21
Fraktur Tungkai Bawah Baby Ventisa (102011179) Kelompok C1 Email : [email protected] Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Terusan Arjuna No.6 Kebon Jeruk, Jakarta Barat Telp. 021-56942061 A. Pendahuluan Tulang merupakan bagian penting bagi setiap orang, karena tulang yang membantu menopang badan kita sehingga tegak. Apabila terjadi fraktur/ patah tulang maka tentunya akan menganggu mobilisasi kita. Terjadinya fraktur disebabkan adanya trauma yang dewasa ini cukup sering diakibatkan oleh kecelakaan di lalu lintas. B. Isi Istilah Yang Tidak Diketahui: 1 Hematom Adalah pengumpulan setempat ekstravasasi darah, biasanya membeku, didalam organ, ruang, atau jaringan. Deformitas Adalah perubahan bentuk tubuh atau bagian tubuh secara umum. 1

fraktur tungkai bawah

Embed Size (px)

DESCRIPTION

pbl fraktur

Citation preview

Fraktur Tungkai Bawah

Baby Ventisa (102011179)Kelompok C1Email : [email protected] Kedokteran Universitas Kristen Krida WacanaJl. Terusan Arjuna No.6 Kebon Jeruk, Jakarta Barat Telp. 021-56942061

A. PendahuluanTulang merupakan bagian penting bagi setiap orang, karena tulang yang membantu menopang badan kita sehingga tegak. Apabila terjadi fraktur/ patah tulang maka tentunya akan menganggu mobilisasi kita. Terjadinya fraktur disebabkan adanya trauma yang dewasa ini cukup sering diakibatkan oleh kecelakaan di lalu lintas.

B. IsiIstilah Yang Tidak Diketahui:1 HematomAdalah pengumpulan setempat ekstravasasi darah, biasanya membeku, didalam organ, ruang, atau jaringan. DeformitasAdalah perubahan bentuk tubuh atau bagian tubuh secara umum. KrepitasiAdalah suara berderak seperti bila kita menggesekan ujung-ujung tulang yang patah.

AnamnesisAnamnesis adalah pengambilan data yang dilakukan oleh seorang dokter dengan cara melakukan serangkaian wawancara dengan pasien atau keluarga pasien.Yang ditanyakan saat anamnesis adalah: Data umum identitas pasien Keluhan utama pasien (meliputi lokasi, onset, durasi, dan faktor yang memperberat keluhan) Keluhan penyerta pasien Riwayat penyakit sekarang Riwayat penyakit dahulu Riwayat penyakit keluarga Riwayat kebiasaan sosialTrauma harus diperinci kapan terjadinya, dimana terjadinya, jenisnya, berat ringan trauma, arah trauma dan posisi pasien atau ekstremitas yang bersangkutan ( mekanisme trauma). Dan meneliti kembali trauma ditempat lain secara sistematik dari kepala, muka, leher, dada dan perut.

Pemeriksaan FisikPemeriksaan fisik dilakukan dengan 3 cara yaitu: Inspeksi ( Look )Melihat posisi pasien saat berdiri, deformitas, melihat warna kulit, vaskularisasi, penonjolan tulang, pembengkakan, nyeri saat bergerak, luka/fistel/ulkus dan lainnya. Palpasi ( Feel )Meraba sendi, meraba massa/pembengkakan, vaskularisasi, pulsasi, posisi tulang. Pergerakan ( Move )Meminta pasien untuk bergerak untuk mengetahui adanya nyeri dan kelainan.Pemeriksaan Penunjang 2 Radiologi untuk lokasi fraktur harus menurut rule of two, terdiri dari : 1. Dua gambaran, anteroposterior (AP) dan lateral, untuk menentukan lokasi, luas dan jenis fraktur. Pemeriksaan ini juga berguna untukmengikuti proses penyembuhan tulang.2. Memuat dua sendi di proksimal dan distal fraktur, contoh panggul dan lutut.3. Memuat gambaran foto dua ekstermitas.

Scan tulang, tomogram, CT-scan/ MRI: Memperlihatkan frakur dan mengidentifikasikan kerusakan jaringanlunak. Pemeriksaan darah lengkap: Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun (pendarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multipel), peningkatan sel darah putih merupakan respon stres normal setelah trauma.

