36
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Melimpahnya produk pertanian di saat panen raya masih merupakan ciri khas sistem pertanian di Indonesia yang sangat tergantung pada iklim dan teknik budidaya tradisional. Dampak negatif yang menonjol akibat melimpahnya panen raya adalah merosotnya harga jual, hal ini sangat merugikan petani. Buah-buahan merupakan salah satu komoditas pertanian yang paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat, hal ini karena kandungan berbagai vitamin yang memang banyak terdapat dalam buah-buahan. Tentunya kandungan berbagai vitamin serta air yang dimiliki buah-buahan sangat berguna bagi nutrisi tubuh kita. Buah-buahan bisa dikonsumsi secara langsung maupun diolah terlebih dahulu. Jika dikonsumsi secara langsung biasanya buah-buahan digunakan sebagai pelengkap dalam menu makanan kita atau lebih dikenal sebagai buah pencuci mulut. Dalam bentuk olahan kita bisa menjumpai buah-buahan misalnya pada manisan, sari buah, jam, jelly maupun asinan. Bentuk olahan buah-buahan yang saat ini tersedia di pasaran tidak hanya dalam bentuk basah, tetapi juga ada yang dalam bentuk kering. Olahan buah-buahan dalam bentuk kering sangat potensial dalam dunia pasaran, hal

Fruit Leather

Embed Size (px)

Citation preview

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Melimpahnya produk pertanian di  saat panen raya masih merupakan ciri

khas sistem pertanian di Indonesia yang sangat tergantung pada iklim dan teknik

budidaya tradisional. Dampak negatif yang menonjol akibat melimpahnya panen

raya adalah merosotnya harga jual, hal ini sangat merugikan petani.

Buah-buahan merupakan salah satu komoditas pertanian yang paling

banyak dikonsumsi oleh masyarakat, hal ini karena kandungan berbagai vitamin

yang memang banyak terdapat dalam buah-buahan. Tentunya kandungan berbagai

vitamin serta air yang dimiliki buah-buahan sangat berguna bagi nutrisi tubuh

kita. Buah-buahan bisa dikonsumsi secara langsung maupun diolah terlebih

dahulu. Jika dikonsumsi secara langsung biasanya buah-buahan digunakan

sebagai pelengkap dalam menu makanan kita atau lebih dikenal sebagai buah

pencuci mulut. Dalam bentuk olahan kita bisa menjumpai buah-buahan misalnya

pada manisan, sari buah, jam, jelly maupun asinan.

Bentuk olahan buah-buahan yang saat ini tersedia di pasaran tidak hanya

dalam bentuk basah, tetapi juga ada yang dalam bentuk kering. Olahan buah-

buahan dalam bentuk kering sangat potensial dalam dunia pasaran, hal ini

dikarenakan umur simpan olahan buah yang kering lebih lama jika dibandingkan

dengan umur simpan olahan buah dalam bentuk basah. Walaupun memang secara

kandungan vitamin olahan buah basah lebih unggul dibandingkan olahan buah

kering.

Nanas merupakan buah dari daerah tropis yang digemari di Indonesia.

Perdagangan buah nanas semakin marak, di mulai dari pedagang kaki lima, pasar

tradisional, hingga pasar swalayan. Pengembagan agrobisnis nanas sangat

potensial, karena dapat meningkatkan pendapatan dan taraf hidup petani,

menunjang program penganekaragaman (diversifikasi) pangan, meningkatkan

komoditas ekspor non migas dan bahan baku industri pangan, serta mempunyai

nilai ekonomi yang tinggi (Prihatman, 2000).

Proses pengolahan nanas merupakan salah satu metode untuk mengurangi

kehilangan lepas panen produk segar nanas. Pengolahan nanas ini juga merupakan

tahapan lepas panen yang ditempuh untuk pengembangan diversifikasi produk

dan peningkatan nilai tambah. Salah satu jenis produk buah - buahan yang kering

selain manisan adalah fruit leather.

Fruit leather di dalam negeri belum begitu dikenal luas oleh masyarakat,

namun diluar negeri produk ini merupakan salah satu alternatif pengawetan buah-

buahan yang telah berkembang pesat. Walaupun fruit leather merupakan produk

awetan buah, namun Fruit leather masih memberikan cita rasa seperti buah

aslinya, oleh karena itu produk ini merupakan salah satu alternative pengawetan

makanan yang digemari. Bagi masyarakat Indonesia, selai lembaran dan leder

buah (fruit leather) merupakan produk yang relatif baru sehingga belum banyak

diketahui dan dikembangkan oleh industri produk olahan skala besar maupun

skala kecil.

Fruit leather dapat dibuat dengan sederhana yaitu dengan menghancurkan

daging buah hingga menjadi bubur, dicampur dengan gula, kemudian dikeringkan

dengan bantuan sinar matahari atau alat pengering. Kadar air yang diinginkan

berkisar antara 10-15%, dengan kondisi ini jika penyimpanannya baik maka

produk dapat bertahan lama. Sifat-sifat penting yang mempengaruhi mutu dari

fruit leather adalah warna, rasa, aroma, dan tekstur. Sifat-sifat tersebut banyak

dipengaruhi oleh mutu dan konsentrasi bahan baku, cara pengolahan, dan cara

pengemasan. Untuk mendapatkan produk akhir yang berkualitas baik, dapat

diperoleh dengan melakukan pengeringan dengan alat pengering buatan.

