26
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ginjal merupakan organ vital yang berperan sangat penting sangat penting dalam mempertahankan kestabilan lingkungan dalam tubuh. Ginjal mengatur keseimbangan cairan tubuh dan elektrolit dan asam basa dengan cara menyaring darah yang melalui ginjal, reabsorbsi selektif air, elektrolit dan non- elektrolit, serta mengekskresi kelebihannya sebagai kemih. Fungsi primer ginjal adalah mempertahankan volume dan komposisi cairan ekstra sel dalam batas-batas normal. Komposisi dan volume cairan ekstrasel ini dikontrol oleh filtrasi glomerulus, reabsorbsi dan sekresi tubulus. Ginjal dilalui oleh sekitar 1.200 ml darah per menit, suatu volume yang sama dengan 20 sampai 25 persen curah jantung (5.000 ml per menit). Lebih 90% darah yang masuk ke ginjal berada pada korteks, sedangkan sisanya dialirkan ke medulla. Di negara maju, penyakit kronik tidak menular (cronic non- communicable diseases) terutama penyakit kardiovaskuler, hipertensi, diabetes melitus, dan penyakit ginjal kronik, sudah menggantikan penyakit menular (communicable diseases) sebagai masalah kesehatan masyarakat utama. Gangguan fungsi ginjal dapat menggambarkan kondisi sistem vaskuler sehingga dapat membantu upaya pencegahan penyakit lebih dini sebelum pasien mengalami komplikasi yang lebih parah seperti stroke, penyakit jantung koroner, gagal ginjal, dan penyakit pembuluh darah perifer. Pada penyakit ginjal kronik terjadi penurunan fungsi ginjal yang memerlukan terapi pengganti yang membutuhkan biaya yang mahal. Penyakit ginjal kronik biasanya desertai berbagai komplikasi seperti penyakit kardiovaskuler, 1

gagal ginjal kronis

Embed Size (px)

DESCRIPTION

asuhan keperawatan gagal ginjal kronis

Citation preview

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar BelakangGinjal merupakan organ vital yang berperan sangat penting sangat penting dalam

mempertahankan kestabilan lingkungan dalam tubuh. Ginjal mengatur keseimbangan cairan tubuh dan elektrolit dan asam basa dengan cara menyaring darah yang melalui ginjal, reabsorbsi selektif air, elektrolit dan non-elektrolit, serta mengekskresi kelebihannya sebagai kemih.

Fungsi primer ginjal adalah mempertahankan volume dan komposisi cairan ekstra sel dalam batas-batas normal. Komposisi dan volume cairan ekstrasel ini dikontrol oleh filtrasi glomerulus, reabsorbsi dan sekresi tubulus.

Ginjal dilalui oleh sekitar 1.200 ml darah per menit, suatu volume yang sama dengan 20 sampai 25 persen curah jantung (5.000 ml per menit). Lebih 90% darah yang masuk ke ginjal berada pada korteks, sedangkan sisanya dialirkan ke medulla.

Di negara maju, penyakit kronik tidak menular (cronic non-communicable diseases) terutama penyakit kardiovaskuler, hipertensi, diabetes melitus, dan penyakit ginjal kronik, sudah menggantikan penyakit menular (communicable diseases) sebagai masalah kesehatan masyarakat utama.

Gangguan fungsi ginjal dapat menggambarkan kondisi sistem vaskuler sehingga dapat membantu upaya pencegahan penyakit lebih dini sebelum pasien mengalami komplikasi yang lebih parah seperti stroke, penyakit jantung koroner, gagal ginjal, dan penyakit pembuluh darah perifer.

Pada penyakit ginjal kronik terjadi penurunan fungsi ginjal yang memerlukan terapi pengganti yang membutuhkan biaya yang mahal. Penyakit ginjal kronik biasanya desertai berbagai komplikasi seperti penyakit kardiovaskuler, penyakit saluran napas, penyakit saluran cerna, kelainan di tulang dan otot serta anemia.

Selama ini, pengelolaan penyakit ginjal kronik lebih mengutamakan diagnosis dan pengobatan terhadap penyakit ginjal spesifik yang merupakan penyebab penyakit ginjal kronik serta dialisis atau transplantasi ginjal jika sudah terjadi gagal ginjal. Bukti ilmiah menunjukkan bahwa komplikasi penyakit ginjal kronik, tidak bergantung pada etiologi, dapat dicegah atau dihambat jika dilakukan penanganan secara dini. Oleh karena itu, upaya yang harus dilaksanakan adalah diagnosis dini dan pencegahan yang efektif terhadap penyakit ginjal kronik, dan hal ini dimungkinkan karena berbagai faktor risiko untuk penyakit ginjal kronik dapat dikendalikan.

1

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Gagal Ginjal Kronik

Penyakit ginjal kronik atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolism dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia/ retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah (Smeltzer & Bare, 2001).

Penyakit ginjal kronik (CKD) didefinisikan sebagai kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan struktural atau fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus (glomerular filtration rate/GFR) dengan manifestasi kelainan patologis atau terdapat tanda-tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi kimia darah, atau urin, atau kelainan radiologis (wibowo, 2010).

Penyakit ginjal kronik adalah proses patofisiologis dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan pada umumnya berakhir dengan gagal ginjal (Sudoyo, Setiyohadi, Alwi, dkk, 2006).

