Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Nursalam. 2008. Proses dan dokumentasi keperawatan : Konsep dan Praktek.Salemba medika. Jakarta.
Potter dan Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: konsep, proses dan
praktik. Edisi 4. Volume 2. Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012.http://www.dinkesjatengprov.go.id/dokumen/2013/SDK/Mibangkes/profil2012/BAB_I-VI_2012_fix.pdf diakses tanggal 14 April 2014.
Pudiastuti, Ratna Dewi. 2011. Penyakit Pemicu Stroke. Nuha Medika. Jogyakarta.
Puriadi. 2011. Persepsi Perawat terhadap Pengkajian Resiko Luka Tekan Metode
Braden dan Waterlow di Unit Perawatan Bedah. Juranl Ilmiah
Keperwatan vol 2(1). http://www.stikeshangtuah-sby.ac.id/download.php?f=2.JURNAL%20ILMIAH%20KEPERAWATAN%20STIKES%20HANG%20TUAH%20SURABAYA%20VOL.2%20NO.1%20DESEMBER%202011.compressed.pdf diaksestanggal 04 April 2014.
Riset Kesehatan Dasar. 2013 . Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan
Kementerian Kesehatan RI Tahun 2013.http://depkes.go.id/downloads/riskesdas2013/Hasil%20Riskesdas%202013.pdf diakses tanggal 03 April 2014.
71
Sari, Margareth D. dan Jenti Sitorus. 2013. Pengaruh Mobilisasi Pasif Terhadap
Pencegahan Dekubitus Pada Pasien Di Zaal E Rs Hkbp Balige Tahun
2012. Jurnal Keperawatan Hkbp Balige, Vol.1(1).
http://www.akperhkbp.ac.id/wp-content/uploads/2013/07/Jurnal-Keperawatan-Akper-HKBP-Balige-Vol-1-No-1.pdf diakses tanggal 07April 2014.
Setiadi. 2012. Konsep & Penulisan Dokumentasi Asuhan Keperawatan : Teori
dan Praktek. Graha Ilmu. Jakarta.
Sikawi, Claudia A. Dkk. 2013. Pengaruh Latihan Range Of Motion (Rom)
Terhadapkekuatan Otot pada Pasien Strokedi Irina F Neurologi Blu
Rsup Prof. Dr. R. D. Kandoumanado. ejournal Keperawatan (e-Kp)
Vol.1(1).
http://portalgaruda.org/download_article.php?article=140961&val=5798 diakses tanggal 15 April 2014.
Soeharto, Imam. 2004. Serangan Jantung dan Stroke: Hubungan dengan Lemak
& kolesterol Edisi kedua. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Sulistiyani, Tri. 2013. Stroke Juga Bisa di Usia Produktif. Joglosemar.http://www.edisicetak.joglosemar.co/berita/stroke-juga-bisa-di-usia-produktif-158894.html diakses tanggal 04 Mei 2014.
Suriadi. 2004. Perawatan Luka. Edisi 1. Perpustakan Nasional RI. Jakarta.
Taufan, Nugroho. 2011. Asuhan Keperawatan Maternitas, Anak, Bedah, Penyakit
Dalam. Nuha Medika. Yogyakarta.
Vaughans, Bennita W. 2013. Keperawatan Dasar. Rhapa Publishing. Jogyakarta.
Widodo, Arif. 2007. Uji Kepekaan Instrumen Pengkajian Risiko Dekubitus dalam
Mendeteksi Dini Risiko Kejadian Dekubitus di RSIS. Dalam jurnalJurnal Penelitian Sains & Teknologi, Vol. 8 (1).
http://publikasiilmiah.ums.ac.id/bitstream/handle/123456789/403/4.%20ARIF%20WIDODO%20SIAP.pdf?sequence=1diakses tanggal 04April 2014.
Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan: dengan
Intervensi dan Kriteria Hasil NOC. Edisi 7. Buku Kedokteran EGC.Jakarta.