Fraktur dapat terjadi pada setiap bagian batang, tetapi tempat yang paling sering adalah sepertiga bagian tengah. Fraktur dapat berbentuk spiral atau melintang, atau mungkin terdapat fragmen berbentuk segitiga (kupu-kupu) yang terpisah pada satu sisi. Pergeseran dapat terjadi pada setiap arah. Kadang-kadang terdapat dua fragmen melintang, sehingga segmen femur akan terisolasi.Etiologi 3Fraktur adalah terputusnya keutuhan tulang, umumnya akibat trauma. Secara umum, berdasarkan ada tidaknya hubungan antara tulang yang fraktur dengan dunia luar, fraktur juga dapat dibagi menjadi 2, yaitu fraktur tertutup dan fraktur terbuka. Disebut fraktur tertutup apabila kulit di atas tulang yang fraktur masih utuh. Sedangkan apabila kulit di atasnya tertembus dan terdapat luka yang menghubungkan tulang yang fraktur dengan dunia luar maka disebut fraktur terbuka, yang memungkinkan kuman dari luar dapat masuk ke dalam luka sampai ke tulang yang patah sehingga cenderung untuk mengalami kontaminasi dan infeksi.Fraktur berdasarkan derajat atau luas garis fraktur terbagi atas fraktur complete, dimana tulang patah terbagi menjadi dua bagian (fragmen) atau lebih,serta fraktur incomplete (parsial).Fraktur parsial terbagi lagi menjadi:1. Fissure/Crack/Hairline: tulang terputus seluruhnya tetapi masih tetap di tempat, biasa terjadi pada tulang pipih.2. Greenstick Fracture : biasa terjadi pada anak-anak dan pada os radius, ulna, clavicula, dan costae.3. Buckle Fracture : fraktur di mana korteksnya melipat ke dalam.

Berdasarkan garis patah/konfigurasi tulang dibagi menjadi:1. Transversal: garis patah tulang melintang sumbu tulang (80-100 dari sumbu tulang)2. Oblik: garis patah tulang melintang sumbu tulang(100 dari sumbu tulang)3. Longitudinal: garis patah mengikuti sumbu tulang.4. Spiral: garis patah tulang berada di dua bidang atau lebih.5. Comminuted: terdapat 2 atau lebih garis fraktur.

Berdasarkan hubungan antarfragmen fraktur:1. Undisplace : fragmen tulang fraktur masihterdapat pada tempat anatomisnya2. Displace: fragmen tulang fraktur tidak pada tempat anatomisnya, terbagi atas: Shifted Sideways: menggeser ke samping tapi dekat Angulated: membentuk sudut tertentu Rotated: memutar Distracted: saling menjauh karena ada interposisi Overriding: garis fraktur tumpang tindih Impacted: satu fragmen masuk ke fragmen yang lain

Penyebab fraktur adalah trauma yang mengenai tulang, dimana trauma tersebut kekuatannya melebihi kekuatan tulang, dan mayoritas fraktur akibat kecelakaan lalu lintas. Trauma-trauma lain adalah jatuh dari ketinggian, kecelakaan kerja, cedera olah raga. Trauma bisa terjadi secara langsung dan tidak langsung. Dikatakan langsung apabila terjadi benturan pada tulang dan mengakibatkan fraktur di tempat itu, dan secara tidak langsung apabila titik tumpu benturan dengan terjadinya fraktur berjauhan.Menurut Sachdeva (1996), penyebab fraktur dapat dibagi menjadi tiga yaitu : a. Cedera traumatik Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh : i. Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang patah secara spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada kulit diatasnya. ii. Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur dan menyebabkan fraktur klavikula. iii. Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot yang kuat.

b. Fraktur Patologik Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan trauma minor dapat mengakibatkan fraktur dapat juga terjadi pada berbagai keadaan berikut : i. Tumor tulang (jinak atau ganas) : pertumbuhan jaringan baru yang tidak terkendali dan progresif. ii. Infeksi seperti osteomielitis : dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau dapat timbul sebagai salah satu proses yang progresif, lambat dan sakit nyeri. iii. Rakhitis : suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi Vitamin D yang mempengaruhi semua jaringan skelet lain, biasanya disebabkan oleh defisiensi diet, tetapi kadang-kadang dapat disebabkan kegagalan absorbsi Vitamin D atau oleh karena asupan kalsium atau fosfat yang rendah.

c. Secara spontan disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus misalnya pada penyakit polio dan orang yang bertugas di militer.

