45
GAMBARAN PEMBERIAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN DEMAM TIFOID KELOMPOK PEDIATRIK DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD SLEMAN YOGYAKARTA TAHUN 2015 SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi ( S.Farm.) Program Studi Farmasi Oleh : Mareta Endra Wijaya NIM : 138114062 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2016 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

GAMBARAN PEMBERIAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN … · tinggi di negara berkembang seperti Indonesia serta masih menduduki peringkat 10 besar penyakit terbanyak ... rawat inap rumah sakit

  • Upload
    hatuong

  • View
    215

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: GAMBARAN PEMBERIAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN … · tinggi di negara berkembang seperti Indonesia serta masih menduduki peringkat 10 besar penyakit terbanyak ... rawat inap rumah sakit

GAMBARAN PEMBERIAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN DEMAM TIFOID

KELOMPOK PEDIATRIK DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD SLEMAN

YOGYAKARTA TAHUN 2015

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi ( S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh :

Mareta Endra Wijaya

NIM : 138114062

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2016

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 2: GAMBARAN PEMBERIAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN … · tinggi di negara berkembang seperti Indonesia serta masih menduduki peringkat 10 besar penyakit terbanyak ... rawat inap rumah sakit

ii

GAMBARAN PEMBERIAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN DEMAM TIFOID

KELOMPOK PEDIATRIK DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD SLEMAN

YOGYAKARTA TAHUN 2015

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi ( S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh :

Mareta Endra Wijaya

NIM : 138114062

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2016

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 3: GAMBARAN PEMBERIAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN … · tinggi di negara berkembang seperti Indonesia serta masih menduduki peringkat 10 besar penyakit terbanyak ... rawat inap rumah sakit

iii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 4: GAMBARAN PEMBERIAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN … · tinggi di negara berkembang seperti Indonesia serta masih menduduki peringkat 10 besar penyakit terbanyak ... rawat inap rumah sakit

iv

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 5: GAMBARAN PEMBERIAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN … · tinggi di negara berkembang seperti Indonesia serta masih menduduki peringkat 10 besar penyakit terbanyak ... rawat inap rumah sakit

v

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 6: GAMBARAN PEMBERIAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN … · tinggi di negara berkembang seperti Indonesia serta masih menduduki peringkat 10 besar penyakit terbanyak ... rawat inap rumah sakit

vi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 7: GAMBARAN PEMBERIAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN … · tinggi di negara berkembang seperti Indonesia serta masih menduduki peringkat 10 besar penyakit terbanyak ... rawat inap rumah sakit

vii

HALAMAN PERSEMBAHAN

“ Every moment wasted looking back keeps us from moving forward”

-Hillary Clinton-

“”Extraordinary people survive under the most terrible

circumstances and they become more extraordinary

because of it” -Robertson Davies-

Karya ini saya persembahkan kepada,

Tuhan yang Maha Pengasih dan Penyayang

Ayah, Mama, dan Adik yang tersayang

Sahabat-sahabat dan teman-teman tercinta

Serta Almamaterku

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 8: GAMBARAN PEMBERIAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN … · tinggi di negara berkembang seperti Indonesia serta masih menduduki peringkat 10 besar penyakit terbanyak ... rawat inap rumah sakit

viii

PRAKATA

Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas bimbingan, rahmat,

dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Gambaran

Pemberian Antibiotik Pada Pasien Demam Tifoid Kelompok Pediatrik Di Instalasi

Rawat Inap RSUD Sleman Yogyakarta Tahun 2015” sebagai syarat untuk memperoleh

gelar Sarjana Farmasi (S.Farm) di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Keberhasilan

penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini tidak lepas dari dukungan tenaga,

pikiran, waktu dan kasih sayang berbagai pihak dan penulis ingin mengucapkan

terimakasih kepada :

1. Ibu Aris Widayati, M.Si., Ph.D., Apt selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas

Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Pembimbing utama Septimawanto Dwi Prasetyo, M.Si., S.Farm., Apt terimakasih

saya ucapkan yang sebesar-besarnya karena telah memperkenankan saya menjadi

anak bimbingan Pak Wawan, dan telah bersedia memberikan waktu, tenaga,

motivasi, semangat, dukungan dan perhatian, tidak lupa kritik dan saran dalam

pembuatan proposal hingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini.

3. Ibu Dr. Rita Suhadi, M.Si., Apt dan Ibu Putu Dyana Christasani, M.Sc., Apt selaku

dosen penguji yang telah memberikan kritik, saran, dan arahan dalam penyelesaian

penelitian ini.

4. BAPPEDA Sleman dan Rumah Sakit Umum Daerah Sleman yang telah

memberikan ijin untuk melakukan penelitian.

5. Petugas Instalasi Rekam Medis RSUD Sleman yang membantu kelancaran dalam

pengambilan data.

6. Petugas Ethical Clearence Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Duta Wacana.

7. Kedua orang tua, Drajad Rusdiyono dan R.Ngt.Eny Komariyatun, serta adik Merry

Rose Endra yang setia mendukung, mendoakan penulis dan mendampingi serta

memberikan saran dalam penyelesaian skripsi ini.

8. Tim Skripsi yaitu Christanto Pascal Markus yang setia bekerjasama, mendukung

satu sama lain dan saling membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

9. Sahabat-sahabat penulis yaitu Millatina Jasmine, Masrial Zalukhu, Morgan Wahyu,

Kevin Giovedi, Gracia Elwy, Oka, Krispina Priska, Caecilia Desi, Natalia Weni

yang setia mendampingi selama ini dan mendukung dalam penyelesaian skripsi ini.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 9: GAMBARAN PEMBERIAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN … · tinggi di negara berkembang seperti Indonesia serta masih menduduki peringkat 10 besar penyakit terbanyak ... rawat inap rumah sakit

ix

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 10: GAMBARAN PEMBERIAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN … · tinggi di negara berkembang seperti Indonesia serta masih menduduki peringkat 10 besar penyakit terbanyak ... rawat inap rumah sakit

x

DAFTAR ISI

Halaman Cover ............................................................................................................ i

Halaman Judul ............................................................................................................ ii

Halaman Persetujuan Pembimbing ............................................................................... iii

Halaman Pengesahan ................................................................................................... iv

Pernyataan Keaslian Karya .......................................................................................... v

Lembar Persetujuan Publikasi ...................................................................................... vi

Halaman Persembahan ................................................................................................. vii

Prakata ........................................................................................................................ viii

Daftar Isi ....................................................................................................................... x

Daftar Tabel ................................................................................................................. xi

Daftar Gambar .......................................................................................................... xii

Daftar Lampiran .......................................................................................................... xiii

ABSTRACT ................................................................................................................... xiv

ABSTRAK ................................................................................................................... xv

PENDAHULUAN ........................................................................................................ 1

METODE PENELITIAN ............................................................................................. 2

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Pasien ............................................................................................ 4

Karakteristik Penggunaan Antibiotik .................................................................. 5

Identifikasi Drug Related Problems.................................................................... 6

KESIMPULAN ............................................................................................................ 12

SARAN.............. ........................................................................................................... 12

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 13

LAMPIRAN ................................................................................................................ 15

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 11: GAMBARAN PEMBERIAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN … · tinggi di negara berkembang seperti Indonesia serta masih menduduki peringkat 10 besar penyakit terbanyak ... rawat inap rumah sakit

xi

DAFTAR TABEL

Tabel I. Karakteristik Pasien Berdasarkan Umur, Berat Badan dan Jenis Kelamin .. 4

Tabel II. Profil Penggunaan Antibiotik Berdasarkan Jenis, Golongan dan Rute

Pemberian ..................................................................................................... 5

Tabel III. Identifikasi DRPs Penggunaan Antibiotik pada Pasien Demam Tifoid

Kelompok Pediatrik di Instalasi Rawat Inap RSUD Sleman Tahun 2015... 7

Tabel IV. Identifikasi DRPs Terkait Masalah Pemilihan Obat...................................... 8

Tabel V. Identifikasi DRPs Terkait Masalah Dosis Berdasarkan Pustaka Acuan

(IDAI, 2009; DIH,2015) ............................................................................... 9

Tabel VI. Identifikasi DRPs Terkait Masalah Penggunaan Obat .................................. 10

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 12: GAMBARAN PEMBERIAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN … · tinggi di negara berkembang seperti Indonesia serta masih menduduki peringkat 10 besar penyakit terbanyak ... rawat inap rumah sakit

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Bagan Sampel Penelitian Pasien Rawat Inap Periode Januari-Desember

2015 ............................................................................................................. 3

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 13: GAMBARAN PEMBERIAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN … · tinggi di negara berkembang seperti Indonesia serta masih menduduki peringkat 10 besar penyakit terbanyak ... rawat inap rumah sakit

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Ethical Clearance .............................................................................. 16

Lampiran 2. Surat Perizinan Bappeda Sleman ........................................................ 17

Lampiran 3. Surat Perizinan Penelitian di RSUD Sleman ...................................... 18

Lampiran 4. Definisi Operasional Penelitian .......................................................... 19

Lampiran 5. Klasifikasi DRPs Menurut PCNE 2006.............................................. 20

Lampiran 6. Guideline Dosis Antibiotik Untuk Terapi Demam Tifoid .................. 21