B. Tujuan

Untuk mengetahui pengaruh penambahan maltodekstrin terhadap

karakteristik fruit lather yang dihasilkan.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Fruit leather merupakan salah satu produk makanan ringan yang terbuat dari

buah yang berbentuk lembaran tipis yang mempunyai konsistensi dan rasa yang

khas. Produk ini umumnya dibuat dari buah yang mengandung pektin, namun

dalam perkembangannya fruit leather tidak hanya dapat dibuat dari jenis buah–

buahan saja tetapi juga dapat dibuat dari jenis tanaman lainnya. Fruit leather dapat

dibuat dari jenis buah–buahan saja tetapi juga dapat dibuat dari jenis tanaman

lainnya. Fruit leather dapat dibuat dari jenis tanaman umbi–umbian dan sayuran

seperti labu kuning, nanas dll (Krisno Budianto, 2009).

Fruit leather dapat dibuat dari satu jenis buah-buahan atau campuran

beberapa jenis buah-buahan (Raab Dan Oehler, 2000). Kadar air fruit leather

berdasarkan Standar Nasional Indonesia yaitu maksimal 25%, nilai Aw kurang

dari 0,7, tekstur plastis, kenampakan seperti kulit, terlihat mengkilap, dapat

dikonsumsi secara langsung serta mempunyai warna, aroma dan cita rasa khas

suatu jenis buah sebagai bahan baku (Nurlaely, 2002).

Proses pembentukan gel pektin pada fruit leather harus memiliki beberapa

kondisi seperti kadar padatan terlarut lebih dari 55% b/b, komposisi bubur buah

dan sakarida, nilai pH harus 3,5 atau dibawahnya. Penambahan Maltodekstrin

juga dapat memberikan efek terhadap tekstur fruit leather (Shafi’i et al, 2013).

Konsistensi gel atau semi gel pada fruit leather diperoleh dari interaksi

senyawa pektin yang berasal dari buah atau pektin yang ditambahkan dari luar,

gula sukrosa dan asam (Sumaryati, 2004). Interaksi ini terjadi pada suhu tinggi

dan bersifat menetap setelah suhu diturunkan. Kekerasan gel tergantung kepada

konsentarsi gula, pektin dan asam pada bubur buah. Asam pektinat ini bersama

gula dan asam pada suhu tinggi akan membentuk gel seperti yang terjadi pada

pembuatan selai.

Gel terbentuk dari adanya ikatan silang polimer yang sebagian besar

adalah ikatan hidrogen dan hilangnya gugus metil membentuk daerah dimana gula

dan air dapat terperangkap di dalam jaringan pektin. Rendahnya nilai pH

mengurangi muatan negatif pada rantai pektin yang berasal dari disosiasi gugus

karboksil (Bolone, 2006).

Nanas, nenas, atau ananas (Ananas comosus (L.) Merr.) adalah sejenis

tumbuhan tropis yang berasal dari Brazil, Bolivia, dan Paraguay. Tumbuhan ini

termasuk dalam familia nanas-nanasan (Famili Bromeliaceae). Perawakan

(habitus) tumbuhannya rendah, herba (menahun) dengan 30 atau lebih daun yang

panjang, berujung tajam, tersusun dalam bentuk roset mengelilingi batang yang

tebal. Buahnya dalam bahasa Inggris disebut sebagai pineapple karena bentuknya

yang seperti pohon pinus (Arisman, 2009)

Nanas merupakan buah tropis dengan daging buah berwarna kuning

memiliki kandungan air 90% dan kaya akan Kalium, Kalsium, lodium, Sulfur, dan

Khlor. Selain itu juga kaya Asam, Biotin, Vitamin B12, Vitamin E serta Enzim

Bromelin. Nanas termasuk komoditas buah yang mudah rusak, susut, dan cepat

busuk. Oleh karena itu, seusai panen memerlukan penanganan pasca panen, salah

satunya dengan pengolahan. Buah nanas mengandung vitamin (A dan C),

Kalsium, Fosfor, Magnesium, Besi, Natrium, Kalium, Dekstrosa, Sukrosa (gula

tebu), dan Enzim Bromelain. Selain itu nanas mengandung enzim bromelain yang

memiliki kemampuan untuk menguraikan protein. Nanas sering dipakai sebagai

bahan pelunak daging selain berguna membantu pencernaan, menguraikan

pembekuan darah, mencegah sinusitis, dan infeksi saluran kencing (Winarno,

1997).

Tanaman labu kuning adalah tanaman semusim yang banyak ditanam di

Indonesia dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata. Tanaman ini dapat

ditanam pada setiap musim dan dapat tumbuh dengan cepat. Buah labu kuning

terdiri atas bagian-bagian kulit (12,5%), daging buah (81,2%), jaring-jaring biji

dan biji (4,8%).

Karbohidrat merupakan komponen kimia terbesar labu kuning setelah air.

Karbohidrat yang banyak terdapat dalam buah-buahan dan sayur-sayuran adalah

pati, gula, pektin dan selulosa. Dinding sel buah sebagian besar terdiri atas

senyawa pektin dan selulosa. Selama proses pematangan buah, pektin akan

berkurang dan terbentuk pektin yang larut dalam air (Usmiati et al, 2004).

Buah pepaya merupakan buah meja bermutudan bergizi yang tinggi.

