Gangguan Cairan Dan Elektrolit Fixxxxxxxx

Embed Size (px)

Citation preview

GANGGUAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT, SERTA ALIRAN DARAH

Disusun guna memenuhi tugas kelompok mata kuliah Patologi Anatomi/ Klinik

Oleh: Kelompok 1 1. Siti Maisyaroh 2. Surahmah 3. Ririn Ari Karinda 4. Dewi Puspita Sari 5. Arum Cahya Intani 6. Mashuda Ari Suryawan (062310101019) (072310101004) (082310101039) (082310101053) (092310101003) (092310101018)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS JEMBER 2011

GANGGUAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT SERTA ALIRAN DARAH

A. Definisi Gangguan cairan elektrolit dan aliran darah dapat dikelompokkan sebagai berikut: 1. Gangguan cairan dan elektrolit : Edema, dehidrasi, defisiensi elektrolit, atau kelebihan elektrolit 2. Gangguan volume : Hipereremi, perdarahan dan syok 3. Gangguan obstruksi : trombosis, emboli, iskemi, infark, sumbatan akibat tumor, jaringan fibrosis dan parasit Adapun penjelasan dari point-point diatas antara lain: 1. Gangguan Cairan dan Elektrolit 1.1 Defisiensi dan dan kelebihan elektrolit Tiga kategori perubahan umum yang menjelaskan abnormalitas cairan tubuh adalah: volume, osmolitas, komposisi. Meskipun gangguan dari ketiga hal ini saling berhubungan, tetapi sesungguhnya masing-masing adalah bagian yang terpisah. Ketidakseimbangan volume terutama mempengaruhi cairan ekstrasel (ECF) dan berkaitan dengan hilangnya atau bertambahnya natrium dan air dalam jumlahyang relatif sama, sehingga menyebabkan terjadinya kekurangan atau kelebihan volume ECF. Misalnya hilangnya cairan ECF isotonik yang mendadak (seperti yang terjadi pada diare) diikuti dengan penurunan volume ECF yang bermakna dan sedikit bila ada penurunan volume cairan intrasel (ICF). Cairan tidak akan berpindah dari ICF ke ECF selama osmolalitas pada kedua kompartemen tetap sama. Gangguan volume ECF umumnya diketahui diketahui dari gejala dan tanda klinis yang terjadi. Ketidakseimbangan osmotik sangat mempengaruhi ICF dan terkait dengan hilangnya atau bertambahnya natrium dan air dalam jumlah yang relatif tidak seimbang. Apabila hanya air yang berkurang atau bertambah pada ECF, maka konsentrasi partikel-partikel aktif secara osmotik akan berubah. Ion natrium, bikarbonat, dan klorida yang muatan listriknya menyeimbangkan ECF merupakan

90 % dari partikel-partikel yang aktif secara osmotik pada ECF. Perubahan konsentrasi natrium umumnya mencerminkan adanya perubahan osmolalitas dari kompartemen cairan tubuh. Apabila konsentrasi natrium pada ECF menurun maka air berpindah dari ECF ke ICF (menyebabkan terjadinya pembengkakan sel) sampai tercapai kembali keseimbangan osmolalitas pada kedua kompartemen. Sebaliknya, jika konsentrasi natrium pada ECF meningkat, maka air berpindah dari ICF ke ECF (menyebabkan pengerutan sel), sampai tercapainya kembali keseimbangan osmolalitas pada kedua kompartemen. Gangguan osmotik umumnya berkaitan dengan hiponatremia dan hipernatremia, sehingga

pemerikasaan kadar natrium serum penting untuk mengenali keadaan ini. y Ketidakseimbangan Volume a. Kekurangan volume cairan ekstrasel (ECF) Hipovolemi adalah berkurangnya cairan isotonik ke plasma dengan hilangnya Na+ dan air yang relatif seimbang (dehidrasi). Perbandingan Na+ terhadap air tetap tidak berubah sehingga osmolalitas tidak terpengaruh. Hipovolemi dapat disebabkan oleh kehilangan cairan melalui renal dan ekstrarenal. Gejala umum pada hipovolemi adalah lesu, lemah, anoreksia, membran mukosa dan lidah kering, turgor kulit buruk, vena jugularis mendatar pada saat berbaring, hingga penurunan BB sebanyak 2 %. Bila pasien mengalami hipotensi, terapi cairan IV terpilih adalah larutan isotonik (seperti salin 0,9 %), karena akan menambah volume plasma dan dan memulihkan perfusi jaringan. Pengobatan ini harus diikuti pemberian larutan IV hipertonik untuk menyediakan air bebas bagi sel. Bila cairan memadai tidak dapat mencukupi per oral, aturan umum terapi IV adalah memberi cairan rumatan dan mengganti komposisi cairan yang hilang , mengganti volume kehilangan cairan yang sedang berlangsung dan memberikan cairan dalam 24 jam, kecuali bila terdapat keadaan-keadaan yang tidak biasa. b. Kelebihan volume cairan ekstrasel (ECF) Hipervolemi (beban sirkulasi berlebihan) terjadi bila Na+ dan air tertahan dalam proporsi yang hampir sama ( isotonik terhadap plasma). Seiring dengan penimbunan cairan isotonik, cairan berpindah ke dalam ruang interstitial dan menyebabkan terjadinya edema. Kelebihan volume ECF selalu terjadi akibat