2.2. Etiologi

Penyebab CKD menurut Price dan Wilson (2006) antara lain :

1. Penyakit infeksi: pielonefritis kronik atau refluks, nefropati, tubulointestinal.2. Penyakit peradangan: glomerulonefritis.3. Penyakit vaskuler hipertensi: nefrosklerosis maligna, nefrosklerosis benigna, stenosis

arteria renalis.4. Gangguan jaringan ikat: lupus eritematosus sistemik, poliarteritis nodosa, sklerosis

sistemik progresif.5. Gangguan kongenital dan hederiter: penyakit ginjal polikistik hederiter, asidosis

sistemik progresif.6. Penyakit metabolik: diabetes melitus, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis.7. Nefropati toksik: penyalahgunaan analgesik, nefropati timah.8. Nefropati obstruktif karena obstruksi saluran kemih karena batu, neoplasma, fibrosis

retroperitoneal, hipertrofi prostat, striktur uretra, anomali kongenital leher vesika urinarian dan uretra.

2

2.3. Patofisiologi

Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit yang mendasarinya. Pengurangan masa ginjal mengakibatkan hipertrofi struktural dan fungsional nefron yang masih tersisa (surviving nephrons) sebagai upaya kompensasi, yang diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti sitokin dan growth factors. Hal ini mengakibatkan terjadinya hiperfitrasi, yang diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi berlangsung singkat, akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa. Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang progresif, walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi (Suwitra dalam Sudoyo, 2006).

Fungsi renal menurun menyebabkan produk akhir metabolisme protein (yang normalnya diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Akibatnya terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah, maka gejala akan semakin berat (Smeltzer dan Bare, 2002).

Retensi cairan dan natrium akibat dari penurunan fungsi ginjal dapat mengakibatkan edema, gagal jantung kongestif/ CHF, dan hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi karena aktivitas aksis rennin angiotensin dan kerjasama keduanya meningkatkan sekresi aldosteron.

CKD juga menyebabkan asidosis metabolik yang terjadi akibat ginjal tidak mampu mensekresi asam (H-) yang berlebihan. Asidosis metabolik juga terjadi akibat tubulus ginjal tidak mampu mensekresi ammonia (NH3-) dan mengabsorpsi natrium bikarbonat (HCO3). Penurunan ekresi fosfat dan asam organik lain juga dapat terjadi.

Selain itu CKD juga menyebabkan anemia yang terjadi karena produksi eritropoietin yang tidak memadai, memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi, dan kecenderungan untuk mengalami perdarahan akibat status uremik pasien, terutama dari saluran pencernaan. Eritropoitein yang diproduksi oleh ginjal, menstimulasi sumsum tulang untuk menghasilkan sel darah merah jika produksi eritropoietin menurun maka mengakibatkan anemia berat yang disertai keletihan, angina, dan sesak napas.

Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat merupakan gangguan metabolisme akibat penurunan fungsi ginjal. Kadar serum kalsium dan fosfat dalam tubuh memiliki hubungan timbal balik dan apabila salah satunya meningkat, maka fungsi yang lain akan menurun. Akibat menurunya glomerular filtration rate (GFR) kadar fosfat akan serum meningkat dan sebaliknya kadar serum kalsium menurun. Terjadinya penurunan kadar kalsium serum menyebabkan sekresi parathormon dari kelenjar paratiroid. Tetapi, gagal ginjal tubuh tidak merespon normal terhadap peningkatan sekresi parathormon. Sehingga kalsium di tulang menurun, yang menyebabkan terjadinya perubahan tulang dan penyakit tulang. Demikian juga dengan vitamin D (1,25 dihidrokolekalsiferol) yang dibentuk diginjal menurun seiring dengan perkembangan gagal ginjal. Penyakit tulang uremik/ osteodistrofi renal, terjadi dari perubahan kompleks kalsium,

3

2.4. Manifestasi Klinik

Menurut Smeltzer dan Bare (2002) tanda dan gejala penyakit ginjal kronik didapat antara lain :

1. Kardiovaskuler: hipertensi, pitting edema (kaki, tangan, sekrum), edema periorbital, pembesaran vena leher.

2. Integumen : warna kulit abu-abu mengkilat, kulit terang dan bersisik, pruritus, ekimosis, kuku tipis dan rapuh, rambut tipis dan kasar.

3. Pulmoner : krekles, sputum kental dan liat, napas dangkal, pernafasan kussmaul.4. Gastrointestinal: nafas berbau amonia, ulserasi dan perdarahan pada mulit, anoreksia,

mual dan muntah, konstipasi dan diare, perdarahan dari saluran GI.5. Neurologi: kelemahan dan keletihan, konfusi, disorientasi, kejang, kelemahan pada

tungkai, rasa panas pada telapak kaki, perubahan perilaku.6. Muskuloskeletal: kram otot, kekuatan otot hilang, faktor tulang.7. Reproduktif: amenore, atrofi testikuler.

