12
176 | Jurnal Hawa J JJjjagghg Gambaran Psikologis Anak Penyandang Tunalaras Lailatul Badriyah, Willia Tria Apriliani, Hijrah Tomi, Zemi Sulastri, Beda Belada IAIN Bengkulu [email protected]; [email protected]; [email protected]; [email protected]; [email protected] [email protected] Info Artikel Abstract Diterima:Agustus 2020 Disetujui: September 2020 Dipublikasikan: Desember 2020 This article aims to determine the psychological condition of children with disabilities. According to Tamsik Udin and Tejaningsih, children with disabilities are children who experience obstacles in their social and emotional development, so that it is confirmed through the behavior of legal, social, religious norms that apply in their environment with a fairly high frequency. This article uses a qualitative descriptive approach with a case study method. Subjects totaled 6 people. Data collection was carried out by means of observation, interviews, documentation and provision of a Check List of Problems (DCM). The results show that children with disabilities have emotional instability so that there are obstacles in behaving well in society. Barriers to social development in children with disabilities are shown by difficulty making friends. This is because they are unable to adapt to a wider group and their social awareness is very low and they prefer to play alone. A better approach is needed for children with disabilities such as the approach in guidance because it will greatly affect life in the future. Keyword Emosional development, social, conduct disorder Kata Kunci Abstrak perkembangan emosi, sosial, tunalaras Artikel ini bertujuan untuk mengetahui kondisi psikologis anak dengan penyandang tunalaras. Menurut Tamsik Udin dan Tejaningsih menyatakan bahwa anak tunalaras adalah anak yang mengalami hambatan dalam perkembangan sosial dan emosinya sehingga dimanifastikan lewat tingkah laku norma hukum, sosial, agama yang berlaku di lingkungannya dengan frekuensi yang cukup tinggi. Artikel ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif dengan metode studi kasus. Informan berjumlah 6 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi, wawancara, dokumentasi dan pemberian Daftar Cek Masalah (DCM). Hasil menunjukkan bahwa anak dengan penyandang tunalaras memiliki ketidakstabilan emosional sehingga terjadi hambatan dalam berperilaku baik dalam lingkup masyarakat. Hambatan dalam perkembangan sosial pada anak tunalaras ditunjukan dengan kesulitan untuk berteman. Hal ini dikarenakan mereka tidak mampu menyesuaikan diri dengan kelompok yang lebih luas dan kesadaran sosial mereka sangat rendah serta mereka lebih suka bermain sendiri. Diperlukan pendekatan yang lebih baik pada anak penyandang tunalaras seperti halnya pendekatan dalam bimbingan karena akan sangat berpengaruh pada kehidupan di masa yang akan datang. Alamat Korespodensi: Jalan Raden Fatah, Pagar Dewa, Kota Bengkulu Gedung Pelatihan lantai II E-mail: [email protected].

Gambaran Psikologis Anak Penyandang Tunalaras

  • Upload
    others

  • View
    6

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Gambaran Psikologis Anak Penyandang Tunalaras

176 | J u r n a l H a w a

J

JJjjagghg

Gambaran Psikologis Anak Penyandang Tunalaras

Lailatul Badriyah, Willia Tria Apriliani, Hijrah Tomi, Zemi Sulastri, Beda Belada

IAIN Bengkulu [email protected]; [email protected];

[email protected]; [email protected]; [email protected] [email protected]

Info Artikel Abstract Diterima:Agustus 2020 Disetujui: September 2020 Dipublikasikan: Desember 2020

This article aims to determine the psychological condition of children with disabilities. According to Tamsik Udin and Tejaningsih, children with disabilities are children who experience obstacles in their social and emotional development, so that it is confirmed through the behavior of legal, social, religious norms that apply in their environment with a fairly high frequency. This article uses a qualitative descriptive approach with a case study method. Subjects totaled 6 people. Data collection was carried out by means of observation, interviews, documentation and provision of a Check List of Problems (DCM). The results show that children with disabilities have emotional instability so that there are obstacles in behaving well in society. Barriers to social development in children with disabilities are shown by difficulty making friends. This is because they are unable to adapt to a wider group and their social awareness is very low and they prefer to play alone. A better approach is needed for children with disabilities such as the approach in guidance because it will greatly affect life in the future.

Keyword

Emosional development,

social, conduct disorder

Kata Kunci

Abstrak

perkembangan emosi, sosial, tunalaras

Artikel ini bertujuan untuk mengetahui kondisi psikologis anak dengan penyandang tunalaras. Menurut

Tamsik Udin dan Tejaningsih menyatakan bahwa anak tunalaras adalah anak yang mengalami hambatan

dalam perkembangan sosial dan emosinya sehingga dimanifastikan lewat tingkah laku norma hukum,

sosial, agama yang berlaku di lingkungannya dengan frekuensi yang cukup tinggi. Artikel ini menggunakan

pendekatan deskriptif kualitatif dengan metode studi kasus. Informan berjumlah 6 orang. Pengumpulan

data dilakukan dengan cara observasi, wawancara, dokumentasi dan pemberian Daftar Cek Masalah (DCM).

Hasil menunjukkan bahwa anak dengan penyandang tunalaras memiliki ketidakstabilan emosional sehingga

terjadi hambatan dalam berperilaku baik dalam lingkup masyarakat. Hambatan dalam perkembangan sosial

pada anak tunalaras ditunjukan dengan kesulitan untuk berteman. Hal ini dikarenakan mereka tidak

mampu menyesuaikan diri dengan kelompok yang lebih luas dan kesadaran sosial mereka sangat rendah

serta mereka lebih suka bermain sendiri. Diperlukan pendekatan yang lebih baik pada anak penyandang

tunalaras seperti halnya pendekatan dalam bimbingan karena akan sangat berpengaruh pada kehidupan di

masa yang akan datang.

