50
BAB I PENDAHULUAN Tulang mempunyai banyak fungsi yaitu sebagai penunjang jaringan tubuh, pelindung organ tubuh, memungkinkan gerakan dan berfungsi sebagai tempat penyimpanan garam mineral, namun fungsi tersebut bisa saja hilang dengan terjatuh, benturan atau kecelakaan yang mengakibatkan fraktur. Fraktur didefinisikan sebagai hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan sendi, tulang rawan epifisis biasanya akibat adanya ruda paksa baik yang bersifat total maupun yang bersifat parsial. Fraktur lebih sering terjadi pada laki-laki daripada perempuan dengan umur dibawah 45 tahun dan sering berhubungan dengan olah raga, pekerjaan atau luka yang disebabkan oleh kendaraan bermotor. Mobilisasi yang lebih banyak dilakukan oleh laki-laki menjadi penyebab tingginya resiko fraktur. Sedangkan pada orang tua, perempuan lebih sering mengalami fraktur daripada laki-laki yang berhubungan dengan meningkatnya insiden osteoporosis yang terkait dengan hormon pada menopause Prinsip penanggulangan cedera muskuloskeletal adalah 4R yaitu rekognisi, reduksi, retaining, dan 1

Fr.intertrochanter Femur Dextra

Embed Size (px)

DESCRIPTION

fraktur intertrochanter femur dextra

Citation preview

21

BAB IPENDAHULUAN

Tulang mempunyai banyak fungsi yaitu sebagai penunjang jaringan tubuh, pelindung organ tubuh, memungkinkan gerakan dan berfungsi sebagai tempat penyimpanan garam mineral, namun fungsi tersebut bisa saja hilang dengan terjatuh, benturan atau kecelakaan yang mengakibatkan fraktur. Fraktur didefinisikan sebagai hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan sendi, tulang rawan epifisis biasanya akibat adanya ruda paksa baik yang bersifat total maupun yang bersifat parsial. Fraktur lebih sering terjadi pada laki-laki daripada perempuan dengan umur dibawah 45 tahun dan sering berhubungan dengan olah raga, pekerjaan atau luka yang disebabkan oleh kendaraan bermotor. Mobilisasi yang lebih banyak dilakukan oleh laki-laki menjadi penyebab tingginya resiko fraktur. Sedangkan pada orang tua, perempuan lebih sering mengalami fraktur daripada laki-laki yang berhubungan dengan meningkatnya insiden osteoporosis yang terkait dengan hormon pada menopause

Prinsip penanggulangan cedera muskuloskeletal adalah 4R yaitu rekognisi, reduksi, retaining, dan rehabilitation. Rekognisi (mengenali) ialah tahap awal dimana harus diketahui kapan terjadinya trauma, dimana terjadinya, jenisnya, berat ringan trauma, arah trauma dan posisi pasien atau ekstremitas yang bersangkutan (mekanisme trauma) sehingga dapat diketahui kemungkinan fraktur apa yang terjadi. Selanjutnya adalah reduksi (mengembalikan jaringan atau fragmen ke posisi semula sehingga bagian yang sakit dapat berfungsi kembali dengan maksimal), Setelah direduksi, perlu retaining (mempertahankan hasil reposisi dengan fiksasi yang akan menghilangkan spasme otot pada ekstremitas yang sakit sehingga terasa lebih nyaman dan sembuh lebih cepat). Prinsip yang terakhir adalah rehabilitasi yaitu mengembalikan kemampuan anggota yang sakit agar dapat berfungsi kembali.BAB II

STATUS PASIEN

I. Identifikasi Pasien

Nama

: Ahmad Suparman

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Usia

: 28 Juli 1987 (27 tahun)Pekerjaan

: SwastaStatus

: Menikah

Alamat

: Mangga Besar Prabumulih Utara

Agama

: Islam

No Reg/ Medrec: RI 15006276/78277Tanggal MRS

: 6 Maret 2015

II. Anamnesis (Autoanamnesis kepada pasien pada tanggal 19 Maret 2015)

A. Keluhan Utama :Sulit berjalan setelah kecelakaan lalu lintasB. Keluhan Tambahan:

Nyeri bila berjalan jauhC. Riwayat Perjalanan Penyakit: 2 bulan sebelum masuk Rumah Sakit, penderita mengalami kecelakaan lalu lintas, mobil yang ditumpangi pasien menabrak mobil di depannya, kaki terjepit di bawah dashboard. Saat itu pasien tidak dibawa ke RS dan dibawa ke pengobatan alternatif. Penderita mengeluh sulit menggerakan tungkai kiri. Hilang rasa pada tungkai kiri (-), luka pada tungkai kiri (-). Penderita lalu berobat ke RSMH Palembang.D. Riwayat Penyakit Dahulu:Hipertensi

: disangkal

Diabetes Mellitus

: disangkal

Alergi

: disangkal

Riwayat trauma sebelumnya

: 2 bulan yang lalu penderita mengalami kecelakaan lalu lintasE. Riwayat Penyakit dalam Keluarga:

Hipertensi

: disangkal

Diabetes Mellitus

: disangkal

Alergi

: disangkalRiwayat yang sama dalam keluarga: disangkalIII. Pemeriksaan Fisik (pada tanggal 12/03/15)