2.5. Penatalaksanaan Medis

Rencana penatalaksanaan penyakit ginjal kronik sesuai dengan derajatnya menurut Suwitra dalam Sudoyo (2006) antara lain:

Tabel 2.2

Rencana tatalaksana penyakit ginjal kronik sesuai dengan derajatnya

Derajat LFG(ml/mn/1,73m2) Rencana Tatalaksana

1 ≥ 90 Terapi penyakit dasar, kondisi komorbid, evaluasi perburukan (progression) fungsi ginjal, memperkecil risiko kardiovaskuler

2 60-80 Menghambat perburukan (progession) fungsi ginjal

3 30-59 Evaluasi dan terapi komplikasi

4 15-29 Persiapan untuk terapi pengganti ginjal

5 < 15 Terapi pengganti ginjal

Di bawah ini merupakan penjelasan dari penatalaksanaan penyakit ginjal kronik berdasarkan tabel diatas adalah:

1) Terapi Spesifik Terhadap Penyakit DasarnyaWaktu yang paling tepat untuk terapi penyakit dasarnya adalah sebelum terjadinya penurunan LFG sehingga perburukan fungsi ginjal tidak terjadi. Pada ukuran ginjal yang masih normal secara ultrasonografi, biopsi dan pemeriksaan histopatologi ginjal

4

dapat menentukan indikasi yang tepat terhadap terapi spesifik. Sebaliknya, bila LFG sudah menurun sampai 20-30% dari normal, terapi terhadap penyakit dasar sudah tidak banyak bermanfaat.

2) Pencegahan dan Terapi Terhadap Kondisi Komorbid Penting sekali untuk mengikuti dan mencatat kecepatan penurunan LFG pada pasien Penyakit Ginjal Kronik. Hal ini untuk mengetahui kondisi komorbid (superimposed factors) yang dapat memperburuk keadaan pasien. Faktor-faktor komorbid antara lain, gangguan keseimbangan cairan, hipertensi yang tidak terkontrol, infeksi traktus urinarius, obstruksi traktus urinarius, obat-obat nefrotoksik, bahan raddiokontras, atau peningkatan aktivitas penyakit dasarnya.

3) Menghambat Perburukan Fungsi GinjalFaktor utama penyebab perburukan fungsi ginjal adalah terjadinya hiperfiltrasi glomerulus dengan cara penggunaan obat-obatan nefrotoksik, hipertensi berat, gangguan elektrolit (hipokalemia).

4) Pembatasan Asupan ProteinAsupan protein dan fosfat pada pasien PGK dijelaskan dalam tabel 2.3

Tabel 2.3

Pembatasan Asupan Protein dan Fosfat pada Penyakit Ginjal Kronik

Sumber : Suwitra dalam Sudoyo (2006)

LFG ml/mnt Asupan protein g/kg/hr Fosfat g/kg/hr

>60 Tidak dianjurkan Tidak dibatasi

25-60 0,6-0,8/kg/hr, termasuk ≥ 0,35 ≤ 10g

gr/kg/hr nilai biologi tinggi

5-25 0,6-0,8/kg/hr, termasuk ≥0,35 gr/kg/hr ≤10g

protein nilai biologis tinggi /tambahan

0,3 g asam amino esensial / asam keton

< 60(SN) 0,8/kg/hr (+ 1 gr protein/ g proteinuria ≤ 9g

atau 0,3 g / kg tambahan asam amino

esensial atau asam keton

5) Terapi FarmakologisTerapi farmakologi bertujuan untuk mengurangi hipertensi, memeperkecil risiko gangguan kardiovaskuler juga memperlambat pemburukan kerusakan nefron.

5

Beberapa obat antihipertensi, terutama penghambat enzim konverting angiotensin (Angiotensin Converting Enzym/ ACE inhibitor).

6) Pencegahan dan Terapi Terhadap Penyakit KardiovaskulerHal-hal yang termasuk dalam pencegahan dan terapi penyakit kardiovaskuler adalah pengendalian diabetes, pengendalian hipertensi, pengendalian dislipidemia, pengendalian anemia, pengendalian hiperfosfatemia dan terapi terhadap kelebihan cairan dan gangguan keseimbangan elektrolit.

7) Pencegahan dan Terapi Terhadap KomplikasiPenyakit ginjal kronik mengakibatkan berbagai komplikasi yang manifestasinya sesuai dengan derajat penurunan fungsi ginjal yang terjadi.

8) Terapi Pengganti GinjalTerapi pengganti ginjal dilakukan pada Penyakit Ginjal Kronik stadium 5, yaitu pada LFG kurang dari 15ml/mnt. Terapi pengganti tersebut dapat berupa hemodialisis, peritoneal dialisis atau transplantasi ginjal.

2.6. Komplikasi

Komplikasi penyakit gagal ginjal kronik menurut Smeltzer dan Bare (2001) yaitu :

1. Hiperkalemia akibat penurunan eksresi, asidosis metabolik, katabolisme dan masukan diet berlebihan.

2. Perikarditis, efusi pericardial dan tamponade jantung akibat retensi produk sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.

3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi system rennin-angiostensin-aldosteron

4. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah merah, perdarahan gastrointestinal akibat iritasi oleh toksin dan kehilangan darah selama hemodialisis.

5. Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatic akibat retensi fosfat, kadar kalsium serum yang rendah, metabolisme vitamin D abnormal dan peningkatan kadar alumunium.

