Upload
others
View
7
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
GAMBARAN FAKTOR PERILAKU TIDAK AMAN PADA PEKERJA
PT. KRAKATAU ENGINEERING AREA COOK OVER PLANT (COP)
PROYEK BLAST FURNACE PT. KRAKATAU STEEL (PERSERO), Tbk
TAHUN 2015
SKRIPSI
Oleh:
SELLY TRI MINATI
1111101000069
PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2015
ii
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 (S-1) di Fakultas
kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Fakultas kedokteran dan Immu
Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, November 2015
Selly Tri Minati
iii
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
Skripsi, Desember 2015
Selly Tri Minati, NIM : 1111101000069
Gambaran Faktor Perilaku Tidak Aman pada Pekerja PT. Krakatau
Engineering Area Cook Over Plant (COP) Proyek Blast Furnace PT.
Krakatau Steel (Persero), Tbk Tahun 2015.
xiii + 240 halaman, 8 Tabel, 13 gambar, 10 lampiran
ABSTRAK
Perilaku tidak aman adalah tindakan atau perbuatan dari seseorang atau
beberapa pekerja yang memperbesar terjadinya kecelakaan kerja. Banyak faktor
yang menyebabkan terjadinya perilaku tidak aman. Perilaku tidak aman banyak
ditemui pada pekerja industri konstruksi. Salah satunya juga ditemui pada pekerja
area COP Proyek Blast Furnace PT. Krakatau Steel (Persero), Tbk. Hasil studi
pendahuluan menunjukkan bahwa dari 30 pekerja, ditemukan sebanyak 27 orang
pekerja berperilaku tidak aman.
Penelitian ini merupakan penelitian dengan metode kualitatif. Penelitian
ini dilakukan pada bulan Mei-Oktober 2015. Faktor yang diteliti adalah faktor
predisposisi yaitu motivasi, faktor pendukung yaitu ketersediaan APD, sedangkan
faktor penguat yaitu hukuman dan penghargaan serta pengawasan. Analisis yang
digunakan adalah content analysis untuk mendeskripsikan faktor-faktor yang
diteliti. Pengambilan data dan penggalian informasi diperoleh melalui observasi,
wawancara mendalam dan telaah dokumen.
Hasil penelitian diketahui bahwa dari sebelas indikator perilaku tidak
aman, sebanyak sembilan perilaku tidak aman dilakukan oleh pekerja area COP
Proyek Blast Furnacebaik pada pekerja swakelola maupun subkontraktor. Faktor
predisposisi yang menyebabkan pekerja berperilaku tidak aman yaitu dikarenakan
sangat rendahnya motivasi untuk keselamatan diri bagi para pekerja, persepsi
terhadap bahaya yang buruk, kebiasaan, kenyamanan bekerja, target pekerjaan
selesai tepat waktu serta keengganan pekerja meluangkan waktunya untuk
melakukan peminjaman dan permintaan APD kepada pihak safety. Faktor
pendukung yaitu ketersediaan APD yang kurang memadai dan tidak sesuai
dengan jumlah pekerja serta sistem pendistribusian yang sulit. Selain itu faktor
penguat dikarenakan tidak adanya reward yang diberikan kepada pekerja dan
pemberian punishment yang kurang efektif serta pengawasan yang belum optimal
dilakukan.
Untuk meningkatkan pekerja berperilaku aman dalam bekerja adalah
dengan melakukan sosialisasi terkait SOP mempermudah sistem pendistribusian
APD, penambahan jumlah serta jenisnya, memberikan reward sanksi berupa
sanksi denda atau sanksi sosial dengan pemajangan foto pekerja yang berperilaku
tidak aman, dan memberikan surat peringatan kepada pihak subkontraktor ketika
terdapat pekerjanya yang berperilaku tidak aman serta membuat STOP Card
untuk meningkatkan pengawasan dan kesadaran akan keselamatan bagi para
pekerja.
Kata Kunci: perilaku tidak aman, faktor predisposisi, faktor pendukung, faktor
penguat, subkontraktor.
iv
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES
PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM
OCCUPATIONAL HEALTH AND SAFETY CONCENTRATION
Undergraduated Thesis, Desember 2015
Name : Selly Tri Minati, NIM : 1111101000069
Unsafe Behavior Factors Description of PT. Krakatau Engineering Workers
in Cook Over Plant (COP) Area on Blast Furnace Project of PT. Krakatau
Steel (Persero), Tbk, in 2015.
xviii + 229 pages, 8tables, 13pictures, 10 attachments
ABSTRACT
Unsafe Behavior is an act or acts of someone or some workers that can
increase accidents. Many factors lead to unsafe behavior and commonly found in
the construction industry workers. Based on Preliminary study at COP Blast
Furnace Project of PT. Krakatau Steel (Persero), Tbk showed that 27 of 30
workers unsafely behaved.
This study is a qualitative research method. This research was conducted
from May until October 2015. The observed factors were predisposing factors
such as motivation, supporting factor is the availability of PPE, while reinforcing
factors are penalties and rewards as well as supervision. The analysis used was
content analysis to describe the observed factors. Data collection and extracted
information obtained through observation , in-depth interview and document
review .
The research results revealed that of the eleven indicators of unsafe
behavior, as many as nine unsafe behaviors by workers Blast Furnace Project
COP area either on a self-managed workers and subcontractors. Predisposing
factors that cause employees to behave unsafe namely due to very low motivation
for personal safety for workers, the bad perception of the danger, habit,
convenience to work, the target of the work to be completed on time, and the
reluctance of workers to take the time to lend and demand for PPE from safety
officer.Supporting factoris the availability of inadequate PPE and not in
accordance with the number of workers as well as the distribution system is
difficult. Besides reinforcing factors due to the absence of reward given to
workers and the provision of punishment is less effective and supervision is not
optimaly conducted.
To improve worker’s safety behavior, the employer to conduct SOP
campaign more often, simplicing the PPE distribution system, provide proper
PPE, givingrewards and punishment, and giving warning statement to the
subcontractor who have unsafe behavior worker, as well as making STOP Card to
increase surveillance and awareness of safety for workers.
Keywords: unsafe behavior, predisposing, enabling factors, reinforcing factors,
subcontractor
v
vi
vii
RIWAYAT HIDUP
Identitas Personal
Nama : Selly Tri Minati
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat dan Tanggal Lahir : Talu, 16 Mei 1993
Alamat Asal : Jalan Pasar Usang, Nagari Talu, Kecamatan
Talamau, Kabupaten Pasaman Barat, Provinsi
Sumatera Barat.
No. Handphone : 085364194692
Alamat Email : [email protected]
Program Studi : Kesehatan Masyarakat (Kesehatan dan
Keselamatan Kerja)
Pendidikan Formal
TK : TK Darmawanita Talu, Sumatera Barat
SD : SD N 15 Talamau - Sumatera Barat
SMP : SMP N 1 Talamau – Sumatera Barat
SMA : SMA N 1 Talamau – Sumatera Barat
Prestasi
- Juara 1 Khatam Al-qur’an MDA/ TPA Nurul Huda Kecamatan Talamau,
Kabupaten Pasaman Barat, Tahun 2004
- Juara 2 Tenis Meja Wanita pada Pekan Olah Raga dan Seni Budaya se-
viii
Kecamatan Talamau Tahun 2005
- Juara 1 Tilawah Wanita pada MTQ Tingkat Kecamatan Talamau Tahun
2005
- Juara 1 Vocal Group Tingkat SMP se-Kecamatan Talamau Tahun 2007
- Juara 3 Tartil Wanita pada MTQ Tingkat Kecamatan Talamau Tahun 2008
- Juara 3 Vocal Group Tingkat SMP se - Kabupaten Pasaman Barat Tahun
2007
- Juara 1 Tari Tradisional Se-Kabupaten Pasaman Barat Tahun 2009
- 5 besar Uni Duta Wisata Kabupaten Pasaman Barat Tahun 2012
Pengalaman Organisasi
- Anggota Paduan Suara Mahasiswa (PSM) UIN Jakarta – Sekarang
- Staff Div. Public Relation (PR) FSK3 UIN Jakarta Tahun 2013
- Staff Div. HRD FSK3 UIN Jakarta Tahun 2014
ix
KATA PENGANTAR
Alhamdulillaahi robbil „aalamiin, puji syukur selalu dilantunkan kepada
Allah SWT, Sang Pemilik Pengetahuan, yang dengan rahmat dan inayah-Nya
sehingga penulis mampu merampungkan skripsi ini. Shalawat serta salam selalu
tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW, yang telah berhasil membawa
peradaban umat manusia ke zaman yang penuh dengan ilmu pengetahuan.
Skripsi ini disusun untuk menyelesaikan studi strata 1 Kesehatan
Masyarakat dengan judul “Gambaran Faktor Perilaku Tidak Aman Pada
Pekerja PT. Krakatau Engineering Area Cook Over Plant (COP)ProyekBlast
Furnace PT. Krakatau Steel (Persero), Tbk Tahun 2015.
Dalam proses penyusunan skripsi ini, penulis mendapat banyak
dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin
menyampaikan rasa terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada:
1. Keluarga, Ibunda tercinta, mama Azfiani Aziz, wanita terhebat yang tiada
lelah memberi doa restu, perhatian, cinta, kasih, dan sayang yang tiada
putus dan selalu mengajarkan untuk terus berjuang meraih apa yang
diinginkan. Ayahanda Jasmai Rafdi yang selalu memberikan dukungan
doa dan semangat tiada henti, dan kedua kakanda, Shinta Fitria Dice, S.Pd
dan Ns. Dia Melisa Rafdi, S.Kep yang telah memberi dukungan, moril dan
materil sehingga penulis mampu mencapai pendidikan di jenjang
universitas.
x
2. Bapak Dr. Arif Sumantri, SKM, M.Kes sebagai Dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Fajar Ariyanti, Ph.D selaku Ketua Program Studi Kesehatan
Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Ibu Dr. Iting Shofwati, ST, MKKK selaku Dosen Pembimbing I dan Ibu
Dewi Utami Iriani, SKM, M.Kes. Ph.D selaku Dosen Pembimbing II yang
telah memberi arahan dan masukan serta motivasi dan doa kepada penulis
agar senantiasa berupaya maksimal dalam penyelesaian skripsi ini.
5. Ibu Meilani Anwar, M.Epid selaku dosen pembimbing yang telah bersedia
meluangkan waktu untuk membimbing dan memberi arahan serta motivasi
dan doa dalam penulisan skripsi ini.
6. Pak Nofite selaku manager SHE proyek Blast Furnace yang telah
memudahkan penulis dalam memperoleh informasi demi kelancaran
penyusunan skripsi ini.
7. Seluruh karyawan dan pekerja pada proyek Blast Furnace yang tidak bisa
disebutkan satu per satu yangtelah memudahkan penulis dalam
memperoleh informasi demi kelancaran penyusunan skripsi ini
8. Para Dosen Program Studi Kesehatan Masayarakat, atas semua ilmu yang
telah diberikan.
9. Sahabat-sahabat tersayang, Aisya “gridia” karima, Kartika “mini” sari
dewi, terimakasih banyak untuk semua doa dan dukungannya.
xi
10. Para sister from another mom: adik Fitri Ayu Ningsih, dan Ainil Fitri
terimakasih banyak bantuan dan dukungannya dalam proses penyelesaian
skripsi ini.
11. Sahabat seperjuangan selama penyusunan skripsi Farhana Iqbalia. P yang
selalu menjadi partner kemanapun dan dimanapun. Terimakasih sudah
berbagi keceriaan, kebahagiaan dan menemani penulis dalam proses
penyelesaian skripsi ini.
12. Seluruh teman-teman peminatan K3 2011.
Akhirnya kepada Allah SWT jualah penulis panjatkan doa dan harap,
semoga kebaikan mereka dicatat sebagai amal shaleh di hadapan Allah SWT dan
menjadi pemberat bagi timbangan kebaikan mereka kelak. Penulis menyadari
bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna.Kritik dan saran yang membangun
senantiasa penulis harapkan agar dapat dijadikan masukan di waktu
mendatang.Semoga skripsi ini dapat mendatangkan manfaat kepada penulis
khususnya, dan kepada seluruh pembaca secara keseluruhan.
Jakarta, November 2015
Selly Tri Minati
xii
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN..................................................................................ii
ABSTRAK.............................................................................................................iii
PERNYATAAN PERSETUJUAN.......................................................................iv
RIWAYAT HIDUP...............................................................................................vi
KATA PENGANTAR...........................................................................................ix
DAFTAR ISI.........................................................................................................xii
DAFTAR TABEL...............................................................................................xvi
DAFTAR GAMBAR..........................................................................................xvii
DAFTAR BAGAN............................................................................................xviii
DAFTAR LAMPIRAN.......................................................................................xix
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
A. Latar Belakang...................................................................................................1
B. Rumusan Masalah..............................................................................................7
C. Pertanyaan Penelitian.........................................................................................7
xiii
D. Tujuan................................................................................................................8
1. Tujuan Umum.......................................................................................8
2. Tujuan Khusus......................................................................................8
E. Manfaat Penelitian.............................................................................................9
1. Bagi PT. Krakatau Engineering............................................................9
2. Bagi FKIK dan Mahasiswa...................................................................9
F. Ruang Lingkup Penelitian..................................................................................9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................11
A. Keselamatan Kerja...........................................................................................11
B. Kecelakaan Kerja.............................................................................................12
1. Pengertian Kecelakaan Kerja..............................................................12
2. Penyebab Kecelakaan Kerja................................................................13
C. Perilaku............................................................................................................15
1. Konsep Perilaku...............................................................................15
2. Definisi Perilaku...............................................................................16
3. Batasan Perilaku................................................................................17
4. Bentuk Perilaku.................................................................................18
5. Determinan Perilaku.........................................................................20
6. Perilaku Tidak Aman........................................................................21
7. Teori Perubahan Perilaku..................................................................22
a. Teori Lawrence Green................................................................26
b. Teori Geller.................................................................................26
8. Faktor-Faktor Perilaku..............................................................................27
a. Faktor-Faktor Predisposisi..........................................................27
xiv
b. Faktor-Faktor Pendukung...........................................................37
c. Faktor-Faktor Penguat................................................................40
9. Pengukuran Perilaku.................................................................................42
D. Kerangka Teori.................................................................................................44
BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN DEFINISI ISTILAH......................45
A. Kerangka Berpikir ...........................................................................................45
B. Definisi Istilah..................................................................................................48
BAB IV METODE PENELITIAN.....................................................................51
A. Jenis Penelitian.................................................................................................51
B. Lokasi dan Waktu Penelitian...........................................................................51
C. Informan Penelitian.........................................................................................51
D. Kriteria Informan Utama..................................................................................57
E. Instrumen Penelitian.........................................................................................57
F. Sumber dan Pengumpulan Data.......................................................................58
G. Manajemen Data dan Analisis Data.................................................................59
H. Keabsahan Data................................................................................................60
I. Penyajian Data.................................................................................................60
BAB V HASIL......................................................................................................61
A. Gambaran Proyek Blast Furnace.....................................................................61
B. Hasil Penelitian................................................................................................62
1. Gambaran Perilaku Tidak Aman pada Pekerja..........................................72
2. Gambaran Faktor Predisposisi Perilaku Tidak Aman pada Pekerja..........76
xv
3. Gambaran Faktor Pendukung Perilaku Tidak Aman pada Pekerja............91
4. Gambaran Faktor Pendorong Perilaku Tidak Aman pada Pekerja............91
BAB VI PEMBAHASAN...................................................................................102
A. Keterbatasan Penelitian...............................................................................102
B. Perilaku Tidak Aman pada Pekerja................................................................102
C. Gambaran Faktor Predisposisi Perilaku Tidak Aman pada Pekerja..............121
D. Gambaran Faktor Pendukung Perilaku Tidak Aman pada Pekerja................127
E. Gambaran Faktor Pendorong Perilaku Tidak Aman pada Pekerja................136
1. Hukuman dan Penghargaan......................................................................136
2. Pengawasan..............................................................................................141
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN................................................................146
A. Simpulan........................................................................................................146
B. Saran..............................................................................................................149
1. Bagi PT. Krakatau Engineering...............................................................149
2. Bagi Pihak Subkontraktor........................................................................150
3. Bagi Pekerja Area COP Proyek Blast Furnace........................................151
4. Bagi Penelitian Selanjutnya.....................................................................152
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................153
LAMPIRAN........................................................................................................157
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Definisi Istilah........................................................................................49
Tabel 4.1indikator Perilaku Tidak Aman...............................................................55
Tabel 4.2 Triangulasi Metode dan Sumber............................................................58
Tabel 5.1 Karakteristik Informan Utama...............................................................64
Tabel 5.2 Karakteristik Informan Pendukung........................................................66
Tabel 5.3 Perilaku Tidak Aman pada Pekerja Area COP......................................69
Tabel 5.4 Prosedur PT. Krakatau Engineering.......................................................74
Tabel 5.5 Prosedur APD PT. Krakatau Engineering..............................................89
xvii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Teori Perilaku Geller .........................................................................26
Gambar 2.2 Kerangka Toeri...................................................................................46
Gambar 3.1 Kerangka Berpikir..............................................................................48
Gambar 5.1Pekerja Tidak Menggunakan Safety Shoes dan Masker....................71
Gambar 5.2 Pekerja Tidak Menggunakan APD secara Benar...............................71
Gambar 5.3 Tidak Menempatkan Peralatan dengan Sesuai..................................72
Gambar 5.4 Bekerja Sambil Merokok...................................................................72
Gambar 5.5 Pekerja Subkontraktor Bekerja Tidak Menggunakan APD...............78
Gambar 5.6 Bekerja Tidak Menggunakan APD dengan Benar.............................78
Gambar 5.7APD Pekerja Swakelola.....................................................................85
Gambar 5.8 Tempat Khusus Penyimpanan Stock APD Pekerja Swakelola.........86
Gambar 5.9 APD Pekerja Subkontraktor...............................................................93
Gambar 5.10Tempat Penyimpanan APD Pekerja Subkontraktor.........................68
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Pedoman Wawancara Mendalam.....................................................150
Lampiran 2 Matriks Wawancara Informan Utama..............................................155
Lampiran 3 Matriks Wawancara Informan Pendukung.......................................178
Lampiran 4 Matriks Wawancara Informan Kunci...............................................200
Lampiran 5 Hasil Observasi perilaku Tidak Aman..............................................205
Lampiran 6 Prosedur APD PT. KE......................................................................221
Lampiran 7 Form Perminntaan APD...................................................................223
Lampiran 8 Form Pelaporan Bahaya....................................................................224
Lampiran 9 Form Peminjaman APD....................................................................225
Lampiran 10 Prosedur Kesehatan Keselamatan Kerja dan Lingkungan PT KE..226
xix
DAFTAR ISTILAH
PT.KE : PT Krakatau Engineering
K3 : Keselamatan dan Kesehatan Kerja
K3L : Keselamatan Kesehatan Kerja dan Lingkungan
SOP : Standar Operasional
SHE : Safety Health & Environment
Swakelola : Pekerja Kuli Bangunan yang mengerjakan tahap
konstruksi
Subkontyraktor : Pekerja yang mengerjakan bagian mechanical dan
elektrical
APD : Alat Pelindung Diri
Berkelakar : Bercanda
STOP : Safety Training Observastion Program
xx
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Industri konstruksi mempunyai peran yang penting dalam proses
pembangunan dan perkembangan suatu negara, baik di negara berkembang
maupun di negara maju. Peran penting industri konstruksi dapat dilihat dari
semakin banyaknya gedung bertingkat, sarana infrastruktur jalan dan
jembatan, sarana irigasi dan bendungan, perhotelan, perumahan dan sarana
prasarana lain (Pio, 2012).
Perkembangan industri jasa konstruksi di Indonesia dapat dikatakan telah
mengalami kemajuan dan mendapat porsi yang seimbang dengan
perkembangan sektor industri yang lain. Keseimbangan tersebut diindikasikan
oleh peran serta sektor konstruksi dalam aktivitas pembangunan di Indonesia.
Semakin berkembangnya industri konstruksi juga menunjukkan tantangan
yang semakin ketat dan kompleks di bidang konstruksi. Industri konstruksi
memberikan kontribusi yang esensial terhadap proses pembangunan di
Indonesia (Shinta, 2009).
Pekerjaan konstruksi merupakan keseluruhan atau sebagian rangkaian
kegiatan perencanaan dan/atau pelaksanaan beserta pengawasan yang
mencakup pekerjaan arsitektural, sipil, mekanikal, elektrikal dan tata
lingkungan masing-masing beserta kelengkapannya, untuk mewujudkan suatu
bangunan fisik lain (UU No 18/1999, Jasa Konstruksi).Pada proses pekerjaan
konstruksi banyak menyerap tenaga kerja yang dapat meningkatkan taraf
hidup serta mengurangi pengangguran. Data dari Departemen Tenaga Kerja
2
dan Transmigrasi tahun 2013 menunjukkan kehadiran perusahaan layanan jasa
konstruksi semakin bertambah dan mampu menyerap sekitar 4,5 juta tenaga
kerja di Indonesia.
Sektor konstruksi merupakan salah satu sektor yang paling berisiko
terhadap kecelakaan kerja, disamping sektor utama lainnya yaitu pertanian,
perikanan dan pertambangan (Wirahadikusumah, 2007). Angka kecelakaan
kerja di Indonesia terus mengalami peningkatan, berdasarkan data dari
jamsostek diketahui bahwa pada tahun 2010 terdapat sebanyak 98.711 KK,
2011 sebanyak 99.491 KK dan tahun 2012 terdapat 103.000 KK.
Berbagai penyebab utama kecelakaan kerja pada proyek konstruksi adalah
hal-hal yang berhubungan dengan karakteristik proyek konstruksi yang
bersifat unik, lokasi kerja yang berbeda-beda, terbuka dan dipengaruhi cuaca,
waktu pelaksanaan yang terbatas, dinamis dan menuntut ketahanan fisik yang
tinggi, serta banyak menggunakan tenaga kerja yang tidak terlatih dan
ditambah dengan manajemen keselamatan kerja yang sangat lemah (Reini,
2005). Tenaga kerja di bidang konstruksi mencakup sekitar 7-8 persen atau
sekitar 4,5 juta orang dari jumlah tenaga kerja di seluruh sektor yang terdapat
di Indonesia. Sekitar 1,5 persen dari tenaga kerja di bidang konstruksi yang
kebanyakan belum pernah mendapatkan pendidikan formal dan sebagian
merupakan pekerja harian lepas atau borongan yang tidak memiliki kontrak
kerja secara formal terhadap perusahaan yang akan mempersulit penanganan
masalah K3 (Warta Ekonomi, 2006).
Mohamed (2002) menunjukkan bahwa industri konstruksi terkenal
dengan catatan keselamatan kerja yang buruk dibandingkan industri lain.
3
King and Hudson (1985) menyatakan bahwa proyek konstruksi di negara-
negara berkembang, terdapat tiga kali lebih tinggi tingkat kematian
dibandingkan negara-negara maju dan Indonesia merupakan salah satu
tingkat kecelakaan kerja yang tertinggi di dunia. Cedera dalam industri
konstruksi lima puluh persen lebih tinggi dibandingkan dengan industri
lain. Industri konstruksi telah secara teratur menyumbang lebih dari seribu
seratus kematian per tahun atau hampir sama dengan dua puluh persen dari
semua kematian pekerja industri. Selain itu berdasarkan data Depnakertrans
tahun 2013 bahwa sektor konstruksi juga menempati urutan tertinggi dalam
kecelakaan kerja yakni sebesar tiga puluh dua persen.
Kemungkinan kecelakaan yang terjadi pada proyek konstruksi akan
menjadi salah satu penyebab terganggu atau terhentinya produktivitas, jam
kerja hilang, kerusakan materil dan mesin, serta aspek kerugian lain yang
tidak terlihat jelas seperti kenyamanan pekerja dalam beraktivitas (Kartikasari,
2005). Dampak yang ditimbulkan dari kecelakaan kerjapun tidak sedikit,
selain kerugian yang harus dialami korban berupa kecacatan atau meninggal,
perusahaan pun mengalami kerugian biaya sebagai kompensasi. Kecelakaan
ini mengakibatkan kerugian yang besar. Penelitian yang dilakukan oleh
Everett dan Frank (1996) menyimpulkan bahwa total biaya kecelakaan
konstruksi menyumbang 7,9-15,0% dari biaya total keseluruhan proyek.
Sebuah studi penelitian yang lebih baru oleh Coble dan Hinze (2000)
menunjukkan bahwa rata-rata kompensasi pekerja biaya asuransi dapat
secara konservatif diperkirakan 3,5% dari total biaya proyek.
4
Secara umum kecelakaan kerja dapat terjadi karena dua hal, yaitu kondisi
tidak aman (unsafe Condition) dan tindakan tidak aman (unsafe act) (Reason,
1997). Menurut H.W Heinrich dalam bukunya the Accident
Prevention,terungkap bahwa 88% penyebab suatu kecelakaan adalah faktor
manusia, yaitu tindakan tidak aman (unsafe act), sedangkan 10 %
lainnya disebabkan oleh kondisi tidak aman (unsafe condition) dan 2%
sisanya adalah faktor lain yang tidak dapat diperhitungkan (act of GOD).
Hasil penelitian dari Dupont memperkuat hal tersebut, yaitu tindakan
tidak aman memberikan kontribusi hampir pada semua kecelakaan. Dari
penelitian ini ditemukan 96% kecelakaan yang menyebabkan hilangnya
waktu kerja disebabkan perilaku tidak aman dan hanya 4% kecelakaan
disebabkan oleh penyebab lainnya.
Perilaku tidak aman (Bird and Germain, 1990) adalah perilaku yang dapat
mengizinkan terjadinya suatu kecelakaan atau insiden. Sedangkan menurut
Heinrich (1980), perilaku tidak aman adalah tindakan atau perbuatan dari
seseorang atau beberapa pekerja yang memperbesar terjadinya kecelakaan
terhadap pekerja. Dalam proses pembentukan prilaku dan perubahan perilaku
terdapat faktor-faktor yang berpengaruh, diantaranya faktor dari dalam
(internal) seperti susunan syaraf pusat, persepsi, motivasi, proses belajar, dan
sebagainya. Sedangkan faktor yang berasal dari luar (eksternal) seperti
lingkungan fisik/non fisik, iklim, manusia sosial dan ekonomi, budaya dan
sebagainya (Notoadmodjo, 2003). Menurut teori Lawrence Green, perilaku
dipengaruhi oleh faktor predisposisi, yaitu faktor demografi, tingkat
pendidikan, pengetahuan, masa kerja, dan sikap dll. Faktor pendukung yaitu
5
ketersediaan sarana dan prasarana dan fasilitas, serta faktor penguat seperti
pengawasan serta hukuman dan penghargaan.
PT. Krakatau Engineering merupakan salah satu anak perusahaan dari PT.
Krakatau Steel yang bergerak di bidang Engineering, Procurement, dan
Construction. Proyek Blast Furnace merupakan salah satu proyek yang sedang
dikerjakan oleh PT. Krakatau Engineering. Proyek Blast Furnace merupakan
perluasan area dari PT. Krakatau Steel (Persero), Tbk yang terdiri dari Blast
Furnace, Sintering Plant, Coke Over Plant, Pig Iron Caster, Stockyard dan
Material / Hot metal Handling yang memproduksi 1.200.000 metrik ton
pertahun berupa hot metal dan pig iron yang mampu disediakan bagi fasilitas
pembuatan besi. Proyek ini memiliki beberapa tahapan yaitu
rancangan/rekayasa, pengadaan barang dan konstruksi. Pihak PT. Krakatau
Engineering merupakan main kontraktor yang mengerjakan pada tahap
konstruksi.
Dalam pelaksanaan pekerjaan konstruksi pada proyek Blast Furnace ini,
PT. Krakatau Engineering selaku main kontraktor bekerjasama dengan
berbagai pihak, yaitu pekerja swakelola atau tenaga kerja harian lepas dan
juga dengan subkontraktor. Pekerja swakelola atau yang sering dikenal dengan
tenaga kerja harian lepas merupakan pekerja borongan yang mengerjakan
pekerjaan bagian civilsedangkan untuk pekerja subkontraktor mengerjakan
pekerjaan mechanicalyang tidak memiliki kontrak kerja secara formal
terhadap perusahaan. Pekerja lapangan ini memiliki tingkat risiko kecelakaan
lebih tinggi dibandingkan dengan pekerja lainnya (Shinta, 2009). Faktor yang
melatarbelakanginya pun beraneka ragam, baik dari dalam diri pekerja
6
maupun faktor di luar pekerja seperti lingkungan, fasilitas dan organisasi.
Pekerjaan pada proyek konstruksi memiliki risiko dan bahaya yang bisa
membahayakan pekerja seperti jatuh dari ketinggian, tertimbun, tertimpa
material yang dapat membahayakan pekerja dan menyebabkan kecelakaan
kerja.
PT. Krakatau Engineering merupakan perusahaan yang bergerak di bidang
konstruksi dan merupakan salah satu anak perusahaan PT. Krakatau Steel
yang sudah dikenal memiliki citra serta kinerja yang baik. Namun berdasarkan
studi pendahuluan yang peneliti lakukan pada pekerja area Cook Over Plant
(COP) proyek Blast Furnace ini, masih banyak ditemukan pekerja yang
berperilaku tidak aman. Dari 30 orang pekerja, lebih dari setengahnya yaitu
sebanyak 76 % atau 23 orang berperilaku tidak aman. Semakin seringnya
perilaku tidak aman dilakukan maka akan memperbesar kemungkinan akan
terjadinya kecelakaan yang akan membahayakan pekerja kapan saja yang
dapat berupa kecacatan atau meninggal, dan juga tentu saja akan merugikan
perusahaan. Oleh karena itu penulis tertarik ingin melakukan penelitian
mengenai “Gambaran Faktor Perilaku Tidak Aman pada Pekerja PT. Krakatau
Engineering area Cook Over Plant (COP) Proyek Blast Furnace PT. Krakatau
Steel (Persero), Tbk Tahun 2015.”
7
B. Rumusan Masalah
Perilaku tidak aman adalah tindakan atau perbuatan dari seseorang atau
beberapa pekerja yang memperbesar terjadinya kecelakaan kerja.Semakin
seringnya perilaku tidak aman dilakukan maka akan memperbesar
kemungkinan akan terjadinya kecelakaan yang akan membahayakan pekerja
kapan saja yang dapat berupa kecacatan atau meninggal, dan juga tentu saja
akan merugikan perusahaan. Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang
dilakukan masih banyak ditemukan pekerja yang berperilaku tidak aman. Oleh
karena itu penulis tertarik ingin melakukan penelitian mengenai “Gambaran
Faktor Perilaku Tidak Aman pada Pekerja PT. Krakatau Engineering area
COP Proyek Blast Furnace PT. Krakatau Steel (Persero), Tbk Tahun 2015.”
C. Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana gambaran perilaku tidak aman pada pekerja PT. Krakatau
Engineering area Cook Over Plant (COP) Proyek Blast Furnace PT.
Krakatau Steel (Persero), Tbk Tahun 2015?
2. Bagaimana gambaran faktor predisposisi (motivasi) pada pekerja PT.
Krakatau Engineering area Cook Over Plant (COP) Proyek Blast Furnace
PT. Krakatau Steel (Persero), Tbk Tahun 2015?
3. Bagaimana gambaran faktor pendukung (ketersediaan APD) pada pekerja
PT. Krakatau Engineering areaCook Over Plant(COP) Proyek Blast
Furnace PT. Krakatau Steel (Persero), Tbk Tahun 2015?
4. Bagaimana gambaran faktor penguat (hukuman dan penghargaan,
pengawasan) pada pekerja PT. Krakatau Engineering areaCook Over
8
Plant(COP) Proyek Blast Furnace PT. Krakatau Steel (Persero), Tbk
Tahun 2015?
D. Tujuan
Adapun tujuan dari penelitian ini terdiri dari tujuan umum dan tujuan
khusus sebagai berikut:
1. Tujuan Umum
Mengetahui gambaran faktor perilaku tidak aman pada pekerja PT.
Krakatau Engineering area Cook Over Plant (COP) Proyek Blast Furnace
PT. Krakatau Steel (Persero), Tbk Tahun 2015.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui gambaran perilaku tidak aman pada pekerja PT. Krakatau
Engineering area COP Proyek Blast Furnace PT. Krakatau Steel
(Persero), Tbk Tahun 2015.
b. Mengetahui gambaran faktor predisposisi (motivasi) pada pekerja PT.
Krakatau Engineering area COP Proyek Blast Furnace PT. Krakatau
Steel (Persero), Tbk Tahun 2015.
c. Mengetahui gambaran faktor pendukung (ketersediaan APD) pada
pekerja PT. Krakatau Engineering area Cook Over Plant (COP) Proyek
Blast Furnace PT. Krakatau Steel (Persero), Tbk Tahun 2015.
d. Mengetahui gambaran faktor penguat (hukuman dan penghargaan,
pengawasan) pada pekerja PT. Krakatau Engineering areaCook Over
Plant(COP) Proyek Blast Furnace PT. Krakatau Steel (Persero), Tbk
Tahun 2015.
9
E. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagi PT. Krakatau Engineering
a. Perusahaan akan mendapat informasi mengenai perilaku tidak aman
pada pekerja swakelola sehingga dapat ditangani dan dilakukan
tindakan perbaikan dan evaluasi agar tidak mengakibatkan kecelakaan
kerja yang bisa terjadi kapan saja serta menimbulkan kerugian bagi
perusahaan.
2. Bagi FKIK dan Mahasiswa
a. Sebagai bahan referensi untuk penelitian selanjutnya.
b. Sebagai sarana penerapan, pengaplikasian dan pengembangan
keilmuan K3.
F. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran faktor perilaku tidak
aman pada pekerja PT. Krakatau Engineering area COP Proyek Blast Furnace
PT. Krakatau Steel (Persero), Tbk Tahun 2015. Faktor-faktor yang akan
diteliti adalah pengetahuan, sikap, motivasi dan pengawasan. Kegiatan
penelitian ini dilakukan pada bulan Mei – Oktober2015 pada area COP proyek
Blast Furnace PT. Krakatau Steel. Informan pada penelitian ini adalah pekerja
swakelola dan subkontraktor area COP, safety officer dan safety man PT. KE
dan subkontraktor, sertamanager SHE proyek Blast Furnace. Penelitian ini
merupakan penelitian kualitatif. Informan utama penelitian ini adalah pekerja
10
swakelola dan subkontraktor PT. Krakatau Engineering Data penelitian ini
diperoleh dengan cara pengambilan data primer yang dilakukan dengan
metode wawancara mendalam, observasi dan telaah dokumen.
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Keselamatan Kerja
Menurut Colling (1990), kesehatan dan keselamatan kerja adalah
upaya pencegahan dari kecelakaan dan melindungi pekerja dari mesin,
dan peralatan kerja yang akan dapat menyebabkan traumatic injury.
Menurut ILO/WHO (1980) keselamatan dan kesehatan kerja (K3) adalah
promosi dan pemeliharaan terhadap faktor fisik, mental dan sosial pada
semua pekerja yang terdapat di semua tempat kerja, mencegah gangguan
kesehatan yang disebabkan kondisi kerja, melindungi pekerja dan semua
orang dari hasil risiko dan dari faktor yang dapat mengganggu kesehatan,
menempatkan dan menjaga pekerja pada lingkungan kerja yang
adaptif terhadap fisiologis dan psikologis dan dapat menyesuaikan
antara pekerjaan dengan manusia dan manusia lain sesuai jenis
pekerjaannya (Kondarus, 2006).
Dalam UU RI No. 1 Tahun 1970 dinyatakan bahwa setiap tenaga kerja
berhak mendapatkan perlindungan atas keselamatannya dalam
melakukan pekerjaan dan perlu diadakan segala upaya untuk membina
norma-norma perlindungan kerja. Berbagai upaya dilakukan oleh
perusahaan sebagai tempat bekerja untuk melindungi pekerjanya dari
bahaya kecelakaan kerja. Upaya-upaya itu antara lain pengendalian
rekayasa (Engineering control), pengendalian administratif, dan
pengendalian perilaku. Menurut Suma’mur (1996), tujuan dari
keselamatan kerja antara lain :
12
a. Melindungi tenaga kerja atas hak keselamatannya dalam
melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan
meningkatkan produksi serta produktivitas nasional.
b. Menjamin keselamatan setiap orang lain yang berada di
tempat kerja.
c. Sumber produksi terpelihara dan dipergunakan secara aman
dan efisien.
B. Kecelakaan Kerja
Kecelakaan adalah kejadian yang tak terduga dan tidak diharapkan.
Tak terduga; oleh karena dibelakang peristiwa itu tidak terdapat unsur
kesengajaan, lebih-lebih dalam bentuk perencanaan. tidak diharapkan,
oleh karena peristiwa kecelakaan disertai kerugian matrial ataupun
penderitaan dari yang paling ringan sampai yang paling berat (Suma’mur,
1996). Secara lebih rinci, kecelakaan kerja diuraikan sebagai berikut:
1. Pengertian Kecelakaan Kerja
Menurut Bird (1990) kecelakaan merupakan suatu kejadian
yang tidak diinginkan dan dapat membahayakan orang,
menyebabkan kerusakan pada property atau kerugian pada proses.
Selain itu, menurut Warsto dan Mamesah (2003), kecelakaan
adalah kejadian yang tidak diinginkan yang berhubungan dengan
pekerjaan yang mengakibatkan cidera/kematian terhadap orang,
kerusakan harta benda atau terhentinya proses produksi.
13
2. Penyebab Kecelakaan Kerja
Teori sequential kecelakaan kerja yang dikemukakan oleh
H.W.Heinrich dikenal dengan teori domino yang mengungkapkan
bahwa penyebab kecelakaan yang terbesar adalah unsafe act atau
tindakan tidak aman 88%, 10% unsafe conditiondan atau kondisi tidak
aman 2% faktor yang tidak bisa dihindari (Heinrich, 1980).
Frank Bird Jr. dalam bukunya Management Guide to Loss
Controlmengemukakan tentang penyebab terjadinya kecelakaan yaitu
adanya kekurangan pada sistem pengawasan manajemen.
Teori lain yang memberi survei kecelakaan dengan sequential
model yang diperkenalkan oleh Ramsey dalam Industril and
Organizational Psychology (Mc Cormick dan llsen, 1985), yaitu bahwa
kemampuan yang dimiliki oleh pekerja dapat menghindarkan pekerja
tersebut dari kecelakaan pada suatu potensial bahaya. Kemampuan
ini diawali dengan tahap munculnya persepsi terhadap risiko kerja,
pengetahuan hazard di tempat kerja, sikap terhadap hazard di
tempat kerja dan keterampilan yang dimiliki oleh pekerja untuk
menerima dan menghindari hazard di tempat kerjanya. Bila setiap
tahap pada diri individu tidak dipenuhi dengan baik akan
memperlihatkan tindakan tidak aman dan berdampak pada kecelakaan
kerja.
Reason (1997) membagi penyebab kecelakaan kerja menjadi dua,
yang pertama karena tindakan tidak aman yang dilakukan oleh pekerja
dan yang kedua disebabkan oleh kondisi tidak aman pada
14
lingkungan kerja. Reason (1997) menyatakan bahwa pendorong
utama timbulnya tindakan tidak aman dan kondisi tidak aman
adalah faktor organisasi, yang selanjutnya mempengaruhi faktor
lingkungan kerja.
Faktor lingkungan kerja meliputi hal-hal yang berhubungan dengan
proses kerja secara langsung, seperti tekanan yang berlebihan terhadap
jadwal pekerjaan, peralatan dan perlengkapan keselamatan kerja
yang diberikan pada pekerja, kurangnya pengawasan terhadap
keselamatan kerja pekerja. Faktor lingkungan kerja dapat
mendorong munculnya kesalahan dan pelanggaran oleh pihak pekerja.
Kesalahan dan pelanggaran tersebut dapat berupa tindakan tidak aman
dari pekerja, dan salah satuhasil dari tindakan tidak aman adalah
munculnya kecelakaan kerja pada pihak pekerja.
Faktor organisasi dan faktor lingkungan kerja juga dapat
menyebabkan munculnya kondisi tidak aman yang berupa kondisi
laten. Kondisi laten yaitu kondisi tidak aman yang muncul pada
lingkungan kerja jika berinteraksi dengan tindakan tidak aman dari
pihak pekerja, yang kemudian dapat menyebabkan kecelakaan kerja.
Salah satu contoh kondisi laten adalah kebijakan organisasi yang
tidak menyediakan perlengkapan keselamatan kerja pada pekerjanya
dengan melakukan pengawasan secara ketat terhadap kemungkinan
terjadinya kecelakaan. Hal ini sangat berisiko karena bila suatu saat
pengawasan tidak dilakukan, dapat muncul berisiko terjadinya
kecelakaan kerja.
15
Oliver,et al (2002) menyatakan bahwa kecelakaan kerja yang
disebabkan oleh tindakan tidak aman dan kondisi tidak aman dapat
terjadi karena adanya pengaruh dari faktor organisasi, kondisi lokal
tempat kerja,serta perilaku dan kesehatan pekerja kurang baik atau
tindakan tidak aman yang tidak disadari atau yang disadari oleh
pekerja, berupa pelanggaran.
C. Perilaku
Dalam pengertian umum perilaku adalah segala perbuatan atau
tindakan yang dilakukan mahluk hidup dan pada dasarnya perilaku
dapat diamati melalui sikap dan tindakan. Namun tidak berarti
bahwa bentuk perilaku hanya dapat dilihat dari sikap dan
tindakannya. Perilaku juga bersifat potensial yakni dalam bentuk
pengetahuan, motivasi, dan persepsi. Penjelasan lebih jelas mengenai
perilaku diuraikan sebagai berikut:
1. Konsep Perilaku
Perilaku dipandang dari segi biologis adalah suatu kegiatan atau
aktivitas organisme yang bersangkutan, baik yang dapat diamati secara
langsung maupun tidak langsung. Perilaku manusia pada hakikatnya
adalah suatu aktivitas dari manusia itu sendiri yang meliputi aktivitas
eksternal seperti berjalan, berbicara, berpakaian dan lain sebagainya,
serta aktivitas internal seperti berfikir, persepsi, emosi juga merupakan
perilaku manusia. (Noviani, 2001)
16
2. Definisi Perilaku
Menurut Notoatmodjo (2003) perilaku adalah suatu kegiatan
atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Oleh
sebab itu, dari sudut pandang biologis semua makhluk hidup mulai dari
tumbuh-tumbuhan, binatang sampai dengan manusia itu berperilaku,
karena mereka mempunyai aktivitas masing-masing. Sehingga yang
dimaksud dengan perilaku manusia, pada hakikatnya adalah tindakan
atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang
sangat luas antara lain: berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja,
kuliah, menulis, membaca, dan sebagainya.
Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud
perilaku (manusia) adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik
yang dapat diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh
pihak luar (Notoatmodjo, 2003)
Skinner (1938) seorang ahli perilaku mengemukakan bahwa
perilaku merupakan hasil hubungan antara stimulus dengan respon.
Secara operasional perilaku dapat diartikan sebagai suatu respon dari
seseorang terhadap rangsangan dari luar subyek. Rangsangan ini
berbentuk dua macam, yaitu: (Noviani 2001).
a. Bentuk pasif (tanpa tindakan) adalah respon internal yang
terjadi dalam diri manusia dan tidak secara langsung dapat
dilihat oleh orang lain, misalnya berfikir, tanggapan atau
sikap batin dan pengetahuan. Bentuk perilaku ini masih
terselubung (covert behavior).
17
b. Bentuk aktif (dengan tindakan) adalah apabila perilaku itu
jelas dapat diobservasi secara langsung, misalnya tindakan
nyata dari seseorang terhadap stimulus yang datang, dimana
perilaku sudah tampak dalam tindakan nyata (overt
behavior).
Dalam pengertian umum perilaku adalah segala perbuatan
atau tindakan yang dilakukan mahluk hidup dan pada dasarnya perilaku
dapat diamati melalui sikap dan tindakan. Namun tidak berarti
bahwa bentuk perilaku hanya dapat dilihat dari sikap dan
tindakannya. Perilaku juga bersifat potensial yakni dalam bentuk
pengetahuan, motivasi, dan persepsi. Perilaku sebagai perefleksian
faktor-faktor kejiwaan seperti keinginan, minat, kehendak,
pengetahuan, emosi, sikap, motivasi, reaksi, dan sebagainya, dan
faktor lain seperti pengalaman, keyakinan, sarana fisik, sosio, dan
budaya (Notoatmodjo, 2003).
3. Batasan Perilaku
Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas yang dilakukan oleh
suatu organisme atau makhluk hidup. Perilaku manusia pada
hakikatnya adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang
mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain: berjalan, berbicara,
menangis, tertawa, membaca dan sebagainya. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa perilaku manusia adalah semua kegiatan atau
18
aktivitas manusia , baik yang dapat diamati langsung, maupun yang
tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoadmodjo, 2003)
Menurut Geller (2001) dalam Halimah (2010), perilaku sebagai
tingkah atau tindakan yang dapat diobservasi oleh orang lain. Tetapi
apa yang dilakukan atau dikatakan seseorang tidaklah selalu sama
dengan apa yang individu tersebut pikir, rasakan, dan yakini.
Menurut Skinner, merumuskan bahwa perilaku merupakan respon
atau reaksi seseorang terhadap stimulus atau rangsangan dari luar.