A. Status Generalis

Keadaan umum

: Baik Kesadaran

: kompos mentis

Tekanan darah

: 120/80 mmHg

Nadi

: 80 kali/menit Frekuensi Pernapasan: 18 kali/menit Temperatur

: 36,8 0C

Tinggi Badan

: 170 cm Berat Badan

: 69 kgB. Status Lokalis Kepala : Mata: konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), edema palpebra (-), refleks cahaya (+/+), pupil bulat, isokor, diameter = 3mm Hidung: sekret (-), deformitas (-), nafas cuping hidung (-) Mulut: sianosis (-), cheilitis (-), stomatitis (-), tonsil T1-T1 hiperemis (-), faring hiperemis (-) Leher

: JVP (5-2) cmH2O, pembesaran KGB (-) Thoraks

Cor

Inspeksi: ictus cordis tidak terlihat

Palpasi: ictus cordis tidak teraba

Perkusi:

Batas atas jantung ICS II linea midclavicularis sinistra

Batas bawah jantung ICS IV linea midclavicularis sinistra

Batas kanan jantung ICS IV linea parasternalis sinistra

Batas kiri jantung ICS IV linea midclavicularis sinistra

Auskultasi: HR = 80 x/m, Bunyi Jantung I-II normal, murmur (-), gallop (-)

Pulmo

Inspeksi: statis dan dinamis simetris

Palpasi: stem fremitus kanan = kiri

Perkusi: sonor di kedua lapang paru

Auskultasi: vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-) Abdomen

Inspeksi

: datar Palpasi: lemas, hepar/lien tidak teraba, nyeri tekan (-) Perkusi

: timpani di seluruh lapang abdomen Auskultasi

: bising usus (+) normal Inguinal

: pembesaran KGB (-) Ekstremitas superior: hangat, sianosis (-), deformitas (-), CRT < 2 Ekstremitas inferior: akral hangat, sianosis (-), deformitas (+), CRT < 2Status Lokalis

Regio femur dextra, didapatkan:

Look: Shortening (+) Discrepency (+), Deformitas (+), luka terbuka Feel:suhu sama dengan sekitar, nyeri tekan (-), NVD baik, fungsi sensorik baik, krepitasi (-).

Movement: ROM aktif dan pasif terbatas, kekuatan = 3

Regio femur sinistra, didapatkan: Look: Deformitas (-). Scar (-) hematom (-), luka terbuka (-). Feel:suhu sama dengan sekitar, nyeri tekan (+), NVD baik, fungsi sensorik baik, krepitasi (-).

Movement: ROM aktif dan pasif normal, kekuatan = 5

IV. Pemeriksaan PenunjangPemeriksaan Laboratorium (28/02/2015)Jenis PemeriksaanHasilRujukanInterpretasi

HEMATOLOGI

Hemoglobin (Hb)16,4 g/dl11,7 15,5 g/dlNormal

Eritrosit (RBC)5,54 x 106/mm34,20 - 4,87 x 106/mm3 Menurun

Leukosit (WBC)7,9 x 103/mm34,5 11,0 x 103/mm3Normal

Hematokrit46%43-49%Normal

Trombosit (PLT)223 x 103/l150 450 x 103/lNormal

Diff CountBasofil

Eosinofil

Neutrofil

Limfosit

Monosit0 %

17 %

51 %

61 %

5 %

0 1 %

1 6 %

25 40 %

2 8 %

2 8 %Normal

Normal

Menurun

Normal

Normal

Normal

METABOLISME KARBOHIDRAT

Glukosa Sewaktu83 mg/dl< 200 mg/dlNormal

ELEKTROLIT

Natrium (Na)147 mEq/L135 155 mEq/LNormal

Kalium (K)4,6 mEq/L3,5 5,5 mEq/LNormal

Pemeriksaan Radiologis1. Pada Rontgen Femur Dextra (9/02/2015)

Kesan : terdapat fraktur inter intertrochanter regio os femur dextraV. DiagnosisFraktur Intertrochanter regio os femur dextraVI. Penatalaksanaan

1. Rujuk ke Dokter Spesialis Ortopedi untuk penatalaksanaan kausatif:

Tindakan operatif dengan Repair Open Reduction and Internal Fixation (ORIF)2. Simptomatik : As. Mefenamat 3x 500mg

3. Suportif

: bed rest4. Edukatif

: informed consent tindakan

5. Rehabilitatif

: Fisioterapi post op

VII. Prognosis

Quo ad vitam

: bonam

Quo ad functionam: dubia VIII. Follow Up10/03/201512/03/201514/03/2015

S:Nyeri pada tungkai kananNyeri pada tungkai kanan-

O:

KU

Sens

TD

PR

RR

TBaikCompos mentis

110/70 mmHg

82 kali/menit

18 kali/menit

36,5 0CBaikCompos mentis

110/70 mmHg

88 kali/menit

20 kali/menit

36,60CBaikCompos mentis

120/80 mmHg

84 kali/menit

18 kali/menit

36,7 0C

16/031518/03/201520/03/2015

S:---

O:

KU

Sens

TD

PR

RR

TBaikCompos mentis

120/70 mmHg

85 kali/menit

18 kali/menit

36,7 0CBaikCompos mentis

120/80 mmHg

88 kali/menit

18 kali/menit

36,5 0CBaikCompos mentis

110/70 mmHg

82 kali/menit

20 kali/menit

36,8 0C

BAB IIITINJAUAN PUSTAKA

3.1 Fraktur3.1.1 Definisi1,2,3,4Fraktur didefinisikan sebagai hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan sendi, tulang rawan epifisis biasanya akibat adanya ruda paksa baik yang bersifat total maupun yang bersifat parsial3.1.2 Proses Terjadinya Fraktur1Proses terjadinya fraktur tergantung pada keadaan fisik tulang dan keadaan trauma yang dapat menyebabkan tulang patah. Tulang kortikal mempunyai struktur yang dapat menahan kompresi dan tekanan memuntir. Kebanyakan fraktur terjadi karena kegagalan tulang menahan tekanan terutama tekanan membengkok, memutar dan tarikan.