Alamat Korespodensi: Jalan Raden Fatah, Pagar Dewa, Kota Bengkulu Gedung Pelatihan lantai II E-mail: [email protected].

Page 2: Gambaran Psikologis Anak Penyandang Tunalaras

Jurnal Hawa Vol. 2 No. 2 Juli-Desember 2020

177 | J u r n a l H a w a

Pendahuluan

Anak yang mengalami gangguan

emosi akan berkembang menjadi anak

yang memiliki tingkah laku tidak

mencerminkan kedewasaan dan suka

menarik diri dari lingkungan masyarakat.

Menurut Undang-Undang pokok

Pendidikan Nomor 12 Tahun 1952 anak

tunalaras adalah individu yang

mempunyai tingkah laku menyimpang

atau berkelainan, tidak mempunyai

toleransi terhadap kelompok atau orang

lain, serta mudah terpengaruh oleh

suasana sehingga membuat kesulitan bagi

dirinya sendiri dan orang lain. Oleh

karena itu anak tunalaras sering

mengalami keterasingan sosial, hanya

mempunyai beberapa orang teman dan

jarang bermain dengan anak seusianya,

serta kurang memiliki keterampilan

dalam bersosial. Kehidupan emosi yang

tidak stabil serta ketidakmampuan dalam

mengekspresikan emosinya secara tepat

dan mengendalian diri dengan baik

membuat anak tunalaras menjadi sangat

emosian. Terganggunya kehidupan emosi

ini terjadinya akibat ketidakberhasilan

anak dalam melewati fase-fase

perkembangan (Aini, 2010).

Menurut data World Health

Organitation (WHO), bahwa sebanyak

25% anak usia prasekolah (Preschool)

mengalami masalah otak termasuk

gangguan motorik halus (Balitbang, 2019).

Adapun data yang dirilis Dinas Kesehatan

Republik Indonesia sebanyak 16% atau

sekitar 0,4 juta balita di Indonesia

mengalami gangguan dalam

perkembangan motorik halus dan kasar,

gangguan pendengaran, kecerdasan

kurang dan keterlambatan bicara. Data

dari peneliti Kay-Lambkin dkk. secara

global dilaporkan anak yang mengalami

gangguan berupa kecemasan sekitar 9%,

mudah emosi 11-15%, gangguan perilaku

9-15% (Risnawati, 2018). Dari data

tersebut, artikel ini membahas mengenai

gangguan emosi yaitu perilaku agresif

dan kehidupan sosial anak tunalaras.

Gangguan emosional dan tingkah laku

yang dialami anak dengan perilaku

agresif seperti merusak, bertindak

melanggar etika, membangkang,

emosional, dan tindakan agresif lainnya

yang merugikan. Hal tersebut menjadi

pertimbangan pentingnya perhatian dan

kesadaran para orang tua.

Tunalaras adalah suatu kondisi

yang dialami oleh seseorang yang

mengalami gangguan atau hambatan

emosi dan perilaku yang berlainan secara

berlebihan sehingga mengakibatkan sulit

untuk berinteraksi secara baik dengan

lingkungan di sekitarnya. Anak tunalaras

juga dapat dikatakan sebagai anak yang

anti sosial dimana anak tunalaras tidak

dapat menempatkan dirinya secara baik

dan tepat dalam lingkungan masyarakat.

Selain itu anak tunalaras juga sukar dalam

bergaul karena hal ini membuat anak

tunalaras sering merasa malu dan minder

terhadap teman sebayanya, akibat adanya

hal tersebut menyebabkan anak tunalaras

sukar untuk mendapatkan teman.

Seseorang yang mengalami gangguan

atau hambatan emosi ini kadang-kadang

tidak menunjukan sikap dan tingkah laku

yang dewasa sehingga dapat merugikan

dirinya sendiri.

Selain itu kondisi yang cenderung

tidak stabil dalam mengontrol emosi

dapat dilihat dalam tingkah lakunya

sehari-hari, dimana perilaku yang

ditimbulkan oleh anak tunalaras yaitu

perilaku yang menyimpang misalnya

mudah marah, acuh tak acuh, keras

kepala, agresif, serta menarik diri dari

lingkungan sekitarnya. Dari sisi agama

Page 3: Gambaran Psikologis Anak Penyandang Tunalaras

Lailatul Badriyah, dkk: Gambaran Psikologis Anak Penyandang Tunalaras

178 | P a g e

dan moral anak dengan gangguan ini

memang kurang memahami makna dari

ajaran agama serta apabila berjanji sering

diingkarainya bahkan apa yang

diucapkannya terkadang bertolak

belakang dengan apa yang diperbuatnya.

Kemudian dari sisi akademik pun anak

tunalaras sering mengalami masalah

dalam menerima pelajaran yang diberikan

oleh guru sehingga membuatnya sukar

apabila sewaktu-waktu disuruh untuk

mengerjakan tugas tersebut. Akibat dari

perilaku yang sering ditimbulkan oleh

anak tunalaras sering dikucilkan oleh

masyarakat karena dianggap memiliki

perilaku yang kurang baik.

