23
BAB III ENERGI SURYA DAN PHOTOVOLTAIC 3.1. Energi Surya Salah satu sumber energi adalah matahari atau surya. Energi surya ini dapat dimanfaatkan secara langsung atau tidak langsung, seperti terlihat pada Gambar 3.1. Pemanfaatan energi surya dibagi menjadi dua yaitu pemanfaatan energi thermal dengan teknologi kolektor, dan pemanfaatan energi foton langsung dirubah menjadi listrik dengan teknologi sel surya. Gambar 3.1 Alur Pemanfaatan Energi Surya[2] Dalam arti yang luas, sumber energi surya atau tenaga matahari bukan hanya terdiri atas pancaran matahari langsung ke bumi, melainkan juga meliputi efek-efek matahari tidak langsung, seperti tenaga angin, tenaga air, 12

fotovoltaik

Embed Size (px)

DESCRIPTION

tentang sel surya

Citation preview

Page 1: fotovoltaik

BAB III

ENERGI SURYA DAN PHOTOVOLTAIC

3.1. Energi Surya

Salah satu sumber energi adalah matahari atau surya. Energi surya ini dapat

dimanfaatkan secara langsung atau tidak langsung, seperti terlihat pada Gambar 3.1.

Pemanfaatan energi surya dibagi menjadi dua yaitu pemanfaatan energi thermal

dengan teknologi kolektor, dan pemanfaatan energi foton langsung dirubah menjadi

listrik dengan teknologi sel surya.

Gambar 3.1 Alur Pemanfaatan Energi Surya[2]

Dalam arti yang luas, sumber energi surya atau tenaga matahari bukan hanya

terdiri atas pancaran matahari langsung ke bumi, melainkan juga meliputi efek-efek

matahari tidak langsung, seperti tenaga angin, tenaga air, panas laut, dan bahkan

termasuk biomassa yang dapat memanfaatkan sebagai sumber energi. Inti sang surya

merupakan suatu tungku termonuklir bersuhu 108 0C tiap detik mengkonversi 5 ton

matahari menjadi energi yang dipancarkan ke angkasa luas sebanyak 6,41.107 W/m2

dengan radius sebesar 6,96.105 Km dan terletak sejauh 1.496.108 Km dari bumi.

12

Page 2: fotovoltaik

Energi surya yang memasuki atmosfir dengan kepadatan yang diperkirakan sebesar1,2

KW/m2 seperti di perlihatkan pada Gambar 3.2. Dari Gambar 3.2, sebesar 34%

dipantulkan kembali keluar angkasa. Sebagian yang diperkirakan sebesar 19% diserap

atmosfir, yaitu oleh komponen-komponen yang terdapat diudara seperti dioksida

karbon (CO2), debu dan awan. Energi surya selebihnya, yaitu 47% diserap oleh

bumi[2].

Gambar 3.2 Arus Energi Bumi[2]

3.2. Proses Pemanfaatan Energi Surya

Sebagaimana telah dikemukakan, padat radiasi surya pada saat memasuki

atmosfir diperkirakan sebesar 1,2 kW/m2. Indonesia yang mempunyai luas wilayah

daratan sebesar 2 juta km2, dengan memisalkan suatu efisiensi dari hanya 10%. Jadi

sangat besar potensial daya yang terkandung dalam energi surya. Gambar 3.3.

memperlihatkan secara skematis energi asal radiasi surya yang mencapai bumi dan

yang melalui berbagai proses, baik alamiah maupun buatan manusia yang dapat

dirubah bentuknya menjadi energi yang dapat dimanfaatkan.

13

Page 3: fotovoltaik

I II III

Gambar 3.3 Skema Energi Kolektor Buatan Manusia yang Dimanfaatkan di Bumi yang

Berasal dari Radiasi Surya

Penjelasan proses energi yang dapat dimanfaatkan dari Gambar 3.3 adalah :

1. Proses I : Energi yang dikumpulkan oleh kolektor biasanya dimanfaatkan

untuk memanaskan air. Air yang panas tersebut dapat dimanfaatkan, atau

melalui proses uap maupun dengan cara lain dijadikan tenaga listrik.

2. Pada proses II : Sinar surya melalui prinsip fotovoltaik dirubah langsung

menjadi tenaga listrik.

3. Pada proses III : yang kini masih merupakan angan-angan, dipergunakan

sebuah satelit surya yang beredar dalam satu orbit di atas bumi untuk

menangkap sinar-sinar matahari dan merubahnya menjadi pancaran

gelombang mikro, yang dikirim ke suatu stasiun bumi. Stasiun ini merubah

pancaran gelombang mikro ini menjadi tenaga listrik, yang selanjutnya

ditransmisikan dan didistribusikan secara konvensional ke para pemakai.

