Upload
stephani-tanius
View
218
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
7/31/2019 fkg-nevi2
1/7
Biokompatibilitas Larutan Irigasi Saluran Akar
Nevi Yanti
Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Sumatera Utara
PENDAHULUAN
Dalam usaha mempertahankan gigi tetap berada dalam lengkungnya dan
berfungsi dengan baik, salah satu perawatan yang dilakukan adalah perawatan saluran
akar. Perawatan ini terdiri dari tiga tahapan yaitu preparasi, sterilisasi, dan pengisian
saluran akar. Preparasi saluran akar meliputi tindakan pembersihan dan pembentukan
saluan akar (cleaning and shaping). Cleaning adalah tindakan pengambilan dan
pembersihan seluruh jaringan pulpa serta jaringan nekrotik yang dapat memberi
kesempatan tumbuhnya kuman. Shaping yaitu tindakan pembentukan saluran akar
untuk persiapan pengisian (Grossman et al, 1995).
Adapun alat-alat yang dipakai adalah jarum Miller, ekstirpasi dan file, yang
dapat digerakkan dengan tangan atau mesin. Pemakaian instrumen intrakanal ini
dalam preparasi harus disertai dengan tindakan irigasi sebab bila tidak disertai irigasi,
jaringan dan debris dari sistem saluran akar tidak dapat dibersihkan (Grossman et al,
1995).
Tindakan irigasi saluran akar merupakan salah satu tahap perawatan endodonti
yang penting sebab jika diabaikan dapat menyebabkan kegagalan perawatan. Dinding
saluran yang tidak bersih dapat menjadi tempat persembunyian bakteri (Fogel dan
Pashley, 1990), mengurangi perlekatan bahan pengisi saluran akar (Gettleman et al,
1991) danmeningkatkan celah apikal (Kennedy et al, 1986).Selama dan sesudah pembersihan dan pembentuk saluran harus diirigasi untuk
menghilangkan fragmen jaringan pulpa dan serpihan dentin yang menumpuk. Selain
itu, irigasi juga dapat membersihkan debris makanan bila saluran dibiarkan terbuka
untuk drainase selama abses alveolar akut (Grossman et al, 1995). Jumlah debris yang
dibuang oleh bilasan larutan irigasi saluran akar merupakan faktor yang lebih
berpengaruh terhadap kebersihan saluran akar dibandingkan dengan efek melarutkan
jaringan (Barbosa et al, 1994). Selain itu, efektifitas larutan irigasi tergantung pada
jumlah larutan irigasi, diameter saluran akar, dan kondisi pulpa. Pada gigi tanpa pulpa
larutan irigasi tidak hanya mengisi seluruh saluran tetapi dapat juga merembes ke
dalam periapikal (Grossman et al, 1995). Tulisan ini akan membahas
biokompatibilitas dan masing-masing larutan irigasi tersebut
JENIS-JENIS LARUTAN lRIGASI SALURAN AKAR
Menurut Harty (1993), suatu larutan irigasi saluran akar yang baik harus
mampu melarutkan kotoran organik dan anorganik, melumasi alat endodontik,
membunuh mikroba, tidak toksik, dan ekonomis. Larutan irigasi yang paling baik
adalah mempunyai daya antimikroba yang maksimal dengan toksisitas yang minimal.
Pendapat ini diperkuat oleh Anusavice (1996) yang menyatakan bahwa setiap bahan
yang dipakai di bidang kedokteran gigi harus memenuhi syarat-syarat
biokompatibilitas (dapat diterima oleh jaringan tubuh) yaitu tidak membahayakan
pulpa dan jaringan lunak, tidak mengandung substansi yang bisa menyebabkan respon
sistemik bila berdifusi dan diadsorpsi ke dalam sistem sirkulasi, dan bebas dari agensensitisasi yang dapat menyebabkan respon alergi serta tidak berpotensi karsinogenik.
e-USU Repository 2004 Universitas Sumatera Utara
1
7/31/2019 fkg-nevi2
2/7
Tetapi dari hasil studi secara in vitro dan in vivo terhadap berbagai larutan irigasi yang
potensial belum ada bahan yang memenuhi syarat tersebut (Spangberg, 1994).
Bahan irigasi yang biasa dipakai adalah yang mempunyai sifat antiseptik
artinya suatu bahan yang dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme secara in
vitro dan in vivo pada jaringan hidup. Efektifitas dan toksisitas larutan ini sangat
tergantung pada konsentrasi, suhu dan waktu (Jawetz, 1989; Siswandono danSoekardjo, 1995).
