Upload
others
View
13
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
FORMULASI DAN UJI STABILITAS FISIKA-KIMIA
SEDIAAN GEL ETIL P-METOKSISINAMAT DARI
RIMPANG KENCUR (KAEMPFERIA GALANGA Linn.)
SKRIPSI
LULU ANNISA
1113102000017
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
SEPTEMBER 2017
ii
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
FORMULASI DAN UJI STABILITAS FISIKA-KIMIA
SEDIAAN GEL ETIL P-METOKSISINAMAT DARI
RIMPANG KENCUR (KAEMPFERIA GALANGA Linn.)
SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi
LULU ANNISA
1113102000017
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
SEPTEMBER 2017
iii
iv
v
vi
ABSTRAK
Nama : Lulu Annisa
NIM : 1113102000017
Program Studi : Farmasi
Judul Skripsi : Formulasi dan Uji Stabilitas Fisika-Kimia Sediaan Gel Etil p-
Metoksisinamat dari Rimpang Kencur (Kaempferia galanga
Linn.)
Kencur (kaempferia galanga Linn.) merupakan tanaman yang mengandung etil p-
metoksisinamat 80,05% dan memiliki aktivitas sebagai antiinflamasi . EPMS
diformulasikan dalam bentuk sediaan gel. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui sifat fisika-kimia sediaan gel EPMS. Kencur diekstraksi menggunakan
pelarut n-heksana, kemudian ekstrak cair dipekatkan menggunakan rotary
evaporator pada suhu 490C. Ekstrak kental yang didapatkan kemudian diisolasi
hingga didapatkan kristal EPMS. Kristal EPMS selanjutnya diuji kemurniannya
menggunakan metode KLT dengan eluen n-heksana : etil asetat (9:1) dan dianalisa
menggunakan GCMS. Kristal EPMS yang didapatkan dari hasil isolasi berwarna
putih, berbentuk kristal jarum, dan berbau aromatik khas lemah, dengan titik leleh
490C. Pada penelitian ini, dilakukan pengembangan berupa pembuatan sebanyak 3
formula sediaan gel dengan kandungan etil p-metoksisinamat. Masing-masing
formula dibedakan berdasarkan variasi konsentrasi Na alginat sebanyak 0,5%, 1%,
dan 1,5%. Evaluasi yang dilakukan terhadap stabilitas fisika dan kimia gel antara
lain uji organoleptis, pH, homogenitas, daya sebar, viskositas, dan penetapan kadar
EPMS. Uji stabilitas dilakukan pada suhu 27±20C dan suhu 40±20C selama 21 hari,
serta pengujian cycling test sebanyak 6 siklus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
masing-masing formula sediaan gel dengan kombinasi Na CMC dan Na alginat
sebagai basis dikatakan stabil pada suhu ruang, dan tidak stabil pada suhu tinggi
dikarenakan terjadi penurunan pada parameter uji berupa viskositas, dan terjadi
penaikan pada parameter uji daya sebar.
Kata kunci : EPMS, kencur (Kaempferia galanga Linn.), gel, stabilitas
fisika-kimia, cycling test
vii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ABSTRACT
Name : Lulu Annisa
NIM : 1113102000017
Major : Pharmacy
Title : Formulation and Physical-Chemical Stability Test of gel ethyl p-
methoxycinnamic from Kencur Rhizome (Kaempferia galanga Linn.).
Kencur (Kaempferia galanga Linn.) contain around 80,05% ethyl p-
methoxycinnamate which has anti-inflammatory activity. So far no gel preparation
of EPMC available. This study to prepare gel preparation. The purpose thorough to
evaluation physical and chemical characteristics. Kencur was extracted by using n-
hexane, and then the liquid extract was concentrated by using rotary evaporator at
temperature of 500C. Viscous extract was then isolated to obtain EPMC crystals. It
was then further tested for purity using TLC with eluent n-hexane : ethyl acetate
(9:1) and analyzed by using GCMS. EPMC crystals obtained from the isolated were
white, needle-shaped crystals, and had a distinctive romatic smell, with a melting
point of 490C. In this study, three kinds of formulas were developed to preparate a
gel containing ethyl p-methoxycinnamate with varying natrium alginate
concentrations which were of 0.5%, 1%, and 1.5%. To predict the physical and
chemical stability of the preparation, stability test was done with a few parameters
such as organoleptic, pH, homogenity, spreading ability, viscosity, and percentage
concentration of EPMC. In stability test, each formula is placed at temperature 27
± 20C and 40 ± 20C for 21 days. Besides that, cycling test was performed with
around 6 cycles. From the stability test, results showed that combination of Na
CMC and Na alginate as a base was stable at room temperature, and unstable at
high temperature due to decrease in the parameter of viscosity, and increase in
spreading ability test parameters.
Keywords : EPMC, kencur (Kaempferia galanga Linn.), gel, physical-chemical
stability, cycling test
viii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT,
yang telah memberikan nikmat sehat, iman, islam, rezeki kekuatan, petunjuk
rahmat serta kasih sayangNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Formulasi dan Uji Stabilitas Fisika-Kimia Sediaan Gel Etil p-
Metoksisinamat dari Rimpang Kencur (Kaempferia galanga Linn.)” bertujuan
untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penulis menyadari, penyusunan skripsi ini tidak akan selesai tanpa bantuan,
dukungan, bimbingan, dan doa dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis
mengucapkan banyak terima kasih kepada segenap yang telah ikut membantu
dalam penyelesaian skripsi ini. Terima kasih penulis sampaikan kepada:
1. Ibu Nelly Suryani, Ph.D., Apt., dan Ibu Ismiarni Komala, Ph.D., Apt. selaku
dosen pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, tenaga, saran,
dan dukungan kepada penulis selama ini.
2. Bapak Dr. Arief Sumantri, SKM, M.Kes., selaku Dekan Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Dr. Nurmeilis, M.Si., Apt., selaku Kepala Program Studi Farmasi dan Ibu
Nelly Suryani, Ph.D., Apt., selaku Sekretaris Program Studi Farmasi Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Bapak Hendri Aldrat, Ph.D., Apt., dan Ibu Via Rifkia, M.Farm selaku dewan
penguji yang telah memberikan bimbingan, dan saran dalam penelitian ini.
5. Seluruh dosen Farmasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah
membimbing serta memberikan ilmunya selama ini.
6. Kedua orang tua tercinta, Ayahanda Alm. H. Mumu Dahromu dan Ibunda
Almh. Hj. Maryati atas pengorbanan, kasih sayang, motivasi, moril, materil
serta doa yang telah Bapak dan Ibu berikan selama ini.
7. Kakakku tercinta Teh Rida, Teh Nita, A Tomi, A Kholik, Teh Tika yang telah
memberikan semangat, dukungan, motivasi, dan doa kepada penulis.
8. Mamah dan Papah (Hj. Rosdiana, Spd. dan H. Ir. Raden Junaedi Hidayat) yang
telah memberikan semangat, dukungan, motivasi, dan doa kepada penulis.
ix UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
9. Raden Reza Jiwanta atas perhatian, semangat, bantuan, dan kesediaannya
menemani penulis serta mendengarkan keluh kesah penulis selama ini.
10. Amel, Anggi, Bukhoriah, Sari, dan Tiara atas perjuangan, dukungan, motivasi
serta pertemanan yang begitu indah selama di bangku kuliah.
11. Luthfia Wikhdatul yang telah menemani, memberikan dukungan, dan motivasi
selama perkuliahan dan penulisan skripsi ini.
12. Fifi Nur, Manda, Sinthiya, Dara dan teman-teman Lab PBB atas perjuangan,
bantuan, dan semangatnya selama ini.
13. Kak Eris, Kak Rahmadi, Kak Walid, Kak Rani, dan laboran-laboran Farmasi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah banyak membantu penulis selama
penulis melakukan penelitian.
14. Teman-teman Farmasi 2013, khususnya Farmasi 2013 BD atas kebersamaan
dan tawa selama perkuliahan.
15. Seluruh pihak yang telah banyak membantu penulis dalam penelitian dan
penulisan skripsi baik secara langsung maupun tidak langsung.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dri sempurna dan banyak
kekurangan, namun harapan penulis semoga skripsi ini dapat beranfaat bagi
perkembangan ilmu pengetahuan. Akhir kata, penulis berharap Allah SWT
berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu penulis
dalam penelitian ini.
Ciputat, 22 September 2017
Penulis,
x UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK
Sebagai sivitas akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta, Saya yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : Lulu Annisa
NIM : 1113102000017
Program Studi : Farmasi
Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Jenis Karya : Skripsi
Demi perkembangan ilmu pengetahuan, Saya menyetujui skripsi/karya ilmiah
Saya, dengan judul:
FORMULASI DAN UJI STABILITAS FISIKA-KIMIA SEDIAAN GEL
ETIL P-METOKSISINAMAT DARI RIMPANG KENCUR (KAEMPFERIA
GALANGA LINN.)
Untuk dipublikasikan atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu Digital
Library Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
untuk kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang-Undang Hak Cipta.
Demikian pernyataan persetujuan publikasi karya ilmiah ini Saya buat dengan
sebenarnya.
Dibuat di : Ciputat
Pada Tanggal : 22 September 2017
Yang menyatakan,
(Lulu Annisa)
xi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ............................................................................................. ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ............................................... iii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................ iv
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................... v
ABSTRAK ............................................................................................................ vi
ABSTRACT ......................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ......................................................................................... viii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ....................... x
DAFTAR ISI ......................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xv
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xvii
BAB 1 PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ................................................................................................. 1
1.2. Rumusan Masalah ............................................................................................ 4
1.3. Tujuan Penelitian .............................................................................................. 4
1.4. Manfaat Penelitian ........................................................................................... 4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 5
2.1. Tumbuhan Kencur (Kaempferia galanga L.) ................................................... 5
2.1.1. Morfologi Tumbuhan ............................................................................. 5
2.1.2. Taksonomi Tumbuhan (USDA) ............................................................ 6
2.1.3. Habitat Tumbuh .................................................................................... 6
2.1.4. Kandungan Kimia .................................................................................. 7
2.1.5. Manfaat Tumbuhan Kencur .................................................................. 8
2.2. Isolasi Etil p-metoksisinamat ........................................................................... 9
2.3. Senyawa Etil p-metoksisinamat ....................................................................... 9
2.4. Simplisia ......................................................................................................... 10
xii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.5. Ekstraksi dan Ekstrak ..................................................................................... 11
2.6. Jenis Ekstraksi ............................................................................................... 12
2.7. Identifikasi...................................................................................................... 14
2.7.1. Kromatografi ....................................................................................... 14
2.8. Gel .................................................................................................................. 17
2.8.1. Kegunaan Gel ...................................................................................... 18
2.8.2. Kelebihan dan Kekurangan Gel ........................................................... 19
2.8.3. Sifat Gel ............................................................................................... 20
2.8.4. Basis Gel dan Faktor yang Mempengaruhi ......................................... 20
2.9. Stabilitas ......................................................................................................... 23
2.10. Studi Preformulasi Sediaan Gel ................................................................... 24
2.10.1. Natrium Karboksimetil Selulosa ...................................................... 24
2.10.2. Natrium Alginat ................................................................................ 26
2.10.3. Mentol .............................................................................................. 28
2.10.4. Etanol ............................................................................................... 29
2.10.5. Propilen Glikol ................................................................................. 30
2.10.6. Metil Paraben ................................................................................... 31
2.10.7. Propil Paraben .................................................................................. 32
2.10.8. Vitamin E ......................................................................................... 33
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ............................................................ 34
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ........................................................................ 34
3.2. Alat dan Bahan ............................................................................................... 34
3.2.1. Alat....................................................................................................... 34
3.2.2. Bahan ................................................................................................... 34
3.3. Prosedur Penelitian......................................................................................... 35
3.3.1. Isolasi Kristal EPMS ........................................................................... 35
3.3.1.1. Pengambilan Sampel .............................................................. 35
3.3.1.2. Penyiapan Simplisia ............................................................... 35
3.3.1.3. Pembuatan Ekstrak ................................................................. 35
3.3.1.4. Isolasi EPMS dari Rimpang Kencur ...................................... 36
3.3.2. Identifikasi Kristal EPMS .................................................................... 36
xiii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.3.2.1. Pemeriksaan Organoleptis ....................................................... 36
3.3.2.2. Uji Kromatografi Lapis Tipis .................................................. 36
3.3.2.3. Pengukuran Titik Leleh ........................................................... 36
3.3.2.4. Identifikasi Senyawa EPMS menggunakan GCMS ................ 37
3.3.3. Optimasi Formula Sediaan Gel............................................................ 37
3.3.3.1. Formulasi Sediaan Gel ............................................................. 37
3.3.4. Evaluasi Sifat Fisika dan Kimia Sediaan ............................................. 38
3.3.4.1. Pemeriksaan Organoleptik ....................................................... 38
3.3.4.2. Pemeriksaan Homogenitas ...................................................... 38
3.3.4.3. Penentuan pH Sediaan ............................................................. 39
3.3.4.4. Pengukuran Viskositas Sediaan ............................................... 39
3.3.4.5. Pemeriksaan Daya Sebar ......................................................... 39
3.3.4.6. Uji Stabilitas ............................................................................ 39
3.3.4.7. Analisis Stabilitas Kimia EPMS dalam Sediaan Gel............... 40
3.3.5. Teknik Analisis Data ........................................................................... 42
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................... 43
4.1. Ekstraksi Rimpang Kencur dan Isolasi EPMS dari Rimpang Kencur ........... 43
4.2. Pemeriksaan Kristal EPMS ............................................................................ 44
4.2.1. Pemeriksaan Organoleptik ................................................................... 44
4.2.2. Pengukuran Titik Leleh ....................................................................... 45
4.2.3. Pemeriksaan EPMS menggunakan GCMS.......................................... 45
4.3. Pembuatan Sediaan Gel EPMS ...................................................................... 46
4.4. Uji Stabilitas Sediaan Gel EPMS ................................................................... 48
4.5. Hasil Uji Stabilitas Fisika Sediaan Gel EPMS ............................................... 48
4.5.1 Pemeriksaan Organoleptik .................................................................... 48
4.5.2 Pemeriksaan Homogenitas ................................................................... 49
4.5.3 Pemeriksaan pH .................................................................................... 50
4.5.4 Uji Daya Sebar...................................................................................... 51
4.5.5 Uji Sentrifugasi ..................................................................................... 54
4.5.6 Uji Viskositas ....................................................................................... 55
4.5.7 Uji Cycling Test .................................................................................... 57
xiv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4.6. Evaluasi Kimia Sediaan Gel EPMS ............................................................... 57
4.6.1 Pembuatan Kurva Kalibrasi Etil p-Metoksisinamat dalam Metanol .... 57
4.6.2 Validasi Metode (Linearitas, Akurasi, dan Presisi) .............................. 58
4.6.3 Pengukuran Kadar Etil p-Metoksisinamat dalam Sediaan ................... 59
BAB 5 PENUTUP ................................................................................................ 60
5.1. Kesimpulan .................................................................................................... 60
5.2. Saran ............................................................................................................... 60
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 61
LAMPIRAN ......................................................................................................... 68
xv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Aktivitas Farmakologi Ekstrak Kencur ............................................ 10
Tabel 2.2 Kegunaan Karboksimetil Selulosa ................................................... 25
Tabel 2.3 Kegunaan dan Rentang Konsentrasi Na Alginat.............................. 27
Tabel 2.4 Kegunaan Mentol Beserta Rentang Konsentrasi ............................. 29
Tabel 2.5 Kegunaan Alkohol Beserta Rentang Konsentrasinya ...................... 30
Tabel 2.6 Kegunaan Propilen Glikol Beserta Rentang Konsentrasinya .......... 31
Tabel 3.1 Rancangan Formula Sediaan Gel ..................................................... 37
Tabel 4.1 Hasil Pengukuran Titik Leleh EPMS Hasil Isolasi .......................... 41
Tabel 4.2 Tabel Komposisi Formula Sediaan Gel EPMS ................................ 47
Tabel 4.3 Hasil Uji Organoleptik Sediaan Gel padaSuhu Ruang (27±20) ....... 48
Tabel 4.4 Hasil Uji Organoleptik Sediaan Gel pada Suhu Tinggi (40±20C) ... 49
Tabel 4.5 Hasil Uji pH Sediaan Gel EPMS pada Suhu Ruang (27±20) ........... 50
Tabel 4.6 Hasil Uji pH Sediaan Gel EPMS pada Suhu Tinggi (40±20C) ....... 50
Tabel 4.7 Data Uji Daya Sebar Gel Suhu Ruang (27±20C) Hari Ke -0 ........... 51
Tabel 4.8 Data Uji Daya Sebar Gel Suhu Ruang (27±20C) Hari Ke -7 ........... 51
Tabel 4.9 Data Uji Daya Sebar Gel Suhu Ruang (27±20C) Hari Ke -14 ......... 52
Tabel 4.10 Data Uji Daya Sebar Gel Suhu Ruang (27±20C) Hari Ke -21 ......... 52
Tabel 4.11 Data Uji Daya Sebar Gel Suhu Ruang (40±20C) Hari Ke -0 ........... 52
Tabel 4.12 Data Uji Daya Sebar Gel Suhu Ruang (40±20C) Hari Ke -7 ........... 52
Tabel 4.13 Data Uji Daya Sebar Gel Suhu Ruang (40±20C) Hari Ke -14 ......... 53
Tabel 4.14 Data Uji Daya Sebar Gel Suhu Ruang (40±20C) Hari Ke -21 ......... 53
Tabel 4.15 Uji Viskositas Sediaan Gel pada Suhu Ruang (27±20C) ................. 55
Tabel 4.16 Uji Viskositas Sediaan Gel pada Suhu Tinggi (40±20C) ................. 55
Tabel 4.17 Uji Penetapan Kadar EPMS Sediaan Gel Selama 21 Hari............... 59
xvi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Rimpang Kencur ............................................................................. 6
Gambar 2.2 Skema Kromatografi Lapis Tipis .................................................. 16
Gambar 2.3 Struktur Na CMC .......................................................................... 24
Gambar 2.4 Struktur Natrium Alginat .............................................................. 26
Gambar 2.5 Struktur Mentol ............................................................................. 28
Gambar 2.6 Struktur Alkohol atau Etanol......................................................... 29
Gambar 2.7 Struktur Propilen Glikol ................................................................ 30
Gambar 2.8 Struktur Metil Paraben .................................................................. 31
Gambar 2.9 Struktur Propil Paraben ................................................................. 32
Gambar 2.10 Struktur Vitamin E ........................................................................ 33
Gambar 4.1 Serbuk Simplisia Rimpang Kencur ............................................... 43
Gambar 4.2 KLT Isolat Kencur dengan Eluen n-heksana : Etil Asetat ............ 44
Gambar 4.3 Kristal EPMS Hasil Isolasi ............................................................ 44
Gambar 4.4 Spektrum GCMS EPMS Standar .................................................. 45
Gambar 4.5 Spektrum GCMS EPMS Hasil Isolasi ........................................... 46
Gambar 4.6 Hasil Uji Homogenitas Sediaan Gel EPMS .................................. 50
Gambar 4.7 Hasil Uji Sentrifugasi Sediaan Gel EPMS .................................... 55
Gambar 4.8 Hasil Uji Cycling Test Sediaan Gel EPMS ................................... 57
xvii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Bagan Alur Penelitian ................................................................... 69
Lampiran 2 Bagan Alur Isoasi Kristal EPMS dari Rimpang Kencur .............. 70
Lampiran 3 Perhitungan Rendeman, dan Rf .................................................... 71
Lampiran 4 Data Diameter Gel Suhu Ruang (27±20C) ................................... 72
Lampiran 5 Data Luas Daya Sebar Gel Suhu Ruang (27±20C) ....................... 73
Lampiran 6 Data Diameter Gel Suhu Tinggi (40±20C) ................................... 74
Lampiran 7 Data Luas Daya Sebar Gel Suhu Tinggi (40±20C) ....................... 75
Lampiran 8 Scanning Panjang Gelombang EPMS dalam Metanol ................. 76
Lampiran 9 Data Absorbansi Kurva Standar EPMS dalam Metanol ............... 76
Lampiran 10 Kurva Kalibrasi Etil p-Metoksisinamat dalam Metanol ............... 77
Lampiran 11 Data Pengujian Akurasi ................................................................ 78
Lampiran 12 Data Pengujian Presisi .................................................................. 79
Lampiran 13 Data Pengujian Kadar Etil p-metoksisinamat dalam Sediaan ...... 80
Lampiran 14 Hasil Statistik pH Formula 1,2, dan 3 .......................................... 82
Lampiran 15 Hasil Statistik Viskositas Formula 1,2, dan 3 ............................... 84
Lampiran 16 Gambar Hasil Penelitian ............................................................... 85
Lampiran 17 Surat Determinasi Tanaman Kencur ............................................. 88
Lampiran 18 Sertifikat Analisa Na Alginat ....................................................... 89
Lampiran 19 Sertifikat Analisa Na CMC........................................................... 91
1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar yang tersusun dari beribu-
ribu pulau yang terdiri dari berbagai macam tumbuhan. Banyak diantara jenis
tumbuhan di Indonesia yang digunakan masyarakat sebagai alternatif untuk
kesehatan diantaranya sebagai upaya untuk mengobati, mencegah, dan mengurangi
rasa sakit pada tubuh. Seiring berjalannya waktu, peran obat sangat diperlukan
untuk pengobatan masyarakat. Sehingga semakin banyak produsen memproduksi
obat–obatan sintetik. Dengan banyaknya produksi obat sintetik, menimbulkan
dampak yaitu berupa kenaikan harga obat yang semakin tidak terkendali. Hal inilah
yang mendorong masyarakat untuk bergeser ke arah gaya hidup back to nature
(pengobatan secara alami).
Kencur (Kaempferia galanga L.) (Zingiberaceae) diketahui mengandung
minyak atsiri. Secara empirik, kencur digunakan untuk mengobati batuk pada anak-
anak dan balita, mengatasi muntah-muntah, mengobati tetanus, mengatasi
keracunan tempe bongkrek, dan mengobati keracunan jamur (Muhlisah, 1999).
Penelitian Tewtrakul dkk., (2005) telah dilaporkan bahwa dalam ekstrak rimpang
kencur mengandung α-pinene (1,28%), camphene (2,47%), carvone (11.13%),
benzene (1,33%), eucalyptol (9,59%), borneol (2,87%), metil sinamat (23,23%).
Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Umar dkk., (2012) bahwa rimpang kencur
mengandung senyawa diantaranya yaitu asam propionat (4,71%), pentadekan
(2,08%), asam tridekanoat (1,81%), 1,21- dokosadien (1,47%), beta sitosterol
(9,88%), dan komponen kimia yang paling melimpah yaitu etil p-metoksisinamat
(80,05%).
Etil p-metoksisinamat (EPMS) dan etil sinamat ditemukan sebagai senyawa
vital yang berperan pada sifat farmakologi (Umar dkk., 2012). Ekstrak alkohol dari
kencur memiliki aktivitas sebagai antinosiseptif dan antiinflamasi (Sulaiman dkk.,
2008). Ekstrak alkohol dari kencur juga memiliki aktivitas sebagai antiinflamasi
dan analgesik (Vittalrao dkk., 2011), juga memiliki aktivitas sebagai penyembuh
luka (Tara dkk., 2006). EPMS dengan konsentrasi 1% memiliki waktu
2
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
penyembuhan luka 2-8 hari, sedangkan konsentrasi EPMS 3% dan 5% waktu
penyembuhan luka 2-9 hari (Fitriani, 2016). Pengaplikasian sediaan dengan
konsentrasi tinggi pada permukaan luka, mengakibatkan terjadinya penumpukan
sediaan pada lapisan atas membran, sehingga zat aktif tidak terlepas sepenuhnya
dari sediaan dan hanya tinggal di permukaan kulit (Simanjuntak, 2005 dalam
Fitriani, 2016).