Pepaya merupakan salah satu komoditas buah yang hampir semua bagiannya

dapat dimanfaatkan. Pepaya mengandung polisakarida, vitamin, mineral, enzim,

protein, alkaloid, glikosida, saponin, dan flavonoid.

Maltodekstrin menurut whistler dan miller (1997) merupakan suatu hasil

hidrolisis pati yang terdispersi dalam panas dengan asam atau enzim dengan

dekstrosa ekuivalen (DE) dibawah 20. Maltodekstrin relatif tidak higroskopis

dibandingkan dengan corn syrup dan dengan DE yang rendah menunjukkan

kecenderungan penyerapan uap air. Kekentalan maltodekstrin yang tinggi penting

dalam penggunaanya terutama pada proses pengolahan bahan pangan. Sumbangan

utama maltodekstrin adalah pengaruh perlindungan yang dihasilkan dari

kekenyalannya yang relatif tinggi. Maltodekstrin dipakai dalam industri makanan

sebagai pengental dan pemantap serta memiliki kemampuan untuk membentuk

film yang stabil selama penggorengan.

Maltodekstrin juga berfungsi sebagi pengganti lemak karena ketika air

bertemu dengan maltodekstrin akan membentuk gel yang mencair dan menyerupai

sifat lemak. Walaupun dapat menyerupai sifat lemak, namun maltodekstrin tidak

bersifat lipofilik sehingga memiliki stabilitas emulsi dan retensi minyak rendah.

Fungsi dari maltodekstrin antara lain adalah sebagai pengisi, penambah volume,

pembentuk tekstur, carrier dan menghambat kristalisasi. Bahan ini banyak

digunakan dalam pembuatan cracker, puding, permen dan es krim bebas gula

(Joy, 2010).

Maltodekstrin dapat meningkatkan total padatan bahan yang dikeringkan.

Sehingga jumlah air yang diuapkan semakin banyak, akibatnya peningkatan

konsentrasi maltodekstrin akan menurunkan kadar air dan meningkatkan

rendemen bahan (Badarudin, 2006).

Pemanis merupakan senyawa kimia yang sering ditambahkan dan

digunakan untuk keperluan produk olahan pangan, industri, serta minuman dan

makanan kesehatan. Pemanis adalah bahan tambahan makanan yang ditambahkan

dalam makanan atau minuman untuk menciptakan rasa manis. Lidah adalah organ

tubuh yang dapat membedakan rasa. Rasa manis dapat dirasakan pada ujung

sebelah luar lidah. Rasa manis dihasilkan oleh berbagai senyawa organik,

termasuk alkohol, glikol, gula dan turunan gula. Sukrosa adalah bahan pemanis

pertama yang digunakan secara komersial karena pengusahaannya paling

ekonomis.

Asam sitrat merupakan asam organik lemah yang ditemukan pada daun

dan buah tumbuhan genus Citrus (jeruk-jerukan). Senyawa ini merupakan bahan

pengawet yang baik dan alami, selain digunakan sebagai penambah rasa asam

pada makanan dan minuman ringan. Asam sitrat terdapat pada berbagai jenis buah

dan sayuran, namun ditemukan pada konsentrasi tinggi, yang dapat mencapai 8%

bobot kering, pada jeruk lemon dan limau.

Penggunaan utama asam sitrat saat ini adalah sebagai zat pemberi cita rasa

dan pengawet makanan dan minuman, terutama minuman ringan. Asam sitrat

berfungsi sebagai pemberi rasa asam dan mencegah kristalisasi gula. Selain itu,

asam sitrat juga berfungsi sebagai katalisator hidrolisa sukrosa ke bentuk gula

invert selama penyimpanan serta sebagai penjernih gel yang dihasilkan.

Keberhasilan produk jelly tergantung dari derajat keasaman untuk mendapatkan

pH yang diperlukan. Nilai pH dapat diturunkan dengan penambahan sejumlah

kecil asam sitrat (Safitri, 2012).

Pemanis yang digunakan adalah gula pasir. Gula adalah suatu istilah dalam

industri pangan biasanya digunakan untuk menyatakan sukrosa, gula yang

diperoleh dari bit atau tebu (Buckle et al., 1987). Kekuatan rasa manis yang

ditimbulkan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu jenis gula (Sukrosa, Glukosa,

Dekstrosa, Sorbitol, Fruktosa, Maltosa, Laktosa, Manitol, Honey, Corn syrup,

High fructose syrup, Molase, Maple syrup), konsentrasi, suhu serta sifat

mediumnya. Tujuan penambahan gula adalah untuk memperbaiki flovor bahan

makanan sehingga rasa manis yang timbul dapat meningkatkan kelezatan

(Sudarmadji dkk, 1988). Selain itu gula juga berfungsi sebagai pengawet karena

gula mampu untuk memberi stabilitas mikroorganisme pada suatu produk

makanan dalam konsentrasi yang cukup (di atas 70% padatan terlarut biasanya

dibutuhkan) (Pantastico, 1997)

Peran sukrosa dalam pembentukan gel pektin adalah menguatkan interaksi

hidrofobik secara konsisten. Sukrosa terdiri dari fruktosa dan glukosa. Fruktosa

dikenal juga dengan nama gula buah, banyak terdapat pada buah-buahan. Fruktosa

merupakan molekul yang mengandung gugus hidroksil dan gugus karbonil keton

pada C-2 dari rantai enam karbon (Winarno, 2000)

Fruktosa adalah karbohidrat sederhana berupa monosakarida yang

memiliki rasa manis yang tinggi bila dibandingkan dengan sukrosa dan glukosa.

