21
Jurnal Morality, Volume 2, Nomor 2 Desember 2015 GANTI RUGI DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM Dekie GG Kasenda GANTI RUGI DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM Oleh : Dekie GG Kasenda Dosen STIH Tambun Bungai Palangka Raya E-mail : [email protected] Abstrak : Paradigma ganti rugi cenderung bermakna bahwa pemegang hak atas tanah itu sudah mengalami kerugian sebelum pelepasan tanahnya untuk kepentingan umum. Keppres Nomor 55 Tahun 1993, Perpres Nomor 36 Tahun 2005 dan Perpres Nomor 65 Tahun 2006 mengandung banyak kelemahan dan bersifat represif yang merugikan pemilik hak atas tanah. Beberapa kasus pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum menunjukkan bahwa telah timbul berbagai persoalan dalam pelaksanaannya. Mengingat kelemahan-kelemahan dalam peraturan perundang- undangan terdahulu yang berkaitan dengan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum, maka dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012, pemerintah mencoba untuk memperbaiki kekurangan tersebut. Ganti Rugi Pengadaan Tanah Untuk kepentingan umum sejak lahirnya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012, penilaian besarnya nilai ganti kerugian oleh pemerintah dilakukan bidang per bidang tanah meliputi Tanah, ruang atas tanah dan bawah tanah, bangunan, tanaman, benda yang berkaitan dengan tanah; dan/atau kerugian lain yang dapat dinilai. Nilai ganti kerugian berdasarkan hasil Penilai, menjadi dasar musyawarah penetap kerugian. Pemberian ganti kerugian dapat diberikan dalam bentuk uang, Tanah pengganti, permukiman kembali, kepemilikan saham; atau bentuk lain yang disetujui oleh kedua belah pihak. Dalam hal tidak terjadi kesepakatan mengenai bentuk dan/ atau besarnya ganti kerugian, pihak yang berhak dapat mengajukan keberatan kepada pengadilan paling lama 14 (empat belas) hari kerja setelah musyawarah penetapan ganti kerugian. Pengadilan Negeri memutus bentuk dan/ atau besarnya ganti kerugian dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diterimanya pengajuan keberatan. Sebagai pertimbangan dalam memutus putusan atas besaran ganti kerugian, pihak yang berkepentingan dapat menghadirkan saksi ahli di bidang penilaian untuk didengar pendapatnya sebagai pembanding atas penilaian ganti kerugian. Kata kunci : Ganti rugi, pengadaan tanah, kepentingan umum LATAR BELAKANG MASALAH Tanah merupakan kebutuhan dasar manusia. Sejak lahir sampai meninggal dunia, manusia membutuhkan tanah untuk tempat hidupnya. Secara kosmologis, tanah adalah tempat manusia tinggal, tempat dari mana mereka berasal, dan akan ke mana mereka pergi. Dalam hal ini, tanah mempunyai dimensi ekonomi, sosial, kultural, dan politik. 1 Terkait kepemilikan atas tanah, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 1 Bernard Limbong, Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan, Margaretha Pustaka, Jakarta, 2011, Hal.3

GANTI RUGI DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM

  • Upload
    others

  • View
    18

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: GANTI RUGI DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM

Jurnal Morality, Volume 2, Nomor 2 Desember 2015

GANTI RUGI DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM

Dekie GG Kasenda

GANTI RUGI DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK

KEPENTINGAN UMUM

Oleh : Dekie GG Kasenda

Dosen STIH Tambun Bungai Palangka Raya

E-mail : [email protected]

Abstrak : Paradigma ganti rugi cenderung bermakna bahwa pemegang hak atas tanah

itu sudah mengalami kerugian sebelum pelepasan tanahnya untuk kepentingan umum.

