12
Gambaran Penerimaan Orang Tua Terhadap Anak Autisme Serta Peranannya Dalam Terapi Autisme Sri Rachmayanti Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma JURNAL BAB 1 Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai penerimaan orang tua terhadap anak autisme dan peranannya dalam terapi autisme. Disamping itu untuk mengetahui bagaimana bentuk-bentuk penerimaan orang tua terhadap anak autisme, untuk melihat lebih mendalam bagaimana tahap-tahap orang tua yang dilalui dalam proses penerimaan dan faktor-faktor apa saja yang yang mempengaruhi proses penerimaan serta bagaimana peran serta orang tua dalam yang efektif sehingga dapat mengoptimalkan jalannya terapi yang dijalani oleh anaknya. Setiap orang tua menginginkan anaknya berkembang sempurna. Namun demikian sering terjadi keadaan dimana anak memperlihatkan gejala masalah perkembangan sejak usia dini. Salah satu contohnya adalah autisme. Autisme merupakan salah satu penyimpangan dalam perkembangan sejak masa bayi yang ditandai adanya gangguan pada hubungan interpersonal (interakasi sosial), gangguan pada perkembangan bahasanya (komunikasi) dan adanya kebiasaan untuk melakukan pengulangan tingkah laku yang sama. Reaksi pertama orang tua ketika anaknya dikatakan bermasalah adalah tidak percaya (shock), sedih, kecewa, merasa bersalah, marah dan menolak. Tidak mudah bagi orang tua yang anaknya menyandang autisme untuk mengalami fase ini, sebelum pada akhirnya sampai pada tahap penerimaan. Pada sebagian orang tua yang segera menyadari kenyataan bahwa anaknya mengalami gangguan autisme sangat mungkin akan lebih baik dalam penanganan nantinya. Proses yang dilalui orang tua beragam, tentunya semakin cepat tahapan-tahapan yang dapat mereka lalui, maka akan semakin cepat akhirnya sampai pada tahap penerimaan.

Gambaran Penerimaan Orang Tua Terhadap Anak Autisme

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Gambaran Penerimaan Orang Tua Terhadap Anak Autisme

Gambaran Penerimaan Orang Tua Terhadap Anak Autisme Serta Peranannya Dalam Terapi Autisme

Sri Rachmayanti

Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma

JURNAL

BAB 1

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai penerimaan

orang tua terhadap anak autisme dan peranannya dalam terapi autisme. Disamping

itu untuk mengetahui bagaimana bentuk-bentuk penerimaan orang tua terhadap

anak autisme, untuk melihat lebih mendalam bagaimana tahap-tahap orang tua

yang dilalui dalam proses penerimaan dan faktor-faktor apa saja yang yang

mempengaruhi proses penerimaan serta bagaimana peran serta orang tua dalam

yang efektif sehingga dapat mengoptimalkan jalannya terapi yang dijalani oleh

anaknya.

Setiap orang tua menginginkan anaknya berkembang sempurna. Namun

demikian sering terjadi keadaan dimana anak memperlihatkan gejala masalah

perkembangan sejak usia dini. Salah satu contohnya adalah autisme. Autisme

merupakan salah satu penyimpangan dalam perkembangan sejak masa bayi yang

ditandai adanya gangguan pada hubungan interpersonal (interakasi sosial),

gangguan pada perkembangan bahasanya (komunikasi) dan adanya kebiasaan

untuk melakukan pengulangan tingkah laku yang sama.

Reaksi pertama orang tua ketika anaknya dikatakan bermasalah adalah tidak

percaya (shock), sedih, kecewa, merasa bersalah, marah dan menolak. Tidak

mudah bagi orang tua yang anaknya menyandang autisme untuk mengalami fase

ini, sebelum pada akhirnya sampai pada tahap penerimaan. Pada sebagian orang

tua yang segera menyadari kenyataan bahwa anaknya mengalami gangguan

autisme sangat mungkin akan lebih baik dalam penanganan nantinya. Proses yang

dilalui orang tua beragam, tentunya semakin cepat tahapan-tahapan yang dapat

mereka lalui, maka akan semakin cepat akhirnya sampai pada tahap penerimaan.

Page 2: Gambaran Penerimaan Orang Tua Terhadap Anak Autisme

Dengan demikian semakin cepatnya penerimaan orang tua terhadap anak autisme,

hal itu dapat membantu anak untuk menjadi lebih optimal dalam

penatalaksanaannya.

