54
I. PENDAHULUAN A. Judul Praktikum Pendengaran, Penghidu, dan Keseimbangan B. Waktu Pelaksanaan Praktikum Hari, tanggal : Selasa, 07 April 2014 Waktu : 13.00 s/d 15.00 C. Tujuan praktikum - Setelah praktikum ini praktikan diharapkan paham mengenai fungsi pendengaran - Setelah praktikum ini praktikan diharapkan paham mengenai fungsi keseimbangan - Setelah praktikum ini praktikan diharapkan paham mengenai pemeriksaan fungsi pendengaran D. Dasar teori 1. Gelombang suara dan fisiologi pendengaran a. Gelombang suara Gelombang suara adalah getaran udara yang merambat dan terdiri dari daerah-daerah bertekanan tinggi karena kompresi (pemampatan) molekul- molekul udara yang berselang-seling dengan daerah- daerah bertekanan rendah karena penjarangan (rarefaction) molekul tersebut. Setiap alat yang

FUNGSI PENDENGARAN

Embed Size (px)

DESCRIPTION

telinga sebagai organ pendengaran dan organ keseimbangan

Citation preview

Page 1: FUNGSI PENDENGARAN

I. PENDAHULUAN

A. Judul Praktikum

Pendengaran, Penghidu, dan Keseimbangan

B. Waktu Pelaksanaan Praktikum

Hari, tanggal : Selasa, 07 April 2014

Waktu : 13.00 s/d 15.00

C. Tujuan praktikum

- Setelah praktikum ini praktikan diharapkan paham mengenai fungsi

pendengaran

- Setelah praktikum ini praktikan diharapkan paham mengenai fungsi

keseimbangan

- Setelah praktikum ini praktikan diharapkan paham mengenai pemeriksaan

fungsi pendengaran

D. Dasar teori

1. Gelombang suara dan fisiologi pendengaran

a. Gelombang suara

Gelombang suara adalah getaran udara yang merambat dan terdiri dari

daerah-daerah bertekanan tinggi karena kompresi (pemampatan) molekul-

molekul udara yang berselang-seling dengan daerah-daerah bertekanan

rendah karena penjarangan (rarefaction) molekul tersebut. Setiap alat yang

mampu menghasilkan pola gangguan molekul udara tersebut adalah sumber

suara. Suatu contoh sederhana adalah garpu tala (Sherwood, 2012).

Suara ditandai oleh (Sherwood, 2012):

1) Nada (tone)

Nada suatu suara (misalnya nada C atau G) ditentukan oleh

frekuensi getaran. Semakin besar frekuensi getaran, semakin tinggi

nada. Gelombang suara yang dapat dideteksi oleh telinga manusia

Page 2: FUNGSI PENDENGARAN

adalah mulai dari frekuensi dari 20 sampai 20.000 siklus per detik,

tetapi paling peka untuk frekuensi antara 1000 dan 4000 siklus per

detik.

2) Intensitas (kekuatan)

Intensitas suara bergantung pada amplitude gelombang suara atau

perbedaan tekanan antara daerah pemadatan bertekanan tinggi dan

daerah peregangan bertekanan rendah. Dalam rentang pendengaran,

semakin besar amplitudo, semakin keras suara. Telinga manusia

dapat mendengar intensitas suara dengan kisaran yang lebar, dari

bisikan paling lemah hingga bunyi pesawat lepas landas yang

memekakkan telinga. Kekuatan suara diukur dalam decibel (dB),

yaitu ukuran logaritmik intensitas dibandingkan dengan suara paling

lemah yang masih terdengar. Karena hubungannya yang logaritmik,

maka setiap 10 dB menunjukkan peningkatan 10 kali lipat kekuatan

suara.

3) Warna suara (kualitas)

Warna suara, atau kualitas suara bergantung pada overtone, yaitu

frekuensi tambahan yang mengenai nada dasar. Nada tambahan

memiliki peran menimbulkan perbedaan karakteristik suara orang.

Warna suara memungkinkan pendengar membedakan sumber

gelombang suara, karena setiap sumber suara menghasilkan pola nada

tambahan yang berbeda-beda.

Gambar 1.1 Sifat gelombang suara (Sherwood, 2012).

b. Fisiologi Pendengaran

Page 3: FUNGSI PENDENGARAN

Proses pendengaran terjadi mengikuti alur yang dimulai dari adanya

gelombang suara yang mencapai membran tympani. Gelombang suara yang

memiliki tekanan tinggi dan rendah berselang seling menyebabkan gendang

telinga yang sangat peka tersebut menekuk keluar masuk seirama dengan

frekuensi gelombang suara. Saat membran timpani bergetar rantai tulang-

tulang tersebut juga bergerak dengan frekuensi sama sebagai respon

terhadap gelombang suara, memindahkan frekuensi gerakan tersebut dari

membrana timpani ke jendela oval. Tulang stapes yang bergetar masuk

keluar dari tingkat oval menimbulkan getaran pada perilimfe di skala

vestibuli. Oleh karena luas permukaan membran tympani 22 kali lebih

besar dari luas tingkap oval, maka terjadi penguatan tekanan gelombang

suara15-22 kali pada tingkap oval. Selain itu, efek dari pengungkit tulang-

tulang pendengaran juga turut berkontribusi dalam peningkatan tekanan

gelombang suara (Guyton, 2007; Sherwood, 2012).

Gerakan stapes yang menyerupai piston terhadap jendela oval

menyebabkan timbulnya gelombang tekanan di kompartemen atas. Karena

cairan tidak dapat ditekan, tekanan dihamburkan melalui dua cara sewaktu

stapes menyebabkan jendela oval menonjol kedalam yaitu, perubahan

posisi jendela bundar dan defleksi membrana basilaris (Sherwood, 2012).

Pada jalur pertama, gelombang tekanan mendorong perilimfe ke depan

di kompartemen atas, kemudian mengelilingi helikoterma, dan ke

kompartemen bawah, tempat gelombangtersebut menyebabkan jendela

bundar menonjol ke luar untuk mengkompensasi peningkatan tekanan.

Ketika stapes bergerak mundur dan menarik jendela oval ke luar, perilimfe

mengalir ke arah yang berlawanan mengubah posisi jendela bundar ke arah

dalam (Sherwood, 2012).

Pada jalur kedua, gelombang tekanan frekuensi yang berkaitan dengan

penerimaan suara mengambil jalan pintas. Gelombang tekanan di

kompartemen atas dipindahkan melalui membrana vestibularis yang tipis,

ke dalam duktus koklearis dan kemudian melalui mebrana basilaris ke

Page 4: FUNGSI PENDENGARAN

kompartemen bawah, tempat gelombang tersebut menyebabkan jendela

bundar menonjol bergantian (Sherwood, 2012).

Membran basilaris yang terletak dekat telinga tengah lebih pendek dan

kaku, akan bergetar bila ada getaran dengan nada rendah. Getaran yang

bernada tinggi pada perilimfe skala vestibuli akan melintasi membrana

vestibularis yang terletak dekat ke telinga tengah. Sebaliknya nada rendah

akan menggetarkan bagian membrana basilaris di daerah apeks. Getaran ini

kemudian akan turun ke perilimfe skala tympani, kemudian keluar melalui

tingkap bulat ke telinga tengah untuk diredam. Karena organ corti

menumpang pada membrana basilaris, sewaktu membrana basilaris

bergetar, sel-sel rambut juga bergerak naik turun dan rambut-rambut

tersebut akan membengkok ke depan dan belakang sewaktu membrana

basilaris menggeser posisinya terhadap membrana tektorial

(Sherwood, 2012).

Perubahan bentuk mekanis rambut yang maju mundur ini

menyebabkan saluran-saluran ion gerbang mekanis di sel-sel rambut

terbuka dan tertutup secara bergantian. Hal ini menyebabkan perubahan

potensial depolarisasi dan hiperpolarisasi yang bergantian. Sel-sel rambut

berkomunikasi melalui sinaps kimiawi dengan ujung-ujung serat saraf

aferen yang membentuk saraf auditorius (koklearis) (Sherwood, 2012).