Berdasarkan hasil penelitian Umar dkk., (2012), EPMS memiliki aktivitas
sebagai antiinflamasi dengan menghambat enzim siklooksigenase 1 (COX-1)
sebesar 42,9% dan menghambat enzim siklooksigenase 2 (COX-2) sebesar 57,82%.
Nilai-nilai IC50 dari EPMS untuk COX-1 sebesar 1,12 µM dan COX-2 sebesar 0,83
µM. Selain itu, EPMS mempunyai efek analgesik dan antiinflamasi dengan
mekanisme penghambatan sintesis sitokin pro-inflamasi meliputi TNF-a dan IL-1
secara in vivo dan in vitro. EPMS signifikan terhadap potensi anti-inflamasi dengan
menghambat sitokin pro-inflamasi dan angiogenesis, sehingga menghambat fungsi
utama dari sel endotel. Dengan demikian, EPMS bisa menjadi agen terapi yang
menjanjikan untuk pengobatan penyakit inflamasi dan angiogenesis terkait (Umar
dkk., 2012).
Penelitian Wardiyah (2015) melaporkan bahwa stabilitas fisik EPMS
kencur, sediaan gel yang paling stabil secara fisika dibandingkan sediaan krim, dan
salep. Sediaan gel baik secara organoleptis maupun dari hasil sentrifugasi. Namun,
penggunaan gelling agent karbopol memiliki viskositas yang tinggi dan lengket
sehingga mempengaruhi nilai daya sebar sediaan. Oleh karena itu peneliti tertarik
memodifikasi gelling agent dengan menggunakan Na CMC dan Na alginat. Pada
penelitian Robbani (2015) juga telah dilaporkan bahwa stabilitas kimia sediaan
krim, salep dan gel EPMS selama 3 bulan pada suhu 400C, menunjukkan sediaan
stabil dengan pola kromatogram yang seragam dan tidak muncul senyawa baru
selama penyimpanan dalam oven.
Berdasarkan banyaknya penelitian mengenai EPMS yang mempunyai
aktivitas antiinflamasi, maka peneliti tertarik untuk membuat formulasi ekstrak
EPMS kencur sebagai antiinflamasi untuk proses penyembuhan luka. Formulasi
dalam bentuk sediaan gel yang bersifat hidrofilik. Gel hidrofilik memiliki
keuntungan diantaranya daya sebarnya pada kulit baik, efek dingin yang
3
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ditimbulkan akibat lambatnya penguapan air pada kulit, tidak menghambat fungsi
fisiologis kulit, khususnya respiration sensibilis, oleh karena tidak melapisi
permukaan kulit secara kedap dan tidak menyumbat pori-pori kulit, mudah dicuci
dengan air, memungkinkan pemakaiannya pada bagian tubuh yang berambut,
tampak putih dan bersifat lembut, serta pelepasan obatnya baik (Voight, 1994).
Dalam formulasi sediaan gel ini digunakan Na-alginat dan Na-CMC sebagai
gelling agent dan juga ditambahkan mentol sebagai peningkat penetrasi kulit, dan
sebagai agen terapetik (Rowe dkk., 2009). Ketika di terapkan pada kulit, mentol
melebarkan pembuluh darah yang menyebabkan sensasi dingin diikuti oleh efek
analgesik. Hal ini dapat mengurangi efek gatal pada penggunaan krim, salep, dan
lotion. Oleh karena itu, mentol sesuai jika di aplikasikan pada sediaan topikal untuk
antiinflamasi pada proses penyembuhan luka.
Alginat bersifat non toksik, non alergik, dan dapat terurai dalam tubuh
(biodegradable). Membran alginat mempunyai kemampuan yang kuat untuk
mengabsorpsi cairan (eksudat) dari luka, mudah dicuci dari larutan garam, dan sisa
dasar membran alginat yang mengalami biodegradasi dalam luka tidak perlu
dikeluarkan sehingga mencegah gangguan pembentukan jaringan baru (Thomas,
1990 dan Bangun, 2001 ). Pada penelitian Bangun (2001) dilaporkan bahwa salep
dengan dasar alginat dapat melepaskan senyawa obat, mampu menyerap air, dan
tidak mengiritasi kulit.
Sifat kaku dan rapuh merupakan kelemahan dari alginat dan untuk
memperbaiki sifat tersebut, alginat dapat dicampurkan dengan Na CMC yang
bersifat biokompatibel. Na CMC merupakan bahan yang tidak toksik dan tidak
menyebabkan iritasi serta biokompatibel dengan kulit dan juga membran mukosa
yang cocok digunakan untuk aplikasi biomedis, seperti sebagai material dalam
penanganan luka (Kulicke dkk., 1996). Na CMC stabil pada pH 2-10. Gel dengan
basis Na CMC jika diberi ekstrak, hasilnya tidak mempengaruhi nilai daya sebar
(Maulina dan Sugihartini, 2015).
4
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
1.2. Perumusan Masalah
1. Apakah EPMS dengan basis gel Na CMC dan Na alginat dapat
diformulasikan menjadi sediaan dalam bentuk gel yang baik?
2. Bagaimanakah stabilitias fisika dan kimia sediaan gel EPMS dari
rimpang kencur?
3. Apakah penggunaan kombinasi gelling agent Na CMC dan Na alginat
dapat menghasilkan suatu sediaan gel EPMS yang baik?
1.3. Tujuan Penelitian
1. Untuk menganalisa apakah EPMS dengan basis gel Na CMC dan Na
alginat dapat diformulasikan menjadi sediaan dalam bentuk gel yang
baik.
2. Untuk menguji stabilitas fisika dan kimia sediaan gel EPMS.
3. Untuk menilai apakah penggunaan kombinasi gelling agent Na alginat
dan Na CMC dapat menghasilkan suatu sediaan gel EPMS yang baik.
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
pemanfaatan EPMS dari rimpang kencur dalam bentuk sediaan gel serta
mengetahui stabilitas fisika dan kimia sediaan gel EPMS rimpang kencur.
5 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tumbuhan Kencur (Kaempferia galanga L.)
Kencur (Zingiberaceae) merupakan tumbuhan yang berasal dari India. Daerah
penyebarannya meluas ke kawasan Asia Tenggara dan Cina. Tanaman ini Hidupnya
semusim atau sampai beberapa musim. Dari satu musim ke musim berikutnya
tanaman mengalami masa istirahat. Pada masa istirahat, daun-daunnya akan hilang
sama sekali dari atas permukaan tanah. Hal ini umumnya terjadi pada saat musim
kemarau, dan pada saat musim penghujan dari mata-mata rimpangnya muncul tunas
baru (Afriastini, 2002).
Kencur merupakan tanaman yang tumbuh merumpun. Sosok tanamannya
tergolong kecil. Bila diperhatikan, tanaman ini seolah tidak mempunyai batang
sama sekali, padahal mempunyai batang yang semu dan amat pendek, tidak tumbuh
meninggi, akan tetapi tumbuh menutup permukaan tanah (Muhlisah, 1999).
2.1.1. Morfologi Tumbuhan
Berdasarkan jenisnya, kencur terbagi menjadi 2 jenis yaitu berdaun lebar
dan berdaun sempit (Afriastini, 2002). Bentuk daunnya bulat melebar dan bagian
ujung mengecil, tumbuh melebar seakan menjalar di tanah, warna daun hijau gelap
namun berkesan segar, permukaannya tebal dan mulus. Tulang daunnya jelas
sekali, daun cukup banyak dan tumbuh dari batang dengan tangkai yang amat
pendek (Muhlisah, 1999). Rimpang kencur tumbuh bergerombol dan menjalar di
dalam tanah. Daging rimpang berwarna putih dan kulit luar berwarna kecoklatan,
dagingnya lunak dan tidak berserat, aromanya sangat khas (Sa’adah, 2007).
Bunga kencur berbau harum dan termasuk ke dalam bunga majemuk
sempurna (lengkap), karena mempunyai bunga jantan, bunga betina, mahkota serta
kelopak bunga yang terletak dalam satu anak bunga. Jumlah bunga per tandan
sekitar 5 sampai 10 buah. Bunga muncul pada waktu sore hari dan mekar sempurna
serta segar pada waktu pagi hari. Bunga layu pada waktu sore hari. Kelopak bunga
berwarna putih, jumlah kelopak bunga sebanyak 3 helai. Panjang kelopak sekitar
1,90-2,30 mm dan lebar kelopak sekitar 0,20-0,33 mm (Haryudin dan Rostiana,
2008).
6
UIN Syarif Hidayatullah jakarta
Mahkota bunga kencur memiliki dua warna yaitu ungu dan putih sedikit
ungu pada bagian tengah. Jumlah mahkota per anak bunga sebanyak 3 helai.
Panjang mahkota bunga sekitar 1,25-1,61 cm dan lebar mahkota bunga sekitar 2,02-
2,24 cm. Bunga tidak memiliki benang sari, hanya terdapat kepala sari yang
letaknya pada bagian lingkaran bunga yang menempel pada pangkal mahkota
bunga. Tangkai putik bunga berwarna putih seperti benang halus dan panjang
tangkai putik sekitar 2,14-2,55 cm (Haryudin dan Rostiana, 2008).
2.1.2. Taksonomi Tumbuhan (USDA)
Gambar 2.1 Rimpang Kencur
[Sumber: (Depkes RI, 2016 melalui http://www.hukor.depkes.go.id)]
Klasifikasi tumbuhan kencur dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan
diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Liliopsica (Berkeping satu/monokotil)
Sub Kelas : Zingiberidae
Ordo : Zingiberales
Family : Zingiberaceae (Suku jahe-jahean)
Genus : Kaempferia L.
Spesies : Kaempferia galanga L.
2.1.3. Habitat Tumbuh
Kencur dapat tumbuh dengan baik di daerah dataran rendah dan daerah
pegunungan yang tempatnya tidak terlalu tinggi dari permukaan laut atau juga
dapat ditanam didalam pot, cara ini mempunyai kegunaan yang berganda, yaitu
7
UIN Syarif Hidayatullah jakarta
berguna untuk tanaman hias karena perawakannya menarik serta berbunga indah
(Afriastini, 2002).
Tumbuhan kencur membutuhkan tanah yang gembur, subur, dan sedikit
berpasir agar pertumbuhannya optimal. Meskipun demikian, kencur cukup toleran
terhadap tanah yang tidak terlalu subur. Bahkan, pada saat musim kemarau panjang,
kencur masih dapat bertahan hidup, namun tampak seolah mati suri. Pada saat
musim kemarau, semua daunnya mengering, tetapi sebenarnya rimpangnya masih
dapat bertahan. Pada saat hujan atau air siraman datang, maka tunas akan muncul
kembali (Muhlisah, 1999).
Sebutan kencur di Indonesia sangat beragam. Orang Aceh menyebutnya
ceuko atau tekur, Batak keciwer, Sumatera Barat cakue, Sunda cikur, Kalimantan
sikor, Bali cekuh, Makassar cakuru, Ambon asauli, dan Irian ukap (Muhlisah,
1999).
2.1.4. Kandungan Kimia
Rimpang kencur mengandung minyak atsiri sekitar 0,02% berupa sineol,
asam metil kanil dan penta dekan, asam sinnamic etil ester, asam sinamic, borneol,
kamphene, sineol, paraeumarin, alkaloid, gom, mineral (13,73%), pati (4,14%)
(Afriastini, 2002).
Kandungan senyawa yang terdapat secara melimpah yaitu asam propanoat,
pentadekan, etil p-metoksisinamat (EPMS). Kandungan lainnya yaitu 1,8-sineol,
undekanon, isopropil sinamat, disikloheksilpropandinitril, dipenten dioksida, 9-
hidroksi, 2-nonanon, 2,7-oktadien-1-il asetat, etil sikloheksil asetat, cis-11
tetradesenil asetat, 2-heptadekanon, 4-metil isopulegon, champhidin, trans-trans-
okta-2,4-dienil asetat, 10-undesil1-1-ol, 3,7-dimetoksikumarin, delta-3carene, alfa
pinen, champhene, borneol, cymene, alpha terpineol, alpha gurjunene,
germacrenes, cadinenes, caryophyllenes, luteloin, dan apigenin (Umar dkk., 2011).
Komponen kimia dalam ekstrak kencur telah diteliti oleh Umar dkk., (2012)
diantaranya yaitu asam propionat (4,71%), pentadekan (2,08%), asam tridekanoat
(1,81%), 1,21- dokosadien (1,47%), beta sitosterol (9,88%), dan komponen kimia
yang paling melimpah yaitu EPMS (80,05%). Selain itu pada penelitian Tewtrakul
dkk., (2005) telah dilaporkan bahwa dalam ekstrak rimpang kencur juga
8
UIN Syarif Hidayatullah jakarta
mengandung α-pinene (1,28%), camphene (2,47%), carvone (11.13%), benzene
(1,33%), eukaliptol (9,59%), borneol (2,87%), metil sinamat (23,23%).
2.1.5. Manfaat Tumbuhan Kencur
Rimpang muda kencur dapat dibuat minuman beras kencur hingga
kosmetika tradisional. Manfaat kencur di bidang kesehatan yaitu menyembuhkan
batuk pada anak-anak dan balita, mengatasi muntah-muntah, mengobati tetanus,
mengatasi keracunan tempe bongkrek, dan mengobati keracunan jamur (Muhlisah,
1999). Rimpang kencur juga berkhasiat sebagai obat gatal-gatal pada tenggorokan,
perut kembung, masuk angin, pegal-pegal, pengompresan bengkak, penambah
nafsu makan dan juga sebagai minuman segar. Beras kencur (ramuan dari campuran
tepung beras dan kencur) merupakan obat tradisional yang telah dikenal umum
untuk obat gosok pada bengkak dan encok.
Penelitian sebelumnya yang telah dilakukan Umar dkk., (2012), dilaporkan
bahwa EPMS merupakan komponen terbesar dalam ekstrak kencur yaitu sebesar
80,05%. Pada ektrak fraksi klorofom (1 g/Kg) menunjukkan efek inhibisi paling
tinggi pada edema yang diinduksi karagenan. Fraksi kloroform ini difraksinasi lebih
lanjut menggunakan heksan-kloroform (1:3) dan kloroform, dan pada dua fraksi ini
subfraksi heksan kloroform merupakan penghambat yang paling efektif untuk
edema. Berdasarkan hasil uji pada penghambatan edema yang diinduksi karagenan,
hasil memungkinkan bahwa EPMS memiliki aktivitas sebagai antiinflamasi. EPMS
dapat menghambat enzim siklooksigenase 1 (COX-1) sebesar 42,9% dan
menghambat enzim siklooksigenase 2 (COX-2) sebesar 57,82%. Nilai-nilai IC50
dari EPMS untuk COX-1 sebesar 1,12 µM dan COX-2 sebesar 0,83 µM.
EPMS dan etil sinamat ditemukan sebagai senyawa vital yang berperan
pada sifat farmakologi. Ekstrak alkohol dari kencur memiliki aktivitas sebagai
antinosiseptif dan antiinflamasi (Sulaiman dkk., 2008). Esktrak alkohol dari kencur
juga memiliki aktivitas sebagai antiinflamasi dan analgesik (Vittalrao dkk., 2011),
juga memiliki aktivitas sebagai penyembuh luka (Tara dkk., 2006).
EPMS mempunyai efek analgesik dan antiinflamasi dengan mekanisme
penghambatan sintesis sitokin pro-inflamasi meliputi TNF-a dan IL-1 secara in vivo
dan in vitro. Dalam hal ini juga melibatkan penghambatan vital sel endogen seperti
proliferasi, sintesis dan migrasi dari vaskular endotel growth factor. EPMS
9
UIN Syarif Hidayatullah jakarta
signifikan terhadap potensi anti-inflamasi dengan menghambat sitokin pro-
inflamasi dan angiogenesis, sehingga menghambat fungsi utama dari sel endotel.
Dengan demikian, EPMS bisa menjadi agen terapi yang menjanjikan untuk
pengobatan penyakit inflamasi dan angiogenesis terkait (Umar dkk., 2012).
2.2. Isolasi Etil p-Metoksisinamat
EPMS termasuk ke dalam senyawa ester yang mengandung cincin benzen dan
gugus metoksi yang bersifat nonpolar dan juga gugus karbonil yang mengikat etil
yang bersifat polar sehingga dalam ekstraksinya dapat menggunakan pelarut-
pelarut yang mempunyai variasi kepolaran yaitu etanol, etil asetat, metanol, air dan
heksan. Pada ekstraksi suatu senyawa yang harus diperhatikan adalah kepolaran
antara pelarut dengan senyawa yang diekstrak, keduanya harus memiliki kepolaran
yang sama atau mendekati sama. Hasil penelitian pada pemilihan pelarut pada suhu
kamar didapat bahwa heksan pelarut yang paling sesuai dengan % hasil isolasi
tertinggi yaitu 2,11%, selanjutnya etanol yaitu 1,43%, dan etil asetat 0,54%,
sedangkan pada akuades tidak terdapat kristal (Taufikkurohmah, 2008).
EPMS merupakan salah satu produk alam yang terdapat dalam kencur yang
jumlahnya relatif besar. Isolasi dan pemurnian EPMS dapat dilakukan dengan
mudah menggunakan metanol sehingga didapatkan kristal berwarna putih. EPMS
juga memiliki gugus fungsi yang reaktif sehingga sangat mudah ditransformasikan
menjadi gugus fungsi yang lain (Barus, 2009).
2.3. Senyawa Etil p-Metoksisinamat
Senyawa EPMS berbentuk kristal berwarna putih dengan berat molekul
206.24 g/mol dan mempunyai titik lebur 55-560C (Bangun, 2011). EPMS atau
C12H14O3 termasuk turunan asam sinamat yang merupakan kelompok senyawa fenil
propanoad. EPMS sebelumnya dimanfaatkan sebagai bahan tabir surya (Windono
dkk., 1997), namun penelitian lanjut telah dilakukan oleh (Umar dkk., 2012)
menunjukkan bahwa EPMS memiliki aktivitas sebagai antiinflamasi non-selektif
menghambat COX-1 dan COX-2 secara in vitro.
Berikut ini adalah aktivitas farmakologi dari ekstrak kencur dengan
mekanisme aksinya menurut review oleh Umar dkk., (2011):
10
UIN Syarif Hidayatullah jakarta
Tabel 2.1 Aktivitas Farmakologi Ekstrak Kencur
Aktivitas
Farmakologi
Konstituen Aktif Mekanisme Aksi
Analgesik
dan
Antiinflamasi
Mekanisme sentral yang melibatkan
reseptor opioid dan mekanisme
perifer melibatkan jalur
siklooksigenase (Ridtitid dkk., 2008).
Aktivitas
Nematisidal
Etil-trans-sinamat, etil
p-metoksisinamat
Mekanisme aksinya sebagian melalui
fase uap. Mekanisme ini masih belum
jelas (Hong dkk., 2011).
Aktivitas anti
larvasida dan
penangkal
nyamuk
Etil p-metoksisinamat,
etil sinamat, 3 carene,
2-propionic acid (Kim
dkk., 2008).
Penghancuran regulasi ionik dalam
insang anal
Aktivitas
vasorelaksan
Etil sinamat (Othman
dkk., 2006).
Penghambatan masuknya kalsium ke
dalam pembuluh darah, pelepasan
oksida nitrat dan prostaglandin dari
sel endotel (Othman dkk., 2006).
Antineoplatik (Liu dkk., 2010) Phosphatidilserin sel Hep G2 ke
permukaan sel, sehingga
meningkatkan populasi sel sub-G
(Liu dkk., 2010).
Aktivitas
Antioksidan
Jumlah konten fenolik
dan flavonoid termasuk
luteolin dan apigenin
(Mustafa dkk., 2010).
Aktivitas
Antimikroba
Etil p-metoksisinamat
(Kanjanapothi dkk.,
2004).
[Sumber: (Umar dkk., 2011)]
2.4. Simplisia
Simplisia adalah bahan alamiah yang telah dikeringkan dipergunakan sebagai
obat yang belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dikatakan lain
(Depkes RI, 2000).
Simplisia menurut Depkes RI (1989) terbagi menjadi 3, yaitu:
1) Simplisia nabati, yaitu simplisia yang berupa tanaman atau eksudat tanaman.
Eksudat tanaman adalah isi sel yang secara spontan keluar dari tanaman atau isi
sel dengan cara tertentu dikeluarkan dari selnya, atau zat-zat nabati lainnya yang
dengan cara tertentu dipisahkan dari tanamannya dan belum berupa zat kimia
murni.
11
UIN Syarif Hidayatullah jakarta
2) Simplisia hewani, yaitu simplisia yang berupa hewan utuh, bagian dari hewan
atau zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa zat kimia
murni.
3) Simplisia pelikan (mineral), adalah simplisia yang berupa bahan pelikan
(mineral) yang belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana dan belum
berupa zat kimia murni.
2.5. Ekstraksi dan Ekstrak
Ekstraksi adalah proses pemisahan bahan dari campurannya dengan
menggunakan pelarut yang sesuai. Proses ekstraksi dapat dilakukan dengan metode
yang berbeda-beda sesuai dengan sifat dan tujuan dari ekstraksi. Proses ekstraksi
dihentikan jika telah tercapai kesetimbangan antara konsentrasi senyawa dalam
pelarut dengan konsentrasi dalam sel tanaman. Setelah proses ekstraksi, pelarut
dipisahkan dari sampel dengan penyaringan. Ekstrak awal sulit dipisahkan melalui
teknik pemisahan tunggal untuk mengisolasi senyawa tunggal. Oleh karena itu,
ekstrak awal perlu dipisahkan ke dalam fraksi yang memiliki polaritas dan ukuran
molekul yang sama (Mukhriani, 2014).
Ekstrak atau sari adalah material hasil penarikan oleh pelarut air atau pelarut
organik dari bahan kering (dikeringkan). Hasil penyarian tersebut kemudian
pelarutnya dihilangkan dengan cara penguapan dengan alat evaporator sehingga
diperoleh ekstrak kental jika pelarutnya organik. Jika pelarutnya air, pada tahap
akhir dilakukan penghilangan total dengan cara liofilisasi menggunakan alat freeze
dryer (Saifudin, 2014). Sebagian besar ekstrak dibuat dengan mengekstraksi bahan
baku obat secara perkolasi. Seluruh perkolat biasanya dipekatkan dengan cara
destilasi dengan pengurangan tekanan, agar bahan utama obat sesedikit mungkin
terkena panas (Depkes RI, 2014). Pembuatan sediaan ekstrak dimaksudkan supaya
zat berkhasiat yang terdapat pada simplisia terdapat dalam bentuk yang mempunyai
kadar tinggi dan hal ini memudahkan zat berkhasiat dapat diatur dosisnya (Anief,
2004).
12
UIN Syarif Hidayatullah jakarta
2.6. Jenis Ekstraksi
Jenis ekstraksi menurut Depkes RI (2000) dibagi menjadi beberapa cara,
diantaranya adalah:
1) Cara Dingin
a. Maserasi
Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia menggunakan
pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur
ruangan (kamar). Prinsip metode yaitu pencapaian konsentrasi pada
kesetimbangan (Depkes RI, 2000).