Keppres Nomor 55 Tahun 1993, Perpres Nomor 36 Tahun 2005 dan Perpres Nomor

65 Tahun 2006 mengandung banyak kelemahan dan bersifat represif yang merugikan

pemilik hak atas tanah. Beberapa kasus pengadaan tanah bagi pembangunan untuk

kepentingan umum menunjukkan bahwa telah timbul berbagai persoalan dalam

pelaksanaannya. Mengingat kelemahan-kelemahan dalam peraturan perundang-

undangan terdahulu yang berkaitan dengan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk

kepentingan umum, maka dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012,

pemerintah mencoba untuk memperbaiki kekurangan tersebut. Ganti Rugi Pengadaan

Tanah Untuk kepentingan umum sejak lahirnya Undang-Undang Nomor 2 Tahun

2012, penilaian besarnya nilai ganti kerugian oleh pemerintah dilakukan bidang per

bidang tanah meliputi Tanah, ruang atas tanah dan bawah tanah, bangunan, tanaman,

benda yang berkaitan dengan tanah; dan/atau kerugian lain yang dapat dinilai. Nilai

ganti kerugian berdasarkan hasil Penilai, menjadi dasar musyawarah penetap

kerugian. Pemberian ganti kerugian dapat diberikan dalam bentuk uang, Tanah

pengganti, permukiman kembali, kepemilikan saham; atau bentuk lain yang disetujui

oleh kedua belah pihak. Dalam hal tidak terjadi kesepakatan mengenai bentuk dan/

atau besarnya ganti kerugian, pihak yang berhak dapat mengajukan keberatan kepada

pengadilan paling lama 14 (empat belas) hari kerja setelah musyawarah penetapan

ganti kerugian. Pengadilan Negeri memutus bentuk dan/ atau besarnya ganti kerugian

dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diterimanya pengajuan

keberatan. Sebagai pertimbangan dalam memutus putusan atas besaran ganti

kerugian, pihak yang berkepentingan dapat menghadirkan saksi ahli di bidang

penilaian untuk didengar pendapatnya sebagai pembanding atas penilaian ganti

kerugian.

Kata kunci : Ganti rugi, pengadaan tanah, kepentingan umum

LATAR BELAKANG MASALAH

Tanah merupakan kebutuhan

dasar manusia. Sejak lahir sampai

meninggal dunia, manusia

membutuhkan tanah untuk tempat

hidupnya. Secara kosmologis, tanah

adalah tempat manusia tinggal, tempat

dari mana mereka berasal, dan akan ke

mana mereka pergi. Dalam hal ini,

tanah mempunyai dimensi ekonomi,

sosial, kultural, dan politik.1

Terkait kepemilikan atas tanah,

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960

1 Bernard Limbong, Pengadaan Tanah

Untuk Pembangunan, Margaretha Pustaka, Jakarta, 2011, Hal.3

Page 2: GANTI RUGI DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM

Jurnal Morality, Volume 2, Nomor 2 Desember 2015

GANTI RUGI DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM

Dekie GG Kasenda

tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok

Agraria (UUPA) menyatakan dengan

tegas tentang hak individu kepemilikan

hak atas tanah. Meski demikian, tanah

juga memiliki fungsi sosial. Berkaitan

dengan fungsi tanah, Pasal 6 Undang-

Undang Pokok Agraria menegaskan

bahwa walaupun manusia dengan

tanah bersifat abadi selaku pemilik

tanah, tidak berarti pemilik tanah boleh

semena-mena menggunakan haknya,

tanpa memperhatikan kepentingan

orang lain. Dalam konteks pengadaan

tanah untuk pembangunan bagi

kepentingan umum, hak milik atas

tanah bisa dicabut justru karena tanah

memiliki fungsi sosial.

Pasal 33 ayat (3) Undang-

Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945 menyatakan

secara jelas bahwa bumi, air dan

kekayaan alam yang terdapat di

dalamnya dikuasai oleh negara, dan

dipergunakan sebesar-besarnya bagi

kemakmuran rakyat. Hal ini jelas

mengandung amanat konstitusional

yang sangat mendasar, yaitu bahwa

pemanfaatan dan penggunaan tanah

harus dapat mendatangkan

kesejahteraan yang sebesar-besarnya

bagi seluruh rakyat Indonesia. Hal ini

berarti bahwa setiap hak atas tanah

dituntut kepastian mengenai subyek,

obyek, serta pelaksanaan kewenangan

haknya. 2

Yang dimaksud dikuasai oleh

negara adalah bahwa negara diberi

wewenang untuk : (1) Mengatur dan

menyelenggarakan peruntukkan

penggunaan, persediaan, dan

pemeliharaannya; (2) Menentukan dan

menetapkan hak-hak yang dapat

dimiliki, yaitu bumi, air, dan ruang

angkasa sesuai ketentuan yang berlaku;