Lampiran 7. Ringkasan Identifikasi Kejadian DRPs .............................................. 22

Lampiran 8. Lembar Case Report Form ................................................................. 28

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 14: GAMBARAN PEMBERIAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN … · tinggi di negara berkembang seperti Indonesia serta masih menduduki peringkat 10 besar penyakit terbanyak ... rawat inap rumah sakit

xiv

ABSTRACT

Typhoid fever is a disease with a high prevalence figures in developing countries

such as Indonesia and is still ranked top 10 most prevalent diseases in hospitalized

patients. Antibiotic use in pediatric is differ to adults due to differences in organ function

and pharmacokinetic profile in children. The purpose of this study is to describe the

administration of antibiotics in patients with typhoid fever in pediatric group and identify

the incidence of drug-related problems include adverse events, drug choice problem,

dosing problem, drug use problem and interaction. This study was an observational study

design with a descriptive study. Data source is from medical records of pediatric patients

aged 0-14 years with a total of 49 cases. These results indicate the profile antibiotics are

the most widely used are cefotaxime (42,86%), ceftriaxone (12,24%) and chloramphenicol

(12,24%). DRPs identification showed the data of adverse events (4,08%), drug choice

problem (8,16%), dosing problem (100%), drug use problem (10,20%) and interaction

(6,12%)

Keywords: Typhoid fever, antibiotics, pediatric, drug related problems

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 15: GAMBARAN PEMBERIAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN … · tinggi di negara berkembang seperti Indonesia serta masih menduduki peringkat 10 besar penyakit terbanyak ... rawat inap rumah sakit

xv

ABSTRAK

Demam tifoid masih merupakan penyakit dengan angka prevalensi kejadian yang

tinggi di negara berkembang seperti Indonesia serta masih menduduki peringkat 10 besar

penyakit terbanyak pada pasien rawat inap. Penggunaan antibiotik pada pediatrik berbeda

dengan dewasa dikarenakan perbedaan fungsi organ dan profil farmakokinetik pada anak.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran pemberian antibiotik pada pasien

demam tifoid kelompok pediatrik dan mengidentifikasi kejadian drug related problems

meliputi kejadian efek samping, masalah pemilihan obat, masalah dosis, masalah

penggunaan obat dan interaksi obat. Penelitian ini merupakan penelitian observasional

dengan desain studi deskriptif. Data yang diambil merupakan rekam medis pasien pediatrik

dengan rentang usia 0-14 tahun dengan total 49 rekam medis pasien. Hasil penelitian ini

menunjukan profil pemberian antibiotik yang paling banyak digunakan adalah cefotaxime

(42,86%), ceftriaxone (12,24%) dan chloramphenicol (12,24%). Identifikasi DRP

menunjukan data kejadian efek samping (4,08%), masalah pemilihan obat (8,16%),

masalah dosis (100%), masalah penggunaan obat (10,20%) dan interaksi (6,12%).

Kata kunci: Demam tifoid, antibiotik, pediatrik, drug related problems

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 16: GAMBARAN PEMBERIAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN … · tinggi di negara berkembang seperti Indonesia serta masih menduduki peringkat 10 besar penyakit terbanyak ... rawat inap rumah sakit

1

PENDAHULUAN

Demam tifoid merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri gram

negatif Salmonella typhi. Demam tifoid masih merupakan masalah kesehatan khususnya di

negara berkembang. Manusia merupakan satu-satunya host bagi bakteri Salmonella typhi.

Infeksi demam tifoid bersumber dari konsumsi makanan ataupun minuman yang

terkontaminasi (WHO, 2011).

Di Indonesia rata-rata kejadian kasus demam tifoid sebanyak 900.000 per tahun

dengan angka kematian mencapai 20.000 jiwa. Pada area endemik demam tifoid banyak

ditemukan kasus demam tifoid terjadi pada usia 3-19 tahun (WHO, 2003). Data tahun 2010

menunjukkan bahwa demam tifoid menduduki peringkat ke-3 dari 10 besar penyakit

terbanyak pada pasien rawat inap rumah sakit di Indonesia (Anggraini et al., 2014). Studi

kasus yang dilakukan pada beberapa rumah sakit besar yang ada di Indonesia menunjukan

bahwa angka kejadian demam tifoid meningkat dari tahun ke tahun dengan rata-rata

morbidity 500/100.000 populasi dan mortalitas 0,6% sampai 5% (KEPMENKES, 2006).

Pemberian terapi antibiotik yang kurang tepat dapat menimbulkan masalah

resistensi dan potensi terjadinya kejadian efek samping sehingga diperlukan peran apoteker

untuk mengevaluasi ketepatan penggunaan antibiotik (CDC, 2015). Meningkatnya

kejadian resistensi antibiotik menjadi penyebab dalam perkembangan infeksi menjadi lebih

parah, terjadinya komplikasi, waktu tinggal di rumah sakit yang menjadi lebih lama dan

meningkatnya risiko kematian (Llor and Bjerrum, 2014). Peresepan yang tidak tepat dapat

berkontribusi dalam kejadian resistensi antibiotik. Sebesar 30%-50% indikasi terapi,

pemilihan antibiotik atau durasi terapi antibiotik tidak tepat. Konsentrasi subterapetik dapat

memicu resistensi antibiotik (Ventola, 2015). Terlepas dari kesalahan dan ketidaktepatan

dalam pemberian terapi, hal tersebut akan berpengaruh pada meningkatnya biaya

perawatan dan penurunan kualitas pelayanan rumah sakit (Anggraini et al., 2014).

Penyesuaian dosis untuk pediatrik perlu dilakukan karena adanya perbedaan aspek

farmakokinetik dengan pasien dewasa, yang dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti usia,

jenis kelamin, masa tubuh, fungsi ginjal dan liver serta maturasi dari sistem enzim (Cella et

al., 2010). Pilihan terapi untuk mengatasi demam tifoid adalah penggunaan antibiotik.

Penggunaan antibiotik yang tidak tepat ataupun tidak rasional dapat menyebabkan

terjadinya Drug Related Problems (DRPs). Menurut PCNE drug related problems adalah

suatu keadaan yang tidak diinginkan, yang melibatkan terapi obat yang berpotesi

menggangu pencapaian outcome terapi. Pembagian kategori DRPs menurut PCNE adalah

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 17: GAMBARAN PEMBERIAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN … · tinggi di negara berkembang seperti Indonesia serta masih menduduki peringkat 10 besar penyakit terbanyak ... rawat inap rumah sakit

2

kejadian efek samping, masalah pemilihan obat, masalah dosis, masalah penggunaan obat,

interaksi obat dan lainnya (PCNE, 2006).

Hasil penelitian tahun 2013 oleh Karisa memberikan gambaran mengenai

kejadian DRPs penggunaan antibiotik pada pasien pediatrik penderita demam tifoid

sebanyak 36 kasus, yang terdiri dari 3 kasus terapi tanpa indikasi (unnecessary drug

therapy), 29 kasus dosis terlalu rendah (dosage too low) dan 4 kasus dosis terlalu tinggi

(dosage too high) (Karisa, 2015). Drug Related Problems penggunaan antibiotik yang

paling dominan terjadi pada usia 3-12 tahun maupun 13-19 tahun adalah ketidaktepatan

dosis obat (Tan, 2012).

Lokasi yang dipilih sebagai tempat penelitian adalah RSUD Sleman. RSUD

Sleman termasuk rumah sakit non-pendidikan dengan kategori B yang berlokasi di Jalan

Bhayangkara 48, Murangan, Triharjo, Sleman. Angka kejadian demam tifoid di RSUD

Sleman termasuk dalam 10 besar penyakit rawat inap tahun 2010 (DINKES SLEMAN,

2010).

Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran karakteristik pasien

berdasarkan usia, berat badan dan jenis kelamin, profil penggunaan antibiotika selama

terapi demam tifoid dan mengidentifikasi kejadian DRPs terkait penggunaan antibiotik

yang diterima pasien selama terapi.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian yang dilakukan adalah observasional dengan rancangan deskriptif.

Pengambilan data dilakukan secara retrospective dengan menggunakan data yang

tercantum pada rekam medis (RM) pasien. Penelitian observasional adalah penelitian

dengan melakukan pengamatan pada subjek tanpa melakukan intervensi (Notoatmodjo,

2010). Rancangan penelitian bersifat deskriptif karena penelitian ini menggambarkan

langsung fenomena yang berlangsung saat ini atau saat yang lampau.

Variabel dalam penelitian ini adalah karakteristik pasien pediatrik demam tifoid,

pola peresepan antibiotik yang diterima pasien dan DRPs yang muncul pada penggunaan

antibiotik. Penelitian ini dilakukan pada bulan September - Oktober 2016 di RSUD

Sleman. Sampel penelitian yang digunakan adalah rekam medis pasien pediatrik penderita

demam tifoid periode Januari - Desember 2015, yang berasal dari 2 bangsal yakni Bangsal

Cendana dan Kenanga. Pengambilan data dilakukan dengan case report form yang memuat

data subjektif, objektif dan terapi yang diterima pasien.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 18: GAMBARAN PEMBERIAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN … · tinggi di negara berkembang seperti Indonesia serta masih menduduki peringkat 10 besar penyakit terbanyak ... rawat inap rumah sakit

3

Gambar 1. Bagan Sampel Penelitian Pasien Rawat Inap Periode Januari-Desember 2015

Subjek penelitian ini adalah semua pasien demam tifoid kelompok pediatrik

dengan rentang usia 0-14 tahun, klasifikasi usia menggunakan acuan milik RSUD Sleman

(DINKES SLEMAN, 2010). Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah pasien pediatrik

dengan diagnosis utama demam tifoid yang terkonfirmasi dengan hasil data laboratorium,

tidak disertai penyakit infeksi lainnya dan mendapatkan terapi antibiotik selama menjalani

rawat inap. Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah data rekam medis yang tidak

lengkap.