Metode ini dilakukan dengan cara memasukkan serbuk tanaman dan
pelarut yang sesuai ke dalam wadah inert yang tertutup rapat pada suhu
kamar. Proses ekstraksi dihentikan ketika telah tercapai kesetimbangan
antara konsentrasi senyawa dalam pelarut dengan konsentrasi dalam sel
tanaman. Ketika proses ekstraksi, pelarut dipisahkan dari sampel dengan
penyaringan. Kerugian utama dari metode maserasi ini adalah memakan
banyak waktu, pelarut yang digunakan cukup banyak, dan besar
kemungkinan beberapa senyawa hilang. Tetapi di sisi lain, metode maserasi
dapat menghindari rusaknya senyawa-senyawa yang bersifat termolabil
(Mukhriani, 2014).
b. Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai
sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan (Depkes RI,
2000). Bahan pengekstraksi yang dialirkan secara kontinyu dari atas akan
mengalir turun secara lambat melintasi simplisia yang umumnya berupa
serbuk kasar. Melalui penyegaran bahan, pelarut secara kontinyu akan
terjadi proses maserasi bertahap banyak (Voight, 1994).
Metode ekstraksi perkolasi lebih baik dibandingkan dengan cara
maserasi karena:
a. Aliran pelarut (cairan penyari) menyebabkan adanya pergantian larutan
yang terjadi dengan larutan yang konsentrasinya lebih rendah, sehingga
meningkatkan derajat perbedaan konsentrasi.
13
UIN Syarif Hidayatullah jakarta
b. Ruangan diantara butir-butir serbuk simplisia membentuk saluran
tempat mengalir pelarut (cairan penyari). Akibat kecilnya saluran
kapiler tersebut, kecepatan pelarut cukup untuk mengurangi lapisan
batas, sehingga dapat meningkatkan perbedaan konsentrasi (Ditjen
POM, 2000).
2) Cara Panas
a) Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik
didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif
konstan dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan
pengulangan proses residu pertama 3 sampai 5 kali sehingga dapat
termasuk proses ekstraksi sempurna (Depkes RI, 2000).
b) Soklet
Soklet adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru,
umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi
kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin
balik (Depkes RI, 2000).
c) Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik (pengadukan secara kontinyu) pada
temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan (kamar), yaitu
secara umum dilakukan pada temperatur 40-500C (Depkes RI, 2000).
d) Infus
Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada penangas air (bejana
infus tertutup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur (96-
980C) selama waktu tertentu (15-20 menit) (Depkes RI, 2000).
e) Dekok
Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (> 300C) dan
temperatur sampai titik didih air (Depkes RI, 2000).
14
UIN Syarif Hidayatullah jakarta
2.7. Identifikasi
2.7.1. Kromatografi
Kromatografi merupakan prosedur pemisahan zat terlarut oleh semua proses
migrasi diferensial dinamis dalam sistem yang terdiri dari dua fase atau lebih, salah
satu di antaranya bergerak secara berkesinambungan dalam arah tertentu dan di
dalamnya zat-zat itu menunjukkan perbedaan mobilitas disebabkan adanya
perbedaan dalam adsorbs, partisi, kelarutan, tekanan uap, ukuran molekul atau
kerapatan muatan ion. Dengan demikian, masing-masing zat dapat diidentifikasi
atau ditetapkan dengan metode analitik (Depkes RI, 1995).
Teknik kromatografi umum membutuhkan zat terlarut terdistribusi di antara
dua fase, satu di antaranya diam (fase diam), yang lainnya bergerak (fase gerak).
Fase gerak membawa zat terlarut melalui media, hingga terpisah dari zat terlarut
lainnya, yang terelusi lebih awal atau lebih akhir. Umumnya zat terlarut dibawa
melewati media pemisah oleh aliran pelarut berbentuk cairan atau gas yang disebut
eluen. Fase diam dapat bertindak sebagai penjerap, seperti halnya penjerap alumina
yang diaktifkan, silika gel, dan resin penukar ion, atau dapat bertindak melarutkan
zat terlarut sehingga terjadi partisi antara fase diam dan fase gerak. Dalam proses
terakhir ini, suatu lapisan cairan pada suatu penyangga yang inert berfungsi sebagai
fase diam. Partisi merupakan mekanisme pemisahan yang utama dalam
kromatografi gas-cair, kromatografi kertas, dan bentuk kromatografi kolom yang
disebut kromatografi cair-cair. Pada prakteknya, seringkali pemisahan disebabkan
oleh suatu kombinasi efek adsorpsi dan partisi (Depkes RI, 1995).
Pada teknik kromatografi, sampel yang merupakan campuran dari
bermacam-macam senyawa (komponen) dialirkan melewati suatu sistem
kromatografi. Sifat dari komponen-komponen penyusun campuran tersebut akan
menentukan apakah mereka bisa bergerak atau tidak dalam sistem itu. Jika
komponen-komponen yang ada semuanya tidak bisa bergerak sama sekali maka
proses pemisahan mustahil terjadi. Karena itu, dalam kromatografi perlu dilakukan
pemilihan fase bergerak dan fase diam sedemikian rupa sehingga semua komponen
bisa bergerak dengan kecepatan yang berbeda-beda sehingga proses pemisahan
dapat terjadi (Sudarmadji dkk., 2007).
15
UIN Syarif Hidayatullah jakarta
Jenis-jenis kromatografi yang bermanfaat dalam analisis kualitatif dan
kuantitatif yang digunakan dalam penetapan kadar dan pengujian dalam Farmakope
Indonesia adalah Kromatografi Kolom, Kromatografi Lapis Tipis, dan
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (Depkes RI, 1995).
a) Kromatografi Lapis Tipis
Pada kromatografi lapis tipis, zat penjerap merupakan lapisan tipis serbuk
halus yang dilapiskan pada lempeng kaca, plastik, atau logam secara merata,
umumnya digunakan lempeng kaca. Lempeng yang dilapisi dapat dianggap
sebagai kolom kromatografi terbuka dan pemisahan yang tercapai dapat
didasarkan pada adsorpsi, partisi, atau kombinasi kedua efek, tergantung dari
jenis zat penyangga, cara pembuatan, dan jenis pelarut yang digunakan.
Kromatografi lapis tipis dengan lapis tipis penukar ion dapat digunakan untuk
pemisahan senyawa polar (Depkes RI, 1995).
Perkiraan identifikasi diperoleh dengan pengamatan bercak dengan harga
Rf, yang identik dan ukuran yang hampir sama, dengan menotolkan zat uji dan
baku pembanding pada lempeng yang sama. Pembandingan visual ukuran
bercak dapat digunakan untuk memperkirakan kadar secara semi kuantitatif.
Pengukuran kuantitatif dimungkinkan, bila digunakan densitometri,
fluoresensi, atau pemadaman fluorosensi; atau bercak dapat dikerok dari
lempeng, kemudian diekstraksi dengan pelarut yang sesuai dan diukur secara
spektrofotometri (Depkes RI, 1995).
Diantara berbagai jenis teknik kromatografi, kromatografi lapis tipis adalah
yang paling banyak digunakan untuk analisis obat di laboratorium farmasi.
Metode ini hanya memerlukan investasi kecil untuk perlengkapan dan
menggunakan waktu yang singkat untuk menyelesaikan analisis (15-60 menit),
memerlukan jumlah cuplikan yang sangat sedikit (kira-kira 0,1 g), selain itu,
hasil palsu yang disebabkan oleh komponen sekunder tidak mungkin terjadi,
kebutuhan ruangan minimum, dan penanganannya sederhana (Stahl, 1985
dalam Mufidah, 2014).
16
UIN Syarif Hidayatullah jakarta
Gambar 2.2 Skema Kromatografi Lapis Tipis
b) Kromatografi Gas-Spektrometer Massa (GC-MS)
Perkembangan teknologi instrumentasi menghasilkan alat yang merupakan
gabungan dari dua sistem dengan prinsip dasar yang berbeda satu sama lain
tetapi saling melengkapi, yaitu gabungan antara kromatografi gas dan
spektrometer massa atau gas chromatography-massa spectroscopy (GC-MS).
Kedua alat dihubungkan dengan satu interfase.
Kromatografi gas berfungsi sebagai alat pemisah berbagai komponen
campuran dalam sampel, sedangkan spektrometer massa berfungsi untuk
mendeteksi masing-masing molekul komponen yang telah dipisahkan pada
sistem kromatogafi gas. Dari kromatogram GC-MS akan diperoleh informasi
jumlah senyawa yang terdeteksi.
Dalam kromatografi gas, pemisahan terjadi ketika sampel diinjeksikan ke
dalam fase gerak. Gas inert seperti helium biasa digunakan sebagai fase gerak.
Fase gerak membawa sampel melalui fase diam yang ditempatkan dalam
kolom. Sampel dalam fase gerak berinteraksi dengan fase diam dengan
kecepatan yang berbeda-beda. Saat terjadi interaksi, yang tercepat akan keluar
dari kolom lebih dulu, dan yang lambat keluar paling akhir. Komponen-
komponen yang telah terpisah kemudian menuju detektor.
Detektor akan memberikan sinyal yang kemudain ditampilkan dalam
komputer sebagai kromatogram. Pada kromatogram, sumbu x menunjukkan
waktu retensi, retention time (RT), waktu saat sampel diinjeksikan sampai elusi
berakhir, sedangkan sumbu y menunjukkan intensitas sinyal. Dalam detektor,
selain memberikan sinyal sebagai kromatogram, komponen-komponen yang
telah terpisah akan ditembak elektron sehingga terpecah menjadi fragmen-
fragmen dengan perbandingan massa dan muatan tertentu (m/z), sedangkan
17
UIN Syarif Hidayatullah jakarta
sumbu y menunjukkan intensitas. Dari spektra tersebut dapat diketahui struktur
senyawa dengan membandingkan spektra massa standar dari literatur yang
tersedia pada komputer. Pendekatan pustaka terhadap spektra massa dapat
dilakukan untuk identifikasi bila indeks kemiripan atau Similarity Indeks (SI)
berada pada rentang ≥ 80% (Howe dan Williams, 1981 dalam Wardiyah, 2015).
2.8. Gel
Gel, kadang-kadang disebut jeli, merupakan sistem sediaan semi padat terdiri
dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik
yang besar, terpenetrasi oleh suatu cairan (Depkes RI, 2014). Gel merupakan suatu
sistem setengah padat yang terdiri dari suatu dispersi yang tersusun baik dari
partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar dan saling di resapi
cairan. Makromolekul yang disebarkan ke seluruh cairan sampai tidak terlihat ada
batas di antaranya, cairan ini disebut gel satu fase. Massa gel yang terdiri dari
kelompok-kelompok partikel kecil yang berbeda, maka disebut gel sistem dua fase
atau biasa disebut magma atau susu. Gel dan magma merupakan dispersi koloid
karena masing-masing mengandung partikel-partikel dengan ukuran koloid (Ansel,
2005).
Gel jika sistem dua fase contohnya yaitu gel aluminium hidroksida. Gel fase
tunggal dapat dibuat dari makromolekul sintetik (misalnya karbomer) atau dari gom
alam (misalnya tragakan). Sediaan tragakan disebut juga musilago. Walaupun gel
ini umumnya mengandung air, etanol dan minyak dapat digunakan sebagai fase
pembawa. Sebagai contoh, minyak mineral dapat dikombinasi dengan resin
polietilena untuk membentuk dasar salep berminyak (Depkes RI, 2014).
Gel mempunyai kekakuan yang disebabkan oleh jaringan yang saling
menganyam dari fase terdispersi yang mengurung dan memegang medium
pendispersi. Perubahan pada temperatur dapat menyebabkan gel tertentu
mendapatkan kembali bentuk sol atau bentuk cairnya. Selain itu, beberapa gel
menjadi encer setelah pengocokan dan menjadi setengah padat atau padat kembali
setelah dibiarkan tidak terganggu untuk beberapa waktu tertentu, peristiwa ini
disebut tiksotropi (Ansel, 2005).
Dasar gel yang umum digunakan menurut Ansel (2005) terbagi menjadi dua,
diantaranya adalah:
18
UIN Syarif Hidayatullah jakarta
a) Dasar gel hidrofilik
Umumnya terdiri dari molekul-molekul organik yang besar dan dapat
dilarutkan atau disatukan dengan molekul dari fase pendispersi. Bahan-bahan
ini tersebar dengan cepat segera setelah ditambah fase pendispersi membentuk
dispersi koloid. Pada umumnya, karena daya tarik menarik pada pelarut dari
bahan-bahan hidrofilik kebalikan dari tidak adanya daya tarik menarik dari
bahan hidrofobik, sistem koloid hidrofilik biasanya lebih mudah untuk dibuat
dan memiliki stabilitas yang lebih besar (Ansel, 2005).
Pada gel hidrofilik, karena kandungan airnya besar (sampai 70%), maka
sediaan ini dapat mengalami kontaminasi mikroba, yang secara efektif dapat
dihindari dengan penambahan bahan pengawet. Untuk upaya stabilisasi dari
segi mikrobiel disamping penggunaan bahan-bahan pengawet seperti dalam
balsam, maka khusus untuk basis ini sangat cocok pemakaian metil dan propil
paraben, yang umumnya disatukan dalam bentuk larutan pengawet (Voight,
1994).
b) Dasar gel hidrofobik
Pada gel hidrofobik, umumnya terdiri dari partikel-partikel anorganik. Jika
ditambahkan ke dalam fase pendispersi, hanya sedikit sekali terjadi interaksi
antara kedua fase. Berbeda dengan bahan hidrofilik, bahan hidrofobik tidak
secara spontan menyebar, tetapi harus dirancang dengan prosedur khusus.
Penambahannya ke dalam medium pendispersi tidak begitu berpengaruh
terhadap viskositas dari cairan pembawa.
2.8.1. Kegunaan Gel (Lachman, 2007)
a) Gel dapat diterima untuk pemberian oral, bentuk sediaan yang tepat atau
sebagai kulit kapsul yang dibuat dari dan untuk bentuk sediaan obat
long-acting yang diinjeksikan intramuskular.
b) Gelling agent biasa digunakan sebagai bahan pengikat pada granulasi
tablet, bahan pelindung koloid pada suspensi, bahan pengental pada
sediaan oral, dan basis suppositoria.
c) Pada kosmetik, gel digunakan untuk berbagai produk kosmetik,
termasuk shampo, pasta gigi, parfum, dan sediaan perawatan rambut dan
kulit.
19
UIN Syarif Hidayatullah jakarta
d) Gel digunakan untuk obat yang diberikan secara setengah padat (non
steril) atau dimasukkan ke dalam lubang tubuh atau mata (gel steril)
2.8.2. Kelebihan dan Kekurangan Gel
Kelebihan sediaan gel menurut Voight (1994) yaitu sebagai berikut:
a) Daya sebarnya pada kulit baik
b) Efek dingin yang ditimbulkan akibat lambatnya penguapan air pada
kulit
c) Tidak menghambat fungsi fisiologis kulit, khususnya respiration
sensibilis, oleh karena tidak melapisi permukaan kulit secara kedap dan
tidak menyumbat pori-pori kulit
d) Mudah dicuci dengan air, memungkinkan pemakaiannya pada bagian
tubuh yang berambut
e) Tampak putih dan bersifat lembut
f) Pelepasan obatnya baik
Adapun kekurangan sediaan gel menurut Lachman (2007) yaitu sebagai
berikut:
a) Untuk hidrogel: harus menggunakan zat aktif yang larut di dalam air
sehingga diperlukan penggunaan peningkat kelarutan seperti surfaktan
agar gel tetap jernih pada berbagai perubahan temperatur, tetapi gel
tersebut mudah dicuci atau hilang ketika berkeringat, kandungan
surfaktan yang tinggi dapat menyebabkan iritasi dan harga lebih mahal.
b) Penggunaan emolien golongan ester harus diminimalkan atau
dihilangkan untuk mencapai kejernihan yang tinggi.
c) Untuk hidroalkoholik: gel dengan kandungan alkohol yang tinggi dapat
menyebabkan pedih pada wajah dan mata, penampilan yang buruk pada
kulit bila terkena paparan cahaya matahari, alkohol akan menguap
dengan cepat dan meninggalkan film yang berpori atau pecah-pecah
sehingga tidak semua area tertutupi atau kontak dengan zat aktif.
20
UIN Syarif Hidayatullah jakarta
2.8.3. Sifat Gel
Sifat gel menurut review dari Rathod dan Metha (2015) adalah sebagai berikut:
1) Gel harus inert, aman, dan tidak bereaksi dengan konstituen formula lainnya
2) Gel harus cocok dengan agen antimikroba
3) Gel untuk aplikasi pada mata harus steril
4) Gel topikal tidak boleh lengket
5) Terjadi daya tarik menarik pada pelarut sehingga gel tetap seragam
2.8.4. Basis Gel dan Faktor yang Mempengaruhi (Anwar, 2012 dalam
Wardiyah, 2015)
Gel sering digunakan dalam penghantaran obat yang dapat menjerap
sejumlah air yang dikenal dengan hidrogel. Penyerapan cairan berlangsung melalui
pengembangan. Hal ini diikuti dengan meningkatnya volume dan membesarnya
tekanan (tekanan pembengkakan sampai 100 Mpa, 103 at), dan peristiwa tersebut
berkaitan dengan dihasilkannya panas positif. Koloid linier yang digunakan untuk
membentuk gel dapat mengembang tanpa batas, artinya kondisi gel dapat diubah
menjadi sol dengan penambahan pelarut yang lebih banyak. Dengan demikian
jumlah air yang digunakan untuk pengembangan sangat menentukan sifat reologi
sediaan yang terbentuk.
Komposisi sediaan gel umumnya terdiri dari komponen bahan yang dapat
mengembang dengan adanya air, humektan, dan pengawet, terkadang juga
diperlukan bahan yang dapat meningkatkan penetrasi bahan berkhasiat.
a) Gel tautan Silang (Cross Link) Secara Kimia (Marriot dkk., 2010)
Sistem ini, pemisahan fase mikroskopik dicegah karena adanya tautan-
silang, semakin tinggi densitas/massa jenis dari senyawa peanut-silang, maka
semakin kecil kontraksi polimer dengan pelarut, dan gel yang terbentuk
semakin kuat. Kekuatan gel dapat diukur dengan Texture analyzer
Surfaktan ionik dapat terikat dengan polimer nonionik, sehingga cara yang
efektif untuk memasukkan muatan ke dalam gel polimer nonionik adalah
dengan menambahkan surfaktan ionik. Karena muatan tersebut bergantung
pada ikatan kooperatif dari surfaktan pada rantai backbone polimer, maka
pengembangan dari gel tergantung pada parameter yang mengendalikan ikatan
pada surfaktan. Saat panjang rantai alkil pada surfaktan meningkat, afinitas
21
UIN Syarif Hidayatullah jakarta
ikatan pada polimer pun akan meningkat, sehingga secara efektif meningkatkan
densitas muatan polimer. Derajat pengembangan secara langsung
mempengaruhi pelepasan senyawa yang bergabung dalam gel cross-linked.
Sehingga dengan meningkatkan pengembangan, difusi dari senyawa yang
tergabung akan meningkat.
b) Gel yang Terbentuk dari Polimer Polisakarida
Gel polisakarida bersifat temperature-reversible, terbentuk pada
konsentrasi polimer yang relatif rendah umumnya dari turunan selulosa,
struktur gel dapat dibentuk pada konsentrasi antara 2-6%. Gel polisakarida
dapat dibentuk dengan memodifikasi ikatan silang secara kimia, yang
dipengaruhi oleh pH.
c) Pembentuk Gel Alami
Pembentuk gel alami yang umum digunakan adalah xanthan gum, gellan
gum, dan gelatin. Xanthan gum dan gellan gum yaitu polisakarida dengan berat
molekul besar yang diperoleh dari fermentasi menggunakan mikroba. Larutan
xanthan gum mempunyai viskositas tinggi pada tekanan geser (shear rate) yang
rendah yang dapat menjaga partikel padat tetap tersuspensi dan mencegah
emulsi mengalami koalesen. Gellan gum yaitu pembentuk gel, efektif pada
penggunaan dengan jumlah yang sedikit, membentuk gel yang padat pada
konsentrasi rendah.
d) Bahan Tambahan Lain
1) Humektan
Humektan digunakan sebagai pelembab pada kulit. Penambahan
humektan dapat meminimalkan kehilangan air dan menyisakan lapisan film
tanpa membentuk kerak. Contoh aditif yang dapat ditambahkan untuk
membantu menahan air meliputi:
a) Gliserol dalam konsentrasi >30%
b) Propilen glikol dalam konsentrasi sekitar 15%
c) Sorbitol dalam konsentrasi 3-15% (Marriot dkk., 2010)
2) Chelating agent
Bertujuan untuk mencegah basis dan zat yang sensitif terhadap logam
berat. Contoh dari chelating agent adalah EDTA.
22
UIN Syarif Hidayatullah jakarta
3) Pengawet
Gel memiliki kandungan air lebih tinggi dari salep atau pasta, oleh
karena itu gel rentan terhadap kontaminasi mikroba. Penggunaan pengawet
biasanya disesuaikan dengan gelling agent yang digunakan.
4) Enhancer (peningkat penetrasi)
Enhancer merupakan senyawa yang digunakan untuk meningkatkan
jumlah dan jenis zat aktif yang dapat masuk menembus stratum korneum
kulit. Enhancer pada sediaan setengah padat harus memenuhi kriteria
sebagai berikut:
a) Bersifat inert secara farmakologis terhadap tubuh, baik lokal maupun
sistemik.
b) Tidak mengiritasi dan menyebabkan alergi.
c) Harus bekerja dengan cepat dan memiliki onset yang dapat
diperkirakan.
d) Aktivitas dan durasinya harus bisa diperkirakan.
e) Saat enhancer tidak lagi di kulit, sifat barrier kulit harus segera kembali
normal secara sempurna.
f) Harus bekerja hanya satu arah, yaitu hanya membuat obat dapat masuk,
tidak membuat senyawa di dalam kulit keluar.
g) Harus kompatibel dengan zat aktif ataupun zat lain dalam sediaan dan
meningkatkan kelarutan zat aktif dalam formulasinya.
h) Harus dapat diterima secara kosmetologis, tidak berbau dan tidak
berwarna.
Enhancer berinteraksi dengan intrasel dari lapisan kulit melalui
berbagai cara, contohnya fluidisasi, polarisasi, pemisahan fase, atau
ekstraksi lipid. Selain itu juga membentuk vakuola di dalam korneosit, dan
mendenaturasi keratin. Contoh peningkat penetrasi adalah air, alkohol,
lemak alkohol, glikol, dan surfaktan.
23
UIN Syarif Hidayatullah jakarta
2.9. Stabilitas
Stabilitas merupakan kemampuan suatu produk obat atau kosmetik untuk
bertahan dalam batas spesifikasi yang diterapkan sepanjang periode penyimpanan
dan penggunaan untuk menjamin identitas, kualitas, kekuatan dan kemurnian
produk (Djajadisastra, 2004).
Ketidakstabilan fisika dari sediaan ditandai dengan adanya perubahan warna,
timbul bau, pengendapan suspensi atau caking, perubahan konsistensi dan
perubahan fisik lainnya. Uji stabilitas dipercepat dapat digunakan untuk
menentukan nilai kestabilan suatu sediaan farmasetika atau kosmetik dalam waktu
yang singkat. Pengujian ini dimaksudkan untuk memperoleh informasi yang
diinginkan dalam waktu sesingkat mungkin dengan cara menyimpan sampel pada
kondisi yang dirancang untuk mempercepat terjadinya perubahan yang biasa terjadi
pada kondisi normal. Apabila hasil pengujian suatu sediaan pada uji dipercepat
diperoleh hasil yang stabil, hal itu menunjukkan bahwa sediaan tersebut stabil pada
penyimpanan suhu kamar selama setahun. Uji cycling test dapat digunakan untuk
uji stabilitas dipercepat. Uji ini merupakan simulasi adanya perubahan suhu setiap
tahun bahkan setiap harinya selama penyimpanan produk. Ketidakstabilan kimia
ditandai dengan berkurangnya konsentrasi zat aktif karena terjadinya reaksi atau
interaksi kimia, rusaknya eksipien karena hidrolisis dan reaksi sejenis, serta
pembentukan senyawa lain (Djajadisastra, 2004).