(3) Mengatur dan menetapkan

lembaga-lembaga hukum tentang

bumi, air, dan ruang angkasa.3

Dalam rangka meningkatkan

kualitas hidup manusia (mewujudkan

kesejahteraan rakyat), maka

pembangunan merupakan sebuah

keniscayaan. Untuk melaksanakan

pembangunan, pemerintah

memerlukan tanah sebagai tempat

kegiatan proyek yang akan dibangun.

Pemerintah mempunyai kewajiban

menyediakan tanah yang diperlukan

untuk pembangunan, antara lain dari

tanah negara yang tidak dikuasai oleh

rakyat ataupun dengan menyediakan

bank tanah bagi kepentingan

pembangunan. Namun fakta

menunjukkan pemerintah tidak mampu

2 Rusmadi Murad, Menyingkap Tabir

Masalah Pertanahan, Mandar Maju, Bandung,

2007, Hal 75. 3 Bernhard Limbong, Op.Cit, Hal. 5

Page 3: GANTI RUGI DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM

Jurnal Morality, Volume 2, Nomor 2 Desember 2015

GANTI RUGI DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM

Dekie GG Kasenda

memenuhi penyediaan tanah untuk

memenuhi semua kebutuhan

pembangunan sehingga banyak proyek

pembangunan yang dilakukan harus

mengambil tanah rakyat. 4

Seiring dengan tuntutan

perkembangan, keperluan tanah untuk

pembangunan, baik yang dilakukan

oleh pemerintah ataupun oleh swasta,

semakin meningkat pesat. Kondisi ini

diperparah dengan laju pertumbuhan

penduduk Indonesia yang cepat dan

juga meningkatnya kebutuhan

penduduk, yang tidak mampu

diimbangi dengan suplai tanah karena

tanah yang tersedia tidak berubah.

Kondisi ini menimbulkan konsekuensi

yang sangat serius terhadap pola

hubungan antara tanah dengan

manusia, dan hubungan antara manusia

dengan manusia yang berobyek tanah.

5

Konflik pertanahan menjadi isu

nasional karena jumlahnya yang tinggi

dan banyaknya kendala dalam

penyelesaiannya. Konflik pertanahan

yang rumit dan tak kunjung mereda

dewasa ini disebabkan oleh kelemahan

regulasi dan adanya kesalahan

penerapan hukum pertanahan sehingga

4 Ibid., Hal. 6 5 Suryanto dkk, Studi Identifikasi dan

Inventarisasi Masalah Pertanahan, BPN

Bekerjasama dengan Lembaga Penelitian Universitas Airlangga, Surabaya, 2001, Hal. 2

dalam pelaksanaannya kepentingan

pemegang hak atas tanah tidak

terlindungi dengan pasti. Tidak adanya

stabilitas politik dan otoritas

pemerintah yang sangat tinggi juga

menyebakan masalah agraria

terabaikan. 6

Tidak mengherankan

jika gagasan reformasi hukum agraria

semakin gencar dibicarakan oleh

banyak pihak sebagai jalan penyaluran

dari konflik agraria yang mencuat ke

permukakan dalam kurun tiga dekade

terakhir. 7

Pengadaan tanah untuk

kepentingan pembangunan

sesungguhnya memiliki sejarah yang

panjang karena telah ada sejak zaman

kolonial yang dikenal dengan istilah

Onteiening. Dasar hukum pengadaan

tanah untuk kepentingan umum adalah

Peraturan Menteri Dalam Negeri

Nomor 15 Tahun 1976, Keputusan

Presiden Nomor 55 Tahun 1993,

Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun

1995, Peraturan Presiden Nomor 65

Tahun 2006. Peraturan–peraturan

tersebut kemudian dicabut setelah

diundangkannya Undang-Undang

Nomor 2 Tahun 2012 tentang

Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan

Untuk Kepentingan Umum.