Profil karakteristik pasien diperoleh dengan mengelompokkan pasien demam

tifoid berdasarkan distribusi umur dan jenis kelamin yang kemudian akan disajikan dalam

bentuk persentase, dengan menghitung jumlah kasus pada tiap kelompok umur dan jenis

kelamin dibagi dengan jumlah seluruh kasus lalu dikali 100%.

Profil penggunaan antibiotik yang diterima pasien terbagi menjadi jenis, golongan

antibiotik dan rute pemberian antibiotik, yang kemudian akan disajikan dalam bentuk tabel

dan persentase. Analisis profil penggunaan antibiotik dilakukan dengan menghitung

jumlah kasus pada tiap kategori dibagi dengan jumlah seluruh kasus lalu dikali 100%.

Identifikasi kejadian DRPs terkait dengan pemberian antibiotik dikaji dengan

acuan utama Pedoman Terapi RSUD Sleman, Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter

Anak Indonesia (IDAI, 2009) dan Drug Information Handbook 24th

ed (APA, 2015).

Sampel penelitian memenuhi

kriteria inklusi

66 RM pasien

Total sampel penelitian

49 RM pasien

Tidak memenuhi kriteria inklusi:

16 RM pasien dengan hasil lab tes

widal negatif

11 RM pasien tidak ditemukan

6 Ketidaksesuaian RM pasien

Kriteria eksklusi:

17 RM pasien tidak lengkap

99 RM pasien dari 2 bangsal

periode Januari – Desember 2015

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 19: GAMBARAN PEMBERIAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN … · tinggi di negara berkembang seperti Indonesia serta masih menduduki peringkat 10 besar penyakit terbanyak ... rawat inap rumah sakit

4

Identifikasi kejadian DRPs berdasarkan klasifikasi PCNE tahun 2006. Persentase kejadian

DRPs diperoleh dengan menghitung jumlah kasus pada tiap kategori DRPs dibagi dengan

jumlah seluruh kasus lalu dikali 100%.

Identitas subyek pada sampel penelitian ini dirahasiakan dengan tidak

mencantumkan alamat dan mengganti nama dengan inisial. Data subyek yang digunakan

sebagai sampel penelitian sepenuhnya hanya digunakan untuk kepentingan penelitian.

Penelitian ini telah mendapat persetujuan dari komisi etik Fakultas Kedokteran Universitas

Kristen Duta Wacana dengan nomor surat 255/C.16/FK/2016.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Diperoleh 99 data RM pasien demam tifoid kelompok pediatrik. Keseluruhan

populasi diambil sebagai sampel. Data rekam medis yang masuk dalam kriteria inklusi

sebesar 49 (49,5%).

Karakteristik Pasien

Tabel I. Karakteristik Pasien Berdasarkan Umur, Berat Badan dan Jenis Kelamin

Karakteristik Jumlah

n = 49 Persentase (%)

Umur (tahun)

< 1 th 1 2,04

1 – 4 th 11 22,45

5 – 14 th 37 75,51

Total 49 100

Jenis Kelamin

Laki- laki 26 53,06

Perempuan 23 46,94

Total 49 100

Berat Badan (kg)

0-10 kg 5 10,20

11-20 kg 22 44,90

21-30 kg 9 18,37

31-40 kg 3 6,12

41-50 kg 7 14,29

51-60 kg 2 4,08

61-70 kg 0 0

71-80 kg 1 2,04

Total 49 100

Kejadian demam tifoid di RSUD Sleman selama periode Januari – Desember 2015

lebih banyak terjadi pada laki-laki dengan jumlah 26 pasien (53,06%) dibanding pasien

perempuan sejumlah 23 pasien (46,94%). Laki-laki lebih berpotensi terkena infeksi tifoid

dapat disebabkan karena kurangnya kesadaran akan kebersihan (Herawati, 2009; Utami,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 20: GAMBARAN PEMBERIAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN … · tinggi di negara berkembang seperti Indonesia serta masih menduduki peringkat 10 besar penyakit terbanyak ... rawat inap rumah sakit

5

2016), namun secara umum menurut KEPMENKES RI tahun 2006 tidak terdapat

perbedaan yang nyata mengenai angka kejadian demam tifoid antara laki-laki dan

perempuan (KEMENKES, 2006). Jumlah pasien tifoid paling banyak terjadi pada rentang

usia 5 – 14 tahun dengan total 37 pasien (75,51%), hal ini sesuai dengan hasil penelitian

tahun 2011 di Jogjakarta (Rufaldi, 2011) dan lebih banyak terjadi pada pasien dengan

rentang berat badan 11-20 kg (44,90%). Bila dicermati kebanyakan kasus demam tifoid

terjadi pada masa atau usia anak sekolah, dimana mobilitas atau pergerakan anak sangat

aktif sehingga memungkinkan anak untuk mengenal jajanan yang belum tentu terjamin

kebersihannya (Herawati, 2009).

Karakteristik Penggunaan Antibiotik

Pada penelitian ini profil jenis dan golongan antibiotik yang diberikan selama

terapi (Tabel II) terbagi dalam 35 kasus (71,42%) penggunaan antibiotik tunggal dan 14

kasus (28,58%) dengan penggantian jenis antibiotik selama terapi. Profil antibiotik tunggal

yang paling banyak digunakan adalah cefotaxime (42,86%), ceftriaxone (12,24%) dan

chloramphenicol (12,24%), sedangkan penggantian antibiotik terbanyak terjadi pada

penggantian chloramphenicol yang dilanjutkan dengan ceftriaxone (12,24%).

Tabel II. Profil Penggunaan Antibiotik Berdasarkan Jenis, Golongan dan Rute Pemberian

Golongan Jenis Jumlah

n = 49

Persentase

(%)

Terapi tunggal

Chloramphenicol Chloramphenicol** 6 12,24

Cephalosporin 3rd

generation

Cefixim** 2 4,08

Ceftriaxone* 6 12,24

Cefotaxime* 21 42,86

Penggantian antibiotik

Cefotaxim-Chloramphenicol-Cefixime 2 4,08

Chloramphenicol-Ceftriaxone 6 12,24

Ampicillin*-Chloramphenicol 1 2,04

Ampicillin-Ceftriaxone-Chloramphenicol 1 2,04

Cefotaxim-Gentamicin 1 2,04

Chloramphenicol-Ceftriaxone-Cefixim 1 2,04

Ceftriaxone-Gentamicin* 1 2,04

Cefotaxime-Ceftriaxone 1 2,04

Total 49 100

*: rute pemberian yang tersedia secara parenteral (injeksi)

**: rute pemberian yang tersedia secara parenteral (injeksi) dan oral

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 21: GAMBARAN PEMBERIAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN … · tinggi di negara berkembang seperti Indonesia serta masih menduduki peringkat 10 besar penyakit terbanyak ... rawat inap rumah sakit

6

Pihak RSUD Sleman tidak memiliki Pedoman Terapi untuk penanganan demam

tifoid pada pediatrik, namun pada Pedoman Terapi pasien dewasa tidak disebutkan

pemberian cefixim dan gentamicin sebagai pilihan terapi, sehingga kesesuaian peresepan

antibiotik berdasar pedoman rumah sakit sebesar 42 peresepan dari keseluruhan 49 total

peresepan antibitotik (85,71%).

Pemilihan antibiotik sudah tepat berdasarkan kemampuan untuk membunuh

bakteri S.typhi, hal ini sesuai dengan pustaka yang diacu peneliti. Chloramphenicol masih

menjadi pilihan terapi utama untuk demam tifoid (IDAI, 2009), namun memiliki efek

samping berupa depresi sumsum tulang belakang dan anemia aplastik (Antolis et al., 2013;

Rampengan, 2013) sehingga perlu dipertimbangkan penggunaannya dalam penanganan

kasus demam tifoid. Risiko kekambuhan setelah terapi menggunakan chloramphenicol

sebesar 5-7% dengan waktu terapi yang lebih lama dan adanya risiko menjadi karier S.

typhi (WHO, 2003). Cephalosporin generasi ke-3 merupakan antibiotik sprektrum luas

dengan kepekaan yang lebih pada bakteri gram negatif sehingga dapat digunakan dalam

terapi eradikasi infeksi Salmonellae (Stoesser, 2013) dan dapat menjadi pilihan alternatif

untuk terapi demam tifoid pada kasus multi drug resistent S. typhi (White, 2010; Sidabutar,

2010). Getamicin memiliki aktivitas bakterisidal terhadap Salmonella (Mandal, 2009;

Menashe, 2008).