Kemanisan relatif berbagai gula secara berurutan dari yang paling manis adalah

fruktosa, sukrosa, glukosa, maltosa, galaktosa dan laktosa. Fruktosa lebih mudah

larut dibandingkan glukosa. Fruktosa memiliki daya larut sebesar 80% pada suhu

20oC, dan naik menjadi 90% pada suhu 60 oC. Fruktosa merupakan monosakarida

yang sulit mengkristal sehingga penambahannya pada produk pangan digunakan

salah satunya untuk menghambat kristalisasi.

BAB III

METODE PRAKTIKUM

A. Alat B. Bahan :

- Pisau - Gula pasir

- Talenan - Labu kuning

- Loyang - Nanas

- Panci - Pepaya

- Kompor - Fruktosa

- Baskom - Asam sitrat

- Maltodekstrin

C. Prosedur Kerja

Labu kuning Pepaya/Nanas

Dikupasan dan disortasiDikupasan dan disortasi

Hot water blanching 20’

Steam blanching 3’

Bahan ditimbang ; Labu kuning : Nanas = 70 : 30 (100gr)Pepaya : Nanas = 70 : 30 (100gr)

Bahan dihancurkan (ditambah air 25%, gula pasir 20%, glukosa 2%, asam sitrat 1%, maltodekstrin 0% dan 1%)

Dikeringkan dalam kabinet 60oC 18 jam

Dihamparkan diatas loyang

Steam blanching 3’

Dipotong

Diamati warna, tekstur, aroma dan rasa

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

A. Hasil Pengamatan

1. Warna

PanelisKelompok

I II III IV V

1 4 3 2 2 2

2 4 3 2 2 1

3 4 2 1 1 3

4 3 3 3 2 3

5 2 2 3 2 3

6 4 3 4 3 3

7 4 4 4 3 3

8 5 4 3 2 2

9 2 2 2 2 1

10 3 1 2 2 2

11 2 2 4 3 2

12 4 2 4 4 2

13 4 3 4 2 1

14 3 2 3 3 2

15 2 2 2 2 1

Ʃ 50 40 43 35 31

Χ 3,33 2,67 2,86 2,33 2,06

- Pada kelompok 3 dan 5 perlakuan yang diuji sama, sehingga nilai rata-rata dari

masing-masing kelompok digabungkan. Hasilnya adalah 2,46.

- Jenis perlakuan :

Kelompok 1 = Labu 70 gram, Nanas 30 gram, Maltodekstrin 0%

Kelompok 2 = Labu 70 gram, Nanas 30 gram, Maltodekstrin 1%

Kelompok 4 = Pepaya 70 gram, Nanas 30 gram, Maltodekstrin 0%

Kelompok 3 dan 5 = Pepaya 70 gram, Nanas 30 gram, Maltodekstrin 1%

- Parameter :

1 = tidak mengkilap 2 = sedikit mengkilap

3 = agak mengkilap 4 = mengkilap

5 = sangat mengkilap

2. Aroma

PanelisKelompok

I II III IV V

1 1 2 2 3 3

2 3 2 1 1 2

3 1 2 2 2 1

4 2 3 2 2 2

5 2 1 2 2 2

6 3 3 3 3 3

7 3 1 2 2 2

8 3 1 3 2 1

9 3 2 2 2 3

10 1 3 2 2 3

11 3 3 2 3 3

12 1 2 2 2 3

13 2 2 2 2 1

14 2 2 1 1 3

15 3 3 1 2 2

Ʃ 33 32 29 31 34

Χ 2,2 2,13 1,93 2,06 2,26

- Pada kelompok 3 dan 5 perlakuan yang diuji sama, sehingga nilai rata-rata dari

masing-masing kelompok digabungkan. Hasilnya adalah 2,095.

- Jenis perlakuan :

Kelompok 1 = Labu 70 gram, Nanas 30 gram, Maltodekstrin 0%

Kelompok 2 = Labu 70 gram, Nanas 30 gram, Maltodekstrin 1%

Kelompok 4 = Pepaya 70 gram, Nanas 30 gram, Maltodekstrin 0%

Kelompok 3 dan 5 = Pepaya 70 gram, Nanas 30 gram, Maltodekstrin 1%

- Parameter :

1 = tidak kuat 2 = sedikit kuat

3 = agak kuat 4 = kuat

5 = sangat kuat

3. Tekstur

PanelisKelompok

I II III IV V

1 4 4 4 4 3

2 4 4 4 3 1

3 4 3 2 3 4

4 3 4 3 3 2

5 2 3 3 2 3

6 4 4 4 4 3

7 4 4 4 3 4

8 4 3 3 4 4

9 4 3 1 2 2

10 2 3 3 2 4

11 3 4 4 4 3

12 4 3 4 3 3

13 5 3 4 2 1

14 3 4 3 2 1

15 3 4 3 3 3

Ʃ 53 53 49 44 41

Χ 3,53 3,53 3,26 2,93 2,73

- Pada kelompok 3 dan 5 perlakuan yang diuji sama, sehingga nilai rata-rata dari

masing-masing kelompok digabungkan. Hasilnya adalah 2,99.