6 Bernhard Limbong, Op.Cit., Hal. 6 7 Ibid.

Page 4: GANTI RUGI DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM

Jurnal Morality, Volume 2, Nomor 2 Desember 2015

GANTI RUGI DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM

Dekie GG Kasenda

Pasal 1 angka (2) Undang-

Undang Nomor 2 Tahun 2012,

menyebutkan bahwa :

“Pengadaan tanah adalah

kegiatan menyediakan tanah

dengan cara memberi ganti

kerugian yang layak dan adil

kepada pihak yang berhak.”

Lebih lanjut dalam Pasal 1 angka (6)

disebutkan bahwa :

“Kepentingan umum adalah

kepentingan bangsa, Negara,

dan masyarakat yang harus

diwujudkan oleh pemerintah

dan digunakan sebesar-

besarnya untuk kemakmuran

rakyat.”

Pasal 1 angka (10) menyebutkan

bahwa:

“Ganti kerugian adalah

penggantian yang layak dan

adil kepada pihak

yang berhak dalam proses

pengadaan tanah.”

Terminologi pengadaan tanah

sesungguhnya tidak dikenal dalam

Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960,

karena berdasarkan Pasal 27, Pasal 34

serta Pasal 40 UUPA mengenai

berakhirnya hak milik atas tanah hanya

dikenal perbuatan hukum pelepasan

hak atas tanah dan penyerahan hak atas

tanah.Di samping itu berdasarkan Pasal

18 UUPA dikenal pula perbuatan

hukum pencabutan hak atas tanah.

Perbuatan pelepasan hak atas tanah

dilakukan bilamana subjek hak atas

tanah mendapatkan permintaan dari

negara yang dilakukan oleh

pemerintah/pemerintah daerah yang

menghendaki hak atas tanah untuk

kegiatan pembangunan bagi

kepentingan umum (public interest)

berdasarkan ketentuan Pasal 6 bahwa

semua hak atas tanah berfungsi sosial.

Sedangkan penyerahan hak atas tanah

terjadi bilamana hak atas tanah selain

hak milik diserahkan oleh subjek

haknya kepada negara (pemerintah)

sebelum jangka waktunya berakhir

karena ketentuan Pasal 6 pula.8

Implikasi hukum terkait dengan

perbuatan hukum pelepasan hak atas

tanah maupun pelepasan hak atas tanah

sama yakni hapusnya hak atas tanah

dari subjek hukum yang bersangkutan

dan status hukum objek tanahnya

menjadi tanah yang dikuasai oleh

negara sebagaimana diatur Pasal 2

juncto Pasal 4 UUPA. Hal terpenting

dari aktivitas atau perbuatan hukum

pengadaan tanah untuk kepentingan

8 Imam Koeswahyono, Mengkritisi

Undang-Undang Pengadaan Tanah Nomor 2 Tahun

2012 dan Implikasi Sosialnya, Varia Peradilan, Majalah Hukum Tahun XXVII No. 319 Juni 2012,

Jakarta, Hal. 100.

Page 5: GANTI RUGI DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM

Jurnal Morality, Volume 2, Nomor 2 Desember 2015

GANTI RUGI DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM

Dekie GG Kasenda

pembangunan adalah keperluan

tanah dari pemerintah (atas nama

negara) untuk aktivitas atau kegiatan

yang bersifat kepentingan umum

dimana tidak tersedia tanah yang

dikuasai oleh negara, sehingga

pemerintah atas nama negara harus

melakukan kebijakan untuk mengambil

tanah hak. Dalam perspektif yuridis,

tindakan pemerintah harus berpijak

pada dasar konstitusional yakni Pasal

33 Ayat (3) UUD 1945 dan Pasal 28 H

Ayat (4) yang menyatakan bahwa

setiap orang berhak mempunyai hak

milik pribadi dan hak milik tersebut

tidak boleh diambil alih secara

sewenang-wenang oleh siapapun”. 9

Dalam konteks pengadaan

tanah bagi pelaksanaan pembangunan

untuk kepentingan umum, banyak

persoalan yang muncul akibat

kelemahan regulasi. Di satu sisi, wujud

peraturan yang ada sebelumnya tidak

berbentuk undang-undang. Di sisi lain,

aspek material dari semua regulasi

yang ada, kurang memadai sehingga

berpotensi menimbulkan masalah.