Larutan irigasi yang digunakan dalam perawatan saluran akar antara lain adalah :
I. Golongan Halogen.
I.1. Klorin
Bahan irigasi mengandung klorin yang bersifat oksidator dan dianggap paling
efektif adalah larutan NaOCI 5% karena bersifat lubrikan, pelarut jaringan
pulpa, pemutih dan antiseptik yang kuat (gambar .1) (Spangberg, 1994;
Grossman et al, 1995). Akan tetapi bahan ini mempunyai kekurangan yaitu tidak
dapat membuang debris anorganik, tidak dapat mencapai daerah 1/3 apikal,
menyebabkan korosi alat endodontik dari baja karbon, bersifat toksik (gambar 1dan tabel 1) (Weine, 1985; Pogel dan Pashley, 1990; Spangberg, 1994). Heggers
et al (1991) menemukan bahwa secara in vitro dan in vivo toksisitas NaOCl
terhadap jaringan terlihat pada konsentrasi 0,25% dan dibawah konsentrasi
tersebut tidak mempuyai efek bakterisidal. Larutan NaOCI 0,05% mempunyai
efek merusak sel yang lebih besar daripada efek antimikroba terhadap bakteri
obligate anaerob dari dalam saluran akar (Alacam et al, 1993).
Tabel 1 Indeks Biokompatibilitas bahan antiseptik
Bahan BI*
I2-KI
Eugenol
EDTA
NaOCl
Formocresol
Cresatin
CMCP
33
28
36
20
17
15
8
*BI = derajat nontoksisitas pada pengenceran terbesar bahan irigasi atau
medikamen yang masih mampu menghambat pertumbuhan bakteri yang diuji
(dikutip dari Spangberg, 1994 ).
Sabala dan Powell (1989), menemukan larutan NaOCl 5,25% yang tertekan kejaringan periapikal menyebabkan rasa sakit yang sangat danpembengkakkan
spontan. Hal yang sama terjadi pada tiga kasus komplikasi pemakaian NaOCl
2% (Becking, 1991). Ingram (1990) melaporkan rasa sakit dan terbakar pada
mata pasien akibat terpercik larutan NaOCl 5,25%. Ehrich et al (1993)
melaporkan kasus irigasi NaOCl 5,25% yang tidak sengaja mengenai sinus
maksilaris menimbulkan rasa terbakar dan kongesti.
I.2 Iodin
Larutan organik yang mengandung iodin disebut iodofor. Keuntungan bahan ini
adalah dapat membersihkan saluran akar karena mempunyai tegangan
permukaan yang rendah, bersifat antiseptik dan toksisitasnya lebih rendahdibandingkan dengan NaOCl (gambar 1), serta iodin yang dikandungnya tidak
e-USU Repository 2004 Universitas Sumatera Utara
2
7/31/2019 fkg-nevi2
3/7
menimbulkan reaksi alergi. Tetapi sama seperti NaOCI, memiliki efek toksik 10
kali lebih besar dibanding efek antimikrobanya (Spangberg, 1994), dan dapat
mengiritasi jaringan. Larutan iodofor yang sering digunakan adalah Wescodyne
berisi iodin 1,5% (9,1% polyethoxy polypoxy, polyethoxy ethanoliodine
complex) dan lodopax berisi iodin 5% (acetylphenoxy +polyglycol ether).
Larutan irigasi lain yang mengandung iodin adalah Iodine pottassium iodide,mempunyai efek antimikroba maksimal. Sitotoksisitasnya lebih kecil dari
NaOCI (tabel 1), daya iritasi jaringan setara dengan Bis-dequalinium acetate
0,5% dan NaOCI3% (Spangberg, 1994).
Gambar 1. Toksisitas dan efek antimikroba dari medikamen endodontik untuk
irigasi A. Efek toksisitas pada sel L929 in vitro. Bar hitam menunjukkanpengenceran antiseptik yang dapat membunuh kultur sel selama periode 4 jam.
Semakin panjang bar, toksisitas semakin tinggi (skala logaritma). B. Efek
antimikroba terhadap berbagai strain mikroba yang diisolasi dari saluran akar.
Bar menunjukkan pengenceran antiseptik yang efektif dan membunuh
organisme di daIam kultur. Semakin panjang bar, efek antimikroba semakin
kuat (skala logaritma). *Dilution menunjukkan pengenceran dari konsentrasi
yang ditunjukkan oleh diagram. (Bioseptadalah agen deterjen kationik;Iodopax
dan Wescodyne adalah lodophores, Hibitane adalah klorheksidin (dikutip dari
Spangberg. 1994).