Trauma dapat bersifat:

Trauma langsung ( menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan terjadi fraktur pada daerah tekanan. Fraktur yang terjadi bersifat komunitif dan jaringan lunak ikut rusak. Trauma tidak langsung ( apabila trauma dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dari daerah fraktur dan biasanya jaringan lunak tetap utuh.

3.1.3 Klasifikasi Fraktur1,2,5

1. Klasifikasi etiologis

a. Fraktur traumatik, terjadi karena trauma yang tiba-tiba

b. Fraktur patologis, terjadi karena kelemahan tulang sebelumnya akibat kelainan patologis di dalam tulang

c. Fraktur stres, terjadi karena trauma yang terus-menerus pada suatu tempat tertentu2. Klasifikasi klinis

a. Fraktur tertutup (simple fracture) ( tanpa hubungan dengan dunia luar

b. Fraktur terbuka (compound fracture) ( berhubungan dengan dunia luar melalui luka pada kulit dan jaringan lunak, dapat berbentuk from within dan from without sehingga memungkinkan masuknya kuman dari luar ke dalam luka

c. Fraktur dengan komplikasi (complicated fracture) ( disertai dengan komplikasi misalnya malunion, delayed union, nonunion, infeksi tulang

3. Klasifikasi radiologis

Klasifikasi ini berdasarkan atas:

1. Lokalisasi

a. Diafisial

b. Metafisial

c. Epifisis

d. Intra-artikuler

e. Fraktur dengan dislokasi

2. Konfigurasi

a. Fraktur transversal

b. Fraktur oblik

c. Fraktur spiral

d. Fraktur Z

e. Fraktur segmental

f. Fraktur komunitif

g. Fraktur kupu-kupu

h. Fraktur greensticki. Fraktur baji biasanya pada vertebra karena trauma kompresi

j. Fraktur avulsi, fragmen kecil tertarik oleh otot atau tendo

k. Fraktur depresi, karena trauma langsung

l. Fraktur impaksi

m. Fraktur pecah (burst), fragmen kecil yang berpisah3. Menurut ekstensi

a. Fraktur total

b. Fraktur tidak total (fraktur crack)

c. Fraktur buckle atau torus

d. Fraktur garis rambut

e. Fraktur green stick4. Menurut hubungan antara fragmen dengan fragmen lainnya

a. Tidak bergeser

b. Bergeser, dapat terjadi dalam 6 cara, yaitu bersampingan, angulasi, rotasi, distraksi, over-riding, impaksi3.1.4 Gambaran Klinis Fraktur

Anamnesis1,2Penderita datang dengan traumatik fraktur, baik yang hebat maupun trauma ringan dan diikuti dengan ketidakmampuan untuk menggunakan anggota gerak. Fraktur tidak selalu terjadi di daerah trauma dan mungkin terjadi pada daerah lain. Trauma dapat terjadi karena kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian, jatuh di kamar mandi pada orang tua, trauma olah raga, dll. Penderita datang karena nyeri, deformitas (angulasi, rotasi, diskrepansi), pembengkakan, gangguan fungsi anggota gerak, deformitas, kelainan gerak, krepitasi atau gejala lainnya.Pemeriksaan Fisik1,2,3Pada pemeriksaan awal, diperhatikan adanya:

1. Syok, anemia atau perdarahan

2. Kerusakan pada organ lain

3. Faktor predisposisi, misalnya pada fraktur patologis

Pemeriksaan Lokal

1. Inspeksi (Look)

Bandingkan dengan bagian yang sehat

Perhatikan posisi anggota gerak

Keadaan umum penderita

Ekspresi wajah karena nyeri

Lidah kering atau basah

Tanda anemia karena perdarahan

Luka pada kulit dan jaringan lunak (membedakan fraktur terbuka dan tertutup)

Ekstravasasi darah subkutan dalam beberapa jam sampai hari

Deformitas berupa angulasi, rotasi, kependekan

Survey pada seluruh tubuh apakah ada trauma pada organ lain

Kondisi mental penderita

Keadaan vaskularisasi2. Palpasi (Feel)

Temperatur setempat

Nyeri tekan, yang bersifat superficial biasanya disebabkan oleh kerusakan jaringan lunak yang dalam akibat fraktur pada tulang

Krepitasi

Pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma berupa palpasi arteri radialis, a. dorsalis pedis, a. tibialis posterior (sesuai dengan angota gerak yang terkena) Refilling (pengisian) arteri pada kuku, warna kulit pada bagian distal daerah trauma, temperatur kulit

Pengukuran tungkai terutama pada tungkai bawah untuk mengetahui adanya perbedaan panjang tungkai

3. Pergerakan (move)

Penderita diajak untuk menggerakan secara aktif dan pasif sendi proksimal dan distal dari daerah yang mengalami trauma4. Pemeriksaan neurologisBerupa pemeriksaan saraf secara sensoris dan motoris serta gradasi kelainan neurologis, yaitu neuropraksia, aksonotmesis atau neurotmesis

Pemeriksaan radiologis1,5Pemeriksaan radiologis dilakukan dengan beberapa prinsip dua:

Dua posisi proyeksi, yaitu antero-posterior dan lateral. Jika keadaan pasien tidak mengizinkan, dibuat 2 proyeksi yang tegak lurus satu sama lain. Ada kalanya perlu proyeksi khusus, misalnya proyeksi aksial, bila ada fraktur pada femur proksimal atau humerus proksimal. Dua sendi pada anggota gerak dan tungkai harus difoto, di atas dan di bawah sendi yang mengalami fraktur