Orang tua memiliki peran dominan dalam upaya penyembuhan, orang tua

dituntut mengerti hal-hal seputar autisme dan mampu mengorganisir kegiatan

terapi penyembuhan untuk anaknya. Meskipun semakin intensif semakin baik,

intervensi ini tidak hanya dalam bentuk penanganan terus menerus setiap hari.

Setidaknya ada usaha orang tua dan keluarga terus menerus melakukan

pendampingan pada anak sehingga mereka terlibat secara langsung dalam proses

pengajaran anak. Keterlibatan langsung ini sangat berpengaruh pada

perkembangan anak. Para ahli tidak dapat bekerja tanpa peran serta orang tua dan

terapi tidak akan efektif bila orang tua tidak dapat bekerja sama. Bagaimanapun

hebatnya seorang terapis atau sebuah tempat terapi, guru terbaik adalah orang tua.

BAB 2

Karakteristik tentang autisme yang pertama kali diperkenalkan oleh Kanner

(dalam Berkell, 1992) yang mendeskripsikan gangguan ini dengan tiga kriteria

umum, yaitu gangguan pada hubungan interpersonal, gangguan pada

perkembangan bahasa dan kebiasaan untuk melakukan pengulangan atau

melakukan tingkah laku yang sama. Autisme adalah suatu gangguan

perkembangan yang kompleks menyangkut komunikasi, interaksi sosial dan

aktivitas imajinasi. Gejalanya mulai tampak sebelum anak berusia 3 tahun.

Bahkan pada autisme infantil gejalanya sudah ada sejak lahir (Suryana, 2004).

Penyebab autisme adalah multifaktor, kemungkinan besar disebabkan adanya

kerentanan genetik seperti infeksi virua selama kehamilan, bahan-bahan kimia

serta polutan.

Kebanyakan orang tua mengalami shock bercampur perasaan sedih,

khawatir, cemas, takut dan marah ketika pertama kali mendengar diagnosa bahwa

anaknya mengalami gangguan autisme. Setiap orang tua pasti berbeda-beda reaksi

emosionalnya, bagaimanapun reaksi emosional yang dimunculkan oleh para orang

Page 3: Gambaran Penerimaan Orang Tua Terhadap Anak Autisme

tua tersebut adalah hal yang wajar dan alamiah. Hal ini adalah persoalan yang

sangat sulit dihadapi para orang tua dan mereka dipaksa untuk berhadapan dengan

keadaan tersebut, serta dipaksa untuk menerima kenyataan yang menekan ini.

Ross (dalam Sarasvati 2004), dalam bukunya “On Death and Dying”

membahas reaksi-reaksi manusia dalam menghadapi “cobaan” dalam hidup ini.

Beliau membaginya menjadi lima tahap, (dalam konteks orang tua dari anak-anak

dengan kebutuhan khusus) tahapan ini bisa dijabarkan sebagai berikut:

a. Tahap Denial (menolak menerima kenyataan)

Dimulai dari rasa tidak percaya saat menerima diagnosa dari seorang ahli,

perasaan orang tua selanjutnya akan diliputi kebingungan. Bingung atas arti

diagnosa, bingung akan apa yang harus dilakukan, sekaligus bingung mengapa hal

ini dapat terjadi pada anak mereka. Kebingungan ini sangat manusiawi, karena

umumnya, orang tua mengharapkan yang terbaik untuk keturunan mereka.

Tidak mudah bagi orang tua manapun untuk dapat menerima apa yang

sebenarnya terjadi. Kadangkala, terselip rasa malu pada orang tua untuk mengakui

bahwa hal tersebut dapat terjadi di keluarga mereka. Keadaan ini bisa menjadi

bertambah buruk, jika keluarga tersebut mengalami tekanan sosial dari lingkungan

untuk memberikan keturunan yang ”sempurna”. Kadang dalam hati muncul

pernyataan ”tidak mungkin hal ini terjadi pada anak saya” atau ”tidak pernah

terjadi keadaan seperti ini di keluarga kami”.

b. Tahap Anger (marah)

Reaksi marah ini bisa dilampiaskan kepada beberapa pihak sekaligus. Bisa

kepada dokter yang memberi diagnosa. Bisa kepada diri sendiri atau kepada

pasangan hidup. Bisa juga, muncul dalam bentuk menolak untuk mengasuh anak

tersebut. Pernyataan yang sering muncul dalam hati (sebagai reaksi atas rasa

marah) muncul dalam bentuk ”Tidak adil rasanya...”, ” Mengapa kami yang

mrengalami ini?” atau ”Apa salah kami?”

c. Tahap Bargaining (menawar)

Pada tahap ini, orang tua berusaha untuk menghibur diri dengan pernyataan

seperti “Mungkin kalau kami menunggu lebih lama lagi, keadaan akan membaik

dengan sendirinya”.