Persoalan-persoalan yang muncul

dalam kegiatan pengadaan tanah lebih

disebabkan oleh ketentuan perundang-

9 Imam Koeswahyono, Melacak Dasar

Konstitusional Pengadaan Tanah Untuk

Kepentingan Pembangunan Bagi Umum, Jurnal

Konstitusi PPK-FH Universitas Brawijaya, Vol. I No. 1 Agustus 2008, Hal. 34-36.

undangan di bidang pertanahan yang

tidak memberikan perlindungan bagi

pemegang hak atas tanah. Khususnya

yang menyangkut aspek ganti rugi,

regulasi yang ada belum secara konkret

menjamin kehidupan pemegang hak

atas tanah memperoleh kehidupan

yang lebih baik dibandingkan

sebelumnya. Fakta menunjukkan

bahwa terjadi proses pemiskinan

terhadap pemegang hak atas tanah

dalam setiap proyek pembangunan

untuk kepentingan umum. Hal ini

disebabkan karena regulasi maupun

pelaksanaannya di lapangan masih

jauh dari ideal, baik secara yuridis,

sosiologis, maupun filosofis. 10

Meskipun pengadaan tanah

bagi pembangunan untuk kepentingan

umum saat ini telah diatur dalam

bentuk undang-undang yaitu Undang-

Undang Nomor 2 tahun 2012, masih

menimbulkan pro dan kontra di

masyarakat. Salah satu diantara

pendapat yang menolak adalah Idham

Arsyad yang intinya menyatakan

pembahasan UU PTUP ini sebaiknya

ditunda sampai penataan struktur

agraria dilakukan dengan mendorong

pelaksanaan reformasi agraria.

Sebelumnya harian kompas juga

mewartakan bahwa UU PTUP

10 Bernhard, Op.Cit., Hal. 8-9

Page 6: GANTI RUGI DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM

Jurnal Morality, Volume 2, Nomor 2 Desember 2015

GANTI RUGI DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM

Dekie GG Kasenda

merupakan ancaman hak atas tanah

karena rawan diselewengkan untuk

kepentingan bisnis justru

meminggirkan akses public terhadap

hasil pembangunan, sehingga dinilai

tidak berpihak kepada masyarakat.11

Pengertiann dan Dasar Hukum

Pengadaan Tanah Untuk

Kepentingan Umum

Saat ini kebutuhan tanah

sebagai capital asset semakin

meningkat sehubungan semakin

intensifnya kegiatan pembangunan.

Sebagaimana diketahui bahwa kegiatan

pembangunan terutama pembangunan

di bidang fisik baik di kota maupun di

desa tentu saja banyak memerlukan

tanah sebagai tempat penampungan

kegiatan pembangunan tersebut.

Kebutuhan akan tersedianya

tanah untuk keperluan pembangunan

tersebut memberi peluang terjadinya

pengambil alihan tanah untuk berbagai

proyek, baik untuk kepentingan

negara/kepentingan umum maupun

untuk kepentingan bisnis, dalam skala

besar maupun kecil. Mengingat tanah

negara yang tersedia sudah tidak

memadai lagi jumlahnya, maka untuk

mendukung berbagai kepentingan

11 Idham Arsyad, Sesat Pikir RUU

Pengadaan Tanah, Kompas, Jumat, 18 Maret 2011,

Hal. 6

tersebut di atas yang menjadi obyeknya

adalah tanah-tanah hak, baik yang

dipunyai oleh perorangan, badan

hukum, maupun masyarakat adat.

Namun permasalahannya

muncul berkenaan dengan ketersediaan

tanah untuk pembangunan. Benturan-

benturan kepentingan terjadi manakala

di satu sisi pembangunan sangat

memerlukan tanah sebagai sarana

utamanya, sedangkan di sisi lain

sebagian besar dari warga masyarakat

juga memerlukan tanah sebagai tempat

pemukiman dan tempat mata

pencahariannya. Situasi paradoks pun

tidak terhindarkan. Paradoknya adalah

bahwa manakala tanah tersebut

diambil begitu saja dan dipergunakan

untuk keperluan pembangunan, maka

jelas hak asasi warga masyarakat

dikorbankan padahal kita menganut

prinsip rule of law yang menjamin

perlindungan hak asasi manusia.