Depolarisasi sel-sel rambut menyebabkan peningkatan kecepatan

pengeluaran zat perantara mereka yang menaikan potensial aksi di serat-

serat aferen. Sebaliknya,kecepatan pembentukan potensial aksi berkurang

ketika sel-sel rambut mengeluarkan sedikit zat perantara karena mengalami

hiperpolarisasi saat membrana basilaris bergerak ke bawah. Perubahan

potensial berjenjang di reseptor mengakibatkan perubahan kecepatan

pembentukan potensial aksi yang merambat ke otak. Cara inilah yang

digunakan agar gelombang suara diterjemahkan menjadi sinyal saraf yang

dapat diterima oleh otak sebagai sensasi suara (Sherwood, 2012).

Page 5: FUNGSI PENDENGARAN

2. Gangguan pendengaran dan penyebabnya

a. Tuli Konduksi / Conduction Hearing Loss (CHL)

Penyebab dari tuli konduksi, misalnya Penyakit telinga luar, terdiri

dari Atresia liang telinga, Sumbatan oleh serumen, Otitis eksterna

sirkumskripta Dan Osteoma liang telinga Sedangkan pada Penyakit telinga

tengah, terdiri dari Sumbatan tuba eustachius, Otitis media, Otosklerosis,

Timpanosklerosis, Hemotimpanum, Dislokasi tulang pendengaran

(Mansjoer A, 2010).

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Maharjan dkk tahun 2009 di

Teaching Hospital, Sinamangal, Nepal dengan penelitian yang berjudul

“Observation of hearing loss in patients with chronic suppurative otitis

media tubotympanic type” didapatkan hasil, bahwa terdapat hubungan yang

signifikant antara otitis media supuratif dengan terjadinya tuli konduksi, ini

terlihat dari hasil penelitian, bahwa sebanyak 119 telinga dari 100 pasien

mengalami perforasi membran tympani, dengan 72 telinga yang mengalami

perforasi MT yang luas yang terbagi pada 4 quadran menunjukkan tuli

konduksi berat, 45 telinga mengalami tuli konduksi sedang, 22 telinga

mengalami tuli konduksi sedang ringan, dan 2 telinga mengalami tuli

konduksi ringan. Sedangkan pada pasien dengan perforai kecil pada 1

quadran menujukkan sedikit penurunan pendengaran (Mansjoer A, 2010).

Dari penelitian ini pula di dapatkan hasil bahwa perforasi dibagian

posterior yang paling banyak menyebabkan tuli konduksi. Hal tersebut

menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara luasnya perforasi MT

dengan terjadinya tuli konduksi (Soepardi, 2010).

Tuli konduksi terjadi bila ada sesuatu bendungan yang menghalangi

proses hantaran gelombang suara, bendungan ini bisa bermacam-macam

seperti serumen, infeksi, kerusakan membran timpani maupun kerusakan

tulang pendengaran (Soepardi, 2010).

Gejala yang utama adalah adanya penurunan pendengaran dimana

Penurunan pendengaran tersebut dapat disertai dengan gejala-gejala lain

Page 6: FUNGSI PENDENGARAN

sesuai dengan penyebab tuli konduksi itu sendiri seperti rasa gatal, nyeri,

buntu, tinitus, othorea, dll (Soepardi, 2010).

Dari pemeriksaan didapatkan tanda-tanda adanya kelainan pada telinga

luar dan tengah seperti serumen pada MAE, furunkel, atresia liang

telinga,perforasi membran timpani dll (Antonelli, 2013).

Ada juga Tes Weber untuk membandingkan hantaran tulang telinga

kiri dengan telinga kanan. Caranya adalah Penala digetarkan dan tangkai

penala diletakkan di garis tengah kepala, apabila bunyi penala lebih

terdengar keras pada salah satu telinga disebut lateralisasi ke telinga

tersebut. Bila tidak dapat dibedakan ke arah telinga mana bunyi terdengar

lebih keras disebut tidak ada lateralisasi. Hasil tes Weber pada penderita tuli

konduksi adalah lateralisasi ke telinga yang sakit (Mulyarjo, 2008).

Selain itu Tes Schwabach untuk membandingkan hantaran tulang

orang yang diperiksa dengan pemeriksa yang pendengarannya normal.

Penala digetarkan, tangkai penala diletakkan pada prosesus mastoideus

sampai tidak terdengar bunyi. Kemudian tangkai penala dipindah ke

prosesus mastoideus pemeriksa (Mulyarjo, 2008).

Bila pemeriksa masih mendengar disebut schwabach memendek, bila

pemeriksa tidak dapat mendengar, pemeriksaan diulang dengan meletakkan

penala pada prosesus mastoideus pemeriksa dulu, bila pasien masih dapat

mendengar bunyi disebut schwabach memanjang dan bila pasien dan

pemeriksa sama-sama mendengarnya disebut schwabach sama. Hasil tes

Schwabach pada penderita tuli konduksi adalah memanjang

(Soepardi, 2012).

Penatalaksanaan dan terapi utama tuli konduksi adalah dengan

mengatasi kelainan atau penyakit yang menyebabkan tuli konduksi tersebut,

jika penyebabnya berupa Atresia liang telinga maka harus dilakukan

Operasi rekonstruksi untuk memperbaiki fungsi pendengaran dan untuk

kosmetik juga (Soepardi, 2012).

Jika Serumen, dilakukan dengan membersihkan serumen di liang

telinga bisa dengan pengait, suction, atau dengan irigasi (Soepardi, 2012).

Page 7: FUNGSI PENDENGARAN

Jika Otitis Eksterna Sirkumsripta yang dilakukan adalah Incisi dinding

furunkel yang ebal, aspirasi abcess, antibiotika, analgetika

(Soepardi, 2012). Osteoma liang telinga dilakukan Pengangkatan Tumor

(Pracy, 2009). Sumbatan Tuba Eustachius dilakukan pengobatan terutama

bertujuan untuk membuka kembali tuba sehingga tekanan negatif di telinga

hilang yaitu dengan pemberian tetes hidung efedrin hcl. Antibiotika

diberikan bila penyebabnya kuman (Mulyarjo, 2008).

Otitis Media diberikan pengobatan sesuai dengan macam-macam

otitis media dan stadiumnya, pengobatan bertujuan menyembuhkan

peradangan yang terjadi pada telinga tengah. Pada Otitis media supuratif

kronis dimana penderita tetap tuli walaupun sudah menjalani operasi

rekonstruksi telinga maka pasien bisa memakai alat bantu dengar

(Patrick, 2012).

Otosklerosis, pengobatan penyakit ini adalah operasi stapedektomi

atau stapedotomi dimana stapes diganti dengan bahan protesis, bila tidak

dapat dioperasi dapat digunakan alat bantu dengar untuk sementara

membantu pendengaran pasien (Mulyarjo, 2008). Timpanosklerosis,

dilakukan timpanolasti. Hemotimpanum, kita konservatif dengan absorpsi

darah dan antibiotika (Mansjoer A, 2010).

b. Tuli Persepsi / Sensorineural Hearing Loss (SNHL)

Tuli sensorineural adalah tuli yang terjadi karena adanya gangguan

pada telinga dalam atau pada jalur saraf dari telinga dalam ke otak. Tuli

sensorineural merupakan masalah bagi jutaan orang. Kehilangan

pendengaran ini dibagi dalam beberapa derajat, yaitu ringan, sedang,dan

berat.Tuli ini dapat mengenai segala usia dengan etiologi yang berbeda-

beda.Sekitar 50% kasus merupakan faktor genetik dan 50 % lagi didapat

(acquired) (Adam, 2012)

Tuli sensorineural dibagi dalam tuli sensorineural koklea dan

retrokoklea. Tuli sensorineural koklea disebabkan oleh kelainan kongenital,

labirintitis (oleh bakteri/virus), intoksikasi obat, selain itu juga dapat

disebabkan oleh tuli mendadak, trauma kapitis, trauma akustik dan pajanan

Page 8: FUNGSI PENDENGARAN

bising.Sedangkan tuli sensorineural retrokoklea disebabkan oleh neuroma

akustik, tumor sudut pons serebelum, mieloma multipel, cedera otak,

perdarahan otak dan kelainan otak lainnya (Mulyarjo, 2008).