Dua anggota gerak

Dua trauma, pada trauma hebat sering menyebabkan fraktur pada dua daerah tulang

Dua kali dilakukan foto

Pemeriksaan radiologis selanjutnya adalah untuk kontrol:

a. Segera setelah reposisi untuk menilai kedudukan fragmen. Bila dilakukan reposisi terbuka perlu diperhatikan kedudukan pen intrameduler (terkadang pen menembus tulang), plate dan screw (terkadang screw lepas)

b. Pemeriksaan periodik untuk menilai penyembuhan fraktur

Pembentukan kalus

Konsolidasi

Remodeling Adanya komplikasi: osteomielitis, nekrosis avaskuler, nonunion, delayed union, malunion, atrofi SudeckPemeriksaan radiologis lainnya:

1. Tomografi, misalnya pada fraktur vertebra atau kondilus tibia

2. CT-scan3. MRI

4. Radioisotop scanning

3.1.5 Komplikasi Fraktur2,41. Komplikasi segera

a. Lokal

Kulit dan otot: berbagai vulnus, kontusio, avulsi Vaskular: terputus, kontusio, perdarahan

Organ dalam: jantung, paru-paru, hepar, limpa, buli-buli

Neurologis, otak, medulla spinalis, kerusakan saraf perifer

b. Umum

Trauma multipel, syok

2. Komplikasi dini

a. Lokal

Nekrosis kulit-otot, sindrom kompartemen, trombosis, infeksi sendi, osteomielitis

b. Umum

ARDS, emboli paru, tetanus

3. Komplikasi lama

a. Lokal

Tulang: malunion, nonunion, delayed union, osteomielitis, gangguan pertumbuhan, patah tulang rekuren

Sendi: ankilosis, penyakit degeneratif sendi pascatrauma

Miositis osifikan

Distrofi refleks

Kerusakan saraf

Ulkus dekubitus akibat tirah baring lama

b. Umum

Batu ginjal (akibat imobilisasi lama di tempat tidur dan hiperkalsemia)

Neurosis pasca trauma3.1.6 Penyembuhan Fraktur1,6Penyembuhan Fraktur pada Tulang Kortikal

Proses penyembuhan fraktur pada tulang kortikal terdiri atas lima fase, yaitu:

a. Fase hematoma

Pada fraktur tulang panjang, pembuluh darah kecil yang melewati kanalikuli dalam sistem Haversian akan robek pada daerah fraktur dan akan membentuk hematoma di antara kedua sisi fraktur. Hematoma yang besar akan diliputi periosteum. Periosteum terdorong dan robek akibat tekanan hematoma sehingga terjadi ekstravasasi darah ke jaringan lunak. Osteosit dari daerah fraktur akan kehilangan darah dan mati.b. Fase proliferasi seluler subperiosteal dan endosteal

Terjadi reaksi jaringan lunak sekitar fraktur sebagai suatu reaksi penyembuhan karena sel-sel osteogenik berproliferasi dari periosteum untuk membentuk kalus eksterna serta pada daerah endosteum membentuk kalus interna sebagai aktivitas seluler dalam kanalis medularis. Setelah beberapa minggu, kalus dari fraktur akan membentuk massa yang membentuk jaringan osteogenik.c. Fase pembentukan kalus (fase union secara klinis)

Setelah pembentukan jaringan seluler yang bertumbuh dari setiap fragmen sel dasar yang berasal dari osteoblas dan kemudian pada kondroblas membentuk tulang rawan. Tempat osteoblas diduduki oleh matriks interseluler kolagen dan perlekatan polisakarida oleh garam kalsium membentuk suatu tulang yang imatur (woven bone).

d. Fase konsolidasi (fase union secara radiologik)

Woven bone akan membentuk kalus primer dan diubah menjadi tulang yang lebih matang oleh aktivitas osteoblas yang menjadi struktur lamelar dan kelebihan kalus akan diresorpsi secara bertahap.e. Fase remodeling

Jika union sudah lengkap, tulang yang baru membentuk bagian yang menyerupai bulbus yang meliputi tulang tanpa kanalis medularis. Kemudian, terjadi resorbsi secara osteoklastik dan tetap terjadi proses osteoblastik pada tulang dan kalus eksterna secara perlahan menghilang. Kalus intermediat menjadi tulang kompak dan berisi sistem Haversian dan kalus bagian dalam akan mengalami peronggaan membentuk ruang sumsum.

Solomon, Louis, David Warwick, Selvadurai Nayagam. 2010. Apleys System of Orthopaedics and Fractures Ninth Edition. India: Replica Press.

3.1.7 Prinsip dan Metode Pengobatan Fraktur

Secara umum, terdapat 4 prinsip umum pengobatan fraktur, yaitu:1,2a. Recognition (mengenali)Prinsip pertama adalah mengetahui dan menilai keadaan fraktur dengan anamnesis, pemeriksan klinis dan radiologis. Pada awal pengobatan perlu diperhatikan : Kerusakan pada tulang dan jaringan lunak

Mekanisme trauma (tumpul atau tajam, langsung atau tidak langsung)

Lokalisasi fraktur

Bentuk fraktur

Menentukan teknik yang sesuai untuk pengobatan

Komplikasi yang mungkin terjadi selama dan sesudah pengobatan

b. Reduction (mengembalikan)

Reduksi berarti mengembalikan jaringan atau fragmen ke posisi semula (reposisi). Restorasi fragmen fraktur dilakukan untuk mendapatkan posisi yang dapat diterima. Alignment yang sempurna Aposisi yang sempurnac. Retention/Retaining Tindakan mempertahankan hasil reposisi dengan fiksasi (imobilisasi fraktur). Hal ini akan menghilangkan spasme otot pada ekstremitas yang sakit sehingga terasa lebih nyaman dan sembuh lebih cepat.d. RehabilitationMengembalikan aktivitas fungsional dari anggota yang sakit agar dapat berfungsi semaksimal mungkin.