3.3. Bahan Sel Surya

14

RADIASISURYA

Kolektor Buatan Manusia

Thermal Fotovoltaik SatelitSurya

Energi yang dimanfaatkan

Page 4: fotovoltaik

Bahan sel surya yang utama adalah silikon. Silikon adalah elemen kedua yang

terbanyak dibumi setelah oksigen 25,67%. Di bumi silikon terdapat dalam bentuk

silikon dioksida (SiO2). Bahan sel surya saat ini adalah silikon yang didapat dari

pemurnian SiO2. Pengelompokan sel surya di dasarkan pada bahan dan susunan.

Secara umum, dilakukan pengelompokan ke dalam golongan silikon (Si) yang bahan

dasarnya silikon dan golongan campuran yang bahan dasarnya adalah material

campuran semikonduktor

Golongan silikon dibagi lagi atas kelompok kristal dan amorfus. Sedangkan

kelompok material campuran dikelompokkan menjadi kelompok II-IV, III-V. Secara

skematis pengelompokkan sel surya berdasarkan bahan disajikan dalam Gambar 3.4.

Kristal tunggal Solar sel berefisiensi Super tinggi

Polykristal Sel surya Polykristal Substrat tipis Kristal Lapisan tipisgrup Polykristal

Lain-lain

Silikon Grup Amorfus Sel surya lapisan tipis

Sel surya II-VI (CIS,CdTe) II-VI grup (CIS,CdTe,etc) Komponen semikomduktor III-V (GaAs,InP,etc) Sel surya berefisiensi

III-V grup (GaAs,Inp,etc) supertinggi

Lain-lain

Gambar 3.4 Bagan Pengelompokan Bahan Sel Surya

3.4. Teknologi Sel Fotovoltaik

Bermacam-macam teknologi telah diteliti oleh para ahli di dunia untuk

merancang dan membuat sel fotovoltaik yang lebih baik, murah, dan efisien.

Beberapa generasi teknologi sel surya :

15

Page 5: fotovoltaik

3.4.1. Monokristal

Konfigurasi normal untuk sel fotovoltaik terdiri p-n junction Monokristal

silikon material mempunyai kemurnian yang tinggi yaitu 99.999%. Ditumbuhkan

dengan sistem yang paling terkenal metode Czochralski pada Gambar 3.5., hasil

berbentuk silinder dengan panjang 12 cm, diameter tertentu 2 – 5 inch dapat dilihat

pada Gambar 3.6, alat potong yang terbaru adalah gergaji yang mampu memotong

dua sisi sekaligus dengan kapasitas 4000 wafer per-jam (Energie Nouvella

Enviroment/ENE) Belgia. Wafer yaitu Lempengen silikon yang disatukan dengan

lempengan silikon lain. Efisiensi rata-rata modul fotovoltaik yang telah komersial

12,3% oleh Arco Solar buatan tahun 1989 dengan kapasitas modul 56 W. Tetapi

belakangan ini Martin Green dari New South Wales University Australia, telah

mengembangkan Monokristal laser groved dengan nama buried contacs telah

mencapai efisiensi 19,6 – 20,4%[1].

Gambar 3.5 Metode Penumbuhan Kristal Mono Czochralski dan Produk Ingot[1]

Gambar 3.6 (a) Sel Surya dan (b) Modul Sel Surya Jenis Monokristal[1]

16

Page 6: fotovoltaik

3.4.2. Polikristal

Material monoktristal harga per kilo gram masih mahal, untuk menurunkan

harga material, dikembangkan material lain yang disebut polikristal. Pembuatan

wafer dengan material ini menggunakan metode silikon Gambar 3.7. kemudian

dipotong dengan ukuran 40 x 40 cm2. Efisiensi modul fotovoltaik polikristal yang

komersial dicapai 9,5% oleh Kyocera dibuat pada tahun 1985 dengan keluaran 48

Wp/modul. Pada saat ini Kyocera telah memproduksi modul dengan kapasitas 55

Wp yang terdiri dari 36 sel berukuran 10 x 10 cm2, sedang dikembangkan sel

dengan ukuran 15 x 15 cm2 yang menghasilkan daya sebesar 100 Wp dengan

efisiensi 15%. Perkembangan teknologi ini cukup baik, pada saat ini telah mencapai

16 – 18%[1] .