Stabilitas fisika adalah evaluasi perubahan sifat fisika dari suatu produk
tergantung waktu (periode penyimpanan). Beberapa contoh perubahan fisika yaitu
migrasi (perubahan warna), perubahan bau, perubahan rasa, perubahan tekstur atau
penampilan. Evaluasi dari uji stabilitas fisik meliputi: pemeriksaan organoleptis,
homogenitas, pH, dan bobot jenis (Vadas, 2010 dalam Robbani, 2015).
Stabilitas kimia suatu obat adalah lamanya suatu obat untuk mempertahankan
integritas kimia dan potensinya seperti yang tercantum pada etiket dalam batas
waktu yang ditentukan. Langkah untuk menentukan baik buruknya sediaan yang
dihasilkan adalah pengumpulan dan pengolahan data, meskipun tidak menutup
kemungkinan adanya parameter lain yang harus diperhatikan. Data yang harus
dikumpulkan untuk jenis sediaan yang berbeda tidak sama, begitu pula untuk jenis
sediaan sama tetapi cara pemberiannya beda. Sehingga sangat bervariasi tergantung
24
UIN Syarif Hidayatullah jakarta
dari jenis sediaan, cara pemberian, stabilitas zat aktif dan lain-lain (Florence dan
Attwood, 2011).
Data yang paling dibutuhkan adalah data sifat kimia, dan kerja farmakologi
zat aktif (data primer), didukung sifat zat pembantu (data sekunder). Secara reaksi
kimia, zat aktif dapat terurai karena beberapa faktor diantaranya adalah oksigen
(oksidasi), air (hidrolisa), suhu (oksidasi), cahaya (fotolisis), karbondioksida
(turunnya pH larutan), sesepora ion logam sebagai katalisator reaksi oksidasi.
Faktor luar juga mempengaruhi ketidakstabilan kimia seperti, suhu, kelembaban
udara dan cahaya (Florence dan Attwood, 2011).
2.10. Studi Preformulasi Sediaan Gel
2.10.1. Natrium Karboksimetil Selulosa (NA CMC)
Gambar 2.3 Struktur Na CMC
[Sumber: (Rowe dkk., 2009)]
NA CMC adalah garam natrium dari asam selulosa glikol dan dengan
demikian berkarakter ionik. Disebabakan oleh proses pembuatannya, produk yang
dibutuhkan dalam farmasetika mengandung jumlah natrium klorida yang berbeda-
beda, dan menyebabkan rasa asin yang lemah. Larutannya dalam air praktis
bereaksi netral dan tidak memiliki aktivitas permukaan. (Voight, 1994). Na CMC
merupakan bahan yang tidak toksik dan tidak menyebabkan iritasi serta
biokompatibel dengan kulit dan juga membran mukosa yang cocok digunakan
untuk aplikasi biomedis, seperti sebagai material dalam penanganan luka (Kulicke
dkk., 1996).
25
UIN Syarif Hidayatullah jakarta
Na CMC berbentuk putih atau hampir putih, tidak berbau, dan tidak berasa.
Titik leburnya 2270C. Na CMC banyak digunakan dalam formulasi farmasi oral dan
topikal atau parenteral. Na CMC juga dapat digunakan sebagai pengikat tablet dan
disintegran, penstabil emulsi, dan pada konsentrasi tinggi (3-6%) dapat digunakan
sebagai basis pembentuk gel. Umumnya, glikol sering ditambahkan untuk
mencegah terjadinya pengeringan basis. Timbulnya bintik-bintik dalam gel
merupakan tanda penggunaan Na CMC secara tunggal sebagai pembentuk gel dapat
membentuk larutan koloida dalam air (Rowe dkk., 2009). Berikut ini kegunaan dan
rentang konsentrasi Na CMC:
Tabel 2.2 Kegunaan Karboksimetil Selulosa
Kegunaan Konsentrasi (%)
Zat pengemulsi 0,25-0,1%
Agen pembentuk gel 3,0-6,0%
Injeksi 0,05-0,75%
Larutan oral 0,1-1,0%
Bahan pengikat tablet 0,1-1,0%
[Sumber: (Rowe dkk., 2009)]
Na CMC juga berfungsi sebagai pengabsorpsi eksudat luka atau air
transepidermal dan keringat. Hal ini dikarenakan Na CMC mempunyai kapasitas
yang tinggi untuk mengikat air dan juga mampu mengatur difusi uap air melalui
distribusi pori matriks. Na CMC stabil pada pH 2-10. Jika pH kurang dari 2 maka
akan terjadi presipitasi, dan jika pH lebih dari 10 akan menyebabkan penurunan
viskositas. Na CMC inkompatibel dengan asam kuat, dengan garam terlarut dari
besi dan logam lainnya. Menurut Maulina dan Sugihartini (2015), basis Na CMC
terdapat kelebihan apabila dibandingkan dengan menggunakan basis karbopol,
antara lain: nilai pH yang lebih tinggi dibandingkan basis karbopol yang bersifat
asam, nilai daya sebar basis Na CMC yang lebih tinggi, dan apabila gel dengan
basis Na CMC diberi ekstrak, hasilnya tidak mempengaruhi daya sebar, berbeda
dengan gel basis karbopol apabila diberi penambahan ekstrak mengakibatkan
penurunan nilai daya sebar.
26
UIN Syarif Hidayatullah jakarta
2.10.2. Natrium Alginat (Na Alginat)
Gambar 2.4 Struktur Na Alginat
[Sumber: (FAO, 1997)]
Na alginat berbentuk bubuk berwarna coklat kekuningan, berbau, dan tidak
berasa. Na alginat praktis tidak larut dalam etanol (95%), eter, klorofom, dan
campuran etanol/air, praktis tidak larut dalam pelarut organik lainnya dan larutan
asam (pH kurang dari 3). Perlahan-lahan larut dalam air membentuk larutan koloid
kental. Larutan air Na alginat paling stabil pada pH 4-10, pH dibawah 3 asam
alginat diendapkan. Dan pH diatas 10 menyebabkan penurunan viskositas karena
terjadinya degradasi. Untuk penggunaan luar tubuh, dapat ditambahkan pengawet
0,1% klorokresol, 0,1% kloroxylenol, atau paraben. Na alginat adalah bahan
higroskopis, alginat harus disimpan dalam wadah kedap udara dan di tempat sejuk
dan kering. Natrium alginat inkompatibel dengan derivat akridin, kristal violet,
asetat fenilmerkuri, nitrat, logam berat, dan etanol dalam konsentrasi yang lebih
besar dari 5% (Rowe dkk., 2009).
Alginat banyak digunakan sebagai bahan pengental, pengemulsi, penstabil,
pembentuk film, dan pembentuk gel (Basmal dkk., 2013). Na alginat digunakan
dalam berbagai formulasi oral dan topikal. Dalam formulasi topikal, Na alginate
banyak digunakan sebagai pengental dan pensuspensi pada pasta, krim, dan gel, dan
sebagai bahan penstabil untuk emulsi minyak dalam air. Baru-baru ini telah
digunakan dalam pembentukan nanopartikel. Na alginat juga dapat membentuk gel
untuk mata. Na alginat juga digunakan untuk mengobati luka. Na alginat juga
digunakan dalam kosmetik dan produk makanan (Rowe dkk., 2009). Berikut ini
kegunaan dan rentang konsentrasi Na alginat:
27
UIN Syarif Hidayatullah jakarta
Tabel 2.3 Kegunaan dan Rentang Konsentrasi Na Alginat
Kegunaan Rentang Konsentrasi
Pasta dan krim 5-10%
Penstabil dalam emulsi 1-3%
Agen pensuspensi 1-5%
Pengikat tablet 1-3%
Penghancur tablet 2,5-10%
[Sumber: (Rowe dkk., 2009)]
Larutan Na alginat memiliki kekentalan tinggi jika dilarutkan dalam air.
Kekentalannya meningkat seiring meningkatnya konsentrasi alginat dan menurun
seiring kenaikan suhu. Urutan kestabilan alginat dalam penyimpanan antara lain
Na-alginat > ammonium alginat > asam alginat (Basmal dkk., 2013).
Alginat bersifat non-toksik, non alergik, dan dapat terurai dalam tubuh
(biodegradable). Apabila terkena jaringan tubuh, alginat terurai menjadi gula
sederhana dan dapat diabsorpsi. Membran alginat mempunyai keuntungan, yaitu
disamping sebagai sistem pemberian obat, membran ini juga berfungsi sebagai
penutup luka. Membran alginat mempunyai kemampuan yang kuat untuk
mengabsorpsi cairan (eksudat) dari luka, mudah dicuci dari larutan garam, dan sisa
dasar membran alginat yang mengalami biodegradasi dalam luka tidak perlu
dikeluarkan sehingga mencegah gangguan pembentukan jaringan baru. Selain itu
dasar alginat memberikan rasa sejuk pada tempat pemakaian, hal ini dikarenakan
alginat memberikan kelembaban pada permukaan luka tetapi tidak menyebabkan
maserasi pada luka (Thomas, 1990; Bangun, 2001).
Bangun (2001) telah membuat sediaan alginat dalam bentuk salep. Hasil
penelitian tersebut menunjukkan bahwa salep dengan dasar alginat dapat
melepaskan senyawa obat, mampu menyerap air, dan tidak mengiritasi kulit.
Membran alginat memenuhi beberapa kriteria sebagai pembalut luka dan
penyampaian obat topikal, diantaranya yaitu mempunyai daya absorbsi yang tinggi,
berpori, memiliki sifat fisik yang memadai. Membran terbukti mempercepat
penyembuhan luka dan berhasil menangani infeksi kulit yang disebabkan oleh
bakteri gram positif dan gram negatif. (Mutia dkk., 2011). Penelitian oleh
Rahmawati (2014) menggunakan Na alginat- karboksimetilselulosa lendir bekicot
dengan metode pelapisan sampel pada kasa juga menunjukkan pengaruhnya pada
penyembuhan luka dilihat dari pengamatan jumlah fibroblast, epitelasi dan
28
UIN Syarif Hidayatullah jakarta
angiogenesis. Hal ini juga didukung dengan alginat sebagai bahan yang berpotensi
sebagai membran penutup luka.
2.10.3. Mentol
Gambar 2.5 Struktur Mentol
[Sumber: (Rowe dkk., 2009)]
Nama lain mentol yaitu mentholum racemicum, menthomenthol, mentoli,
mentolis, racemic menthol, dan lain-lain. Rumus molekul mentol yaitu C10H20O,
dan berat molekul 156, 27. Titik lelehnya 340 C. Mentol merupakan komponen
utama dari peppermint dan minyak cornmint yang diperoleh dari Mentha piperitae
dan spesies Mentha arvensis. Mentol banyak digunakan dalam obat-obatan, gula,
produk perlengkapan mandi, dan sebagai enhancer (peningkat penetrasi).
Karakteristik peppermint mentol yang terjadi secara alami memberikan sensasi
dingin dan menyegarkan yang dimanfaatkan pada banyak sediaan topikal. Tidak
seperti manitol yang memberikan efek panas pada tubuh. Mentol berinteraksi
langsung dengan reseptor dingin pada tubuh (Rowe dkk., 2009).
Mentol telah diteliti sebagai peningkat penetrasi kulit dan juga digunakan
dalam wewangian, produk tembakau, dan permen karet, atau sebagai agen
terapetik. Ketika di terapkan pada kulit, mentol melebarkan pembuluh darah yang
menyebabkan sensasi dingin diikuti oleh efek analgesik. Hal ini dapat mengurangi
efek gatal pada penggunaan krim, salep, dan lotion. Jika diberikan secara oral dalam
dosis kecil, mentol memiliki tindakan karminatif (Rowe dkk., 2009). Berikut ini
kegunaan mentol beserta rentang konsentrasinya:
29
UIN Syarif Hidayatullah jakarta
Tabel 2.4 Kegunaan Mentol Beserta Rentang Konsentrasinya
Kegunaan Konsentrasi
Produk Farmasetik
Inhalasi
Suspensi oral
Sirup oral
Tablet
Formulasi topikal
0,02-0,5%
0,003%
0,005-
0,015%
0,2-0,4%
0,05-10,0%
Produk kosmetik
Pasta gigi
Pencuci mulut
Spray oral
0,4%
0,1-2,0%
0,3%
[Sumber: (Rowe dkk., 2009)]
Formulasi yang mengandung mentol 1% b/b dalam krim berair telah
dilaporkan stabil sampai 18 bulan jika disimpan pada suhu kamar. Mentol harus
disimpan dalam wadah tertutup baik pada suhu tidak lebih 250C, karena mudah
menyublim. Mentol inkompatibel dengan hidrat butilkloral, kamper, kloral hidrat,
kromium trioksida, fenol, kalium permanganat, pirogalol, resorsinol, dan timol.
Data toksikologi untuk mentol berhubungan dengan penggunaannya sebagai agen
terapetik bukan sebagai eksipien. Menelan dalam jumlah besar dapat menyebabkan
efek samping yang serius seperti ataksia, depresi SSP, reaksi hipersensitivitas, sakit
perut parah, muntah, vertigo, mengantuk, dan koma (Rowe dkk., 2009).
2.10.4. Etanol
Gambar 2.6 Struktur Alkohol atau Etanol
[Sumber: (Rowe dkk., 2009)]
Nama lain etanol yaitu etil alkohol, etil hidroksida, grain alkohol; metil
karbinol. Rumus molekul C2H6O dan berat molekul 46,07. Etanol atau alkohol
merupakan cairan bening, tidak berwarna, mudah mengalir, sedikit mudah
menguap, bau yang khas dan rasa terbakar. Larut dalam kloroform, eter, gliserin,
dan air dengan kenaikan suhu dan kontraksi volume. Larutan etanol dalam berbagai
konsentrasi dapat digunakan dalam formulasi farmasi, kosmetik, desinfektan, dan
30
UIN Syarif Hidayatullah jakarta
dalam larutan sebagai pengawet antimikroba. Berikut ini kegunaan alkohol beserta
rentang konsentrasinya:
Tabel 2.5 Kegunaan Alkohol Beserta Rentang Konsentrasinya
Kegunaan Konsentrasi (%)
Preservative antimikroba >10 %
Desinfektan 60-90%
Pelarut dalam penyalut film Bervariasi
Pelarut larutan ijeksi tablet Bervariasi
Pelarut cairan oral Bervariasi
Pelarut dalam sediaan topikal 60-90%
[Sumber: (Rowe dkk., 2009)]
Etanol berair dapat disterilkan dengan autoklaf atau filtrasi dan harus
disimpan dalam wadah kedap udara dan di tempat sejuk. Etanol atau alkohol
inkompatibel dalam kondisi asam yang dapat bereaksi keras dengan bahan
pengoksidasi. Campuran etanol atau alkohol dengan alkali dapat menggelapkan
warna karena reaksi dengan reisdu aldehida (Rowe dkk., 2009).
2.10.5. Propilen Glikol
Gambar 2.7 Struktur Propilen Glikol
[Sumber: (Rowe dkk., 2009)]
Nama lain propilen glikol yaitu metil glikol, propilenglikolum, propana-1,2-
diol, dan lain-lain. Propilen glikol adalah cairan jernih, tidak berwarna, kental,
praktis tidak berbau manis, rasa sedikit tajam mirip gliserin. Propilen glikol
mempunyai rumus molekul C3H8O dan berat molekul 76,09. Propilen glikol
memiliki titik leleh -590C. Propilen glikol larut dalam aseton, kloroform, etanol
(95%), gliserin, air, larut pada 1 dari 6 bagian dari eter, tidak larut dalan minyak
mineral ringan atau fixed oil, tetapi melarutkan beberapa minyak esensial (Rowe
dkk., 2009).
Propilen glikol berfungsi sebagai pengawet antimikroba, humektan,
plasticizer, pelarut. Propilen glikol telah banyak digunakan sebagai pelarut,
ekstraktan, dan pengawet berbagai formulasi parenteral dan nonparenteral. Pelarut
ini umumnya lebih baik dari gliserin dan melarutkan berbagai macam bahan, seperti
31
UIN Syarif Hidayatullah jakarta
kortikosteroid, fenol, obat sulfam barbiturat, vitamin (A dan D), alkaloid, dan
banyak anastesi lokal (Rowe dkk., 2009). Berikut ini merupakan kegunaan propilen
glikol beserta rentang konsentrasinya:
Tabel 2.6 Kegunaan Propilen Glikol Beserta Rentang Konsentrasinya
Kegunaan Bentuk Konsentrasi
Humektan Topikal ≈15%
Preservatif Larutan, semisolid 15-30%
Solven dan Kosolven Larutan aerosol
Parenteral
Topikal
10-30%
10-60%
5-80%
[Sumber: (Rowe dkk., 2009)]
Pada suhu dingin, propilen glikol stabil dalam wadah tertutup baik, tetapi
pada suhu tinggi, di tempat terbuka ia cenderung untuk mengoksidasi dan
menghasilkan produk seperti propionaldehid, asam laktat, asam piruvat, dan asam
asetat. Propilen glikol stabill bila dicampur dengan etanol (95%), gliserin, atau air;
larutan mengandung air dapat disterilkan dengan autoklaf. Propilen glikol bersifat
higroskopis, sebaiknya disimpan dalam wadah tertutup baik, terlindung dari
cahaya, di tempat sejuk dan kering. Propilen glikol inkompatibel dengan oksidator
seperti kalium permanganat (Rowe dkk., 2009).
2.10.6. Metil Paraben
Gambar 2.8 Struktur Metil Paraben
[Sumber: (Rowe dkk., 2009)]
Nama lain metil paraben yaitu nipagin, metagin, solbrol, metil p-
hidroksibenzoat, dan lain-lain. Rumus molekul yaitu C8H8O3 dan berat molekul
152,15. Metil paraben memiliki titik leleh 125-1280C. Metil paraben berbentuk
serbuk hablur kecil, tidak berwarna atau serbuk hablur, putih; tidak berbau atau
berbau khas lemah, sedikit rasa terbakar (Depkes, 2014). Larut dalam 500 bagian
air, dalam 20 bagian air mendidih, dalam 3,5 bagian etanol (95%) dan dalam 3
32
UIN Syarif Hidayatullah jakarta
bagian aseton; mudah larut dalam eter dan dalam larutan alkali hidroksida, larut
dalam 60 bagian gliserol panas dan dalan 40 bagian minyak lemak nabati panas,
jika didinginkan larutan tetap jernih (Ditjen POM, 1979).
Metil paraben dapat digunakan sendiri atau dikombinasikan dengan paraben
lain. Penggunaan metil paraben dalam sediaan topikal yaitu 0,02-0,3%. Metil
paraben banyak digunakan sebagai pengawet antimikroba dalam kosmetik,
makanan, dan formulasi farmasi. Metil paraben dapat digunakan sendiri atau
kombinasi dengan paraben lainnya atau zat antimikroba lainnya. Aktivias zat dapat
diperbaiki dengan menggunakan kombinasi paraben yang memiliki efek sinergis.
Kombinasi yang sering digunakan adalah dengan metil-, etil-, propil-, dan butil
paraben. Metil paraben adalah efektif pada rentang pH yang luas dan memiliki
spektrum aktivitas antimikroba yang luas. Aktivitas mikroba meningkat dengan
meningkatnya panjang rantai alkil. Aktivitas metil paraben juga ditingkatkan
dengan penambahan propilen glikol (2-5%), feniletil alkohol, dan asam edetat
(Rowe dkk., 2009).
Aktivitas antimikroba metil paraben yaitu pada pH 4-8. Pada pH yang
meningkat, aktivitasnya menurun karena pembentukan anion fenolat. Paraben lebih
aktif pada bakteri gram positif daripada gram negatif. Metil paraben inkompatibel
dengan senyawa lain seperti bentonit, magnesium trisilikat, talk, tragakan, sodium
alginat, minyak esensial, sorbitol, dan atropin. Selain itu juga bereaksi dengan
baerbagai gula dan alkohol gula terkait (Rowe dkk., 2009).
2.10.7. Propil Paraben
Gambar 2.9 Struktur Propil Paraben
[Sumber: (Rowe dkk., 2009)]
Nama lain propil paraben yaitu nipasol, propagin, propil butex, dan lain-
lain. Propil paraben berbentuk serbuk putih, kristal, tidak berbau, dan tidak berasa.
Rumus molekul propil paraben adalah C10H12O3 dan berat molekul 180,20 (Rowe
33
UIN Syarif Hidayatullah jakarta
dkk., 2009). Propil paraben sangat sukar larut dalam air, mudah larut dalam etanol,
dan dalam eter, sukar larut dalam air mendidih (Depkes, 2014).
Propil paraben banyak digunakan sebagai pengawet antimikroba dalam
kosmetik, makanan, dan formulasi farmasi. Penggunaan metil paraben dalam
sediaan topikal yaitu 0,01-0,6%. Paraben paling sering digunakan dalam sediaan
kosmetik. Propil paraben dapat digunakan sendiri, dalam kombinasi dengan
paraben lainnya, atau dengan zat antimikroba lain. Paraben golongan ini efektif
pada kisaran pH yang luas, yaitu pada pH 4-8. Efikasi paraben dapat menurun
akibat meningkatnya pH, dan adanya pembentukan anion fenolat. Kombinasi propil
paraben (0,02% b/v) bersama metil paraben (0,18% b/v) sebagai pengawet sudah
banyak digunakan (Rowe dkk., 2009).
Larutan propil paraben pada pH 3-6 dapat disterilkan dengan autoklaf, tanpa
dekomposisi. Pada pH 3-6, larutan stabil (kurang dari 10% dekomposisi) sampai
sekitar 4 tahun pada suhu kamar, sedangkan larutan pada pH 8 atau lebih dapat
terhidrolisis (10% atau lebih setelah sekitar 60 hari penyimpanan pada suhu kamar).
Penyimpanan propil paraben pada wadah tertutup baik, di tempat sejuk dan kering
(Rowe dkk., 2009).
2.10.8. Vitamin E
[Sumber: (Rowe dkk., 2009)]
Gambar 2.10 Struktur Vitamin E
Vitamin E atau Alfa tokoferol (C29H50O2) memiliki berat molekul sebesar
430,72 merupkan produk alami berupa cairan kental berminyak bening, tidak
berwarna dan coklat kekuningan. Alfa tokoferol merupakan sumber vitamin E yang
memiliki efek antioksidan, komponen lipofilik yang tinggi dan dapat berfungsi
sebagai pelarut untuk obat yang memiliki kelarutan rendah. Biasa digunakan pada
kisaran konsentrasi sebesar 0,001-0,005% v/v. Memiliki titik didih sebesar 2350C
dan profil kelarutan yaitu, praktis tidak larut dalam air, mudah larut dalam aseton,
etanol, eter, dan minyak sayur (Rowe dkk., 2009).
34 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2016 sampai bulan Juli
2017, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta. Pembuatan ekstrak dilakukan di Laboratorium Penelitian I,
pembuatan sediaan dan pengujian stabilitas fisika dilakukan di Laboratorium
Penelitian II. Pengujian stabilitas kimia dilakukan di Laboratorium Formulasi
Sediaan Padat.
3.2. Alat dan Bahan
3.2.1. Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah blender, gelas ukur,
corong, kapas, kertas saring, labu ukur, batang pengaduk, pipet tetes, lumpang dan
alu, sudip, spatula, timbangan analitik, vaccuum rotary evaporator, alummuium
foil, kertas saring, kapas, pH meter, viskotester Haake 6R, oven, refrigerator,
apparatus melting point, homogenizer, dry vacuum pump/ compressor), melting
point, kromatografi lapis tipis, kromatografi gas spektro massa (GCMS),
spektrofotometer UV-Vis, vial, hotplate, oven, statif, penggaris, object glass,
waterbath sonicator, wadah gel, plastik wrap, kertas berlabel, kertas perkamen,
thermometer, kaca objek, log book.