Metode pengobatan fraktur tertutup antara lain:1,2,3

1. Konservatif

a. Proteksi untuk mencegah trauma lebih lanjut, misalnya dengan cara memberikan sling (mitela) pada anggota gerak atas atau tongkat pada anggota gerak bawah. b. Imobilisasi dengan bidai eksterna (tanpa reduksi), biasanya menggunakan plaster of Paris (gips) atau dengan bidai dari plastik dan metal, diindikasikan untuk fraktur yang perlu dipertahankan posisinya dalam proses penyembuhan.c. Reduksi tertutup dengan manipulasi dan imobilisasi eksterna, menggunakan gips, diindikasikan sebagai bidai pada fraktur untuk pertolongan pertama, untuk imobilisasi sebagai pengobatan definitif pada fraktur, imobilisasi untuk mencegah fraktur patologis, sebagai alat bantu tambahan pada fiksasi interna yang kurang kuat.

d. Reduksi tertutup dengan traksi berlanjut diikuti dengan imobilisasi, dengan cara traksi kulit dan tulang.

e. Reduksi tertutup dengan traksi kontinu dan counter traksi dengan menggunakan alat-alat mekanik, seperti bidai Thomas, bidai Brown Bohler, bidai Thomas dengan Pearson knee flexion attachment. Tindakan ini untuk reduksi bertahap dan imobilisasi.

Indikasi:

Bila tidak memungkinkan untuk dilakukan reduksi tertutup dengan manipulasi dan imobilisasi serta mencegah tindakan operatif.

Bila terdapat otot yang kuat mengelilingi fraktur pada tulang tungkai bawah yang menarik fragmen dan menyebabkan angulasi, over-riding, dan rotasi yang dapat menimbulkan malunion, nonunion, delayed union. Fraktur yang tidak stabil, oblik, spiral, kominutif pada tulang panjang. Fraktur dengan pembengkakan yang sangat hebat disertai dengan pergeseran yang hebat serta tidak stabil. Fraktur Colles atau fraktur pada orang tua dimana reduksi tertutup dan imobilisasi eksterna tidak memungkinkan.

Terdapat 4 metode traksi kontinu yang digunakan, yaitu:

1. Traksi kulit

Traksi dengan menggunakan leukoplas yang melekat pada kulit disertai dengan pemakaian bidai Thomas atau bidai Brown Bohler. 2. Traksi menetap

Traksi menggunakan leukoplas yang melekat pada bidai Thomas atau bidai Brown Bohler yang difiksasi pada salah satu bagian dari bidai Thomas, dilakukan pada fraktur femur yang tidak bergeser.3. Traksi tulang

Traksi menggunakan kawat Kirschner (K-wire) dan pin Steinmann yang dimasukkan ke dalam tulang dan dilakukan traksi dengan menggunakan berat beban dengan bantuan bidai Thomas dan bidai Brown Bohler. Tempat untuk memasukkan pin, yaitu pada bagian proksimal tibia di bawah tuberositas tibia, bagian distal tibia, trokanter mayor, bagian distal femur pada kondilus femur, kalkaneus (jarang dilakukan), prosesus olekranon, bagian distal metakarpal dan tengkorak.4. Traksi berimbang dan traksi sliding

Traksi yang digunakan pada fraktur femur, menggunakan traksi skeletal dengan beberapa katrol dan bantalan khusus, biasanya digunakan bidai Thomas dan Pearson attachment.

Komplikasi dari traksi kontinu, yaitu:

Penyakit trombo-emboli

Infeksi kulit superfisial dan reaksi alergi

Leukoplas yang mengalami robekan sehingga fraktur mengalami pergeseran

Infeksi tulang akibat pemasangan pin

Terjadi distraksi di antara kedua fragmen fraktur

Dekubitus pada daerah tekanan bidai Thomas, misalnya pada tuberositas isiadikus

Solomon, Louis, David Warwick, Selvadurai Nayagam. 2010. Apleys System of Orthopaedics and Fractures Ninth Edition. India: Replica Press.

f. Mobilisasi dini untuk menghindari komplikasi akibat tirah baring lama. Rehabilitasi dimulai dengan mobilisasi bertahap dari tempat tidur ke kursi dan selanjutnya berdiri dan berjalan.4g. Medikamentosa4 Analgetik: paracetamol 500 mg hingga dosis maksimal 3000 mg per hari. Bila respons tidak adekuat, dapat ditambahkan dengan kodein 10 mg. Langkah selanjutnya adalah dengan menggunakan NSAID seperti ibuprofen 400 mg, 3 kali sehari.

Antibiotik perioperatif

Untuk mencegah tromboemboli, dapat diberikan antikoagulan seperti warfarin, heparin, aspirin (75-325 mg/hari). Sebelum operasi, antikoagulan dihentikan. Setelah operasi, antikoagulan diberikan hingga 2-4 minggu atau bila pasien sudah dapat mobilisasi.

h. Nutrisi3,7

Asupan nutrisi harus diperhatikan untuk mencegah malnutrisi. Pasien dapat menerima nutrisi enteral dalam 12-24 jam pascaoperasi. Suplemen protein oral harus diberikan dalam jumlah besar, karena asupan pada masa pascaoperasi dapat kurang dari seharusnya.