Setiap tahun terjadi lonjakan

kenaikan jumlah anak penyandang

tunalaras. Pada tahun 2003 Direktorat

Pendidikan Luar Biasa merilis terdapat

351 anak tunalaras dalam 12 sekolah yang

ada. Kemudian melonjak naik pada tahun

2007-2008 sebanyak 801.132 dan

mendekati angka 1 juta siswa pada tahun

2009. Analisis ini berdasarkan sensus

Depdiknas tahun 2009. (Maryuni, 2009).

Hasil penelitian terkait dengan

anak penyandang tunalaras menunjukkan

bahwa untuk mengendalikan perilaku

agresif pada anak penyandang tunalaras

harus menumbuhkan kekuatan karakter

melalui bimbingan pribadi dan kelompok

(Widyawati, 2018), serta meningkatkan

keterampilan sosial melalui pengalaman

berinteraksi dengan orang lain dengan

menunjukkan tindakan untuk

menghormati orang lain, bekerjasama,

peka, dan menumbuhkan kepedulian

dalam kelompok masyarakat, belajar

untuk mengendalikann diri dan berbagi

ide serta pemikiran kepada orang lain

(Wiwiet & Dedy, 2017). Artikel ini

diharapkan dapat berkontribusi mengenai

pentingnya dalam mencari solusi untuk

menghadapi anak tunalaras yang sudah

kita ketahui bahwa anak tunalaras sulit

untuk beradaptasi pada lingkungan

sekitarnya yang diakibatkan oleh tingkah

laku yang dapat menyebabkan anak

tunalaras diasingkan dan dijauhin oleh

lingkungan sekitarnya. Oleh karena itu

sangat penting mengetahui bagaimana

cara menghadapi dan apa saja yang

menghabat perkembangan sosial pada

anak tunalaras agar anak tunalaras

merasa diterima dalam lingkungan

sekitarnya.

Metode

Studi ini menggunakan pendekatan

kualitatif dengan metode deskriptif.

Pendekatan kualitatif berusaha

mengungkapkan berbagai keunikan yang

terdapat dalam individu, kelompok,

masyarakat atau organisasi dalam

kehidupan sehari-hari secara menyeluruh,

rinci, dalam, dan dapat

dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

Adapun jumlah informan sebanyak 6

orang anak. Waktu dilaksanakan

penelitian pada tanggal 12-30 April 2020

di rumah masing-masing informan

dengan ruang lingkup mengenai

gangguan pada perkembangan sosial

pada anak tunalaras.

Teknik pengumpulan data yang

digunakan adalah observasi, wawancara

dan pemberian Daftar Cek Masalah

(DCM). Observasi digunakan untuk

melihat secara langsung kegiatan sehari-

sehari yang dilakukan informan, serta

wawancara yang ditujukan kepada

informan dengan cara memberikan Daftar

Cek Masalah (DCM) berupa pertanyaan-

pertanyaan mengenai keadaan maupun

kehidupan sehari-hari anak.

Analisis data dilakukan dengan cara

mencari dan menyusun secara sistematis

Page 4: Gambaran Psikologis Anak Penyandang Tunalaras

Jurnal Hawa Vol. 2 No. 2 Juli-Desember 2020

179 | J u r n a l H a w a

data yang diperoleh dari hasil

wawancara, catatan lapangan, dan

dokumentasi dengan mengorganisasikan

data ke dalam kategori, menjabarkan ke

dalam unit-unit, melakukan sintesa,

menyusun kedalam pola, memilih mana

yang penting dan yang akan dipelajari

dan membuat kesimpulan sehingga

mudah dipahami oleh diri sendiri

maupun orang lain. Analisis data tersebut

untuk membatasi hasil data temuan yang

didapat peneliti kemudian untuk dikelola

menjadi data yang lebih signifikan.

Selanjutnya menarik kesimpulan dari

hasil data yang telah diperoleh dengan

menggunakan kata-kata yang mudah

untuk dipahami dan mudah untuk

dipelajari baik bagi diri sendiri maupun

orang lain. Selain itu untuk pengecekan

keabsahan data peneliti menggunaka

teknik triangulasi. Triangulasi adalah

pemeriksaan keabsahan data yang

memanfaatkan sesuatu yang lain di luar

data itu untuk keperluan pengecekan atau

sebagai perbandingan terhadap data

dengan membandingkan data hasil

observasi, wawancara, dan dokumentasi

sehingga dapat mengetahui deskripsi

mengenai faktor yang menghambat

perkembangan sosial pada anak

tunalaras.

Hasil

1. Gambaran Umum Informan

Adapun gambaran umum

mengenai informan dalam Artikel

ini adalah sebagai berikut:

Tabel 1: Deskripsi Singkat Informan

No Partisipan Deskripsi Informan

1 Nam: Wiko

Akbar (WA)

Usia: 12 Tahun

Alamat: Jalan

Desa Pasar Pino,

Kec Pino Raya

Kab. Bengkulu

Selatan.

Kondisi mental: Informan

WA orangnya memang

pediam, dalam bidang

akademik informan WA

memang kurang pintar dan

informan WA ternyata

kreatif hanya saja kurang

mendaparkan dukungan

dari keluarga.

Fisik: Informan wa memiliki

rambut yang pendek

berwarna hitam, berkulit

sawo matang, memiliki mata

bulat yang besar, memiliki

postur tubuh yang sedikit

kurus serta tidak terlalu

tinggi.