2.7. Asuhan Keperawatan

2.7.1. Pengkajian Fokus (Termasuk Pemeriksaan Penunjang )

Pengkajian fokus keperawatan yang perlu diperhatikan pada penderita penyakit ginjal kronik menurut Doegoes (2000), Alam dan Hadibroto (2007), serta Smeltzer dan Bare (2001) ada berbagai macam, meliputi :

a. DemografiLingkungan yang tercemar oleh kadmium, kroomium, timah, merkuri dan sumber air tinggi kalsium beresiko untuk penyakit ginjal kronik, kebanyakan menyerang umur 20-50 tahun, jenis kelamin lebih banyak perempuan, kebanyakan ras kulit hitam.

b. Riwayat penyakit dahulu

6

Riwayat penyakit diabetes mellitus, hipertensi, obstruksi traktus urinarius, infeksi ginjal, glomerulonefritis kronik, lupus eritematosus sistemik, penyalahgunaan analgesik, pielonefritis kronik atau refluks,batu.

c. Riwayat kesehatan keluargaRiwayat penyakit batu ginjal, hipertensi, DM dalam keluarga, penyakit ginjal polikistik, gout.

d. Pola kesehatan fungsional1) Pemeliharaan kesehatan

Konsumsi obat nefrotoksik yang berkepanjangan (analgesik, aspirin, antacid, laktasif). Konsumsi makanan tinggi kalsium, purin, oksalat, fosfat, protein, kebiasaan minum suplemen, control tekanan darah dan gula darah tidak teratur pada penderita tekanan darah tinggi dan diabetes mellitus.

2) Pola nutrisi dan metabolicPerlu dikaji adanya peningkatan berat badan cepat (edema), penurunan berat badan (malnutrisi), anoreksia, nyeri ulu hati, mual, muntah, rasa metalik tak sedap pada mulut (pernafasan amonia), penggunaan diuretik.

3) Pola eliminasiPenurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (gagal tahap lanjut), abdomen kembung, diare konstipasi, perubahan warna urin.

4) Pola aktivitas dan latihanKelemahan ekstrem, kelemahan, malaise, kelemahan otot, penurunan rentang gerak.

5) Pola istirahat dan tidurGangguan tidur (insomnia/ gelisah atau somnolen).

6) Pola persepsi sensori dan kognitifPengkajian persepsi sensori CKD diperoleh data sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot/ kejang, restless leg syndrom, kebas rasa terbakar pada telapak kaki, kebas/ kesemutan dan kelemahan khususnya pada ekstremitas bawah (nefropati perifer). Pengkajian kognitif gatal, gangguan status mental contoh penurunan lapang perhatian, kedidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran, stupor, koma.

7) Hubungan dengan orang lainKesulitan menentukan kondisi, contoh tak mampu bekerja, mempertahankan fungsi peran biasanya dalam bekerja.

8) Reproduksi dan seksualPenurunan libido, amenorea, infertilitas.

9) Persepsi diri dan konsep diriFaktor stres, perasaan tak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan, menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan kepribadian.

e. Pengkajian fisik1) Keluhan umum : malaise, lemah, tampak sesak2) Tingkat kesadaran : komposmentis sampai koma.3) Pengukuran antropometri : berat badan menurun,

7

4) Tanda vital : tekanan darah meningkat, suhu meningkat, nadi lemah, disritmia, pernapasan kusmaul, tidak teratur.

5) Kepalaa. Mata: konjungtiva anemis, penglihatan kabur, edema periorbital.b. Rambut: rambut mudah rontok, tipis dan kasar, kotor.c. Hidung : pernapasan cuping hidung.d. Mulut : nafas berbau ammonia, ulserasi dan perdarahan, mual, muntah serta

cegukan, peradangan gusi.6) Leher : pembesaran vena leher.7) Dada dan thoraks : penggunaan otot bantu pernafasan, pernafasan dangkal dan

kusmaul serta krekels, nafas dangkal, edema pulmoner, efusi pleura.8) Abdomen : nyeri area pinggang, asites.9) Ekstremitas : melambat, kuku rapuh dan kusam serta tipis, kelemahan pada

tungkai, rasa panas pada telapak kaki, kekuatan otot.10) Kulit : kering, pigmentasi, bekas garukan, ekimosis, pucat, lecet, warna mengkilat/

abu-abu.11) Pemeriksaan penunjang

Menurut Doengoes (2000), pemeriksaan penunjang penyakit ginjal kronik adalah:a. Urine

1) Volume : biasanya kurang dari 400 ml/24 jam (oliguria) atau urine tak ada (anuria).

2) Warna : secara abnormal urine keruh mungkin disebabkan oleh pus, bakteri, lemak, partikel koloid, fosfat atau sedimen koor, kecoklatan menunjukkan adanya darah, Hb.

3) Berat jenis : kurang dari 1.015 (menetap pada 1.010 menunjukkan kerusakan ginjal berat).

4) Natrium : lebih besar dari 40 mEq/L karena ginjal tidak mampu mereabsorbsi natrium.

5) Protein : dapat tinggi proteinuria (3-4+) secara kuat menunjukkan kerusakan glomerulus bila SDM dan fragmen juga ada.

b. Darah1) BUN/ kreatinin : meningkat diatas normal2) Hitung darah lengkap : Hb menurun biasanya kurang dari 7-8 g/dL3) Kalium : meningkat4) Natrium serum : mungkin rendah atau normal5) Magnesium fosfat meningkat6) Kalsium : menurun7) Protein (khususnya albumin) : kadar serum menurun dapat menunjukkan

kehilangan protein melalui urine, perpindahan cairan, penurunan pemasukan, atau penurunan sintesis karena asam amino esensial.