Working DiagnosisPada kasus skenario 11, fraktur terjadi adalah fraktur femur dekstra 1/3 distal maka dapat yang terjadi adalah:4 Fraktur supracondyler femur dimana fraktur supracondyler fragment bagian distal selalu terjadi dislokasi ke posterior, hal ini biasanya disebabkan karena adanya tarikan dari otot otot gastrocnemius, biasanya fraktur supracondyler ini disebabkan oleh trauma langsung karena kecepatan tinggi sehingga terjadi gaya axial dan stress valgus atau varus dan disertai gaya rotasi. Fraktur ini relatif lebih jarang dibandingkan fraktur batang femur. Fraktur intercondyler , biasanya fraktur intercondular diikuti oleh fraktur supracondular, sehingga umumnya terjadi bentuk T fraktur atau Y fraktur. Fraktur ini juga relatif jarang dan biasanya terjadi sebagai akibat jatuh dengan lutut dalam keadaaan fleksi dari ketinggian. Permukaan belakang patella yang berbentuk baji , melesak ke dalam sendi lutut dan mengganjal di antara kedua kondilus dan salah satu atau keduanya retak. Pada bagian proksimal kemungkinan terdapat komponen melintang sehingga didapati fraktur dengan garis fraktur berbentuk seperti huruf T atau Y. Secara klinis, sendi lutut bengkak akibat hemartrosis dan biasanya disertai goresan atau memar pada bagian depan lutut yang menunjukkan adanya trauma. Di sini patella juga dapat mengalami fraktur.

Fraktur condyler femur, mekanisme traumanya biasa kombinasi dari gaya hiperabduksi dan adduksi disertai dengan tekanan pada sumbu femur keatas.

Manifestasi klinis yang dapat menimbulkan kecurigaan terjadinya fraktur bisa dimunculkan bila : 5 Pasien merasakan tulangnya terasa patah atau mendengar bunyi krek. Bagian tubuh yang cedera lebih pendek dari yang sehat (shortening) , atau mengalami angulasi yang tidak normal. Pasien tidak bisa menggerakkan bagian tubuh yang cedera Posisi ekstremitas yang abnormal, memar, adanya oedem,dan perubahan bentuk Pasien merasakan sensasi seperti jeruji ketika menggerakkan ekstremitas yang mengalami cedera (Krepitasi) Nyeri saat bergerak Nyeri sumbu Dapat terjadi pendarahan dan bisa tidak terjadi pendarahan Hilangnya pulsasi atau rasa raba pada distal lokasi cedera Kram otot di sekitar lokasi cedera

PatofisiologiMenurut Black dan Matassarin (1993) serta Patrick dan Woods (1989). Ketika patah tulang, akan terjadi kerusakan di korteks, pembuluh darah, sumsum tulang dan jaringan lunak. Akibat dari hal tersebut adalah terjadi perdarahan, kerusakan tulang dan jaringan sekitarnya. Keadaan ini menimbulkan hematom pada kanal medulla antara tepi tulang dibawah periosteum dan jaringan tulang yang mengitari fraktur. Terjadinya respon inflamasi akibat sirkulasi jaringan nekrotik adalah ditandai dengan vasodilatasi dari plasma dan leukosit. Ketika terjadi kerusakan tulang, tubuh mulaimelakukan proses penyembuhan untukmemperbaiki cidera, tahap inimenunjukkan tahap awal penyembuhan tulang. Hematomyang terbentuk bisa menyebabkan peningkatan tekanan dalam sumsum tulang yang kemudian merangsang pembebasan lemak dan gumpalan lemak tersebut masuk kedalam pembuluh darah yang mensuplai organ-organ yang lain. Hematom menyebabkan dilatasi kapiler di otot, sehingga meningkatkan tekanan kapiler, kemudian menstimulasi histamin pada otot yang iskhemik dan menyebabkan protein plasma hilang dan masuk ke interstitial. Hal ini menyebabkan terjadinya edema. Edemayang terbentuk akan menekan ujung syaraf sehingga akan timbul rasa nyeri. Apabila terasa nyeri, biasanya pasien enggan untuk bergerak, sehingga dapat menyebabkan penurunan lingkup gerak sendi. Apabila hal ini dibiarkan terus menerus dan dalam jangka waktu yang lama maka akan terjadi penurunan kekuatan otot sehingga aktivitas fungsional pasien juga akan menurun, khusunya aktivitas jalan. 3Namun secara fisiologis, tulang mempunyai kemampuan untuk menyambung sendiri setelah patah tulang. Proses penyambungan tulang pada setiap individu berbeda-beda. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyambungan tulang adalah usia pasien, jenis fraktur, lokasi fraktur, suplai darah, kondisi medis yang menyertainya. Proses penyambungan tulang terdiri dari tahapan-tahapan:3a. HematomaPembuluh darah robek, keluar darah sehingga terbentuk kumpulan darah di sekitar dan di dalam tempat yang mengalami fraktur. Tulang pada ujung fragmen yang tidak mendapat pasokan darah akana mati sepanjang 1-2 mm.b. ProliferasiDalam 8 jam setelah fraktur terdapat reaksi radang akut disertai proliferasi sel dibawah periosteum dan di dalam canalis medullaris yang terkoyak. Ujung fragmen dikelilingi oleh jaringan yang kaya sel, yang menghubungkan ujung fragmen fraktur. Hematoma yang membeku perlahan-lahan diabsorpsi dan kapiler baru yang halus berkembang ke dalam daerah itu.

