125
Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April 2019 ISSN 2656-3576

Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April

  • Upload
    others

  • View
    1

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April

Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April 2019 ISSN 2656-3576

Page 2: Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April

Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April 2019 ISSN 2656-3576

DEWAN REDAKSI

Pelindung : Rektor Universitas Ibnu Chaldun Jakarta Penanggung Jawab : Dekan Fakultas Ekonomi

Pimpinan Redaksi : Dr. Pandoyo, SE., MM

Dewan Redaksi : 1. Dr. Mohammad Siddiq, M.Si 2. Dr. Ahmad Nasir Biasane, MSi 3. Dr. Clara Tiwow, SH., MSi 4. Dr. Hartini Salama, SE., MM 5. Dr. Fahruddin Salim, SE., MM 6. Gemala Paramita, SE., MM 7. Ahmad Iskandar, SE., MA 8. Ernawati, SE., MM

Sekretaris Redaksi : 1. Shanti Arianani, S. Sos

2. Susanty, SE

Page 3: Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April

Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April 2019 ISSN 2656-3576

DAFTAR ISI

Dewan Redaksi i Daftar Isi ii Pengantar Redaksi iii PENGARUH BAURAN KOMUNIKASI PEMASARAN TERHADAP CITRA MEREK DAN KESADARAN MEREK SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP KEPUTUSAN KONSUMEN MEMILIH ASURANSI SYARIAH Ade Fajar, Nurdin Sobari, Hardius Usman

1-21

PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN SITUASIONAL DAN KOMPETENSI TERHADAP KINERJA KARYAWAN PT. TOWERS WATSON PURBAJAGA Yudo Kisworo, Gemala Paramita

22-35

ANALISIS FINANSIAL DISTRESS DALAM MEMPREDIKSI KEBANGKRUTAN PERUSAHAAN TELEKOMUNIKASI Desy Epriana, Pandoyo, Ernawati

36-57

ANALISIS BEBAN KERJA KEMENTERIAN LUAR NEGERI Hartini Salama, Asdi Caniago, Mohammad Siddiq, Acep Nugraha

58-82

ANALISIS FAKTOR MOTIVASI KERJA TERHADAP PENINGKATAN KINERJA KARYAWAN BPJS KETENAGAKERJAAN Dimas Sundawa

83-98

PENGARUH KEPEMIMPINAN DAN IKLIM ORGANISASI TERHADAP KINERJA KARYAWAN Ditta Nurliyana, Nasir Biasane, Nurdin

99-121

Page 4: Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April

Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April 2019 ISSN 2656-3576

PENGANTAR REDAKSI

Dengan memanjatkan puji serta syukur kepada Allah swt., FOKUS: Jurnal Manajemen dan Bisnis hadir di hadapan pembaca budiman. Jurnal yang diterbitkan Fakultas Ekonomi Universitas Ibnu Chaldun Jakarta ini menghadirkan kajian seputar manajemen dan bisnis baik dalam perspektif ekonomi konvensional maupun ekonomi Islam. Hal tersebut guna mendukung penyebaran hasil penelitian, pengkajian, dan berbagai inovasi yang dilakukan oleh civitas akademik dalam upaya mengembangkan penalaran ilmiah.

Pada edisi Vol. 1 No. 1, April 2019 ini disuguhkan tujuh tulisan dengan tema utama seputar manajemen dan bisnis. Artikel pertama berjudul PENGARUH BAURAN KOMUNIKASI PEMASARAN TERHADAP CITRA MEREK DAN KESADARAN MEREK SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP KEPUTUSAN KONSUMEN MEMILIH ASURANSI SYARIAH yang ditulis oleh Ade Fajar, Nurdin Sobari, dan Hardius Usman menjabarkan pentingnya citra dan kesadaran merek dalam bisnis asuransi syariah. Selanjutnya, Yudo Kisworo dan Gemala Paramita menyampaikan mengenai gaya kepemimpinan sebagai salah satu faktor utama yang menentukan peningkatan kinerja karyawan melalui artikel yang berjudul “PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN SITUASIONAL DAN KOMPETENSI TERHADAP KINERJA KARYAWAN PT. TOWERS WATSON PURBAJAGA. Artikel lainnya yang berjudul ANALISIS FINANSIAL DISTRESS DALAM MEMPREDIKSI KEBANGKRUTAN PERUSAHAAN TELEKOMUNIKASI yang ditulis oleh Desy Epriana, Pandoyo dan Ernawati menjelaskan mengenai upaya memprediksi kebangkrutan perusahaan telekomunikasi melalui analisis finansial distress. Selain itu, Hartini Salama, Asdi Caniago, Mohammad Siddiq dan Acep Nugraha telah mengungkapkan beban kerja organisasi Kemenlu melalui tulisan yang berjudul ANALISIS BEBAN KERJA KEMENTERIAN LUAR NEGERI. Sedangkan Dimas Sundawa mengungkapkan mengenai faktor motivasi kerja melalui artikel yang berjudul ANALISIS FAKTOR MOTIVASI KERJA TERHADAP PENINGKATAN KINERJA KARYAWAN BPJS KETENAGAKERJAAN. Jurnal ini kemudian ditutup dengan artikel yang berjudul PENGARUH KEPEMIMPINAN DAN IKLIM ORGANISASI TERHADAP KINERJA KARYAWAN yang ditulis oleh Ditta Nurliyana, Nasir Biasane dan Nurdin.

Selamat Membaca.

Page 5: Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April

Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April 2019 ISSN 2656-3576

1

PENGARUH BAURAN KOMUNIKASI PEMASARAN TERHADAP CITRA MEREK DAN KESADARAN MEREK SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP KEPUTUSAN

KONSUMEN MEMILIH ASURANSI SYARIAH

Ade Fajar, Nurdin Sobari, Hardius Usman Kajian Timur Tengah dan Islam, Universitas Indonesia

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh bauran komunikasi pemasaran terhadap citra merek dan kesadaran merek serta implikasinya terhadap keputusan konsemen memilih asuransi syariah. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan metode pendekatan kuantitatif dan didukung pula dengan data kualitatif. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah SEM (Structural Equation Modeling). Responden dalam penelitian ini adalah nasabah asuransi jiwa syariah yang ada di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tanggerang, dan Bekasi dengan jumlah sampel sebanyak 160 orang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bauran komunikasi pemasaran berpengaruh terhadap citra merek, bauran komunikasi pemasaran berpengaruh terhadap kesadaran merek, bauran komunikasi pemasaran tidak berpengaruh terhahadap keputusan konsumen memilih asuransi syariah, citra merek berpengaruh terhadap keputusan konsumen memilih asuransi syariah, dan kesadaran merek berpengaruh terhadap keputusan konsumen memilih asuransi syariah. Kata Kunci: asuransi syariah; bauran komunikasi pemasaran; citra merek,

kesadaran merek, keputusan konsumen Abstract: This study aims to determine the influence of marketing communication mix on brand image and brand awareness and its implication to the consumer decision to choose sharia insurance. This research is descriptive by using quantitative approach method and also supported by qualitative data. Data analysis method used in this research is SEM (Structural Equation Modeling). Respondents in this study are sharia life insurance customer in jakarta, Bogor, Depok, Tanggerang, and Bekasi with a sample of 160 people. The result of the research shows that marketing communication mix influence to brand image, marketing communication mix influence to brand awareness, marketing communication mix has no influence on consumer decision to choose sharia insurance, brand image influence to consumer decision to choose sharia insurance, and brand awareness influence to consumer decision sharia insurance. Key word: sharia insurance; marketing communication mix; brand image, brand

awareness; consumer decision

Page 6: Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April

Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April 2019 ISSN 2656-3576

2

PENDAHULUAN

Ekonomi Islam telah mengalami perkembangan yang cukup pesat di berbagai sektor. Menurut Kemenpar, setidaknya ada tujuh bidang ekonomi syariah yang sedang berkembang saat ini, yaitu pariwisata, kuliner, hiburan, kosmetik, farmasi, fashion, dan keuangan (Kemenpar, 2015). Industri keuangan syariah sebagai salah satu sektor ekonomi Islam di Indonesia mengalami perkembangan yang cukup signifikan. Adanya kesadaran masyarakat akan pentingnya nilai-

nilai syariah dalam kehidupan sehari-hari menjadi salah satu pemicu tumbuh kembangnya minat masyarakat terhadap industri keuangan syariah di Indonesia. Asuransi syariah sebagai salah satu Industri Keuangan Non Bank (IKNB) telah memberikan sumbangan yang signifikan terhadap perekonomian di indonesia. Adanya IKNB syariah di Indonesia adalah dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat akan produk keuangan halal yang terhindar dari praktik perjudian (maisir), ketidakjelasan (gharar), dan bunga (riba).

Tabel 1 Overviev IKNB Syariah periode Februari 2018

Sumber: www.ojk.go.id

Berdasarkan data pada tabel 1, diketahui bahwa jumlah industri syariah (perusahaan full syariah) sebanyak 13 perusahaan (naik 15,38% dari periode tahun sebelumnya, Februari 2017), terdiri dari 7 perusahaan asuransi jiwa syariah, 5 perusahaan asuransi umum syariah, dan 1 perusahaan reasuransi syariah. Sedangkan jumlah perusahaan unit usaha

syariah untuk asuransi syariah sebanyak 50 perusahaan (naik 6% dari periode tahun sebelumnya, Februari 2017), yaitu terdiri dari unit usaha asuransi jiwa syariah sebanyak 23 perusahaan, unit usaha asuransi umum syariah sebanyak 25 perusahaan, dan unit usaha reasuransi syariah sebanyak 2 perusahaan. Berbeda dengan tahun sebelumnya, pada Februari 2017

Keterangan

Jumlah

Industri

Syariah

(Unit)

Jumlah

Perusahaan

Unit Usaha

Syariah (Unit)

Aset

(Miliar Rp)

Kewajiban

(Miliar Rp)

Dana

Syirkah

Temporer

(Miliar Rp)

Ekuitas

(Miliar Rp)

Aset

Produktif

(Miliar Rp)

1. Asuransi Syariah 13 50 42,176 8,019 - 34,086 36,470

a. Asuransi Jiwa Syariah 7 23 34,734 4,476 - 30,258 31,379

b. Asuransi Umum Syariah 5 25 5,742 2,934 - 2,808 3,860

c. Reasuransi Syariah 1 2 1,699 609 - 1,021 1,230

2. Lembaga Pembiayaan Syariah 7 38 33,037 25,602 - 7,435 28,271

a. Perusahaan Pembiayaan Syariah 3 34 30,644 23,587 - 7,057 27,396

b. Perusahaan Modal Ventura Syariah 4 3 1,281 932 - 350 876

c. Perusahaan Pembiayaan Infrastruktur Syariah - 1 1,112 1,083 - 28 -

3, Dana Pensiun 1 - 1,317 1,317 - - 1,286

a. DPPK-PPMP - - - - - - -

b. DPPK-PPIP - - - - - - -

c. DPLK 1 - 1,317 1,317 - - 1,286

4. Lembaga Jasa Keuangan Khusus Syariah 4 6 22,666 16,109 - 1,154 682

5. Lembaga Keuangan Mikro Syariah 36 - 116 28 24 63

JUMLAH 61 94 99,311 51,076 - 42,699 66,773

Page 7: Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April

Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April 2019 ISSN 2656-3576

3

jumlah industri syariah (perusahaan full syariah) sebanyak 11 perusahaan, yang terdiri dari 6 perusahaan asuransi jiwa syariah, 4 perusahaan asuransi umum syariah, dan 1 perusahaan reasuransi syariah. Sedangkan jumlah perusahaan unit usaha syariah untuk asurasi syariah sebanyak 47 perusahaan, yaitu terdiri dari unit usaha asuransi jiwa syariah sebanyak 21 perusahaan, unit usaha asuransi umum syariah sebanyak 24 perusahaan, dan unit usaha

reasuransi syariah sebanyak 2 perusahaan. Aset perusahaan asuransi syariah per Februari 2018 sebesar 42,176 triliun rupiah atau naik sebesar 18,72% dari periode sebelumnya pada Februari 2017 yang hanya sebesar 34,279 triliun rupiah. Sedangkan untuk aset produktif per Februari 2018 sebesar 36,470 triliun rupiah atau naik sebesar 17,91% dari periode sebelumnya pada Februari 2017 yang hanya sebesar 29,939 triliun rupiah.

Tabel 2 Portofolio Investasi Asuransi Syariah, Asuransi Jiwa Syariah, dan Reasuransi Syariah (dalam miliar rupiah)

Sumber: www.ojk.go.id

Berdasarkan data yang terdapat pada tabel 2 dapat diketahui bahwa portofolio investasi asuransi syariah mengalami peningkatan. Pada periode Februari 2018 jumlah portofolio investasi asuransi syariah sebesar 36,469 triliun rupiah atau naik sebesar 17,91% dari tahun lalu di periode yang sama Februari 2017 yaitu sebesar 29,938 triliun rupiah. Sedangkan untuk jumlah portofolio investasi asuransi jiwa syariah naik menjadi sebesar 31,379 triliun

rupiah atau naik 18,24% di periode yang sama Februari 2017 yaitu sebesar 25,654 triliun rupiah.

Portofolio insvestasi asuransi jiwa syariah lebih besar dibandingkan dengan portofolio investasi asuransi umum syariah dan reasuransi syariah. Pada tahun 2017, porsi asuransi jiwa syariah dibandingkan dengan asuransi umum syariah dan reasuransi syariah adalah sebesar 85,69% : 14,31%. Sedangkan pada tahun 2018, porsi investasi asuransi jiwa

Feb-17 Feb-18 Feb-17 Feb-18 Feb-17 Feb-18 Feb-17 Feb-18

A. Perbankan 9,345 8,448 6,316 5,742 2,274 2,128 755 578

1. Deposito 9,345 8,448 6,316 5,742 2,274 2,128 755 578

B. Pasar Modal 20,427 27,895 19,199 25,564 875 1,679 353 652

1. Saham Syariah 12,478 15,087 12,475 15,072 4 9 - 6

2. Sukuk 2,115 2,261 1,785 1,525 250 495 80 240

3. Surat Berharga Syariah Negara 2,964 5,691 2,357 4,778 383 614 224 299

4. Reksa Dana Syariah 2,870 4,856 2,582 4,188 239 561 49 107

C. Lain-Lain 166 126 139 74 27 53 0 -

1. Emas Murni 1 1 - - 1 1 - -

2. Penyertaan Langsung 11 10 11 10 0 0 - -

3. Bangunan dgn Hak Strata atau Tanah dgn Bangunan

untuk Investasi

27 51 0 0 26 51 - -

4. Investasi Lain 128 64 127 63 0 1 0 -

JUMLAH 29,938 36,469 25,654 31,379 3,176 3,860 1,108 1,230

Asuransi SyariahAsuransi Jiwa

Syariah

Asuransi Umum

Syariah

Reasuransi

SyariahNama Akun

Page 8: Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April

Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April 2019 ISSN 2656-3576

4

syariah dibandingkan dengan investasi asuransi umum syariah dan reasuransi syariah adalah sebesar 86,04% : 13,96%. Berdasarkan porsi portofolio investasi asuransi syariah tersebut, dapat disimpulkan bahwa asuransi jiwa syariah memiliki peran yang sangat besar dalam mengembangankan industri asuransi syariah di Indonesia.

Besarnya peranan asuransi syariah dalam memajukan Industri Keuangan Non Bank (IKNB) syariah tidak diimbangi dengan pemahaman masyarakat tentang pentingnya asuransi. Hal ini menjadi

sebab lambatnya pertumbuhan industri asuransi di Indonesia terutama asuransi syariah. Menurut survey OJK pada tahun 2016 lalu, dapat diketahui indeks literasi dan inklusi keuangan pada sector perbankan dan sektor perasuransian yang menunjukan bahwa masyarakat Indonesia memiliki pengetahuan dan pemahaman terhadap asuransi masih sangat rendah dibandingkan dengan pengetahuan dan pemahaman terhadap bank sehingga hal ini berpengaruh terhadap penggunaan produk asuransi.

Tabel 3 Indeks Literasi dan Inklusi Keuangan

pada Sektor Perbankan dan Perasuransian Tahun 2016

Keterangan Perbankan Perasuransian

Literasi 28.94 % 15.76 %

Inklusi 63.63 % 12.08 %

Sumber: www.ojk.go.id Berdasarkan data pada tabel 3,

dapat dijelaskan bahwa indeks literasi dan Inklusi keuangan untuk sektor perasuransian secara keseluruhan adalah sebesar 15.76% dan 12.08%, artinya adalah dari 100 orang Indonesia, ada sekitar 15 sampai 16 orang yang telah mengenal lembaga jasa keuangan asuransi dan ada sekitar 12 orang yang telah menggunakan jasa keuangan asuransi. Berbeda dengan asuransi, indeks literasi dan Inklusi keuangan untuk sektor perbankan sudah jauh lebih baik yaitu secara keseluruhan adalah sebesar 28.94% dan 63.63%.

Melalui bauran komunikasi pemasaran, diharapkan masyarakat Indonesia akan lebih mengenal dan memahami tentang asuransi, sehingga mempengaruhi mereka untuk menggunakan produk asuransi. Setidaknya ada lima dimensi yang membentuk bauran komunikasi pemasaran, yaitu pemasaran langsung, hubungan masyarakat, promosi penjualan, penjualan individu, dan periklanan (Shimp, 2007).

Rumusan Masalah

Permasalahan dalam penelitian ini adalah masih

Page 9: Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April

Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April 2019 ISSN 2656-3576

5

rendahnya tingkat pengetahun dan pemahaman masyarakat di Indonesia tentang asuransi yang mengakibatkan rendahnya minat untuk menggunakan produk asuransi. Menurut hasil survey OJK, besar indeks untuk literasi dan inklusi sektor perasuransian pada tahun 2016 adalah masing-masing sebesar 15.76% dan 12.08%, artinya adalah dari 100 orang Indonesia, hanya ada sekitar 15 sampai 16 orang yang telah mengenal lembaga jasa keuangan asuransi dan hanya ada sekitar 12 orang yang telah menggunakan jasa keuangan asuransi. Salah satu penyebab rendahnya pengetahun dan pemhaman masyarakat tentang produk asuransi adalah kurangnya informasi mengenai produk asuransi, sehingga citra merek perusahaan asuransi kurang dikenal oleh masyarakat dan kesadaran masyarakat terhadap merek produk asuransi tertentu masih sangat rendah.

Hasil penelitian Madhavaram et.al (2005), menemukan bahwa bauran komunikasi pemasaran berpengaruh terhadap citra merek. Penelitian yang dilakukan oleh Shah et.al (2012) dan Del Rio (2001) citra merek mampu mempengaruhi keputuasan untuk membeli bagi konsumen. Penelitian yang dilakukan oleh Khasawneh dan Hasouneh (2010), dan Macdonald dan Sharp (2000) menyatakan bahwa kesadaran merek berpengaruh terhadap perilaku pembelian konsumen.

Kerangka Pemikiran Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis membatasi penelitian hanya pada 5 (lima) dimensi bauran komunikasi pemasaran yang dinyatakan oleh Shimp (2007), yaitu dimensi periklanan, dimensi penjualan individu, dimensi promosi penjualan, dimensi hubungan masyarakat, dan dimensi pemasaran langsung. Kemudian dikaitkan dengan citra merek dan kesadaran merek, serta keputusan pembelian konsumen terhadap produk asuransi syariah.

Madhavaram et.al (2005), dalam penelitiannya menyatakan bahwa bauran komunikasi pemasaran berpengaruh terhadap citra merek. Shah et.al (2012), Del Rio (2001), dan Chi et.al (2009), dalam penelitiannya menyatakan bahwa citra merek berpengaruh terhadap perilaku pembelian konsumen. Sedangkan menurut Doostar (2012), Nepalia (2011), Hareem (2011), Khasawneh dan Hasouneh (2010), dan Macdonald dan Sharp (2000) dalam penelitiannya diketahui bahwa perilaku pembelian kosumen dipengaruhi oleh kesadaran merek. Selain itu, Rahman (2016) dalam penelitian yang dilakukan, menemukan hasil bahwa citra merek berpengaruh terhadap keputusan siswa dan siswi SMK memilih studi.

Melalui uraian dari beberapa hasil penelitian mengenai bauran komunikasi pemasaran, citra merek,

Page 10: Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April

Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April 2019 ISSN 2656-3576

6

kesadaran merek, dan keputusan pembelian konsumen, maka dapat digambarkan skema kerangka

berfikir seperti yang dijelakan dalam gambar berikut:

Hipotesis Penelitian

Berdasarkan permasalahan dan pertanyaan penelitian, maka hipotesis tesis ini sebagai berikut :

1. Bauran komunikasi pemasaran berpengaruh terhadap citra merek.

2. Bauran komunikasi pemasaran berpengaruh terhadap kesadaran merek.

3. Bauran komunikasi pemasaran berpengaruh terhadap keputusan konsumen memilih asuransi syariah.

4. Citra merek berpengaruh terhadap keputusan konsumen memilih asuransi syariah.

5. Kesadaran merek berpengaruh terhadap keputusan konsumen memilih asuransi syariah.

METODE PENELITIAN Penelitian ini bersifat deskriptif

dengan menggunakan metode pendekatan kuantitatif dan didukung pula dengan data kualitatif. Penelitian ini menggunakan pendekatan verifikatif explanatory, yaitu menjelaskan hubungan kausional antara variabel-variabel melalui pengujian hipotesis. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah SEM (Structural Equation Modeling). Populasi dan Sampel

Populasi dari peneliian ini adalah seluruh nasabah asuransi jiwa syariah yang berada di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tanggerang, dan Bekasi. Sampel yang digunakan

Page 11: Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April

Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April 2019 ISSN 2656-3576

7

sebanyak 160 orang dengan ketentuan sudah bergabung maksimal selam 2 (dua) tahun.

LANDASAN TEORI Asuransi Syariah

Dalam konsep fiqih muammalah, semua diperbolehkan kecuali ada dalil atau aturan dalam syariat Islam yang melarang. Kaitannya dengan asuransi syariah, ada beberapa dalil dari Al-Qur’an dan Al-Hadist yang dapat dijadikan acuan, yaitu:

1. Firman Allah s.w.t: Qs. Al-Hasyr (59):18 Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang Telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Qs. Al-Hasyr:18)

Berdasarkan firman Allah s.w.t pada Al-Quran surat Al-Hasyr ayat 18, maka konsep dari asuransi syariah adalah untuk mempersiapkan keperluan hari esok guna menyikapi kejadian yang tidak terduga. Tujuan dari asuransi adalah untuk melindungi dan menjaga harta kita (hifdzul maal) yang sewaktu-waktu bisa saja berkurang dengan adanya kejadian yang tidak terduga. Dengan menggunakan produk asuransi syariah, diharapkan harta kita dapat terjaga dengan baik

dan dapat dipergunkan untuk keperluan yang lebih bermanfaat.

2. Hadis Nabi s.a.w Hadis Nabi riwayat Muslim dan Abu Hurairah, yang artinya: “Barang siapa melepaskan dari seorang muslim suatu kesulitan di dunia, Allah akan melepaskan kesulitan darinya pada hari kiamat; dan Allah senantiasa menolong hamba-Nya selama ia (suka) menolong saudaranya”

Berdasarkan hadist nabi tersebut, tujuan dari asuransi syariah adalah selain untuk menjaga dan melindungi harta (hifdzul maal) yang kita miliki, tapi juga bertujuan untuk menjaga dan melindungi harta milik orang lain yang mengalami kejadian serupa tanpa yang bisa saja terjadi tanpa diduga-duga. Dengan demikian, adanya asuransi syariah dapat meningkatkan solidaritas sosial dan menumbuhkan sikap saling tolong menolong terhadap sesama manusia.

Konsep asuransi syariah dalam Islam adalah dengan menggunakan konsep tabarru’ atau konsep tolong menolong yang dilakukan oleh antar peserta pemegang polis. Asuransi syariah dengan konsep tabrrau’ ada pada dalam fatwa DSN MUI Nomor 53/DSN-MUI/III/2006 mengenai akad tabarru’ pada asuransi syariah. Sedangka asuransi syariah unit link (asuransi dengan investasi) diatur dalam fatwa DSN-MUI yaitu fatwa

Page 12: Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April

Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April 2019 ISSN 2656-3576

8

nomor 51/DSN-MUI/III/2006 tentang asuransi unit link berupa akad mudharabah musytarikah di dalam ketentuan asuransi syariah. Bauran Komunikasi Pemasaran

Menurut Shimp (2010) yang dimaksud dengan bauran komunikasi pemasaran adalah sebuah kegiatan komunukasi kepada konsumen berupa perencanaan, pembuatan model, penyatuan bentuk dan

implementasi dari banyak dimensi komunikasi pemasaran (yaitu: periklanan, penjualan secara individu, promo penjualan, hubungan masyarakat, dan pemasaran secara langsung) yang dilakukan secara tarus menerus dan konsisten ditujukkan kepada konsumen dan calon konsumen.

Adapun 5 (lima) dimensi bauran komunikasi pemasaran dari Shmp (2007) disajikan dalam gambar berikut:

Citra Merek

Menurut Keller (2008:51) bahwa yang dimaksud dengan citra merek adalah persepsi konsumen tentang suatu merek sebagai suatu refleksi dari asosiasi merek yang ada pada fikiran konsumen.

Menurut Keller (2003) ada 3 (tiga) dimensi yang merangkai sebuah citra merek, yaitu: (i). Kekuatan merek (brand strength), yaitu seberapa sering seorang konsumen terfikir tentang informasi suatu merek dan seberapa baik

kualitas dalam memproses segala informasi yang diterima; (ii). Kesukaan terhadap brand (brand favorability), yaitu seberapa besar keparcayaan dan perasaan bersahabat seorang konsumen terhadap suatu merek, sehingga konsumen tersebut tidak beralih ke merek lain; (iii). Keunikan merek (brand uniqueness), yaitu keunikan atau ciri khas yang dimiliki oleh suatu merek, sehingga tidak ada alasan lain bagi konsumen untuk tidak memilih merek tersebut.

Page 13: Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April

Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April 2019 ISSN 2656-3576

9

kesadaran merek

Menurut Shimp (2003) kesadaran merek (brand awarness) adalah kemampuan sebuah brand untuk muncul dalam benak konsumen ketika mereka sedang memikirkan kategori produk tertentu dan seberapa mudahnya nama tersebut dimunculkan. Sedangkan Rangkuti (2010) menyatakan bahwa kesadaran merek (brand awarness) adalah kemampuan seorang pelanggan untuk mengingat suatu merek tertentu atau iklan tertentu secara spontan atau setelah dirancang dengan kata-kata kunci. Aaker (1991) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan kesadaran merek (brand awarness) adalah kemampuan dari seseorang yang merupakan calon pembeli (potential buyers) untuk mengenali (recognize) atau menyebutkan kembali (recall) suatu merek yang merupakan bagian dari suatu produk. Keputusan Pembelian Menurut Kotler (2006), proses terjadinya keputusan pembelian terjadi melalui 5 (lima) tahap, yaitu: (i). Pengenalan masalah (ii). Pencarian informasi; (iii). Evaluasi alternatif; (iv). Keputusan pembelian; (v). Perilaku purna pembelian; merupakan sikap seorang konsumen setelah membeli suatu barang atau jasa yang dikaitkan dengan tingkat kepuasan.

Penelitian Terdahulu Hanafi dan Wahab (2016),

meneliti tentang pengaruh bauran komunikasi pemasaran terhadap keputusan pembelian konsumen dan perpanjangan sewa pemilik kios (tenant) pada PS Mall Palembang. Hasilnya menyimpulkan bahwa bauran komunikasi pemasaran berpengaruh terhadap keputusan pembelian konsumen dalam hal ini adalah pengunjung mall, namun tidak perpengaruh terhadap keputusan perpanjangan sewa pemilik kios (tenant). Selain itu, keputusan pembelian konsumen juga tidak perpengaruh terhadap keputusan perpanjangan sewa pemilik kios (tenant).

Rahman (2016), meneliti tentang pengaruh bauran hubungan masyarakat terhadap citra merek dan kesadaran merek serta pengaruhnya terhadap keputusan sisiwa memilih studi. Penelitian dilakukan terhadap siswa dan siswi di SMK Medikacom Bandung. Hasilnya menyimpulkan bahwa bauran hubungan masyarakat berpengaruh terhadap citra merek dan kesadaran merek. Selain itu, citra merek dan kesadaran merek sebagai variabel intervening berpengaruh terhadap keputusan siswa memilih studi.

Zhang (2015), meneliti tentang pengaruh citra merek (brand image) terhadap perilaku konsumen (consumer behavior). Hasil penelitian menyimpulkan bahwa citra merek berpengaruh terhadap loyalitas konsumen melalui

Page 14: Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April

Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April 2019 ISSN 2656-3576

10

kepuasan konsumen sebagai variabel intervening.

Malik, et.al (2013), meneliti tentang pegaruh citra merek (brand image) dan periklanan (advertisement) terhadap perilaku pembelian konsumen (consumer buying behavior) di kota Gujranwala. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa citra merek dan periklanan berpengaruh terhadap perilaku pembelian konsumen, terutama untuk para konsumen remaja.

Danibrata (2011), meneliti tentang pengaruh bauran komunikasi pemasaran terhadap ekuitas merek pada sebuah bank pemerintah di Jakarta (Mandiri, BNI, BTN, dan BRI). Hasil penelitian menyimpulkan bahwa bauran komunikasi pemasaran berpengaruh terhadap ekuitas merek.

Kola dan Akinyele (2010), meneliti tentang pengaruh elemen bauran komunikasi pemasaran terhadap sektor jasa di Nigeria. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa bauran komunikasi pemasaran yang terdiri dari periklanan (advertising) dan penjualan individu (personal selling) berpengaruh dalam menyediakan informasi, menciptakan kesadaran dan merubah sikap, namun tidak berpengaruh dalam membangun citra perusahaan dan menegakkan loyalitas merek.

Chi, et.al (2009), meneliti tentang pengaruh kesadaran merek terhadap niat beli konsumen

dengan persepsi kualitas dan loyalitas merek sebagai variabel intervening. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa ada keterkaitan antara kesadaran merek dan niat beli konsumen melalui persepsi kualitas dan loyalitas merek.

Keller (2009), meneliti tentang bagaimana membangun merek yang kuat dalam lingkungan komunikasi pemasaran modern. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa bauran komunikasi pemasaran memiliki peran dalam membangun kesadaran dan citra merek di dalam benak konsumen.

Reid, et.al (2005), meneliti tentang hubungan antara bauran komunikasi pemasaran (Duncan dan Mulhern, 2004), orientasi pasar, dan orientasi merek. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa ada keterkaitan antara bauran komunikasi pemasaran, orientasi pasar, dan orientasi merek.

Madhavaram, et.al (2005), meneliti tentang hubungan antara bauran komunikasi pemasaran dan identitas merek sebagai bagian penting dalam strategi ekuitas merek. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa bauran komunikasai pemasaran dan identitas merek berpengaruh dalam membangun dan mengembangkan ekuitas merek. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Deskriptif

Kuesioner yang disebar dalam penelitian ini setiap pernyataan

Page 15: Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April

Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April 2019 ISSN 2656-3576

11

yang dibuat diukur berdasarkan sekala likert, yaitu dengan menggunakan skala 1 sampai 5, dimana nilai 5 untuk jawaban responden sangat setuju (SS), nilai 4 untuk jawaban responden setuju (S), nilai 3 untuk jawaban responden cukup setuju (CS), nilai 2 untuk jawaban responden tidak setuju (TS), dan nilai 1 untuk jawaban respoden sangat tidak setuju (STS) (Sugiyono, 2013).

Variabel Bauran Komunuikasi Pemasaran

Variabel Bauran Komunikasi Pemasaran terdiri dari 5 (lima) dimensi yang diukur dengan 20 (dua puluh) item pernyataan. Hasil rekapitulasi tanggapan responden mengenai bauran komunikasi pemasaran disajikan dalam tabel berikut:

Tabel 4 Tanggapan Responden Mengenai Bauran Komunikasi Pemasaran

No Dimensi Skor Total Rata-Rata

1 Periklanan (advertising)

Skor 2321 3.63

% 72.53

2 Pemasaran Individu (personal selling)

Skor 2384 3.73

% 74.50

3 Promosi Penjualan (sales promotion)

Skor 2234 3.49

% 69.81

4 Hubungan Masyarakat (public relation)

Skor 2263 3.54

% 70.71

5 Pemasaran Langsung (direct marketing)

Skor 2199 3.44

% 68.72

Bauran Komunikasi Pemasaran (X)

Skor 11401 3.56

% 71.26

Sumber: Data primer (kuesioner), data diolah 2018 Berdasarkan tabel 4, mengenai

tanggapan responden terhadap bauran komunikasi pemasaran, diketahui bahwa rata-rata responden memberikan tanggapan sebesar 3.56 dengan nilai rata-rata tertinggi pada dimensi pemasaran individu sebesar 3.73 dan nilai rata-

rata terendah pada dimensi pemasaran langsung sebesar 3.44. Sehingga dapat disimpulkan bahwa rata-rata responden setuju terhadap tiap pernyataan yang diberikan dalam kuesioner mengenai bauran komunikasi pemasaran.

Page 16: Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April

Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April 2019 ISSN 2656-3576

12

Variabel Citra Merek Tabel 5 Tanggapan Responden Mengenai Citra Merek

No Pernyataan Skor Total Rata-Rata

Y1.1 Produk asuransi syariah sangat bermanfaat untuk saya.