Pemberian antibiotik pada pasien rawat inap terbagi menjadi 2 kelompok yaitu

secara oral dan parenteral. Antibiotik yang diberikan secara oral adalah chloramphenicol

(tablet dan sirup) dan cefixim (sirup). Sesuai dengan penelitian Rifai tahun 2011,

pemberian antibiotik didominasi oleh rute pemberian secara parenteral (Rifai, 2011).

Pemberian secara parenteral memiliki keuntungan onset yang cepat dan dapat diberikan

pada pasien yang tidak sadar (Verma, 2010).

Identifikasi Drug Related Problems

Penatalaksanaan terapi pada pasien harus dilakukan secara rasional dengan

mempertimbangkan keuntungan dan kerugian efek pengobatan yang akan diterima pasien.

Katagori DRPs yang akan dikaji menurut PCNE 2006 adalah meliputi kejadian efek

samping, masalah pemilihan obat, masalah dosis, masalah penggunaan obat dan interaksi

obat. Penyesuaian dosis untuk pediatrik perlu dilakukan karena adanya perbedaan aspek

farmakokinetik dengan pasien dewasa, yang dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti usia,

jenis kelamin, masa tubuh, fungsi ginjal dan liver serta maturasi dari sistem enzim (Cella et

al., 2010).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 22: GAMBARAN PEMBERIAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN … · tinggi di negara berkembang seperti Indonesia serta masih menduduki peringkat 10 besar penyakit terbanyak ... rawat inap rumah sakit

7

Tabel III. Identifikasi DRPs Penggunaan Antibiotik pada Pasien Demam Tifoid

Kelompok Pediatrik di Instalasi Rawat Inap RSUD Sleman Tahun 2015

Jenis DRPs

Jumlah

DRPs

n = 49

Persentase

(%) Keterangan

Kejadian efek samping 2 4,08

- Reaksi alergi berupa urtikaria

- Reaksi non alergi berupa nyeri otot

kanan

Masalah pemilihan

obat 4 8,16

- Ada indikasi, tidak ada obat

- Ada obat, tidak ada indikasi

- Duplikasi

Masalah dosis 49 100

- Dosis kurang atau berlebih

- Frekuensi kurang atau berlebih

- Durasi terlalu pendek atau panjang

Masalah penggunaan

obat 5 10,20 - Pemberian antibiotik tidak lengkap

Interaksi 3 6,12 - Interaksi antagonis farmakodinamik

Kejadian Efek Samping

Berdasarkan klasifikasi DRPs menurut PCNE tahun 2006 kejadian efek samping

adalah pasien mengalami reaksi yang tidak dikehendaki, yang bisa terjadi karena efek

samping alergi atau non-alergi atau efek toksik. Berdasarkan hasil kajian peneliti

ditemukan 2 kasus (4,08%) DRPs dengan katagori kejadian efek samping. Efek samping

yang terjadi berupa reaksi alergi dan reaksi non-alergi.

Pada kasus efek samping alergi terjadi akibat pemberian ceftriaxone, manifestasi

alergi yang terjadi berupa reaksi gatal. Pasien dilaporkan mengalami biduran atau gatal-

gatal setelah 3x pemberian injeksi ceftriaxone, untuk mengatasi reaksi alergi pasien

diberikan cetirizine. Pemberian ceftriaxone dihentikan dan terapi digantikan dengan

pemberian chloramphenicol. Penggunaan golongan cephalosporin seperti ceftriaxone

sering menyebabkan reaksi alergi berupa urtikaria (Rutnin, 2011) dan reaksi

hipersensitifitas akibat ceftriaxone bersifat predictable (Kumar, 2015). Efek samping non-

alergi yang terjadi berupa nyeri pada otot tangan kanan setelah injeksi cefotaxime

(Grayson, et al., 2010; Gray, et al., 2011). Tidak diberikan tindakan medis untuk mengatasi

nyeri yang timbul. Nyeri berangsur berkurang pada keesokan harinya. Berdasarkan hasil

kajian yang dilakukan, kejadian efek samping merupakan DRPs aktual karena timbul

manifestasi berupa alergi maupun non-alergi yang dikeluhkan oleh pasien.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 23: GAMBARAN PEMBERIAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN … · tinggi di negara berkembang seperti Indonesia serta masih menduduki peringkat 10 besar penyakit terbanyak ... rawat inap rumah sakit

8

Masalah Pemilihan Obat

Masalah pemilihan obat menurut klasifikasi PCNE tahun 2006 adalah pasien

mendapatkan obat yang tidak tepat atau tidak mendapatkan obat sama sekali untuk

mengatasi penyakit atau kondisinya. Masalah pemilihan obat dapat terjadi bila pemilihan

jenis obat tidak sesuai; pemilihan bentuk sediaan obat yang tidak tepat; adanya duplikasi;

kontraindikasi antara penyakit dan obat; ada obat, tidak ada indikasi dan ada indikasi, tidak

ada obat.

Berdasarkan hasil kajian peneliti ditemukan 4 kasus (8,16%) DRPs katagori

masalah pemilihan obat. Masalah pemilihan obat terjadi pada pengobatan dengan terapi

tunggal maupun terapi penggantian antibiotik.

Tabel IV. Identifikasi DRPs Terkait Masalah Pemilihan Obat

No

RM

pasien

Antibiotik Masalah Pemilihan Obat Keterangan

16 Ceftriaxone – Chloramphenicol Ada obat, tidak ada indikasi Penggantian

antibiotik

30 Cefixim Ada indikasi, tidak ada obat Antibiotik

tunggal

31 Cefixim Ada indikasi, tidak ada obat Antibiotik

tunggal

46 Cefotaxime – Ceftriaxone Duplikasi Penggantian

antibiotik

. Masalah pemilihan obat terjadi pada penggantian ceftriaxone yang dilanjutkan

dengan chloramphenicol pada hari terakhir rawat inap. Obat diganti saat gejala pasien

sudah membaik dan terbebas dari demam selama 4 hari, sehingga penggantian dengan

chloramphenicol tanpa disertai tujuan atau indikasi yang jelas. Menurut IDAI tahun 2009

pengkajian ulang terapi antibiotik perlu dilakukan bila tidak terjadi perbaikan kondisi

selama 4 sampai 5 hari sejak awal terapi. Masalah pemilihan obat katagori duplikasi,

terjadi pada penggantian obat cefotaxime yang dilanjutkan dengan ceftriaxone, karena

kedua antibiotik tersebut masih masuk dalam satu golongan antibiotik. Katagori ada

indikasi tidak ada obat, terjadi saat hasil tes widal pasien positif yang didukung dengan

gejala khas tifoid lainnya namun pasien tidak langsung segera diberikan antibiotik setelah

hasil tes keluar. Hasil kajian dalam penelitian ini menunjukan bahwa pemilihan obat

selama terapi kurang tepat, namun dalam catatan perkembangan pasien selama dirawat

tidak menunjukan manifestasi ataupun efek dari ketidaktepatan tersebut. Keadaan pasien

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 24: GAMBARAN PEMBERIAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN … · tinggi di negara berkembang seperti Indonesia serta masih menduduki peringkat 10 besar penyakit terbanyak ... rawat inap rumah sakit

9

membaik dengan status keluar sembuh atau diijinkan oleh dokter, maka kejadian DRPs

terkait katagori masalah pemilihan obat merupakan DRPs potensial.

Masalah Dosis

Masalah dosis menurut PCNE tahun 2006 adalah pasien menerima dosis atau

frekuensi pemberian obat yang kurang atau berlebih atau durasi pengobatan yang terlalu

pendek ataupun terlalu panjang. Berdasarkan kajian peneliti, DRPs terkait dosis terjadi

pada 49 RM pasien (100%). Dalam penelitian ini kajian dilakukan sesuai acuan utama

peneliti dan dibandingkan dengan Pedoman Terapi milik RSUD Sleman untuk penanganan

demam tifoid pasien dewasa yang telah dikonversi dosisnya berdasarkan BB. Peneliti

menggunakan pustaka IDAI 2009 untuk mengkaji dosis chloramphenicol. Dosis

cefotaxime, ceftriaxone, cefixim, ampicillin dan gentamicin dikaji dengan pustaka DIH

2015. Pedoman Terapi milik RSUD Sleman tidak mencantumkan cefixim dan gentamicin.

Berdasarkan hasil kajian menggunakan acuan pustaka peneliti pada (Tabel V)

menunjukan bahwa dari 49 RM pasien yang menerima antibiotik terjadi penyimpangan

dalam masalah dosis, penyimpangan terbesar terjadi pada katagori dosis kurang (77,55%),

bila dibandingkan dengan dosis milik Pedoman Terapi milik RSUD (penyesuaian dosis

berdasarkan BB) maka terdapat penyimpangan terbanyak pada katagori dosis berlebih

(77,55%). Karena keterbatasan data mengenai durasi pada Pedoman Terapi RSUD maka

kajian under atau over duration tidak tersedia atau tidak dapat dianalisis.