c. Pembentukan callusSelama beberapa minggu berikutnya, callus bervaskular masih lunak, penuh dengan sel berbentuk kumparan aktif. Tulang spongiosa membentuk callus bila kedua ujung fragmen tidak berdekatan. Pergerakan yang lembut dapat merangsang pembentukan callus pada fraktur tulang panjang. Setelah 2 minggu endapan kalsium telah cukup terdapat pada callus yang dapat dilihat pada foto sinar x dan diraba dengan palpasi. Callus yang mengalami kalsifikasi ini secara lambat diubah menjadi anyaman tulang longgar terbuka yang membuat ujung tulang menjadi melekat dan mencegah pergerakan ke samping satu sama lain.

d. KonsolidasiBila aktivitas osteoklas dan osteoblas berlanjut, tulang baru akan berubah menjadi tulang lamellar( berlapis-lapis). Sistem itu sekarang cukup kaku untuk memungkinkan osteoklas menerobos melalui reruntuhan pada garis fraktur dan dekat di belakangnya osteoblas mengisi celah-celah yang tersisa di antara fragmen dengan tulang yang baru.

e. RemodelingTulang yang fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat. Selama beberapa bulan atau bahkan beberapa tahun, pengelasan kasr ini dibentuk ulang oleh proses resorpsi dan pembentukan tulang yang terus menerus. Lamella yang lebih tebal diletakkan pada tempat yang tekanannya tinggi, dinding-dinding yang tidak dikehendaki dibuang, rongga sumsum dibentuk dak akhirnya tulang akan memperoleh bentuk yang mirip dengan bentuk normalnya.

Penatalaksanaan Hilangkan rasa nyeri dengan memberikan analgesik opioid intravena.2 Melakukan debridement Pembidaian adalah tindakan memfixasi/mengimobilisasi bagian tubuh yang mengalami cedera, dengan menggunakan benda yang bersifat kaku maupun fleksibel sebagai fixator/imobilisator.8a. Pembidaian sebagai tindakan pertolongan sementara Dilakukan di tempat cedera sebelum penderita dibawa ke rumah sakit Bahan untuk bidai bersifat sederhana dan apa adanya Bertujuan untuk mengurangi rasa nyeri dan menghindarkan kerusakan yang lebih berat Bisa dilakukan oleh siapapun yang sudah mengetahui prinsip dan teknik dasar pembidaianb. Pembidaian sebagai tindakan pertolongan definitif Dilakukan di fasilitas layanan kesehatan (klinik atau rumah sakit) Pembidaian dilakukan untuk proses penyembuhan fraktur/dislokasi Menggunakan alat dan bahan khusus sesuai standar pelayanan (gips, dll) Harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang sudah terlatih.Tujuan Pembidaian a. Mencegah gerakan bagian yang sakit sehingga mengurangi nyeri dan mencegah kerusakan lebih lanjutb. Mempertahankan posisi yang nyamanc. Mempermudah transportasi korband. Mengistirahatkan bagian tubuh yang cederae. Mempercepat penyembuhan

Indikasi PembidaianPembidaian sebaiknya dilakukan jika didapatkan : Adanya fraktur, baik terbuka maupun tertutup Adanya kecurigaan terjadinya fraktur Dislokasi persendian

Traksi adalah penggunaan kekuatan penarikan pada bagian tubuh. Ini dicapai dengan memberi beban yang cukup untuk mengatasi penarikan otot.Tujuan pemasangan traksi adalah: Untuk meminimalkan spasme otot. Mengurangi dan mempertahankan kesejajaran tubuh Mengimobilisasi fraktur Mengurangi deformitas Menambah ruangan di antara kedua permukaan patahan tulang.