8) Osmolaritas serum : lebih besar dari 285 mOsm/kg ; sering sama dengan urine

8

c. Pemeriksaan Radio diagnostic1) Biopsi ginjal : mungkin dilakukan secara endoskopik untuk menentukan

sel jaringan untuk diagnosis histologik.2) KUB foto : menunjukkan ukuran ginjal/ureter/kandung kemih dan adanya

obstruksi (batu)3) Pielogram retrograd : menunjukkan abnormalitas pelvis ginjal dan ureter.4) Arteriogram ginjal : mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi

ekstravaskuler , massa.5) Sistouretrogram berkemih : menunjukkan ukuran kandung kemih , refluks

kedalam ureter, retensi.6) Ultrasono ginjal : terbentuk adanya atropi7) Endoskopi ginjal, nefroskopi : dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal,

keluar batu, hematuria dan pengangkatan tumor selektif.8) EKG : mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan

asam/basa.9) Foto kaki, tengkorak, kolumna spinal, dan tangan : dapat menunjukkan

demineralisasi, klasifikasi

2.7.2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan penyakit gagal ginjal kronik menurut Doengoes (2000), Smeltzer & Bare (2002) dan Carpenito (2006) adalah :

1. Perubahan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi paru, edema paru ditandai dengan adanya sianosis dan dispnea, penurunan bunyi nafas.

2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan alveolus sekunder terhadap adanya edema pulmoner.

3. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan suplai O2 dan nutrisi ke jaringan sekunder terhadap penurunan Hb.

4. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urin, diet berlebih dan retensi cairan dan natrium ditandai dengan peningkatan berat badan cepat (edema), distensi abdomen (asites).

5. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan ketidakseimbangan cairan mempengaruhi sirkulasi, kerja miokardial dan tahanan vaskuler sistemik, gangguan frekuensi, irama, konduksi jantung (ketidakseimbangan elektrolit).

6. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual, muntah, pembatasan diet dan perubahan mukosa mulut ditandai dengan penurunan berat badan (malnutrisi), distensi abdomen/ asites.

7. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi produk sampah dan prosedur dialisis ditandai dengan kelemahan otot, penurunan rentang gerak.

8. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pruritus dan kulit kering sekunder terhadap uremia dan edema ditandai dengan kulit menghitam, gangguan turgor kulit.

9. Gangguan konsep diri Harga diri rendah berhubungan dengan penurunan fungsi tubuh dan perubahan penampilan.

9

2.7.3. Fokus intervensi dan rasional

1. Diagnosa : perubahan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi paru, edema paru ditandai dengan adanya sianosis dan dispnea, penurunan bunyi nafas.Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien menunjukkan pola nafas efektifKriteria hasil : tidak ada dispnea, bunyi nafas tidak mengalami penurunan, tidak ada penggunaan otot bantu pernafasan, RR 16-24 x/menit.Intervensi :a. Kaji fungsi pernapasan klien, catat kecepatan, adanya gerak, dispnea, sianosis, dan

perubahan tanda vital.Rasional : Distress pernapasan dan perubahan pada vital dapat terjadi sebagai akibat dari patofisiologi dan nyeri.

b. Catat pengembangan dada dan posisi trakeaRasional : Pengembangan dada atau ekspansi paru dapat menurunkan apabila terjadi asietas atau edema pulmoner.

c. Kaji klien adanya keluhan nyeri bila batuk atau nafas dalam.\Rasional : Sokongan terhadap dada dan otot abdominal membuat batuk lebih efektif dan dapat mengurangi trauma.

d. Pertahankan posisi nyaman misalnya posisi semi fowlerRasional : Meningkatkan ekspansi paru.

e. Kolaborasikan pemeriksaan laboratorium (elektrolit)Rasional : Untuk mengetahui elektrolit sebagai indikator keadaan status cairan.

f. Kolaborasikan pemberian oksigenRasional : Menghilangkan distress respirasi dan sianosis.

2. Diagnosa : Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru sekunder terhadap adanya edema pulmoner.Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien menunjukkan pertukaran gas efektif.Kriteria hasil : analisa gas darah dalam rentang normal, tidak ada tanda sianosis maupun hipoksia, taktil fremitus positif kanan dan kiri, bunyi nafas tidak mengalami penurunan, auskultasi paru sonor, TTV dalam batas normal: RR 16-24 x/menitIntervensi :a. Kaji fungsi pernapasan klien, catat kecepatan, adanya gerak, dispnea, sianosis, dan

perubahan tanda vital.Rasional : Distress pernapasan dan perubahan pada vital dapat terjadi sebagai akibat dari patofisiologi dan nyeri.

b. Auskultasi bunyi nafasRasional : Untuk mengetahui keadaan paru.

c. Catat pengembangan dada dan posisi trakeaRasional : Pengembangan dada atau ekspansi paru dapat menurunkan apabila terjadi asietas atau udema pulmoner.

d. Kaji taktil fremitusRasional : Taktil fremitus dapat negative pada klien dengan edema pulmoner.

e. Kaji klien adanya keluhan nyeri bila batuk atau nafas dalam.