- Jenis perlakuan :

Kelompok 1 = Labu 70 gram, Nanas 30 gram, Maltodekstrin 0%

Kelompok 2 = Labu 70 gram, Nanas 30 gram, Maltodekstrin 1%

Kelompok 4 = Pepaya 70 gram, Nanas 30 gram, Maltodekstrin 0%

Kelompok 3 dan 5 = Pepaya 70 gram, Nanas 30 gram, Maltodekstrin 1%

- Parameter :

1 = tidak elastis 2 = sedikit elastis

3 = agak elastis 4 = elastis

5 = sangat elastis

4. Rasa

PanelisKelompok

I II III IV V

1 2 4 2 4 4

2 3 4 3 4 4

3 2 3 4 4 4

4 4 4 3 3 4

5 2 3 3 2 3

6 3 4 3 3 4

7 3 2 3 2 2

8 2 3 4 4 5

9 3 4 3 2 3

10 3 3 4 3 4

11 3 4 3 3 3

12 1 4 4 4 4

13 4 2 4 2 2

14 3 4 2 2 2

15 2 3 2 3 2

Ʃ 40 51 47 45 50

Χ 2,67 3,4 3,13 3 3,33

- Pada kelompok 3 dan 5 perlakuan yang diuji sama, sehingga nilai rata-rata dari

masing-masing kelompok digabungkan. Hasilnya adalah 3,23.

- Jenis perlakuan :

Kelompok 1 = Labu 70 gram, Nanas 30 gram, Maltodekstrin 0%

Kelompok 2 = Labu 70 gram, Nanas 30 gram, Maltodekstrin 1%

Kelompok 4 = Pepaya 70 gram, Nanas 30 gram, Maltodekstrin 0%

Kelompok 3 dan 5 = Pepaya 70 gram, Nanas 30 gram, Maltodekstrin 1%

- Parameter :

1 = tidak enak 2 = agak enak

3 = sedikit enak 4 = enak

5 = sangat enak

Rendemen

KelompokBerat Awal

(gr)

Berat Akhir

(gr)Rendemen

1 100 24

2 100 31

3 100 35,2

4 100 19,6

5 100 33,8

B. Pembahasan

1. Warna

Warna sangat penting bagi banyak produk makanan dan berperan sebagai

alasan utama ketertarikan konsumen. Warna juga dapat memberikan petunjuk

mengenai perubahan kimia dalam makanan seperti pencoklatan dan pengkaramelan

(De Man,1997). Hasil uji sensoris terhadap produk fruit leather terhadap warna

berbeda satu sama lain tergantung jenis bahan dan perbandingan bahan utama dengan

bahan campurannya. Proses pemanasan atau pengeringan dan penyimpanan juga

berpengaruh dan menyebabkan warna fruit leather satu dengan yang lainnya berbeda.

Hasil uji organolepik yang diperoleh dengan menggunakan 15 orang panelis

terhadap warna dari fruit leather adalah sebagai berikut : warna paling mengkilap

diperoleh dari perlakuan 1 yaitu Labu kuning 70gr, nanas 30gr dan maltodekstrin 0%

dengan rata-rata 3,33. Sedangkan rata-rata nilai terendah diperoleh dari perlakuan 4

yaitu papaya 70 gr, nanas 30gr dan maltodekstrin 0% dengan nilai rata-rata 2,33.

Pada labu penambahan maltodekstrin memiliki nilai rata-rata lebih kecil

dibandingkan dengan tanpa penambahan maltodekstrin, sedangkan pada papaya

panambahan maltodekstrin memiliki nilai rata-rata lebih tinggi dibandingkan tanpa

penambahan maltodekstrin, mungkin hal ini disebabkan karena kadar air yang

terdapat pada papaya lebih besar dibandingkan dengan labu.

Salah satu fungsi dari maltodkestrin yaitu sebagai pengganti lemak, sehingga

ketika air bertemu dengan maltodekstrin akan membentuk gel yang mencair dan juga

memberikan sifat mengkilap pada permukaan bahan (Kennedy, 1995). Tetapi hal

tersebut berbeda dengan apa yang dinyatakan oleh Kennedy (1995) dengan hasil

perlakuan dengan menggunakan maltodekstrin, kemungkinan pada saat melakukan

uji sensoris pencahayaan pada tempat pengujian kurang baik sehingga menyamarkan

warna dari bahan yang diuji selain itu kurang teliti dalam penambahan jumlah

maltodekstrin yang ditambahkan pada bahan,. Selain itu, meskipun sifat

maldodekstrin dapat menyerupai lemak, tetapi maltodekstrin tidak bersifat lipofilik

sihingga memiliki stabilitas emulsi dan retensi minyak rendah.

2. Aroma

Aroma dapat didefinisikan hasil dari uap proses pengolahan makanan,uap ini

tercipta dari bahan2 makanan yang diolah, tiap bahan memiliki aroma yang berbeda,

proses dan metode memasak juga akan menentukan hasil dari aroma yang akan

tercium.  Aroma dapat dideteksi dengan indera pembau dan dapat dipakai sebagai

indikator kerusakan pada produk yang dihasilkan akibat kesalahan pengolahan

maupun pengemasan. Aroma dari suatu produk makanan bisa berasal dari senyawa

volatile dari bahan-bahannya ataupun bisa terbentuk dari interaksi kimia membentuk

senyawa volatile baru selama proses pengolahan.