Sosial: Dalam masalah

sosial informan WA

memang kurang berbaur

dengan lingkungannya,

terlihat dari informan WA

yang hanya memiliki teman

1 atau 2 orang saja. Informan

WA tinggal bersama kedua

orang tua dan kedua adik

laki-lakinya. Ibunya

bernama Nati berusia sekitar

45 tahun dan ayahnya

bernama Erwan berumur 47

tahun. Dalam hubungan

informan dengan keluarga

memang kurang harmonis

seperti yang pernah

dikatakan informan bahwa

orang tuanya sering

bertengkar di depannya dan

informan sering mendengar

kata-kata kasar dari orang

tuanya. Kemudian untuk

masalah lingkungan tempat

tinggalnya informan

memang bisa dikatakan

kurang baik di mana

lingkunganya acuh tak acuh.

2 Nama: Dafa

Saputra Wijaya

(DSW)

Kondisi mental: Untuk

masalah kondisi mental

informan, sebenarnya

Page 5: Gambaran Psikologis Anak Penyandang Tunalaras

Lailatul Badriyah, dkk: Gambaran Psikologis Anak Penyandang Tunalaras

180 | P a g e

Usia: 8 Tahun

Alamat: Jln Desa

Sumber Asri Kec.

Sumber Harta,

Kab. Musirawas.

informan itu orangnya

ramah, kalau ada temannya

yang lewat selalu

dipanggilnya, dalam bidang

akademik informan

memang kurang pintar dan

informan DWS memang

sering bertengkar dengan

teman-temanya.

Fisik: Informan DSW

memiliki rambut yang

pendek, berkulit putih,

memiliki postur tubuh yang

sedikit kurus, cukup tinggi

dan informan sendiri

bersifat hiperaktif atau tidak

bisa diam.

Sosial: Informan DWS

tinggal bersama kedua

orang tunya, ibunya

bernama Herli berusia 28

tahun dan ayahnya bernama

Erwin berusia 35 tahun.

Hubungan informan dengan

keluarga memang bisa

dikatakan kurang baik

karena ayah informan

orangnya keras. Oleh karena

itu informan takut kepada

ayahnya. Selain itu, keluarga

informan kerap bertengkar

di depannya sehingga

informan sudah biasa

mendengar kata-kata kasar.

Kemudian untuk masalah

lingkunganya seperti

lingkungan pada umumnya

hanya saja informan DWS

memang kurang diterima

baik dilingkungnya. Hal ini

dikarenakan informan DWS

sering bertengkar dengan

teman-temanya. Oleh sebab

itu, orang tua temannya

tidak memperbolehkan anak

mereka untuk bergaul

dengan informan DWS.

3. Nama:Ridho

Anugrah Ilahi

(WAI)

Kondisi Mental: Informan

WAI orangnya memang

nakal, dalam bidang

Usia: 12 Tahun

Alamat: Jln

Padang

Kapuk,Kodim

Manna, Kab.

Bengkulu

Selatan.

akademik informan

memang tidak pintar.

Fisik: Informan WAI

memiliki rambut yang

pendek berwarna hitam,

berkulit sawo matang,

memiliki mata bulat besar

dan memilik potus tubuh

yang berisi.

Sosial: Dalam masalah

sosial informan WAI

memang kurang bisa

berbaur dengan lingkungan

sekitar, dilihat dari informan

hanya memiliki sedikit

teman dari pada teman-

teman lainnya. Informan

WAI tinggal bersama kedua

orang tua dan ketiga

saudara laki-lakinya, ibunya

bernama Rita berusia sekitar

53 Tahun dan ayahnya

bernama Eriyanto berusia 54

Tahun. Dalam hubungannya

dengan keluarga memang

bisa dikatakan kurang baik,

di mana informan WAI

sering membatah semua

perkataan dari kedua orang

tuanya, serta informan

selalu membuat keributan di

manapun ia berada.

4 Felis Dwi

Andevta

(10 tahun),

Kelurahan desa

L. Sidoharjo,

Tugumulyo,

Kabupaten Musi

Rawas, provinsi

Sumatera Selatan

Kondisi mental : Informan

memiliki gangguan emosi

agresif dengan gejala

kenakalannya yang melebihi

batas wajar. Anak tersebut

bersikap membangkang,

emosional, dan sering

melakukan tindakan agresif

lainnya. Kondisi mental

anak seringkali mengalami

keadaan emosional yang

tidak stabil dan mudah

marah, suasana hati atau

amarah yang meledak-

ledak, berteriak kepada

orang tuanya, melakukan

hal-hal berbahaya yaitu suka

melempar barang-barang

Page 6: Gambaran Psikologis Anak Penyandang Tunalaras

Jurnal Hawa Vol. 2 No. 2 Juli-Desember 2020

181 | J u r n a l H a w a

yang pada saat itu ada di

sekitarnya dan sering

bertindak melanggar etika

seperti memukul sampai

mengucapkan kata-kata

kasar dan kotor yang tidak

pantas diucapkan.

Kondisi fisik : Informan

memiliki bentuk tubuh yang

lumayan kurus dengan

tinggi badan normal, warna

rambut hitam, dan kondisi

fisik yang sehat serta tidak

memiliki cacat fisik

sedikitpun.

Kondisi Sosial : Informan

merupakan seorang siswa di

Sekolah Dasar Islam

Terpadu, namun pendidikan

yang ditempuhnya pun

tidak mampu merubah

kepribadian dan sikap

buruk anak tersebut.