10

Rasional : Sokongan terhadap dada dan otot abdominal membuat batuk lebih efektif dan dapat mengurangi trauma.

f. Pertahankan posisi nyaman misalnya posisi semi fowlerRasional : Meningkatkan ekspansi paru.

g. Kolaborasikan pemeriksaan laboratorium (elektrolit)Rasional : Untuk mengetahui elektrolit sebagai indicator keadaan status cairan.

h. Kolaborasikan pemeriksaan analisa gas darah dan foto thoraks.Rasional : Mengkaji status pertukaran gas dan ventilasi serta evaluasi dari implementasi.

i. Kolaborasikan pemeriksaan oksigenRasional : Menghilangkan distress respirasi dan sianosis.

3. Diagnosa : Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan suplai O2 dan nutrisi ke jaringan sekunder terhadap penurunan Hb.Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan perfusi jaringan adekuatKriteria hasil : Membran mukosa warna merah muda, kesadaran kompos mentis, tidak ada keluhan sakit kepala, tidak ada tanda sianosis ataupun hipoksia, capillary refill kurang dari 3 detik, nilai laboratorium dalam batas normal (Hb 12-15 gr%), konjungtiva tidak anemis, tanda-tanda vital stabil: TD: 120/80 mmHg, nadi: 60-80x/menitIntervensi :a. Awasi tanda-tanda vital, kaji pengisian kapiler, warna kulit dan dasar kuku.

Rasional : Memberikan informasi tentang derajat atau keadekuatan perfusi jaringan dan membantu menentukan kebutuhan intervensi

b. Tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi.Rasional : Meningkatkan ekspansi paru dan memaksimalkan oksigenasi untuk kebutuhan seluler, vasokonstrisi (ke organ vital) menurunkan sirkulasi perifer.

c. Catat keluhan rasa dingin, pertahankan suhu lingkungan dan tubuh hangat sesuai dengan indikasi.Rasional : Kenyamanan klien atau kebutuhan rasa hangat harus seimbang dengan kebutuhan untuk menghindari panas berlebihan pencetus vasodilatasi (penurunan perfusi organ).

d. Kolaborasi untuk pemberian O2Rasional : Memaksimalkan transport oksigen ke jaringan.

e. Kolaborasikan pemeriksaan laboratorium (hemoglobin).Rasional : Mengetahui status transport O2

f. Kolaborasikan pemberian terapi untuk peningkatan Hb (Eritropoetin Stimulating Agen)Rasional : untuk meningkatkan kadar Hb dalam tubuh.

4. Diagnosa : Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urine, retensi cairan dan natrium ditandai dengan peningkatan berat badan cepat (edema), distensi abdomen (asites).Tujuan : kelebihan cairan tidak terjadi.Kriteria hasil : turgor kulit normal tanpa edema, tanda-tanda vital normal 120/80mmHg, tidak ada asites, tidak ada kenaikan BB.

11

Intervensi :a. Kaji status cairan seperti timbang berat badan harian, keseimbangan masukan dan

haluaran, turgor kulit dan adanya edema, tekanan darah, denyut dan irama nadi.Rasional : pengkajian merupakan dasar berkelanjutan untuk memantau perubahan dan mengevaluasi intervensi.

b. Batasi masukan cairan dan garamRasional : pembatasan cairan akan menentukan berat tubuh ideal, haluaran urine dan respons terhadap terapi.

c. Identifikasi sumber potensial cairan, medikasi dan cairan yang digunakan untuk pengobatan, oral dan intravena serta makanan.Rasional : sumber kelebihan cairan yang tidak diketahui dapat diidentifikasi.

d. Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang pembatasan cairan.Rasional : pemahaman meningkatkan kerjasama pasien dan keluarga dalam pembatasan cairan.

e. Bantu pasien dalam menghadapai ketidaknyamanan akibat pembatasan cairan.Rasional : kenyamanan pasien meningkatkan kepatuhan terhadap pembatasan diet.

f. Timbang berat badan harianRasional : untuk memantau status cairan dan nutrisi.

g. Kolaborasikan dialysisRasional : untuk mengurangi penumpukan cairan dalam tubuh.

h. Ajarkan management rasa haus, oral higiene.Rasional : untuk mengurangi rasa haus.

5. Diagnosa : Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan ketidakseimbangan cairan mempengaruhi sirkulasi, peningkatan kerja miokardial dan tahanan vaskuler sistemik, gangguan frekuensi, irama, konduksi jantung (ketidakseimbangan elektrolit).Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan curah jantung dapat dipertahankanKriteria hasil : Tanda-tanda vital dalam batas normal: tekanan darah: 120/80 mmHg, nadi 60-80 x/menit, kuat, teratur, akral hangat, capillary refill kurang dari 3 detik, Nilai laboratorium dalam batas normal (kalium 3,5-5,1 mmol/L, urea 15-39 mg/dl)Intervensi :a. Auskultasi bunyi jantung dan paru, evaluasi adanya edema perifer atau kongesti

vaskuler dan keluhan dispnea, awasi tekanan darah, perhatikan postural misalnya: duduk, berbaring dan berdiri.Rasional : Mengkaji adanya takikardi, takipnea, dispnea, gemerisik, mengi dan edema.

b. Selidiki keluhan nyeri dada, perhatikan lokasi dan beratnya.Rasional : Hipertensi ortostatik dapat terjadi sehubungan dengan defisit cairan.

c. Evaluasi bunyi jantung akan terjadi friction rub, tekanan darah, nadi perifer, pengisisan kapiler, kongesti vaskuler, suhu tubuh dan mental.Rasional : Mengkaji adanya kedaruratan medik.

d. Kaji tingkat aktivitas dan respon terhadap aktivitas.Rasional : Kelelahan dapat menyertai gagal jantung kongestif juga anemia.

e. Kolaborasikan pemeriksaan laboratorium yaitu kalium.