Dalam teori Skinner dibedakan adanya dua respon:
a. Respondent respons atau flexive, yakni responden yang
ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan tertentu. Stimulus ini
disebut eleciting stimulation karena menimbulkan respon-
respon yang relatif tetap.
b. Operant respons atau instrumental respons, yakni respon yang
timbul dan berkembang kemudian diikuti oleh stimulus atau
perangsang tertentu. Perangsang ini disebut reinforcing
stimulation atau reinforcer, karena memperkuat respon.
4. Bentuk Perilaku
Jika dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus yang
dikemukakan oleh Skinner (1938) dalam Notoatmodjo (2003),
maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :
a. Perilaku tertutup/terselubung (covert behavior)
19
Respon seseorang terhadap stimulus masih dalam bentuk
terselubung atau tertutup. Repon dan reaksi terhadap
stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi,
pengetahuan atau kesadaran dan sikap yang terjadi pada orang
yang menerima stimulus tersebut dan belum dapat diamati
dengan jelas oleh orang lain.
b. Perilaku terbuka/nyata tampak (overt behavior)
Respon terhadap stimulus telah diaplikasikan dalam tindakan
nyata atau terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut
sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek yang dapat
mudah diamati dan dilihat oleh orang lain (Notoatmodjo,
2003).
Menurut Ircham (2005) ada beberapa cara pembentukan perilaku,
diantaranya:
a. Kebiasaan (Condisioning)
Pembentukan perilaku dengan cara membiasakan diri dan sering
atau berkali-kali untuk berperilaku seperti yang diharapkan,
sehingga akan terbentuklah perilaku tersebut.
b. Pengertian (Insight)
Pembentukan perilaku dapat ditempuh dengan pengertian atau
insight. Cara ini berdasarkan teori belajar kognitif, yaitu belajar
dengan disertai adanya pengertian.
c. Menggunakan model
20
Pembentukan perilaku dengan menjadikan pemimpin sebagai mode
atau contoh oleh yang dipimpinnya. Cara ini didasarkan atas social
learning theory atau Observasional Learning Theory yang
dikemukakan oleh Bandura (1977)
5. Determinan Perilaku
Meskipun perilaku adalah bentuk respon terhadap stimulus atau
rangsangan dari luar, namun dalam memberikan respon sangat
tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari yang
bersangkutan. Faktor-faktor yang membedakan respon terhadap
stimulus yang berbeda disebut determinan perilaku. Determinan
perilaku ini dapat dibedakan menjadi dua faktor yaitu:
a. Faktor Internal, yaitu karakteristik orang yang bersangkutan
yang bersifat bawaan, misalnya tingkat kecerdasan, tingkat
emosional, jenis kelamin dan sebagainya.
b. Faktor Eksternal yaitu lingkungan, baik lingkungan fisik,
sosial, budaya, ekonomi, politik dan sebagainya. Faktor
lingkungan ini sering merupakan faktor yang dominan yang
mewarnai perilaku seseorang (Notoatmodjo, 2007)
benyamin Bloom (1908) yang dikutip Notoatmodjo (2007),
membagi perilaku manusia ke dalam tiga domain, yakni: kognitif,
afektif, dan psikomotor. Dalam perkembangannya, teori ini
dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan yaitu:
pengetahuan, sikap dan praktik atau tindakan (Notoatmodjo, 2007)
21
6. Perilaku Tidak Aman
Perilaku pekerja dapat digolongkan menjadi dua yaitu perilaku
aman yang berupa tindakan yang tidak beresiko menimbulkan
cedera baik pada pekerja lain maupun pekerja itu sendiri, dan
yang kedua adalah membentuk perilaku tidak aman atau perilaku
berbahaya yaitu tindakan atau perilaku pekerja yang dapat
menimbulkan risiko cidera atau kecelakaan.
Istilah-istilah perilaku berbahaya yang diterjemahkan oleh
beberapa ahli seperti dikutip dari Winarsunu (2008) antara lain :
1) Silalahi (1995) dari kata unsafe act.
2) McCormick (1992) dan Tiffin (1974) menggunakan istilah unsafe
behavior dan accident behavior.
3) Anastasi (1979) menggunakan istilah unsafe behavior dan juga
hazardous behavior .
Definisi perilaku berbahaya menurut beberapa ahli yang juga
dikutip dari Winarsunu (2008), antara lain :
a. Kavianian (1990) adalah kegagalan (human failure) dalam
mengikuti persyaratan dan prosedur-prosedur kerja yang benar
sehingga menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja.
b. Ramsey, seperti yang dikutip oleh McCormick (1992) adalah
suatu kesalahan dalam tahap-tahap persepsi, mengenali,
memutuskan menghindari dan kemampuan menghindari bahaya.
c. Lawton (1998) mendefinisikan perilaku berbahaya adalah
kesalahan-kesalahan (errors) dan pelanggaran-pelanggaran (
22
violations ) dalam bekerja yang dapat menyebabkan kecelakaan
kerja.
Dari keseluruhan definisi yang dinyatakan oleh para ahli tersebut,
perilaku berbahaya atau perlaku tidak aman adalah tindakan dalam
bekerja yang sangat potensial menyebabkan kecelakaan kerja karena gagal
mengikuti prosedur kerja yang telah ditentukan didukung pula dengan
ketidakmampuan mengenali dan memutuskan menghindari bahaya secara
benar.
Menurut DNV Modern Safety Management (1996)
mendiskripsikan faktor-faktor yang termasuk dalam perilaku tidak aman,
diantaranya adalah:
a. Menjalankan peralatan tanpa wewenang
b. Tidak memberi peringatan
c. Tidak mengunci peralatan
d. Menjalankan mesin pada kecepatan yang tidak semestinya
e. Membuat alat keselamatan tidak dapat dioperasikan
f. Menuggunakan peralatan yang cacat
g. Menggunakan peralatan tidak sebagaimana mestinya
h. Menggunakan peralatan pelindung diri secara tidak benar
i. Pemuatan yang tidak benar
j. Penempatan yang tidak benar
k. Pengangkatan yang tidak benar
l. Membetulkan mesin dalam keadaan masih nyala
m. Bercanda
23
n. Dipengaruhi rokok, alkohol (mabuk) dan atau obat-obatan
o. Tidak mengikuti prosedur /kebijakan/praktek yang berlaku
p. Tidak melakukan pengidentifikasian bahaya /risiko
q. Tidak melakukan pengecekan/pemantauan
r. Tidak melakukan tindakan ulang/pembetulan
s. Tidak melakukan komunikasi/koordinasi
Menurut H.W Heinrich, 1928, jenis-jenis tindakan tidak aman antara lain:
a. Mengoperasikan peralatan dengan kecepatan yang tidak sesuai
b. Mengoperasikan peralatan yang bukan haknya
c. Menggunakan peralatan yang tidak pantas
d. Menggunakan peralatan yang tidak benar
e. Membuat peralatan safety tidak berfungsi
f. Kegagalan untuk memperingatkan karyawan lain
g. Kegagalan untuk menggunakan alat pelindung diri
h. Beban, tempat dan materi yang tidak layak dalam pengangkatan
i. Melempar peralatan kerja kepada karyawan lain.
Sedangkan menurut Bird dan Germain, 1990, jenis-jenis tindakan
tidak aman antara lain:
a. Mengoperasikan peralatan tanpa otoritas
b. Gagal untuk mengingatkan
c. Gagal untuk mengamankan
d. Pengoperasian dengan kecepatan yang tidak sesuai
24
e. Membuat peralatan safety menjadi tidak beroperasi
f. Memindahkan peralatan safety
g. Menggunakan peralatan yang rusak
h. Menggunakan peralatan secara tidak benar
i. Tidak menggunakan APD
j. Loading barang yang salah
k. Penempatan barang yang salah
l. Pengangkatan yang salah
m. Memperbaiki peralatan pada saat beroperasi
7. Teori Perubahan Perilaku
Terdapat beberapa teori perubahan perilaku, antara lain:
a. Teori Lawrence Green
Lawrence Green (1980) menganalisis perilaku manusia
terkait masalah kesehatan. Bahwa kesehatan seseorang atau
masyarakat dipengaruhi oleh 2 faktor pokok, yakni faktor perilaku
(behavior causes) dan faktor di luar perilaku (non behavior
causes). Selanjutnya faktor perilaku itu sendiri terbentuk dari 3
faktor yaitu :
1) Predisposing factors (faktor dari diri sendiri) adalah faktor-
faktor yang mendahului perilaku untuk menetapkan
pemikiran ataupun motivasi yang terdiri dari pengetahuan,
sikap, persepsi, nilai, keyakinan, dan variabel demografi seperti
umur.
25
2) Enabling factors (faktor pemungkin) adalah kemampuan dari
sumber daya yang diperlukan untuk membentuk perilaku.
Faktor pemungkin terdiri dari fasilitas penunjang, peraturan
dan kemampuan sumber daya.
3) Reinforcing factors(faktor penguat) adalah faktor yang
menentukan apakah tindakan kesehatan mendapatkan
dukungan. Pada program pendidikan keselamatan kerja
dilakukan oleh teman kerja, pengawas, pimpinan, dan keluarga,
pemberian rewarddan punishment(Green, 1980).
Kurt Lewin (1970) dalam Notoatmodjo (2003) berpendapat
bahwa perilaku manusia adalah suatu keadaan yang seimbang antara
kekuatan-kekuatan pendorong (driving forces) dan kekuatan-kekuatan
penahan (restining forces). Perilaku itu dapat berubah bila terjadi
ketidak seimbangan antara kedua kekuatan tersebut didalam diri
seseorang. Kekuatan pendorong meningkat, hal ini terjadi karena
adanya stimulus-stimulus yang mendorong untuk terjadinya perubahan
perilaku. Kekuatan-kekuatan penahan menurun, hal ini terjadi karena
adanya stimulus-stimulus yang memperlemah kekuatan penahan
tersebut. Kekuatan pendorong meningkat, kekuatan penahan menurun,
dengan keadaan ini jelas juga akan terjadi perubahan perilaku.
26
b. Teori Geller
Menurut Geller (2001), perubahan perilaku seseorang dapat
dilakukan dengan secara internal yaitu dengan berusaha mengubah
cara berpikir sehingga diharapkan dapat mengubah perilaku, atau secara
eksternal yaitu dengan berusaha mengubaha perilaku sehingga diharapkan
dapat terjadi perubahan cara berpikir. Proses pendekatan perilaku ini
dapat secara jelas digambarkan berikut ini:
Sumber: Geller, E. Scott, (2001)
Gambar 2.1
Teori Perilaku Geller
27
Selain itu menurut Skinner (1988) proses terbentuknya perilaku
berasal dari faktor internal dan juga faktor eksternal. Faktor Internal
diantaranya adalah persepsi, motivasi, dan kepatuhan terhadap
peraturan. Sedangkan faktor eksternal yaitu peraturan dan kebijakan,
komunikasi, pengawasan, ketersediaan APD, dan juga pelatihan.
8. Faktor – Faktor Perilaku
Faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku diantara adalah:
a. Faktor-Faktor Predisposisi
Faktor-faktor predisposisi yang berhubungan dengan perilaku
menurut teori Lawrence Green yaitu:
1) Umur
Umur adalah rentang kehidupan yang diukur dengan tahun.
Umur adalah usia individu yang terhitung mulai saat dilahirkan.
Umur merupakan salah satu variabel yang penting dalam
menilai individu (Chandra, 2008). Faktor umur mempunyai
hubungan langsung dengan logika berpikir dan pengetahuan
seseorang. Semakin matang usia seseorang, biasanya cenderung
bertambah pengetahuan dan tingkat kecerdasannya.
Kemampuan mengendalikan emosi psikisnya dapat mengurangi
terjadinya kecelakaan (Cece, 2005). Umur bila dikaitkan
dengan kedewasaan psikologis seseorang walaupun belum pasti
bertambahnya usia akan bertambah pula kedewasaannya.
Namun umumnya dengan bertambahnya usia akan semakin
28
rasional, makin mampu mengendalikan emosi dan makin
toleran terhadap pandangan dan perilaku yang membahayakan.
Simanjutak (1985), umur secara alamiah mempunyai
pengaruh terhadap kondisi fisik seseorang, ada saat usia
tertentu dimana seseorang dapat berprestasi secara maksimal
tetapi ada saat dimana terjadinya penurunan prestasi.
Tingkat prestasi kerja mulai meningkat bersamaan dengan
meningkatnya umur, untuk kemudian menurun menjelang usia
tua.
Jika seseorang makin bertambah usianya, maka cenderung
cepat puas karena tingkat kedewasaan teknis maupun
kedewasaan psikologis. Artinya, semakin bertambah usianya
maka semakin mampu menunjukkan kematangan jiwa yaitu
semakin bijaksana, semakin mampu berfikir rasional,
semakin mampu mengendalikan emosi, semakin toleran
terhadap pandangan dan perilaku yang berbeda dari dirinya
sendiri, dan sifat-sifat lain yang menunjukkan kematangan
intelektual dan psikologis (Siagian, 1987).
Berdasarkan penelitian kerja, pekerja muda yang berusia
18-22 tahun yang mencakup 7, 35% dari seluruh pekerja
menyumbangkan 10, 62% dari total keseluruhan kecelakaan
kerja (Suma’mur, 1988). Kemudian dilakukan penelitian juga
terhadap pekerja di atas umur 50 tahun hasilnya pekerja yang
29
berusia lanjut lebih stabil dan tidak kurang produktif dengan
rekan kerjanya yang lebih muda (Robbins, 1998)
2) Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan adalah jenjang pendidikan formal yang
pernah diikuti oleh seseorang. Tingkat pendidikan ini erat
kaitannya dengan pengetahuan yang dimiliki oleh masing-
masing pekerja. Pada umumnya semakin tinggi tingkat
pendidikan formal yang pernah dicapai seseorang, maka
semakin banyak pula pengetahuan yang didapat dan dipelajari
oleh orang tersebut.
Menurut penelitian, tingkat pendidikan sangat berpengaruh
terhadap pengetahuan pekerja dan membentuk perilaku secara
langsung maupun tidak langsung (Kudus, 2003)
3) Pengetahuan
Menurut Dirgagunasa (1992) pengetahuan adalah latar
belakang yang mempengaruhi penerimaan stimulus seseorang.
Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang
didasari oleh penngetahuan akan lebih baik dari pada perilaku
yang tidak didasari oleh pengetahuan.
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi
setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu
objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera
30
manusia yaitu indera penglihatan, pendengaran, penciuman,
rasa dan raba. Penelitian Rogers mengatakan bahwa perilaku
apabila didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap positif
maka perilaku tersebut akan bersifat lebih tahan lama
dibandingkan jika tidak didasari oleh pengetahuan dan sikap
yang negatif. Menurut pengetahuan yang positif mengenai
suatu hal maka diharapkan seseorang akan berbuat yang baik
sesuai dengan apa yang diketahuinya.
Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan merupakan
hasil dari tahu, terjadi setelah orang melakukan proses
pengindraan terhadap objek yang diamatinya. Menurut
Bloom (1975) yang dikutip dari Widayatun (1999),
pengetahuan adalah pemberian bukti oleh seseorang melalui
proses pengingatan atau pengenalan informasi dan ide yang
sudah diperoleh sebelumnya. Berdasarkan penelitian Rogers
(1974) dalam Notoatmodjo (2003), Pengetahuan yang tercakup
dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan, yaitu:
a. Tahu (Know) diartikan sebagai mengingat suatu materi
yang telah dipelajari sebelumnya.
b. Memahami (Comprehension) diartikan sebagai suatu
kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek
yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi
tersebut secara benar.
31
c. Aplikasi (Aplication) diartikan sebagai kemampuan
untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada
situasi atau kondisi sebenarnya.
d. Analisis (Analysis) adalah suatu kemampuan untuk
menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam
komponen-komponen, tetapi masih ada kaitannya satu
sama lain.
e. Sintesis (Synthesis) merupakan suatu kemampuan untuk
menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang
ada.
f. Evaluasi (Evalaution) berkaitan dengan kemampuan
melakukan penilaian terhadap suatu objek.
Menurut Adenan (1986) dalam buku Widayatun (1999),
semakin luas pengetahuan seseorang maka semakin positif
perilaku yang dilakukannya. Perilaku positif mempengaruhi
jumlah informasi yang dimiliki seseorang sebagai hasil proses
penginderaan terhadap objek tertentu. Selain itu, tingkat
perilaku mempengaruhi domain kognitif seseorang dalam hal
mengingat, memahami, dan mengaplikasikan informasi yang
dimiliki. Juga berpengaruh dalam proses analisis, sintesis, dan
evaluasi suatu objek. Menurut Adenan (1986) dalam buku
Widayatun (1999) juga bahwa pengetahuan diperoleh dari
pendidikan formal atau pendidikan informal. Menurut Cahyani
(2004), pengetahuan yang tidak memadai mengenai adanya risiko
32
dan bahaya dan kecelakaan kerja akan membuat pekerja bersikap
tak acuh seta mungkin ia melakukan tindakan yang tidak aman
dan merugikan keselamatan dirinya. Apabila penerimaan
perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti ini
didasari oleh pengetetahuan, kesadaran, dan sikap yang positif
maka sikap tersebut akan bersifat langgeng (long lasting).
Sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan
dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama (Notoatmodjo,
2003).
Hal ini sejalan dengan beberapa penelitian sejenis yang
dilakukan oleh beberapa peneliti. Salah satunya penelitian yang
dilakukan oleh Sholihin di PT. Semen Tonasa tahun 2013, terdapat
hubungan pengetahuan dengan perilaku tidak aman pada pekerja.
(Shiddiq, 2013). Sejalan dengan penelitian tersebut, Angkat (2008)
menunjukkan adanya hubungan antara pengetahuan keselamatan
kerja dengan pelaksanaan pencegahan kecelakaan kerja diperoleh P
sebesar 0,001. Tampak bahwa nilai p= 0,001 < 0, 05 sehingga Ha
diterima yang menyatakan bahwa ada hubungan antara
pengetahuan keselamatan kerja dengan pelaksanaan pencegahan
kecelakaan kerja pada karyawan.
Kemudian Yani (2011) dalam penelitiannya menyatakan
bahwa tidak ada hubungan antara pengetahuan dengan perilaku K3
dengan nilai 13%. Artinya ada perbedaan yang bermakna antara
tingkat pengetahuan seseorang dengan perilaku K3 yang
33
dilakukannya. Selain itu Mukhlis (2000) dalam penelitiannya
menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara pengetahuan dengan
perilaku K3 (Bachri, 2010)
4) Sikap
Sikap adalah respon yang tidak teramati secara lagsung
yang masih tertutup dari seseorang terhadap stimulus atau
objek. Newcomb dalam Notoatmodjo (2003), seorang ahli
psikologis sosial, menerangkan bahwa sikap lebih mengacu pada
kesiapan dan kesediaan untuk bertindak, dan bukan pelaksana
motif tertentu. Sikap bukan merupakan suatu tindakan, namun
merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap
merupakan reaksi tertutup, bukan reaksi terbuka.
Menurut Alport (1954) dalam Notoatmodjo (2003) seorang ahli
di bidang psikologi sosial, mendefinisikan sikap sebagai
kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu obyek dengan cara-cara
tertentu. Kesiapan yang dimaksud disini adalah kecendrungan
untuk bereaksi apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus
yang menghendaki adanya respon.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sholihin di PT.
Semen Tonasa tahun 2013, terdapat hubungan sikap dengan
perilaku tidak aman pada pekerja. (Shiddiq, 2013)
34
5) Nilai - Nilai
Green (1980) berpendapat bahwa nilai-nilai atau norma
yang berlaku akan membentuk perilaku yang sesuai dengan nilai-
nilai atau norma yang telah melekat pada diri seseorang.
Kemudian Notoatmodjo (2003) menambahkan bahwa di dalam
suatu masyarakat apapun selalu berlaku nilai-nilai yang menjadi
pegangan setiap orang dalam menyelenggarakan hidup
bermasyarakat. Misalnya gotong royong adalah suatu nilai yang
selalu hidup di masyarakat.
6) Motivasi
Motivasi berasal dari bahasa latin yang berarti to move.
Secara umum mengacu pada adanya kekuatan dorongan yang
menggerakan kita untuk berperilaku tertentu. Oleh karena itu
dalam mempelajari motivasi kita akan berhubungan dengan
hasrat, keinginan, dorongan dan tujuan. Di dalam konsep
motivasi kita juga mempelajari sifat, kekuatan dan ketetapan dari
tingkah laku manusia (Quinn, 1995 dalam Bachri, 2010).
Menurut Etkitston (2008) motivasi merupakan suatu
disposisi laten yang berusaha kuat untuk mencapai tujuan yang
diinginkan. Sebelum disposisi tersebut belum terpenuhi, maka
motivasi selalu muncul ke permukaan (Saleh dan Nisa, 2006).
Sedangkan untuk memotivasi pekerja untuk berperilaku aman
35
dalam bekerja ada 6 prinsip dasar menurut Frank E. Bird, 1996,
yaitu:
a. Prinsip penetapan tujuan dan sasaran
b. Prinsip keterlibatan pekerja yang bersangkutan
c. Prinsip mutual interest dari pekerja
d. Prinsip psychological Appeal dari pekerja
e. Prinsip pemberian informasi kepada pekerja
f. Prinsip penguatan perilaku.
Dengan 6 prinsip dasar yang ada dapat dilakukan untuk
memotivasi pekerja untuk dapat dan harus berperilaku aman
dalam bekerja di lingkungan kerja. Sehingga dapat mengurangi
frekuensi tingkat kecelakaan yang mungkin terjadi (Bachri, 2010)
Berdasarkan penelitian Siagalan (2008) pada pekerja PT.
EGS Indonesia didapatkan hubungan yang bermakna antara
motivasi terhadap perilaku K3. Selain itu, penelitian yang
dilakukan oleh Karyani (2005) juga didapatkan hubungan yang
bermakna antara motivasi dengan perilaku K3 dalam bekerja.
Dimana, motivasi pekerja yang tinggi mempunyai peluang 3 kali
untuk berperilaku aman dibanding pekerja yang mempunyai
motivasi yang rendah.
8). Persepsi
Persepsi dalam arti sempit ialah penglihatan, bagaimana
seseorang melihat sesuatu, sedangkan dalam arti luas ialah
bagaimana seseorang memandang atau mengartikan sesuatu
36
(Gibson, 1996). Persepsi merupakan proses yang menyatu dalam
diri individu terhadap stimulus yang diterimanya. Menurut
Notoatmodjo (2003) persepsi merupakan proses
pengorganisasian, penginterpretasian terhadap rangsang yang
diterima oleh organisme atau individu sehingga merupakan
sesuatu yang berarti dan merupakan respon yang menyeluruh
dalam diri individu.
Oleh karena itu dalam penginderaan orang akan
mengaitkan dengan stimulus, sedangkan dalam persepsi orang
akan mengaitkan dengan obyek. Persepsi pada individu akan
menyadari tentang keadaan sekitarnya dan juga keadaan dirinya.
Orang yang mempunyai persepsi yang baik tentang sesuatu
cenderung akan berperilaku sesuai dengan persepsi yang
dimilikinya.
Berdasarkan penelitian Karyani (2005) dan Siagalan
(2008), terdapat hubungan yang tidak bermakna antara persepsi
dengan perilaku tidak aman.
9). Keyakinan
Menurut Notoatmodjo (2003) keyakinan atau kepercayan
sering diperoleh dari orang tua kakek atau nenek. Seseorang
menerima kepercayaan itu berdasarkan keyakinan dan tanpa
adanya pembuktian terlebih dahulu. Misalnya wanita hamil tidak
boleh makan telur agar tidak kesulitan saat melahirkan. Seseorang
37
yang mempunyai atau meyakini suatu kepercayan tertentu akan
mempengaruhi perilakunya dalam menghadapi suatu penyakit
yang akan berpengaruh terhadap kesehatannya (Green 1980
dalam Notoatmodjo 2003).
b. Faktor-Faktor Pendukung
Faktor-faktor pendukung perilaku menurut teori Lawrence
Greenantara lain:
1. Ketersediaan Alat Pelindung Diri
Menurut Teori L. Green (1980), perilaku dapat dibentuk
oleh 3 faktor, salah satunya adalah faktor
pendukung/pemungkin (enabling) yaitu ketersediaan fasilitas
dan sarana kesehatan. Ketersediaan APD dalam hal ini
merupakan salah satu bentuk dari faktor pendukung perilaku,
dimana suatu perilaku otomatis belum terwujud dalam suatu
tindakan jika terdapat fasilitas yang mendukung
terbentuknya perilaku tersebut (Notoatmodjo, 2003).
Ketersediaan Sarana dan prasaran yang mendukung
tindakan pekerja berperilaku selamat dalam bekerja
(Suma’mur, 1996). Menurut Sahab (1997) bahwa sistem yang
didalamnya terdapat manusia (sumber dan manusia) dan
fasilitas merupakan salah satu hal yang penting dalam
mewujudkan penerapan keselamatan di tempat kerja.
Penggunaan APD merupakan alternatif yang paling terakhir
38
dalam Hierarki pengendalian bahaya. Lebih baik
mendahulukan tempat kerja yang aman, daripada pekerjaan
yang safety karena tempat kerja yang memenuhi standar
keselamatan lebih menjamin terselenggaranya perlindungan
bagi tenaga kerja.
Pada pengguanaan APD harus dipertimbangkan berbagai
hal, seperti pemilihan dan penetapan jenis pelindung diri,
standarisasi, pelatihan cara pemakaian dan perawatan APD,
efektivitas penggunaan, pengawasan pemakaian, pemeliharaan
dan penyimpanan (Suma’mur. 1996). Menurut Roughton
(2002) beberapa pekerja mungkin menolak untuk
menggunakan APD karena APD tersebut menimbulkan
ketidaknyamanan dan menambah beban stress pada tubuh.
Stress ini dapat menimbulkan rasa tidak nyaman atau
kesulitan untuk bekerja. Berdasarkan penelitian
Hendrabuwana (2007) terdapat hubungan yang bermakna
antara ketersediaan APD dengan perilaku tidak aman.
2. Pelatihan
Para tenaga kerja dilatih atau dikembangkan agar
memperlihatkan perilaku (memberikan prestasi) sesuai
dengan yang ditetapkan oleh perusahaan. Pelatihan menurut
Siluka (1976) dalam Sialagan (2008), adalah proses
pendidikan jangka pendek yang mempergunakan prosedur
39
sistemnya dan terorganisisr, sehingga tenga kerja non
manajerial mempelajari pengetahuan dan keterampilan teknis
untuk tujuan tertentu. Pelatihan mempunyai pengaruh yang
besar dan merupakan suatu alat pemotivasi yang kuat dalam
keselamatan. Melalui pelatihan seseorang umumnya dapat
diberikan tiga hal yaitu pengetahuan, keterampilan, dan
motivasi.
Menurut penelitian yang dilakukan Sumbung, tidak
terdapat hubungan antara pelatihan dengan perilaku tidak aman.
Meski telah mengikuti pelatihan, namun sebagian besar pekerja
masih memiliki pengetahuan tentang bahaya maupun
penggunaan APD yang rendah. Hal ini mungkin saja terjadi.
Menurut Maaniaya (2005), kegagalan suatu program
pelatihan dapat juga disebabkan karena 1). Pelatihan
dilaksanakan pada waktu yang tidak tepat, kurang
partisipasi manajer terkait dalam perancangan program
pelatihan. Tanpa partisispasi ini, pelatihan seringkali
berorientasi pada masalah teknis daripada berorientasi pada
permasalahan yang ada dan hasil–hasil yang diharapkan pada
pelatihan tersebut. 2). Penyampaian materi sangat bergantung
pada metode pemberian kuliah. Suatu pelatihan terutama
yang berkaitan dengan dunia industri, harus dilakukan dengan
sangat interaktif dan memungkinkan peserta untuk merapkan
dan mempraktikkan konsep-konsep yang diajarkan selama
40
proses berlangsung. 3). Buruknya komunikasi selama pelatihan
berlangsung. Banyak keuntungan yang dapat diraih apabila
instruktur pelatihan lebih menitikberatkan pada penggunaan
bahasa yang sederhana dan teknik presentasi yang
menggunakan grafik atau gambar.
c. Faktor- Faktor Penguat
Faktor-faktor penguat perilaku menurut Lawrence Green
antara lain:
1. Pengawasan
Pengawasan adalah kegiatan manajer yang mengusahakan agar
pekerjaan terlaksana sesuai dengan rencana yang ditetapkan dan
atau hasil yang dikehendaki. Agar pengawasan berhasil maka
manajer harus melakukan kegiatan-kegiatan pengecekan, inspeksi,
pengendalian dan berbagai tindakan yang sejenis dengan itu.
Bahkan bilamana perlu mengatur dan mencegah sebelumnya
terhadap kemungkinan-kemungkinan adanya yang mungkin terjadi
(Sarwono, 1991).
Pengawasan merupakan peran manajerial professional yang
dilaksanakan oleh semua anggota yang terlibat dalam manajemen,
apakah ia seorang pengawas atau pemimipin utama suatu
organisasi. Semua anggota yang terlibat dalam organisasi harus
mampu memberikan pengawasan terhadap jalannya operasi
perusahaan. bila fungsi pengawasan ini tidak dilaksanakan maka
41
akan timbul penyebab dasar dari suatu insiden yang dapat
mengganggu kegaiatan perusahaan (Birds dan Germain, 1990).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Karyani
(2005) kepada pekerja di Schlumberger Indonesia tahun 2005
diperoleh bahwa supervisor(pengawas) merupakan faktor yang
paling berpengaruh terhadap perilaku aman. Hal ini dapat dilihat
dari hasil penelitian yang Karyani (2005) lakukan yaitu Dalam
penelitiannya, Karyani (2005) menyebutkan bahwa dari pekerja di
Schlumberger Indonesia tahun 2005 terdapat 51 orang (45,13%)
yang berperilaku tidak aman karena peran supervisor yang
kurang baik, 10 orang (8,85%) berperilaku tidak aman karena
peran supervisor yang baik. Selain itu, pekerja yang memiliki
supervisor yang berperan baik memiliki peluang untuk berperilaku
aman 9,633 kali dibanding pekerja yang supervisor-nya berperan
kurang baik.
Peran seorang pengawas sangat penting dan harus dapat
mamanfaatkan waktu dengan baik dalam berbicara untuk
mmberitahukan ataupun memberikan teguran terhadap pekerja yang
melakukan tindakan tidak aman dan memberikan pujian pada
pekerja yang mengikuti prosedur kerja ditempat kerja. Kontak
secara personal harus dilakukan sesering mungkin untuk
mempengaruhi sikap pekerja, pengetahuan, dan keterampilan (Bird
dan Germain, 1990). Pengawasan terhadap aktivitas pekerja
diharapkan dapat menumbuhkan kepatuhan dan kesadaran akan
42
pentignya keselamatan dan kesehatan kerja bagi dirinya, pekerja
lain, dan lingkungan kerjanya.
2. Hukuman dan Penghargaan (Reward & Punishment)
Hukuman adalah konsekuensi yang diterima individu atau
kelompok sebagai bentuk akibat dari perilaku yang tidak diharapkan
(Syaaf, 2008). Hukuman dapat menekan atau melemahkan perilaku.
Hukuman tidak hanya berorientasi untuk menghukum pekerja yang
melanggar peraturan melainkan sebagai kontrol terhadap
lingkungan kerja sehingga pekerja terlindungi dari kecelakaan kerja.
Sedangkan penghargaan adalah konsekuensi positif yang
diberikan kepada individu atau kelompok dengan tujuan
mengembangkan, mendukung dan memelihara perilaku yang
diharapkan (Syaaf, 2008). Jika digunakan sebagaimana mestinya,
penghargaan dapat menumbuhkan rasa percaya diri dan optimisme
dalam diri si penerimanya.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Putri Helliyanti tahun
2009, menyatakan terdapat hubungan antara pemberian
penghargaan dan hukuman dengan perilaku tidak aman pada
pekerja.
9. Pengukuran Perilaku
Pengukuran atau cara mengamati perilaku dapat dilakukan
melalui dua cara, secara langsung maupun tidak langsung. Pengukuran
43
perilaku yang baik adalah secara langsung, yakni dengan pengamatan
dan observasi, yaitu mengamati tindakan dari subyek dalam rangka
memelihara keselamatannya dalam bekerja. Sedangkan secara tidak
langsungmenggunakan metode mengingat kembali (recall). Metode ini
dilakukan melalui pertanyaan-pertanyaan terhadap subyek tentang apa
yang telah dilakukan berhubungan dengan obyek tertentu
(Notoatmodjo, 2005)
D. Kerangka Teori
Dalam penelitian ini, teori yang digunakan mengacu pada teori Green
(1980), Geller (2001) dan Skinner (1988) dimana dalam teori tersebut
terdapat 3 faktor yang mempengaruhi perilaku manusia, yaitu faktor
predisposisi, faktor pendukung, dan faktor penguat yang digambarkan
sebagai berikut:
44
Sumber: Teori Lawrence Green (1980), Skinner (1988), dan Geller
(2001)
Gambar 2.2
Kerangka Teori
Perilaku
tidak aman
Faktor Predisposisi:
- Pengetahuan
- Sikap
- motivasi
- persepsi
- nilai-nilai
- keyakinan
- variabel
demografi
Green (1980)
greeg
Faktor Pendukung:
- Ketersedia
an Fasilitas
- Kemampu
an sumber
daya
Green (1980)
Faktor Penguat:
- Hukuman &
penghargaan
- Pengawasan
Green (1980)
Faktor
Internal:
- Persepsi
- Motivasi
Skinner (1988)
Faktor Eksternal :
- Peraturan dan
kebijakan
- Pengawasan
- Ketersediaan
APD
- Pelatihan
Skinner (1988)
Faktor Internal:
- Sikap
- Kepribadian
- Persepsi
- Nilai-nilai
Geller (2001)
Faktor Internal:
- Pelatihan
- Pengawasan
- Pengkomunikasian
Geller (2001)
45
BAB III
KERANGKA BERPIKIR DAN DEFINISI ISTILAH
A. Kerangka Berpikir
Kerangka berpikir ini sesuai dengan teori yang sebelumnya dijelaskan
yaitu teori Lawrence Green (1980), Skinner (1988) dan Geller (2001).
Teori ini menjelaskan konsep sehat yang dilihat dari faktor perilaku yang
memengaruhinya, yaitu diawali dengan adanya faktor internal dan
eksternal, predisposisi, faktor pendukung dan faktor penguat.
Penggunaan teori ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Cahyani (2004) dan juga Delfianda (2012) yang meneliti faktor perilaku
tidak aman yang dilakukan oleh pekerja proyek konstruksi pada tahun
2012.
Faktor predisposisi terdiri dari pengetahuan, sikap, motivasi, persepsi,
nilai-nilai, keyakinan, kepribadian dan variabel demografi.Untuk variabel
demografi usia tidak dilakukan penelitian dikarenakan faktor tersebut
homogen. Usia rata-rata pekerja merupakan usia produktif kerja yaitu
dengan rentang usia pekerja 25-41 tahun. Menurut Denisa (2013) pekerja
dengan rentang usia 20-40 tahun tergolong kepada usia produktif kerja.
Faktor pengetahuan juga tidak diteliti dengan alasan pengetahuan juga
terbentuk dari pendidikan seseorang (Notoatmodjo, 2003). Menurut
penelitian yang dilakukan oleh Maanaiya (2005) dan Irawati (2008) tidak
terdapat hubungan antara pendidikan dengan perilaku tidak aman.
Sedangkan untuk faktor persepsi juga tidak dilakukan penelitian
46
dikarenakan persepsi dapat terlihat dari variabel motivasi. Petersen (1998)
mengemukakan bahwa persepsi seseorang dapat terlihat dari pandangan
dan penafsiran seseorang terhadap bahaya dan risiko yang ada. Nilai-nilai,
kepribadian dan keyakinan tidak dilakukan penelitian dikarenakan nilai-
nilai dan keyakinan tersebut terbentuk dari nenek moyang seseorang yang
diperoleh secara turun temurun dari lingkungan dimana seseorang tersebut
tumbuh dan dibesarkan. Sehingga sulit untuk dilakukan penelitian (Erick,
2006). Variabel sikap juga tidak dilakukan penelitian dikarenakan sikap
seseorang dapat terlihat dari perilaku yang dilakukan (Karyani, 2005).
Sedangkan pada faktor pendukung dan penguat, yaitu variabel
peraturan dan kebijakan serta pelatihan tidak dilakukan penelitian
dikarenakan variabel tersebut homogen.
47
Gambar 3.1
Kerangka Berpikir
Perilaku tidak
aman
Faktor Predisposisi:
1. Motivasi
Faktor Penguat:
1. Hukuman dan
penghargaan
2. Pengawasan
Faktor Pendukung:
1. Ketersediaan
APD
48
B. Definisi Istilah
Tabel 3.1
Definisi Istilah
NO Istilah Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil ukur Sumber
Informasi
1. Perilaku tidak
aman
Perilaku pekerja yang salah dan
menyimpang dari prinsip keselamatan
yang dapat mengakibatkan terjadinya
kecelakaan maupun insiden, yaitu:
a. Tidak melakukan pekerjaan
sesuai prosedur
b. Tidak melakukan tindakan
perawatan kerja dan peralatan
keselamatan
c. Memberi peringatan terhadap
adanya bahaya dengan cara
yang tidak dapat dimengerti
d. Tidak menggunakan APD
e. Menggunakan APD secara tidak
benar
f. Tidak menempatkan peralatan
dengan sesuai
g. Melempar alat-alat kerja
h. Bekerja dibawah pengaruh obat,
dan minuman beralkohol
i. Bekerja sambil merokok
j. Bekerja sambil berkelakar
- Wawancara
- Observasi
- Telaah
dokumen
- Pedoman
wawancar
a
- Lembar
observasi
Informasi mengenai
wujud perilaku tidak
aman yang dilakukan
pekerja
- Pekerja
- Safety
man
- Safety
officer
- Informan
Kunci
49
NO Istilah Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil ukur Sumber
Informasi
dengan teman
k. Melakukan pekerjaan dengan
cepat dan terburu-buru.
2. Motivasi Dorongan yang membuat pekerja
berperilaku tidak aman. - Wawancara - Pedoman
wawancar
a
Informasi mengenai
motivasi apa yang
membuat pekerja
berperilaku tidak aman
- Pekerja
- Safety
man
- Safety
officer
- Informan
Kunci
3. Ketersediaan
APD
Ketersediaan, kelengkapan, jumlah dan
kelayakan APD yang ada. - Wawancara
- Observasi
- Telaah
dokumen
- Pedoman
wawancar
a
- Lembar
observasi
Informasi mengenai
ketersediaan APD
untuk pekerja.
- Pekerja
- Safety
man
- Safety
officer
- SHE
manager
50
NO Istilah Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil ukur Sumber
Informasi
4. Hukuman dan
Penghargaan
Konsekuensi negatif dan postif yang
diberikan kepada pekerja terkait
perilaku saat bekerja.
- Wawancara
- Observasi
- Telaah
dokumen
- Pedoman
wawancar
a
- Lembar
observasi
Informasi mengenai
sistem reward dan
punishment yang
berlaku untuk pekerja.
- Pekerja
- Safety
man
- Safety
officer
- SHE
manager
- Informan
Kunci
5. .
Pengawasan
Kegiatan pemantauan pada pekerja
untuk selalu berperilaku aman saat
bekerja.
- Wawancara
- Observasi
- Telaah
dokumen
- Pedoman
wawancar
a
- Lembar
observasi
Informasi mengenai
pengawasan yang
dilakukan
- Pekerja
- Safety
man
- Safety
officer
- SHE
manager
- Informan
Kunci
51
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode
deskripsi. Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh informasi yang lebih
mendalam mengenai faktor penyebab perilaku tidak aman pada pekerja.
Penelitian kualitatif menurut Bogdan dan Taylor (1975) dalam
(Maleong, 2007) adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data
deskriptif berupa kata-kata tertulis atau dari lisan seseorang dan bisa juga
berupa hasil pengamatan. Lebih lanjut Moleong (2000) juga menyatakan
bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk
memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian
secara holistik dan dengan cara deskripsi pada konteks khusus dengan
memanfaatkan berbagai metode alamiah.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada area Cook Over Plant (COP)proyek
Blast Furnace PT. Krakatau Steel (Persero), Tbk pada bulan Mei-Oktober
2015.
C. Informan Penelitian
Informan dalam penelitian ini ditentukan dengan metode purposive
sampling. Pemilihan informan dilakukan secara langsung melalui
52
pertimbangan – pertimbangan yang dilakukan peneliti sesuai dengan
tujuan dan masalah penelitian (Bungin, 2010).
Penentuan jumlah informan dilakukan dengan teknik sequential yaitu
jumlah informan yang dipilih tidak ditentukan batasannya sampai peneliti
menilai data yang dikumpulkan dari sejumlah informan tersebut telah
mencapai titik jenuh atau tidak ada hal baru lagi yang dapat dikembangkan
(Neuman, 2003).
Karakteristik informan yang diperoleh dalam penelitian ini antara lain:
nama, usia, dan pendidikan terakhir. Pada penelitian ini pengumpulan data
dilakukan dengan cara wawancara mendalam dengan semua informan,
serta juga dengan melakukan observasi dan telaah dokumen.
Mengacu pada prinsip tersebut, maka informan dalam penelitian ini
dibagi menjadi tiga(Moleong, 2004) yaitu:
1. Informan utama
Informan utama yaitu mereka yang terlibat langsung dalam
interaksi sosial yang diteliti (Moleong, 2004). Informan utama dalam
penelitian ini ditentukan dengan cara observasi menyeluruh terhadap
pekerja area COP proyek Blast Furnace yaitu pekerja swakelola dan
pekerja subkontraktor. Kemudian peneliti memilih delapan orang
informan yang paling sering melakukan perilaku tidak aman selama
peneliti melakukan observasi yang terdiri dari empat orang pekerja
swakelola dan empat orang pekerja subkontraktor.
Dalam melakukan observasi terhadap informan, peneliti
menggunakan kriteria atau indikator sebagai berikut:
53
Tabel 4.1
Indikator Perilaku Tidak Aman
No Indikator Perilaku Tidak Aman
1. Tidak melakukan pekerjaan sesuai prosedur
2. Tidak melakukan tindakan perawatan kerja dan peralatan
keselamatan
3. Memberi peringatan terhadap adanya bahaya dengan cara yang
tidak dapat dimengerti
4. Tidak menggunakan APD
5. Menggunakan APD secara tidak benar
6. Tidak menempatkan peralatan dengan sesuai
7. Melempar alat-alat kerja
8. Bekerja dibawah pengaruh obat, dan minuman beralkohol
9. Bekerja sambil merokok
10. Bekerja sambil berkelakar dengan teman
11. Melakukan pekerjaan dengan cepat dan terburu-buru.
Dari hasil observasi awal, delapan orang informan utama
merupakan pekerja yang paling banyak dan paling sering diantara
pekerja yang lain dalam melakukan perilaku tidak aman yaitu
sebanyak lebih dari 20 kali perilaku tidak aman. Selanjutnya peneliti
mengamati delapan orang informan utama tersebut selama tiga minggu
untuk memperoleh informasi mengenai perilaku tidak aman yang
dilakukan dan kemudian dilakukan wawancara mendalam mengenai
perilaku tidak aman dalam bekerja.
Karakteristik informan utama dalam penelitian ini dapat dilihat
pada tabel 4.2 berikut:
54
Tabel 4.2
Karakteristik Informan Utama
Informan Umur (th) Pendidikan
Terakhir
Pekerja
IU1 41 th SD Swakelola
IU2 31th SMP Swakelola
IU3 38th SMP Swakelola
IU4 29th SMA Swakelola
IU5 36 th SMA Subkontraktor
IU6 30th SMP Subkontraktor
IU7 27th SMA Subkontraktor
IU8 38th SMK Subkontraktor
Sumber : Data Primer
Berdasarkan tabel 4.2 di atas, diketahui bahwa informan utama
penelitian ini yang merupakan pekerja swakelola berusia 29 hingga 41
tahun dengan rentang pendidikan SD hingga SMA. Sedangkan untuk
informan utama yang merupakan pekerja subkontraktor dengan usia 27
hingga 38 tahun dan dengan rentang pendidikan SMP-SMA.
Perilaku tidak aman dalam bekerja yang sering dilakukan informan
utama ini berdasarkan hasil observasi yaitu untuk pekerja swakelola
tidak menggunakan APD secara lengkap, (sarung tangan, full body
harness, masker, helm, sepatu), merokok saat bekerja, tidak
menggunakan APD secara benar, melempar material ketika bekerja,
bekerja sambil merokok dan juga bekerja sambil berkelakar dengan
55
teman. Sedangkan perilaku tidak aman yang sering dilakukan informan
utama yang merupakan pekerja subkontraktor adalah tidak
menggunakan APD secara lengkap (tidak menggunakan masker,
faceshield, sarung tangan), tidak menggunakan APD secara benar, dan
juga merokok pada saat bekerja.
2. Informan Kunci
Informan kunci yaitu pihak-pihak yang terkait langsung dengan
informan utama dan mengetahui tentang perilaku informan utama saat
bekerja (Moleong, 2004). Informan kunci dalam penelitian ini adalah
safety man, safety officer dan SHE manager.
Pengambilan informan kunci bertujuan untuk melakukan cross
check informasi ataupun triangulasi sumber yang didapat dari informan
utama. Kemudian dilakukan wawancara mendalam terhadap informan
kunci tersebut tentang perilaku tidak aman pada pekerja.