Traksi kulit adalah traksi yang dapat dilakukan pada kulit. Berat beban yang dipasang tidak boleh lebih dari 2-3 kg tetapi pada traksi pelvis umumnya 4,5-9 kg bergantung pada berat badan pasien.Traksi kulit antara lain: Ekstensi Buck adalah bentuk traksi kulit yang tarikan diberikan pada satu bidang jika hanya imobilisasi parsial atau temporer yang diinginkan. Biasa digunakan pada pasien cedera pinggul sebelum dilakukan fiksasi bedah untuk memberikan rasa nyaman. Traksi Runssel, dapat digunakan untuk fraktur pada plato tibia. Traksi Dunlop, adalah traksi pada ekstremitas atas.

Traksi skelet, adalah traksi yang dilakukan langsung pada skelet/ tulang tubuh. Metode traksi ini paling sering untuk menangani fraktur femur, tibia, humerus, dan tulang leher. Traksi skelet biasanya menggunakan beban 7-12 kg untuk mencapai efek terapi. Pemberat yang dipasang harus dapat melawan daya pemendekan akibat spasme oto yang cedera. Ketika otot relaks pemberat dapat dikurangi untuk mencegah dislokasi garis fraktur dan mencapai penyembuhan fraktur.Traksi dipasang langsung ke tulang menggunakan pin logam atau kawat yang dimasukan ke dalam tulang disebelah distal garis fraktur, menghindari saraf dan pembuluh darah, otot, serta tendon dan sendi. Pada pemasangan traksi dapat digunakan anastesi, baik lokal maupun general. Traksi skelet dipasang secara asepsis sperti pada pembedahan. Tempat penusukan dipersiapkan dengan penggosok bedah seperti povidone-iodine. Anastesi lokal diberikan di tempat penusukan dan periosteum. Dibuat insisi kecil dikulit dan pin/kawat steril dibor ke dalam tulang. Setelah pemasangan pin/kawat dihubungkan dengan lengkung traksi, ujung kawat dibungkus dengan gabus/plester untuk mencegah cedera pada pasien. Pemberat lalu dihubungkan dengan lengkungan pin/kawat dengan sistem katrol tali yang dapat meneruskan arah dan terikan yang sesuai agar traksi efektif.

Gambar 1 Traksi Skelet

Traksi Manual, adalah traksi yang dapat dipasang dengan tangan. Ini merupaka traksi yang sementara yang dapat digunakan pada saat pemasangan gips, memberi perawatan kulit dibawah boot busa ekstensi buck, atau saat menyesuaikan dan mengatur alat traksi.8

ORIF (Open Reduction Internal Fixation) / RTFI 9Reduksi terbuka dan fiksasi internal (RTFI) adalah metode yang luas digunakan untuk terapi fraktur. Metode ini memerlukan reduksi pembedahan terbuka dan pemasangan pin, sekrup, kawat, paku, batang, dan/atau lempeng untuk mempertahankan reduksi.Indikasi dilakukan RTFI melipuri reduksi fraktur yang tidak stabil dan jenis fraktur yang apabila ditangani dengan metode terapi lain, terbukti tidak memberi hasil yang memuaskan. Kelompok yang terakhir adalah fraktur leher femoralis, fraktur lengan bawah distal, dan fraktur intra-artikuler disertai oergeseran. Indikasi ketiga adalah untuk fraktur avulsi mayor yang disertai oleh gangguan signifikan pada struktur otot-tendon.Metode RTFI untuk terapi fraktur memungkinkan ahli bedah melihat secara langsung kerusakan pada struktur-struktur disekitar fraktur, untuk membersihkan dan memperbaiki tempat fraktur sesuai keperluan, dan untuk melakukan penyatuan anatomis fraktur yang kompleks. Selain itu proses penyembuhan tidak membutuhkan imobilisasi berkepanjangan. Kekurangan RTFI meliputi perlunya anatesi umum dan peningkatan resiko infeksi yang terjadi pada semua prosedur terbuka. Russel (1992) mencatat bahwa fiksasi internak dikontra-indikasikan untuk situasi berikut; (1) tulang osteoporotik terlalu rapuh untuk menerima implan, (2) jaringan lunak di atasnya berkualitas buruk, (3) terdapat infeksi, atau (4) adanya fraktur comminuted yang parah yang menghambat rekonstruksi.