3.2.2. Bahan
Bahan – bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rimpang kencur,
n-heksana, metanol, metanol (pro analisis), mentol, etanol (96%), natrium alginat,
natrium karboksimetilselulosa, vitamin E, propilen glikol, metil paraben, propil
paraben, dan akuades.
35
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.3. Prosedur Penelitian
3.3.1. Isolasi Kristal EPMS
3.3.1.1.Pengambilan Sampel
Sampel uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah rimpang kencur
yang diperoleh dari Balitro (Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat) Bogor,
Jawa Barat pada bulan Desember 2016, dan selanjutnya dideterminasi di Pusat
Konservasi Tumbuhan Kebun Raya-LIPI, Bogor.
3.3.1.2.Penyiapan Simplisia
Dalam penelitian ini, bahan yang digunakan yaitu rimpang kencur sebanyak
4 kg yang diperoleh dari Balitro Bogor dibersihkan, lalu disortasi basah dengan
dicuci menggunakan air mengalir kemudian dirajang tipis ukuran 3-5 mm.
Kemudian dijemur tanpa cahaya matahari dengan diangin – anginkan selama 5 hari
sampai kering. Setelah itu dihaluskan dengan menggunakan blender sehingga
diperoleh simplisia halus. Serbuk simplisia yang diperoleh kemudian di timbang
dan selanjutnya disimpan dalam wadah yang tertutup rapat.
3.3.1.3.Pembuatan ekstrak
Pembuatan ekstrak dilakukan dengan metode ekstraksi cara dingin yaitu
dengan cara maserasi atau merendam. Simplisia halus dimasukkan ke dalam wadah
gelap dan selanjutnya ditambahkan pelarut n-heksan kedalam wadah tersebut
hingga serbuk simplisia terendam ± 3 cm diatas permukaan simplisia. Maserasi
dilakukan selama 5 hari dengan sesekali dikocok agar semua serbuk dapat
menyentuh pelarut dengan sempurna.
Hasil maserasi disaring dengan menggunakan kapas untuk memisahkan
filtrat yang diperoleh dari ampas, ampas yang didapat kemudian di remaserasi
kembali sekitar 3-4 kali hingga mendapatkan filtrat yang jenih (warna kuning
bening). Kemudian filtrat yang diperoleh di saring kembali dengan kertas saring
untuk memisahkan ampas halus yang belum tersaring saat penyaringan
menggunakan kapas. Setelah semua filtrat terkumpul, lalu dilakukan pemekatan
dengan menggunakan vacuum rotary evaporator, sehingga diperoleh ekstrak kental
n-heksan dan kemudian ekstrak yang didapatkan ditimbang. Ekstrak kental n–
heksan yang didapatkan yaitu sebanyak 115,56 gram. Ekstrak kemudian dihitung
presentasi rendeman ekstrak.
36
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Rendeman Ekstrak Diperoleh
% 𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘 =𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑖𝑚𝑏𝑎𝑛𝑔
𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑠𝑒𝑟𝑏𝑢𝑘 𝑠𝑖𝑚𝑝𝑙𝑖𝑠𝑖𝑎 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘𝑠𝑖𝑥100%
3.3.1.4.Isolasi EPMS dari Rimpang Kencur
Hasil ekstraksi rimpang kencur yang telah dipekatkan menggunakan
vacuum rotary evaporator disimpan dalam wadah tertutup alumunium foil dan
diberi lubang diatasnya agar mudah terjadi penguapan sehingga didapatkan kristal.
Kristal yang telah terbentuk kemudian di rekristalisasi dengan cara melarutkan
kristal dengan n- heksana dan sedikit metanol dan melakukan penyaringan sehingga
diperoleh kristal EPMS. Selanjutnya filtrat hasil penyaringan disimpan di dalam
lemari pendingin sehingga terbentuk kristal kembali. Kristal yang terbentuk
direksristalisasi kembali sesuai dengan prosedur yang telah dilakukan sebelumnya.
Kristal yang diperoleh kemudian dilarutkan dalam n-heksan, etil asetat dan diuji
kemurniannya dengan menggunakan metode KLT dengan eluen n–heksana : etil
asetat dengan perbandingan 9:1 dan dengan GCMS.
Rendeman hasil kristal yang didapat kemudian dihitung dengan rumus:
% 𝑟𝑒𝑛𝑑𝑒𝑚𝑎𝑛 =𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑘𝑟𝑖𝑠𝑡𝑎𝑙 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘 𝑛 − ℎ𝑒𝑘𝑠𝑎𝑛𝑎𝑥100%
3.3.2. Identifikasi Kristal EPMS
3.3.2.1.Pemeriksaan Organoleptis
Kristal yang didapat diidentifikasi dilakukan pemeriksaan fisik
menggunakan panca indera meliputi warna, bentuk, dan baunya(Depkes RI, 2000).
3.3.2.2.Uji Kromatografi Lapis Tipis
Pengujian KLT kristal EPMS hasil isolasi dilakukan dengan menggunakan
plat silika gel F254 dengan eluen n-heksan dan etil asetat perbandingan n-heksana
: etil asetat (9:1). Kemudian dilihat pada lampu UV 254 nm dan 366 nm. Spot yang
didapatkan dihitung nilai Rfnya dan dibandingkan dengan standar EPMS. Tujuan
dilakukan KLT adalah untuk melihat kemurnian kristal EPMS hasil isolasi
(Mufidah, 2014).
3.3.2.3.Pengukuran Titik Leleh
Kristal yang didapat diidentifikasi titik lelehnya menggunakan alat
apparatus melting point. Pengukuran titik leleh dilakukan dengan cara
37
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
memasukkan sedikit kristal ke dalam pipa kapiler lalu diletakkan di dalam wadah
sampel pada alat dan diamati suhu pada saat kristal tersebut mulai meleleh. Titik
leleh kristal EPMS yaitu rentang 49-500C (Umar, 2014).
3.3.2.4.Identifikasi Senyawa EPMS menggunakan GCMS
Senyawa EPMS dari sampel kristal EPMS yang didapatkan diidentifikasi
dan diukur kemurniannya menggunakan instrument kromatografi gas spektrometri
massa (GCMS) Kolom yang digunakan adalah HP-5MS (30 mx 0,25 mm ID x 0,25
µm); suhu awal 700 C selama 2 menit, dinaikkan ke suhu 2850 C dengan kecepatan
200 C/min selama 20 menit. Suhu MSD 2850 C, kecepatan aliran 1,2 ml/min dengan
split 1:100. Parameter scanning dilakukan dari massa paling rendah yaitu 35 sampai
paling tinggi 550. Waktu retensi 32,07 menit (Umar dkk., 2012).
Pengujian ini dilakukan dengan cara melarutkan kristal EPMS di dalam
metanol, dan dibuat larutan induk dalam konsentrasi 5000 ppm. Larutan induk
dibuat dengan cara melarutkan 50 mg kristal dalam metanol pro kromatografi
hingga 10 ml. selanjutnya dari larutan induk tersebut dibuat larutan dengan
konsentrasi 100 ppm sebanyak 5 ml dan dianalisa dengan menggunakan GCMS.
3.3.3. Optimasi Formula Sediaan Gel
3.3.3.1.Formulasi Sediaan Gel
Tabel 3.1 Rancangan Formula Sediaan Gel
Bahan (%) Formula
F1(%) F2(%) F3(%)
EPMS
Na CMC
Na Alginat
Propilen Glikol
Metil Paraben
Propil Paraben
Vitamin E
Etanol 96%
Menthol
Add Akuades
1
1
0,5*
5
0,18
0,02
0,02
5
0,05
100
1
1
1*
5
0,18
0,02
0,02
5
0,05
100
1
1
1,5*
5
0,18
0,02
0,02
5
0,05
100
*Parameter yang divariasikan
Prosedur Pembuatan:
a. Na CMC didispersikan ke dalam akuades 600C, kemudian didiamkan selama 30
menit sampai terdispersi seluruhnya, lalu diaduk dengan homogenizer
kecepatan 350 rpm hingga terbentuk gel yang bening (A)
38
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
b. Na alginat didispersikan ke dalam akuades, kemudian diaduk dengan
homogenizer kecepatan 200 rpm hingga terbentuk gel (B).
c. Campuran A dimasukkan sedikit demi sedikit ke dalam campuran B,
selanjutnya diaduk dengan homogenizer kecepatan 200 rpm (AB).
d. Metil paraben dan propil paraben didispersikan ke dalam propilen glikol dan
dimasukkan ke dalam campuran AB.
e. EPMS didispersikan ke dalam etanol 96% dan ditambahkan ke dalam campuran
AB.
f. Mentol dilarutkan dalam propilen glikol lalu ditambahkan ke dalam campuran
AB.
g. Propilen glikol dan vitamin E ditambahkan ke dalam campuran AB dan
didispersikan dengan homogenizer hingga terdispersi seluruhnya.
h. Sediaan yang telah homogen, kemudian ditambahkan sisa akuades sedikit demi
sedikit dan diaduk dengan homogenizer.
i. Sediaan gel yang dihasilkan kemudian ditempatkan dalam wadah gel yang
tertutup rapat dan disimpan selama 21 hari untuk evaluasi sifat fisik dan kimia
sediaan.
3.3.4. Evaluasi Sifat Fisika dan Kimia Sediaan Gel EPMS
3.3.4.1.Pemeriksaan Organoleptik
Sediaan yang telah dibuat dilakukan pemeriksaan organoleptik dengan cara
mengamati tampilan fisik dari sediaan, meliputi bentuk, warna, dan bau pada hari
ke 0, 7, 14, dan 21 (Depkes RI, 1995).
3.3.4.2.Pemeriksaan Homogenitas
Pemeriksaan homogenitas dilakukan dengan menggunakan kaca objek.
Pengujian ini dilakukan dengan cara menggunakan 2 kaca objek. Sediaan diperiksa
homogenitasnya dengan cara dioleskan pada kaca objek dan kemudian diratakan
dengan kaca objek yang lainnya lalu diamati. Pengamatan dilakukan dengan
melihat ada atau tidaknya partikel yang belum tercampur secara homogen.
Pemeriksaan homogenitas dilakukan pada hari ke 0, 7, 14, dan 21 (Depkes RI,
1995).
39
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.3.4.3. Penentuan pH Sediaan
Penentuan pH sediaan dilakukan dengan menggunakan alat pH meter yang
telah terkalibrasi. Pengukuran pH dilakukan pada hari ke 0, 7, 14, dan 21 (Depkes
RI, 1995). Rentang nilai pH yang aman untuk kulit atau sediaan setengah padat
adalah sekitar 4,5 – 6,5 (Tranggono dan Latifah, 2007).
3.3.4.4.Pengukuran Viskositas Sediaan
Sediaan dimasukkan ke dalam gelas beker 100 ml, lalu dipasang spindel.
Kemudian spindel diturunkan ke dalam sediaan hingga batas yang ditentukan.
Pengukuran dilakukan dengan alat viskometer Haake 6R, selanjutnya diatur
kecepatan 60 rpm dan dicelupkan ke dalam sediaan sampai alat menunjukkan nilai
viskositas sediaan. Nilai viskositas (cPs) yang ditunjukkan pada alat viskometer
Haake merupakan nilai viskositas sediaan (Marinda, 2012). Pemeriksaan viskositas
dilakukan pada hari ke 0, 7, 14, dan 21 (Depkes, 1995).
3.3.4.5.Pemeriksaan Daya Sebar
Sekitar 1 gram sediaan diletakkan diantara 2 kaca akrilik. Sebelumnya, kaca
akrilik bagian atas ditimbang terlebih dahulu kemudian diletakkan diatas sediaan
dan dibiarkan selama 1 menit. Diatasnya diberi beban dengan berat sekitar 19 gram,
dan dibiarkan selama 1 menit, kemudian diukur diameter sebarnya. Kemudian
ditambahkan kembali beban dengan berat 20 gram dan diukur diameter sebarnya.
Hal ini dilakukan hingga beban maksimum di atas sediaan seberat 99 gram.
Selanjutnya dibuat grafik hubungan antara beban dan luas sebar sediaan (Swastika
dkk., 2013; Voight 1994).
3.3.4.6.Uji Stabilitas
a. Pengamatan Cycling Test
Sediaan gel disimpan pada suhu 4± 20 C selama 24 jam, kemudian dipindahkan
ke dalam oven yang bersuhu 40 ± 20 C selama 24 jam (satu siklus). Uji ini dilakukan
sebanyak 6 siklus atau selama 12 hari kemudian diamati adanya pemisahan fase
(Marinda, 2012).
b. Pemeriksaan Stabilitas Suhu
Sediaan gel disimpan pada beberapa suhu. Diantaranya suhu kamar (270±20 C),
dan suhu tinggi (400±20C) selama 21 hari, kemudian dilakukan pengamatan
organoleptis, pH, homogenitas, daya sebar, dan uji mekanik (Chandira dkk., 2010).
40
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
c. Uji Sentrifugasi
Sediaan dimasukkan kedalam alat sentrifugasi kemudian dimasukkan ke dalam
alat sentrifugator dengan kecepatan 5000 rpm selama 30 menit. Perlakuan tersebut
sama dengan perlakuan adanya gravitasi selama 1 tahun. Selanjutnya diamati
apakah terjadi pemisahan atau tidak (Budiman, 2008).
3.3.4.7.Analisis Stabilitas Kimia EPMS dalam Sediaan Gel Menggunakan
Spektrofotometer UV-Vis
Penetapan kadar EPMS dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer
UV-Vis terhadap tiga formula sediaan. Penetapan kadar dilakukan dengan cara
mengekstraksi EPMS dari sediaan dengan menggunakan pelarut metanol. Sebanyak
100 mg sediaan dilarutkan dalam metanol sampai 10 mL. Kemudian di ekstraksi
dengan memvortex sediaan sampai 10 menit, selanjutnya sentrifugasi kecepatan
3000 rpm selama 10 menit. Hasil ekstraksi kemudian dibuat pengenceran dengan
konsentrasi 5 ppm untuk masing-masing sediaan. Perlakuan ini dilakukan sebanyak
3 kali pengulangan pada titik pengambilan yang berbeda dari masing-masing
sediaan. Pengenceran hasil ekstraksi kemudian dibaca serapannya. Serapan yang
didapat kemudian dikurangi dengan serapan blanko (basis sediaan) dan
disubstitusikan ke persamaan linier yang diperoleh dari kurva kalibrasi untuk
mendapatkan nilai kadar EPMS pada masing-masing sediaan.
a) Pembuatan Kurva Kalibrasi EPMS dalam Metanol
Kristal EPMS sebanyak 5 mg dalam 50 mL metanol untuk dibuat larutan induk
100 ppm. Larutan induk kemudian diencerkan dan dibuat seri konsentrasi 1 ppm, 2
ppm, 3 ppm, 4 ppm, 5 ppm, 6 ppm, 7 ppm, 8 ppm. Sebelum diukur serapan pada
masing-masing konsentrasi, terlebih dahulu ditentukan panjang gelombang
maksimum EPMS pada satu konsentrasi. Kemudian masing-masing seri
konsentrasi tersebut diukur serapannya pada panjang gelombang yang telah
didapatkan dan dibuat kurva kalibrasinya.
b) Pengujian Linearitas
Pengujian linearitas yaitu menimbang masing-masing sediaan sebanyak 100 mg
dalam 10 mL metanol untuk dibuat larutan induk 100 ppm. Larutan induk kemudian
diekstraksi dengan memvortex sediaan sampai 10 menit, selanjutnya sentrifugasi
kecepatan 3000 rpm selama 10 menit. Larutan induk hasil ekstraksi kemudian
41
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
diencerkan dan dibuat seri konsentrasi 1 ppm, 2 ppm, 3 ppm, 4 ppm, 5 ppm, 6 ppm,
7 ppm, 8 ppm. Kemudian masing-masing seri konsentrasi tersebut diukur
serapannya pada panjang gelombang yang telah didapatkan dan dibuat kurva
kalibrasinya. Nilai r dari persamaan tersebut menggambarkan linieritas.
c) Pengujian Akurasi (Ketepatan)
Pengujian dilakukan dengan menambahkan sejumlah analit murni ke dalam
campuran pembawa. Kemudian campuran dianalisis dan hasilnya dibandingkan
terhadap kadar analit yang ditambahkan (kadar sebenarnya). Pengujian akurasi
yaitu menimbang masing-masing sediaan sebanyak 100 mg dalam 10 mL metanol
untuk dibuat larutan induk 100 ppm. Larutan induk kemudian diekstraksi dengan
memvortex sediaan sampai 10 menit, selanjutnya sentrifugasi kecepatan 3000 rpm
selama 10 menit. Larutan induk hasil ekstraksi dari masing-masing sediaan
kemudian dibuat pengenceran dengan konsentrasi 5 ppm untuk masing-masing
sediaan. Perlakuan ini dilakukan sebanyak 3 kali yaitu sediaan dengan konsentrasi
EPMS 80%, 100%, dan 120% dari masing-masing formula sediaan. Pengenceran
hasil ekstraksi kemudian dibaca serapannya menggunakan spektrofotometer UV-
Vis. Senyawa dapat diterima jika berada pada rentang 80-120% dari kadar yang
sebenarnya (Mulja dan Suharman, 1995).
d) Pengujian Presisi
Pengujian presisi yaitu menimbang masing-masing sediaan sebanyak 100 mg
dalam 10 mL metanol untuk dibuat larutan induk 100 ppm. Larutan induk kemudian
diekstraksi dengan memvortex sediaan sampai 10 menit, selanjutnya sentrifugasi
kecepatan 3000 rpm selama 10 menit. Perlakuan ini dilakukan sebanyak 6 kali
pengulangan pada titik pengambilan yang berbeda dari masing-masing sediaan.
Larutan induk hasil ekstraksi dari masing-masing sediaan kemudian dibuat
pengenceran dengan konsentrasi 5 ppm untuk masing-masing sediaan kemudian
diukur serapannya. Parameter presisi dinyatakan teliti jika CV ≤ 2% (Harmita,
2004).
e) Pengukuran Kadar EPMS dalam Sediaan
Sampel hasil pengenceran larutan induk hasil ekstraksi masing-masing
sediaan kemudian diukur serapannya dimulai hari ke -0, 7, 14, dan 21. Serapan yang
didapat kemudian dikurangi serapan blanko (basis kosong tanpa zat aktif) kemudian
42
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
disubstitusikan ke persamaan regresi linier kurva kalibrasi untuk didapatkan nilai
konsentrasinya. Kemudian kadar EPMS ditentukan dalam persen dengan cara
membagi hasil konsentrasi sebenarnya dengan konsentrasi teoritis dikalikan seratus
persen.
3.3.5. Teknik Analisis Data
Data dari beberapa hasil evaluasi sediaan gel EPMS diuji secara statistik
dengan analisis varian satu arah (one way ANNOVA) kemudian dilanjutkan dengan
uji Tukey HSD dengan taraf kepercayaan 95% (α = 0,05) untuk mengetahui
perbedaan yang bermakna antara formula dan hasil pengujian.
43 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Ekstraksi Rimpang Kencur dan Isolasi EPMS dari Rimpang Kencur
Sebanyak 4 kg rimpang kencur segar disortasi basah untuk memisahkan
rimpang kencur dari rumput, akar, dan batang, pencucian untuk menghilangkan
tanah dan pengotor lainnya, perajangan rimpang kencur untuk mempermudah
proses pengeringan. Pengeringan rimpang kencur dilakukan selama 4-5 hari,
kemudian rimpang kencur yang telah kering diblender untuk menghasilkan serbuk
simplisia sebanyak 800 gram. Serbuk simplisia yang dihasilkan berwarna kuning
kecoklatan.
Gambar 4.1 Serbuk Simplisia Rimpang Kencur
[Sumber: Koleksi Pribadi]
Serbuk simplisia di ekstraksi dengan metode maserasi menggunakan pelarut
n-heksana. Maserat disaring dan filtratnya diuapkan dengan menggunakan vacuum
rotary evaporator untuk menghasilkan esktrak kental sebanyak 115,56 gram.
Ampas hasil maserasi di remaserasi kembali dengan pelarut n-heksana sampai
filtrat yang didapatkan berwarna bening. Ekstrak kental kemudian didiamkan pada
suhu ruang sehingga terbentuk kristal-kristal. Kristal yang terbentuk kemudian
direkristalisasi menggunakan n-heksana dan sedikit metanol sampai kristal
berwarna putih. Kristal yang didapatkan sebanyak 70,99 gram. Selanjutya, kristal
dilakukan pengecekan menggunakan KLT. Eluen yang digunakan adalah n-heksana
: etil asetat dengan perbandingan 9:1, dan didapatkan nilai Rf yaitu 0,75 cm. Hasil
rendeman kristal yang didapatkan yaitu sebesar 61,43 %.
44
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Perhitungan rendeman kristal EPMS, dan Rf dapat dilihat pada lampiran 3.
Gambar 4.2 KLT Isolat Kencur dengan Eluen n-heksana : Etil Asetat (9:1)
(Visualisasi dengan UV 254) (1) Kristal EPMS Standar, (2) Kristal EPMS Hasil
Isolasi
[Sumber: Koleksi Pribadi]
4.2. Pemeriksaan Kristal EPMS
4.2.1. Pemeriksaan Organoleptik
Warna : Putih
Bentuk : Kristal jarum
Bau : Aromatik khas lemah
Gambar 4.3 Kristal EPMS Hasil Isolasi
[Sumber: Koleksi Pribadi]
Pemeriksaan organoleptik EPMS dilakukan untuk mengidentifikasi EPMS.
EPMS yang didapatkan berwarna putih, bentuk kristal jarum dan bau aromatik khas
lemah.
1 2
45
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4.2.2. Pengukuran Titik Leleh
Tabel 4.1 Hasil Pengukuran Titik Leleh EPMS Hasil Isolasi
Pengukuran Hasil
1 490C
2 490C
3 490C
Berdasarkan penelitian Umar (2014) didapatkan bahwa titik leleh EPMS
yaitu rentang 49-500C. Pada penelitian ini, pengukuran titik leleh menggunakan alat
apparatus melting point. Pengukuran dilakukan sebanyak triplo, dan didapatkan
titik leleh kristal EPMS yaitu 490C. Hasil isolasi EPMS telah sesuai dengan literatur
yang menunjukkan bahwa EPMS yang didapatkan sudah murni.
4.2.3. Pemeriksaan EPMS menggunakan GCMS
Pemeriksaan EPMS menggunakan GCMS dilakukan untuk
mengidentifikasi EPMS hasil isolat yang didapatkan. Berdasarkan penelitian Umar
dkk., (2012) didapatkan bahwa senyawa EPMS muncul pada waktu retensi 9,9
dengan berat molekul 206,4, dan memiliki fragmentasi massa pada 161, 134, 118,
89, 77, 63, 51, dan 39. Hasil interpretasi GCMS yang didapatkan menunjukkan
bahwa EPMS muncul pada waktu retensi 9,85 menit, dengan berat molekul 206,0
dan fragmentasi massa 161, 134, 110, 89, 63, dan 40. EPMS dikatakan murni karena
dari hasil interpretasi tersebut sesuai dengan literatur, dan nilai persen area EPMS
yaitu 100%. Hasil kromatogram EPMS standar dan EPMS hasil isolasi dapat dilihat
pada gambar 4.4 dan gambar 4.5.