Page 4: Gambaran Penerimaan Orang Tua Terhadap Anak Autisme

d. Tahap Depression (depresi)

Muncul dalam bentuk putus asa, tertekan dan kehilangan harapan.

Kadangkala depresi dapat juga menimbulkan rasa bersalah, terutama di pihak ibu,

yang khawatir apakah keadaan anak mereka akibat dari kelalaian selama hamil,

atau akibat dosa di masa lalu. Ayahpun sering dihinggapi rasa bersalah, karena

merasa tidak dapat memberikan keturunan yang sempurna.

Putus asa, sebagai bagian dari depresi, akan muncul saat orang tua mulai

membayangkan masa depan yang akan dihadapi sang anak. Terutama jika mereka

memikirkan siapa yang dapat mengasuh anak mereka, pada saya mereka

meninggal.

Harapan atas masa depan anak menjadi keruh, dan muncul dalam bentuk

pertanyaan ”Akankah anak kami mampu hidup mandiri dan berguna bagi orang

lain?”. Pada tahap depresi, orang tua cenderung murung, menghindar dari

lingkungan sosial terdekat, lelah sepanjang waktu dan kehilangan gairah hidup.

e. Tahap Acceptance (pasrah dan menerima kenyataan)

Pada tahap ini, orang tua sudah menjadi kenyataan baik secara emosi

maupun intelektual. Sambil mengupayakan ”penyembuhan”, mereka mengubah

persepsi dan harapan atas anak. Orang tua pada tahap ini cenderung

mengharapkan yang terbaik sesuai dengan kapasitas dan kemampuan anak

mereka.

Patut dicatat bahwa, kelima tahap tersebut di atas tidak harus terjadi secara

berurutan. Bisa saja ada satu tahap atau lebih yang terlompati, atau kembali

muncul jika ada hal-hal yang mengingatkan ketidak ”sempurnaan” anak mereka

(bila dibandingkan dengan anak lain yang sebaya). Demikian pula pada tahap

awal. Ada juga orang tua yang telah begitu lama mencari diagnosa dan

penyembuhan. Begitu mereka mendapatkan diagnosa dan metode yang dapat

membantu mereka, perasaan legalah yang mereka dapatkan, bukan menolak

menerima kenyataan (denial) (Sarasvati, 2004).

Menurut Puspita seorang psilokolg, bentuk penerimaan orang tua dalam

penanganan autisme adalah sebagai berikut

(http://puterakembara.org/rm/peran_ortu.htm) :

Page 5: Gambaran Penerimaan Orang Tua Terhadap Anak Autisme

a. Memahami keadaan anak apa adanya (positif-negatif, kelebihan dan

kekurangan).

Langkah ini justru yang paling sulit dicapai orang tua karena banyak

diantara orang tua sulit atau enggan menangani sendiri anaknya sehari-hari

dirumah. Mereka mengandalkan bantuan pengasuh, pembantu, saudara dan

nenek-kakek dalam pengasuhan anak. Padahal pengasuhan sehari-hari justru

berdampak baik bagi hubungan interpersonal antara anak dengan orang

tuanya.

b. Memahami kebiasaan-kebiasaan anak.

c. Menyadari apa yang bisa dan belum bisa dilakukan anak.

d. Memahami penyebab prilaku buruk atau baik anak-anak.

e. Membentuk ikatan batin yang kuat yang akan diperlukan dalam kehidupan

dimasa depan.

Sikap orang tua saat bersama anak sangat menentukan. Bila orang tua

bersikap mengecam, mengkritik, mengeluh dan terus mengulang-ulang

pelajaran, anak cenderung bersikap menolak dan “masuk” kembali

kedunianya. Ada baiknya orang tua bisa bersikap lebih santai dan “hangat”

setiap kali berada bersama anak. Sikap orang tua yang positif, biasanya

membuat anak-anak lebih terbuka akan pengarahan dan lalu berkembang ke

arah yang lebih positif pula. Sebaliknya, sikap orang tua yang menolak

(langsung atau terselubung) biasanya menghasilkan individu autis yang sulit

untuk diarahkan, dididik dan dibina.

f. Mengupayakan alternatif penanganan sesuai kebutuhan anak.