Karakteristik informan kunci, disajikan dalam tabel 4.3 di bawah
ini:
56
Tabel 4.3
Karakteristik Informan Kunci
Informan Umur (tahun) Pendidikan
Terakhir
Jabatan
IP1 35th S1 Safety Officer
IP2 31th D3 Safety Man
IP3 32th S1 Manager SHE
IP4 26th S1 Safety Man Subkon
IP5 32th S1 Safety Officer Subkon
Sumber : Data Primer
Berdasarkan tabel 4.3 di atas, diketahui bahwa informan
pendukung sebanyak lima orang yang terdiri dari safety officer dan
safety man dari pihak PT. KE dan subkontraktor, serta seorang SHE
Manager Proyek Blast Furnace. Rentang usia informan kunci pada
penelitian ini yaitu 26 hingga 35 tahun dan dengan pendidikan terakhir
D3 hingga S1.
3. Informan Pendukung
Informan pendukungyaitu mereka yang dapat memberikan
informasi walaupun tidak langsung terlibat dalam interaksi sosial yang
diteliti (Moleong, 2004). Informan pendukung dari penelitian ini
adalahibu Izzatu Millah seorang magister K3 berusia 29 tahun, yang
memahami dan memiliki pengalaman dan informasi serta pengetahuan
mengenai keilmuan K3 serta perilaku pekerja.
57
D. Instrumen Penelitian
Dalam penelitian kualitatif, peneliti merupakan instrumen utama,
namun untuk memperoleh data yang dibutuhkan dibantu dengan instrumen
lain berupa pedoman wawancara mendalam mengenai perilaku tidak aman
dan faktor yang mempengaruhinya. Adapun jenis wawancara yang akan
penulis gunakan dalam penelitian ini dengan cara mewawancarai informan
secara perorangan. Hal ini menurut peneliti sangat efektif untuk
mendapatkan data yang lebih valid dan akurat. Disamping itu untuk
mendapatkan kejelasan dan kekuatan digunakan instrumen pendukung
berupa lembar observasi, alat pencatat, kamera dan perekam suara.
E. Sumber dan Pengumpulan Data
Sumber data dari penelitian ini, yaitu:
a) Data Primer
Data yang langsung dikumpulkan oleh peneliti dari
informan. Data primer yang dibutuhkan adalah mengenai
perilaku tidak aman dan faktor yang mempengaruhinya
sehingga membuat pekerja tersebut berperilaku tidak aman
melalui wawancara mendalam (indepth interview) dengan
menggunakan pedoman wawancara dan observasi dengan
lembar observasi kepada seluruh informan penelitian.
b) Data Sekunder
Data sekunder dalam penelitian ini yaitu data dan dokumen
perusahaan, antara lain profil perusahaan, prosedur yang
58
berlaku, data ketenagakerjaan dll. Selain itu data juga diperoleh
dari studi literatur.
F. Manajemen Data dan Analisis Data
Data yang didapat akan dianalisa dengan model content analysis,
yang mencakup kegiatan klarifikasi lambang-lambang yang dipakai dalam
komunikasi dan menggunakan teknik analisis dalam memprediksikan.
Tahap-tahap yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Reduksi
Perolehan informasi akan ditulis dan dilaporkan dalam bentuk
transkrip. Transkrip merupakan uraian dalam bentuk tulisan yang rinci
dan lengkap mengenai apa yang dilihat dan didengar baik secara
langsung maupun dari hasil rekaman. Laporan disusun berdasarkan
data yang diperoleh kemudian direduksi, dirangkum, dipilih hal-hal
yang pokok, difokuskan pada hal-hal yang penting.
2. Display
Data yang telah dikategorisasikan menurut pokok permasalahan
dan dibuat dalam bentuk matriks sehingga memudahkan peneliti untuk
melihat pola-pola hubungan satu data dengan data lainnya.
3. Verifikasi
Penarikan kesimpulan/verifikasi merupakan proses perumusan
makna dari hasil penelitian yang diungkapkan dengan kalimat yang
singkat, padat dan mudah dipahami. Dilakukan dengan meninjau
kebenaran dari penyimpulan itu, khususnya berkaitan dengan relevansi
59
dan konsistensinya terhadap judul, tujuan dan perumusan masalah
yang ada.
G. Keabsahan Data
Untuk mendapatkan data yang benar-benar valid dan memiliki akurasi
data yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, maka pengecekan
keabsahan data yang nanti diperoleh adalah salah satu tahapan yang
peneliti lakukan. Pengecekan tersebut dilakukan dengan cara triangulasi,
yaitu (Sugiono, 2009):
1. Triangulasi sumber, yaitu melakukan wawancara mendalam dengan
informan yang berbeda, yaitu: pekerja swakelola dan subkontraktor
yang berperilaku tidak aman, safety man, safety officerdari pihak PT.
KE dan juga pihak Subkontraktor, dan manager SHE proyek Blast
FurnacePT. Krakatau Engineering.
2. Triangulasi metode, yaitu melakukan dengan beberapa metode antara
lain wawancara mendalam, observasi dan telaah dokumen untuk
mempelajari analisis dan memvalidasi data hasil wawancara.
Tabel 4.4
Triangulasi Metode dan Sumber
Informasi Triangulasi Metode Triangulasi Sumber
Wawancara
mendalam
Observasi Telaah
Dokumen
Pekerja Safety
man
Safety
officer
SHE
Manager
IK
Perilaku
tidak aman √ √ √ √ √ √ √ √
Motivasi √ - - √ √ √ √ √ Ketersediaan
APD √ √ √ √ √ √ √ √
Hukuman &
penghargaan √ √ √ √ √ √ √ √
pengawasan √ √ √ √ √ √ √ √
60
H. Penyajian Data
Setelah dianalisis dan ditarik kesimpulan kemudian data yang
diperoleh disajikan dalam bentuk narasi kutipan hasil wawancara yang
kemudian dibandingkan dengan teori. Dan juga disajikan dalam bentuk
matriks berdasarkan unsur-unsur yang diteliti.
61
BAB V
HASIL
A. Gambaran Proyek Blast Furnace
Proyek Blast Furnace merupakan proyek area PT. Krakatau Steel
(persero), Tbk.. Pekerjaan proyek merupakan pekerjaan yang melibatkan
banyak tenaga kerja. Suatu pekejaan konstruksi tidak bisa dikerjakan
hanya oleh kontraktor saja. PT. Krakatau Engineering selaku main
kontraktor menjalin kerjasama dengan subkontraktor dan pekerja
swakelola.
Subkontraktor adalah pihak ketiga yang dilibatkan oleh pihak
kontraktor (PT. Krakatau Engineering) selaku main kontraktor untuk
melaksanakan kewajiban-kewajiban tertentu yang diikat dengan kontrak
konstruksi antara pihak kontraktor utama dan pihak subkontraktor. Pada
intinya pihak subkontraktor mengerjakan pekerjaan tertentu sesuai dengan
kontrak untuk pihak perusahaan dan atas nama perusahaan PT. Krakatau
Engineering. Pekerja subkontraktor pada proyek Blast Furnace ini antara
lain mengerjakan pekerjaan mechanikal dan listrik.
Pekerja swakelola adalah bagian dari subkontraktor yang sebagian
besar mengerjakan bagian civil dan konstruksi bangunan. Pekerja
swakelola ini sering kita kenal dengan istilah tenaga kerja harian lepas.
Proyek Blast Furnace terdiri dari beberapa area kerja untuk
memudahkan dalam prosedur pekerjaan. Pada dasarmya setiap area
memiliki kesamaan prosedur, aktivitas dan juga cara kerja. Salah satu area
dari proyek Blast furnace ini adalah area Cook Over Plant (COP). Area
62
COP ini memiliki jumlah pekerja sebanyak 115 orang yang terdiri dari
pekerja office PT. Krakatau Engineering sebanyak 45 orang serta 41 orang
pekerja swakelola dan 29 pekerja subkontraktor.
B. Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini merupakan gambaran dari faktor perilaku tidak
aman pada pekerja PT. Krakatau Engineering pada area Cook Over Plant
proyek Blast Furnace PT. Krakatau Steel persero Tbk yang dilihat dengan
gambaran faktor predisposisi, faktor pendukung dan faktor pendorong.
Informasi diperoleh dari hasil wawancara mendalam dengan informan
utama, observasi serta telaah dokumen. Sedangkan untuk memvalidasi
data, dilakukan dengan cross check sumber dengan cara melakukan
wawancara mendalam dengan informan kunci yaitu safety man, safety
officer dan SHE manager serta juga diperkuat dengan seorang informan
pendukung.
1. Gambaran Perilaku Tidak Aman pada Pekerja
Perilaku tidak aman yang dimaksud dalam penelitian ini
adalah perilaku yang sering dilakukan pekerja yang memperbesar
kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja, yaitu:
a. Tidak melakukan pekerjaan sesuai prosedur
b. Tidak melakukan tindakan perawatan kerja dan peralatan
keselamatan
c. Memberi peringatan terhadap adanya bahaya dengan cara yang
tidak dapat dimengerti
63
d. Tidak menggunakan APD
e. Menggunakan APD secara tidak benar
f. Tidak menempatkan peralatan dengan sesuai
g. Melempar alat-alat kerja ketika memberikannya ke teman kerja
h. Bekerja dibawah pengaruh obat, dan minuman beralkohol
i. Bekerja sambil merokok
j. Bekerja sambil berkelakar dengan teman
k. Melakukan pekerjaan dengan cepat dan terburu-buru.
Penjelasan mengenai perilaku tidak aman yang dilakukan oleh
pekerja area COP Proyek Blast Furnace PT. Krakatau Steel
(Persero), Tbk yang terdiri dari pekerja swakelola dan pekerja
subkontraktor tersebut dijabarkan di bawah ini:
a. Gambaran Perilaku Tidak Aman Pada Pekerja Swakelola
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan pada pekerja
swakelola PT. Krakatau Engineering pada area COP proyek
Blast Furnace PT. Krakatau Steel (Persero), Tbk, diperoleh
gambaran perilaku tidak aman pada pekerja swakelola yaitu
sebagian besar pekerja tidak menggunakan APD secara lengkap
sesuai dengan bahaya pekerjaannya seperti tidak menggunakan
kacamata, masker, tidak menggunakan safety helmet, sarung
tangan dan full body harness, selain itu juga terdapat pekerja
swakelola yang tidak menggunakan APD secara benar, tidak
menempatkan peralatan dengan sesuai yang terlihat dari
melempar alat-alat kerja, bekerja sambil merokok, berkelakar
64
sambil bekerja dengan teman, dan melakukan pekerjaan dengan
cepat dan terburu-buru.Hasil observasi tersebut antara lain
seperti terlihat pada gambar di bawah ini:
Gambar 5.1
Pekerja Tidak Menggunakan APD (Safety Shoes dan
Masker)
Gambar 5.2
Pekerja Tidak Menggunakan APD secara Benar
Gambar 5.3
Tidak Menempatkan Peralatan dengan Sesuai
65
Gambar 5.4
Bekerja Sambil Merokok
Berdasarkan hasil telaah dokumen prosedur kesehatan
keselamatan kerja dan lingkungan PT. Krakatau Engineering
diketahui bahwa setiap pekerja wajib menggunakan APD dasar
ataupun tambahan sesuai dengan bahaya pekerjaannya. Selain
itu juga terdapat prosedur mengenai ketentuan larangan untuk
merokok di area kerja, prosedur bekerja di ketinggian dengan
harus menggunakan Alat pengaman (Full body harness) dan
juga prosedur mengenai menaikkan dan menurunkan material
yang harus menggunakan tali. Berdasarkan prosedur tersebut
dapat disimpulkan bahwa perilaku tidak aman lainnya yang
sering dilakukan pekerja swakelola adalah bekerja tidak sesuai
dengan prosedur. Dalam hal ini adalah prosedur keselamatan.
Berikut ini kutipan isi prosedur tersebut:
66
Tabel 5.1
Prosedur PT. Krakatau Engineering
No Prosedur Isi Kebijakan
1. APD Setiap pekerja bertanggung jawab untuk menerima dan menggunakan APD dasar maupun tambahan
pada analisa risiko kerja dan tanda pengenal sepanjang waktu selama berada di area proyek.
Dasar peralatan keamanan personil setiap pekerja adalah helm dan sepatu safety. Tambahan
peralatan keamanan personil adalah:
a. Alat Pengaman Wajah jika bekerja dengan zat skimia
b. Penutup kuping jika bekerja di tempat yang bising
c. Kacamata safety jika bekerja langsung di bawah sinar matahari atau berhubungan dengan
api
d. Sepatu boot safety jika bekerja dengan kimia dan bekerja di tempat yang basah
e. Penutup/topeng debu jika bekerja di lingkungan yang penuh debu
f. Penutup/topeng gas jika bekerja yang berkenaan dengan risiko atmosfir
g. Body harness, jika bekerja di ke tinggian lebih dari 2 meter atau lebih
2. Merokok Merokok tidak diperbolehkan pada area kerja. Kontraktor dan subkontraktor harus melengkapi
tanda “Dilarang Merokok” pada area kerja. Manajemen kontraktor harus secepatnya
memberhentikan siapapun juga yang ditemukan merokok pada area kerja.
3. Bekerja di tempat
ketinggian
Setiap orang yang akan bekerja atau mengawasi di elevasi yang tinggi lebih dari 2 meter harus
menggunakan alat pengaman atau full body harness atau tali kekang untuk pencegahan risiko jatuh.
4. Material dan Peralatan Material dan peralatan yang akan diturunkan dari tingkat tinggi ke tingkat rendah atau ke bawah
tanah harus diturunkan menggunakan peralatan pengangkat. Ketika mengurangi atau memindahkan
material ke bawah tanah, peralatan yang sesuai, container, keranjang, diikat dengan kuat
menggunakan tali. Material bekas, sampah, material penyekat harus dikumpulkan.
Sumber : Prosedur SHE PT. Krakatau Engineering
67
Berdasarkan hasil wawancara dengan para informan utama,
diperoleh informasi yang serupa mengenai perilaku tidak aman
yang dilakukan pekerja, berikut kutipannya:
“kalo rawat gitu sih engga ya, ga sempet, paling kalo udh rusak
gitu ya gadipake lagi gitu kayak gergaji misalnya patah yaudah gadipake
lagi kan, kalo APD gitu mah engga ya, dipake doang, kan tiap hari kerja
kan dipake, jadi ya gimana ntar dicuci ga mungkin langsung
kering..”(Informan IU1)
“ga pake itu mba apa body harness gitu, ngerokok juga sih
mbaa iyaa... kadang kalo lagi di atas kan ada kayu atau apa yang
udah gaperlu, ga dipake, harus diturunin kalo lagi gaada orang ya
kita lempar-lemparin aja ke bawah ke tumpukan kayu yang udah
ga dipake.. tapi liat – liat dulu di bawah ada orang apa engga..”
(Informan IU3)
“kerja ya emang harus cepet lah mba kan banyak kerjaan
mah ntar diomelin yang ada kalo gacepet diselesaiin
kerjaannya.”(Informan IU4)
Penjelasan tersebut didukung dengan pernyataan yang
diberikan oleh safety man dan managerSHE proyek Blast
Furnacedi bawah ini:
“kadang material itu suka dilempar aja gitu buat naronya
ke bawah, harusnya kan prosedurnya pake tali kan ditarik gitu”
(Informan IK2)
“APD nya yaa jarang-jarang make nyaa, kadang juga
galengkap dipakenya, apalagi body harness tuh ya jarang dipakai,
dipake pun misalnya kadang dipake tapi tidak difungsikan.. pengen
nyari jalan pintas kali ya, pengen cepet gitu lah kali, selain itu
ngerokok sih ya paling yaa, (Informan IK3)
Informasi mengenai perilaku tidak aman yang dilakukan
oleh pekerja juga didukung oleh pernyataan informan pendukung
yang menyatakan hal yang sejalan. Berikut kutipannya:
68
“lebih kepada jalan pintas gitu yaa, mereka kerja tidak
memperhatikan aspek safety yang penting kerjaan mereka selesai,
target tercapai gitu..”(Informan IP1)
Dari penelitian yang dilakukan, diperoleh gambaran bahwa
perilaku tidak aman yang sering dilakukan oleh pekerja swakelola
adalah tidak melakukan pekerjaan sesuai prosedur yaitu prosedur
keselamatan, tidak melakukan tindakan perawatan kerja dan
peralatan keselamatan, tidak menggunakan APD, menggunakan
APD secara tidak benar, tidak menempatkan peralatan dengan
sesuai, melempar alat-alat kerja, bekerja sambil merokok, bekerja
sambil berkelakar dengan teman dan melakukan pekerjaan dengan
cepat dan terburu-buru.
b. Gambaran Perilaku Tidak Aman Pada Pekerja Subkontraktor
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan pada pekerja
subkontraktor PT. Krakatau Engineering pada area COP proyek
Blast Furnace PT. Krakatau Steel (Persero), Tbk, diperoleh
gambaran perilaku tidak aman pada pekerja subkontraktor yaitu
tidak menggunakan APD secara lengkap (tidak menggunakan ear
plug, faceshield, full body harness, kacamata, dan masker),
menggunakan APD secara tidak benar, bekerja sambil merokok,
bekerja sambil berkelakar dengan teman, melakukan pekerjaan
dengan cepat dan terburu-buru seperti yang terlihat pada gambar di
bawah ini:
69
Gambar 5.5
Pekerja Subkontraktor Bekerja Tidak Menggunakan APD
Gambar 5.6
Pekerja Subkontraktor Bekerja Tidak Menggunakan APD
Secara Benar
Hasil observasi tersebut didukung dengan pernyataan
informan utama yang mengatakan bahwa perilaku tidak aman yang
sering dilakukan pekerja subkontraktor yaitu tidak melakukan
tindakan perawatan kerja dan peralatan keselamatan, tidak
menggunakan APD secara lengkap, bekerja sambil merokok, dan
melakukan pekerjaan dengan cepat dan terburu-buru. Informasi
tersebut didapatkan berdasarkan wawancara yang telah dilakukan
dengan informan utama seperti kutipan di bawah ini:
“paling ini ya APD, kan harusnya ini lagi ngelas pake
sarung tangan ya.. ear plug ya dikasih sih tapi kadang lupa
makenya mba.. ngerokok aja mba ini..dirawat khusus gitu sih engga,
70
boro-boro mba, setiap hari banyak yang harus dikerjain mana sempet.”
(Informan IU5)
“yang pelindung muka buat ngelas itu, kita juga jarang
pake itu..,ngerokok sih yaa..iyaa juga sering..” (Informan IU6)
“ini sih masker yaa yang paling sering kalo saya mah..
kacamata sama sarung tangan juga jarang sih..kita harus kerjanya
cepet gitu harus cepet selesai.”(Informan IU8)
Informasi tersebut didukung dengan hasil wawancara yang
dilakukan dengan informan kunci. Selain itu, berdasarkan
pernyataan dari safety man dan safety officer pihak subkontraktor
diketahui bahwa perilaku tidak aman lain yang dilakukan pekerja
subkontraktor adalah tidak menggunakan APD secara benar dan
tidak menempatkan peralatan dengan sesuai. Berikut kutipannya:
“body harnessnya jarang tuh dipake, kadang dipake malah
ga di cantolin gitu kan .. helmnya suka di lepas di area kerja,
padahal mah selama di proyek helm itu harus selalu dipake
walaupun ga lagi kerja kan..terus ada juga tuh faceshield nya
gadipake, motong besi kan mereka sering motong-motong besi gitu
kan nah sisa-sisanya itu kadang ga ditaro ke tempat tumpukan
pembuangan gitu, kadang mereka motong besi itu di atas, nah
dibiarin aja kadang di atas gitu..pengennya kerjaannya biar gimana
cepet kelar aja, ya itu buru-buru. ini sih ya ngerokok itu yang susah
dilarangnya” (Informan IK4)
“ngelas pada males pake faceshield.. masalah bodyharness
juga kalo ngerokok sih masih ya ada lah beberapa orang gituu
kadang-kadang ngerokok.. besi abis pemotongan itu
loh..besi..baja.. gitu gitu, dibiarin aja ..harusnya disatuin sama
tumpukan material yang udah gakepake kan.. nah itu..”(Informan
IK5)
Dari hasil penelitian diperoleh gambaran mengenai perilaku
tidak aman pada pekerja PT. Krakatau Engineering area COP
Proyek Blast Furnace PT. Krakatau Steel (Persero), Tbk yang
terlihat pada tabel di bawah 5.2 berikut ini:
71
Tabel 5.2
Perilaku Tidak Aman pada Pekerja
PT. Krakatau Engineering area COP Proyek Blast Furnace
No Perilaku Tidak Aman Swakelola Subkontraktor
1. Tidak melakukan pekerjaan
sesuai prosedur
√ √
2. Tidak melakukan tindakan
perawatan kerja dan peralatan
keselamatan
√ √
3. Memberi peringatan terhadap
adanya bahaya dengan cara
yang tidak dapat dimengerti
× ×
4. Tidak menggunakan APD √ √
5. Tidak menggunakan APD
secara benar
√ √
6. Tidak menempatkan peralatan
dengan sesuai
√ √
7. Melempar alat-alat kerja √ ×
8. Bekerja di bawah pengaruh
obat, dan minuman beralkohol
× ×
9. Bekerja sambil merokok √ √
10. Bekerja sambil berkelakar
dengan teman
√ √
11. Melakukan pekerjaan dengan
cepat dan terburu-buru
√ √
Berdasarkan tabel 5.2 diketahui bahwa perilaku tidak aman
yang dilakukan oleh pekerja swakelola yaitu sebanyak 82% dari
indikator perilaku tidak aman. Perilaku tidak aman yang dilakukan
adalah tidak melakukan pekerjaan sesuai prosedur, tidak
melakukan tindakan perawatan kerja dan peralatan keselamatan,
tidak menggunakan APD, menggunakan APD secara tidak benar,
tidak menempatkan peralatan dengan sesuai, melempar alat-alat
72
kerja, bekerja sambil merokok, bekerja sambil berkelakar dengan
teman dan melakukan pekerjaan dengan cepat dan terburu-buru.
Sedangkan untuk pekerja subkontraktor, perilaku tidak
aman yang dilakukan yaitu sebanyak 73% dari indikator perilaku
tidak aman dalam penelitian ini. Perilaku tidak aman yang
dilakukan adalah tidak melakukan pekerjaan sesuai prosedur, tidak
melakukan tindakan perawatan kerja dan peralatan keselamatan,
tidak menggunakan APD, menggunakan APD secara tidak benar,
tidak menempatkan peralatan dengan sesuai, bekerja sambil
merokok, bekerja sambil berkelakar dengan teman kerja, dan
melakukan pekerjaan dengan cepat dan terburu-buru.
Dari hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh informasi
bahwa seluruh prosedur kerja untuk subkontraktor mengikuti
prosedur PT. KE yang juga diketahui bahwa perilaku tidak aman
lainnya yang sering dilakukan pekerja subkontraktor adalah
bekerja tidak sesuai dengan prosedur. Dalam hal ini adalah
prosedur keselamatan.Perilaku tidak aman yang dilakukan pekerja
subkontraktor yaitu tidak melakukan pekerjaan sesuai prosedur,
tidak menggunakan APD, menggunakan APD secara tidak benar,
tidak menempatkan peralatan dengan sesuai, bekerja sambil
merokok, bekerja sambil berkelakar dengan teman kerja, dan
melakukan pekerjaan dengan cepat dan terburu-buru.
73
2. Gambaran Faktor Predisposisi Perilaku Tidak Aman pada
Pekerja
Faktor predisposisi perilaku tidak aman pada pekerja yang
dimaksud dalam penelitian ini yaitu terkait dengan motivasi pekerja
berperilaku tidak aman.Motivasi yang dimaksud dalam penelitian ini
yaitu gambaran mengenai alasan atau dorongan yang membuat
pekerja berperilaku tidak aman saat bekerja.
Hasil penelitian mengenai gambaran motivasi perilaku tidak aman
pada pekerja PT. Krakatau Engineering area COP proyek Blast
Furnace PT. Krakatau Steel (Persero), Tbk dijabarkan dibawah ini:
a. Gambaran Motivasi Perilaku Tidak Aman pada Pekerja
Swakelola
Dari hasil wawancara mendalam dengan informan utama
diketahui bahwa sangat rendahnya motivasi keselamatan diri pada
pekerja. Mereka berperilaku tidak aman saat bekerja dengan
alasan karena kurangnya keterampilan dalam menggunakan APD,
demi kenyamanan kerja, karena kebiasaan, tidak menganggap
perilaku yang dilakukan berbahaya dan demi pekerjaan selesai
tepat waktu. Berikut kutipannya:
“susah makenya saya dari kampung.. kalo buat kerja di atas
itu mba, ribet banget itu berat dari pada ribet kerjaan saya ga
selesai mending ya biar gimana enaknya aja mba biar kerjaan
saya selesai hehe, kalo untuk sarung tangan gitu, kalo kerja pake
sarung tangan itu susah juga kadang mba, takut kelepas gitu mba
ga kepegang gitu ..kalo ngerokok kan ga ganggu mba.. udah biasa
mba namanya cowo kan“ (Informan IU1)
74
“gaenak banget dipake nya mba, panas, gaenak lah pokonya..
kalo ngerokok kan ga deket api juga, jadi gapapa lah..” (Informan
IU2)
“kalo lempar kayu gitu y biar cepet beres mba kerjaannya, kan
kita disuruh kerja tuh cepet, biar cepet kelar gitu...” (Informan
IU3)
Hal tersebut didukung dengan informasi yang diperoleh dari
wawancara mendalam dengan informan kunci seperti pernyataan
di bawah ini:
“ya mungkin karna kebiasaan, karna waktu sebelum bekerja di
proyek besar begini ya, kan mereka kebanyakan perumahan tuh
yang memang pake sendal gitu ya kaya perumahan yang
memang safety nya ga diutamain gitu, kadang udah dipake eh
dilepas, jadi ya mereka jadi ngerasa ga nyaman aja” (Informan
IK1)
“alasan yang pertama ribet pasti...” (Informan IK2)
“mungkin pengen nyari jalan pintas kali ya, pengen cepet gitu
lah kali, biar bisa lebih simpel kerjanya kan.” (Informan IK3)
Pernyataan tersebut juga didukung dengan pernyataan dari
informan pendukung di bawah ini:
“risih dan ga biasa gitu kan jadi gimana caranya biar kerja
enak, gada yang ngeganggu dan target mereka selesai gitu sih”
(Informan IP)
Jadi berdasarkan hasil wawancara mendalam diperoleh
informasi dan gambaran bahwa sangat rendahnya motivasi
keselamatan diri bagi para pekerja swakelola. Motivasi pekerja
swakelola berperilaku tidak aman adalah karena kurangnya
keterampilan dalam penggunaan APD, karena kebiasaan, demi
75
kenyamanan bekerja serta demi target pekerjaan selesai tepat
waktu namun tidak memperhatikan aspek keselamatan.
b. Gambaran Motivasi Perilaku Tidak Aman pada Pekerja
Subkontraktor
Berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan informan
utama yang merupakan pekerja subkontraktor diperoleh informasi
terkait motivasi pekerja subkontraktor yang berperilaku tidak
aman dikarenakan demi kenyamanan bekerja, demi pekerjaan
selesai tepat waktu dan juga karena kebiasaan. Selain itu juga
dikarenakan para pekerja tidak mau untuk meluangkan waktunya
untuk melakukan peminjaman dan permintaan APD kepada pihak
safetyoffice mereka. Berikut kutipan hasil wawancaranya:
“cuma ga enak aja itu tadi kaya yang saya bilang kalo yang
disediain kaya penutup kaya masker gitu kan sakit ya, susah
nafas juga, kalo dipake yang ada kita ribet sama itunya aja
gaberes nanti kerjaan.. kalo ngerokok ya emang udah biasa aja
itu mah mba..” (Informan IU5)
“males ngambilnya di kantor jadi kalo ga terlalu tinggi kan
gapapa ya..kalo ngambil dulu ke kantor lama.. dari pada kita
bolak balik ke kantor ngabisin waktu buat minta apd doang ya
mending kita kerja kan biar cepet selesai kerjaan, kerjaan kan
juga banyak..”(Informan IU7)
“Mintanya susah harus ke kantor dulu kan minta, isi formulir
gitu dulu kalo lagi gaada, ribet ngabisin waktu saya, mending
waktunya buat nyelesaiin kerjaan kan.”(Informan IU8)
Informasi tersebut didukung dengan pernyataan serupa dari
safety man dan safety officer pihak subkontraktor pada kutipan di
bawah ini:
76
“banyak yang ga biasa, terus ada juga ga tau gitu..kadang
kan mereka dikejar target juga kerjanya, nah itu pada males ke
kantor, pada ribet sama kerjaannya aja.. yang begitu tuh kadang
yang ga sadar sama keselamatan diri gitu.. ya kalo ngerokok ya
pasti karna udah terbiasa kan..” (Informan IK4)
“intinya sih karna ga dibiasain aja gitu, ga menilai itu tuh
perlu gitu buat diri sendiri.. mau gimana enaknya aja..(Informan
IK5)
Jadi diketahui bahwa motivasi pekerja swakelola berperilaku
tidak aman adalah adalah karena kebiasaan, tidak menganggap
perilaku yang dilakukan berbahaya, demi kenyamanan bekerja
serta demi target pekerjaan selesai tepat waktu namun tidak
memperhatikan aspek keselamatan. Sedangkan untuk motivasi
pekerja subkontraktor berperilaku tidak aman juga tidak jauh
berbeda dengan pekerja swakelola, namun pada pekerja
subkontraktor, motivasi pekerja berperilaku tidak aman juga
karena tidak maunya mereka meluangkan waktu untuk melakukan
peminjaman dan permintaan APD kepada pihak safetyoffice.
3. Gambaran Faktor Pendukung Perilaku Tidak Aman pada
Pekerja
Faktor pendukung perilaku tidak aman pada pekerja yang
dimaksud dalam penelitian ini adalah terkait ketersediaan APD.
a. Ketersediaan APD
Ketersediaan APD yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
gambaran mengenai ketersediaan, penyimpanan, kondisi, dan
kelengkapan jenis APD dengan bahaya yang ada, maupun jumlah
77
APD yang disediakan. Hasil penelitian mengenai gambaran
ketersediaan APD pada area COP proyek Blast Furnace PT.
Krakatau Steel (Persero), Tbk dijelaskan dibawah ini:
1) Gambaran Ketersediaan APD pada Pekerja Swakelola
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan pada
area COP proyek Blast Furnace, diperoleh gambaran
mengenai ketersediaan, penyimpanan, perawatan, kondisi
serta kesesuaian jenis dan jumlah APD yang disediakan
bagi pekerja swakelola. Ketersediaan APD untuk pekerja
swakelola terdiri dari penyediaan dari mandor yaitu berupa
safety helmet dan safety shoes, sedangkan untuk APD
lainnya yaitu berupa masker, sarung tangan, earplug serta
full bodyharness diberikan dengan sistem permintaan
terlebih dahulu oleh pekerja kepada pihak safety dengan
mengikuti prosedur yang berlaku, namun prosedur ini
cukup menyulitkan pekerja untuk memperoleh APD.
Berikut contoh APD yang disediakan untuk pekerja
swakelola:
(a) (b) (c)
78
(c) (e) (f)
Gambar 5.7(a), (b), (c), (d), (e), (f)
Alat Pelindung Diri Pekerja Swakelola
APD yang disediakan pihak PT. Krakatau
Engineering dalam kondisi yang layak digunakan. Hasil
observasi tersebut didukung oleh pernyataan informan
utama yang diperoleh melalui wawancara mendalam yang
peneliti lakukan. Berikut kutipannya:
“kalo ini mah kita disediain ya mba sepatu, helm,
dari mandornya mba.. yang dari kantor sarung tangan
sama buat yang kerja di atas itu mba, tapi sarung tangan
juga susah dapet nya mba, saya mah kalo dikasi ya dibawa
kalo minta saya gamau mba, ribet, mending saya kerja,
minta juga belum tentu dapet. kalo kondisi kayanya baik-
baik aja gitu yaa” (Informan IU1)
“kita dari mandor ya helm sama sepatu, kalo yang
selain itu ya ada yang dipinjemin orang kantornya, body
harness, ada juga itu teh yang dikasih kaya masker gitu,
pernah, nah yang susah dapetnya itu sarung tangan gitu,
kadang juga kalo dapet, ga cukup buat kita semua, jadi ga
make semua juga gitu neng..baguslah ya kalo kondisinya,
Cuma masalahnya teh suka gaada gituu...”(Informan IU4)
Pernyataan informan utama tersebut didukung oleh
pernyataan dari safety officer seperti di bawah ini:
79
“untuk swakelola ada yang disediin mandor sama
dari kita kan, kita yang menyediakan body harness sama
kaya sarung tangan gitu, masker juga nyediain tuh kita,
earplug juga ada. yang pasti mereka kesini bilang butuh
APD apa gitu, kalo harness biasanya kita tanggung
jawabin ke mandornya, jadi yang minjem atas nama
mandor, kalo untuk yang lain-lain mereka mah langsung
dikasih kalo ada, kalo engga kita tulis dulu namanya yang
udah minta butuh berapa, nanti kita request ke orang
procurement, gitu sih biasanya.. ya pasti kita nyediain
yang bagus lah ya maksudnya yang ga rusak gitu, kan kita
juga kalo rusak ada pengecekan gitu..” (Informan IK1)
Untuk perawatan APD pada pekerja diketahui
bahwa perawatan ada yang dilakukan oleh pihak PT. KE
yaitu berupa perawatan alat kerja dan perawatan
keselamatan berupa full body harness dengan melakukan
pengecekan secara kasat mata. Sedangkan untuk perawatan
yang dilakukan oleh pekerja adalah perawatan untuk APD
seperti helm, safety shoes dan sarung tangan. Pernyataan
ini didukung oleh safety officer dan juga manager SHE
Proyek Blast Furnace di bawah ini:
Kalo body harness mah kita ini ya periksa gitu
kadang kan kalo dipinjem gitu kan dikeluarin dari tempat
nyimpennya tuh, nah kita liat aja sekasat mata. Kan kita
kalo ngecek gitu ada ngecek alat kerja mereka juga. Jadi
kalo yang kaya helm, sepatu gitu-gitu mah pekerja ya kan
udah jadi milik mereka.(IK2)
Sedangkan untuk penyimpanannya, diketahui
bahwa stock APD untuk pekerja disimpan pada ruangan
khusus, seperti yang terlihat pada gambar di bawah ini.
80
(a) (b)
Gambar 5.8(a), (b)
Tempat Khusus Penyimpanan Stock APD untuk
Pekerja Swakelola
Sedangkan APD yang sudah diberikan di simpan
oleh masing-masing pekerja swakelola, dan dibawa pulang
ketika pekerjaan selesai. Selain itu diketahui bahwa tidak
ada tempat penyimpanan khusus untuk APD bagi pekerja
swakelola pada saat jam istirahat atau ketika APD tidak
digunakan. Penjelasan tersebut juga didukung oleh kutipan
hasil wawancara dengan informan utama di bawah ini:
Ya di bawa-bawa aja mba, misalnya duduk minum
kopi di warung ya bawa ke warung gitu aja.. terus dibawa
pulang lah kalo udahan mah kan udah jadi punya kita gitu,
jadi ya tanggung jawab kita gitu” (Informan IU3)
Informasi tersebut juga sesuai dengan pernyataan
yang diberikan oleh manager SHE yang merupakan
informan kunci. Berikut kutipannya:
“kita kalo untuk stock APD tempat rungan khusus
APD itu kan.. kalo lagi istirahat mah kalo untuk pekerja
swakelola belum ada untuk penyimpanan khusus pas saat
istirahat gitu jadi yaa sepinter-pinternya mereka aja
nyimpennya” (Informan IK3)
81
Selanjutnya untuk kesesuaian jenis APD dengan
bahaya yang ada, diketahui bahwa jenis APD yang
disediakan tidak sepenuhnya sesuai dengan bahaya yang
ada, jenis yang disediakan hanya satu jenis pada masing-
masing APD nya, tidak disesuaikan dengan bahaya dan
risiko setiap aktivitas pekerjaan yang membutuhkan jenis
APD yang berbeda-beda. Selain itu juga tidak adanya
disediakan Alat pelindung mata berupa kacamata.
Sedangkan untuk kesesuaian jumlah diketahui bahwa
jumlah APD yang disediakan untuk pekerja dinilai masih
sangat kurang dan tidak mencukupi untuk seluruh pekerja
sehingga masih banyak pekerja yang tidak memiliki APD
seperti masker dan sarung tangan. Pernyataan tersebut
didasari oleh hasil observasi yang peneliti lakukan dan juga
pernyataan dari hasil wawancara dengan informan utama.
Berikut kutipannya:
“Sesuai sih, tapi ada yang gaada juga.. kacamata
gitu gaada.. kadang mau ngelas apa gitu kan, kalo kena
debu juga tuh kan butuh karna suka masuk mba debunya
ke mata perih, apalagi musim panas kaya gini liat sendiri
kan nih debunya”(Informan IU2)
Pernyataan tersebut juga didukung dengan
pernyataan yang diberikan oleh safety man area COP
Proyek Blast Furnacedi bawah ini:
“Cuma kacamata tuh tadi yang ga tersedia untuk
mereka kan, tapi menurut saya mah secara keseluruhan
udah sesuai lah, dibilang kurang sih kurang juga, kan
mereka banyak tuh, nah kaya masker, sarung tangan,
82
mereka kan paling dikasi hari ini juga bakal rusak kan
besoknya minta lagi gitu, ya gitu gakan mampu nyediain
untuk sebanyak itu mah.”(Informan IK2)
Berdasarkan hasil telaah dokumen pada prosedur
APD PT. Krakatau Engineering diperoleh informasi bahwa
pengadaan APD untuk pekerja yang disediakan PT.
Krakatau Engineering harus berdasarkan prosedur yang
berlaku yaitu sesuai dengan daftar permintaan yang dibuat
oleh pekerja ketika persediaan tidak ada. Namun
berdasarkan prosedur disebutkan bahwa adanya
penyediaan Alat Pelindung Mata berupa kacamata,
sedangkan pada kenyataan di lapangan untuk pekerja
swakelola tidak terdapat persediaan kacamata. Berikut
kutipan prosedur APD yang berlaku pada proyek Blast
Furnace PT. Krakatau Engineering:
83
Tabel 5.5
Prosedur APD PT. Krakatau Engineering
No Prosedur Isi Kebijakan
1. Ketersediaan APD Setiap pekerja bertanggung jawab untuk menerima dan menggunakan APD dasar maupun
tambahan pada analisa risiko kerja dan tanda pengenal sepanjang waktu selama berada di area
proyek.
Dasar peralatan keamanan personil setiap pekerja adalah helm dan sepatu safety. Tambahan
peralatan keamanan personil adalah:
a. Alat Pengaman Wajah jika bekerja dengan zat kimia
b. Penutup kuping jika bekerja di tempat yang bising
c. Kacamata safety jika bekerja langsung di bawah sinar matahari atau berhubungan
dengan api
d. Sepatu boot safety jika bekerja dengan kimia dan bekerja di tempat yang basah
e. Penutup/topeng debu jika bekerja di lingkungan yang penuh debu
f. Penutup/topeng gas jika bekerja yang berkenaan dengan risiko atmosfir
g. Body harness, jika bekerja di ke tinggian lebih dari 2 meter atau lebih
Aliran proses kerja pemakaian APD diawali dengan pembuatan daftar kebutuhan APD yang
dilanjutkan dengan pembelian dan pengadaan APD, selanjutnya setelah APD yang dibutuhkan
tersedia maka dilakukan distribusi APD dan sosialisasi APD yang selanjutnya diikuti dengan
pemakaian APD
2. Kondisi APD Project Procurement Manager bertanggung jawab untuk melakukan pembelian APD sesuai
dengan standar yang berlaku. Melakukan pemeriksaan kondisi dan masa pakai APD. Semua
APD yang rusak atau sudah berakhir masa pakainya diserahkan kembali ke Dinas
Umum/General Affair Project dan/atau penanggung jawab K3L untuk dimusnahkan dan
diberikan APD pengganti kepada pekerja.Pemusnahan APD dilakukan sesuai dengan kebijakan
dari penanggung jawab area
3. Kesesuian Jenis dengan
Bahaya
Penanggung jawab K3L bertanggung jawab untuk Membuat daftar pekerja/penerima APD dan
membuat pengajuan kebutuhan APD berdasarkan potensi bahaya yang ada dalam kegiatan
pekerjaan dan/atau lingkungan kerja.
Sumber : Prosedur APD PT. Krakatau Engineering
84
Dari hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh informasi
bahwa ketersediaan APD untuk pekerja swakelola terdiri dari
penyediaan oleh mandor berupa APD standar yaitu safety
helmet dan safety shoes serta penyediaan oleh pihak PT.
Krakatau Engineering berupa masker, sarung tangan, ear plug
dan full body harness dengan prosedur peminjaman untuk full
body harness, dan permintaan untuk APD tambahan lain. Jika
stock APD masih tersedia di kantor safety maka akan
langsung diberikan kepada pekerja swakelola, namun jika
persediaan habis, maka pekerja diharuskan untuk mengikuti
prosedur request dengan mengisi form request APD.
Selanjutnya jika list pada form request sudah lumayan
banyak maka akan dilakukan permintaan kepada pihak
procurement PT. KE untuk pengadaan, jika persediaan sudah
tersedia, baru akan di distribusikan kepada pekerja. Namun
prosedur pendistribusian APD ini dirasa menyulitkan
informan utama untuk meminta APD, sehingga banyak
pekerja yang tidak mau meminta dikarenakan prosedurnya
yang dirasa sulit dan memakan waktu.
Berdasarkan observasi dan wawancara mendalam juga
diketahui tidak ada tersedianya alat pelindung mata untuk
pekerja swakelola. Selain itu untuk kondisi APD yang
disediakan diketahui dalam kondisi yang layak digunakan
85
dikarenakan pihak PT. Krakatau Engineering selalu
melakukan pengecekan untuk APD, dan untuk APD yang
rusak maka akan dibuang dan dimusnahkan namun untuk
safety helmet dan safety shoes pekerja swakelola yang
disediakan oleh mandor tidak semuanya sesuai dengan standar
dan kelayakan. Selain itu diketahui tidak tersedianya tempat
khusus penyimpanan APD untuk pekerja swakelola ketika
sedang tidak digunakan, APD hanya mereka letakkan di
sekitar mereka ketika sedang tidak digunakan, dan dibawa
pulang ketika selesai bekerja. Selanjutnya untuk kesesuaian
APD dengan bahaya belum sesuai secara keseluruhan
dikarenakan tidak tersedianya kacamata dan juga jenis-jenis
APD sesuai dengan jenis pekerjaan. Setiap APD yang
disediakan hanya satu jenis saja, tidak sesuai dengan paparan
bahaya yang berbeda-beda, serta untuk jumlah APD yang
disediakan diketahui tidak sesuai dengan jumlah pekerja
swakelola.
2) Gambaran Ketersediaan APD pada Pekerja
Subkontraktor
Berdasarkan hasil observasipenyediaan APD untuk pekerja
subkontraktor secara keseluruhan disediakan oleh
perusahaannya dengan sistem yang sama dengan pekerja
swakelola yaitu ada yang diberikan dari awal kerja seperti
sepatu dan helm, ada yang diberikan sesuai permintaan seperti
86
sarung tangan, kacamata, masker dan ear plug, serta ada yang
dipinjamkan yaitu welding cap, dan juga full body harness.
Seperti yang terlihat pada gambar di bawah ini:
(a) (b) (c)
(d) (e)
(f) (g)
Gambar 5.9(a), (b), (c), (d), (e), (f), (g)
APD Pekerja Subkontraktor
APD yang disediakan tersebut dalam kondisi yang
layak untuk digunakan. Hasil observasi tersebut juga
didukung oleh pernyataan informan utama yang diperoleh
87
melalui wawancara mendalam yang peneliti lakukan.