Jumlah orang Amerika dengan gangguan pendengaran memiliki

angkakejadian dua kali lipat selama 30 tahun terakhir. Berdasarkan data

yang diperoleh dari surveifederal, didapatkan prevalensi untuk individu

yang berusia tiga tahun atau lebih yangmengalami gangguan pendengaran

berkisar 13,2 juta (1971), 14,2 juta (1977), 20,3 juta(1991), dan 24,2 juta

(1993). Seorang peneliti independen memperkirakan bahwa 28,6 juta orang

Amerika memiliki gangguan pendengaran pada tahun 2000. Gangguan pendengaran

sensorineural mendadak ditemukan hanya 10-15% dari jumlah pasien.

Insidensi tahunangangguan pendengaran sensorineural diperkirakan adalah

5 sampai 20 kasus per 100.000 orang. Paparan dengan kebisingan telah

lama dikenal sebagai faktor risiko untuk gangguan pendengaran Lebih dari

30 juta orang Amerika yang terkena tingkat suara berbahaya secara teratur

(Mulyarjo, 2008).

Tuli sensorineural koklea disebabkan oleh aplasia (congenital),

labirinitis (oleh bakteri/virus), intoksikasi obat streptomisin, kanamisin,

garamisin, neomisin, kina, asetosal atau alkohol. Selain itu, tuli

sensorineural juga dapat disebabkan oleh tuli mendadak (sudden deafness),

trauma kapitis, trauma akustik, dan pajanan bising. Dan tuli sensorineural

retrokoklea disebabkan oleh neuroma akustik, tumor sudut pons serebelum,

mieloma multipel, cedera otak, perdarahan otak, dan sebagainya

(Mulyarjo, 2008).

Perjalanan penyakit dari tuli sensorineural disebabkan oleh beberapa

hal sesuai dengan etiologi yang sudah disebutkan diatas. Pada tuli

sensorineural (perseptif) kelainan terdapat pada koklea (telinga dalam),

nervus VIII atau di pusat pendengaran. Sel rambut dapat dirusak oleh

tekanan udara akibat terpapar oleh suara yang terlalu keras untuk jangka

waktu yang lama dan iskemia. Kandungan glikogen yang tinggi membuat

Page 9: FUNGSI PENDENGARAN

sel rambut dapat bertahan terhadap iskemia melalui glikolisis anaerob

(Mulyarjo, 2008).

Sel rambut juga dapat dirusak oleh obat-obatan, seperti antibiotik

aminoglikosida dan agen kemoterapeutik cisplatin, yang melalui stria

vaskularis akan terakumulasi di endolimfe. Hal ini yang menyebabkan tuli

telinga dalam yang nantinya mempengaruhi konduksi udara dan tulang.

Ambang pendengaran dan perpindahan komponen aktif membran basilar

akan terpengaruh sehingga kemampuan untuk membedakan berbagai nada

frekuensi yang tinggi menjadi terganggu. Akhirnya, depolarisasi sel rambut

dalam tidak adekuat dapat menghasilkan sensasi suara yang tidak biasa dan

mengganggu (tinnitus subyektif). Hal ini bias juga disebabkan oleh eksitasi

neuron yang tidak adekuat pada jaras pendengaran atau korteks auditorik.

(Mulyarjo, 2008).

Kekakuan membran basilar mengganggu mikromekanik yang akan

berperan dalam ketulian pada usia lanjut. Tuli telinga dalam juga

disebabkan oleh sekresi endolimfe yang abnormal. Jadi, loop diuretics pada

dosisi tinggi tidak hanya menghambat kotranspor Na+ -K+ -2Cl- ginjal,

tetapi juga di pendengaran. Kelainan genetik pada kanak K+ di lumen juga

diketahui menyebabkan hal tersebut. Kanal K+ terdiri atas dua subunit

(IsK/KvLQT1) yang juga diekspresikan pada organ lain, berperan dalam

proses repolarisasi. Defek KvLQT1 atau IsK tidak hanya mengakibatkan

ketulian, tetapi juga perlambatan repolarisasi miokardium (Mulyarjo, 2008).

Ganggguan penyerapan endolimfe juga dapat menyebabkan tuli di

mana ruang endolimfe menjadi menonjol keluar sehingga mengganggu

hubungan antara sel rambut dan membran tektorial (edema endolimfe).

Akhirnya, peningkatan permeabilitas antara ruang endolimfe dan perilimfe

yang berperan dalam penyakit Meniere yang ditandai dengan serangan tuli

dan vertigo (Mulyarjo, 2008).

Gangguan pendengaran mungkin timbul secara bertahap atau tiba-tiba.

Gangguan pendengaran mungkin sangat ringan, mengakibatkan kesulitan

kecil dalam berkomunikasi atau berat seperti ketulian. Kehilangan

Page 10: FUNGSI PENDENGARAN

pendengaran secara cepat dapat memberikan petunjuk untuk penyebabnya.

Jika gangguan pendengaran terjadi secara mendadak, mungkin disebabkan

oleh trauma atau adanya gangguan dari sirkulasi darah. Sebuah onset yang

tejadi secara bertahap bisa dapat disebabkan oleh penuaan atau tumor

(Mulyarjo, 2008).

Gejala seperti tinitus (telinga berdenging) atau vertigo (berputar

sensasi), mungkin menunjukkan adanya masalah dengan saraf di telinga

atau otak. Gangguan pendengaran dapat terjadi unilateral atau bilateral.

Kehilangan pendengaran unilateral yang paling sering dikaitkan dengan

penyebab konduktif, trauma, dan neuromas akustik. Nyeri di telinga

dikaitkan dengan infeksi telinga, trauma, dan obstruksi pada kanal. Infeksi

telinga juga dapat menyebabkan demam (Adam, 2012).

Beberapa penyakit yang dapat dijadikan sebagai diagnosis banding

tuli sensorineural,antara lain barotrauma, serebrovaskular hiperlipidemia,

efek akibat terapi radiasi, traumakepala, lupus eritematosus, campak,

multiple sclerosis, penyakit gondok, neoplasma kanal telinga, neuroma,

otitis externa, otitis media dengan pembentukan kolesteatoma, ototoxicity ,

poliartritis, gagal ginjal, dan sipilis (Mulyarjo, 2008)

Tuli sensorineural tidak dapat diperbaiki dengan terapi medis atau

bedah tetapi dapat distabilkan. Tuli sensorineural umumnya diperlakukan

dengan menyediakan alat bantu dengar (amplifikasi) khusus. Volume suara

akan ditingkatkan melalui amplifikasi, tetapi suara akan tetap teredam. Saat

ini, alat bantu digital yang di program sudah tersedia, dimana dapat diatur

untuk menghadapi keadaan yang sulit untuk mendengarkan

(Mulyarjo, 2008).

Tuli sensorineural yang disebabkan oleh penyakit metabolik tertentu

(diabetes, hipotiroidisme, hiperlipidemia, dan gagal ginjal) atau gangguan

autoimun (poliartritis dan lupus eritematosus) dapat diberikan pengobatan

medis sesuai penyakit yang mendasarinya. Beberapa individu dengan tuli

sensorineural yang berat, dapat dipertimbangkan untuk melakukan

implantasi bedah perangkat elektronik di belakang telinga yang disebut

Page 11: FUNGSI PENDENGARAN

implan koklea yang secara langsung merangsang saraf pendengaran

(Mulyarjo, 2008).

Pasien dengan gangguan pendengaran sensorineural yang berat

mungkin dapat mendengar suara setelah melakukan implantasi koklea. Jika

tinitus disebabkan oleh tumor akustik, otosklerosis, atau kondisi tekanan

telinga meningkat dalam hidrolik (sindromMeniere), operasi untuk

mengangkat lesi atau menyamakan tekanan dapat dilakukan. Tinitus

berkurang atau sembuh sekitar 50% dari kasus yang berat setelah menjalani

operasi (Mulyarjo, 2008).

3. Tes pendengaran, prinsip, dan interpretasinya

a. Tes bisik

Ada 3 syarat utama bila kita melakukan tes bisik, yaitu (Soepardi, 2010) :

1) Syarat tempat

- Ruangan harus sunyi

- Tidak terjadi echo / gema. Caranya dinding dibuat tidak rata, atau

dilapis dengan soft board maupun korden.

- Jarak minimal 6 meter.

2) Syarat penderita

- Kedua mata penderita kita tutup agar ia tidak melihat gerakan bibir

pemeriksa.

- Telinga pasien yang diperiksa, dihadapkan ke arah pemeriksa.