12

Rasional : Ketidakseimbangan dapat mengganggu kondisi dan fungsi jantung.f. Batasi makanan tinggi kalium

Rasional : menghindari terjadinya hiperkalemia dalam tubuhg. Berikan obat anti hipertensi sesuai dengan indikasi.

Rasional : Menurunkan tahanan vaskuler sistemik.6. Diagnosa : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

intake inadekuat, mual, muntah, anoreksia ditandai dengan penurunan berat badan (malnutrisi), distensi abdomen/asites.Tujuan : nutrisi adekuatKriteria hasil : Pengukuran antropometri dalam batas normal, perlambatan atau penurunan berat badan yang cepat tidak terjadi, pengukuran biokimis dalam batas normal (albumin, kadar elektrolit), pemeriksaan laboratorium klinis dalam batas normal, pematuhan makanan dalam pembatasan diet dan medikasi sesuai jadwal untuk mengatasi anoreksia.Intervensi :a. Kaji status nutrisi seperti perubahan berat badan, pengukuran antropometrik, nilai

laboratorium (elektrolit, serum, BUN, kreatinin, protein, transferin dan kadar besi).Rasional : menyediakan data dasar untuk memantau perubahan dan mengevaluasi intervensi.

b. Kaji pola diet dan nutrisi pasien seperti riwayat diet, makanan kesukaan, hitung kalori.Rasional : pola diet sekarang dan dahulu dapat dipertimbangkan dalam menyusun menu.

c. Kaji faktor-faktor yang dapat merubah masukan nutrisi seperti Anoreksia, mual, muntah, diet yang tidak menyenangkan bagi pasien, kurang memahami dietRasional : menyediakan informasi mengenai faktor lain yang dapat diubah atau dihilangkan untuk meningkatkan masukan diet.

d. Menyediakan makanan kesukaan pasien dalam batas-batas diet.Rasional : mendorong peningkatan masukan diet

e. Tingkatkan masukan protein yang mengandung nilai biologis tinggi : telur, produk susu, daging.Rasional : protein lengkap diberikan untuk mencapai keseimbangan nitrogen yang diperlukan untuk pertumbuhan dan penyembuhan.

f. Anjurkan camilan tinggi kalori, rendah protein, rendah natrium, diantara waktu makan.Rasional : mengurangi makanan dan protein yang dibatasi dan menyediakan kalori untuk energi, membagi protein untuk pertumbuhan dan penyembuhan jaringan.

g. Ubah jadwal medikasi sehingga medikasi ini tidak segera diberikan sebelum makanRasional : ingesti medikasi sebelum makan menyebabkan anoreksia dan rasa kenyang.

h. Jelaskan rasional pembatasan diet dan hubunganya dengan penyakit ginjal dan peningkatan urea dan kadar kreatinin.

13

Rasional : meningkatkan pemahaman pasien tentang hubungan antara diet, urea, kadar kreatinin dengan penyakit renal.

i. Sediakan daftar makanan yang dianjurkan secara tertulis dan anjurkan untuk memperbaiki rasa tanpa menggunakan natrium atau kalium.Rasional : daftar yang dibuat menyediakan pendekatan positif terhadap pembatasan diet dan merupakan referensi untuk pasien dan keluarga yang dapat digunakan dirumah.

j. Ciptakan lingkungan yang menyenangkan selama waktu makan.Rasional : faktor yang tidak menyenangkan yang berperan dalam menimbulkan anoreksia dihilangkan.

k. Kaji bukti adanya masukan protein yang tidak adekuat seperti pembentukan edema, penyembuhan yang lambat, penurunan kadar albumin.Rasional : masukan protein yang tidak adekuat dapat menyebabkan penurunan albumin dan protein lain, pembentukan edema dan perlambatan penyembuhan.

7. Diagnosa : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi produk sampah dan prosedur dialisis ditandai dengan kelemahan otot, penurunan rentang gerak.Tujuan : Berpartisipasi dalam aktivitas yang dapat ditoleransiKriteria hasil : Berpartisipasi dalam meningkatkan tingkat aktivitas dan latihan, melaporkan peningkatan rasa sejahtera, melakukan istirahat dan aktivitas secara bergantian, berpartisipasi dalam aktivitas perawatan mandiri yang dipilihIntervensi :a. Kaji faktor yang menyebabkan keletihan seperti anemia, ketidakseimbangan

cairan dan elektrolit, retensi produk sampah, dan depresi.Rasional : Menyediakan informasi tentang indikasi tingkat keletihan

b. Tingkatkan kemandirian dalam aktivitas perawatan diri yang dapat ditoleransi, bantu jika keletihan terjadi.Rasional : Meningkatkan aktivitas ringan/sedang dan memperbaiki harga diri.

c. Anjurkan aktivitas alternatif sambil istirahat.Rasional : Mendorong latihan dan aktivitas dalam batas-batas yang dapat ditoleransi dan istirahat yang adekuat

d. Anjurkan untuk beristirahat setelah dialisis.Rasional : Dianjurkan setelah dialisis, bagi banyak pasien sangat melelahkan.