peningkatan kadar Na+ tubuh total yang menyebabkan terjadinya retensi air. Gejala dan tanda volume ECF yang berlebih adalah meningkatnya TD, pengosongan vena tangan yang lambat, sdema perifer dan periorbital, ronki basah, penambahan BB yang cepat, peregangan vena jugularis, hingga meningkatnya tekanan vena sentralis. Pengobatan hipervolemi bergantungg pada penyebabnya namun sebagian besar rencana pengobatan yang dilakukan adalah pembatasan asupan Na+ dan cairan, posisi fowler untuk mengurangi beban preload, pemberian deuretik kuat serta oksigen. y Ketidakseimbangan Osmolalitas a. Hiponatremia Disebabkan oleh air yang berlebihan atau Na+ yang berkurang. Hiponatremia menyebabkan pembengkakan sel (karena perpindahan air dari ECF ke ICF), gejala dan tanda hiponatremia bersifat neurologis dan berkaitan dengan edema serebral, anoreksia, gangguan rasa, kejang otot, hingga hiponatremia berat yaitu mual, pusing, latargi, muntah, papiledema, refleks tendon hipoaktif, tanda babinski, kejang dan koma. Pada sebagian kasus hiponatremia biasanya berkaitan dengan SIADH (jenis hiponatremia dilusionalkhusus yang memiliki kecenderungan untuk menjadi berat dan mengancam jiwa), salin hipertonis (3%) dapat diberikan secara perlahan untuk meningkatkan Na+ serum dengan kecepatan 0,5 mEq/jam hingga mencapai kadar 120 mEq/L dan pasien sudah melewati masa kritits. Pengobatan digabungkan dengan pembatasan cairan. b. Hipernatremia Disebabkan oleh defisit air maupun Na+ yang berlebihan. Keadaan yang paling sering menyebabkan hipernatremia adalah pemberian asupan cairan yang tidak memadai pada pasian yang haus, bingung, tidak mampu menelan, koma, diabetes insipidus, dan tenggelam dalam air laut. Manifestasi klinis dapat berupa manifestasi neurologis akibat pengerutan sel otak , letargi, kelelahan, iritabilitas, agitasi berat, delirium, kaku kuduk, koma, lidah merah, lendir kering dan lengket, rubbery turgor (merah, panas, turgor karet), suhu tubuh meningkat, sangat kehausan, dan oliguria.

y Ketidakseimbangan Kalium a. Hipokalemia Biasanya berkaitan dengan alkalosis karena alkalosis menyebabkan K+ berpindah dari ECF ke ICF dengan pertukaran H+. Sering terjadi pada kehlangan cairan melalui saluran cerna.gejala dan tanda didni berupa kelemahan otot dan kelelahan. Manifestasi hipokalemi sangat mempengaruhi sistem kardiovaskuler dan neuromaskuler. Banyak obat deuretik yang menyebabkan hjpokalemia dan hipokalemia memperkuat efek digitalis b. Hiperkalemia Hiperkalemia biasanya berkaitan dengan asidosis karena asidosis menyebabkan K+ berpindah dari ICF ke ECF dalam pertukaran dengan H+. Penyebab hiperkalemia yang paling sering (K+ serum >5,5 mEq/L) adalah gagal ginjal (karena 90% disekresikan oleh urin). Penyebab lainnya adalah hipoaldosteronisme (penyakit addison), luka bakar berat, cedera remuk, dan deuretik hemat kalium. Gejala dan tanda hiperkalemia dimanifestasikan dalam sistem jantung dan neuromaskular, dan menyerupai gejala dan tanda hipokalemia sehingga sulit untuk dibedakan dari gambaran klinis. Perubahan EKG mungkin merupakan tanda hiperkalemia yang paling dini dan sangat dipercaya. Hiperkalemia yang berat dapat di angani dengan pemberian 10 ml glukonat 10 % IV secara perlahan dengan pemantauan EKG atau dalam waktu 30 menit dengan pemberian 500 ml glukosa 19 dengan insulin. Bila hiperkalemia tidak begitu berat, pengobatan hiperkalemia jangka pendek adalah dengan memberikan Kyexalate (suatu resin pengganti ion yang tidak diserap) secara peroral atau enema. Pengobatan jangka lama hiperkalemia dan gagal ginjal adalah dialisis peritonium intermitten atau hemodialisis. 2. Ketidakseimbangan Kalsium, Fosfat, dan Magnesium a. Hipokalsemia Kadar kalsium serum total yang kurang dari 9 mg/dl atau kalsium terionisasi yang kurang dari 4,5 mg/dl. Penyebab tersering hipokalsemia adalah gagal ginjal akibat beberapa faktor; retensi fosfat (menyebabkan penurunan kadar Ca++ serum ), gangguan sensitivitas terhadap kerja resorbsi tulang oleh hormon paratiroid,