Gambar 3.7 (a) Sel dan (b) Modul Surya Jenis Polikristal[1]

3.4.3. Generasi ketiga

HEM (Heat Excharger Method) untuk menghasilkan wafer yang lebih murah

menggunakan proses cor (casting) yang umumnya untuk material mono/polikristal

dengan panjang 30 – 35 cm, kemudian dipotong dengan menggunakan “fast silicon

machines” yaitu teknologi pemotongan yang lebih maju.

EFG (Edge Film Growt), proses ini menimbulkan wafer monokristal seperti

pita langsung dari cairan silikon dengan menggunakan pita kapiler seperti Gambar

3.8, dapat menghasilkan dengan lebar 5 – 10 cm pada Gambar 3.9. Pada proses ini

penumbuhan terjadi 5 m/menit dengan ketebalan 250 – 350 mikrometer, dengan

efisiensi 13 %[1].

17

Page 7: fotovoltaik

Gambar 3.8 Pembuatan EFG[1]

Gambar 3.9 (a) Modul dan (b) Sel Surya Dengan Metoda EFG[1]

3.4.4. Thin Film

Lapisan tipis atau thin film, mempunyai ketebalan sekitar 10 mm di atas

substrat kaca/steel (baja) atau juga disebut advanced sel fotovoltaik. Tipe yang

paling maju saat ini adalah amorphous silicon heterojuction stack atau tandem sel

seperti Gambar 3.10. Tes yang sedang dilakukan di lapangan menunjukan bahwa

sudah dipakai beberapa tahun masih dalam keadaan baik.

Thin Film mempunyai efisiensi 6%, thin film lain adalah Metal Isolator Silikon

(MIS), CIS, dan CDS. MIS transparan adalah teknologi lebih hemat 30% dari

konvensional, MIS dikembangkan oleh Nukem GmB, H. Jerman dapat mencapai

14% untuk bahan polikristal dan 17% bahan monokristal[1].

18

Page 8: fotovoltaik

Gambar 3.10 Amorphous silicon dengan heterojuction dengan stack atau tandem sel[1]

3.5. Desain Optimum Kontak Atas Sel Surya

Desain sel surya silikon telah berkembang sedemikian rupa karena berbagai

pertimbangan. Sambungan p-n junction harus terletak dekat dengan permukaan sel

untuk memberikan keluaran yang maksimum, meskipun tidak di doping setinggi-

tingginya (ditinjau dari segi praktek) akan menimbulkan masalah berkenaan dengan

resistansi lateral. Tetapi doping yang berlebihan akan menyebabkan sifat elektronik sel

menjadi kurang optimal. Doping yaitu penambahan atom pengotor seperti Boron (B)

dan Phospor (P) kedalam kristal silikon. Perlu diperhatikan juga, resistivitas substrat

optimum (optimum substrat resitivity) sel surya bergantung kepada kebendaan

permukaan bawah dan pemakaian lapisan antirefleksi yang dapat menaikkan keluaran

arus sel surya sebesar 35 – 40%. Pertimbangan lain yang cukup penting yang akan

dibahas adalah desain kontak atas sel. Parameter kritis yang menentukan besar

kehilangan daya akibat kontak atas adalah tata letak kontak, resistivitas sheel lapisan

logam kontak dan lapian difusi atas sel, dan lebar kontak minimum yang diijinkan

dengan teknologi yang digunakan untuk menentukan geometri kontak.

Desain kontak yang akan dibahas adalah desain untuk sel berbentuk bujur

sangkar atau persegi panjang. Teknik paralel dapat digunakan untuk sel-sel yang

mempunyai bentuk umum. Untuk desain kontak bentuk umum, ada dua tipe elemem

logam yang dapat diidentifikasi sebagai busbar dan finger. Busbar adalah metalisasi

yang areanya lebih besar dan dihubungkan langsung pada sambungan timah eksternal

sel. Finger adalah elemen yang lebih halus (kecil) yang berfungsi mengumpulkan arus

dan menyalurkan ke busbar. Ada lebih dari satu level finger pada sel surya seperti di

19

Page 9: fotovoltaik

tunjukan Gambar 3. 11. Finger dan busbar selalu mempunyai lebar konstan,

meruncing linier, atau lebarnya mempunyai perubahan undak.

Gambar 3.11 Berbagai macam desain kontak atas[1]

3.6. Macam-macam PLTS

Pemanfaatan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) sebagai pembangkit

listrik diutamakan untuk keuntungan masyarakat pedesaan yang belum terjangkau oleh

listrik konvensional PLN. Ruang linkup aplikasi pembangkit listrik tenaga surya secara

umum untuk aplikasi khusus, berdiri sendiri dan gabungan dengan grid. Aplikasi PLTS

bermacam-macam konfigurasi, secara umum dapat dibagi tiga yaitu :

1. Desentralisasi

2. Gabungan

3. Sentralisasi

Pada kerja praktek, kami membahas Desentralisasi dengan sistem SHS (Solar

Home Sistem). Pemilihan PLTS tergantung pada daya yang dibutuhkan dan kondisi

lokasi setempat. Masing-masing konfigurasi mempunyai keuntungan-keuntungan dan

kerugiannya sendiri.