8. Diagnosa : Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pruritus dan kulit kering sekunder terhadap uremia dan edema ditandai dengan kulit menghitam, gangguan turgor kulit.Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan integritas kulit membaik.Kriteria hasil : mempertahankan kulit utuh, menurunkan perilaku/tekhnik untuk mencegah kerusakan/ cedera kulit.Intervensi :a. Inspeksi kulit terhadap perubahan warna, turgor, vaskular. Perhatikan kemerahan,

ekskoriasi. Observasi terhadap ekimosis, purpura.Rasional : menandakan area sirkulasi buruk/ kerusakan yang dapat menimbulkan pembentukan dekubitus/ infeksi.

14

b. Pantau masukan cairan dan hidrasi kulit dan membran mukosa.Rasional : mendeteksi adanya dehidrasi atau hidrasi berlebihan yang mempengaruhi sirkulasi dan integritas jaringan pada tingkat seluler.

c. Inspeksi area tergantung terhadap edemaRasional : jaringan edema lebih cenderung robek/ rusak

d. Ubah posisi dengan sering : gerakan pasien dengan perlahan: beri bantalan pada tonjolan tulang dengan kulit domba, pelindung siku/ tumit.Rasional : menurunkan tekanan pada edema, jaringan dengan perfusi buruk untuk menurunkan iskemia. Peninggian meningkatkan aliran balik statis vena terbatas/pembentukan edema.

e. Berikan perawatan kulit : batasi penggunaan sabun, berikan salep atau krim (mis.lanolin).Rasional : soda kue, mandi dengan tepung menurunkan gatal dan mengurangi pengeringan dari pada sabun. Losion dan salep mungkin diinginkan untuk menghilangkan kering, robekan kulit.

f. Pertahankan linen kering, bebas keriput.Rasional : menurunkan iritasi dermal dan risiko kerusakan kulit.

g. Selidiki keluhan gatal.Rasional : meskipun dialisis mengalami masalah kulit yang berkenaan dengan uremik, gatal dapat terjadi karena kulit adalah rute eksresi untuk produk sisa. Misal kristal fosfat (berkenaan dengan hiperparatiroidisme pada penyakit tahap akhir).

h. Anjurkan pasien menggunakan kompres lembab dan dingin untuk memberikan tekanan (dari pada garukan) pada area pruritus. Pertahankan kuku pendek: berikan sarung tangan selama tidur bila diperlukan.Rasional : menghilangkan ketidaknyamanan dan menurunkan risiko cedera dermal.

i. Berikan matras busa.Rasional : menurunkan tekanan lama pada jaringan yang dapat membatasi perfusi selular yang menyebabkan iskemia/ nekrosis.

9. Diagnosa : gangguan konsep harga diri rendah berhubungan dengan penurunan fungsi tubuh dan perubahan penampilan.Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan dapat memperbaiki konsep diri.Kriteria Hasil : klien tidak merasa minder dan maluIntervensi :a. Kaji respon dan reaksi pasien dan keluarga terhadap penyakit dan penanganan.

Rasional : menyediakan data tentang masalah pada pasien dan keluargab. Kaji hubungan antara pasien dengan anggota keluarga terdekat

Rasional : penguatan dan dukungan terhadap pasien diidentifikasi.c. Kaji pola koping pasien dan anggota keluarga

Rasional : pola koping yang telah efektif di masa lalu mungkin potensial destruktif ketika memandang pembatasan yang ditetapkan akibat penyakit dan penanganan.

15

d. Ciptakan diskusi terbuka tentang perubahan yang terjadi akibat penyakit dan penanganan seperti perubahan peran, perubahan gaya hidup, perubahan dalam pekerjaan, perubahan seksual, ketergantungan pada tim tenaga kesehatan.Rasional : pasien dapat mengidentifikasi masalah dan langkahlangkah yang diperlukan untuk menghadapinya.

e. Gali cara alternatif untuk ekspresi seksual lain selain hubungan seksualRasional : bentuk alternatif ekspresi seksual dapat diterima.

f. Diskusikan peran memberi dan menerima cinta, kehangatan dan kemesraanRasional : seksualitas mempunyai arti yang berbeda bagi tiap individu tergantung pada tahap maturasinya

16

BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Penyakit ginjal kronik (CKD) didefinisikan sebagai kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan struktural atau fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus (glomerular filtration rate/GFR) dengan manifestasi kelainan patologis atau terdapat tanda-tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi kimia darah, atau urin, atau kelainan radiologis (wibowo, 2010).

Penyebab CKD menurut Price dan Wilson (2006) antara lain : Penyakit infeksi, Penyakit peradangan, Penyakit vaskuler hipertensi, Gangguan jaringan ikat, Gangguan kongenital dan hederiter, Penyakit metabolic, Nefropati toksik, Nefropati obstruktif

Komplikasi penyakit gagal ginjal kronik menurut Smeltzer dan Bare (2001) yaitu :

1. Hiperkalemia akibat penurunan eksresi, asidosis metabolik, katabolisme dan masukan diet berlebihan.

2. Perikarditis, efusi pericardial dan tamponade jantung akibat retensi produk sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.

3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi system rennin-angiostensin-aldosteron

4. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah merah, perdarahan gastrointestinal akibat iritasi oleh toksin dan kehilangan darah selama hemodialisis.

5. Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatic akibat retensi fosfat, kadar kalsium serum yang rendah, metabolisme vitamin D abnormal dan peningkatan kadar alumunium.

17