menurunnya hidroksilasi vitamin D oleh ginjal menjadi bentuknya yang paling potensial (1,25-dihidroksilasikolekalsiferol) dan menyebabkan menurunnya absorbsi usus. Alkalosis juga dapat meninmbulka gejala hipokalsemia akibat menurunnya Ca++ serum terionisasi, walaupun kalsium serum total dapat normal. Gejala hipokalsemia terutama disebabkan oleh meningkatnya iritabilitas neuromuskular. Tetani atau kejang otot involunter adalah tanda hipokalsemia yang paling khas dan ditunjukkan oleh tanda Trousseau dan tanda Chvostek yang positif. Pengobatan hipokalsemia difokuskan pada koreksi ketidakseimbangan yang terjadi dan penyebab yang mendasari. Tetani akibat hipokalsemia berat akut diobati dengan 10 ml kalsium glikonatt 10 % IV dengan pemantauan EKG yang terus menerus. b. Hiperkalsemia Disebabkan oleh hiperparatiroideisme primer ataupun kanker selaian itu hierkalsemia dapat berkaitan dengan hiperparatiroidisme sekunder berat yang dijumpai dalam gagal ginjal kronis. Gejala dan tanda hiperkalsemia sangat bervariasi bergantung pada kecepatan dan derajat keparahan dari kadar kalsium yang meningkat. Pada kasus yang ringan pasien dapat asimtomatik. Letargi, konfusi dan stupor sering menyertai hiperkalsemia. Poliuri dan dan volume yang berkurang dapat menyertai kehilangan kalsium yan berlebihan melalui urine. Pada hiperkalsemia kronis dapat terjadi nefrokalsionis. Kelemahan otot generalisata mungkin agak menonjol. Pengobatan hiperkalsemia ditujukan pada penyebab yang mendasari. Hiperkalsemia (>14 mg/dl) diobati dengan pemberian larutan salin IV, deuretik atau dengan dalisis. c. Hipofosfatemia d. Hiperfosfatemia Penyebab lazim hiperfosfotemia adalah hiperventilasi dalam waktu lama yang menyebabkan terjadinya alkalosis respiratorik, nutrisi parenteral total tanpa disertai penggantian fosfat yang memadai dan putus dari penyalahgunaan alkohol. Penyabab tersering adalah gagal ginjal kronis. Hiperfosfotemia pada gagal ginjal diobati dengan pembatasan fosfat dalam diet dan dengan pemberian kalsium karbonat yaitu suatu pengikat fosfat.

e. Hipomagnesemia Disebabkan oleh menurunya masukan (nutrisi parenteral total atau teraoi IV tanpa penggantian Mg++), kehilangan cairan yang berlebih melalui saluran cerna atau ginjal, atau perpindahan Mg++ dari ECF ke ICF (seperti pada putus alkohol atau sindrom makan kembali (refeeding) setelah kelaparan). Hipomagnesemia menyebabkan penururnan tekanan darah dan dapat menyebabkan disritmia jantung. Hipomagnesemia dapat diobati dengan pemberian garam magnesium IV atau IM. f. Hipermagnesemia Penyebab hipermagnesemia (>2,5 mEq/L atau 3,0 mg/dl) adalah penurunan ekskresi ginjal atau penurunan asupan magnesium. Hipermagnesemia sering terjadi pada penderita gagal ginjal yang meminum obat mengandung magnesium (misalnya antasida (Maalox atau Riopan) dan laksatif (susu magnesia)). Penderita insufisiensi ginjal sebaiknya tidak diberi obat yang mengandung magnesium. 3. Gangguan Asam Basa a. Asidosis metabolik b. Alkalosis metabolik c. Asidosis respiratorik d. Alkalosis respiratorik

1.2 Edema Pada umumnya oedema berarti meningkatnya volume cairan extra seluler, khususnya cairan extra vaskuler yang dapat bersifat setempat atau umum. Dalam rongga pleura dan rongga pericard normal terdapat sekitar cairan (5-25 ml), Bila jumlah cairan rongga serosa sangat berlebihan maka terjadi: 1. Hidrothoraks 2. Hidropericardium 3. Hidroperitonium atau ascites. Oedema umum (anasarca) disebut juga dropsy adalah penimbunan cairan dalam jaringan subkutis dan rongga tubuh.

Ada lima mekanisme yang berhubungan dengan oedema seperti dibawah ini a. Penurunan tekanan osmotic koloid Protein plasma yang berkurang mengakibatkan tekanan osmotic koloid intra vasculer menurun, sedangkan tekanan osmotic koloid pada jaringan interstitium relative lebih tinggi yang berakibat meningkatkan volume cairan interstitium sehingga terjadilah oedema. b. Peningkatan tekanan hidrostatik kapiler Tekanan hidrostatik ini merupakan daya untuk menginfiltasi cairan melalui dinding kapiler.Bila tekanan hidrostatik ini lebih besar dari pada tekanan osmotic dalam pembuluh darah maka akan terjadi oedema. c. Peningkatan permeabilitas kapiler Tekanan ostomik darah lebih besar dari pada limfe. Daya atau kesanggupan permeabilitas ini bergantung kepada substansi semen (cement substance) yang mengikat sel-sel endotel tersebut. d. Obstruksi limfatik Cairan tubuh sebenarnya berasal dari plasma darah dan hasil metabolisme sel, sebagian cairan interstitium dengan zat-zat yang melarut akan diserap lagi melalui dinding kapiler darah masuk kedalam saluran darah dan sebagian lain yang mengandung sejumlah protein masuk kedalam saluran limfe. e. Kelebihan Natrium dan Cairan tubuh. Natrium adalah zat terlarut utama yang menahan air didalam cairan ekstra sel oleh karena itu, mekanisme pengaturan seksesi natriun oleh ginjal adalah yang paling bertanggung jawab bagi pengaturan volume caiaran dalam tubuh. Macam-macam oedema: Oedema ada yang setempat dan ada juga yang menyeluruh atau umum disebut oedema anasarka. Jenis oedema: a. Pitting oedema, mengacu pada perpindahan cairan interstitium yaitu tekanan jari pada kulit yang meninggalkan cekungan. Setelah tekanan dilepas memerlukan waktu 5-30 untuk kembali pada keadaan semula. b. Non pitting oedema, kadang-kadang cairan interstitiel yang sudah oedema berat tidak dapat dipindahkan ke daerah lain dengan jalan penekanan.