Skor 663 4.14

% 82.88

Y1.2 Menggunakan produk asuransi syariah mencerminkan image/citra dan gaya hidup saya yang sesungguhnya.

Skor 553 3.46

% 69.12

Y1.3

Produk asuransi syariah lebih sesuai dengan keinginan dan kebutuhan saya dibandingkan dengan produk asuransi konvensional.

Skor 506 3.16

% 63.25

Y1.4 Menggunakan produk asuransi syariah membuat saya merasa aman, nyaman, dan tenteram.

Skor 531 3.32

% 66.38

Citra Merek (Y1) Skor 2253

3.52 % 70.41

Sumber: Data primer (kuesioner), data diolah 2018 Berdasarkan tabel 5, mengenai

tanggapan responden terhadap citra merek, diketahui bahwa rata-rata responden memberikan tanggapan sebesar 3.52 dengan nilai rata-rata tertinggi sebesar 4.14 dan

nilai rata-rata terendah sebesar 3.16. Sehingga dapat disimpulkan bahwa rata-rata responden setuju terhadap tiap pernyataan yang diberikan dalam kuesioner mengenai citra merek.

Variabel Kesadaran Merek Tabel 6 Tanggapan Responden Mengenai Kesadaran Merek

No Pernyataan Skor Total Rata-Rata

Y2.1 Merek asuransi syariah yang ada mudah diingat oleh saya.

Skor 641 4.01

% 80.13

Y2.2 Slogan asuransi syariah yang ada sesuai dengan ciri khas dan identitas perusahaan.

Skor 659 4.12

% 82.38

Y2.3 Informasi mengenai asuransi syariah mudah saya dapatkan.

Skor 474 2.96

% 59.25

Y2.4 Merek asuransi syariah yang ada sudah cukup familiar/akrab bagi saya.

Skor 422 2.64

% 52.75

Kesadaran Merek (Y2) skor 2196

3.43 % 68.63

Sumber: Data primer (kuesioner), data diolah 2018

Page 17: Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April

Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April 2019 ISSN 2656-3576

13

Berdasarkan tabel 6, mengenai tanggapan responden terhadap kesadaran merek, diketahui bahwa rata-rata responden memberikan tanggapan sebesar 3.43 dengan nilai rata-rata tertinggi sebesar 4.12 dan

nilai rata-rata terendah sebesar 2.64. Sehingga dapat disimpulkan bahwa rata-rata responden cukup setuju terhadap tiap pernyataan yang diberikan dalam kuesioner mengenai kesadaran merek.

Variabel Keputusan Memilih Asuransi

Tabel 7 Tanggapan Responden Mengenai Keputusan Memilih Asuransi

No Pernyataan Skor Total Rata-Rata

Z.1 Saya sangat tertarik dengan asuransi syariah.

Skor 674 4.21

% 84.25

Z.2 Saya telah mantap untuk memilih asuransi syariah.

Skor 689 4.31

% 86.13

Z.3 Produk asuransi syariah sudah sesuai dengan keinginan dan kebutuhan saya.

Skor 452 2.83

% 56.50

Z.4 Produk asuransi syariah sesuai dengan harapan saya

Skor 458 2.86

% 57.25

Keputusan Memilih Asuransi (Z) Skor 2273

3.55 % 71.03

Sumber: Data primer (kuesioner), data diolah 2018 Berdasarkan tabel 7, mengenai

tanggapan responden terhadap keputusan memilih asuransi, diketahui bahwa rata-rata responden memberikan tanggapan sebesar 3.55 dengan nilai rata-rata tertinggi sebesar 4.31 dan nilai rata-rata terendah sebesar 2.83. Sehingga dapat disimpulkan bahwa rata-rata responden cukup setuju terhadap tiap pernyataan yang diberikan dalam kuesioner mengenai keputusan memilih asuransi.

Analisis Faktor Konfirmatori Konstruk Eksogen

Penelitian ini terdiri dari 1 (satu) variabel laten, yaitu bauran komunikasi pemasaran dan 5 (lima) observed variabel, yaitu advertising (Adv), personal selling (PS), sales promotion (SP), public relation (PR), dan direct marketing (DM). Adapun hasil pengolahan data untuk analisi factor konfirmatori konstruk eksogen denga menggunakan aplikasi program AMOS versi 21 adalah sebagai berikut:

Page 18: Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April

Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April 2019 ISSN 2656-3576

14

Tabel 8 Hasil Pengujian Kelayakan Model Analisis Faktor Konfirmatori Konstruk Eksogen Modifikasi

Goodness of Fit Indeks

Cut-off Value Hasil Analisis Evaluasi Model

Chi-Squares ≤ 31.41 0.054 Baik

Probability ≥ 0.05 0.816 Baik

RMSEA ≤ 0.08 0.000 Baik

GFI ≥ 0.90 1.000 Baik

AGFI ≥ 0.90 0.998 Baik

CMIN/DF ≤ 2.00 0.054 Baik

TLI ≥ 0.95 1.042 Baik

CFI ≥ 0.95 1.000 Baik

Sumber: Output AMOS versi 21, data diolah 2018 Berdasarkan Tabel 8, dapat

diketahui bahwa model telah memenuhi kriteria fit, yaitu ditunjukkan dengan nilai Chi-Squares=0.054 yang nilainya di bawah 31.41 dengan probabilitas p=0.816 yang nilainya di atas 0.05. Begitu juga dengan nilai kriteria lainnya seperti GFI=1.000; AGFI=0.998 yang nilainya di atas 0.90, TLI=1.042; CFI=1.000 yang nilainya di atas 0.95, CMIN/DF=0.054 yang nilainya di bawah 2, dan RMSEA=0.000 yang nilainya di bawah 0.08.

Analisis Faktor Konfirmatori Konstruk Endogen

Konstruk endogen terdiri dari tiga variabel, yaitu citra merek (CM), kesadaran merek (KM), dan keputusan memilih asuransi (KMA), dimana masing-masing variabel dibentuk oleh 4 (empat) indikator. Adapun hasil analisis faktor konfirmatori konstruk eksogen dengan menggunakan aplikasi program AMOS versi 21 adalah sebagi berikut:

Page 19: Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April

Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April 2019 ISSN 2656-3576

15

Tabel 9 Hasil Pengujian Kelayakan Model

Analisis Faktor Konfirmatori Konstruk Endogen Modifikasi

Goodness of Fit Indeks

Cut-off Value Hasil Analisis Evaluasi Model

Chi-Squares ≤ 21.03 8.694 Baik

Probability ≥ 0.05 0.192 Baik

RMSEA ≤ 0.08 0.053 Baik

GFI ≥ 0.90 0.982 Baik

AGFI ≥ 0.90 0.939 Baik

CMIN/DF ≤ 2.00 1.449 Baik

TLI ≥ 0.95 0.980 Baik

CFI ≥ 0.95 0.992 Baik

Sumber: Output AMOS versi 21, data diolah 2018 Berdasarkan Tabel 9, dapat

diketahui bahwa model telah memenuhi kriteria fit, yaitu ditunjukkan dengan nilai Chi-Squares=8.694 yang nilainya di bawah 21.03 dengan probabilitas p=0.192 yang nilainya di atas 0.05. Begitu juga dengan nilai kriteria lainnya seperti GFI=0.982; AGFI=0.939 yang nilainya di atas 0.90, TLI=0.980; CFI=0.992 yang nilainya di atas 0.95, CMIN/DF=1.449 yang nilainya di bawah 2, dan RMSEA=0.053 yang nilainya di bawah 0.08.

Analisis Structural Equation Modeling (SEM) Setelah dilakukan analisis konfirmatori faktor terhadap tingkat unidimensionalitas dari masing-masing indikator pembentuk variabel laten, langkah selanjutnya adalah melakukan analisis keseluruhan model dengan structural equation modeling (SEM). Adapun hasil analisis structural equation modeling yang dilakukan dengan aplikasi program AMOS versi 21, adalah sebagai berikut:

Page 20: Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April

Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April 2019 ISSN 2656-3576

16

Tabel 10 Hasil Pengujian Kelayakan Model Analisis Structural Equation Modeling (SEM) Modifikasi

Goodness of Fit Indeks

Cut-off Value Hasil Analisis Evaluasi Model

Chi-Squares ≤ 46.19 53.534 Tidak Baik

Probability ≥ 0.05 0.004 Tidak Baik

RMSEA ≤ 0.08 0.073 Baik

GFI ≥ 0.90 0.941 Baik

AGFI ≥ 0.90 0.887 Marginal

CMIN/DF ≤ 2.00 1.846 Baik

TLI ≥ 0.95 0.926 Marginal

CFI ≥ 0.95 0.952 Baik

Sumber: Output AMOS versi 21, data diolah 2018

Berdasarkan tabel 10, dapat diketahui bahwa hasil Chi-Squares 53.534 dengan probabilitas p=0.004 menenunjukkan bahwa model tidak fit. Tetapi diketahui bahwa Chi-Squares sensitif terhadap jumlah sampel. Oleh sebab itu, dilihat kriteria fit yang lain, yaitu GFI, AGFI, TLI, CFI, CMIN/DF, dan RMSEA (Ghozali, 2017). Selain indikator Y1.2, semua indikator dalam model memberikan nilai loading factor di

atas 0.50 jadi sudah memenuhi convergen validity. Uji Reliabilitas

Ada dua indikator yang dapat dijadikan acuan untuk meliahat sejaumana tingkat reliabilitas yaitu construct reliability (CR) dan variance extracted (VE). Adapaun batasaan nilai (cut-off value) yang ditentukan adalah ≥ 0.70 untuk nilai construct reliability dan ≥ 0.40 untuk

Page 21: Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April

Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April 2019 ISSN 2656-3576

17

nilai variance extracted (Hair, et al., 2006).

Tabel 11 Reliabilitas Konstruk Eksogen dan Endogen Modifikasi

Variabel Indikator λ λ2 e CR VE Keteranga

n

Bauran Komunikasi Pemasaran (BKP)

Adv 0.599 0.359 0.641

0.754 0.435 Reliabel

PS 0.643 0.413 0.587

SP 0.720 0.518 0.482

PR 0.670 0.449 0.551

∑ 2.632 1.739 2.261

Citra Merek (CM)

Y1.1 1.003 1.006 -0.006

0.748 0.624 Reliabel Y1.2 0.492 0.242 0.758

∑ 1.495 1.248 0.752

Kesadaran Merek (KM)

Y2.1 0.653 0.426 0.573

0.588 0.417 Reliabel Y2.2 0.638 0.407 0.593

∑ 1.291 0.833 1.166

Keputusan Memilih Asuransi (KMA)

Z1 0.815 0.664 0.336

0.819 0.694 Reliabel Z2 0.851 0.724 0.276

∑ 1.666 1.388 0.612

Sumber: Output AMOS versi 21, data diolah 2018 Pengujian Hipotesis

Pengujian hipotesis dilakukan dengan melihat nilai dari t-value dan nilai dari probabilitas dengan signifikansi 5% (0.05). Jika nilai t-hitung di atas dari nilai yang ditentukan yaitu ≥ 1.96 dan nilai

probabilitas (p) di bawah dari nilai yang ditentukan yaitu ≤ 0.05, maka varabel yang diteliti dinyatakan signifikan. Adapun hasil pengujian dapat diliihat dari output AMOS versi 21 sebagai berikut:

Tabel 12 Pengujian Hipotesis Model Penelitian

Eksogen Jalur Endogen t-

hitung P

Loading Factor

Keterangan

Bauran Komunikasi Pemasaran

→ Citra Merek 3.942 0.000 0.364 Signifikan

Bauran Komunikasi Pemasaran

→ Kesadaran Merek

4.424 0.000 0.581 Signifikan

Page 22: Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April

Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April 2019 ISSN 2656-3576

18

Bauran Komunikasi Pemasaran

→ Keputusan Memilih Asuransi

-1.259 0.208 -0.193 Tidak

Signifikan

Citra Merek → Keputusan Memilih Asuransi

3.503 0.000 0.432 Signifikan

Kesadaran Merek

→ Keputusan Memilih Asuransi

4.239 0.000 0.878 Signifikan

Sumber: Output AMOS versi 21, data diolah 2018 Hipotesis 1: Bauran Komunikasi Pemasaran Berpengaruh Terhadap Citra Merek Berdasarkan dari nilai t-value dan probabilitas yang didapat pada tabel 12, maka dapat disimpulkan bahwa bauran komunikasi pemasaran berpengaruh signifikan terhadap citra merek dengan standardized koefisen parameter sebesar 0.464. Hipotesis 2: Bauran Komunikasi Pemasaran Berpengaruh Terhadap Kesadaran Merek

Berdasarkan dari nilai t-value dan probabilitas yang didapat pada tabel 12, maka dapat disimpulkan bahwa bauran komunikasi pemasaran berpengaruh signifikan terhadap kesadaran merek dengan standardized koefisen parameter sebesar 0.581.

Hipotesis 3: Bauran Komunikasi Pemasaran Berpengaruh Terhadap Keputusan Konsumen Memilih Asuransi Syariah

Berdasarkan dari nilai t-value dan probabilitas yang didapat pada tabel 12, maka dapat disimpulkan

bahwa bauran komunikasi pemasaran tidak berpengaruh signifikan terhadap citra merek dengan standardized koefisen parameter sebesar -0.193.

Hipotesis 4: Citra Merek berpengaruh Terhadap Keputusan Konsumen Memilih Asuransi Syariah

Berdasarkan dari nilai t-value dan probabilitas yang didapat pada tabel 12, maka dapat disimpulkan bahwa citra merek berpengaruh signifikan terhadap keputusan konsumen memilih asuransi syariah dengan standardized koefisen parameter sebesar 0.432.

Hipotesis 5: kesadaran merek berpengaruh terhadap keputusan konsumen memilih asuransi syariah

Berdasarkan dari nilai t-value dan probabilitas yang didapat pada tabel 12, maka dapat disimpulkan bahwa kesadaran merek berpengaruh signifikan terhadap keputusan konsumen memilih asuransi syariah dengan

Page 23: Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April

Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April 2019 ISSN 2656-3576

19

standardized koefisen parameter sebesar 0.878.

KESIMPULAN Berdasarkan anlisis data dan pengujian beberapa hipotesis yang diajukan dalam penelitian, maka diperoleh beberapa kesimpulan guna menjawab pertanyaan-pertanyaan dalam penelitian ini adalah:

1. Bauran komunikasi pemasaran berpengaruh positif dan signifikan terhadap citra merek.

2. Bauran komunikasi pemasaran berpengaruh positif dan signifikan terhadap kesadaran merek.

3. Bauran komunikasi pemasaran tidak berpengaruh postif dan tidak signifikan terhadap keputusan konsumen memilih asuransi syariah.

4. Citra merek berpengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan konsumen memilih asuransi syariah.

5. Kesadaran merek berpengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan konsumen memilih asuransi syariah.

DAFTAR REFERENSI Chi, Hsin Kuang., Yeh, Huery Ren.,

Yang, Ya Ting. (2009). The Impact of Brand Awareness on Consumer Purchase Intention: The Mediating Effect of Perceived Quality and Brand Loyalty. The Journal of International

Management Studies, Vol. 4, No. 1.

Danibrata, Aulia. (2011). Pengaruh Integrated Marketing Communication Terhadap Brand Equity Pada Sebuah Bank Pemerintah di Jakarta. Jurnal Bisnis dan Akuntansi, Vol.13, No.1, April 2011, Hlm.21-38.

Del Rio, A.B., R. Vazquez and V. Iglesias. (2001). The Effects of Brand Associations on Consumer Response. Journal of Consumer Marketing, 18(5): 410-425.

Doostar, M., M.K.I. Abadi and R.K.I. Abadi. (2012). Impact of Brand Equity on Purchase Decision of Final Consumers. Journal of Basic and Applied Scientific Research, 2(9): 8824-8832.

Duncan, Tom. (2002). Integrated Marketing Communication: Using Advertising and Promotion to Build Brand. New York:McGraw Hill.

Fatwa dewan syariah nasional No. 53/DSN-MUI/III/2006 tentang akad tabarru’ pada asuransi syariah.

Fatwa dewan syariah nasional No. 51/DSN-MUI/III/2006 tentang akad mudharabah musytarakah pada asuransi syariah.

Ghozali, I. (2017). Model Persamaan Struktural: Konsep dan Aplikasi dengan Program AMOS 24 Update Bayesian SEM edisi 7. Semarang:

Page 24: Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April

Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April 2019 ISSN 2656-3576

20

Badan Penerbit Diponegoro.

Hair, et. al. (2006). Multivariate Data Analysis (6th ed.). Upper Saddle River, New Jersey: Prantice Hall, Inc.

Hanafi, Agustina., & Wahab, Zakaria. (2016). Pengaruh Komunikasi Pemasaran Terpadu Terhadap Keputusan Pembelian Pengunjung Serta Dampaknya Pada Keputusan Perpanjangan Sewa Penyewa Kios di Palembang Square Mall (PS Mall). Jurnal Manajemen, Volume XX, No. 03, Oktober 2016: 488-506.

Hareem Zeb, K.R. (2011). Influence of Brands on Female Consumer's Buying Behavior in Pakistan. International Journal of Trade, Economics and Finance, 2(3): 225-231.

Keller, K.L. (2003). Strategic Brand Management: Building, Measuring, and Managing Brand Equity, Second Edition. New Jersey: Pearson Education Inc.

Keller, Kevin Lane. (2009). Building strong brands in a modern marketing communications Environment. Journal of Marketing Communications, Vol. 15, Nos. 2–3, pp. 139–155.

Khasawneh, K. and A.B.I. Hasouneh (2010). The effect of familiar brand names on consumer behaviour: A Jordanian

Perspective. International Research Journal of Finance and Economics, 43: 33-57.

Kola, Olorunleke., Akinyele, S.T. (2010). Evaluation of Effectiveness of Marketing Communication Mix Elements in Nigerian Service Sector. Pakistan Journal of Social Sciences 7(2): 76-80.

Kotler P. and Kevin Lane Keller. (2009). Marketing Management, 13th Ed. New Jersey, UpperSadle River: Pearson Education, Inc.

Macdonald, E. K., & Sharp, B. M. (2000). Brand awareness effects on consumer decision making for a common, repeat purchase product: A replication. Journal of Business Research, 48, 5-15.

Madhavaram, Sreedhar., Badrinarayanan, Vishag., Macdonald, E. (2005). Integrated Marketing Communication (IMC). Journal of Advertising, Vol. 34, No. 4, pp. 69-80

Malik, Muhammad Ehsan., Ghafoor, Muhammad Mudasar., Iqbal, Hafiz Kashif., Ali, Qasim., Hunbal, Hira., Noman, Muhammad., & Ahmad, Bilal. (2013). Impact of Brand Image and Advertisement on Consumer Buying Behavior. World Applied Sciences Journal 23 (1): 117-122.

Page 25: Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April

Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April 2019 ISSN 2656-3576

21

Nepalia. (2011). Brand management and its impact on consumer buying behavior. International Referred Reseach Journal, 1(17): 113-114.

Rahman, Robbi Saepul., (2016). Pengaruh Bauran Hubungan Masyarakat (Public Relation Mix) Terhadap Citra Merek dan Kesadaran Merek Serta Implikasinya Terhadap Keputusan Siswa Memilih Studi. Jurnal Ekonomi, Bisnis & Entrepreneurship, Vol. 10, No.1, April 2016, pp.44-59.

Rangkuti, Freddy. (2010). Strategi Promosi yang Kreatif & Analisis Kasus Integrated Marketing Communication. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Rangkuti, F. (2004). The Power Of Brands: Teknik Mengelola Brand Equity dan Strategi Pengembangan Merek + Analisis Kasus dengan SPSS. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Reid, Mike., Luxton, Sandra., and Mavondo Felix. (2005). The Relationship Between Integrated Marketing Communication, Market Orientation, and Brand Orientation. Journal of Advertising, Vol.34, No.4, pp.11-23.

Shimp, Terence A. (2007). Advertising & Promotion

Supplement Aspect of Integrated Marketing Communication, 7th Ed. University of South Caroline: HarcourtInc.

Page 26: Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April

Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April 2019 ISSN 2656-3576

22

PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN SITUASIONAL DAN KOMPETENSI TERHADAP KINERJA KARYAWAN PT. TOWERS WATSON PURBAJAGA

Yudo Kisworo, Gemala Paramita Universitas Ibnu Chaldun Jakarta

Abstrak: Keberhasilan suatu organisasi sangat dipengaruhi oleh kinerja karyawannya. Berbagai faktor mempengaruhi kinerja karyawan, namun dalam penelitian ini hanya akan membahas pengaruh gaya kepemimpinan situasional dan kompetensi terhadap kinerja karyawan. Obyek penelitian adalah sebuah perusahaan konsultan yang bergerak di bidang jasa konsultasi perhitungan aktuaria PT. Towers Watson Purbajaga di Jakarta. Populasi sebanyak 55 orang sedangkan sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah 50 orang. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian yaitu saturation sampling. Metode pengumpulan data mengunakan kuesioner. Analisis yang digunakan adalah regresi berganda yang dilengkapi dengan uji instrument (Validitas dan Reliabilitas) dan uji asumsi klasik (normalitas, autokorelasi, multikoliniearitas, dan heterokedastisitas). Hasil analisis determinasi menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan situasional dan kompetensi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan sebesar 94.2%. Kata Kunci: Gaya kepemimpinan situasional, kompetensi dan kinerja. Abstract: The success of an organisation mostly is affected by human resources performance. So many factors could be influence these performance, however the focus of this research are circumstansial leadership behavior and human resources competency. The object of this research is a leading consultant company which located in Jakarta, PT Towers Watson Purbajaga. Saturation sample technic was used to analyze the collected data. Population were taken for 55 persons, while sample were determined for 50 persons. Data collection method by spreaded the questionnaire for selected sample. Instrumen for data anaylsis using multiple linier regression which previosly calculated for instrumen analysis (validity and realibility) and clasical asumption analysis (normality, autocorrelation, multicorrelationality, and heterokesdasity). Determination analysis indicate that circumstansial leadership behavior and competency positively and significantly affect the human resources performance with the value up to 94.2%. Keywords : circumstansial leadership behavior, competency, performance

Page 27: Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April

Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April 2019 ISSN 2656-3576

23

PENDAHULUAN Persaingan perusahaan

dalam era globalisasi saat ini semakin tinggi dan semakin kompleks sehingga setiap perusahaan di tuntut untuk memperbaiki kekurangan yang ada di masing-masing perusahaan agar bisa bertahan dan terus berkembang. Hal-hal yang harus di perbaiki perusahaan khusunya adalah pada sumber daya manusia. Oleh karena itu sumber daya manusia yang ada pada setiap perusahaan harus di perhatikan, agar situasi kerja kondusif dan menghasilkan karyawan yang produktif untuk mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan.

Kinerja karyawan atau sumber daya manusia dalam suatu perusahaan dapat di pengaruhi oleh berbagai faktor yang di antaranya gaya kepemimpinan situasional dan kompetensi. Upaya-upaya dalam meningkatkan kinerja karyawan selain melalui gaya kepemimpinan situasional dan kompetensi, yaitu dengan melakukan pengawasan dan pengendalian internal. Seorang pemimpin yang ideal harus memiliki gaya kepemimpinan situasional yang baik sehingga dapat meningkatkan kinerja karyawan. Seorang pemimpin perlu memperhatikan gaya kepemimpinan situasional, dalam proses mempengaruhi, mengarahkan serta mengkordinasikan kegiatan dan tujuan anggota organisasinya agar keduanya dapat tercapai.

Kepemimpinan merupakan ilmu terapan dari ilmu-ilmu sosial,

sebab prinsip prinsip dan rumusan-rumusannya bermanfaat dalam meningkatkan kesejahtraan manusia. Kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi kelompok menuju pencapaian sasaran (Robbins, 2006:432), sedangkan Gaya Kepemimpinan merupakan suatu cara yang digunakan pemimpin dalam berinteraksi dengan bawahannya (Tjiptono, 2006:161).

Selain itu menurut Miftah Thoha (2010: 9) kepemimpinan adalah kegiatan untuk memengaruhi perilaku orang lain, atau seni memengaruhi perilaku manusia baik perorangan maupun kelompok. Kepemimpinan merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam suatu organisai karena sebagian besar keberhasilan dan kegagalan suatu organisasi ditentukan oleh kepemimpinan dalam organisasi tersebut. Salah satu dari gaya kepemimpinan adalah gaya kepemimpinan situasional. Setiap pimpinan mempunyai keterampilan yang berbeda, seperti keterampilan teknis, manusiawi dan konseptual. Organisasi akan berjalan dengan baik jika pimpinan mempunyai kecakapan dalam bidangnya. Sedangkan bawahan adalah seorang atau sekelompok orang yang merupakan anggota dari suatu perkumpulan atau pengikut yang setiap saat siap melaksanakan perintah atau tugas yang telah disepakati bersama guna mencapai tujuan. Oleh sebab itu, seorang pemimpin dituntut untuk

Page 28: Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April

Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April 2019 ISSN 2656-3576

24

memilih bawahan dengan secermat mungkin.

Gaya kepemimpinan situasional pada beberapa tahun yang lalu tentunya tidak sama dengan yang dilakukan pada saat sekarang, karena memang situasinya telah berlainan. Dengan demikian, ketiga unsur yang mempengaruhi gaya kepemimpinan tersebut, yaitu pimpinan, bawahan dan situasi merupakan unsur yang saling terkait satu dengan lainnya dan akan menentukan tingkat keberhasilan kepemimpinan. Situasi yang dimaksud menurut Hersey dan Blanchard adalah suatu keadaan yang kondusif, di mana seorang pimpinan berusaha pada saat-saat tertentu mempengaruhi perilaku orang lain agar dapat mengikuti kehendaknya dalam rangka mencapai tujuan bersama. Dari cara pandang ini seorang pemimpin harus mampu menyesuaikan gayanya terhadap tuntutan situasi yang berubah-ubah.

Selain gaya kepemimpinan situasional, keberhasilan suatu organisasi atau perusahaan dalam mencapai tujuannya dapat di pengaruhi juga oleh kompetensi. Komptensi merupakan nilai jual sumber daya manusia atau karyawan yang ada dalam suatu organisasi atau perusahaan sehingga berimplikasi terhadap kemajuan perusahaan. Secara harfiah, kompetensi berasal dari kata competence yang artinya kecakapan, kemampuan dan wewenang (Scale, 1975) dikutip oleh Edy Sutrisno (2009:202). Secara

etimologi, kompetensi diartikan sebagai dimensi perilaku keahlian atau keunggulan seorang pemimpin atau staff yang mempunyai keterampilan, pengetahuan, dan perilaku yang baik. Adapun pengertian tentang kompetensi menurut Boulter, Dalziel dan Hill (2003) masih dikutip oleh Edy Sutrisno (2009:203) adalah suatu karakteristik dasar dari seseorang yang memungkinkannya memberikan kinerja unggul dalam pekerjan, peran, atau situasi tertentu. Sedangkan menurut Spencer yang dikutip oleh Moeheriono (2012:5), “Kompetensi dapat didefinisikan sebagai karakteristik yang mendasari seseorang berkaitan dengan evektivitas kinerja individu dalam pekerjaannya, atau karakteristik dasar individu yang memiliki hubungan kausal atau sebagai sebab-akibat dengan kriteria yang dijadikan acuan, efektif atau berkinerja prima atau superior ditempat kerja atau pada situasi tertentu”.

Karyawan yang telah memahami nilai-nilai dalam suatu organisasi akan menjadikan nilai tersebut sebagai kepribadian organisasi. Nilai dan keyakinan tersebut akan di wujudkan menjadi perilaku keseharian mereka dalam bekerja, sehingga akan menjadi kinerja individu, kemudian masing – masing kinerja individu yang baik akan menimbulkan kinerja organisasi yang baik pula. Kinerja berasal dari kata job performance atau actual performance yaitu unjuk kerja atau

Page 29: Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April

Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April 2019 ISSN 2656-3576

25

prestasi sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan tugas sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya (Mangkunegara, 2009 : 67). Kinerja merupakan hasil atau tingkat keberhasilan seseorang secara keseluruhan selama periode tertentu didalam melaksanakan tugas dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, seperti standar hasil kerja, target/sasaran atau kriteria (Robbins, 2006). Adapun definisi lain dari kinerja merupakan hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas tugas yang di bebankan kepadanya di dasarkan atas kecakapan, pengalama, kesungguhan serta waktu ( Melayu S. P. Hasibuan, 2006:94)

Kinerja merupakan perilaku organisasi yang secara langsung berhubungan dengan produksi barang atau penyampaian jasa. Informasi tentang kinerja organisasi merupakan suatu hal yang sangat penting di gunakan untuk mengevaluasi apakah proses kerja yang dilakukan organisasi selama ini sudah sejalan dengan tujuan yang di harapkan atau belum. Akan tetapi dalam kenyataannya banyak organisasi yang justru kurang atau bahkan ada yang tidak mempunyai informasi tentang kinerja dalam organisasinya. Kinerja sebagai hasil-hasil fungsi pekerjaan/atau kegiatan seseorang atau kelompok dalam suatu organisasi yang di pengaruhi oleh berbagai faktor untuk mencapai tujuan organisasi dalam periode waktu tertentu (Tika, 2006:26).

PT.Towers Watson Purbajaga sebagai salah satu perusahaan konsultan tertua di Indonesia yang memulai usahanya sejak tahun 1973, dan saat ini sudah memiliki klien lebih dari 200 perusahaan termasuk perusahaan swasta dan BUMN, wajib mengantisipasi perubahan yang terjadi. Tingginya tingkat persaingan pada dunia konsultan mengakibatkan perusahaan yang bergerak di bidang jasa konsultasi perhitungan aktuaria ini harus menentukan langkah strategis untuk dapat memberikan kepuasan pelayanan terhadap klien-kliennya. Perusahaan harus dapat memiliki kemampuan yang baik dan professional. Perusahaan konsultan merupakan perusahaan yang menjual produk berupa jasa, sehingga harus cepat tanggap dan memiliki kinerja yang bagus agar dapat menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. PT.Towers Watson Purbajaga beberapa kali mengalami pergantian pemimpin yang mengakibatkan perubahaan cara kerja dan hal ini menunjukan adanya perubahan kualitas kerja dari para karyawannya. Kompetensi yang sebelumnya selalu menjadi andalan dari perusahan ini cendrung mulai ada perubahan seiring dengan pergantian pemimpin tersebut.

METODE PENELITIAN

Metode penelitian merupakan cara alamiah untuk memperoleh data dengan kegunaan dan tujuan tertentu. Umumnya

Page 30: Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April

Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April 2019 ISSN 2656-3576

26

tujuan dari penelitian ada tiga macam yaitu bersifat penemuan, pembuktian dan pengembangan (Supriyadi, 2014:1-2). Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode interview yaitu metode pengumpulan data dengan cara mengadakan interview secara langsung dengan responden yang bersangkutan untuk memperoleh data yang diperlukan sesuai dengan penelitian yang diangkat. kemudian metode observasi yaitu metode pengumpulan data dengan mengadakan pengamatan dan pencatatan secara langsung pada obyek penelitian untuk mendapatkan data serta informasi yang dibutuhkan di dalam penelitian dan metode dokumentasi yaitu suatu

metode yang diperoleh dengan menggunakan dokumen atau data-data yang telah lalu yang bersumber pada suatu lembaga atau instansi guna mendapatkan data yang relevan di dalam penelitian.

Analisis validitas mengukur tingkat kemampuan suatu instrumen untuk mengungkapkan sesuatu yang menjadi sasaran pokok pengukuran yang dilakukan dengan instrumen tersebut. Kesahihan suatu butir kuesioner dinyatakan dengan tingkat kemampuan butir-butir pernyataan dalam kuesioner tersebut untuk mengukur faktor yang telah mengungkapkan faktor yang ingin diteliti sesuai dengan kondisi populasi sampel (Hadi, 1998)

Persamaan.1

Rxy =

−− )()(

)()(

2222 YYNXXN

YXXYN ...1

Keterangan : rxy = korelasi momen tongkar N = jumlah subyek

X = jumlah x

2X = jumlah skor butiran kuadrat

Y = jumlah y skor faktor

2Y = jumlah skor faktor kuadrat

XY = jumlah perkalian x dan y

Pengujian keandalan (reliabilitas) dilakukan dalam penelitian ini untuk menunjukkan kemantapan, atau stabilitas dari hasil

pengamatan bila dipergunakan atau diukur dengan instrumen tersebut dengan waktu-waktu berikutnya dengan kondisi sesuatu yang tidak berubah (Hadi, 1998).

Page 31: Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April

Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April 2019 ISSN 2656-3576

27

Persamaan.2

Ru = Rksubyek

iRkinteraksRksubyek −= 1-

Rksubyek

iRkinteraks... 2

Validitas menunjukan sejauh mana alat ukur tersebut memenuhi fungsinya. Pengujian validitas dalam penelitian ini menggunakan bantuan program SPSS 22.00. Syarat minimum dianggap memenuhi syarat, bahwa item kuisioner penelitian valid adalah kalau r hitung > r tabel. Item soal dianggap valid jika memiliki nilai r lebih besar dari r tabel. sehingga item soal dikatakan valid jika nilai r hitungya lebih besar dar 0.279. Sedangkan uji reabilitas menggunakan nilai cronbach alpha, alat ukur dikatakan reliabel jika memiliki nilai alpha > 0.6.

