81
GAMBARAN HISTOPATOLOGI LAMBUNG TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) AKIBAT PEMBERIAN ASAM ASETIL SALISILAT DYAH ARDIANI PUSPITASARI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008

GAMBARAN HISTOPATOLOGI LAMBUNG TIKUS PUTIH … · 1 Anatomi eksternal dan internal lambung mamalia ..... 5 2 Histologi lambung tikus bagian pilorus ..... 6 3 Histologi kelenjar lambung

  • Upload
    buidien

  • View
    283

  • Download
    12

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: GAMBARAN HISTOPATOLOGI LAMBUNG TIKUS PUTIH … · 1 Anatomi eksternal dan internal lambung mamalia ..... 5 2 Histologi lambung tikus bagian pilorus ..... 6 3 Histologi kelenjar lambung

GAMBARAN HISTOPATOLOGI

LAMBUNG TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus)

AKIBAT PEMBERIAN ASAM ASETIL SALISILAT

DYAH ARDIANI PUSPITASARI

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2008

Page 2: GAMBARAN HISTOPATOLOGI LAMBUNG TIKUS PUTIH … · 1 Anatomi eksternal dan internal lambung mamalia ..... 5 2 Histologi lambung tikus bagian pilorus ..... 6 3 Histologi kelenjar lambung

ABSTRAK

DYAH ARDIANI PUSPITASARI. Gambaran Histopatologi Lambung Tikus Putih (Rattus norvegicus) Akibat Pemberian Asam Asetil Salisilat. Dibimbing oleh SRI ESTUNINGSIH dan BAMBANG PONTJO PRIOSOERYANTO.

Asam asetil salisilat (AAS) merupakan salah satu obat anti-inflammasi

non steroid (OAINS) yang banyak digunakan sebagai analgesik, antipiretik dan anti-inflamasi. Di satu sisi konsumsi AAS maupun OAINS dalam jangka lama dapat menimbulkan efek samping pada saluran pencernaan (GI). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan histopatologi organ lambung tikus putih galur Sprague-Dawley akibat pemberian OAINS berupa asam asetil salisilat (AAS). Sebanyak 20 ekor tikus jantan berumur 2 bulan dibagi menjadi kelompok kontrol dan kelompok perlakuan. Kelompok perlakuan diberi asam asetil salisilat (AAS) dengan dosis 400 mg per ekor tikus selama 3 hari. Pengamatan dilakukan secara histopatologi dengan pewarnaan HE dan PAS pada regio lambung nonkelenjar, fundus dan pilorus. Perubahan histopatologi yang teramati adalah proliferasi sel goblet, deskuamasi epitel, erosi mukosa nekrosa sel, kongesti, hemorrhagi, edema dan infiltrasi sel radang netrofil pada tiap lapisan lambung. Hasil analisis statistik ragam acak lengkap (ANOVA) yang dilanjutkan dengan uji Duncan, menunjukkan bahwa AAS dapat menyebabkan gastritis superfisial akut dan ulkus (p<0.05) dengan potensi kejadian 20% pada kelompok perlakuan. Kata Kunci: Asam Asetil Salisilat (AAS), OAINS, gastritis, ulkus.

ABSTRACT

Acetylsalicylic acid (ASA) is one of non-steroidal anti-inflammatory drugs (NSAIDs) that commonly used as analgesic, antipyretic and anti-inflammation drug. Consumption ASA or OAINS for long time had side effect to gastrointestinal tract (GI tract). The aim of this research is to assay histopathological change of the rat stomach after ASA exposured. There were twenty rats divided into control and treatment groups. Treatment group was given acetylsalicylic acid 400 mg for three consecutive days. This study was done by histopathology analysis of non-glandular stomach, fundus and pyloric regions with Hematoxylen-Eosin (HE) and Periodic Acid Schiff (PAS) stainings. The result of ANOVA and continued with Duncan test showed that acetylsalicylic acid can caused acute gastritis and ulcer that indicated by goblet cell proliferation, parietal cell necrosis, hemorrhagic, edema and neutrophils infiltration.The potency of acute gastritis and ulcer was 20% among the rat of treated group.

Keywords : Acetylsalicylic acid (ASA), OAINS, gastritis, ulcer peptikum.

Page 3: GAMBARAN HISTOPATOLOGI LAMBUNG TIKUS PUTIH … · 1 Anatomi eksternal dan internal lambung mamalia ..... 5 2 Histologi lambung tikus bagian pilorus ..... 6 3 Histologi kelenjar lambung

GAMBARAN HISTOPATOLOGI

LAMBUNG TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus)

AKIBAT PEMBERIAN ASAM ASETIL SALISILAT

DYAH ARDIANI PUSPITASARI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Kedokteran Hewan pada

Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2008

Page 4: GAMBARAN HISTOPATOLOGI LAMBUNG TIKUS PUTIH … · 1 Anatomi eksternal dan internal lambung mamalia ..... 5 2 Histologi lambung tikus bagian pilorus ..... 6 3 Histologi kelenjar lambung

Judul skripsi : Gambaran Histopatologi Lambung Tikus Putih (Rattus

norvegicus) Akibat Pemberian Asam Asetil Salisilat

Nama : Dyah Ardiani Puspitasari

NIM : B04103101

Disetujui

Dr.drh. Sri Estuningsih, MSi drh. Bambang Pontjo P, MS, PhD

Pembimbing I Pembimbing II

Diketahui

Dr.Nastiti Kusumorini

Wakil Dekan FKH IPB

Tanggal lulus :

Page 5: GAMBARAN HISTOPATOLOGI LAMBUNG TIKUS PUTIH … · 1 Anatomi eksternal dan internal lambung mamalia ..... 5 2 Histologi lambung tikus bagian pilorus ..... 6 3 Histologi kelenjar lambung

PRAKATA

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala

karunia berupa nikmat dan rahmatNya yang telah diberikan kepada penulis

sehingga bisa menyelesaikan skripsi yang berjudul Gambaran Histopatologi

Lambung Tikus Putih (Rattus norvegicus) Akibat Pemberian Asam Asetil

Salisilat.

Terima kasih dan penghargaan penulis ucapkan kepada

1. Dr. drh. Sri Estuningsih MSi dan drh. Bambang Pontjo P. MS, Ph.D selaku

dosen pembimbing untuk semua kesabaran dan arahannya sehingga skripsi

ini dapat diselesaikan.

2. drh. Hernomo Adi Huminto, MVS selaku dosen penguji yang telah

memberikan saran dan masukan demi kesempurnaan skripsi ini.

3. Dr. Chudahman Manan, SpPD-KGEH di Bagian Penyakit Dalam Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia yang telah memberikan kesempatan dan

bantuan sehingga penulis dapat melaksanakan penelitian ini.

4. Dr. drh. Risa Tiura, MSi selaku dosen pembimbing akademik untuk

nasihat dan bimbingannya.

5. Keluarga tercinta Bapak, Mama, mbak Luki, mas Arya, mas Yan, mas Arif

atas segala kasih sayang, dukungan dan doanya. Ketiga ponakanku

tersayang (Febri, Lino dan Andra) yang slalu jadi tempat pelampiasan

ketika stress.

6. Triono Basuki, teman satu perjuangan penelitian atas kesabaran, kesetiaan

dan bantuannya selama penelitian.

7. Pak Kasnadi, Pak Endang, Pak Soleh, Bu Meli di bagian Patologi yang

telah banyak membantu selama penelitian.

8. Bibi atas jamuan makan siangnya.

9. Tri Regina’ers (Faiq, Dattu, Wiwik, Arum, Iin, Ira, Dewi, Litu, Silvi,

Prista dan INMT’ers) atas segala bantuan, dukungan dan motivasi dalam

menyelesaikan skripsi ini.

Page 6: GAMBARAN HISTOPATOLOGI LAMBUNG TIKUS PUTIH … · 1 Anatomi eksternal dan internal lambung mamalia ..... 5 2 Histologi lambung tikus bagian pilorus ..... 6 3 Histologi kelenjar lambung

10. Sakazaki Team: Dita, Gege, Mungki, Riza teman menginap bersama di lab

dan atas segala doa, bantuan, motivasi selama penelitian.

11. Isfar dan Aji atas bantuan mengolah data dan mengantarkan pulang ke

kostn.

12. Neng Ani Siti atas bantuannya ’mempercantik’ slide presentasi.

13. Teman-teman asisten PKPTT dan Patsis

14. Teman-teman angkatan 40, 41 dan 42, terima kasih telah memberi banyak

warna dan kenangan indah tak terlupakan.

15. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh

karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi

kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini berguna untuk perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi di masa yang akan datang.

Bogor, Januari 2008

Penulis

Page 7: GAMBARAN HISTOPATOLOGI LAMBUNG TIKUS PUTIH … · 1 Anatomi eksternal dan internal lambung mamalia ..... 5 2 Histologi lambung tikus bagian pilorus ..... 6 3 Histologi kelenjar lambung

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Semarang pada tanggal 26 November 1985 dari

Bapak Prapto Suhardjo dan Ibu Indah Sunaryati. Penulis merupakan putri terakhir

dari empat bersaudara.

Pada tahun 2003 penulis lulus dari SMU Negeri 3 Semarang dan pada

tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk

IPB. Penulis memilih Fakultas Kedokteran Hewan sebagai pilihan kedua.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah aktif di organisasi Himpro

Ruminansia 2004-2006, DKM An Nahl periode 2004-2007 dan IMAKAHI FKH

IPB periode 2004-2007. Selain itu, penulis menjadi asisten praktikum mata kuliah

Pengelolaan Kesehatan dan Produksi Ternak Tropis (PKPTT) dan mata kuliah

Patologi Sistemik I 2007-2008. Penulis menerima bantuan beasiswa Peningkatan

Prestasi Akademik (PPA) tahun 2007-2008 dan termasuk dalam jajaran 10 besar

Mahasiswa Berprestasi FKH tahun 2007.

Page 8: GAMBARAN HISTOPATOLOGI LAMBUNG TIKUS PUTIH … · 1 Anatomi eksternal dan internal lambung mamalia ..... 5 2 Histologi lambung tikus bagian pilorus ..... 6 3 Histologi kelenjar lambung

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR TABEL................................................................................... ...... x DAFTAR GAMBAR .............................................................................. ..... xi DAFTAR LAMPIRAN................................................................................ xii PENDAHULUAN Latar Belakang .................................................................................. 1 Tujuan penelitian ............................................................................... 2 Manfaat ............................................................................................. 2 Hipotesis ............................................................................................ 2 TINJAUAN PUSTAKA Tikus sebagai hewan percobaan ........................................................ 3 Lambung............................................................................................ 4 Anatomi Lambung............................................................................. 4 Histologi Lambung ............................................................................ 5 Fisiologi Lambung............................................................................. 9 Pertahanan Mukosa Lambung ......................................................... 10 Patologi Lambung............................................................................ 12 Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS)..................................... 14 Asam Asetil Salisilat ....................................................................... 15 Farmakokinetik ................................................................................ 15 Farmakodinamik .............................................................................. 16 Efek Samping .................................................................................. 17 Overdosis ........................................................................................ 18 MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat........................................................................... 19 Materi Penelitian.............................................................................. 19 Metode Penelitian ............................................................................ 20 HASIL DAN PEMBAHASAN

Respon Pra-Inflammasi ................................................................... 25 Proliferasi Sel Goblet....................................................................... 25 Deskuamasi epitel............................................................................ 29 Respon Inflammasi .......................................................................... 30 Erosi mukosa lambug....................................................................... 31 Pengaruh AAS terhadap Sel Parietal dan Sel Chief .................................................................................... 35 Kongesti .......................................................................................... 37 Hemorrhagi ..................................................................................... 38 Edema ............................................................................................. 39 Infiltrasi Sel radang ...........................................................................41

Page 9: GAMBARAN HISTOPATOLOGI LAMBUNG TIKUS PUTIH … · 1 Anatomi eksternal dan internal lambung mamalia ..... 5 2 Histologi lambung tikus bagian pilorus ..... 6 3 Histologi kelenjar lambung

KESIMPULAN DAN SARAN.................................................................... 45 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 46 LAMPIRAN................................................................................................. 51

Page 10: GAMBARAN HISTOPATOLOGI LAMBUNG TIKUS PUTIH … · 1 Anatomi eksternal dan internal lambung mamalia ..... 5 2 Histologi lambung tikus bagian pilorus ..... 6 3 Histologi kelenjar lambung

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Pengaruh pemberian AAS terhadap jumlah sel goblet pada regio fundus dan pilorus lambung ................................................ .26

2 Gambaran perubahan histopatologi lambung tikus pada kelompok K dan P setelah pemberian AAS ........................ ...........29 3 Pengaruh pemberian AAS terhadap jumlah sel kelenjar utama (sel parietal dan sel chief) regio fundus dan pilorus lambung tikus.........35 4 Pengaruh pemberian AAS terhadap jumlah sel radang tiap lapisan regio lambung non kelenjar, regio fundus, dan regio pilorus.......................................................................................41

Page 11: GAMBARAN HISTOPATOLOGI LAMBUNG TIKUS PUTIH … · 1 Anatomi eksternal dan internal lambung mamalia ..... 5 2 Histologi lambung tikus bagian pilorus ..... 6 3 Histologi kelenjar lambung

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1 Anatomi eksternal dan internal lambung mamalia ...................................... 5 2 Histologi lambung tikus bagian pilorus ....................................................... 6 3 Histologi kelenjar lambung bagian fundus .................................................. 7

4 Gambaran histologi lambung bagian fundus, abomasum kambing. Sel Chief (a), sel parietal (b), sel lendir leher (c) ......................................... 8

5 Gambaran histologi sel parietal dan sel Chief lambung bagian fundus ....... 8

6 Gambar struktur kimia Aspirin .................................................................. 15

7 Bagan mekanisme penghambatan mediator peradangan oleh obat anti inflamasi non steroid (OAINS) ................................................... 17

8 Lambung monogastrik.................................................................................22

9 Grafik persentase sel goblet pada mukosa lambung kelenjar regio fundus dan pilorus kelompok K dan P...............................................26

10 Gambaran histopatologi sel goblet pada kelompok K (A) dan sel goblet yang berproliferasi pada kelompok P (B) ...................................... 27

11 Konsekuensi patofisiologis dar difusi balik asam lambung...................... 28 12 Deskuamasi epitel lambung kelenjar (fundus) dengan derajat keparahan ringan pada kelompok K (A), deskuamasi epitel dengan derajat keparahan sedang (B) dan berat (C) pada kelompok P ............................. 30 13 Gambaran regio lambung nonkelenjar tanpa erosi mukosa pada

kelompok K (A) dan kelompok P (B). ...................................................... 33

14 Gambaran regio lambung nonkelenjar dengan erosi mukosa dengan derajat keparahan ringan (C) dan berat (D) pada kelompok P. .............................................................................................. 33

15 Erosi mukosa (tanda panah) lambung kelenjar regio fundus (A) dan

regio pilorus (B) ....................................................................................... 34 16 Erosi mukosa lambung kelenjar regio pilorus dengan derajat keparahan sedang (A) dan berat (B) pada kelompok P............................. 34

Page 12: GAMBARAN HISTOPATOLOGI LAMBUNG TIKUS PUTIH … · 1 Anatomi eksternal dan internal lambung mamalia ..... 5 2 Histologi lambung tikus bagian pilorus ..... 6 3 Histologi kelenjar lambung

17 Grafik persentase sel Chief dan sel parietal regio fundus dan pilorus kelompok K dan P......................................................................................35

18 Gambaran histopatologi sel parietal lambung kelenjar yang mengalami piknosis (tanda panah hitam) dan sel parietal yang masih normal (tanda panah kuning) pada kelompok P .............................................................. 37 19 Gambaran histopatologi kongesti dan hemorrhagi disertai dengan

infiltrasi sel radang pada regio pilorus kelompok P................................. 40

20 Gambaran histopatologi edema pada submukosa (A) dan mukosa lambung (B) regio fundus kelompok P........................................ 40

21 Grafik persentase sel radang pada regio lambung nonkelenjar, fundus dan pilorus kelompok K dan P...................................................................42

22 Infiltrasi sel radang pada daerah ulkus lambung nonkelenjar kelompok P (A). Infiltrasi sel radang netrofil (tanda panah hitam) dan hemorrhagi (tand panah kuning) ....................................................... 44 23 Infiltrasi sel radang lambung kelenjar (tanda panah) pada

kelompok K (A) dan pada kelompok P (B) ............................................. 44

Page 13: GAMBARAN HISTOPATOLOGI LAMBUNG TIKUS PUTIH … · 1 Anatomi eksternal dan internal lambung mamalia ..... 5 2 Histologi lambung tikus bagian pilorus ..... 6 3 Histologi kelenjar lambung

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1 Perhitungan dosis obat ...........................................................................53 2 Teknik pembuatan preparat histopatologi ..............................................55 3 Pewarnaan Hematoxillin Eosin (HE) menurut metode Meyer ..............56 4 Pewarnaan Periodic Acid Schifft-Alcian Blue (PAS-AB)...................... 57 5 Hasil analisis statistik ANOVA dan uji Duncan sel goblet di lambung kelenjar................................................................................66 6 Hasil analisis statistik ANOVA dan uji Duncan Sel parietal dan sel chief di lambung kelenjar .......................................64 7 Hasil analisis statistik ANOVA dan uji Duncan sel radang di lambung nonkelenjar..........................................................................58 8 Hasil analisis statistik ANOVA dan uji Duncan sel radang di lambung kelenjar regio fundus...........................................................60 9 Hasil analisis statistik ANOVA dan uji Duncan sel radang di lambung kelenjar regio pilorus ..........................................................62 10 Hasil evaluasi kualitatif perubahan histopatologi pada

lambung non kelenjar kelompok K dan P setelah pemberian AAS.....................................................................................67

11 Hasil evaluasi kualitatif perubahan histopatologi pada regio fundus...........................................................................................67

12 Hasil evaluasi kualitatif perubahan histopatologi pada

regio pilorus ..........................................................................................67

Page 14: GAMBARAN HISTOPATOLOGI LAMBUNG TIKUS PUTIH … · 1 Anatomi eksternal dan internal lambung mamalia ..... 5 2 Histologi lambung tikus bagian pilorus ..... 6 3 Histologi kelenjar lambung

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Berbagai aktivitas yang dijalani seseorang dalam kehidupan sehari-hari

tentunya menuntut resiko kelelahan dan kepayahan fisik. Pada kelompok usia

produktif dengan intensitas kerja yang tinggi, rasa nyeri menjadi salah satu

masalah yang sering dikeluhkan. Namun, masalah kesehatan tak hanya dialami

oleh kelompok usia produktif tetapi kelompok usia lanjut juga memiliki keluhan

penyakit yang sama. Umumnya rasa nyeri yang dialami seperti sakit kepala, nyeri

sendi, nyeri otot dan lain-lain.

Pada kelompok usia lanjut, umumnya rasa nyeri yang dialami merupakan

tanda atau simptom penyakit degeneratif seperti nyeri sendi (rematik). Seiring

bertambahnya usia, tubuh mengalami penurunan fungsi dan kemunduran fisik

tubuh, tak terkecuali pada bagian tulang dan persendian. Tubuh makin rentan

terhadap keluhan nyeri pada persendian dan tulang. Penyakit ini tidak dapat

dihindari dan dihilangkan, akan tetapi dapat dikurangi simptomnya.

Pada umumnya, resiko peningkatan penyakit degeneratif ini akan diikuti

peningkatan konsumsi obat-obatan yang bekerja menekan reaksi peradangan dan

meringankan nyeri dalam pengobatan simptomatis penyakit-penyakit rematik.

Salah satu solusi untuk mengurangi rasa nyeri ini secara simptomatis diperlukan

obat penghilang nyeri (analgesik).