Gambar 4.4 Spektrum GCMS EPMS Standar (Umar dkk., 2012)
46
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 4.5 Spektrum GCMS EPMS Hasil Isolasi
Keterangan: a. Waktu Retensi, b. Fragmentasi
4.3. Pembuatan Sediaan Gel EPMS
Pada penelitian ini dilakukan formulasi sediaan gel dengan zat aktif sediaan
EPMS. Adapun bahan-bahan yang digunakan yaitu Na CMC sebagai pembentuk
gel, Na alginat sebagai pembentuk gel, peningkat viskositas, dan pembentuk film,
propilen glikol sebagai humektan, metil paraben dan propil paraben sebagai
pengawet, etanol sebagai pelarut EPMS, vitamin E sebagai antioksidan, mentol
sebagai peningkat penetrasi dan peningkat aktivitas antiinflamasi, akuades sebagai
pelarut.
A
B
47
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 4.2 Tabel Komposisi Formula Sediaan Gel EPMS
Bahan
(Komposisi %)
Formula (dalam %)
1 2 3
EPMS 1 1 1
Na CMC 1 1 1
Na Alginat 0,5* 1* 1,5*
Propilen glikol 5 5 5
Metil Paraben 0,18 0,18 0,18
Propil Paraben 0,002 0,002 0,002
Etanol 5 5 5
Vitamin E 0,002 0,002 0,002
Mentol 0,005 0,005 0,005
Add Akuades 100 100 100
Keterangan: * Parameter yang divariasikan
Penambahan EPMS dengan konsentrasi 1% didasarkan pada penelitian
yang dilakukan oleh Fitriani, 2016 yaitu pemberian EPMS konsentrasi 1% waktu
penyembuhan luka 2-8 hari, sedangkan konsentrasi EPMS 3% dan 5% waktu
penyembuhan luka 2-9 hari. Pengaplikasian sediaan dengan konsentrasi tinggi pada
permukaan luka, mengakibatkan terjadinya penumpukan sediaan pada lapisan atas
membran, sehingga zat aktif tidak terlepas sepenuhnya dari sediaan dan hanya
tinggal di permukaan kulit (Simanjuntak, 2005).
Pada pembuatan gel ini, digunakan kombinasi Na CMC dan Na alginat
karena alginat mempunyai kelebihan, yaitu disamping sebagai sistem pemberian
obat, juga berfungsi sebagai penutup luka. Selain itu alginat memberikan rasa sejuk
pada tempat pemakaian, dan tidak menyebabkan maserasi pada luka (Thomas,
1990; Bangun, 2001). Sifat kaku dan rapuh merupakan kelemahan dari alginat dan
untuk memperbaiki sifat tersebut, alginat dapat dicampurkan dengan Na CMC yang
bersifat biokompatibel. Na CMC merupakan bahan yang tidak toksik dan tidak
menyebabkan iritasi serta biokompatibel dengan kulit dan juga membran mukosa
yang cocok digunakan untuk aplikasi biomedis, seperti sebagai material dalam
penanganan luka (Kulicke dkk., 1996).
Dalam pembuatan sediaan gel, Na alginat digunakan dalam 3 variasi
konsentrasi yaitu 0,5%, 1%, 1,5%. Dasar pemilihan konsentrasi ini adalah hasil uji
pendahuluan yang dilakukan sebelumnya dengan rentang konsentrasi 0,5 sampai
3%. Pada konsentrasi Na Alginat lebih dari 1,5% dihasilkan sediaan yang sangat
kental, sehingga viskositasnya tinggi dan nilai daya sebar yang semakin kecil.
48
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Berdasarkan penelitian Kurniawan (2013), kombinasi Na CMC dan Na alginat
dengan konsentrasi 4-6% dihasilkan sediaan sangat kental dan daya sebar sangat
kecil.
4.4. Uji Stabilitas Sediaan Gel EPMS
Uji stabilitas sediaan gel EPMS dilakukan dengan cara menguji stabilitas
fisik dan kimia ketiga formula sediaan saat sebelum dan sesudah dilakukan
pengujian. Evaluasi sediaan gel EPMS meliputi organoleptik, pH, homogenitas,
daya sebar, viskositas, sentrifugasi, dan penetapan kadar EPMS dalam sediaan
menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Ketiga formula sediaan gel EPMS diuji
pada kondisi suhu ruang (27±20C) dan suhu tinggi (40±20C). Pengujian sediaan
juga dilakukan cycling test selama 6 siklus atau 12 hari (Marinda, 2012). Pengujian
ini dilakukan sebagai simulasi adanya perubahan suhu setiap hari untuk
mendapatkan kestabilan sediaan dalam waktu sesingkat mungkin.
4.5. Hasil Uji Stabilitas Fisika Sediaan Gel EPMS
4.5.1. Pemeriksaan Organoleptik
Tabel 4.3 Hasil Uji Organoleptik Sediaan Gel EPMS pada Suhu Ruang (27±20C)
Hari
ke-
Formula 1 Formula 2 Formula 3
0 Putih, bau khas dan
mentol, bentuk gel,
kurang kental, tidak
lengket, dingin
Putih, bau khas dan
mentol, bentuk gel, agak
kental, tidak lengket,
dingin
Putih, bau khas dan
mentol, bentuk gel,
kental, tidak lengket,
dingin
7 Putih, bau khas dan
mentol, bentuk gel,
kurang kental, tidak
lengket, dingin
Putih, bau khas dan
mentol, bentuk gel, agak
kental, tidak lengket,
dingin
Putih, bau khas dan
mentol, bentuk gel,
kental, tidak lengket,
dingin
14 Putih, bau khas dan
mentol, bentuk gel,
kurang kental, tidak
lengket, dingin
Putih, bau khas dan
mentol, bentuk gel, agak
kental, tidak lengket,
dingin
Putih, bau khas dan
mentol, bentuk gel,
kental, tidak lengket,
dingin
21 Putih, bau khas dan
mentol, bentuk gel,
kurang kental, tidak
lengket, dingin
Putih, bau khas dan
mentol, bentuk gel, agak
kental, tidak lengket,
dingin
Putih, bau khas dan
mentol, bentuk gel,
kental, tidak lengket,
dingin
49
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 4.4 Hasil Uji Organoleptik Sediaan Gel EPMS pada Suhu Tinggi (40±20C)
Hari
ke-
Formula 1 Formula 2 Formula 3
0 Putih, bau khas dan
mentol, bentuk gel,
kurang kental, tidak
lengket, dingin
Putih, bau khas dan
mentol, bentuk gel,
agak kental, tidak
lengket, dingin
Putih, bau khas dan
mentol, bentuk gel,
kental, tidak lengket,
dingin
7 Putih, bau khas dan
mentol, bentuk gel,
kurang kental, tidak
lengket, dingin
Putih, bau khas dan
mentol, bentuk gel,
agak kental, tidak
lengket, dingin
Putih, bau khas dan
mentol, bentuk gel, agak
kental, tidak lengket,
dingin
14 Putih, bau khas dan
mentol, bentuk gel,
kurang kental, tidak
lengket, dingin
Putih, bau khas dan
mentol, bentuk gel,
kurang kental, tidak
lengket, dingin
Putih, bau khas dan
mentol, bentuk gel,
kurang kental, tidak
lengket, dingin
21 Putih, bau khas dan
mentol, bentuk gel,
cair, tidak lengket,
dingin
Putih, bau khas dan
mentol, bentuk gel,
kurang kental, tidak
lengket, dingin
Putih agak kekuningan,
bau khas dan mentol,
bentuk gel, kurang kental,
tidak lengket, dingin
Secara organoleptik, penambahan EPMS pada ketiga sediaan menunjukkan
warna putih disebabkan dari zat aktif EPMS, berbau khas dan mentol, bentuk gel,
tidak lengket dan dingin. Keseluruhan gel EPMS pada evaluasi awal masih
berwarna putih, pada pengujian hari ke -7, 14, dan 21 pada suhu ruang
menghasilkan gel yang stabil secara organoleptik. Pada sediaan gel yang disimpan
suhu tinggi, hari terakhir ke -21 sediaan mengalami perubahan warna yaitu menjadi
putih kekuningan pada formula 3. Hal ini dapat disimpulkan bahwa faktor suhu
dapat mempengaruhi kestabilan gel, karena disebabkan pada setiap kenaikan suhu
sebesar 100C dapat meningkatkan laju reaksi menjadi dua kali lipat (Rufiati, 2011).
4.5.2. Pemeriksaan Homogenitas
Homogen merupakan salah satu syarat sediaan gel. Syarat homogenitas
tidak boleh mengandung bahan kasar yang bisa diraba (Syamsuni, 2006). Uji
homogenitas dilakukan secara visual. Homogenitas dapat dilihat dengan tidak
adanya partikel-partikel yang memisah. Pengujian homogenitas sediaan gel dengan
preparat kaca menunjukkan homogenitas yang baik dari hari ke -0, 7, 14 sampai
hari ke -21 tidak terdapat butiran-butiran dan gumpalan-gumpalan pada hasil
pengamatan.
50
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Formula 1
Formula 2
Formula 3
Gambar 4.6 Hasil Uji Homogenitas Sediaan Gel EPMS
4.5.3. Pemeriksaan pH
Hasil pengujian pH sediaan gel EPMS pada suhu ruang dan suhu tinggi
selama 21 hari adalah:
Tabel 4.5 Hasil Uji pH Sediaan Gel EPMS pada Suhu Ruang (27±20C)
Waktu Formula 1 Formula 2 Formula 3
Hari ke -0
Hari ke -7
Hari ke -14
Hari ke -21
6,63 ± 0,01
6,75 ± 0,01
6,64 ± 0,01
6,76 ± 0,02
6,75 ± 0,04
6,68 ± 0,01
6,75 ± 0.03
6,62 ± 0,02
6,82 ± 0,02
6,73 ± 0,02
6,77 ± 0,01
6,67 ± 0,03
Tabel 4.6 Hasil Uji pH Sediaan Gel EPMS pada Suhu Tinggi (40±20C)
Waktu Formula 1 Formula 2 Formula 3
Hari ke -0
Hari ke -7
Hari ke -14
Hari ke -21
6,63 ± 0,01
6,73 ± 0,04
6,72 ± 0,03
6,62 ± 0,03
6,75 ± 0,04
6,65 ± 0,01
6,74 ± 0,04
6,65 ± 0,04
6,82 ± 0,02
6,72 ± 0,02
6,66 ± 0,06
6,72 ± 0,06
Pengujian pH dilakukan dengan menggunakan pH meter. Kestabilan pH
merupakan salah satu parameter penting yang menentukan stabil atau tidaknya
suatu sediaan. Pengujian pH sediaan bertujuan untuk mengetahui keamanan sediaan
saat digunakan agar tidak mengiritasi kulit (Anief, 2004). Mengetahui profil
perubahan pH sediaan dapat memberikan gambaran tentang stabilitas sediaan
tersebut. Nilai pH untuk sediaan topikal sebaiknya berada pada rentang pH kulit
yaitu 4,5-6,5 (Tranggono dan Latifah 2007). Namun, nilai pH awal dari ketiga
formula hingga setelah pengujian baik pada kondisi suhu ruang dan suhu tinggi
berada sedikit diluar kisaran pH kulit yaitu rentang 6,6-6,8.
Ketiga formula pada suhu ruang dan suhu tinggi cenderung berubah-ubah,
yakni terjadi penurunan dan kenaikan yang bervariasi selama pengujian. Pada
pengujian pH, sediaan gel masih bersifat aman karena masih berada dibawah pH
51
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
netral sehingga tidak terlalu bersifat basa, dan tidak menyebabkan iritasi jika
diaplikasikan pada kulit. Nilai pH terlalu asam dapat menyebabkan kulit gatal-gatal
dan bersisik, dan nilai pH melampaui 7 dikhawatirkan dapat menyebabkan iritasi
kulit (Gozali, 2009).
Data pH yang diperoleh kemudian di uji statistik untuk melihat normalitas
dengan metode Kolmogorov Smirnov dan Saphiro-Wilk, hasilnya menunjukkan
bahwa populasi data uji menunjukkan adanya perbedaan signifikan dengan nilai
signifikansi 0,176 (p>0,05). Untuk hasil uji Test of Homogenity of Variance
Levene didapatkan nilai signifikansi sebesar 0,064 (p>0,05) dimana hasil ini
menunjukkan bahwa populasi data uji yang dimiliki telah homogen dan dapat
dilanjutkan untuk uji One-Way ANOVA. Hasil uji One-Way ANOVA
menunjukkan bahwa perubahan nilai pH ketiga formula berbeda bermakna (p<0,05
4.5.4. Uji Daya Sebar
Hasil pengujian daya sebar gel EPMS pada suhu ruang dan suhu tinggi
selama 21 hari adalah:
Tabel 4.7 Hasil Uji Daya Sebar Sediaan Gel Suhu Ruang (27±20C) Hari Ke -0
Beban Luas Daya Sebar (cm2)
Formula 1 Formula 2 Formula 3
18 gram
37 gram
57 gram
77 gram
97 gram
117 gram
22,89
25,50
27,32
29,20
32,15
35,23
20,41
22,05
24,61
26,40
28,26
31,15
15,89
17,34
18,84
21,22
23,74
25,50
Tabel 4.8. Hasil Uji Daya Sebar Sediaan Gel Suhu Ruang (27±20C) Hari Ke -7
Beban Luas Daya Sebar (cm2)
Formula 1 Formula 2 Formula 3
18 gram
37 gram
57 gram
77 gram
97 gram
117 gram
23,74
25,50
37,37
30,17
32,15
35,23
21,22
22,89
25,50
28.26
30,17
32,15
15,89
18,84
20,41
22,89
25,50
27,32
52
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 4.9 Hasil Uji Daya Sebar Sediaan Gel Suhu Ruang (27±20C) Hari Ke -14
Beban Luas Daya Sebar (cm2)
Formula 1 Formula 2 Formula 3
18 gram
37 gram
57 gram
77 gram
97 gram
117 gram
24,61
27,32
29,20
31,15
33,16
36,29
22,05
22,89
25,50
29,20
31,15
34,19
16,61
20,41
22,89
24,61
27,32
29,20
Tabel 4.10 Hasil Uji Daya Sebar Sediaan Gel Suhu Ruang (27±20C) Hari Ke -21
Beban Luas Daya Sebar (cm2)
Formula 1 Formula 2 Formula 3
18 gram
37 gram
57 gram
77 gram
97 gram
117 gram
26,40
28,26
31,15
33,16
35,23
39,57
22,05
24,61
27,32
31,15
33,16
36,29
17,34
20,41
23,74
25,50
28,26
30,17
Tabel 4.11 Hasil Uji Daya Sebar Sediaan Gel Suhu Tinggi (40±20C) Hari Ke -0
Beban Luas (cm2) hari ke-0
Formula 1 Formula 2 Formula 3
18 gram
37 gram
57 gram
77 gram
97 gram
117 gram
22,89
25,50
27,32
29,20
32,15
35,23
20,41
22,05
24,61
26,40
28,26
31,15
15,89
17,34
18,84
21,22
23,74
25,50
Tabel 4.12 Hasil Uji Daya Sebar Sediaan Gel Suhu Tinggi (40±20C) Hari Ke -7
Beban Luas (cm2) hari ke-0
Formula 1 Formula 2 Formula 3
18 gram
37 gram
57 gram
77 gram
97 gram
117 gram
27,32
31,15
35,23
38,46
40,69
42,98
23,74
26,40
31,15
35,23
39,57
44,15
18,84
21,22
23,74
26,40
29,20
32,15
53
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 4.13 Hasil Uji Daya Sebar Sediaan Gel Suhu Tinggi (40±20C) Hari Ke -14
Beban Luas (cm2) hari ke-0
Formula 1 Formula 2 Formula 3
18 gram
37 gram
57 gram
77 gram
97 gram
117 gram
32,15
35,23
37,37
40,69
44,15
46,54
27,32
32,15
35,23
38,46
40,69
44,15
22,89
25,50
28,26
32,15
34,19
37,37
Tabel 4.14 Hasil Uji Daya Sebar Sediaan Gel Suhu Tinggi (40±20C) Hari Ke -21
Beban Luas (cm2) hari ke-0
Formula 1 Formula 2 Formula 3
18 gram
37 gram
57 gram
77 gram
97 gram
117 gram
35,23
37,37
41,83
46,54
48,99
51,50
30,17
33,16
36,29
38,46
41,83
46,54
26,40
30,17
33,16
37,37
39,57
41,83
Pengujian daya sebar tiap sediaan dilakukan untuk melihat kemampuan
sediaan menyebar pada kulit, dimana suatu sediaan sebaiknya memiliki daya sebar
yang baik untuk menjamin pemberian obat yang memuaskan. Perbedaan daya sebar
sangat berpengaruh terhadap kecepatan difusi zat aktif dalam melewati membran.
Semakin luas membran tempat sediaan menyebar maka koefisien difusi makin
besar yang mengakibatkan difusi obat pun semakin meningkat, sehingga semakin
besar daya sebar suatu sediaan maka semakin baik (Hasyim, 2012).
Pengujian daya sebar dilakukan dengan menggunakan beban sebesar 19
gram hingga 99 gram. Berat kaca akrilik yang digunakan adalah sebesar 18 gram,
sehingga berat akhir keseluruhan setelah ditambahkan kaca akrilik menjadi 117
gram. Sebanyak 1 gram sediaan diletakkan di atas kertas grafik yang dilapisi kaca
akrilik transparan kemudian ditutup dengan kaca akrilik transparan lain kemudian
diberi beban, diukur diameternya dan ditentukan luasnya. Uji daya sebar dimana
diameter daya sebar yang nyaman dalam penggunaannya untuk sediaan semisolid
yaitu 5-7 cm atau dengan kata lain luas daya sebarnya berkisar antara 19,62-38,46
cm2 (Garg, 2002). Berdasarkan hasil pengujian daya sebar sediaan pada ketiga
formula dapat disimpulkan bahwa semakin meningkatnya penggunaan natrium
alginat, maka daya menyebar gel akan berkurang. Penurunan daya sebar terjadi
54
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
melalui peningkatan ukuran unit molekul karena telah mengabsorbsi pelarut
sehingga cairan tersebut tertahan dan meningkatkan tahanan untuk menyebar dan
mengalir (Martin dkk., 1993 dalam Sukmawati 2013). Formula 3 dengan
konsentrasi natrium alginat paling tinggi yaitu 1,5% memiliki kemampuan
penyebaran paling rendah.
Pada hasil pengujian nilai daya sebar diketahui bahwa pada suhu ruang,
formula 1 dan 2 memenuhi nilai diameter daya sebar yang diinginkan yaitu 5 - 7
cm, pada formula 3, nilai diameter daya sebar kurang dari 5 cm dikarenakan
penggunaan Na alginat besar yakni 1,5% sehingga viskositas tinggi dan
menyebabkan nilai diameter daya sebar kecil. Nilai daya sebar sesudah
penyimpanan suhu 40 °C mengalami peningkatan, baik pada F1, F2, maupun F3.
Daya sebar gel erat kaitannya dengan nilai viskositas gel. Semakin kecil viskositas
gel, maka semakin kecil tahanan atau hambatan sediaan gel untuk menyebar,
sehingga nilai daya sebar meningkat. Semakin kecil daya sebar, gel semakin kental
sehingga viskositas gel besar. Jika gel terlalu encer maka gel akan sulit melekat
pada kulit, dan jika gel terlalu kental maka gel sulit diaplikasikan pada permukaan
luka.
4.5.5. Uji Sentrifugasi
Pengujian gel dengan uji sentrifugasi bertujuan untuk mengetahui kestabilan
gel setelah pengocokan yang sangat kuat. Sediaan dimasukkan kedalam alat
sentrifugasi kemudian diputar dengan kecepatan tinggi 5000 rpm selama 30 menit.
Perlakuan tersebut sama dengan perlakuan adanya gravitasi selama 1 tahun
(Budiman, 2008). Hasil yang diperoleh dari uji sentrifugasi pada formula 1, 2, dan
3 didapatkan tidak adanya cairan yang keluar dari gel dan membentuk lapisan diatas
gel, sehingga diperoleh kesimpulan sediaan gel stabil sehingga tidak mengalami
pemisahan fase atau sineresis tidak terjadi.
55
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Formula 1 Formula 2 Formula 3
Gambar 4.7 Hasil Uji Sentrifugasi Sediaan Gel
4.5.6. Uji Viskositas
Hasil pengujian viskositas gel EPMS pada suhu ruang dan suhu tinggi selama 21
hari adalah:
Tabel 4.15 Hasil Uji Viskositas Sediaan Gel pada Suhu Ruang (27±20C)
Waktu Formula 1 Formula 2 Formula 3
Hari ke -0
Hari ke -7
Hari ke -14
Hari ke -21
2.183
2.163
2.133
2.106
3.880
3.856
3.836
3.823
8.376
8.360
8,336
8.313
Tabel 4.16 Hasil Uji Viskositas Sediaan Gel pada Suhu Tinggi (40±20C)
Waktu Formula 1 Formula 2 Formula 3
Hari ke -0
Hari ke -7
Hari ke -14
Hari ke -21
2.183
1.850
1.656
1.460
3.880
3.650
3.456
3.276
8.376
7.666
7.366
7.233
Viskositas adalah suatu ungkapan dari resistensi zat cair untuk mengalir.
Semakin tinggi viskositas aliran, maka akan semakin besar resistensinya. Viskositas
sediaan dipengaruhi pada beberapa faktor diantaranya yaitu faktor pencampuran
atau pengadukan saat proses pembuatan sediaan, pemilihan basis gel dan humektan,
serta ukuran partikel (Ansel, 2005). Nilai viskositas sediaan gel yang baik yaitu
2000-4000 cps (Garg dkk., 2002). Pengukuran viskositas dilakukan pada hari ke -
0, 7, 14, dan 21 yang diuji pada suhu ruang dan suhu tinggi.
Pemeriksaan viskositas dilakukan dengan menggunakan alat viskometer
Haake 6R. pengukuran viskositas dari ketiga formula sediaan dilakukan dengan
menentukan spindel terlebih dahulu yang sesuai digunakan pada 3 formula sediaan.
Hal ini dikarenakan masing-masing formula memiliki komposisi komponen
pembentuk gel yang berbeda-beda untuk mengetahui berapa nilai viskositas yang
56
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
sesuai untuk sediaan agar sediaan dapat diaplikasikan dengan baik dan memiliki
nilai daya sebar yang baik. Pada formula 1 dapat terdeteksi menggunakan spindel
R4, formula 2 dapat terdeteksi menggunakan spindel R5, dan formula 3
menggunakan spindel R6.
Hasil dari penelitian uji viskositas didapatkan bahwa semakin besar
konsentrasi gelling agent Na alginat maka semakin besar nilai viskositasnya. Pada
pengujian suhu ruang, viskositas sediaan formula 1 dan 2 masih memenuhi kisaran
viskositas yang baik untuk sediaan gel yaitu 2000-4000 cPs, sedangkan formula 3
tidak memenuhi kisaran viskositas. Pada pengujian viskositas pada suhu tinggi,
ketiga formula mengalami penurunan viskositas yang tinggi sesudah penyimpanan
suhu 400C sehingga mengakibatkan peningkatan nilai daya sebar sesudah
penyimpanan suhu 400C, namun pada formula 2 masih sesuai rentang viskositas
sediaan gel yaitu 3000 cps. Penurunan viskositas hal ini disebabkan oleh temperatur
suhu yang mengakibatkan nilai viskositas menurun.