Metode skala likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat atau persepsi seseorang atau kelompok orang tentang

fenomena sosial. Skala likert variabel yang akan diukur dan dijabarkan menjadi indikator variabel. Kemudian indikator tersebut dijadikan sebagai titik tolak penyusunan item-item instrumen yang dapat berupa pertanyaan atau pernyataan. Analisis data terfokus pada pengolahan data hasil penelitian dengan Metode Analisis Kuantitatif dengan deskriptif data dengan Perhitungan analisis menggunakan program SPSS 22.00. Hasil dari analisa deskriptif ini dikelompokkan menjadi dua, yaitu rangkuman statistik yang menunjukkan karakteristik responden dan rangkuman yang menunjukkan mean atau rata-rata

Persamaan.3

Analisis regresi linier berganda digunakan untuk meramalkan bagaimana keadaan (naik turunnya) variabel dependen, bila dua atau lebih variabel

independen sebagai faktor prediktor dimanipulasi (dinaik turunkan nilainya). Analisis ini menggunakan rumus persamaan : (Sugiyono, 2012 : 277) :

Persamaan.4

=

=

=

Σ f(x) Total nilai

N Jumlah data

M =Σ f(x)

N

M Mean/Rata-rata

Page 32: Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April

Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April 2019 ISSN 2656-3576

28

Y = Subyek dalam variabel dependen yang diprediksikan dalam hal ini kinerja karyawan a = Harga Y bila X = 0 (harga konstan) b = Angka arah atau koefisien regresi, yang menunjukkan angka peningkatan ataupun penurunan variabel independen. Bila b (+) maka naik, dan bila (-) maka terjadi penurunan. X1 = Variabel independen, yaitu Gaya Kepemimpinan Situasional X2 = Variabel Independen, yaitu Kompetensi e = Standar Error

Dalam menjelaskan derajat hubungan antara variabel bebas (independent) dengan variabel terikat (dependent) analisis korelasi pearson digunakan dalam penelitian ini.

Pada model regresi linier berganda ini, akan dilihat besarnya kontribusi untuk variabel bebas

terhadap variabel terikatnya dengan melihat besarnya koefisien determinasi totalnya (R2). Jika (R2) yang diperoleh mendekati 1(satu) maka dapat dikatakan semakin kuat model tersebut menerangkan hubungan variabel bebas terhahadap variabel terikat. Sebaliknya jika (R2) makin mendekati 0 (nol) maka semakin lemah pengaruh variabel terhadap variabel terikat. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Responden dalam penelitian ini berjumlah 50 orang responden yang terdiri dari 16 orang laki-laki dan 34 orang perempuan. Variabel pertanyaan dalam kuisioner kepemimpinan berjumlah 10 pertanyaan, kualitas/kompetensi 10 pertanyaan dan kinerja 10 pertanyaan, kemudian dihitung validitas dan reliabilitasnya.

Tabel 1. Rincian Profil Responden

Seluruh pertanyaan kuisioner untuk variabel kepemimpinan, kompetensi dan kinerja dalam penelitian ini menunjukkan r hitung > dari r tabel (0,297) sehingga semua item soal kuisioner adalah valid,

sedangkan nilai cronbach alpha dari seluruh variabel > 0,6 sehingga semua variabel adalah reliabel.

Uji normalitas data dilakukan dalam rangka untuk mengetahui apakah distribusi sebuah data

Page 33: Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April

Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April 2019 ISSN 2656-3576

29

mengikuti atau mendekati distribusi normal. Dalam penelitian ini uji normalitas yang digunakan adalah uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov.

Data dikatakan berdistribusi normal jika nilai signifikansi lebih dari 0,05. Hasil uji normalitas dapat dilihat berikut :

Tabel-2. Hasil Uji Normalitas

Gaya kepemimpinan memperoleh signifikansi sebesar 0.467 > 0.05, kompetensi memperoleh sgnifikansi sebesar 0.671 > 0.05 dan kinerja karyawan memperoleh signifikansi sebesar 0.237 > 0.05, sehingga model regresi memenuhi asumsi normalitas.

Model regresi yang baik, tidak terdapat korelasi antar variabel independen. Untuk mendeteksi terjadi atau tidaknya gangguan multikoloniearitas dalam model regresi tersebut, dapat dilihat dari

nilai Variance Inflation Factor (VIF) dan Tolerance. Apabila nilai VIF menunjukkan angka kurang dari 10 dan Tolerance lebih dari 0,1 maka model regresi terbebas dari gangguan multikoliniearitas, dan apabila nilai VIF menunjukan angka lebih dari 10 dan tolerance kurang dari 0,1 maka model regresi mengalami gangguan multikolinearitas. Dari hasil uji terlihat jelas bahwa model regresi terbebas dari gangguan multikolilnieritas.

Page 34: Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April

Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April 2019 ISSN 2656-3576

30

Tabel 4. Hasil Uji Multikolinieritas

Selanjutnya peneliti melakukan uji autokorelasi untuk mengetahui ada atau tidaknya penyimpangan asumsi klasik autokorelasi. Hasil uji autokorelasi menggunakan Durbin Watson (DW).

Selanjutnya nilai ini akan dibandingkan dengan nilai du pada tabel durbin watson dengan signifikansi 5% (1.445). Data dikatakan bebas autokorelasi jika nilai durbin watson > nilai du.

Tabel 5. Uji Autokoreksi

Bahwa data dalam penelitian ini bebas autokorelasi, berdasarkan hasil nilai durbin watson sebesar 1.928 > 1.445.

Uji heteroskedastisitas dilakukan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varian pada residual

(error) dari satu pengamatan ke pengamatan yang lain. 1. Jika tidak terlihat pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas. Pada penelitian ini tidak terjadi heteroskedasitas.

Model Summaryb

Model R

R

Square

Adjusted R

Square

Std. Error of

the Estimate

Durbin-

Watson

1 .970a .942 .939 1.061 1.928

a. Predictors: (Constant), Kompetensi,

GayaKepemimpinan

b. Dependent Variable:

KinerjaKaryawan

Page 35: Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April

Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April 2019 ISSN 2656-3576

31

Tabel 6. Hasil Uji Heteroskeditas

Analisis korelasi digunakan untuk melihat hubungan antara masing - masing variabel.

Tabel 7. Hasil Uji Korelasi

Uji determinasi (R2) digunakan untuk mengetahui persentase sumbangan pengaruh Variabel independen terhadap

variabel dependent. Hasil uji determinasi dapat dilihat pada tabel IV.45.

Tabel 8. Koefisien Determinasi X1 & X2 terhadap Y

Page 36: Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April

Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April 2019 ISSN 2656-3576

32

Koefisien determinasi pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi dari variabel dependen. Koefisien determinasi dapat diperoleh dengan cara mengkuadratkan koefisien korelasi

atau R Squared (R2). Berdasarkan output diatas didapatkan nilai R2 sebesar 0.942, sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa Gaya Kepemimpinan (X1) dan Kompetensi (X2) mempengaruhi Kinerja Karyawan (Y) sebesar 94.2%.

Tabel 9. Koefisien Determinasi X1 terhadap Y

Koefisien determinasi dapat diperoleh dengan cara mengkuadratkan koefisien korelasi atau R Squared (R2). Berdasarkan output diatas didapatkan nilai R2

sebesar 0.556, sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa Gaya Kepemimpinan Situasional (X1) mempengaruhi Kinerja Karyawan (Y) sebesar 55.6%

Tabel 10. Koefisien Determinasi X2 terhadap Y

Koefisien determinasi dapat diperoleh dengan cara mengkuadratkan koefisien korelasi atau R Squared (R2). Berdasarkan output diatas didapatkan nilai R2 sebesar 0.957, sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa Kompetensi (X2) mempengaruhi Kinerja Karyawan (Y) sebesar 91.6%.

Analisis pengujian individual atau parsial (Uji T) diperlukan peneliti untuk mengetahui bahwa variabel independen secara parsial mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen Pengambilan keputusan dalam uji ini didasarkan pada tingkat signifikansi sebesar 5% atau 0,05

Tabel 11. Hasil Uji T

Page 37: Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April

Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April 2019 ISSN 2656-3576

33

Gaya Kepemimpinan (X1) memperoleh nilai t hitung sebesar 4.572 > 2.011 dengan signifkansi sebesar 0.000 < 0.05 sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa Gaya Kepemimpinan (X1) berpengaruh terhadap Kinerja Karyawan (Y). Sedangkan Kompetensi (X2) memperoleh nilai t hitung sebesar 17.612 > 2.011 dengan signifkansi sebesar 0.000 < 0.05 sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa Kompetensi (X2) berpengaruh terhadap Kinerja Karyawan (Y).

Untuk menunjukkan apakah semua variabel independen (bebas) mempengaruhi variabel dependen (terikat) secara bersama-sama atau simultan dilakukan Uji F dikenal dengan Uji serentak. Uji ini dapat dilakukan melalui pengamatan nilai signifikansi pada tingkat yang digunakan. Dalam penelitian ini tingkat yang digunakan adalah sebesar 5%, dimana variabel X dikatakan berpengaruh simultan terhadap variabel Y jika nilai signifikansinya < 0.05.

Tabel 12. Hasil uji F

Berdasarkan hasil uji diperoleh nilai signifikansi sebesar 0.000 < 0.05, maka dapat disimpulkan bahwa Gaya Kepemimpinan (X1) dan Kompetensi (X2) berpengaruh secara simultan/memiliki pengaruh secara

bersama-sama terhadap Kinerja Karyawan (Y). SIMPULAN

Gaya kepemimpinan dan kompetensi berpengaruh terhadap kinerja karyawan sebesar 94.2%,

Page 38: Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April

Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April 2019 ISSN 2656-3576

34

yang dapat diuraikan untuk pengaruh gaya kepemimpinan terhadap kinerja karyawan sebesar 55.6%, sedangkan pengaruh kompetensi terhadap kinerja karyawan sebesar 91.6%. Hal tersebut berarti semakin baik gaya kepemimpinan dan semakin tinggi kompetensi maka akan menghasilkan kinerja karyawan yang lebih baik.

PT. Towers Watson Purbajaga sebagai salah perusahaan yang bergerak di bidang jasa konsultasi perhitungan aktuaria harus senantiasa meningkatkan kinerja karyawan agar dapat memberikan kepuasan pelayanan terhadap para pelanggannya. Kompetensi dari karyawan harus selau ditingkatkan dengan cara meningkatkan ilmu pengetahuan, ketrampilan, dan tentunya dengan arahan serta bimbingan dari pimpinan perusahaan melalui gaya dari masing-masing pimpinan perusahaan supaya tercipta suasana kerja yang nyaman sehingga kinerja karyawan menjadi lebih baik. DAFTAR PUSTAKA Fandy Tjiptono, 2006, Manajemen

Jasa, Edisi Pertama, Penerbit: Andi, Yogyakarta.

Tika, P, (2006), Budaya Organisasi Dan Peningkatan Kinerja Perusahaan, Penerbit: PT Bumi Aksara, Jakarta.

Miftah Thoha, 2010, Kepemimpinan dan Manajemen, Devisi BukuPerguruan Tinggi,

Penerbit: PT. Raja Grafindo Persada, Kakarta.

Sugiyono, 2014, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Kombinasi (Mixed Methods), Penerbit: CV Alfabeta, Bandung.

Stephen P. Robbins dan Timothy A Judge, 2012, Prilaku Organisasi, edisi kesatu, cetakan kedua belas, Penerbit : Salemba 4, Jakarta.

Edy Sutrisno, 2009, Manajemen Sumber Daya Manusia Edisi Pertama, Penerbit: Prenadamedia Group, Jakarta.

Hasibuan, Malayu S.P, 2006, Manajemen Dasar, Pengertian, dan Masalah, Edisi Revisi, Penerbit: Bumi Aksara, Jakarta.

Hasibuan, Melayu, S. P., 2008, Manajemen Sumber Daya Manusia, edisi Revisi, Penerbit: Bumi Aksara, Jakarta.

Moeheriono, 2012, Pengukuran Kinerja Berbasis Kompetensi, edisi revisi, cetakan pertama, Penerbi: Raja Grafindo Persada, Jakarta

Supriyadi, E., 2014. SPSS +Amos. Penerbit : In Media, Jakarta.

Anwar Prabu Mangkunegara, 2009, Manajemen Sumber Daya Manusia, Penerbit: PT.Remaja Rosdakarya, Bandung

Danang, Sunyoto, 2012, Teori, Kuesioner, dan Analisis Data

Page 39: Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April

Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April 2019 ISSN 2656-3576

35

Sumber Daya Manusia (Praktik Penelitian), cetakan pertama, Penerbit: Center for Academic Publishing Service, Yogyakarta.

Hadi Sutrisno, 1998, Metodologi Penelitian. Penerbit : BPFE. UGM, Yogyakarta.

Bambang Prasetyo, 2006, Metode Penelitian Kuantitatif: Teori dan Aplikasi, Penerbit: Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Hendriawan, 2014, Pengaruh Gaya Kepemimpinan dan Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Karyawan Pada PT. Dwimitra Multiguna Sejahtera di Kabupaten Konawe Utara Provinsi Sulawesi Tenggara, [Skripsi Publikasi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin Makasar].

Ila Rohmatun Nisyak, 2016, Pengaruh Gaya Kepemimpinan, Motivasi Dan Disiplin Kerja Terhadap Kinerja Karyawan. [E-Jurnal Ilmu dan Riset Manajemen STIESIA Surabya].

Kadek Ary Setiawan et al, 2016, Pengaruh Gaya Kepemimpinan dan Kompensasi Terhadap Kinerja Karyawan PT. Astra Honda Nusa Dua Kabupaten Badug. [E-Jurnal Manajemen Universitas Udayana].

Page 40: Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April

Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April 2019 ISSN 2656-3576

36

ANALISIS FINANSIAL DISTRESS DALAM MEMPREDIKSI KEBANGKRUTAN PERUSAHAAN TELEKOMUNIKASI Desy Epriana, Pandoyo, Ernawati Universitas Ibnu Chaldun Jakarta

Abstrak: Tahap awal kebangkrutan bisnis yang terjadi dalam perusahaan biasanya diawali terjadinya kesulitan keuangan (financial distress). Hal ini dapat dilihat dari laporan laba rugi dan laporan neraca dalam perusahaan. Penelitian ini dimaksudkan untuk megetahui tingkat financial distress dan menganalisis potensi kebangkrutan pada perusahaan jasa sub sektor telekomunikasi dengan menggunakan model Altman Z-Score dan Springate, sehingga melalui penelitian ini dapat diketahui gambaran kecenderungan potensi kebangkrutan perusahaan yang terdapat dalam perusahaan telekomunikasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2013-2017. Berdasarkan hasil perhitungan dari kedua metode analisis dapat diartikan bahwa perusahaan telekomunikasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama periode 2013-2017 sebagian besar berada pada kondisi tidak sehat atau berpotensi mengalami kebangkrutan. Perusahaan dengan kondisi keuangan tidak sehat memiliki tingkat likuiditas dan profitabilitas yang rendah artinya perusahaan tidak mampu mengelola dan memenuhi kewajiban jangka pendeknya dan tidak dapat mengelola asetnya secara efektif dan efesien di dalam menghasilkan laba usahanya. Kata Kunci: Finansial Distress, Kebangkrutan, Perusahaan Telekomunikasi Abstract: The initial stage of business bankruptcy that occurs within a company usually begins with financial distress. This can be seen from the income statement and balance sheet in the company. This study is intended to determine the level of financial distress and analyze the potential for bankruptcy in telecommunications sub-sector service companies by using the Altman Z-Score and Springate models, so that through this study it can be seen a description of the potential bankruptcy of companies found in telecommunications companies listed on the Indonesia Stock Exchange 2013-2017 period. Based on the results of calculations from the two analysis methods it can be interpreted that the telecommunications companies listed on the Indonesia Stock Exchange during the period 2013-2017 were mostly in an unhealthy condition or potentially experiencing bankruptcy. Companies with unhealthy financial conditions have low levels of liquidity and profitability, meaning that the company is unable to manage and fulfill its short-term obligations and cannot manage its assets effectively and efficiently in generating business profits. Keywords: Financial Distress, Bankruptcy, Telecommunications Company

Page 41: Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April

Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April 2019 ISSN 2656-3576

37

PENDAHULUAN Dewasa ini perkembangan

ekonomi global mengalami perubahan yang cukup signifikan, di mana intensitas persaingan antar perusahaan semakin ketat akibat adanya kemajuan teknologi. Persaingan yang semakin ketat ini menuntut perusahaan untuk selalu memperkuat fundamental manajemen sehingga akan mampu bersaing dengan perusahaan lain. Ketidakmampuan mengantisipasi perkembangan global dengan memperkuat fundamental manajemen akan mengakibatkan pengecilan dalam volume usaha yang pada akhirnya mengakibatkan kebangkrutan perusahaan.

Seperti halnya pada perkembangan industri jasa sub sektor telekomunikasi yang saat ini semakin pesat. Perusahaan senantiasa berkompetisi menarik konsumen, dan berusaha menjadikan produknya semakin diminati. Semakin banyaknya penyedia layanan telekomunikasi membuat para pelanggan mencari yang terbaik. Penyedia layanan produk yang dapat memuaskan konsumen mutlak diperlukan untuk menjaga nilai kompetitif dari masing-masing perusahaan telekomunikasi sehingga dapat bersaing untuk mencapai tujuan utama yaitu meningkatkan nilai perusahaan.

Pemberian layanan produk yang baik dan memuaskan kepada konsumen dapat memberikan nilai tambah bagi

perusahaan, tidak hanya nilai tambah untuk aspek finansial saja yang berdampak meningkatnya keuntungan perusahaan, tetapi juga nilai tambah bagi aspek non finansial seperti kredibilitas di mata investor. Upaya memaksimumkan nilai tambah dari setiap perusahaan menciptakan persaingan usaha yang sangat ketat di antara perusahaan telekomunikasi yang ada. Persaingan tersebut tidak dapat dihindari oleh perusahaan, dengan demikian perusahaan harus berusaha agar tetap mampu bersaing dan bertahan.

Perusahaan perlu memperhatikan beberapa hal di dalam menghadapi persaingan, salah satunya adalah kondisi keuangan perusahaan. Kondisi keuangan perusahaan menunjukkan bagaimana tingkat kesehatan keuangan perusahaan. Kondisi keuangan perusahaan dapat diketahui dengan cara menganalisis laporan keuangan perusahaan. Analisis laporan keuangan perusahaan pada dasarnya merupakan penghitungan rasio-rasio untuk menilai keadaan keuangan perusahaan di masa lalu, saat ini, dan kemungkinan yang terjadi di masa depan. Cara tersebut sudah sangat umum dilakukan oleh para manajer karena dapat dilakukan dengan mudah. Hasil dari perhitungan rasio-rasio keuangan tersebut bisa menggambarkan kondisi perusahaan, apakah perusahaan dalam kondisi yang sehat atau dalam kondisi yang

Page 42: Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April

Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April 2019 ISSN 2656-3576

38

sedang menurun. Apabila kinerja keuangan perusahaan menurun secara terus-menerus maka hal tersebut dapat mengakibatkan kebangkrutan.

Tahap awal kebangkrutan bisnis yang terjadi dalam perusahaan biasanya diawali terjadinya kesulitan keuangan (financial distress). Hal ini dapat dilihat dari laporan laba rugi dan laporan neraca dalam perusahaan. Financial distress merupakan tahapan penurunan kondisi keuangan suatu perusahaan sebelum terjadinya kebangkrutan. Informasi lebih awal kondisi financial distress pada perusahaan memberikan kesempatan bagi manajemen, pemilik, investor, regulator, dan para stakeholders lainnya untuk melakukan upaya-upaya yang relevan untuk menghindari kebangkrutan, perusahaan dapat melakukan prediksi kebangkrutan dengan beberapa metode yang sudah ada.

Seiring perkembangan teknologi yang sangat cepat, perusahaan telekomunikasi berkembang dengan cukup pesat pula. Di Indonesia bisnis telekomunikasi akan terus meningkat, mengingat penetrasi pasar masih sangat luas untuk dikembangkan. Hingga saat ini, pemain-pemain industri jasa di bidang selular terus bertambah banyak jumlahnya, meskipun masih dimonopoli oleh operator besar yang go public (tercatat dalam Bursa Efek Indonesia), seperti PT Bakrie

Telecom Tbk, PT Indosat Tbk, PT Smartfren Telecom Tbk, PT Telekomunikasi Indonesia, dan PT XL Axiata Tbk. Di dalam perkembangannya, tidak semua perusahaan telekomunikasi dapat menghasilkan kenaikkan laba di dalam operasinya, beberapa perusahaan justru mengalami penurunan laba atau bahkan mengalami kerugian.

Hampir semua perusahaan telekomunikasi mengalami perolehan laba/(rugi) yang berubah-ubah, di mana rata-rata dalam setiap tahunnya mengalami penurunan, kecuali PT Telekomunikasi Indonesia Tbk yang tiap tahunnya mengalami kenaikan laba meskipun tidak signifikan. PT Indosat Tbk mengalami rugi selama tahun 2013 sampai 2015, namun bisa bangkit di tahun keempat dan kelima yaitu 2016 dan 2017 dengan mengalami laba yang cukup signifikan. PT XL Axita Tbk mengalami lama laba yang cukup baik di tahun 2013, namun setelahnya mengalami kerugian tahun 2014 dan 2015, kemudian bangkit kembali dengan perolehan lama dalam dua tahun terakhir yakni 2016 dan 2017. Sedangkan PT Bakrie Telecom Tbk dan PT Smartfren Telecom Tbk tercatat mengalami kerugian berturut-turut selama lima tahun terakhir yaitu tahun 2013-2017. Dalam hal ini kemungkinan terjadinya financial distress atau mengalami kesulitan keuangan serta tidak dapat mempertahankan kelangsungan

Page 43: Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April

Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April 2019 ISSN 2656-3576

39

hidup usaha bisa saja terjadi, atau dalam kasus yang lebih parah perusahaan bisa mengalami kebangkrutan.

Fenomena di atas menunjukkan bahwa perusahaan telekomunikasi di Indonesia mengalami kondisi keuangan yang cukup memprihatinkan. Sehingga analisis mengenai gejala-gejala financial distress sangat penting dilakukan untuk memperoleh peringatan awal kebangkrutan, semakin awal ditemukannya gejala tersebut maka semakin baik bagi pihak manajemen untuk melakukan perbaikan-perbaikan.

Dalam upaya menghindari kebangkrutan, manajer perlu untuk mengetahui kondisi keuangan perusahaan atau melakukan prediksi potensi kebangkrutan perusahaan. Beberapa peneliti terdahulu telah mengembangkan model prediksi kebangkrutan perusahaan, salah satu di antaranya yaitu model prediksi Altman Z-Score dan model prediksi Springate. Kedua metode ini memiliki kelebihan di antara metode prediksi kebangkrutan lainnya. Metode Altman Z-Score yang dikenal dengan nama Z-Score pertama kali diperkenalkan oleh Edward I. Altman pada tahun 1968 yang dikembangkan untuk menentukan kecenderungan kebangkrutan perusahaan dan dapat juga digunakan sebagai ukuran dari keseluruhan kinerja keuangan.

Dalam metode ini, selain caranya mudah, keakuratan dalam

menentukan financial distress juga cukup akurat, karena Z-Score telah mengkombinasikan berbagai macam rasio keuangan yang diperlukan seperti rasio likuiditas, profitabilitas, solvabilitas, dan aktivitas. Selain itu rasio-rasio yang dimiliki oleh Z-Score telah mencakup penilaian internal dan eksternal perusahaan. Sedangkan, metode Springate dikembangkan pada tahun 1978 oleh Gorgon L.V. Springate. Dengan mengikuti prosedur yang dikembangkan Altman, Springate menggunakan Multiple Discriminant Analysis (MDA) untuk memilih empat dari 19 rasio keuangan yang popular sehingga dapat membedakan perusahaan yang berada dalam zona bangkrut atau zona aman.

Berdasarkan latar belakang tersebut, Penelitian ini dimaksudkan untuk megetahui tingkat financial distress dan menganalisis potensi kebangkrutan pada perusahaan jasa sub sektor telekomunikasi dengan menggunakan model Altman Z-Score dan Springate, sehingga melalui penelitian ini dapat diketahui gambaran kecenderungan potensi kebangkrutan perusahaan yang terdapat dalam perusahaan telekomunikasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2013-2017.

ACUAN TEORI

Kesulitan keuangan atau sering dikenal dengan sebutan financial distress merupakan kondisi

Page 44: Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April

Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April 2019 ISSN 2656-3576

40

dimana keuangan perusahaan berada dalam keadaan tidak sehat atau krisis, sebelum terjadinya likuidasi atau kebangkrutan. Sedangkan kebangkrutan merupakan suatu klimaks dari financial distress yang dialami perusahaan. Perusahaan yang berada pada kondisi financial distress berpotensi mengalami kebangkrutan dalam arti sebenarnya yakni bangkrut secara hukum, tetapi tidak berarti semua perusahaan yang mengalami financial distress akan mengalami kebangkrutan. Perusahaan bisa survive dari masa kritis tersebut tergantung dari ketepatan penanganan yang dilakukan oleh manajemen perusahaan. Menurut Rodoni dan Ali (2014) peristiwa kejatuhan perusahaan disebabkan financial distress hampir tidak ada akhirnya, seperti berikut ini: terjadinya kekurangan deviden, penutupan perusahaan, kerugian-kerugian, pemecatan, pengunduran diri direksi dan jatuhnya harga saham.

Financial distress menurut Karen Wruck (1990) dalam Ross (2005) adalah situasi di mana arus kas operasi perusahaan tidak cukup, untuk memenuhi kewajiban perusahaan (seperti kredit perdagangan atau biaya bunga) dan perusahaan ditekan untuk melakukan kegiatan perbaikan. Financial distress mengakibatkan perusahaan melalaikan kontrak dan akan terlibat pada restrukturisasi keuangan antar perusahaan,

kreditornya dan hak kekayaan investornya. Biasanya perusahaan diharuskan untuk mengambil tindakan di mana hal itu tidak akan dilakukan jika sebelumnya perusahaan mempunyai kecukupan arus kas.

Definisi financial distress ini diperluas oleh Altman (1993) terkait pada ketidakmampun membayar utang. Hal ini dirumuskan dalam Black’s Law Dictionary, sebagai ketidakmampuan membayar hutang (insolvency), yaitu kondisi dari aset atau milik dan kewajiban seseorang yang dahulunya tersedia menjadi tidak cukup untuk melunasi utang. Definisi ini mempunyai dua bagian yaitu Stock dan Flow. keduanya menggambarkan mengenai ketidakmampuan membayar hutang (insolvency), Stock based insolvency terjadi ketika perusahaan memiliki kekayaan bersih yang negatif dan nilai aset kurang dari nilai hutang. Flow based insolvency terjadi karena arus kas yang berjalan tidak cukup untuk memenuhi kewajiban yang diminta. Flow based insolvency mengacu pada ketidakmampuan perusahaan membayar hutang.

Almilia dan Kristijadi (2003) mendefinisikan financial distress pada perusahaan yang dalam beberapa tahun mengalami laba bersih operasi (net operating income negatif) dan selama lebih dari satu tahun tidak melakukan pembayaran deviden. Kemudian Almilia (2004) mendefinisikan financial distress sebagai

Page 45: Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April

Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April 2019 ISSN 2656-3576

41

perusahaan yang mengalami delisted akibat laba bersih dan nilai buku ekuitas negatif berturut-turut serta perusahaan tersebut telah dimerger. Almilia juga mendefinisikan financial distress sebagai perusahaan yang selama dua tahun berturut-turut mengalami laba bersih (net income) negatif dan nilai buku ekuitas negatif tahun 2016.

Menurut Hanafi dan Halim (2016: 262), kesehatan suatu perusahaan bisa dilihat dari titik sehat yang paling ekstrem sampai ke titik tidak sehat yang paling ekstrem, yaitu dari kesulitan keuangan (likuiditas) jangka pendek (technical insolvency) sampai ke Tidak Solvabel (hutang lebih besar disbanding asset). Kesulitan keuangan jangka pendek bersifat sementara dan belum begitu parah. Tetapi kesulitan semacam ini apabila tidak ditangani bisa berkembang menjadi kesulitan tidak sovabel, perusahaan bisa dilikuidasi atau direorganisasi. Likuidasi dipilih apabila nilai likuidasi lebih besar dibandingkan dengan nilai perusahaan kalau diteruskan. Reorganisasi dipilih kalau perusahaan masih menunjukkan prospek dan dengan demikian nilai perusahaan kalau diteruskan lebih besar dibandingkan nilai perusahaan kalau dilikuidasi.

Analisis kebangkrutan dilakukan untuk memperoleh peringatan awal kebangkrutan (tanda-tanda awal kebangkrutan). Semakin awal tanda-tanda

kebangkrutan tersebut, semakin baik bagi pihak manajemen bisa melakukan perbaikan-perbaikan. Pihak kreditur dan juga pihak pemegang saham bisa melakukan persiapan-persiapan untuk mengatasi berbagai kemungkinan yang buruk. Biasanya kebangkrutan yang relatif tinggi dihindari atau diminimisasi. Indikator kebangkrutan bisa dilihat dari analisis aliran kas, analisis strategi perusahaan, sampai laporan keuangan perusahaan (Hanafi dan Halim, 2016).

Hingga kini, penelitian mengenai prediksi kebangkrutan telah banyak berkembang, baik di dunia Internasional maupun di Indonesia. Dari sekian banyak model yang ada penulis akan memaparkan model yang paling popular dan sering digunakan sebagai alat analisis prediksi kebangkrutan, yaitu model prediksi Altman (Z-Score), model prediksi Springate (S-Score).

Altman Z-Score adalah suatu alat yang digunakan untuk meramalkan tingkat kebangkrutan suatu perusahaan dengan menghitung nilai dari beberapa rasio yang kemudian dimasukkan dalam suatu persamaan diskriminan. Analisa Z-Score ini telah dikembangkan pada tahun 1968 oleh Edward I. Altman. Dalam penelitiannya Altman mengambil sample 66 perusahaan yang terdiri dari 33 perusahaan yang mengalami kebangkrutan selama 20 tahun belakangan dan 33 perusahaan yang

Page 46: Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April

Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April 2019 ISSN 2656-3576

42

dipilih acak yang tidak pernah mengalami kebangkrutan. Altman melakukan perhitungan terhadap 22 laporan keuangan umum untuk 66 perusahaan tersebut dan untuk perusahaan yang bangkrut, ia menggunakan laporan keuangan yang dikeluarkan perusahaan tersebut satu tahun sebelum mengalami kebangkrutan. Tujuannya adalah untuk memilih jumlah yang kecil dari rasio tersebut yang dapat dengan baik membedakan antara perusahaan yang bangkrut dan yang sehat.

Altman menggunakan teknik statistik Multiple Discriminant Analysis (MDA). Pendekatan ini menunjukkan berbagai karakteristik yang proporsinya dapat digunakan dengan baik untuk menentukan kategori-kategori dari sebuah subjek seperti bangkrut dengan tidak bangkrut, kaya dengan miskin, muda dengan tua, dan seterusnya. Keuntungan dari MDA adalah karakteristik-karakteristik tersebut dapat dikombinasikan ke dalam nilai tunggal. Suatu nilai yang rendah mengimplikasikan suatu subjek adalah milik dari suatu kelompok, suatu nilai yang tinggi mengimplikasikan suatu subjek adalah milik dari suatu kelompok lain dan suatu nilai tengah menyebabkan ketidakpastian kepemilikan dari suatu subjek.

Altman membentuk tiga rumus Z-Score dimana ketiga rumus tersebut diperuntukkan bagi tiga kategori perusahaan yang berbeda.

Salah satunya adalah model Altman Z-Score Modifikasi (1995), digunakan untuk perusahaan bukan manufaktur (non-manufacture) dan pemakaian umum lainnya (general use). Masalahnya ada pada rasio X5

yaitu sales to total assets. Rasio ini bervariasi pada setiap perusahaan, hal ini dikarenakan intensitas perputaran aset perusahaan tersebut. Perusahaan yang bergerak di bidang merchandising dan jasa secara konsisten memiliki perputaran yang lebih tinggi dari perusahaan manufaktur. Untuk mengatasi masalah ini, Altman menghilangkan rasio X5 untuk dapat menghitung tingkat kebangkrutan dengan lebih baik atau akurat. Rumus yang digunakan :

Sumber : Altman, Danovi dan Falini (2013) Dimana : Z”= Indeks X1= Modal Kerja / Total Aset X2= Laba Ditahan / Total Aset X3 = Laba Sebelum Bunga dan Pajak / Total Aset X4 = Nilai Buku Ekuitas / Total Kewajiban

Klasifikasi indeks prediksi kebangkrutan nilai Z-score model Altman ketiga yaitu :

1. Jika nilai Z” < 1,1 maka perusahaan diprediksi mengalami financial distress.

2. Jika nilai 1,1 ≤ Z” ≤ 2,6 maka perusahaan belum dapat

Z” = 6,56 (X1) + 3,26 (X2) + 6,72 (X3) + 1,05 (X4)

Page 47: Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April

Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April 2019 ISSN 2656-3576

43

diprediksi apakah akan mengalami financial distress atau tidak (grey area).