Informan adalah anak kedua

dari dua bersaudara, namun

saudari perempuannya yang

pertama sudah meninggal

karena sakit. Keadaan

lingkungan sekitar informan

cukup baik, namun terdapat

oknum-oknum tertentu

(orang-orang) yang

dahulunya mengajarinya

untuk berbicara kasar dan

kotor, sehingga hal itu

terbawa dan semakin

menjadi sampai sekarang.

Sikap agresif anak salah

satunya juga didukung oleh

pola asuh sejak dari kecil

yang kurang baik bersama

dengan sifat temperamen

dari ayahnya dahulu.

5 Gery Hajizan, (15

tahun). Dusun

anyar, Pondok

Kubang, Begkulu

Tegah.

Kondisi mental : anak yang

gampang marah, karena

keinginannya tidak

terpenuhi jika meminta

sesuatu pada orang tua

ataupun pada teman-

temannya. Jika marah sering

menangis terlalu lama dan

sering membanting barang

di sekitarnya.

Kondisi fisik : Dengan

rambut hitam lurus,

berbentuk tubuh normal

yang sedikit kurus, sehat,

dan tidak memiliki riwayat

penyakit.

Kondisi Sosial: Informan

suka bermain dengan

teman- temannya, namun ia

juga sering menyendiri di

rumah sebabkan karena ia

sudah putus sekolah dan

bermain game. Teman

bermainnya juga mungkin

membawa pengaruh buruk

dengan menunjukkan

tingkah laku yang sama.

Sedangkan dari lingkungan

orang tuanya, sang ibu

tergolong sering

memperhatikan dan

menasehati. namun sang

anak sendiri tidak terlalu

penurut akan nasihat orang

tuanya.

6 Dimas Aprianto

( 7 tahun ),

Tanjung Sakti

Pumu,

Kabupaten

Lahat.

Kondisi mental : Informan

sering kali mudah marah

terhadap temannya ketika

ada salah satu barangnya

hilang, dan yang

dilakukannya pada saat itu

ialah seperti memukul

temannya yang suka

mengganggunya.

Kondisi fisik : Informan

sering down saat ada

masalah-masalah yang

dihadapinya. Pada saat di

sekolah maupun di

rumahnya sang anak sering

mudah marah terhadap

teman-temanya yang suka

menyuruh informan

melakukan yang informan

tidak mau lakukan.

Kondisi Sosial : Banyaknya

Page 7: Gambaran Psikologis Anak Penyandang Tunalaras

Lailatul Badriyah, dkk: Gambaran Psikologis Anak Penyandang Tunalaras

182 | P a g e

pengaruh buruk dari

temannya, lingkungan

keluarga yang sangat keras

dan kurang harmonis di

sekitar lingkungan sehingga

anak tersebut mudah emosi.

Tabel di atas menjelaskan tentang

gambaran umum informan yang berusia

antara 7-15 tahun. Gambaran yang

ditampilkan meliputi kondisi secara fisik,

psikis dan sosial. Secara umum hampir

semua informan bermasalah pada kondisi

psikis yaitu ketidakstabilan emosi, seperti

gampang marah, tidak mau berbaur

dengan orang lain dan hiperaktif yang

berakibat kepada kondisi sosial informan

baik secara internal maupun eksternal.

Untuk memperkuat hasil tabel di atas,

maka pemberian daftar cek masalah

sangat diperlukan untuk menjelaskan

lebih mendalam kondisi informan. Hasil

daftar cek masalah dapat dilihat pada

gambar di bawah ini:

DAFTAR CEK MASALAH INFORMAN

Gambar 1: Diagram Pemberian DCM

Berdasarkan hasil diskusi yang telah

dilakukan peneliti yang melibatkan enam

orang anak penyandang tunalaras dengan

menggabungkan hasil DCM dan hasil

wawancara yang telah dilakukan peneliti

secara individu dengan anak penyandang

tularas sehingga mendapatkan hasil

mengenai permasalahan bahwa anak

tunlaras tidak dapat mengontrol emosinya

secara baik dan benar sehingga anak

tunalaras kurang diterima dengan baik di

lingkungan sekitarnya. Selain itu anak

tunalaras juga cenderung berperilaku

negatif. Ini sebagai bentuk dari tekanan

yang dirasakannya karena merasa tidak

diterima dengan baik di lingkungannya.

Beberapa kata kunci yang dapat

dirangkum dari hasil observasi dan

wawancara dapat dilihat pada tabel di

bawah ini:

Tabel 2 : Rangkuman Hasil Observasi

dan Wawancara

No Penyebab Perilaku

1 Keluarga

yang kurang

harmonis

Sering

bertengkar di

depan anak

Orang tua

sering berkata

kasar kepada

anak

Anak kurang

pandai

dalam

bidang

akademik

Menjadi

sosok yang

pendiam

Anak kreatif

tetapi tidak

mendapat

dukungan

dari orang

tua

Berperilaku

acuh tak

acuh

2 Orang tua

yang kerap

bertengkar

Sosok ayah

yang terlalu

keras

Tetangga

membatasi

pergaulan

anak-anak

mereka

Takut kepada

sosok ayah

Sering

bertengkar

dengan

teman-

temannya

dan berbicara

kasar

Kurang

mendapatkan

0 2 4 6 8

10

kese

hat

an

kelu

arga

agam

a …

pri

bad

i

mas

alah

rekr

easi

/h…

pen

yesu

ai…

pen

yesu

ai…

mas

a …

keb

iasa

an …

mu

da-…

Page 8: Gambaran Psikologis Anak Penyandang Tunalaras

Jurnal Hawa Vol. 2 No. 2 Juli-Desember 2020

183 | J u r n a l H a w a

dengan

informan

teman untuk

bermain

3 Usia orang

tua yang tidak

muda (>50

tahun)