Alternatif penanganan begitu banyak, orang tua yang tidak tahu harus

memberikan apa bagi anaknya. Peran dokter disini sangat penting dalam

membantu memberikan keterampilan kepada orang tua untuk dapat

menetapkan kebutuhan anak.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi proses penerimaan orang tua

terhadap anak autisme, berikut ini adalah penjabarannya :

Page 6: Gambaran Penerimaan Orang Tua Terhadap Anak Autisme

a. Dengan semakin kuatnya dukungan keluarga besar, orang tua akan terhindar

dari merasa ”sendirian”, sehingga menjadi lebih ”kuat” dalam menghadapi

”cobaan” karena dapat bersandar pada keluarga besar mereka.

b. Keuangan keluarga yang memadai, memberikan kesempatan yang lebih baik

bagi orang tua untuk dapat memberikan ”penyembuhan” bagi anak mereka.

Dengan kemampuan finansial yang lebih baik, makin besar pula kemungkinan

orang tua untuk dapat memberikan beberapa terapi sekaligus, sehingga proses

”penyembuhan” juga akan semakin cepat.

c. Latar belakang agama yang kuat, relatif membuat orang tua lebih mampu

menerima ”cobaan”, karena percaya bahwa cobaan itu datang untuk kebaikan

perkembangan sipiritualnya. Kepercayaan yang kuat kepada Yang Maha

Kuasa membuat orang tua yakin bahwa mereka diberikan cobaan sesuai

dengan porsi yang mampu mereka hadapi. Dengan keyakinan tersbut, mereka

mengupayakan yang terbaik untuk anak mereka, dan percaya bahwa suatu

saat, anak tersebut akan mengalami kemajuan.

d. Dokter ahli yang simpatik, membuat orang tua merasa dimengerti dan

dihargai. Apalagi jika dokter memberikan dukungan dan pengarahan kepada

orang tua (atas apa yang sebaiknya mereka lakukan selanjutnya). Sikap dokter

ahli yang berempati, membuat orang tua merasa memiliki harapan, bahwa

mereka tidak sendirian dalam menghadapi ”cobaan” hidup ini.

e. Demikian pula dengan tingkat pendidikan. Semakin tinggi tingkat pendidikan,

relatif makin cepat pula orang tua menerima kenyataan dan segera mencari

penyembuhan. Disisi lain, latar belakang pendidikan yang baik, memberikan

kepercayaan diri yang lebih baik bagi orang tua, untuk mencari informasi

mengenai keadaan anaknya.

f. Sementara, status perkawinan yang harmonis, memudahkan suami isteri untuk

bekerja saling bahu membahu, dalam menghadapi cobaan hidup yang mereka

alami.

g. Yang paling sulit diubah justru adalah sikap masyarakat umum. Makin

rendahnya pengetahuan masyarakat umum akan kondisi kebutuhan khusus

anak-anak ini, makin sulit bagi mereka untuk menerima ”kelainan” pada anak-

Page 7: Gambaran Penerimaan Orang Tua Terhadap Anak Autisme

anak ini. Dengan sendirinya, sikap masyarakat kepada anak-anak ini

cenderung tidak simpatik (yang membuat orang tua enggan mengajak anak

mereka keluar rumah). Tatapan mata yang penuh selidik, menghardik orang

tua saat sang anak menyerobot, berbisik-bisik menggunjingkan kondisi sang

anak atau menyingkir jauh-jauh dari sang anakdengan kebutuhan khusus,

sangatlah menyakiti perasaan orang tua anak-anak tersebut. Anak-anak ini

memiliki ”pola” tingkah laku berbeda, tidak berarti mereka tidak layak untuk

menikmati masa kanak-kanak mereka. Kondisi merekapun tidak menular, jadi

tidak perlu khawatir dan menyingkir.