3. Jika nilai Z” > 2,6 maka perusahaan diprediksi tidak mengalami financial distress. Untuk menghitung nilai Z-

Score menurut Edward I Altman (1968) kita harus menghitung terlebih dahulu variable-variabel yang dimilikinya dalam bentuk rasio. Dalam manajemen keuangan, rasio-rasio yang digunakan dalam metode Altman ini dapat dikelompokkan dalam tiga kelompok besar yaitu:

1. Rasio Likuiditas yang terdiri dari X1

2. Rasio Profitabilitas yang terdiri dari X2 dan X3

3. Rasio Aktivitas yang terdiri dari X4 dan X5

Model Springate (1978)

Springate menggunakan metode yang sama dengan Altman (1968) yaitu Multiple Discriminant Analysis (MDA). Seperti Beaver (1966) dan Altman (1968), pada awalnya Springate (1978) mengumpulkan rasio-rasio keuangan populer yang bisa dipakai untuk memprediksi financial distress. Jumlah rasio awalnya yaitu 19 rasio. Setelah melalui uji yang sama dengan yang dilakukan Altman (1968), Springate memilih 4 rasio yang dipercaya bisa membedakan antara perusahaan yang mengalami distress dan yang tidak distress. Sampel yang digunakan Springate berjumlah 40 perusahaan yang

berlokasi di Kanada. Rumus yang dihasilkan Springate (1978) adalah sebagai berikut:

Sumber : Boritz dan Sun (2004) Dimana : A = Modal Kerja / Total Aset B = Laba Sebelum Bunga dan Pajak / Total Aset C = Laba Sebelum Pajak / Kewajiban Lancar D = Penjualan / Total Aset

Springate (1978) mengemukakan nilai cut off yang berlaku untuk model ini adalah 0,862, jika hasil prediksi < 0,862 maka perusahaan berada dalam kondisi financial distress. Sebaliknya jika hasil prediksi > 0,862 maka perusahaan tidak mengalami kondisi financial distress. Model ini memiliki akurasi 92,5% dalam tes yang dilakukan Springate.

Berikut empat rasio yang diperlukan dalam analisa Springate : Rasio Modal Kerja Terhadap Total Aset (A). Rasio ini sama dengan metode Altman Z-Score. Modal kerja bersih diperoleh dengan cara aset lancar dikurangi dengan kewajiban lancar. Modal kerja yang negatif kemungkinan besar akan menghadapi masalah dalam menutupi kewajiban jangka pendeknya karena tidak tersediannya aset lancar yang cukup untuk menutupi kewajiban tersebut, sebaliknya perusahaan dengan modal kerja bersih yang bernilai positif jarang sekali

S = 1.03 (A) + 3.07 (B) + 0.66 (C) + 0.4 (D)

Page 48: Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April

Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April 2019 ISSN 2656-3576

44

menghadapi kesulitan dalam melunasi kewajibannya. Sumber data diperoleh dari neraca perusahaan.

Rasio Laba Bersih Sebelum Bunga dan Pajak Terhadap Total Aset (B). Rasio ini merupakan perbandingan antara laba bersih sebelum bunga dan pajak terhadap total asetnya. Laba bersih sebelum bunga dan pajak diperoleh dari laporan laba rugi, dan total aset diperoleh dari neraca perusahaan.

Rasio Laba Bersih Sebelum Pajak Terhadap Kewajiban Lancar (C). Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan sebelum pajak dengan kewajiban lancarnya. Laba bersih sebelum pajak diperoleh dari laporan laba rugi, dan kewajiban lancar diperoleh dari neraca perusahaan.

Rasio Penjualan Terhadap Total Aset (D). Rasio ini merupakan perbandingan penjualan dengan total aset. Rasio ini digunakan untuk mengetahui sebesar besar kontribusi penjualan terhadap aktiva dalam satu periode waktu tertentu. Semakin besar nilai pada rasio ini maka efisiensi penggunaan keseluruhan aktiva di dalam menghasilkan penjualan semakin terjaga. Semakin rendah rasio ini menunjukkan semakin rendah tingkat pendapatan perusahaan, sehingga menunjukkan kondisi keuangan perusahaan yang tidak sehat. Nilai penjualan diperoleh dari

laporan laba rugi, dan nilai total aset didapat dari neraca perusahaan.

Dalam penelitian ini terdapat dua variabel bebas yakni nilai dari model Altman Z-Score dan model Springate. Kemudian melalui variabel-variabel tersebut akan diamati apakah terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil analisis model Altman Z-Score dan model Springate dalam menganalisis financial distress untuk memprediksi kebangkrutan pada perusahaan telekomunikasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2013-2017.

Analisis financial distress diambil dari laporan keuangan neraca dan laba rugi pada masing-masing perusahaan yang diteliti, di mana dari kedua informasi tersebut terdapat nilai-nilai rasio yang dibutuhkan dalam Score yang digunakan yaitu metode Altman Z-score dan Springate. Dengan kedua metode tersebut dapat diketahui nilai dari masing-masing rasio yang mempunyai nilai negatif dan hasil nilai yang dapat menunjukkan kondisi perusahaan, apakah perusahaan berada dalam safe zone (tidak mengalami financial distress), grey zone (rawan mengalami financial distress), distress zone (mengalami financial distress).

Secara ringkas kerangka pemikiran secara konseptual dapat digambarkan sebagai berikut:

Page 49: Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April

Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April 2019 ISSN 2656-3576

45

Gambar 1. Kerangka Pemikiran

METODE Objek dalam penelitian ini

adalah perusahaan telekomunikasi yang go public dan terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Berikut daftar

perusahaan telekomunikasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia sampai saat ini:

Financial distress dianalisis

dengan menggunakan metode Altman Z-Score dan Springate untuk memprediksi kebangkrutan perusahaan pada perusahaan telekomunikasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, tersebut. Data

yang digunakan dalam penelitian ini berupa laporan keuangan tahunan perusahaan yang telah diaudit. Adapun data laporan keuangan yang diambil untuk dianalisis adalah laporan neraca dan laporan laba/rugi.

Page 50: Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April

Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April 2019 ISSN 2656-3576

46

Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif yang menggunakan angka dalam proses penghitungan dan menganalisis hasil penelitian. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif, dimana hanya mengukur kondisi dari masing-masing perusahaan tanpa mencari

hubungan atau pengaruh perusahaan satu dengan perusahaan lainnya, tujuannya untuk menyajikan gambaran secara terstruktur, faktual, dan akurat. Adapun variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

Tabel 1. Variabel, Konsep dan Indikator

Teknik pengumpulan data

dalam penelitian ini ada beberapa langkah, antara lain: Dokumentasi, yaitu mengumpulkan data dari

laporan-laporan yang telah diolah oleh pihak lain sehingga peneliti dapat memperoleh informasi yang dibutuhkan. Data yang dipakai

Page 51: Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April

Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April 2019 ISSN 2656-3576

47

berupa laporan keuangan tahunan yang telah dipublikasikan oleh perusahaan di Bursa Efek Indonesia; Riset Internet (Online Research), pada tahap ini penulis berusaha untuk memperoleh berbagai data dan informasi tambahan dari situs-situs yang berhubungan dengan penelitian; Studi kepustakaan, yaitu mengumpulkan teori-teori yang mendasari penelitian, yang dapat dijadikan pedoman dalam melakukan analisis terhadap data dan informasi yang didapatkan dari perusahaan. Dalam penelitian ini penulis mempelajari buku-buku, artikel, jurnal dan literatur lainnya yang ada kaitannya dengan penelitian ini. Teknik analisis data yang digunakan dalam menganalisis financial distress untuk memprediksi kebangkrutan suatu perusahaan dengan menggunakan dua model yaitu Model Altman Z-Score Modifikasi (1995) dan Model Springate (1978).

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Objek Penelitian

Objek yang menjadi sampel dari penelitian ini adalah perusahaan-perusahaan telekomunikasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2013 sampai dengan tahun 2017. Perusahaan-perusahaan tersebut adalah PT Bakrie Telecom Tbk, PT Indosat Tbk, PT Smartfren Telecom Tbk, PT Telekomunikasi Indonesia Tbk, dan PT XL Axiata Tbk.

PT Bakrie Telecom Tbk. PT Bakrie Telecom Tbk, dahulu

bernama PT Radio Telepon Indonesia, didirikan di Republik Indonesia pada tanggal 13 Agustus 1993. Perusahaan memulai beroperasi secara komersial pada tanggal 1 November 1995. Perusahaan mengalami perubahan menjadi perusahaan terbuka, pada tanggal 3 Februari 2006. Ruang lingkup kegiatan Perusahaan meliputi penyediaan jaringan dan penyelenggaraan jasa telekomunikasi nasional dengan daerah operasi mencakup Jakarta, beberapa wilayah di Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Sumatera, Sulawesi dan Kalimantan.

PT Indosat Tbk. PT Indosat Tbk, didirikan di Republik Indonesia pada tanggal 10 November 1967. Pada tahun 1980 perusahaan dijual oleh American Cable and Radio Corporation, entitas anak dari International Telephone & Telegraph, kepada Pemerintah Republik Indonesia dan menjadi Badan Usaha Milik Negara (Persero). Pada tanggal 7 Februari 2003, perusahaan memperoleh persetujuan perubahan status hukum dari Badan Usaha Milik Negara (Persero) menjadi perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA).

PT Smartfren Telecom Tbk. PT Smartfren Telecom Tbk, dahulu bernama PT Mobile-8 Telecom Tbk, didirikan tanggal 2 Desember 2002. Perusahaan mulai beroperasi secara komersial pada tanggal 8 Desember 2003. Pada tanggal 3 Juli 2015,

Page 52: Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April

Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April 2019 ISSN 2656-3576

48

perusahaan memperoleh surat izin prinsip penanaman modal dalam negeri. Perusahaan berdomisili di Jakarta dengan kantor pusat beralamat di Jl. K.H. Agus Salim 45, Sabang, Menteng, Jakarta.

PT Telekomunikasi Indonesia Tbk. PT Telekomunikasi Indonesia Tbk, didirikan dan beroperasi secara komersial pada tahun 1884. Pada tahun 1991, status perusahaan diubah menjadi perseroan terbatas milik negara (Persero). PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom) bergerak di bidang jasa layanan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dan Jaringan Telekomunikasi secara lengkap di Indonesia. Pemegang saham mayoritas Telkom adalah Pemerintah Republik Indonesia sebesar 52.09%, sedangkan 47.91% sisanya dikuasai oleh publik. Saham Telkom diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan kode “TLKM” dan New York Stock Exchange (NYSE) dengan kode “TLK”. Dalam upaya bertransformasi menjadi digital telecommunication company, TelkomGroup mengimplementasikan strategi bisnis dan operasional perusahaan yang berorientasi kepada pelanggan (customer-oriented). Transformasi tersebut akan membuat organisasi TelkomGroup menjadi lebih lean (ramping) dan agile (lincah) dalam beradaptasi dengan perubahan industri telekomunikasi yang berlangsung sangat cepat. Saat ini TelkomGroup mengelola 6 produk

portofolio yang melayani empat segmen konsumen, yaitu korporat, perumahan, perorangan dan segmen konsumen lainnya.

PT XL Axiata Tbk. PT XL Axiata Tbk, didirikan pada tanggal 6 Oktober 1989 dengan nama PT Grahametropolitan Lestari, bergerak di bidang perdagangan dan layanan umum. Enam tahun kemudian, perusahaan mengambil suatu langkah penting seiring dengan kerja sama antara Rajawali Group pemegang saham PT Grahametropolitan Lestari dan tiga investor asing (NYNEX, AIF, dan Mitsui). Pada tahun 1996, XL mulai beroperasi secara komersial dengan fokus cakupan area di Jakarta, Bandung dan Surabaya. Hal ini menjadikan XL sebagai perusahaan tertutup pertama di Indonesia yang menyediakan layanan telepon dasar bergerak seluler. Pada tanggal 29 September 2005, XL mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia (BEI). Nama perusahaan kemudian berubah menjadi PT Excelcomindo Pratama dan berikutnya menjadi PT. XL Axiata, dengan bisnis utama di bidang penyediaan layanan telepon dasar.

Analisis Altman Z-Score Modifikasi (Z”-Score)

Berdasarkan metode analisis Altman Z-Score yang digunakan, yaitu Z-Score model ketiga untuk perusahaan jasa (nonmanufacture firm/service sector) diperoleh hasil sebagai berikut.

Page 53: Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April

Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April 2019 ISSN 2656-3576

49

Tabel 2. Rasio Modal Kerja terhadap Total Aset Rasio (X1) tahun 2013-2017

Tabel di atas

memperlihatkan nilai rata-rata rasio X1 selama lima tahun, bahwa ada empat perusahaan telekomunikasi yang memperoleh nilai rata-rata X1 negatif, yaitu PT Bakrie Telecom Tbk dengan skor -28,935, PT Indosat Tbk dengan skor -1,160, PT Smartfren Telecom Tbk dengan skor -1,119, dan PT XL Axiata Tbk dengan skor -0,607. Sedangkan satu-satunya perusahaan yang memperoleh nilai rata-rata X1 positif adalah PT Telekomunikasi Indonesia Tbk dengan skor 0,237.

Dari hasil perhitungan modal kerja terhadap total asset dalam analisis Z”-Score, dapat dikatakan bahwa perusahaan-perusahaan jasa telekomunikasi kurang baik terhadap total

kapitalisasinya. Karena dari masing-masing perusahaan jasa telekomunikasi selama periode 2013-2017 belum ada yang mampu menghasilkan modal kerja lebih besar dari Rp. 1 untuk setiap Rp. 1 aset.

Hasil tersebut juga menunjukkan bahwa perusahaan yang mendapatkan rasio X1 yang positif mampu mengendalikan aktivitas modal kerja, terutama dalam menjaga posisi kewajiban lancar lebih rendah dari aset lancarnya. Sebaliknya, ketidakmampuan perusahaan membuat peningkatan aktivitas kewajiban lancar dibandingkan aset lancar akan berdampak pada rasio X1 negatif.

Tabel 3. Rasio Laba Ditahan Terhadap Total Aset (X2) tahun 2013-2017

Tabel di atas

memperlihatkan nilai rata-rata rasio X2 selama lima tahun, bahwa ada dua perusahaan telekomunikasi

yang memperoleh nilai rata-rata X2 negatif, yaitu PT Bakrie Telecom Tbk dengan skor -34,337 dan PT Smartfren Telecom Tbk dengan skor

Page 54: Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April

Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April 2019 ISSN 2656-3576

50

-2,225. Sedangkan tiga perusahaan yang memperoleh nilai rata-rata X2 positif yaitu PT Indosat Tbk dengan skor 0,693, PT Telekomunikasi Indonesia Tbk dengan skor 1,423 dan PT XL Axiata Tbk dengan skor 0,500.

Dari hasil perhitungan laba ditahan terhadap total asset dalam analisis Z”-Score, dapat dikatakan bahwa perusahaan jasa telekomunikasi tidak mampu menghasilkan laba ditahan seperti yang diharapkan. Hasil di atas juga

memperlihatkan bahwa perusahaan yang mampu menjaga bahkan meningkatkan perolehan laba ditahan akan mendapatkan nilai rasio positif. Sebaliknya, jika nilai yang negatif menunjukkan perusahaan mengalami defisit laba ditahan akibat kerugian dalam aktivitas usahanya. Demikian upaya memperbaiki defisit laba ditahan perlu diarahkan pada peningkatan laba bersih melalui efektivitas dan efisiensi beban operasional serta peningkatan pendapatan usahanya.

Tabel 4. Rasio Laba Sebelum Bunga dan Pajak Terhadap Total Aset (X3) tahun 2013-2017

Tabel di atas

memperlihatkan nilai rata-rata rasio X3 selama lima tahun, bahwa ada tiga perusahaan telekomunikasi yang memperoleh nilai rata-rata X3 negatif, yaitu PT Bakrie Telecom Tbk dengan skor -9,724, PT Indosat Tbk dengan skor -0,076, PT Smartfren Telecom Tbk dengan skor -0,767. Sedangkan ada dua perusahaan yang memperoleh nilai rata-rata X1 positif yaitu, PT Telekomunikasi Indonesia Tbk dengan skor 1,384 dan PT XL Axiata dengan skor 0,020.

Dari hasil perhitungan laba sebelum bunga dan pajak terhadap total asset dalam analisis Z”-Score,

dapat terlihat bahwa aset produktif perusahaan telekomunikasi belum mampu menghasilkan laba usaha seperti yang telah direncanakan. Hasil tersebut juga menunjukkan bahwa perusahaan yang mampu meningkatkan laba usahanya akan mendapatkan nilai X3 yang positif, dan yang mengalami defisit laba usaha akan mendapatkan nilai X3 yang negatif. Dengan demikian upaya yang perlu dilakukan untuk menghindari terjadinya defisit laba usaha adalah dengan meningkatkan aktivitas usaha dan mengendalikan beban usaha secara efektif dan efisien.

Page 55: Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April

Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April 2019 ISSN 2656-3576

51

Tabel 5. Rasio Nilai Buku Ekuitas Terhadap Total Kewajiban (X4) tahun 2013-2017

Tabel di atas memperlihatkan nilai rata-rata rasio X4 selama lima tahun, bahwa satu-satunya perusahaan telekomunikasi yang memperoleh nilai rata-rata X4 negatif, yaitu PT Bakrie Telecom Tbk dengan skor -0,657. Sedangkan empat perusahaan lainnya memperoleh nilai rata-rata X4 positif yaitu, PT Indosat Tbk dengan skor 0,402, PT Smartfren Telecom Tbk dengan skor 0,418, PT Telekomunikasi Indonesia Tbk dengan skor 1,487 dan PT XL Axiata Tbk dengan skor 0,517.

Dari hasil perhitungan nilai buku ekuitas terhadap total kewajiban dalam analisis Z”-Score, dapat diketahui bahwa secara keseluruhan perusahaan telekomunikasi dengan nilai rata-rata X4 positif mampu untuk

membiayai aktivitas kewajibannya dari nilai ekuitas yang diperolehnya, namun tidak dengan yang nilai rata-rata X4 negatif. Upaya yang perlu diperhatikan dalam mempertahankan kondisi rasio ini diantaranya, mengendalikan aktivitas kewajiban secara efektif dan efisien. Analisis Springate (S-Score)

Berikut ini adalah hasil perhitungan dari empat indikator rasio S-Score meliputi Modal Kerja Terhadap Total Aset (A), Rasio Laba Sebelum Bunga dan Pajak Terhadap Total Aset (B), Rasio Laba Sebelum Pajak Terhadap Kewajiban Lancar (C), dan Rasio Penjualan terhadap Total Aset (D).

Tabel 6. Rasio Modal Kerja Terhadap Total Aset (A)

, Tabel di atas

memperlihatkan nilai rata-rata rasio A selama lima tahun bahwa ada

empat perusahaan telekomunikasi yang memperoleh nilai rata-rata A negatif, yaitu PT Bakrie Telecom Tbk

Page 56: Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April

Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April 2019 ISSN 2656-3576

52

dengan skor -4,543, PT Indosat Tbk dengan skor -0,182, PT Smartfren Telecom Tbk dengan skor -0,176, dan PT XL Axiata Tbk dengan skor -0,095. Sedangkan satu-satunya perusahaan yang memperoleh nilai rata-rata A positif adalah PT Telekomunikasi Indonesia Tbk dengan skor 0,037.

Dari hasil perhitungan modal kerja terhadap total asset dalam analisis S-Score, dapat dikatakan bahwa perusahaan-perusahaan jasa telekomunikasi kurang baik terhadap total kapitalisasinya. Karena dari masing-masing perusahaan jasa telekomunikasi selama periode

2013-2017 belum ada yang mampu menghasilkan modal kerja lebih besar dari Rp. 1 untuk setiap Rp. 1 aset.

Hasil tersebut juga menunjukkan bahwa perusahaan yang mendapatkan rasio A yang positif mampu mengendalikan aktivitas modal kerja, terutama dalam menjaga posisi kewajiban lancar lebih rendah dari aktiva lancarnya. Sebaliknya, ketidakmampuan perusahaan membuat peningkatan aktivitas kewajiban lancar dibandingkan aktiva lancar akan berdampak pada rasio A negatif.

Tabel 7. Rasio Laba Sebelum Bunga dan Pajak Terhadap Total Aset (B)

Tabel di atas

memperlihatkan nilai rata-rata rasio B selama lima tahun, bahwa ada tiga perusahaan telekomunikasi yang memperoleh nilai rata-rata B negatif, yaitu PT Bakrie Telecom Tbk dengan skor -4,442, PT Indosat Tbk dengan skor -0,035 dan PT Smartfren Telecom Tbk dengan skor -0,350. Sedangkan dua perusahaan yang memperoleh nilai rata-rata B positif yaitu PT Telekomunikasi Indonesia Tbk dengan skor 0,632 dan PT XL Axiata Tbk dengan skor 0,009.

Dari hasil perhitungan laba sebelum bunga dan pajak terhadap total asset dalam analisis S-Score, dapat dikatakan bahwa perusahaan jasa telekomunikasi tidak mampu menghasilkan laba usahanya seperti yang diharapkan. Hasil di atas juga memperlihatkan bahwa perusahaan yang mampu menjaga bahkan meningkatkan perolehan laba usahanya akan mendapatkan nilai rasio positif. Sebaliknya, jika nilai yang negatif menunjukkan perusahaan mengalami kerugian dalam aktivitas usahanya. Demikian upaya memperbaiki laba usahanya

Page 57: Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April

Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April 2019 ISSN 2656-3576

53

perlu diarahkan pada efektivitas dan efisiensi beban operasional serta peningkatan pendapatan usahanya.

Tabel 8. Rasio Laba Sebelum Pajak Terhadap Kewajiban Lancar (C)

Tabel di atas

memperlihatkan nilai rata-rata rasio C selama lima tahun, bahwa ada tiga perusahaan telekomunikasi yang memperoleh nilai rata-rata C negatif, yaitu PT Bakrie Telecom Tbk dengan skor -0,318, PT Indosat Tbk dengan skor -0,028, PT Smartfren Telecom Tbk dengan skor -0,278. Sedangkan dua perusahaan yang memperoleh nilai rata-rata C positif adalah PT Telekomunikasi Indonesia Tbk dengan skor 0,611 dan PT XL Axiata Tbk dengan skor 0,013.

Dari hasil perhitungan laba sebelum pajak terhadap kewajiban lancar dalam analisis S-Score, dapat

terlihat bahwa laba usahanya belum bisa memenuhi kewajiban lancar atau kewajiban jangka pendek perusahaan-perusahaan telekomunikasi. Hasil tersebut juga menunjukkan bahwa perusahaan yang mampu meningkatkan laba usahanya akan mendapatkan nilai C yang positif, dan yang mengalami defisit laba usaha akan mendapatkan nilai C yang negatif. Dengan demikian upaya yang perlu dilakukan untuk menghindari terjadinya defisit laba usaha adalah dengan meningkatkan aktivitas usaha dan mengendalikan beban usaha secara efektif dan efisien.

Tabel 9. Rasio Penjualan terhadap Total Aset (D)

Tabel di atas

memperlihatkan nilai rata-rata rasio D selama lima tahun, bahwa ada kelima perusahaan telekomunikasi yang memperoleh nilai rata-rata D

positif, yaitu PT Bakrie Telecom Tbk dengan skor 0,049, PT Indosat Tbk dengan skor 0,203, PT Smartfren Telecom Tbk dengan skor 0,066, PT Telekomunikasi Indonesia Tbk

Page 58: Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April

Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April 2019 ISSN 2656-3576

54

dengan skor 0,255 dan PT XL Axiata Tbk dengan skor 0,166.

Dari hasil perhitungan modal kerja terhadap total asset dalam analisis S-Score, dapat diketahui bahwa secara keseluruhan perusahaan telekomunikasi mendapat nilai rata-rata D positif, hal ini membuktikan perusahaan sudah cukup efisien dalam menggunakan aset untuk meningkatkan penjualan dan juga

mengukur kemampuan manajemen dalam menghadapi kondisi persaingan.

Setelah mengetahui hasil perhitungan rasio Altman Z-Score dan Springate yaitu nilai rasio X1 sampai X4 dan nilai rasio A sampai D, selanjutnya yaitu memprediksi tingkat kebangkrutan perusahaan berdasarkan kriteria dari hasil analisis Z”-Score dan S-Score sebagai berikut.

Tabel 10. Perbandingan Hasil Analisis Metode Altman Z-Score dan Springate

Page 59: Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April

Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April 2019 ISSN 2656-3576

55

Tabel di atas memperlihatkan hasil perhitungan analisis financial distress dengan metode Altman Z-Score, diketahui bahwa selama lima tahun berturut-turut yaitu tahun 2013-2017 PT Bakrie Telecom Tbk, PT Indosat Tbk, dan PT Smartfren Telecom Tbk masuk dalam kategori distress zone, pada tahun 2013 PT XL Axiata Tbk masuk dalam kategori grey zone, dan tahun 2014-2017 masuk dalam kategori distress zone, sedangkan satu-satunya perusahaan yang masuk dalam kategori safe zone selama tahun 2013-2017 adalah PT Telekomunikasi Indonesia Tbk.

Hasil perhitungan analisis financial distress dengan metode Springate terlihat sedikit berbeda dengan Altman Z-Score, diketahui bahwa selama lima tahun berturut-turut yaitu tahun 2013-2017 terlihat empat perusahaan yang masuk dalam kategori distress zone, di antaranya PT Bakrie Telecom Tbk, PT Indosat Tbk, PT Smartfren Telecom Tbk dan PT XL Axiata Tbk, sedangkan satu-satunya perusahaan yang masuk dalam kategori safe zone selama tahun 2013-2017 adalah PT Telekomunikasi Indonesia Tbk.

SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian

dan pembahasan yang dilakukan, dalam menganalisis kesulitan keuangan serta memprediksi tingkat kebangkrutan perusahaan telekomunikasi, dapat disimpulkan sebagai berikut.

Berdasarkan hasil analisis financial distress pada perusahaan telekomunikasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia menggunakan model Altman Z-Score selama tahun 2013-2017, hanya PT Telekomunikasi Indonesia Tbk yang tergolong perusahaan dengan kategori keuangan sehat atau tidak berpotensi mengalami kebangkrutan. Sedangkan PT XL Axiata Tbk tahun 2013 tergolong perusahaan dengan kategori rawan bangkrut, tahun 2014-2017 tergolong perusahaan dengan kategori keuangan tidak sehat atau berpotensi mengalami kebangkrutan. Tiga perusahaan lainnya, yaitu PT Bakrie Telecom Tbk, PT Indosat Tbk, dan PT Smartfren Telecom Tbk tergolong perusahaan dengan kategori keuangan tidak sehat atau berpotensi akan mengalami kebangkrutan.

Berdasarkan hasil analisis financial distress menggunakan model Springate selama tahun 2013-2017, hanya PT Telekomunikasi Indonesia Tbk yang tergolong perusahaan dengan kategori keuangan sehat atau tidak berpotensi mengalami kebangkrutan. Sedangkan selama lima tahun berturut-turut yaitu 2013-2017, PT XL Axiata Tbk, PT Bakrie Telecom Tbk, PT Indosat Tbk, dan PT Smartfren Telecom Tbk tergolong perusahaan dengan kategori keuangan tidak sehat atau berpotensi mengalami kebangkrutan.

Page 60: Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April

Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April 2019 ISSN 2656-3576

56

Berdasarkan hasil perhitungan dari kedua metode analisis yaitu Altman dan Springate, dapat diartikan bahwa perusahaan telekomunikasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama periode 2013-2017 sebagian besar berada pada kondisi tidak sehat atau berpotensi mengalami kebangkrutan. Perusahaan dengan kondisi keuangan tidak sehat memiliki tingkat likuiditas dan profitabilitas yang rendah artinya perusahaan tidak mampu mengelola dan memenuhi kewajiban jangka pendeknya dan tidak dapat mengelola asetnya secara efektif dan efesien di dalam menghasilkan laba usahanya, serta modal kerja yang negatif sehingga perusahaan tidak efektif dan efesien dalam menghasilkan laba usahanya.

Bila dibandingkan antara metode Altman Z-Score dan Springate, kedua metode ini sama-sama memiliki keuggulannya masing-masing, kedua metode ini sama-sama akurat untuk membantu perusahaan dalam menganalisis kesulitan keuangan dan memprediksi potensi kebangkrutan yang mungkin saja terjadi.

DAFTAR PUSTAKA Darsono Dan Arshari. 2005.

Pedoman Praktis Memahami

Laporan Keuangan. Yogyakarta. Penerbit: Andi.

Deanta. 2009. Excel Untuk Analisis Laporan Keuangan Dan Prediksi Kebangkrutan

Perusahaan. Yogyakarta: Penerbit Gava Media.

Fahmi, Irham. 2014. Analisis Kinerja Keuangan. Panduan Bagi Akademisi, Manajer, Dan Investor Untuk Menilai Dan Menganalisis Bisnis Dari Aspek Keuangan. Bandung. Penerbit: Alfabeta

Hanafi, Mamduh M dan Halim Abdul. 2016. Analisis Laporan Keuangan Edisi Kelima. Penerbit: UPP STIM YKPN.

Prawironegoro, Darsono. 2010. Manajemen Keuangan. Pendekatan Praktis Kajian Pengambilan Keputusan Bisnis Berbasis Analisis Keuangan. Jakarta. Nusantara Consulting.

Rodoni, Ahmad Dan Ali, Herli. 2014. Manajemen Keuangan Modern. Jakarta. Penerbit: Mitra Wacana Media.

Siregar, Syofian. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif Dilengkapi Dengan Perbandingan Perhitungan Manual Dan Spss. Jakarta. Penerbit: Kencana.

Suhandi, Cand. 2018. Pengantar Manajemen dan Aplikasinya. Yogyakarta. Penerbit: Gava Media.

Sugiyono. 2016. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, Dan R&D. Bandung. Penerbit: Alfabeta.

Syafri, Sofyan Harahab. 2010. Analisis Kritis Laporan Keuangan. Jakarta. Penerbit: Rajawali Pers.

Page 61: Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April

Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April 2019 ISSN 2656-3576

57

Wiratna, V Sujarweni. 2017. Manajemen Keuangan Teori Aplikasi dan Hasil Penelitian. Yogyakarta. Penerbit: Pustaka Baru Press.

Altman, Edward. I. 2000. Predicting Financial Distress Of Companies: Revisiting The Z-Score And Zeta Models. E-Book.

Altman, Edward. I., Danovi. R., Dan Falini. A. 2013. Z-Score Models’ Application To Italian Companies Subject To Extraordinary Administration. Journal Of Finance.

Boritz, J. E., Dan Sun. J. 2004. Predicting Going Concern Risks In Canada. School Of Accountancy University Of Waterloo. Journal Of Accounting.

Springate, Gordon L.V. (1978). Predicting the Possibility of Failure in Canadian Unpublished Firm M.B.A. Research Project, Simon Fraser University.

Budiman, Arifuddin. 2016. Analisis Tingkat Kesehatan Keuangan Perusahaan Telekomunikasi Di Bursa Efek Indonesia (2010-2014). Universitas Hasanuddin. Makassar.

Kuncoro, Aris. 2012. Analisis Kebangkrutan Dengan Metode Springate Dan Zmijewski Pada PT Betonjaya Manunggal Tbk Periode 2007-2011. Universitas Budi Luhur Jakarta.

Mutiara dan Andi. 2017. Pengaruh Kinerja Keuangan Terhadap Terjadinya Kondisi Financial

Distress Pada Perusahaan Telekomunikasi Di Indonesia Periode 2008-2015. Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Hasanuddin.

Rahayu, Fitriani. Wayan, I. dan Nyoman, Ni. 2016. Analisis Financial Distress Dengan Menggunakan Metode Altman Z-Score, Springate, Dan Zmijewski Pada Perusahaan Telekomunikasi Periode 2012-2014. Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja.

Rara, Ajeng. 2017. Analisis Financial Distress Dengan Menggunakan Metode Altman Z-Score Untuk Memprediksi Kebangkrutan Pada Perusahaan Telekomunikasi Periode 2008-2012. Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Peter dan Yoseph. 2011. Analisis Kebangkrutan Dengan Metode Z-Score Altman, Springate, Zmijewski Pada PT Indofood Sukses Makmur Tbk Periode 2005-2009. Jurusan Manajemen, Universitas Kristen Maranatha. Akurat Jurnal Ilmiah Akuntansi Nomor 04 Tahun Kedua Januari-April 2011.

Bursa Efek Indonesia (BEI). Melalui: www.idx.co.id.

PT Bakrie Telecom Tbk. Melalui: www.bakrieglobal.com.

PT Indosat Tbk. Melalui: www.indosatooredoo.com.

PT Smartfren Telecom Tbk. Melalui: www.smartfren.com.