1.3 Dehidrasi Dehidrasi adalah dimana tubuh kita mulai kekurangan cairan karena kurangnya asupan air ke dalam tubuh total, berupa hilangnya air lebih banyak dari natrium (dehidrasi hipertonik), atau hilangnya air dan natrium dalam jumlah yang sama (dehidrasi isotonik), atau hilangnya natrium yang lebih banyak dari air (dehidrasi hipetonik). Dehidrasi isotonik ditandai dengan tingginya kadar natrium serum (lebih dari 145 mmol/liter) dan peningkatan osmolalitas efektif serum (lebih dari 285 mosmol/liter). Dehidrasi hipetonik ditandai dengan rendahnya kadar natrium serum (kurang dari 135 mmol/liter) dan osmolalitas efektif serum (kurang dari 270 mosmol/liter). Gejala dan tanda klinis dehidrasi pada usia lanjut tak jelas, bahkan bisa tidak ada sama sekali. Namun secara umum terjadi penurunan kemampuan homeostatik seiring dengan bertambahnya usia. Secara khusus, terjadi penurunan respons rasa haus terhadap kondisi hipovolemik dan hiperosmolaritas. Di samping itu juga terjadi penurunan laju filtrasi glomerulus, kemampuan fungsi konsentrasi ginjal, renin, aldoosteron, dan penurunan fungsi ginjal terhadap vasopresin. Gejala klasik dehidrasi seperti rasa haus, lidah kering, penurunan turgor, dan mata cekung sering tidak jelas. Gejala klinis yang paling spesifik dapat dievaluasi adalah penurunan berat badan akut lebih dari 3%. Gejala klinis lainnya yang dapat membantu identifikasi kondisi dehidrasi adalah hipotensi ortostatik.

1.3.1 Pemeriksan penunjang untuk dehidrasi adalah : 1. Kadar natrium plasma darah 2. Osmolaritas serum 3. Ureum dan kreatinin darah 4. BJ urin 5. Tekanan vena sentral (sentral venous pressure)

1.3. 2. Terapi pengobatan/ penanganan dehidrasi Lakukan pengukuran keseimbangan (balans) cairan yang masuk dan keluar secara berkala sesuai kebutuhan. Pada dehidrasi ringan, terapi cairan dapat diberikan

secara oral sebanyak 1500-2500 ml/24jam (30 ml/kg berat badan/24 jam) untuk kebutuhan dasar, ditambah dengan penggantian defisit cairan kehilangan cairan yang masih berlangsung. Menghitung kebutuhan cairan sendiri, termasuk jumlah insensible water loss sangat perludilakukan setiap hari. Perhatian tanda-tanda kelebihan cairan seprti ortopnea, sesak nafas, perubahan pola tidur, atau kofusion. Cairan yang diberikan secara oral tergantung jenis dehidrasi. Dehidrasi hippertonik : cairan yang dianjurkan adalah air atau minuman dengan kandungan sodium rendah, jus buah seperti apel, jeruk, dan anggur. Dehidrasi isotonik : cairan yang dianjurkan selain air dan suplemen yang mengandung sodium seperti jus tomat juga dapat diberikan isotonik yang ada di pasaran. Daehidrasi hipotonik : cairan yang dianjurkan sama seperti diatas tetapi dibutuhkan kadar sodium yang lebih tinggi.

2. Gangguan Volume 2.1 Hemorhagi Hemorhagi dapat terjadi pada kapiler, vena, arteri, atau jantung. Hemorhagi dapat terjadi karena darah keluar dari susunan kardiovaskuler atau karena diapedesis (artinya eritrosit keluar dari pembuluh darah yang tampak utuh). 1. Tempat terjadinya perdarahan a. Kulit, dapat berupa: 1). Petechiae, yaitu perdarahan kecil-kecil bidawah kulit yang terjadi secara spontan, biasanya pada kapiler-kapiler. 2). Echymosis, yaitu perdarahan yang lebih besar dari petechiae, yang terjadi secara Spontan. 3). Purpura, yaitu perdarahan yang berbentuk bercak, basarnya bercak antara petechiae dan echymosis. b. Mukosa c. Serosa