2. Reduksi tertutup dengan fiksasi eksterna atau fiksasi perkutaneus dengan K-wire

K-wire perkutaneus dapat dimasukkan untuk mempertahankan reduksi setelah dilakukan reduksi tertutup pada fraktur yang tidak stabil. Dapat dilakukan pada fraktur leher femur dan pertrokanter dengan memasukkan batang metal, serta pada fraktur batang femur dengan teknik tertutup dan hanya membuat lubang kecil pada daerah proksimal femur. Teknik ini memerlukan bantuan alat rontgen image intensifier (C-arm).

3. Reduksi terbuka dan fiksasi interna atau fiksasi eksterna tulang

Tindakan operasi harus diputuskan dengan cermat dan cepat (dalam satu minggu) dalam ruangan yang aseptik. Alat-alat yang digunakan dalam operasi yaitu kawat bedah, kawat Kirschner, screw, screw dan plate, pin Kuntscher intrameduler, pin Rush, pin Steinmann, pin Trephine (pin Smith Peterson), plate dan screw Smith Peterson, pin plate teleskopik, pin Jewett dan protesis.

Selain alat-alat metal, tulang yang mati ataupun hidup dapat pula digunakan berupa bone graft baik autograft/allograft, untuk mengisi defek tulang atau pada fraktur yang nonunion. Operasi dilakukan dengan cara membuka daerah fraktur dan fragmen direduksi secara akurat dengan penglihatan langsung. Saat ini, teknik operasi yang dikembangkan oleh grup ASIF (metode AO) yang dilakukan di Swiss dengan menggunakan peralatan yang secara biomekanik telah diteliti.

Prinsip operasi teknik AO berupa reduksi akurat, reduksi rigid, mobilisasi dini yang akan memberikan hasil fungsional yang maksimal.

a. Reduksi terbuka dengan fiksasi interna

Indikasi:

Fraktur intraartikuler

Reduksi tertutup yang gagal

Terdapat interposisi jaringan di antara kedua fragmen

Jika diperlukan fiksasi rigid

Fraktur dislokasi yang tidak dapat direduksi secara baik dengan reduksi tertutup

Fraktur terbuka

Terdapat kontraindikasi pada imobilisasi eksterna sehingga diperlukan mobilisasi yang cepat

Eksisi fragmen yang kecil

Eksisi fragmen tulang yang kemungkinan mengalami nekrosis avaskuler

Fraktur avulsi

Fraktur epifisis tertentu pada grade III dan IV pada anak

Fraktur multiple

Untuk mempermudah perawatan penderita

Solomon, Louis, David Warwick, Selvadurai Nayagam. 2010. Apleys System of Orthopaedics and Fractures Ninth Edition. India: Replica Press.

b. Reduksi terbuka dengan fiksasi eksterna

Indikasi:

Fraktur terbuka grade II dan III

Fraktur terbuka disertai hilangnya jaringan atau tulang yang hebat

Fraktur dengan infeksi atau infeksi pseudoartrosis

Fraktur yang miskin jaringan ikat

Fraktur tungkai bawah penderita DM

Komplikasi:

Infeksi (osteomielitis)

Kerusakan pembuluh darah dan saraf

Kekakuan sendi bagian proksimal dan distal

Kerusakan periosteum yang hebat sehingga terjadi delayed union atau nonunion

Emboli lemak4. Eksisi fragmen tulang dengan penggantian dengan protesis

Pada fraktur leher femur atau sendi siku orang tua, biasanya terjadi nekrosis avaskuler dari fragmen atau nonunion, maka dipasang protesis, yaitu alat dengan komposisi metal tertentu untuk menggantikan bagian yang nekrosis. Metilmetakrilat sering digunakan sebagai bahan tambahan.

3.2 Fraktur Femur1Femur merupakan tulang terpanjang pada tubuh dimana fraktur dapat terjadi mulai dari proksimal sampai distal tulang. 3.2.1 Anatomi FemurOs femur terdiri atas Caput Corpus dan collum dengan ujung distal dan proksimal. Tulang ini bersendi dengan acetabulum dalam struktur persendian panggul dan bersendi dengan tulang tibia pada sendi lutut. Os femur atau Tulang paha atau tungkai atas merupakan tulang terpanjang dan terbesar pada tubuh yang termasuk seperempat bagian dari panjang tubuh. Tulang paha terdiri dari 3 bagian, yaitu epiphysis proximalis, diaphysis, dan epiphysis distalis.

Artikulasi kaput femoralis dengan acetabulum pada tulang panggul. Dia terpisah dengan collum femoris dan bentuknya bulat,halus dan ditutupi deengan tulang rawan sendi. Corpus femur menentukan panjang tulang. Pada bagian ujung diatasnya terdapat trochanter major dan pada bagian posteromedialnya terdapat trochanter minor. Ujung bawah femur teridiri dari condilus femoral, medial dan lateral femur epicondilus medial. Bagian tersebut menunjang permukaan persendian dengan tibia pada sendi lutut.4

Court-Brown, Charles M. 2009. Fractures in Adults: Chapter 52 Femoral Diaphyseal Fractures. London: Lippincots Williams and Wilkins.3.2.2 Klasifikasi Fraktur Femur