Page 62: Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April

Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April 2019 ISSN 2656-3576

58

ANALISIS BEBAN KERJA KEMENTERIAN LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA

Hartini Salama1, Asdi Caniago2, Mohammad Siddiq3, Acep Nugraha4

1,3Universitas Ibnu Chaldun, 2,4Institut Agama Islam Sahid

Abstrak: Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Republik Indonesia adalah ujung tombak diplomasi bangsa dalam kancah pergaulan internasional. Fungsi diplomasi ini kemudian bertambah dengan fungsi proteksi dalam rangka melindungi Warga Negara Indonesia (WNI) dan Badan Hukum Indonesia (BHI) yang berada di luar negeri. Efektifitas dan efisiensi organisasi Kemenlu yang akan dicapai hendaknya didasarkan atas prinsip-prinsip akuntabilitas dimana ukuran organisasi maupun profesionalitas SDM hendaknya terukur secara jelas dan proporsional. Untuk hal tersebut, salah satu alat ukur yang dapat digunakan adalah Analisis Beban Kerja (ABK). ABK merupakan suatu alat analisis yang sistematis untuk memperoleh informasi mengenai tingkat efektivitas dan efisiensi kerja jabatan dan satuan kerja organisasi berdasarkan berbagai informasi jabatan dan volume kerja pada setiap unit organisasi. Melalui alat analisis ini dapat pula disusun kebutuhan SDM sesuai dengan jenis dan jumlah jabatan/pekerjaan yang dibutuhkan organisasi dalam periode 5 (lima) tahun yang diperinci per 1 (satu) tahun berdasarkan prioritas kebutuhan organisasi. ABK menjadi sangat strategis dan berdaya manfaat tinggi bagi Kemenlu, terlebih lagi, tahun 2016 merupakan tahun dimana Kemenlu sedang menata ulang dan memperbaharui Susunan Organisasi dan Tata Kelola (SOTK)-nya. Kata Kunci: Analisis Beban Kerja, Kementerian Luar Negeri, Manajemen SDM

Abstract: The Ministry of Foreign Affairs (Ministry of Foreign Affairs) of the Republic of Indonesia is the spearhead of national diplomacy in the international social arena. The function of diplomacy then increases with the protection function in order to protect Indonesian Citizens (WNI) and Indonesian Legal Entities (BHI) who are abroad. Organizational effectiveness and efficiency of the Ministry of Foreign Affairs to be achieved should be based on the principles of accountability where the size of the organization and professionalism of HR should be clearly and proportionally measured. For this matter, one of the measuring instruments that can be used is Workload Analysis (ABK). ABK is a systematic analysis tool to obtain information about the level of effectiveness and work efficiency of positions and organizational work units based on various job information and work volume in each organizational unit. Through this analysis tool can also be compiled HR needs in accordance with the type and number of positions / jobs needed by the organization in a period of 5 (five) years detailed per 1 (one) year based on the

Page 63: Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April

Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April 2019 ISSN 2656-3576

59

priority needs of the organization. ABK is very strategic and highly beneficial for the Ministry of Foreign Affairs, moreover, 2016 is the year when the Ministry of Foreign Affairs is reorganizing and renewing its Organizational Structure and Governance (SOTK). Keywords: Analysis of Workload, Ministry of Foreign Affairs, HR Management PENDAHULUAN

Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Republik Indonesia adalah ujung tombak diplomasi bangsa dalam kancah pergaulan internasional. Fungsi diplomasi ini kemudian bertambah dengan fungsi proteksi dalam rangka melindungi Warga Negara Indonesia (WNI) dan Badan Hukum Indonesia (BHI) yang berada di luar negeri. Sesuai dengan amanat konstitusi, jika terjadi kekosongan kepemimpinan nasional, Menteri Luar Negeri, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Pertahanan secara bersama-sama diharuskan menjadi pelaksana tugas kepresidenan. Ketentuan tersebut menyiratkan bahwa Kemenlu merupakan organisasi yang strategis dalam pengelolaan tugas-tugas kenegaraan. Untuk mendukung peran yang sangat strategis ini, maka organisasi Kemenlu hendaknya memiliki postur organisasi yang tepat agar mampu mengemban amanat konstitusi. Postur organisasi ini diharapkan mampu memenuhi dua aspek utama pelaksanaan politik luar negeri Republik Indonesia, yaitu: (a) mendukung pencapaian kepentingan nasional dan (b) turut berkontribusi

terhadap peningkatan kemaslahatan dunia internasional. Hal ini sejalan dengan UU No 37 tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri yang mengamanatkan untuk menyelenggarakan politik luar negeri secara efektif dan efisien. Amanat tersebut kemudian dijabarkan secara jelas di dalam rencana strategis Kemenlu 2015 – 2019 untuk melanjutkan reformasi birokrasi yang telah diawali sejak tahun 2001.

Guna mewujudkan rencana strategis tersebut, Kemenlu dituntut untuk membangun organisasi yang tangguh dan mumpuni yang didukung oleh Sumber Daya Manusia (SDM) yang kompeten, handal, modern, dan humanis. Dukungan SDM yang demikian pada akhirnya akan dapat meningkatkan kapasitas dan tata kelola organisasi Kemenlu sehingga mampu melaksanakan tugas dan tanggungjawab yang diembannya. Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, kapasitas dan tata kelola organisasi ini juga harus didukung dengan teknologi informasi yang tepat agar setiap elemen dalam organsasinya terintegrasi satu sama lain. Dalam

Page 64: Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April

Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April 2019 ISSN 2656-3576

60

konteks ini, Kemenlu perlu senantiasa mengembangkan kebijakan dan strategi pengelolaan SDM yang tepat sehingga dapat mengoptimalkan SDMnya agar sesuai dengan kebutuhan dan ekspektasi para pemangku kepentinganya di masa depan. Melalui kebijakan tersebut, diharapkan Kemenlu akan dapat menjadi organisasi yang efisien dan efektif dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai pengejawantahan semangat dan cita-cita nasional dalam kehidupan global sekaligus dapat melaksanakan tugas-tugas kenegaraan jika terjadi kekosongan dalam kepemimpinan nasional.

Efektifitas dan efisiensi organisasi Kemenlu yang akan dicapai hendaknya didasarkan atas prinsip-prinsip akuntabilitas. Dalam arti bahwa baik ukuran organisasi maupun profesionalitas SDM hendaknya terukur secara jelas dan proporsional sehingga kompetensi, waktu, infrastruktur dan persyaratan jabatan tersusun secara sistematis dan sistemik. Aspek inilah yang kemudian dijadikan tolok ukur sekaligus indikator penilaian kinerja, baik secara individual maupun organisasi. Pengukuran kinerja ini makin mendesak untuk dilakukan karena: (1) secara eksternal, untuk menjawab tuntutan para pemangku kepentingan untuk mewujudkan organisasi pemerintahan yang efisien dan

efektif dan (2) secara internal, melalui pengukuran ini akan diketahui unit kerja yang berkinerja baik serta kecukupan SDM, baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya sehingga dapat dijadikan sebagai dasar perencanaan pembangunan SDM di masa yang akan datang.

Salah satu alat ukur dalam penilaian kinerja adalah Analisis Beban Kerja (ABK). Ini merupakan suatu alat analisis yang sistematis untuk memperoleh informasi mengenai tingkat efektivitas dan efisiensi kerja jabatan dan satuan kerja organisasi berdasarkan berbagai informasi jabatan dan volume kerja pada setiap unit organisasi. Melalui alat analisis ini dapat pula disusun kebutuhan SDM sesuai dengan jenis dan jumlah jabatan/pekerjaan yang dibutuhkan organisasi dalam periode 5 (lima) tahun yang diperinci per 1 (satu) tahun berdasarkan prioritas kebutuhan organisasi.

Jika dikaitkan dengan organisasi Kemenlu, pelaksanaan ABK ini sejalan dengan area perubahan reformasi birokrasi di Kemenlu, khususnya dalam hal penataan dan penguatan organisasi serta penataan sistem manajemen dan SDM aparatur. Melalui kegiatan analisis ini upaya Kemenlu untuk melakukan transformasi dan penataan manajemen SDM yang terintegrasi - mulai dari penyusunan, penetapan kebutuhan, seleksi dan

Page 65: Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April

Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April 2019 ISSN 2656-3576

61

rekrutmen; penempatan, mutasi, pembinaan karir dan pengembangannya; pengelolaan dan peningkatan kinerja; remunerasi, kesejahteraan dan perlindungan; sampai pembinaan masa purna bakti – akan dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien. Hal ini cukup beralasan sebab ABK pada dasarnya bertujuan untuk melaksanakan manajemen SDM secara sistemik dan sistematis melalui berbagai pendekatan.

Pelaksanaan ABK di lingkungan Kemenlu menjadi urgent untuk dilaksanakan mengingat Kemenlu melalui Permenlu Nomor 2 Tahun 2016 tentang Organisasi dan Tata Kerja (OTK) Kementerian Luar Negeri akan memiliki OTK yang baru. Dengan demikian, ABK ini tidak hanya akan mengevaluasi kinerja organisasi sesuai Permenlu Nomor 7 Tahun 2011 yang mengatur tentang OTK kondisi eksisting, namun juga dapat dimanfaatkan sebagai landasan untuk menyempurnakan OTK Kemenlu berdasarkan Permenlu Nomor 2 Tahun 2016.

Permasalahan yang digali dalam ABK Kemenlu ini terkait dengan: (1) Efektivitas dan efisiensi organisasi Kemenlu dan (2) Perencanaan SDM yang efektif guna menyongsong tugas dan fungsi Kemenlu di masa yang akan datang. Ruang lingkup pelaksanaan ABK meliputi beban kerja seluruh produk yang

dihasilkan oleh setiap unit kerja dalam organisasi yang tersebar pada; (1) Kantor Kemenlu di Pejambon No. 6 Jakpus; (2) Pusdiklat Kemenlu, Jl. Sisingamangaraja No. 73 Jaksel; (3) Pusdiklat Kemenlu, Jl. Raya Puncak Cipayung Jabar; (4) UPT Museum Konferensi Asia Afrika, Jl. Asia Afrika No. 65 Bandung; dan (5) Gedung Arsip Kemenlu, Jl. H. Adam Malik No. 328 Ciledug, Tangsel.

Pengukuran ABK ini bertujuan untuk memperoleh informasi tentang efisiensi dan prestasi kerja jabatan/unit satuan organisasi serta pemanfaatannya dalam rangka meningkatkan kualitas SDM Kemenlu. Ruang lingkup pengukuran beban kerja meliputi beban kerja seluruh produk yang dihasilkan oleh unit organisasi eselon I dan unit kerja di bawahnya. Dalam laporan ini, data beban kerja yang dipakai adalah data sejak awal hingga pertengahan tahun 2016. Hasil ABK ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk: (1) Penataan/penyempurnaan struktur organisasi dan tata kerja di lingkungan organisasi Kemenlu; (2) Penilaian prestasi kerja jabatan dan prestasi kerja satuan kerja dan unit kerja; (3) Bahan penyempurnaan sistem dan prosedur kerja; (4) Sarana peningkatan kinerja kelembagaan; (5) Penyusunan standar beban kerja jabatan/kelembagaan, penyusunan Daftar Susunan

Page 66: Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April

Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April 2019 ISSN 2656-3576

62

Pegawai (DSP) atau bahan penetapan eselonisasi jabatan struktural; (6) Penyusunan rencana kebutuhan pegawai secara riil sesuai dengan beban kerja organisasi; (7) Program mutasi pegawai dari unit yang berlebihan ke unit yang kekurangan; (8) Program promosi pegawai; (9) Program pengembangan diri dan pola karier SDM Kemenlu; (10) Bahan penyempurnaan program pendidikan dan pelatihan (diklat); dan (11) Bahan penetapan kebijakan bagi pimpinan dalam rangka peningkatan pendayagunaan SDM.

KAJIAN TEORI

Informasi tentang SDM yang terdapat dalam sebuah organisasi, merupakan salah satu hal penting guna mengambil langkah-langkah yang diperlukan dalam mengelola SDM yang efektif. Menurut Collquit, dkk (2009), pengelolaan SDM berpengaruh terhadap pencapaian tujuan organisasi. Hal ini cukup beralasan sebab tujuan organisasi dapat terwujud jika para personil memiliki produktivitas kerja dan tugas-tugasnya dilaksanakan secara efektif dan efisien. Pemikiran ini timbul karena kinerja organisasi, pada dasarnya, merupakan akumulasi kinerja personel dalam sebuah organisasi. Dengan demikian, diperlukan pengukuran kegiatan yang diselenggarakan

setiap orang untuk mencapai tujuan organisasi melalui analisis pekerjaan.

Kinicki dan Kreitner (2008) menegaskan, analisis pekerjaan merupakan kegiatan sistematik dalam mengumpulkan, menilai, mengklasifikasikan dan mengorganisasikan seluruh jenis pekerjaan dalam sebuah organisasi. Selanjutnya ditegaskan bahwa analisis pekerjaan merupakan kegiatan penting dalam pengelolaan SDM karena dapat:

1. Mengidentifikasikan potensi tantangan yang berasal dari lingkungan eksternal yang berpengaruh terhadap pekerjaan yang dilakukan para personel dalam suatu organisasi;

2. Menghilangkan persyaratan pekerjaan yang diskriminatif (persyaratan pekerjaan yang sebenarnya tidak diperlukan, berpotensi menyingkirkan kelompok-kelompok tertentu);

3. Menemukan/mengidentifikasikan unsur-unsur pekerjaan yang mendorong atau menghambat mutu kinerja personel organisasi;

4. Merencanakan ketenagakerjaan untuk masa depan melalui informasi tentang

Page 67: Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April

Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April 2019 ISSN 2656-3576

63

kemampuan personel yang ada dalam organisasi;

5. Mencocokkan ketersediaan pekerjaan/jabatan dengan personel yang melamar pekerjaan;

6. Menentukan kebijaksanaan dan program pelatihan;

7. Menyusun rencana pengembangan potensi para personel;

8. Menentukan standar penilaian kinerja (termasuk prestasi kerja) yang realistik karena: a) Prestasi kerja berkaitan langsung dengan tujuan dan sasaran yang realistik; b) Keterbatasan organisasi memberikan imbalan; c) Kemampuan personel menjalankan fungsi dan melaksanakan pekerjaannya; d) Memperhitungkan jenis pekerjaan yang dilakukan; e) Kriteria pengukuran prestasi kerja bervariatif karena beberapa pekerjaan mudah diukur, sukar diukur atau bahkan tidak dapat diukur (Nelson dan Quick, 2006);

9. Menempatkan personel sesuai dengan pengetahuan, keterampilan dan pengalaman yang dimiliki;

10. Merumuskan dan menentukan sistem imbalan yang adil dan tepat. Perspektif keadilan dalam sistem imbalan, menurut Ivancevich, dkk (2011), pada umumnya menggunakan tiga pembanding, yaitu: a) Diri sendiri berdasarkan harapan-harapannya; b) Diri sendiri dengan orang lain dalam organisasi; c) Diri sendiri dengan orang lain diluar organisasi. Selanjutnya ditegaskan bahwa perbandingan diri sendiri dengan orang lain dalam organisasi mencakup: a) Tingkat pendidikan formal yang telah ditempuh; b) Jenis pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki; c) Pengalaman; d) Jenis pekerjaan yang dilakukan; e) Beban tugas yang dipikul; f) Besar kecilnya tanggung jawab. Landasan teoretik di atas

menegaskan bahwa beban tugas dan/atau beban kerja merupakan salah faktor yang dapat mempengaruhi kinerja individu yang pada akhirnya nanti akan berpengaruh pada kinerja organisasi.

Salah satu aspek penting yang dapat menentukan keberhasilan implementasi kebijakan Manajemen SDM adalah beban kerja. Melalui analisis

Page 68: Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April

Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April 2019 ISSN 2656-3576

64

beban kerja akan diketahui kebutuhan SDM yang tepat untuk mendukung organisasi melaksanakan tugas dan fungsinya. Menurut Barnes (1998) beban kerja merupakan istilah yang merujuk pada parameter waktu. Lebih tegasnya, beban kerja merupakan prosentase waktu kerja efektif yang digunakan oleh seorang pegawai. Niebel dan Freivalds (2002) menegaskan bahwa beban kerja tidak hanya menghitung waktu yang digunakan untuk kerja produktif, tetapi juga menghitung aspek-aspek kemanusiaannya, seperti waktu istirahat, waktu personal, dan faktor-faktor kehilangan waktu lainnya.

Beban kerja dapat memberikan gambaran personel yang dibutuhkan, baik dari segi kuantitatif maupun kualitatif, yang dirinci menurut jabatan dan unit kerja. Menurut Gustomo, dkk (2006), pengukuran beban kerja dapat dilakukan melalui tiga pendekatan: (a) Organisasi; (b) Analisis Jabatan; dan (c) Administratif.

Ketiga pendekatan tersebut, kemudian, diformulasikan ke dalam ABK yang membandingkan beban kerja dengan norma waktu dan volume kerja untuk tingkat individu, unit kerja, dan organisasi. Target beban kerja ditentukan berdasarkan rencana kerja atau sasaran yang harus dicapai oleh setiap jabatan yang dihitung berdasarkan teknik

perhitungan yang bersifat “praktis empiris”. Perhitungannya didasarkan pada pengalaman-pengalaman pelaksanaan kerja masa lalu, sesuai judgement yang ditetapkan dalam pengukuran kerja, dilakukan berdasarkan sifat beban kerja pada masing-masing jabatan, baik yang bersifat: (1) abstrak, seperti: Rincian/uraian tugas jabatan; Frekuensi setiap tugas dalam satuan tugas; Jumlah waktu yang dibutuhkan setiap tugas; Waktu penyelesaian tugas (beban kerja dikalikan dengan dengan norma waktu); dan Waktu kerja efektif; maupun (2) Beban Kerja Konkret, berupa: Rincian/uraian tugas jabatan; Satuan hasil kerja; Jumlah waktu yang dibutuhkan setiap tugas; Target waktu kerja dalam satuan waktu; Volume kerja (perkalian beban kerja dengan norma waktu); dan Waktu kerja efektif. METODE

Metode yang digunakan dalam ABK ini adalah metode survei dengan menggunakan kuesioner. Dengan kata lain, data mengenai beban kerja ini berasal dari para responden dengan mengisi kuesioner yang telah disusun. Untuk meminimalisasi kekeliruan dalam pengisian kuesioner, maka dilakukan observasi dan wawancara terhadap beberapa responden yang dipilih secara acak.

Obyek ABK Kemenlu adalah seluruh unit organisasi,

Page 69: Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April

Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April 2019 ISSN 2656-3576

65

terutama unit eselon I dan Pusat Kegiatan lainnya, yang ada di lingkungan Kementerian Luar Negeri yang terdiri atas:

1. Sekretariat Jenderal 2. Direktorat Jenderal Asia

Pasifik Dan Afrika 3. Direktorat Jenderal

Amerika Dan Eropa 4. Direktorat Jenderal Kerja

Sama ASEAN 5. Direktorat Jenderal

Multilateral 6. Direktorat Jenderal

Informasi dan Diplomasi Publik

7. Direktorat Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional

8. Direktorat Jenderal Protokol dan Konsuler

9. Inspektorat Jenderal 10. Badan Pengkajian dan

Pengembangan Kebijakan 11. Pusat Pendidikan dan

Pelatihan 12. Pusat Komunikasi

Berdasarkan data Pegawai Negeri Sipil Kemenlu per 1 agustus 2016, jumlah populasi pegawai Kemenlu secara keseluruhan berjumlah 3.478 orang. Kegiatan pengumpulan data beban kerja Kemenlu yang dilakukan sejak tanggal 7 Agustus sampai dengan tanggal 12 November tahun 2016 berhasil menjaring 1.935 responden atau 89% dari jumlah populasi. Adapun pengumpulan data dilakukan dengan cara:

1. Penyampaian/penyebaran kuesioner beban kerja dan petunjuk pengisiannya dalam bentuk online kepada responden sebagai data primer;

2. Analisis aktif melalui wawancara dan observasi, untuk memperoleh gambaran lengkap dan menguji konsistensi data primer di lapangan melalui teknik open ended question dengan para responden yang terpilih sebagai sampel;

3. Formulir yang digunakan adalah Form A, Form B, Form C dan Form D;

4. Form A dan Form B digunakan sebagai alat pengumpulan data; dan

5. Form C dan Form D digunakan untuk analisis data. Proses pelaksanaan

kegiatan ABK terdiri atas beberapa tahapan sebagai berikut: melakukan persiapan pelaksanaan ABK, melaksanakan kegiatan bimbingan teknis ke setiap Satuan Kerja di lingkungan Kemenlu, melakukan pengumpulan data ABK, melakukan pengolahan data beban kerja, melakukan presentasi hasil ABK, dan memberikan dokumen laporan ABK. Hal tersebut dapat dilihat pada gambar berikut.

Page 70: Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April

Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April 2019 ISSN 2656-3576

66

Gambar 1. Tahapan Analisis Beban Kerja

ABK yang baik dan benar dapat dilakukan setelah terlebih dahulu ditetapkan alat ukurnya sehingga pelaksanaannya dapat dilakukan secara transparan dan obyektif. Alat ukur yang dimaksud adalah jam kerja efektif, yaitu jam kerja yang harus diisi dengan kerja untuk menghasilkan suatu produk baik bersifat konkrit atau abstrak (benda atau jasa). Dengan kata lain, jam kerja efektif adalah jam kerja dikurangi waktu luang kerja (allowance) yang dapat menghasilkan produk yang konkrit atau abstrak.

Dalam Keputusan Presiden Nomor 58 Tahun 1964 tentang Jam Kerja Kantor Pemerintah, Keputusan Presiden Nomor 24 Tahun 1972, dan Keputusan Presiden Nomor 68 tahun 1995 telah ditentukan jam kerja instansi pemerintah sebanyak 37 jam per minggu. Meskipun demikian, acuan yang dipakai untuk menentukan jam kerja efektif didasarkan pada Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara

Nomor 19 Tahun 2011 Tentang Pedoman Umum Penyusunan Kebutuhan Pegawai Negeri Sipil yang menetapkan jam kerja efektif sebagai berikut

1. Jam Kerja Efektif per hari = 1 hari x 5 jam = 300 menit

2. Jam Kerja Efektif per minggu = 5 hari x 5 jam = 25 jam = 1.500 menit

3. Jam Kerja Efektif per bulan = 20 hari x 5 jam = I00 jam = 6.000 menit

4. Jam Kerja Efektif per tahun = 240 hari x 5 jam = 1.200 jam = 72.000 menit Setelah pengumpulan

data dilakukan dengan menggunakan Form A dan Form B, maka teknik pengolahan data dilakukan dengan menggunakan Form C dan Form D dengan cara sebagai berikut:

1. Menghitung beban kerja setiap jabatan yang berada pada satu unit organisasi sesuai dengan produk-produk/hasil

Page 71: Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April

Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April 2019 ISSN 2656-3576

67

kerjanya pada Form A dan Form B dengan menggunakan rumus:

2. Menguji validitas dan reliabilitas data beban kerja dengan men-drop angka-angka yang meragukan dan menghitung rata-rata beban kerja per unit untuk mengisi data beban kerja jabatan yang kosong.

3. Membuat rekapitulasi beban kerja jabatan

berdasarkan unit kerja dengan menjumlahkan beban kerja seluruh produk pada masing-masing jabatan.

4. Menghitung kebutuhan pegawai, efektivitas dan efisiensi kerja jabatan dengan menggunakan rumus:

5. Menghitung jumlah kelebihan/kekurangan pegawai dengan

menggunakan rumus:

6. Menghitung efektivitas dan efisiensi kerja jabatan (EJ) dengan menggunakan rumus:

7. Menentukan tingkat prestasi jabatan (PJ) dengan kriteria:

Page 72: Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April

Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April 2019 ISSN 2656-3576

68

8. Setelah angka masing-masing jabatan pada satu unit diperoleh, kemudan dilanjutkan dengan membuat rekapitulasi kebutuhan pegawai unit dengan cara

menjumlahkan kebutuhan pegawai/pejabat dalam satu unit organisasi serta efektivitas/efisiensi unit (EU) dengan menggunakan rumus:

9. Menentukan tingkat prestasi Unit (PU) dengan kriteria:

HASIL DAN PEMBAHASAN Kemenlu adalah salah satu

kementerian dalam Pemerintah Indonesia yang membidangi urusan luar negeri. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 8 Ayat 3 secara eksplisit menegaskan bahwa Kemenlu merupakan salah satu dari tiga kementerian (bersama Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Pertahanan) yang dapat menyelenggarakan pemerintahan

negara jika terjadi kekosongan jabatan Presiden dan Wakil Presiden. Secara umum Kemenlu mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang politik dan hubungan luar negeri dalam pemerintahan untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara.

Dalam Undang-Undang RI Nomor 39 Tahun 2008 tentang

Page 73: Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April

Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April 2019 ISSN 2656-3576

69

Kementerian Negara, Pasal 7 ditegaskan bahwa Kementerian Luar Negeri menyelenggarakan fungsi-fungsi sebagai berikut:

1. Perumusan kebijakan nasional, kebijakan pelaksanaan dan kebijakan teknis di bidang politik dan hubungan luar negeri;

2. Pelaksanaan urusan pemerintahan sesuai dengan bidang tugasnya;

3. Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawabnya;

4. Pengawasan atas pelaksanaan tugasnya;

5. Penyampaian laporan hasil evaluasi, saran dan pertimbangan di bidang tugas dan fungsinya kepada Presiden. Dalam rangka

melaksanakan Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara dan Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara, dan untuk mengantisipasi perkembangan pesat di bidang hubungan luar negeri, maka Kemenlu menerbitkan Permenlu Nomor 7 tahun 2011 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Luar Negeri. Peraturan ini menjelaskan

bahwa Kemenlu terdiri atas: 10 unit organisasi tingkat eselon I, 4 orang staf ahli setingkat eselon I, 1 orang staf khusus, 54 satuan kerja tingkat eselon II, dan 237 satuan kerja tingkat eselon III. Di samping itu, terdapat pula sejumlah Jabatan Fungsional Diplomat (JFD) dan Jabatan Fungsional Tertentu (JFT) untuk membantu tugas-tugas kementerian berdasarkan keahliannya, dan Jabatan Fungsional Umum (JFU) sebagai pelaksana tugas-tugas kementerian.

Secara normatif, postur organisasi tersebut adalah valid karena memiliki dasar hukum yang jelas. Jika diamati lebih jauh, pembagian unit eselon I ke dalam satuan kerja di bawahnya, baik eselon II maupun eselon III, telah membentuk sebuah bangunan piramida. Pola ini membuat rantai komando penugasan menjadi lebih terarah dan tajam. Posisi ini kemudian diperkuat dengan hadirnya sejumlah jabatan fungsional. Meskipun demikian, ukuran postur organisasi yang ideal tidak hanya ditentukan oleh strukturnya melainkan juga kesesuaian jumlah SDM dengan beban kerja yang dipikul oleh organisasi dalam menjalankan tugas dan fungsinya.

Dalam perkembangannya, mengingat Perpres No. 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara, dan untuk melaksanakan Peraturan Presiden Nomor 56 Tahun 2015 tentang

Page 74: Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April

Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April 2019 ISSN 2656-3576

70

Kementerian Luar Negeri, maka Kemenlu melakukan penyesuaian dengan menerbitkan Permenlu Nomor 2 tahun 2016 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Luar Negeri yang baru dan akan mulai diberlakukan terhitung tanggal 1 Januari 2017.

Agar organisasi baru yang tertuang dalam Permenlu No. 2 Tahun 2016 nanti dapat lebih efektif, maka perlu melakukan evaluasi terhadap postur organisasi Kemenlu dalam kondisi eksisting dari perspektif beban kerjanya. Dengan demikian, evaluasi terhadap beban kerja

tidak hanya bermanfaat untuk memberikan gambaran efektivitas dan efisiensi organisasi dalam kondisi eksisting, tetapi juga dapat dijadikan sebagai landasan untuk membangun organisasi Kemenlu yang efektif dan efisien di masa yang akan datang.

Berdasarkan hasil analisis pengukuran data pada seluruh unit kerja di lingkungan Kemenlu, Tingkat Efektivitas dan Efisiensi Unit (EU), dan prestasi kerja unit (PU) Kementerian Luar Negeri dapat diringkas sebagaimana terlihat pada Tabel 1 berikut.

Tabel 1. Rekapitulasi Kebutuhan Pejabat/Pegawai, Tingkat Efektivitas dan Efisiensi Unit (EU), dan Prestasi Kerja Unit (PU) Kementerian Luar Negeri

Tabel 1 diatas

menginformasikan bahwa organisasi Kemenlu memiliki jumlah beban kerja sebesar

Page 75: Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April

Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April 2019 ISSN 2656-3576

71

178.827.625 orang menit (OM), dengan jumlah kebutuhan pegawai sebanyak 2.483 orang, sedangkan pegawai yang ada sebanyak 2.141 orang, sehingga terjadi kekurangan sebanyak 336 orang pegawai dengan perincian sebagai berikut:

Sekretariat Jenderal mengalami kekurangan sebanyak 69 orang pegawai; Direktorat Jenderal Asia Pasifik Dan Afrika kekurangan 58 orang pegawai; Direktorat Jenderal Amerika Dan Eropa kekurangan 28 orang pegawai; Direktorat Jenderal Kerjasama Asean kekurangan 24 orang pegawai; Direktorat Jenderal Multilateral kekurangan 47 orang pegawai; Informasi dan Diplomasi Publik kekurangan 23 orang pegawai; Direktorat Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional kekurangan 6 orang pegawai; Direktorat Jenderal Potokol dan Konsuler kekurangan 22 orang pegawai; Inspektorat Jenderal kekurangan 35 orang pegawai; Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan kekurangan 2 orang pegawai; Pusat Pendidikan dan Pelatihan kekurangan 12 orang pegawai; dan Pusat Komunikasi kekurangan 10 orang pegawai.

Kelebihan beban kerja tersebut terjadi tidak hanya karena situasi politik dan

keamanan regional dan global yang masih memerlukan peran Indonesia, tetapi secara internal, Kemenlu juga sedang giat-giatnya melakukan reformasi birokrasi dalam rangka membangun organisasi Kemenlu yang ramping secara struktur namun kaya akan fungsi. Hal ini dilakukan dalam upayanya membangun pemerintahan yang baik. Pada saat bersamaan, peningkatan beban kerja ini tidak diikuti dengan penambahan jumlah pegawai akibat adanya moratorium penerimaan PNS. Konsekuensinya, beban kerja jabatan/pejabat/unit meningkat sehingga dikuatirkan akan berimbas terhadap kualitas hasil kerjanya. Melalui pelaksanaan ABK diharapkan akan muncul jumlah pegawai yang ideal (right sizing) untuk menjalankan mandat yang diberikan konstitusi terhadap organisasi kementerian ini. Hal inilah yang kelak akan menentukan efektivitas maupun efisiensi organisasi Kemenlu.

Dilihat dari aspek jabatannya, tambahan pegawai tersebut terdiri atas jabatan fungsional diplomat/tertentu dan jabatan fungsional umum sebagai tenaga pelaksana. Distribusi penyebaran kebutuhan pegawai ini dapat dirangkum pada Tabel 2 berikut.

Page 76: Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April

Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April 2019 ISSN 2656-3576

72

Tabel 2. Distribusi Kebutuhan Pegawai

Berdasarkan analisis kebutuhan, kualifikasi pendidikan yang dibutuhkan untuk setiap Unit

Eselon I yang mengalami kekurangan pegawai dapat digambarkan pada Tabel 3 berikut:

Tabel 3. Spesifikasi atau Kualifikasi Pendidikan Yang Dibutuhkan

Page 77: Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April

Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April 2019 ISSN 2656-3576

73

Jika dikaji dari segi outputnya, Kemenlu pada tahun 2016 telah mampu menghasilkan

output tidak kurang dari 4.984.188 produk, seperti terlihat pada table 4 berikut.

Tabel 4. Produk Kerja Kementerian Luar Negeri Tahun 2016

Jika produk di atas dibagi

dengan jumlah pegawai, maka rata-rata pegawai menghasilkan kurang lebih 10 produk per hari atau 2 produk per jam kerja efektif. Hanya saja untuk mengetahui kualitas produk yang dihasilkan, masih perlu dikaji secara lebih mendalam.

Secara struktur, postur organisasi Kemenlu berdasarkan Permenlu No 7 tahun 2011 dan Permenlu No 7 tahun 2016 memiliki perbedaan mendasar baik dari segi jumlah maupun dari aspek nomenkalaturnya. Perbedaan dalam bentuk strukturnya dapat diringkas pada Tabel 5 berikut.

Tabel 5. Perbedaan Postur Organisasi antara

Permenlu No 7 tahun 2011 dengan Permenlu No 2 Tahun 2016

Page 78: Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April

Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April 2019 ISSN 2656-3576

74

Perubahan ini membuat peta kebutuhan pegawai juga turut mengalami perubahan. Jika pada SOTK kondisi eksisting terdapat 963 jabatan struktural, maka pada SOTK yang akan diterapkan hanya terdapat 708 jabatan struktural. Hal ini berarti bahwa terdapat tidak kurang dari 255 pegawai yang kehilangan jabatan strukturalnya. Mereka yang kehilangan jabatan struktural ini hampir semuanya berasal dari jabatan fungsional, khususnya, jabatan fungsional diplomat. Dengan demikian, pengurangan jumlah jabatan struktural ini membawa implikasi penambahan personil jabatan fungsional diplomat sebesar 255 orang.

Perubahan postur organisasi ini merupakan salah satu bentuk efisiensi dan sejalan dengan prinsip “simple form, lean staff”. Hanya saja langkah efisiensi ini hendaklah sejalan dengan efektivitas dan produktivitas organisasi Kemenlu secara

keseluruhan. Agar mampu menjaga efektivitas yang telah dicapai dalam SOTK kondisi eksisting, SOTK baru ini hendaknya mampu memelihara dan meningkatkan produktivitas setiap jenis jabatan. Hasil pengukuran sebelumnya diketahui bahwa rata-rata jam kerja efektif adalah 83.253 menit/tahun. Dengan makin pendeknya mata rantai birokrasi akibat penghilangan sebagian besar unit eselon IV, diharapkan akan dapat meningkatkan rata-rata jam kerja efektif menjadi 86.400 menit/tahun. Jika dikalikan dengan jumlah pegawai yang tercatat pada hasil ABK eksisting, maka total jam kerja efektif yang ditargetkan pada SOTK baru, tanpa menambah jumlah pegawai, adalah 185.587.200. Dengan demikian, dapat digambarkan proyeksi kebutuhan pegawai untuk tiap unit eselon I seperti terlihat pada Tabel 6 berikut.