Data viskositas yang diperoleh tersebut kemudian di uji statistik untuk
melihat normalitas dengan metode Kolmogorov Smirnov dan Saphiro-Wilk,
hasilnya menunjukkan bahwa populasi data uji menunjukkan tidak normalnya data
dengan nilai signifikasi 0,010 (p>0,05) dan dapat dilanjutkan dengan uji kruskal
wallis. Hasil uji kruskal wallis menunjukkan bahwa perubahan nilai viskositas
ketiga formula berbeda bermakna (p<0,05). Terjadinya perbedaan yang bermakna
antar formula tersebut dapat terjadi dikarenakan kandungan dari masing-masing
formula yang juga berbeda. Formula 1 dengan natrium alginat 0,5%, formula 2
natrium alginat 1%, dan formula 3 natrium alginat 1,5%.
Terjadinya penurunan viskositas dapat disebabkan oleh kondisi lingkungan
penyimpanan seperti cahaya. Kemasan yang kurang kedap juga dapat menyebabkan
sediaan gel menyerap uap air (higroskopis) dari luar, sehingga menambah volume
air dalam sediaan gel. Selain itu kelembaban ruangan penyimpanan yang tidak
terkontrol, dapat menyebabkan sediaan gel menyerap uap air dari luar, sehingga
viskositas sediaan gel menurun (Jaelani, 2012).
57
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4.5.7. Uji Cycling Test
Cycling test bertujuan untuk menguji kestabilan pada gel. Uji cycling test
digunakan untuk menguji apakah terjadi sineresis pada gel (Budiman, 2008).
Sineresis adalah gejala pada saat gel mengerut secara alamiah dan sebagian dari
cairannya terperas ke luar. Hal ini terjadi karena struktur matriks serat gel yang
terus mengeras dan akhirnya mengakibatkan terperasnya air ke luar (Budiman,
2008). Hasil pengamatan cycling test dapat disimpulkan bahwa pada ketiga
formula sediaan memiliki stabilitas yang cukup baik. Pada 6 siklus perlakuan
metode cycling test, ketiga formula tidak menunjukkan pemisahan fase atau tidak
menunjukkan terjadinya sineresis.
Gambar 4.8 Hasil Uji Cycling Test Sediaan Gel EPMS (1) Formula 3, 2, 1
(Sebelum Pengujian), (2) Formula 3, 2, 1 (Setelah Pengujian)
4.6. Evaluasi Kimia Sediaan Gel EPMS dengan Spektrofotometer Uv-Vis
4.6.1. Pembuatan Kurva Kalibrasi EPMS dalam Metanol
Pembuatan kurva kalibrasi EPMS dalam metanol dilakukan untuk
mendapatkan persamaan regresi linier. Pada tahap ini, terlebih dahulu dilakukan
penentuan panjang gelombang EPMS dalam metanol. Berdasarkan hasil
pengukuran panjang gelombang tersebut didapatkan puncak serapan yaitu 309,0
nm. Menurut penelitian Tanjung (1997), identifikasi EPMS dengan pelarut etanol
memberikan dua puncak pada panjang gelombang 225 nm dan 307 nm. Sedangkan
menurut Rohmah, Taufikurohmah dan Poernomo (2009), menyatakan bahwa
identifikasi senyawa EPMS dengan pelarut metanol p.a memiliki panjang
gelombang maksimum 228 nm dan 310 nm. Panjang gelombang maksimum
1 2
58
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
tersebut kemudian digunakan sebagai optimasi pada pembuatan kurva kalibrasi
EPMS dan pengukuran larutan uji.
Pembuatan kurva kalibrasi EPMS dalam pelarut metanol pada panjang
gelombang maksimum 309,0 nm menghasilkan persamaan regresi linier y = dengan
nilai koefisien relasi = 0,9997. Data kurva kalibrasi EPMS dapat dilihat pada
lampiran 10.
4.6.2. Validasi Metode (Linearitas, Akurasi, dan Presisi)
Dari penentuan rentang linieritas yang dikerjakan dalam penelitian ini
digunakan 8 larutan yakni 1 ppm, 2 ppm, 3 ppm, 4 ppm, 5 ppm, 6 ppm, 7 ppm, dan
8 ppm, dan dihasilkan persamaan regresi linear untuk formula 1 yaitu y = 0.1318x
+ 0.0031 dengan nilai r sebesar 0,997, formula 2 yaitu y = 0.1313x - 0.0017 dengan
nilai r sebesar 0,997, formula 3 yaitu y = 0.1296x + 0.0022 dengan nilai r sebesar
0,997. Menurut Lawson (1996) nilai r minimum yang dapat diterima untuk jumlah
larutan standar sebanyak 5 larutan adalah 0,991; sebanyak 6 larutan adalah 0,974;
sebanyak 7 larutan adalah 0,951; dan sebanyak 8 larutan adalah 0,925 sehingga
pada rentang tersebut EPMS memberikan respon yang linier.
Berdasarkan data yang diperoleh pada hasil uji validasi metode, uji akurasi
memberikan nilai rata-rata perolehan kembali EPMS pada sediaan gel yaitu pada
formula 1 adalah 95,43%. Formula 2 adalah 98,84% dan formula 3 adalah 98,83%.
Data dan pengujian akurasi dapat dilihat pada lampiran 11. Perolehan kembali
(akurasi) dari suatu senyawa dapat diterima jika berada pada rentang 95-105% dari
kadar yang sebenarnya (Harmita, 2004). Oleh karena itu, perolehan kembali EPMS
telah memenuhi persyaratan validasi untuk parameter akurasi.
Validasi metode selanjutnya yaitu uji presisi. Larutan yang sama dilakukan
sebanyak 6 kali pengulangan pada masing-masing sediaan. Dalam penelitian ini,
presisi pada sediaan gel formula 1 menunjukkan nilai KV sebesar 1,14%, formula
2 menunjukkan nilai KV sebesar 0,84%, dan formula 3 menunjukkan nilai KV
sebesar dan 0,69%. Data dan perhitungan akurasi dapat dilihat pada lampiran 12.
Suatu metode analisis yang menggunakan senyawa standar dalam penetapan presisi
harus mempunyai nilai koefisien variasi (KV) di bawah 2% untuk dapat memenuhi
59
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
syarat validitas (Harmita, 2004). Oleh karena itu, hasil uji presisi yang dilakukan
telah memenuhi persyaratan validasi untuk parameter presisi.
Hasil uji parameter validasi metode analisis yang dilakukan menunjukkan
bahwa semua persyaratan dapat dipenuhi. Hal ini menunjukkan bahwa metode yang
digunakan cukup valid.
4.6.3. Pengukuran Kadar EPMS dalam Sediaan
Tabel 4.17 Hasil Uji Penetepan Kadar EPMS Sediaan Gel Selama 21 Hari
Waktu F1(Rata- rata%) F2(Rata-rata%) F3 (Rata-rata%)
Hari ke -0
Hari ke -7
Hari ke -14
Hari ke -21
0,98
0,98
0,96
0,95
0,99
0,98
0,96
0,95
0,98
0,97
0,96
0,95
Pada penetapan kadar EPMS perlu dilakukan ekstraksi EPMS yaitu dengan
cara memvortex sediaan selama 10 menit, dan dilanjutkan sentrifugasi 3000 rpm
selama 10 menit. Perlakuan ekstraksi sediaan dilakukan 3 kali ekstraksi pada
masing-masing sediaan di titik-titik pengambilan yang berbeda. Larutan hasil
ekstraksi kemudian dilakukan pengenceran dengan konsentrasi 5 ppm pada masing-
masing sediaan. Larutan hasil pengenceran kemudian diukur serapannya
menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 309,0 nm. Data
dan hasil perhitungan pengujian kadar sediaan gel EPMS dapat dilihat pada
lampiran 13.
Perlakuan tersebut juga dilakukan pada basis masing-masing sediaan tanpa
EPMS. Data hasil pengukuran kadar EPMS dapat dilihat pada lampiran 12.
Berdasarkan hasil penetapan kadar diketahui bahwa kadar EPMS dalam sediaan gel
dari hari ke -0, 7, 14, dan 21 yaitu 95-100%. Pada formula 1,2 dan 3 terjadi
penurunan kadar yang bisa disebabkan karena pengaruh cahaya, kelembaban,
ataupun sifat wadah dan penutup serta sifat kemasan bahan selama pengujian
stabilitas. Pada pengujian kadar EPMS sediaan gel terjadi penurunan kadar yaitu
sebesar 5%, namun hal ini masih dapat diterima. Senyawa dapat diterima jika
berada pada rentang 80-120% dari kadar yang sebenarnya (Mulja dan Suharman,
1995).
60 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan dapat ditarik kesimpulan bahwa:
1. Sediaan gel yang disimpan selama 21 hari menunjukkan hasil yang
stabil pada evaluasi fisika pada suhu ruang (27±20C) dari segi
organoleptik, homogenitas, pH, uji sentrifugasi dan cycling test. Pada
formula 1 dan 2, viskositas dan daya sebar yang dihasilkan sesuai
dengan rentang viskositas dan daya sebar sediaan gel yang baik yaitu
2000-4000 cps dengan diameter daya sebar 3-5 cm. Sedangkan pada
formula 3, viskositas yang dihasilkan yaitu 8313 cps sehingga tidak
memenuhi viskositas sediaan gel yang baik.
2. Sediaan gel yang disimpan selama 21 hari menunjukkan hasil tidak
stabil pada suhu tinggi (40±20C) dikarenakan terjadi perubahan warna
pada formula 3, penurunan viskositas dan peningkatan daya sebar yang
tinggi.
3. Pada penyimpanan sediaan gel yang mengandung etil p-metoksisinamat
pada evaluasi kimia selama 21 hari menunjukkan hasil stabil
dikarenakan masih berada ada rentang 80-120% dari kadar sebenarnya.
5.2. Saran
1. Perlu dilakukan pengujian aktivitas antiinflamasi terhadap
penyembuhan luka secara in vivo.
2. Perlu diperhatikan mengenai sifat wadah dan penutup serta sifat
kemasan bahan selama pengujian stabilitas karena faktor eksternal juga
ikut memberikan pengaruh terhadap stabilitas suatu sediaan.
3. Perlu dilakukan pengujian lebih lanjut mengenai pengaruh terhadap
penurunan kadar etil p-metoksisinamat pada sediaan.
4. Perlu dilakukan modifikasi formula untuk mendapatkan viskositas yang
baik saat penyimpanan suhu 400C dan pH yang sesuai dengan rentang
pH kulit.
61
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
DAFTAR PUSTAKA
Afriastini, J. 2002. Bertanam Kencur. Jakarta. Penebar Swadaya.
Anief, Moh. 2004. Ilmu Meracik Obat. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Ansel, Horward C. 2005. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Universitas
Indonesia. Depok.
Anwar, Effionora. 2012. Eksipien dalam Sediaan Farmasi: Karakteristik dan
Aplikasi. Jakarta. Dian Rakyat
Ayustaningwarno, F. 2014. Teknologi Pangan : Teori Praktis dan Aplikasi.
Yogyakarta : Graha Ilmu
Bangun, Hakim. 2001. Alginat Sebagai Dasar Salep, Pelepasan Obat, Penyerapan
Air, Aliran Reologi, dan Uji Iritasi Kulit. Cermin Dunia Kedokteran. (130)
: 37-41
Bangun, Robijanto. 2011. Semi Sintesis N,N-Bis (2-Hidroksietil) – 3 - (4 -
Metoksifenil) Akrilamida dari Etil P-Metoksisinamat Hasil Isolasi Rimpang
Kencur (Kaempferia Galanga, L) melalui Amidasi dengan Dietanolamin.
Medan: Universitas Sumatera Utara.
Baradero, M., Mary Wilfrid Dayrit, dan Yakobus Siswadi. 2005. Keperawatan
Perioperatif: Prinsip dan Praktik. Jakarta: EGC.
Barus, Rosbina. 2009. Amidasi Etil p-Metoksi Sinamat yang Diisolasi dari Kencur
(Kaempferia Galanga Linn). Medan: Sekolah Pasca Sarjana Universitas
Sumatera Utara.
Basmal, J, dkk. 2013. Membuat Alginat dari Rumput Laut Sargassum. Jakarta:
Penebar Swadaya.
Boateng, Joshua C., Kerr H. Matthews, Howard N.E. Stevens, Gillian M. Eccleston.
2008. Wound Healing Dressings and Drug Delivery Systems. Journal Of
Pharmaceutical Sciences , Vol.97 (8) : 11.
Budiman, Muhammad Haqqi. 2008. Uji Stabilitas dan Aktivitas Antioksidan
Sediaan Krim yang Mengandung Ekstrak Kering Tomat (Solanum
lycopersicum L.). Depok: Universitas Indonesia.
Chandira, R.M., Pradeep, A. Pasupathi, Bhowmik, D., Chinjaranjib, B Jayakar,
Tripathi, K K., Kumar, K P Sampath. 2010. Design, Development and
Formulation of Antiacne Dermatological Gel. Journal of Chemical and
Pharmaceutical Research. ISSN No : 0975-7384.
Depkes, RI. 1989. Materia Medika Indonesia Jilid V. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.
Depkes, RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
62
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Depkes, RI. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Depkes, RI. 2014. Farmakope Indonesia Edisi V. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Depkes, RI. 2016. "Formularium Obat Herbal Asli Indonesia." Diakses pada
tanggal 1 Februari 2017 pada pukul 12.30 WIB dari
http://www.hukor.depkes.go.id.
Ditjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Djajadisastra, J. 2004. Cosmetic Stability. Depok: Universitas Indonesia.
Elis, L. 2010. Berpacu Melawan Usia. Yogyakarta: Andi.
Fahmi, Muhammad. 2015. Isolasi dan Uji Aktivitas Antiinflamasi Senyawa
Metabolit Sekunder dari Rimpang Kencur (Kaempferia galanga L.).
Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah.
FAO 1997. Compendiumof Food Additive Specifications.
http://www.fao.org/docrep/w6355e/w6355e0x.html. Diakses 5 Februari
2017
Florence, A. T., dan Attwood, D. 2006. Physicochemical Principles of Pharmacy.
London: Pharmaceutical Press, 131-255
Garg, A., Aggarwal, D., Garg, S., dan Siglal, A. K. 2002, Spreading of Semisolid
Formulation: An Update. Pharmaceutical Technology.
Gozali, D., Abdassah, M., Subghan, A., Al-Lathiefah, S. 2009. Formulasi Krim
Pelembab Wajah yang Mengandung Tabir surya Nanopartikel Zink Oksida
Salut Silikon. Bandung Farmaka.
Gunawan, dan Sri Mulyani. 2004. Ilmu Obat Alam (Farmakognosi). Depok:
Swadaya.
Harborne, J.B. 2006. Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisis
Tumbuhan. Bandung: Institut Teknologi Bandung.
Harmita, 2004. Petunjuk Pelaksanaan Validasi Metode dan Cara Perhitungannya.
Jakarta: Departemen Farmasi FMIPA-UI.
Haryudin, W., dan Otih Rostiana. 2008. Karakteristik Morfologi Bunga Kencur
(Kaempferia galanga L). Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik. Bul.
Littro 19(2): 109-116.
Hasyim, N., Pare, K.L., Junaid, I., dan Kurniati, A. 2012. Formulasi dan Uji
Efektivitas Gel Luka Bakar Ekstrak Daun Cocor Bebek (Kalanchoe
pinnata L.) pada Kelinci ( Oryctolagus cuniculus). Majalah Farmasi dan
Farmakologi.
63
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Hong, T.K., Kim, S.I., Heo, J.W., Lee, J.K., Choi, D.R., dan Ahn, Y.J. 2011.
Toxicity of Kaempferia galanga Rhizome Constituents to Meloidogyne
Incognita Juveniles and Eggs. Nematology, 13(2): 235-244.
Howe, I., dan D. H. Williams. 1981. Mass Spectrometry Principles and Aplication,
2nd Edition. London: Mc Graw Hill. Inc.
Jaelani, A.K. 2012. Formulasi Gel Antijerawat Ekstrak Etanol Patikan Kebo
(Euphorbia hirta L.) Dengan Basis HPMC Tipe 2910: Uji Sifat Fisik,
Stabilitas Fisik dan Aktivitas Antibakteri Terhadap Staphylococcus
epidermis. Naskah Publikasi. Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah
Surakarta. 1- 14.
Junqueira, L. 2007. Histologi Dasar : Teks dan Atlas. Jakarta: EGC
Kanjanapothi, D., dkk. 2004. Toxicity of Crude Rhizome Extract of Kaempferia
galanga L. (Proh Hom). Journal of Ethnopharmacology, 90(2): 359-365.
Kim, N.J., Byun, S.B., Cho, J.E., Chung, K., Ahn, Y.J. 2008. Larvicidal Activity of
Kaempferia galanga Rhizome Phenylpropanoids Towards Three Mosquito
Species. Pest Management Science, 64(8): 857-862.
Kulicke, W.M., Reinhardt, U., Fuller, G.G., Arendt, O. 1996. Characterization of
Aqueous Carboxymethylcellulose Solutions in Terms of Their Molecular
Structure and its Influence on Rheological Behaviour. Polymer 37(13):
2723-2731.
Kurniawan, F. W. 2013. Optimasi Natrium Alginat dan Na CMC Sebagai Gelling
Agent pada Sediaan Gel Antiinflamasi Ekstrak Daun Petai Cina (Leucaena
leucocephala (Lam.) de Wit) dengan Aplikasi Desain Faktorial.
Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.
Lachman, Leon, dkk. 2007. Teori dan Praktek Farmasi Industri. Jakarta: UI-Press.
Lawson, L. 1996. Evaluation of Calibration Curve Linearity. Guidance Memo. No.
96-007. Hal. 1-9.
Liu, B., Liu, F., Chen, C., dan Gao, H. 2010. Supercritical Carbon Dioxide
Extraction of Ethyl p-methoxycinnamate from Kaempferia galanga L.
Rhizome and its Apoptotic Induction in Human HepG2 Cells. Natural
Product Research, 24(20): 1972-1932
Marinda, Wenny Silvia. 2012. Formulasi dan Uji Stabilitas Fisik Gel Liposom yang
Mengandung Fraksinasi Ekstrak Metanol Kulit Manggis (Garcinia
mangostana L.) sebagai Antioksidan. Depok: Universitas Indonesia.
Marriott, John F, dkk 2010. Pharmaceutical Compounding and Dispensing.
London: Pharmaceutical Press.
Martin,A., J, Swarbrick., dan A. Cammarata. 1993. Farmasi Fisik: Dasar-dasar
Farmasi Fisik dalam Ilmu Farmasetik. Edisi Ketiga. Penerjemah :
Yoshita. Jakarta: UI Press Jakarta.
64
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Maulina, L, Nining Sugihartini. 2015. Formulasi Gel Ekstrak Etanol Kulit manggis
(Garcinia mangostana L.) dengan Variasi Gelling Agent sebagai Sediaan
Luka Bakar. Pharmaciana. 5(1): 43-52.
Morison, M. J. 2003. Manajemen Luka. Jakarta: EGC.
Mufidah, Syarifatul. 2014. Modifikasi Struktur Senyawa Etil p-metoksisinamat
yang Diisolasi dari Kencur (Kaempferia galanga Linn) Melalui
Transformasi Gugus Fungsi Serta Uji Aktivitas Sebagai Antiinflamasi.
Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Muhlisah, F. 1999. Temu-temuan dan Empon-empon. Yogyakarta: Penerbit
Kanisius Kanisius.
Mukhriani. 2014. Ekstraksi, Pemisahan Senyawa, dan Identifikasi Senyawa Aktif.
Jurnal Kesehatan 7(2).
Mulja, M., dan Suharman, 1995. Analisis instrumental. Surabaya: Airlangga
University Press.
Mustafa, R., Hamid, A., Mohamed, S., Bakar, F.A. 2010. Total Phenolic
Compounds, Flavonoids, and Radical Scavenging Activity of 21 Selected
Tropical Plants. Journal of Food Science. (7986) 18 : 84-88
Mutia, T., Eriningsih, R., dan Safitri, R. 2011. Membran Alginat Sebagai Pembalut
Luka Primer dan Media Penyampaian Obat Topikal Untuk Luka yang
Terinfeksi. Jurnal Riset Industri 5(2). 2011 : 161-174
Othman, R., Ibrahim, H., Mohd, M.A., Awang, K., Gilani, A.-U.H., Mustafa, M.R.
2002. Vasorelaxant Effects of Ethyl Cinnamate Isolated from Kaempferia
galanga L. On Smooth Muscles of the Rat Aorta. Planta medica, 68, 655-
657.
Othman, R., Ibrahim, H., Mohd, M.A., Mustafa, M.R., Awang, K. 2006. Bioassay-
Guided Isolation of a Vasorelaxant Active Compound from Kaempferia
galanga L. Phytomedicine, 13, 61-66.
Rahmawati, F. 2014. Efek Penambahan Glycosaminoglycon dari Lendir Bekicot
(Achantina fulica) pada Paduan Alginat - Carboxymethylcellulosa (CMC)
sebagai Accelerator Wound Healing. Fakultas Sains dan Teknologi.
Surabaya, Universitas Airlangga.
Rathod, H., dan Dhruti Metha. 2015. A Review on Pharmaceutical Gel.
International Journal of Pharmaceutical Sciences.
Ridtitid, W., Sae-Wong C., Reanmongkol W., Wongnawa M. 2008.
Antinociceptive Activity of the Methanolic Extract of Kaempferia galanga
in Experimental Animals. J Ethnopharmacol, 118 (2), 225-230.
Robbani, Khoirunnisa. 2015. Uji Stabilitas Kimia Etil p-metoksisinamat dari
Rimpang Kencur (Kaempferia galanga Linn) dalam Sediaan Setengah
Padat. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah.
65
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Rostiana, Otih, dkk. 2005. Standar Prosedur Operasional Budidaya Kencur. Bogor
: Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatika.
Rowe, Raymond C., Paul J.S., dan Marian. 2009. Handbook of Pharmaceutical
Excipients. London: Pharmaceutical Press.
Rufiati, E. 2011. Pengaruh Suhu Terhadap Laju Reaksi. Universitas Airlangga
Rukmana, Rahmat. 1994. Kencur. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Saadah, S. 2007. Mengenal Tanaman yang Berkhasiat Obat. Azka Mulia Media.
Saifudin, Aziz. 2014. Senyawa Alam Metabolit Sekunder: Teori, Konsep, dan
Teknik Pemurnian. Yogyakarta. Deepublish.
Santi, N. 2008. Pembuatan Membran Alginat-kitosan, Kalsium Alginat, dan
Kalsium Alginat-kitosan serta Pengujian Sifat-Sifat Penyerapan Air dan
Aktivitas Antibakteri. Seminar Fakultas Farmasi USU. Medan.
Simanjuntak, M.T. 2005. Biofarmasi Sediaan yang Diberikan Melalui Kulit.
Medan: Universitas Sumatera Utara.
Stahl, E. 1985. Analisis Obat Secara Kromatografi dan Mikroskopi. Bandung,
Institut Teknologi Bandung.
Sudarmadji, S., Haryono., Suhadi. 2007. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian.
Yogyakarta: Liberty.
Sukmawati, N.M.A., Arisanti, C.I.S., Wijayanti, N.P.A.D. 2013. Pengaruh Variasi
Konsentrasi PVA, HPMC, dan Gliserin terhadap Sifat Fisika Masker Wajah
Gel Peel Off Ekstrak Etanol 96% Kulit Buah Manggis (Garcinia
mangostana L.). Bali: Universitas Udayana.
Sulaiman, M.R., Z.A. Akaria, I.A.Daud, F.N.Ng., Y.C.Ng., dan M.T. Hidayat.
2008. Antinociceptive and Anti-Inflammatory Activities of the Aqueous
Extract of Kaempferia galanga Leaves in Animal Models. Journal of
Natural Medicines, 62, 221-227
Swastika NSP, Alissya Mufrod, Purwanto. 2013. Aktivitas Antioksidan
KrimEkstrak Sari Tomat (Solanum lycopersicum L.). Traditional Medicine
Journal, 18(3): 132-140.