Tabel V. Identifikasi DRPs Terkait Masalah Dosis Berdasarkan Acuan Pustaka

(IDAI, 2009; DIH,2015)

DRPs masalah dosis IDAI, 2009; DIH, 2015

n = 49 (%)

Pedoman Terapi RSUD

Sleman (penyesuaian BB)

n = 49 (%)

Dosis atau frekuensi kurang

Dosis kurang 38 (77,55 %) 1 (2,04 %)

Frekuensi kurang 27 (55,10 %) 0 (0 %)

Dosis atau frekuensi lebih

Dosis lebih 5 (10,20 %) 38 (77,55 %)

Frekuensi lebih 14 (28,57 %) 11 (22,49 %)

Durasi terlalu pendek 36 (73,47 %) N/A

Durasi terlalu panjang 0 (0 %) N/A N/A: pada Pedoman Terapi tidak tersedia data tentang durasi penggunaan antibiotik

Penggunaan antibiotik pada pediatrik perlu memperhatikan dosis, frekuensi dan

durasi penggunaan, hal ini berkaitan dengan maturasi organ pediatrik yang akan

mempengaruhi proses ADME. Penyesuaian dosis berperan dalam menghindari konsentrasi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 25: GAMBARAN PEMBERIAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN … · tinggi di negara berkembang seperti Indonesia serta masih menduduki peringkat 10 besar penyakit terbanyak ... rawat inap rumah sakit

10

subterapi, efek toksik maupun efek samping yang timbul dari penggunaan obat. Frekuensi

penggunaan antibiotik dipengaruhi oleh parameter farmakokinetik obat seperti t1/2

eliminasi obat yang akan menentukan interval pemberian obat dengan tujuan

mempertahankan kondisi obat tetap dalam konsentrasi terapeutik minimal. Penggunaan

antibiotik sesuai durasi yang ditetapkan diharapkan dapat membunuh bakteri penyebab

infeksi secara keseluruhan.

Penggunaan antibiotik yang tidak tepat berperan dalam peningkatan kejadian

resistensi (Sidabutar dan Satari, 2010). Dari hasil penelitian ini efek dari ketidaktepatan

pemberian antibiotik atau DRPs terkait masalah dosis tidak menunjukan efek atau keluhan

dari pasien. Kondisi pasien selama masa perawatan terus membaik dan keluar rumah sakit

dengan status sembuh atau dengan ijin dokter, sehingga dapat dikatakan bahwa DRPs

terkait masalah dosis merupakan DRPs potensial.

Masalah Penggunaan Obat

Masalah penggunaan obat menurut PCNE 2006 adalah pasien salah terima atau

tidak menerima obat sama sekali. DRPs terkait penggunaan obat selama rawat inap pasien

menjadi tanggung jawab apoteker dan perawat yang bertugas dalam pemberian obat

terutama bentuk sediaan injeksi. Berdasarkan hasil kajian dalam penelitian ini ditemukan 5

kasus (10,20%) DRPs penggunaan obat, yakni pada RM pasien no 1, 10, 22, 37, 38. Pasien

tidak menerima obat sesuai frekuensi dosis yang diberikan atau dengan kata lain pasien

tidak menerima obat secara lengkap sesuai yang diresepkan. Pemberian antibiotik yang

tidak sesuai aturan pakai akan menurunkan aktifitas antibiotik dalam membunuh bakteri

penyebab infeksi dan meningkatkan risiko resistensi.

Tabel VI. Identifikasi DRPs Terkait Masalah Penggunaan Obat

No

RM

pasien

Antibiotik Masalah Pemilihan Obat Keterangan

1 Chloramphenicol Chloramphenicol kurang 2x

injeksi

Antibiotik

tunggal

10 Chloramphenicol Chloramphenicol kurang 1x

injeksi

Antibiotik

tunggal

22 Cefotaxime Cefotaxime kurang 1x injeksi Antibiotik

tunggal

37 Cefotaxime Cefotaxime kurang 1x injeksi Antibiotik

tunggal

38 Ceftriaxone - Gentamicin Injeksi ceftriaxone dan gentamicin

tidak diberikan secara lengkap

Penggantian

antibiotik

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 26: GAMBARAN PEMBERIAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN … · tinggi di negara berkembang seperti Indonesia serta masih menduduki peringkat 10 besar penyakit terbanyak ... rawat inap rumah sakit

11

Masalah penggunaan obat yang terjadi mungkin disebabkan oleh kelalaian tenaga

kesehatan sehingga pasien tidak mendapatkan antibiotik sesuai yang diresepkan, namun

bila dilihat dari catatan perkembangan pasien menunjukan bahwa pasien keluar dari rumah

sakit dalam keadaan sembuh tanpa disertai keluhan atau manifestasi dari kejadian tersebut,

sehingga DRPs terkait masalah penggunaan obat yang terjadi merupakan DRPs potensial.

Interaksi

Kriteria penyebab DRPs interaksi antara lain adalah kejadian interaksi potensial

atau intetraksi manifestasi. Interaksi yang terjadi dapat berupa interaksi obat-obat yang

diberikan dalam waktu bersamaan ataupun interaksi obat-makanan. Berdasarkan hasil

kajian dalam penelitian ini ditemukan 3 kasus (6,12%) interaksi antara chloramphenicol-

ceftriaxone dan chloramphenicol-cefixime. Tidak ditemukan interaksi antara antibiotik

dengan obat lain atau cairan infus yang diterima pasien. Interaksi yang terjadi bukan pada

penggunaan antibiotik kombinasi, melainkan pada kejadian penggantian antibiotik.

Interaksi terjadi saat pergantian jenis antibiotik yang diberikan dalam waktu bersamaan

atau berdekatan.

Identifikasi kejadian interaksi selama pengobatan dikaji menggunakan aplikasi

Medscape Interaction Checker. Pada penelitian ini ditemukan interaksi yang bersifat

antagonis farmakodinamik antara chloramphenicol-cefixim dan chloramphenicol-

ceftriaxone. Interaksi antara chloramphenicol-cefixim bersifat minor dengan mekanisme

penurunan efek cefixim secara antagonis farmakodinamik karena pengaruh

chloramphenicol. Interaksi signifikan terjadi pada penggunaan bersama antara

chloramphenicol-ceftriaxone. Agen bakteriostatik seperti chloramphenicol akan

menghambat efek dari agen bakterisidal seperti ceftriaxone, interaksi ini bersifat antagonis

farmakodinamik (Medscape, 2016).

Interaksi yang terjadi termasuk interaksi potensial karena manifestasi dari

interaksi tidak dapat diamati secara langsung dan tidak ada keluhan dari pasien mengenai

efek yang timbul dari interaksi tersebut. Berdasarkan catatan perkembangan pasien selama

dirawat kondisi pasien membaik tanpa ada keluhan akibat interaksi obat dan pasien keluar

rumah sakit dengan keadaan sembuh atau dengan ijin dokter, sehingga DRPs terkait

interaksi obat yang terjadi merupakan jenis DRPs potensial.

Penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh klinisi dan farmasis untuk meningkatkan

kualitas pelayanan, pada kasus ini rasionalitas penggunaan antibiotik pada anak penting

dilakukan untuk mencapai tujuan terapi, menghindari efek samping dan mencegah

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 27: GAMBARAN PEMBERIAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN … · tinggi di negara berkembang seperti Indonesia serta masih menduduki peringkat 10 besar penyakit terbanyak ... rawat inap rumah sakit

12

resistensi antibiotik. Keterbatasan penelitan ini adalah potensi bias yang muncul saat

pengambilan data karena peneliti tidak mengetahui kondisi pasien secara langsung dan

peneliti tidak dapat melakukan wawancara dengan dokter penulis resep. Untuk

meminimalkan potensi bias saat pengambilan data, peneliti telah mencocokkan data yang

tertera pada rekam medis pasien dengan daftar rangkuman pemberian obat milik pasien

KESIMPULAN

1. Jumlah pasien demam tifoid dengan usia <1 tahun sebesar 2,04%, rentang usia 1-4

tahun sebesar 22,45% dan rentang usia 5-14 tahun sebesar 75,51%. Dengan jumlah

pasien laki-laki sebesar 53,06% dan perempuan 46,95% dan jumlah pasien

terbanyak terjadi pada rentang berat badan 11-20 kg (44,90%), 21-30 kg (18,37%)

dan 41-50 kg(14,29%).

2. Profil antibiotik yang digunakan selama terapi demam tifoid adalah cefotaxime

(42,86%), ceftriaxone (12,24%), chloramphenicol (12,24%) dan cefixim (4,08%)

yang diberikan sebagai terapi tunggal. Penggantian antibiotik terbanyak terjadi

pada penggantian chloramphenicol yang dilanjutkan dengan ceftriaxone (12,24%).

3. Identifikasi DRP menunjukan data kejadian efek samping (4,08%), masalah

pemilihan obat (8,16%), masalah dosis (100%), masalah penggunaan obat

(10,20%) dan interaksi (6,12%).

SARAN

Perlu dilakukan penelitian serupa pada tempat berbeda dengan rancangan

penelitian prospektif untuk dapat mengkaji masalah kepatuhan pasien dan dengan

rancangan prospektif peneliti dapat mengetahui keadaan pasien secara langsung. Perlu

dilakukan wawancara dengan dokter penulis resep terkait terapi yang diterima pasien.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 28: GAMBARAN PEMBERIAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN … · tinggi di negara berkembang seperti Indonesia serta masih menduduki peringkat 10 besar penyakit terbanyak ... rawat inap rumah sakit

13

DAFTAR PUSTAKA

American Pharmacists Association, 2015. Drug Information Handbook, 24th

edition, Lexi

Comp, United States, pp. 139 - 929.