Berikut kutipannya:
“kalo yang biasa nih kaya helm sepatu emang dari
dulu mulai kerja udah dikasih, full body harness
dipinjemin, topeng buat ngelas gitu dipinjemin.. sarung
tangan, masker, sama kacamata sih dikasih, ear plug
juga..Masih bersih.. masih kinclong.. ya belum pernah
dipake kan soalnya” (Informan IU8)
Informasi tersebut juga didukung dengan
pernyataan informan kunci seperti pada kutipan di bawah
ini:
“APD mah ada kita sediakan seluruhnya untuk
pekerja.. mulai dari helm, sepatu. kalau yang kita kasih
helm, sepatu, terus kayak masker, sarung tangan,
kacamata, masker, sama earplug itu berdasarkan
permintaan..full body harness, faceshield, sama welding
cap itu kita pinjamkan... kalo untuk kondisi yang pasti
gaada masalah ya kita yang kita sediain kondisinya pasti
yang layak, yang masih layak untuk dipake, kan kalo udah
galayak pake kita buang..” (Informan IP4)
Sedangkan untuk penyimpanan APD, untuk stock
APD subkontraktor disimpan di gudang penyimpanan
APD, sedangkan untuk APD lain ketika sedang tidak
digunakan tidak disimpan di tempat khusus karena tidak
ada tersedia tempat penyimpanan khusus untuk APD ketika
sedang tidak digunakan, namun seperti welding cap atau
faceshield ketika tidak digunakan disimpan di dalam kotak
yang disediakan yaitu berupa kotak alat-alat kerja yang
dibutuhkan namun digabungkan dengan alat-alat kerja
yang lain seperti yang terlihat pada gambar di bawah ini:
88
(a) (b)
(c) (d)
Gambar 5.10 (a), (b), (c), (d)
Tempat Penyimpanan APD Pekerja Subkontraktor
Hasil observasi ini juga didukung dengan hasil
wawancara mendalam yang peneliti lakukan dengan
informan utama. Berikut kutipan hasil wawancaranya:
“dibawa pulang aja kalo udah jam pulang gitu
mba.. di bawa ke rumah disimpen di rumah..dipegang aja
dipake kaya sepatu helm gini kan dipake ya mba, ya paling
selain itu ya dibawa aja kemana kita pergi..gaada juga
mba disini tempat khusus gitu mah.. belum ada, belum
disediain kayanya mba..”(Informan IU5)
“ya saya taro aja di atas itu yang penting orang
lewat ga ngalangin gitu ga ketendang-tendang sama
orang..”(informan IU8)
Informasi yang sejalan juga diperoleh dari
pernyataan dari pihak safety man subkontraktor berikut ini:
89
“ada kita gudangnya.. di masing-masing tempat
juga ada kita sediakan semacam box kotak tools nya
mereka gitu, itu kayak APD yang ga selalu dipake gitu tapi
udah dipinjem biasanya mereka taro disitu.. welding cap
faceshield, mesin las yang gitu-gitu ada tuh kotaknya.. kalo
stock ya otomatis kita simpen d kantor kan di ruangan
tersendiri...tapi kaya tempay helm sama sepatu gitu sih
gaada kita belum nyediain” (Informan IK4)
Selain itu untuk jenis APD yang disediakan sudah
sesuai dengan bahaya yang ada, hanya saja penyediaan
jenis sarung tangan yang disediakan belum sepenuhnya
sesuai dikarenakan penyediaan sarung tangan hanya satu
jenis saja yaitu sarung tangan kain atau wol. Untuk jumlah
APD yang disediakan juga dirasa masih kurang
dikarenakan sistem pengadaan APD pada proyek ini yang
harus sesuai permintaan dari pekerja sehingga masih
banyak pekerja yang tidak memiliki APD. Pernyataan
tersebut didukung dengan pernyataan informan utama
berikut ini:
“sesuai-sesuai aja ya mba kayanya.. itu mungkin
yang ga ya mba.. kan ini kita kalo perlu APD gitu harus
minta gitu kan ke kantor, jadi kalo butuh kita minta
kan..nah kadang tuh suka abis katanya..jadi mungkin
belum cukup lah ya..”(Informan IU5)
“kalo itu mah udah sesuai kayanya sih ya...
mungkin kayanya kalo jumlah agak kurang ya mba ya..
harusnya disediain lebih banyak biar masing-masing
semua dapet.. “(informan IU7)
Pernyataan tersebut juga didukung oleh pernyataan
informan kunci berikut ini:
90
“kalo untuk kesesuaian mah sudah sesuai yaa..
mungkin kesulitannya karna kita penyediaan APD itu
harus sesuai permintaan jadi kadang stock gitu bisa
sempet aja kurang gitu, jadi mungkin perlu sedikit
penambahan biar stock ga bener-bener abis
gitu..istilahnya kalo mereka minta bisa langsung dapet
gitu..” (informan IK4).
Berdasarkan hasil penelitian, maka diperoleh informasi
bahwa untuk pekerja subkontraktor penyediaan APD secara
keseluruhan disediakan oleh pihak perusahaan mereka. APD yang
disediakan berupa safety helmet dan safety shoes yang sudah
mereka dapatkan dari awal mulai bekerja. Untuk APD lain seperti
masker, sarung tangan, ear plug, dan kacamata diberikan sesuai
dengan prosedur permintaan mengikuti prosedur PT. KE. APD
yang disediakan sudah layak dan sesuai dengan bahaya yang ada,
hanya saja jenis APD yang tersedia masih perlu disesuaikan lagi
dengan aktivitas pekerjaannya. Untuk penyimpanan APD pekerja
subkontraktor, padaarea terdapat box atau kotak penyimpanan alat
kerja yang biasanya digabungkan dengan APD yang jarang
digunakan seperti faceshield dan welding cap. Sedangkan untuk
kesesuaian jumlah APD dengan pekerja subkontraktor juga belum
sesuai dan mencukupi untuk semua pekerja subkontraktor.
Jadi untuk ketersediaan APD untuk pekerja swakelola dan
subkontraktor secara keseluruhan memiliki sistem yang sama
namun untuk swakelola ada yang disediakan oleh pihak mandor,
sedangkan untuk subkontraktor secara keseluruhan disediakan oleh
pihak subkontraktor. APD yang disediakan pun kurang lebih sama
91
namun pada subkontraktor terdapat penyediaan kacamata,
faceshield dan juga welding cap.
4. Gambaran Faktor Penguat Perilaku Tidak Aman pada Pekerja
Faktor pendorong yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
faktor lain selain diri pekerja itu sendiri yang mendorong pekerja
untuk berperilaku tidak aman dalam bekerja. Faktor pendorong
tersebut dalam hal ini adalah pemberian hukuman dan penghargaan
(Reward&Punishment) serta pengawasan.
a. Hukuman dan Penghargaan
Hukuman/sanksi yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu
konsekuensi negatif yang diberikan kepada pekerja terkait perilaku
tidak aman yang dilakukan. Penghargaan yang dimaksud dalam
penelitian ini yaitu konsekuensi positif yang diberikan kepada
pekerja terkait perilaku aman yang dilakukan. Gambaran hukuman
dan penghargaan pada pekerja PT. Krakatau Engineering area
COP proyek Blast Furnace PT. Krakatau Steel (Persero), Tbk
dijelaskan di bawah ini:
a) Gambaran Hukuman dan Penghargaan Pekerja
Swakelola
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh
informasi bahwa hukuman atau sanksi yang diberikan kepada
pekerja yang berperilaku tidak aman yaitu berupa teguran yang
92
dilanjutkan dengan pembolongan ID Card pekerja. Selain itu juga
terdapat form pencatatan pelanggaran (lampiran) untuk
pendataan setiap perilaku tidak aman sehingga jika memang
sudah tercatat tiga kali pelanggaran maka bisa ditindaklanjuti. Hal
ini didukung dengan pernyataan informan utama yang diperoleh
dari hasil wawancara mendalam yang peneliti lakukan di bawah
ini:
“ga dihukum sih, ditegur aja palingan, pernah liat temen
tapi di area lain gitu pernah dikeluarin gitu gaboleh kerja lagi,
katanya dia kalo kerja di atas tuh gamau pake body harness jadi
sering kepergok sama orang safety gitu”(Informan IU3)
“ya ngingetin aja gitu, pernah disuruh pulang gitu gausah
kerja katanya.. tapi kadang ada toleransi gitu, tolong dipake
sekarang APD nya gitu, pake sekarang harus, kalo gamau,
pulang”(Informan IU4)
Pernyataan tersebut juga didukung dengan pernyataan
safety officer PT. Krakatau Engineering area COP Proyek Blast
furnace di bawah ini:
“ya kita ya pertama teguran dulu ya mba sekali dua kali,
kalo ketiga kita cabut id card nya mba, gaboleh kerja lagi..”
(Informan IK1)
Penjelasan tersebut juga diperkuat dengan pernyataan
informan pendukung seperti pada kutipan di bawah ini:
kalo hukuman sih harus ada ya pasti untuk pekerja yang
berperilaku ga aman yaa, kalo untuk awal sih yaa, teguran dulu
gitu yaa.. (Informan IP)
Sedangkan untuk pemberian penghargaan yang berlaku,
dari hasil penelitian diketahui bahwa belum pernah terdapat
pemberian penghargaan ataupun hadiah untuk pekerja yang
93
berperilaku aman untuk pekerja swakelola sebagaimana yang
diungkapkan oleh informan utama di bawah ini:
“gatau deh mba, kayanya gaada ya kalo yang ke kita,
gapernah mba, kita mah Cuma taunya kerja aja mba, gatau kita ga
pernah terima yang begitu-begituan mah hehe apalagi hadiah gitu
gaada mba” (Informan IU1)
“kalau yang kerjanya bagus gitu kayanya gapernah dikasih
apa-apa deh mba kita” (Informan IU2)
Penjelasan tersebut juga didukung dengan pernyataan dari
pihak manager SHE Proyek Blast Furnaceyang menyatakan
memang belum pernah memberikan reward kepada pekerja yang
berperilaku aman. Berikut kutipannya:
“reward yaaa kita belum berlakuin disini paling kita
ngasih secara keseluruhan aja sih susu kadang sama roti gitu tiap
jumat abis safety talk, sekali sebulan lah kadang gitu aja sih.. kalo
khusus untuk pekerja yang berperilaku aman belum sih yaa.. karna
itu kan menyangkut ketersediaan dananya juga kan..” (Informan
IK3)
Selain itu berdasarkan telaah dokumen prosedur kesehatan
keselamatan kerja dan lingkungan PT. Krakatau Engineering yang
berlaku, diketahui bahwa belum terdapat aturan khusus mengenai
pemberian hukuman dan penghargaan untuk pekerja yang
berperilaku tidak aman. Pernyataan ini juga didukung oleh
manager SHE Proyek Blast Furnaceyang diperoleh melalui
wawancara mendalam yang dilakukan. Berikut kutipannya:
“kalo aturan khusus tentang itu sih kayanya sih gaada yaa,
gaada tertulis gitu.. Cuma itu ketentuan yang kita bikin disini kaya
gituuu..”(Informan IK3)
94
Jadi berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan diketahui
bahwa hukuman/sanksi yang diberikan kepada pekerja swakelola
yang berperilaku tidak aman yaitu berupa teguran terlebih dahulu
yang diikuti dengan peringatan yang kemudian dilanjutkan dengan
pembolongan ID Card pekerja. Selain itu juga terdapat form
pencatatan pelanggaran untuk pekerja yang berperilaku tidak aman
agar jelas terdata, sehingga jika memang sudah tercatat tiga kali
pelanggaran maka bisa ditindaklanjuti. Sedangkan untuk pemberian
reward atau penghargaan, berdasarkan hasil penelitian diketahui
bahwa pada proyek Blast Furnace belum pernah diberlakukan
pemberian reward atau penghargaan untuk pekerja yang
berperilaku aman.
b) Gambaran Hukuman dan Penghargaan Pekerja
Subkontraktor
Berdasarkan observasi yang dilakukan pada pekerja
subkontraktor diperoleh informasi mengenai gambaran hukuman
atau sanksi yang diberikan pihak perusahaan terhadap pekerja yang
berperilaku tidak aman yaitu juga berupa teguran. Sebagaiman
yang diungkapkan oleh informan utama di bawah ini:
“hukuman ya..ga ada mba hukuman gitu..Cuma ya mungkin
ini aja kadang kayak ditegor gitu kalo orang safetynya ngeliat ada
yang gabener gitu misalnya ya ditegor aja ga dihukum
gitu..”(Informan IU5)
“gaada..diingetin gitu doang sama yang biasa nungguin kita
kerja kadang...”(informan IU7)
95
Penjelasan tersebut juga didukung oleh informasi yang
diberikan oleh safety manarea COP dalam kutipan di bawah ini:
“yang paling pertama sih saya tegor dulu kalo saya liat ada
yang gapake APD.. saya tegor saya suruh pake APD nya baru
melanjutkan pekerjaan, selanjutnya kalau udah sampe berkali-kali
dan sering melanggar ya kita keluarkan karna kalau gitu susah di
atur kan berarti padahal buat diri mereka juga..” (Informan IK4)
Sedangkan untuk pemberian reward atau penghargaan, dari
hasil penelitian diketahui bahwa belum pernah terdapat pemberian
penghargaan ataupun hadiah untuk pekerja yang berperilaku aman
untuk pekerja subkontraktor sebagaimana pernyataan informan
utama yang diperoleh melalui wawancara mendalam yang
dilakukan. Berikut kutipannya:
“belum ada sih mba setau saya mah ya belum...” (Informan
IU5)
“hadiah sih belum pernah sih ya kantor ngasih hadiah mba
selama kerja.” (Informan IU7)
“gapernah tuh.. belum pernah liat kantor ngasih hadiah
buat kita-kita yang kerja disini..”(Informan IU8)
Pernyataan informan utama tersebut juga diperkuat dengan
pernyataan dari informan kunci yang menyatakan bahwa memang
belum ada pemberian reward yang diberikan kepada pekerja yang
berperilaku aman seperti pada kutipan di bawah ini:
”kalau untuk khusus pekerja yang berperilaku aman gitu
sih belum ada ya selama di proyek ini.. karna memang belum ada
kebijakannya kayak gitu gitu..”(Informan IK5)
96
Jadi dapat diperoleh gambaran dan informasi bahwa tidak
ada perbedaan antara sistem reward dan punishment baik pada
pekerja swakelola maupun pekerja subkontraktor. Dan diketahui
tidak adanya sistem pemberian reward untuk pekerja yang
berperilaku aman, baik pekerja swakelola maupun pekerja
subkontraktor. Sedangkan untuk hukuman atau punishment yang
diberikan untuk pekerja yang berperilaku tidak aman baik pekerja
swakelola maupun pekerja subkontraktor yaitu berupa teguran
terlebih dahulu, dan jika pelanggaran terjadi hingga tiga kali akan
dilakukan pembolongan ID Card dan dikeluarkan.
b. Pengawasan
Pengawasan yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu
pengawasan yang dilakukan pihak safety perusahaan terkait
perilaku pekerja.
a). Gambaran Pengawasan pada Pekerja Swakelola
Berdasarkan hasil observasi yang peneliti lakukan pada
pekerja swakelola diketahui bahwa terdapat pengawasan
terhadap pekerja terkait K3 berupa safety patrol yang
dilakukan setiap harinya pada pagi, siang dan sore. Safety
patrol dilakukan oleh safety officer dan safety man dari PT. KE
untuk pekerja swakelola. Pengawasan yang dilakukan pada
97
saat safety patrol berupa pengawasan terkait perilaku pekerja,
jika ditemukan pelanggaran atau perilaku tidak aman maka
akan dilakukan peneguran. Hasil observasi tersebut diperkuat
dengan yang dikatakan para informan utama saat peneliti
melakukan wawancara mendalam. Berikut kutipannya:
“orang safety kalo lagi keliling-keliling gitu biasanya
bentaran doang tapi ada tuh tiap hari biasanya, sembari lewat
liat gitu kalo ada yang ga sesuai menurut mereka ya ditegor”
(Informan IU2)
“kaya suruh pake body harness kalo kerja di atas kan kalo
kita gapake gitu.. mba orang safetynya suka jalan aja gitu liat
kita pada lagi kerja gitu.. kadang suka ada pagii.. kadang
siang, kadang juga kalo udah mau pulang..” (Informan IU3)
Pernyataan tersebut didukung dengan pernyataan dari
informan kunci sebagaimana pada kutipan di bawah ini:
“paling kalo dari kita mah safety man sama safety officer
kan ada yang namanya safety patrol setiap hari gitu muter
ngawasin pekerja per areanya gitu...baik dari perilaku atau
unsafe conditionnya yaa.. paling gitu sih.. yaa setiap hariii
harus.. di pagi..siang sama sore..” (Informan IK3)
Penjelasan tersebut juga diperkuat dengan pernyataan dari
informan pendukung seperti pada kutipan di bawah ini:
“pengawasan mungkin dari patroli gitu di area kerja, bisa
dilihat dari lingkungan kerjanya ada perilaku yang tidak baik
atau engga, aturan safetynya dijalankan atau tidak.. atau dari
perilaku pekerjanya gitu kan.. biasanya sih orang safetynya
yaa” (Informan IP)
Hal tersebut juga didukung dengan hasil telaah
dokumen pada Prosedur Kesehatan Keselamatan Kerja dan
Lingkungan PT. Krakatau Engineering yang peneliti lakukan.
98
Berikut prosedur mengenai pengawasan yang terdapat pada
PT.KE:
“Personil K3L memeriksa pekerjaan di lapangan
setiap harinya dan mempelajari seluruh tindakan yang kurang
aman/kondisi kerja. Ketika tindakan tidak aman/kondisi kerja
atau pelanggaran ditemukan, personil K3L menyarankan atau
menjalankan tanggung jawab pengawasan untuk perbaikan.”
Menurut salah satu informan utama, tidak ada
pengawasan dari pihak perusahaan, artinya, salah satu
informan ada yang merasa tidak adanya pengawasan selama
mereka bekerja sebagaimana pernyataan yang diberikan
informan utama di bawah ini:
“Gatau tuh saya, gaada yang ngawasin kayanya, mandor
aja sih biasanya..ga perhatiin juga saya” (Informan IU1)
Selain itu juga diketahui pengawasan yang diberikan belum
efektif menimbulkan efek jera untuk melanggar bagi informan
utama. Hal ini terlihat dari pernyataan informan utama yang
merasa biasa saja tidak merasa takut untuk melakukan
pelanggaran saat adanya pengawasan dikarenakan pengawasan
yang dilakukan hanya sebentar tidak sepanjang jam kerja
sebagaimana yang diungkapkan informan utama pada kutipan
dio bawah ini:
“biasa aja orang mereka kan itu juga ga lama kalo
disininya mah, ya kalo gasalah ya kenapa harus takut, lagian
99
juga gabakal diapa-apain kok jadi ya santai ajalah..”
(Informan IU2)
“ga liatin sepanjang hari gitu, jadi yaa gapapa biasa aja
gitu”(Informan IU4)
Hal tersebut juga didukung dengan hasil wawancara
yang peneliti peroleh dari informan kunci yang menyatakan
bahwa pengawasan yang dilakukan memang belum efektif
dikarenakan kurangnya jumlah pengawas dibandingkan
dengan pekerja sehingga tidak mungkin terawasi satu per satu,
selain itu juga karena bentuk pengawasan yang hanya
berbentuk safety patrol yang tidak bisa selalu mengawasi
selama pekerja bekerja pada jam kerja setiap harinya. Berikut
kutipannya:
“belum kalo untuk efektif mah.. karna yaa itu kita kan ga
ngawasin setiap saat setiap waktu disana kan, gabisa juga
melototin satu satu gitu lo, jadi ya kalo dibilang efektif sih yaa
belum sih.. “(Informan IK2)
“mungkin belum efektif karna kalah jumlah gitu kan sama
mereka gituu, mereka kan banyak kan, safety man sama safety
officer mungkin cuma 1 orang kan di masing-masing area, “
(Informan IK3)
Berdasarkan penjabaran wawancara mendalam,
diketahui bahwa terdapat pengawasan yang diberikan kepada
pekerja swakelola saat bekerja. Pengawasan tersebut berupa
safety patrol yang dilakukan setiap harinya oleh safety officer
dan safety man dari pihak perusahaan baik PT. KE maupun
subkontraktor. Akan tetapi, pengawasan yang dilakukan dinilai
belum optimal dikarenakan belum menimbulkan efek takut
100
untuk melanggar bagi pekerja serta dikarenakan pengawasan
yang diberikan hanya melalui patroli, tidak selama jam kerja
berlangsung serta juga tidak sebandingnya jumlah pihak safety
yang melakukan pengawasan dengan jumlah keseluruhan
pekerja.
b). Gambaran Pengawasan pada Pekerja Subkontraktor
Berdasarkan hasil observasi yang peneliti lakukan pada
pekerja subkontraktor diketahui bahwa terdapat pengawasan
terhadap pekerja terkait K3 berupa safety patrol yang
dilakukan setiap harinya. Safety patrol dilakukan oleh safety
officer dan safety man dari pihak perusahaan subkontraktor
sendiri. Pengawasan yang dilakukan pada saat safety patrol
berupa pengawasan terkait perilaku pekerja, jika ditemukan
pelanggaran atau perilaku tidak aman maka akan dilakukan
peneguran. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara mendalam
yang peneliti lkukan, berikut kutipannya:
“sekali-kali ke sini gitu liat dan negor kalo lagi gapake
APD gitu. yang sering sih pak lamsihar namanya (safety man)
itu sering saya liat disini merhatiin kita make APDnya apa
gitu-gitu.. tiap hari sih, tapi bentar-bentaran...”(Informan
IU8)
“ada kita selalu safety patrol, saya safety man sama safety
officer kita.. kita patrol untuk ngawasin pekerja dari sgegi
safetynya ya meskipun ga terus-terusan selama jam kerja kita
dilapangan” (Informan IP4)
101
Pengawasan yang dilakukan pihak safety subkontraktor
juga belum efektif. Seperti yang diungkapkan para informan
dalam kutipan hasil wawancara mendalam berikut ini:
“takut mah ya engga mba..paling juga kan kalo gapake APD
kan diomongin doang palingan ini ditegur lah gitu kan..jadi ga
takut saya mah..” (Informan IU5)
“mungkin kayanya belum karna sistem pengawasan kita dari
safety hanya patroli aja gitu kan gabisa ngeliatin sepanjang
mereka kerja gitu..”(Informan IP5)
Berdasarkan penjabaran diatas dapat disimpulkan bahwa
pengawasan yang diberikan kepada pekerja subkontraktor
sama halnya dengan pekerja swakelola yang juga berupa safety
patrol yang dilakukan safety man dan safety officer dari i pihak
safety perusahaan subkontraktor. Pengawasan yang dilakukan
dinilai belum efektif dan optimal dikarenakan belum
menimbulkan efek takut untuk melanggar bagi para pekerja.
Hal ini dikarenakan sistem pengawasan yang hanya berbentuk
patroli sehingga tidak bisa terawasi sepanjang pekerja
subkontraktor bekerja.
102
BAB VI
PEMBAHASAN
A. Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini memiliki keterbatasan antara lain:
1. Adanya bias informasi yang kemungkinan terjadi dikarenakan
kecenderungan informan utama untuk menutupi informasi yang
dibutuhkan. Hal ini berkaitan dengan pertanyaan yang mengangkat
perilaku yang tidak sesuai dengan yang semestinya dilakukan oleh
informan utama. Sehingga ada kemungkinan bahwa pada saat
dilakukan wawancara, informan utama tidak memberikan keseluruhan
informasi atau menutupi sebagian informasi yang dibutuhkan terkait
perilaku tidak aman yang sering dilakukan.
2. Pada saat wawancara dilakukan dengan beberapa informan, kondisi
lingkungan sekitar tidak kondusif karena proses pekerjaan yang sedang
berjalan, sehingga dapat mempengaruhi konsentrasi informan dalam
memberikan jawaban.
B. Perilaku Tidak Aman pada Pekerja
Perilaku tidak aman menurut Bird dan Germain (1990) adalah
perilaku yang dapat mengizinkan terjadinya suatu kecelakaan atau insiden.
Sedangkan menurut Heinrich (1980), perilaku tidak aman adalah tindakan
atau perbuatan dari seseorang atau beberapa pekerja yang memperbesar
terjadinya kecelakaan terhadap pekerja.
103
Dari sebelas indikator perilaku tidak aman pada penelitian ini,
sembilan perilaku tidak aman dilakukan oleh pekerja, yaitu tidak
melakukan pekerjaan sesuai prosedur, tidak melakukan tindakan
perawatan kerja dan peralatan keselamatan, tidak menggunakan APD,
tidak menggunakan APD secara benar, tidak menempatkan peralatan
dengan sesuai, melempar alat-alat kerja, bekerja sambil merokok dan
bekerja sambil berkelakar dengan teman, serta melakukan pekerjaan
dengan cepat dan terburu- buru. Sedangkan perilaku tidak aman yang tidak
dilakukan pekerja adalah memberi peringatan terhadap adanya bahaya
dengan cara yang tidak dapat dimengerti dan bekerja di bawah pengaruh
obat dan minuman beralkohol.
Penjelasan mengenai perilaku tidak aman yang dilakukan oleh
pekerja area COP Proyek Blast Furnace PT. Krakatau Steel (Persero), Tbk
dijabarkan di bawah ini:
1. Tidak Melakukan Pekerjaan Sesuai Prosedur
Salah satu perilaku tidak aman yang dilakukan pekerja area COP
Proyek Blast Furnace adalah tidak melakukan pekerjaan sesuai
prosedur. Hal ini sesuai dengan DNV Modern Safety Management
(1996) yang mengatakan bahwa salah satu faktor-faktor yang termasuk
dalam perilaku tidak aman adalah tidak mengikuti prosedur atau
kebijakan kerja.
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Pratiwi
(2012) yang mengatakan bahwa salah satu perilaku tidak aman yang
sering dilakukan oleh pekerja adalah tidak melakukan pekerjaan sesuai
104
prosedur. Hal tersebut dikarenakan adanya kesalahan pada manajemen,
beban kerja yang berat dan karakteristik individu. Hal ini juga sejalan
dengan penelitian yang dilakukan Putri (2009) yang menyatakan
bahwa 40% pekerja melakukan perilaku tidak aman berupa tidak
melakukan pekerjaan sesuai dengan SOP.
Pada prosedur PT.KE terdapat aturan mengenai penggunaan APD,
larangan merokok dan melempar material atau alat-alat kerja, serta
penempatan material yang digunakan saat bekerja. Pada prosedur
tersebut disebutkan bahwa setiap pekerja bertanggung jawab untuk
menggunakan APD dasar maupun tambahan sepanjang waktu selama
berada di area proyek. Selain itu pada prosedur juga terdapat aturan
bahwa seharusnya material dan peralatan yang akan diturunkan dari
tingkat tinggi ke tingkat rendah atau ke bawah tanah diturunkan
dengan menggunakan peralatan pengangkat, dan ketika mengurangi
atau memindahkan material ke bawah tanah, peralatan yang sesuai
adalah container dan keranjang, kemudian diikat dengan kuat
menggunakan tali.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan diketahui bahwa masih
banyak pekerja yang mencari jalan pintas dengan tidak mematuhi
prosedur yang ada seperti tidak menggunakan APD, tidak
menempatkan material dengan sesuai, melempar alat-alat kerja dan
bekerja sambil merokok. Hal ini dapat disebabkan karena kurangnya
kesadaran dan pemahaman para pekerja akan keselamatan diri dan
kurangnya sosialisasi terhadap kebijakan yang berlaku kepada pekerja.
105
Oleh karena itu hendaknya pihak PT. KE dapat memberikan
sosialisasi terhadap prosedur yang berlaku sesering mungkin untuk
selalu mengingatkan dan menumbuhkan kesadaran bagi pekerja untuk
bekerja sesuai dengan prosedur yang berlaku. Karyani (2005)
mengungkapkan perubahan perilaku dan tingkat kepatuhan yang baik
adalah internalisasi dimana individu melakukan sesuatu karena
memahami makna, mengetahui pentingnya tindakan dan keadaan
tersebut.
Lina (2004) mengatakan bahwa pedoman atau prosedur tata cara
kerja tidak akan ada manfaatnya jika tidak diamati dan dipahami oleh
seluruh pekerja. Oleh karena itu, untuk selalu mengingatkan pekerja
terhadap prosedur kerja yang berlaku, hendaknya prosedur kerja
tersebut juga ditempel disekitar area kerja agar dapat dibaca, diamati
dan diingat oleh pekerja.
Kurang tegasnya manajemen dalam memberikan sanksi atau
peringatan kepada pekerja yang tidak mematuhi prosedur kerja seperti
bekerja sambil merokok juga merupakan salah satu penyebab pekerja
tidak mematuhi prosedur yang ada. Menurut Sahab (1997) komunikasi
K3 yang baik diperlukan untuk mendorong perubahan perilaku
sehingga dapat termotivasi untuk bekerja dengan selamat. Pengawasan
dan pemberian sanksi serta peringatan yang dilakukan bagi pekerja
hendaknya lebih dioptimalkan lagi agar pekerja tidak lagi melakukan
pelanggaran serupa dan tidak hanya berorientasi kepada pekerjaan
106
dapat terselesaikan dengan cepat, namun juga hendaknya dapat
memperhatikan aspek keselamatan.
2. Tidak Melakukan Tindakan Perawatan Kerja dan Peralatan
Keselamatan
Salah satu perilaku tidak aman yang dilakukan oleh pekerja adalah
tidak melakukan perawatan alat kerja dan peralatan keselamatan.
Perawatan alat kerja dan peralatan keselamatan bertujuan untuk
menjaga kualitas agar tetap berfungsi dengan baik. Berdasarkan hasil
penelitian yang dilakukan Ayu (2012), perilaku pekerja yang tidak
melakukan tindakan perawatan kerja dan peralatan keselamatan
merupakah salah satu perilaku tidak aman yang paling sering
dilakukan oleh pekerja. Hal tersebut dikarenakan faktor kurangnya
ketersediaan fasilitas dan kesalahan pada manajemen. Sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Ayu (2012), hasil penelitian yang
dilakukan oleh Widayatun (2000) yang menyatakan bahwa sebanyak
40% pekerja tidak melakukan tindakan perawatan alat kerja dan alat
keselamatan.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui perawatan alat kerja
dilakukan oleh pihak perusahaan dengan inspeksi dan perawatan secara
berkala. Selain itu pihak perusahaan juga melakukan perawatan untuk
alat keselamatan yang dipinjamkan oleh pihak safety kepada pekerja
seperti faceshield, dan full body harness untuk alat keselamatan.
Sedangkan untuk perawatan peralatan keselamatan menjadi kewajiban
107
masing-masing pekerja. Oleh karena itu pada penelitian ini terfokus
kepada perawatan yang dilakukan oleh pekerja yaitu perawatan alat
keselamatan.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pekerja tidak
melakukan perawatan pada alat keselamatan tersebut. Hal ini
dikarenakan tidak tersedianya sarana dan fasilitas untuk pekerja
melakukan perawatan alat keselamatan di tempat kerja. Selain itu juga
dikarenakan rendahnya motivasi akan aspek keselamatan pada pekerja.
Menurut Budiono, dkk (2003) perawatan alat kerja dan perawatan
keselamatan sangat diperlukan untuk menjaga kualitas agar tetap
terjaga dengan baik. Secara umum pemeliharaan alat keselamatan
dapat dilakukan antara lain dengan mencuci dengan air sabun,
kemudian dibilas dengan air secukupnya, serta menjemur dipanas
matahari untuk menghilangkan bau, terutama pada helm. Oleh karena
itu hendaknya pihak PT.KE menyediakan sarana untuk perawatan
keselamatan seperti tempat pencucian dan memberikan penambahan
pengetahuan tentang pentingnya perawatan alat kerja dan peralatan
keselamatan yang dapat diberikan melalui pelatihan atau pemberian
informasi melalui safety talk, dan juga toolbox meeting yang rutin
dilaksanakan.
3. Tidak Menggunakan APD
Perilaku tidak aman lainnya yang dilakukan oleh pekerja area COP
proyek Blast Furnaceadalahtidak menggunakan APD seperti tidak
108
menggunakansafety glasses, masker, helm, safety shoes, sarung tangan
dan full body harness.
Hal ini sesuai dengan penelitian Delfianda (2012) yang
menyatakan bahwa perilaku tidak aman yang sering dilakukan pekerja
konstruksi diantaranya adalah tidak menggunakan APD secara lengkap
dan benar. Menurut Delfianda (2012), hal tersebut dikarenakan faktor
internal dan juga faktor eksternal, diantaranya adalah rendahnya
motivasi keselamatan pada diri pekerja, kurangnya kepatuhan terhadap
peraturan, dan faktor eksternal berupa kurangnya peraturan dan
kebijakan, pengawasan yang tidak maksimal, kurangnya ketersediaan
fasilitas seperti APD, serta karena kurangnya pelatihan.
Dalam Undang-Undang No 1 Tahun 1970 pasal 12 mengenai
kewajiban dan hak tenaga kerja, pada butir b disebutkan bahwa adanya
penggunaan alat-alat pelindung diri yang diwajibkan, pada butir c
disebutkan agar pekerja memenuhi dan mentaati syarat-syarat
keselamatan dan kesehatan kerja yang diwajibkan. Berdasarkan
Permenakertrans No 8 tahun 2010 pasal 6 menyatakan bahwa
pekerja/buruh dan orang lain yang memasuki tempat kerja wajib
memakai/menggunakan APD sesuai dengan potensi bahaya dan risiko.
APD yang digunakan harus sesuai standar ketentuan untuk masing-
masing jenis dan kelayakannya, digunakan serta difungsikan dengan
baik dan benar sebagaimana mestinya.
Namun pada area COP proyek Blast Furnace ini masih banyak
ditemukan pekerja yang tidak menggunakan APD yang diwajibkan
109
bahkan masih terdapat pekerja yang tidak menggunakan APD standar
untuk memasuki area kerja yaitu tidak menggunakan safety helmet dan
safety shoes dikarenakan kurangnya kepedulian pekerja akan
keselamatan dan kesehatan dirinya, padahal banyak bahaya di tempat
kerja yang sewaktu-waktu dapat membahayakan keselamatan dan
kesehatan para pekerja.
Perilaku pekerja merupakan manifestasi yang dipengaruhi oleh
faktor internal dan eksternal dari individu tersebut. Sahab (1997)
mengatakan bahwa kegagalan dalam menjalankan misi K3 karena
kurangnya motivasi untuk bekerja dengan selamat.
Berdasarkan hasil wawancara mendalam yang peneliti lakukan
diperoleh informasi bahwa pekerja swakelola merupakan pekerja yang
tidak terlatih untuk bekerja pada proyek konstruksi yang
memperhatikan aspek keselamatan. Oleh karena itu, banyak pekerja
yang berperilaku tidak aman dengan alasan tidak bisa dalam
menggunakan APD dan ketidaknyamanan karena tidak terbiasa
menggunakan APD tersebut. Hal ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan Roughton (2002) yang menyatakan bahwa beberapa pekerja
menolak untuk menggunakan APD karena APD tersebut menimbulkan
ketidaknyamanan dan menambah beban stress pada tubuh. Padahal
menurut penelitian yang dilakukan Syaaf, kenyamanan akan timbul
apabila seseorang membiasakan diri melakukan sesuatu hal (Syaaf,
2008).
110
Oleh karena itu seharusnya pekerja selalu melakukan penyesuaian
dan membiasakan diri untuk selalu bekerja dengan menggunakan
APD, dan bukan hanya menilai penggunaan APD sebagai tanggung
jawab semata. Dukungan dari pihak PT.KE juga sangat diperlukan
yaitu dengan pengawasan terhadap perilaku pekerja yang lebih
diperketat untuk mengurangi perilaku tidak aman. Pelatihan
penggunaan APD untuk meningkatkan pengetahuan dan membiasakan
pekerja dalam penggunaan APD juga sangat diperlukan. Menurut
Atmodiwirjo (2000), pelatihan merupakan kegiatan yang didisain
untuk membantu meningkatkan pekerja memperoleh pengetahuan,
keterampilan dan meningkatkan sikap serta perilaku yang dibutuhkan
untuk melaksanakan pekerjaan dengan baik sehingga tujuan organisasi
dapat tercapai
4. Tidak Menggunakan APD Secara Benar
BerdasarkanPermenakertrans No 8 tahun 2010 pasal 6 menyatakan
bahwa pekerja/buruh dan orang lain yang memasuki tempat kerja
wajib memakai/menggunakan APD sesuai dengan potensi bahaya dan
risiko. APD yang digunakan harus sesuai standar ketentuan untuk
masing-masing jenis dan kelayakannya, digunakan serta difungsikan
dengan baik dan benar sebagaimana mestinya.
Namun pada area COP Proyek Blast furnace ini masih banyak
ditemukan pekerja yang tidak menggunakan APD secara benar seperti
dalam penggunaan full body harness namun tidak dikaitkan. Pada
111
hirarki pengendalian risiko, penggunaan APD merupakan metode
terakhir yang dapat dilakukan untuk mengendalikan risiko bahaya yang
ada ketika pengendalian yang lain tidak dapat sepenuhnya
mengendalikan bahaya. Namun, jika penggunaan APD tersebut tidak
benar, maka APD yang digunakan tersebut tidak akan berfungsi
dengan baik dan maksimal untuk melindungi pekerja sesuai dengan
fungsinya. Hal ini berarti pengendalian yang dilakukan akan sia-sia.
Perilaku pekerja yang tidak menggunakan APD secara benar ini
dikarenakan kurangnya keterampilan pekerja dalam penggunaan APD
tersebut, serta juga dikarenakan kurangnya fasilitas yang memadai
seperti kurangnya penyediaan lifeline untuk mengoptimalkan
penggunaan full body harness pada pekerja.
Hal ini sama dengan pendapat Sahab (1997) yang mengemukakan
bahwa sistem yang di dalamnya terdapat sumber daya manusia,
fasilitas merupakan salah satu hal yang penting dalam mewujudkan
penerapan keselamatan di tempat kerja. Sehingga dengan ketersediaan
fasilitas yang memadai, akan dapat mencegah pekerja melakukan
perilaku tidak aman dalam bekerja.
Oleh karena itu hendaknya pihak PT. KE memberikan pelatihan
untuk meningkatkan keterampilan pekerja dalam penggunaan APD
secara benar, serta diperlukan penambahan lifeline untuk
mengoptimalkan penggunaan APD agar digunakan dan dapat
difungsikan sebagaimana mestinya oleh pekerja.
112
Selain itu hal ini juga disebkan kurangnya maksimalnya
pengawasan yang dilakukan serta sistem reward dun punishment yang
juga tidak maksimal untuk mengurangi perilaku yang tidak aman pada
pekerja seperti tidak menggunakan APD secara benar. Azwar (1998)
meyatakan bahwa dengan adanya pengawasan dan peraturan yang
mengikutinya merupakan salah satu faktor yang akan mempengaruhi
perilaku seseorang. Oleh karena itu hendaknya pihak PT. KE
meningkatkan sistem pengawasan yang ketat yang diikuti dengan
pemberian punishment yang dapat menimbulkan efek jera seperti
pemberian peringatan yang tegas terhadap pekerja yang tidak
menggunakan APD secara benar.
5. Tidak Menempatkan Peralatan dengan Sesuai
Salah satu perilaku tidak aman yang dilakukan pekera area COP
Proyek Blast Furnace ini adalah tidak menempatkan peralatan dengan
sesuai seperti meletakkan besi sisa-sisa material tidak pada tempat
pembuangan yang seharusnya.Hal ini sesuai dengan teori Bird dan
Germain (1990) yang mengatakan bahwa salah satu jenis perilaku
tidak aman adalah penempatan peralatan yang tidak sesuai. Sejalan
dengan itu, DNV Modern Safety Management (1996) juga menyatakan
hal yang sama bahwa salah satu perilaku yang termasuk perilaku tidak
aman adalah penempatan yang tidak sesuai.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Meisya (2008) yang memperoleh hasil penelitian bahwa sebanyak 36%
113
pekerja berperilaku tidak aman yaitu tidak menempatkan peralatan
dengan sesuai. Hal ini dikarenakan karakteristik individu dan
kurangnya pengawasan dari manajemen. Sejalan dengan penelitian
tersebut, Panjaitan (2003) juga menemukan hal yang serupa yang
mengatakan bahwa salah satu bentuk perilaku tidak aman yang
dilakukan oleh pekerja adalah tidak menempatkan peralatan dengan
sesuai. Hal tersebut juga dikarenakan kurang maksimalnya
pengawasan dan juga disebabkan oleh karakteristik individu pekerja.
Pada prosedur Kesehatan Keselamatan Kerja dan Lingkungan
PT.KE terdapat aturan mengenai penempatan material yang digunakan
saat bekerja yang menyatakan bahwa material bekas, sampah, material
penyekat harus dikumpulkan. Namun pada kenyataannya masih
banyak sisa-sia material yang berserakan di area kerja yang dapat
membahayakan pekerja dan juga orang-orang disekitar area kerja.
Hal ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Delfianda (2012) yang menyatakan bahwa salah satu perilaku tidak
aman yang sering dilakukan oleh pekerja adalah tidak menempatkan
peralatan dengan sesuai pada tempatnya. Hal ini dikarenakan
karakteristik dari individu seperti kurangnya kesadaran akan aspek
keselamatan dan juga kesalahan dari manajemen seperti kurang
tegasnya pengawasan yang diberikan.
Hal tersebut sama halnya dengan yang terjadi pada area COP
Proyek Blast Furnace PT. Krakatau Steel (Persero), Tbk ini. Pekerja
berperilaku demikian dikarenakan kurangnya kesadaran akan aspek
114
keselamatan, dan juga kesalahan dari pihak manajemen seperti
kurangnya sosialisasi yang diberikan kepada pekerja terkait prosedur
kerja, serta kurang tegasnya pihak manajemen dalam melakukan
pengawasan dan memberikan sanksi kepada pekerja yang berperilaku
tidak aman.
Oleh karena itu hendaknya, untuk meningkatkan kesadaran pekerja
untuk bekerja dengan memperhatikan aspek-aspek keselamatan, pihak
PT. KE hendaknya memberikan pelatihan terkait keselamatan dan
kesehatan kerja untuk dapat meminimalisir perilaku tidak aman yang
dilakukan oleh pekerja. Hal ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Siti (2011) yang menyatakan bahwa pekerja yang
mendapatkan pelatihan mengenai keselamatan dan kesehatan kerja
akan cenderung berperilaku aman dalam bekerja. Menurut Bird dan
Germain (1990)juga menyatakan bahwa dengan memberikan pelatihan
yang tepat kepada para pekerja dapat meningkatkan kesadaran pekerja
akan bahaya dari pekerjaannya dan mengetahui apa yang dapat
dilakukan terhadap bahaya tersebut.
Selain itu juga diperlukan sosialisasi terkait prosedur kerja agar
pekerja mengetahui, dan lebih memahami cara kerja sesuai dengan
aturan dan ketentuan yang berlaku. Hal ini sesuai dengan yang
dikemukakan oleh Pratiwi (2009) yakni perilaku kerja yang aman akan
muncul jika pekerja sudah sampai pada tahap memahami manfaat dan
tatacara untuk berperilaku yang aman.
115
Pengawasan sepanjang jam kerja juga sangat diperlukan untuk
dapat mengetahui dengan segera perilaku tidak aman yang dilakukan
oleh pekerja agar dapat segera dilakukan tindakan perbaikan yang
disertakan dengan pemberian sanksi yang tegas untuk menimbulkan
efek jera bagi pekerja yang berperilaku tidak aman. Hal ini sama
dengan yang dikemukakan Azwar (1998) yang meyatakan bahwa
dengan adanya pengawasan dan peraturan yang mengikutinya
merupakan salah satu faktor yang akan mempengaruhi perilaku
seseorang. Menurut Sarwono (1991) dengan pengawasan yang
dilakukan secara berkala dan intens, perilaku yang tidak aman dapat
diketahui dengan segera dan dapat dilakukan usaha untuk
memperbaikinya.
6. Melempar Alat-Alat Kerja
Salah satu perilaku tidak aman yang dilakukan oleh pekerja adalah
melempar material. Hal ini terlihat dari perilaku pekerja yang
melempar material seperti sisa kayu dan besi yang sudah tidak
digunakan ke bawah saat bekerja di ketinggian.Menurut
Heinrich(1928) perilaku melempar alat-alat kerja merupakan salah satu
jenis perilaku yang tidak aman.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Annishia (2010) yang menyatakan bahwa salah satu perilaku tidak
aman yang dilakukan oleh pekerja konstruksi adalah melempar
material. Hasil penelitian tersebut juga sejalan dengan penelitian
116
Salawati (2009) yang menyatakan sebanyak lebih dari 50% pekerja
melakukan tindakan melempar alat-alat kerja ketika memberikannya
kepada rekan kerjanya. Hal tersebut dikarenakan kurangnya
pemahaman pekerja terkait keselamatan dan kesehatan kerja, serta juga
dikarenakan tuntutan target pekerjaan untuk selesai tepat waktu.
Pada pekerja area COP Proyek Blast Furnace ini, alasan yang
membuat pekerja untuk berperilaku demikian adalah karena kebiasaan
dan demi pekerjaan selesai dengan cepat. Hal ini juga dikarenakan
pengawasan yang diberikan oleh pihak perusahaan terkait keselamatan
belum maksimal serta juga disebabkan beban kerja yang berat yang
menuntut pekerja untuk menyelesaikan pekerjaan dengan tepat waktu.
Kurangnya sosialisasi terkait prosedur kerja juga menjadi penyebab
pekerja berperilaku tidak aman.
Oleh karena itu hendaknya pihak PT. KE meningkatkan sistem
pengawasan kepada pekerja sepanjang jam kerja, tidak hanya pada saat
safety patrolsaja. Menurut Geller (2001) menyebutkan bahwa peran
pengawas sangatlah penting dalam mempengaruhi perilaku pekerja,
Selain itu juga diperlukan sosialisasi terkait prosedur kerja yang
berlaku secara rutin yang dapat diberikan pada saat toolbox meeting
yang dilakukan setiap harinya untuk selalu mengingatkan para pekerja
untuk bekerja dengan aman dan sesuai dengan prosedur yang berlaku.
117
7. Bekerja Sambil Merokok
Pada prosedur Kesehatan Keselamatan Kerja dan Lingkungan
PT.KE terdapat aturan mengenai larangan untuk merokok di area
kerja. Pada prosedur yang berlaku tersebut disebutkan bahwa merokok
tidak diperbolehkan pada area kerja. Manajemen harus secepatnya
memberhentikan siapapun juga yang ditemukan merokok pada area
kerja. Namun berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pada
kenyataannya masih banyak pekerja yang tidak mematuhi prosedur
tersebut. Bekerja sambil merokok merupakan perilaku tidak aman yang
paling sering dilakukan oleh pekerja.