Terdapat 3

saudara laki-

laki, informan

anak bungsu,

kemungkinan

sibling rivalry

diantara

ketiga

saudaranya

Sering

membantah

perkataan

orang tua

Sering

membuat

keributan

dimana saja

informan

berada

4 Sifat

temperamenta

l ayah

terhadap anak

Terdapat

oknum yang

tidak

bertanggung

jawab yang

mengajari

informan

berkata kasar

dan kotor

Sering

membangkan

g

Emosional

yang meledak

Berteriak-

teriak dengan

orang tua

Melemparkan

barang ketika

marah

Memukul

orang lain

ketika marah

Mengucapka

n kata-kata

kotor dan

kasar

terhadap

orang lain

5 Putus sekolah

Lingkungan

pertemanan

yang tidak

mendukung

Intensitas

bermain game

tinggi

Sering

membangkan

g

Tidak

mendengarka

n nasihat

orang tua

6 Keluarga

yang kurang

harmonis

Pola asuh

yang keras

dari orang tua

Lingkungan

yang buruk

dari teman-

teman

informan

yang

memaksa

melakukan

hal yang tidak

disukai

informan,

berkemungki

nan terjadinya

bullying yang

dialami

informan.

Mudah

marah

dengan

ledakan

emosi

Memukul

teman-teman

yang ada

disekitarnya

Tabel di atas menunjukkan bahwa

penyebab terbesar berasal dari faktor

lingkungan keluarga inti yang kurang

harmonis. Sikap dari keluarga inti

tersebut ialah orang tua dan saudara yang

tidak harmonis membuat anak merekam

semua apa yang anak lihat, dengar dan

rasakan. Adapun yang paling dominan

adalah sikap ayah yang terlalu keras dan

memiliki tempramen yang tinggi sangat

mempengaruhi anak untuk bersikap yang

sama terhadap orang lain, akibatnya anak

akan menunjukkan perilaku mudah

marah, membangkang, memukul dan lain

sebagainya. Hal ini akan berimbas pula

kepada pandangan masyarakat terhadap

anak. Anak akan dicap sebagai anak nakal

yang tidak tahu aturan dan norma

masyarakat, sehingga membatasi

pergaulan di lingkungan sosialnya.

Page 9: Gambaran Psikologis Anak Penyandang Tunalaras

Lailatul Badriyah, dkk: Gambaran Psikologis Anak Penyandang Tunalaras

184 | P a g e

Pembahasan (Discussion)

Adapun hasil dari pemberian DCM

kepada informan terdapat tiga hal yang

berkaitan dengan masalah hubungan

sosial berorganisasi, agama, moral, serta

masalah pribadi. Dalam masalah

hubungan sosial dan berorganisasi pada

anak tunalaras sangatlah

memperihatinkan karena pada dasarnya

anak tunalaras dapat dikatakan sebagai

anak nakal tidak tahu aturan. Berbagai

tingkah laku yang ditunjukkan dengan

melakukan kontradiksi dalam norma-

norma sosial di masyarakat umum,

seperti contoh melakukan pencurian,

perusuh lingkungan dan bertindak agresif

terhadap orang lain (Khasanah, 2018).

Anak tunalaras juga menampakkan suatu

perilaku penentangan yang terus menerus

kepada masyarakat, kehancuran suatu

pribadi, serta kegagalan dalam belajar di

sekolah, termasuk kegagalannya dalam

menyesuaikan diri secara sosial. Perilaku

itu ditandai dengan tidakan agresif, yaitu

tidak mengikuti aturan, bersifat

mengganggu, mempunyai sikap

membangkang atau menentang, tidak

dapat bekerja sama serta melakukan

kejahatan remaja seperti melanggar

hukum (Kusmawati, Hadi & Putra, 2018).

Adapun masalah agama dan moral

pada anak tunalaras dalam kesehariannya

sangat bertentangan dengan ajaran agama

Islam yang mengajarkan kebaikan dan

suri tauladan. Penelitian Maslahah (2005)

sangat penting bimbingan secara khusus

terkait dengan ajaran keislaman pada

anak tunalaras. Beberapa informan

menunjukkan perilaku yang tidak baik,

contohnya ketika sholat mereka akan

menjadikan sholat sebagai bahan

candaan, kurang sopan dengan orang

yang lebih tua darinya, misalnya kepada

guru di sekolah, membangkang ketika

disekolah, dan menyerang temannya

secara fisik. Informan juga sering berkata

bohong dan sering tidak mengakui

kesalahannya sendiri, bahkan

menyimpang dari ajaran agama dan

moral sebagaimana mestinya.

Selain itu, dalam masalah pribadi

anak tunalaras memiliki perilaku yang

agresif apabila merasa terganggu

(Nurisani, 2017). Bentuk perilaku agresif

yang ditunjukkan oleh informan dapat

berupa perilaku agresif fisik (non verbal)

dan verbal. Perilaku agresif fisik atau

tindakan langsung seperti memukul

teman, menendang, melempar, dan

melakukan pengrusakan, yang akhirnya

membuat anak akan dikucilkan.

Akibatnya, anak yang merasa dikucilkan

akan mencari perhatian lagi dengan

melakukan tindakan yang lebih ektrim

lagi untuk mendapatkan perhatian dari

orang disekitarnya.