Page 79: Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April

Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April 2019 ISSN 2656-3576

75

Tabel 6. Proyeksi Distribusi Kebutuhan Pegawai pada Kemenlu

Upaya memelihara dan

meningkatkan produktivitas Kemenlu meskipun dengan/tanpa tambahan pegawai dapat dilakukan melalui langkah-langkah berikut.

1. Dalam rangka memelihara dan meningkatkan produktivitas kerja organisasi lini, maka perlu didukung dengan organisasi pendukung berupa pelaksana dan think tank yang cukup. Dengan demikian, setiap unit kerja disarankan untuk memiliki jumlah jabatan fungsional umum dan fungsional

diplomat/tertentu yang memadai.

2. Sejalan dengan hasil analisis jabatan yang telah ditetapkan, analisis beban kerja perlu menetapkan jam kerja efektif hingga 86.400 menit per tahun. Hal ini dimungkinkan karena adanya dukungan dari para pelaksana dan think tank.

3. Mengoptimalkan penggunaan system yang tersedia di lingkungan Kemenlu. Hasil pengukuran ABK menegaskan bahwa pemanfaatan system

Page 80: Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April

Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April 2019 ISSN 2656-3576

76

berbasis aplikasi masih berkisar 46%. Hal ini, khususnya berkenaan dengan e-dispo, e-procurement, e-perjadin, one-desk service dan teknologi lainnya. Melalui pemanfaatan TIK ini jadwal penyelesaian pekerjaan yang terkait akan dapat diperpendek seminimal mungkin.

4. Mengingat sebagian besar pekerjaan Kemenlu terkait dengan situasi global sehingga harus dipantau, diolah, dan dianalisis secara terus menerus, maka perlu memperkuat jaringan internet sehingga bahan-bahan yang diperlukan dalam proses analisis data dan informasi dapat diperoleh dengan cepat.

5. Agar kualitas pekerjaan unit organisasi dapat lebih terjamin, maka perlu merumuskan bisnis proses untuk setiap kegiatan yang dilaksanakan dan untuk satuan organisasi yang lebih kecil perlu menyusun SOP yang dapat jadi panduan setiap pegawai dalam menyelesaikan pekerjaannya.

6. Data kepegawaian merupakan hal yang krusial dalam menetapkan sasaran kerja. Mengingat kegiatan mutasi pada

kemenlu memiliki frekuensi yang sangat tinggi, maka perlu melakukan pemutakhiran data kepegawaian dengan cara melakukan rekonsialisasi data antara unit kepegawaian di unit kerja lain dengan Biro kepegawaian secara berkala. Hasil ABK menemukan bahwa terdapat kecenderungan perbedaan data pada unit kerja dengan pangkalan data kepegawaian.

7. Untuk pelaksanaan ABK yang lebih praktis pada tahun-tahun mendatang, Kemenlu perlu menyediakan aplikasi ABK yang friendly used sehingga dapat dioperasikan oleh seluruh pegawai di lingkungan Kemenlu.

SIMPULAN DAN SARAN

Kementerian Luar Negeri adalah unsur pelaksana Pemerintah yang secara tegas dinyatakan dalam UUD 1945 dan pimpinannya mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang politik dan hubungan luar negeri dalam pemerintahan untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan Negara. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Kementerian Luar Negeri didukung oleh 10 unit

Page 81: Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April

Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April 2019 ISSN 2656-3576

77

eselon I, empat staf ahli, dua Pusat Kegiatan dan didukung oleh lebih 2.200 orang pegawai dengan berbagai disiplin ilmu.

Agar Kementerian Luar Negeri selalu mampu melaksanakan tugas tersebut secara tepat, efektif dan efisien, serta agar selalu memiliki sumber daya manusia yang tepat, baik secara kualitas maupun kuantitas, perlu selalu dilakukan monitoring dan evaluasi mengenai efektivitas dan efisiensi organisasi dan SDM secara berkelanjutan. Salah satu alat yang dapat digunakan untuk memonitor, mengevaluasi, dan mendiagnostik masalah organisasi dan SDM secara lebih obyektif dan akurat adalah Analisis Beban Kerja (ABK). Melalui penggunaan alat ini akan diketahui efektivitas dan efisiensi organisasi dan SDM, prestasi kerja unit/jabatan serta kebutuhan pegawai. Menyadari hal tersebut Kementerian Luar Negeri untuk pertama kali melaksanakan ABK terhadap 10 unit eselon I dan dua Pusat Kegiatan sejak pertengahan tahun 2016. Dari hasil pengolahan data ABK tersebut dapat diketahui mengenai jumlah kebutuhan pegawai, kekurangan/kelebihan pegawai, efektivitas unit, serta prestasi unit sebagai berikut.

Sekretariat Jenderal memiliki beban kerja unit sebesar 48.307.065 orang menit (OM), dengan tingkat efisiensi sebesar 1,11 dan predikat Prestasi Unit (PU) “Sangat Baik”. Hasil

perhitungan beban kerja, unit ini mengalami kekurangan sebanyak 69 orang pegawai. Berdasarkan hasil analisis data, Sekretariat Jenderal menghasilkan output sebanyak 1.317.616 produk yang didominasi oleh produk berupa dokumen;

Direktorat Jenderal Asia Pasifik Dan Afrika memiliki beban kerja unit sebanyak 17.361.316 OM, tingkat efisiensi sebesar 1,32, dan dengan predikat PU “Sangat Baik”. Berdasarkan pengukuran, unit ini kekurangan 58 orang pegawai. Output yang dihasilkan Direktorat Jenderal Asia Pasifik Dan Afrika adalah sebanyak 322.964 produk yang juga didominasi dalam bentuk dokumen.

Direktorat Jenderal Amerika Dan Eropa memiliki beban kerja unit sebanyak 14.889.627 OM dengan efisiensi unit sebesar 1,16 dan PU dengan predikat “Sangat Baik”. Hasil perhitungan menegaskan bahwa unit ini mengalami kekurangan 28 orang pegawai. Direktorat Jenderal Amerika Dan Eropa menghasilkan output sebesar 275.238 produk yang dominan dalam bentuk dokumen.

Direktorat Jenderal Kerjasama Asean memiliki beban kerja sebanyak 12.101.024 OM, tingkat efisiensi unit sebesar 1,17, dan predikat PU “Sangat Baik”. Hasil analisis data menegaskan bahwa unit ini kekurangan 24 orang pegawai. Direktorat

Page 82: Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April

Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April 2019 ISSN 2656-3576

78

Jenderal Kerjasama Asean menghasilkan output sebesar 227.691 produk yang sebagian besar berbentuk dokumen.

Direktorat Jenderal Multilateral memiliki beban kerja sebanyak 18.495.759 OM, tingkat efisiensi unitnya adalah 1,22 dengan predikat PU “Sangat Baik”. Hasil analisis data mengungkapkan, terdapat kekurangan 47 orang pegawai. Direktorat Jenderal Multilateral menghasilkan output sebanyak 608.289 produk yang sebagian besarnya berbentuk dokumen.

Direktorat Jenderal Informasi dan Diplomasi Publik memiliki beban kerja sebanyak 13.753.037 OM, tingkat efisiensi unit adalah 1,14 dengan predikat PU “Sangat Baik”. Unit ini mengalami kekurangan sebanyak 23 orang pegawai. Output yang dihasilkan Direktorat Jenderal Informasi dan Diplomasi Publik adalah sebesar 315.511 yang sebagian besar berbentuk dokumen.

Direktorat Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional memiliki beban kerja sebanyak 7.865.844, tingkat efisiensi unit berada pada angka 1,06 yang berarti “Sangat Baik” untuk ukuran Prestasi Unitnya. Berdasarkan estimasi dari hasil analisis data, unit ini mengalami kekurangan 6 orang pegawai. Direktorat Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional menghasilkan output sebesar

131.863 produk dan sebagian besar di antaranya adalah dalam bentuk dokumen.

Direktorat Jenderal Potokol dan Konsuler memiliki beban kerja sebesar 16.280.329. Tingkat efisiensi unit ini adalah 1,11 dengan PU “Sangat Baik”. Hasil analisis data menginformasikan bahwa unit ini kekurangan 22 orang pegawai. Direktorat Jenderal Potokol dan Konsuler menghasilkan 486.352 produk yang didominasi dalam bentuk dokumen

Inspektorat Jenderal memiliki beban kerja sebesar 9.123.986 dengan tingkat efisiensi unit sebesar 1,38, dan predikat PU “Sangat Baik”. Hasil analisis data menginformasikan bahwa unit ini kekurangan 31 orang pegawai. Inspektorat Jenderal menghasilkan output sebanyak 159.818 yang sebagian besarnya berbentuk dokumen.

Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan memiliki beban kerja sebesar 6.645.908, tingkat efisiensi unit sebesar 1,03, dan predikat PU “Sangat Baik”. Hasil analisis data menginformasikan bahwa unit ini kekurangan 2 orang pegawai. Output yang dihasilkan Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan adalah 56.789 produk dan sebagian besar dalam bentuk dokumen.

Pusat Pendidikan dan Pelatihan memiliki beban kerja sebesar 4.041.841, tingkat

Page 83: Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April

Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April 2019 ISSN 2656-3576

79

efisiensi unit sebesar 1,28, dan predikat PU “Sangat Baik”. Hasil analisis data menginformasikan bahwa unit ini kekurangan 12 orang pegawai. Pusat Pendidikan dan Pelatihan menghasilkan output sebesar 47.426 produk yang juga didominasi dalam bentuk dokumen.

Pusat Komunikasi memiliki beban kerja sebesar 9.961.889, tingkat efisiensi unit sebesar 1,07, dan predikat PU “Sangat Baik”. Hasil analisis data menginformasikan bahwa unit ini kekurangan 6 orang pegawai. Hasil pengukuran ABK mengeaskan bahwa Pusat Komunikasi mampu menghasilkan 1.034.631 yang sebagian besarnya berbentuk dokumen.

Dalam rangka mewujudkan organisasi Kementerian Luar Negeri yang selalu mampu melaksanakan tugas secara tepat, efektif dan efisien, serta menyesuaikan dengan perubahan lingkungan, tuntutan publik, mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) dan meningkatkan mutu pelayanan pada para pemangku kepentingannya, serta memiliki sumber daya manusia yang tepat secara kualitas maupun kuantitas, beberapa hal yang dapat dilakukan berdasarkan data hasil analisis beban kerja antara lain adalah sebagai berikut:

Untuk lebih meningkatkan peran Sekretariat Jenderal sebagai

koordinator dan fasilitator seluruh organisasi di lingkungan Kementerian Luar Negeri, tugas dan fungsi Sekretariat Jenderal yang bersifat inisiatif, misalnya sosialisasi, monitoring dan evaluasi, dll harus lebih dioptimalkan, sehingga organisasi Kementerian Luar Negeri secara keseluruhan dapat berjalan dengan efektif dan efisien.

Untuk mendapatkan data ABK yang lebih obyektif, akurat dan komprehensif, maka pelaksanaan ABK pada masa yang akan datang disarankan dilakukan pada waktu yang tepat sehingga dapat segera digunakan sebagai salah satu bahan pertimbangan Pimpinan dalam menentukan kebijakan mengenai penataan organisasi, tata laksana, SDM, dan bidang proses bisnis lainnya, beberapa hal yang perlu dilakukan antara lain adalah:

Melakukan penyusunan/pembuatan instrumen yang dapat digunakan untuk mendokumentasikan seluruh kegiatan para pejabat/pegawai untuk menghasilkan suatu produk, agar seluruh kegiatan pejabat/pegawai tersebut tercatat dengan baik dan pasti sehingga akan memudahkan dalam menginventarisasi produk/kegiatan dan frekuensinya untuk pengisian form ABK.

Melakukan penyesuaian/penyempurnaan uraian proses (tahapan) untuk menghasilkan produk beserta

Page 84: Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April

Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April 2019 ISSN 2656-3576

80

standar norma waktunya, disesuaikan dengan tahapan dan waktu riil yang digunakan, perubahan maupun pembentukan unit organisasi baru, serta perkembangan dan tuntutan para pemangku kepentingan, sehingga dapat menghasilkan data analisis beban kerja yang lebih obyektif dan akurat.

Membangun sistem aplikasi ABK yang lebih sederhana dan terintegrasi dengan sistem aplikasi lain di lingkungan Kementerian Luar Negeri untuk meningkatkan obyektifitas, akurasi, kemudahan dan kecepatan dalam pelaksanaan ABK.

Meningkatkan koordinasi antara unit pelaksana ABK dengan unit yang menangani kepegawaian pada masing-masing unit eselon I agar hasil pelaksanaan ABK dapat digunakan sebagai salah satu alat pertimbangan dalam menentukan jumlah kebutuhan pegawai, baik kualitas maupun kuantitas.

Menyusun Peraturan Menteri Luar Negeri tentang Pedoman Pelaksanaan Analisis Beban Kerja (Work Load Analysis) di Lingkungan Departemen Luar Negeri dan melakukan bimbingan teknis dan/atau sosialisasi kepada pegawai/pejabat di lingkungan Kementerian Luar Negeri sehingga data yang dimasukkan benar-benar sesuai dengan kenyataannya dan terhindar dari praktik garbage in garbage out (GIGO).

Selain itu, dalam rangka pemenuhan kebutuhan pegawai yang tepat secara kualitas maupun kuantitas, selain mengacu pada data hasil analisis beban kerja, juga perlu mempertimbangkan antisipasi adanya perubahan struktur organisasi yang terjadi di Kementerian Luar Negeri, pegawai/pejabat yang telah memasuki masa pensiun, serta optimalisasi pelaksanan tugas dan fungsi pada masing-masing unit eselon I di lingkungan Kementerian Luar Negeri;

Melalui pelaksanaan ABK yang secara berkelanjutan di masa datang akan dapat disusun standar norma waktu untuk jenis seluruh produk demi membangun kepastian waktu penyelesaian sebuah produk; dan

Para pimpinan diharapkan memanfaatkan hasil ABK sebagai salah satu bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan yang lebih tepat mengenai penataan organisasi, tata laksana, SDM, dan bidang proses bisnis lainnya, sehingga tujuan untuk meningkatkan performance dan good governance di lingkungan Kementerian Luar Negeri dapat tercapai secara lebih efektif. UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih disampaikan kepada: Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia khususnya Sekretariat Jenderal dan Biro Perencanaan dan Organisasi Kemenlu, PT. Daya

Page 85: Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April

Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April 2019 ISSN 2656-3576

81

Makara Universitas Indonesia, dan Lembaga Penelitian Universitas Ibnu Chaldun Jakarta. DAFTAR PUSTAKA Barnes, Ralph M. (1980). Motion

and Time Study: Design and Measurement of Work. New York: John Wiley & Sons.

Colquitt, J. A., dkk. (2009),Organizational Behavior. Improving Performance and Commitment in the Workplace. New York: McGraw-Hill Companies, Inc.

Gustomo A., dkk (2006), Workload Measurement Using Diary SamplingMethod For Human Resource Requirement Planning : case study at PT Jasa Marga (Persero).International Conference on Technology and Operations Management. Bandung: West Hall Auditorium ITB, (December) 1‐2.

Ivancevich, J.A.,dkk (2011), Organizational Behavior and Management. New York: McGraw-Hill Companies, Inc.

Kinicki, Angelo dan Robert Kreitner (2008),Organizational Behavior. Key Concepts, Skills & Best Practices. New York: McGraw-Hill Companies, Inc.

Nelson, Debra L. dan James Campbell Quick (2006), Organizational Behavior. South Western: Thomson Corporation.

Niebel, B. dan Freivalds, A. (2002), Methods, Standards, and Work Design. New York: John‐Wiley & Sons.

Sofyandi, Herman (2008), Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Page 86: Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April

Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April 2019 ISSN 2656-3576

82

ANALISIS FAKTOR MOTIVASI KERJA TERHADAP PENINGKATAN KINERJA

KARYAWAN BPJS KETENAGAKERJAAN

R. Dimas Sundawa Universitas Ibnu Chaldun Jakarta

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Analisis Faktor Motivasi Kerja Terhadap Peningkatan Kinerja Karyawan BPJS Ketenagakerjaan. Fokus penelitian ini terdiri dari 4 (empat variabel yang saling terkait dan mempengaruhi serta memiliki korelasi, dimana 3 (tiga) variable adalah bersifat eksdogen yakni gaya kepemimpinan, kepuasan kerja dan budaya organisasi serta 2 (dua) variabel endogen yakni motivasi kerjda dan kinerja. Guna untuk mengatahui sejauh mana pengaruh variabel dalam penelitian ini, maka peneliti dalam hal ini telah melakukan penelitian model pengambilan sampel sebanyak 190 orang responden dari jumlah populasi sebanyak 773 orang responden. Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan Teknik analisis Structural Equation Modeling (SEM). Dari hasil penelitian menunjukkan seluruh hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini diterima. Artinya terdapat pengaruh signifikan pada faktor motivasi kerja yakni gaya kepemimpinan, kepuasan kerja, budaya organisasi dan motivasi kerja berpengaruh sugnifikan terhadap peningkatan kinerja karyawan Kata kunci: Gaya Kepemimpinan, Kepuasan Kerja, Budaya Organisasi, Motivasi

Kerja dan Kinerja Abstract: This study aims to determine the Analysis of Work Motivation Factors Against Employee Performance Improvement BPJS. The focus of this study consists of 4 (four variables that are interrelated and influence and have a correlation, where 3 (three) variables are exogenous namely leadership style, job satisfaction and organizational culture and 2 (two) endogenous variables namely work motivation and performance. to know the extent of the influence of variables in this study, the researcher in this case has conducted a research model sampling of 190 respondents from the total population of 773 respondents. The hypothesis used in this study uses Structural Equation Modeling (SEM) analysis techniques. the results showed that all the hypotheses proposed in this study were accepted, meaning that there was a significant effect on work motivation factors, namely leadership style, job satisfaction, organizational culture and work motivation had a significant effect on improving employee performance. Keywords: Leadership Style, Job Satisfaction, Organizational Culture, Work

Motivation and Performance

Page 87: Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April

Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April 2019 ISSN 2656-3576

83

PENDAHULUAN BPJS (Badan Penyelenggara

Jaminan Sosial) Ketenagakerjaan adalah badan hukum publik berdasarkan Undang-undang Nomor 24 Tahun 2011, yang berfungsi untuk menyelenggarakan program jaminan sosial bagi seluruh penduduk Indonesia, yang sebelumnya lembaga jaminan sosial ketenagakerjaan ini adalah PT. Jamsostek kemudian menjadi BPJS Ketenagakerjaan. Perusahaan bentuk bermakna perubahan karakteristik badan penyelenggara jaminan sosial sebagai penyesuaian atas perubahan filosofi penyelenggara program jaminan sosial. Perubahan karakteristik berarti perubahan bentuk badan hukum yang mencakup pendirian, ruang lingkup kerja dan keweangan badan yang selanjutnya diikuti dengan perubahan struktur organisasi, prosedur kerja dan budaya organisasi. Menyadari begitu besar peranan dan tanggung jawab BPJS Ketenagakerjaan dalam menjalani amanat Undang-Undang No. 24 Tahun 2011. Maka dalam hal ini BPJS Ketenagakerjaan berupaya dan memaksimalkan sumber daya manusia untuk bekerja dengan hasil yang maksimal, unggul dan ahli dibidangnya.

Pengelolaan sumber daya manusia dalam suatu organisasi yang terpenting adalah pengelolaan sumber daya manusia yang memperlakukan manusia sesuai dengan norma-norma yang berlaku akan memberikan rasa keadilan

kepada manusia yang terlibat. Perlakuan manusiawi akan memberikan motivasi yang kuat kepada karyawan untuk memanjukan perusahaan. Rasa memiliki perusahaan akan meningkat sehingga pemberian motivasi yang tepat akan memberikan kepuasan kerja sehingga akan dapat meningkatkan kinerja karyawannya (Suhartini, 2013).

Kinerja karyawan berpengaruh pada sumber daya manusia yang memiliki berbagai karakteristik, termasuk kemampuan kerja, motivasi dan kinerja yang dimilikinya. Ketiga kompenen tersebut sangat berkaitan dan berada dalam diri karyawan yang melaksanakan tugas sehari-hari (Sarworini, 2017). Oleh karena itu sangat penting bagi seorang atasan dalam menjalankan perananya untu memberikan motivasi kepada karyawannya agar apa yang ingin dicapai oleh perusahaan bisa optimal. Dengan pemberian motivasi yang tepat, maka pihak manajemen juga akan mendapatkan benefit yang besar, misalnya karyawan akan menunjukkan kinerja yang optimal. (Kadarisman, 2012).

Motivasi adalah dorongan dasar yang menggerakkan seseorang atau keinginan untuk mencurahkan segala tenaga karena adanya suatu tujuan. Seperti yang dikemukakan oleh Mangkunegara (2013) motivasi merupakan kondisi atau energi yang menggerakkan diri

Page 88: Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April

Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April 2019 ISSN 2656-3576

84

karyawan yang tertuju dalam mencapai tujuan organisasi. Sikap mental karyawan yang positif terhadap situasi kerja itulah yang memperkuat motivasi kerjanya untuk mencapai kinerja yang maksismal. Tiga unsur yang merupakan kunci dari motivasi, yaitu upaya, tujuan organisasi, dan kebutuhan. Jadi motivasi dalam kedudukan sumber daya manusia saat ini bukan hanya sebagai alat produksi tetapi juga sebagai penggerak dan penentu berlangsungnya proses produksi dan segala aktivitas organisasi

Motivasi didefinisikan sebagai suatu penggerak atau dorongan dalam diri manusia yang dapt menimbulkan, mengarahkan dan mengorganisasikan tingkah laku (Darmawan, 2013). Menurut Anwar (2010) motivasi adalah rangsangan, dorongan ataupun pembangkit tenaga yang dimiliki seseorang atau sekelompok masyarakat yang memiliki hasrat untuk mendapatkan kepuasan. Pencapaian tersebut dilakukan secara optimal secara pribadi ataupun kelompok dalam melaksanakan sesuatu yang telah direncanakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam menciptakan rangsangan, dorongan ataupun pembangkit tenaga salah satunya dari aktivitas organisasi dipengaruhi oleh sistem pola hubungan yang terjadi di dalamnya, baik hubungan dengan sesama karyawan maupun dengan atasan.

Pola hubungan karyawan dengan atasan akan mempengaruhi

motivasi kerja, hal tersebut dibuktikan melalui penelitian oleh Andriyani (2016) menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja motivasi kerja karyawan. Hal tersebut menjelaskan bahwa semakin demokratis gaya kepemimpinan yang diterapkan maka akan berpengaruh pada motivasi kerja karyawan. Gaya kepemimpinan tersebut memiliki perilaku senang menerima saran, pendapat dan kritikan dari bawahan. Hasil penelitian ini didukung oleh teori yang dikemukakan oleh Amirullah (2015), bahwa kepemimpinan adalah orang yang memiliki wewenang untuk memberi tugas, mempunyai kemampuan untuk membujuk atau mempengaruhi orang lain melalui pola hubungan yang baik guna mencapai tujuan yang telah ditentukan. Pola hubungan tersebut terdapat pada gaya kepemimpinan yang dapat mempengaruhi motivasi bekerja seorang karyawan.

Hal lain yang sangat memberikan rangsangan, dorongan ataupun pembangkit tenaga agar timbul motivasi berasal dari faktor internal yakni kepuasan. Kepuasan kerja (job satisfaction) merujuk kepada sikap seorang karyawan atau individu terhadap pekerjaannya. Menurut Sutrisno (2012), kepuasan kerja merupakan masalah penting yang diperlihatkan dalam hubungannya dengan produktivitas kerja karyawan dan ketidakpuasan sering dikaitkan

Page 89: Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April

Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April 2019 ISSN 2656-3576

85

dengan tingkat tuntutan dan keluhan pekerjaan yang tinggi.

Penelitian yang dilakukan Meyta, Djastuti (2011) tentang faktor yang mempengaruh kinerja karyawan membuktikan bahwa variabel kepuasan kerja mengaruhi kinerja melalui faktor motivasi kerja. Kepuasan kerja mencerminkan perasaan seseorang terhadap pekerjaanya serta cara pandang yang positif maupun negatif tentang pekerjaannya (Siangian, 2013). Hal tersebut dibuktikan pada penelitian tentang pengaruh motivasi kerja terhadap kinerja karyawan melalui kepuasan kerja sebagai variabel mediasi (Lusri; Siagian, 2017). Pada penelitian tersebut menunjukkan bahwa motivasi kerja terjadi karena pengaruh kepuasan kerja.

Terciptanya kepuasan kerja dengan perasaan baik dan perasaan positif, organisasi harus mampu menciptakan iklim organisasi yang baik. Iklim pada internal organisasi maupun eksternal organisasi. Internal organisasi yakni menciptakan budaya organisasi. Budaya organisasi merupakan variabel kunci yang bisa mendorong keberhasilan perusahaan. Pengelolaan budaya perusahaan diarahkan kepada kemampuan budaya untuk mendorong peningkatan kinerja perusahaan melalui peningkatan kinerja karyawan. Hal ini berkaitan dengan fungsi budaya perusahaan sebagai sarana menentukan prioritas atau menentukan the things are done around here, menciptakan

komitmen bersama, serta memandu sikap dan perilaku pada karyawan (Robbins, 2011). Menurut Widodo (2011) bahwa budaya organisasi yang kuat memiliki potensi meningkatkan kinerja dan sebaliknya bila budaya organisasinya lemah mengakibatkan kinerja menurun.

Penelitian yang dilakukan oleh Meyta, Djastuti (2011) bahwa budaya organisasi merupakan factor yang mempengaruhi motivasi kerja karyawan dan mengasilkan kinerja karyawan. Hal tersebut dibuktikan dalam penelitian Meyta dan Djastuti (2011) dengan menunjukkan hasil bahwa budaya organisasi berpengaruh positif terhadap motivasi kerja sehingga motivasi kerja itu berimplikasi pada peningkatan kinerja.

Dapat disimpukan bahwa variabel gaya kepemimpinan, variabel kepuasan kerja dan variabel budaya organisasi merupakan variable yang memili pengaruh-pengaruh terhadap motivasi kerja dan kinerja karyawan merupakan konstruk penting yang dapat dikaji lebih lanjut dalam penelitian ini. Penelitian ini menguji model penelitian dengan beberapa variabel tersebut pada BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) Ketenagakerjaan. Sehingga diharapkan nantinya mendapat justifikasi mengenai benar atau tidaknya hipotesis yang muncul.

Page 90: Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April

Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April 2019 ISSN 2656-3576

86

KAJIAN TEORI Gaya Kepemimpinan

Gaya kepemimpinan dapat di definisikan sebagai suatu model kepemimpinan yang dipergunakan oleh pemimpin dalam mempengaruhi, mengarahkan, mendorong dan mengendalikan bahwannya dalam rangka pencapaian tujuan organisasi secara efektif dan efisien (Pasalog, 2013). Gaya kepemimpinan biasanya berupa tindakan yang dilakukan seorang pemimpin secara keseluruhan yang membentuk pola-pola tertentu. Karena pola-pola yang terbentuk antara pemimpin satu dengan lainnya berbeda (Hasibuan, 2011) pola tersebut terdapat tiga gaya kepemimpinan yaitu: kepemimpinan otoritas, kepemimpinan partisipatif dan kepemimpinan delegatif.

Kepuasan Kerja

Kepuasan kerja adalah tingkat perasaan menyenangkan yang di peroleh dari penilaian pekerjaan seseorang atau pengalaman kerja. Kepuasan kerja sebagai evaluasi seseorang atas pekerjaannya (Sutrisno, 2016). Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja adalah: faktor psikologis, faktor social faktor fisik, faktor finansial.

Budaya Organisasi

Budaya organisasi (Corporate Culture) sering diartikan sebagai nilai-nilai dan norma yang dimengerti dan untuk dipatuhi secara bersama yang dimiliki oleh

suatu organisasi. Budaya organisasi merupakan gaya dan cara pandang hidup dari suatu organisasi yang berwujud dengan anggapan yang dimiliki, diterima secara implisit oleh kelompok (organisasi) dan menentukan bagaimana kelompok (organisasi) tersebut merasakan, memikirkan dan bereaksi terhadap lingkungannya yang beraneka ragam (Ernawan, 2011). Budaya organisasi merupakan budaya menjadi acuan di dalam suatu organisasi di mana terdapat sekelompok orang yang melakukan interkasi. Budaya organisasi mengacu pada suatu sistem berbagai arti yang dilakukan oleh para anggota organisasi yang memberdakan organisasi tersebut dengan organisasi lainnya. Pembedaan tersebut dilakukan dengan sistem yang menjadi faktor-faktor dalam pengaruhnya (Robbins dan Judge, 2015), yaitu: inovasi dan keberanian mengambil resiko, orientasi tim dan keagresifan.

Motivasi Kerja

Menurut Maslow dalam Wukir (2013) bahwa motivasi adalah sebagai kebutuhan, hal tersebut merupakan fundamen yang mendasari perilaku seseorang. Kebutuhan dapat didefinisikan sebagai suatu kesenjangan atau pertentangan yang dialami anatara satu kenyataan dengan dorongan yang ada dalam diri. Apabila pegawai kebutuhannya tidak terpenuhi maka pegawai tersebut akan menunjukkan perilaku kecewa.

Page 91: Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April

Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April 2019 ISSN 2656-3576

87

Sebaliknya, jika kebutuhannya terpenuhi agar pegawai tersebut alan memperlihatkan perilaku yang gembira sebagai bentuk dari rasa

puasnya. Kebutuhan tersebut sebagai berikut:

Gambar 1. Kebutuhan Manusia Menurut Maslow Sumber: Wukir, 2013

Menurut Kuthans (2011) menjelaskan bahwa: “Motivation is a psychological process through which unsatisfied wants or needs lead to drive that are aimed at goals or incentives”. Motivasi merupakan sebuah proses psikologi dimana rasa ketidakpuasan pada kebutuhan ataupun keinginan yang ada sehingga berusaha untuk mencapai suatu tujuan yang diinginkan. Siswanto (2010) juga mengemukaan ada empat elemen utama motivasi, yaitu sebagai berikut: kompensasi bentuk uang, pengarahan dan pengendalian, penetapan pola kerja yang efektif serta kebijakan.

Kinerja

Kinerja merupakan hasil kerja konkret dan dapat diukur sehingga kinerja karyawan adalah elemen yang sangat penting bagi organisasi dalam usaha mencapai tujuan

(Ciobanu dan Androniceanu, 2015). Kinerja adalah proses yang dilakukan seorang individu sesuai dengan peran dan kewajibannya dalam waktu tertentu yang dikaitkan dengan standar atau ukuran nilai tertentu dalam sebuah organisasi tempat bekerja dengan tujuan mencapai hasil yang diharapkan (Umam, 2010). Kinerja menurut Sedarmayanti (2011), mengungkapkan bahwa kinerja merupakan terjemahan dari performance yang berarti hasil kerja seorang pekerja, sebuah proses manajemen atau suatu organisasi secara keseluruhan, dimana hasil kerja tersebut harus dapat ditunjukan buktinya secara konkrit dan dapat diukur dengan kualitas pekerjaan, ketetapan waktu, inisiatif, kemampuan serta komunikasi.

Page 92: Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April

Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April 2019 ISSN 2656-3576

88

Kerangka Pemikiran Konseptual Kerangka pemikiran teoritis

yang akan dikembangkan dalam penelitian ini mengacu pada telaah berbagai pustaka yang telah dilakukan. Berdasarkan hasil telaah

pustaka tersebut di atas, kerangka pemikiran teoritis yang akan dikembangkan merujuk pada penelitan yang dilakukan Krisdiyanto (2010) seperti pada gambar berikut ini:

Berdasarkan tinjauan literatur dan kerangka pemikiran di atas, maka di dapatkan hipotesis sebagai berikut: Hipotesis 1: Gaya Kepemimpinan berpengrauh positif terhadap Motivasi Kerja Karyawan BPJS Ketenagakerjaan. Hipotesis 2: Kepuasan Kerja berpengrauh positif terhadap Motivasi Kerja Karyawan BPJS Ketenagakerjaan. Hipotesis 3: Budaya Organisasi berpengrauh positif terhadap Motivasi Kerja Karyawan BPJS Ketenagakerjaan. Hipotesis 4: Motivasi Kerja berpengrauh positif terhadap Peningkatan Kinerja Karyawan BPJS Ketenagakerjaan.