e-USU Repository 2004 Universitas Sumatera Utara
3
7/31/2019 fkg-nevi2
4/7
II. Golongan deterjen
Pemakaian deterjen untuk irigasi saluran akar akan menambah kebersihan
karena efektif menghilangkan sisa jaringan lemak (Barbosa et al, 1994). Bahan ini
efektif sebagai agen pembersih karena mempunyai tegangan permukaan yang aktif,
dapat mengemulsi organisme dan debris organik sehingga bisa dikeluarkan dari dalam
saluran akar. Efek antibakterinya dengan cara mengganggu lipoprotein membran sel(Kolstad dan White, 1995), tetapi lebih lemah dari NaOCI (Spangberg, 1994). Bahan
irigasi yang termasuk deterjen kationik adalah golongan quartenary ammonium
compound. Meskipun mempunyai efek pembersih yang baik tetapi bahan ini bukan
larutan irigasi yang ideal karena efek antibakterinya lemah, dan dapat menghambat
atau memperlama penyembuhan luka (Weine, 1985; Spangberg, 1994). Contoh
deterjen kationik yaitu EDTAG, Zephiran, aminoquinal diacetate/Salvizol, Bis-
dequalinium acetate atau Solvidont (Spangberg, 1988), Biosept 0,1% dan 1%
(Spangberg, 1994),Bardac 22 0,5% (Panighi dan Jacquot, 1995). Biosept lebih toksik
dari NaOCI, iodofor dan klorheksidin (gambar 1). Daya iritasi jaringan Salvizol sama
dengan iodofor, tetapi lebib rendah dari NaOCI dan Zephiran (Spangberg, 1994).
Larutan irigasi yang termasuk deterjen anionik (nonionik) antara lain lauryl sulphatedan Sabun (Kolstad dan White, 1995). Kombinasi larutan kalsium hidroksida dengan
lauryl-diethylene-glycol-ether-sodium sulphate 10% dan 20% memiliki efek
antibakteri lebib besar dari larutan kalsium hidroksida terhadap bakteri S.faecalis,
S.sanguis, Smutans,S.salivarius, Neissseria sp, diphteroid, S.aureus, Lactobacillus sp,
S.epidermidis, B. subtilis dan C.albicans (Barbosa et al, 1994). Akan tetapi, Herlofson
dan Barkvoll (1996), menemukan deskuamasi mukosa mulut pada 75% subyek
pemakai pasta gigi mengandung SLS.
III Chelating solution
Chelating solution adalah bahan yang dipakai untuk mendekalsifikasi saluran
akar yang sempit. Larutan yang biasa dipakai bersifat asam seperti EDTA, asam sitrat
(Yamaguchi et al, 1994), asam laktat, asam sulfat dan asam tanat (Bitter, 1989).
Selain itu, EDTAC, RC-Prep (Weine, 1985), Solvidont (Spangberg et al, 1988),
Salvizol (Spangberg, 1994). Pemakaian kombinasi larutan NaOCl dengan EDTA akan
membuang semua debris organik dan sisa jaringan keras gigi serta membuka tubulus
dentin. Namun sampai sekarang belum ada bukti yang menyatakan bahwa
pembersihan dengan bahan kimia organik yang berlebihan akan meningkatkan
prognosa perawatan (Spangberg, 1994). Menurut Segura et al, (1996), larutan
disodium salt of EDTA yang terdorong ke apikal selama preparasi bisa menghambat
interaksi Vasoactive Intestinal Peptida dengan makrofag sehingga sistim imun pada
jaringan periapikal terganggu.
TEKNIK IRIGASI SALURAN AKAR
Tindakan irigasi dilakukan dengan menggunakan pipet plastik disposible atau
alat semprit kaca dengan jarum endodontik yang bertakik (gambar 2). Jarum harus
dibengkokkan menjadi sudut tumpul (gambar 3) untuk mencapai saluran akar gigi
depan atau belakang. Jarum dimasukkan sebagian ke dalam saluran dan harus ada
ruang yang cukup antara jarum dan dinding saluran yang memungkinkan pengaliran
kembali larutan dan menghindari penekanan ke dalam jaringan periapikal.
Saat membersihkan dan membentuk saluran akar, larutan disemprotkan hati-
hati dengan sedikit atau tanpa tekanan serta harus diperhatikan agar saluran selalu
penuh dengan larutan baru. Aliran yang merembes keluar ditampung dengan kainkasa atau diaspirasi. Segera setelah preparasi, saluran akar harus dikeringkan dengan
e-USU Repository 2004 Universitas Sumatera Utara
4
7/31/2019 fkg-nevi2
5/7
menahan jarum alat semprit di dalam saluran dan penyedotnya perlahan-lahan serta
memakaipaper pointpada pengeringan terakhir (Grossman et al, 1995).