- Telinga pasien yang tidak diperiksa, ditutup (masking). Caranya

dengan menekan tragus ke arah meatus akustikus eksternus atau

dengan menyumbat telinga menggunakan kapas yang telah dibasahi

gliserin.

- Penderita diminta mengulangi dengan keras dan jelas setiap kata

yang diucapkan pemeriksa.

3) Syarat pemeriksa

- Pemeriksa membisikkan kata menggunakan cadangan udara paru-

paru setelah fase ekspirasi.

Page 12: FUNGSI PENDENGARAN

- Pemeriksa membisikkan 1 atau 2 suku kata yang telah dikenal

penderita. Biasanya kita menyebutkan nama benda-benda yang ada

disekitar kita.

Teknik pemeriksaan pada tes bisik, yaitu :

Penderita dan pemeriksa sama-sama berdiri. Hanya pemeriksa yang

boleh berpindah tempat. Pertama-tama pemeriksa membisikkan kata pada

jarak 1 meter dari penderita. Pemeriksa lalu mundur pada jarak 2 meter

dari penderita bilamana penderita mampu mendengar semua kata yang kita

bisikkan. Demikian seterusnya sampai penderita hanya mendengar 80%

dari semua kata yang kita bisikkan kepadanya. Jumlah kata yang kita

bisikkan biasanya 5 atau 10. Jadi tajam pendengaran penderita kita ukur

dari jarak antara pemeriksa dengan penderita dimana penderita masih

mampu mendengar 80% dari semua kata yang kita ucapkan (4 dari 5 kata).

Kita dapat lebih memastikan tajam pendengaran penderita dengan cara

mengulangi pemeriksaan. Misalnya tajam pendengaran penderita 4 meter.

Kita maju pada jarak 3 meter dari pasien lalu membisikkan 5 kata dan

penderita mampu mendengar semuanya. Kita kemudian mundur pada jarak

4 meter dari penderita lalu membisikkan 5 kata dan penderita masih

mampu mendengar 4 kata (80%) (Soepardi, 2010).

b. Tes Penala

Dasar fisiologi pemeriksaan:

Telinga dalam (koklea) terletak pada kavitas bertulang di dalam os

temporalis (labyrinth tulang) à getaran di seluruh tulang tengkorak dapat

menyebabkan getaran pada cairan koklea (Soepardi, 2010).

Masking phenomenonà adanya bunyi akan menurunkan kemampuan

seseorang mendengar bunyi lain à masa refrakter relatif dan absolut

reseptor dan serat n.auditorik à berkaitan dengan nada (Soepardi, 2010).

Berikut yang termasuk dalam rangkaian tes penala sebagai penilaian tuli

secara kualitatif (Soepardi, 2010) :

1) Tes Rinne

- Merupakan tes kualitatif

Page 13: FUNGSI PENDENGARAN

- Tes Rinne ini bertujuan untuk membandingkan hantaran melalui

udara dan hantaran melalui tulang

- Cara pemeriksaan :

a) Penala digetarkan

b) Dasar penala diletakan pada prosesus mastoideus telinga yang

akan diperiksa.

c) Jika op tidak mendengar bunyi lagi, penala di pindahkan ke

depan liang telinga, ± 2,5 cm dari liang telinga.

- Interpretasi :

a) Normal à AC : BC = 2:1

b) Rinne (+) : intensitas AC > BC à Telinga normal atau tuli

saraf

c) Rinne (-) : intensitas AC < BC à Tuli Konduktif

2) Tes Weber

- Tes weber ini bertujuan untuk membandingkan hantaran tulang

telinga kiri dengan telinga kanan.

- Cara pemeriksaan :

a) Penala digetarkan.

b) Dasar penala diletakkan pada garis tengah kepala : ubun-

ubun, glabella, dagu, pertengahan gigi serià paling sensitif)

- Interpretasi :

a) Tak ada lateralisasi à normal

b) Lateralisasi ke telinga yang sakit à telinga tsb tuli konduktif

c) Lateralisasi ke telinga yang sehat à telinga yang sakit tuli

saraf

3) Tes Schwabach

- Tes schwabach ini bertujuan untuk membandingkan hantaran

tulang orang yang diperiksa dengan pemeriksa yang

pendengarannya normal.

- Cara pemeriksaan :

a) Penala digetarkan.

Page 14: FUNGSI PENDENGARAN

b) Dasarnya diletakkan ada prosesus mastoideus op

c) Bila sudah tidak didengar lagi, penala dipindahkan pada

proc.mastoideus pemeriksa.

d) Bila masih terdengarà kesan: pendengaran op memendek.

e) Bila pemeriksa juga tidak mendengar à ulangi tes kembali.

f) Penala digetarkan kembali dan diletakkan di proc.mastoideus

pemeriksa terlebih dahulu, bila sudah tidak terdengar lagi

pindahkan pada op

- Interpretasi :

a) Normal apabila BC op = BC pemeriksa .

b) Bila BC op < pemeriksa à Schwabach memendek à telinga

op yang diperiksa tuli saraf

c) Bila BC op > pemeriksa à Schwabach memanjang à telinga

op yang diperiksa tuli konduktif.

c. Audiogram

Audiometri berasal bahasa Latin yaitu dari kata audire yang bearti

pendengarandan metrios yang berarti mengukur, jadi secara hafiah

audiometric adalah pemeriksaan untuk menguji fungsi pendengaran.

Audiometri adalah sebuah alat yang digunakan untuk mengetahui level

pendengaran seseorang. Pemeriksaan audiometri dalam ilmu medis maupun

ilmu hiperkes tidak saja dapat digunakan untuk mengukur ketajaman

pendengaran, tetapi juga dapat untuk menentukan lokasi kerusakan

anatomis yang menimbulkan gangguan pendengaran. Alat yang digunakan

untuk menguji pendengaran adalah audiometer yang pada kedua belah

telinga secara bergantian (Asroel, 2009).

Audiometer merupakan suatu peralatan elektronik yang digunakan

untuk menguji pendengaran, dima audiometer mampu menghasilkan suara

yang memenuhi syarat sebagai bahan pemeriksa yaitu frekuensi (125-8000),

dan intensitas suara yang dapat diukur (-10 s/d 100 dB) (Asroel, 2009).

Page 15: FUNGSI PENDENGARAN

Gambar 1.2 Konsep Audiometri Dasar (Asroel, 2009)

Indikasi pemeriksaan audiometri diantaranya adalah (Asroel, 2009) :

1) Adanya penurunan pendengaran

2) Telinga berbunyi dengung (tinitus)

3) Rasa penuh di telinga

4) Riwayat keluar cairan

5) Riwayat terpajan bising

6) Riwayat trauma

7) Riwayat pemakaian obat ototoksik 

8) Riwayat gangguan pendengaran pada keluargai.

Gangguan keseimbanganPemeriksaan audiometri memerlukan

audiometri ruang kedap suara, audiologis,dan pasien yang kooperatif.

Prinsip dasar pemeriksaan audiometri ini adalah pemeriksaan pada

bermacam-macam frekunsi dan intensitas suara (dB) ditransfer melalui

headset  atau bone conductor ke telinga atau mastoid dan batasan intensitas

suara (dB) pasien yang tidak dapat didengar lagi dicatat melalui program

computer atau diplot secara manual pada kertas grafik (Asroel, 2009).

Gambar 1.3 Audimeter (Asroel, 2009)

Page 16: FUNGSI PENDENGARAN

Audiogram merupakan hasil pemeriksaan dengan audiometer yang

berupacatatan grafis yang diambil dari hasil tes pendengaran dengan

audiometer, yang berisi grafik ambang pendengaran pada berbagai frekuensi

terhadap intensitas suaradalam desibel (dB). (Asroel,2009)

Gambar 1.4 Audiogram (Asroel, 2009)

Keterangan :

- Gunakan tinta merah untuk telinga kanan, dan tinta biru untuk telinga

kiri

- Hantaran udara (Air Conduction = AC)

Kanan = O

Kiri = X

- Hantaran udara (Air Conduction = AC) dengan masking

Kanan = Δ

Kiri =

- Hantaran tulang (Bone Conduction = BC)

Kanan = <

Kiri = >

- Hantaran tulang (Bone Conduction = BC) dengan masking

Kanan = с 

Kiri =  

Page 17: FUNGSI PENDENGARAN

- Hantaran udara (AC) dihubungkan dengan garis lurus ( ) dengan

menggunakan tinta merah untuk telinga kanan dan biru untuk telinga

kiri.