Hasil uji organolepik yang diperoleh dengan menggunakan 15 orang panelis

terhadap aroma dari fruit leather menunjukan bahwa nilai rata-rata tertinggi pada

perlakuan 1 yaitu labu kuning 70gr, nanas 30 gr dan maltodekstrin 0% dengan nilai

rata-rata 2,2 yang menunjukan bahwa fruit leather yang dihasilkan memiliki aroma

yang sedikit kuat. Sedangkan nilai rata-rata terendah diperoleh dari perlakuan 4 yaitu

dengan papaya 70gr, nanas 30gr dan maltodekstrin 0% dengan nilai rata-rata 2,06.

Dari hasil pengujian organoleptik aroma dari fruit leather tersebut

menunjukan bahwa perlakuan penambahan maltodekstrin tidak banyak memberikan

pengaruh terhadap aroma fruit leather yang dihasilkan. Tetapi pada penambahan

maltodekstrin ke produk pangan dapat menekan kehilangan komponen volatile

selama proses pengolahan karena komponen volatile dapat terikat dengan baik

didalam struktur maltodekstrin yang berbentuk spiral (Joy,2010). Maltodekstrin

disukai sebagai bahan tambahan pangan karena tidak memiliki bau sehingga tidak

mengganggu aroma asli dari bahan, namun maltodekstrin dapat mempertahankan

aroma dari produk yang dihasilkan.

Kemungkinan perbedaan hasil yang didapat dengan referensi disebabkan

karena kurang telitinya praktikan dalam penambahan jumlah maltodekstrin yang

ditambahkan pada fruit leather sehingga maltodekstrin tidak mencukupi untuk

menahan komponen volatile dari bahan yang digunakan dalam pembuatan fruit

leather tersebut, kondisi saat melakukan uji organoleptic yang kurang kondusif yang

menyebabkan hasil yang kurang baik dan juga pada saat pencampuran maltodekstrin

kurang merata.

3. Tekstur

Tekstur merupakan sifat fisik dari produk yang mencakup warna tampilan

luar, warna tampilan dalam, kelembutan makanan, bentuk permukaan pada makanan,

keadaan makanan (kering, basah, lembab) . Menurut Pantastico (1993) sifat-sifat

tekstur adalah sifat yang menyangkut rasa, ketegaran, kelunakan, berpasir, berserat,

bertepung, dan sebagainya. Tekstur berhubungan dengan tingkat kematangan dari

bahan yang dimana tingkat kekerasan lebih tingga saat masih mentah dibandingkan

dengan bahan yang sudah masak yang memiliki tekstur yang lunak.

Hasil uji organolepik yang diperoleh dengan menggunakan 15 orang panelis

terhadap tekstur dari fruit leather bahwa pada perlakuan 1 dan 2 memiliki nilai rata-

rata tertinggi yang sama yaitu 3,53 dengan perlakuan 1 yaitu labu kuning 70gr, nanas

30gr dan maltodekstrin 1% dan perlakuan 2 yaitu labu kuning 70gr, nanas 30gr dan

maltodekstrin 0%. Untuk nilai rata-rata terendah diperoleh pada perlakuan 4 yaitu

papaya 70gr, nanas 30gr dan maltodekstrin 0%

Pembentukan tekstur pada fruit leather berasal dari pectin, air, gula, asam

sitrat dan maltodekstrin. Pectin didapat dari jaringan buah papaya, labu kuning dan

nanas. Tekstur fruit leather yang dikehendaki harusnya elastis dan halus. Tekstur

elastis didapat dari terbentuknya gel hasil interaksi antara pectin, air, gula dan asam

sehingga fruit leather dapat digulung dan tidak mudah retak. Penambahan gula pada

pembuatan fruit leather juga berfungsi untuk menghambat kristalisasi yang dapat

memperngaruhi tekstur

Selain itu, pembentukan gel pada fruit leather juga dibantu oleh adanya

penambahan maltodekstrin yang berfungsi sebagi pengganti lemak karena ketika air

bertemu dengan maltodekstrin akan membentuk gel dan juga menstabilkan struktur

fruit leather.

Hasil yang didapat sesuai dengan referensi yang menunjukan bahwa nilai rata-

rata tertinggi diperoleh pada perlakuan dengan penambahan maltodekstrin. Dan nilai

rata-rata terendah diperoleh dari perlakuan tanpa panambahan maltodekstrin

4. Rasa

Rasa dapat diartikan  sebuah reaksi kimia dari gabungan berbagai bahan

makanan dan menciptakan sesuatu rasa baru yang dirasakan oleh lidah. Rasa dapat

diturunkan dari karakteristik bahan yang digunakan atau ketika proses pengolahan

dimana bahan lain ditambahkan, sehingga rasa yang alami dapat dikurangi atau

ditingkatkan tergantung komponen bahan pendukungnya seperti penambahan gula

dapat memberikan rasa manis pada produk pangan.

Hasil uji organolepik yang diperoleh dengan menggunakan 15 orang panelis

terhadap rasa dari fruit leather bahwa pada perlakuan 2 yaitu labu 70gr, nanas 30gr

dan maltodekstrin 1% dengan nilai rata-rata 3,4. Dan untuk nilai rata-rata terendap

yaitu pada perlakuan 1 dengan labu 70gr, nanas 30gr dan maltodekstrin 0% dengan

nilai rata-rata 2,67.