Gambar 2 A Alat semprit disposible 12 ml dengan jarum bertakik, B. Jarum yang
bertakik mengurangi tekanan dari semprotan larutan irigasi yang kuat (dikutip dariGrossman et al, 1995)
Gambar 3. Jarum irigasi bengkok dimasukkan sebagian ke dalam salman akal tanpa
terjepit. Larutan irigasi yang merembes keluar diabsorpsi dengan kain kasa steril,
untuk memonitor pengambilan debris dan salman akar (dikutip dari Grossman et al,
1995)
KESIMPULAN
Dari penjelasan diatas dapat diketahui bahwa tidak ada satupun larutan irigasi
yang benar-benar biokompatibel oleh karena itu perlu diperhatikan indikasi dan
kontra indikasi dari setiap larutan irigasi diatas selain itu tindakan irigasi harus
dilakukan dengan hati-hati dan memakai teknik yang benar untuk menjamin
keberhasilan perawatan saluran akar.
e-USU Repository 2004 Universitas Sumatera Utara
5
7/31/2019 fkg-nevi2
6/7
DAFTAR PUSTAKA
Alacam T, Omurlu H, Ozkul A, Oorgul G, Misirligil A, 1993. Cyiototixicity versus
antibacterial activity of some antiseptics in vitro. J Nihon Univ Sch Dent 35:22-
7.
Anusavice KJ, 1996. Philip's science of dental materials. 10th edition. Philadelphia:
W.B.Saunders Company, pp 75-9.
Barbosa SV, Spangberg LSW, Almeida D, 1994. Low surface tension calcium
hydroxide solution is an effective antiseptic. Int Endod J 27:6-10.
Becking AG, 1991. Complication in the use of sodium hypochlorite during
endodontic treatment Report of three cases. Oral Surg 71:346-8.
Ehrich DO, Brian Jr ID, Walker WA, 1993. Sodium Hypochlorite Accident:
Inadvertent Injection into the Maxillary Sinus. J Endod 19: 180-2.
Fogel M dan Pashley DH, 1990. Effects of Endodontic Procedures on Root Slabs. J
Endod 16:442-5.
Grossman LI, Oliet S, Del Rio CE, 1995. llmu endodontik dalam praktek
(Endodontice Practice). Alih bahasa Abyono R. Penyunting Suryo S. edisi ke11.
Jakarta: EGC. hal47-8, 59,205-11.
Harty FJ, 1993. Endodontik Klinis (Clinical Endodontics). Alih bahasa Yuwono L.
edisi ke-3. Jakarta: Hipokrates, hal 128.
Heggers JP, Stenberg, BD, Strock IL, McCauley RL, Herndon DN, Robson MC,
1991. Bactericidal and wound-healing properties of sodium hypochloryte
solutions. J Burn Care Rehabil 12:420-4.
Herlofson BB dan Barkvoll P, 1996. Oral mucosal desquamation of pre- and post
menopausal Women. A comparison of response to sodium lauryl sulphate in
toothpastes. J Cfut Periodontol 23:567-71.
Jawetz E, 1989. Desinfectans & Antiseptics. In (Katzung BG, ed). Basic and Clinical
Pharmacology. 4th edition. Connecticut: Appleton & Lange, pp 612-5.
Kennedy WA, Walker III WA, Gough RW. 1996. Smear Layer Removal Effects On
Apical Leakage. J Endod 12:21-7.
Kolstad R dan White RR, 1995. Disinfection and Sterilization. In (Willett NO, White
RR, Rosen S, eds). Essential Dental Microbiology. New Jersey: Prentice-Hall
Int Inc, pp 57-61.
Panighi MM dan Jacquot B, 1995. Scanning Electrone Microscopic Evaluation of
Ultrasonic Debridement Comparing Sodium Hypochlorite and Bardac-22. J
Endod 21:272-6.
e-USU Repository 2004 Universitas Sumatera Utara
6
7/31/2019 fkg-nevi2
7/7
Sabala Cl dan Powell SE, 1989. Sodium Hypochlorite Injection into Periapical
Tissues. J Endod 15:490-2.
Siswandono dan Soekardjo B, 1995. Kimia Medisinal. Cetakan I. Surabaya:
Airlangga University Press, hal 247-8.
Spangberg 1. Pascon EA, Kaufinan AY, Safavi K, 1988. Tissue Irritating Properties
of Bis-dequalinium Acetate Solutions for Endodontic Use. J Endod 14:88-97.
Spangberg L 1994. Intracanal Medication. In (Ingle JI, Bakland LK, eds).
Endodontics. 4th ed. Philadelphia: Lea & Febiger, pp 632-7.
Weine FS, 1985. Endodontic therapy. 3rd edition. St. Louis: The C.V. Mosby Co., pp
317-22.
e-USU Repository 2004 Universitas Sumatera Utara
7