Fosfat

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Fitoremediasi

Citation preview

89

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1Limbah Cair DomestikLimbah domestik atau limbah rumah tangga terdiri dari pembuangan air kotor dari kamar mandi, kakus dan dapur. Kotoran-kotoran itu merupakan campuran dari zat-zat bahan mineral dan organik dalam banyak bentuk, termasuk partikel-partikel besar dan kecil, benda padat, sisa-sisa bahan-bahan larutan dalam keadaan terapung dan dalam bentuk koloid dan setengah koloid (Martopo, 1994).

Sesuai dengan sumber asalnya, air limbah mempunyai komposisi yang sangat bervariasi dari setiap tempat dan setiap saat, tetapi secara garis besar zat yang terdapat di dalam air limbah dikelompokkan seperti skema pada gambar berikut (Sugiharto, 1987).

Gambar 2.1. Komposisi limbah cair domestikSalah satu jenis limbah cair domestik adalah limbah grey water yang berasal dari air buangan dari alat plambing seperti bak mandi, bak cuci tangan, bak dapur, bak laundry dan sebagainya. Limbah grey water ini memiliki kandungan nitrogen yang lebih kecil dibandingkan jenis limbah cair domestik lainnya. Selain itu kecepatan dekomposisi limbahnya lebih cepat. Kandungan limbah grey water banyak mengandung nutrisi seperti fosfor, nitrogen dan karbon. Nutrisi ini dapat digunakan sebagai pupuk bagi tanaman.2.2Limbah Detergen

Detergen merupakan suatu senyawa sintetis zat aktif muka (surface active agent) yang dipakai sebagai zat pencuci yang baik untuk keperluan rumah tangga, industri tekstil, kosmetik, obat-obatan, logam, kertas, dan karet. Detergen memiliki sifat pendispersi, pencucian dan pengemulsi. Penyusun utama senyawa ini adalah Dodecyl Benzena Sulfonat (DBS) yang memiliki kemampuan untuk menghasilkan busa (Ginting, 2007).Limbah laundry dihasilkan oleh detergen mengandung pospat yang tinggi. Pospat ini berasal dari Sodium Tripolyphospate (STPP) yang merupakan salah satu bahan yang kadarnya besar dalam detergen. Dalam detergen, STPP ini berfungsi sebagai builder yang merupakan unsur terpenting kedua setelah surfaktan karena kemampuannya menonaktifkan mineral kesadahan dalam air sehingga detergen dapat bekerja secara optimal. STPP ini akan terhidrolisa menjadi PO4 dan P2O7 yang selanjutnya juga terhidrolisa menjasi PO4 (Ginting, 2007).

Kandungan limbah laundry dapat dilihat pada tabel berikut.Tabel 2.1. Kandungan limbah laundryParameterKondisi limbah laundryKonsentrasi batas pada emisi air

Temperatur (C) 6230

pH 9,66,5 - 9

Suspended substances (mg/L) 3580

Sediment substances (mg/L) 20,5

Cl2 (mg/L) 0,10,2

Total nitrogen (mg/L) 2,7510

Nitrogen ammonia (mg/L) 2,455

Total pospat (mg/L) 9,91

COD (mg O2/L) 280200

BOD5 (mg O2/L) 19530

Mineral oil (mg/L) 4,810

AOX (mg/L) 0,120,5

Anionic surfactant (mg/L) 10,11

Senyawa fosfat pada detergen dapat mencegah menempel kembalinya kotoran pada bahan yang sedang dicuci. Senyawa fosfat yang digunakan oleh semua merk detergen memberikan andil yang cukup besar terhadap terjadinya proses eutrofikasi. Eutrofikasi terjadi ketika sejumlah besar nutrisi salah satunya fosfat masuk ke dalam perairan. Ekosistem di perairan akan menunjukkan pertumbuhan yang cepat pada algae karena kehadiran nutrisi tersebut. Pertumbuhan algae yang pesat ini menjadikan permukaan perairan akan tertutupi oleh algae sehingga menghalangi sinar matahari yang masuk ke dalam perairan. Ketika algae mulai mati maka oksigen yang dibutuhkan bakteri untuk mendekomposisi biomassa tersebut semakin banyak. Sehingga nilai biological oxygen deman (BOD) pada perairan meningkat dan menjadikan kandungan oksigen terlarutnya sedikit (Moss, 1980).2.3Senyawa Fosfat Dalam Limbah Detergen