Dalam hal ini obat-obatan golongan anti-inflamasi non steroid (OAINS)

menjadi alternatif jitu sebagai analgesik, yang juga memiliki efek antipiretik dan

anti-inflamasi. Sediaan OAINS telah digunakan dalam pengobatan sejak lebih dari

satu abad yang lalu (Kartasasmita 2002). Sediaan OAINS dibutuhkan karena

dapat menghilangkan keluhan rasa nyeri sendi, peradangan dan kondisi lain pada

banyak penderita (Wimana 1995).

Dalam skripsi ini asam asetil salisilat selanjutnya disebut AAS atau yang

lebih dikenal dengan aspirin merupakan salah satu jenis OAINS yang sering

disarankan oleh dokter. Salisilat merupakan obat yang paling banyak digunakan

sebagai analgesik, antipiretik dan anti-inflamasi (Wimana 1995; Takeuchi et al.

1998).

Page 15: GAMBARAN HISTOPATOLOGI LAMBUNG TIKUS PUTIH … · 1 Anatomi eksternal dan internal lambung mamalia ..... 5 2 Histologi lambung tikus bagian pilorus ..... 6 3 Histologi kelenjar lambung

Sediaan AAS termasuk analgesik yang sering digunakan dan digolongkan

dalam obat bebas. Saat ini masyarakat dapat dengan mudah membeli dan

mengkonsumsi AAS bahkan tanpa perlu menggunakan resep dokter. Hal ini

sungguh sangat mengkhawatirkan mengingat selain memiliki daya kerja yang

efektif, AAS juga memiliki beberapa efek samping yang perlu diwaspadai oleh

pasien yang mengkonsumsi.

Menurut Wimana (1995), konsumsi AAS maupun OAINS dalam jangka

lama dapat menimbulkan efek samping pada saluran pencernaan (GI). Efek

samping yang paling sering terjadi adalah kerusakan lambung berupa induksi

ulkus lambung yang kadang-kadang disertai anemia sekunder akibat pendarahan

saluran pencernaan (Plumb 1995, Takeuchi et al. 1998).

Mengingat banyaknya konsumsi AAS di Indonesia, serta efek samping

yang dapat ditimbulkannya pada saluran pencernaan terutama lambung, maka

perlu dilakukan studi histopatologi lambung tikus yang diberikan AAS untuk

mengetahui perubahan yang terjadi pada fungsi dan anatomi/histologi lambung.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan histopatologi organ

lambung tikus pasca pemberian obat anti-inflamasi non steroid (OAINS) berupa

asam asetil salisilat (AAS).

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjelaskan dengan gambaran

histopatologi perubahan struktur histologi lambung pada pemberian AAS.

Hipotesa Penelitian

H0 : Pemberian obat anti-inflamasi non steroid (OAINS) berupa asam

asetil salisilat (AAS) menyebabkan perubahan histopatologi

lambung tikus Spraque Dawley (SD).

H1 : Pemberian obat anti-inflamasi non steroid (OAINS) berupa asam

asetil salisilat (AAS) tidak menyebabkan perubahan histopatologi

lambung tikus Spraque Dawley (SD).

Page 16: GAMBARAN HISTOPATOLOGI LAMBUNG TIKUS PUTIH … · 1 Anatomi eksternal dan internal lambung mamalia ..... 5 2 Histologi lambung tikus bagian pilorus ..... 6 3 Histologi kelenjar lambung

TINJAUAN PUSTAKA

Tikus sebagai hewan percobaan

Menurut Sulaksono et al. (1986), hewan percobaan atau hewan

laboratorium adalah semua jenis hewan dengan persyaratan tertentu untuk

dipergunakan sebagai salah satu sarana dalam berbagai percobaan penelitian dan

kedokteran. Menurut Subahagio et al. (1997), hewan percobaan harus memenuhi

persyaratan genetik atau keturunan dan lingkungan yang memadai dalam

pengolahan, serta memperlihatkan reaksi biologis sesuai yang dikehendaki.

Tikus merupakan mamalia yang umum digunakan sebagai hewan

percobaan. Tikus putih (Rattus sp.) merupakan hewan laboratorium yang memiliki

kekhususan karena pertumbuhannya relatif cepat dan lebih mudah berkembang

biak (Smith dan Mankoewidjojo 1988). Tikus banyak digunakan dalam penelitian

tentang tingkah laku, senilitas (ketuaan), neoplasia, daya kerja obat, toksikologi,

metabolisme lemak, alkoholisme, hepatitis, hipertensi, teratologi, diabetes

insipidus dan penyakit menular (Malole et al. 1989).

Tikus atau rat (Rattus sp.) memiliki sifat-sifat yang mudah dipelihara,

mudah berkembang biak dan morfologi organ tubuhnya analog dengan organ

manusia. Oleh karena itu, tikus sering digunakan sebagai hewan pengujian obat

sebelum diberikan kepada manusia. Tikus juga memiliki sifat mudah dipelihara

dan merupakan hewan yang relatif sehat dan cocok untuk penelitian (Malole et al.

1989).

Robinson (1979) mengklasifikasikan tikus putih sebagai hewan percobaan

dalam taksonomi sebaga berikut :

kelas : Mammalia

ordo : Rodentia

sub ordo : Myomorpha

super famili : Muroidea

famili : Muridae

sub famili : Murinae

genus : Rattus

spesies : Rattus sp.

Page 17: GAMBARAN HISTOPATOLOGI LAMBUNG TIKUS PUTIH … · 1 Anatomi eksternal dan internal lambung mamalia ..... 5 2 Histologi lambung tikus bagian pilorus ..... 6 3 Histologi kelenjar lambung

Menurut Malole et al. (1989), terdapat beberapa galur atau varietas tikus

yang memiliki kekhususan tertentu antara lain galur Sprague-Dawley dengan ciri-

ciri albino putih, berkepala kecil dan ekornya lebih panjang daripada badannya.

Galur Wistar mempunyai ciri-ciri bentuk kepala lebih besar dengan ekor yang

lebih pendek, sedangkan galur Long Evans berukuran lebih kecil dari tikus putih,

memiliki warna hitam pada bagian kepala dan tubuh bagian depan.

Lambung

Menurut Bringman et al. (1995); Gartner dan Hiatt (2001), lambung

adalah bagian dari saluran yang dapat berdilatasi, berstruktur seperti kantung yang

berfungsi mencairkan makanan dilanjutkan dengan proses pencernaan yang

dibantu oleh asam hidroklorat (HCl) dan enzim-enzim seperti pepsin, renin, lipase

dan hormon parakrin. Bolus makanan melewati gastroesophageal junction

menuju lambung kemudian dicampur dengan gastric juice yang terdiri atas

mukus, air, HCl dan enzim-enzim pencernaan.

Anatomi Lambung

Morfologi organ tubuh tikus analog dengan morfologi organ manusia.

Oleh karena itu, sering digunakan sebagai hewan pengujian obat sebelum

diberikan pada manusia. Salah satu organ tikus yang analogis dengan organ

manusia adalah lambung (Malole et al. 1989).

Lambung tikus terletak di sebelah kiri ruang abdomen yang berkontak

langsung dengan hati. Menurut Miller (1996), tepi bagian tengah yang berbentuk

cekung dari lambung disebut curvature minor atau lekukan kecil. Tepi bagian

lateral yang berbentuk cembung disebut curvature mayor atau lekukan besar.

Menurut Brown dan Hardisty (1990) serta Frappier (1998), lambung tikus

dibedakan menjadi dua bagian yaitu lambung depan (bagian tipis di sebelah kiri)

dan lambung kelenjar. Lambung depan umumnya dikenal dengan lambung

nonkelenjar. Menurut Stevens dan Hume (1996), pada lambung tikus dan

beberapa mamalia lainnya terdapat regio tambahan sebelum cardia yaitu lambung

nonkelenjar (nonglandular stratified squamous epitelium). Lambung depan

merupakan pintu masuk esofagus ke dalam lambung (Brown dan Hardisty 1990).

Page 18: GAMBARAN HISTOPATOLOGI LAMBUNG TIKUS PUTIH … · 1 Anatomi eksternal dan internal lambung mamalia ..... 5 2 Histologi lambung tikus bagian pilorus ..... 6 3 Histologi kelenjar lambung

Ketika meluas, lambung depan dapat menampung kira-kira 60% dari volume total

lambung (Miller 1996).

Bringman et al. (1995); Miller (1996) menyatakan bahwa secara anatomis

lambung mamalia dibagi atas 4 regio, yaitu cardia, fundus, body atau corpus dan

pilorus. Cardia, merupakan bagian dengan luas kecil dan zona pembatas dekat

gastrophageal junction. Fundus, pada mamalia merupakan regio yang berbentuk

kubah terletak sebelah kiri dari esofagus dan banyak terdapat sel kelenjar. Body

atau corpus, merupakan bagian terluas dari lambung (kurang lebih 2/3 bagian

lambung) yang membentang dari fundus inferior sampai ke pilorus. Pilorus

merupakan bagian yang paling akhir. Pilorus berbentuk corong dengan perluasan

kerucut, pada sambungan dengan badan disebut pyloric antrum dan batang

corongnya disebut pyloric canal. Bagian akhir pylorus terdapat sphinter yang

berfungsi mengatur pelepasan chyme ke dalam duodenum. Berikut merupakan

gambaran bentuk anatomis dari lambung dengan regio-regionya:

Gambar 1 Anatomi eksternal dan internal lambung mamalia. (Tortora dan

Grabowski 1996)

Histologi Lambung

Brown dan Hardisty (1990) serta Frappier (1998) menyatakan mukosa

lambung depan (lambung nonkelenjar) berbentuk epitel pipih banyak lapis yang

tertutupi oleh lapis keratin. Ketebalan lapisan keratin bervariasi tergantung pada

spesies, umur, diet dan derajat perluasan lambung. Batas antara lambung

Page 19: GAMBARAN HISTOPATOLOGI LAMBUNG TIKUS PUTIH … · 1 Anatomi eksternal dan internal lambung mamalia ..... 5 2 Histologi lambung tikus bagian pilorus ..... 6 3 Histologi kelenjar lambung

nonkelenjar dan lambung kelenjar dapat terlihat pada peralihan bentuk epitel pipih

banyak lapis ke bentuk epitel silindris sebaris.

Menurut Beveleander et al. (1988); Bringman et al. (1995); Gartner dan

Hiatt (2001), secara umum, histologi lambung dapat dibedakan menjadi beberapa

bagian yaitu: mukosa, submukosa, muskularis mukosa dan serosa. Berikut

merupakan gambaran histologi lambung beserta lapisan-lapisannya:

Gambar 2 Histologi lambung tikus bagian pilorus. M= mukosa; MM= muskularis

mukosa; SM= submukosa; TM= tunika muskularis. (Dokumentasi pribadi 2007)

Mukosa

Membran mukosa lambung berbentuk irreguler seperti tiang, membentuk

lipatan longitudinal yang disebut rugae dan jumlahnya tergantung pada tinggi

rendahnya rentangan organnya. Membran mukosa terdiri dari tiga komponen yaitu

epitelium, lamina propia dan muskularis mukosa. Epitel permukaan mukosa

ditandai oleh adanya lubang sumuran yang terletak rapat satu dengan yang lain

dan dilapisi epitel sejenis. Bentuk dan kedalaman dari sumuran ini serta sifat

kelenjarnya berbeda pada tiap bagian lambung. Di bawah epitel terdapat suatu

lamina propia dan lapisan di bawah sumuran ini mengandung kelenjar lambung.

Kelenjar lambung berbentuk simpel dan tipe tubular yang meluas hingga

basal lubang sumuran. Kelenjar lambung dibagi menjadi tiga daerah yaitu

isthmus, leher dan basal (Gambar 3). Pada masing-masing daerah mengandung

M

MM

SM

TM

Page 20: GAMBARAN HISTOPATOLOGI LAMBUNG TIKUS PUTIH … · 1 Anatomi eksternal dan internal lambung mamalia ..... 5 2 Histologi lambung tikus bagian pilorus ..... 6 3 Histologi kelenjar lambung

beberapa jenis sel yang berbeda. Tiap kelenjar lambung terbentuk dari empat jenis

sel yaitu: sel-sel lendir leher, sel-sel utama (Chief cell/peptic cells), sel-sel parietal

(sel oksintik) dan sel-sel enteroendokrin (Gambar 4 dan 5).

Gambar 3 Histologi kelenjar lambung bagian fundus yang terdiri atas isthmus (a),

leher (b) dan basal (c). (Anonim 2005).

Sel-sel lendir leher berukuran lebih kecil dari sel permukaan, bersifat

basofil, jumlahnya relatif sedikit, mempunyai dasar yang lebar dan menyempit di

bagian daerah puncaknya. Sel lendir leher berfungsi mensekresikan mukus.

Sel-sel utama (Chief cell/peptic cells) melapisi bagian bawah kelenjar

lambung dan mempunyai bentuk sel serosa yang khas. Sel ini mengandung bahan

basofil, sebagian besar mitokondria dan granula sekresi yang mengandung

pepsinogen, zat pemula pepsin. Eksositosi pepsinogen dipengaruhi rangsangan

syaraf dan hormon.

Sel-sel parietal atau sel oksintik berbentuk bulat telur, berukuran relatif

besar dan bersifat asidofil. Sel-sel ini memproduksi pendahulu dari asam

hidroklorat (HCl) dan faktor intrinsik lambung. Letaknya tersebar pada lumen

dipisahkan oleh sel-sel utama (Chief cell).

Sel-sel enteroendokrin berjumlah lebih sedikit dan letaknya tersebar di

antara membran dasar dan sel-sel utama (Chief cell). Sel-sel ini berfungsi

mengatur komposisi sekresi lambung (air, enzim dan kadar elektrolit), motilitas

a

b

c

Page 21: GAMBARAN HISTOPATOLOGI LAMBUNG TIKUS PUTIH … · 1 Anatomi eksternal dan internal lambung mamalia ..... 5 2 Histologi lambung tikus bagian pilorus ..... 6 3 Histologi kelenjar lambung

dinding usus, proses penyerapan dan penggunaan makanan (Beveleander et al.

1988; Bringman et al. 1995; Gartner dan Hiatt 2001).

Gambar 4 Histologi lambung bagian fundus, abomasum kambing. Sel Chief (a);

sel parietal (b); sel lendir leher (c). (Bacha & Bacha 2000).

Gambar 5 Histologi sel parietal (tanda panah hitam) dan sel chief (tanda panah

warna kuning) lambung bagian fundus. (Dokumentasi pribadi 2007).

Submukosa

Di bawah lapisan mukosa terdapat lapisan submukosa. Lapisan submukosa

umumnya lebih luas, bersifat fibroelastis dan terdiri dari kelenjar, pembuluh

darah, pembuluh limfatika dan syaraf (Bringman 1995). Pada lapisan ini terdapat

c

Page 22: GAMBARAN HISTOPATOLOGI LAMBUNG TIKUS PUTIH … · 1 Anatomi eksternal dan internal lambung mamalia ..... 5 2 Histologi lambung tikus bagian pilorus ..... 6 3 Histologi kelenjar lambung

kumpulan pembuluh darah kecil yang dikenal dengan pleksus Heller dan juga

meliputi sebagian besar pembuluh limfatika dan pleksus syaraf (pleksus Meissner)

(Beveleander et al. 1988).

Tunika muskularis

Tunika muskularis terdiri dari tiga lapis otot. Lapisan dalam berupa

lapisan oblique, lapisan tengah berupa lapisan otot sirkuler dan lapisan luar berupa

lapis otot longitudinal. Antara lapis sirkuler dan lapisan longitudinal dipisahkan

oleh pleksus syaraf mesenterium dan sel ganglion parasimpatis (pleksus

Auerbach’s) yang menginervasi kedua lapis otot (Gartner dan Hiatt. 2001).

Serosa

Lapisan paling luar yang melapisi saluran pencernaan adalah adventisia atau

serosa. Adventisia atau serosa tersusun dari jaringan longgar yang sering

mengandung lemak, pembuluh darah dan syaraf (Beveleander 1988).

Fisiologi Lambung

Lambung memiliki dua fungsi utama yaitu, fungsi pencernaan dan fungsi

motorik. Fungsi pencernaan dan sekresi lambung berkaitan dengan pencernaan

protein, sintesis dan sekresi enzim-enzim pencernaan. Selain mengandung sel-sel

yang mensekresi mukus, mukosa lambung juga mengandung dua tipe kelenjar

tubular yang penting yaitu kelenjar oksintik (gastrik) dan kelenjar pilorik.

Kelenjar oksintik terletak pada bagian corpus dan fundus lambung, meliputi 80%

bagian proksimal lambung. Kelenjar pilorik terletak pada bagian antral lambung.

Kelenjar oksintik bertanggung jawab membentuk asam dengan mensekresikan

mukus, asam hidroklorida (HCl), faktor intrinsik dan pepsinogen. Kelenjar pilorik

berfungsi mensekresikan mukus untuk melindungi mukosa pilorus, juga beberapa

pepsinogen, renin, lipase lambung dan hormon gastrin (Guyton dan Hall 1997).

Fungsi motorik lambung terdiri atas (1) penyimpanan sejumlah besar

makanan sampai makanan dapat diproses dalam duodenum, (2) pencampuran

makanan dengan sekresi lambung hingga membentuk suatu campuran setengah

cair yang disebut kimus (chyme) dan (3) pengosongan makanan dari lambung ke

dalam usus dengan lambat pada kecepatan yang sesuai untuk pencernaan dan

absorbsi dalam usus halus (Wilson dan Lester 1994; Guyton dan Hall 1997).

Page 23: GAMBARAN HISTOPATOLOGI LAMBUNG TIKUS PUTIH … · 1 Anatomi eksternal dan internal lambung mamalia ..... 5 2 Histologi lambung tikus bagian pilorus ..... 6 3 Histologi kelenjar lambung

Pertahanan Mukosa Lambung

Menurut Malik (1992), mukosa lambung merupakan barier antara tubuh

dengan berbagai bahan, termasuk makanan, produk-produk pencernaan, toksin,

obat-obatan dan mikroorganisme yang masuk lewat saluran pencernaan. Bahan-

bahan yang berasal dari luar tubuh maupun produk-produk pencernaan berupa

asam dan enzim proteolitik yang dapat merusak jaringan mukosa lambung. Oleh

karena itu, lambung memiliki sistem protektif yang berlapis-lapis dan sangat

efektif untuk mempertahankan keutuhan mukosa lambung. Proteksi (faktor

pertahanan) tersebut dilakukan oleh adanya beberapa faktor:

1. Faktor pre-epitelial

Faktor pre-epitelial merupakan faktor proteksi paling depan saluran

pencernaan yang letaknya meliputi secara merata lapisan permukaan sel epitel

mukosa saluran pencernaan. Cairan mukus dan bikarbonat yang disekresikan

oleh kelenjar-kelenjar dalam mukosa lambung berfungsi sebagai faktor pre-

epitelial untuk proteksi lapisan epitel terhadap enzim-enzim proteolitik dan

asam lambung. Bikarbonat berfungsi menetralisir keasaman di sekitar lapisan

sel epitel. Suasana netral dibutuhkan agar enzim-enzim dan transpor aktif di

sekeliling dan dalam lapisan sel epitel mukosa dapat bekerja dengan baik

(Guyton dan Hall 1997).

Menurut Guyton dan Hall (1997), mukus adalah sekresi kental yang

terutama terdiri dari air, elektrolit dan campuran beberapa glikoprotein, yang

terdiri dari sejumlah besar polisakarida yang berikatan dengan protein dalam

jumlah yang lebih sedikit. Menurut teori dua komponen barier mukus dari

Hollander, lapisan mukus lambung yang tebal dan liat merupakan garis depan

pertahanan terhadap autodigesti. Lapisan ini memberikan perlindungan

terhadap trauma mekanis dan kimia (Wilson dan Lester 1994).