3.6.1. Desentralisasi

Pada prinsipnya ada dua macam sistem desentralisasi, bila ditinjau dari

penggunaan PLTS yaitu :

1. Perumahan pedesaan (daya yang dibutuhkan relatif kecil). Pada umumnya

hanya memerlukan daya relatif kecil beroperasi selama beberapa jam saja

hanya untuk penerangan, radion dan TV. Daya ini dapat disuplai oleh 1 – 4

modul fotovoltaik atau 45 Wp – 200 Wp, dengan menggunakan sistem DC dan

mempergunakan penyimpanan energi baterai atau aki.

20

Page 10: fotovoltaik

2. Perumahan kota daya yang diperlukan relatif besar seperti diperlihatkan pada

Gambar 11. Pada sistem desentralisasi perumahan kota ini memerlukan daya

relatif besar berkisar 1 – 3 kW yang beroperasi selama dua puluh empat jam

untuk keperluan penerangan, dan alat-alat listrik lainnya seperti kulkas,

pendingin atau pemanas ruangan, pemanas air dan lain-lain.

Gambar 3.12 SHS perumahan kota[3]

Sistem ini bila berdiri sendiri diperlukan aki atau baterai berkapasitas besar

guna mensuplai daya pada malam hari, sehingga kurang ekonomis. Untuk

mengatasi masalah ini ada dua cara yaitu :

a. Perlu pembangkit lain yang mensuplai daya pada malam hari seperti diesel

generator atau mikrohidro, ataupun disuplai dari PLN.

b. Semua beban dijalankan pada siang hari, pada malam hari dijalankan beban

yang betul-betul diperlukan misalnya untuk penerangan, beban ini disuplai

melalui aki atau baterai sehingga kapasitasnya tidak terlalu besar.

Demonstrasi PLTS semacam ini telah diterapkan di negara-negara lain, yakni

dengan menggabungkan sistem tersebut kejaringan listrik misalnya :

a. Palao Roko Jepang 100 rumah masing-masing 2 kWp dipasang di atas

rumah.

b. Jerman untuk 1000 rumah masing-masing 1 – 5 kWp.

c. Tersebar diseluruh Swiss untuk 333 rumah masing-masing 3 kWp, total 1

MWp.

21

Page 11: fotovoltaik

Keuntungan dari sistem desentralisasi adalah :

1. Daya dapat direncanakan sesuai kebutuhan.

2. Berdiri sendiri.

3. Untuk rumah-rumah yang jaraknya tidak lebih dari 1 km.

4. Pemeliharaan relatif murah.

Kerugian dari sistem desentralisasi adalah :

1. Rumah dipedesaan umumnya terlindung oleh pohon-pohon, sehingga kadang-

kadang harus menebangnya sehingga dapat mengurangi mata pencarian

pemiliknya.

2. Rumah diperkotaan umumnya memerlukan daya besar untuk pemakaian siang

hari walaupun malam hari. Apabila hal ini dipenuhi memerlukan aki yang

cukup besar, sedangkan aki ukuran besar berumur panjang harganya cukup

mahal, sehingga untuk pemakaian malam hari yang besar sebaiknya

diintegrasikan dengan pembangkit lain.

3. PLTS perumahan kota yang digabungkan akan mensuplai daya hanya pada

siang hari dan pada malam hari disuplai oleh pembangkit lainnya.

3.6.2. Sistem Gabungan

Sistem PLTS gabungan atau hibrida adalah sistem yang mengkombinasikan

teknologi. Sistem PLTS hibrida gabungan direncanakan antara lain untuk :

a. Mengoptimalkan dua jenis sistem konversi maupun dari unjuk kerja maupun

biaya.

b. Memanfaatkan energi alternatif.

c. Menghemat bahan bakar minyak.

d. Meminimalkan pemakaian pembangkit konvensional.