d. Selaput rongga sendi 2. Perdarahan mempunyai nama tersendiri tergantung lokasi a. Hematoma, yaitu penimbunan darah setempat, diluar pembuluh darah, biasanya telah membeku, sering menonjol seperti suatu tumor pada suatu jaringan. b. Apopleksi, yaitu penimbunan darah yang dihubungkan dengan perdarahan otak. c. Hemoptysis, yaitu perdarahan pada paru-paru atau salurannya kemudian dibatukkan keluar. d. Hematemesis, yaitu keluarnya darah dari saluran pencernaan melalui muntah (muntah darah). e. Melena, yaitu keluarnya darah dari saluran pencernaan melalui anus sehingga feces berwarna hitam 3. Etiologi perdarahan a. Kerusakan pembuluh darah b. Trauma c. Proses patoloogik d. Penyakit yang berhubungan dengan gangguan pembekuan darah. e. Kelainan pembuluh darah. 4. Perdarahan dapat bersifat local atau sistemik a. Perdarahan local Tergantung lokasi perdarahan, bila lokasinya tidak vital maka tidak tampak gejala (tidak penting), sedangkan bila lokasinya vital, seperti pada: 1). Medulla oblongata, akan timbul kematian. 2). Otak, mengganggu fungsi otak sehingga dapat terjadi kelumpuhan. 3). Rongga pleura, mengakibatkan volume paru mengecil b. Perdarahan sistemik Tergantung dari cepat dan banyaknya perdarahan. Bila akut dan banyak maka dapat menyebabkan kollaps sehingga semua organ tubuh akan iskhemi dan tampak pucat. Bila kronis, sedikit-sedikit dan berulang atau terus menerus akan timbul kekurangan zat besi sehingga mengakibatkan anemia hipokhrom dan tejadi pula kelainan sum-sum tulang.

2.2 Hiperemi Hyperemia yaitu suatu keadaan yang diserta meningkatnya volume darah dalam pembuluh darah yang melebar. 1. Menurut timbulnya, maka hiperemi dibedakan atas: a. Hiperemi akut, tidak ada perubahan yang nyata b. Hiperemi kronik, biasanya diikuti oleh oedem, atrofi dan degenerasi kadangkadang sampai nekrosis atau terjadi juga proliferasi jaringan ikat. 2. Jenis Hiperemi yang lain adalah a. Hiperemi aktif, yang terjadi karena jumlah darah arteri pada sebagian tubuh bertambah, biasanya terjadi secara akut. Hal ini terjadi karena arteriol atau kapiler mengalami dilatasi akibat terangsangnya syaraf vasodilator atau kelumpuhan vasokonstriktornya. b. Hiperemi pasif, terjadi karena jumlah darah vena atau aliran darah vena

berkurang dan terjadinya dilatasi pembuluh vena dan kapiler.hiperemi jenis ini biasanya kronik tetapi dapat juga terjadi secara akut. Hiperemi pasif ini disebut juga Bendungan Hipostatik. 2.3 Syok Syok adalah suatu sindrom klinis akibat kegagalan akut fungsi sirkulasi yang menyebabkan ketidakcukupan perfusi jaringan dan oksigenasi jaringan, dengan akibat gangguan mekanisme homeostasis. Berdasarkan penelitian Moyer dan Mc Clelland tentang fisiologi keadaan syok dan homeostasis, syok adalah keadaan tidak cukupnya pengiriman oksigen ke jaringan. Sirkulasi darah berguna untuk mengantarkan oksigen dan zat-zat lain ke seluruh tubuh serta membuang zat-zat sisa yang sudah tidak diperlukan. Syok merupakan keadaan gawat yang membutuhkan terapi yang agresif dan pemantauan yang kontinyu atau terusmenerus di unit terapi intensif. Syok secara klinis didiagnosa dengan adanya gejala-gejala sebagai berikut: 1. Hipotensi: tekanan sistole kurang dari 80 mmHg atau MAP (mean arterial pressure / tekanan arterial rata-rata) kurang dari 60 mmHg, atau menurun 30% lebih. 2. Oliguria: produksi urin kurang dari 30 ml/jam.

3. Perfusi perifer yang buruk, misalnya kulit dingin dan berkerut serta pengisian kapiler yang jelek. 2. 3. 1. Penyebab Syok Syok dapat disebabkan oleh kegagalan jantung dalam memompa darah (serangan jantung atau gagal jantung), pelebaran pembuluh darah yang abnormal (reaksi alergi, infeksi), dan kehilangan volume darah dalam jumlah besar (perdarahan hebat). Syok bisa disebabkan oleh: a. Perdarahan (syok hipovolemik) b. Dehidrasi (syok hipovolemik) c. Serangan jantung (syok kardiogenik) d. Gagal jantung (syok kardiogenik) e. Infeksi (syok septik) f. Reaksi alergi (syok anafilaktik) g. Cedera tulang belakang (syok neurogenik) 2. 3. 2. Gejala Syok Gejala yang timbul tergantung kepada penyebab dan jenis syok, dapat berupa: gelisah, bibir dan kuku jari tangan tampak kebiruan, kulit lembab dan dingin, pembentukan urine berkurang atau sama sekali tidak terbentuk urine, pusing, tekanan darah rendah, keringat berlebihan, kulit lembab, denyut nadi yang cepat, pernafasan dangkal, tidak sadarkan diri, lemah, nadi cepat dan lemah, nafas cepat, dangkal, dan tidak teratur, kulit pucat, dingin, dan lembab, wajah pucat dan sianosis (bibir membiru), pupil mata melebar, status mental berubah (gelisah, mual, haus, pusing, ketakutan, dan lain-lain) 2. 3. 3. Tahapan Syok Keadaan syok akan melalui tiga tahapan mulai dari tahap kompensasi (masih dapat ditangani oleh tubuh), dekompensasi (sudah tidak dapat ditangani oleh tubuh), dan ireversibel (tidak dapat pulih). 1. Tahap kompensasi adalah tahap awal syok saat tubuh masih mampu menjaga fungsi normalnya. Tanda atau gejala yang dapat ditemukan pada tahap awal seperti kulit pucat, peningkatan denyut nadi ringan, tekanan darah normal, gelisah, dan pengisian pembuluh darah yang lama. Gejala-