Mukus menutupi lumen saluran pencernaan yang berfungsi sebagai

proteksi mukosa. Fungsi mukus sebagai proteksi mukosa: (a) pelicin yang

menghambat kerusakan mekanis (cairan dan benda keras), (b) barier terhadap

asam, (c) barier terhadap enzim proteolitik (pepsin) dan (d) pertahanan

terhadap organisme patogen (Julius 1992).

Page 24: GAMBARAN HISTOPATOLOGI LAMBUNG TIKUS PUTIH … · 1 Anatomi eksternal dan internal lambung mamalia ..... 5 2 Histologi lambung tikus bagian pilorus ..... 6 3 Histologi kelenjar lambung

2. Faktor epitelial

Integritas dan regenerasi lapisan sel epitel berperan penting dalam fungsi

sekresi dan absorbsi dalam saluran pencernaan. Kerusakan sedikit pada

mukosa (gastritis/duodenitis) dapat diperbaiki dengan mempercepat

penggantian sel-sel yang rusak. Sel-sel epitel saluran pencernaan terus

menerus mengalami pergantian dan regenerasi setiap 1-3 hari dipengaruhi oleh

banyak faktor (Malik 1992).

3. Faktor sub-epitelial

Integritas mukosa lambung terjadi akibat penyediaan glukosa dan

oksigen secara terus menerus. Aliran darah mukosa mempertahankan mukosa

lambung melalui oksigenasi jaringan yang memadai dan sebagai sumber

energi. Selain itu, fungsi aliran darah mukosa adalah untuk membuang atau

sebagai buffer difusi balik ion H+ (Julius 1992; Setiawati 1992).

4. Proteksi oleh sistem imun lokal dan sistemik

Sistem pencernaan juga diproteksi oleh sistem imun baik lokal maupun

sistemik serta sistem limfe terhadap berbagai toksin, obat dan bahan lainnya.

Sistem imun lokal terdapat dalam saluran pencernaan, sedangkan sistem imun

sistemik terdapat dalam sistem peredaran darah. Komponen dari sistem imun

dalam saluran cerna adalah sel-sel radang lokal saluran cerna (sel plasma,

limfosit, monosit) dan jaringan limpoid yang bersifat sistemik (Malik 1992).

Selain beberapa faktor pertahanan di atas, pada selaput lendir saluran

pencernaan juga terdapat komponen protektif mukosa yaitu prostaglandin (PG)

(Julius 1992; Kartasasmita 2002). Prostaglandin merupakan kelompok senyawa

turunan asam lemak arakhidonat yang dihasilkan melaui jalur siklooksigenase

(COX). Prostaglandin meningkatkan resistensi selaput lendir terhadap iritasi

mekanis, osmotis, termis atau kimiawi dengan cara regulasi sekresi asam

lambung, sekresi mukus, bikarbonat dan aliran darah mukosa. Dalam suatu telaah

telah ditunjukkan, bahwa pengurangan prostaglandin pada selaput lendir lambung

memicu terjadinya ulkus. Hal ini membuktikan salah satu peranan penting

prostaglandin untuk memelihara fungsi barier selaput lendir (Kartasasmita 2002).

Page 25: GAMBARAN HISTOPATOLOGI LAMBUNG TIKUS PUTIH … · 1 Anatomi eksternal dan internal lambung mamalia ..... 5 2 Histologi lambung tikus bagian pilorus ..... 6 3 Histologi kelenjar lambung

Patologi Lambung

Beberapa komponen pertahanan mukosa lambung dipengaruhi atau

diperantarai oleh prostaglandin (PG), termasuk sekresi mukus dan bikarbonat,

aliran darah, regenerasi sel epitel dan fungsi immunosit mukosa (Takeuchi et al.

1998). Adanya hambatan terhadap sintesis PG dapat menyebabkan penurunan

kemampuan pertahanan mukosa lambung terhadap iritan (Takeuchi et al. 1998).

Menurut Widjaja (1973); Damjanov (2000); Guyton dan Hall (1997),

beberapa gangguan lambung yang sering terjadi antara lain ulkus lambung dan

gastritis. Menurut Julius (1992), adanya gangguan-gangguan pada lambung

seperti gastritis, erosi dan ulkus turut dipengaruhi oleh faktor perimbangan antara

faktor agresif (asam dan pepsin) dan faktor pertahanan (defensif) dari mukosa.

Faktor pertahanan ini antara lain adalah pembentukan dan sekresi mukus, sekresi

bikarbonat, aliran darah mukosa dan regenerasi epitel. Kejadian ulkus lambung

lebih dipengaruhi oleh gangguan faktor pertahanan mukosa (defensif) saluran

cerna dibandingkan faktor agresif (asam dan pepsin). Apabila pertahanan mukosa

terganggu maka baru timbul ulkus peptik.

Di samping faktor agresif dan faktor pertahanan, ada faktor lain yang

termasuk faktor predisposisi (kontribusi) untuk terjadinya ulkus peptik antara lain

daerah geografis, jenis kelamin, faktor stress, herediter, merokok, obat-obatan dan

infeksi bakteria (Julius 1992).

Menurut Widjaja (1973); Plumb (1995), AAS pada dosis terapeutik dapat

menyebabkan iritasi lambung atau usus dalam berbagai tingkatan disertai dengan

pendarahan saluran pencernaan. AAS juga dapat dapat menyebabkan terjadinya

ulkus lambung yang bersifat akut. Ulkus akut umumnya multipel, dangkal, tidak

sama besarnya; tidak mempunyai tempat tertentu (predileksi); membesarnya

cepat; dapat pula menyebabkan kerusakan kapiler di lamina propia (mukosa) dan

hemorrhagi. Ulkus akut lebih sering terjadi pada lambung daripada duodenum.

Kebanyakan ulkus akut hanya superfisial mengenai mukosa dan submukosa,

batas-batasnya tidak jelas, dan disertai tanda-tanda radang akut. Ulkus dapat

sembuh tanpa bekas atau fibrosis, dengan re-epitelisasi sempurna.

Ulkus kronis disebut pula ulkus peptikum (ulcer pepticum), karena

berhubungan dengan peptic juice, yaitu getah lambung yang asam. Ulkus peptik

Page 26: GAMBARAN HISTOPATOLOGI LAMBUNG TIKUS PUTIH … · 1 Anatomi eksternal dan internal lambung mamalia ..... 5 2 Histologi lambung tikus bagian pilorus ..... 6 3 Histologi kelenjar lambung

lambung biasanya ditemukan di perbatasan daerah yang tidak membuat asam dan

daerah yang membuat asam; daerah tersebut disebut acid line. Ulkus peptik

biasanya tunggal, bulat atau lonjong (Widjaja 1973).

Gangguan lambung yang juga sering terjadi adalah gastritis. Gastritis

adalah inflammasi (peradangan) dari mukosa lambung termasuk gastritis erosiva

yang disebabkan oleh iritasi, refluks cairan kandung empedu dan pankreas,

hemorrhagic gastritis, infectious gastritis dan atrofi mukosa lambung (Guyton

dan Hall 1997; Shayne 2006; Karisyogya 2007). Mekanisme kerusakan mukosa

pada gastritis diakibatkan oleh ketidakseimbangan antara faktor-faktor

pencernaan, seperti asam lambung dan pepsin dengan produksi mukus, bikarbonat

dan aliran darah (Julius 1992; Shayne 2006; Karisyogya 2007).

Gastritis dapat hanya superfisial atau dapat menembus lebih dalam ke

mukosa lambung. Beberapa bahan yang dimakan seperti alkohol dan aspirin dapat

sangat merusak barier pertahanan lambung. Bahan-bahan tersebut dapat merusak

mukosa kelenjar dan sambungan epitel yang rapat (tight epithelial junctions) di

antara sel pelapis lambung hingga sering menyebabkan gastritis akut atau kronis

berat (Guyton dan Hall 1997).

Sedangkan menurut Damjanov (2000), gastritis dapat diklasifikasikan

sebagai gastritis erosif dan nonerosif. Cohen (2007) mengklasifikasikan gastritis

menjadi gastritis erosif dan nonerosif berdasarkan atas tingkat kerusakan mukosa

lambung. Gastritis erosif biasanya bersifat akut dan ditandai oleh defek mukosa

superfisial (erosi). Defek ini biasanya disebabkan oleh zat kimia dan obat

misalnya aspirin, gangguan sirkulasi atau bakteri misalnya Helicobacter pylori.

Gastritis nonerosif yang sering terjadi adalah gastritis atrofik. Umumnya gastritis

atrofik berhubungan dengan penurunan jumlah sel parietal (Damjanov 2000).

Gastritis juga dapat diklasifikasikan berdasarkan perubahan histopatologi

menjadi gastritis akut dan gastritis kronis. Gastritis akut dicirikan dengan adanya

infiltrasi polymorphonuclearleucocytes (PMN) pada mukosa corpus dan antrum

pilorus, edema dan erosi mukosa (Thomas 1979; Cohen 2007). Gastritis kronis

ditandai dengan penurunan fungsi mukosa, seperti adanya nekrosa sel, atrofi sel

atau metaplasia (Cohen 2007).

Page 27: GAMBARAN HISTOPATOLOGI LAMBUNG TIKUS PUTIH … · 1 Anatomi eksternal dan internal lambung mamalia ..... 5 2 Histologi lambung tikus bagian pilorus ..... 6 3 Histologi kelenjar lambung

Kejadian gastritis akibat infeksi agen asing atau iritasi kimiawi diawali

dengan kongesti dan fokus hemorrhagi pada mukosa lambung. Kerusakan

tersebut kemudian akan segera diikuti dengan perubahan pada epitelium,

hemorrhagi, edema dan erosi permukaan epitel. Kerusakan sel epitelial dapat

memungkinkan terjadi difusi balik ion H+ ke mukosa (Van Kruininger 1995).

Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS)

Menurut Wimana (1995), OAINS merupakan suatu kelompok obat yang

heterogen susunan kimiawinya akan tetapi memiliki kesamaan efek terapi dan

efek samping. Hal ini dikarenakan efek terapi dan efek samping obat tergantung

atas penghambatan sintesis enzim siklooksigenasee (COX) (Bishop 2005).

Menurut Hodgson (1999), kebanyakan OAINS terdiri atas karbosiklik atau

asam enolat. Terdapat 6 macam OAINS yang diketahui antara lain salisilat,

indenes, propionate, fermanate, pyrazolon dan oxicams. Golongan OAINS

umumnya digunakan sebagai obat analgesik, antipiretik dan anti-inflamasi.

Penghambatan sintesis enzim siklooksigenase akan mengganggu konversi asam

arakidonat menjadi prostaglandin G2 (PGG2) (Wimana 1995). Prostaglandin

berperanan penting dalam proses timbulnya rasa nyeri, demam dan reaksi-reaksi

peradangan (melalui COX-2). Pada saluran pencernaan, prostaglandin berperanan

dalam mekanisme pertahanan mukosa lambung (Julius 1992; Kartasasmita 2002).

Absorbsi OAINS ke dalam epitel mukosa lambung dapat meningkatkan

kemungkinan terjadinya efek samping obat khususnya pada saluran pencernaan

bagian atas. Kelainan terbanyak terjadi pada lambung dan duodenum, dalam

stadium ringan terjadi hyperemia, stadium sedang terjadi erosi/lesi mukosa dan

pada stadium berat muncul ulkus tanpa atau dengan hemorrhagi.

Dari suatu telaah diperoleh hasil bahwa peluang terjadinya erosi mukosa

khususnya lambung adalah 50-70%, sisanya tidak mengalami kelainan. Hal ini

berkaitan erat dengan kualitas mukosa dan ketahanan mukosa (sitoproteksi). Teori

Sun dan Shay (1904) diacu dalam Halter et al. (2001), menyebutkan bahwa

peluang terjadi erosi mukosa berdasarkan teori keseimbangan (Balanced Theory)

yang meliputi faktor agresif dan faktor defensif. Keseimbangan antara faktor

agresif dalam bentuk asam lambung, pepsin, empedu, enzim, makanan, obat-

Page 28: GAMBARAN HISTOPATOLOGI LAMBUNG TIKUS PUTIH … · 1 Anatomi eksternal dan internal lambung mamalia ..... 5 2 Histologi lambung tikus bagian pilorus ..... 6 3 Histologi kelenjar lambung

obatan terutama golongan OAINS. Faktor defensif yang terdiri dari pre-epitel,

epitel dan sub-epitel yang mempunyai kemampuan dalam mempertahankan

keutuhan mukosa terhadap pengaruh luminal; ketiga faktor defensif ini

dipengaruhi oleh PG (Halter et al. 2001). Adanya hambatan terhadap sintesis PG

oleh OAINS dapat menyebabkan penurunan kemampuan pertahanan mukosa

lambung terhadap iritan (Takeuchi et al. 1998).

Asam Asetil Salisilat

Nama lain AAS adalah asetosal atau umumnya lebih dikenal dengan nama

dagang aspirin, merupakan salah satu sediaan OAINS yang paling banyak

digunakan (Wimana 1995). Berikut merupakan struktur kimia aspirin disajikan

dalam Gambar 6.

Asam asetil salisilat (aspirin®)

��

� ��� Nama Kimia 2-(acetyloxy)benzoic acid

Formula Kimia C9H8O4; C6H4(OCOCH3)COOH

Gambar 6 Struktur kimia Aspirin. (Anonimus 2006).

Umumnya sediaan AAS ini digunakan sebagai analgesik (obat untuk

menghilangkan rasa nyeri), antipiretik (obat penurun demam) dan anti-inflamasi.

Ia bekerja menghambat prostaglandin (PG) yang terbentuk dari hasil metabolisme

asam arakhidonat melalui isoenzim siklooksigenase (COX) melalui mekanisme

irreversible (Wimana 1995; Hodgson 1999).

Farmakokinetik

Obat yang masuk ke dalam tubuh melalui berbagai cara pemberian

umumnya mengalami absorbsi, distribusi dan pengikatan pada target kerja hingga

menimbulkan efek. Dengan atau tanpa biotransformasi, obat kemudian akan

diekskresi dari tubuh (Bustami 1995).

Page 29: GAMBARAN HISTOPATOLOGI LAMBUNG TIKUS PUTIH … · 1 Anatomi eksternal dan internal lambung mamalia ..... 5 2 Histologi lambung tikus bagian pilorus ..... 6 3 Histologi kelenjar lambung

Pada pemberian oral, sebagian salisilat diabsorbsi dengan daya absorbsi

70% dalam bentuk utuh dalam lambung, tetapi sebagian besar absorbsi terjadi

dalam usus halus bagian atas. Sebagian AAS dihidrolisa, kemudian

didistribusikan ke seluruh tubuh. Salisilat segera menyebar ke seluruh tubuh dan

cairan transeluler setelah diabsorbsi. Kecepatan absorbsi tergantung dari

kecepatan disintegrasi dan disolusi tablet, pH permukaan mukosa dan waktu

pengosongan lambung. Salisilat dapat ditemukan dalam cairan sinovial, cairan

spinal, liur dan air susu. Kadar tertingggi dicapai kira-kira 2 jam setelah

pemberian (Wimana 1995).

Menurut Plumb (1995) dan Hodgson (1999), metabolisme obat ini di

dalam hati melalui konjugasi dengan glisin dan asam glukoronat melalui

glucuronil transferase. Salisilat dan metabolitnya diekskresikan dengan cepat oleh

ginjal melalui filtrasi dan sekresi renal tubuli.

Farmakodinamik

Menurut Roder (2004) dan Kartasasmita (2002), OAINS contohnya AAS

adalah golongan obat yang terutama bekerja perifer. Sediaan OAINS memiliki

aktivitas penghambat radang dengan mekanisme kerja menghambat biosintesis

prostaglandin dari asam arakhidonat melalui penghambatan aktivitas enzim

siklooksigenase (Nadi 1992). Berbeda dengan OAINS lainnya, AAS merupakan

inhibitor irreversibel siklooksigenase (COX) (Kartasamita 2002).

Asam arakhidonat mulanya merupakan komponen normal yang disimpan

pada sel dalam bentuk fosfolipid dan dibebaskan dari sel penyimpan lipid oleh

asil hidrosilase. Terdapat dua jalur utama reaksi-reaksi yang dialami oleh asam

arakidonat pada metabolismenya, yaitu jalur siklooksigenase serta jalur

lipoksigenase. Reaksi tahap pertama jalur siklooksigenase dikatalisis oleh dua

jenis enzim, yaitu siklooksigenase dan hidroperoksidase. Jalur siklooksigenase

menghasilkan prostaglandin, prostasiklin dan tromboksan, sementara jalur

lipoksigenase menghasilkan HPETE (Hydroperoxieicosatetraenoic) dan leukotrin.

Prostaglandin yang dihasilkan melalui jalur siklooksigenase berperan

dalam proses timbulnya nyeri, demam dan reaksi-reaksi peradangan. Selain itu,

prostaglandin juga berperanan penting pada proses-proses fisiologis normal dan

Page 30: GAMBARAN HISTOPATOLOGI LAMBUNG TIKUS PUTIH … · 1 Anatomi eksternal dan internal lambung mamalia ..... 5 2 Histologi lambung tikus bagian pilorus ..... 6 3 Histologi kelenjar lambung

pemeliharaan fungsi regulasi berbagai organ. Pada selaput lendir saluran

pencernaan, prostaglandin berefek protektif dengan meningkatkan resistensi

selaput lendir terhadap iritasi mekanis, osmotis, termis atau kimiawi. Karena

prostaglandin berperan dalam proses timbulnya nyeri, demam, dan reaksi

peradangan, maka AAS melalui penghambatan aktivitas enzim siklooksigenase

mampu menekan gejala-gejala tersebut. Pengurangan prostaglandin pada selaput

lendir lambung memicu terjadinya ulkus (Kartasasmita, 2002). Mekanisme AAS

sebagai OAINS dapat diterangkan dengan mengikuti alur metabolisme asam

arakhidonat (Gambar 7).

Gambar 7 Bagan mekanisme penghambatan mediator peradangan oleh obat anti-

inflamasi non steroid (OAINS). (Mustchler 1991).

Efek samping

Sediaan AAS dosis terapi bekerja cepat dan efektif sebagai antipiretik.

Pada dosis terapi laju metabolisme juga meningkat. Pada dosis toksis, obat ini

Prostasiklin Prostaglandin Tromboksan

Leukotrin

Asam arakhidonat

Jalur siklooksigenase (COX) Jalur lipoksigenase

OAINS

COX-1 COX-2

• Proteksi mukosa • Agregasi platelet

• Rasa nyeri • Demam • Proses Inflammasi

Fosfilipid

COO

CH3

Page 31: GAMBARAN HISTOPATOLOGI LAMBUNG TIKUS PUTIH … · 1 Anatomi eksternal dan internal lambung mamalia ..... 5 2 Histologi lambung tikus bagian pilorus ..... 6 3 Histologi kelenjar lambung

justru memperlihatkan efek pireutik sehingga terjadi demam dan hiperhidrosis

pada keracunan berat (Wimana 1995).

Menurut Wallace et al. 1995 dan Takeuchi et al. 1998), AAS mempunyai

efek samping dapat menyebabkan kerusakan topikal lambung. Ada 2 komponen

utama yang dapat menyebabkan efek ulcerogenik dari AAS pada lambung yaitu

aksi iritasi topikal pada epitelium dan hambatan sintesis prostaglandin (PG)

(Takeuchi et al. 1998).