- Hantaran tulang (BC) dihubungkan dengan garis putus-putus

( - - - - - -) dengan menggunakan tinta merah untuk telinga kanan dan

biru untuk telinga kiri.

Interpretasi audiogram :

1) Audiogram Normal (telinga kanan)

AC dan BC berimpit atau kurang dari 25dB.

Gambar 1.5 Audiogram Normal-telinga kanan (Asroel, 2009)

2) Gangguan Dengar Konduktif 

Diagnosis gangguan dengar kondukstif ditegakkan berdasarkan

prinsip bahwa gangguan konduktif (telinga tengah) menyebabkan

gangguan hantaran udara yang lebih besar daripada hantaran tulang,

disini terdapat ambanghantaran tulang turun menjadi 15 dB pada

200Hz (Guyton, 2007).

Penyebab ketulian koduktif seperti penyumbatan liang telinga,

contohnya serumen, terjadinya OMA, OMSK, penyumbatan tuba

eustachius. Setiapkeadaan yang menyebabkan gangguan pendengaran

seperti fiksasikongenitalm fiksasi karena trauma, dislokasi rantai

tulang pendengaran, jugaakan menyebabkan peninggian amabang

hantaran udara dengan hantarantulang normal. Gap antara hantran

Page 18: FUNGSI PENDENGARAN

tulang dengan hantaran udaramenunjukkan beratnya ketulian

konduktif. Konfigurasi audiogram pada tulikonduktif biasanya

menunjukkan pendengaran lebih pada frekuensi rendah

(Guyton, 2007).

Gambar 1.6 Gangguan dengan Konduktif (CHL) (Guyton, 2007)

3) Gangguan Dengar Sensorineural (SNHL)

Tuli sensorineural terjadi bila didapatkan ambang pendengaran

hantarantulang dan udara lebih dari 25 dB. Tuli sensorineural ini

terjadi bila terdapatgangguan koklea, N.auditorius (NVIII) sampai ke

pusat pendengarantermasuk kelainan yang terdapat didalam batang

otak.2 Kelainan pada pusat pendengaaran saja (gangguan pendengaran

sentral) biasanya tidak menyeababkan gangguan dengar untuk nada

murni, namun tetap terdapat gangguan pendengaran tertentu.

Gangguan pada koklea terjadi karena dua cara, pertama sel rambut

didalam koklea rusak, kedua karena stereosilia dapathancur. Proses ini

dapat terjadi karenainfeksi virus, obat ototoxic, dan biasaterpapar

bising yang lama, dapat pula terjadi kongenital. (Guyton, 2007)

Page 19: FUNGSI PENDENGARAN

Gambar 1.7 Gangguan dengan sensorineural (SNHL)

(Guyton, 2009).

4) Gangguan Dengar Campuran

Kemungkinan tarjadinya kerusakan koklea disertai sumbatan

serumenyang padat dapat terjadi. Level konduksi tulang menunjukkan

gangguanfungsi koklea ditambah dengan penurunan pendengaran

karena sumbatankonduksi udara mengambarkan tingkat ketulian yang

disebabkan olehkomponen konduktif.Perbedaan anatara level hantaran

udara dan tulang dikenal sebagai “jarak udara-tulang” atau “air-bone

gap”. Jarak udara-tulang merupakan suatuukuran dari komponen

konduktif dari suatu gangguan pendengaran. Level hantaran udara

menunjukkan tingkat patologi koklea, kadang disebut

sebagai“cochlear reserve” atau cabang koklea. (Guyton, 2007)

4. Organ keseimbangan

Telinga dalam memiliki aparatus vestibularis, komponen khusus yang

memberi informasi esensial bagi sensasi keseimbangan dan untuk koordinasi

gerakan kepala dengan gerakan mata dan postur. Aparatus vestibularis terdiri

dari kanalis sirkularis dan organ otolit, yaitu utrikulus dan sakulus. Aparatus

vestibularis berfungsi untuk mendeteksi perubahan posisi dan gerakan kepala.

Semua komponen aparatus vestibularis mengandung endolimfe dan dikelilingi

oleh perilimfe, mengandung sel rambut yang berespon terhadap deformasi

Page 20: FUNGSI PENDENGARAN

mekanis yang dipicu oleh gerakan spesifik endolimfe. Sel rambut dapat

mengalami depolarisasi bergantung pada arah gerakan cairan

(Sherwood, 2012).

Kanalis semisirkularis mendeteksi akselerasi atau deselerasi kepala

rotasional atau angular. Masing – masing telinga mengandung tiga kanalis

semisirkularis yang tersusun dalam bidang tiga dimensi yang tegak lurus satu

sama lain. Pada dasar setiap kanalis sirkularis terdapat suatu pembesaran yang

disebut ampula. Rambut – rambut terbenam di dalam lapisan gelatinosa di

atasnya, disebut kupula, menonjol ke dalam endolimfe di dalam ampula.

Kupula bergoyang sesuai arah gerakan cairan. Pada awal bergerak, cairan di

dalam kanalis tidak bergerak searah dengan rotasi tetapi tertinggal di belakang

akibat inersia. Sel rambut vestibularis terdiri dari kinosilium, bersama dengan

20 sampai 50 stereosilia (Sherwood, 2012).

Sel rambut mengalami depolarisasi bergantung pada saluran ion yang

diatur secara mekanis oleh pergeseran berkas rambut. Sel rambut membentuk

sinaps dengan ujung terminal neuron aferen yang aksonnya menyatu dengan

akson struktur vestibularis lain membentuk nervus vestibularis

(Sherwood, 2012).

Organ otolit memberi informasi tentang posisi kepala relatif terhadap

gravitasi dan juga mendeteksi perubahan kecepatan gerakan lurus. Utrikulus

dan sakulus adalah struktur berbentuk kantung yang berada di dalam ruang

bertulang di antara kanalis semisirkularis dan koklea. Pada lapisan gelatinosa

disini terbenam banyak kristal kecil kalsium karbonat yang disebut otolit.

Utrikulus bergerak oleh setiap perubahan pada gerakan linier horizontal, saat

mulai berjalan maju mula – mula membran otolit tertinggal di belakang

endolimfe dan sel rambut karena inersianya yang lebih besar. Sakulus berfungsi

serupa denga utrikulus, namun berespon secara selektif terhadap gerakan

kepala menjauhi posisi horizontal dan terhadap akselerasi dan deselerasi linier

vertikal (Sherwood, 2012).

Page 21: FUNGSI PENDENGARAN

5. Fisiologi keseimbangan

Apparatus vestibularis merupakan bagian penting dalam telinga yang

mengatur fungsi keseimbangan dan koordinasi gerakan kepala dengan gerakan

mata serta posisi tubuh. Apparatus vestibularis meliputi kanalis semisirkularis

dan organ otolit (utrikulus dan sakulus) yang terletak di bagian temporal dekat

koklea. Komponen-komponen vestibularis memiliki sel rambut yang berespons

terhadap deformasi mekanis karena rangsangan dari gerakan spesifik endolimfe

(Sherwood, 2011).

Gambar 1.8 Bagian Telinga Dalam dan Aparatus Vestibularis

(Scanlon, 2007)

Kanalis semisirkularis terdiri dari tiga saluran semisirkuler yang

berfungsi mendeteksi akselerasi, deselerasi rotasional atau angular, misalnya

ketika mulai atau berhenti berputar, jungkir-balik, atau menengok.

Utrikulus mempunyai struktur seperti kantong di rongga bertulang antara

koklea dan kanalis semi sirkularis. Utrikulus mempunyai fungsi mendeteksi

perubahan kepala menjauhi sumbu vertikal dan mengerahkan akselerasi dan

deselerasi linear secara horizontal. Sakulus terletak di samping utrikulus yang

mempunyai fungsi mendeteksi perubahan posisi kepala menjauhi sumbu

horizontal dan mengarahkan akselerasi serta deselerasi linear secara vertikal

(Sherwood, 2011).