Syamsuni, H.A. 2006. Ilmu Resep. Jakarta: EGC.
Tambayong, J. 2000. Patofisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta: EGC.
Tara, V. Shanbag, Sharma Candrakala, Adiga Sachidananda, Bairy
Laximinarayana Kurady, Shenoy Smita, Shenoy Ganesh. 2006. Wound
Healing Activity of Alcoholic Extract of Kaempferia galanga in Wistar
Rats. Indian J. Physiol Pharmacol 50 (4) : 384-390
Tanjung, M. 1997. Isolasi dan Rekayasa Senyawa Turunan Sinamat dari
Kaempferia galanga L. Sebagai Tabir Surya. Surabaya : Lembaga Penelitian
Universitas Airlangga.
66
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Taufikurohmah, T., Rohmah, J., Poernowo, H. Optimasi Suhu Sintesis Isoamil p-
Metoksisinamat Melalui Reaksi Transesterifikasi dari EPMS Hasil Isolasi
Rimpang Kencur. Prosiding Seminar Nasional Kimia UNESA ISBN : 978-
979-028-103-5. 14 Februari 2009.
Taufikkurohmah, T., Rusmini, Nurhayati. 2008. Pemilihan Pelarut dan Optimasi
Suhu pada Isolasi Senyawa Etil Para Metoksi Sinamat (EPMS) dari
Rimpang Kencur sebagai Bahan Tabir Surya Pada Industri Kosmetik.
Tewtrakul, Supinya, Supreeya Yuenyongsawad, Sopa Kummee, Latthya
Atsawajaruwan. 2005. Chemical Components and Biological Activities of
Volatile Oil of Kaempferia galanga Linn. Songklanakarin J. Sci. Technol
Vol. 27 (Suppl. 2): Thai Herbs.
Thomas, S. 1990. Wound Management and Dressing. The Pharmaceutical Press.
Tiwari, P., B. Kumar, M. Kaur, G. Kaur, H. Kaur. 2011. Phytochemical Screening
and Extraction: A Review. Internationale Pharmaceutica Sciencia. Vol 1.
Issue. I.
Tranggono, R. I. dan Latifah, F. 2007. Buku Pedoman Ilmu Pengetahuan Kosmetik.
Jakarta: Penerbit Gramedia Pustaka Utama.
Umar, Muhammad I., Mohammad Zaini Bin Asmawi, Amirin Sadikun, Rabia
Altaf, Muhammad Adnan Iqbal. 2011. Phytochemistry and Medicinal
Properties of Kaempferia galanga L. (Zingiberaceae) Extracts. African
Journal of Pharmacy and Pharmacology. 5(14), 1638-1647, pp. 1638-1647.
Umar, Muhammad I., Mohd Zaini Asmawi, Amirin Sadikun, Item J. Atangwho 1,
Mun Fei Yam, Rabia Altaf, Ashfaq Ahmed. 2012. Bioactivity-Guided
Isolation of Ethyl-p-methoxycinnamate, an Anti Inflammatory Constituent,
from Kaempferia galanga L. Extracts. Molecules 2012, 17, 8720-8734.
USDA (United Stated Departement of Agriculture). Natural Resources
Conservation Service. Akses online via https://www.plants.usda.gov/ pada
tangal 3 Januari 2017
Vadas, E. B. 2010. Stability of Pharmaceutical Products. The Science and Practice
of Pharmacy Vol.1, 988-989.
Vittalrao, Amberkar Monhabu, Tara Shanbag, Meena Kumari K, K.L Bairy, Smita
Shenoy. 2011. Evaluation of Antiinflammatory and Analgesic Activities of
Alcoholic Extract of Kaempferia galanga in Rats. Indian J. Physiol
Pharmacol 55(1), 13-24.
Voight, R. 1994. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Wardiyah, Sry. 2015. Perbandingan Sifat Fisik Sediaan Krim, Gel, dan Salep yang
Mengandung Etil p-metoksisinamat dari Ekstrak Rimpang Kencur
(Kaempferia galanga Linn.). Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah.
Wasitaatmadja, S. M. 1997. Penuntun Ilmu Kosmetik Medik. Jakarta: UI-Press.
67
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Windono, Tri, Jany, Widji Suratri. 1997. Aktivitas Tabir Matahari Etil p-
metoksisinamat yang Diisolasi dari Rimpang Kencur. Warta Tumbuhan
Obat Indonesia, 3(4).
www.chemicalbook.com. diakses pada tanggal 1-1-2017 pukul 13.00 WIB
68
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
LAMPIRAN
69
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Lampiran 1. Bagan Alur Penelitian
Rimpang kencur segar
Dimaserasi menggunakan n-heksana yang telah didestilasi
Ekstrak cair di evaporasi dengan mesin evaporator suhu 490C
Kristal yang telah terbentuk dari ekstrak kental rimpang kencur
dimurnikan
Dibuat sediaan gel
500C
Evaluasi sediaan gel
500C
Evaluasi Fisika
500C
Evaluasi Kimia
500C
Organoleptik
500C
pH
1.
500C
Suhu Tinggi (40±20C)
3.
500C
Daya Sebar
5.
500C
Viskositas
6.
500C
Penetapan kadar
EPMS dalam gel
Uji Stabilitas
500C
Sentrifugasi
500C
Uji Cycling Test
Suhu Ruang (27±20C)
4.
500C
Homogenitas
2.
500C
70
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Lampiran 2. Bagan Alur Isolasi Kristal EPMS dari Rimpang Kencur
Rimpang Kencur Segar
Serbuk kering rimpang kencur
Dicuci, dirajang, dikeringkan,
diblender
Dimaserasi dengan n-heksana dan disaring
Filtrat Ampas
Diremaserasi dengan n-heksana
dan disaring
Ampas Filtrat 2
Campuran filtrat
1,2, 3
Filtrat 3
Ekstrak cair n-heksana rimpang
kencur di evaporasi suhu 49-
500C
Ekstrak kental didiamkan
hingga terbentuk kristal EPMS
Kristal yang telah terbentuk
dimurnikan dengan n-heksana
dan metanol
Kristal di uji kemurniannya
dengan KLT, titik leleh, dan
GCMS
71
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Lampiran 3. Perhitungan Rendeman Kristal EPMS, dan Rf
3.1. Perhitungan Rendeman Kristal EPMS
Berat kristal yang diperoleh = 70,99 gram
Berat ekstrak n-heksana = 115,56 gram
% 𝑟𝑒𝑛𝑑𝑒𝑚𝑒𝑛 =𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑘𝑟𝑖𝑠𝑡𝑎𝑙 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘 𝑛 − ℎ𝑒𝑘𝑠𝑎𝑛𝑎𝑥100%
% 𝑟𝑒𝑛𝑑𝑒𝑚𝑒𝑛 =70,99 𝑔𝑟𝑎𝑚
115,56 𝑔𝑟𝑎𝑚 x 100%
= 61,43 %
3.2. Perhitungan Rf
% 𝑟𝑒𝑛𝑑𝑒𝑚𝑒𝑛 =𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑒𝑚𝑝𝑢ℎ 𝑘𝑜𝑚𝑝𝑜𝑛𝑒𝑛
𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑒𝑚𝑝𝑢ℎ 𝑝𝑒𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡
% 𝑟𝑒𝑛𝑑𝑒𝑚𝑒𝑛 =3 𝑐𝑚
4 𝑐𝑚
= 0,75 cm
72
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Lampiran 4. Diameter Gel Suhu Ruang (27±20C)
Beban Diameter (cm) hari ke-0
Formula 1 Formula 2 Formula 3
18 gram
37 gram
57 gram
77 gram
97 gram
117 gram
5,4
5,7
5,9
6,1
6,4
6,7
5,1
5,3
5,6
5,8
6,0
6,3
4,5
4,7
4,9
5,2
5,5
5,7
Diameter (cm) hari ke- 7
18 gram
37 gram
57 gram
77 gram
97 gram
117 gram
5,5
5,7
6,9
6,2
6,4
6,7
5,2
5,4
5,7
6,0
6,2
6,4
4,5
4,9
5,1
5,4
5,7
5,9
Diameter (cm) hari ke- 14
18 gram
37 gram
57 gram
77 gram
97 gram
117 gram
5,6
5,9
6,1
6,3
6,5
6,8
5,3
5,4
5,7
6,1
6,3
6,6
4,6
5,1
5,4
5,6
5,9
6,1
Diameter (cm) hari ke- 21
18 gram
37 gram
57 gram
77 gram
97 gram
117 gram
5,8
6,0
6,3
6,5
6,7
7,1
5,3
5,6
5,9
6,3
6,5
6,8
4,7
5,1
5,5
5,7
6,0
6,2
Contoh perhitungan luas daya sebar gel pada formula 1
Diameter pada beban 34 gram = 6 cm
Jari – jari (r) pada beban 34 gram = 3 cm
Luas daya sebar gel = π x r2
= 3,14 x 32
= 28,26 cm2
73
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Lampiran 5. Data Luas Daya Sebar Gel Suhu Ruang (27±20C)
Beban Luas(cm) hari ke-0
Formula 1 Formula 2 Formula 3
18 gram
37 gram
57 gram
77 gram
97 gram
117 gram
22,89
25,50
27,32
29,20
32,15
35,23
20,41
22,05
24,61
26,40
28,26
31,15
15,89
17,34
18,84
21,22
23,74
25,50
Luas (cm) hari ke- 7
18 gram
37 gram
57 gram
77 gram
97 gram
117 gram
23,74
25,50
37,37
30,17
32,15
35,23
21,22
22,89
25,50
28.26
30,17
32,15
15,89
18,84
20,41
22,89
25,50
27,32
Luas (cm) hari ke- 14
18 gram
37 gram
57 gram
77 gram
97 gram
117 gram
24,61
27,32
29,20
31,15
33,16
36,29
22,05
22,89
25,50
29,20
31,15
34,19
16,61
20,41
22,89
24,61
27,32
29,20
Luas (cm) hari ke- 21
18 gram
37 gram
57 gram
77 gram
97 gram
117 gram
26,40
28,26
31,15
33,16
35,23
39,57
22,05
24,61
27,32
31,15
33,16
36,29
17,34
20,41
23,74
25,50
28,26
30,17
74
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Lampiran 6. Data Diameter Gel Suhu Tinggi (40±20C)
Beban Diameter (cm) hari ke-0
Formula 1 Formula 2 Formula 3
18 gram
37 gram
57 gram
77 gram
97 gram
117 gram
5,4
5,7
5,9
6,1
6,4
6,7
5,1
5,3
5,6
5,8
6,0
6,3
4,5
4,7
4,9
5,2
5,5
5,7
Diameter (cm) hari ke- 7
18 gram
37 gram
57 gram
77 gram
97 gram
117 gram
5,9
6,3
6,7
7,0
7,2
7,4
5,5
5,8
6,3
6,7
7,1
7,5
4,9
5,2
5,5
5,8
6,1
6,4
Diameter (cm) hari ke- 14
18 gram
37 gram
57 gram
77 gram
97 gram
117 gram
6,4
6,7
6,9
7,2
7,5
7,7
5,9
6,4
6,7
7,0
7,2
7,5
5,4
5,7
6,0
6,4
6,6
6,9
Diameter (cm) hari ke- 21
18 gram
37 gram
57 gram
77 gram
97 gram
117 gram
6,7
6,9
7,3
7,7
7,9
8,1
6,2
6,5
6,8
7,0
7,3
7,7
5,8
6,2
6,5
6,9
7,1
7,3
75
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Lampiran 7. Data Luas Daya Sebar Gel Suhu Tinggi (40±20C)
Beban Luas(cm) hari ke-0
Formula 1 Formula 1 Formula 1
18 gram
37 gram
57 gram
77 gram
97 gram
117 gram
22,89
25,50
27,32
29,20
32,15
35,23
20,41
22,05
24,61
26,40
28,26
31,15
15,89
17,34
18,84
21,22
23,74
25,50
Luas (cm) hari ke- 7
18 gram
37 gram
57 gram
77 gram
97 gram
117 gram
27,32
31,15
35,23
38,46
40,69
42,98
23,74
26,40
31,15
35,23
39,57
44,15
18,84
21,22
23,74
26,40
29,20
32,15
Luas (cm) hari ke- 14
18 gram
37 gram
57 gram
77 gram
97 gram
117 gram
32,15
35,23
37,37
40,69
44,15
46,54
27,32
32,15
35,23
38,46
40,69
44,15
22,89
25,50
28,26
32,15
34,19
37,37
Luas (cm) hari ke- 21
18 gram
37 gram
57 gram
77 gram
97 gram
117 gram
35,23
37,37
41,83
46,54
48,99
51,50
30,17
33,16
36,29
38,46
41,83
46,54
26,40
30,17
33,16
37,37
39,57
41,83
76
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Lampiran 8. Scanning Panjang Gelombang EPMS dalam Metanol
Keterangan: Serapan maksimum etil p-metoksisinamat dalam pelarut metanol
dengan konsentrasi 5 ppm terbaca pada panjang gelombang 309,0 nm.
Lampiran 9. Data Absorbansi Kurva Standar EPMS dalam Metanol
Konsentrasi (ppm) Absorbansi
0 0,000
1 0,148
2 0.263
3 0.402
4 0.534
5 0.657
6 0.793
7 0.937
8 1.069
77
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Lampiran 10. Kurva Kalibrasi Etil p-Metoksisinamat dalam Metanol
Keterangan: Analisa dilakukan pada panjang gelombang 309,0 nm, nilai r 0,9997
y = 0.1326x + 0.0031R² = 0.9997
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
0 2 4 6 8 10
Ab
sorb
ansi
Konsentrasi (ppm)
Kurva Kalibrasi Etil p-Metoksisinamat
Absorbansi
Linear (Absorbansi)
78
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Lampiran 11. Data Pengujian Akurasi
Formula 1
Sampel Absorbansi Abs-Basis Konsentrasi
(ppm)
% Recovery
Basis 0
EPMS 80% 0,507 0,507 3,823217 3,823217
4 𝑝𝑝𝑚 x 100% = 95.58042
EPMS 100% 0,630 0,630 4,756449 4,756449
5 𝑝𝑝𝑚 x 100% = 95,12898
EPMS 120% 0,759 0,759 5,735205
5,735205
6 𝑝𝑝𝑚 x 100% = 95,58675
Formula 2
Sampel Absorbansi Abs-Basis Konsentrasi
(ppm)
% Recovery
Basis 0
EPMS 80% 0,518 0,518 3,958111 3,958111
4 𝑝𝑝𝑚 x 100% = 98,95278
EPMS 100% 0,649 0,649 4,955826 4,955826
5 𝑝𝑝𝑚 X 100% = 99,11653
EPMS 120% 0,774 0,774 5,907845 5,907845
6 𝑝𝑝𝑚 x 100% = 98,84446
Formula 3
Sampel Absorbansi Abs-Basis Konsentrasi
(ppm)
% Recovery
Basis 0
EPMS 80% 0,517 0,517 3,972222 3,972222
4 𝑝𝑝𝑚 x 100% = 99,30556
EPMS 100% 0,641 0,641 4,929012 4,929012
5 𝑝𝑝𝑚 X 100% = 98,58025
EPMS 120% 0,769 0,769 5,916667 5,916667
6 𝑝𝑝𝑚 x 100% = 98,61111
79
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Lampiran 12. Data Pengujian Presisi
Formula 1
Sampel Abs C (ppm) xi-x mean (xi-x mean)2
Blanko 0,000
1 0,633 4.779211 -0.07461 0.005566352
2 0,649 4.900607 0.046788 0.002189123
3 0,643 4.855083 0.001265 1.59907E-06
4 0,636 4.801973 -0.05185 0.002688032
5 0,652 4.923369 0.06955 0.004837178
6 0,644 4.862671 0.008852 7.83543E-05
Jumlah 29.12291 0.015360638
X mean 4.853819
SD2 0.003072128
SD 0,055426777
KV (%) 1.141920996
Formula 2
Sampel Abs C (ppm) xi-x mean (xi-x mean)2
Blanko 0,000
1 0,654 4.993907 0.050774 0.00257803
2 0,645 4.925362 -0.01777 0.000315809
3 0,640 4.887281 -0.05585 0.003119417
4 0,650 4.963442 0.02031 0.000412485
5 0,643 4.910129 -0.033 0.001089218
6 0,652 4.978675 0.035542 0.001263235
Jumlah 29.6588 0.008778193
X mean 4.943133
SD2 0.001755639
SD 0.041900342
KV (%) 0.847647518
Formula 3
Sampel Abs C (ppm) xi-x mean (xi-x mean)2
Blanko 0,000
1 0,643 4.944444 -0.00386 1.48844E-05
2 0,647 4.975309 0.027006 0.000729333
3 0,640 4.921296 -0.02701 0.000729333
4 0,649 4.990741 0.042438 0.001801007
5 0,637 4.898148 -0.05015 0.002515456
6 0,645 4.959877 0.011574 0.000133959
Jumlah 29.68981 0.005923973
X mean 4.948302
SD2 0.001184795
SD 0.034420846
KV (%) 0.69560917
80
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Lampiran 13. Data Pengujian Kadar Etil p-metoksisinamat dalam Sediaan
Formula 1
Hari
Ke-
Uji ke- Berat
Sampel
(mg)
Abs SD Kadar
EPMS
terukur
(mg)
Kadar
(%)
Rata-
rata %
0
1 100 0,651 0,002
0,982 0,982 0,98
2 100 0,650 0,980 0,980
3 100 0,654 0,986 0,986
7
1 100 0,649 0,003
0,980 0,980 0,98
2 100 0,653 0,986 0,986
3 100 0,647 0,976 0,976
14
1 100 0,640 0,004
0,966 0,966 0,96
2 100 0,637 0,960 0,960
3 100 0,645 0,974 0,974
21
1 100 0,637 0,003
0,960 0,960 0,95
2 100 0,630 0,950 0,950
3 100 0,633 0,954 0,954
Formula 2
Hari
Ke-
Uji ke- Berat
Sampel
(mg)
Abs SD Kadar
EPMS
terukur
(mg)
Kadar
(%)
Rata-
rata %
0
1 100 0,652 0,002 0,994 0,994 0,99
2 100 0,654 0,998 0,998
3 100 0,649 0,990 0,990
7
1 100 0,647 0,003 0,988 0,988 0,98
2 100 0,649 0,990 0,990
3 100 0,642 0,980 0,980
14
1 100 0,639 0,003 0,974 0,974 0,96
2 100 0,632 0,964 0,964
3 100 0,634 0,968 0,968
21
1 100 0,627 0,003 0,956 0,956 0,95
2 100 0,624 0,952 0,952
3 100 0,631 0,962 0,962
81
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Formula 3
Hari
Ke-
Uji ke- Berat
Sampel
(mg)
Abs SD Kadar
EPMS
terukur
(mg)
Kadar
(%)
Rata-
rata %
0
1 100 0,643 0,004
0,988 0,988 0,98
2 100 0,648 0,996 0,996
3 100 0,640 0,984 0,984
7
1 100 0,640 0,005
0,978 0,978 0,97
2 100 0,636 0,966 0,966
3 100 0,629 0,984 0,984
14
1 100 0,625 0,003
0,960 0,960 0,96
2 100 0,628 0,964 0,964
3 100 0,622 0,956 0,956
21
1 100 0,622 0,002
0,948 0,948 0,95
2 100 0,617 0,950 0,950
3 100 0,619 0,956 0,956
82
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Lampiran 14. Hasil Statistik pH Formula 1, 2, dan 3
1. Uji Normalitas One-Sample Kolmogrov Smirnov Test
Tujuan : untuk melihat data pH Sediaan Gel EPMS terdistribusi normal atau
tidak.
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic Df Sig.
pH .210 9 .200* .885 9 .176
*. This is a lower bound of the true significance.
a. Lilliefors Significance Correction
Kesimpulan: pH Sediaan Gel EPMS Terdistribusi Normal
2. Uji Homogenitas Levene
Tujuan: untuk melihat homogen atau tidaknya varian data pH sediaan gel
EPMS.
Test of Homogeneity of Variances pH
Levene
Statistic df1 df2 Sig.
4.512 2 6 .064
Kesimpulan: pH memperlihatkan data yang homogen
3. Lanjutan Uji ANNOVA
Uji One-Way ANNOVA
Tujuan: mengetahui apakah ada atau tidaknya perbedaan pada data pH sediaan
gel EPMS.
ANOVA pH
Sum of
Squares df
Mean
Square F Sig.
Between
Groups .055 2 .028 33.500 .001
Within Groups .005 6 .001
Total .060 8
83
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Kesimpulan: Terjadi perbedaan yang bermakna (p<0,05) pada pH sediaan gel
EPMS.
4. Uji Tukey
Tujuan: untuk mencari tahu data pH mana yang relatiF berbeda.
Multiple Comparisons Dependent Variable: pH
Tukey HSD
(I)
Formula
(J)
Formula
Mean
Difference
(I-J)
Std.
Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower
Bound
Upper
Bound
1.00 2.00 -.11667* .02341 .006 -.1885 -.0448
3.00 -.19000* .02341 .000 -.2618 -.1182
2.00 1.00 .11667* .02341 .006 .0448 .1885
3.00 -.07333* .02341 .046 -.1452 -.0015
3.00 1.00 .19000* .02341 .000 .1182 .2618
2.00 .07333* .02341 .046 .0015 .1452
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Kesimpulan: Perbedaan yang bermakna pada nilai pH terjadi antar ketiga formula
84
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Lampiran 15. Hasil Statistik Viskositas Formula 1,2, dan 3
1. Uji Normalitas One-Sample Kolmogrov Smirnov Test
Tujuan : untuk melihat data viskositas Sediaan Gel EPMS terdistribusi normal
atau tidak.
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Viskositas .297 9 .021 .773 9 .010
a. Lilliefors Significance Correction
Kesimpulan: Viskositas sediaan gel EPMS tidak terdistribusi normal.
2. Lanjutan Uji Kruskal Wallis
Tujuan: mengetahui apakah ada atau tidaknya perbedaan pada data viskositas
sediaan gel yang tidak terdistribusi normal
Test Statisticsa,b
Viskositas
Chi-Square 7.385
df 2
Asymp.
Sig. .025
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable:
Formula
Kesimpulan: perbedaan yang bermakna pada nilai viskositas terjadi antar ketiga
formula.
85
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Lampiran 16. Gambar Hasil Penelitian
1. Keadaan Pada Suhu Ruang (27±20C)
Hari ke- 0 Hari ke- 7
Formula 3, 2, 1
Formula 3, 2, 1
Hari ke- 14 Hari ke- 21
Formula 3, 2, 1
Formula 3, 2, 1
2. Keadaan Pada Suhu Tinggi (40±20C)
Hari ke- 0 Hari ke- 7
Formula 3, 2, 1
Formula 3, 2, 1
Hari ke- 14 Hari ke- 21
Formula 3, 2, 1
Formula 3, 2, 1
86
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
3. Uji Daya Sebar
Formula 1
Beban 18 gram
Beban 37 gram
Beban 57 gram
Beban 77 gram
Beban 97 gram
Beban 117 gram
Formula 2
Beban 18 gram
Beban 37 gram
Beban 57 gram
Beban 77 gram
Beban 97 gram
Beban 117 gram
87
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Formula 3
Beban 18 gram
Beban 37 gram
Beban 57 gram
Beban 77 gram
Beban 97 gram
Beban 117 gram
88
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Lampiran 17. Surat Determinasi Tanaman Kencur
89
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Lampiran 18. Sertifikat Analisa Natrium Alginat
90
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Sertifikat Analisa Natrium Alginat
91
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Lampiran 19. Sertifikat Analisa Na CMC