Pada dosis terapeutik, AAS dapat menyebabkan iritasi lambung atau usus

dalam berbagai tingkatan disertai dengan pendarahan saluran pencernaan. Iritasi

saluran cerna tersebut dapat menyebabkan vomiting atau anorexia. Pendarahan

tersebut dapat menyebabkan anemia atau hipoproteinemia (Plumb 1995).

Keracunan salisilat yang berat dapat berakibat fatal, tetapi umumnya

ditemukan gejala keracunan salisilat yang ringan. Keracunan salisilat berat

memiliki gejala mirip dengan gejala nyeri kepala, pusing, tinnitus, gangguan

pendengaran, penglihatan kabur, rasa bingung, lemas, rasa kantuk, banyak

berkeringat, haus, mual, muntah dan terkadang diare. Pada kasus keracunan yang

lebih berat, gejala SSP menjadi lebih jelas disertai timbulnya kegelisahan, iritatif,

inkoherensi, rasa cemas, vertigo, tremor, diplopia, delirium, halusinasi, koma,

erupsi kulit dan gangguan keseimbangan asam basa (Wimana 1995).

Overdosis

Gejala yang muncul apabila overdosis adalah muntah, anoreksia,

hipertermia, frekuensi nafas meningkat (hiperventilasi). Respirasi alkalosis

seringkali muncul sebagai respon kompensasi terjadinya hiperventilasi. Apabila

tidak diberikan treatment terhadap efek samping obat ini, dapat muncul gejala

kelemahan otot, edema otak dan paru-paru, hipernatremia, hipokalemia, ataxia,

seizure, koma kemudian mati (Plumb 1995).

Toksisitas gastointestinal berhubungan dengan penggunaan OAINS dapat

bervariasi mulai dari dyspepsia ringan, komplikasi hingga mati. Resiko tertinggi

dapat terjadi pada pemakaian obat dalam jangka panjang yang meliputi kerusakan

mukosa dan muncul gejala klinis. Efek gastrotoksik persisten dapat muncul pada

pemakaian obat dalam tahap kronis (Rodriguez et al. 2004).

Page 32: GAMBARAN HISTOPATOLOGI LAMBUNG TIKUS PUTIH … · 1 Anatomi eksternal dan internal lambung mamalia ..... 5 2 Histologi lambung tikus bagian pilorus ..... 6 3 Histologi kelenjar lambung

MATERI DAN METODE

Waktu dan Tempat penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari-Agustus 2007 di Bagian

Patologi, Departemen Klinik Reproduksi dan Patologi Veteriner, Fakultas

Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.

Materi penelitian

Hewan Coba

Penelitian ini bersifat eksperimental menggunakan hewan coba sebagai model.

Hewan model yang digunakan adalah tikus putih Rattus norvegicus galur

Sprague-Dawley sebanyak 20 ekor, jenis kelamin jantan berumur 2 bulan dengan

bobot ± 250 gram. Hewan model diambil dari bagian Non Ruminansia dan Satwa

Harapan (NRSH) Fakultas Peternakan IPB. Hewan model dibedakan menjadi dua

kelompok, kelompok kontrol dan kelompok perlakuan. Masing-masing kelompok

10 ekor tikus.

Obat anti inflamasi non steroid (OAINS)

Pada penelitian ini digunakan golongan obat OAINS yaitu asam asetil

salisilat (AAS) dengan dosis 400 mg per ekor tikus (Manan 2007). Sediaan AAS

digunakan dalam bentuk murni berupa kristal putih.

Alat penelitian dan bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

1. Tikus putih galur Sprague Dawley jantan berumur 2 bulan sebanyak 20

ekor.

2. Kandang tikus sebanyak 40 buah dan 40 buah botol air minum. Kandang

tikus modifikasi terbuat dari boks plastik ditutupi kawat ram, bedding

kawat ram dan dialasi dengan menggunakan kertas buram.

3. Air minum AQUA®.

4. Kertas buram, kantung plastik putih, dan kantung plastik hitam

Page 33: GAMBARAN HISTOPATOLOGI LAMBUNG TIKUS PUTIH … · 1 Anatomi eksternal dan internal lambung mamalia ..... 5 2 Histologi lambung tikus bagian pilorus ..... 6 3 Histologi kelenjar lambung

5. Sonde lambung untuk tikus (1,5 x 80 mm) Knopfkanule 370144,

Germany

6. Spuit berukuran 1 ml dan 3 ml.

7. Antibiotik Tetracyclin 250 mg, anthelmintik Albendazole 5% dan

asam asetil salisilat murni (AAS) serta 1 buah botol obat.

8. Timbangan digital Precisa 3000 D.

9. Alat nekropsi (gunting, scalpel, pinset anatomis, pinset fisiologis,

jarum fiksator, alas nekropsi, stiroform, wadah penyimpan organ),

kaca pembesar berlampu untuk pengamatan Patologi Anatomi serta

larutan pengawet Buffer Neutral Formaldehyde (BNF) 10 %.

10. Bahan untuk processing jarinngan: alkohol dengan konsentrasi

bertingkat. Alkohol absolut (p.a), xylol (p.a). p.a= pro analysis.

11. Bahan pewarnaan Hematoxylin Eosin (HE).

12. Bahan untuk pewarnaan khusus mukosa (Periodic Acid Schift-Alcian

Blue).

13. Kamera digital untuk dokumentasi hasil pemeriksaan patologi anatomi

(PA) dan histopatologi.

14. Mikoroskop cahaya binokuler.

15. Mikroskop Video Mikrometer

16. Counter

Metode kerja

Persiapan pakan dan adaptasi tikus dalam kandang

Sebelum tikus digunakan untuk penelitian, terlebih dahulu dipersiapkan

pakan tikus berbentuk pelet dengan komposisi bahan : jagung (73,943 %), bungkil

(14,505%), dedak (6,8 %), kapur (1,5 %), tepung tulang (1,263%), minyak (1%),

metionin (0,362%), lisin (0,31%), garam (0,213%) dan vitamin+mineral mix

(0,016%). (formulasi dan pembuatan pakan dilakukan di Bagian Non Ruminansia

dan Satwa Harapan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor). Setiap hari

tikus diberi 25 gram pakan per ekor. Pakan kemudian diiradiasi dengan kekuatan

10 KGray di BATAN, Jakarta Selatan untuk tujuan sterilisasi.

Page 34: GAMBARAN HISTOPATOLOGI LAMBUNG TIKUS PUTIH … · 1 Anatomi eksternal dan internal lambung mamalia ..... 5 2 Histologi lambung tikus bagian pilorus ..... 6 3 Histologi kelenjar lambung

Adaptasi pada tikus dilakukan selama tiga minggu disertai dengan

pemberian terapi obat antibiotik Tetracyclin 250 mg selama 3 hari dan

anthelmintik Albendazole 5%. Tetracyclin 250 mg diberikan dengan dosis 100

mg/kgBB sedangkan Albendazole 5% (Sanbe) diberikan dengan dosis tunggal 10

mg/kgBB. Pemberian Albendazole diulangi dengan jarak pemberian 1 minggu.

Dilanjutkan dengan pemberian anti Cryptococcus, Fluconazole 50 mg/KgBB satu

kali pemberian selama 3 hari. Terapi obat bertujuan untuk menghilangkan bias

yang dikhawatirkan akan mempengaruhi kondisi mukosa lambung dan saluran

pencernaan lain. Berat badan tikus ditimbang seminggu sekali. Sisa pakan

ditimbang setiap hari.

Perlakuan pemberian asam asetil sallisilat

Pemberian asam asetil salisilat (AAS) dilakukan pada kelompok tikus

yang mendapat perlakuan terdiri dari 10 ekor tikus jantan secara per oral

menggunakan sonde lambung dengan dosis tunggal 400 mg dalam 2 ml larutan

aquadest selama 3 hari. Pemberian asam asetil salisilat dilakukan sekali dalam

sehari pada sore hari. Sebelum pemberian, tikus dipuasakan sebelumnya selama 2-

3 jam. Tikus kontrol diberi aquadest dengan sonde lambung.

Tahap nekropsi tikus

1. Pembiusan tikus

Anestesi memakai kapas yang telah dibasahi dengan eter dan dimasukkan

ke dalam wadah kaca unaerobic jar. Tikus selanjutnya dinekropsi.

2. Teknik nekropsi

Tikus diletakkan di atas stiroform yang telah dilapisi aluminium foil pada

posisi dorsal (terlentang) kemudian difiksasi dengan menggunakan jarum pentul

pada keempat ekstremitasnya. Untuk mempermudah nekropsi, permukaan

abdomen tikus dibasahi dengan alkohol 70%. Tahap nekropsi dilakukan pada

linea alba dengan membuka lapisan kulit dan fascia. Rongga abdomen dibuka

sampai batas bawah diafragma. Organ yang diambil adalah lambung. Organ

tersebut dimasukkan ke dalam larutan BNF 10% dan disimpan sampai proses

berikutnya.

Page 35: GAMBARAN HISTOPATOLOGI LAMBUNG TIKUS PUTIH … · 1 Anatomi eksternal dan internal lambung mamalia ..... 5 2 Histologi lambung tikus bagian pilorus ..... 6 3 Histologi kelenjar lambung

3. Trimming organ dan prosesing jaringan

Sebelum dilakukan tahap dehidrasi dan embedding, organ dipotong tipis

berukuran 3 mm sesuai dengan bagian yang akan diamati yaitu bagian lambung

nonkelenjar, fundus, dan pylorus.

Potongan dilakukan sesuai dengan bagian seperti tertera dalam Gambar 3 dibawah

ini potongan 1

Potongan 1 : bagian lambung nonkelenjar

Potongan 2 : bagian fundus potongan 2

Potongan 3 : bagian pilorus potongan 3

Gambar 8 Lambung monogastrik. (Anonim 2002).

Potongan tipis organ kemudian dimasukkan ke dalam tissue cassette dan

diproses secara otomatis dalam tissue processor (SakuraTM, Japan) untuk proses

dehidrasi. Dalam proses dehidrasi digunakan alkohol bertingkat mulai dari

alkohol 70 %, 80%, 90%, 95%, hingga 100% (absolute), diikuti clearing dengan

larutan Xylene sebanyak 3 kali dan kemudian embedding menggunakan paraffin

(ShendonTM, UK). Dilanjutkan dengan pembuatan blok jaringan dalam paraffin

cair yang mempunyai titik leleh 56-57˚ C dalam mesin embedding tissue

(SakuraTM, Japan). Setelah dingin blok disimpan hingga trimming.

4. Trimming

Blok yang telah mengeras kemudian disimpan dalam refrigerator hingga

akan dipotong menggunakan mikrotom setebal 3-4 μm (Spencer, USA).

Hasil potongan mikrotom dibentangkan di atas permukaan air dengan suhu

40˚ C, kemudian diletakkan di atas object glass yang telah dilapisi Ewitt

sebagai pelekat dan dikeringkan.

Sebelum diwarnai, potongan organ di atas object glass diinkubasikan dalam

inkubator Memert, Jerman dengan suhu 55˚ C selama semalam.

Kemudian diwarnai dengan Hematoxylin Eosin menurut metode Meyer

(Humason 1985).

Fundus Body

Page 36: GAMBARAN HISTOPATOLOGI LAMBUNG TIKUS PUTIH … · 1 Anatomi eksternal dan internal lambung mamalia ..... 5 2 Histologi lambung tikus bagian pilorus ..... 6 3 Histologi kelenjar lambung

Pemeriksaan Histopatologi (HP)

Pemeriksaan histopatologi organ lambung dilakukan secara kuantitatif dan

kualitatif pada regio lambung nonkelenjar dan lambung kelenjar. Lambung

kelenjar dibedakan menjadi dua regio, fundus dan pilorus.

Pemeriksaan kuantitatif organ lambung dilakukan dengan beberapa parameter

antara lain:

1. Perhitungan jumlah sel goblet per satuan panjang 1000 µm menggunakan

mikroskop videomikrometer pada 10 lapang pandang. Untuk mernghitung

jumlah sel goblet digunakan pewarnaan PAS-AB.

2. Perhitungan jumlah sel perietal dan sel Chief dengan pewarnaan HE pada

10 lapang pandang.

3. Perhitungan jumlah infiltrasi sel radang pada tiap lapisan lambung pada 10

lapang pandang.

Pemeriksaan kualitatif dilakukan terhadap keutuhan lapisan epitel penutup,

deskuamasi epitel, kongesti, hemorrhagi, edema pada ketiga regio lambung

dengan pewarnaan Hematoxylin Eosin (HE). Hasil pemeriksaan kualitatif

dikelompokkan menjadi tiga derajat keparahan yaitu ringan (+), sedang (++) dan

berat (+++) yang disajikan secara deskriptif.

Deskuamasi epitel : Terjadi pelepasan sel epitel.

• Ringan (+) : Terdapat 25 % epitel vili yang mengalami deskuamasi

• Sedang (++) : Terdapat 50 % epitel vili yang mengalami deskuamasi

• Berat (+++) : Terdapat 75 % atau lebih epitel vili yang mengalami

deskuamasi

Kongesti : Pembuluh darah berdilatasi dan terisi butir-butir darah

merah.

• Ringan (+) : Terdapat 25 % pembuluh darah yang mengalami kongesti

dari total jumlah pembuluh darah

• Sedang (++) : Terdapat 50 % pembuluh darah yang mengalami kongesti

dari total jumlah pembuluh darah

Page 37: GAMBARAN HISTOPATOLOGI LAMBUNG TIKUS PUTIH … · 1 Anatomi eksternal dan internal lambung mamalia ..... 5 2 Histologi lambung tikus bagian pilorus ..... 6 3 Histologi kelenjar lambung

• Berat (+++) : Terdapat 75 % atau lebih pembuluh darah yang

mengalami kongesti dari total jumlah pembuluh darah.

Hemorraghi : Butir-butir darah keluar dari pembuluh darah dan tersebar

diantara jaringan.

• Ringan (+) : Terdapat 25 % fokus hemorrhagi pada lapisan mukosa dan

submukosa dari keseluruhan lapang pandang.

• Sedang (++) : Terdapat 50 % fokus hemorrhagi pada lapisan mukosa dan

submukosa dari keseluruhan lapang pandang.

• Berat (+++) : Terdapat 75 % atau lebih fokus hemorrhagi pada lapisan

mukosa dan submukosa dari keseluruhan lapang pandang.

Edema : Terjadi akumulasi cairan dengan jumlah yang abnormal

pada kompartemen ekstrasel. Terjadi peregangan lapisan

mukosa dan submukosa.

• Ringan (+) : Terdapat 25 % bagian lapisan mukosa dan submukosa

yang mengalami edema dari keseluruhan lapang pandang.

• Sedang (++) : Terdapat 50 % bagian lapisan mukosa dan submukosa

yang mengalami edema dari keseluruhan lapang pandang.

• Berat (+++) : Terdapat 75 % atau lebih bagian lapisan mukosa dan

submukosa yang mengalami edema dari keseluruhan

lapang pandang.

Evaluasi kuantitatif dan kualitatif tersebut dilakukan pada 10 lapang

pandang dengan pembesaran 40× objektif dan 10× okuler.

INTREPETASI DATA

Data yang diperoleh secara kuantitatif berupa jumlah sel goblet, jumlah sel

Chief, jumlah sel parietal dan jumlah sel radang dianalisis menggunakan uji sidik

ragam rancangan acak lengkap (one-way ANOVA) dengan program SPSS 13

untuk membandingkan kelompok control (K) dan perlakuan (P). Jika perlakuan

berpengaruh nyata, dilanjutkan dengan uji Duncan (p=0.05).

Page 38: GAMBARAN HISTOPATOLOGI LAMBUNG TIKUS PUTIH … · 1 Anatomi eksternal dan internal lambung mamalia ..... 5 2 Histologi lambung tikus bagian pilorus ..... 6 3 Histologi kelenjar lambung

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pemberian asam asetil salisilat (AAS) menimbulkan efek patologis pada

organ lambung tikus. Menurut Takeuchi et al. (1998) dan Wallace et al. (1995),

AAS mempunyai efek samping dapat menyebabkan kerusakan topikal mukosa

lambung. Hal ini dikarenakan AAS dapat mengiritasi mukosa lambung.

Berdasarkan pengamatan histopatologi, AAS berpengaruh terhadap perubahan

histopatologi pada mukosa lambung. Respon histopatologi yang teramati dapat

diklasifikasikan menjadi respon pra-inflamasi dan respon inflammasi. Respon pra-

inflammasi yang muncul yaitu proliferasi sel goblet dan deskuamasi epitel.

Sedangkan respon inflammasi ditandai adanya erosi mukosa (ulkus), perubahan

jumlah sel Chief dan sel parietal, kongesti, hemorrhagi, edema serta infiltrasi sel

radang dengan derajat keparahan bervariasi pada tiap lapisan lambung.

Respon Pra-Inflammasi

a. Proliferasi Sel Goblet

Salah satu komponen pertahanan mukosa lambung adalah sel goblet yang

mensekresikan mukus. Menurut Setiawati (1992); Guyton dan Hall (1997), mukus

disekresi oleh sel goblet dan kelenjar Brunner, berupa sekresi kental yang lengket,

tidak larut dalam air. Mukus terdiri dari elektrolit dan campuran beberapa

glikoprotein yang terdiri dari sejumlah besar polisakarida yang berikatan dengan

protein dalam jumlah sedikit.

Pada saluran pencernaan, mukus memiliki beberapa sifat penting sebagai

pelumas dan pelindung yang baik. Mukus mempunyai kemampuan

mempermudah meluncurnya makanan di sepanjang saluran pencernaan dan

mencegah eksorasi atau kerusakan kimiawi epitel. Sekresi mukus juga dapat

melindungi mukosa lambung dari agen asing, berupa mikroorganisme, cacing,

bahan yang bersifat asam dan lain-lain (Setiawati 1992; Guyton dan Hall 1997).

Fungsi mukus sebagai pertahanan pertama dipengaruhi oleh ketebalan dan

kualitas mukus. Ketebalan mukus berhubungan erat dengan aktifitas sel goblet

sebagai penghasil mukus. Gangguan dari sekresi dan fungsi mukus akan

menyebabkan penetrasi obat akan mencapai epitel lambung. Kontak langsung

Page 39: GAMBARAN HISTOPATOLOGI LAMBUNG TIKUS PUTIH … · 1 Anatomi eksternal dan internal lambung mamalia ..... 5 2 Histologi lambung tikus bagian pilorus ..... 6 3 Histologi kelenjar lambung

obat (dalam penelitian ini AAS) dengan epitel mukosa lambung akan terjadi bila

lapisan mukus yang merupakan pertahanan terdepan tidak berfungsi dengan baik

(Wallace et al. 1995 dan Halter et al. 2001).

Pemberian AAS berpengaruh terhadap perubahan histopatologi pada

mukosa lambung yaitu peningkatan produksi mukus (jumlah sel goblet). Hasil

analisis statistik pengaruh pemberian AAS terhadap jumlah sel goblet lambung

kelenjar (regio fundus dan pilorus) disajikan dalam Tabel 1

Tabel 1 Pengaruh pemberian asam asetil salisilat (AAS) terhadap jumlah sel

goblet pada regio fundus dan pilorus lambung tikus

Kelompok Sel goblet Fundus Sel goblet Pilorus

Kontrol (K) 11.800±6.088a 11.900±4.654a

Perlakuan (P) 18.600±10.058b 17.400±9.664b

Keterangan: Huruf yang berbeda pada kolom yang sama nenunjukkan perbedaan yang nyata (p<0.05)

19.77 19.93

31.1429.15

0

5

10

15

20

25

30

35

Fundus Pilorus

regio lambung

% sel gob

le

Kontrol

Perlakuan

Gambar 9 Grafik persentase sel goblet pada lambung kelenjar regio fundus dan

pilorus kelompok kontrol dan perlakuan

Data Tabel 1 menunjukkan jumlah sel goblet dengan perbedaan yang

nyata (p<0.05) antara kedua kelompok. Kelompok perlakuan (P) memperlihatkan

jumlah sel goblet regio fundus dan pilorus yang lebih tinggi dibandingkan dengan

kelompok kontrol (K). Hal itu mengindikasikan bahwa AAS bersifat iritatif

sehingga merangsang proliferasi sel goblet pada kelompok P. Peningkatan jumlah

sel goblet tersebut merupakan respon untuk melindungi mukosa lambung.