Pada masyarakat yang sudah lebih ”menerima”, mereka berusaha memberikan

dukungan secara tidak berlebihan (pada saat berhadapan dengan anak-anak

dengan kebutuhan khusus). Menanyakan secara halus apakah orang tua perlu

bantuan, memberikan senyuman kepada sang anak, memperlakukan orang tua

seperti layaknya orang tua lain (dengan anak yang normal), merupakan hal-hal

sederhana yang sebetulnya sangat membantu menghilangkan stres pada

keluarga dari anak dengan kebutuhan khusus.

h. Usia yang matang dan dewasa pada pasangan suami isteri, memperbesar

kemungkinan orang tua untuk menerima diagnosa dengan relatif lebih tenang.

Dengan kedewasaan yang mereka miliki, pikiran serta tenaga mereka

difokuskan pada mencari jalan keluar yang terbaik.

i. Sarana penunjang, seperti pusat-pusat terapi, sekolah khusus, dokter ahli, dan

pusat konseling keluarga, merupakan saran penunjang yang sangat dibutuhkan

oleh orang tua dalam mengasuh anak-anak dengan kebutuhan khusus. Dengan

semakin banyaknya sarana penunjang ini, semakin mudah pula orang tua

mencari ”penyembuhan” untuk anak mereka, sehingga makin tinggi pula

kesiapan mereka dalam menghadapi ”cobaan” hidupnya.

Peran orang tua bagi anak penyandang autisme sangat penting, banyak hal

yang bisa dan harus dilakukan orang tua anak autisme diantaranya yaitu, Pertama,

memastikan diagnostik, sekaligus mengetahui ada tidaknya gangguan lain pada

anak untuk ikut diobati. Memilih dokter yang kompeten. Umumnya, adalah

Page 8: Gambaran Penerimaan Orang Tua Terhadap Anak Autisme

dokter anak yang menangani autisme, dokter saraf anak, dan dokter rehabilitasi

medik.

Kedua, orang tua perlu membina komunikasi dengan dokter. Hal ini

dikarenakan kerja sama antara orang tua dengan dokter sangatlah penting,

keterbukaan orang tua tentang kondisi anak, dan kesediaan mengikuti aneka

pengobatan atau treatment yang disarankan akan mempengaruhi kemajuan

anaknya dan merupakan syarat mutlak.

Komunikasi yang baik antara dokter dengan orang tua dapat terlihat dari

kemampuan orang tua memperoleh informasi mengenai kondisi anak. Jadi, pada

saat berobat bukan hanya datang, anak diperiksa, diberi obat, lalu pulang. Jika hal

itu terjadi maka waktu dan biaya yang telah dikeluarkan akan sia-sia.

Ketiga, mencari dokter lain yang dapat memahami penyakit anak jika orang

tua menganggap dokter kurang kooperatif atau tidak memberikan konsultasi

memadai. Orang tua tidak boleh fanatik pada satu dokter karena tidak selamanya

seorang dokter benar secara mutlak.

Keempat, hal lain yang tidak kalah penting adalah berkata jujur pada dokter

saat konsultasi, misalnya tidak menutup-nutupi salah satu gejala yang dialami

anak. Kejujuran orang tua dalam menceritakan kondisi keseharian anak akan

sangat membantu dokter mengevaluasi kondisi anak yang dapat mempengaruhi

kemajuan anak.

Kelima, orang tua perlu memperkaya pengetahuannya mengenai autisme.

Terutama pengetahuan mengenai terapi yang tepat dan sesuai dengan anak. Selain

itu, orang tua perlu menguasai terapi karena orang tua selalu bersama anak,

sedangkan pengajar atau terapis hanya sesaat dan saling bergantian. Sebelum

terapi dimulai, perlu diinformasikan bahwa orang tua juga terlibat dan tidak ada

terapi yang dilakukan tanpa persetujuan orang tua. Untuk mengoptimalkan terapi

perlu adanya kerja sama orang tua dan pertemuan berkala antara orang tua dengan

terapis untuk mengevaluasi program maupun terapi itu sendiri.

Page 9: Gambaran Penerimaan Orang Tua Terhadap Anak Autisme

Keenam. hal yang juga sangat membantu orang tua adalah bertemu dan

berbicara dengan sesama orang tua anak autis. Orang tua berusaha untuk

bergabung dalam parent support group. Selain untuk berbagi rasa, juga untuk

berbagi pengalaman, informasi, dan pengetahuan.