Page 22: FUNGSI PENDENGARAN

Pada bagian dasar saluran semisirkularis terdapat bagian

membesar yang disebut ampula. Di dalam ampula tersusun banyak sel

rambut kecil bersilia. Sel rambut berfungsi sebagai reseptor dan

dinamakan krista. Krista terbenam dalam suatu zat seperti gelatin yang

disebut kupula. Apabila kepala melakukan gerakan menggeleng,

cairan perilimfe akan bergoyang dan menstimulasi sel-sel rambut untuk

mengirimkan impuls saraf ke otak. Bagian tersebut yang berperan

dalam keseimbangan gerakan. Sementara itu, vestibulum berperan saat terjadi

kesetimbangan gravitasi. Vestibulum tersusun atas dua bagian berbentuk

kantung dan berlapis sel-sel rambut serta silia. Dua bagian ini meliputi sakulus

dan utrikulus, yang di dalamnya berisi cairan endolimfe. Pada bagian

dinding sakulus dan utrikulus terdapat bagian yang tersusun dari zat kapur.

Organ otolit berperan dalam perubahan gravitasi saat kepala menunduk atau

menggeleng (tubuh bergerak), dapat menyebabkan otolit bergerak. Perubahan

posisi otolit tersebut mengakibatkan silia melengkung, sehingga menstimulasi

impuls saraf untuk dikirim menuju otak. Informasi dari otak menjadikan posisi

kepala dapat di ketahui (Sherwood, 2011).

E. Metode pemeriksaan

1. Pemeriksaan garpu tala

Pemeriksaan ketajaman pendengaran dapat dilakukan dengan

menggunakan garputala.Garputala (tuning fork) meruapakan suatu alat

resonator akustik yang terbentuk dari logam baja berbentuk U dengan sebuah

tangkai.Garputala mampu beresonansi pada nada yang konstan sehingga dapat

digunakan sebagai standar nada dasar.Kemampuan resonansi garputala dapat

digunakan untuk memeriksa kemampuan pendengaran manusia.Pemeriksaan

garputala bertujuan untuk membedakan jenis tuli dan lokasi tuli

berada.Pemeriksaan garputala mewajibkan pemeriksa dalam kondisi

pendengaran yang normal (Bagai, 2006).

Secara lebih spesifik, pemeriksaan pendengaran dapat dilakukan dengan

pemeriksaan, antara lain (Satyanegara, 2010) :

a. Tes Rinne

Page 23: FUNGSI PENDENGARAN

Pemeriksaan ini bertujuan untuk membandingkan konduksi tulang dan

konduksi udara. Pemeriksaan dilakukan dengan cara garputala yang

dibunyikan dan ujung pangkalnya diletakkan pada tulang mastoid pasien.

Pasien diminta untuk mendengarkan bunyinya. Apabila bunyi sudah tidak

terdengar, maka garputala didekatkan ke liang telinga. Bila masih

terdengar bunyi, maka konduksi udara lebih bak dari konduksi tulang

(Rinne Positif).Dan sebalinya, jika pasien sudah tidak mendengar bunyi,

maka didapatkan Rinne Negatif. Pada pasien normal atau tuli saraf, maka

akan didapatkan konduksi udara lebih baik daripada tulang. Sedang pada

pasien tuli konduktif, konduksi tulang lebih baik daripada konduksi udara

(Satyanegara, 2010).

b. Tes Weber

Tes Weber dilakukan dengan cara menggetarkan garputala, kemudian

meletakkan garputala tersebut pada bagian tengah dahi pasien. Pasien

diminta untuk mendengarkan bunyinya dan menentukan pada telinga mana

bunyi terdengar lebih keras. Pada orang normal, bunyi akan terdengar sama

keras antara telinga kanan dan kiri. Pada tuli saraf, bunyi tersengar lebih

keras pada telinga sehat, sedangkan pada tuli konduktif maka bunyi akan

lebih keras pada telinga yang mengalami gangguan (Satyanegara, 2010).

c. Tes Schwabach

Tes Schwabach bertujuan untuk membandingkan pendengaran pasien

dengan pendengaran pemeriksa. Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara

garputala dibunyikan, kemudian ditempatkan di liang telinga pasien.

Setelah pasien tidak mendengar bunyi, garputala didekatkan ke liang

telinga pemeriksa. Apabila masih terdengar bunyi oleh pemeriksa, maka

dikatan Schwabach memendek (untuk konduksi udara)

(Satyanegara, 2010).

Tabel 1.1 Interpretasi hasil pemeriksaan garputala (Bagai, 2006).

Tes Rinne Tes Weber Tes Schwabach Interpretasi

+ (Positif) Simetris Sama Normal

Page 24: FUNGSI PENDENGARAN

- (Negatif) Lateralisasi ke sisi

sakit

Memanjang Conductive

hearing loss

(CHL)

+ (Positif) Lateralisasi ke sisi

sehat

Memendek Sensoryneura

l hearing loss

(SNHL)

2. Audiogram

Audiologi ialah ilmu yang mempelajari tentang seluk beluk fungsi

pendengaran yang erat hubungannya dengan habilitasi dan

rehabilitasinya.Rehabilitasi ialah usaha untuk mengembalikan fungsi yang

pernah dimiliki, sedangkan habilitasi ialah usaha untuk memberikan fungsi

yang seharusnya dimiliki. Audilogi medik dibagi atas (Arsyad, 2007):

a. Audiologi Dasar

Audiologi dasar ialah pengetahuan mengenai nada murni, bising,

gangguan pendengaran, serta cara pemeriksaannya. Pemeriksaan

pendengaran dilakukan dengan : tes penala, tes berbisik, audiometri nada

murni.

b. Audiologi Khusus

Audiologi khusus diperlukan untuk membedakan tuli sensorineural

koklea dengan retrokoklea, audiometri obyektif, tes untuk tuli anorganik,

audiologi anak, audiologi industri.

Pemeriksaan audiometri nada murni perlu dipahami hal-hal seperti ini,

nada murni bising NB (narrow band) dan WN (white noise), frekuensi,

intensitas bunyi, ambang dengar, nilai nol audiometrik, standar ISO dan

ASA, notasi pada audiogram, jenis dan derajat ketulian serta gap dan

masking (Arsyad, 2007).

Pemeriksaan audiogram, dipakai grafik AC, yaitu dibuat dengan garis lurus

penuh (intensitas yang diperiksa antara 125-8000 Hz) dan grafik BC yaitu dibuat

dengan garis terputus-putus (intensitas yang diperiksa antara 250-4000 Hz).Untuk

telinga kiri dipakai warna biru sedangkan untuk telinga kanan dipakai warna

Page 25: FUNGSI PENDENGARAN

merah.Dari audiogram dapat dilihat apakah pendengaran normal atau tuli.Jenis

ketulian yaitu tuli konduksi, sensorineural atau tuli campur juga dapat ditentukan

(Soetirto, 2004).

Derajat ketulian dihitung dalam ambang dengar (AD) sebagai berikut :

AD =

Dalam menentukan derajat ketulian, yang dihitung hanya ambang dengar

hantaran udara (AC) saja (Soetirto, 2004).

Derajat ketulian ISO (International Standard Organization)

(Soetirto, 2004) :

a) 0 – 25 dB : normal

b) >25 – 40 dB : tuli ringan

c) >40 – 55 dB : tuli sedang

d) >55 – 70 dB : tuli sedang berat

e) >70 – 90 dB : tuli berat

f) >90 dB : tuli sangat berat

F. Alat dan bahan

1. Ruang sunyi (tingkat kebisingan 30 dB)

2. Penala berfrekuensi 512 Hz

G. Cara kerja

1. Tes Rinne

Tes ini dilakukan dengan cara menggetarkan garputala berukuran 512 Hz

dan meletakkannya pada processus mastoideus os temporalis. Apabila pasien

tidak dapat mendengar suara dengungan lagi, pemeriksa segera memindahkan

garputala ke 1-2 cm lateral meatus acusticus externus (Bagai, 2006).

Pasien harus memberikan tanda apabila pasien tidak dapat mendengarkan

dengungan lagi. Prinsip tes Rinne adalah membandingkan konduksi suara

melalui udara (air conduction) dengan konduksi suara melalui tulang (bone

conduction). Tes Rinne dinyatakan positif apabila AC > BC, dimana

interpretasinya bisa normal atau sensoryneural hearing loss (Bagai, 2006).