Anggraini, A.B., Opitasari, C., and Sari, Q.A.M.P., 2014. The use of antibiotics in

hospitalized adult typhoid patients in an Indonesian hospital. Health Science

Indones., 5 (1), 40–43.

Antolis, Y., Rampengan, T., Wilar, R., Homenta, N., and Rampengan, N.H., 2013.

Azithromycin vs chloramphenicol for uncomplicated typhoid fever in children.

Paediatr Indones., 53 (3), 155–159.

CDC., 2015. Community Pharmacicts. http://www.cdc.gov/getsmart/community/for-

hcp/community-pharmacists.html diakses pada tanggal 14 Maret 2016.

Cella, M., Knibbe, C., Danhof, M., and Pasqua, O.D., 2010. What is the right dose for

children?. Br J Clin Pharmacol., 70 (4), 597-603.

IDAI., 2009. Pedoman Pelayanan Medis. http://www.idai.or.id/downloads/PPM/Buku-

PPM.pdf diakses pada 15 Maret 2016.

Dinkes Kab. Sleman., 2010. Profil Kesehatan Kabupaten Sleman.

http://dinkes.slemankab.go.id/wp-content/uploads/2011/07/profil-2010-kab-

sleman-.pdf diakses pada 15 Maret 2016.

Gray, et. al., 2011. Injectable Drug Guide. London. Royal Pharmaceutical Society of Great

Britain, 129.

Grayson, et. al., 2010. Cefotaxime. In: Kucers’ The Use of Antibiotics Sixth Edition: A

Clinical Review of Antibacterial, Antifungi and Antiviral. NW, Taylor & Francis

Group, 319.

Harris, J.B. and Brooks, W.A., 2012. Typhoid and Paratyphoid (Enteric) Fever. In:

Hunter’s Tropical Medicine and Emerging Infectious Disease: Ninth Edition.

Elsevier Inc., 568–576.

Herawati, M.H. and Ghani, L., 2009. Association of Determinant Factors with Prevalence

of Typhoid in Indonesia. Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan., 19

(4), 165-173.

Karisa, A.N., 2015. Evaluasi Drug Related Problems (DRPs) Penggunaan Antibiotik pada

Pasien Demam Tifoid Kelompok Pediatrik di Rumah Sakit Emanuel Purwareja

Klampok Banjarnegara pada Tahun 2013, Skripsi, Universitas Sanata Dharma.

KEPMENKES RI., 2006. Pedoman Pengendalian Demam Tifoid.

http://perpustakaan.depkes.go.id:8180/handle/123456789/1262 diakses pada 16

Maret 2016.

Kumar, A.A., Siddarama, R., baig, M.J. and Reddy, G.A., 2015. A Case Report On

Ceftriaxone Induce Hypersensitivity Reaction (Urticaria). Int J of Allied Med Sci

and Clin., 3 (2), 82-84.

Llor, C. and Bjerrum, L., 2014. Antimicrobial resistance: risk associated with antibiotic

overuse and initiatives to reduce the problem. Ther Adv Drug Saf., 5 (6), 229–41.

Manashe, O., Kaganskaya, E., Baasov, T. And Yaron, S., 2008. Aminoglycosides Affect

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 29: GAMBARAN PEMBERIAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN … · tinggi di negara berkembang seperti Indonesia serta masih menduduki peringkat 10 besar penyakit terbanyak ... rawat inap rumah sakit

14

Intracellular Salmonella enterica Serovars Typhimurium and Virchow. Antimicrob

Agent Chemother., 52 (3), 920-926.

Mandal, S., 2009. In Vitro Activity of Gentamicin and Amikacin Againts Salmonella

enterica seroval Typhi: A Search For A Treatment Regimen For Typhoid Fever.

East Mediterr Health J., 15 (2), 1.

Medscape., 2016. Reference. Drug Interaction Checker. http://medscape.com diakses pada

tanggal 16 November 2016.

Notoatmodjo, S., 2010, Metodologi Penelitian Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta, hal. 27,

37.

Pharmaceutical Care Network Europe Foundation., 2006. Classification for DRPs.

www.pcne.org/.../16_PCNE_classification_V5.01 diakses pada tanggal 28

Febuari 2016.

Rampengan, N.H., 2013, Antibiotik Terapi Demam Tifoid Tanpa Komplikasi Pada Anak.

Sari Pediatri., 14 (5), 271-276.

Rifai, M.A., Sudarso. dan Anjar, M.K., 2011. Evaluasi Penggunaan Antibiotik Terhadap

Pasien Anak Penderita Demam Tifoid di Rumah Sakit Wijayakusuma Purwokerto

Tahun 2009. Portal Garuda: Pharmacy., 8 (1), 13-24.

Rufaldi, C.D., 2011. Evaluasi Penggunaan Antibiotika Pada Pasien Demam Tifoid

Kelompok Pediatrik Di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta

Periode Januari-Desember 2010, Skripsi, Universitas Sanata Dharma.

Rutnin, N.O., Kulthanan, K., Tuchinda, P. And Jongjarearnprasert, K., 2011. Drug Induce

Urticaria: Cause and Clinical Courses. J Drugs Dermatol., 10 (9), 1.

Sidabutar, S. dan Satari, H.I., 2010. Pilihan Terapi Empiris Demam Tifoid Pada Anak:

Kloramfenikol atau Seftriakson?. Sari Pediatri., 11 (6), 434-439.

Stoesser, N., Eyre, D. And Parry, C., 2013. Treatment of Enteric Fever (Typhoid and

Paratyphoid Fever) with Third and Fourth Generation Cephalosporins. Cochrane

Database of Systematic Review., 3, 1-14.

Tan, E.S., 2012, Analisis Drug Related Problems (DRP) Pasien Demam Tifoid Anak dan

Dewasa Muda Rawat Inap di Rumah Sakit Swasta “X” Surabaya , Skripsi,

Universitas Surabaya.

Ventola, C.L., 2015. The antibiotic resistance crisis: part 1: causes and threats. P & T : A

peer-reviewed journal for formulary management., 40 (4), 277–83.

Verma, P., Thakur, A.S., Deshmukh, K., Ja, A.K. and Verma, S., 2010. Routes of Drug

Administration. IJPSR., 1 (1), 54-59.

White, N.J., 2010. Salmonella typhi (Typhoid Fever) and S. paratyphi (Paratyphoid Fever).

http://www.antimicrobe.org/b106.asp diakses pada tanggal 16 Maret 2016.

WHO., 2003. Background Document: The Diagnosis, Treatment and Prevention of

Typhoid Fever. World Health Organization, (May).

WHO, 2011. Guidelines for the Management of Typhoid Fever. World Health

Organization (July).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 30: GAMBARAN PEMBERIAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN … · tinggi di negara berkembang seperti Indonesia serta masih menduduki peringkat 10 besar penyakit terbanyak ... rawat inap rumah sakit

15

LAMPIRAN

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 31: GAMBARAN PEMBERIAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN … · tinggi di negara berkembang seperti Indonesia serta masih menduduki peringkat 10 besar penyakit terbanyak ... rawat inap rumah sakit

16

Lampiran 1. Ethical Clearance

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 32: GAMBARAN PEMBERIAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN … · tinggi di negara berkembang seperti Indonesia serta masih menduduki peringkat 10 besar penyakit terbanyak ... rawat inap rumah sakit

17

Lampiran 2. Surat Perizinan BAPPEDA Sleman

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 33: GAMBARAN PEMBERIAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN … · tinggi di negara berkembang seperti Indonesia serta masih menduduki peringkat 10 besar penyakit terbanyak ... rawat inap rumah sakit

18

Lampiran 3. Surat Perizinan Penelitian RSUD Sleman

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 34: GAMBARAN PEMBERIAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN … · tinggi di negara berkembang seperti Indonesia serta masih menduduki peringkat 10 besar penyakit terbanyak ... rawat inap rumah sakit

19

Lampiran 4. Definisi Opersional Penelitian

a. Demam tifoid adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh S. typhi, ditandai dengan

hasil positif tes Widal dan gejala khas tifoid lainnya.

b. Gambaran pemberian antibiotik adalah uraian data terkait pemberian antibiotik pada

pasien demam tifoid kelompok pediatrik di Instalasi Rawat Inap RSUD Sleman tahun

2015.

c. Profil penggunaan antibiotik yang diterima pasien demam tifoid kelompok pediatrik

meliputi jenis dan golongan antibiotik dan rute pemberian antibiotik.

d. Pediatrik adalah pasien dengan rentang usia 0-14 tahun. Profil karakteristik pasien

dilihat berdasarkan usia dan jenis kelamin.

e. Drug Related Problems (DRPs) yang akan diidentifikasi dalam penelitian ini dibagi

menjadi 5 kelompok menurut PCNE 2006, yaitu:

Kejadian efek samping yaitu efek samping yang dialami pasien selama masa

pengobatan.

Masalah pemilihan obat yaitu pasien mendapatkan atau akan mendapatkan obat

yang tidak sesuai dengan kondisi maupun penyakit yang diderita.