Hasil pengamatan yang telah

dilakukan peneliti kepada anak

penyandang tunalaras dapat diketahui

bahwa anak tunalaras memiliki hambatan

dengan hubungan sosialnya di mana

dilihat dari sisi sosialnya yang

menunjukan bahwa mereka tidak

mempunyai teman. Hasil analisis

menunjukan bahwa mereka lebih sering

menyendiri dan merasa malu apabila ada

teman baru yang dikenalnya, terutama

jika lawan jenis, merasa tidak nyaman

dengan situasi baru, membanting Hp

yang dibawanya, memukul Laptop saat

menemukan kendala waktu penyelesaian

tugas, motivasi belajar rendah, serta

hanya menyukai pelajaran yang di

sukainya saja (Luxviana, 2018).

Berdasarkan hasil wawancara

yang telah dilakukan peneliti secara

individu kepada anak tunalaras maka

dapat diketahui bahwa mereka memang

Page 10: Gambaran Psikologis Anak Penyandang Tunalaras

Jurnal Hawa Vol. 2 No. 2 Juli-Desember 2020

185 | J u r n a l H a w a

kurang mampu untuk menjalin hubungan

sosial yang harmonis dengan orang lain

karena hambatan emosi yang tidak stabil.

Akibatnya mereka mengalami kesulitan

pada saat mencari teman. Hal ini juga

dapat berpengaruh pada saat kegiatan

pembelajarannya di sekolah. Proses

belajar mengajar seharusnya menjadi

ajang untuk bertukar ide dan

pengalaman, karena anak tunalaras tidak

memiliki teman akibat perilakunya yang

terkesan nakal. Akhirnya tujuan dari

pembelajaran tersebut tidak dapat

tercapai. Hal ini juga berpengaruh

terhadap sikap keterampilan sosial anak.

Anak tunalaras dicap sebagai anak yang

memiliki keterampilan sosial yang

rendah, sehingga masyarakat disekitarnya

akan menolah keberadaan anak karena

perilaku yang dimunculkan adalah

perilaku yang bertentangan dengan

norma yang ada di masyarakat, sehingga

akan memperburuk citra anak dan akan

menjadikan anak frustrasi secara mental,

baik kesehatan mental diri maupun

mental di masyarakat.

Menurut Ariffiani (2017) anak

tunalaras menunjukkan perilaku sosial

yang berbeda-beda tergantung bagaimana

kondisi lingkungan di mana anak

tumbuh dan berkembang. Tingkat

keparahan dari perilaku anak tunalaras

tergantung bangaimana lingkungan yang

membentuk anak tersebut. Ada sebagian

anak sudah mampu beradapatasi dengan

aturan yang ada dan mampu

berkomunikasi dengan baik. Oleh karena

itu, dibutuhkan peran aktif dari lembaga-

lembaga pendidikan dan lembaga sosial

untuk membantu anak mencapai

perkembangan sosial yang semestinya

dan seharusnya di dapat oleh anak.

Aasindriyati (2007) mendorong lembaga

pendidikan untuk membantu anak

menerapkan perilaku yang dapat diterima

di masyarakat dengan cara memberikan

perilaku yang mendidik, bukan hukuman

dan celaan, lebih mengarahkan kepada

anak bahwa perilaku itu sangat tidak baik

untuk masa depannya nanti. Harapannya

adalah supaya anak tunalaras memiliki

modal untuk menjalani kehidupannya

dan mampu mencapai proses

perkembangan sosialnya secara baik

diterima di lingkungan keluarga dan

masyarakat sekitarnya.

Untuk mencapai perkembangan

sosial yang diharapkan maka anak

tunalaras perlu adanya bimbingan.

Menurut Awwad (2015) bimbingan yang

diperlukan adalah bimbingan yang benar

dari orang tua dan lingkungan sekitarnya

karena hal tersebut dapat mengubah

perilaku menyimpang menjadi prilaku

yang positif dengan cara mengelola emosi

serta melatih kemampuan sosialnya. Hal

ini didukung pula Artikel yang

dilakukan oleh Exwan, dkk (2014) yang

mana menunjukan bahwa hasil PKKM ini

yaitu untuk melatih karawitan dan tari

bagi anak tunalaras di SLB E prayuwana

sebagai terapi untuk megurangi

kemunculan karakter tunalaras.

Kemudian Achmad & Sujarwanto (2010)

menyatakan bahwa adanya perubahan

konsep ke arah lebih positif misalnya

yaitu frekuensi penyimpangan perilaku

sosial semakin berkurang seperti berkata

sopan, pakaian mulai rapi, kemudian

siswa mulai tidak melakukan kebiasaan

menunggu bimbingan guru kelas atau

instruksi apabila mengerjakan tugas

sekolah serta siswa mulai dapat

memahami bahwa dirinya itu bagian dari

lingkungan sekolah atau lingkungan

keluarga.

Page 11: Gambaran Psikologis Anak Penyandang Tunalaras

Lailatul Badriyah, dkk: Gambaran Psikologis Anak Penyandang Tunalaras

186 | P a g e

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat

disimpulkan bahwa gambaran psikologis

anak tunalaras berupa perilaku agresif

yang dilakukan secara fisik dan verbal.

Agresi fisik yang dilakukan ialah

memukul, berkelahi dengan teman,

membanting barang, acuh tak acuh, dan

membangkang nasihat orang lain.