gejala pada tahap ini sulit untuk dikenali karena biasanya individu yang mengalami syok terlihat normal. 2. Tahap dekompensasi dimana tubuh tidak mampu lagi mempertahankan fungsi-fungsinya. Yang terjadi adalah tubuh akan berupaya menjaga organ-organ vital yaitu dengan mengurangi aliran darah ke lengan, tungkai, dan perut dan mengutamakan aliran ke otak, jantung, dan paru. Tanda dan gejala yang dapat ditemukan diantaranya adalah rasa haus yang hebat, peningkatan denyut nadi, penurunan tekanan darah, kulit dingin, pucat, serta kesadaran yang mulai terganggu. 3. Tahap ireversibel dimana kerusakan organ yang terjadi telah menetap dan tidak dapat diperbaiki. Tahap ini terjadi jika tidak dilakukan pertolongan sesegera mungkin, maka aliran darah akan mengalir sangat lambat sehingga menyebabkan penurunan tekanan darah dan denyut jantung. Mekanisme pertahanan tubuh akan mengutamakan aliran darah ke otak dan jantung sehingga aliran ke organ-organ seperti hati dan ginjal menurun. Hal ini yang menjadi penyebab rusaknya hati maupun ginjal. Walaupun dengan pengobatan yang baik sekalipun, kerusakan organ yang terjadi telah menetap dan tidak dapat diperbaiki. 2. 3. 4. Jenis Syok Syok digolongkan ke dalam beberapa kelompok yaitu : a. Syok kardiogenik (berhubungan dengan kelainan jantung) b. Syok hipovolemik ( akibat penurunan volume darah) c. Syok anafilaktik (akibat reaksi alergi) d. Syok septik (berhubungan dengan infeksi) e. Syok neurogenik (akibat kerusakan pada sistem saraf). 2. 3. 5. Penanganan Syok Sebagai penolong yang berada di tempat kejadian, hal yang pertama-tama dapat dilakukan apabila melihat ada korban dalam keadaan syok adalah : a. Melihat keadaan sekitar apakah berbahaya (danger) , baik untuk penolong maupun yang ditolong (contoh keadaan berbahaya : di tengah kobaran api) b. Buka jalan napas korban, dan pertahankan kepatenan jalan nafas (Airway)

c. Periksa pernafasan korban (Breathing) d. Periksa nadi dan Cegah perdarahan yang berlanjut (Circulation) e. Peninggian tungkai sekitar 8-12 inchi jika ABC clear f. Cegah hipotermi dengan menjaga suhu tubuh pasien tetap hangat (misal dengan selimut) g. Lakukan penanganan cedera pasien secara khusus selama menunggu bantuan medis tiba. Periksa kembali pernafasan, denyut jantung suhu tubuh korban (dari hipotermi) setiap 5 menit.

3. Gangguan obstruksi 3.1 Trombosis Trombus adalah suatu masa yang tersusun dari unsur-unsur darah didalam pembuluhan darah. Proses pembentukan thrombus dinamakan thrombosis. Pada keadaan tertentu (aliran darah melambat), trombosit melekat pada permukaan endotel pembuluh darah. Tumpikan trombosi ini makin lama makin banyak dan saling melekat sehingga terbentuk suatu massa yang menonjol kedalam lumen 1. Etiologi a. Perubahan pada permukaan endotel pembuluh darah. Kerusakan endotel ini dapat terjadi pada: 1). Aterosklerosis, (lapisan dalam pembuluh darah menjadi tidak rata dan menebal) 2). Poliarteritis nodosa 3). trombophlebitis b. Perubahan pada aliran darah c. Perubahan pada konstitusi darah Perubahan dalam jumlah dan sifat trombosit dapat mempermudah thrombosis sehingga trombusit mudah melekat. 2. Macam-macam bentuk thrombus a. Yang oklusif yakni menyumbat lumen pembuluh darah

b. Berbentuk saddle (Ridding thrombus), bentuk memanjang masuk ke cabang pembuluh darah c. Yang menempel pada dinding dan bagian lainnya menempel pada lumen (mural atau parietal) d. Pedunculated (mural bertangkai 1.2 Emboli