Peningkatan jumlah sel goblet akan menginduksi peningkatan sekresi mukus.

Page 40: GAMBARAN HISTOPATOLOGI LAMBUNG TIKUS PUTIH … · 1 Anatomi eksternal dan internal lambung mamalia ..... 5 2 Histologi lambung tikus bagian pilorus ..... 6 3 Histologi kelenjar lambung

Menurut Smith et al. (1974), jumlah sel goblet pada mukosa bervariasi dan dapat

meningkat apabila ada stimulan seperti pakan atau senyawa kimia iritatif.

Gambaran histopatologi proliferasi sel goblet regio fundus dan pilorus lambung

disajikan pada Gambar 10.

Gambar 10 Sel goblet (tanda panah) pada kelompok K (A) dan proliferasi sel goblet (tanda panah) pada kelompok P (B). Pewarnaan PAS, perbesaran 400 x, bar 20 µm.

Berdasarkan hasil yang diperoleh, meskipun terjadi proliferasi sel goblet

pada kelompok P akan tetapi kemampuan mukus untuk melindungi mukosa

lambung diduga menurun akibat pemberian AAS. Menurut Wilson dan Lester

(1994), AAS dapat menyebabkan perubahan kualitas mukus lambung sehingga

dapat mempermudah degradasi mukus oleh pepsin. Menurut Nadi (1992), pada

binatang percobaan yang diberi aspirin terjadi kerusakan mukosa lambung disertai

berkurangnya glikoprotein mukus dan hipersekresi lambung.

Secara tidak langsung, tebal lapisan mukus akan berkurang dan

mempermudah terjadi kerusakan atau erosi pada mukosa lambung (Gambar 12

dan 13). Hal ini dikarenakan AAS termasuk bahan efektif yang dapat menembus

barier mukus dan masuk ke lapisan epitel mukosa dalam konsentrasi rendah

sekalipun (Malik 1992).

A B

Page 41: GAMBARAN HISTOPATOLOGI LAMBUNG TIKUS PUTIH … · 1 Anatomi eksternal dan internal lambung mamalia ..... 5 2 Histologi lambung tikus bagian pilorus ..... 6 3 Histologi kelenjar lambung

Tembusnya barier mukus dapat memungkinkan terjadinya difusi balik ion

H+. Asam dalam konsentrasi tinggi dari arah lumen dapat kembali ke arah epitel

mukosa sehingga merusak lapisan sel epitel (Wilson dan Lester 1994).

Mekanisme patofisiologi mukosa lambung akibat difusi balik H+ dapat dilihat

pada Gambar 11.

Gambar 11 Konsekuensi patofisiologis dari difusi balik ion H+ lambung. (Wilson dan Lester 1994).

Penghancuran barier epitel

Asam kembali berdifusi ke mukosa

Penghancuran sel mukosa

↑Pepsinogen → Pepsin Asam ↑ Histamin ↑

Perangsangan kolinergik ↑

Fungsi pertahanan mukosa ↓

Motilitas ↑ Pepsinogen ↑

Vasodilatasi ↑ Permeabilitas terhadap

protein Plasma bocor ke intertitium

Edema Plasma bocor ke lumen

lambung Kerusakan kapiler dan vena kecil

Hemorrhagi

Ulkus

Asam dalam lumen + empedu, AAS, alkohol dan lain-lain

Page 42: GAMBARAN HISTOPATOLOGI LAMBUNG TIKUS PUTIH … · 1 Anatomi eksternal dan internal lambung mamalia ..... 5 2 Histologi lambung tikus bagian pilorus ..... 6 3 Histologi kelenjar lambung

Kerusakan barier mukus akan diikuti dengan respon deskuamasi epitel,

erosi mukosa, kongesti, hemorrhagi, edema dan infiltrasi sel-sel radang.

Gambaran perubahan histopatologi ketiga regio lambung tikus disajikan secara

deskriptif dalam Tabel 2.

Tabel 2 Gambaran perubahan histopatologi lambung tikus pada kelompok kontrol

dan perlakuan setelah pemberian AAS

Regio Lambung Lambung

nonkelenjar Fundus Pilorus

Perubahan histopatologi

K P K P K P Deskuamasi epitel ^

- Ringan (+)

Ringan (+)

Sedang (++)

Ringan (+)

Berat (+++)

Erosi mukosa*

- Ringan (+)

Ringan (+)

Sedang (++)

Ringan (+)

Berat (+++)

Kongesti * Ringan (+)

Sedang (++)

Ringan (+)

Ringan (+)

Ringan (+)

Ringan (+)

Hemorrhagi * Ringan (+)

Ringan (+)

Ringan (+)

Ringan (+)

Ringan (+)

Ringan (+)

Edema * Ringan (+)

Sedang (++)

Ringan (+)

Sedang (++)

Ringan (+)

Ringan (+)

Keterangan : Tanda (–) menunjukkan tidak ditemukan perubahan histopatologi; Tanda ^ menunjukkan perubahan histopatologi sebagai respon pra-inflammasi; Tanda * menunjukkan perubahan histopatologi sebagai respon inflammasi

b. Deskuamasi epitel

Deskuamasi merupakan kejadian lepasnya sel epitel dari permukaan

jaringan (Anonim 2006). Menurut Smith et al. (1974), deskuamasi epitel mukosa

lambung merupakan respon pertahanan jaringan terhadap suatu rangsangan

(iritan). Deskuamasi epitel juga turut dipengaruhi oleh adanya reaksi fisiologis

tubuh. Dalam keadaan normal, lapisan sel-sel epitel saluran pencernaan terus

menerus berganti dan regenerasi dengan cara deskuamasi setiap 1-3 hari (Malik

1992).

Berdasarkan data Tabel 2, pemberian AAS dapat menyebabkan

deskuamasi epitel mukosa lambung dengan derajat keparahan yang berbeda pada

kedua kelompok. Pada regio lambung nonkelenjar kelompok K tidak

memperlihatkan deskuamasi epitel, sedangkan kelompok P memperlihatkan

derajat deskuamasi epitel ringan. Hal ini dikarenakan pada regio lambung

Page 43: GAMBARAN HISTOPATOLOGI LAMBUNG TIKUS PUTIH … · 1 Anatomi eksternal dan internal lambung mamalia ..... 5 2 Histologi lambung tikus bagian pilorus ..... 6 3 Histologi kelenjar lambung

nonkelenjar terdapat lapisan keratin tebal yang melapisi permukaan mukosa

lambung. Pada regio lambung kelenjar (fundus dan pilorus), kelompok K

memperlihatkan derajat deskuamasi epitel ringan, sedangkan kelompok P

memperlihatkan derajat deskuamasi epitel sedang pada regio fundus dan berat

pada regio pilorus.

Deskuamasi epitel pada kelompok K diduga karena respon fisiologis

akibat proses regenerasi epitel. Sedangkan deskuamasi epitel pada kelompok P

diduga berkaitan dengan pemberian AAS. Sediaan AAS yang bersifat asam dapat

mengiritasi mukosa lambung sehingga merangsang terjadi deskuamasi epitel

lambung. Deskuamasi epitel dengan derajat paling berat ditemukan pada regio

pilorus lambung kelenjar kelompok P. Hal ini disebabkan regio pilorus lebih peka

terhadap asam dibandingkan kedua regio lainnya. Gambaran histopatologi

deskuamasi epitel lambung tikus disajikan pada Gambar 12.

Gambar 12 Deskuamasi epitel lambung kelenjar (fundus) dengan derajat

keparahan ringan pada kelompok K (A), deskuamasi epitel dengan derajat keparahan sedang (B) dan berat (C) pada kelompok P. Pewarnaan HE, perbesaran 200 x, bar 30 µm.

Respon Inflammasi

Sediaan AAS merupakan salah satu bahan iritan yang dapat menyebabkan

peradangan pada lambung (gastritis). Menurut Guyton dan Hall (1997), gastritis

merupakan respon peradangan mukosa lambung terhadap cedera atau kerusakan

A B C

Page 44: GAMBARAN HISTOPATOLOGI LAMBUNG TIKUS PUTIH … · 1 Anatomi eksternal dan internal lambung mamalia ..... 5 2 Histologi lambung tikus bagian pilorus ..... 6 3 Histologi kelenjar lambung

jaringan yang dapat bersifat akut, kronik, difus, atau lokal. Pada kejadian gastritis

superfisial akut akibat pemberian AAS dapat ditemukan erosi mukosa, perubahan

jumlah sel Chief dan sel parietal, kongesti, hemorrhagi, edema disertai dengan

infiltrasi sel-sel radang pada tiap lapisan ketiga regio lambung.

a. Erosi mukosa lambung

Berdasarkan data Tabel 2, regio lambung nonkelenjar kelompok K tidak

memperlihatkan erosi mukosa ditunjukkan dengan lapisan keratin yang utuh dan

kontinu. Sedangkan kelompok P memperlihatkan erosi mukosa dengan derajat

keparahan ringan. Disebut erosi apabila kerusakan mukosa yang terjadi memiliki

kedalaman kurang dari 5 mm. Apabila kerusakan mukosa yang terjadi berupa

diskontinuitas atau robekan mukosa dengan diameter 5 mm atau lebih hingga

mencapai submukosa disertai dengan nekrosis disebut ulkus (Spechler 2002).

Terdapat persentasi 20% kejadian erosi mukosa pada lambung nonkelenjar

kelompok P telah mengarah ke pembentukan ulkus dengan dua derajat keparahan,

sedang dan berat. Secara mikroskopis, erosi mukosa pada lambung nonkelenjar

dengan derajat keparahan sedang terlihat dengan adanya akumulasi cairan edema

di bawah lapisan keratin, hemorrhagi, edema submukosa disertai dengan infiltrasi

sel radang (Gambar 14 C). Sedangkan erosi mukosa dengan derajat keparahan

berat telah mengarah ke pembentukan ulkus (Gambar 14 D). Secara mikroskopis,

bentukan ulkus pada lambung nonkelenjar ditandai dengan diskontinuitas lapis

keratin, atrofi lapis epitel, kongesti, hemorrhagi, edema submukosa dan infiltrasi

sel radang yang didominasi sel radang netrofil. Gambaran histopatologi lambung

nonkelenjar dapat dilihat pada Gambar 13 dan 14.

Pada regio lambung kelenjar (fundus dan pilorus) kedua kelompok

memperlihatkan adanya erosi mukosa. Kelompok K memperlihatkan derajat erosi

mukosa ringan pada regio fundus dan pilorus sedangkan kelompok P

memperlihatkan erosi mukosa dengan derajat sedang pada regio fundus dan berat

pada regio pilorus. Erosi mukosa lambung kelenjar yang terjadi pada kelompok K

diduga disebabkan hewan coba yang digunakan adalah hewan non-Specific

Pathogen Free (SPF). Umumnya hewan non-SPF dapat terpapar beberapa agen

eksogenous yang menyebabkan gangguan non spesifik.

Page 45: GAMBARAN HISTOPATOLOGI LAMBUNG TIKUS PUTIH … · 1 Anatomi eksternal dan internal lambung mamalia ..... 5 2 Histologi lambung tikus bagian pilorus ..... 6 3 Histologi kelenjar lambung

Erosi mukosa lambung kelenjar dengan derajat keparahan berat terjadi

pada regio pilorus kelompok P. Pemberian AAS dosis toksik akut 400 mg dapat

menyebabkan erosi mukosa lambung dan memugkinkan difusi balik ion H+ ke ke

mukosa. Menurut Wilson dan Lesser (1994), mukosa pilorus lebih peka terhadap

difusi balik ion H+, sehingga kerusakan mukosa lebih sering terjadi pada regio

pilorus dibanding fundus. Terdapat persentasi 20% kejadian erosi mukosa pada

lambung kelenjar regio pilorus kelompok P telah mengarah ke pembentukan

ulkus. Secara mikroskopis, bentukan ulkus pada regio pilorus ditandai dengan

diskontinuitas mukosa lambung meluas hingga lapis submukosa, nekrosa sel

parietal dan sel Chief, kongesti, hemorrhagi dan infiltrasi sel radang yang

didominasi sel radang netrofil (Gambar 16 B).

Pada daerah di sekitar erosi mukosa atau ulkus terdapat fokus erosi yang

terdiri atas sel parietal dan sel Chief yang nekrosa. Menurut Abrams (1994), jika

jaringan yang nekrosis terletak pada permukaan tubuh (misalnya, sepanjang epitel

saluran pencernaan), maka jaringan itu akan dengan mudahnya mengelupas,

sambil meninggalkan celah pada permukaan yang membentuk ulkus pada

lambung kelenjar. Gambaran histopatologi erosi mukosa pada lambung kelenjar

dapat dilihat pada Gambar 15 dan 16.

Mekanisme kerja AAS dalam menimbulkan peradangan dan kerusakan

mukosa lambung nonkelenjar dan lambung kelenjar dikarenakan absorbsi AAS.

Sediaan AAS akan diabsorpsi oleh lambung bila pH intragastrik kurang dari 3,5

sehingga akan merusak mukosa lambung (Nadi 1992). Selain mengiritasi mukosa

lambung secara langsung, AAS bekerja menghambat sintesis prostaglandin

melalui penghambatan aktifitas enzim siklooksigenase (COX) (Hudson et al.

1997; Takeuchi et al. 1998; Kartasasmita 2002). Prostaglandin berefek positif

pada mukosa saluran pencernaan, sehingga penghambatan sintesis prostaglandin

akan menurunkan ketahanan mukosa dan memicu kerusakan mukosa lambung

(Kartasasmita 2002). Menurut Nadi (1992), pada binatang percobaan yang diberi

aspirin terjadi kerusakan mukosa Iambung disertai berkurangnya glikoprotein

mukus dan hipersekresi lambung. Terjadinya hipersekresi getah lambung dan

pepsin atau berkurangnya mikrosirkulasi dari lambung menjadi penyebab utama

timbulnya lesi mukosa.

Page 46: GAMBARAN HISTOPATOLOGI LAMBUNG TIKUS PUTIH … · 1 Anatomi eksternal dan internal lambung mamalia ..... 5 2 Histologi lambung tikus bagian pilorus ..... 6 3 Histologi kelenjar lambung

Gambar 13 Gambaran regio lambung nonkelenjar tanpa erosi mukosa pada kelompok K (A) dan kelompok P (B). Perbesaran 200 x, bar 30 µm.

Gambar 14 Gambaran regio lambung nonkelenjar dengan erosi mukosa (tanda

panah) dengan derajat keparahan sedang (C) dan berat (D) pada kelompok P. K= lapis keratin; EP = epitel pipih banyak lapis;

MM = muskularis mukosa; S= submukosa; TM= tunika muskularis. U= bentukan ulkus; A = atrofi epitel; H = hemorrhagi; E= edema;

K= kongesti; dan S= infiltrasi sel-sel radang. Pewarnaan HE, perbesaran 40 x

H

TM

SM

TM

SM

K

EP

MM

MM EP

K

K

A S

S E

E

A U

C D

SM

TM

EP

MM

KK EP

MM

SM

TM

A B

Page 47: GAMBARAN HISTOPATOLOGI LAMBUNG TIKUS PUTIH … · 1 Anatomi eksternal dan internal lambung mamalia ..... 5 2 Histologi lambung tikus bagian pilorus ..... 6 3 Histologi kelenjar lambung

Gambar 15 Erosi mukosa (tanda panah) pada lambung kelenjar regio fundus (A)

dan regio pilorus (B) kelompok P. FE= fokus erosi terdiri dari sel nekrosa dan piknosis. Pewarnaan HE, perbesaran 200x, bar 30 µm.

Gambar 16 Erosi mukosa lambung kelenjar regio pilorus (tanda panah). Derajat keparahan sedang (A) dan berat (B) pada kelompok P. FE = fokus erosi terdiri dari sel nekrosa dan piknosis. M= mukosa; MM=

muskularis mukosa; S= submukosa. Pewarnaan HE, perbesaran 200 x, bar 30 µm.

M

M

M

SM MM

MM

FE

FE FE FE

A B

M

M

M M

SM SM

MM

MM

MM

FE FE

FE

FE

A B

Page 48: GAMBARAN HISTOPATOLOGI LAMBUNG TIKUS PUTIH … · 1 Anatomi eksternal dan internal lambung mamalia ..... 5 2 Histologi lambung tikus bagian pilorus ..... 6 3 Histologi kelenjar lambung

b. Pengaruh AAS terhadap sel parietal dan sel Chief

Mekanisme difusi balik ion H+ (Gambar 11) dapat menimbulkan berbagai

akibat diantaranya, peningkatan keasaman di sekitar lapisan sel epitelial dan

peningkatan sekresi pepsinogen lambung kelenjar. Keasaman di sekitar epitelial

lambung kelenjar dipengaruhi oleh sekresi asam sel parietal dan pemberian AAS.

Sediaan AAS dapat menurunkan pH lambung dan merangsang pembebasan

histamin. Pembebasan histamin dapat merangsang sel parietal meningkatkan

produksi asam lambung. Sedangkan, peningkatan pepsinogen akibat pemberian

AAS erat kaitannya dengan jumlah dan kemampuan sekresi sel Chief.

Pada kelompok P, peningkatan sekresi pepsinogen dan asam lambung

tidak disertai dengan peningkatan jumlah sel Chief dan sel parietal. Pengaruh

pemberian AAS terhadap jumlah sel chief dan sel parietal regio lambung fundus

dan pilorus disajikan dalam Tabel 3.

Tabel 3 Pengaruh pemberian asam asetil salisilat (AAS) terhadap jumlah sel

kelenjar utama (sel chief dan sel parietal) regio fundus dan pilorus lambung tikus.

Sel Chief Sel Parietal Kelompok

Fundus Pilorus Fundus Pilorus Kontrol 254.230±59.663ab 322.950±55.142b 239.610±41.741c 7.500±5.592a

Perlakuan 224.020±65.386a 292.210±99.802ab 199.700±41.550b 7.140±3.410a Keterangan: Huruf yang berbeda pada kolom yang sama nenunjukkan perbedaan yang nyata (p<0.05)

16.49

20.89

14.69

18.46

15.53

0.51

12.95

0.480

5

10

15

20

25

fundus pilorus fundus pilorus

kontrol Perlakuan

%se

l kelen

ja

sel ChiefSel Parietal

Gambar 17 Grafik persentase sel Chief dan sel parietal regio fundus dan pilorus kelompok kontrol dan perlakuan

Regio pilorus pada kelompok K maupun P memiliki jumlah sel parietal

lebih sedikit dibandingkan dengan regio fundus. Hal ini berkaitan dengan struktur

Page 49: GAMBARAN HISTOPATOLOGI LAMBUNG TIKUS PUTIH … · 1 Anatomi eksternal dan internal lambung mamalia ..... 5 2 Histologi lambung tikus bagian pilorus ..... 6 3 Histologi kelenjar lambung

histologi regio pilorus yang terdiri dari sedikit sel parietal. Dari hasil analisis

statistik (Tabel 3), jumlah sel Chief-sel parietal pada regio fundus dan pilorus

kelompok K dan P tidak berbeda nyata (p>0.05). Jumlah sel Chief dan sel parietal

pada kelompok P lebih sedikit dibandingkan kelompok K. Penurunan jumlah sel

Chief dan sel parietal ini diduga karena sejumlah sel turut lepas saat mukosa erosi.