Masalah dosis obat yaitu dosis yang diterima pasien terlalu rendah atau terlalu

tinggi dan durasi pengobatan terlalu pendek atau durasi pengobatan terlalu

panjang.

Masalah penggunaan obat yaitu pasien tidak mengkonsumsi obat atau salah

dalam konsumsi obat.

Interaksi obat yaitu pasien mengalami potential interaction atau manifest

interaction.

f. Identifikasi DRP adalah penilaian mengenai permasalahan yang timbul selama

pemberian antibiotik dengan membandingkan pada Pedoman Terapi RSUD Sleman

2015, Pedoman Pelayanan Medis IDAI (IDAI, 2009) dan Drug Information Handbook

(APA, 2015).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 35: GAMBARAN PEMBERIAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN … · tinggi di negara berkembang seperti Indonesia serta masih menduduki peringkat 10 besar penyakit terbanyak ... rawat inap rumah sakit

20

Lampiran 5. Klasifikasi Drug Related Problems menurut PCNE 2006.

No Klasifikasi Uraian Permasalahan

1 Efek samping

Efek samping karena alergi

Efek samping non-alergi

Efek toksik

2 Masalah pemilihan obat

Obat yang diberikan tidak tepat

Bentuk sediaan tidak tepat

Duplikasi

Kontraindikasi

Penggunaan obat tanpa indikasi yang jelas

Obat tidak diresepkan walau indikasi sudah

jelas

3 Masalah dosis obat

Dosis yang diberikan terlalu rendah

Dosis yang berikan berlebih

Durasi pengobatan terlalu pendek

Durasi pengobatan terlalu panjang

4 Masalah penggunaan obat

Obat tidak dikonsumsi

Salah konsumsi obat

5 Interaksi obat Potential interaction

Manifest interaction

6 Lain-lain

Kepuasan pasien dalam menjalani terapi

Kurangnya kesadaran akan kesehatan dan

penyakit

Sumber keluhan yang tidak jelas

Kegagalan terapi karena alasan yang tidak

jelas

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 36: GAMBARAN PEMBERIAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN … · tinggi di negara berkembang seperti Indonesia serta masih menduduki peringkat 10 besar penyakit terbanyak ... rawat inap rumah sakit

21

Lampiran 6. Guideline Dosis Antibiotika Untuk Terapi Demam Tifoid

Antibiotik Dosis DIH (2015)

Ceftriaxone 75-80 mg/kgBB/hari i.v, sehari sekali selama 5-14 hari

Cefotaxime

150-200 mg/kgBB/hari i.v, dibagi dalam 3-4 dosis, maksimal 12

gram/hari

Durasi: 10-14 hari (Harris and Brooks, 2012)

Cefixime 15-20 mg/kgBB/hari, dibagi dalam 2 dosis selama 7-14 hari

Ampicillin 25-200 mg/kgBB/hari, dibagi dalam 3-4 dosis, maksimal 12

gram/hari

Gentamicin 2-2,5 mg/kgBB/hari, dibagi dalam 3 dosis.

Antibiotik Dosis IDAI (2009)

Chloramphenicol 50-100 mg/kgBB/hari p.o atau i.v, dibagi dalam 4 dosis selama

10-14 hari

Antibiotik Pedoman Terapi RSUD Sleman

Chloramphenicol 500 mg, tiap 6 jam (4 x 500 mg), diberikan selama 7 hari

Tiamphenicol 500 mg, tiap 6 jam (4 x 500 mg)

Cotrimoxazole 960 mg, tiap 12 jam (2 x 960 mg), diberikan selama 14 hari

Ampicillin 50-150 mg/kgBB, diberikan selama 2 minggu

Amoxicillin 50-150 mg/kgBB, diberikan selama 2 minggu

Ceftriaxone 3-4 gram, sekali sehari

Cefotaxime 1 gram, tiap 8-12 jam (2-3 x 1 gram)

Cefoperazone 1 gram, tiap 12 jam (2 x 1 gram)

Ciprofloxacin 2 x 500 mg, diberikan selama 6 hari

Ofloxacin 2 x 400 mg, diberikan selama 7 hari

Levofloxacin 500-750 mg/hari, diberikan selama 7 hari

Azythromycin 2 x 500 mg

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 37: GAMBARAN PEMBERIAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN … · tinggi di negara berkembang seperti Indonesia serta masih menduduki peringkat 10 besar penyakit terbanyak ... rawat inap rumah sakit

22

Lampiran 7. Ringkasan Identifikasi Kejadian Drug Related Problems

No

Pasien Antibiotik

Kejadian

Efek

Samping

Masalah

Pemilihan

Obat

Masalah

Dosis

Masalah

Penggunaan

Obat

Interaksi Keterangan

1

Cefotaxime (2 x 850mg)

Chloramphenicol (4 x

425mg)

Cefixime (2 x 75mg)

√ √ √

- Dosis dan durasi kurang pada

pemakaian cefotaxime,

chloramphenicol dan cefixime.

Frekuensi kurang pada

penggunaan cefotaxim.

- Interaksi minor antara

chloramphenicol dan cefotaxime.

Chloramphenicol menurunkan

efek cefotaxime secara antagonis

farmakodinamik.

- Pemakaian chloramphenicol

tidak sesuai aturan (kurang 2x

injeksi pada tanggal 5/1)

2 Cefotaxime (2 x 900mg) √ - Dosis, frekuensi dan durasi

pemakaian cefotaxime kurang

3 Cefotaxime (2 x 800mg) √ - Dosis, frekuensi dan durasi

pemakaian cefotaxime kurang

4

Chloramphenicol (4 x

500mg)

Ceftriaxone (2 x 1g) √ √

- Dosis dan durasi kurang pada

pemakaian chloramphenicol dan

ceftriaxone. Frekuensi ceftriaxone

berlebih

- Interaksi chloramphenicol-

ceftriaxone

5 Cefotaxime (2 x 1g) √ - Dosis, frekuensi dan durasi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 38: GAMBARAN PEMBERIAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN … · tinggi di negara berkembang seperti Indonesia serta masih menduduki peringkat 10 besar penyakit terbanyak ... rawat inap rumah sakit

23

pemakaian cefotaxime kurang

6 Cefotaxime (2 x 1g) √ - Dosis, frekuensi dan durasi

pemakaian cefotaxime kurang

7 Cefotaxime (2 x 750mg) √ - Dosis, frekuensi dan durasi

pemakaian cefotaxime kurang

8

Ampicillin (4 x 400mg)

Chloramphenicol ij (4 x

200mg)

Chloramphenicol sirup

(4 x 375mg)

√ - Durasi chloramphenicol kurang

9 Cefotaxime (2 x 800mg) √ - Dosis, frekuensi dan durasi

pemakaian cefotaxime kurang

10

Ampicillin (4 x 500mg)

Ceftriaxone ( 2 x 1g )

Chloramphenicol (4 x

500mg)

√ √

- Dosis ceftriaxone dan

chloramphenicol berlebih.

Frekuensi ceftriaxone berlebih

- Chloramphenicol kurang 1x

injeksi

11 Chloramphenicol (4 x

450mg) √ - Durasi chloramphenicol kurang

12

Chloramphenicol (4 x

350mg)

Ceftriaxone (2 x 1g) √

- Dosis dan frekuensi ceftriaxone

berlebih

13 Cefotaxime (2 x 600mg) √ - Dosis, frekuensi dan durasi

pemakaian cefotaxime kurang

14

Chloramphenicol (3 x

500mg)

Ceftriaxone (2 x 750mg) √

- Frekuensi chloramphenicol

kurang. Frekuensi ceftriaxone

berlebih

15 Cefotaxime (2 x 350mg)

Gentamicin (2 x 18mg) √

- Dosis, frekuensi dan durasi

pemakaian cefotaxime kurang.

Frekuensi gentamicin kurang

16 Ceftriaxone (2 x 1g) √ √ √ - Tidak perlu penggantian

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 39: GAMBARAN PEMBERIAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN … · tinggi di negara berkembang seperti Indonesia serta masih menduduki peringkat 10 besar penyakit terbanyak ... rawat inap rumah sakit

24

Chloramphenicol (4 x

500mg)

chloramphenicol

- Dosis ceftriaxone dan

chloramphenicol kurang.

Frekuensi ceftriaxone berlebih.

Durasi chloramphenicol kurang.

- Interaksi antara chloramphenicol

dan cefotaxime

17 Ceftriaxone (2 x 600mg) √ - Frekuensi ceftriaxon berlebih

18 Cefotaxime (2 x 875mg) √ - Dosis, frekuensi dan durasi

pemakaian cefotaxime kurang

19

Chloramphenicol (4 x

500mg)

Ceftriaxone (2 x 1g)

Cefixim p.o (2 x 200mg)

- Dosis chloramphenicol,

cetriaxone dan cefixim kurang.