METODE PENELITIAN Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif, di mana dalam penelitian ini terdiri atas lima variabel, yaitu gaya kepemimpinan, kepuasan kerja, dan budaya organisasi, sebagai variabel eksdogen serta variabel motivasi kerja dan kinerja karyawan sebagai variabel endogen. Teknik Pengambilan Data Data penelitian diperoleh dengan menyebar kuesioner pada 190 karyawan dari total populasi sebanyak 773 karyawan dengan menggunakan jumlah indikator x 5 sampai 10 (Ferdinand, 2005). Oleh karena jumlah indikator yang digunakan dalam penelitian ini adalah 19 maka sampel untuk

Page 93: Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April

Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April 2019 ISSN 2656-3576

89

penelitian ini 19x10 = 190 responden. Teknik Analisis Data Teknik pengelolaan data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan Structural Equation Modeling (SEM) yang memiliki kemampuan menguji suatu rangkaian hubungan yang kompleks. Software yang digunakan

dalah Lisrel 8.8 dan software SPSS versi 21.0. HASIL DAN PEMBAHASAN Sebelum dilakukan analisis terlebih dahulu dilakukan uji validitas dan reliabilitas agar diperoleh hasil yang akurat. Uji Validitas

Tabel 1 Validitas Butir Pernyataan

Pertanyaan r hitung r tabel Validitas

Gaya Kepemimpinan 1 0.718 0,339 Valid

Gaya Kepemimpinan 2 0.684 0,339 Valid

Gaya Kepemimpinan 3 0.791 0,339 Valid

Kepuasan Kerja 1 0.911 0,339 Valid

Kepuasan Kerja 2 0.697 0,339 Valid

Kepuasan Kerja 3 0.617 0,339 Valid

Kepuasan Kerja 4 0.825 0,339 Valid

Budaya Organisasi 1 0.715 0,339 Valid

Budaya Organisasi 2 0.719 0,339 Valid

Budaya Organisasi 3 0.792 0,339 Valid

Motivasi kerja 1 0.654 0,339 Valid

Motivasi kerja 2 0.603 0,339 Valid

Motivasi kerja 3 0.818 0,339 Valid

Motivasi kerja4 0.690 0,339 Valid

Kinerja Karyawan 1 0.847 0,339 Valid

Kinerja Karyawan 2 0.559 0,339 Valid

Kinerja Karyawan 3 0.620 0,339 Valid

Kinerja Karyawan 4 0.743 0,339 Valid

Kinerja Karyawan 5 0.771 0,339 Valid

Sumber: Data Primer Diolah (2018)

Berdasarkan tabel 1 diatas, rhitung adalah nilai dari Corrected Item-Total Correlation dan melihat

nilai r dengan signifikansi 0,05 untuk uji 2 sisi (two tailed) serta N= 30, df=(N-2), df=30-2 = 28, maka

Page 94: Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April

Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April 2019 ISSN 2656-3576

90

didapat rtabel (0.05;28) = 0,339 sehingga dapat disimpulkan bahwa seluruh item pertanyaan dalam

variabel penelitian ini memenuhi syarat validitas.

Uji Reliabilitas

Tabel 2 Uji Reliabilitas

Reliability Statistics

Variabel Cronbach's Alpha N of Items

Gaya Kepemimpinan .704 3

Kepuasan Kerja .863 4

Budaya Organisasi .682 3

Motivasi Kerja .808 4

Kinerja .723 5

Sumber: Data Primer Diolah (2018)

Dari hasil olah data uji statistik reliabilitas memperlihatkan bahwa nilai Cronbach’s Alpha Variable Gaya Kepemimpinan sebesar 0.704, Variable Kepuasan Kerja sebesr 0.863, Variable Budaya Organisasi 0.682, Variable Motivasi Kerja 0.808, dan Variabel Kinerja 0.723. Dari hasil tersebut bahwahasil Cronbach’s Alpha di atas 0,60 dengan demikian dinyatakan mempunyai reliabilitas yang baik.

Uji Kecocokan Keseluruhan Model dan Respesifikasi

Setelah dilakukan uji vaiditas dan uji reliabilitas menunjukkan valid. Maka tahap selanjutnya adalah menganalisis kecocokan data dengan model secara keseluruhan atau dalam LISREL. Uji kecocokan model berkaitan dengan analisis terhadap Goodness of Fit (GOF) statistic yang dihasilkan oleh program LISREL. Hasil analisis goodness of fit pada model penelitian ini adalah sebagai berikut:

Tabel 3 Hasil Analisis Goodness of Fit

Group Indicator Value Keterangan

1 Degree of Freedom 145

Good fit Chi Square 416.53

NCP 265.62

Confidence Interval 208.91 ; 329.97

2 RMSEA 0.098 Good fit

Confidence Interval 0.087 ; 0.11

Page 95: Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April

Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April 2019 ISSN 2656-3576

91

Group Indicator Value Keterangan

P Value 0,000

3 ECVI Model 1,17

Good fit ECVI Saturated 1,40

ECVI Independence 16,89

Confidence Interval 1,03 ; 1,37

4

AIC Model 201,62

Good fit

AIC Saturated 240

AIC Independence 2905,88

CAIC Model 376,06

CAIC Saturated 738,39

CAIC Independence 2968,18

5

NFI 0,96

Good fit

CFI 0,98

NNFI 0,98

IFI 0,98

RFI 0,94

PNFI 0,71

6 Critical N 147,67 Marginal fit

7

Standardized RMR 0,052

Good fit GFI 0,92

AGFI 0,87

PGFI 0,60

Sumber: hasil uji SEM

Pengujian 1: Chi Square a. Chi Square. Nilai Chi Square:

416.53. Semakin kecil maka model semakin sesuai antara model teori dan data sampel (Nilai Chi Square dibagi Nilai Degree of Freedom). Nilai idealnya sebesar < 3 adalah good fit. Dari hasil pembagi diperoleh nilai 2,87. Hal ini menunjukan kecocokan yang baik, karena nilai lebih kecil < 3 maka hasil menunjukan good fit.

Pengujian 2: Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA)

a. RMSEA = 0.098, maka kecocokannya adalah mencukupi good fit. (Dimana RMSEA < 0,05 adalah close fit, RMSEA < 0,08 adalah good fit, RMSEA < 0,10 marginal fit, dan RMSEA > 0,10 poor-fit).

b. Confidence intervals digunakan untuk menilai prestasi dari RMSEA estimates. Pada output terlihat 90 % confidence interval (0.087;0.11) berada di sekitar RMSEA.

c. P-value for test of good fit (RMSEA >0,05) = 0,000, untuk penelitian ini nilai dari p-value< 0,05.

Page 96: Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April

Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April 2019 ISSN 2656-3576

92

Pengujian 3: Expected Cross Validation Index (ECVI) a. ECVI model (1,17) dibandingkan

dengan ECVI saturated model (1,40) dan ECVI independence model (16,89).

b. ECVI model sedikit lebih kecil dari ECVI saturated model dan selisihnya jauh lebih besar lagi dari ECVI independence model, atau dengan kata lain ECVI saturated mendekati ECVI model dari pada ECVI independencemodel, serta 90 %confidence interval adalah 1,03;1,37maka diperoleh kecocokan yang baik (berada di sekitar ECVI model).

Pengujian 4: Akaike Information Criterion (AIC) dan Consistent Akaike Information Creterion (CAIC) a. AIC model (201,62) dibandingkan

dengan AIC saturated model (240) dan AIC independence model (2905,88). AIC model sedikit lebih kecil dari AIC saturated model dan selisih jauh lebih besar dari AIC independence model, maka nilai yang lebih kecil menunjukkan kecocokan yang baik.

b. CAIC model (376,06) jauh dari CAIC saturated model (738,39) dan lebih jauh lagi dari CAIC independence (2968,18) maka nilai yang lebih kecil menunjukkan kecocokan yang baik.

Pengujian 5: Fit Index a. Normed Fit Index (NFI) = 0,96(di

atas 0,90) menunjukkan good fit. b. CFI = 0,98 (diatas 0,99)

menunjukkan good fit. c. Tucker-Lewis Index atau Non

Normed Fit Index (NNFI) = 0,98 (> 0,90) (diatas 0,90) menunjukkan good fit.

d. Incremental Fit Index (IFI) = 0,98 (diatas 0,90) menunjukkan good fit.

e. Relative Fit Index (RFI) = 0,94 (diatas 0,90) menunjukkan good fit.

f. Parsimonius Normed Fit Index (PNFI) = 0,71 (diatas 0,6) maka dapat digunakan untuk perbandingan model, menunjukkan kecocokan yang baik.

Pengujian 6: Critical N a. Critical N (CN) = 147,67< 200,

model belum mewakili ukuran sampel data atau marginal fit (> 200 maka model sudah mewakili ukuran data atau good fit).

Pengujian 7: Goodness of Fit a. Root Mean Square Residual

(RMR) merupakan nilai rata-rata residual yg dihasilkan dari fitting antara variance-covariance matrix dari model dengan variance-covariance matrix dari sampel data.

b. Standardized RMR = 0,052 menunjukan marginal fit (dibawah 0,05 menunjukkan good fit).

Page 97: Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April

Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April 2019 ISSN 2656-3576

93

c. Goodness of Fit Index (GFI) = 0,92 menunjukan good fit, diatas 0,90menunjukkan good fit dan Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) = 0,87 menunjukan marginal fit, diatas 0,90menunjukkan good fit.

d. Parsimony Goodness of Fit Index (PGFI) = 0,60sama dengan 0,6 digunakan untuk perbandingan model, menunjukkan kecocokan yang mencukupi.

Analisis Model Struktural

Setelah menganalisis hasil dari goodness of fit model penelitian, analisis berikutnya yang dilakukan adalah dengan melakukan analisis hubungan kausal pada model. Pengujuain statistic untuk hubungan kausal model structural ini dilakukan dengan tingkat signifikansi 5% sehingga nilai kritis dari t-value dalah ±1.96. Hasil estimasi semua hubungan kausal penelitian ini bias dilihat pada hasil output LISREL 8.8 Sebagai berikut ini:

Gambar 3. Path Hasil estimasi model Sumber: Output Lisrel 8.8 Hasil olahan penelitian

Dari hasil output LISREL 8.8 pada gambar 2 dapat dilihat bahwa gaya kepemimpinan berpengaruh signifikan terhadap motivasi kerja, kepuasan kerja berpengaruh signifikan terhadap motivasi kerja, budaya organisasi berpengaruh signifikan terhadap motivasi kerja

dan motivasi kerja berpengaruh terhadap kinerja karyawan. Hal tersebut dibuktikan bahwa persamaan kausal t-value yang besar nilai absolutnya > 1.96 memiliki arti bahwa koefisien lintasan tersebut adalah signifikan.

Page 98: Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April

Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April 2019 ISSN 2656-3576

94

Pengujian Hipotesis Uji Hipotesis dinyatakan diterima apabila nilai t-value> 1.96. Dalam penelitian ini, terdapat

empat hipotesis yang diuji dan berdasarkan hasil pengujian, diperoleh hasil:

Tabel 4 Pengujian Hipotesis Model Penelitian

Hipotesis Pernyataan hipotesis Nilai T-Value Keterangan

H1

Gaya Kepemimpinan berpengaruh positif terhadap motivasi kerja BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) Ketenagakerjaan.

3,48 Data mendukung hipotesis

H2

Kepuasan Kerja berpengaruh positif terhadap motivasi kerja BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) Ketenagakerjaan.

3,88 Data mendukung hipotesis

H3

Budaya Organisasi berpengaruh positif terhadap motivasi kerja BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) Ketenagakerjaan.

4,34 Data mendukung hipotesis

H4

Motivasi Kerja berpengaruh positif terhadap Kinerja Karyawan BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) Ketenagakerjaan

6,24 Data mendukung hipotesis

Sumber: Data diolah penulis (2018) Gaya Kepemimpinan berpengaruh positif terhadap motivasi kerja BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) Ketenagakerjaan

Pada hasil pengujian hipotesis pertama (H1), ditemukan bahwa hasil analisis mendukung hipotesis H1 yaitu Gaya Kepemimpinan berpengaruh positif terhadap motivasi kerja BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) Ketenagakerjaan. Hal tersebut dapat terlihat dari tabel diatas

bahwa Nilai t-value adalah 3,48> 1,96.

Kepuasan Kerja berpengaruh positif terhadap motivasi kerja BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) Ketenagakerjaan.

Pada hasil pengujian hipotesis kedua (H2), ditemukan bahwa hasil analisa mendukung hipotesis H2 yaitu Kepuasan Kerja berpengaruh positif terhadap motivasi kerja BPJS (Badan

Page 99: Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April

Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April 2019 ISSN 2656-3576

95

Penyelenggara Jaminan Sosial) Ketenagakerjaan. Hal tersebut dapat terlihat dari tabel diatas bahwa Nilai t-value adalah 3,88> 1,96.

Budaya Organisasi berpengaruh positif terhadap motivasi kerja BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) Ketenagakerjaan. Pada hasil pengujian hipotesis ketiga (H3), ditemukan bahwa hasil analisa mendukung hipotesis H3 yaitu Budaya Organisasi berpengaruh positif terhadap motivasi kerja BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) Ketenagakerjaan. Hal tersebut dapat terlihat dari tabel diatas bahwa Nilai t-value adalah 4,34> 1,96. Motivasi Kerja berpengaruh positif terhadap Kinerja Karyawan BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) Ketenagakerjaan Pada hasil pengujian hipotesis ketiga (H4), ditemukan bahwa hasil analisa tidak mendukung hipotesis H4 yaitu Motivasi Kerja berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) Ketenagakerjaan. Hal tersebut dapat terlihat dari tabel diatas bahwa Nilai t-value adalah 6,24> 1,96. SIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang diselaraskan dengan permasalahan yang diteliti

dengan menggunakan metode analisisStructural Equation Modeling (SEM), maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Gaya kepemimpinan

berpengaruh positif terhadap motivasi kerja BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) Ketenagakerjaan. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai t-valuesebesar 3.48 hasil tersebut menunjukkan bahwa t-value > dari 1.96.

2. Kepuasan Kerja berpengaruh positif terhadap motivasi kerja BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) Ketenagakerjaan. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai t-value sebesar 3.88 hasil tersebut menunjukkan bahwa t-value > dari 1.96.

3. Budaya organisasi berpengaruh positif terhadap motivasi kerja BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) Ketenagakerjaan. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai t-value sebesar 3.34 hasil tersebut menunjukkan bahwa t-value > dari 1.96.

4. Motivasi kerja berpengaruh positif terhadap peningkatan kinerja karyawan BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) Ketenagakerjaan. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai t-value sebesar 6.24 hasil tersebut menunjukkan bahwa t-value > dari 1.96.

Page 100: Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April

Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April 2019 ISSN 2656-3576

96

DAFTAR PUSTAKA Amirullah. (2015). Pengantar

Manajemen. Jakarta: Mitra Wacana Media

Anwar Prabu M. (2011). Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan. Bandung: Remaja Rosda Karya.

Darmawan, (2013). Perilaku Organisasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Ferdinand Augusty, (2014). Metode Penelitian Manajemen, Semarang, Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Ernawan, Erni R. (2011). Budaya Organisasi dalam Perspektif Ekonomi dan. Bisnis. Bandung: Alfabeta.

Hasibuan, (2011). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksar

Kadarisman, M. (2012). Manajemen Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta: Rajawali Pers.

Krisdiyanto Ardhyan, (2010). Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Motivasi dan Pengaruhna Terhadap Peningkatan Kinerja Karyawan BPJS Kesehatan.Jurnal Ilmu Ekonomi Aser Vol 12, No. 1

Lusri Lidia, Siagian Hotlan, (2017). Pengaruh Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Melalui Kepuasan Kerja Sebagai Variabel Mediasi Pada Karyawan PT. Borwita Citra Prima Surayaba. Surabaya: Jurnal Manajemen

Bisnis Vol. 5, No. 1. Mangkunegara Anwar Prabu,

(2013). Sumber Daya Manusia Perusahaan. Bandung: PT Remaja Rusdakarya.

Meyta Indraswari, Djastuti Indi, (2011). Pengaruh Budaya Organisasi dan Motivasi Terhadap Kepuasan Kerja Dalam Mempengaruhi Kinerja Karyawan Kantor Unit PT. Telkom Regional IV Semarang.Semarang: Jurnal Manajemen Universitas Diponegoro.

Pasalog, (2013). Manajemen Kinerja: Falsafah Teori dan Penerapannya, Pustaka. Pelajar, Jakarta.

Robbins, Stephen P, (2015). Perilaku Organisasi, Cetakan Ketiga, penerbit PT Macanan Jaya Cemerlang, Indonesia,

Robbins, S. P dan Judge T.A. (2015). Perilaku Organisasi. Jakarta: Salemba Empat.

Sedarmayanti, (2011). Membangun dan Mengembangkan Kepemimpinan Serta Meningkatkan Kinerja Untuk Meraih Keberhasilan. Bandung: PT. Refika Aditama.

Siswanto. (2011). Manajemen Tenaga Kerja Indonesia Pendekatan. Administratif dan Operasional. Jakarta: Bumi Aksara.

Siagian. Sondang P. 2012. Manajemen Sumber Daya Manusia, Bumi Aksara. Jakarta.

Page 101: Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April

Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April 2019 ISSN 2656-3576

97

Suhartini (2017). Kinerja Sumber Daya Manusia. Penerbit Kencana Sutrisno Edy. (2012). Manajemen

Sumber Daya Manusia. Jakarta: Kencana Predana Media Grup.

Umam, Khaerul, (2010). Manajemen Organisasi. Bandung: Pustaka Setia

Widodo, Prabowo. P, Dkk, 2011, Pemodelan Sistem Berorientasi Obyek Dengan UML. Yogyakarta: Graha ilmu.

Wukir, (2013). Manajemen Sumber Daya Manusia dalam Organisasi. Yogyakarta: Multi Presindo

Page 102: Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April

Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April 2019 ISSN 2656-3576

98

PENGARUH KEPEMIMPINAN DAN IKLIM ORGANISASI TERHADAP KINERJA KARYAWAN

Ditta Nurliyana, Nasir Biasane, Nurdin Universitas Ibnu Chaldun Jakarta

Abstrak: PT. Multi Kharisma Perkasa (MKP) adalah perusahaan yang bergerak sebagai distributor alat-alat NDT hanya khusus di wilayah Indonesia. Sudah lebih dari 10 tahun MKP berkecimpung dalam mendistribusikan alat-alat NDT ke perusahaan inspeksi ataupun langsung ke end user. Kemunduran penjualan yang terjadi pada MKP ini diduga terjadi akibat adanya penurunan kinerja karyawan. Perilaku kepemimpinan dalam manajemen MKP sebagai motor penggerak karyawan dalam meningkatkan produktivitas atau kinerja yang dihasilkan dinilai belum efektif. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh kepemimpinan terhadap kinerja karyawan di perusahaan PT. Multi Kharisma Perkasa. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diketahui bahwa Kepemimpinan secara parsial (individu) berpengaruh signifikan terhadap Kinerja Karyawan di perusahaan PT. Multi Kharisma Perkasa. Iklim Organisasi secara parsial (individu) berpengaruh signifikan terhadap Kinerja Karyawan di perusahaan PT. Multi Kharisma Perkasa. Kepemimpinan dan Iklim Organisasi secara simultan atau bersama-sama berpengaruh terhadap Kinerja Karyawan di perusahaan PT. Multi Kharisma Perkasa. Kata Kunci: Kepemimpinan, Iklim Organisasi, Kinerja Abstract: PT. Multi Kharisma Perkasa (MKP) is a company engaged as a distributor of NDT devices only specifically in the territory of Indonesia. For more than 10 years MKP has been involved in distributing NDT devices to inspection companies or directly to end users. The sales setback that occurred in the MKP was allegedly due to a decrease in employee performance. Leadership behavior in MKP management as the driving force of employees in increasing productivity or the resulting performance is considered not effective. This research was conducted to determine the effect of leadership on employee performance in the company PT. Multi Kharisma Perkasa. Based on the results of research and discussion, it is known that partial leadership (individuals) has a significant effect on Employee Performance in the company PT. Multi Kharisma Perkasa. Partial Organizational Climate (individual) has a significant effect on Employee Performance in the company PT. Multi Kharisma Perkasa. Leadership and Organizational Climate simultaneously or jointly influence Employee Performance in PT. Multi Kharisma Perkasa. Keywords: Leadership, Organizational Climate, Performance

Page 103: Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April

Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April 2019 ISSN 2656-3576

99

PENDAHULUAN Belum banyak yang

mengerti dan mengetahui apa yang disebut dengan NDT. NDT merupakan singkatan dari Non Destructive Testing dan sudah memiliki istilahnya sendiri dalam bahasa Indonesia yaitu Uji Tak Rusak. Istilah tersebut pun masih awam di telinga masyarakat Indonesia. Meskipun istilah ini masih belum terlalu familiar, akan tetapi pengaplikasian NDT ini sudah dilakukan di dunia lebih dari 50 tahun lamanya. PT. Multi Kharisma Perkasa (MKP) adalah perusahaan yang bergerak sebagai distributor alat-alat NDT hanya khusus di wilayah Indonesia. Sudah lebih dari 10 tahun MKP berkecimpung dalam mendistribusikan alat-alat NDT ke perusahaan inspeksi ataupun langsung ke end user. Jika dibandingkan dengan perusahaan jasa inspeksi, total perusahaan penyedia alat-alat NDT belumlah begitu banyak. Hingga saat ini perusahaan yang aktif sebagai pemasok alat-alat NDT jumlahnya kurang dari 10 termasuk MKP di dalamnya. MKP didirikan dengan visi, misi, dan strategi dengan memanfaatkan tenaga kerja atau sumber daya manusia yang dinilai mampu untuk mengembangkan value perusahaan, baik secara manajemen maupun dalam pencapaian profit. Sejalan dengan hal tersebut, MKP memanfaatkan faktor tenaga kerja atau sumber

daya manusia (karyawan) dalam usahanya mendistribusikan alat-alat NDT kepada customer. Kinerja dari masing-masing karyawan tersebut dinilai menjadi salah satu kunci yang dapat memberikan gambaran kelangsungan hidup perusahaan atau bisnis MKP dalam jangka waktu yang panjang.

Realisasi penjualan PT. Multi Kharisma Perkasa pada periode tahun 2012-2016 mengalami hasil yang naik-turun (fluktuatif). Terdapat perbedaan yang cukup signifikan pada pencapaian penjualan MKP dalam kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir. Pada tahun 2012 MKP berhasil mencapai omzet penjualan dengan persentase sebesar 66% dari target yang ditentukan. Pada tahun 2015 MKP berhasil memperoleh capaian target yang cukup memuaskan dengan persentase sebesar 72%. Hasil ini meningkat sekitar 6% dari hasil pencapaian target 3 (tiga) tahun sebelumnya. Namun pada tahun 2016 MKP harus menelan pil pahit dengan mengalami penurunan penjualan yang cukup signifikan, di mana MKP hanya mampu mencapai omzet penjualan dengan persentase sebesar 43% saja. Hasil ini menurun sekitar 29% apabila dibandingkan dengan perolehan omzet capaian target pada tahun sebelumnya.

Kemunduran penjualan yang terjadi pada MKP ini diduga terjadi akibat adanya penurunan kinerja karyawan. Dari segi kepemimpinan, peran seorang pemimpin di dalam suatu organisasi

Page 104: Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April

Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April 2019 ISSN 2656-3576

100

atau perusahaan memiliki andil yang cukup berpengaruh dalam mencapai kelangsungan dan tujuan perusahaan. Perilaku kepemimpinan dalam manajemen MKP sebagai motor penggerak karyawan dalam meningkatkan produktivitas atau kinerja yang dihasilkan dinilai belum efektif. Kemampuan pemimpin dalam membangun semangat dan motivasi cenderung menumbuhkan rasa stres pada karyawan. Kondisi ini kerap pula memberi efek pada iklim kerja di MKP yaitu dengan menimbulkan adanya kesenjangan komunikasi antara pimpinan dengan bawahan sehingga menyebabkan ruang gerak karyawan menjadi terbatas, baik dalam hal menyampaikan masukan, gagasan, ide, menceritakan keluhan yang berkaitan dengan pekerjaan, dll. Situasi kerja yang dirasa tidak kondusif ini dinilai dapat mempengaruhi etos kerja karyawan yang dalam hal ini adalah kinerja.

Selain dari segi kepemimpinan dan iklim organisasi, penulis mengindikasi penurunan omzet penjualan yang terjadi pada MKP disebabkan oleh beberapa faktor-faktor lain atau faktor eksternal yang berasal dari luar perusahaan, seperti munculnya banyak pesaing baru (competitor) dalam dunia industri NDT, adanya perubahan kebijakan atau tindakan baru dalam kebijaksanaan pemerintah, faktor kondisi nilai tukar (kurs) mata uang asing yang fluktuatif, serta faktor inflasi yang menyebabkan kenaikan pada bahan

produksi atau bahan baku produk sehingga mengakibatkan harga jual produk naik menjadi lebih tinggi.

Bertitik tolak dari latar belakang di atas, kondisi ini dapat dicegah bilamana sinergi yang tercipta antara kepemimpinan dan iklim organisasi dapat berjalan dengan harmoni sehingga dapat berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan yang dihasilkan.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh kepemimpinan terhadap kinerja karyawan di perusahaan PT. Multi Kharisma Perkasa, pengaruh iklim organisasi terhadap kinerja karyawan di perusahaan PT. Multi Kharisma Perkasa, dan pengaruh kepemimpinan dan iklim organisasi secara bersama-sama terhadap kinerja karyawan di perusahaan PT. Multi Kharisma Perkasa.

ACUAN TEORI Kinerja

Istilah kinerja berasal dari kata Job Performance atau Actual Performance (prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang). Kemampuan seseorang merupakan ukuran pertama dalam meningkatkan kinerja yang ditunjukkan dari hasil kerjanya. Kinerja karyawan merupakan cara bagi pimpinan (manajer) untuk memastikan bahwa aktivitas pegawai dan output yang dihasilkan sinergi dengan tujuan organisasi atau perusahaan. Moeheriono (2012:95, as cited in Abdullah, 2016:3)

Page 105: Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April

Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April 2019 ISSN 2656-3576

101

mengatakan bahwa kinerja atau performance merupakan gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu program kegiatan atau kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi, dan misi organisasi yang dituangkan melalui perencanaan strategis suatu organisasi. Sedangkan menurut Abdullah (2016:3) apabila dilihat dari asal katanya, kinerja adalah terjemahan dari performance yang berarti hasil kerja atau prestasi kerja. Dalam pengertian yang sederhana, kinerja adalah hasil dari pekerjaan organisasi yang dikerjakan oleh karyawan dengan sebaik-baiknya sesuai dengan petunjuk (manual), arahan yang diberikan oleh pimpinan (manajer), serta kompetensi dan kemampuan karyawan mengembangkan nalarnya dalam bekerja. Berdasarkan beberapa pendapat dari para ahli di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa kinerja merupakan hasil kerja yang dicapai karyawan dalam melaksanakan pekerjaannya sesuai dengan tugas dan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.

Gibson, dkk (2010, as cited in Priansa, 2017:50) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja pegawai yaitu:

1) Variabel individu, terdiri dari: Kemampuan dan keterampilan: mental ataupun fisik. Latar belakang: keluarga, tingkat

sosial dan pengalaman. Demografi: umur, asal-usul, dan jenis kelamin.

2) Variabel psikologis, terdiri dari: persepsi, sikap, kepribadian, belajar, dan motivasi.

3) Variabel organisasional, terdiri dari: sumber daya, kepemimpinan, imbalan, struktur, dan desain pekerjaan. Faktor-faktor yang

mempengaruhi kinerja pegawai menurut Mathis dan Jackson (2012, as cited in Priansa, 2017:50) antara lain:

1) Kemampuan Individual. Mencakup bakat, minat, dan faktor kepribadian. Tingkat keterampilan merupakan bahan mentah yang dimiliki oleh seseorang berupa pengetahuan, pemahaman, kemampuan, kecakapan interpersonal, dan kecakapan teknis.

2) Usaha yang Dicurahkan. Usaha yang dicurahkan bagi pegawai adalah ketika kerja, kehadiran, dan motivasinya. Tingkat usahanya merupakan gambaran motivasi yang diperlihatkan pegawai untuk menyelesaikan pekerjaan dengan baik. Oleh karena itu, jika pegawai memiliki tingkat keterampilan untuk mengerjakan pekerjaan, Ia tidak akan bekerja dengan baik jika hanya sedikit upaya.

Page 106: Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April

Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April 2019 ISSN 2656-3576

102

Hal ini berkaitan dengan perbedaan antara tingkat keterampilan dan tingkat upaya. Tingkat keterampilan merupakan cerminan dari kemampuan yang dilakukan, sedangkan tingkat upaya merupakan cermin dari sesuatu yang dilakukan.

3) Lingkungan Organisasional. Di lingkungan organisasional, perusahaan menyediakan fasilitas bagi pegawai yang meliputi pelatihan dan pengembangan peralatan, teknologi, dan manajemen. Pekerjaan seseorang tidak

akan tampak hasilnya jika tidak dilakukan suatu penilaian. Artinya perlu adanya usaha untuk menilai hasil atau perilaku kerja karyawan sehingga akan dapat diketahui apakah karyawan sudah melakukan pekerjaan secara baik dan benar atau belum. Kasmir (2016:184) mengemukakan bahwa penilaian kinerja merupakan suatu sistem yang dilakukan secara periodik untuk meninjau dan mengevaluasi kinerja individu. Penilaian kinerja merupakan suatu pedoman yang diharapkan dapat menunjukkan prestasi kerja para karyawan secara rutin dan teratur sehingga dapat memberikan manfaat bagi pemberian kompensasi dan pengembangan karier karyawan.

Kinerja pegawai pada dasarnya diukur sesuai dengan kepentingan perusahaan dan

mempertimbangkan pegawai yang dinilainya. Mondy, dkk (1999, as cited in Priansa, 2017:54-55) mengemukakan bahwa pengukuran kinerja dapat dilakukan dengan menggunakan dimensi sebagai berikut:

1) Kuantitas Pekerjaan (Quantity of Work), berkaitan dengan volume pekerjaan dan produktivitas kerja yang dihasilkan oleh pegawai dalam kurun waktu tertentu.

2) Kualitas Pekerjaan (Quality of Work), berkaitan dengan pertimbangan ketelitian, presisi, kerapian, dan kelengkapan dalam menangani tugas-tugas yang ada di perusahaan.

3) Kemandirian (Dependability), berkenaan dengan pertimbangan derajat kemampuan pegawai untuk bekerja dan mengemban tugas secara mandiri dengan meminimalisasi kedalaman komitmen yang dimiliki oleh pegawai.

4) Inisiatif (Initiative), berkenaan dengan pertimbangan kemandirian, fleksibilitas berpikir, dan kesediaan untuk menerima tanggung jawab.

5) Adaptabilitas (Adaptability), berkenaan dengan kemampuan untuk bereaksi terhadap mengubah

Page 107: Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April

Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April 2019 ISSN 2656-3576

103

kebutuhan dan kondisi-kondisi.

6) Kerja Sama (Cooperation), berkaitan dengan pertimbangan kemampuan untuk bekerja sama dengan orang lain.

Kepemimpinan

Dalam suatu organisasi, faktor kepemimpinan memegang peranan yang penting karena pemimpin itulah yang akan menggerakkan dan mengarahkan organisasi dalam mencapai tujuan, dan sekaligus merupakan tugas yang tidak mudah. Tidak mudah, karena harus memahami setiap perilaku bawahan yang berbeda-beda. Bawahan dipengaruhi sedemikian rupa sehingga bisa memberikan pengabdian dan partisipasinya kepada organisasi secara efektif dan efisien. Dengan kata lain, bahwa sukses tidaknya usaha pencapaian tujuan organisasi ditentukan oleh kualitas kepemimpinan.

Kepemimpinan adalah kemampuan untuk memengaruhi pihak lain melalui komunikasi, baik langsung maupun tidak langsung dengan maksud untuk menggerakkan orang-orang agar dengan penuh pengertian, kesadaran, dan senang hati bersedia mengikuti kehendak pimpinan itu (Sutrisno, 2016:214).

Sedangkan Kartono (2015:153, as cited in Suwatno dan Priansa, 2016:140) mengemukakan bahwa kepemimpinan adalah kemampuan untuk memberikan

pengaruh yang konstruktif kepada orang lain untuk melakukan satu usaha kooperatif mencapai tujuan yang sudah direncanakan.

Berdasarkan beberapa pendapat dari para ahli di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa kepemimpinan merupakan kemampuan seseorang untuk mempengaruhi pihak lain, bawahan, atau kelompok sehingga mampu menggerakkan orang-orang untuk bersedia melakukan apa yang dikehendakinya demi mencapai tujuan yang telah ditentukan.

Fungsi kepemimpinan berhubungan dengan situasi sosial dalam kehidupan kelompok atau organisasi dimana fungsi kepemimpinan harus diwujudkan dalam interaksi antar individu. Menurut Rivai (as cited in Wijayanti, 2012:28-29) secara operasional fungsi pokok kepemimpinan dapat dibedakan sebagai berikut:

1) Fungsi Insruktif. Fungsi ini bersifat komunikasi satu arah. Pemimpin sebagai komunikator merupakan pihak yang menentukan apa, bagaimana, bilamana, dan di mana perintah itu dikerjakan agar keputusan dapat dilaksanakan secara efektif. Kepemimpinan yang efektif memerlukan kemampuan untuk menggerakkan dan memotivasi orang lain agar mau melaksanakan perintah.

2) Fungsi Konsultatif. Fungsi ini bersifat komunikasi dua

Page 108: Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April

Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April 2019 ISSN 2656-3576

104

arah. Konsultasi itu dimaksudkan untuk memperoleh masukan berupa umpan balik untuk memperbaiki dan menyempurnakan keputusan-keputusan yang telah ditetapkan dan dilaksanakan. Dengan menjalankan fungsi konsultatif dapat diharapkan keputusan-keputusan pimpinan akan mendapat dukungan dan lebih mudah menginstruksikannya sehingga kepemimpinan berlangsung efektif.