Hal ini sesuai dengan DNV Modern Safety Management (1996)
mendeskripsikan perilaku pekerja yang merokok sambil bekerja
termasuk dalam kategori perilaku yang tidak aman. Hasil penelitian ini
juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Suraji (2001) yang
menyatakan bahwa bekerja sambil merokok merupakan perilaku tidak
aman yang paling sering dilakukan oleh pekerja. Sejalan dengan itu,
Delfianda (2012) juga memperkuat hasil penelitian tersebut yang
menyatakan bahwa 100% responden melakukan perilaku tidak aman
yaitu berupa bekerja sambil merokok.
Perilaku tersebut dikarenakan dorongan dari dalam diri pekerja
yaitu berupa kebiasaan, kurangnya kepedulian akan keselamatan, tidak
menganggap perilaku yang dilakukan tersebut berbahaya dan juga
dikarenakan kesalahan pada manajemen seperti kurangnya pengawasan
118
yang diberikan, dan kurang tegasnya sanksi yang diberikan kepada
pekerja.
Menurut Suraji (2001), perilaku tersebut kerap dimaklumi oleh
pengawas dengan alasan hal tersebut dibutuhkan untuk sedikit
mengurangi tekanan pekerjaan yang sangat besar. Padahal
sebenarnyadengan membiarkan pekerja merokok di area kerja maka
akan dapat menimbulkan kondisi yang tidak aman yang dapat
membahayakan semua pekerja yang ada pada area tersebut, salah
satunya dapat menimbulkan bahaya kebakaran.
Oleh karena itu hendaknya pihak PT. KE dapat memberikan
pengawasan secara rutin di sepanjang jam kerja, serta dengan
memberikan sanksi yang dapat menimbulkan efek jera bagi pekerja
untuk mengurangi perilaku tidak aman yang dilakukan. Menurut
Sarwono (1991) pengawasan sebaiknya dilakukan secara terus
menerus untuk meminimalisir kejadian yang tidak diinginkan. Selain
itu Sarwono (1991) juga menyatakan salah satu persyaratan
pengawasan yang efektif dilakukan harus mampu menjamin adanya
tindakan perbaikan yaitu salah satunya dengan pemberian sanksi
kepada pekerja yang berperilaku tidak aman.
Pihak PT/ KE juga hendaknya memberikan pelatihan terkait
keselamatan dan kesehatan kerja untuk menumbuhkan kesadaran akan
keselamatan diri pada para pekerja. Budiono (2003) juga mengatakan
salah satu cara yang efektif untuk meningkatkan kesadaran pekerja
untuk berperilaku aman adalah melalui pelatihan. Dengan pelatihan,
119
akan dapat mempengaruhi perilaku pekerja. Pelatihan untuk
meningkatkan kesadaran untuk beperilaku aman bagi pekerja juga bisa
diberikan melalui safety induction, safety talk dan toolbox meeting
yang dilakukan secara rutin. Menurut Sumbung (2000) pelatihan
merupakan salah satu metode terbaik yang dapat digunakan untuk
mempengaruhi perilaku manusia yang bertujuan dalam pengembangan
kebiasaan perilaku bekerja yang aman.
8. Bekerja Sambil Berkelakar dengan Teman
Perilaku tersebut kerap dimaklumi oleh pengawas dengan alasan
hal tersebut dibutuhkan untuk sedikit mengurangi tekanan pekerjaan
yang sangat besar. Padahal sebenarnya tindakan tersebut merupakan
hal yang dapat menimbulkan bahaya yang sangat besar.
Menurut DNV Modern Safety Management (1996) , bekerja sambil
berkelakar dengan terman termasuk salah satu jenis perilaku yang tidak
aman. Perilaku seperti ini dapat membuka ruang bagi ketidaksesuaian
dalam bekerja yang dapat memungkinkan terjadinya
kelalaian(Delfianda, 2012).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Putri (2009) diketahui
bahwa, dari 93 responden, diketahui sebanyak 75 pekerja bekerja
sambil berkelakar dengan rekan kerjanya. Selain itu Irawadi (2007)
sebagian besar pekerja berkelakar dengan rekan kerjanya untuk
mengurangi beban kerja. Dalam kondisi seperti ini hendaknya
pengawas mampu menciptakan suasana kerja yang nyaman tapi serius
120
agar pekerja tidak menjadi jenuh sewaktu bekerja atau menjadi lengah
akibat sering berkelakar dengan pekerja yang lainnya (Robbins, 2001).
9. Melakukan Pekerjaan dengan Cepat dan Terburu-Buru
Salah satu perilaku tidak aman yang dilakukan oleh pekerja area
COP Proyek Blast Furnace ini adalah melakukan pekerjaan dengan
cepat dan terburu-buru. Hal ini terlihat dari cara pekerja dalam bekerja
seperti melempar material dari atas ke bawah saat bekerja diketinggian.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Pratiwi (2009) yang menyatakan bahwa sebanyak 56.8% pekerja
melakukan pekerjaan dengan cepat dan terburu-buru. Hal ini
dikarenakan oleh faktor karakteristik individu dan tuntutan pekerjaan.
Sejalan dengan itu, Larasati (2011) juga memperoleh hasil yang sama,
sebagian besar pekerja konstruksi melakukan pekerjaan dengan cepat
dan terburu-buru. Hal ini juga dikarenakan kurangnya pemahaman
pekerja akan aspek keselamatan, beban kerja yang berat serta
pengawasan yang kurang optimal.
Pada pekerja area COP Proyek Blast Furnace ini juga terdapat hal
yang serupa. Pekerja berperilaku demikian dikarenakan kurangnya
kepedulian dan motivasi keselamatan bagi diri pekerja. Selain itu juga
dikarenakan beban pekerjaan yang berat yang menuntut pekerja harus
menyelesaikan pekerjaan tepat waktu.
Oleh karena itu hendaknya pihak PT.KE selalu memberi
peringatan, dan pengawasan kepada pekerja sepanjang jam kerja agar
121
bekerja tidak hanya dengan cepat dan tepat waktu tapi hendaknya juga
mengutamakan aspek keselamatan diri pekerja. Menurut Geller (2001)
menyebutkan bahwa peran pengawas sangatlah penting dalam
mempengaruhi perilaku pekerja.
C. Gambaran Faktor Predisposisi (Motivasi) Perilaku Tidak Aman pada
Pekerja
Motivasi secara umum mengacu pada adanya kekuatan dorongan
yang menggerakkan kita untuk berperilaku tertentu. Menurut Munandar
(2001), motivasi adalah suatu proses dimana kebutuhan mendorong
seseorang untuk melakukan serangkaian kegiatan yang mengarah kepada
tercapainya tujuan tertentu. Menurut Astiti (2001), salah satu hal
terpenting yang perlu dipertimbangkan pada diri individu untuk
berperilaku adalah motivasi. Motivasi yang ada pada diri seseorang akan
mempengaruhi apakah dia akan mengerjakan setiap tugasnya dengan baik
atau sebaliknya, apakah dia akan berperilaku aman atau tidak. (Halimah,
2010).
Penelitian yang dilakukan oleh Karyani (2005)didapatkan
hubungan yang bermakna antara motivasi dengan perilaku K3 dalam
bekerja. Motivasi pekerja yang tinggi mempunyai peluang tiga kali untuk
berperilaku aman dalam bekerja dibandingkan dengan pekerja yang
mempunyai motivasi yang rendah.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sialagan (2008) dan
Siti (2010) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang bermakna
122
antara motivasi dengan perilaku pekerja. Berdasarkan hasil penelitian,
diperoleh kesimpulan bahwa motivasi terkait keselamatan diri bagi para
pekerja sangat rendah. Pada dasarnya, motivasi untuk melakukan
pekerjaan sesuai dengan prosedur sangat diperlukan agar sesuai dengan
tujuan perusahaan dan dapat menjamin keselamatan bagi pekerja itu
sendiri (Heliyanti, 2009). Jadi jika pekerja memiliki motivasi yang baik
untuk keselamatannya maka sudah pasti ia akan selalu berperilaku aman.
Namun pada pekerja area COP proyek Blast Furnace ini yang
terjadi adalah sebaliknya, motivasi akan keselamatan sangat rendah
sehingga menyebabkan pekerja untuk berperilaku tidak aman seperti
perilaku tidak melakukan tindakan perawatan keselamatan, melempar alat-
alat kerja, tidak menempatkan peralatan dengan sesuai dan juga bekerja
sambil merokok. Perilaku pekerja yang bekerja sambil merokok juga
dikarenakan kebiasaan pekerja.
Menurut Ircham (2005), kebiasaan memang merupakan salah satu
pembentukan perilaku. Pembentukan perilaku dengan cara membiasakan
diri dengan frekuensi yang sering atau berkali-kali untuk berperilaku
seperti yang diharapkan, sehingga akan membentuk perilaku
tersebut.Menurut Sigelman dan Shaffer dalam Sumarlin (2009), terdapat
dua aspek kepribadian seseorang yang kemudian membentuk perilakunya.
Pertama, social cognition yaitu keinginan yang berpengaruh kuat terhadap
minatnya untuk memperoleh manfaat. Kedua adalah conformity yaitu
keinginan untuk sama dengan kebiasaan yang dilakukan. Conformity
dikaitkan dengan hasil penelitian yang menyebutkan bahwa perilaku tidak
123
aman didorong oleh kebiasaan melakukan perilaku tersebut. (Suyono,
2009).
Selain itu juga diketahui persepsi pekerja akan bahaya yang ada di
area kerja juga buruk. Dari penelitian yang dilakukan diperoleh informasi
bahwa sebagian besar pekerja yang berperilaku tidak aman dikarenakan
persepsi terhadap bahaya yang buruk. Hal ini terlihat dari alasan pekerja
yang merokok sambil bekerja dan juga bekerja sambil berkelakar dengan
teman dikarenakan pekerja tidak menganggap perilaku tersebut berbahaya.
Petersen (1998) mengemukakan bahwa persepsi seseorang dapat
terlihat dari pandangan dan penafsiran seseorang terhadap bahaya dan
risiko yang ada. Seseorang pekerja yang berperilaku tidak selamat salah
satunya dikarenakan persepsi yang buruk. Persepsi pekerja tersebut dapat
berupa buruknya pandangan terhadap adanya bahaya atau risiko serta
menganggap remeh akan kemungkinan terjadinya kecelakaan. (Petersan,
1998). Hal ini juga terjadi pada pekerja area COP Proyek Blast Furnace
yang menyatakan tidak menganggap perilaku yang dilakukan tersebut
berbahaya.
Motivasi atau dorongan lain yang membuat pekerja berperilaku
tidak aman adalah demi kenyamanan bekerja, seperti perilaku tidak
menggunakan APD. Selain itu, dorongan yang membuat pekerja
berperilaku tidak aman jugadikarenakan demi target pekerjaan selesai
tepat waktu seperti perilaku pekerja yang tidak menempatkan peralatan
dengan sesuai, melempar alat-alat kerja dan juga melakukan pekerjaan
dengan cepat dan terburu-buru.
124
Oleh karena itu, ntuk menumbuhkan motivasi keselamatan diri
bagi para pekerja, hendaknya pihak PT.KE dapat memberikan beberapa
perlakuan seperti pemberian hukuman bagi pekerja yang berperilaku tidak
aman pada saat bekerja dan pemberian penghargaan bagi pekerja yang
berperilaku aman sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang ada serta
juga untuk meningkatkan motivasi keselamatan bagi para pekerja, bisa
dilakukan dengan pemberian pelatihan, karena pelatihan merupakan salah
satu upaya untuk meningkatkan kompetensi dan juga motivasi pekerja
dalam melakukan pekerjaan sesuai standar K3. (Chandra, 2005)
Selain itu juga hendaknya pihak PT. KE dapat memaksimalkan
pengawasan dengan melakukan pengawasan sepanjam jam kerja untuk
meminimalisir perilaku tidak aman yang sudah menjadi kebiasaan yang
dilakukan oleh pekerja. Sehingga dengan pengawasan yang dilakukan
sepanjang jam kerja, setiap pelanggaran yang dilakukan akan langsung
dapat diketahui dan dapat segera dilakukan tindakan perbaikan seperti
peneguran tegas dan jika pelanggaran berulang maka dapat diberi
punishment yang dapat menimbulkan efek jera bagi pekerja.
Motivasi pekerja berperilaku tidak amanjuga dikarenakan tidak
maunya pekerjameluangkan waktu untuk melakukan peminjaman dan
permintaan APD kepada pihak safetyoffice, dikarenakan prosedur
pendistribusian APD yang rumit. Hal ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Siti Halimah (2010) yang menyatakan bahwa kesulitan
mendapatkan fasilitas dapat menjadi salah satu yang mendorong atau
memotivasi pekerja untuk berperilaku tidak aman. Notoadmodjo (2003)
125
juga mengatakan hal yang sama bahwa kesulitan untuk mendapatkan
fasilitas pendukung merupakan salah satu penyebab pekerja berperilaku
tidak aman. Oleh karena itu, hendaknya pihak perusahaan perlu
memperbaiki sistem pendistribusian APD sehingga dapat memudahkan
pekerja untuk mendapatkan APD yang lengkap dan sesuai dengan yang
dibutuhkan yang dapat dilakukan dengan penyediaan APD yang
dibutuhkan pekerja di sekitar area kerja. Sehingga pekerja tidak perlu
untuk melakukan permintaan APD di kantor safety PT. KE.
Untuk memperkuat motivasi tersebut, diperlukan suatu dorongan
seperti pemberian reward sebagai bentuk penghargaan dan pengembalian
positif dari perilaku yang dilakukan sebagai bentuk dukungan dari
perusahaan agar pekerja termotivasi untuk berperilaku dengan aman dan
selamat karena merasa keberadaannya dihargai. Sebagaimana yang telah
dipaparkan oleh Geller (2001), penghargaan merupakan konsekuensi
positif yang diberikan kepada individu atau kelompok dengan tujuan untuk
mengembangkan, mendukung dan memelihara perilaku yang diharapkan.
Penghargaan dapat membentuk perasaan percaya diri, pengendalian diri,
optimisme dan rasa memiliki (Halimah, 2010). Selain itu juga, menurut
Mangkunegara (2005), imbalan yang diberikan kepada pekerja sangat
berpengaruh terhadap motivasi.
Kurangnya motivasi akan keselamatan juga dapat dipengaruhi oleh
hukuman atau punishment yang berlaku. Pemberian hukuman sudah
dilakukan oleh pihak perusahaan untuk pekerja yang berperilaku tidak
aman pada area COP ini. Pemberian hukuman yang berlaku yaitu berupa
126
teguran lisan terlebih dahulu, dan jika pelanggaran berlanjut maka pekerja
yang bersangkutan akan dikeluarkan. Namun sanksi atau hukuman yang
diberikan oleh pihak perusahaan belum optimal dikarenakan perilaku tidak
aman yang dilakukan pekerja tidak terdata dengan baik sehingga sulit
untuk menindaklanjuti pekerja yang berperilaku tidak aman. Sehingga
hukuman atau sanksi yang diberikan lebih sering melalui teguran secara
lisan.
Oleh karena itu hendaknya pihak PT. KE dapat melakukan
perbaikan sistem pemberian sanksi yang diberikan kepada pekerja dengan
pemberian sanksi yang lebih tegas. Pihak PT. KE juga dapat meberikan
sanksi yang tegas kepada pihak subkontraktor untuk meminimilasir
perilaku tidak aman yang dilakukan oleh pekerja subkontraktor. Sanksi
tersebut dapat berupa surat peringatan yang diberikan jika ada pekerjanya
yang berperilaku tidak aman. Jika perilaku tidak aman masih dilakukan
maka dapat diberikan surat peringatan kedua dan berlanjut kepada
pemutusan hubungan kerjasama agar perilaku tidak aman yang dilakukan
pekerja tersebut dapat diminimalisir.
Selain itu, pada proyek Blast Furnace ini juga belum terdapat
sistem pemberian reward atau imbalan yang diberikan bagi pekerja yang
berperilaku aman. Maka dari itu pihak PT.KEhendaknya melakukan
pembuatan perencanaan pemberian imbalan dalam bentuk yang memadai
agar pekerja terpacu motivasinya dalam berperilaku yang aman dalam
bekerja (Halimah, 2010). Pemberian hukuman atau sanksi yang efektif
juga diperlukan untuk meningkatkan motivasi pekerja berperilaku aman
127
dikarenakan takut akan sanksi atau hukuman yang diberikan. Geller (2001)
menyatakan bahwa hasil atau keefektifan dari suatu hukuman sangat
dipengaruhi oleh bentuk hukuman yang diberikan.
D. Gambaran Faktor Pendukung Perilaku Tidak Aman pada Pekerja
Dalam penelitian ini, yang dimaksud dengan gambaran faktor
pendukung yaitu hal-hal yang mendukung pekerja untuk berperilaku tidak
aman saat bekerja. Faktor pemungkin yang diteliti dalam penelitian ini
yaitu ketersediaan APD. Ketersediaan APD pada proyek Blast Furnace ini
terbagi menjadi dua, yaitu ketersediaan APD pada pekerja swakelola serta
ketersediaan APD pada pekerja subkontraktor.
1. Ketersediaan APD pada Pekerja Swakelola
Ketersediaan APD yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu
ketersediaan APD untuk pekerja, penyimpanan, kelengkapan jenis dan
kecukupan jumlah APD yang disediakan dengan jumlah pekerja serta
kelayakan APD yang disediakan.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Maniaya (2005),
ketersediaan APD berpengaruh terhadap perilaku yang dilakukan oleh
pekerja. Ketersediaan yang minim akan memperbesar kemungkinan
pekerja untuk berperilaku yang tidak aman. Hasil penelitian ini juga
sejalan dengan penelitian Hendrabuwana (2007) yang mengatakan
bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara ketersediaan APD
dengan perilaku tidak aman.
128
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ketersediaan APD
untuk pekerja swakelola, yaitu penyediaan oleh mandor berupa APD
standar yaitu safety helmet dan safety shoes serta penyediaan oleh
pihak PT. KE berupa masker, sarung tangan, ear plug dan full body
harness.Prosedur pendistribusian APD yang berlaku pada proyek Blast
Furnace ini cukup menyulitkan pekerja untuk memperoleh APD yang
dibutuhkan. Selain itu juga diketahui bahwa ketersediaan jenis dan
juga jumlah APD yang tersedia belum memadai untuk keseluruhan
pekerja, sehingga menyebabkan tidak semua pekerja memiliki APD
sesuai dengan bahaya pekerjaannya.
Penyediaan APD dari pihak PT.KE sesuai dengan prosedur yang
berlaku yaitu prosedur peminjaman yang berlaku untuk full body
harness, dan permintaan untuk APD lain yang bersifat consumable
seperti masker, sarung tangan dan ear plug. Jika persediaan APD
masih tersedia di kantor safety maka akan langsung diberikan kepada
pekerja swakelola. Namun jika persediaan habis, maka pekerja
diharuskan untuk mengikuti prosedur request dengan mengisi form
request APD yang berlaku. Selanjutnya jika daftar kebutuhan APD
pada form request sudah terisi minimal dua puluh list permintaan maka
akan dilakukan permintaan kepada pihak procurement PT. KE
pengajuan pengadaan APD yang dibutuhkan. Apabila persediaan sudah
tersedia maka baru akan dilakukan pendistribusian.
Prosedur mengenai pendistribusian APD yang berlaku tersebut
cukup menyulitkan pekerja untuk memperoleh APD, sehingga banyak
129
pekerja yang tidak memiliki APD secara lengkap dikarenakan tidak
mau melakukan permintaan APD kepada pihak safety. Menurut
Siagalan (2008) prosedur atau peraturan memiliki peran besar dalam
menentukan perilaku seorang pekerja, apakah prosedur tersebut bisa
diterima atau tidak dapat diterima. Jika prosedur tersebut menyulitkan
dan tidak dapat diterima tentu akan menyebabkan pekerja melanggar
dan tidak mengikuti ketentuan yang berlaku, dan akhirnya membuat
pekerja untuk berperilaku tidak aman.
Oleh karena itu hendaknya pihak PT. KE dapat memperbaiki
sistem pendistribusia APD agar pekerja tidak sulit dalam memperoleh
APD. Hendaknya penyediaan APD dapat disediakan di sekitar area
kerja yang dekat dengan para pekerja. Selain itu hendaknya pemberian
APD tersebut diberikan dari mulai awal para pekerja mulai bekerja dan
dilakukan pengecekan berkala untuk penggunaannya. Sehingga jika
ditemukan pekerja yang tidak memiliki APD maka akan langsung
dapat diberikan APD yang dibutuhkan.
Selain itu juga diketahui bahwa tidak ada penyediaan alat
pelindung mata untuk pekerja swakelola. Padahal jika dilihat aktivitas
pekerjaannya, penggunaan kacamata keselamatan sangat diperlukan.
Selain itu diketahui bahwa tidak tersedianya tempat khusus
penyimpanan APD untuk pekerja swakelola ketika sedang tidak
digunakan, APD hanya mereka letakkan di sekitar mereka ketika
sedang tidak digunakan, dan dibawa pulang ketika selesai bekerja.
130
APD yang tersedia juga belum sesuai dengan bahaya yang ada.
Ketidaksesuaian ini terlihat dari tidak tersedianya kacamata
keselamatan dan pelindung muka seperti faceshield ataupun welding
cap serta jenis-jenis APD lain seperti penyediaan jenis sarung tangan
yang seharusnya berbeda untuk setiap aktivitas pekerjaan. Setiap APD
yang disediakan hanya satu jenis saja, tidak sesuai dengan paparan
bahaya yang berbeda-beda. Padahal menurut Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum Nomor : 05/Prt/M/2014 tentang Pedoman Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) Konstruksi
Bidang Pekerjaan Umum, APD adalah alat pelindung diri yang
memenuhi standard dan harus dipakai oleh pekerja pada semua
pekerjaan sesuai dengan jenis pekerjaannya, seperti pemakaian
kacamata las dan sarung tangan kulit pada pekerjaan pengelasan.
Kemudian untuk jumlah APD yang disediakan juga belum sesuai
dengan keseluruhan jumlah pekerja. Hal ini terlihat dari banyaknya
pekerja yang tidak memiliki APD dengan lengkap dikarenakan pada
saat melakukan permintaan APD, persediaan APD pada kantor safety
sedang tidak tersedia. Sehingga membuat pekerja tersebut bekerja
tanpa menggunakan APD yang seharusnya. Hal ini sama dengan
pendapat Sahab (1997) yang mengemukakan bahwa sistem yang
didalamnya terdapat manusia (sumber daya manusia), fasilitas
merupakan salah satu hal yang penting dalam mewujudkan penerapan
keselamatan di tempat kerja. Sehingga dengan ketersediaan fasilitas
131
berupa APD yang tidak lengkap maka akan dapat memperbesar
kemungkinan pekerja untuk berperilaku tidak aman.
Menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 pasal 14 butir c telah
dikatakan bahwa pengurus (pengusaha) diwajibkan mengadakan secara
cuma-cuma semua APD yang diwajibkan pada tenaga kerja dibawah
pimpinannya. Hal ini juga serupa dengan peraturan dalam
PERMENAKERTRANS No. 8/MEN/VII/2010 dalam pasal 2 ayat 1
yang mengatakan bahwa pengusaha wajib menyediakan APD bagi
pekerja/buruh di tempat kerja.
Penyediaan APD untuk pekerja swakelola terdapat penyediaan
yang dilakukan oleh masing-masing mandor. Namun penyediaan APD
oleh mandor tersebut belum sepenuhnya sesuai dengan standar yang
berlaku. Penyediaan APD baru hanya sebatas pemenuhan syarat kerja
dikarenakan kurangnya pengetahuan terkait APD baik dari mandor
maupun juga pekerjanya.
Penyimpanan APD untuk pekerja swakelola diketahui bahwa untuk
persediaan APD yang disimpan oleh pihak PT. KE sudah disimpan di
tempat atau ruangan khusus. Namun untuk penyusunan dan kerapian
ruangan masih sangat perlu penataan demi menjaga kualitas persediaan
APD yang tersedia. PT. KE perlu memperhatikan aspek housekeeping
dari ruangan tempat penyimpanan stock APD tersebut. Karena
menurut Tarwaka (2008)tempat penyimpanan APD haruslah bebas dari
debu, kotoran, dan tidak terlalu lembab, serta terhindar dari gigitan
binatang. Penyimpanan harus diatur sedemikian rupa sehingga
132
mudah diambil dan dijangkau oleh pekerja dan diupayakan disimpan
di almari khusus APD.
Berdasarkan hasil telaah dokumen prosedur APD PT. KE,
diketahui bahwa pada prosedur APD yang berlaku pada PT. KE juga
tidak terdapat penjelasan dan aturan khusus mengenai penyimpanan
APD, sehingga penerapan di lapangan pun tidak ada acuan dan aturan
yang mengikat.
Dari hasil penelitian juga diperoleh informasi bahwa perilaku tidak
aman yang dilakukan pekerja adalah menggunakan APD secara tidak
benar yaitu menggunakan full body harness namun tidak dikaitkan.
Berdasarkan hasil observasi peneliti dilapangan, diketahui bahwa
alasan pekerja tidak mengaitkan full body harness adalah dikarenakan
kurangnya lifeline atau tempat untuk memasang pengaitnya. Hal ini
sejalan dengan teori Lawrence Green (1980) yang menyatakan bahwa
perilaku dapat terbentuk dari tiga faktor, salah satunya adalah
ketersediaan sarana dan prasarana serta fasilitas. Jika dikaitkan dengan
penelitian ini maka dapat disimpulkan bahwa meskipun sudah ada
kesadaran dan keinginan pekerja untuk berperilaku aman, namun jika
fasilitas tidak memadai seperti kurangnya APD dan lifeline untuk
mengoptimalkan penggunaannya, maka perilaku tersebut otomatis
belum terwujud dalam suatu tindakan (Notoadmodjo, 2005)
Penambahan fasilitas seperti APD baik dari segi jumlah dan jenis
sangat penting dilakukan agar PD yang tersedia benar-benar sesuai
dengan bahaya yang dihadapi pekerja, seperti penambahan kacamata
133
keselamatan atau pelindung muka untuk pengelasan. Pihak PT. KE
juga perlu memperhatikan aspekhousekeeping dan tata letak ruangan
tempat penyimpnan APD dengan dilengkapi almari khusus untuk APD
yang disimpan pada ruangan tersebut. Penambahan pemasangan
lifeline juga diperlukan untuk meningkatkan keefektifan penggunaan
full body harness bagi pekerja agar dapat difungsikan sebagaimana
mestinya.
Kemudian untuk menjaga kualitas APD yang tersedia agar tetap
terjaga, hendaknya pihak PT. KE menyediakan tempat penyimpanan
khusus APD di area kerja untuk para pekerja swakelola ketika APD
tersebut sedang tidak digunakan. Karena menurut Tarwaka
(2008)tempat penyimpanan APD haruslah bebas dari debu, kotoran,
dan tidak terlalu lembab, serta terhindar dari gigitan binatang.
Perbaikan sistem pendistribusian APD untuk pekerja juga sangat
diperlukan agar semua pekerja mendapatkan APD sesuai dengan
kebutuhan, namun dengan tidak menyulitkan pekerja untuk
memperoleh APD tersebut. Pada prosedur APD yang berlaku juga
hendaknya dijelaskan secara detail mengenai aturan dan manajemen
APD agar dapat dilaksanakan di lapangan agar sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
2. Ketersediaan APD pada Pekerja Subkontraktor
Dari hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa untuk pekerja
subkontraktor penyediaan APD secara keseluruhan disediakan oleh
134
pihak perusahaan subkontraktor sendiri. APD yang disediakan berupa
safety helmet dan safety shoes yang sudah pekerja dapatkan dari awal
mulai bekerja. Untuk APD lain seperti masker, sarung tangan, ear
plug, dan kacamata diberikan sesuai dengan prosedur permintaan
mengikuti prosedur PT. KE.
Prosedur pendistribusian APD yang berlaku tersebut cukup
menyulitkan pekerja untuk memperoleh APD yang dibutuhkan. Selain
itu juga diketahui bahwa ketersediaan jumlah APD yang tersedia
belum memadai untuk keseluruhan pekerja, sehingga menyebabkan
tidak semua pekerja memiliki APD sesuai dengan bahaya
pekerjaannya.
Prosedur pendistribusian APD tersebut juga membuat para pekerja
subkontraktor enggan untuk meluangkan waktu untuk meminta APD
yang dibutuhkan. Sehingga juga banyak pekerja subkontraktor yang
memilih tidak menggunakan APD dikarenakan tidak memiliki APD
secara lengkap. Hal ini dikarenakan pekerja tidak ingin menghabiskan
waktu untuk mengikuti prosedur permintaan APD yang berlaku.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan diperoleh informasi bahwa
APD yang disediakan sudah layak dan sesuai dengan bahaya yang ada,
hanya saja jenis APD yang tersedia masih perlu disesuaikan lagi
dengan aktivitas pekerjaannya. Seperti penyediaan sarung tangan yang
hanya satu jenis saja yaitu sarung tangan kain atau wol, sedangkan
sarung tangan tersebut sebenarnya tidak cocok digunakan untuk
pekerjaan seperti pengelasan. Soeripto (2008)
135
Untuk penyimpanan APD pekerja subkontraktor, diketahui bahwa
penyimpanan untuk persediaan APD disimpan di dalam suatu ruangan
yang digabungkan dengan alat kerja lain. Sedangkan menurut Tarwaka
(2008)tempat penyimpanan APD haruslah terbebas dari debu, kotoran,
dan tidak terlalu lembab, serta terhindar dari gigitan binatang.
Penyimpanan harus diatur sedemikian rupa sehingga mudah
diambil dan dijangkau oleh pekerja dan diupayakan disimpan di almari
khusus APD. Sedangkan untuk APD yang jarang digunakan seperti
faceshield, welding cap maupun full body harness disimpan pada kotak
yang ada di area tersebut namun disatukan dengan alat kerja yang lain.
Padahal seharusnya penyimpanan APD harus terpisah dan seharusnya
disimpan di tempat khusus APD untuk menjaga kualitasnya (Tarwaka,
2008).
Jumlah APD yang tersedia untuk pekerja subkontraktor juga belum
sesuai dengan seluruh pekerja subkontraktor dikarenakan sistem
pengadaan APD subkontraktor yang mengikuti sistem pengadaan APD
PT. KE yang harus sesuai dengan permintaan. Namun pekerja enggan
untuk meluangkan waktunya untuk melakukan permintaan APD,
sehingga penyediaan APD tidak bisa dilakukan. Hendaknya pihak PT.
KE memperbaiki prosedur pendistribusian APD agar tidak
menyulitkan pekerja untuk memperoleh dan memiliki APD yang
dibutuhkan. Penambahan penyediaan jumlah dan jenis APD seperti
penyediaan sarung tangan kulit juga perlu dilakukan agar semua
pekerja memiliki APD sesuai dengan bahaya pekerjaannya.
136
Dalam penyimpanan APD juga diperlukan perbaikan yaitu untuk
tempat penyimpanan stock APD yang seharusnya disimpan di ruangan
khusus dan tidak digabungkan dengan alat-alat kerja lain agar kualitas
APD tersebut tetap terjaga.
E. Gambaran Faktor Penguat Perilaku Tidak Aman pada Pekerja
Faktor penguat yang dimaksud dalam penelitian ini adalah faktor
lain selain diri pekerja itu sendiri yang membuat pekerja untuk berperilaku
tidak aman dalam bekerja. Faktor penguatdalam penelitian ini adalah
pemberian hukuman dan penghargaan (Reward&Punishment) serta
pengawasan.
1. Hukuman dan Penghargaan
Berdasarkan hasil penelitian pada area COP proyek Blast Furnace
PT. Krakatau Steel (Persero), Tbk, diperoleh kesimpulan bahwa untuk
hukuman atau punishment yang diberikan untuk pekerja yang
berperilaku tidak aman baik pekerja swakelola maupun pekerja
subkontraktor yaitu berupa teguran secara lisan terlebih dahulu, dan
jika pelanggaran terjadi hingga tiga kali akan dilakukan pembolongan
ID Card dan kemudian pekerja yang bersangkutan akan dikeluarkan.
Hukuman adalah konsekuensi yang diterima individu atau
kelompok sebagai bentuk akibat dari perilaku yang tidak diharapkan
(Syaaf, 2008). Hukuman dapat menekan atau melemahkan perilaku.
Hukuman tidak hanya berorientasi untuk menghukum pekerja yang
melanggar peraturan melainkan sebagai kontrol terhadap lingkungan
137
kerja sehingga pekerja terlindungi dari kecelakaan kerja. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan Helliyanti (2009), menyatakan terdapat
hubungan antara pemberian penghargaan dan hukuman dengan
perilaku tidak aman pada pekerja.
Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa pada area
COP Proyek Blast Furnace ini telah diberlakukan sistem pemberian
sanksi atau hukuman untuk pekerja yang berperilaku tidak aman, baik
pekerja swakelola maupun pekerja subkontraktor dengan pemberian
hukuman yang sama. Namun pemberian hukuman atau sanksi yang
berlaku pada proyek Blast Furnace ini belum efektif dapat mengurangi
perilaku tidak aman dikarenakan hukuman atau sanksi yang diberikan
terlalu ringan yaitu hanya berupa teguran lisan.
Oleh karena itu hendaknya pihak PT. KE dapat melakukan
perbaikan sistem pemberian sanksi yang diberikan kepada pekerja
dengan pemberian sanksi yang lebih tegas. Pihak PT. KE juga dapat
meberikan sanksi yang tegas kepada pihak subkontraktor untuk
meminimilasir perilaku tidak aman yang dilakukan oleh pekerja
subkontraktor. Sanksi tersebut dapat berupa surat peringatan yang
diberikan jika ada pekerjanya yang berperilaku tidak aman. Jika
perilaku tidak aman masih dilakukan maka dapat diberikan surat
peringatan kedua dan berlanjut kepada pemutusan hubungan kerjasama
agar perilaku tidak aman yang dilakukan pekerja tersebut dapat
diminimalisir.
138
Selain itu pengawas juga masih belum terlalu tegas memberikan
hukuman dan sanksi kepada pekerja yang berperilaku tidak aman,
karena pelanggaran yang dilakukan oleh pekerja tidak sepenuhnya
terdata, padahal sudah tersedia form pelaporan bahaya untuk mendata
pelanggaran yang dilakukan pekerja, sehingga jika memang sudah tiga
kali pelanggaran maka akan bisa ditindaklanjuti yaitu dengan
pembolongan ID Card dan kemudian dikeluarkan. Namun form
pelaporan bahaya tersebut belum optimal digunakan. Selain itu juga
dikarenakan pengawasan yang dilakukan tidak sepanjang jam kerja
sehingga perilaku pekerja tidak selalu bisa teramati.
Menurut Salawati (2009) dengan pengawasan dan memonitor
kinerja pekerja merupakan sesuatu yang penting untuk kesuksesan
program K3, dan pengawasan yang baik adalah pengawasan yang
dilakukan secara terus menerus.Oleh karena itu hendaknya pihak PT.
KE maupun pihak subkontraktor memberikan sanksi atau hukuman
yang lebih bisa menimbulkan efek jera dan dapat mengurangi perilaku
tidak aman pada pekerja.
Hukuman menekankan atau dapat melemahkan perilaku (Geller,
2009). Hukuman tidak hanya berorientasi untuk menghukum pekerja
yang melanggar peraturan tetapi juga bisa sebagai kontrol terhadap
lingkungan kerja sehingga dapat mengurangi terjadinya perilaku yang
tidak aman (Roughton, 2002).Pemberian hukuman hendaknya
disertakan dengan teguran secara tulisan atau juga bisa dengan
pemberlakuan sistem denda untuk pekerja yang berperilaku tidak
139
aman. Menurut Budiono, dkk (2003) untuk menerapkan kedisiplinan
pekerja hendaknya didorong oleh berbagai pihak, misalnya dengan
memberikan pemeriksaan dan pengawasan serta sangsi bagi yang tidak
mematuhi.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, diketahui bahwa tidak
adanya sistem pemberian reward untuk pekerja yang berperilaku
aman, baik pekerja swakelola maupun pekerja subkontraktor pada area
COP Proyek Blast Furnace PT. Krakatau Steel (Persero), Tbk.
Sebagaimana yang telah dipaparkan oleh Geller (2001),
penghargaan merupakan konsekuensi positif yang diberikan kepada
individu atau kelompok dengan tujuan untuk mengembangkan,
mendukung, dan memelihara perilaku yang diharapkan. Jika digunakan
sebagaimana mestinya, penghargaan dapat memberikan yang terbaik
kepada setiap orang karena penghargaan membentuk perasaan percaya
diri dan optimisme.
Selain itu juga menurut Mangkunegara (2005), imbalan yang
diberikan kepada pekerja sangat berpengaruh terhadap motivasi. Oleh
karena itu pimpinan perlu membuat perencanaan pemberian imbalan
agar pekerja terpacu motivasinya untuk berperilaku aman dan patuh
akan aturan yang berlaku.
Menurut penelitin Edmin Locke(1980) dalam Mangkunegara
(2005), menyebutkan bahwa imbalan atau penghargaan jika
pemberiannya dikaitkan dengan tujuan pelaksanaan tugas sangat
berpengaruh terhadap peningkatan produktivitas kerja pada pekerja.
140
Pemberian imbalan akan sangat berpengaruh terhadap peningkatan
motivasi pekerja untuk berperilaku aman dan dapat meminimalisir
perilaku tidak aman. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan
Helliyanti (2009) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara
pemberian penghargaan dengan perilaku tidak aman pada pekerja.
Selain itu berdasarkan hasil telaah dokumen, diketahui bahwa tidak
adanya aturan tertulis mengenai pemberian reward kepada pekerja
yang berperilaku aman sehingga pemberian reward tidak dilakukan
pada proyek Blast Furnace ini. Selain itu juga berdasarkan hasil
wawancara dengan pihak safety PT. KE diperoleh informasi bahwa
tidak adanya pemberian reward juga dikarenakan keterbatasan dana
begitupun dengan subkontraktor. Dengan tidak adanya pemberian
reward untuk pekerja ini akan mengakibatkan tidak adanya motivasi
pekerja untuk berperilaku yang aman dan tidak adanya motivasi untuk
keselamatan diri.
Oleh karena itu hendaknya pihak PT. KE memberlakukan sistem
pemberian reward untuk meningkatkan motivasi bagi pekerja untuk
berperilaku aman. Pemberian reward bisa diberikan dengan ucapan
terimakasih dari supervisor atau dari pihak perusahaan kepada pekerja
yang berperilaku aman, agar pekerja merasa dihargai dan merasa
dianggap serta akan membuat pekerja lebih termotivasi untuk
berperilaku aman. Pemberian reward juga bisa dilakukan dengan
pemberian APD untuk pekerja. Selain itu juga hendaknya pihak PT.
KE membuat ketentuan tertulis mengenai sistem reward pada prosedur
141
atau kebijakan perusahaan agar bisa dilaksanakan di lapangan untuk
mengurangi perilaku tidak aman pada pekerja.
2. Pengawasan
Menurut Sarwono (2001) pengawasan merupakan kegiatan
manajer yang mengusahakan agar pekerjaan terlaksana sesuai dengan
rencana yang ditetapkan atau hasil yang dikehendaki.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa
pengawasan yang diberikan kepada pekerja baik swakelola maupun
subkontraktor yaitu berupa safety patrol yang dilakukan safety man
dan safety officer dari pihak safety perusahaan. Namun, pengawasan
yang dilakukan dinilai belum efektif dan optimal dikarenakan belum
dapat meminimalisir perilaku tidak aman yang dilakukan pekerja. Hal
ini dikarenakan sistem pengawasan yang hanya berbentuk patroli pada
waktu-waktu tertentu sehingga pekerja tidak bisa terawasi sepanjang
jam kerja.
Ketidakefektifan pengawasan yang dilakukan dikarenakan jumlah
pengawas yang tidak sebanding dengan jumlah pekerja sehingga tidak
semua pekerja dapat terawasi. Hasil wawancara dengan salah satu
informan utama yang merupakan pekerja swakelola mengatakan
bahwa pekerja tersebut tidak merasakan adanya pengawasan. Hal ini
berarti pengawasan yang dilakukan masih belum maksimal sehingga
belum dapat mengurangi perilaku tidak aman pada pekerja.
142
Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan Annishia (2010) yang
menyatakan bahwa pengawasan dan peraturan yang mengikutinya
merupakan salah satu faktor yang akan mempengaruhi perilaku
seseorang. Hal ini juga dikuatkan dengan pendapat Geller (2001) yang
menyebutkan adanya peran manager (pengawas) dalam perilaku kerja,
keduanya berhubungan langsung dengan target individu yang sedang
berlangsung. Menurut Bird dan Germain (1990), pengawas memiliki
posisi kunci dalam mempengaruhi pengetahuan, sikap keterampilan,
dan kebiasaan akan keselamatan setiap pekerja dalam suatu area
tanggungjawabnya.
Para pengawas mengetahui lebih baik dari pada pihak lain
mengenai kebiasaan bekerja, perbuatan dan keterampilan dalam
bekerja. Para pengawas juga memonitor kinerja pekerja. Hal ini
merupakan sesuatu yang penting untuk kesuksesan program (Salawati,
2009)
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Karyani (2005)
kepada pekerja di Schlumberger Indonesia tahun 2005 diperoleh
kesimpulan bahwa supervisor (pengawas) merupakan faktor yang
paling berpengaruh terhadap perilaku pekerja. Hal ini dapat dilihat
dari hasil penelitian Karyani (2005) yang menyebutkan bahwa 45,13%
pekerja yang berperilaku tidak aman karena peran supervisor yang
kurang baik. Pekerja dengan supervisor yang berperan baik memiliki
peluang untuk berperilaku aman sebesar 9,633 kali dibanding pekerja
yang supervisor-nya berperan kurang baik. Sejalan dengan hal itu,
143
hasil penelitian yang dilakukan oleh Panjaitan (2003) pengawasan juga
memperoleh hasil yang serupa, pekerja yang mendapatkan pengawasan
yang optimal akan memiliki kemungkinan yang kecil untuk
berperilaku tidak aman.
Namun pengawasan yang dilakukan oleh safety man maupun safety
officer pihak PT. KE dan pihak perusahaan subkontraktor belum
maksimal dilakukan. Hal ini juga dikarenakan pelanggaran yang
dilakukan oleh pekerja yang ditemui saat pengawas melakukan safety
patrol tidak terdata dengan baik, sehingga pekerja yang melakukan
pelanggaran walaupun sudah tiga kali pelanggaran tetapi tidak
ditindaklanjuti dikarenakan tidak adanya pencatatan dan pendataan
yang lengkap terkait perilaku tidak aman yang dilakukan.
Peran seorang pengawas sangat penting untuk memberitahukan
ataupun memberikan teguran terhadap pekerja yang melakukan
tindakan tidak aman. Kontak secara personal harus dilakukan
sesering mungkin untuk mempengaruhi sikap pekerja, pengetahuan,
dan keterampilan (Bird dan Germain, 1990). Pengawasan terhadap
aktivitas pekerja diharapkan dapat menumbuhkan kepatuhan dan
kesadaran akan pentingnya keselamatan dan kesehatan kerja bagi
dirinya, pekerja lain, dan lingkungan kerjanya. Namun pada proyek
Blast Furnace ini, belum terdapat prosedur khusus terkait pengawasan
yang harus dilakukan.
Oleh karena itu hendaknya pihak PT. KE melakukan pengawasan
selama jam kerja, tidak hanya dengan patroli saja, agar pengawasan
144
yang dilakukan dapat lebih maksimal dan juga pelanggaran dapat
segera diketahui untuk dilakukannya perbaikan. Menurut Sarwono
(2001), dengan pengawasan yang dilakukan secara berkala dan intens,
kondisi yang berbahaya atau kegiatan yang tidak aman dapat diketahui
dengan segera dan dapat dilakukan usaha untuk memperbaikinya.
Pengawasan terkait keselamatan pekerja juga hendaknya dibantu
oleh mandor atau supervisor yang selama jam kerja berada di lapangan
untuk menutupi kekurangan personil pengawas. Hal ini bisa dengan
diberikan pelatihan terlebih dahulu kepada mandor atau supervisor
terkait ilmu keselamatan dan kesehatan kerja agar semua pekerja dapat
terawasi selama pekerja melakukan pekerjaannya.
Pihak safety yang melakukan safety patrol harus memaksimalkan
penggunaan form pelaporan bahaya agar semua pelanggaran yang
dilakukan pekerja dapat terdata dengan jelas sehingga bisa dengan
tegas untuk menindaklanjuti pekerja tersebut untuk menimbulkan efek
jera sehingga dapat meminimalisir perilaku tidak aman yang
dilakukan pekerja.Menurut William H. Newman dalam Sarwono
(1991) pengawasan yang baik memerlukan beberapa persyaratan
diantaranya adalah harus disesuaikan dengan sifat dan kebutuhan
organisasi, dalam hal ini adalah penyesuaian jumlah pengawas dengan
intensitas pengawasan, harus menjamin adanya tindakan perbaikan
dan pengawasan harus bersifat preventif yang artinya dapat mencegah
timbulnya perilaku yang tidak aman.