Suatu emboli bisa merupakan gumpalan darah (trombus), tetapi bisa juga berupa lemak, cairan ketuban, sumsum tulang, pecahan tumor atau gelembung udara, yang akan mengikuti aliran darah sampai akhirnya menyumbat pembuluh darah. Biasanya arteri yang tidak tersumbat dapat memberikan darah dalam jumlah yang memadai ke jaringan paru-paru yang terkena sehingga kematian jaringan bisa dihindari. Tetapi bila yang tersumbat adalah pembuluh yang sangat besar atau orang tersebut memiliki kelainan paru-paru sebelumnya, maka jumlah darah mungkin tidak mencukupi untuk mencegah kematian paru-paru. Jika tubuh bisa memecah gumpalan tersebut, kerusakan dapat diminimalkan. Gumpalan yang besar membutuhkan waktu lebih lama untuk hancur sehingga lebih besar kerusakan yang ditimbulkan. Gumpalan yang besar bisa menyebabkan kematian mendadak. Penyebab Sebagian besar kasus disebabkan oleh bekuan darah dari vena, terutama vena di tungkai atau panggul dan penyebab yang paling sering adalah bekuan darah dari vena tungkai, yang disebut trombosis vena dalam. Gumpalan darah cenderung terbentuk jika darah mengalir lambat atau tidak mengalir sama sekali, yang dapat terjadi di vena kaki jika seseorang berada dalam satu posisi tertentu dalam waktu yang cukup lama. Jika orang tersebut bergerak kembali, gumpalan tersebut dapat hancur, tetapi ada juga gumpalan darah yang menyebabkan penyakit berat bahkan kematian. Penyebab terjadinya gumpalan di dalam vena mungkin tidak dapat diketahui, tetapi faktor predisposisinya (faktor pendukungnya) sangat jelas, yaitu: a. Pembedahan b. Tirah baring atau tidak melakukan aktivitas dalam waktu lama (seperti duduk selama perjalanan dengan mobil, pesawat terbang maupun kereta api)

c. Stroke d. Serangan jantung e. Obesitas (kegemukan) f. Patah tulang tungkai tungkai atau tulang pangggul g. Meningkatnya kecenderungan darah untuk menggumpal (pada kanker tertentu, pemakaian pil kontrasepsi, pembekuan darah bawaan) h. Persalinan i. j. Trauma berat Luka bakar. kekurangan faktor penghambat

Gejala Emboli yang kecil mungkin tidak menimbulkan gejala, tetapi sering menyebabkan sesak nafas. Sesak mungkin merupakan satu-satunya gejala, terutama bila tidak ditemukan adanya infark. Penting untuk diingat, bahwa gejala dari emboli paru mungkin sifatnya samar atau menyerupai gejala penyakit lainnya: y y batuk (timbul secara mendadak, bisa disertai dengan dahak berdarah) sesak nafas yang timbul secara mendadak, baik ketika istirahat maupun ketika sedang melakukan aktivitas y nyeri dada (dirasakan dibawah tulang dada atau pada salah satu sisi dada, sifatnya tajam atau menusuk) y nyeri semakin memburuk jika penderita menarik nafas dalam, batuk, makan atau membungkuk y y pernafasan cepat denyut jantung cepat (takikardia).

Gejala lainnya yang mungkin ditemukan: y y y y wheezing/bengek kulit lembab kulit berwarna kebiruan nyeri pinggul

y y y y y y y y

nyeri tungkai (salah satu atau keduanya) pembengkakan tungkai tekanan darah rendah denyut nadi lemah atau tak teraba pusing pingsan berkeringat cemas.

DIAGNOSA Diagnosis emboli paru ditegakkan berdasarkan gejala dan faktor pendukungnya. Pemeriksaan untuk menilai fungsi paru-paru: - Gas darah arteri - Oksimetri denyut nadi. Pemeriksaan untuk menentukan lokasi dan luasnya emboli: - Rontgen dada - Skening ventilasi/perfusi paru - Angiogram paru. Pemeriksaan untuk trombosis vena dalam (sebagai penyebab tersering): USG Doppler pada aliran darah anggota gerak Venografi tungkai Pletsimografi tungkai. PENGOBATAN y Pengobatan emboli paru dimulai dengan pemberian oksigen dan obat pereda nyeri. y Oksigen diberikan untuk mempertahankan konsentrasi oksigen yang normal. y Terapi antikoagulan diberikan untuk mencegah pembentukan bekuan lebih lanjut dan memungkinkan tubuh untuk secara lebih cepat menyerap kembali bekuan yang sudah ada.

y

Terapi antikoagulan terdiri dari heparin (diberikan melalui infus), kemudian dilanjutkan dengan pemberian warfarin per-oral (melalui mulut).

y

Heparin dan warfarin diberikan bersama selama 5-7 hari, sampai pemeriksaan darah menunjukkan adanya perbaikan.

y

Lamanya pemberian antikoagulan (anti pembekuan darah) tergantung dari keadaan penderita.

y

Jika emboli paru disebabkan oleh faktor predisposisi sementara, (misalnya pembedahan), pengobatan diteruskan selama 2-3 bulan.

y

Jika penyebabnya adalah masalah jangka panjang, pengobatan diteruskan selama 3-6 bulan, tapi kadang diteruskan sampai batas yang tidak tentu.

y

Pada saat menjalani terapi warfarin, darah harus diperiksa secara rutin untuk mengetahui apakah perlu dilakukan penyesuaian dosis warfarin atau tidak.

y

Penderita dengan resiko meninggal karena emboli paru, bisa memperoleh manfaat dari 2 jenis terapi lainnya, yaitu terapi trombolitik dan pembedahan.

y

Terapi trombolitik (obat yang memecah gumpalan) bisa berupa streptokinase, urokinase atau aktivator plasminogen jaringan.