Dalam air buangan, senyawa fosfat berada dalam 3 bentuk yaitu sebagai ortofosfat, polifosfat dan organofosfat. Kandungan senyawa organofosfat atau fosfat organik di dalam air pada umumnya rendah sehingga yang perlu mendapat perhatian hanyalah ortofosfat dan polifosfat saja (Sawyer and McCarty, 1978). Senyawa ortofosfat berasal dari mineral-mineral seperti PO43-, HPO43-, H2PO4-, CaH2PO4+ dan Ca10(OH)2(PO4)6. Beberapa polifosfat organik yang ditemukan dalam air buangan misalnya P2O74-, CaP2O72-, P3O105-, CaP3O103-, P3O93- dan CaP3O9- (Sitompul, 1994). Polifosfat secara berangsur-angsur akan mengalami hidrolisis dalam air ke dalam bentuk orto yang larut. Di samping itu, dekomposisi bakteri terhadap senyawa-senyawa organik juga akan melepaskan ortofosfat (Hammer, 1981). Jenis-jenis senyawa ortofosfat dan polifosfat dalam air dapat dilihat pada tabel di bawah.Tabel 2.2. Jenis senyawa orthoposphate dan polyphosphate dalam airSenyawaFormula

Orthophosphate

Trisodium phosphateNa3PO4

Disodium phosphateNa2HPO4

Monosodium phoshateNaH2PO4

Diamonium phosphate(NH4)HPO4

Polyphosphate

Sodium hexametaphosphateNa3(PO3)6

Sodium trypolyphosphateNa5P3O10

Tetrasodium pyrophosphateNa4P2O7

Sumber: Sawyer and McCarty (1978)

Ortofosfat merupakan bentuk fosfat yang dapat dimanfaatkan secara langsung oleh tanaman, sedangkan polifosfat harus terlebih dahulu mengalami hidrolisis membentuk ortofosfat sebelum dimanfaatkan sebagai sumber fosfor. Reaksi ionisasi asam ortofosfat adalah sebagai berikut :

Semua polifosfat mengalami hidrolisis membentuk ortofosfat. Perubahan ini tergantung pada suhu. Pada suhu yang mendekati titik didih, perubahan polifosfat menjadi ortofosfat berlangsung cepat. Kecepatan ini meningkat dengan menurunnya nilai pH. Perubahan polifosfat meenjadi ortofosfat pada air limbah yang mengandung bakteri berlangsung lebih cepat dibandingkan dengan perubahan yang terjadi pada air bersih (Effendi, 2003).Unsur fosfor (P) bagi tanaman berguna untuk merangsang pertumbuhan akar, khususnya akar benih dan tanaman muda. Selain itu, fosfor berfungsi sebagai bahan mentah untuk pertumbuhan pembentukan sejumlah protein tertentu, membantu asimilasi dan pernapasan, meningkatkan prodiksi biji-bijian serta mempercepat pembungaan, pemasakan biji dan buah.

2.4Fitoremediasi

Fitoremediasi adalah upaya penggunaan tanaman dan bagian-bagiannya untuk dekontaminasi limbah dan masalah-masalah pencemaran lingkungan baik secara ex-situ menggunakan kolam buatan atau reaktor maupun secara in-situ (langsung di lapangan) pada tanah atau daerah yang terkontaminasi limbah (Subroto, 1996). Ada beberapa kriteria tumbuhan yang dapat digunakan dalam proses fitoremediasi (Surtikanti, 2011), yaitu harus: memiliki kecepatan tumbuh yang tinggi; hidup pada habitat yang kosmopolitan; mampu mengkonsumsi air dalam jumlah banyak dan dalam waktu yang singkat; mampu meremediasi lebih dari satu jenis polutan; mempunyai toleransi tinggi terhadap polutan; dan mudah dipelihara.

Proses dalam teknologi fitoremediasi ini berjalan secara alami dengan enam proses yang dilakukan tumbuhan terhadap zat kontaminan atau pencemar di sekitarnya.1. Fitoakumulasi (fitoekstraksi) mencakup penyerapan kontaminan oleh akar tumbuhan dan translokasi atau akumulasi senyawa tersebut ke bagian tumbuhan seperti akar, daun atau batang. Akar tumbuhan menyerap polutan dan selanjutnya ditranslokasi ke dalam organ tumbuhan. Proses ini cocok digunakan untuk dekontaminasi zat-zat anorganik (Syarief, 2010).

Gambar 2.2. Mekanisme fitoakumulasi (Sumber: ITRC, 2001)

2. Rhizofiltrasi adalah proses adsorpsi atau pengendapan zat kontaminan oleh akar. Menurut Priyanto (2010), rhizofiltrasi adalah pemanfaatan kemampuan akar tumbuhan untuk menyerap, mengendapkan dan mengakumulasi logam dari aliran limbah. Akar tumbuhan mengadsorpsi pada zona akar atau mengabsorpsi larutan polutan sekitar akar ke dalam akar. Spesies tumbuhan yang fungsional adalah rumput air.

Gambar 2.3. Mekanisme rhizofiltrasi (Sumber: ITRC, 2001)

3. Fitostabilisasi yaitu penempelan zat-zat kontaminan tertentu pada akar yang tidak mungkin terserap ke dalam batang tumbuhan. Menurut Priyanto (2010), fitostabilisasi adalah suatu fenomena diproduksinya senyawa kimia tertentu untuk mengimobilisasi kontaminan di daerah rizosfer. Zat-zat tersebut menempel erat (stabil) pada akar sehingga tidak akan terbawa oleh aliran air dalam media. Mekanisme ini cocok untuk kontaminan anorganik tetapi juga dapat digunakan untuk kontaminan organik (Syarief, 2010).

Gambar 2.4. Mekanisme fitostabiliasi (Sumber: ITRC, 2001)4. Rhizodegradasi yaitu penguraian zat-zat kontaminan oleh aktivitas mikroba yang berada di sekitar tumbuhan. Misalnya ragi, fungi atau bakteri (Syarief, 2010).

Gambar 2.5. Mekanisme rhizodegradasi (Sumber: ITRC, 2001)

5. Fitodegradasi yaitu proses yang dilakukan tumbuhan untuk menguraikan zat kontaminan yang memiliki kandungan senyawa organik menjadi bahan yang tidak berbahaya dengan susunan molekul yang lebih sederhana, yang dapat berguna bagi pertumbuhan tanaman itu sendiri di dalam jaringan tumbuhan misalnya oleh enzim dehalogenase dan oksigenase (Priyanto, 2010).

Gambar 2.6. Mekanisme fitrodegradasi (Sumber: ITRC, 2001)

6. Fitovotilisasi yaitu proses menarik dan transpirasi zat kontaminan oleh tumbuhan dalam bentuk yang telah menjadi larutan terurai sebagai bahan yang tidak berbahaya lagi untuk selanjutnya diuapkan ke atmosfer. Kontaminan dapat keluar lagi melalui daun dan hasil votilisasi masuk ke dalam atmosfer pada konsentrasi yang rendah (Syarief, 2010).

Gambar 2.7. Mekanisme fitovotilisasi (Sumber: ITRC, 2001)

Keuntungan dari teknik fitoremediasi antara lain adalah cost-effective untuk volume pencemar yang besar dan konsentrasi rendah, tidak membutuhkan peralatan yang rumit dan lebih ramah lingkungan (Erakhrumen, 2007). Walaupun memiliki kelebihan, ternyata fitoremediasi juga memiliki kelemahan. Salah satu kelemahannya adalah kemungkinan akibat yang timbul bila tanaman yang telah menyerap polutan tersebut dikonsumsi oleh hewan. Dampak negatif yang dikhawatirkan adalah apabila terjadiny keracunan bahkan kematian pada hewan atau terjadinya akumulasi logam pada predator-predator jika mengkonsumsi tanaman yang telah digunakan dalam proses fitoremediasi (Syarief, 2010).2.5Duckweed (Lemna minor L.)

Klasifikasi dari tanaman Lemna minor L. adalah:

Regnum:PlantaeDivisio

:MagnoliophytaClassis

:LiliopsidaOrdo

:AralesFamili

:LemnaceaeGenus

:LemnaSpesies: Lemna minor L.

Duckweed adalah tanaman air yang biasa ditemukan mengambang di perairan. Duckweed

dikenal karena memiliki produktivitas tinggi dan kadar protein tinggi yang tumbuh pada daerah beriklim sedang. Bewarna hijau dan memiliki ukuran kecil (1-3 mm) dan memiliki akar yang pendek tapi padat (1-3 cm). Daunnya berbentuk oval. Satu tanaman dapat memiliki 2 atau 3 helai daun. Pembungaan pada duckweed jarang terjadi. Duckweed tumbuh pada suhu air antara 6-33 C. Kenaikan laju pertumbuhan meningkat seiring dengan bertambahnya suhu air, tetapi ada batas suhu air sekitar 30 C ketika pertumbuhan melambat dan pada suhu yang lebih tinggi pertumbuhan berhenti. Kisaran pH yang khas untuk pertumbuhan duckweed adalah 4,5-7,5 dan pertumbuhan terhambat benar hanya pada pH nilai konten yang lebih tinggi dari 10. Dalam beberapa tahun terakhir tanaman sering terjadi air, tanaman duckweed menonjol karena kemampuannya untuk mengambil mineral di air tercemar berat seperti yang timbul dari fasilitas pengolahan limbah. Namun, duckweed juga telah menarik perhatian para ilmuwan karena potensi tinggi yang tampak jelas sebagai sumber pakan untuk ternak. Duckweed mampu tumbuh di atas air dengan kadar N , P dan K dan konsentrat mineral yang tinggi. Nutrien tersebut merupakan nutrien yang sering diberikan kepada ruminansia dan babi dan unggas untuk jadikan pakan ternak (Opek, 2002).