145
Ayu (2013) menyatakan bahwa untuk mengubah perilaku pekerja
dalam hubungannya dengan K3 dan memastikan terciptanya kerja yang
lebih aman dapat dilakukan dengan membuat STOP Card (Safety
Training Observastion Program). Program ini merupakan salah satu
bentuk program terkait perilaku pekerja yang memberi pengajaran-
pengajaran pada pekerja untuk mengobservasi, mengkomunikasikan
dan mengambil tindakan positif yang akan membantu mengubah
perilaku pekerja untuk terciptanya perilaku kerja yang aman.Setiap
pekerja akan saling mengawasi satu sama lain dan juga dapat
membantu pendataan yang lebih jelas terkait pekerja yang berperilaku
tidak aman untuk lebih mudah ditindaklanjuti oleh pengawas. Selain
itu juga dengan adanya STOP Card tersebut, akan dapat membuat
pekerja selalu merasa terawasi sepanjang jam kerja, sehingga dapat
mengurangi perilaku tidak aman yang dilakukan oleh pekerja.
146
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Dari hasil penelitian yang dilakukan pada pekerja PT. Krakatau
Engineering Area COP Proyek Blast Furnace PT. Krakatau Steel
(Persero), Tbk tahun 2015 tentang gambaran faktor perilaku tidak aman
pada pekerja, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Gambaran perilaku tidak aman pada pekerja PT. Krakatau Engineering
area COP proyek Blast Furnace PT. Krakatau Steel (Persero), tbk
yaitu:dari sebelas indikator perilaku tidak aman, sebanyak sembilan
perilaku tidak aman dilakukan oleh pekerja area COP Proyek Blast
Furnace. Perilaku tidak aman yang tidak dilakukan pekerja adalah
memberi peringatan terhadap adanya bahaya dengan cara yang tidak
dapat dimengerti serta bekerja di bawah pengaruh obat dan minuman
beralkohol.
2. Gambaran faktor predisposisi (motivasi) perilaku tidak aman pada
pekerja PT. Krakatau Engineering area COP Proyek Blast Furnace PT.
Krakatau Steel (Persero), Tbk yaitu : sangat rendahnya motivasi untuk
keselamatan diri bagi para pekerja. Motivasi atau dorongan yang
membuat pekerja swakelola berperilaku tidak aman adalah karena
kurangnya pengetahuan dalam penggunaan APD, karena kebiasaan,
demi kenyamanan bekerja serta demi target pekerjaan selesai tepat
waktu namun tidak memperhatikan aspek keselamatan. Serta karena
147
tidak mau untuk meluangkan waktunya untuk melakukan peminjaman
dan permintaan APD kepada pihak safety.
3. Gambaran faktor pendukung (ketersediaan APD) perilaku tidak aman
pada pekerja PT. Krakatau Engineering area COP Proyek Blast
Furnace PT. Krakatau Steel (Persero), Tbk yaitu:
a. Ketersediaan APD pekerja swakelola yaitu berupa
penyediaan dari pihak PT. KE dan juga dari pihak mandor.
APD yang tersedia yaitu safety helmet, safety shoes,
masker, sarung tangan, earplug dan full body harness.
Namun sistem pendistribusian APD sangat menyulitkan
pekerja. Ketersediaan APD untuk pekerja swakelola belum
sesuai dengan bahaya yang ada serta jumlah APD yang
disediakan belum mencukupi untuk seluruh pekerja
swakelola.
b. Ketersediaan APD untuk pekerja subkontraktor sepenuhnya
disediakan oleh pihak perusahaan subkontraktor sendiri
namun dengan sistem dan ketentuan yang sama dengan
PT.KE. Ketersediaan APD untuk pekerja berupa safety
helmet, safety shoes, masker, safety glasses, sarung tangan,
earplug, full body harness dan faceshield serta welding cap
dan sudah sesuai dengan bahaya yang ada namun masih
diperlukan penambahan jenis lain yang sesuai dengan
aktivitas pekerjaannya, serta jumlah APD yang disediakan
yang belum mencukupi untuk seluruh pekerja.
148
4. Gambaran faktor penguat perilaku tidak aman pada pekerja PT.
Krakatau Engineering area COP Proyek Blast Furnace PT. Krakatau
Steel (Persero), Tbk yaitu
a. Terdapat pemberian hukuman atau punishment untuk
pekerja yang berperilaku tidak aman yaitu berupa teguran
secara lisan terlebih dahulu hingga tiga kali pelanggaran
akan dilakukan pembolongan ID Card dan kemudian
pekerja yang bersangkutan akan dikeluarkan. Sedangkan
untuk penghargaan diketahui bahwa tidak adanya sistem
pemberian reward untuk pekerja yang berperilaku aman.
b. Terdapat pengawasan yang diberikan pada pekerja yaitu
berupa safety patrol yang dilakukan setiap harinya oleh
safety officer dan safety man dari pihak PT. KE dan juga
subkontraktor. Akan tetapi, pengawasan yang dilakukan
belum optimal dikarenakan pengawasan yang diberikan
hanya melalui patroli, tidak dilakukan selama jam kerja
berlangsung, serta tidak sebandingnya jumlah pihak safety
yang melakukan pengawasan dengan jumlah keseluruhan
pekerja.
B. Saran
Berdasarkan hasil dan kesimpulan penelitian di atas, maka penulis
memberikan saran sebagai bahan pertimbangan perbaikan kedepannya,
yaitu:
149
1. Bagi PT. Krakatau Engineering
a. Melakukan sosialisasi terkait SOP kepada pekerja melalui safety
talk dan toolbox meeting dan dimaksimalkan dengan pemajangan
prosedur kerja tersebut di sekitar area kerja untuk selalu
mengingatkan pekerja agar bekerja sesuai dengan SOP yang
berlaku.
b. Melakukan pelatihan terkait pengawasan keselamatan kepada
supervisor dan mandor untuk meningkatkan pengawasanterkait
kesehatan dan keselamatan pekerja selama jam kerja
c. Pemberian pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja untuk
menumbuhkan kesadaran keselamatan diri bagi pekerja melaui
safety talk dan toolbox meeting yang rutin dilakukan.
d. Mempermudah sistem pendistribusian APD dan penambahan
jumlah serta jenisnya berupa safety glasses, pelindung muka dan
sarung tangan kulit untuk pekerja yang melakukan pekerjaan
pengelasan.
e. Memberikan reward untuk pekerja yang berperilaku aman dan
sanksi untuk pekerja yang berperilaku tidak aman berupa sanksi
denda atau sanksi sosial dengan pemajangan foto pekerja yang
berperilaku tidak aman untuk menimbulkan rasa malu bagi pekerja
yang berperilaku tidak aman.
f. Melakukan pelatihan terkait tata cara penggunaan alat keselamatan
untuk menambah keterampilan pekerja dalam penggunaannya.
150
g. Membuat STOP Card untuk meningkatkan pengawasan dan
kesadaran akan keselamatan bagi para pekerja.
h. Memberikan sanksi tegas kepada subkontraktor berupa surat
peringatan jika terdapat pekerjanya yang berperilaku tidak aman.
2. Subkontraktor Area COP Proyek Blast Furnace PT. Krakatau
Steel (Persero), Tbk
a. Melakukan sosialisasi terkait SOP kepada pekerja melalui safety
talk dan toolbox meeting dan dimaksimalkan dengan pemajangan
prosedur kerja tersebut di sekitar area kerja untuk selalu
mengingatkan pekerja agar bekerja sesuai dengan SOP yang
berlaku.
b. Pemberian pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja untuk
menumbuhkan kesadaran keselamatan diri bagi pekerja.
c. Mempermudah sistem pendistribusian APD dan penambahan
jumlah serta jenis APDberupa sarung tangan kulit.
d. Memberikan reward untuk pekerja yang berperilaku aman dan
sanksi untuk pekerja yang berperilaku tidak aman berupa sanksi
denda atau sanksi sosial dengan pemajangan foto pekerja yang
berperilaku tidak aman untuk menimbulkan rasa malu bagi pekerja
yang berperilaku tidak aman.
e. Melakukan pelatihan terkait tata cara penggunaan alat keselamatan
untuk menambah keterampilan pekerja dalam penggunaannya.
151
3. Bagi Pekerja Area COP Proyek Blast Furnace
a. Pekerja hendaknya bekerja sesuai dengan SOP yang berlaku.
b. Pekerja hendaknya dapat melakukan tindakan perawatan
keselamatan untuk menjaga kualitas alat keselamatan yang
digunakan.
c. Pekerja hendaknya selalu menggunakan APD saat bekerja
dan meminta bantuan pihak safety jika memiliki
keterampilan yang kurang dalam penggunaannya.
d. Pekerja hendaknya dapat menempatkan peralatan kerja
dengan sesuai untuk menghindari kondisi yang tidak aman.
e. Pekerja hendaknya tidak merokok selama berada di area
kerja.
f. Pekerja hendaknya mampu bekerja dengan serius dan tidak
berkelakar dengan teman kerja.
g. Pekerja hendaknya mampu memperhatikan aspek
keselamatan diri, tidak hanya berorientasi kepada pekerjaan
untuk bisa selesai dengan cepat dan tepat waktu.
4. Bagi Penelitian Selanjutnya
a. Peneliti selanjutnya dapat melakukan penelitian lebih lanjut
terhadap faktor-faktor yang tidak diteliti pada penelitian ini.
b. Penelitian berikutnya dapat dilakukan dengan melihat
hubungan di antara faktor-faktor yang mempengaruhi
perilaku tidak aman yang dilakukan oleh pekerja. Sehingga
152
dapat diketahui faktor yang paling berpengaruh terhadap
perilaku tidak aman yang dilakukan oleh pekerja untuk
dilakukan perbaikan agar dapat meminimalisir perilaku tidak
aman yang dilakukan.
153
DAFTAR PUSTAKA
Annishia, Fristi Bellia. 2010. Analisis Perilaku Tidak Aman Pekerja Konstruksi
PT. PP (Persero) di Proyek Pembangunan Tiffany Apartemen Jakarta
Selatan Tahun 2011. Skripsi FKIK UIN Syahid Jakarta
Ayu, Annisa. 2010. Evaluasi Perilaku Tidak Aman (Unsafe Act) pada Pekerja
Proyek Konstruksi Gedung Ruko Bertingkat di Palangkaraya tahun 2011.
Skripsi Program Sarjana Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
Depok
Bird, Frank E, Jr and George L. Germain.1986. Practical Loss Control
Leadership. Georgia.
Bird,Frank E, Jr.1974. Management Guide to Loss Control. Atlanta :Institue
Press.
Budiono, Sugeng. 2003. Bunga Rampai Hiperkes dan Kecelakaan Kerja.
Semarang : Universitas Diponegoro
Delfianda. 2012. Survey Faktor Tindakan Tidak Aman Pekerja Konstruksi PT.
Waskita Karya Proyek World Class University di UI Depok Tahun 2011.
Skripsi Program Sarjana Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
Depok
Demak, Denisa. 2014. Analisis Penyebab Perilaku Aman Bekerja pada Perawat
di RS. Islam Asshobirin Tangerang Selatan Tahun 2013. Skripsi Program
Sarjana Kesehatan Masyarakat. UIN Syarif Hidayatullah. Jakarta
Diah Pratiwi, Ayu. 2012. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tindakan
Tidak Aman (Unsafe Act) pada Pekerja di PT. X Tahun 2011. Skripsi
Program Sarjana Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Depok
DNV Modern Safety Management, 1996, Loss Control Management
Training, Revised edition, United State of America.
154
Geller, E. Scott, 2001. The Psychology of safety Hanbook. Lewis Publissher
, Boca Raton London. New York Washington, D.C.
Halimah, Siti. 2010. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Aman
Karyawan di PT. SIM PlANT Tambun II Tahun 2010. Skripsi Program
Kesehatan Masyarakat Uin Syahid Jakarta
Heinrich, H.W. 1980 Industrial Accident Prevention , A Safety Management
Approach. McGraw Hill Book Company.
Helliyanti, Putri. (2009). Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Perilaku
Tidak Aman Di Departemen Utility and Operation, PT. Indofood
Sukses Makmur, Tbk Divisi Bogasari Flour Mills, Tahun 2009.
Skripsi. Depok : Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia
Program Sarjana Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Depok
Hendrabuwana, La Ode. 2007. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku
Bekerja Selamat bagi Pekerja di Departemen Cor PT. Pindad persero
Bandung Tahun 2007. Skripsi Program Sarjana Kesehatan Masyarakat
Universitas Indonesia. Depok
Hinze, Jimmie W, 1997. Construction Safety, New Jersey, Prentice Hall, Inc.
Iqbal, Mochammad. 2014. Gambaran Faktor-Faktor Perilaku Penggunaan Alat
Pelindung Diri (APD) Pada Pekerja di Departemen Metalforming PT.
Dirgantara Indonesia (Persero) Tahun 2014. Skripsi Program Sarjana
Kesehatan Masyarakat. UIN Syarif Hidayatullah. Jakarta
Karyani. 2005. Faktor-Faktor yang Berpengaruh pada Perilaku Aman (Safety
Behavior) di Sclumberger Indonesia Tahun 2005. Tesis. FKM UI. Depok
Linggasari. 2008. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Penggunaan Alat
Pelindung Diri di Departemen Engineering PT. Kiat Pupl & Paper Tbk.
Tangerang Tahun 2011. Skripsi Program Sarjana Kesehatan Masyarakat
Universitas Indonesia. Depok
155
Mangkunegara, Anwar Prabu. 2005. Evaluasi Kinerja SDM. Bandung : Penerbit
PT. Refika Aditama
Mohamed, S. 2002. Safety Climate in Construction Site Environments. Journal of
Construction Engineering and Management.
Notoatmodjo, S. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
Notoatmodjo, S. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka
Cipta
Oliver, A, Cheyne, A, Tomas, J.M, Cox, S. 2002. The Effects of Organizational
and Individual Factors on Occupational Accidents. Journal of
Occupational and Organizational Psychology.
Pratiwi, Shinta Dwi. 2009. Tinjauan Faktor Perilaku Kerja Tidak Aman pada
Pekerja Konstruksi Bagian Finishing PT. Waskita Karya Proyek
Pembangunan Fasilitas dan Sarana Gelanggang Olah Raga (GOR) Boker,
Ciracas, Jakarta Timur 2009. Skripsi Program Sarjana Kesehatan
Masyarakat Universitas Indonesia. Depok
Ramli, Soehatman. 2010. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
OHSAS 18001. Jakarta : Dian Rakyat
Reason, James. (1990). Human Error. Cambridge University Press. New York
Robbins, Stephen.2006. Perilaku Organisasi. PT.Indeks Kelompok
Gramedia.Jakarta
Sahab, Syukri. 1997. Teknik Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Jakarta: PT. Bina Sumber Daya Manusia
Salawati, Liza. 2009. Hubungan Perilaku, Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja dengan Terjadinya Kecelakaan Kerja di laboratorium
Patologi Klinik Rumah Sakit DR. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2009.
Tesis Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan
156
Sarwono, Sarlito Wirawan. 1991. Teori-teori Psikologi Sosial. CV. Rajawali:
Jakarta
Siagian, T. 2001. Teori Motivasi dan Aplikasi. Jakarta: PT. Prima Aksara
Sialagan, Togar Robin. 2008. Analisis Faktor-Faktor yang Berkontribusi pada
Perilaku Aman di PT. EGS Indonesia Tahun 2008. Tesis. Depok : FKM
UI
Suma’mur, 1981. Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan, Jakarta, PT
Gunung Agung.
Sumbung, Johny. 2000. Studi Tentang Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan
Alat Pelindung Diri di Bagian Dryer dan Gluing Pabrik Kayu Lapis PT.
Jati Dharma Indah Batu Gong Kota Ambon Tahun 2000. Tesis program
Magister Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Depok
Syaaf, Fathul Mashuri. 2008. Analisis Perilaku Berisiko (at-risk Behavior) pada
Pekerja Unit Usaha Las Sektor Informal di Kota X. Skripsi Program
Sarjana Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Depok
Syaaf, Masruri. 2008. Analisis perilaku berisiko (At-Risk Behavior) pada Pekerja
Unit Usaha Las Sektor Informal di Kota X Tahun 2008. Skripsi Program
Sarjana Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Depok
Tarwaka, 2008. Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Surakarta : Harapan Press
Undang-Undang Republik Indonesia No 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi
157
LAMPIRAN
158
Lampiran 1
Pedoman Wawancara Mendalam
Gambaran Faktor Perilaku Tidak Aman pada Pekerja PT. Krakatau
Engineering Area COP Proyek Blast Furnace PT. Krakatau Steel (Persero),
Tbk Tahun 2015
1. Pekerja
Tanggal :
Nama Pewawancara :
Karakteristik Informan
1. Nama :
2. Usia : :
3. Pendidikan terakhir :
Perilaku Tidak Aman
4. Coba Anda ceritakan, bagaimana pekerjaan anda sehari-hari?
5. Bagaimana Anda melakukan pekerjaan anda tersebut?
6. Bagaimana perilaku yang sering Anda lakukan pada saat melakukan
pekerjaan yang bisa menyebabkan kecelakaan kerja??
Probing: - seperti contohnya.. (menyebutkan indikator-indikator
perilaku tidak aman pada penelitian)
-Selain itu?
Motivasi
7. Mengapa Anda berperilaku demikian?
(Probing: Kebiasaan, demi kenyamanan bekerja?)
8. Bagaimana perasaan Anda saat anda berperilaku demikian?
Ketersediaan APD
9. Bagaimana ketersediaan APD di tempat anda bekerja?
10. Apa saja jenis APD yang disediakan?
11. Bagaimana anda dalam menyimpan APD anda?
12. Bagaimana kondisi APD yang disediakan?
13. Bagaimana kesesuaian jenis APD yang disediakan dengan bahaya yang
ada saat Anda bekerja?
159
(Probing: seperti bekerja diketinggian dengan disediakannya full body
harness, bagaimana dengan APD yang lainnya?)
14. Bagaimana menurut Anda kesesuaian jumlah APD yang ada dengan
jumlah pekerja?
Hukuman dan Penghargaan
15. Jelaskan bagaimana hukuman/sanksi yang berlaku di tempat Anda
bekerja untuk pekerja yang sering berperilaku yang bisa menyebabkan
kecelakan?
16. Bagaimana pula penghargaan yang diberikan untuk pekerja yang
berperilaku aman?
(Probing: seperti pemberian hadiah atau sertifikat untuk pekerja yang
patuh pada aturan seperti dengan selalu menggunakan APD saat
bekerja?)
Pengawasan
17. Bagaimana pengawasan yang diberikan oleh pihak perusahaan ketika
Anda sedang bekerja?
18. Siapa yang melakukan pengawasan tersebut?
19. Kapan biasanya pengawasan tersebut dilakukan?
20. Bagaimana yang Anda rasakan ketika adanya pengawasan tersebut?
160
2. Safety man, safety officer, manager SHE
Tanggal :
Karakteristik Informan
1. Nama :
2. Usia :
3. Jabatan :
4. Pendidikan terakhir :
Perilaku Tidak Aman
1. Jelaskan menurut Anda bagaimana perilaku tidak aman yang sering
dilakukan pekerja saat bekerja?
Motivasi
2. Menurut Anda, mengapa pekerja berperilaku demikian?
(Probing: Kebiasaan, demi kenyamanan bekerja?)
Ketersediaan APD
3. Bagaimana ketersediaan APD yang disediakan pihak perusahaan untuk
pekerja?
(Probing: -APD wajib yang harus digunakan pekerja?
4. Bagaimana prosedur yang ada tentang APD?
Probing: APD wajib dan dokumen tertulis?
5. Bagaimana sistem penyimpanan APD?
6. Apa saja jenis APD yang disediakan untuk pekerja?
7. Bagaimana kondisi APD yang disediakan tersebut?
8. Bagaimana tindakan Anda jika ada APD yang rusak?
9. Bagaimana kesesuaian jenis APD yang disediakan untuk pekerja
dengan bahaya yang ada saat mereka bekerja?
10. Bagaimana kesesuaian jumlah APD yang ada dengan keseluruhan
jumlah pekerja?
161
Hukuman dan Penghargaan
11. Coba ceritakan, bagaimana anda memberikan hukuman/sanksi yang
berlaku untuk pekerja swakelola yang berperilaku tidak aman?
(probing: dokumen prosedur terkait?)
12. Bagaimana pula anda memberikan penghargaan yang diberikan untuk
pekerja swakelola yang berperilaku aman?
Pengawasan
13. Coba ceritakan, bagaimana Anda memberikan hukuman/sanksi untuk pekerja
yang berilaku tidak aman?
14. Bagaimana dokumen atau prosedur terkait pemberian hukuman atau sanksi
yang berlaku kepada pekerja yang berperilaku tidak aman?
15. Siapa yang melakukan pengawasan tersebut?
16. Kapan biasanya pengawasan tersebut dilakukan?
17. Menurut Anda, bagaimana keefektifan pengawasan yang diberikan
kepada pekerja?
3. Informan Kunci
Perilaku Tidak Aman
1. Menurut Anda bagaimana perilaku tidak amanyang sering pekerja
proyek konstruksi lakukan pada saat bekerja?
Motivasi
2. Menurut anda, mengapa pekerja tersebut berperilaku demikian?
Ketersediaan APD
3. Bagaimana biasanya ketersediaan APD yang disediakan pihak
perusahaan bagi pekerja pada proyek konstruksi?
4. Apa saja biasanya jenis APD yang disediakan?
5. Bagaimana ketersediaan APD yang seharusnya disediakan oleh pihak
perusahaan?
Hukuman dan Penghargaan
6. Menurut anda, bagaimana biasanya hukuman/sanksi yang berlaku
untuk pekerja yang berperilaku tidak aman?
162
7. Bagaimana pula penghargaan yang biasanya diberikan untuk pekerja
yang berperilaku aman?
8. Menurut anda, bagaimana seharusnya sistem hukuman dan
penghargaan yang efektif diberikan kepada pekerja konstruksi?
Pengawasan
9. Bagaimana pengawasan yang biasanya diberikan kepada pekerja saat
bekerja?
10. Siapa yang melakukan pengawasan tersebut?
11. Kapan biasanya pengawasan tersebut dilakukan?
12. Menurut anda, bagaimana seharusnya pengawasan yang efektif
diberikan kepada pekerja konstruksi?
163
Lampiran 2
Matriks Wawancara Informan Utama
Pertanyaan Informan Utama Pekerja Swakelola
IU1 IU2 IU3 IU4 Kesimpulan
Perilaku Tidak Aman
Coba Anda Ceritakan,
Bagaimana pekerjaan
Anda sehari-hari?
yaa kalo kerjaan mah
ya paling nyemen,
ngaduk semen, ngecor,
ya bikin bangunan lah
gitu mba, ngecet
kadang juga tapikan
kalo ngecat mah kalo
udah beres gitu kan,
ngelas atau motong
besi nih gitu gitu aja
paling mah masang-
masang besi-besi gitu
kan karna bikin pabrik,
ya sesuai sama yang
disuruh bos kita ajaa..
Hmm kerjaan ya
gimana yaa, ngecat
gini, kadang ngecor
juga, ya sesuai
tahapannya aja kita
pasti kan kalo awal-
awal mah kan bikin
pondasi gitu yaa,
ngegali juga kadang-
kadang sama ya kerja di
atas ya sama aja yang
dikerjain mah, kita mah
dikerjain aja
semuanya..tapi ya tetep
sesuai tahap nya semua
gitu mba
kalo awal gali tanah
dulu kita kan bikin
pondasi gitu, ngecor,
susun bata, sama
nantinya pasangin
besi-besi di atas itu
kan, masang atep nya
jugaa, tapi ga tiap hari
semuanya gitu
tergantung prosesnya
gitu kan tiap harinya
mau ngelanjutin
kerjaan yang mana
gitu..
ngecor, ngegergaji
kayu-kayunya buat
dipasangin ya kan, trus
disusun batanya,
disemen, namanya
bikin bangunan ya mba
ya begitu lah.. kadang
ya motong besi
jugaa,ngelas juga, ya
tergantung gitu
perharinya kita
gimananya..
Pekerjaan sehari-
harinya adalah
menggali tanah
untuk pondasi, bikin
pondasi, ngaduk
semen, nyemen,
ngecat, bekerja di
ketinggian,
mengelas, dan
motong besi,
tergantung progres
dari proses kerja.
Bagaimana Anda
melakukan pekerjaan
Anda tersebut?
ya yang pasti sih sesuai
sama yang disuruh kita
mah kerjanya, cepet
sesuai target yang
disuruh gitu biar ga
diomelin sama bos kita
kerjain aja neng, kaya
ngecet ya pasti ambil
cet kan sama kuasnya
gitu, trus nyampur cet
nya, ya kalo ngecor kita
disini ada alat corannya
gitu
yaa kalo ngegali yaaa
biasanya sih
kebanyakan pake itu
sih..alat itu, bikin
pondasi juga kaya
ngegali trus masang
besi nya gitu kan,yaa
kalo bikin pondasi ya
digali dulu gitu mba
kan tanahnya.. abis itu
dipasang besi gitu,
yang lain mah ya kaya
nyemen ya ngaduk
semen dulu kan tuh,
Pekerjaan
dikerjakan dengan
cepat sesuai target.
164
Pertanyaan Informan Utama Pekerja Swakelola
IU1 IU2 IU3 IU4 Kesimpulan
dipasang aja gitu
trus ya kalo ngece
misalnya kalo yang di
cat di atas ya kita naik
ke atas gitu aja sih...
Bagaimana perilaku
yang biasanya anda
lakukan pada saat
melakukan pekerjaan
yang bisa menyebabkan
kecelakaan kerja?
kaya sarung tangan
saya ga pake mba, ga
dapet, ga punya, jadi
gimana mau make,
kalo kerja di atas itu
sih mba jarang pake
harness, itu ribet mba
berat.. lagian juga
susah makenya saya
dari kampung e mba
gabisa makenya,
sepatu kadang panas
gitu mba suka ga
betah, kalo lempar alat
kerja gitu mah
mungkin ya kayak
kayu gitu mah kadang
ke bawah kalo lagi di
atas.
kalo rawat gitu sih
engga ya, ga sempet,
paling kalo udh rusak
gitu ya gadipake lagi
gitu kayak gergaji
misalnya patah yaudah
hmm iya mungkin
gapake APD ya mba,
gapake sepatu kadang-
kadang, sama sarung
tangan juga kalo kita
mah jarang pake juga
kayanya temen-temen
yang lain juga,
ngerokok ya kita
ngerokok mba sambil
kerja ngobrol sama
temen
ga pake itu mba apa
body harness gitu,
ngerokok juga sih
mbaa iyaa... trus
paling sama ngelempar
kayu itu tuh, kadang
kalo lagi di atas kan
ada kayu atau apa
yang udah gaperlu, ga
dipake, harus diturunin
kalo lagi gaada orang
ya kita lempar-
lemparin aja ke bawah
ke tumpukan kayu
yang udah ga dipake..
tapi liat – liat dulu di
bawah ada orang apa
engga..
paling dijemur aja sih
mba kadang siang lagi
istirahat ya dijemur aja
gitu di depan, gitu aja
sih.. ga sempet juga
sih dicuci kaya gitu,.
Kalo alat kerja gitu ya
iyaa... itu APD, sering,
paling itu, ga pake
sarung tangan, ga pake
masker, maskernya itu
pernah dikasih tapi
gaenak gitu neng
dipakenya, ga betah
gitu.. jadi kita gapernah
pake lagi..
kalo ngerawat alat kerja
itu ya paling kan kalo
make alat kan kita yang
bener gitu kan dijaga
gitu biar ga rusak kan
mba paling gitu aja..
kalo kerja ya emang
harus cepet lah mba
kan banyak kerjaan
mah ntar diomelin yang
ada kalo gacepet
diselesaiin kerjaannya.
Tidak
menggunakan APD
seperti sarung
tangan, masker,
full body harness,
dan sepatu,
melempar kayu dari
atas ke bawah,
bekerja sambil
merokok, tidak
melakukan tindakan
perawatan alat kerja
dan alat
keselamatan serta
melakukan
pekerjaan dengan
cepat dan terburu-
buru.
165
Pertanyaan Informan Utama Pekerja Swakelola
IU1 IU2 IU3 IU4 Kesimpulan
gadipake lagi kan, kalo
APD gitu mah engga
ya, dipake doang, kan
tiap hari kerja kan
dipake, jadi ya gimana
ntar dicuci ga mungkin
langsung kering..
paling diliat aja kan
berasa kadang tuh
yang buat ngelas udah
gaenak dipake atau
rusak gabisa gitu
paling kita lapor ke
mandor gitu ntar
dicariin las yang baru
sama mandor
Motivasi
Mengapa Anda
berperilaku demikian? susah makenya saya
dari kampung e mba
gabisa makenya.. paling karna apa itu
namanya kalo buat
kerja di atas itu mba,
ribet banget itu berat
dan gabisa juga
makenya, jadi ya gitu
dari pada ribet kerjaan
saya ga selesai
mending ya biar
gimana enaknya aja
mba biar kerjaan saya
selesai hehe, kalo
untuk sarung tangan
gitu, kalo kerja pake
Ya karna kenapa ya, ya
udah biasa aja gitu, ga
enak juga kalo ga
ngerokok, lagian kan
gapapa kalo ngerokok
kan ga deket api juga,
jadi gapapa lah..kan
kita dari pagi sampe
sore kerjanya, tapi kalo
sepatu boots itu tuh
mba gaenak banget
dipake nya mba, panas,
gaenak lah pokonya
kalo pake body
harness itu ribet mba,
lagi juga saya kurang
bisa mba makenya, ga
enak kalo kerja pake
gituan mah, ya kalo
ngerokok ya emang
udah biasa mba.. lagi
juga kan ngerokok
doang ga napa lah..
kalo lempar kayu gitu
y biar cepet beres mba
kerjaannya, kan kita
disuruh kerja tuh
cepet, biar cepet kelar
gitu...
bikin ga nyaman gitu lo
neng sakit diidungnya
teh, kan keras gitu kan
ya yang kaya neng
pake, kalo kita kan
kerja seharian gitu, ya
mana kuat pake itu
paling setengah jam aja
udah engap udah sakit
ya kan, jadi biar enak
kerjanya ya kita gapake
Untuk perilaku
tidak menggunakan
APD alasannya
adalah karena tidak
bisa menggunakan
APD, ribet, berat,
tidak bisa
menggunakannya,
karena panas, dan
karena tidak
nyaman digunakan
serta demi
kenyamanan
bekerja. Selain itu
untuk perilaku
merokok sambil
bekerja dikarenakan
kebiasaan dan tidak
166
Pertanyaan Informan Utama Pekerja Swakelola
IU1 IU2 IU3 IU4 Kesimpulan
sarung tangan itu susah
juga kadang mba,
apalagi kalo kita
angkat-angkat barang
yang berat gitu atau
ngegergaji atau apalah
gitu takut kelepas gitu
mba ga kepegang gitu
kalo ngerokok kan ga
ganggu mba, udah
biasa mba namanya
cowo kan.. kalo kayak
nyuci APD gitu sih
karna ga sempet sih ya
mba, kan tiap hari
kerja.
menganggap
merokok di tempat
kerja itu berbahaya,
serta untuk perilaku
melempar material
dikarenakan demi
pekerjaaan
terselesaikan
dengan cepat.
Bagaimana perasaan
anda saat Anda
berperilaku demikian?
yaa biasa aja mba, toh
kita disini kerja kok
biar kerjaan selesai
gitu ga maksud
macem-macem.. lagian
banyak juga kok yang
kaya gitu, kan pekerja
disini banyak mba, jadi
ya biasa aja
gimana ya mbaa, biar
enak aja gitu mba
kerjanya jadi ya ga
gimana gimana
perasaannya mah biasa
aja sih,.
ya ga gimana mana sih,
yang penting mah kita
enak gitu kerjanya, ga
ngerasa sakit, terus
kerjaan beres, udah
gitu..
Informan
mengataka bahwa
perasaan saat
melakukan perilaku
tidak aman biasa
saja demi kenyaman
melakukan
pekerjaan.
167
Pertanyaan Informan Utama Pekerja Swakelola
IU1 IU2 IU3 IU4 Kesimpulan
Ketersediaan APD
Bagaimana ketersediaan
APD di tempat anda
bekerja?
kalo ini mah kita
disediain ya mba
sepatu, helm, dari
mandornya mba.. yang
dari kantor sarung
tangan sama buat yang
kerja di atas itu mba,
tapi sarung tangan juga
susah dapet nya mba,
saya mah kalo dikasi
ya dibawa kalo minta
saya gamau mba, ribet,
mending saya kerja,
minta juga belum tentu
dapet
ya kita ada yg dari
mandor ada yg dari
orang kantornya mba,
kaya helm sepatu kita
dikasi mandor, trus
yang lainnya itu
katanya dari sini, tapi
ya kaya gitu kaya
masker udah berkali-
kali minta ke
gudangnya eh katanya
gaada, jadi ya gimana
mau make orang
gapernah dikasih kan
ya ada mba APD mah,
ada yang dari mandor
sama ada yang dari
orang kantor sini mba,
kalo yang dari mandor
yaa helm sama sepatu,
nah selain itu dari
kantornya, kalo yang
dari orang kantor kalo
harness itu dipinjemin
sama dia, nah selain
itu kita minta dulu ke
mereka baru dikasih
mba..
kita dari mandor ya
helm sama sepatu, kalo
yang selain itu ya ada
yang dipinjemin orang
kantornya, body
harness, ada juga itu teh
yang dikasih kaya
masker gitu, pernah,
nah yang susah
dapetnya itu sarung
tangan gitu, kadang
juga kalo dapet, ga
cukup buat kita semua,
jadi ga make semua
juga gitu neng
APD disediakan
oleh mandor dan
dari pihak PT. KE.
Penyediaan APD
untuk pekerja
swakelola yang dari
mandor berupa
helm sama sepatu
selain itu disediakan
oleh pihak PT. KE
dengan sistem
permintaan terlebih
dahulu yaitu berupa
masker, sarung
tangan, sedangkan
untuk full body
harness
dipinjamkan dari
pihak PT. KE untuk
pekerja swakelola.
Apa saja jenis APD
yang disediakan?
ya sepatu, helm, sarung
tangan sama buat yang
kerja di atas itu mba,
masker itu suka ada
kadang-kadang mba
body harness, masker,
sama penutup kuping
kadang-kadang dikasih
yang dari mandor itu
ya itu helm sama
sepatu mba, yang dari
kantor itu body
harness, masker,
sarung tangan, sama
apa tuh yang buat
kuping namanya
helm sepatu kan ya dari
mandor, yang lainnya
sih dari kantor, body
harness, masker, sama
sarung tangan, katanya
sih dari kantor, kantor
yang nyediain gitu,
APD yang tersedia
berupa helm,
sepatu, masker,
sarung tangan,
earplug dan full
body harness.
168
Pertanyaan Informan Utama Pekerja Swakelola
IU1 IU2 IU3 IU4 Kesimpulan
Bagaimana Anda dalam
menyimpan APD Anda?
ya biasa aja mba, di
taro aja gitu, sarung
tangan juga paling
Cuma beberapa kali
pake juga udah
gakepake lagi mba..
ditaro dideket kita kerja
gitu aja sih, kalo abis
kerja ya di bawa pulang
gitu ke mes disimpen,
besok kerja di bawa
lagi
taro dideket kita aja
mba, misalnya duduk
minum kopi di warung
ya bawa ke warung
gitu aja.. terus dibawa
pulang lah mba kalo
udahan mah kan udah
jadi punya kita gitu,
jadi ya tanggung
jawab kita gitu
yaa disimpen aja
dideket saya gitu..
Untuk penyimpanan
APD informan
ketika sedang di
tempat kerja hanya
diletakkan di sekitar
pekerja saja, dan
juga dibawa
kemanapun pekerja
pergi jika sedang
tidak digunakan
tidak pada tempat
khusus
penyimpanan APD.
Dan ketika jam
kerja selesai APD
tersebut dibawa
oleh masing-masing
informan pulang
dan disimpan di
rumah masing-
masing.
169
Pertanyaan Informan Utama Pekerja Swakelola
IU1 IU2 IU3 IU4 Kesimpulan
Bagaimana kondisi
APD yang disediakan?
kalo kondisi kayanya
baik-baik aja gitu yaa
yaa kalo untuk
kondisinya sih bagus ya
mbaa, gamungkin juga
orang kantor nyediain
yang udah jelek kan
ibaratnya, tapi ya gitu
mba, susah kalo minta
eh gadikasih mba
bagus sih mba kalo
kondisinya mah, Cuma
paling suka gaenak
dipake aja gitu mba,
masker nya tuh suka
sakit makenya, jadi
lebih enak yang pake
dari kain ini nih mba
kita bawa sendiri...
baguslah ya kalo
kondisinya, Cuma
masalahnya teh suka
gaada gituu...kalo
kondisi mah gaada
masalah
APD yang
disediakan dalam
kondisi yang baik
dan layak
digunakan.
Bagaimana kesesuaian
jenis APD yang
disediakan dengan
bahaya yang ada saat
anda bekerja?
ya sesuai sih kayanya
mba hehe
Sesuai sih, tapi ada
yang gaada juga..
kacamata gitu gaada..
kadang mau ngelas apa
gitu kan, kalo kena
debu juga tuh kan butuh
karna suka masuk mba
debunya ke mata perih,
apalagi musim panas
kaya gini liat sendiri
kan nih debunya
sesuai lah ya kayanya
mba yakk, tapi
mungkin yang banyak
gitu nyediainnya biar
pas kita butuh minta
ke kantor tuh ada gitu..
sesuai-sesuai aja sih.. Informan
mengatakan bahwa
APD yang
disediakan sudah
sesuai dengan
bahaya yang ada,
namun juga
terdapat
ketidaksesuaian
yaitu tidak adanya
disediakan Alat
Pelindung Mata
berupa kacamata
untuk pekerja
swakelola.
170
Pertanyaan Informan Utama Pekerja Swakelola
IU1 IU2 IU3 IU4 Kesimpulan
Bagaimana menurut
anda kesesuaian jumlah
APD yang ada dengan
jumlah pekerja yang
ada?
ya engga sebanding lah
mba, buktinya aja kita
sering gadapet APD,
kita sering minta tapi
gadapet abis katanya,
jadi yang ga sebanding
lah sama kita
harus ditambah dong
mba, masa kita berkali-
kali minta gadapet-
dapet, katanya kan kalo
butuh tinggal minta ke
kantor terus ambil
digudang, eh setiap kita
kesana dibilangnya abis
mulu, ya kurang lah
kayanya sih musti
ditambah yaa.. kurang
banget lah kalo gitu
menurut saya
waah jauh neng, kaya
yang saya bilang tadi,
kadang minta sarung
tangan ga dikasih,
sekalinya dikasih Cuma
selusin doang, selusin
paling berapa kan
selusin 12..ya kita aja
ada berapa ya mana
cukup.. ga cukup lah..
jauh.. ga sesuai...
Untuk kesesuaian
jumlah APD yang
disediakan belum
sesuai dengan
jumlah pekerja
swakelola yang ada.
Masih banyak
pekerja yang tidak
memiliki APD dan
pada saat
melakukan
permintaan pada
pihak safety stock
APD sedang tidak
tersedia.
171
Pertanyaan Informan Utama Pekerja Swakelola
IU1 IU2 IU3 IU4 Kesimpulan
Hukuman dan
Penghargaan
Jelaskan bagaimana
hukuman/sanksi yang
berlaku di tempat Anda
bekerja untuk pekerja
yang sering berperilaku
yang bisa menyebabkan
kecelakan?
ditegor aja sih mba
suruh pake gitu,
kadang kalo lagi di
atas, gapake body
harness ya disuruh
turun dulu gitu pake
dulu katanya
cuma ditegor doang sih
mbaa setau saya mah,
itu juga kalo ada orang
safety nya yang liat kan
tuh biasanya orang
safety kadang suka
lewat kan ngeliat
misalnya gapake APD
atau ngerokok gitu kan
ya paling disuruh pake
APD nya, suruh buang
rokoknya gitu aja
bukan sanksi sih
ngingetin doang
ga dihukum sih mba,
Cuma ditegur aja
palingan kalo gapake
APD, pernah liat
temen tapi di area lain
gitu neng pernah
dikeluarin gitu gaboleh
kerja lagi, nah pas
saya tanya kan yaa,
katanya dia alo kerja
di atas tuh gamau pake
body harness jadi
sering kepergok sama
orang safety gitu
gaada kalo hukuman
gitu, paling ya
ngingetin aja gitu, pake
APD nya gitu,
pernah disuruh pulang
gitu gausah kerja
katanya.. tapi kadang
ada toleransi gitu, oke
ga saya pulangin
katanya, Cuma tolong
dipake sekarang APD
nya gitu, pake sekarang
harus, kalo gamau,
pulang
Hukuman yang
diberikan untuk
pekerja yang
berperilaku tidak
aman berupa
teguran dari pihak
safety saat
berkeliling
melakukan safety
patrol. Dan jika
pelanggaran
berlanjut setelah
diberikan teguran
maka akan
dikeluarkan.
Bagaimana pula
penghargaan yang
gatau deh mba,
kayanya gaada ya kalo
waduh selama saya
disini kerja saya belum
walah.. haha hadiah
apaan neng, gaada
kalo hadiah...belum
yaa.. belum pernah
Belum pernah ada
pemberian
172
Pertanyaan Informan Utama Pekerja Swakelola
IU1 IU2 IU3 IU4 Kesimpulan
diberikan untuk pekerja
yang berperilaku aman?
yang ke kita, gapernah
mba, kita mah Cuma
taunya kerja aja mba,
gatau kita ga pernah
terima yang begitu-
begituan mah hehe
apalagi hadiah gitu
gaada mba
tau mba ada gitu-gitu
kayanya, paling kalo
yang gasesuai ya
ditegor gitu kalau yang
kerjanya bagus gitu
kayanya gapernah
dikasih apa-apa deh
mba kita
mba, gapernah terima
hadiah kita mah,
selama ini sih saya
gapernah liat juga ya
mba ya yang dapet
hadiah gitu dari kantor
karna dia kerjanya
bagus.. ga ada tuh
dapet penghargaan
aataupun hadiah
untuk pekerja
swakelola yang
berperilaku aman,
Pengawasan
Bagaimana pengawasan
yang diberikan oleh
pihak perusahaan ketika
Anda sedang bekerja?
Gatau tuh saya, gaada
yang ngawasin
kayanya, mandor aja
sih biasanya..ga
perhatiin juga saya
yang ngawasin terus
dan selalu ada disini
kan mandor kita kan ya,
trus ada juga orang
safety kalo lagi jalan
keliling-keliling gitu
biasanya bentaran
doang tapi ada tuh tiap
hari biasanya,
sembari lewat liat gitu
kalo ada yang ga sesuai
menurut mereka ya
ditegor
ya kaya yang tadi tuh
mba, liatin kita kerja
gitu biar bener gitu
kaya suruh pake APD
kalo kita gapake gitu
mba..
ada itu pak ma un,
safety man ya keliling
gitu
kalo ada yang gapake
helm gitu kadang lupa,
ditegor gitu, pas dia
lagi keliling, kalo ga
juga, ngelanggar juga
tetep, disuruh pulang
sama dia
Pengawasan untuk
pekerja swakelola
dilakukan oleh
pihak safety PT.KE
melalui safety
patrol. Diberikan
teguran kepada
pekerja jika pada
saat pihak safety
melakukan patroli
terdapat pekerja
berperilaku tidak
aman. Namun
menurut salah satu
informan, tidak ada
pengawasan dari
pihak perusahaan,
artinya, salah satu
informan ada yang
173
Pertanyaan Informan Utama Pekerja Swakelola
IU1 IU2 IU3 IU4 Kesimpulan
merasa tidak adanya
pengawasan selama
mereka bekerja.
Siapa yang melakukan
pengawasan tersebut?
Gatau ya, saya taunya
kerja doang
mba..diawasin kaga
diaawasin saya mah
kerja
ada disini kan mandor
kita kan ya, trus ada
juga orang safety kalo
lagi jalan keliling-
keliling gitu biasanya
ada sih mba yang
ngawasin, mandor kita
ngawasin, dari orang
kantor ada mba orang
safetynya suka jalan
aja gitu liat kita pada
lagi kerja gitu
ada itu pak ma un,
safety man ya keliling
gitu, bertiga kadang
keliling orang safety
lah pokonyaa
Pengawasan
dilakukan oleh
pihak safety PT.KE.
Kapan biasanya
pengawasan tersebut
dilakukan?
ga jelas mba kalo
waktunya mah, suka
suka dia aja, tapi tiap
hari ada sih, tapi
sebentar-sebentar aja
lewat aja kayanya
kapan aja gitu, kadang
suka ada pagii..
kadang siang, kadang
juga kalo udah mau
pulang..
yaa, sering keliling, ya
ga pasti gitu waktunya
kapan aja tapi adaa..
sering dia.. siang, sore,
pagi juga sering
keliling sih..tapi ga
disini terus gitu.. jalan
keliling muter liat yang
lain juga..
Pengawasan
dilakukan setiap
hari pada pagi,
siang dan sore hari.
Bagaimana yang anda
rasakan ketika adanya
biasa aja orang mereka
kan itu juga ga lama
biasa aja.. mereka juga
biasa aja kok.. Cuma
yaa kalo gasalah mah
saya ga takut gitu...