Tetapi obat-obatan ini tidak dapat diberikan kepada penderita yang: - telah menjalani pembedahan 10 hari sebelumnya - wanita hamil - menderita stroke - mempunyai bakat untuk mengalami perdarahan yang hebat. Pada emboli paru yang berat atau pada penderita yang memiliki resiko tinggi mengalami kekambuhan, mungkin perlu dilakukan pembedahan, yaitu biasanya dilakukan embolektomi paru (pemindahan embolus dari arteri pulmonalis). Jika tidak bisa diberikan terapi antikoagulan, maka dipasang penyaring pada vena kava inferior. Alat ini dipasang pada vena sentral utama di perut, yang dirancang untuk menghalangi bekuan yang besar agar tidak dapat masuk ke dalam pembuluh darah paru.

PROGNOSIS Sulit untuk menentukan prognosis dari emboli paru, karena banyak kasus yang tidak terdiagnosis. Prognosisnya seringkali berhubungan dengan penyakit yang mendasarinya (misalnya kanker, pembedahan, trauma dan lain-lain). Pada emboli paru yang berat, dimana telah terjadi syok dan gagal jantung, maka angka kematiannya bisa mencapai lebih dari 50%. PENCEGAHAN Pada orang-orang yang memiliki resiko menderita emboli paru, dilakukan berbagai usaha untuk mencegah pembentukan gumpalan darah di dalam vena. Untuk penderita yang baru menjalani pembedahan (terutama orang tua), disarankan untuk: menggunakan stoking elastis melakukan latihan kaki bangun dari tempat tidur dan bergerak aktif sesegera mungkin untuk mengurangi kemungkinan terjadinya pembentukan gumpalan. Stoking kaki dirancang untuk mempertahankan aliran darah, mengurangi kemungkinan pembentukan gumpalan, sehingga menurunkan resiko emboli paru. Terapi yang paling banyak digunakan untuk mengurangi pembentukan gumpalan pada vena tungkai setelah pembedahan adalah heparin. Dosis kecil disuntikkan tepat dibawah kulit sebelum operasi dan selama 7 hari setelah operasi. Heparin bisa menyebabkan perdarahan dan memperlambat penyembuhan, sehingga hanya diberikan kepada orang yang memiliki resiko tinggi mengalami pembentukan gumpalan, yaitu: penderita gagal jantung atau syok penyakit paru menahun kegemukan sebelumnya sudah mempunyai gumpalan. Heparin tidak digunakan pada operasi tulang belakang atau otak karena bahaya perdarahan pada daerah ini lebih besar.

Kepada pasien rawat inap yang mempunyai resiko tinggi menderita emboli paru bisa diberikan heparin dosis kecil meskipun tidak akan menjalani pembedahan. Dekstran yang harus diberikan melalui infus, juga membantu mencegah pembentukan gumpalan. Seperti halnya heparin, dekstran juga bisa menyebabkan perdarahan. Pada pembedahan tertentu yang dapat menyebabkan terbentuknya gumpalan, (misalnya pembedahan patah tulang panggul atau pembedahan untuk

memperbaiki posisi sendi), bisa diberikan warfarin per-oral. Terapi ini bisa dilanjutkan untuk beberapa minggu atau bulan setelah pembedahan

1.3

Iskemi

Suatu keadaan kekurangan oksigen yang bersifat sementara dan reversibel. Penurunan suplai oksigen akan meningkatkan mekanisme metabolisme

anaerobik. Iskemia yang lama dapat menyebabkan kematian otot atau nekrosis.K e a da a n n e kr os i s ya n g b er l a nj u t d a p a t me n y e b a b ka n k e ma t i a n ot ot j a nt u n g (infark miokard). Ventriekel kiri merupaka n ruang jantung yang paling rentanmengalami iskemia dan infark, hal ini disebabkan kebutuhan oksigen ventrikel kirilebih besar untuk berkontraksi. Metabolisme anaerobik sangat tidak efektif selainener gi yang dihasilkan tida k cukup besar juga meningkatkan pembentukan asamlaktat yang dapat menurunkan PH sel (asidosis). Iskemia secara khas ditandaiperubahan EKG: T inversi, dan depresi segmen ST.G a b u n ga n ef e k hi p o k s i a ,

m e n u r u n n ya s u p l a i e n e r g i , s er t a a s i d os i s d a p a t dengan cepat mengganggu fungsi ventrikel kiri. Kekuata n kontraksi s er a b u t pada

da erahya n g t er s e r a n g me n g a l a m i ga n g g u a n,

ot o t n y a

m e me n d e k, s er t a d a ya kecepatannya menurun. Perubahan kontraksi ini dapat menyebakan penuruna ncurah jantung. Iskemia dapat menyebabkan nyeri sebagai akibat penimbunan asam laktat yang berlebihan. Angina pekt oris merupa kan nyeri dada yang menyertaiiskemia

miokardium.Angina pektoris dapat dibagi: angina pektoris stabil (stabl e

angina), anginapektoris tidak stabil (unstable angina), angina variant (angina prinzmetal) Daftar pustaka Price, Sylvia Anderson.2005.Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta:EGC Tambayong. Jan. 2000. Patofisiologi untuk Keperawatan.Jakarta:EGC

Anggota kelompok yang paling banyak bekerja :Arum C. Intani (092310101003) Anggota kelompok yang paling sedikit bekerja : Surahmah (072310101004)