Femur adalah tulang terkuat dan terpanjang pada tubuh manusia, fraktur dapat terjadi baik dari distal sampai ke proksimal femur.5,6 Fraktur femur secara umum dibedakan atas: fraktur leher femur, fraktur daerah trokanter, fraktur subtrokanter, fraktur diafisis femur, dan fraktur suprakondiler femur.2a. Fraktur leher femur

Fraktur leher femur terjadi pada proksimal hingga garis intertrokanter pada regio intrakapsular tulang panggul.7 Fraktur ini seirng terjadi pada wanita usia di atas 60 tahun dan biasanya berhubungan dengan osteoporosis.8 Fraktur leher femur disebabkan oleh trauma yang biasanya terjadi karena kecelakaan, jatuh dari ketinggian atau jatuh dari sepeda dan biasanya disertai trauma pada tempat lain. Jatuh pada daerah trokanter baik karena kecelakaan lalu lintas atau jatuh dari tempat yang tidak terlalu tinggi seperti terpeleset di kamar mandi di mana panggul dalam keadaan fleksi dan rotasi dapat menyebabkan fraktur leher femur. 2

Berikut ini adalah klasifikasi fraktur leher femur berdasarkan Garden8,9 Stadium I adalah fraktur yang tak sepenuhnya terimpaksi.

Stadium II adalah fraktur lengkap tetapi tidak bergeser.

Stadium III adalah fraktur lengkap dengan pergeseran sedang.

Stadium IV adalah fraktur yang bergeser secara hebat.

Klasifikasi fraktur leher femur menurut Garden10A. Stadium I

C. Stadium III

B. Stadium II

D. Stadium IV

b. Fraktur intertrokanter

Fraktur intertrokanter menurut definisi bersifat ekstrakapsular.2,8 Seperti halnya fraktur leher femur, fraktur intertrokanter sering ditemukan pada manula ataun penderita osteoporosis, bila ditemukan pada usia muda biasanya disebabkan karena trauma yang bersifat high energy seperti kecelakaan lalu lintas.11

Fraktur terjadi jika penderita jatuh dengan trauma lansung pada trokanter mayor atau pada trauma yang bersifat memuntir. Fraktur intertrokanter terbagi atas tipe yang stabil dan tak stabil. Fraktur yang tak stabil adalah fraktur yang korteks medialnya hancur sehingga terdapat fragmen besar yang bergeser yang mencakup trokanter minor; fraktur tersebut sangat sukar ditahan dengan fiksasi internal.11

Klasifikasi fraktur intertrochanter Mller AO

c. Fraktur batang femur

Fraktur batang femur merupakan fraktur yang sering terjadi pada orang dewasa muda. Jika terjadi pada pasien manula, fraktur ini harus dianggap patologik sebelum terbukti sebaliknya. Fraktur spiral biasanya disebabkan oleh jatuh dengan posisi kaki tertambat sementara daya pemuntir ditransmisikan ke femur. Fraktur melintang dan oblik biasanya akibat angulasi atau benturan lansung. Oleh karena itu, sering ditemukan pada kecelakaan sepeda motor. Pada benturan keras, fraktur mungkin bersifat kominutif atau tulang dapat patah lebih dari satu tempat.10Femur diliputi oleh otot yang kuat dan merupakan proteksi untuk tulang femur, tetapi juga dapat berakibat jelek karena dapat menarik fragmen fraktur sehingga bergeser. Femur dapat pula mengalami fraktur patologis akibat metastasis tumor ganas. Fraktur femur sering disertasi dengan perdarahan masif yang harus selalu dipikirkan sebagai penyebab syok. Klasifikasi fraktur femur dapat bersifat tertutup atau terbuka, simpel, komunitif, fraktur Z, atau segmental.

d. Fraktur suprakondiler femur10Daerah suprakondiler adalah daerah antara batas proksimal kondilus femur dan batas metafisis dengan diafisis femur. Fraktur terjadi karena tekanan varus atau valgus disertai kekuatan aksial dan putaran. Klasifikasi fraktur suprakondiler femur terbagi atas: tidak bergeser, impaksi, bergeser, dan komunitif, yang dapat dilihat pada gambar 4.3.

Klasifikasi fraktur suprakondiler

A. Fraktur tidak bergeserC&D. Fraktur bergeser

B. Fraktur impaksi

E. Fraktur komunitif

Gambaran klinis pada pasien ditemukan riwayat trauma yang disertai pembengkakan dan deformitas pada daerah suprakondiler. Krepitasi mungkin ditemukan.

Pengobatan dapat dilakukan secara konservatif, berupa: traksi berimbang dengan mempergunakan bidai Thomas dan penahan lutut Pearson, Cast-bracing, dan spika panggul. Terapi operatif dapat dilakuan pada fraktur terbuka atau adanya pergeseran fraktur yang tidak dapat direduksi secara konservatif. Terapi dilakukan dengan mempergunakan nail-plate dan screw dengan macam-macam tipe yang tersedia.