Frekuensi ceftriaxone berlebih

20 Cefotaxime (2 x 450mg) √ - Dosis, frekuensi dan durasi

pemakaian cefotaxime kurang

21 Chloramphenicol (4 x

750mg) √ - Durasi chloramphenicol kurang

22 Cefotaxime (2 x 850mg) √ √

- Dosis, frekuensi dan durasi

pemakaian cefotaxime kurang

- Injeksi Cefotaxime kurang 1x

23 Cefotaxime (2 x 400mg) √ - Dosis, frekuensi dan durasi

pemakaian cefotaxime kurang

24

Ceftriaxone (2 x 1g)

Chloramphenicol (2 x

500mg) √ √

- Durasi chloramphenicol kurang

- Pasien alergi dengan ceftriaxone

25 Chloramphenicol (4 x

500mg) √

- Dosis dan durasi

chloramphenicol kurang

26 Ceftriaxone (2 x 500mg) √ - Dosis dan frekuensi ceftriaxone

berlebih

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 40: GAMBARAN PEMBERIAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN … · tinggi di negara berkembang seperti Indonesia serta masih menduduki peringkat 10 besar penyakit terbanyak ... rawat inap rumah sakit

25

27

Chloramphenicol iv (4 x

500mg)

Chloramphenicol sirup

(4 x 500mg)

√ - Dosis dan durasi

chloramphenicol kurang

28

Chloramphenicol (4 x

500mg)

Cefotaxime (2 x 1g)

Cefixim p.o (2 x 200mg)

- Dosis Chloramphenicol, cefixime

dan cefotaxime kurang. Durasi

cefixime dan cefotaxime kurang.

Frekuensi cefotaxime kurang.

29 Cefotaxime (2 x 1g) √ - Dosis, frekuensi dan durasi

pemakaian cefotaxime kurang

30 Cefixime (2 x 100mg) √ √

- Dosis dan durasi cefixime kurang

- Cefixime tidak langsung

diberikan setelah hasil lab keluar

31 Cefixime (2 x 100mg) √ √

- Dosis dan durasi cefixime kurang

- Cefixime tidak langsung

diberikan setelah hasil lab keluar

32 Chloramphenicol (4 x

500mg) √

- Dosis dan durasi

chloramphenicol kurang

33

Ceftriaxone (2 x 1g)

Chloramphenicol (4 x

500mg) √

- Dosis chloramphenicol dan

ceftriaxone kurang. Frekuensi

ceftriaxone berlebih. Durasi

chloramphenicol kurang.

34 Cefotaxime (2 x 850mg) √ - Dosis, frekuensi dan durasi

pemakaian cefotaxime kurang

35 Cefotaxime (2 x 850mg) √ - Dosis, frekuensi dan durasi

pemakaian cefotaxime kurang

36 Cefotaxime (2 x 1g) √ √

- Dosis, frekuensi dan durasi

pemakaian cefotaxime kurang

- Nyeri otot kanan setelah injeksi

37 Cefotaxime (3 x 1g) √ √ - Durasi pemakaian cefotaxime

kurang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 41: GAMBARAN PEMBERIAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN … · tinggi di negara berkembang seperti Indonesia serta masih menduduki peringkat 10 besar penyakit terbanyak ... rawat inap rumah sakit

26

- Ceotaxime tidak diberikan sesuai

aturan pakai (masalah penggunaan

obat)

38 Ceftriaxone (2 x 1g)

Gentamicin (2 x 80mg) √ √

- Dosis ceftriaxone kurang dan

frekuensi berlebih. Dosis

gentamicin berlebih.

- Injeksi ceftriaxone dan

gentamicin tidak diberikan secara

lengkap

39 Ceftriaxone (2 x 1g) √

- Ceftriaxone dosis kurang,

frekuensi berlebih dan durasi

kurang

40 Cefotaxime (2 x 1g) √ - Dosis, frekuensi dan durasi

pemakaian cefotaxime kurang

41 Cefotaxime (2 x 1g) √ - Dosis, frekuensi dan durasi

pemakaian cefotaxime kurang

42 Ceftriaxone (2 x 500mg) √

- Pemakaian dosis dan frekuensi

ceftriaxone berlebih namun durasi

kurang

43 Cefotaxime (2 x 1g) √ - Dosis, frekuensi dan durasi

pemakaian cefotaxime kurang

44 Ceftriaxone (2 x 600mg) √ - Frekuensi pemakaian cefotaxime

berlebih

45 Ceftriaxone (2 x 900mg) √ - Frekuensi pemakaian cefriaxone

berlebih dan durasi kurang.

46 Cefotaxime (2 x 1g)

Ceftriaxone (2 x 1g) √ √

- Under dose dan frekuensi pada

cefotaxime dan berlebih pada

ceftriaxone

47 Cefotaxime (2 x 750mg) √ - Dosis, frekuensi dan durasi

pemakaian cefotaxime kurang

48 Chloramphenicol (4 x √ - Durasi chloramphenicol kurang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 42: GAMBARAN PEMBERIAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN … · tinggi di negara berkembang seperti Indonesia serta masih menduduki peringkat 10 besar penyakit terbanyak ... rawat inap rumah sakit

27

500mg)

49 Cefotaxime (2 x 550mg) √ - Dosis, frekuensi dan durasi

pemakaian cefotaxime kurang

Total 2 4 49 5 3

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 43: GAMBARAN PEMBERIAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN … · tinggi di negara berkembang seperti Indonesia serta masih menduduki peringkat 10 besar penyakit terbanyak ... rawat inap rumah sakit

28

Lampiran 8. Lembar Case Report Form

No Kasus: 2

Subjektif: An. HR (xxxx92)

Usia / Jenis kelamin / BB: 10th/P/18kg

Masuk Rumah Sakit: 02-01-2015 s/d 06-01-2015

Diagnosa utama: Demam tifoid

Perjalanan penyakit: Membaik Riwayat penyakit: -

Status keluar: Diijinkan pulang Alergi obat: -

Objektif

Pemeriksaan Laboratorium

Hematologi:

Hemoglobin: 11.7

Leukosit : 6.76

Eritrosit : 4.61

Eusinofil : 0

Basofil : 0.1

Segmen N : 75.2

Limfosit : 16.6

Monosit : 8.1

Immunoserologi:

S. typhii H : (+) 1/80

S. typhii O : (+) 1/160

S.paratyphii A (O) ; (H) : (-)

S.paratyphii B (O) ; (H) : (-)

S.paratyphii C (O) ; (H) : (-)

Tubex/Typhidot : (-)

Tanggal 2/1/15 3/1/15 4/1/15 5/1/15 6/1/15

Tanda

vital

Takanan darah (mmHg) - - - - -

Suhu tubuh (°C) 38.6°C 36.5°C 36.4°C 36°C -

Denyut nadi (x/menit) 106 96 104 100 -

Respiratori (x/mennit) 48 36 36 32 -

Keluhan pasien

Demam, nyeri

perut, sakit kepala Gejala membaik Gejala membaik Gejala membaik Gejala membaik

Penatalaksanaan Obat P Si M P Si M P Si M P Si M P Si M

Infus RL

Cefotaxim injeksi 2.dd.900 mg x x x x x x x -

Paracetamol sirup S.prn 3.dd.1,5 cth X x x x

Kajian DRP

- Masalah dosis: dosis, frekuensi dan durasi pemakaian cefotaxime kurang, seharusnya pasien menerima cefotaxime dengan dosis 2700 mg –

3600 mg terbagi dalam 3-4 kali sehari selama 10-14 hari.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 44: GAMBARAN PEMBERIAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN … · tinggi di negara berkembang seperti Indonesia serta masih menduduki peringkat 10 besar penyakit terbanyak ... rawat inap rumah sakit

29

BIOGRAFI PENULIS

Penulis bernama lengkap Mareta Endra Wijaya, lahir di

Semarang pada 14 Maret 1996 dan merupakan anak pertama dari

dua bersaudara, lahir dari pasangan Drajad Rusdiyono dan

R.Ngt.Eny Komariyatun. Pendidikan formal yang telah ditempuh

penulis yaitu TK TA 43 Semarang (1999 - 2001), tingkat Sekolah

Dasar di SD N 1 Ngadirgo (2001 – 2007), tingkat Sekolah

Menengah Pertama di SMP N 1 Boja (2007 - 2010), dan tingkat

Sekolah Menengah Kejuruan di SMK Theresiana Semarang

jurusan Farmasi (2010 – 2013). Pada tahun 2013, penulis

melanjutkan pendidikan ke jenjang Perguruan Tinggi di Fakultas

Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Selama

menjalani perkuliahan, penulis pernah memiliki pengalaman

menjadi asisten dosen Praktikum Farmasetika Dasar tahun 2015 dan 2016, serta asisten

dosen Praktikum Biokimia tahun 2016. Selama menjalani perkuliahan, penulis aktif dalam

beberapa kepanitiaan, seperti Kegiatan donor darah oleh FISTARA tahun 2013 sebagai

anggota dana usaha dan konsumsi dan Pharmacy 3 On 3 2015 sebagai koordinator divisi

LO. Selain kepanitiaan, penulis juga aktif dalam organisasi yakni menjadi anggota Tim

Media Farmasi periode 2014-2015. Penulis berkesempatan menjadi peserta dalam acara

Kalbe Pharmaceutical Professional Program tahun 2016.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 45: GAMBARAN PEMBERIAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN … · tinggi di negara berkembang seperti Indonesia serta masih menduduki peringkat 10 besar penyakit terbanyak ... rawat inap rumah sakit

30

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI