7
Fosil Homo Soloensis Fosil Homo soloensis ditemukan di Ngandong, Blora, di Sangiran dan Sambung Macan, Sragen oleh Ter Haar, Oppenoorth, dan Von Koeningswald pada tahun 1931-1933 dari lapisan Pleistosen Atas. Homo Soloensis di perkirakan hidup sekitar 900.000 sampai 300.000 tahun yang lalu. Manusia purba jenis homo soloensis artinya manusia dari Solo, dengan ciri-ciri sebagai berikut: a. Otak kecilnya lebih besar daripada otak kecil Pithecanthropus Erectus. b. Tengkoraknya lebih besar daripada Pithecanthropus Erectus. c. Tonjolan kening agak terputus di tengah (di atas hidung). d. Berbadan tegap dengan ketinggian kurang lebih 180 cm.

Fosil Homo Soloensis

Embed Size (px)

DESCRIPTION

ppt Fosil Homo Soloensis

Citation preview

Fosil Homo Soloensis

Fosil Homo SoloensisFosil Homo soloensis ditemukan di Ngandong, Blora, di Sangiran dan Sambung Macan, Sragen oleh Ter Haar, Oppenoorth, dan Von Koeningswald pada tahun 1931-1933 dari lapisan Pleistosen Atas. Homo Soloensis di perkirakan hidup sekitar 900.000 sampai 300.000 tahun yang lalu.Manusia purba jenis homo soloensis artinya manusia dari Solo, dengan ciri-ciri sebagai berikut:a. Otak kecilnya lebih besar daripada otak kecil Pithecanthropus Erectus.b. Tengkoraknya lebih besar daripada Pithecanthropus Erectus.c. Tonjolan kening agak terputus di tengah (di atas hidung).d. Berbadan tegap dengan ketinggian kurang lebih 180 cm.

Homo soloensis menurutVon KoeningswaldMenurut Von Koeningswald makhluk ini lebih tinggi tingkatannya dibandingkan dengan Pithecanthropus Erectus. Diperkirakan makhluk ini merupakan evolusi dan Pithecabtropus Mojokertensis. Oleh sebagian ahli, Homo Soloensis digolongkan dengan Homo Neanderthalensis yang merupakan manusia purba jenis Homo Sapiens dari Asia, Eropa, dan Afrika berasal dari lapisan Pleistosen Atas. -Volume otaknya antara 1000-1200cc-Tinngi badan antara 130-210cm-Otot tengkuk mengalami penyusutan-Muka tidak menonjol kedepan-Berdiri tegak dan berjalan lebih sempurna

Manusia Solo purba alias Homo soloensis yang pernah bermukim di wilayah sekitar Bengawan Solo purba 1,5 juta tahun lalu, keberadaannya masih menyisakan pertanyaan besar. Yaitu menyangkut kebudayaan-nya yang sampai sekarang belum ditemukan utuh. Kebudayaan menjelaskan hasil pikir-bisa berupa alat yang digunakan manusia purba untuk mempertahankan hidupnya. Spesies manusia purba yang hidup lebih belakangan, 800.000 300.000 tahun lalu, diketahui telah menciptakan alat-alat. Tetapi, artefak yang menandai jejak budaya Manusia Solo tertua justru belum ditemukan.Data kehidupan manusia purba ditemukan di seluruh formasi stratigrafi di Sangiran, yaitu sejak formasi Kalibeng, Pucangan, Grenzbank, Kabuh, Notopuro. Dalam catatan Harry Widianto, ditemukan tak kurang dari 70 individu Homo erectus dari berbagai tingkatan.Sangiran merupakan salah satu situs evolusi manusia di dunia yang berharga, walau bukan satu-satunya. Situasi seperti ini jarang ditemukan di tempat lain, baik di Indonesia maupun di dunia. Hanya di Afrika dan Cina yang menunjukkan evolusi seperti ini.Hasil budaya Homo Soloensis : Kapak genggam / Kapak perimbasAlat serpihAlat alat tulangHomo Soloensis itu dalam beberapa tahun kemudian mereka berevolusi menjadi manusi asekarang, tetapi dengan ciri-ciri ras yang menyerupai penduduk asli Australia. Sisa-sisa fosil dari perubahan Homo Soloensis di temukan dis uatu tempat bernama Wajak, para ahli menyebutnya Homo Wajakensis. Fosil itu juga banyak ditemukan di daerah Talgai, Darling Downs, Queensland,yang dipercaya sebagai nenek monyang penduduk asli Australia.

Persebaran temuan fosil di NgandongDari penggalian tahun 1931 dan 1933, alat-alat batu yang ditemukan bersama-sama dengan fosil-fosil Ngandong sangatlah sedikit dan bermasalah. Menurut Koeningswald (1951:216) sejumlah kecil serut batu berukuran kecil dan beberapa alat serpih kalsedon berbentuk segitiga telah didapatkan, tetapi benda-benda tersebut hilang dari kumpulan kami. Para sarjana yang kemudian menanggapi temuan tersebut seperti sartono (1976), Bartsra et al. (1976) dan Jacob (1978b), tampaknya tidak bersedia menerima pendapat bahwa alat-alat batu pernah ditemukan langsung bersama-sama dengan fosil-fosil tersebut.

Namun, salah seorang peneliti yang langsung berada di lapangan ketika itu Oppenoorth (1936; lihat juga Stein Callenfels 1936c) jauh lebih antusias. Ia melaporkan adanya alat dari tulang dan tanduk di sekitar fosil-fosil tengkorak dan juga bersama bola-bola batu andesit yang tampaknya serupa dengan yang ada di Zhoukoudian seperti telah disebut diatas. Ia juga menyatakan menemukan sebuah tulang punggung ikan pari dekat tengkorak VI. Hanya saja menurut skema penampanggeologis yang disajikan oleh Sartono (1976 mengikuti Ter Haar), semua benda tersebut sitemukan pada lapisan-lapisan di dekat permukaan tanah pada teras sungai, jadi diatas fosil-fosil tengkorak, kecuali mungkin alat-alat tulangnya, tetapi inipun tetap agak meragukan. Oppennorth memang menemukan alat-alat lain dalam endapan teras di bagian lain daerah Ngandong, seperti bola batu di Watualang, sebuah harpun dari tulang yang indah dengan gerigi pasa kedua sisinya dari Sidorejo, dan beberapa alat serpih kalsedon yang dikumpulkan dari permukaan di daerah Ngawi (tidak diketahui apakah benda-benda ini yang disebut oleh Koeningswald di atas?). Sulitnya, tidak satu pun diantara benda-benda ini dapat diakui sebagai hasil karya Homo Erectus Ngandong. Semuanya mungkin berumur jauh lebih muda dari fosilnya, terutama harpun tulang tadi (yang pernah dibandingkan dengan harpun Magdalenian dari Eropa).