Selain itu, sebagian kecil sel Chief dan sel parietal mengalami kerusakan sel

akibat pemberian AAS dosis toksik akut 400 mg.

Dalam keadaan pH lambung kurang dari 3.5, AAS akan diabsorpsi oleh

lambung sehingga akan merusak mukosa lambung. Salah satu kerusakan mukosa

lambung yang dapat terjadi adalah erosi mukosa lambung disertai dengan

apoptosis dan nekrosa sel (Nadi 1992). Menurut (Jubb et al. 1993), pada level

tertentu jika jumlah sel yang rusak terlalu tinggi maka kerusakan sel akan bersifat

permanen dan akhirnya terjadi kematian sel (nekrosa).

Nekrosa merupakan proses kematian sel atau kematian kelompok sel yang

masih merupakan bagian dari organisme hidup dengan penyebab yang bervariasi.

Nekrosa dapat terjadi akibat bahan beracun, aktivitas mikroorganisme, defisiensi

pakan dan kadang-kadang gangguan metabolisme. Umumnya sel yang mengalami

nekrosa menunjukkan perubahan pada inti dan sitoplasma. Inti akan mengecil dan

berwarna biru (lebih gelap), mirip sel limfosit, akibat penggumpalan kromatin inti.

Proses ini disebut piknosis. Inti juga mungkin pecah (karyorhexis) dan bahkan

menghilang (karyolisis), sedangkan pada sitoplasma akan terlihat asidofilik (Jubb

et al. 1993).

Menurut Abrams (1994), jika jaringan yang nekrosis terletak pada

permukaan tubuh (misalnya, sepanjang epitel saluran pencernaan), maka jaringan

itu akan dengan mudahnya mengelupas, sambil meninggalkan celah pada

permukaan yang membentuk ulkus. Proses ini diduga dapat menurunkan jumlah

sel Chief dan sel parietal regio fundus dan pilorus pada kelompok P. Gambaran

histopatologi sel parietal yang mengalami nekrosa dapat dilihat pada Gambar 18.

Page 50: GAMBARAN HISTOPATOLOGI LAMBUNG TIKUS PUTIH … · 1 Anatomi eksternal dan internal lambung mamalia ..... 5 2 Histologi lambung tikus bagian pilorus ..... 6 3 Histologi kelenjar lambung

Gambar 18 Gambaran histopatologi sel parietal lambung kelenjar yang

mengalami piknosis (tanda panah hitam) dan sel parietal yang masih normal (tanda panah kuning) pada kelompok P. Pewarnaan HE, perbesaran 100 x, bar 50 µm (A) dan perbesaran 400 x, bar 20 µm (B).

c. Kongesti

Berdasarkan data pada Tabel 2 menunjukkan bahwa terdapat kongesti

dengan berbagai derajat keparahan yang sama pada kedua kelompok. Kongesti

merupakan keadaan dimana terjadi akumulasi butir-butir darah di dalam

pembuluh darah pada daerah tertentu. Akumulasi darah tersebut dapat

mengakibatkan pembendungan di dalam pembuluh darah (Smith et al 1992;

Wilson dan Lester 1994). Kongesti yang berlebihan dapat menimbulkan

hemorrhagi (perdarahan) sehingga cairan akan bercampur dengan sel darah merah

(Kusumawidjaja 1996).

Baik pada kelompok kontrol (K) maupun kelompok perlakuan dijumpai

kongesti dengan derajat keparahan ringan pada regio lambung fundus dan pilorus.

Kongesti pada pembuluh darah di submukosa secara mikroskopis terlihat dengan

adanya dilatasi pembuluh darah yang berisi penuh darah. Kejadian kongesti pada

kedua kelompok diduga disebabkan oleh faktor pembiusan sebelum nekropsi

dengan menggunakan eter. Menurut Handoko (1995), eter merupakan anastetik

yag sangat kuat, dapat menekan kontraktilitas otot jantung, menyebabkan dilatasi

pembuluh darah kulit dan pembuluh darah organ-organ.

FE

FE

A B

Page 51: GAMBARAN HISTOPATOLOGI LAMBUNG TIKUS PUTIH … · 1 Anatomi eksternal dan internal lambung mamalia ..... 5 2 Histologi lambung tikus bagian pilorus ..... 6 3 Histologi kelenjar lambung

Selain akibat pembiusan dengan eter, pemberian AAS dapat menyebabkan

kongesti dan hemorrhagi pada kelompok perlakuan (P). Kongesti pada kelompok

P diduga diawali dengan adanya vasodilatasi pembuluh darah dan perlambatan

aliran darah. Dilatasi pembuluh darah disertai perlambatan aliran darah akibat

pembebasan histamin dapat meningkatkan akumulasi butir-butir darah dalam

pembuluh darah sehingga terjadi kongesti (Gambar 19).

d. Hemorrhagi

Berdasarkan data pada Tabel 2 menunjukkan bahwa terdapat hemorrhagi

dengan berbagai derajat keparahan yang sama pada kedua kelompok. Hemorrhagi

merupakan keluarnya darah dari sistem kardiovaskular, disertai penimbunan

dalam jaringan atau ruang tubuh dan atau disertai keluarnya darah dari tubuh.

(Smith et al 1992; Wilson dan Lester 1994). Dari hasil pengamatan, hemorrhagi

lebih banyak ditemukan pada lapis mukosa dan submukosa baik pada kelompok K

maupun kelompok P.

Pada kedua kelompok kejadian hemorrhagi lebih banyak ditemukan pada

lapis mukosa dan submukosa. Hemorrhagi pada kelompok P diduga akibat

pembebasan histamin yang menyebabkan pembuluh darah berdilatasi,

permeabilitas pembuluh darah meningkat dan terjadi kerusakan mukosa kapiler

(Gambar 11). Peningkatan permeabilitas pembuluh darah dan kerusakan endotel

kapiler inilah yang dapat menyebabkan sel-sel darah keluar dari pembuluh darah

(diapedesis) (Smith et al 1992; Wilson dan Lester 1994).

Hemorrhagi pada kelompok P diduga juga dipengaruhi oleh kelainan

mekanisme homeostasis pembekuan darah. Sediaan AAS merupakan inhibitor

irreversibel siklooksigenase yang berfungsi mensintesis tromboksan

(Kartasasmita 2002). Tromboksan merupakan salah satu faktor yang berperan

dalam pembekuan darah. Tromboksan menyebabkan tombosit menyumbat

kebocoran dalam pembuluh darah dengan mengadakan agregasi pada pembuluh

darah dan menghambat aliran darah (Wilson dan Lester 1994). Secara tidak

langsung, hambatan terhadap siklooksigense oleh AAS dapat menghambat

aktivitas tromboksan. Penurunan dan atau ketiadaan tromboksan dalam aliran

darah dapat meningkatkan potensi terjadi hemorrhagi.

Page 52: GAMBARAN HISTOPATOLOGI LAMBUNG TIKUS PUTIH … · 1 Anatomi eksternal dan internal lambung mamalia ..... 5 2 Histologi lambung tikus bagian pilorus ..... 6 3 Histologi kelenjar lambung

Sediaan AAS dapat mengubah permeabilitas jaringan epitel dan

memungkinkan difusi balik asam klorida dengan akibat kerusakan jaringan,

khususnya pembuluh darah. Histamin yang dikeluarkan merangsang sekresi asam

dan pepsin lebih lanjut dan meningkatkan permeabilitas kapiler terhadap protein

(Gambar 10) Mukosa menjadi edema dan sejumlah besar protein plasma dapat

hilang. Mukosa kapiler dapat rusak dan mengakibatkan hemorrhagi interstitsial

(Wilson dan Lester 1994). Gambaran histopatologi kongesti dan hemorrhagi

disajikan dalam Gambar 19.

e. Edema

Pada kelompok K ditemuka edema dengan derajat ringan pada semua

bagian lambung, sedangkan pada kelompok P ditemukan edema lapis mukosa dan

lapis submukosa dengan derajat sedang pada lambung nonkelenjar dan regio

fundus (data Tabel 2). Edema pada lapis mukosa ditandai dengan merenggangnya

jarak antar sel-sel kelenjar. Sedangkan edema pada lapis submukosa ditandai

dengan peregangan antara lapis muskularis mukosa dengan lapis submukosa.

Tembusnya barier mukus lambung kelompok P oleh AAS memungkinkan

terjadi mekanisme difusi balik H+. Asam dalam konsentrasi tinggi dari arah lumen

dapat kembali ke arah epitel mukosa sehingga merusak lapisan mukosa (Wilson

dan Lester 1994). Kerusakan sel Chief dan sel parietal pada regio fundus dan

pilorus merangsang pelepasan mediator inflammasi (MI) antara lain

histamin,bradikinin, leukotrin, serotonin, prostaglandin dan sebagainya. Mediator

inflammasi bertugas menyelenggarakan berbagai aktivitas respon inflammasi

hingga terjadi persembuhan (Mac Farlare et al. 2000).

Pelepasan mediator peradangan ini dapat meningkatkan permeabilitas

kapiler. Peningkatan permeabilitas kapiler dapat memungkinkan larutan mediator

mencapai jaringan sehingga terjadi edema (Malik 1992). Menurut Spector (1993)

peningkatan permeabilitas pembuluh darah dapat menyebabkan protein mudah

lolos masuk ke jaringan melalui celah-celah yang muncul diantara sel-sel endotel.

Jaringan yang mengalami edema terlihat sebagai ruangan yang meluas dan terisi

cairan (Smith et al. 1974). Gambaran histopatologi edema lambung kelenjar

disajikan pada Gambar 20.

Page 53: GAMBARAN HISTOPATOLOGI LAMBUNG TIKUS PUTIH … · 1 Anatomi eksternal dan internal lambung mamalia ..... 5 2 Histologi lambung tikus bagian pilorus ..... 6 3 Histologi kelenjar lambung

Gambar 19 Gambaran histopatologi kongesti (K) dan hemorrhagi (tanda panah

kuning) disertai infiltrasi sel radang (tanda panah hitam) pada regio pilorus kelompok P. M= mukosa; MM= muskularis mukosa; S= submukosa. Pewarnaan HE, perbesaran 400x, bar 20 µm.

Gambar 20 Gambaran histopatologi edema pada submukosa (A) dan mukosa

lambung (B) regio fundus kelompok P. M= mukosa; MM= muskularis mukosa; S= submukosa; TM= tunika muskularis. Pewarnaan HE, perbesaran 40 x (A) dan 400 x, bar 20 µm (B).

K

M

SM

MM

SM

TM

M

M

MM

MM

A B

Page 54: GAMBARAN HISTOPATOLOGI LAMBUNG TIKUS PUTIH … · 1 Anatomi eksternal dan internal lambung mamalia ..... 5 2 Histologi lambung tikus bagian pilorus ..... 6 3 Histologi kelenjar lambung

f. Infiltrasi sel-sel radang

Kerusakan sel (apoptosis dan nekrosa) pada regio fundus dan pilorus

merangsang pelepasan mediator inflamasi (MI). Rangkaian tugas MI diawali

dengan peradangan akut dan diakhiri dengan persembuhan. Proses peradangan

akut disertai dengan dilatasi pembuluh darah, peningkatan permeabilitas

pembuluh darah dan pembentukan edema radang. Peningkatan permeabilitas

pembuluh darah akan menyebabkan protein, eritrosit dan leukosit keluar dari

pembuluh darah dan masuk ke jaringan. Fungsi leukosit dan sel radang lainnya di

fokus radang adalah untuk memfagosit dan mendegradasi agen yang menyerang

seperti bakteri dan mikroba lain; bahan yang merusak seperti AAS; sel dan

jaringan nekrotik serta antigen asing (Mac Farlare et al. 2000; Mansjoer 2003).

Pada kejadian gastritis akut akibat AAS dapat ditemukan infiltrasi sel

radang pada tiap lapis mukosa lambung. Sel-sel radang yang mula-mula keluar

dari dinding pembuluh darah adalah netrofil dan makrofag (Mansjoer 2003).

Infiltrasi sel radang pada lapisan mukosa lambung regio lambung nonkelenjar,

fundus dan pilorus disajikan dalam Tabel 4.

Tabel 4 Pengaruh pemberian asam asetil salisilat (AAS) terhadap jumlah sel

radang tiap lapisan regio lambung nonkelenjar, fundus dan pilorus.

Lambung Kelenjar Lambung non

kelenjar Regio fundus Regio pilorus

Lap i s

K

P

K

P

K

P

M 1.300±0.604a 8.850±16.285b 35.800±15.124d 63.400±29.237f 43.110±31.138e 68.200±27.178f

MM

1.630±0.579ab 7.080±4.680b 23.700±16.765cd 36.400±11.737e 23.830±7.267cd 34.250±8.180de

SM

4.660±2.339ab 22.400±15.303c 15.850±18.216bc 35.020±18.725e 16.120±7.767bc 32.350±11.678d

TM

3.520±2.524ab 5.390±2.019ab 1.200±0.892a 4.140±3.056ab 1.200±0.892a 4.100±3.054ab

S 0.360±0.372a 0.620±0.520a 0.930±1.106a 2.190±5.171ab 0.980±1.177a 2.150±5.176b

Keterangan: M= mukosa; MM= muskularis mukosa; SM= submukosa; TM= tunika muskularis. S= serosa.. K= kelompok kontrol; P= kelompok perlakuan. Huruf yang berbeda pada pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0.05)

Page 55: GAMBARAN HISTOPATOLOGI LAMBUNG TIKUS PUTIH … · 1 Anatomi eksternal dan internal lambung mamalia ..... 5 2 Histologi lambung tikus bagian pilorus ..... 6 3 Histologi kelenjar lambung

0

2

4

6

8

10

12

14

16

kontrol perlakuan kontrol perlakuan kontrol perlakuan

lambung nonkelenjar fundus pilorus

% s

el ra

dan

mukosa muskularis mukosa submukosa tunika muskularis serosa

Gambar 21 Grafik persentase sel radang pada regio lambung nonkelenjar, fundus dan pilorus kelompok kontrol dan perlakuan

Hasil analisis statistik pada Tabel 4 menunjukkan infiltrasi sel radang yang

berbeda pada tiap lapisan mukosa lambung kedua kelompok. Pada regio lambung

nonkelenjar, jumlah sel radang kelompok P berbeda nyata (p<0.05) dengan

kelompok K. Infiltrasi sel radang pada lambung nonkelenjar kelompok P diduga

akibat AAS berhasil menembus lapisan keratin yang berfungsi sebagai lapis

pertahanan pertama lambung non-kelenjar. Pada lambung nonkelenjar baik pada

kelompok K maupun kelompok P, infiltrasi sel radang paling dominan terdapat

pada lapisan submukosa. Hal ini dikarenakan pembuluh darah pada submukosa

mengalami peningkatan permeabilitas membran sehingga memungkinkan

diapedesis sel-sel radang. Sel-sel radang keluar dari pembuluh darah dan

terakumulasi pada lapis submukosa yang lebih longgar sebelum menyebar pada

jaringan.

Pada regio lambung kelenjar (fundus dan pilorus), jumlah sel radang

kelompok P berbeda nyata dengan kelompok K (p<0.05). Infiltrasi sel radang

paling dominan terdapat lapis mukosa (lamina propia). Jumlah sel radang pada

submukosa lebih sedikit bila dibandingkan dengan jumlah sel radang pada

muskularis mukosa dan lamina propia (mukosa). Hal ini diduga karena sel-sel

radang sudah bermigrasi dari pembuluh darah di submukosa menuju muskularis

mukosa dan mukosa. Sel-sel parietal dan sel chief yang nekrosa pada lapis

mukosa mengirimkan sinyal kemotaksis yang dapat menarik infiltrasi sel-sel

radang menuju lapisan mukosa.

Page 56: GAMBARAN HISTOPATOLOGI LAMBUNG TIKUS PUTIH … · 1 Anatomi eksternal dan internal lambung mamalia ..... 5 2 Histologi lambung tikus bagian pilorus ..... 6 3 Histologi kelenjar lambung

Fenomena kemotaksis menuntun perjalanan amoeboid leukosit dengan

mengikuti alur datangnya bahan kemotaktik mediator inflamasi dengan arah

menuju konsentrasi yang lebih pekat. Leukosit yang tiba di interstitium daerah

inflamasi itu bertindak sebagai sel-sel radang (Mac Farlane et al. 2000). Dalam

perjalanan sel radang menuju lapis mukosa, sel radang turut terakumulasi pada

lapis muskularis mukosa sebelum mencapai lamina propia. Sel radang juga

menyebar hingga tunika muskularis dan serosa. Pada lapis tunika muskularis dan

serosa ditemukan infiltrasi sel radang netrofil dan limfosit.

Infiltrasi sel radang limfosit dan makrofag hampir menyeluruh dapat

ditemukan pada kelompok K dan P. Pada kelompok K, infiltrasi sel radang yang

ditemukan diduga bukan karena kelainan patologis. Menurut Brown dan Hardisty

(1990), dalam keadaan normal pada lamina propia tikus ditemukan sejumlah sel

limfosit, sel plasma, netrofil dan sel mast. Hal ini dikarenakan migrasi sel radang

merupakan reaksi tanggap umum terhadap zat toksik yang masuk ke dalam tubuh

dan merupakan reaksi patofisiologis untuk melawan segala agen yang merugikan.

Pada kelompok P, sel radang yang dominan adalah netrofil (Gambar 22).

Hal ini dikarenakan banyak sel-sel yang nekrosa sehingga menarik netrofil untuk

datang dan memfagosit sel-sel rusak. Netrofil dapat bermigrasi dan sampai pada

lokasi radang dengan segera dalam jumlah besar terutama dalam kondisi radang

akut (Rukmono 1973; Stephenson 1992). Infiltrasi netrofil menunjukkan adanya

peradangan karena netrofil merupakan leukosit paling aktif dalam peradangan

akut. Netrofil berfungsi sebagai fagosit partikel-partikel kecil, reruntuhan sel dan

kuman (Smith et al. 1974). Netrofil dapat melepaskan enzim proteolitik yang

berperan melisiskan sel-sel yang nekrosa(Stephenson 1992; Wallace et al. 1995;

Dunlop dan Malbert 2004). Pelepasan enzim ini oleh netrofil diduga turut

berperan dalam kerusakan jaringan. Gambaran histopatologi infiltrasi sel radang

netrofil pada kelompok K dan P disajikan pada Gambar 23.

Page 57: GAMBARAN HISTOPATOLOGI LAMBUNG TIKUS PUTIH … · 1 Anatomi eksternal dan internal lambung mamalia ..... 5 2 Histologi lambung tikus bagian pilorus ..... 6 3 Histologi kelenjar lambung

Gambar 22 Infiltrasi sel radang netrofil pada daerah ulkus lambung nonkelenjar

kelompok P (A). Perbesaran gambar infiltrasi sel radang netrofil (tanda panah hitam) dan hemorrhagi (tanda panah kuning) (B). Pewarnaan HE, perbesaran 200x, bar 30 µm (A) dan perbesaran 400 x, bar 20 µm (B).

Gambar 23 Infiltrasi sel radang pada lambung kelenjar (tanda panah) pada

kelompok K (A) dan pada kelompok P (B). M= mukosa; MM= muskularis mukosa; S= submukosa. Pewarnaan HE, perbesaran 400x, bar 20 µm.