Ketujuh, selain itu, orang tua juga perlu bertindak sebagai manager saat

terapi dilakukan, misalnya mempersiapkan kamar khusus, mencari dan

mewawancara terapis, mengatur jadwal, melakukan evaluasi bersama tim, juga

mampu memutuskan segala sesuatu yang berkaitan dengan pendidikan, terapisan,

dan pengobatan anak. Terapis harus mempunyai perilaku professional termasuk

mematuhi jam kerja dan menginformasikan jika mereka datang terlambat atau

tidak datang. Lingkungan rumah tangga juga dapat menjadi suatu lingkungan

terapi yang ideal bagi anak autisme.

Terapi yang diberikan kepada setiap anak autisme hendaknya tetap

melibatkan peran serta orang tua secara aktif. Tujuannya agar setiap orang tua

merasa memiliki andil atas kemajuan yang dicapai oleh anak mereka dalam setiap

fase terapi. Dengan demikian akan terbentuk suatu ikatan emosional yang lebih

kuat antara orang tua dan anak, hal ini diharapkan akan mendukung

perkembangan emosional dan mental anak menjadi lebih baik dari sebelumnya.

Memberikan penanganan yang tepat dan terarah serta sedini mungkin pada anak

penyandang autisme berarti memberikan kesempatan yang semakin besar kepada

mereka untuk dapat hidup mandiri menuju masa depan yang lebih cerah.

BAB 3

Dalam penelitian ini digunakan metode kualitatif, kualitatif adalah

pendekatan yang lebih menekankan pada manfaat dan pengumpulan informasi

dengan cara mendalami fenomena yang diteliti (Moleong, 2000). Karakteristik

subjek penelitian meliputi orang tua yang memiliki anak yang didiagnosa

menyandang autisme. Jumlah sampel dalam penelitian ini meliputi 3 orang tua

yang memiliki anak autisme, agar dapat memperoleh gambaran mengenai

penerimaan orang tua terhadap anak autisme serta peranannya dalam terapi

Page 10: Gambaran Penerimaan Orang Tua Terhadap Anak Autisme

autisme secara lebih mendalam. Teknik analisa data meliputi Analisa Intra Kasus

dan Analisa Antar Kasus. Sedangkan teknik pengumpulan data yang digunakan

adalah wawancara sebagai metode utama dan observasi sebagai metode

pendukung.

BAB 4

Hasil penelitian ini Berdasarkan bentuk-bentuk penerimaan orang tua

secara keseluruhan ketiga subjek dapat menerima sepenuhnya kondisi anak

mereka yang didiagnosa menyandang autisme. Hal ini terlihat dari bagaimana

subjek memahami keadaan anak apa adanya baik itu tingkah laku positif, negatif,

kelebihan, serta kekurangan anak, memahami kebiasaan-kebiasaan anak dalam

kesehariannya, menyadari apa yang bisa dan belum bisa dilakukan anak,

memahami penyebab perilaku buruk dan baik yang dilakukan anak, membentuk

ikatan batin yang kuat yang akan diperlukan dalam kehidupan dimasa depan dan

mengupayakan alternatif penanganan sesuai dengan kebutuhan masing-masing

anak. Meskipun pada awalnya mereka sempat merasa stres, bingung serta

khawatir. Selain itu ada beberapa tahap yang dilalui oleh ketiga subjek dalam

proses mencapai penerimaan terhadap anaknya yang didiagnosa menyandang

autisme, yaitu tahap denial (menolak menerima kenyataan), tahap anger (marah),

tahap bargaining (menawar), tahap depression (depresi) dan tahap acceptance

(pasrah dan menerima kenyataan). Namun ketiga subjek melalui tahapan yang

berbeda satu sama lainya. Hal ini dikarenakan adanya ketidaksempurnaan anak

mereka masing-masing yang berbeda bila dibandingkan dengan anak lainnya yang

sebaya.

Penerimaan orang tua terhadap anak autisme timbul dipengaruhi oleh

beberapa faktor, diantaranya faktor dukungan dari keluarga besar yang menerima

sepenuhnya kondisi anak, kemampuan keuangan keluarga yang berkaitan dengan

sarana penunjang untuk melakukan terapi, latar belakang agama yang berkaitan

dengan keiikhlasan dalam menerima kondisi yang dialami, tingkat pendidikan

yang berkaitan dengan pola pikir dalam mengambil tindakan untuk penyelesaian

masalah, status perkawinan berkaitan dengan motivasi dan dukungan diantara

Page 11: Gambaran Penerimaan Orang Tua Terhadap Anak Autisme

orang tua, usia yang berhubungan dengan tingkat kematangan emosional individu

dalam memahami, serta sikap para ahli dan masyarakat umum yang berkaitan

dengan dukungan secara eksternal dari lingkungan dalam proses penerimaan

orang tua terhadap anak autisme.