Sistem gabungan PLTS dikembangkan diantaranya untuk mendapatkan daya

guna optimal dengan memadukan kelebihan-kelebihan dari dua jenis sistem

konversi energi yang bekerja secara terpadu sebagai satu unit. Dalam sistem

hibrida, sub-sistem FV merupakan komponen utama atau pendukung. Sub-sistem

pendukung pada PLTS hibrida berperan untuk mengantisipasi kelemahan PLTS dan

mengantisipasi ketidakpastian cuaca dan mengisi kebutuhan beban puncak yang

hanya berlangsung singkat dan relatif mahal bila diatasi oleh PLTS. PLTS sebagai

22

Page 12: fotovoltaik

pembangkit pendukung pada saat pola beban hampir sama antara siang dan malam

hari atau pada saat pemakaian siang hari lebih besar.

Energi baru dan terbarukan dengan teknologi bahan bakar fosil generator diesel

atau grid di Nusa Perida seperti pada Gambar 3.13 menunjukkan hybrid power

system dari fotovoltaik dan angin (wind) atau fotovoltaik dan diesel dengan

kapasitas 3 – 100 kWH dan 80 – 155 kWp

Gambar 3.13 Nusa Penida Hybrid Power System[3]

Sedangkan, pada Gambar 3.14 menunjukkan hybrid power system dari fotovoltaik dan

angin (wind) atau fotovoltaik dan diesel dengan kapasitas 125 kVa dan 24 kWp di Desa

Penelo - Gorontalo

Gambar 3.14 Sistem Hybrid PLTS dan Diesel[3]

23

Page 13: fotovoltaik

Keuntungan sistem gabungan adalah :

1. PLTS gabungan dapat direncanakan untuk komplek perumahan yang diinginkan

di kota maupun di kepulauan atau dekat sumber lainnya.

2. Penempatan model FV dapat diletakkan diatap bangunan yang ada.

3. PLTS gabungan sistem sezing tidak perlu teliti (dapat lebih kurang).

4. Dapat bersekala besar.

Kerugian dari sistem gabungan adalah :

1. Masalah pemeliharaan atau pengoperasian PLTS gabungan tidak dapat

dihindarkan.

2. Hanya bisa memilih 3 tujuan pemakaian antara lain :

a. Penghematan bahan bakar.

b. Memanfaatkan sumber energi baru.

c. Mengoptimalkan pemakaian konvensional sehingga perencanaannya juga

berbeda.

3. PLTS gabungan memerlukan lahan yang cukup luas.

3.6.3. Sentralisasi

Sistem sentralisasi ini dipasang secara terpusat dan dayanya di distribusikan

kesetiap rumah, umumnya untuk pemakaian skala kecil, masing-masing rumah

mendapatkan energi 20 – 40 W yang dipakai hanya untuk penerangan radio dan TV,

sasarannya untuk rumah pedesaan seperti Gambar 3.15

Gambar 3.15 PLTS Sentralisasi di Desa Kentang[3]

24

Page 14: fotovoltaik

Untuk pemakaian sekala besar, sistem PLTS sentralisasi tunggal (tanpa

digabungkan dengan pembangkit lain) seperti ini kurang ekonomis dan kurang

praktis karena memerlukan baterai yang andal berarti mahal dan memerlukan

pemeliharaan rutin.

Keuntungan sistem sentralisasi adalah :

1. Dapat ditempatkan pada daerah yang tidak terpakai/produktif.

2. Baik untuk perumahan yang jaraknya berdekatan.

Kerugian sistem sentralisasi adalah :

1. PLTS skala besar mensuplai daya hanya pada siang hari.

2. Memerlukan lahan yang cukup luas.

3. Kurang ekonomis untuk perumahan yang jaraknya berjauhan.

3.7. Alat Ukur Radiasi Surya

Pengamatan cuaca di Indonesia telah dimulai sejak tahun 1841 oleh Dokter

Onmen. Sedangkan lembaga pengamatan Meterologi didirikan sejak tahun 1866.

Untuk mengkaji besarnya radiasi surya yang jatuh ke bumi, diperlukan alat ukur. Alat

ukur radiasi surya secara umum yaitu Pyrheliometer, Pyranometer, dan pyranometer

dengan pelindung. Akhir-akhir ini pemanfaatan radiasi surya untuk energi mengalami

kemajuan yang sangat pesat, karena didukung oleh kemajuan teknologi, akan tetapi

Indonesia pada tahun 1996 relatif masih sedikit dalam melakukan pengukuran radiasi

surya. Dalam kerja praktek yang telah dilaksanakan menggunakan data loger dengan

program modas.

Dalam pengukuran tersebut perlu diperhatikan :

1. Kemiringan atau tata letak.

2. Posisi tidak terlalu jauh dari Sel Surya.

3. Intensitas Radiasi surya.

4. Sumber atau udara sekeliling yang cepat berubah.

5. Suhu.

25