2. Tes Weber

Page 26: FUNGSI PENDENGARAN

Tes ini dilakukan dengan cara menggetarkan garputala berukuran 512 Hz

dan meletakkannya di linea mediana tepatnya di glabella os frontalis. Prinsip

dari pemeriksaan ini adalah membandingkan BC dextra et sinistra. Pasien

diminta membandingkan suara di sisi mana yang lebih terdengar jelas (Bagai,

2006).

Apabila pasien mengalami lateralisasi (suara yang menguat pada salah

satu sisi), hal ini menandakan pada sisi tersebut mungkin terjadi conductive

hearing loss maupun sensoryneural hearing loss pada sisi kontralateral.Pada

pasien sensoryneural hearing loss akan terjadi lateralisasi ke sisi yang sehat,

sedangkan pada pasien conductive hearing loss akan terjadi lateralisasi ke sisi

yang sakit (Bagai, 2006).

3. Tes Schwabah

Tes ini dilakukan dengan cara menggetarkan garputala berukuran 512 Hz

dan meletakkannya pada processus mastoideus os temporalis pasien. Prinsip

pemeriksaan ini adalah membandingkan BC penderita dan BC

pemeriksa.Apabila pasien sudah tidak dapat mendengar suara dengungan lagi,

segera pindahkan garputala ke pada processus mastoideus os temporalis

pemeriksa dan memperhatikan apakah pemeriksa masih dapat mendengarkan

suara dengungan garputala.Apabila pemeriksa masih dapat mendengar suara

garputala, maka pasien diinterpretasikan mengalami sensoryneural hearing

loss (Bagai, 2006).

Sedangkan apabila pemeriksa tidak mampu mendengar suara garpu tala,

maka pemeriksa menggetarkan kembali garputala berukuran 512 Hz dan

meletakkannya pada processus mastoideus os temporalis pemeriksa.Apabila

pemeriksa sudah tidak dapat mendengarnya, segera pindahkan ke processus

mastoideus os temporalis pasien dan memperhatikan apakah pasein masih

dapat mendengarkan suara dengungan garputala.Jika pasien masih dapat

mendengarnya, maka pasien mengalami pemanjangan, sebagai gangguan

conductive hearing loss, sedangkan jika pasien juga tidak dapat

mendengarnya, maka pasien dinyatakan normal (Bagai, 2006).

Page 27: FUNGSI PENDENGARAN

II. ISI DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Identitas Probandus :

Nama : Lathif Suryandana

Umur : 20 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Tanggal praktikum : 7 April 2015

Hasil praktikum :

Rinne Swabach Weber Diagnosis

Positif

AC > BC

Sama dengan

PemeriksaTidak ada lateralisasi Normal

B. Pembahasan

1. Tes Rinne

Pada praktikum ini, pemeriksaan rinne dengan cara menggetarkan garputala

berukuran 512 Hz dan meletakkannya pada processus mastoideus os temporalis.

Apabila pasien tidak dapat mendengar suara dengungan lagi, pemeriksa segera

memindahkan garputala ke 1-2 cm lateral meatus acusticus externus (Bagai,

2006).

Pasien harus memberikan tanda apabila pasien tidak dapat mendengarkan

dengungan lagi. Prinsip tes Rinne adalah membandingkan konduksi suara

melalui udara (air conduction) dengan konduksi suara melalui tulang (bone

conduction). Tes Rinne dinyatakan positif apabila AC > BC, dimana

interpretasinya bisa normal atau sensoryneural hearing loss (Bagai, 2006).

Interpretasi hasil dari tes rinne (Bagai, 2006) :

- Normal : Positif (Pasien mendengar setelah

diletakkan di depan liang telinga)

Page 28: FUNGSI PENDENGARAN

- Tuli sensoryneural : Positif (Pasien mendengar setelah

diletakkan di depan liang telinga)

- Tuli konduksi : Negatif (Pasien tidak mendengar penala setelah

diletakkan di depan liang telinga). Kadang-kadang

terjadi false rinne (pseudo positif atau pseudo

negatif) terjadi bila stimulus bunyi ditangkap oleh

telinga yang tidak di tes, hal ini dapat terjadi bila

telinga yang tidak dites pendengarannya jauh lebih

baik daripada yang di tes.

2. Tes Weber

Bertujuan untuk membandingkan hantaran tulang antara kedua telinga

penderita baik telinga kanan maupun telinga kiri. Tes ini dilakukan dengan cara

menggetarkan garputala berukuran 512 Hz dan meletakkannya di linea mediana

tepatnya di glabella os frontalis. Prinsip dari pemeriksaan ini adalah

membandingkan BC dextra et sinistra. Pasien diminta membandingkan suara di

sisi mana yang lebih terdengar jelas (Bagai, 2006).

Apabila pasien mengalami lateralisasi (suara yang menguat pada salah

satu sisi), hal ini menandakan pada sisi tersebut mungkin terjadi conductive

hearing loss maupun sensoryneural hearing loss pada sisi kontralateral. Pada

pasien sensoryneural hearing loss akan terjadi lateralisasi ke sisi yang sehat,

sedangkan pada pasien conductive hearing loss akan terjadi lateralisasi ke sisi

yang sakit (Bagai, 2006).

3. Tes Schwabach

Bertujuan untuk membandingkan hantaran lewat tulang antara penderita

dengan pemeriksa. Tes ini dilakukan dengan cara menggetarkan garputala

berukuran 512 Hz dan meletakkannya pada processus mastoideus os temporalis

pasien. Prinsip pemeriksaan ini adalah membandingkan BC penderita dan BC

pemeriksa. Apabila pasien sudah tidak dapat mendengar suara dengungan lagi,

segera pindahkan garputala ke pada processus mastoideus os temporalis

pemeriksa dan memperhatikan apakah pemeriksa masih dapat mendengarkan

suara dengungan garputala. Apabila pemeriksa masih dapat mendengar suara

Page 29: FUNGSI PENDENGARAN

garputala, maka pasien diinterpretasikan mengalami sensoryneural hearing loss

(Bagai, 2006).

Sedangkan apabila pemeriksa tidak mampu mendengar suara garpu tala,

maka pemeriksa menggetarkan kembali garputala berukuran 512 Hz dan

meletakkannya pada processus mastoideus os temporalis pemeriksa. Apabila

pemeriksa sudah tidak dapat mendengarnya, segera pindahkan ke processus

mastoideus os temporalis pasien dan memperhatikan apakah pasein masih dapat

mendengarkan suara dengungan garputala. Jika pasien masih dapat

mendengarnya, maka pasien mengalami pemanjangan, sebagai gangguan

conductive hearing loss, sedangkan jika pasien juga tidak dapat mendengarnya,

maka pasien dinyatakan normal (Bagai, 2006).

4. Aplikasi klinis

a. Otitis Media

Otitis media merupakan peradangan di telinga tengah. Pada otitis media

yang memiliki onset cepat dan singkat dikenal sebagai otitis media akut.

Beberapa tanda yang muncul pada otitis media akut adalah otalgia, otorrhea,

demam, mual, muntah atau diare. Pada membran timpani ditemukan penuh atau

bulging, terbatas erak pada pneumatik otoskop, dan dapat dijumpai eritem pada

membran timpani (Bluestone, 2007).

Selain eritem pada membran timpani, pada otitis media juga dijumpai

kelainan fungsi tuba eustachia yang dapat berdampak pada gejala seperti, Tuli,

otalgia, dan tinnitus. Kehilangan pendengaran merupakan komplikasi dan sekuel

tersering dari otitis media, dapat bersifat konduktif, sensorineural, atau keduanya

(Bluestone, 2007).

Tuli konduktif, baik fluktuatif maupun persisten sering muncul pada

pasien anak dengan otitis media akut yang disertai efusi. Tuli konduktif pada

otitis media, biasanya berkisar antara 15 sampai 40 dB, rata-rata kehilangan 27

dB. Fungsi pendengaran dapat kembali normal, ketika efusi pada telinga tengah

sembuh (Bluestone, 2007).