S

SM

AEP

EP H

B

M

M

MM

MM

A B

Page 58: GAMBARAN HISTOPATOLOGI LAMBUNG TIKUS PUTIH … · 1 Anatomi eksternal dan internal lambung mamalia ..... 5 2 Histologi lambung tikus bagian pilorus ..... 6 3 Histologi kelenjar lambung

KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN

1. Pemberian asam asetil salisilat (AAS) dengan dosis 400 mg per ekor tikus

selama 3 hari dapat menyebabkan gastritis superficial akut ditandai

dengan proliferasi sel goblet, deskuamasi epitel, erosi mukosa, nekrosa sel

parietal, kongesti, hemorrhagi, edema dan infiltrasi sel radang netrofil

pada tiap lapisan mukosa lambung.

2. Pemberian asam asetil salisilat (AAS) dengan dosis 400 mg per ekor tikus

dapat menyebabkan lesio histopatologi lambung berupa ulkus dengan

potensi kejadian 20% pada lambung nonkelenjar dan regio pilorus

kelompok P.

3. Pemberian AAS dapat menurunkan jumlah sel chief dan sel parietal pada

regio fundus dan pilorus lambung.

4. Infiltrasi sel radang netrofil pada lambung nonkelenjar paling dominan

terdapat pada lapis submukosa.

5. Infiltrasi sel radang netrofil pada regio fundus dan pilorus paling dominan

terdapat pada lapisan mukosa (lamina propia).

SARAN

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai perubahan histopatologi

pada lambung dengan pemberian AAS dosis optimal dan jangka waktu

bervariasi.

2. Perlu dilakukan percobaan pemberiaan AAS dengan dosis toksik pada

hewan monogastrik lainnya dan hewan ruminansia.

3. Analisa biokimia darah antara lain kadar Prostaglandin untuk menunjang

hasil analisa jaringan.

Page 59: GAMBARAN HISTOPATOLOGI LAMBUNG TIKUS PUTIH … · 1 Anatomi eksternal dan internal lambung mamalia ..... 5 2 Histologi lambung tikus bagian pilorus ..... 6 3 Histologi kelenjar lambung

DAFTAR PUSTAKA Abrams GD. 1994. Lambung dan Duodenum. Patofisiologi. Konsep Klinis

Proses-Proses Penyakit. (Pathophysiology Clinical Concepts of Disease Procsses). Edisi 4. Buku 1. Sylvia A. dan Lorraine M. W, editor. Dr. Peter Anugrah, alih bahasa. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal: 22-34.

Anonimus. 2002. Histology of Digestive System.

http://www.bu.edu/histology/p/...oca.htm. [22 Januari 2007]. ________. 2005. Digestive System: Alimentary Canal, fundus stomach, gastric

glands, base. http://www.bu.edu/histology/p/...oca.htm. [8 Juli 2007]. ________. 2005. Digestive System_Stomach.

http://www.bu.edu/histology/p/...oca.htm. [8 Juli 2007]. ________. 2006.. Annual Report of the America Association of poison Control

Toxic Exposure Surveillance System. In Aspirin. http://en.wikipedia.org/wiki/Aspirin. [13 November 2005].

________. 2006. Definition of Desquamation. http://ptcl.chem.ox.ac.uk/ MSDS/

glossary/desquamation.html. [20 September 2007]. Bacha WJ, Bacha LM. 2000. Color Atlas of Veterinary Histology. Ed ke-2.

Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. Pp: 119-161. Belevander, Gerrit and Judith A. Ramaley. 1988. Dasar-dasar Histologi. Edisi ke

delapan. 253-259. Alih bahasa Dr. Ir. Wisnu Gunarso. IPB. Jakarta: Penerbit Erlangga. Hal: 245-253.

Bishop Y. 2005. The Veterinary Firmulary. Sixth Edition. London: British

Veterinary Association. Pp: 341-343. Bringman T and CF Bringman. 1995. Introduction to Functional Telford

Bringman Histology. Second Edition. 391-405. Harper Collins College Publisher. Pp: 313-316.

Brown RH and JF Hardisty. 1990. Pathology of The Fischer Rat. Refffence and

Atlas. Gary A. Boorman, et al. San Diego: Academic Press, Inc. Pp: 9-14.

Bustami Z. 1995. Pengantar Farmakologi. Farmakologi dan Terapi. Edisi ke 4.

Ganiswara, Setiabudy, Suyatna, Purwantyastuti, Nafrialdi, editor. Jakarta: Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hal: 1-23.

Page 60: GAMBARAN HISTOPATOLOGI LAMBUNG TIKUS PUTIH … · 1 Anatomi eksternal dan internal lambung mamalia ..... 5 2 Histologi lambung tikus bagian pilorus ..... 6 3 Histologi kelenjar lambung

Cohen S. 2007. Gastritis and Peptic Ulcers Diseases. http:www.mercklibrary/gastritis.htm. [31 Juli 2007].

Damjanov I. 2000. Buku Teks & Atlas Berwarna Histologi. Pendit UB,

penerjemah. Himawan M, editor. Jakarta: Widya Medika. Terjemahan dari: Histopatologi A Color Atlas and Textbook.

Dunlop RH dan Malbert CH. 2004. Pathophysiology of The Gastrointestinal

Tract. Veterinary Pathophisiology. Iowa: Blackwell Publishing. Pp: 111-142.

Frappier B. 1998. Digestive System. Textbook of Veterinary Histology. Fifth

Edition. Dellmann HD, Eurell JA, editor. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. Pp: 179-183.

Gartner L and JL. Hiatt. 2001. Colour Textbook of Histology. Second Edition.

Philadelphia: W. B Saunders Company. Pp: 383-396. Guyton AC, Hall JE. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed ke-9. Setiawan,

Tengadi, Santoso, penerjemah; Setiawan, editor. Jakarta: EGC. Terjemahan dari: Textbook of Medical Physiology. Hal: 589-608.

Halter F, AS Tarnawski, A Schmassmann, BM Peskar. 2001. Cyclooxygenase

implication on maintenance of gastric mucosal integrity and ulcer healing : controversial issues and perspective. J Pharmacol. 49:443-453.

Handoko T. 1995. Obat Susunan Saraf Pusat. Farmakologi dan Terapi. Edisi ke 4.

Ganiswara, Setiabudy, Suyatna, Purwantyastuti, Nafrialdi, editor. Jakarta: Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hal: 109-123

Hodgson E et al. 1999. Dictionary of Toxicology. Second Edition. London:

Macmillan Reference Ltd. Pp: 50, 57-58. Hudson N, FE Murray, AT Cole, B Filipowicz, CJ Hawkey. Effect of Sucralfate

On Aspirin Induced Mucosal Injury and Impaired Heamostasis in Humans. Division of Gastroentrology, University Hospital, Nottingham. 41:19-23.

Humason GL. 1985. Animal Tissue Technique. Fourth edition. San Francisco: W.

N Freeman and Company, USA. Pp: 1-169. Jubb K & Peter K. 1993. Pathology of Domestic Animals. Ed ke-4. Unites States

of America: Academic Press United States of America. Julius. 1992. Patogenesis Tukak Peptik. Cermin Dunia Kedokteran. 79:9-13.

Page 61: GAMBARAN HISTOPATOLOGI LAMBUNG TIKUS PUTIH … · 1 Anatomi eksternal dan internal lambung mamalia ..... 5 2 Histologi lambung tikus bagian pilorus ..... 6 3 Histologi kelenjar lambung

Karisyogya. 2007. Berbisnis Dengan Hati. http://www.karisyogya.blog.m3-acces.com. [31 Juli 2007].

Kartasasmita RE. 2002. Perkembangan Obat Anti radang Bukan Steroid. Acta

Pharmaceutica Indonesia. 27:75-91. Kusumawidjaja. 1996.Patologi khusus. Di dalam Kumpulan Kuliah Patologi.

Hirmawan, editor. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Lelo Aznan. 2004. Manfaat AINS Terhadap Nyeri Gangguan Muskuloskeletal

Pada Usia Lanjut. http://library.usu.ac.id/download/fk/farmakologi-aznan.pdf.

Mac Farlare PS, Reid R, dan Callander R. 2000. Pathology Illustrated. Toronto.

Huerchill livingstone. Pp: 32-53; 301-310. Malik A. 1992. Mekanisme Proteksi Mukosa Saluran Cerna. Cermin Dunia

Kedokteran. 79:5-8. Malole MBM, Pramono CSU. 1989. Penggunaan Hewan-Hewan Percobaan di

Laboratorium. Bogor: Departemen Pendidikandan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Bioteknologi Institut Pertanian Bogor. Hal: 104-112.

Mansjoer S. 2003. Mekanisme Kerja Obat Antiradang.

http://www.library.usu.ac.id./download/fk/farmasi-soewarni.pdf. [23 September 2007].

Miller GKL. 1996. Comparative Anatomy of the Vertebrates. Eight Edition.

Ganon University. WCB WMC. Brown Publishers. Pp. 279-281. Mustchler E. 1991. Arzneimittelwirkungen, Terjemahan : Dinamika Obat oleh

Mathilda B dan Anna SR. Bandung: Penerbit ITB. Hal: 194-195, 359, 388, 401-402.

Nadi S. 1992. Hasil Pengobatan Gastritis dengan Traksat empat kali sehari

Dibandingkan dengan dua kali sehari. Cermin Dunia Kedokteran. 79: 18-21.

Nasution AR. 1992. Efek Samping Obat Anti Inflamasi Non Steroid. Cermin

Dunia Kedokteran. 78:36-39. Plumb D. 1995. Veterinary Drug Handbook. Second Edition.USA: Iowa State

University Press. Pp: 55-57

Page 62: GAMBARAN HISTOPATOLOGI LAMBUNG TIKUS PUTIH … · 1 Anatomi eksternal dan internal lambung mamalia ..... 5 2 Histologi lambung tikus bagian pilorus ..... 6 3 Histologi kelenjar lambung

Robinson R. 1979. Taxonomy and Genetic. In The Laboratory Rat. Volume 1. Biology and Disease. Edt ; Baker J. Henry, et al. San Fransisco: Academic Press. Pp: 38.

Roder JD. 2004. Pharmaceuticals. Clinical Veterinary Toxicology. Konnie H.

Plumlee, editor. United States: Mosby. Pp: 282-284. Rodriguez, Luis AG, Hernandez Sonia. 2004. Risk of Uncomplicated Peptic Ulcer

among Users of Aspirin and Nonaspirin Non Steroidal Antiinflamatory Drugs. American Journal of Epidemiology . 159:23-31.

Rukmono. 1973. Radang. Patologi. Hirmawan S, editor. Jakarta: Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia. Hal: 46-55. Setiawati A. 1992. Farmakologi dan Penggunaan Terapi Obat-Obat Sitoproteksi.

Cermin Dunia Kedokteran. 79:29-31. Shayne P. 2007. Gastritis and Peptic Ulcer Diseases.

www.emedicine.com/EMERG/topic820.htm [4 Agustus 2007] Subagyo RL. 2004. Pemilihan NSAID Untuk Berbagai Situasi Klinik.

http://www.pogi-online.org [15 Agustus 2007] Subahagio, Rahman I, Ibnusani D, Sutardjo dan Sulaksono ME. 1997. Pengaruh

Faktor Keturunan dan Lingkungan Terhadap Sifat-sifat Biologis Yang Terlihat pada Hewan Percobaan. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Jakarta: Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. VII. 1.

Sulaksono ME, Pudjoprajitno, Yuwono SS dan Patra K. 1986. Keadaan dan

Masalah Hewan Percobaan di Indonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Jakarta: Buletin Penelitian Kesehatan. 14. 3.

Smith HA, TC Jones, RD Hunt. 1974. Veterinary Pathology. Ed ke-4.

Philadelphia: Lea & Febiger. Pp: 1191-1249. Smith JB, S. Mangkoewidjojo. 1998. Pemeliharaan, Pembiakan, dan Penggunaan

Hewan Percobaan di Daerah Tropis. Jakarta: UI Press. Hal: 37-38 Spechler SJ. 2002. Peptic Ulcer Disease and Its Complication. Sleisenger and

Fordtran’s Gastrointestinal and Liver Disease. Pathophysiology/Diagnosis/Management. 7th edistion. Editor: Feldman M, Friedman LS, Sleisenger MH. Saunders Philadelphia. Pp. 715. dalam Paradigma Baru pengobatan Gastritis dan Tukak Peptik oleh Pangestu Adi. http://www.pgh.or.id/Lambung_per.html. [20 Agustus 2006].

Page 63: GAMBARAN HISTOPATOLOGI LAMBUNG TIKUS PUTIH … · 1 Anatomi eksternal dan internal lambung mamalia ..... 5 2 Histologi lambung tikus bagian pilorus ..... 6 3 Histologi kelenjar lambung

Spector WG. 1993. Pengantar Patologi Umum. Ed ke-3. Soetjipto NS, penerjemah. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada Press. Terjemahan dari: An Introduction to General Pathology

Stephenson TJ. 1992. Inflammation. General and Systemic Pathology.

Underwood JCE, editor. Edinburg: Churchill Livingstone. Pp: 177-200.

Stevens CE and Ian D. Hume. 1996. Comparative Physiology of the Vertebrate

Digestive System. Second Edition. Cambridge University Press. Pp. 16-18, 67-70,246-248.

Takeuchi K, Ukawa H, Konaka A, Kitamura M, Sugawa W. 1998. Effect of Nitric

Oxide-Releasing Aspirin Derivate on Gastric Functional and Ulcerogenic Responses in Rats: Comparison With Plain Aspirin. Journal of Pharmacology and Experimental Therapeutics. 286:115-121.

Thomas C. 1979. Oral Cavity-Gastointestinal Tract-Pancreas. Sandritter’s Color

Atlas and Textbook of Histopathology. Seventh English Edition. Year Chicago: Book Medical Publishers, Inc. Pp: 123-145.

Tortora and Grabowski. 1996. Stomach. www.rivm.nl/.../stomach-figure-

2_tcm75-26457.gif. [28 November 2007]. Van Kruiningen HJ. 1995. Gastrointestinal System. Thompson’s Special

Veterinary Pathology. Second Edition. Carlton WW and McGavin MD, editor. United States of America: Mosby. Pp: 1-80.

Wallace JL., G. Webb Mcknight, and Cameron JB. 1995. Adaptation of Rat

Gastric mucosa to Aspirin Require Mucosal Contact. American Physiological Society. 95:34-138

Widjaja S. 1973. Kumpulan Kuliah Patologi. Bagian Kedua ’Patologi Khusus’:

Saluran Pencernaan. Editor, Sutisna Hirmawan. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hal: 199-200.

Wilson LM dan L Lester. 1994. Lambung dan Duodenum. Patofisiologi. Konsep

Klinis Proses-Proses Penyakit. (Pathophysiology Clinical Concepts of Disease Procsses). Edisi 4. Buku 1. Sylvia A. dan Lorraine M. W, editor. Dr. Peter Anugrah, alih bahasa. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal: 371-386.

Wimana FF. 1995. Analgesik-Antipiretik Analgesik Anti-inflammasi Non Steroid

dan Obat Pirai. Farmakologi dan Terapi. Edisi ke 4. Ganiswara, editor. Jakarta: Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hal: 207-222.

Page 64: GAMBARAN HISTOPATOLOGI LAMBUNG TIKUS PUTIH … · 1 Anatomi eksternal dan internal lambung mamalia ..... 5 2 Histologi lambung tikus bagian pilorus ..... 6 3 Histologi kelenjar lambung
Page 65: GAMBARAN HISTOPATOLOGI LAMBUNG TIKUS PUTIH … · 1 Anatomi eksternal dan internal lambung mamalia ..... 5 2 Histologi lambung tikus bagian pilorus ..... 6 3 Histologi kelenjar lambung

Lampiran 1. Perhitungan Dosis Obat 1. Obat cacing (Albendazole)

Dosis. : 10 mg/kgBB

BB tikus : 250 g

Dosis per ekor tikus : 10 mg/kgBB = (10 mg/ 1000 g) / 250 g = 2,5 mg

Jumlah tikus : 34 ekor

diperlukan = 34 x 2,5 mg = 85 mg

1 bungkus Albendazole = 5 g/100 ml

~ 5.000 mg/100 ml

~ 100 mg/ 2ml

Dibuat menjadi 100 mg Albendazole dalam 2 ml. Karena volume 2 ml

terlalu sedikit untuk 34 ekor tikus sehingga perlu diencerkan 10x sehingga

volume yang diperlukan menjadi 20 ml.

1 bungkus dilarutkan dalam 20 ml, maka dalam satu kali pemberian per

tikus mendapat 0,44-0,5 ml.

2. Anti Jamur (Fluconazole)

Dosis per ekor tikus : 10 mg/tikus

1 bungkus obat berisi : 50 mg

Jumlah tikus : 31 ekor

Jumlah Fluconazole yang diperlukan dalam satu kali pemberian/hari

= (31 × 10 mg)

50 mg/bungkus

= 6.2 bungkus/hari

~ 7 bungkus/hari

Maka untuk pemberian Fluconazole selama 3 hari, diperlukan 21 bungkus.