Komplikasi 5 Non-union, delayed union, atau mal union tulang dapat terjadi, yang menimbulkan deformitas atau hilangnya fungsi. Sindrom kompartemen dapat terjadi. Sindrom kompartemen ditandai oleh kerusakan atau destruksi saraf dan pembuluh darah yang disebabkan oleh pembengkakan dan edema di daerah fraktur. Dengan pembengkakan interstisial yang intens, tekanan pada pembuluh darah yang menyuplai daerah tersebut dapat menyebabkan pembuluh darah tersebut kolaps. Hal ini menumbulkan hipoksia jaringan dan dapat menyebabkan kematian saraf yang mempersarafi daerah tersebut. Biasanya timbul nyeri hebat. Individu mungkin tidak dapat menggerakan jari tangan atau jari kakinya. Sindrom kompartemen biasanya terjadi pada ekstremitas yang memiliki restriksi volume yang ketat, seperti legnan. Risiko terjadinya sindrom kompartemen paling besar apabila terjadi trauma otot dengan patah tulang karena pembengkakan yang terjadi akan hebat. Pemasangan gips pada ekstreitas yang fraktur yang terlalu dini atau terlalu ketat dapat menyebabkan peningkatan tekanan di kompartemen ekstremitas, dan hilangnya fungsi secara permanen atau hilangnya ekstremitas dapat terjadi. Gips harus segera dilepas dan kadang-kadang kulit ekstremitas harus dirobek. Untuk memeriksa sindrom kompartemen, hal berikut ini dievaluasi dengan sering pada tulang yang cedera atau di gips: nyeri, pucat, parestesia, dan paralisis. Denyut nadi mungkin teraba atau mungkin tidak. Embolus lemak dapat timbul setelah patah tulang, terutama tulang panjang. Embolus lemak dapat timbul akibat pajanan sumsum tulang, atau dapat terjadi akibat aktivasi sistem saraf simpatis yang menimbulkan mobilisasi asam lemak bebas setelah trauma. Embolus lemak yang timbul setelah patah tulang panjang sering tersangkut di sirkulasi paru dan dapat menimbulkan gawat napas dan gagal napas.PrognosisPenderita fraktur femur tergantung pada jenis dan tingkat keparahan fraktur tapi bila mendapat penanganan yang baik tanpa komplikasi dan mendapat layanan fisioterapi yang cepat, tepat, dan adekuat diharapkan kapasitas fisik dan kemampuan fungsionalnya, baik quo ad vitam, quo ad sanam, quo ad fungsionam, ataupun quo ad cosmeticam baik.PencegahanTidak ada pencegahan secara spesifik pada fraktur karena pada umumnya fraktur terjadi secara tiba-tiba, seperti pada kecelakaan lalu lintas, cedera berolahraga, jatuh dari ketinggian dan lainnya. Oleh karena itu yang bisa diusahakan adalah selalu memperhatikan keselamatan diri sendiri dengan cara seperti berhati-hati saat melakukan aktivitas seperti menggunakan perlengkapan keselamatan.

C. KesimpulanSalah satu gangguan muskuloskeletal yang sering terjadi adalah fraktur. Fraktur ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Dari skenario, diketahui bahwa fraktur terjadi karena pasien mengalami kecelakaan terjatuh dari sepeda motornya. Pasien datang dengan keluhan kesakitan pada tungkai bawah kanan diatas sendi lutut.Dengan pemeriksaan dan penanganan seperti bidai dan traksi, dan juga diperhatikan agar tidak terjadi komplikasi seperti kompartemen sindrom agar pasien dapat sembuh seperti semula.

Daftar Pustaka1. Dorland WAN. Kamus saku kedokteran Dorland. Edisi ke-28. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 20112. Grace PA, Borley NR. At a glance ilmu bedah. Edisi ketiga. Jakarta: Erlangga; 2007.p.85

3. Rasjad C.Pengantar ilmu bedah ortopedi. Jakarta: PT YarsifWatampone; 20094. Weissleder R, WittenbergJ, Harisinghani MG,Chen JW. Musculoskeletal Imaging in Primer of Diagnostic Imaging,4th Ed. United States. Mosby Elsevier. 2007. p 408-410.5. Corwin EJ. Buku saku patofisiologi. Edisi ketiga. Jakarta: Buku Kedokteran EGC; 20076. Suratun, Heryati, Manurung S, Raenah E. Klien gangguan sistem musculoskeletal. Jakarta: Buku Kedokteran EGC; 2008. p 367. Gruendemann BJ, Fernsebner B. Buku ajar keperawatan perioperatif. Jakarta: Buku Kedokteran EGC; 2006. p 291

11