Tuli neurosensori dapat disebabkan oleh otitis media. Tuli dapat berupa

tuli ringan, sedang, berat atau profound. Tuli sensorineural yang reversible

Page 30: FUNGSI PENDENGARAN

merupakan efek dari peningkatan tekanan dan kekakuan dari membran fenestra

rotundum. Tuli sensorineural permanen disebabkan karena penyebaran infeksi

melewati membran fenestra rotundum menuju labirintus, perkembangan fistula

perilimfe di fenestra rotundum maupun vestibular, atau juga karena komplikasi

supuratif seperti labirintitis atau bahkan meningitis (Bluestone, 2007).

b. Sindroma Meniere

Sindroma Meniere adalah kelainan kronik pada telinga dalam yang

menyebabkan ketidak nyamanan dan penurunan kualitas hidup, meskipun tidak

fatal. Semua tanda berhubungan terhadap organ-organ pada telinga dalam.

Berdasarkan pedoman dari American Academy of Otolaryngology-Head and

Neck Surgery (AAO-HNS), karakteristik Sindroma Meniere ditandai oleh empat

tanda dengan intensitas dan derajat yang bervariasi (Crane, 2011):

1) Vertigo. Sebuah sensasi berputar. Biasanya episodik dan bervariasi dari

ringan ke berat. Durasi vertigo pada sindroma Meniere berkisar selama

20 menit.

2) Tuli sensorineural frekuensi rendah

3) Tinnitus

4) Telinga terasa penuh

Banyak hipotesis diajukan tentang etiologi sindroma Meniere sejak pertama

kali di deskripsikan pada tahun 1861. Komponen genetik merupakan faktor

predisposisi yang dikenal menjadi pemicu sindroma meniere. Selain faktor

genetik, sindrom Meniere juga dapat dipicu pada keadaan berikut (Crane, 2011):

1) Otitis media. Infeksi berulang pada telinga dapat menyebarkan agen

infeksius ke koklea atau sakus endolimfe

2) Reaksi alergi

3) ISPA

4) Kehamilan

5) Stress psikologis

6) Kelelahan

7) Kafein

Page 31: FUNGSI PENDENGARAN

8) Alkohol

9) Perubahan tekanan barometrik

10) Trauma akustik atau fisik

Tuli pada sindroma Meniere adalah tuli sensorineural, disebabkan oleh

destruksi sel rambut pada koklea, yang berfungsi menghantarkan suara menjadi

impuls. Pemeriksaan tuli pada sindroma Meniere harus di uji menggunakan

audiometri. Terdapat dua tipe tuli yang menyerang pasien dengan sindroma

Meniere: pertama tipe sementara, yaitu tuli ringan sampai sedang selama

serangan vertigo dan lambat. Kedua, tipe permanen, disebabkan oleh destruksi

sel rambut akibat episode Meniere berulang (Crane, 2011).

Diagnosis sindroma Meniere ditegakkan berdasarkan: riwayat penyakit

dahulu dan pemeriksaan fisik, pemeriksaan lab (hitung jenis lengkap untuk

mengetahui infeksi, pemeriksaan untuk mendeteksi penyakit metabolik, gula

darah, kolesterol), audiometer, tes keseimbangan (menggunakan

elektronistagmogram, tes romberg, manuver dix-halpike, dan tes rotasi), dan

radiologi (CT scan untuk mencari massa abnormal di kepala, MRI untuk mencari

tumor yang mungkin tumbuh di sepanjang nervus Vestibulokoklear, HRCT

untuk mengobservasi perubahan struktur tulang karena otosklerotik)

(Crane, 2011).

c. Presbikusis

Presbikusis adalah tuli sensorineural pada usia lanjut mulai usia 65 tahun

akibat proses degenerasi organ pendengaran, simetris (terjadi pada kedua sisi

telinga) yang terjadi secara progresif lambat, dapat dimulai pada frekuensi

rendah atau tinggi serta tidak ada kelainan yang mendasari selain proses menua

secara umum (Soepardi, 2007).

Gacek dan Schucknecht mengidentifikasi 4 lokasi penuaan koklea dan

membagi presbikusis menjadi 4 tipe berdasarkan lokasi tersebut. Perubahan

histologi kini berhubungan dengan gejala yang timbul dan hasil pemeriksaan

auditorik. Prevalensi terbanyak menurut penelitian adalah jenis metabolic 34,6%,

jenis lainnya neural 30,7%, mekanik 22,8% dan sensorik 11,9%. Adapun

Page 32: FUNGSI PENDENGARAN

keempat tipe dari prebikusis adalah presbikusis sensorik, presbikusis neural,

presbikusis metabolic (Strial presbyacusis), dan presbikusis mekanik( Cochlear

presbykusis) (Muyassaroh, 2013).

Keluhan utama presbikusis berupa berkurangnya pendengaran secara

perlahan-lahan dan progresif, simetris pada kedua telinga. Kapan berkurangnya

pendengaran tidak diketahui pasti. Keluhan lainnya adalah telinga berdenging

(tinitus nada tinggi). Pasien dapat mendengar suara percakapan, tetapi sulit untuk

memahaminya, terutama bila diucapkan dengan cepat di tempat dengan latar

belakang yang bising (cocktail party deafness). Bila intensitas suara ditinggikan

akan timbul suara nyeri di telinga, hal ini disebabakan oleh faktor kelemahan

saraf (recruitment) (Soepardi, 2007).

Pemeriksaan fisik pada penderita biasanya normal setelah pengambilan

serumen yang merupakan problem pada penderita usia lanjut dan penyebab

kurang pendengaran terbanyak. Pada pemeriksaan otoskopi, tampak membran

timpani normal atau bisa juga suram, dengan mobilitas yang berkurang.

Pemeriksaan tambahan tes penala Uji rinne positif Hantaran Udara ≥ Hantaran

Tulang, Uji Weber, Uji Schwabach memendek (Soepardi, 2007).

Pemeriksaan penunjang yang biasanya dilakukan adalah pemeriksaan

audiometri. Pemeriksaan audiometri nada murni menunjukkan suatu tuli

sensorineural nada tinggi bilateral dan simetris. Pemeriksaan audiometri nada

murni ditemukan perurunan ambang dengar nada murni yang menunjukkan

gambaran tuli sensorineural. Pada tahap awal terdapat penurunan yang tajam

(sloping) setelah frekuensi 1000 Hz. Penatalaksanaan prebikusis bertujuan untuk

memperbaiki efektifitas pasien dalam berkomunikasi dan memaksimalkan

pendengaran pasien, atau yang biasa disebut dengan rehabilitasi (Dewi, 2011).

Page 33: FUNGSI PENDENGARAN

III. KESIMPULAN

1. Proses pendengaran terjadi mengikuti alur yang dimulai dari adanya gelombang

suara yang mencapai membran tympani. Saat membran timpani bergetar rantai

tulang-tulang juga bergerak dengan frekuensi sama sebagai respon terhadap

gelombang suara, memindahkan frekuensi gerakan tersebut dari membrana

timpani ke jendela oval. Tulang stapes yang bergetar masuk keluar dari tingkat

oval menimbulkan getaran pada perilimfe di skala vestibuli. Pergerakan dari

perilimfe ini yang nantinya akan menghasilkan gerakan dari sel-sel rambut luar

dan dalam sehingga impuls mekanik dapat diubah menjadi impuls listrik untuk

kemudian dihantarkan ke otak.

2. Apparatus vestibularis merupakan bagian penting dalam telinga yang mengatur

fungsi keseimbangan dan koordinasi gerakan kepala dengan gerakan mata serta

posisi tubuh. Apparatus vestibularis meliputi kanalis semisirkularis dan organ

otolit (utrikulus dan sakulus) yang terletak di bagian temporal dekat koklea.

Kanalis semisirkularis bergerak sebagai respon keseimbangan terhadap gerakan

rotasi kepala, sedangkan organ otolit bergerak sebagai respon keseimbangan

terhadap gerakan kepala linier baik vertikal (utrikulus) maupun horizontal

(sakulus).

3. Terdapat dua jenis pemeriksaan untuk menilai fungsi pendengaran yaitu

penilaian secara kualitatif dan kuantitatif. Untuk penilaian secara kualitatif dapat

digunakan tes Penala maupun tes bisik, tes ini hanya dapat mengidentifikasi jenis

kelainan. Sedangkan untuk penilaian secara kuantitatif dapat dilakukan

menggunakan Audiometri, pemeriksaan ini selain dapat digunakan untuk

menjelaskan jenis kelainan dapat juga untuk identifikasi derajat keparahan.