3) Fungsi Partisipasi. Dalam menjalankan fungsi ini pemimpin mengaktifkan orang-orang yang dipimpinnya, baik dalam keikutsertaan mengambil keputusan maupun dalam melaksanakannya. Partisipasi tidak berarti bebas berbuat semaunya, tetapi dilakukan secara terkendali dan terarah berupa kerja sama dengan tidak mencampuri atau mengambil tugas pokok orang lain. Keikutsertaan pemimpin harus tetap dalam fungsi sebagai pemimpin dan bukan pelaksana.

4) Fungsi Delegasi. Fungsi ini dilaksanakan dengan memberikan pelimpahan wewenang membuat atau menetapkan keputusan,

baik melalui persetujuan maupun tanpa persetujuan dari pimpinan. Fungsi delegasi pada dasarnya berarti kepercayaan. Orang-orang penerima delegasi itu harus diyakini merupakan pembantu pemimpin yang mempunyai kesamaan prinsip, persepsi, dan aspirasi.

5) Fungsi Pengendalian. Fungsi pengendalian bermaksud bahwa kepemimpinan yang sukses atau efektif mampu mengatur aktivitas anggotanya secara terarah atau dalam koordinasi yang efektif sehingga memungkinkan terciptanya tujuan bersama secara maksimal. Fungsi pengendalian ini dapat diwujudkan melalui kegiatan bimbingan, pengarahan, koordinasi, dan pengawasan. Suwatno dan Priansa

(2016:156-157) mengemukakan tentang tipe-tipe kepemimpinan sebagai berikut:

1) Kepemimpinan Pribadi (Personal Leadership). Dalam tipe ini pimpinan mengadakan hubungan langsung dengan bawahannya, sehingga timbul hubungan pribadi yang intim.

2) Kepemimpinan Non-Pribadi (Non-Personal Leadership). Dalam tipe ini pimpinan

Page 109: Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April

Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April 2019 ISSN 2656-3576

105

tidak mengadakan hubungan langsung dengan bawahannya, sehingga antara atasan dan bawahan tidak timbul kontak pribadi. Hubungan antara pimpinan dengan bawahannya melalui perencanaan dan instruksi-instruksi tertulis.

3) Kepemimpinan Otoriter (Authoritarian Leadership). Dalam tipe ini pimpinan memperlakukan bawahannya secara sewenang-wenang, karena menganggap dirinya adalah orang paling berkuasa. Bawahan digerakkan dengan jalan paksa, sehingga para pekerja dalam melakukan pekerjaannya bukan karena ikhlas, melainkan karena rasa takut.

4) Kepemimpinan Kebapakan (Paternal Leadership). Dalam tipe ini pimpinan memperlakukan bawahannya seperti anak sendiri, sehingga para bawahannya tidak berani mengambil keputusan. Semua urusan diserahkan kepada pimpinan untuk diselesaikannya.

5) Kepemimpinan Demokratis (Democratic Leadership). Dalam tipe ini pimpinan selalu mengadakan musyawarah dengan para bawahannya untuk menyelesaikan pekerjaan-pekerjaannya, sehingga para

bawahannya merasa dihargai baik pikiran dan pendapat mereka. Dengan demikian para bawahan dalam melakukan pekerjaannya bukan karena rasa paksaan, tetapi karena rasa tanggung jawab yang timbul karena kesadaran atas tugas-tugasnya.

6) Kepemimpinan Bakat (Indigenous Leadership). Dalam tipe ini pimpinan dapat menggerakkan bawahannya karena mempunyai bakat untuk itu, sehingga para bawahan dapat merasa senang dalam mengikutinya, jadi tipe ini lahir karena pembawaan sejak lahir yang selah-olah ditakdirkan untuk memimpin dan diikuti oleh orang lain.

Iklim Organisasi

Istilah iklim organisasi (organizational climate) pertama kalinya dipakai oleh Kurt Lewin pada tahun 1930-an, yang menggunakan istilah iklim psikologi (psychological climate). Kemudian istilah iklim organisasi dipakai oleh R. Tagiuri dan G. Litwin. Wirawan (2007:121) mengemukakan sejumlah istilah untuk melukiskan perilaku dalam hubungan dengan latar atau tempat (setting) di mana perilaku muncul: lingkungan (environment), lingkungan pergaulan (milieu), budaya (culture), suasana (atmosphere), situasi (situation),

Page 110: Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April

Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April 2019 ISSN 2656-3576

106

pola lapangan (field setting), pola perilaku (behavior setting), dan kondisi (condition).

Iklim organisasi merupakan faktor penting yang menentukan kehidupan suatu organisasi. Seperti yang dikemukakan oleh Gibson, dkk (2000, as cited in Wirawan, 2007:122) bahwa iklim organisasi adalah sifat lingkungan kerja atau lingkungan psikologis dalam organisasi yang dirasakan oleh para pekerja atau anggota organisasi dan dianggap dapat mempengaruhi sikap dan perilaku pekerja terhadap pekerjaannya.

Sedangkan menurut Wirawan (2007:122) iklim organisasi adalah persepsi anggota organisasi (secara individual dan kelompok) dan mereka yang secara tetap berhubungan dengan organisasi (misalnya pemasok, konsumen, konsultan, dan kontraktor) mengenai apa yang ada atau terjadi di lingkungan internal organisasi secara rutin yang memengaruhi sikap dan perilaku organisasi dan kinerja anggota organisasi yang kemudian menentukan kinerja organisasi.

Berdasarkan beberapa pendapat para ahli di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa iklim organisasi merupakan sifat lingkungan kerja atau lingkungan psikologis di dalam suatu organisasi yang dirasakan oleh para pekerja atau anggota organisasi yang dianggap dapat mempengaruhi sikap dan perilaku pekerja terhadap pekerjaannya.

Stringer (2002, as cited in Wirawan, 2007:131-133) menyebutkan bahwa karakteristik atau dimensi iklim organisasi mempengaruhi motivasi anggota organisasi untuk berperilaku tertentu. Ia juga mengatakan bahwa untuk mengukur iklim organisasi terdapat enam dimensi yang diperlukan yaitu:

1) Struktur. Struktur (structure) merefleksikan perasaan bahwa karyawan diorganisasi dengan baik dan mempunyai definisi yang jelas mengenai peran dan tanggung jawab mereka. Meliputi posisi karyawan dalam perusahaan.

2) Standar-standar. Standar-standar (standards) mengukur perasaan tekanan untuk meningkatkan kinerja dan derajat kebanggaan yang dimiliki oleh karyawan dalam melakukan pekerjaannya dengan baik. Meliputi kondisi kerja yang dialami karyawan dalam perusahaan.

3) Tanggung Jawab. Tanggung jawab (responsibility) merefleksikan perasaan karyawan bahwa mereka menjadi “pimpinan diri sendiri” dan tidak pernah meminta pendapat mengenai keputusannya dari orang lain. Meliputi

Page 111: Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April

Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April 2019 ISSN 2656-3576

107

kemandirian dalam menyelesaikan pekerjaan.

4) Penghargaan. Penghargaan (recognition) merefleksikan perasaan karyawan diberi imbalan yang layak setelah mereka menyelesaikan pekerjaannya dengan baik. Meliputi imbalan atau upah yang diterima karyawan setelah menyelesaikan pekerjaan.

5) Dukungan. Dukungan (support) merefleksikan perasaan karyawan mengenai kepercayaan dan saling mendukung yang berlaku di kelompok kerja. Meliputi hubungan dengan rekan kerja yang lain.

6) Komitmen. Komitmen (commitment) merefleksikan perasaan kebanggaan dan komitmen anggota sebagai anggota organisasi. Meliputi pemahaman karyawan mengenai tujuan yang ingin dicapai oleh perusahaan.

Kerangka Pemikiran

Kegiatan usaha PT. Multi Kharisma Perkasa bergantung kepada kualitas sumber daya manusia (karyawan) yang dimiliki, karena kualitas sumber daya manusia merupakan ujung tombak dan salah satu kunci utama dalam keberhasilan usaha. Pengembangan kinerja karyawan MKP merupakan langkah prioritas yang harus mendapat perhatian utama dalam kaitannya dengan upaya mendukung keberhasilan usaha. Penerapan gaya kepemimpinan dan peningkatan iklim organisasi merupakan suatu alternatif yang dapat mendorong peningkatan kinerja yang lebih baik.

Berdasarkan hal tersebut di atas, maka penelitian ini memusatkan perhatian terhadap kepemimpinan dan iklim organisasi sebagai komponen penentu dalam peningkatan kinerja karyawan yang digambarkan dengan bagan kerangka pemikiran sebagai berikut:

Gambar 1. Kerangka Pemikiran

Berdasarkan rumusan masalah, kajian pustaka, dan kerangka pemikiran di atas, maka

peneliti mengajukan beberapa hipotesis dalam penelitian ini sebagai berikut:

Page 112: Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April

Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April 2019 ISSN 2656-3576

108

• H1 : Kepemimpinan berpengaruh terhadap Kinerja Karyawan pada PT. Multi Kharisma Perkasa.

• H2 : Iklim Organisasi berpengaruh terhadap Kinerja Karyawan pada PT.Multi Kharisma Perkasa.

• H3 : Kepemimpinan dan Iklim Organisasi secara bersama-sama berpengaruh terhadap Kinerja Karyawan pada PT. Multi Kharisma Perkasa.

METODE

Lingkup objek penelitian yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah kepemimpinan dan iklim organisasi terhadap kinerja karyawan. Adapun perusahaan yang dijadikan objek penelitian adalah PT. Multi Kharisma Perkasa yang beralamat di Jalan K.H. Abdullah Syafi’Ie No. 3 Jakarta.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif dengan desain sebagai penelitian survei deskriptif asosiatif, yaitu melihat pada satu kelompok yang diteliti, hubungan antara peubah secara mendalam, mendetail dan komprehensif.

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh karyawan PT. Multi Kharisma Perkasa yang berjumlah 40 orang. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik non-probability sampling yaitu sampling jenuh atau sering disebut dengan total population sampling. Dengan demikian jumlah sampel dalam penelitian ini adalah

seluruh karyawan PT. Multi Kharisma Perkasa yang berjumlah 40 orang.

Uji validitas dalam penelitian ini dilakukan dengan cara membandingkan nilai rhitung

(Corrected Item-Total Correlation) dan nilai rtabel dengan ketentuan untuk degree of freedom (df) pada df = n - 2, dimana n merupakan jumlah sampel. Apabila nilai rhitung > rtabel maka dipastikan bahwa instrumen yang digunakan adalah valid. Pengujian reliabilitas instrumen dalam penelitian ini menggunakan Teknik Analisis Cronbach’s Alpha. Apabila nilai uji Cronbach’s Alpha yang diperoleh lebih besar dari 0,60 maka dapat disimpulkan bahwa instrumen yang digunakan reliabel. Program yang digunakan untuk penyelesaiannya adalah aplikasi program software komputer SPSS (Statistical Package for Social Sciences).

Dalam penelitian ini teknik analisis data yang digunakan adalah Analisis Regresi Linier Berganda (Multiple Linear Regression). Analisis linier berganda digunakan untuk mengukur pengaruh variabel independen yang lebih dari satu variabel terhadap variabel dependen. Teknik analisis linier berganda yang digunakan dalam penelitian ini yaitu untuk mengukur pengaruh kepemimpinan, iklim organisasi terhadap kinerja karyawan.

Penelitian yang menggunakan alat analisis regresi linier berganda harus mengenali asumsi-asumsi yang mendasarinya.

Page 113: Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April

Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April 2019 ISSN 2656-3576

109

Jika asumsi-asumsi ini tidak terpenuhi, hasil analisis mungkin berbeda dari kenyataan. Dalam hal ini uji asumsi klasik yang digunakan adalah uji normalitas, uji multikolinearitas, dan uji heteroskedastisitas.

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah sampel yang digunakan mempunyai distribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah model regresi yang memiliki distribusi normal sehingga layak dilakukan pengujian secara statistik. Dalam penelitian ini pengujian normalitas data yang dilakukan menggunakan Uji Statistik Non-Parametrik Kolmogorov-Smirnov (Statistic Non-Parametric Kolmogorov-Smirnov). Menurut Santoso (2012:393) dasar pengambilan keputusan dapat dilakukan berdasarkan nilai probabilitas (Asymptotic Significance) yaitu: Jika nilai probabilitas > 0,05 maka distribusi dari model regresi adalah normal. Sedangkan, jika nilai probabilitas < 0,05 maka distribusi dari model regresi adalah tidak normal.

Multikolinearitas adalah hubungan linier sempurna atau pasti diantara beberapa atau semua variabel independen dari model regresi. Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah pada sebuah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independen. Jika terjadi korelasi maka dinamakan terdapat problem multikolinearitas. Model regresi yang baik seharusnya tidak

terjadi korelasi di antara variabel independen. Uji multikorelasi dilakukan dengan melihat nilai Tolerance dan VIF (Variance Inflation Factor) dari masing-masing variabel independen. Jika nilai Tolerance lebih besar dari 0,10 dan nilai VIF lebih kecil dari 10,00 maka model regresi dinyatakan tidak terjadi gejala multikorelasi (Suliyanto, 2011:90).

Heteroskedastisitas mempunyai arti bahwa ada varian variabel pada model regresi yang tidak sama (konstan). Sebaliknya jika varian variabel pada model regresi memiliki nilai yang sama (konstan) maka disebut dengan homoskedastisitas. Dalam model regresi diharapkan akan diperoleh homoskedastisitas. Menurut Qudratullah (2013:192) selain uji tersebut di atas, heteroskedastisitas dalam data dapat dideteksi lebih akurat menggunakan uji hipotesis. Uji heteroskedastisitas yang paling sederhana dilakukan yaitu dengan menggunakan Uji Korelasi Rank Spearman.

Uji hipotesis merupakan dugaan atas jawaban sementara mengenai suatu masalah yang masih perlu diuji secara empiris. Menurut Sugiyono (2016:385) tujuan dari diujinya hipotesis adalah untuk menentukan apakah suatu hipotesis diterima atau ditolak. Pengujian hipotesis dalam penelitian ini dilakukan dengan cara sebagai berikut:

1) Uji Hipotesis Parsial (Uji t). Uji t adalah suatu uji yang

Page 114: Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April

Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April 2019 ISSN 2656-3576

110

digunakan untuk mengetahui tingkat signifikansi dari masing-masing koefisien variabel independen (kepemimpinan dan iklim organisasi) secara parsial (individu) terhadap variabel dependen (kinerja karyawan). Hasil Uji t dapat dilihat pada output Coefficients dari hasil analisis regresi linier berganda. Kriteria pengujian dan pengambilan keputusan Uji t adalah sebagai berikut: Jika nilai thitung > ttabel maka Ho ditolak dan Ha diterima. Ha

diterima mempunyai arti bahwa variabel independen mempunyai pengaruh signifikan terhadap variabel dependen yang diteliti. Sedangkan, jika nilai thitung < ttabel maka Ho diterima dan Ha ditolak. Ho diterima mempunyai arti bahwa variabel independen tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen yang diteliti.

2) Uji Hipotesis Simultan (Uji F). Pengujian hipotesis simultan dengan menggunakan Uji F dilakukan untuk mengetahui apakah variabel independen secara simultan atau bersama-sama berpengaruh terhadap variabel dependen. Hasil Uji F dapat dilihat pada output ANOVA dari hasil analisis regresi linier berganda. Kriteria

pengujian dan pengambilan keputusan Uji F adalah sebagai berikut: Jika nilai Fhitung > Ftabel atau nilai probabilitas F kurang dari 0,05 maka Ho ditolak dan Ha diterima. Ha diterima mempunyai arti bahwa variabel independen secara simultan atau bersama-sama mempunyai pengaruh terhadap variabel dependen. Sedangkan, jika nilai Fhitung < Ftabel atau nilai probabilitas F lebih dari 0,05 maka Ho diterima dan Ha ditolak. Ho diterima mempunyai arti bahwa variabel independen secara simultan atau bersama-sama tidak mempunyai pengaruh terhadap variabel dependen. Berdasarkan perhitungan

koefisien korelasi, maka dapat dihitung koefisien determinasi yang digunakan untuk menjelaskan seberapa besar pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen yang merupakan hasil pangkat dua dari koefisien korelasi. Koefisien determinasi adalah suatu ukuran kesesuaian garis regresi sampel terhadap data yang digunakan untuk melihat besarnya pengaruh kepemimpinan (X1) dan iklim organisasi (X2) terhadap kinerja karyawan (Y) dan dinyatakan dalam bentuk persentase (%).

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Objek Penelitian

Page 115: Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April

Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April 2019 ISSN 2656-3576

111

PT. Multi Kharisma Perkasa adalah perusahaan yang begerak sebagai distributor alat-alat NDT (Non Destructive Testing) hanya khusus di wilayah Indonesia. MKP didirikan pada tanggal 30 Maret 1994 sesuai dengan akta pendiriannya No. 96 di Jakarta. Awalnya PT. Multi Kharisma Perkasa atau yang biasa disebut MKP bergerak di bidang usaha sebagai penyedia barang dan jasa pengadaan pemerintah. Kegiatan ini hanya dapat berlangsung selama 2 (dua) tahun yang kemudian MKP mulai melirik NDT sebagai pangsa pasarnya yang baru. Manajemen memutuskan untuk memilih melakukan penjualan produk atau alat-alat NDT dibanding sebagai penyedia jasa atau inspeksi dengan pertimbangan investasi terhadap sumber daya manusia (SDM) berupa pelatihan tenaga ahli lebih memakan biaya yang lebih besar.

Sejak tahun 1996 MKP mulai mencari supplier dari luar negeri untuk diajak bekerja sama melakukan penjualan produk NDT khusus di wilayah Indonesia. Syarat dari principal yang memberlakukan bahwa exclusive agent di suatu negara hanya boleh ada satu perwakilan atau satu agen saja, hal tersebut membuat MKP semakin gencar mencari produk terbaik. MKP berhasil menjalin kerja sama dengan KRAUTKRAMMER, perusahaan penjual produk NDT dari negara Jerman yang namanya sudah cukup terkenal di kalangan pekerja inspeksi. Sejak memegang keagenan

untuk produk Krautkrammer, MKP dapat dengan mudah melakukan penjualan ke perusahaan-perusahaan inspeksi, pabrikasi, pemerintahan ataupun langsung ke end user karena kebanyakan dari mereka sudah familiar dengan produk tersebut. Selain Krautkrammer yang merupakan spesialis produk NDT metode Ultrasonik, MKP juga berhasil memegang keagenan dari beberapa brand lainnya seperti GAMMATEC (metode Radiography), PRUFTECHNIK (metode Eddy Current System), serta menjadi reseller untuk produk-produk NDT lainnya.

Pada awal tahun 2004, Krautkrammer diakuisisi oleh GE (General Electric) yang merupakan market leader skala internasional di industri NDT. Akuisisi ini mengakibatkan masalah yang sangat serius, karena dengan demikian keagenan Krautkrammer yang dipegang MKP otomatis berhenti. Pembelian produk Krautkrammer hanya dapat dilakukan MKP sebagai reseller ke negara yang ditunjuk GE sebagai agen representatifnya. Ketidak untungan yang diperoleh MKP dengan pemberlakuan sistem reseller ini adalah harga beli MKP untuk produk Krautkrammer menjadi lebih mahal, dan siapa pun dapat dengan bebas membeli langsung ke Krautkrammer tanpa melalui agen lokal di Indonesia sebagai perantara. Hal ini terus berlangsung hingga pada tahun 2008 GE menunjuk salah satu perusahaan lokal di Indonesia yang

Page 116: Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April

Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April 2019 ISSN 2656-3576

112

merupakan competitor MKP sebagai distributor tunggalnya. Sejak adanya penunjukkan tersebut, kesempatan MKP untuk mendistribusikan produk Krautkrammer sudah hilang, yang mana Krautkrammer sebelumnya merupakan pemasukan terbesar di MKP.

Melihat situasi ini manajemen mulai melakukan usaha pencarian supplier baru untuk produk NDT lain, hingga akhirnya MKP berhasil mendapatkan keagenan tunggal untuk produk NDT dengan brand SONATEST yang merupakan perusahaan NDT spesialis UT dari negara Inggris. Dalam memperkenalkan produk Sonatest kepada para pelanggan

yang sudah terbiasa menggunakan Krautkrammer, hal tersebut tentu menjadi tantangan sendiri bagi para sales atau marketing MKP yang tentunya proses ini membutuhkan waktu dan ketekunan. Usaha tersebut membuahkan hasil yang cukup baik hingga saat ini. Validitas dan Reliabilitas

Uji validitas yang digunakan dalam penelitian ini memiliki jumlah sampel sebanyak 40 orang dengan tingkat signifikansi (α) = 0,05 sehingga dapat diketahui nilai rtabel sebesar 0,320. Berikut adalah hasil uji validitas dari masing-masing variabel penelitian yang dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 1. Hasil Uji Validitas Kepemimpinan

Berdasarkan hasil uji

validitas kepemimpinan pada data Tabel di atas, menunjukkan bahwa 18 butir instrumen pada variabel

Page 117: Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April

Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April 2019 ISSN 2656-3576

113

kepemimpinan secara keseluruhan dinyatakan valid, karena seluruh

butir instrumen memperoleh nilai rhitung > nilai rtabel 0,320.

Tabel 2. Hasil Uji Validitas Iklim Organisasi

Berdasarkan hasil uji

validitas iklim organisasi pada data Tabel di atas, menunjukkan bahwa 18 butir instrumen pada variabel

iklim organisasi secara keseluruhan dinyatakan valid, karena seluruh butir instrumen memperoleh nilai rhitung > nilai rtabel 0,320.

Page 118: Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April

Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April 2019 ISSN 2656-3576

114

Tabel 3. Hasil Uji Validitas Kinerja

Berdasarkan hasil uji

validitas kinerja karyawan pada data Tabel 4.7 di atas, menunjukkan bahwa 20 butir instrumen pada variabel kinerja karyawan secara keseluruhan dinyatakan valid, karena seluruh butir instrumen memperoleh nilai rhitung > nilai rtabel 0,320.

Uji reliabilitas yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis Cronbach’s Alpha. Suatu kuesioner dikatakan reliabel jika nilai Cronbach’s Alpha yang diperoleh > 0,60. Hasil uji reliabilitas variabel kepemimpinan memperoleh nilai Cronbach’s Alpha sebesar 0,886 dari total item 18. Nilai Cronbach’s Alpha 0,886 > 0,60. Hasil uji reliabilitas

variabel iklim organisasi memperoleh nilai Cronbach’s Alpha sebesar 0,897 dari total item 18. Nilai Cronbach’s Alpha 0,897 > 0,60. Hasil uji reliabilitas variabel kinerja karyawan memperoleh nilai Cronbach’s Alpha sebesar 0,873 dari total item 20. Nilai Cronbach’s Alpha 0,873 > 0,60. Maka dapat disimpulkan secara keseluruhan butir pernyataan pada instrumen adalah reliabel. Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk mendeteksi apakah distribusi data variabel independen dan variabel dependen adalah normal. Hasil uji normalitas dapat dilihat pada tabel berikut:

Page 119: Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April

Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April 2019 ISSN 2656-3576

115

Tabel 4. Hasil Uji Normalitas

Berdasarkan hasil output

data Tabel 4.11 di atas, menunjukkan bahwa nilai signifikansi yang diperoleh adalah sebesar 0,200 > 0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa data penelitian pada model regresi berdistribusi normal dan telah memenuhi asumsi normalitas. Uji Multikolinearitas

Uji Multikolinearitas digunakan untuk menguji apakah dalam model regresi ditemukan adanya korelasi antara variabel independen. Hasil uji multikolinearitas dapat dilihat dari nilai Tolerance dan nilai Variance Inflation Factor (VIF). Jika nilai Tolerance > 0,10 dan nilai VIF < 10,00 maka tidak terjadi multikolinearitas. Hasil uji multikolinearitas dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 5. Uji Multikolinearitas

Page 120: Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April

Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April 2019 ISSN 2656-3576

116

Berdasarkan hasil output data Tabel 4.12 di atas, menunjukkan bahwa nilai Tolerance variabel kepemimpinan (X1) dan iklim organisasi (X2) yang diperoleh yaitu sebesar 0,327 > 0,10. Sedangkan nilai VIF variabel kepemimpinan (X1) dan iklim organisasi (X2) yang diperoleh yaitu sebesar 3,059 < 10,00. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat masalah atau gejala multikolinearitas. Uji Heteroskedastisitas

Uji Heteroskedastisitas digunakan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Metode uji heteroskedastisitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah Uji Koefisien Korelasi Rank Spearman yaitu mengkorelasikan antara absolut residual hasil regresi dengan semua variabel independen. Jika nilai signifikansi yang dihasilkan > 0,05 maka dapat dikatakan bahwa tidak terdapat masalah atau gejala heteroskedastisitas.

Tabel 6. Uji Heteroskedastisitas

Berdasarkan hasil output

data tabel di atas, diperoleh nilai signifikansi untuk variabel kepemimpinan (X1) adalah sebesar 0,440 dan variabel iklim organisasi (X2) adalah sebesar 0,963. Karena nilai signifikansi kedua variabel independen > 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat

masalah atau gejala heteroskedastisitas.

Analisis Regresi Linier Berganda

Analisis regresi linier berganda (Multiple Linear Regression) digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel independen kepemimpinan (X1) dan iklim organisasi (X2) terhadap

Page 121: Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April

Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April 2019 ISSN 2656-3576

117

variabel dependen kinerja karyawan (Y).

Tabel 7. Hasil Analisis regresi linier berganda

Berdasarkan hasil analisis

regresi linier berganda pada data Tabel 4.14 di atas, dapat diperoleh persamaan regresi sebagai berikut: Y = a + β1X1 + β2X2 Y = 14,124 + 0,629X1 + 0,276X2 Dari hasil perolehan persamaan regresi di atas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

a) Konstanta (a) sebesar 14,124 artinya jika variabel kepemimpinan (X1) dan iklim organisasi (X2) adalah 0, maka kinerja karyawan nilainya adalah 14,124 dengan asumsi variabel-variabel lain yang dapat mempengaruhi kinerja karyawan dianggap tetap.

b) Koefisien regresi variabel kepemimpinan (β1) = 0,629 menyatakan bahwa setiap penambahan variabel

kepemimpinan sebesar 1 satuan, maka terjadi kenaikan kinerja karyawan PT. Multi Kharisma Perkasa, dengan asumsi yang bernilai tetap.

c) Koefisien regresi variabel iklim organisasi (β2) = 0,276 menyatakan bahwa setiap penambahan variabel iklim organisasi sebesar 1 satuan, maka terjadi kenaikan kinerja karyawan PT. Multi Kharisma Perkasa, dengan asumsi yang bernilai tetap.

Uji Hipotesis Simultan (Uji F)

Uji F digunakan untuk mengetahui apakah variabel independen secara bersama-sama atau simultan berpengaruh terhadap variabel dependen. Hasil Uji F dapat dilihat pada tabel berikut:

Page 122: Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April

Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April 2019 ISSN 2656-3576

118

Tabel 8. Hasil Uji F

Berdasarkan hasil output

data Tabel 4.15 di atas, diperoleh nilai Fhitung sebesar 52,043 dengan nilai Sig. sebesar 0,000. Hal ini menunjukkan bahwa nilai Fhitung 52,043 > nilai Ftabel 3,25 dan nilai Sig. 0,000 < 0,05. Dengan demikian H0 ditolak dan H3 diterima. Artinya variabel kepemimpinan dan iklim organisasi secara simultan atau bersama-sama berpengaruh terhadap variabel kinerja karyawan.

Uji Hipotesis Parsial (Uji t)

Uji t digunakan untuk mengetahui apakah variabel independen secara parsial (individu) berpengaruh terhadap variabel dependen. Uji t dilakukan dengan cara membandingkan nilai thitung dengan ttabel. Nilai ttabel dalam penelitian ini adalah sebesar 1,687. Apabila nilai thitung > ttabel maka H0 ditolak dan Ha diterima.

Tabel 9. Hasil Uji t

Berdasarkan hasil output

data Tabel di atas, diperoleh nilai thitung dari masing-masing variabel independen yang dapat diuraikan sebagai berikut:

1) Pengaruh Kepemimpinan (X1) terhadap Kinerja Karyawan (Y). Berdasarkan hasil Uji t dari data Tabel 4.16 di atas, diperoleh nilai

thitung sebesar 4,153 dengan nilai Sig. sebesar 0,000. Hal ini menunjukkan bahwa nilai thitung 4,153 > nilai ttabel 1,687 dan nilai Sig. 0,000 < 0,05. Dengan demikian H0 ditolak dan H1 diterima. Artinya variabel kepemimpinan secara parsial (individu) berpengaruh signifikan

Page 123: Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April

Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April 2019 ISSN 2656-3576

119

terhadap variabel kinerja karyawan.

2) Pengaruh Iklim Organisasi (X2) terhadap Kinerja Karyawan (Y). Berdasarkan hasil Uji t dari data Tabel 4.16 di atas, diperoleh nilai thitung sebesar 1,920 dengan nilai Sig. sebesar 0,063. Hal ini menunjukkan bahwa nilai thitung 1,920 > nilai ttabel 1,687. Pada tingkat kepercayaan 90% dengan taraf signifikansi (α) = 0,1 nilai Sig. 0,063 yang diperoleh adalah lebih kecil dari 0,1 (0,063 < 0,1). Dengan demikian H0 ditolak dan H2 diterima. Artinya variabel iklim

organisasi secara parsial (individu) berpengaruh signifikan terhadap variabel kinerja karyawan.

Analisis Koefisien Determinasi (R2)

Analisis koefisien determinasi (R2) bertujuan untuk mengukur seberapa jauh kemampuan variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen. Nilai koefisien determinasi adalah antara nol dan satu. Nilai yang mendekati satu berarti variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variabel dependen.

Tabel 10. Analisis koefisien determinasi (R2)

Berdasarkan hasil output

data Tabel 4.17 di atas, diketahui nilai koefisien determinasi (R2 atau R Square) adalah 0,738. Nilai 0,738 merupakan hasil pengkuadratan dari nilai koefisien korelasi (R). Besarnya angka R Square 0,738 sama dengan 73,8%. Angka tersebut memiliki arti bahwa kontribusi atau sumbangan pengaruh variabel kepemimpinan dan iklim organisasi terhadap variabel kinerja karyawan adalah sebesar 73,8%. Sedangkan sisanya 26,2% dipengaruhi atau dijelaskan oleh variabel lain di luar model

regresi ini atau variabel lain di luar penelitian.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka kesimpulan yang dapat diambil dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Kepemimpinan secara parsial (individu) berpengaruh signifikan terhadap Kinerja Karyawan di perusahaan PT. Multi Kharisma Perkasa.

Page 124: Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April

Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April 2019 ISSN 2656-3576

120

2) Iklim Organisasi secara parsial (individu) berpengaruh signifikan terhadap Kinerja Karyawan di perusahaan PT. Multi Kharisma Perkasa.

3) Kepemimpinan dan Iklim Organisasi secara simultan atau bersama-sama berpengaruh terhadap Kinerja Karyawan di perusahaan PT. Multi Kharisma Perkasa.

DAFTAR PUSTAKA Buku Abdullah, Ma’ruf. 2016. Manajemen

dan Evaluasi Kinerja Karyawan. Yogyakarta: Penerbit Aswaja Pressindo.

Kasmir. 2016. Manajemen Sumber Daya Manusia (Teori dan Praktik). Jakarta : Penerbit PT RajaGrafindo Persada.

Priansa, Donni Juni. 2017. Manajemen Kinerja Kepegawaian. Bandung : Penerbit CV Pustaka Setia.

Qudratullah, M. Farhan. 2013. Analisis Regresi Terapan: Teori, Contoh Kasus, dan Aplikasi dengan SPSS. Yogyakarta : Penerbit Andi Publisher.

Sugiyono. 2017. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Kombinasi (Mixed Methods. Bandung : Penerbit Alfabeta.

Sujarweni, V. Wiratna. 2014. Metodologi Penelitian. Yogyakarta : Penerbit Pustaka Baru Press.

Suliyanto. 2011. Ekonometrika Terapan: Teori dan Aplikasi dengan SPSS. Yogyakarta : Penerbit Andi Publisher.

Sutrisno, Edy. 2016. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta : Penerbit Kencana.

Suwatno, dan Priansa, Donni Juni. 2016. Manajemen SDM dalam Organisasi Publik dan Bisnis. Bandung : Penerbit Alfabeta.

Wirawan. 2007. Budaya dan Iklim Organisasi. Jakarta : Penerbit Salemba Empat.

Penelitian, Skripsi, Thesis: Amseke, Fredericksen Victoranto.

(2012). Iklim Organisasi dan Motivasi Kerja Sebagai Prediktor Terhadap Kepuasan Kerja Pegawai Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Nusa Tenggara Timur di Kupang. Thesis. Salatiga : Lembaga Penerbit Universitas Kristen Satya Wacana.

Sarman, Maria Gratia Prima. (2016). Pengaruh Kepemimpinan, Kompetensi, Motivasi, dan Kompensasi Terhadap Kinerja Pegawai Kantor Wilayah Kementrian Agama Provinsi Nusa Tenggara Timur. Skripsi. Yogyakarta : Lembaga Penerbit Universitas Sanata Dharma.

Page 125: Fokus: Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 1 No. 1 April