Gambar 2.8. Duckweed (Lemna minor L.)

2.6Spektrofotometri UV-VIS

Spektrofotometri UV-VIS adalah pengukuran serapan cahaya di daerah ultraviolet (200350 nm) dan sinar tampak (350800 nm) terhadap suatu senyawa dengan memakai instrumen spektrofotometer. Spektrofotometri UV-VIS melibatkan energi elektronik yang cukup besar pada molekul yang dianalisis, sehingga spektrofotometri UV-VIS lebih banyak dipakai untuk analisis kuantitatif ketimbang kualitatif (Mulja, 1995). Komponen-komponen spektrofotometri UV-VIS meliputi:

1. Sumber sinar yaitu lampu deuterium atau lampu hidrogen untuk pengukuran UV dan lampu tungsten digunakan untuk daerah visibel. 2. Monokromator; digunakan untuk mendispersikan sinar ke dalam komponen-komponen panjang gelombangnya yang selanjutnya akan dipilih oleh celah (slit). Monokromator berputar sedemikian rupa sehingga kisaran panjang gelombang dilewatkan pada sampel sebagai scan instrumen melewati spektrum. 3. Optik-optik; dapat didesain untuk memecah sumber sinar sehingga sumber sinar melewati 2 kompartemen, dan sebagai mana dalam spektrofotometer berkas ganda (double beam), suatu larutan blanko dapat digunakan dalam satu kompartemen untuk mengkoreksi pembacaan atau spektrum sampel. Yang paling sering digunakan sebagai blanko dalam spektrofotometri adalah semua pelarut yang digunakan untuk melarutkan sampel atau pereaksi (Rohman, 2007). Spektrofotometer UV-VIS dapat melakukan penentuan terhadap sampel yang berupa larutan, gas, atau uap. Untuk sampel yang berupa larutan perlu diperhatikan pelarut yang dipakai antara lain:

1. Pelarut yang dipakai tidak mengandung sistem ikatan rangkap terkonjugasi pada struktur molekulnya dan tidak berwarna.2. Tidak terjadi interaksi dengan molekul senyawa yang dianalisis.3. Kemurniannya harus tinggi atau derajat untuk analisis.

(Mulja, 1995).

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam analisis dengan spektrofotometri ultraviolet yaitu: 1. Penentuan panjang gelombang serapan maksimum

Panjang gelombang yang digunakn untuk analisis kuantitatif adalah panjang gelombang dimana terjadi absorbansi maksimum. Untuk memperoleh panjang gelombang serapan maksimum dapat diperoleh dengan membuat kurva hubungan antara absorbansi dengan panjang gelombang dari suatu larutan baku dengan konsentrasi tertentu.

2. Pembuatan kurva kalibrasi

Dilakukan dengan membuat seri larutan baku dalam berbagai konsentrasi kemudian asorbansi tiap konsentrasi di ukur lalu dibuat kurva yang merupakan hubungan antara absorbansi dengan konsentrasi. Kurva kalibrasi yang lurus menandakan bahwa hukum Lambert-Beer terpenuhi.3. Pembacaan absorbansi sampel

Absorbansi yang terbaca pada spektrofotometer hendaknya antara 0,2 sampai 0,8 atau 15% sampai 70% jika dibaca sebagai transmitan. Hal ini disebabkan karena pada kisaran nilai absorbansi tersebut kesalahan fotometrik yang terjadi adalah paling minimal (Rohman, 2007).Jika suatu larutan analit ingin diukur, maka sebelumnya harus direaksikan dengan bahan tertentu sehingga menimbulkan warna yang spesifik yang kepekatannya sebanding dengan konsentrasinya. Untuk mengetahui konsentrasi analitnya maka digunakan larutan standar, yaitu larutan yang telah ditetapkan konsentrasinya dan diberi bahan yang dapat memberikan warna yang sama. Kemudian diukur absorbannya di spektrofotometri. Besarnya konsentrasi analit dari bahan yang diukur dapat diketahui dengan menginterpolasikan nilai absorbennya ke grafik larutan standar.H3PO4 H+ + H2PO4-

H2PO4- H+ + HPO42-

HPO42- H++ PO43-

4