Ketiga subjek sudah cukup berperan serta dalam penanganan anak mereka

yang menyandang autisme sehingga dapat mendukung kelancaran terapi autisme

yang dijalankan oleh anaknya. Hal ini terlihat dari adanya usaha orang tua untuk

memastikan diagnostik dokter mengenai anaknya, selalu membina komunikasi

dengan dokter, mencari dokter lain apabila dokter yang bersangkutan dinilai

kurang kooperatif, berkata jujur saat melakukan konsultasi mengenai

perkembangan anaknya, memperkaya pengetahuan mengenai hal-hal yang

berhubungan dengan autisme, dan mendampingi anak saat melakukan terapi baik

ditempat terapi maupun dirumah. Namun ketiga subjek tidak mempunyai banyak

waktu untuk bergabung dalam Parrent Support Group dan kurangnya informasi

mengenai hal tersebut.

BAB V

Kesimpulan dari hasil penelitian menunjukkan adanya penerimaan orang

tua terhadap anak penyandang autisme memungkinkan dilakukannya deteksi dan

intervensi dini sehingga mempercepat langkah-langkah apa saja yang akan

diambilnya. Setelah orang tua dapat menerima keadaan anaknya, maka orang tua

juga tetap mempunyai komitmen untuk berperan aktif dalam penanganan

penyandang autisme sehingga dapat memaksimalkan jalannya terapi.

Berikut ini adalah saran-saran yang mungkin diterapkan oleh para orang

tua yang memiliki anak autisme, para terapis dan dokter serta saran untuk

penelitian selanjutnya :

1. Untuk para subjek, yaitu orang tua yang memiliki anak Autisme :

a. Subjek 1

Subjek 1 sudah cukup aktif hanya saja diharapkan agar lebih banyak lagi

melakukan pendampingan pada anak, baik dirumah maupun ditempat terapi

dan sebisa mungkin untuk menyempatkan diri menerapkan terapi dirumah apa

Page 12: Gambaran Penerimaan Orang Tua Terhadap Anak Autisme

yang sudah diajarkan, tidak hanya mengandalkan pada pengasuh, karena

pengasuhan sehari-hari akan lebih berdampak baik bagi hubungan

interpersonal anak dengan orang tuanya.

b. Subjek 2

Subjek 2 diharapkan agar lebih bersabar lagi dalam menghadapi dan

menerima setiap perubahan anaknya yang memang berlangsung sangat

lamban. Karena sekecil apapun perubahan yang dihasilkan oleh anak itu

adalah merupakan kemajuan yang berarti dan setiap anak itu memiliki

keunikan sendiri-sendiri. Selain itu subjek 2 agar lebih giat lagi dalam

menerapkan terapi dirumah apa yang sudah diajarkan ditempat terapi.

c. Subjek 3

Subjek 3 diharapkan agar lebih mau menerapkan terapi dirumah dan lebih

giat lagi untuk mengikuti terapi agar kemajuan anak bisa lebih terlihat. Selain

itu subjek 3 jangan merasa semua ini adalah akibat ketidakadilan Tuhan

terhadap dirinya, anggaplah semua ini adalah cobaan yang harus dijalani dan

agar lebih bersabar lagi dalam mengadapi anaknya, biar bagaimanapun anak

dengan kebutuhan khusus ini membutuhkan kasih sayang dari orang lain

terutama dari kedua orang tuanya.

2. Untuk terapis ditempat terapi tersebut, sebaiknya agar lebih kooperatif lagi

dalam melakukan komunikasi dengan orang tua dan dapat memberikan

perhatian serta dukungan yang lebih bagi anak dan orang tuanya.

3. Untuk dokter ditempat terapi tersebut, sebaiknya dapat memberikan informasi

yang lebih banyak lagi kepada setiap orang tua mengenai Parent Support

Group dan dapat membentuk suatu wadah yang sama fungsinya seperti Parent

Support Group.

4. Penelitian selanjutnya, dapat melakukan penelitian tentang hubungan antara

tingkat penerimaan orang tua yang memiliki anak autisme dengan

keberhasilan terapi dengan menggunakan metode-metode dan sumber-sumber

yang berbeda.