Pengawasan yang
diberikan belum
174
Pertanyaan Informan Utama Pekerja Swakelola
IU1 IU2 IU3 IU4 Kesimpulan
pengawasan tersebut? kalo disininya mah, ya
kalo gasalah ya kenapa
harus takut, lagian juga
gabakal diapa-apain
kok jadi ya santai
ajalah..
jalan aja keliling liat
kita kerja gitu.. itu
juga bentar-bentar aja..
jadi yaa biasa aja gitu
neng.. ga gimana
gimana
lagian ga lama juga kok
pak maunnya keliling-
keliling gitu sama
temennya, ga liatin
sepanjang hari gitu, jadi
yaa gapapa biasa aja
gitu..
menimbulkan efek
takut untuk
melanggar bagi
informan. Informan
merasa biasa saja
tidak merasa takut
untuk melakukan
pelanggaran saat
adanya pengawasan
dikarenakan
pengawasan yang
dilakukan hanya
sebentar tidak
sepanjang jam kerja
175
Pertanyaan Informan Utama Pekerja Subkontraktor
IU5 IU6 IU7 IU8 Kesimpulan
Perilaku Tidak Aman
Coba Anda Ceritakan,
Bagaimana pekerjaan
Anda sehari-hari?
kalo kita disini
kerjaannya yaa
semacam kaya angkat
barang yang pake crane
tuh, kadang kita yang
ngerjain, trus kita juga
ngerjain yang kaya gini
nih (lagi ngelas),
ngerakit rakit
nyambungin besi gitu
buat dipasang nanti..
ngegerinda gitu jugaa,
motong besi-besi
gitu...yaa macem-
macem lah
ngecek pondasi.. ini apa
nurunin atau angkat ini
yang mau dipasang kan
udah dirakit dibawah
dipasang ke atas gitu
pake crane, trus kadang
juga ada lagi yang di las
di atas, motong besi-besi
gitu ngegerinda.. banyak
lah..
kalo saya macem-
macem yaa.. ngelas,
kemaren-kemaren
ngecat juga,
ngegerindah, ngangkat
sama nurunin barang,
ngerakit itu kan ya
macem-macem lah
sesuai kebutuhan sesuai
hari ini apa yang musti
dikerjain lah kan..
biasanya sih saya
ngerakit baja-baja ini
mba..di las..di
gerinda..dipotong
besinya trus digabungin
gitu, terus nanti
dipasang deh.. terus
nanti kalo udah
kepasang, di cek
dipastiin udah sesuai
sama gambar gitu..
Pekerjaan berupa
pengangkatan dan
penurunan barang
menggunakan
crane, perakitan
baja, besi yang
kemudian
dipasang,
pengelasan,
gerinda, motong
besi, bekerja di
ketinggian,
pengecekan
pondasi dan
penyesuaian
dengan gambar
serta pengecatan.
176
Pertanyaan Informan Utama Pekerja Subkontraktor
IU5 IU6 IU7 IU8 Kesimpulan
Bagaimana Anda
melakukan pekerjaan
Anda tersebut?
yaa kalo angkat barang
gitu sih sesuai sama
aba-aba aja yaa..kan
ada 1 yang ngarahin
gitu soalnya kan bahaya
kan angkat barang gitu
kalo salah-salah bisa
ketiban kan rame-rame
tuh kan, apalagi yang
kaya nurunin barang
gitu bukan barang yang
enteng, bisa baaya kalo
ketiban mba, kalo
ngelas gini sih yang
pasti kan pake alat las
nya kan, ngegerinda
juga..
kalo ngecek pondasi gitu
mah kan diliat udah
sesuai apa belum gitu
kayak kemiringannya
gitu-gitu lah.. trus ngelas
gitu kan ya ini pake
mesin lasnya
gimana yaa..ini aja sih
ya harus cepet selesai
mba ngerjainnya, kan
tiap harinya kan banyak
yang harus dikejar kan
ngerjainnya, paling ya
kalo ngerjainnya itu
mah yang paling
pentingnya mah cepet
ya harus cepet biar
cepet beres gitu kan..
ya tiap harinya mah saya
beda-beda gitu
kerjaannya sesuai yang
dibutuhin gitu
kan..misalnya hari ini
bajanya harus di las
dulu semua gitu.. atau
dipotong dulu semua
nanti kalo udah beres
baru dipasangin kan
sesuai sama
gambarnya..terus nanti
di cek deh udah sesuai
sama gambarnya itu apa
belum..di cek lagi gitu..
ya kalo ngelas gitu yaa
dipegang baja yang mau
di las ya kan, ambil
mesin las di box nya..
biasanya bareng sih
disini karna harus ada
yang megangin juga
kadang yang dilas gitu
besi-besi gede gitu kan..
jadi gabisa sendiri
kadang..
Untuk pekerjaan
pengangkatan dan
penurunan barang
sesuai dengan
aba-aba yang
diberikan.
Pekerjaan yang
dilakukan sesuai
dengan
kebutuhan
progress kerja.
Pekerjaan
dilakukan dengan
cepat agar cepat
selesai.
177
Pertanyaan Informan Utama Pekerja Subkontraktor
IU5 IU6 IU7 IU8 Kesimpulan
Bagaimana perilaku
yang sering anda
lakukan pada saat
melakukan pekerjaan
yang bisa
menyebabkan
kecelakaan kerja?
yang sering yaa...paling
ini ya APD, kan
harusnya ini lagi ngelas
pake sarung tangan ya
tapi ga enak mba kalo
ngelas gini pake sarung
tangan gitu takut salah-
salah maksudnya apa ya
gimana gitu hmmm kan
kalo pake sarung tangan
tuh ga kokoh gitu
pengangannya.. paling
ear plug ya dikasih sih
tapi kadang lupa
makenya mba..
ngerokok aja mba ini..
dirawat khusus gitu sih
engga, boro-boro mba,
setiap hari banyak yang
harus dikerjain mana
sempet.
kadang lagi ngelas
kadang di atas, kadang
susah kan kalo pake
body harness gitu kan
berat, itu juga ga tinggi2
banget jadi ya kita naik
aja kadang gitu.. yang
pelindung muka buat
ngelas itu, kita juga
jarang pake itu sering
diomelin juga sih, tapi
ya abis gimana kan pake
itu bikin engap gitu ya,
nah katanya kalo ngelas
harus pake itu, lagi juga
itu gaada disini harus ke
kantor dulu minta kan
males, kerjaan saya juga
kan banyak..iya kalo
dikasih kalo engga.. :
ngerokok sih yaa..iyaa
juga sering.. paling diliat
aja sih mba alatnya
masih bisa dipake ga,
rusak ga gitu aja.. kan
orang kantor paling mah
yang perawatan khusus
gitu..tapi gaada juga
kayanya.
iya itu sih ini kadang
gapake pelindung buat
ngelas itu tuh
pelindung muka kan..
sarung tangan kadang
juga tuh, sama kan
kadang kita juga naik
ke atas itu kan pake
body harness, tapi
males ngambilnya di
kantor jadi kalo ga
terlalu tinggi kan
gapapa ya..kalo
ngambil dulu ke kantor
lama..
earplugjuga jarang bgt
kalo saya mah
gapernah gapernah
dikasih siih..
kerja ya emang kita
harus cepet lah mba..
diomelin yang ada kalo
kerjanya lama.
ini sih masker yaa yang
paling sering kalo saya
mah malah gamau make
nya, sakit itu
maskernya, masker yang
biasa itu loh mba, bukan
topeng itu.. yang putih
yang ada besinya itu
bikin idung sakit
makanya saya gapake..
palingan kacamata sama
sarung tangan juga
jarang sih.. kalo
kacamata mah susah
mintanya harus ke
kantor dulu kan minta,
isi formulir gitu dulu
kalo lagi gaada, ribet
ngabisin waktu saya,
mending waktunya buat
nyelesaiin kerjaan kan
biar cepet selesai biar
cepet beres kan kita
harus kerjanya cepet
gitu harus cepet selesai.
Tidak
menggunakan
APD seperti
sarung tangan,
earplug, masker,
welding cap, full
body harness,
faceshield, dan
kacamata.
Perilaku tidak
aman lainnya
adalah merokok
pada saat bekerja,
tidak melakukan
tindakan
perawatan alat
kerja dan alat
keselamatan,
serta bekerja
dengan cepat dan
terburu buru.
178
Pertanyaan Informan Utama Pekerja Subkontraktor
IU5 IU6 IU7 IU8 Kesimpulan
Motivasi
Mengapa Anda
berperilaku demikian?
cuma ga enak aja itu
tadi kaya yang saya
bilang kalo yang
disediain kaya penutup
kaya masker gitu kan
sakit ya, susah nafas
juga, kalo dipake yang
ada kita ribet sama
itunya aja gaberes nanti
kerjaan.. kalo ngerokok
ya emang udah biasa
aja itu mah mba..
sehari-hari ngerokok
gitu kan..ya udah biasa
aja gitu..
susah kan kalo pake
body harness gitu kan
berat, itu juga ga tinggi2
banget jadi ya kita naik
aja kadang gitu.. : ribet
berat itu kalo ke atas
pake body harness gitu
mba, ribet sama body
harness
doang..masangnya lama,
make nya susah juga gitu
kan..jadi yaudah naik aja
gitu..welding cap itu tuh
bikin engap..susah napas
gitu..ya susah kan
makanya gadipake.. kalo
ngerokok itu mah biar
enak aja gitu kerjanya
kan
males ngambilnya di
kantor jadi kalo ga
terlalu tinggi kan
gapapa ya..kalo
ngambil dulu ke kantor
lama.. kadang kan juga
kan bikin gaenak
kerja,nyusahin kadang
APD nya itu karna ini
bakal ngeganggu gitu..
kadang dari pada kita
bolak balik ke kantor
ngabisin waktu buat
minta apd doang ya
mending kita kerja kan
biar cepet selesai
kerjaan, kerjaan kan
juga banyak..
Mintanya susah harus ke
kantor dulu kan minta,
isi formulir gitu dulu
kalo lagi gaada, ribet
ngabisin waktu saya,
mending waktunya buat
nyelesaiin kerjaan kan.
Alasan untuk
tidak
menggunakan
APD karena tidak
nyaman
digunakan, ribet,
dan karena tidak
mau mengurus
pengajuan
permintaan APD,
serta karena APD
tersebut susah
untuk didapatkan.
179
Pertanyaan Informan Utama Pekerja Subkontraktor
IU5 IU6 IU7 IU8 Kesimpulan
Ketersediaan APD
Bagaimana
ketersediaan APD di
tempat anda bekerja?
ya semua disediain
sama kantor kita semua
mba...dikasih helm
sama sepatu gitu.. trus
kalo yang lainnya kita
minta dulu bilang butuh
gitu baru dikasih.. ada
juga yang dipinjemin
gitu..
ada kalo Apd
mah..sepatu dikasih
orang kantor, sama
helmnya ini juga,
terusnya ada yang lain
juga sih..
ada yang dikasih juga
ada juga yang apa itu
namanya ini dipinjemin
gitu kan..kita pinjem
nanti dibalikin lagi ke
orang kantornya..
kita harus minta dulu ke
kantornya baaru dikasih
gitu..trus yang lainnya
ada juga sih dipinjemin
doang sih..
ada sih APD..katanya
sih dulu dari kantor
semuanya, semua
kantor yang ngasih
yang nyediain gitu...
ada yang dari awal itu
helm kita sama sepatu
ini itu dari awal.. terus
makin ke sini kan
kerjaan kan banyak
katanya disuruh minta
butuhnya APD apa aja
gitu nanti dikasih gitu..
di minta ke kantor..
kalo yang biasa nih kaya
helm sepatu emang dari
dulu mulai kerja udah
dikasih, trus yang
lainnya macem-macem..
ada yg istilahnya ya
dipinjemin
Semua APD
disediakan oleh
kantor.
Penyediaan helm
dan sepatu
diberikan dari
awal kerja.
Sedangkan untuk
APD yang lain
dengan sistem
peminjaman dan
permintaan
terlebih dahulu.
180
Pertanyaan Informan Utama Pekerja Subkontraktor
IU5 IU6 IU7 IU8 Kesimpulan
Apa saja jenis APD
yang disediakan?
helm sama sepatu,
sarung tangan,
kacamata, sama masker
Sepatu, helm, body
harness, trus yang buat
ngelas itu, kacamata
Helm, sepatu, full body
harness, penutup atau
pelindung muka yang
buat ngelas atau
ngegerinda itu, penutup
kuping, kacamata trus
sama sarung tangan,
masker
full body harness
dipinjemin, topeng buat
ngelas gitu dipinjemin..
sarung tangan, masker,
sama kacamata sih
dikasih, ear plug juga
Penyediaan APD
berupa helm,
sepatu yang
diberikan dari
awal kerja.
Pelindung muka
(Faceshield),
kacamata earplug,
sarung tangan,
full body harness
dan masker. Full
body harness dan
faceshield dengan
sistem
dipinjamkan
orang kantor.
181
Pertanyaan Informan Utama Pekerja Subkontraktor
IU5 IU6 IU7 IU8 Kesimpulan
Bagaimana Anda
dalam menyimpan
APD Anda?
dibawa pulang aja kalo
udah jam pulang gitu
mba.. di bawa ke rumah
disimpen di rumah..
dipegang aja dipake
kaya sepatu helm gini
kan dipake ya mba, ya
paling selain itu ya
dibawa aja kemana kita
pergi..
gaada juga mba disini
tempat khusus gitu
mah.. belum ada, belum
disediain kayanya mba..
Ga disimpen Cuma
ditaro aja dideket-deket
sini aja mba biar ga
susah ngambil lagi kalo
mau mulai kerja lagi yaa
kalo jauh-jauh ntar susah
lagi ngambilnya,
istirahat juga sebentar
aja..
saya nyimpen di
rumah..kalo disini ya
gimana mau nyimpen
kan dipake paling kalo
lagi dilepas gitu ya
dipegang aja..kalo yang
lain mah kayak yang
topeng itu kan kalo udh
ga dipake taro di kotak-
kotak itu mba..
ya saya taro aja di atas
itu yang penting orang
lewat ga ngalangin gitu
ga ketendang-tendang
sama orang..
Untuk
penyimpanan
APD tidak
disimpan di
tempat khusus
disaat sedang
tidak digunakan.
Bagaimana kondisi
APD yang disediakan?
mmm... kondisi mah
bagus ya mba pasti..
gaada ini lah kalo untuk
kondisinya.. bagus lah
gitu kalo saya liat mah
ya layak mbaa..
bagus sih kayanya ya..
yang dikasih bukan APD
yang rusak kok..
Kondisinya ya masih
baru..
Masih bersih.. masih
kinclong.. ya belum
pernah dipake kan
soalnya
Untuk kondisi
yang disediakan
untuk pekerja
dalam kondisi
yang bagus,
layak, masih
bersih dan baru.
Bagaimana kesesuaian
jenis APD yang
disediakan dengan
bahaya yang ada saat
anda bekerja?
sesuai-sesuai aja ya
mba kayanya..
yaa,,udah sih sesuai aja
lah..
kalo itu mah udah
sesuai kayanya sih ya...
sesuai sih udah yaa.. Untuk jenis APD
yang disediakan
sudah sesuai
dengan bahaya
yang ada.
182
Pertanyaan Informan Utama Pekerja Subkontraktor
IU5 IU6 IU7 IU8 Kesimpulan
Bagaimana menurut
anda kesesuaian
jumlah APD yang ada
dengan jumlah pekerja
yang ada?
itu mungkin yang ga ya
mba.. kan ini kita kalo
perlu APD gitu harus
minta gitu kan ke
kantor, jadi kalo butuh
kita minta kan..nah
kadang tuh suka abis
katanya..jadinya kita
apa ditulis dulu gitu
yang butuh, apa gitu
trus nunggu dulu sampe
APD nya ada lagi baru
kita dapet gitu..kan
susah ya mba jadi kalo
kita minta ga langsung
ada gitu sedangkan
kadang kita butuhnya
pas itu..jadi mungkin
belum cukup lah ya..
nah itu yang masih
kurang kan kayak tadi
saya cerita..kuranglah
pokonya..
mungkin kayanya kalo
jumlah agak kurang ya
mba ya.. harusnya
disediain lebih banyak
biar masing-masing
semua dapet..
hmm sesuai kayanya
Cuma harusnya dibikin
gampang gitu APD nya
buat kita, jangan bikin
ngabisin waktu doang
buat ke kantor minta
tapi ujung-ujungnya
gadikasih juga gitu..
Untuk jumlah
APD yang
disediakan belum
sesuai dengan
jumlah pekerja
yang ada.
183
Pertanyaan Informan Utama Pekerja Subkontraktor
IU5 IU6 IU7 IU8 Kesimpulan
Hukuman dan
Penghargaan
Jelaskan bagaimana
hukuman/sanksi yang
berlaku di tempat Anda
bekerja untuk pekerja
yang sering berperilaku
yang bisa
menyebabkan
kecelakan?
hukuman ya..ga ada
mba hukuman
gitu..Cuma ya mungkin
ini aja kadang kayak
ditegor gitu kalo orang
safetynya ngeliat ada
yang gabener gitu
misalnya ya ditegor aja
ga dihukum gitu..
hmm..yaa kalo kita
gapake APD gitu ya
paling ditegor aja gitu
kadang ya juga diomelin
gitu kadang-
kadang..dikasi tau
diingetin gitu mba..
gaada..diingetin gitu
doang sama yang biasa
nungguin kita kerja
kadang...
kalo itu mah paling
ditegor aja sama orang
safety kalo lagi di deket
kita gitu..disuruh pake
APD nya sama suruh
matiin rokoknya, kalo
hukuman begitu begitu
mah kaga ada deh
kayanya..
Hukuman yang
diberikan hanya
berupa teguran.
Bagaimana pula
penghargaan yang
diberikan untuk
pekerja yang
berperilaku aman?
belum ada sih mba
setau saya mah ya
belum...
ga pernah tau tuh saya
mba..ga ngerti..
hadiah sih belum
pernah sih ya kantor
ngasih hadiah mba
selama kerja..
gapernah tuh.. belum
pernah liat kantor ngasih
hadiah buat kita-kita
yang kerja disini..
Belum pernah ada
pemberian hadiah
atau penghargaan
dari pihak kantor
untuk pekerja.
184
Pertanyaan Informan Utama Pekerja Subkontraktor
IU5 IU6 IU7 IU8 Kesimpulan
Pengawasan
Bagaimana
pengawasan yang
diberikan oleh pihak
perusahaan ketika
Anda sedang bekerja?
pengawasan gitu sih ini
ya orang safety
biasanya ke lapangan
liatin kita kerja gitu..
jalan, keliling gitu
ngeliatin.. kadang
ditegur gitu yang
gapake APD kan
disuruh berhenti dulu
kerjanya, dipake dulu
APD nya baru boleh
lanjut kerja lagi gitu
mba..
sekali-sekali doang
adanya..ga disini
ngawasin terus gitu..
Ada sih yang ngawasin
mah kadang-kadang
disini ya muter gitu kan
soalnya..
biasanya ga selalu ada
disini., di kantor
orangnya , tapi sekali-
kali ke sini gitu liat dan
negor kalo lagi gapake
APD gitu
Terdapat
pengawasan
berupa safety
patrol namun
safety man dan
safety officer
yang melakukan
pengawasan tidak
selalu di lapangan
atau area kerja.
Jika ada
ditemukan
pelanggaran
seperti tidak
menggunakan
APD maka
dilakukan
peneguran pada
saat pengawasan.
Siapa yang melakukan
pengawasan tersebut?
orang safety biasanya
ke lapangan
Orang kantor
kayanya..safety
Ada sih itu berdua
biasanya pak agus sama
pak batak..
yang sering sih pak
lamsihar namanya
(safety man) itu sering
saya liat disini merhatiin
kita make APDnya apa
gitu-gitu..
Pengawasan
dilakukan oleh
safety man dan
safety officer
185
Pertanyaan Informan Utama Pekerja Subkontraktor
IU5 IU6 IU7 IU8 Kesimpulan
Kapan biasanya
pengawasan tersebut
dilakukan?
setiap hari kayanya ya
mba, selalu ada sih
setiap harinya
walaupun Cuma
sebentar aja, walaupun
sambil jalan lewat gitu
tapi ada sih kayanya
tiap harinya..
jarang-jarang ya
kayanya..tapi kadang
ada..ga terlalu merhatiin
juga sih saya..
Kadang pagi ada.. sore
pas jam pulang suka
ada juga tuh..ya
pokonya ini lah
kayanya mah pagi
siang sore gitu tapi ga
selalu disini gitu lo
tiap hari sih, tapi bentar-
bentaran...
Pengawasan
dilakukan setiap
hari di pagi siang
dan sore hari.
Bagaimana yang anda
rasakan ketika adanya
pengawasan tersebut?
takut mah ya engga
mba..paling juga kan
kalo gapake APD kan
diomongin doang
palingan ini ditegur lah
gitu kan..jadi ga takut
saya mah..
merhatiin aja engga mba
saya, saya mah kerja aja,
kalo ditegor suruh pake
sarung tangan tuh
misalnya ya kalo ada
saya pake gitu.. kadang
saya juga gatau lagi ada
yang ngawasin..
Ga ngaruh juga sih mba
diawasin apa engganya
sebenernya..
biasa aja mba udah biasa
juga lagi juga kan ga
selalu dideket kita
doang gitu..ya biasa aja..
Pengawasan yang
diberikan belum
menimbulkan
efek takut dan
efek jera untuk
para pekerja
dikarenakan
sanksi yang
diberikan hanya
berupa teguran
dan pengawasan
dilakukan hanya
sebentar dan tidak
selama jam kerja.
186
Lampiran 3
Matriks Wawancara Informan Kunci
Pertanyaan Informan Pendukung
IK1 IK2 IK3 IK4 IK5 Kesimpulan
Perilaku Tidak
Aman
Jelaskan
menurut Anda,
bagaimana
perilaku tidak
aman yang
sering
dilakukan
pekerja saat
bekerja?
ya kebanyakan dari
mereka mah itu,
apa kurang care
sama yang
namanya Alat
Pelindung Diri
kebanyakan itu,
kadang gimana
pengen kerja cepet
aja gitu, kayak
helm sepatu, sama
yang diketinggian
tuh, body harness,
ngerokok sambil
kerja juga tuh,
kadang
disebelahnya
temennya lagi
ngelas eh dia malah
ngerokok, kadang
malah itu ada aja
yang paling
sering tuh
ketika bekerja
diketinggian
sih gapake
body harness,
gapake helm
gitu, yang
paling sering
sih itu yaa,
paling kalo
untuk kerja
masalah
material gitu
sih yang
sering kita
tegur tentang
ini yaa, apa
kan banyak
ketinggian
tuh kan, nah
intinya mah kalo
konstruksi gini
mah paling
penting APD yaa,
dari APD nya yaa
jarang-jarang
make nyaa,
kadang juga
galengkap
dipakenya, apalagi
untuk kerja di
ketinggian, apalagi
body harness tuh
ya jarang dipakai,
dipake pun
misalnya kadang
dipake tapi tidak
difungsikan.. ga
dipasangin itu
cantolannya.,selain
itu ngerokok sih
yang pasti terkait
APD nya itu susah
banget..kalo ga
diingetin ya pada ga
dipake APD nya..
itu jarang body
harnessnya jarang
tuh dipake, terus
hmm ini helmnya
suka di lepas di area
kerja, padahal mah
selama di proyek
helm itu harus
selalu dipake
walaupun ga lagi
kerja kan..terus ada
juga tuh faceshield
nya gadipake
padahal kita selalu
sediakan untuk
pekerja kan banyak
masalah APD nya
mereka sih.. masih ada
aja itu yang susah
dibilangin buat make
APDnya.. ngelas pada
males pake
faceshield..katanya
engaplah..gerahlah..pa
dahal kan itu wajib
mereka pake kalo
emang lagi ngelas atau
welding cap gitu
masalah bodyharness
juga kalo ngerokok sih
masih ya ada lah
beberapa orang gituu
kadang-kadang
ngerokok besi abis
pemotongan itu
loh..besi..baja.. gitu
gitu, dibiarin aja
Perilaku tidak aman
yang sering dilakukan
pekerja swakelola
adalah tidak
menggunakan APD ,
merokok sambil
bekerja, melempar
material, tidak
menggunakan APD
secara benar
Sedangkan untuk
pekerja subkontraktor
perilaku tidak aman
yang sering dilakukan
adalah juga tidak
menggunakan APD ,
tidak menempatkan
peralatan dengan sesuai
dan bekerja sambil
merokok, melakukan
pekerjaan dengan cepat
187
Pertanyaan Informan Pendukung
IK1 IK2 IK3 IK4 IK5 Kesimpulan
tuh kadang yang
ngelas sambil
ngerokok coba,
namanya kaya kuli
gitu kan, udah biasa
katanya, jadi sering
banget kerja sambil
ngerokok
kadang
material itu
suka dilempar
aja gitu buat
naronya ke
bawah,
harusnya kan
prosedurnya
pake tali kan
ditarik gitu
ya paling yaa,
padahal mah pas
safety induction
tuh selalu dijelasin
sebelum pada
mulai kerja, yang
ngasih induction
selalu bilang, kalo
lagi kerja
sebaiknya jangan
ngerokok gitu, kan
bahaya ya kan..
yang ngelas, nah itu
pada males-malesan
makenya, ada juga
yang gatau kalo
ngelas harus pake
itu.. paling itu
motong besi kan
mereka sering
motong-motong
besi gitu kan eh
emang kerjaannya
sih begitu-begituan,
nah sisa-sisanya itu
kadang ga ditaro ke
tempat tumpukan
pembuangan gitu,
kadang mereka
motong besi itu di
atas, nah dibiarin
aja kadang di atas
gitu kalo ada angin
kan bisa ke bawa
kena orang gitu
kan.. ini sih ya
ngerokok itu yang
susah dilarangnya
kadang di atas gtu kalo
terbang, kebawa angin
ke bawah kan bahaya..
harusnya disatuin sama
tumpukan material
yang udah gakepake
kan.. nah itu..
pengennya kerjaannya
biar gimana cepet kelar
aja, ya itu buru-buru.
dan terburu-buru
188
Pertanyaan Informan Pendukung
IK1 IK2 IK3 IK4 IK5 Kesimpulan
Motivasi
Menurut Anda,
mengapa
pekerja
berperilaku
demikian?
ya mungkin karna
kebiasaan, karna
waktu sebelum
bekerja di proyek
besar begini ya, kan
mereka kebanyakan
perumahan tuh
yang memang pake
sendal gitu ya kaya
perumahan yang
memang safety nya
ga diutamain gitu,
kebanyakan mereka
gitu ga biasa gitu
jadi mereka ga
disiplin, jadi lebih
ditekankan ya mau
ga mau ya harus
dipake kan gitu,
trus kadang udah
dipake eh dilepas,
jadi ya mereka jadi
ngerasa ga nyaman
aja, katanya saya
biasanya gapake
beginian kalo kerja
alasan yang
pertama ribet
pasti... untuk
masalah yang
gapake APD
ya, selain itu
ya paling sih
karna
kebiasaan
mereka juga
yaa, susah
jugaa
ya kaya yang saya
bilang tadi kan,
mungkin pengen
nyari jalan pintas
kali ya, pengen
cepet gitu lah kali,
apalagi APD itu
kan, membuat
mereka mungkin
merasa terganggu
yaa, ya ga nyaman
lah gitu kan,
mungkin biar bisa
lebih simpel
kerjanya kan. Nah
pernah tuh ada
pekerja yang
gapake sepatu, trus
saya tanya kenapa
gapake kan
sepatunya, trus dia
jawab, wah pak
saya ga biasa pak
pake sepatu kalo
kerja. Nah ternyata
dulunya dia petani,
jadi yang gabiasa
pake sepatu gitu..
yang alasan yang
pertama ada yang ga
biasa mungkin,
terus ada juga ga tau
gitu..kadang kan
mereka dikejar
target juga kerjanya,
nah itu pada males
ke kantor, pada ribet
sama kerjaannya
aja.. pokonya kan
karna mereka selalu
diteken kerjaan
beres tepat waktu
gitu kan makanya..
yang begitu tuh
kadang yang ga
sadar sama
keselamatan diri
gitu.. ya kalo
ngerokok ya pasti
karna udah terbiasa
kan.. gabisa juga
kita ngelarang
banget gitu
intinya sih karna ga
dibiasain aja gitu, ga
menilai itu tuh perlu
gitu buat diri sendiri..
mau gimana enaknya
aja..
Alasan pekerja
swakelola berperilaku
tidak aman adalah
karena kebiasaan, tidak
nyaman, ribet atau
menyulitkan dalam
bekerja, dan demi
pekerjaan selesai tepat
waktu.
Sedangkan untuk
pekerja subkontraktor,
motivasi berperilaku
tidak aman tidak
menggunakan APD
adalah karena tidak
terbiasa, karena tidak
mau mengurus
prosedur permintaan
atau peminjaman APD
kepada pihak safety
kantor. Sedangkan
untuk perilaku merokok
dikarenakan kebiasaan.
189
Pertanyaan Informan Pendukung
IK1 IK2 IK3 IK4 IK5 Kesimpulan
Ketersediaan
APD
Bagaimana
ketersediaan
APD yang
disediakan
pihak
perusahaan
untuk pekerja?
ya nyediain kita
mah, untuk
swakelola kita
sediakan, ada yang
disediin mandor
sama dari kita kan,
tergantung kontrak
juga sih, kita yang
menyediakan kalo
gasalah itu ya apa,
body harness sama
kaya sarung tangan
gitu, masker juga
nyediain tuh kita,
iya masker
nyediain, pokonya
selain sepatu sama
helmet kita sediain,
earplug juga ada
tapi kalo udah
butuh banget lah
gitu tapi jarang sih
yang mau pake
kayanya. yang pasti
mereka kesini
bilang butuh APD
apa gitu, kalo
kalo untuk
swakelola tuh
ada yang dari
kita ada yang
dari mandor
mereka,
Cuma yang
dari kita
makin kesini
berkurang,
karna yaaaaaa
pertama kita
juga juga
bingung juga
karna APD
yang sudah
ada juga tidak
banyak
dipake juga
gitu..
kalo untuk
subkon
semua
mereka yang
nyediaiin
kalo swakelola
sendiri sebenernya
ada yaa, seperti
helm, sepatu boots
yang buat kalo
hujan itu yang
karet, masker,
sarung tangan juga
ada gitu kan.
Cuma emang
sepatu sama helm
yang nyediain dari
mandornya, yang
lain mah dari kita,
Cuma kita
ngasihnya atas
permintaan
mereka gitu, kita
ada stocknya, jadi
mereka kalo butuh
lapor, minta ke
sini butuh apa trus
kalo lagi ada ya
kita kasih
gitu..kalo lagi
gaada, mereka
nulis gitu ada kaya
APD mah ada kita
sediakan seluruhnya
untuk pekerja..
mulai dari helm,
sepatu. kalau yang
kita kasih helm,
sepatu, terus kayak
masker, sarung
tangan, kacamata,
masker, sama
earplug itu
berdasarkan
permintaan..
full body harness,
faceshield, sama
welding cap itu kita
pinjamkan...
kita menyediakan
APD, kita sangat
memperhatikan banget
itu yang namanya APD
untuk pekerja
kita..semua kita
sediakan, kita bagikan
mulai dari awal
mereka mulai bekerja
disini..
APD standar itu kita
kasih semua pekerja
yang mulai kerja disini
APD selain yang itu
kita berikan dengan
mereka minta dulu
kesini mereka lagi
kerja misalnya ngelas
gitu kan butuh kan
sarung tangan nah
harusnya mereka ke
sini dulu lapor ke kita
minta sarung tangan
terus ya kita kasih
selagi...stock kita ya
ada gitu kan.. kalo
engga makanya itu kita
Penyediaan APD untuk
pekerja swakelola ada
yang disediakan oleh
masing-masing mandir
dan ada yang
disediakan oleh pihak
PT. KE. APD untuk
pekerja swakelola yang
disediakan mandor
adalah safety helmet
dan safety shoes.
Sedangkan APD yang
lain disediakan pihak
PT.KE dengan
prosedur permintaan
terlebih dahulu yaitu
berupa masker,
sepatuboots,sarung
tangan, kacamata dan
earplug. Sedangkan
untuk full bodyharness
dipinjamkan dan
dipertanggungjawabkan
ke masing-masing
mandor.
Sedangkan penyediaan
APD untuk pekerja
190
Pertanyaan Informan Pendukung
IK1 IK2 IK3 IK4 IK5 Kesimpulan
harness biasanya
kita tanggung
jawabin ke
mandornya, jadi
yang minjem atas
nama mandor, kalo
untuk yang lain-
lain mereka mah
langsung dikasih
kalo ada, kalo
engga kita tulis
dulu namanya yang
udah minta butuh
berapa, nanti kita
request ke orang
procurement, gitu
sih biasanya. Kalo
untuk subkon
semua disediain
mereka dari subkon
itu sendiri, tapi
tetep sih sistemnya
ngikut ke kita
semacam form
request APD gitu,
jadi misalnya kalo
pas mereka minta
gaada, ya kita data
gitu, jadi nanti
udah di list
biasanya nunggu
agak banyak dan
baru di minta ke
bagian
procurement untuk
penambahahn gitu
sistemnya, kalo
untuk body
harness kan kita
pinjamkan saja
jadi kan ga abis
gitu ga kaya yang
lain lah gitu
kalo untuk subkon
semua dari mereka
kita ga nyediain
apa apalagi kalo
untuk subkon
memang
keseluruhan dari
mereka kan
mereka punya div
minta mereka catet
nama mereka dan
mintanya apa abis itu
nanti kita request APD
baru untuk
penambahan stock
untuk mereka kan
beda halnya sama
faceshield, welding
cap sama juga harness
yang kita sediakan..itu
sistemnya disini kita
pinjamkan selama
mereka butuh gitu..
setelah itu ya harus
dikembalikan lagi ke
kita kalo aktivitas
pekerjaannya udah ga
ngelas atau motong
besi lagi gitu..pokonya
udah gaperlu lagii ya
dikembaliin ke kita
gitu..
subkontraktor
sepenuhnya disediakan
oleh pihak kantor
dengan sistem yang
sama yaitu sesuai
permintaan untuk APD
selain safety helmet
dan safetyshoes yang
sudah disediakan untuk
masing-masing pekerja
dari awal mulai
bekerja. Dan untuk
faceshield, welding cap
dan full bodyharness
dengan sistem
peminjaman kepada
pihak kantor.
191
Pertanyaan Informan Pendukung
IK1 IK2 IK3 IK4 IK5 Kesimpulan
SHE sendiri. Itu
mereka sendiri
yang ngurus
APDnya mereka.
Bagaimana
prosedur yang
ada tentang
APD? (APD
wajib)
(dokumen
tertulis)
wah saya sih juga
kurang hafal ya,
nanti diliat aja,
paling ya terkait
aturan APD yang
harus dipake sama
gimana sistemnya
kan,
penatalaksanaannya
gitu, kayak
pengadaannya
gimana gitu,
distribusi ataupun
pembuangan. Kalo
untuk APD wajib
ya helm sama
sepatu udah pasti,
bisa diliat juga
safety sign kita,
bukan Cuma
pekerja aja, tapi
semua yang masuk
proyek wajib pake
APD sama helm,
nah kalo untuk
kalo itu
mungkin
safety officer
sama pak
manager
lebih paham
yaa, kalo kita
kan orang
lapangannya
gitu, tapi yaa
paling sih
aturan APD
nya gitu,
APD apa
yang kita
sediain dan
apa yang jadi
tanggung
jawab
mandor,
kayanya gitu
ya..
adaa paling
tentang ketentuan
APD apa aja yang
wajib pekerja
pakai gitu kan
yang pasti sesuai
sama apa yang
mereka kerjain
kan, tapi sepatu
sama helm itu
wajib, kalo udah di
proyek itu wajib
mau apa juga
kerjaan yang lagi
dikerjain kan, trus
yang lain juga kalo
di atas ya pake
body harness gitu
kan, housekeeping
pake sarung
tangan, yang kaya
gitu gitu, dan
mana aja yang kita
sediain mana aja
yang dari mandor,
ngikutin prosedur
dari KE kita mah
kan semuanya..
Prosedur ya sama yang
punya KE..liat ke KE
nya aja nanti coba
gimana
Prosedur terkait APD
yang berlaku pada
PT.KE yaitu terkait
penggunaan APD, APD
wajib dan APD
tambahan,
penatalaksanaan APD,
pengadaan, distribusi
dan pembuangan
192
Pertanyaan Informan Pendukung
IK1 IK2 IK3 IK4 IK5 Kesimpulan
pekerja kan nanti
ada tambahannya
kan ya sesuai sama
kerjaan mereka
gitu..
sama prosedur
pengadaannya,
sama apa tuh kaya
pengaturannya,
pentalaksanaan,
manajemennya
kaya gitu.. paling
gitu sih nanti mba
nya liat aja yaa..
Bagaimana
sistem
penyimpanan
APD?
ya kalo stock-stock
gitu ya kita simpen
di kantor safety ada
ruangannya khusus
gitu, nah kalo untuk
yang udah dikasi ke
pekerjanya ya itu
tanggung jawab
mereka, sama
halnya kaya sepatu
sama helm mereka
kan, kalo body
harness sih kan
yang minjem
mandornya kan,
nah mandornya
biasanya yang
nyimpen mah,
yaa kalo
untuk harness
kan selama
dipinjem kan
disimpen
mandornya,
nah kalo
stock ya
kitaa, itu di
ruangan
khusus
penyimpanan
APD itu kita
nyimpennya,
kalo untuk
APD yang
udah kita
kasih kaya
sarung
kita kalo untuk
stock APD tempat
rungan khusus
APD itu kan.. nah
itu untuk stock,
jadi kalo pekerja
swakelola minta
ya kita ambilin
dari situ gtuu, kalo
lagi istirahat mah
kalo untuk pekerja
belum ada untuk
penyimpanan
khusus pas saat
istirahat gitu jadi
yaa sepinter-
pinternya mereka
aja nyimpennya di
tempat yang aman
ada kita
gudangnya.. di
masing-masing
tempat juga ada kita
sediakan semacam
box kotak tools nya
mereka gitu, itu
kayak APD yang ga
selalu dipake gitu
tapi udah dipinjem
biasanya mereka
taro disitu.. welding
cap faceshield,
mesin las yang gitu-
gitu ada tuh
kotaknya.. kalo
stock ya otomatis
kita simpen d kantor
kan di ruangan
ada kita simpan di
gudang kalo untuk
stock nya.. gudang
yang di samping itu..
kalo lagi istirahat gitu
sih baru semacam
kotak box besi gitu ya,
tapi bukan khusus
APD aja sih alat-alat
kerja yang lain.. kalo
khusus untuk APD nya
banget mah kita belum
nyediain untuk
pekerja.. jadi
seamannya aja mereka
naro nya..
Untuk penyimpanan
stock APD disimpan
pada ruangan khusus.
Untuk APD yang sudah
diberikan kepada
pekerja disimpan oleh
masing-masing pekerja
dan tidak pada tempat
khusus. Sedangkan
untuk APD subkon
juga sama, untuk stock
disimpan pada gudang
khusus dan untuk APD
yang lain disimpan oleh
masing-masing pekerja.
Namun untuk APD
seperti welding cap
atau faceshield yang
dipinjam dari kantor,
193
Pertanyaan Informan Pendukung
IK1 IK2 IK3 IK4 IK5 Kesimpulan
tangan,
earplug atau
masker ya
tanggung
jawab mereka
kalo pas jam
istirahat gitu
kalo lagi ga
dipake yaa
suka-suka
mereka
biasanya, kan
yaa itu sih
kita juga ga
nyediain
tempat
khusus kan
buat APD
mereka kalo
lagi istirahat
misalnya, jadi
ya seadanya
aja gitu
nyimpennya
sebisanya
jangan berserakan
aja gitu, trus kalo
udah selesai jam
kerja kan di bawa
pulang juga gitu
lo...
tersendiri...tapi kaya
tempay helm sama
sepatu gitu sih
gaada kita belum
nyediain
biasanya ketika tidak
digunakan disimpan
pada kotak yang
disediakan kantor
namun disatukan
dengan alat kerja yang
lain, tidak hanya APD.
194
Pertanyaan Informan Pendukung
IK1 IK2 IK3 IK4 IK5 Kesimpulan
Apa saja jenis
APD yang
disediakan
untuk pekerja?
Untuk swakelola
sarung tangan, ear
plug, masker, sama
harness kan, kalo
sepatu helm kan
dari mandor, tapi
kadang kita
nyediain tuh sepatu
juga yang boots
gitu kadang kita
kasih ke pekerja.
Tapi kalo subkon
biasanya mereka
lebih lengkap APD
nya ada welding
cap segala karna
mereka aktivitasnya
banyak ngelas gitu
kan..
helm, sepatu,
dari mandor
kan, body
harness, ear
plug, masker
dan
sebagainya
dari kita,
sarung
tangan, sama
sepatu yang
karet itu
kadang-
kadang, kalo
harness kan
kita pinjemin
aja. Kalo
untuk
kacamata, ya
kalo untuk
pekerja
swakelola sih
kalo
kacamata
emang ga
nyediain ya.
Tapi kalo
subkon ada
tuh lebih
Yaa sepatu kan ya
safety shoes, helm
nya mereka dari
masing-masing
mandor, yang
lainnya ya dari
kita kaya full body
harness, masker,
sarung tangan
sama earplug
kadang-kadang
kalo udah butuh
banget gitu..
Kalo untuk subkon
lebih beragam
APD nya lebih
banyak, kacamata
ada,, yang buat
ngelas motong-
motong besi kayak
faceshield dan
welding cap pun
mereka sediakan..
helm, sepatu, terus
kayak masker,
sarung tangan,
kacamata, masker,
sama earplug itu
berdasarkan
permintaan..
full body harness,
faceshield, sama
welding cap.
kita disini nyediain
semuanya, mulai dari
sepatu, helm, masker
sarung tangan, hmmm
ear plug, apa tuh oo
kacamata.. body
harness juga,
faceshield dan juga
welding cap..
Untuk swakelola APD
yang disediakan berupa
safety helmet, safety
shoes, sarung tangan,
earplug, masker serta
full body harness.
Sedangkan untuk
subkontraktor APD
yang tersedia adalah
safety helmet, safety
shoes, masker, sarung
tangan, earplug,
kacamata, faceshield,
welding cap dan juga
full body harness.
195
Pertanyaan Informan Pendukung
IK1 IK2 IK3 IK4 IK5 Kesimpulan
lengkap
termasuk
kacamata
mereka ada
kayanya..
faceshield,
welding cap
juga ada..
Bagaimana
kondisi APD
yang disediakan
tersebut?
ya pasti kita
nyediain yang
bagus lah ya
maksudnya yang ga
rusak gitu, kan kita
juga kalo rusak ada
pengecekan gitu,
untuk body harness
sih biasanya mah
kita periksain, kalo
ada yang rusak kalo
bisa diganti bagian
yang rusaknya ya
diganti, kalo body
harness harus kita
liat secara fisik kalo
masih bagus ya
gaperlu digantii..
biasanya kalo yang
banyak rusak itu di
ininya, layer nya
ya kalo dari
kita mah
bagus yang
kita sediain
ga mungkin
juga yang
jelek kan, tapi
kadangsepatu
sama helm
kadang yang
mandoryang
nyediain tuh
asal ada aja,
pernah
kejadian
cidera kaki
waktu itu
kena paku
padahal pake
sepatu safety
gitu,itu kanga
kalo yang dari kita
mah dalam kondisi
yang bagus ya
pastinya, kan baru
jugaa, nah yang
jadi masalah tuh
kadang yang dari
mandornya
mereka, kadang
asal aja nyediain
gtu asal menuhin
syarat doang gitu,
kalo yang dari kita
mah bagus yaa
baru
kalo untuk kondisi
yang pasti gaada
masalah ya kita
yang kita sediain
kondisinya pasti
yang layak, yang
masih layak untuk
dipake, kan kalo
udah galayak pake
kita buang..
Kondisinya ya dalam
kondisi yang layak lah
gitu ya untuk
digunakan.
untuk pekerja
swakelola APD yang
disediakan pihak
PT>KE dalam kondisi
yang baik dan layak
untuk digunakan.
Namun untuk APD
yang disediakan
mandor yaitu safety
helmet dan safety
shoes, tidak semua
sesuai dengan standar
kelayakan. Sedangkan
untuk kondisi APD
yang disediakan untuk
pekerja subkontraktor
secara keseluruhan
APD yang disediakan
dalam kondisi yang
baik dan layak
digunakan.
196
Pertanyaan Informan Pendukung
IK1 IK2 IK3 IK4 IK5 Kesimpulan
itu, tapi kalo udah
gabisa ya beli baru
seharusnya
sebenernya
kan,
Bagaimana
tindakan Bapak
jika ada APD
yang rusak?
kalo kaya body
harness ya itu
diganti bagian yang
rusaknya, kalo udah
gabisa di ganti atau
dibenerin ya kita
buang udah ga
dipake lagi gitu,
pokonya kalo ada
yang udah gabisa
dipake lagi ya kita
ambil kita pisahin
ke pembuangan
biasanya
dikumpulin dulu itu
deket kayu di
belakang, nanti ada
yang angkut
yaa APD
udah rusak yg
pasti
fungsinya
udah ga
optimal kan,
galayak pake
yaa kita
buang diganti
sama yang
baru gitu, nah
kalo masih
bisa
diperbaiki
kalo untuk
body harness
ya kita
perbaikii,
diganti
bagian yang
rusaknya aja
gitu, kaya
pengait
misalnya
untuk yang udah
galayak pake ya
kita musnahin yaa
hehe pemusnahan
gitu lah.. kita
pisahkan untuk
dibuang, kalau
untuk yang masih
bisa kita perbaiki
ya kita perbaiki,
itu untuk body
harness sih yang
sering, ganti
bagian apa nya
gitu , kalo yang
lain mah kalo udah
rusak ya dibuang
gitu.. yang galayak
dipake lagi ya
engga dipake gitu
kan kalo udah
galayak pake kita
buang..
kita tarok di tempat
barang yang udah
ga dipake lagi
mba...
kita taro di tempat
pembuangan.. nanti
ada orang KE yang
angkutin..kita gatau
menau lagi gitu..
artinya kan udah ga
layak pake gitu ya kita
buang kalau semisal
sudah tidak bisa
diperbaiki yaa.. kalo
masih bisa dibenerin
ya kita benerin, tapi
kalo tidak ya kita
buang..
Untuk APD yang rusak
jika APD tersebut
masih bisa diperbaiki
seperti fullbody harness
maka akan diperbaiki,
namun jika sudah tidak
bisa lagi diperbaiki
akan di buang,
diletakkan pada tempat
pembuangan dan
kemudian akan
diangkut oleh pihak
PT.KE untuk dilakukan
pembuangan dan
pemusnahan.
197
Pertanyaan Informan Pendukung
IK1 IK2 IK3 IK4 IK5 Kesimpulan
Bagaimana
kesesuaian jenis
APD yang
disediakan
untuk pekerja
dengan bahaya
yang ada saat
mereka
bekerja?
ya sesuai sih
menurut saya mah
kadang merekanya
aja yang bandel
gitu gamake
kalo menurut
saya sih udah
yaa, paling
Cuma
kacamata tuh
tadi yang ga
tersedia untuk
mereka kan,
tapi menurut
saya mah
secara
keseluruhan
udah sesuai
lah, mungkin
pemakaian
nya aja yang
belum tepat
yaa dibilang sesuai
sih udah sesuai sih
mungkin belum
semua ya,
mungkin ya
namanya ini kan
pasti ada aja
kekurangannya
gitu mungkin
jenisnya kita yang
kadang ga sesuai
sama aktifitasnya
yaa, karna kita
nyediain satu jenis
aja di masing-
masing nya gitu,
kan kaya mba tau
nih yang masih
kuliah pasti masih
seger kan
ilmunya.. kaya
sarung tangan
banyak jenisnya
juga ya kita Cuma
ada yang wool itu
yang kain kan..
trus ya gitu kaya
masker kadang
mereka ngeluh
kalo untuk
kesesuaian mah
sudah sesuai
yaa..tinggal
mungkin
penggunaannya
harus dioptimalkan
gitu..pekerjanya
jangan males-males
makenya, jangan
banyak alesan gitu
harus dibiasakan..
kalau secara
keseluruhan sih sudah
sesuai ya..karna kan
emang sebelum
penyediaan APD itu
kan ada penilaian
risiko dulu kan.. sesuai
sih ya..
Untuk pekerja
swakelola APD yang
tersedia belum
sepenuhnya sesuai
dengan bahaya yang
ada dikarenakan tidak
tersedianya Alat
Pelindung Mata
(Kacamata). Selain itu
jenis masing-masing
APD yang disediakan
hanya satu jenis saja
tidak disesuaikan
dengan keseluruhan
bahaya yang dihadapi
pekerja saat bekerja.
Sedangkan untuk APD
pekerja subkontraktor
jenis APD yang
disediakan sudah sesuai
dengan bahaya yang
ada.
198
Pertanyaan Informan Pendukung
IK1 IK2 IK3 IK4 IK5 Kesimpulan
juga ga nyaman
lah apa gimana,
tapi ya gimana lagi
kita Cuma
nyediain yang itu
gitu lo..
Bagaimana
kesesuaian
jumlah APD
yang ada
dengan jumlah
pekerja ?
yaa..namanya
pekerja sebanyak
itu ya mbaa,
apalagi kalo untuk
APD kaya sarung
tangan tuh, beuh
kan cepet rusak
kadang jadi minta
terus ya kita
gimana kadang kan,
ga cukup jugaa
untuk sebanyak itu
dibilang
kurang sih
kurang juga,
kan mereka
banyak tuh,
nah kaya
masker,
sarung
tangan,
mereka kan
paling dikasi
hari ini juga
bakal rusak
kan besoknya
minta lagi
gitu, ya gitu
gakan mampu
nyediain
untuk
sebanyak itu
mah. Nah
kadang juga
kalo dibilang
cukup sih yaaa,
mungkin belum
cukup untuk
keseluruhan
pekerja swakelola
yang sebanyak itu
udah sesuai sih
cuma kan mungkin
kesulitannya karna
kita penyediaan
APD itu harus
sesuai permintaan
jadi kadang stock
gitu bisa sempet aja
kurang gitu, nah
pasti kalo lagi
gaada, pekerjanya
nunggu dulu kan,
akhinya mereka
karna galangsung
dapet gitu, untuk
minta selanjutnya
mereka males
gitu..jadi mungkin
perlu sedikit
penambahan biar
stock ga bener-
bener abis
dibilang sesuai mah
udah diusahakan untuk
sesuai ya.. kita selalu
ada stock gitu.. tapi
kadang stocknya abis
juga gitu.. yaa masih
perlu lah ya
penambahan gitu tapi
kita juga gabisa naro
stock banyak-banyak
kan.. karna kita disini
sistemnya request
permintaan.. Jadi
pengadaan APD sesuai
dengan request
kebutuhan gitu.. jadi
ya dari pekerja yang
minta itu kalo lagi
gaada kan ngisi form
gitu, nah iya dari situ
nanti kita ngajuin
penambahan APDnya..
Jumlah APD yang
disediakan belum
sesuai dengan jumlah
pekerja baik swakelola
maupun pekerja
subkontraktor sehingga
masih sangat perlu
penambahan. Hal ini
dikarenakan sistem
pengadaan APD yang
harus sesuai dengan
data permintaan
sehingga stock yang
disediakan tidak bisa
terlalu banyak dan
mencukupi semua
pekerja.
199
Pertanyaan Informan Pendukung
IK1 IK2 IK3 IK4 IK5 Kesimpulan
nih kaya
masker
sarung
tangan, kan
kita ada kan
stock terus,
kalo gada
stock kan
mereka
sistemnya
request gitu
kan, nah
kadang udah
ada dan
kadang
distribusinya
sih yang
kurang gitu.
Kaya gitu..
kurang
koordinasi
sama
mandornya
gitu,
gitu..istilahnya kalo
mereka minta bisa
langsung dapet
gitu..
belum mencukupi
untuk seluruhnya
banget lah gitu..
200
Pertanyaan Informan Pendukung
IK1 IK2 IK3 IK4 IK5 Kesimpulan
Hukuman dan
Penghargaan
Coba ceritakan,
bagaimana
Anda
memberikan
hukuman/sanksi
untuk pekerja
yang berilaku
tidak aman?
ya kita ya pertama
teguran dulu ya
mba sekali dua kali,
kalo ketiga kita
cabut id card nya
mba, gaboleh kerja
lagi tapi ya kadang
gitu, dia pindah
tempat aja gitu
mba, pindah area.
walaupun gatau
nama ya paling ga
kan wajah nya bisa
diingat lah kan nah
kalo udah tiga kali
mah udahlah besok
gausah kerja lagi.
Trus juga
sebenernya kita tuh
punya semacam
form gitu kalo
pekerja melakukan
pelanggaran ditulis
namanya gitu, ada
dua warna tuh mba,
putih sama merah
kalo gasalah, nah
sanksi adaaa
bentuknya
peringatan,
trus teguran
dan kemudian
dikeluarkan
kalo misalnya
masih ketemu
lagi kita
panggil
supervisornya
gitu sih, kalo
udah 3 kali ya
kita ambil id
cardnya dan
gausah kerja
lagi gitu sih
kalo untuk sanksi
yang pasti teguran
dulu gitu.. sampe 3
kali pelanggaran,
nah kalo udah 3
kali id cardnya
dibolongin gitu
dan gaboleh kerja
lagi.. gitu sih..
yang paling pertama
sih saya tegor dulu
kalo saya liat ada
yang gapake APD..
saya tegor saya
suruh pake APD
nya baru
melanjutkan
pekerjaan,
selanjutnya kalau
udah sampe berkali-
kali dan sering
melanggar ya kita
keluarkan karna
kalau gitu susah di
atur kan berarti
padahal buat diri
mereka juga..
kalo untuk hukuman
bentuknya disini kita
Cuma berupa teguran
yaa.. iyaa.. kita tegur
aja supaya
pelanggarannya ga
diulangin lagi gitu..
Hukuman yang
diberikan untuk pekerja
yang berperilaku tidak
aman berupa teguran
terlebih dahulu namun
jika pelanggaran masih
berlanjut hingga tiga
kali peneguran makan
akan dilakukan
pembolongan ID Card
dan dikeluarkan.
201
Pertanyaan Informan Pendukung
IK1 IK2 IK3 IK4 IK5 Kesimpulan
yang putih kita
kasih ke
supervisornya nah
yang merah buat
kita sebagai bukti,
tapi ya gitu siih,
kayanya jarang
dipake sekarang
mah
Bagaimana
dokumen atau
prosedur terkait
pemberian
hukuman atau
sanksi kepada
pekerja yang
berperilaku
tidak aman?
ya kalo untuk
prosedur khusus
pengawasan gitu
mah saya kurang
inget ya ya ada apa
engganya, Cuma
itu ketentuan dan
kesepakatan kita
pihak safety disini
biar ga ngelanggar
terus gitu
lupa tuh nanti
coba di cek
ke mba nana
aja, Cuma sih
disini emang
ketentuannya
gitu..
kalo aturan khusus
tentang itu sih
kayanya sih gaada
yaa, gaada tertulis
gitu.. Cuma itu
ketentuan yang
kita bikin disini
kaya gituuu..
kita kalau untuk
prosedur dan aturan
gitu kita ngikut ke
mainkon yaa.. KE..
semuanya kita
ikut..ibaratnya ini
kita punya div. SHE
untuk ngebantu
ngejalanin yang
buat pekerja-pekerja
kita gitu, ngawasin,
ngurusin APD
mereka, tapi tetep
sistemnya sama dan
ngikut KE
ada sih form nya gitu..
dari KE form
pelaporan bahaya gitu..
nah biasanya ditulis
disitu pelanggarannya
apa aja.. buat dikasih
ke supervisor supaya
pekerja itu ga
ngelanggar lagi gitu..
Belum ada aturan
kebijakan prosedur
tertulis mengenai
pengawasan dari
PT.KE, sehingga untuk
subkontraktor pun
belum tersedia
diakrenakan semua
kebijakan yang berlaku
pada subkontraktor
mengikuti dan sama
dengan pihak PT.KE.
yang ada hanyalah
form pencatatan bahaya
baik unsafe act maupun
unsafe condition yang
digunakan pada saat
pengawasan
202
Pertanyaan Informan Pendukung
IK1 IK2 IK3 IK4 IK5 Kesimpulan
Bagaimana pula
Anda
memberikan
penghargaan
untuk pekerja
yang
berperilaku
aman?
wah kalo
penghargaan atau
hadiah gitu kita
gaada, belum ada
deh mba disini,
paling kita ekstra
puding aja kadang
ngasih susu kotak
tuh itu juga untuk
semua pekerja sih
sejauh ini sih
reward atau
penghargaan
khusus gitu
belum ada
yaa di kita
disini,
bingung juga
ngasihnya
gitu kalopun
ada,
keterbatasan
dana juga
mbaa, kan
gada dana
khusus buat
safety kan,
jadi kita
minim-
minimin lah
pengeluaran
gitu...
hmmm.... reward
yaaa kita belum
berlakuin disini
paling kita ngasih
secara keseluruhan
aja sih susu
kadang sama roti
gitu tiap jumat
abis safety talk,
sekali sebulan lah
kadang gitu aja
sih.. kalo khusus
untuk pekerja yang
berperilaku aman
belum sih yaa..
karna itu kan
menyangkut
ketersediaan
adananya juga
kan..
sejauh ini sih kita
belum sempet kasih
yaa kayak hadiah
gitu..cuma kadang
kita ngasih susu
sama roti gitu
kadang..itu juga dari
KE gitu.. kalau
hadiah untuk
pekerja teladan gitu
sih belum kita adain
ya..
kalau untuk khusus
pekerja yang
berperilaku aman gitu
sih belum ada ya
selama di proyek ini..
karna memang belum
ada kebijakannya
kayak gitu gitu..
Belum terdapat
penghargaan yang
diberikan untuk pekerja
yang berperilaku aman
pada proyek Blast
Furnacebaik pekerja
swakelola maupun juga
pekerja subkontraktor
dikarenakan
keterbatasan dana dan
sistem pemberian yang
sulit.
203
Pertanyaan Informan Pendukung
IK1 IK2 IK3 IK4 IK5 Kesimpulan
Bagaimana
pengawasan
yang diberikan
kepada pekerja
saat bekerja?
oo ya ada mba, kan
kita ada safety
officer sama safety
man ya, nah ada
safety patroll setiap
harinya mba, ya
paling muter aja
gitu, liatin kalo ada
yang ngelanggar
mah ditegur gitu,
pake APD misalnya
kalo
pengawasan
pasti adalah
yang pasti
kan kita ada
safety patrol
kan setiap
harinya
keliling gitu
ngeliat
pekerja,
negur kalo
ada yang
ngelanggar,
kaya gapake
APD kadang
lagi di atas
gapake body
harness ya
kita suruh
turun dulu,
pake, baru
kerja lagi gitu
aja sih muter-
muter. Kita
kan juga ada
kaya form
gitu kan jadi
itu ditulis
Kalo pengawasan
mah yang pasti
supervisornya ya
itu kan untuk
keseluruhan gitu
kan, paling kalo
dari kita mah
safety man sama
safety officer kan
ada yang namanya
safety patrol setiap
hari gitu muter
ngawasin pekerja
per areanya gitu...
baik dari perilaku
atau unsafe
conditionnya yaa..
paling gitu sih..
ada kita selalu
safety patrol, saya
safety man sama
safety officer kita..
kita patrol untuk
ngawasin pekerja
dari sgegi safetynya
ya meskipun ga
terus-terusan selama
jam kerja kita
dilapangan,
yaa itu safety patrol
safety man sama saya
gitu.. patroli aja setiap
harinya.. ngeliat
gimana APD nya..
perilaku tidak amannya
itu..unsafe
conditionnya juga kita
liat.. gitu tapi itu sih
memang kita ngawasin
gitu ga full selama jam
kerja kita disana sih..
patroli aja sistemnya..
Terdapat pengawasan
untuk pekerja ketika
bekerja yang dilakukan
oleh safety man dan
safety officer PT.KE
untuk pekerja
swakelola dan safety
man dan safety officer
dari subkontraktor
untuk pekerja
subkontraktor.
Pengawasan yang
dilakukan berupa safety
patrol untuk melihat
unsafe act dan juga
unsafe condition. Jika
ditemukan pekerja yang
berperilaku tidak aman
pada safety patrol maka
akan dilakukan
peneguran.
204
Pertanyaan Informan Pendukung
IK1 IK2 IK3 IK4 IK5 Kesimpulan
pekerja di
area mana
gitu buat
laporan kita
juga, tapi yaa
kadang ga
selalu kebawa
gitu ke
lapangan
Siapa yang
melakukan
pengawasan
tersebut?
kita ada safety
officer sama safety
man ya
yang paling
pasti tuh
supervisor ya
tapi itu secara
keseluruhan,
nah yang
pasti dari kita
kan safety,
untuk mastiin
mereka sudah
sesuai sama
ketentuan
keselamatan
lah gitu
kalo dari kita mah
safety man sama
safety officer kan
ada
safety man sama
safety officer kita..
safety man sama
saya(safety officer)
gitu..
Pengawasan dilakukan
oleh safety man dan
safety officer dari pihak
PT.KE untuk pekerja
swakelola dan safety
man dan safety officer
subkontraktor untuk
pekerja subkontraktor.
205
Pertanyaan Informan Pendukung
IK1 IK2 IK3 IK4 IK5 Kesimpulan
Kapan biasanya
pengawasan
tersebut
dilakukan?
yaa setiap hari pasti
ada mbaa, kadang
pagi, siang atau
sore juga, yang
sering sih pagi
setiap hari...
setiap saat itu
harus
sebenernya,
tapi kan
karna jumlah
kita ga
sebanding
banget kan
sama mereka,
jadi ga bisa
keawasin
semua gituu,
jadi yaa
paling kan
kita lewat,
muter biar
secara
keseluruhan
bisa terpantau
lah walaupun
secara umum
gitu
yaa setiap hariii
harus.. di
pagi..siang sama
sore..
tapi kita keliling-
keliling aja
pagi..siang sore
sejam sejam paling..
setiap harinya.. Pengawasan untuk
pekerja swakelola dan
subkontraktor
dilakukan setiap hari
pada pagi siang dan
sore hari.
206
Pertanyaan Informan Pendukung
IK1 IK2 IK3 IK4 IK5 Kesimpulan
Menurut Anda
bagaimana
keefektifan
pengawasan
yang diberikan
kepada pekerja?
mungkin gimana ya
mba efektif ga
efektif sih hehehe
ya kaya gitu kan
gamungkin
terawasi setiap saat
kan, paling ini sih
ya minta bantu
supervisor nya juga
buat liatin APD
doang sih tapi kan,
gamungkin
terawasi semua
mba, kita aja orang
safety Cuma
berapa, nah
harusnya kan ga
ngandelin safety
doang mba, jadi
masih kurang
efektif lah kayanya
ya..
belum kalo
untuk efektif
mah.. karna
yaa itu kita
kan ga
ngawasin
setiap saat
setiap waktu
disana kan,
gabisa juga
melototin
satu satu gitu
lo, jadi ya
kalo dibilang
efektif sih
yaa belum
sih..
kalo dari kita sih
yaa, itu mungkin
belum efektif
karna kalah jumlah
gitu kan sama
mereka gituu,
mereka kan
banyak kan, safety
man sama safety
officer mungkin
cuma 1 orang kan
di masing-masing
area, safety officer
juga tugasnya ga
selalu di lapangan
kan banyak
kerjaan juga di
kantor, kan
jadinya belum
maksimal untuk
ngawasin semua
pekerja, ga
terawasin semua
lah gitu..
mungkin kalo
efektif sih belum
yaa..karna 1 kita
gabisa sepanjang
jam kerja melototin
mereka aja
ngawasin mereka
aja gitu kan..
dibutuhin juga
kesadaran dari
mereka gitu
istilahnya ada ga
ada kita ngawasin
mereka sayang
sama diri mereka
sendiri gitu, kalo ini
mah engga, kadang
pas lagi ada kita
udah ditegor kadang
masih banyak
alesannya.. jadi
mungkin kalau
untuk pengawasan
gitu belum efektif
yaa.. mungkin
supaya efektif butuh
lebih banyak
pengawas lagi kan
kalo gitu, yang bisa
mungkin kayanya
belum karna sistem
pengawasan kita dari
safety hanya patroli aja
gitu kan gabisa
ngeliatin sepanjang
mereka kerja gitu.. jadi
yaa..,mungkin nanti
bisa lebih
dimaksimalkan
lagi..kalo untuk
sekarang mungkin
belum..
Menurut keseluruhan
informan pendukung,
pengawasan yang
dilakukan belum
sepenuhnya efektif
dikarenakan kurangnya
jumlah pengawas
dibandingkan dengan
pekerja sehingga tidak
mungkin terawasi satu
per satu, selain itu juga
karena bentuk
pengawasan yang
hanya berbentuk safety
patrol yang tidak bisa
selalu mengawasi
selama pekerja bekerja
pada jam kerja setiap
harinya.
207
Pertanyaan Informan Pendukung
IK1 IK2 IK3 IK4 IK5 Kesimpulan
kepelototin satu2
ibaratnya kan
sepanjang mereka
kerja..
208
Lampiran 4
Matriks Wawancara Informan Pendukung
Pertanyaan Informan Kunci
IP Kesimpulan
Perilaku Tidak Aman
Menurut Anda bagaimana perilaku tidak aman
yang sering pekerja proyek konstruksi lakukan
pada saat bekerja?
banyak yaa.. menurut saya sih lebih kepada jalan
pintas gitu yaa, mereka kerja tidak memperhatikan
aspek safety yang penting kerjaan mereka selesai,
target tercapai gitu.. contoh misalnya melempar
material ngasih ke rekan kerjanya gitu, namanya
konstruksi pasti ada pekerjaan di ketinggian kan
nah gitu sering jalan pintasnya ngasih ketemennya
di bawah main lempar gitu aja biar cepet..
kemudian perilaku tidak menggunakan APD itu
juga sering.. karna mereka ngerasa ga nyaman,
apalagi kuli bangunan yang apalagi biasa kerja di
konstruksi biasa gitu kaya bangun rumah, mana
ada sih biasanya yang pake safety shoes gitu atau
safety helm.. gaada paling kaos yang ditutupin ke
kepala karna panas kan
Menurut informan kunci, perilaku tidak
aman yang sering dilakukan oleh pekerja
pada proyek konstruksi adalah melempar
alat-alat kerja dan tidak menggunakan APD.
209
Pertanyaan Informan Kunci
IP Kesimpulan
Menurut Anda, mengapa pekerja tersebut
berperilaku demikian?
mereka lebih mengarah ke pekerjaan selesai..
target selesai, sesuai dengan tugas kerjanya tapi
aspek safetynya ga diliat sama sekali, padahal kan
di samping target selesai kalo misalnya target
selesai tanpa ada kjadian kan lebih enak lagi
sebenernya tapi terkadang mereka tidak
memikirkan itu, yang mereka tau kerjaan selesai
target selesai, udah.. jadi mereka gitu tuh demi
kenyamanan mereka kerja gitu karna itu tadi risih
dan ga biasa gitu kan jadi gimana caranya biar
kerja enak, gada yang ngeganggu dan target
mereka selesai gitu sih
Menurut informan utama, perilaku
konstruksi yang sering dilakukan pekerja
konstruksi dikarenakan untuk pekerjaan
selesai tepat waktu sesuai target dan demi
kenyamanan bekerja
Bagaimana biasanya ketersediaan APD yang
disediakan pihak perusahaan bagi pekerja pada
proyek konstruksi?
harusnya kan perusahaan yang tau aturan harusnya
mereka akan menyediakan APD secara Cuma-
Cuma untuk pekerja.. karna kan sudah disebutkan
juga di UU No 1 Th 1970, biasanya kalopun
owner nya sendiri tidak menyediakan, biasanya
mereka menyerahakan penyediaannya kepada
subkontraktor nya untuk menyediakan APD untuk
semua pekerja kuli bangunan itu tanpa terkecuali
Menurut informan utama APD harus
disediakan oleh pihak perusahaan secara
Cuma-Cuma untuk semua pekerja, biasanya
jika perusahaan tidak menyediakan sendiri
maka akan bekerjasama untuk penyediaan
APDnya kepada subkontraktor.
apa saja biasanya jenis APD yang disediakan? kalo untuk proyek konstruksi gitu sih safety shoes
sama helm itu udah umum banget yaa.. itu udah
standar banget, udah harus dan udah umum banget
gitu.. paling yang lain sarung tangan, kacamata
sama masker yaa untuk proyek konstruksi gitu
biasanya..
APD yang disediakan biasanya safety shoes,
helm, sarung tangan, kacamata dan masker.
210
Pertanyaan Informan Kunci
IP Kesimpulan
Bagaimana ketersediaan APD yang seharusnya
disediakan oleh pihak perusahaan?
penyediaan APD itu harus dilakukan identifikasi
bahaya dulu kan, bahaya apa yang mereka kira-
kira hadapi, bahaya apa aja gitu, kemudian
perusahaan tersebut menyediakan APD sesuai
dengan bahayanya. . kalo untuk proyek konstruksi
gitu sih safety shoes sama helm itu udah umum
banget yaa.. itu udah standar banget, udah harus
dan udah umum banget gitu.. karna kan ada
bahaya terjatuh, tertimpa kayu, itu udah bahaya
yang biasa kan di proyek konstruksi gitu..
kemudian kalo untuk pengelolaannya sih dimulai
dari distribusi itu harus di jelaskan, APD diberikan
kepada orang yang memang membutuhkan atau
engga, dan setelah dikasi, dirawat atau engga nih
ADP gitu, nah itu juga harus dilakukan inspeksi
juga gitu, jangan sampe udah dikasi tapi ga
dirawat gitu.. kemudian kalo udah rusak harus
gimana gitu aturannya..
Seharusnya penyediaan APD dilakukan
dengan identifikasi bahaya terlebih dahulu,
dan juga harus diatur pengelolaannya
termasuk distribusi, perawatan dan
seharusnya dilakukan inspeksi APD untuk
selalu memantau kondisi APD yang
disediakan.
menurut Anda, bagaimana biasanya
hukuman/sanksi yang berlaku untuk pekerja yang
berperilaku tidak aman?
kalo hukuman sih harus ada ya pasti untuk pekerja
yang berperilaku ga aman yaa, kalo untuk awal sih
yaa, teguran dulu gitu yaa.. tapi kalo untuk teguran
lisan gitu kayanya sering ga mempan yaa..
Hukuman atau sanksi yang biasanya
diberikan untuk pekerja yang berperilaku
tidak aman biasanya dengan teguran terlebih
dahulu, namun teguran ini sering tidak
efektif.
Bagaimana pula penghargaan yang biasanya
diberikan untuk pekerja yang berperilaku aman?
ada bisa bentuknya penghargaan atau hadiah apa
lah gitu kan, jadi mereka yang bekerja dengan
aman dan teladan itu ngerasa keberadaan mereka
disana tuh dihargai..
Penghargaan seharusnya ada diberikan untuk
pekerja agar pekerja lebih termotivasi dan
merasa dihargai.
211
Pertanyaan Informan Kunci
IP Kesimpulan
Menurut Anda, bagaimana seharusnya sistem
hukuman atau penghargaan yang efektif diberikan
kepada pekerja konstruksi?
kalo untuk sanksi atau hukuman sebaiknya jangan
Cuma teguran lisan aja pasti gabakal mempan gitu,
bisa diberlakukan sistem denda yang akan lebih
ngena ke mereka atau ya itu bikin mading yang
nampilin foto pekerja yang berperilaku ga aman
gitu.. pasti malu diliat banyak orang gitu.. trus kalo
untuk reward y memang harus ada bentuknya ya
bisa mungkin ucapan terimakasih dulu dari
manajemen kan.. dan bisa dilanjutkan dengan
penghargaan atau pemberian hadiah seperti safety
shoes atau apalah gitu yang akan bikin mereka tuh
termotivasi untuk bekerja dengan baik gitu lo..
Hukuman atau sanksi yang diberikan
sebaiknya berbentuk denda, atau
menampilkan foto pekerja yang berperilaku
tidak aman di papan pengumuman untuk
menimbulkan efek rasa malu dan jera bagi
para pekerja. Selain itu untuk reward bisa
diberikan dengan dimulai dari ucapan
terimakasih kepada pekerja dan juga
pemberian hadiah seperti APD.
Bagaimana pengawasan yang biasanya diberikan
kepada pekerja saat bekerja pada proyek
konstruksi?
pengawasan mungkin dari patroli gitu di area
kerja, bisa dilihat dari lingkungan kerjanya ada
perilaku yang tidak baik atau engga, aturan
safetynya dijalankan atau tidak.. atau dari perilaku
pekerjanya gitu kan
Pengawasan yang diberikan berupa patoli di
area kerja untuk melihat perilaku tidak aman
yang dilakukan pekerja serta kondisi tidak
aman yang ada di area kerja
Siapa yang biasanya melakukan pengawasan
tersebut?
biasanya sih orang safetynya yaa HSE, tapi kalo
gaada biasanya project manager atau penanggung
jawab area nya gitu
Pengawasan biasanya dilakukan oleh pihak
safety dan penanggung jawab area.
Kapan biasanya pengawasan tersebut dilakukan? mungkin pada saat pagi, atau siang jam jam
ngantuk, jam jam males nih, atau sore gitu
Pengawasan dilakukan pada pagi, siang dan
sore.
212
Pertanyaan Informan Kunci
IP Kesimpulan
Menurut Anda, bagaimana seharusnya pengawasan
yang efektif diberikan kepada pekerja di proyek
konstruksi?
kalo pengawasan itu ga bisa ini sih yaa.. kalo
pengawasan itu emang mata kita bisa terus gitu
liatin mereka kerja, apalagi kalo jumlah pekerja
nya banyak kan. Jadi gini aja mungkin pada saat
dilakukan pengawasan, yang ngawasin ini jadi roll
model untuk kary awannya, dari APD nya
dilengkapi, dicoba untuk menghindari juga
perilaku yang tidak aman.. kemudian kalopun ada
perilaku tidak aman yang dilakukan atau
ditemukan saat pengawasan, itu bisa diberikan
informasi atau teguran, tapi teguran by lisan dulu..
tapi kalo mereka gaterima atau terus menerus
masih melakukan pelanggaran itu baru harus
ditindak lanjuti secara serius gitu, tapi kalo sekali
dua kali ya teguran by lisan aja dulu gitu, tapi
negur juga bukan berarti menggurui mereka gitu,
jadi komunikasi kita ke mereka harus baik gitu,
dengan memberi penjelasn gitu
Pengawasan sebaiknya dilakukan dengan
cara para pengawas yang melakukan
pengawasan memberikan contoh yang baik
dan juga tidak melakukan perilaku tidak
aman, selain itu juga dilakukan peneguran
bila ada pekerja yang berperilaku tidak
aman.
213
Lampiran 5
HASIL OBSERVASI PERILAKU TIDAK AMAN
Nama Pekerja : Yatno
Umur : 41 Tahun
Pendidikan Terakhir : SD
Indikator Perilaku Tidak Aman Pengamatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Tidak melakukan pekerjaan sesuai prosedur
Tidak melakukan tindakan perawatan kerja dan
peralatan keselamatan
Memberi peringatan terhadap adanya bahaya
dengan cara yang tidak dapat dimengerti
Tidak menggunakan APD √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Menggunakan APD secara tidak benar √ √
Tidak menempatkan peralatan dengan sesuai √
Melempar alat-alat kerja √ √ √
Bekerja dibawah pengaruh obat, dan minuman
beralkohol
Bekerja sambil merokok √ √ √ √ √ √ √ √
Bekerja sambil berkelakar dengan teman √ √ √ √ √
Melakukan pekerjaan dengan cepat dan terburu-
buru.
√ √
214
Indikator Perilaku Tidak Aman Pengamatan
16 17 18 19 20 21 22 23
Tidak melakukan pekerjaan sesuai prosedur
Tidak melakukan tindakan perawatan kerja dan peralatan
keselamatan
Memberi peringatan terhadap adanya bahaya dengan cara yang
tidak dapat dimengerti
Tidak menggunakan APD √ √ √ √ √
Menggunakan APD secara tidak benar √
Tidak menempatkan peralatan dengan sesuai √ √
Melempar alat-alat kerja √
Bekerja dibawah pengaruh obat, dan minuman beralkohol
Bekerja sambil merokok √ √ √ √ √ √ √ √
Bekerja sambil berkelakar dengan teman √ √
Melakukan pekerjaan dengan cepat dan terburu-buru. √ √
215
Nama Pekerja : Rohman
Umur : 31 Tahun
Pendidikan Terakhir : SMP
Indikator Perilaku Tidak Aman Pengamatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Tidak melakukan pekerjaan sesuai prosedur
Tidak melakukan tindakan perawatan kerja dan
peralatan keselamatan
Memberi peringatan terhadap adanya bahaya
dengan cara yang tidak dapat dimengerti
Tidak menggunakan APD √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Menggunakan APD secara tidak benar √ √ √ √
Tidak menempatkan peralatan dengan sesuai √ √
Melempar alat-alat kerja √ √ √
Bekerja dibawah pengaruh obat, dan minuman
beralkohol
Bekerja sambil merokok √ √ √ √ √ √ √ √ √
Bekerja sambil berkelakar dengan teman √ √ √ √ √ √ √
Melakukan pekerjaan dengan cepat dan terburu-
buru.
√ √ √
216
Indikator Perilaku Tidak Aman Pengamatan
16 17 18 19 20 21 22 23
Tidak melakukan pekerjaan sesuai prosedur
Tidak melakukan tindakan perawatan kerja dan peralatan keselamatan
Memberi peringatan terhadap adanya bahaya dengan cara yang tidak dapat
dimengerti
Tidak menggunakan APD √ √ √ √ √ √ √ √
Menggunakan APD secara tidak benar √
Tidak menempatkan peralatan dengan sesuai
Melempar alat-alat kerja √ √
Bekerja dibawah pengaruh obat, dan minuman beralkohol
Bekerja sambil merokok √ √ √ √ √ √
Bekerja sambil berkelakar dengan teman √
Melakukan pekerjaan dengan cepat dan terburu-buru. √ √
217
Nama Pekerja : Medi
Umur : 38 Tahun
Pendidikan Terakhir : SMP
Indikator Perilaku Tidak Aman Pengamatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Tidak melakukan pekerjaan sesuai prosedur
Tidak melakukan tindakan perawatan kerja dan
peralatan keselamatan
Memberi peringatan terhadap adanya bahaya
dengan cara yang tidak dapat dimengerti
Tidak menggunakan APD √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Menggunakan APD secara tidak benar √ √ √
Tidak menempatkan peralatan dengan sesuai √ √
Melempar alat-alat kerja √
Bekerja dibawah pengaruh obat, dan minuman
beralkohol
Bekerja sambil merokok √ √ √ √ √ √ √ √ √
Bekerja sambil berkelakar dengan teman √ √ √ √ √ √ √
Melakukan pekerjaan dengan cepat dan terburu-
buru.
√
218
Indikator Perilaku Tidak Aman Pengamatan
16 17 18 19 20 21 22 23
Tidak melakukan pekerjaan sesuai prosedur
Tidak melakukan tindakan perawatan kerja dan peralatan keselamatan
Memberi peringatan terhadap adanya bahaya dengan cara yang tidak dapat
dimengerti
Tidak menggunakan APD √ √ √ √ √ √ √ √
Menggunakan APD secara tidak benar
Tidak menempatkan peralatan dengan sesuai
Melempar alat-alat kerja √
Bekerja dibawah pengaruh obat, dan minuman beralkohol
Bekerja sambil merokok √ √ √ √
Bekerja sambil berkelakar dengan teman √ √ √ √ √
Melakukan pekerjaan dengan cepat dan terburu-buru. √
219
Nama Pekerja : Zainudin
Umur : 29 Tahun
Pendidikan Terakhir : SMA
Indikator Perilaku Tidak Aman Pengamatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Tidak melakukan pekerjaan sesuai prosedur
Tidak melakukan tindakan perawatan kerja dan
peralatan keselamatan
Memberi peringatan terhadap adanya bahaya
dengan cara yang tidak dapat dimengerti
Tidak menggunakan APD √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Menggunakan APD secara tidak benar √ √ √
Tidak menempatkan peralatan dengan sesuai
Melempar alat-alat kerja √ √ √
Bekerja dibawah pengaruh obat, dan minuman
beralkohol
Bekerja sambil merokok √ √ √ √ √ √ √ √
Bekerja sambil berkelakar dengan teman √ √ √ √ √ √
Melakukan pekerjaan dengan cepat dan terburu-
buru.
√ √ √
220
Indikator Perilaku Tidak Aman Pengamatan Hari Ke-
16 17 18 19 20 21 22 23
Tidak melakukan pekerjaan sesuai prosedur
Tidak melakukan tindakan perawatan kerja dan peralatan keselamatan
Memberi peringatan terhadap adanya bahaya dengan cara yang tidak dapat
dimengerti
Tidak menggunakan APD √ √ √ √ √ √
Menggunakan APD secara tidak benar √ √
Tidak menempatkan peralatan dengan sesuai
Melempar alat-alat kerja √ √
Bekerja dibawah pengaruh obat, dan minuman beralkohol
Bekerja sambil merokok √ √ √
Bekerja sambil berkelakar dengan teman √ √ √ √ √
Melakukan pekerjaan dengan cepat dan terburu-buru. √ √
221
Nama Pekerja : Firman
Umur : 36 Tahun
Pendidikan Terakhir : SMA
Indikator Perilaku Tidak Aman Pengamatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Tidak melakukan pekerjaan sesuai prosedur
Tidak melakukan tindakan perawatan kerja dan
peralatan keselamatan
Memberi peringatan terhadap adanya bahaya
dengan cara yang tidak dapat dimengerti
Tidak menggunakan APD √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Menggunakan APD secara tidak benar √ √ √
Tidak menempatkan peralatan dengan sesuai
Melempar alat-alat kerja
Bekerja dibawah pengaruh obat, dan minuman
beralkohol
Bekerja sambil merokok √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Bekerja sambil berkelakar dengan teman √ √ √ √ √ √
Melakukan pekerjaan dengan cepat dan terburu-
buru.
222
Indikator Perilaku Tidak Aman Pengamatan Hari Ke-
16 17 18 19 20 21 22 23
Tidak melakukan pekerjaan sesuai prosedur
Tidak melakukan tindakan perawatan kerja dan peralatan keselamatan
Memberi peringatan terhadap adanya bahaya dengan cara yang tidak dapat
dimengerti
Tidak menggunakan APD √ √ √ √ √ √
Menggunakan APD secara tidak benar
Tidak menempatkan peralatan dengan sesuai
Melempar alat-alat kerja
Bekerja dibawah pengaruh obat, dan minuman beralkohol
Bekerja sambil merokok √ √ √ √ √
Bekerja sambil berkelakar dengan teman √ √ √
Melakukan pekerjaan dengan cepat dan terburu-buru. √ √
223
Nama Pekerja : Hendri
Umur : 30 Tahun
Pendidikan Terakhir : SMP
Indikator Perilaku Tidak Aman Pengamatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Tidak melakukan pekerjaan sesuai prosedur
Tidak melakukan tindakan perawatan kerja dan
peralatan keselamatan
Memberi peringatan terhadap adanya bahaya
dengan cara yang tidak dapat dimengerti
Tidak menggunakan APD √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Menggunakan APD secara tidak benar √ √ √ √
Tidak menempatkan peralatan dengan sesuai
Melempar alat-alat kerja
Bekerja dibawah pengaruh obat, dan minuman
beralkohol
Bekerja sambil merokok √ √ √ √ √ √ √ √ √
Bekerja sambil berkelakar dengan teman √ √ √ √ √ √ √ √ √
Melakukan pekerjaan dengan cepat dan terburu-
buru.
√
224
Indikator Perilaku Tidak Aman Pengamatan
16 17 18 19 20 21 22 23
Tidak melakukan pekerjaan sesuai prosedur
Tidak melakukan tindakan perawatan kerja dan peralatan keselamatan
Memberi peringatan terhadap adanya bahaya dengan cara yang tidak dapat
dimengerti
Tidak menggunakan APD √ √ √ √ √
Menggunakan APD secara tidak benar √ √ √
Tidak menempatkan peralatan dengan sesuai
Melempar alat-alat kerja
Bekerja dibawah pengaruh obat, dan minuman beralkohol
Bekerja sambil merokok √ √ √ √ √ √
Bekerja sambil berkelakar dengan teman √ √ √
Melakukan pekerjaan dengan cepat dan terburu-buru. √ √
225
Nama Pekerja : Herman
Umur : 27 Tahun
Pendidikan Terakhir : SMA
Indikator Perilaku Tidak Aman Pengamatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Tidak melakukan pekerjaan sesuai prosedur
Tidak melakukan tindakan perawatan kerja dan
peralatan keselamatan
Memberi peringatan terhadap adanya bahaya
dengan cara yang tidak dapat dimengerti
Tidak menggunakan APD √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Menggunakan APD secara tidak benar √ √ √ √
Tidak menempatkan peralatan dengan sesuai
Melempar alat-alat kerja
Bekerja dibawah pengaruh obat, dan minuman
beralkohol
Bekerja sambil merokok √ √ √ √ √ √ √ √ √
Bekerja sambil berkelakar dengan teman √ √ √ √ √ √
Melakukan pekerjaan dengan cepat dan terburu-
buru.
√ √ √
226
Indikator Perilaku Tidak Aman Pengamatan
16 17 18 19 20 21 22 23
Tidak melakukan pekerjaan sesuai prosedur
Tidak melakukan tindakan perawatan kerja dan peralatan keselamatan
Memberi peringatan terhadap adanya bahaya dengan cara yang tidak dapat
dimengerti
Tidak menggunakan APD √ √ √ √ √ √ √
Menggunakan APD secara tidak benar √
Tidak menempatkan peralatan dengan sesuai
Melempar alat-alat kerja
Bekerja dibawah pengaruh obat, dan minuman beralkohol
Bekerja sambil merokok √ √ √
Bekerja sambil berkelakar dengan teman √ √ √
Melakukan pekerjaan dengan cepat dan terburu-buru. √
227
Nama Pekerja : Mustaqim
Umur : 38 Tahun
Pendidikan Terakhir : SMK
Indikator Perilaku Tidak Aman Pengamatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Tidak melakukan pekerjaan sesuai prosedur
Tidak melakukan tindakan perawatan kerja dan
peralatan keselamatan
Memberi peringatan terhadap adanya bahaya
dengan cara yang tidak dapat dimengerti
Tidak menggunakan APD √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Menggunakan APD secara tidak benar √ √ √ √
Tidak menempatkan peralatan dengan sesuai √ √
Melempar alat-alat kerja
Bekerja dibawah pengaruh obat, dan minuman
beralkohol
Bekerja sambil merokok √ √ √ √ √ √ √
Bekerja sambil berkelakar dengan teman √ √ √ √ √ √ √ √ √
Melakukan pekerjaan dengan cepat dan terburu-
buru.
√ √
228
Indikator Perilaku Tidak Aman Pengamatan
16 17 18 19 20 21 22 23
Tidak melakukan pekerjaan sesuai prosedur
Tidak melakukan tindakan perawatan kerja dan peralatan keselamatan
Memberi peringatan terhadap adanya bahaya dengan cara yang tidak dapat
dimengerti
Tidak menggunakan APD √ √ √ √ √ √
Menggunakan APD secara tidak benar √ √ √
Tidak menempatkan peralatan dengan sesuai
Melempar alat-alat kerja
Bekerja dibawah pengaruh obat, dan minuman beralkohol
Bekerja sambil merokok √ √ √ √ √
Bekerja sambil berkelakar dengan teman √ √ √ √ √
Melakukan pekerjaan dengan cepat dan terburu-buru.
229
Lampiran6
PROSEDUR ALAT PELINDUNG DIRI (APD) PT. KRAKATAU
ENGINEERING
A. Tujuan
Mengatur tentang penyediaan dan pemakaian APD bagi pekerja,
sehingga dapat mencegah dan mengendalikan potensi bahaya dan
kerugian terhadap keselamatan, kesehatan kerja, proses serta lingkungan.
B. Tanggung jawab
a. Penanggung jawab area bertanggung jawab untuk memastikan
penyediaan dan pemakaian APD bagi seluruh pekerja.
b. Project Procurement Manager bertanggung jawab untuk
melakukan pembelian APD sesuai dengan standar yang
berlaku.
c. Penanggung jawab K3L bertanggung jawab untuk:
1. Membuat daftar pekerja/penerima APD dan membuat
pengajuan kebutuhan APD berdasarkan potensi bahaya
yang ada dalam kegiatan pekerjaan dan/atau lingkungan
kerja.
2. Memastikan distribusi APD kepada pekerja
3. Memastikan tersedianya APD cadangan untuk
dipijamkan kepada pekerja dan tamu.
4. Mensosialisasikan mengenai cara pemakaian dan
pemeliharaan APD
5. Melakukan pemeriksaan kondisi dan masa pakai APD.
230
C. Prosedur
1. Penanggung jawab K3L membuat daftar kebutuhan APD
dan diusulkan kepada penanggung jawab area agar
mendapatkan persetujuan
2. Jika sudah mendapatkan persetujuan, daftar kebutuhan
APD tersebut diserahkan kepada Project Procurement
Manager dan/atau Dinas Umum/General Affair Project
untuk dilakukan pembelian
3. Dinas Umum/General Affair Project menyediakan APD
cadangan untuk dipinjamkan kepada pekerja dan tamu
4. Dinas Umum/General Affair Project melakukan sosialisasi
mengenai cara pemakaian dan pemeliharaan APD
5. Penanggung jawab K3L melakukan pemeriksaan kondisi
dan masa pakai APD. Semua APD yang rusak atau sudah
berakhir masa pakainya diserahkan kembali ke Dinas
Umum/General Affair Project dan/atau penanggung jawab
K3L untuk dimusnahkan dan diberikan APD pengganti
kepada pekerja.
6. Pemusnahan APD dilakukan sesuai dengan kebijakan dari
penanggung jawab area.
231
Lampiran 7
FORM PERMINTAAN APD
232
Lampiran 8
Form Pelaporan Bahaya
233
Lampiran 9
FORM PEMINJAMAN APD
234
Lampiran 10
PROSEDUR KESEHATAN KESELAMATAN KERJA DAN
LINGKUNGAN PT.KRAKATAU ENGINEERING
235
236
Lampiran 11
DOKUMENTASI
PERILAKU TIDAK AMAN PEKERJA AREA COP PROYEK BLAST FURNACE PT.KRAKATAU STEEL (PERSERO), Tbk
Tidak Menggunakan APD tidak menggunakan APD dengan Benar tidak menggunakan Full Body Harness
237
Tidak menggunakan APD dengan benar tidak Menggunakan APD Bekerja Sambil Merokok
Tidak Menggunakan APD (helmet) Tidak Menggunakan Sarung Tangan Bekerja Sambil Merokok
238
Tidak Menggunakan Masker & Sarung Tangan Tidak menggunakan Faceshield & Sarung Tangan Melempar Alat Kerja
Tidak Menggunakan faceshield dan sarung tangan Tidak menggunakan APD