Sedangkan agresi verbal yang paling

sering dilakukan adalah berbicara kasar

dan kotor, berteriak kepada orang lain

ketika marah dan membantah perkataan

orang lain. Hal ini diperkuat dari hasil

pemberian Daftar Cek Masalah (DCM)

yaitu pada aspek hubungan sosial dan

berorganisasi, agama dan moral dan

masalah pribadi. Penyebab terbesar dari

perilaku tersebut dikarenakan faktor

lingkungan keluarga inti yang kurang

harmonis. Sosok ayah yang

temperamental dan kasar mengakibatkan

anak mencontoh perilaku tersebut dan

dilakukan pula kepada orang lain. Sering

melihat pertengkaran orang tua juga

mengakibatkan anak berbicara kasar dan

kotor terhadap teman-temannya.

Berdasarkan kesimpulan tersebut, ada

beberapa hal yang diharapkan bisa

memaksimalkan bentuk-bentuk

bimbingan agama dan moral terhadap

anak tunalaras. Bagi orangtua sebaiknya

perbaiki keharmonisan dalam keluarga,

orang tua harus memiliki perilaku yang

sabar dalam menghadapi anak tunalaras

tersebut, sehingga mereka bisa

mendapatkan bimbingan yang baik tanpa

merasa tertekan sehingga dapat

menyebabkan emosi mereka bertambah.

Beri mereka luang untuk bisa memahami

apa yang disampaikan tanpa ada

kekerasan.

Daftar Pustaka

Aasindriyati. 2017. “Peningkatan

Pengendalian Diri Pada Anak

Tunalaras Dengan Menggunakan

Pendekatan Teknik Konseling

Behavioral Di Smk 3 Bandung,”

Jurnal Artikel Pendidikan. Vol. 17(2).

Hlm: 107.

Achmad, H.S., & Sujarwanto. 2010.

Program Layanan Bimbingan

Konsep Diri (Self Concept) Pada

Anak Tunalaras. Jurnal Pendidikan

dan Kebudayaan. Vol 16(1). Hlm: 58.

Aini, M.. 2010. Identifikasi Anak Dengan

Gangguan Emosi dan Perilaku di

Sekolah Dasar. JPK: Jurnal Pendidikan

Khusus. Vol. 2(2). Hlm:1-14.

Ariffin, G. 2017. Identifikasi Perilaku

Sosial Siswa Anak Tunalaras Di Slb

E Yogyakarta. Skipsi. Universitar

Negeri Jakarta.

Awwad, M. 2015. Urgensi Layanan

Bimbingan Dan Konseling Bagi

Anak Berkebutuhan Khusus. Jurnal

Al-Tazkiah Fakultas Dakwah dan

Komunikasi Institut Agama Islam

Negeri IAIN Mataram. Vol. 7(1). Hlm:

47.

Exwan, A.V., Akhmad, R., & Niwang, P.T.

2014. Program Lombok Rawit

Sebagai Sarana Terapi Bagi Anak

Tunalaras. Pelita Jurnal Fakultas

Bahasa dan Seni Universitas Negeri

Yogyakarta. Vol. 2(1). Hlm: 129.

Khasanah, N. 2018. Pendidikan Karakter

Melalui Pembelajaran Pendidikan

Agama Islam Bagi Anak Tunalaras

Di SLB E Prayuwana Yogyakarta.

Skripsi. Universitas Islam Negeri

Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Kusmawati, A., Hadi, C., & Putra, A.B.

2018. Terapi Al-Qur’an pada Siswa

Tunalaras. JSSH: Jurnal Sains Sosial

Page 12: Gambaran Psikologis Anak Penyandang Tunalaras

Jurnal Hawa Vol. 2 No. 2 Juli-Desember 2020

187 | J u r n a l H a w a

Humaniora Universitas Airlangga. Vol

2(1). Hlm: 12.

Luxviana, N. 2018. Identifikasi Perilaku

Anak Tunalaras (Anak Agresif)

Disekolah Inklusi Siswa Kelas I SD

Bangunrejo 2 Yogyakarta. Jurnal

Pendidikan Universitas Negeri

Yogyakarta. Vol. 29(7). Hlm: 7.

Maryuni, S. 2009. Perilaku Delinkue

Ditinjau Dari Kecerdasan Emosi

Penyandang Tunalaras Di Slb-E

Bhina Putera Surakaarta. Skripsi.

Universitas Muhammadiyah

Surakarta.

Maslahah, A. 2015. Bimbingan Pribadi

Sosial Bagi Anak Tunalaras Di Slb E

Prayuwana Yogyakarta. Skripsi.

Universitas Islam Negeri Sunan

Kalijaga Yogyakarta.

Nurisani, A.N. 2017. Bimbingan Islam

Dalam Menanamkan Perilaku

Keberagamaan Pada Anak

Tunalaras Di Madrasah Ibtidaiyah

Keji Ungaran Barat. Skripsi.

Universitas Negeri Walisongo

Semarng.

Risnawati., Ida., H., & Mariani. 2018.

Deteksi Dini Penyimpangan

Emosional Pada Anak Usia 4-6

Tahun. Jurnal: Medika. Hlm:1-13.

Widyawati, E. 2018. Bimbingan Bina

Pribadi Dan Sosial Dalam

Menumbuhkan Character Strength

Anak Tunalaras Di Slb E Bhina

Putera Surakarta. Skripsi. IAIN

Surakarta.

Wiwiet, P.,S & Dedy, K. 2017. Efektivitas

Teknik Pembelajaran Think Pair

Share untuk Meningkatkan

Keterampilan Sosial Anak Tunalaras

di SLB E Handayani. JASSI_anakku

18(1). Hlm:1-7.