Dari hasil yang didapat diketahui bahwa penambahan maltodekstrin tidak

mempebgaruhi rasa dari produk fruit leather yang dihasilkan karena maltodekstrin

memiliki sifat pada DE (Dextrose Equivalent) yang rendah (DE<5), tidak berbau dan

tawar sehingga tidak menggangu rasa pada produk fruit leather tersebut. Indonesia

menetapkan standar Nasional untuk sifat dari fruit leather harus memiliki kadar air

maksimal 25%, nilai Aw kurang dari 0,7, tekstur plastic, kenampakan seperti kulit,

terlihat mengkilap, dapat dikonsumsi secara langsung serta mempunyai warna, rasa

dan aroma yang khas (Nurlaely, 2002).

Rasa yang dihasilkan pada fruit leather berasal dari rasa asli buah-buahan

yang digunakan. Tetapi rasa pada fruit leather juga dihasilkan dari penambahan gula

dan asam. Selain itu gula dan asam dapat berfungsi sebagai pengawet sehingga umur

simpan dari fruit leather tersebut lebih panjang. Penambahan asam sitrat juga

mempengaruhi rasa dari fruit leather karena asam sitrat merupakan senyawa pemberi

cita rasa asam sehingga rasa fruit leather yang dihasilkan mirip dengan rasa buah

yang segar dan alami tanpa proses pengolahan. Penambahan gula dalam produk

bukanlah untuk menghasilkan rasa manis saja meskipun rasa ini penting. Gula

bersifat menyempurnakan rasa asam dan cita rasa lainnya, sebagai humektan yaitu

kemampuan gula dalam mengurangi kelembaban relatif dan daya mengikat air yang

menyebabkan gula dipakai dalam pengawetan pangan (Buckle et al., 1987).

5. Rendemen

Rendemen merupakan hasil dari perhitungan berat akhir bahan dibagi dengan

berat awal bahan yang dihitung dengan persentase. Dari hasil pengamatan diketahui

bahwa nilai rendemen tertinggi pada perlakuan 3 yaitu pepaya 70gr, nanas 30gr dan

maltodekstrin 1% dengan nilai rendemen 35,2%, kedua pada perlakuan 5 yaitu

dengan pepaya 70gr, nanas 30gr dan maltodekstrin 1% juga dengan nilai rendemen

33,8%, ketiga pada perlakuan 2 yaitu labu 70gr, nanas 30gr dan maltodekstrin 1%

dengan nilai rendemen 31%, keempat pada perlakuan 1 yaitu labu 70gr, nanas 30gr

dan maltodekstrin 0% dengan nilai rendemen 24% dan untuk yang terendah pada

perlakuan 4 pepaya 70gr, nanas 30gr dan maltodekstrin 0% juga dengan nilai

rendemen 19,6%

Hasil yang diperoleh menunjukan bahwa nilai tertinggi rendemen dengan

perlakuan penambahan maltodekstrin dan nilai rendemen terendah dengan perlakuan

tanpa penambahan maltodekstrin. Menurut Badarudin (2006) meyebutkan bahwa

maltodekstrin dapat meningkatkan total padatan bahan yang dikeringkan. Sehingga

jumlah air yang diuapkan semakin banyak, akibatnya peningkatan konsentrasi

maltodekstrin akan menurunkan kadar air dan meningkatkan nilai rendemen bahan.

Nilai rendemen tertinggi kedua pada praktikum ini, mendekati pernyataan tersebut.

Perbedaan hasil diatas, kemungkinan disebabkan perhitungan yang kurat akurat baik

dari kondisi alat penimbang, lingkungan, ataupun human error. Hasil yang diperoleh

menunjukan persamaan dengan referensi.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari hasil praktikum tentang fruit leather disimpulkan bahwa :

1. Warna paling mengkilap diperoleh dari perlakuan 1 yaitu Labu kuning 70gr,

nanas 30gr dan maltodekstrin 0% dengan rata-rata 3,33. Sedangkan rata-rata

nilai terendah diperoleh dari perlakuan 4 yaitu papaya 70 gr, nanas 30gr dan

maltodekstrin 0% dengan nilai rata-rata 2,33. Pada labu penambahan

maltodekstrin memiliki nilai rata-rata lebih kecil dibandingkan dengan tanpa

penambahan maltodekstrin, sedangkan pada papaya panambahan

maltodekstrin memiliki nilai rata-rata lebih tinggi dibandingkan tanpa

penambahan maltodekstrin. Nilai tersebut menunjukkan pengaruh

maltodekstrin terhadap warna dari fruit leather tidak sesuai dengan referensi.

2. nilai rata-rata tertinggi pada perlakuan 1 yaitu labu kuning 70gr, nanas 30 gr

dan maltodekstrin 0% dengan nilai rata-rata 2,2 yang menunjukan bahwa fruit

leather yang dihasilkan memiliki aroma yang sedikit kuat. Sedangkan nilai

rata-rata terendah diperoleh dari perlakuan 4 yaitu dengan papaya 70gr, nanas

30gr dan maltodekstrin 0% dengan nilai rata-rata 2,06. Penambahan

maltodekstrin cenderung tidak memberikan pengaruh terhadap aroma dari

fruit leather.