Komplikasi dini yang dapat terjadi berupa: penetrasi fragmen fraktur ke kulit yang menyebabkan fraktur menjadi terbuka, trauma pembuluh darah besar, dan trauma saraf. Komplikasi lanjut dapat berupa malunion dan kekakuan sendi lutut.

e. Fraktur subtrokanter

Fraktur ini dapat terjadi pada setiap umur dan biasanya akibat trauma yang hebat. Gambaran klinisnya berupa anggota gerah bawah keadaan rotasi eksterna, memendek, dan ditemukan pembengkakan pada daerah proksimal femur disertai nyeri pada pergerakan. Pada pemeriksaan radiologis dapat menunjukkan fraktur yang terjadi di bawah trokanter minor. Garis fraktur bisa bersifat tranversal, oblik, atau spiral dan sering bersifat kominutif. Fragmen proksimal dalam keadaan posisi fleksi sedangkan distal dalam keadaan posisi abduksi dan bergeser ke proksimal. Pengobatan dengan reduksi terbuka dan fiksasi interna dengan menggunakan plate dan screw. Komplikasi yang sering timbul adalah nonunion dan malunion. Komplikasi ini dapat dikoreksi dengan osteotomi atau bone grafting.23.3.6 Pengobatan1,9,101. Terapi konservatif

b. Traksi kulit merupakan pengobatan sementara sebelum dilakukan terapi definitif untuk mengurangi spasme otot

c. Traksi tulang berimbang dengan bagian Pearsch pada sendi lutut. Indikasi traksi terutama fraktur yang bersifat komunitif dan segmental

d. Menggunakan cast bracing yang dipasang setelah terjadi union fraktur secara klinis

e. Latihan otot dan gerakan sendi terutama m.kuadriseps otot tungkai bawah, lutut, dan pergelangan kaki

2. Terapi operatif

a. Pemasangan plate dan screw terutama pada fraktur proksimal dan distal femur

b. Menggunakan K-nail, AO-nail, atau jenis lain dengan operasi tertutup ataupun terbuka. Indikasi K-nail dan AO-nail terutama pada fraktur diafisis

c. Fiksasi eksterna terutama pada fraktur segmental, komunitif, infected pseudoartrosis atau fraktur terbuka dengan kerusakan jaringan lunak yang hebat.

3.3.7 Komplikasi1,21. Komplikasi dini

a. Syok

b. Emboli lemak

c. Trauma pembuluh darah

d. Trauma saraf

e. Trombo-emboli

f. Infeksi

2. Komplikasi lanjut

a. Delayed union

b. Nonunion

c. Malunion

d. Kaku sendi lutut

e. Refraktur

BAB IV

ANALISIS KASUS

Suparman, 27 tahun datang berobat ke RSMH dengan keluhan utama sulit menggerakkan tungkai kanan dan keluhan tambahan nyeri ketika berjalan jauh. 2 bulan sebelum masuk Rumah Sakit, penderita mengalami kecelakaan lalu lintas, mobil yang ditumpangi pasien menabrak mobil didepannya dan kaki kanan pasien terhimpit dashboard, pasien dibawa ke pengobatan alternatif. Saat itu pasien tidak dibawa ke RS dan dibawa ke pengobatan alternatif. Penderita mengeluh sulit menggerakan tungkai kanan. Penderita lalu berobat ke RSMH Palembang.Pada pemeriksaan fisik status generalis didapatkan keadaan umum baik, tekanan darah, nadi, pernafasan, suhu dalam batas normal. Dari hasil pemeriksaan fisik status lokalis pada regio femur dextra didapatkan shortening (+) , diskrepensi (+), deformitas (+), luka terbuka (-), suhu sama dengan sekitar, nyeri tekan (+), NVD baik, fungsi sensorik baik, krepitasi (-). ROM aktif dan pasif terbatas. Berdasarkan pemeriksaan fisik, ditemukan tanda-tanda fraktur seperti shortening, deformitas yang disertai dengan ROM aktif dan pasif terbatas. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, kemungkinan besar penderita mengalami fraktur intertrochanter pada regio femur dextra. Dari hasil pemeriksaan rontgen femur dextra AP menunjukkan bahwa terdapat fraktur intertrcochanter femur dextra tipe stabil.

Penatalaksanaan yang dilakukan pada pasien ini adalah open reduction and internal fixation (ORIF). Prognosis pasien ini adalah quo ad vitam dan quo ad functionam bonam.DAFTAR PUSTAKA

1. Rasjad, Chairuddin. 2003. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi: Bab 14 Trauma. Makassar: Bintang Lamumpatue.

2. Sjamsuhidajat R, Warko Karnadihardja, Theddeus O.H. Prasetyono, Reno Rudiman. 2011. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 3: Bab 42 Sistem Muskuloskeletal. Jakarta: EGC. 3. American College of Surgeons. 2008. Advanced Trauma Life Support for Doctors Student Course Manual Eighth Edition: Bab 8 Trauma Muskuloskeletal. Jakarta: IKABI.4. Sudoyo, Aru W, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi V. Jakarta: Interna Publishing.5. Rasad, Sjahriar. 2011. Radiologi Diagnostik Edisi Kedua: Bab VI Tulang. Jakarta: Badan Penerbit FK UI.

6. Solomon, Louis, David Warwick, Selvadurai Nayagam. 2010. Apleys System of Orthopaedics and Fractures Ninth Edition. India: Replica Press.

7. Griffiths dkk. 2012. Management of Femoral Fractures. London: The Association of Anaesthetists of Great Britain and Ireland.8. Court-Brown, Charles M. 2009. Fractures in Adults: Chapter 52 Femoral Diaphyseal Fractures. London: Lippincots Williams and Wilkins.9. Perry CR, Elstrom JA. Handbooks of fracture. Ed 2nd. United State of America: McGraw-Hill; 2000.10. Emara, Khaled M. dan Mohammed Farouk Allam. 2006. The Journal of Trauma Volume 63 Number 3: Intramedullary Fixation of Failed Plated Femoral Diaphyseal Fractures: Are Bone Grafts Necessary? Kairo: Lippincots Williams and Wilkins.11. Evans, P.J., B.J McGrory. 2001. Fracture of The Proximal Femur. ME: Orthopaedic Associates of Portland.1