Untuk melarutkan 1 bungkus Fluconazole diperlukan 5 ml aquades

Untuk melarutkan 7 bungkus Fluconazole diperlukan 35 ml aquades

100 mg/2 ml dalam 20 ml aquades Tiap tikus mendapat 0,44-0,5 ml larutan 0,44-0,5 ml larutan mengandung 2,5 mg Albendazole

7 bungkus Fluconazole dilarutkan menjadi 35 ml (untuk 34 ekor tikus) Tiap tikus mendapat 1 ml larutan 1 ml larutan mengandung 10 mg Fluconazole

Page 66: GAMBARAN HISTOPATOLOGI LAMBUNG TIKUS PUTIH … · 1 Anatomi eksternal dan internal lambung mamalia ..... 5 2 Histologi lambung tikus bagian pilorus ..... 6 3 Histologi kelenjar lambung

3. Antibiotik (Tertracyclin)

1 kapsul mengandung : 250 mg

Dosis untuk 250 g tikus : 100 mg/ekor/hari

Jumlah tikus : 31 ekor

Jumlah antibiotik yang diperlukan untuk 31 ekor tikus adalah 3100 mg

∑ antibiotik yang diperlukan = 3100 mg × 1 kapsul 250 mg = 12.4 kapsul/hari

~ 13 kapsul/hari

Maka untuk pemberian Tetracyclin selama 3 hari, diperlukan 39 kapsul

∑ dosis antibiotik yang diperlukan dalam satu kali pemberian/hari

= 13 kapsul x 250 mg kapsul = 3250 mg

Dosis per ekor tikus adalah 100 mg termasuk pelarut

= 3250 mg = 32,5 ml larutan 100 mg

~ 13 kapsul dilarutkan 32.5 ml aquades

~ 1 ml mengandung 100 mg Tertacyclin

4. Asam Asetil Salisilat

Dosis yang diberikan kepada tikus (±300 g) : 400 mg/ekor/hari

Jumlah tikus : 20 ekor

Kebutuhan untuk 3 hari = 3 × 20 ekor × 400 mg = 24000 mg

∑ dosis AAS yang diperlukan dalam satu kali pemberian/hari

= 4 g kristal AAS dilarutkan dalam 20 ml aquades

~ 4000 mg / 20 ml = 200 mg/ml

4 g dalam 20 ml aquades Tiap tikus diberikan 2 ml larutan 2 ml larutan mengandung 400 mg AAS

13 kapsul dilarutkan dalam 32,5 ml aquades Tiap tikus diberikan 1 ml larutan 1 ml larutan menganung 100 mg Tetracyclin

Page 67: GAMBARAN HISTOPATOLOGI LAMBUNG TIKUS PUTIH … · 1 Anatomi eksternal dan internal lambung mamalia ..... 5 2 Histologi lambung tikus bagian pilorus ..... 6 3 Histologi kelenjar lambung

Lampiran 2. Teknik Pembuatan Preparat Histopatologi

Setelah tiga hari diberikan Asam Asetil Salisilat dengan dosis 375 mg/kgBB,

tikus dieuthanasi dengan memasukkan tikus ke dalam anaerobic jar yang berisi

kapas yang telah dibasahi dengan ether. Organ lambung diambil dan difiksasi

dalam formalin. Kemudian organ lambung tersebut dibuat sediaan histopatologis

dengan pewarnaan Haematoxylin Eosin (HE) dan Periodic Acid Schiff-Alcian

Blue (PAS-AB). Prosedur pembuatan preparat histopatologi adalah sebagai

berikut :

a. Sampling, dilakukan dengan mengambil organ lambung tikus (Rattus

rattus)

b. Fiksasi

Seluruh organ lambung dimasukkan ke dalam cairan fiksatif Buffered

Neutral Formalin (BNF) 10 %. Setelah dua hari rgan lambung mengeras

dipotong berukuran 2x2x1 cm, kemudian dimasukkan kembali ke dalam

BNF 10% selama 3x24 jam, kemudian dipotong lebih tipis dengan

ketebalan yang sama, lalu dimasukkkan ke dalam cassete dan siap diproses

dalam Tissue Processor.

c. Dehidrasi

Dehidrasi dilakukan dengan menggunakan alkohol konsentrasi bertingkat

- Alkohol 70 % (2 jam)

- Alkohol 80 % (2 jam)

- Alkohol 90 % (2 jam)

- Alkohol 95 % (2 jam)

- Alkohol absolut I (2 jam)

- Alkohol absolut II (2 jam)

d. Clearing (penjernihan)

- Xylol I (2 jam)

- Xylol II (2 jam)

e. Infiltrasi dengan menggunakan parafin cair (50°C)

- Parafin I (2 jam)

- Parafin II (2 jam)

Page 68: GAMBARAN HISTOPATOLOGI LAMBUNG TIKUS PUTIH … · 1 Anatomi eksternal dan internal lambung mamalia ..... 5 2 Histologi lambung tikus bagian pilorus ..... 6 3 Histologi kelenjar lambung

f. Embbeding (penanaman)

Parafin cair dimasukkan ke dalam cetakan (1/2 dari volume cetakan),

kemudian

dimasukkan potongan jaringan sampai menyentuh dasar cetakan, lalu

cetakan dipenuhi dengan parafin cair.

g. Pemotongan

Setelah pencetakan ke dalam parafin beku, lalu dipotong dengan

menggunakan rotary microtom setebal ± 3-4μ. Hasil pemotongan

diletakkan di atas permukaan air hangat (40°C). Setelah itu potongan

diletakkan pada object glass lalu disimpan dalam inkubator selama satu

malam pada suhu 56 °C.

h. Pewarnaan

Lampiran 3. Pewarnaan Hemaktosilin-Eosin (HE) menurut metode Meyer

1. Gelas objek yang telah diinkubator dimasukkan ke dalam xylol 1 dan 2

selama 2 menit.

2. Gelas objek kemudian dimasukan ke dalam alkohol konsentrasi bertingkat

mulai dari absolut selama 2 menit, 95% selama 1 menit, dan 80% selama 1

menit.

3. Lalu dibilas dengan air mengalir selama 1 menit.

4. Pewarnaan Hematoksilin, dilakukan dengan memasukan sedian ke dalam

zat warna hematoksilin selama 2-3 menit.

5. Lalu dibilas dengan air mengalir selama 30 detik.

6. Pencerahan warna biru dalam litium carbonat selama 15-30 detik.

7. Lalu dibilas dengan air mengalir selama 30 detik.

8. Pewarnaan Eosin, dilakukan dengan memasukan sedian ke dalam zat

warna eosin selama 2-3 menit.

9. Lalu dibilas dengan air mengalir selama 2 menit.

10. Proses dehidrasi: sediaan dimasukkan ke dalam alkohol bertingkat yaitu

95% sebanyak 10 kali celupan, absolut 1 sebanyak 10 kali celupan dan

absolut 2 selama 2 menit.

Page 69: GAMBARAN HISTOPATOLOGI LAMBUNG TIKUS PUTIH … · 1 Anatomi eksternal dan internal lambung mamalia ..... 5 2 Histologi lambung tikus bagian pilorus ..... 6 3 Histologi kelenjar lambung

11. Penjernihan: proses ini dilakukan dengan dimasukkan sediaan ke dalam

xylol 1 selama 1 menit dan xylol 2 selama 2 menit.

12. Kemudian terakhir ditutup dengan cover glass yang direkatkan dengan zat

perekat entelen.

Lampiran 4. Pewarnaan Periodic Acid Schiff-Alcian Blue (PAS)

1. Gelas objek yang telah diinkubator dimasukkan ke dalam xylol 1 dan 2

selama 2 menit.

2. Gelas objek kemudian dimasukan ke dalam alkohol konsentrasi bertingkat

mulai dari absolut selama 2 menit, 95% selama 1 menit, dan 80% selama 1

menit.

3. Lalu dibilas dengan air mengalir selama 1 menit.

4. Sediaan dimasukan ke dalam larutan asam asetat 1%.

5. Lalu di bilas dengan aquadest selama 1 menit.

6. Oksidasi ke dalam Periodic acid 1% selama 5-10 menit.

7. Bilas dengan aquadest sampai tiga kali, masing-masing selama 5 menit.

8. Sediaan dimasukan ke dalam Schiff reagent sampai 2 kali, masing-masing

selama 2 menit.

9. Bilas dengan air sulfit sampai 3 kali. Catatan: air bisulfit terdiri atas 10 ml

sodium bisulfat (NaHSO3), 10 ml HCl 1N, dan 200 ml aquadest.

10. Bilas dengan air mengalir selama 10-15 menit.

11. Bilas dengan aquadest selama 15 detik.

12. Pewarnaan Hematoksilin, dilakukan dengan memasukan sedian ke dalam

zat warna hematoksilin selama 15 detik.

13. Bilas dengan air dan aquadest selama 2 menit.

14. Proses dehidrasi: sediaan dimasukkan ke dalam alkohol bertingkat yaitu

95% sebanyak 10 kali celupan, absolut 1 sebanyak 10 kali celupan dan

absolut 2 selama 2 menit.

15. Penjernihan: proses ini dilakukan dengan dimasukkan sediaan ke dalam

xylol 1 selama 1 menit dan xylol 2 selama 2 menit.

16. Kemudian terakhir ditutup dengan cover glass yang direkatkan dengan zat

perekat entelen.

Page 70: GAMBARAN HISTOPATOLOGI LAMBUNG TIKUS PUTIH … · 1 Anatomi eksternal dan internal lambung mamalia ..... 5 2 Histologi lambung tikus bagian pilorus ..... 6 3 Histologi kelenjar lambung

Lampiran 5. Olahan data Sel Goblet di Lambung Kelenjar (Fundus dan Pilorus)

Descriptives

Kelompok N Mean Std. Deviation Std. Error 95% Confidence Interval for Mean Minimum Maximum

Lower Bound Upper Bound FUNDUS K 10 11.80 6.088 1.925 7.44 16.16 5 * P 10 17.40 9.663 3.056 10.49 24.31 8 *PILORUS K 10 11.90 4.654 1.472 8.57 15.23 6 * P 10 18.60 10.058 3.180 11.41 25.79 7 *Total 40 14.93 8.266 1.307 12.28 17.57 5 *

Duncan–Sel Goblet

Kelompok N Subset for alpha = .05

1 2

FUNDUS K 10 11.80 P 10 17.40 PILORUS K 10 11.90 P 10 18.60 Sig. 0.67 .088

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 10.000.

Page 71: GAMBARAN HISTOPATOLOGI LAMBUNG TIKUS PUTIH … · 1 Anatomi eksternal dan internal lambung mamalia ..... 5 2 Histologi lambung tikus bagian pilorus ..... 6 3 Histologi kelenjar lambung

Lampiran 6. Olahan Data Sel parietal dan sel Chief di Lambung Kelenjar

Descriptives

95% Confidence Interval for Mean

Regio

Kelompok

N

Mean

Std. Deviation

Std. Error Lower Bound Upper Bound

Minimum

Maximum

K 10 254.23 59.663 18.867 211.55 296.91 * *Fundus P 10 224.02 65.386 20.677 177.25 270.79 K 10 322.95 55.142 17.437 283.50 362.40 * *Pylorus P 10 292.21 99.802 31.560 220.82 363.60 * *

Total 40 273.35 79.045 12.498 248.07 298.63 * * CHIEF-Duncan

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 10.000.

Subset for alpha = .05 Regio

Kelompok N

1 2 Fundus K 10 254.23 254.23 P 10 224.02 Pylorus K 10 322.95 P 10 292.21 292.21Sig. .052 .050

Page 72: GAMBARAN HISTOPATOLOGI LAMBUNG TIKUS PUTIH … · 1 Anatomi eksternal dan internal lambung mamalia ..... 5 2 Histologi lambung tikus bagian pilorus ..... 6 3 Histologi kelenjar lambung

Lampiran 6. Olahan Data Sel parietal dan sel Chief di Lambung Kelenjar Descriptives-Sel Parietal

N Mean Std. Deviation Std. Error 95% Confidence Interval for Mean Minimum Maximum Kelompok Lower Bound Upper Bound FUNDUS K 10 7.50 5.592 1.768 3.50 11.50 1 * P 10 7.14 3.491 1.104 4.64 9.64 2 *PILORUS K 10 239.61 41.741 13.200 209.75 269.47 * * P 10 199.70 41.556 13.141 169.97 229.43 * *Total 40 113.49 112.139 17.731 77.62 149.35 1 *

Parietal - Duncan

N Subset for alpha = .05

Kelompok 1 2 3 FUNDUS K 10 7.50 P 10 7.14 PILORUS K 10 239.61 P 10 199.70 Sig. .978 1.000 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 10.000.

Page 73: GAMBARAN HISTOPATOLOGI LAMBUNG TIKUS PUTIH … · 1 Anatomi eksternal dan internal lambung mamalia ..... 5 2 Histologi lambung tikus bagian pilorus ..... 6 3 Histologi kelenjar lambung

Lampiran 7. Olahan data Sel Radang di Lambung NonKelenjar

Descriptives

Kelompok N Mean Std. Deviation Std. Error 95% Confidence Interval for

Mean Minimum Maximum

Lower Bound Upper Bound K MUKOSA 10 1.30 .604 .191 .87 1.73 0 2K MUSKULARIS MUKOSA 10 1.63 .579 .183 1.22 2.04 1 3K SUBMUKOSA 10 3.52 2.524 .798 1.71 5.33 1 *K TUNIKA MUSKULARIS 10 4.66 2.339 .740 2.99 6.33 2 9K SEROSA 10 .36 .372 .118 .09 .63 0 1P MUKOSA 10 8.85 16.285 5.150 -2.80 20.50 2 *P MUSKULARIS MUKOSA 10 7.08 4.680 1.480 3.73 10.43 3 *P SUBMUKOSA 10 22.40 15.302 4.839 11.45 33.35 5 *P TUNIKA MUSKULARIS 10 5.39 2.019 .638 3.95 6.83 3 9P SEROSA 10 .62 .522 .165 .25 .99 0 2Total 100 5.58 9.381 .938 3.72 7.44 0 *

Page 74: GAMBARAN HISTOPATOLOGI LAMBUNG TIKUS PUTIH … · 1 Anatomi eksternal dan internal lambung mamalia ..... 5 2 Histologi lambung tikus bagian pilorus ..... 6 3 Histologi kelenjar lambung

Duncan – Sel Radang Lambung NonKelenjar KELOMPOK N Subset for alpha = .05

1 2 3 K MUKOSA 10 1.30 K MUSKULARIS MUKOSA 10 1.63 1.63 K SUBMUKOSA 10 3.52 3.52 K TUNIKA MUSKULARIS 10 4.66 4.66 K SEROSA 10 .36 P MUKOSA 10 8.85 P MUSKULARIS MUKOSA 10 7.08 7.08P SUBMUKOSA 10 22.40P TUNIKA MUSKULARIS 10 5.39 5.39P SEROSA 10 .62Sig. .083 .055 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 10.000.

Page 75: GAMBARAN HISTOPATOLOGI LAMBUNG TIKUS PUTIH … · 1 Anatomi eksternal dan internal lambung mamalia ..... 5 2 Histologi lambung tikus bagian pilorus ..... 6 3 Histologi kelenjar lambung

Lampiran 8. Olahan data Sel Radang di Lambung Kelenjar Regio Fundus

Descriptives

Kelompok N Mean Std. Deviation Std. Error 95% Confidence Interval for Mean Minimum Maximum

Lower Bound Upper Bound K MUKOSA 10 35.80 15.124 4.783 24.98 46.62 * *K MUSKULARIS MUKOSA 10 23.70 16.765 5.302 11.71 35.69 6 *K SUBMUKOSA 10 15.85 18.216 5.760 2.82 28.88 2 *K TUNIKA MUSKULARIS 10 1.20 .892 .282 .56 1.84 0 3K SEROSA 10 .93 1.106 .350 .14 1.72 0 4P MUKOSA 10 63.40 29.237 9.246 42.48 84.32 * *P MUSCMUCOSA 10 36.10 11.737 3.712 27.70 44.50 * *P SUBMUCOSA 10 35.02 18.725 5.921 21.62 48.42 * *K TUNIkA MUSkUlARIS 10 4.14 3.056 .966 1.95 6.33 1 *K SEROSA 10 2.19 5.171 1.635 -1.51 5.89 0 *Total 100 21.83 24.416 2.442 16.99 26.68 0 *

Page 76: GAMBARAN HISTOPATOLOGI LAMBUNG TIKUS PUTIH … · 1 Anatomi eksternal dan internal lambung mamalia ..... 5 2 Histologi lambung tikus bagian pilorus ..... 6 3 Histologi kelenjar lambung

Duncan - Sel Radang Lambung Regio Fundus

Subset for alpha = .05 KELOMPOK N 1 2 3 4 5 K MUKOSA 10 35.80 K MUSKULARIS MUKOSA 10 23.70 23.70 K SUBMUKOSA 10 15.85 15.85 K TUNIKA MUSKULARIS 10 1.20 K SEROSA 10 .93 P MUKOSA 10 63.40P MUSKULARIS MUKOSA 10 36.10 P SUBMUKOSA 10 35.02 P TUNIKA MUSKULARIS 10 4.14 4.14 P SEROSA 10 2.19 2.19 Sig. .667 .055 .242 .093 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 10.000.

Page 77: GAMBARAN HISTOPATOLOGI LAMBUNG TIKUS PUTIH … · 1 Anatomi eksternal dan internal lambung mamalia ..... 5 2 Histologi lambung tikus bagian pilorus ..... 6 3 Histologi kelenjar lambung

Lampiran 9. Olahan data Sel Radang di Lambung Kelenjar Regio Pilorus

Descriptives

Kelompok N Mean Std. Deviation Std. Error 95% Confidence Interval for Mean Minimum Maximum

Lower Bound Upper Bound K MUKOSA 10 43.11 31.138 9.847 20.84 65.38 * *K MUSKULARIS MUKOSA 10 23.83 7.267 2.298 18.63 29.03 9 *K SUBMUKOSA 10 16.12 7.767 2.456 10.56 21.68 5 *K TUNIKA MUSKULARIS 10 1.20 .892 .282 .56 1.84 0 3K SEROSA 10 .98 1.177 .372 .14 1.82 0 4P MUKOSA 10 68.20 27.178 8.595 48.76 87.64 * *P MUSKULARIS MUKOSA 10 34.25 8.180 2.587 28.40 40.10 * *P SUBMUKOSA 10 32.35 11.678 3.693 24.00 40.70 * *P TUNIKA MUSKULARIS 10 4.10 3.054 .966 1.92 6.28 1 *P SEROSA 10 2.15 5.176 1.637 -1.55 5.85 0 *Total 100 22.63 25.260 2.526 17.62 27.64 0 *

Page 78: GAMBARAN HISTOPATOLOGI LAMBUNG TIKUS PUTIH … · 1 Anatomi eksternal dan internal lambung mamalia ..... 5 2 Histologi lambung tikus bagian pilorus ..... 6 3 Histologi kelenjar lambung

Duncan – Sel Radang Lambung Pilorus

KELOMPOK N Subset for alpha = .05

1 2 3 4 5 6 K MUKOSA 10 43.11 K MUSKULARIS MUKOSA 10 23.83 23.83 K SUBMUKOSA 10 16.12 16.12 K TUNIKA MUSKULARIS 10 1.20 K SEROSA 10 .98 P MUKOSA 10 68.20P MUSKULARIS MUKOSA 10 34.25 34.25P SUBMUKOSA 10 32.35 32.35P TUNIKA MUSKULARIS 10 4.10 4.10 P SEROSA 10 2.15 Sig. .664 .065 .233 .129 .117 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 10.000.

Page 79: GAMBARAN HISTOPATOLOGI LAMBUNG TIKUS PUTIH … · 1 Anatomi eksternal dan internal lambung mamalia ..... 5 2 Histologi lambung tikus bagian pilorus ..... 6 3 Histologi kelenjar lambung

Lampiran 10 Hasil evaluasi kualitatif perubahan histopatologis pada lambung nonkelenjar kelompok kontrol dan perlakuan akibat pemberian AAS

Perubahan histopatologis Kelompok

Deskuamasi Epitel

Erosi mukosa

Kongesti Hemorrhagi Edema

Kontrol (K)

- - + Derajat

keparahan ringan

+ Derajat

keparahan ringan

+ Derajat

keparahan ringan

Perlakuan

(P)

+ Derajat

keparahan ringan

+ Derajat

keparahan ringan

++ Derajat

keparahan sedang

+ Derajat

keparahan ringan

++ Derajat

keparahan sedang

Lampiran 11 Hasil evaluasi kualitatif perubahan histopatologis pada regio

fundus kelompok kontrol dan perlakuan akibat pemberian AAS

Perubahan histopatologis Kelompok

Deskuamasi Epitel

Erosi mukosa

Kongesti Hemorrhagi Edema

Kontrol (K)

+ Derajat

keparahan ringan

+ Derajat

keparahan ringan

+ Derajat

keparahan ringan

+ Derajat

keparahan ringan

+ Derajat

keparahan ringan

Perlakuan

(P)

++ Derajat

keparahan sedang

++ Derajat

keparahan sedang

+ Derajat

keparahan ringan

+ Derajat

keparahan ringan

++ Derajat

keparahan sedang

Lampiran 12 Hasil evaluasi kualitatif perubahan histopatologis pada regio

pilorus kelompok K dan kelompok P akibat pemberian AAS

Perubahan histopatologis

Kelompok Deskuamasi Epitel

Erosi mukosa

Kongesti Hemorrhagi Edema

Kontrol (K)

+ Derajat

keparahan ringan

+ Derajat

keparahan ringan

+ Derajat

keparahan ringan

+ Derajat

keparahan ringan

+ Derajat

keparahan ringan

Perlakuan

(P)

+++ Derajat

keparahan berat

+++ Derajat

keparahan berat

+ Derajat

keparahan ringan

+ Derajat

keparahan ringan

+ Derajat

keparahan ringan

Page 80: GAMBARAN HISTOPATOLOGI LAMBUNG TIKUS PUTIH … · 1 Anatomi eksternal dan internal lambung mamalia ..... 5 2 Histologi lambung tikus bagian pilorus ..... 6 3 Histologi kelenjar lambung
Page 81: GAMBARAN HISTOPATOLOGI LAMBUNG TIKUS PUTIH … · 1 Anatomi eksternal dan internal lambung mamalia ..... 5 2 Histologi lambung tikus bagian pilorus ..... 6 3 Histologi kelenjar lambung