3. Pada perlakuan 1 dan 2 memiliki nilai rata-rata tertinggi yang sama yaitu 3,53

dengan perlakuan 1 yaitu labu kuning 70gr, nanas 30gr dan maltodekstrin 1%

dan perlakuan 2 yaitu labu kuning 70gr, nanas 30gr dan maltodekstrin 0%.

Untuk nilai rata-rata terendah diperoleh pada perlakuan 4 yaitu papaya 70gr,

nanas 30gr dan maltodekstrin 0%. Hal tersebut sesuai dengan referensi karena

penambahan maltodekstrin memberikan pengaruh terhadap tekstur dari fruit

leather.

4. Perlakuan 2 yaitu labu 70gr, nanas 30gr dan maltodekstrin 1% dengan nilai

rata-rata 3,4. Dan untuk nilai rata-rata terendap yaitu pada perlakuan 1 dengan

labu 70gr, nanas 30gr dan maltodekstrin 0% dengan nilai rata-rata 2,67.

Penambahan maltodekstrin tidak memberikan pengaruh yang signifikan

terhadap rasa dari fruit leather.

5. Penambahan maltodekstrin memberikan pengaruh terhadap kenaikan

rendemen dari fruit leather.

B. Saran

1. Untuk pembuatan fruit leather skala besar konsentrasi penambahan bahan

penstabil atau pencampuran buah masih perlu diperhatikan.

2. Mutu buah yana akan menjadi bahan utama profuk fruit leather harus

diperhatikan, seperti kandungan serat dan pektin yang tinggi serta

penambahan bahan lainnya. Karena kualitas bahan awal akan berpengaruh

besar terhadap hasil akhir fruit leather.

3. Sebaiknya pengujian organoleptik dilakukan dengan sungguh-sungguh, benar,

tepat, dan hati-hati sehingga nilai-nilai yang dihasilkan dari uji organoleptik

bersifat valid dan dapat dipertanggungjawabkan.

DAFTAR PUSTAKA

Apandi, Muchidin, 1984. Teknologi Buah Dan Sayur. Penerbit Alumni, Bandung.

Badarudin, T. 2006. Penggunaan Maltodekstrin Pada Yoghurt Bubuk Ditinjau Dari

Uji Kadar Air Keasaman, Ph, Rendemen, Reabsoprsi Uap Air, Kemampuan

Keterbasahan, Dan Sifat Kedispersian. Skripsi. Fakultas Peternakan.

Universitas Brawijaya. Malang.

Budiman, L., S. T. Soekarto, dan A. Apriyantono. 1984. Karakterisasi Buah Waluh

(Cucurbita pepo L.). Bul. Pen. Ilmu Dan Teknol. Pangan Vol. 3: 116-133.

De Man, John.M. 1989. Kimia Makanan Edisi Kedua. ITB : Bandung

Joy, P. 2010. Benefits and Uses of Pineapple. Pineapple Research Kerala

Agricultural University.

Kumalaningsih, S., Suprayogi. 2006. Tamarillo (Terung Belanda). Surabaya :

Trubus Agrisarana

Mahendradatta, Meta., 2007. Pangan Aman Dan Sehat. Lembaga Penerbitan

Universitas Hasanuddin Makassar.

Muchtadi, T.R. dan Sugiyono, 1992. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. IPB . Bogor

Nurlaely, E. 2002. Pemanfaatan Buah Jambu untuk Pembuatan Leather. Kajian dari

Proporsi Buah Pencampur. Skripsi jurusan Teknologi Hasil Pertanian.

Universitas Brawijaya Malang.

Pantastico. 1997. Fisiologi pasca-panen: penanganan, pemanfaatan buah-buahan dan

sayuran tropika dan subtropika. UGM Press. Yogyakarta

Safitri, 2012. Studi Pembuatan Fruit Leather Mangga-Rosella. Skripsi. Fakultas

Pertanian. Universitas Hasanuddin. Makasar.

Sudarmadji, S., B.Haryono Dan Suhardi, 1988. Prosedur Analisa Untuk Bahan

Makanan Dan Pertanian. Liberty: Yogyakarta.

Sumaryati, E. 2004. Pembuatan Leather Mengkudu ( Morinda Cintrifolia ) Kajian

Lama Perendaman Dan Konsentrasi Larutan Kapur Terhadap Kualitas Leather

Mengkudu Yang Dihasilkan. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas

Widyagama. Malang.

Usmiati, S., Sri, Y., Hadi, S. 2004. Pengembangan Produk Pangan Berbahan Baku

Labu Kuning. Prosiding Seminar Nasional Peningkatan Daya Saing Pangan

Tradisional.

Winarno, F.G., 1997. Pangan, Enzim dan Konsumen. Gramedia Pustaka Utama,

Jakarta.

Winarno, F.G. 2000. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. 253

hal.

Yuliani, S., Christina, W., Sri, U., Dan Wiwit, N. 2005. Karakteristik Fisik Kimia

Labu Kuning Pada Berbagai Tingkat Kematangan. Prosiding Seminar

Nasional Hasil-Hasil Penelitian/Pengkajian Spesifik Lokasi Jambi.

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI BUAH DAN SAYUR

ACARA II

FRUIT LEATHER

Kelompok 5 , Rombongan 1

Penanggung Jawab :

Angga Rachmad Saputra A1M011017

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAANUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS PERTANIANPURWOKERTO

2013