Sebaliknya, manakala kita menjunjung

prinsip rule of law, tentu saja usaha

pembangunan akan terhambat.

Untuk itu pemerintah telah

mengeluarkan kebijakan agar

pembangunan tetap dapat terpelihara,

khususnya pembangunan berbagai

fasilitas untuk kepentinggan umum

yang memerlukan tanah. Kebijakan

hukum dari pemerintah untuk

Page 7: GANTI RUGI DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM

Jurnal Morality, Volume 2, Nomor 2 Desember 2015

GANTI RUGI DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM

Dekie GG Kasenda

memperoleh tanah tersebut terlaksana

melalui pengadaan tanah. Landasan

yuridis bagi pengadaan tanah untuk

kepentingan umum di Indonesia

mengacu pada ketentuan dalam Pasal

18 UUPA yang berbunyi :

“Untuk kepentingan umum,

termasuk kepentingan bangsa

dan negara serta kepentingan

bersama dari rakyat, hak-hak

atas tanah dapat dicabut,

dengan memberi ganti kerugian

yang layak dan menurut cara

yang diatur dengan Undang-

Undang”.

Ketentuan tersebut tidak

menganulasi ketentuan pada pasal

sebelumnya yakni dalam Pasal 4 ayat

(1) dan Pasal 9 ayat (2) UUPA yang

membolehkan dan menungkinkan

penguasaan dan penggunaaan tanah

secara individual. Lebih lanjut

ketentuan Pasal 21, 29, 36, 42 dan 45

UUPA yang berisikan persyaratan

pemegang hak atas tanah juga

menunjukkan prinsip penguasaan dan

penggunaan tanah secara individu.

Namun demikian, hak-hak atas

tanah yang individu dan bersifat

pribadi tersebut dalam dirinya

terkandung unsur kebersamaan. Hal ini

terkait semua hak atas tanah secara

langsung ataupun tidak langsung

bersumber pada hak bangsa yang

merupakan hak bersama. Sifat pribadi

hak-hak atas tanah yang sekaligus

mengandung unsur kebersamaan itu

dipertegas dalam Pasal 6 UUPA yang

mana semua hak atas tanah

mempunyai fungsi sosial. Memang

salah satu persoalan yang masih

dihadapi sehubungan dengan

pelaksanaan kepentingan umum adalah

menentukan titik keseimbangan antara

kepentingan umum dan kepentingan

pribadi di dalam pembangunan.

Dalam praktiknya, dikenal 2

(dua) jenis pengadaan tanah, pertama

pengadaan tanah oleh pemerintah

untuk kepentingan umum dan kedua

pengadaan tanah untuk kepentingan

swasta yang meliputi kepentingan

komersial dan bukan komersial atau

sosial.

Menurut Pasal 1 angka 1

Keppres Nomor 55 Tahun 1993 yang

dimaksud dengan pengadaan tanah

adalah :

“Setiap kegiatan untuk

mendapatkan tanah dengan cara

memberikan ganti kerugian

kepada yang berhak atas tanah

tersebut”.

Artinya, pengadaan tanah dilakukan

dengan cara memberikan ganti

kerugian kepada yang berhak atas

Page 8: GANTI RUGI DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM

Jurnal Morality, Volume 2, Nomor 2 Desember 2015

GANTI RUGI DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM

Dekie GG Kasenda

tanah tersebut, tidak dengan cara lain

selain pemberian ganti kerugian.

Dalam Perpres Nomor 36

Tahun 2005 Pasal 1 angka 3 dijelaskan

bahwa :

“Pengadaan tanah adalah setiap

kegiatan untuk mendapatkan

tanah dengan cara memberikan

ganti kerugian kepada yang

melepaskan atau menyerahkan

tanah, bangunan, tanaman dan

benda-benda yang berkaitan

dengan tanah atau dengan

pencabutan hak atas tanah”.

Pengadaan tanah menurut Perpres

Nomor 36 tahun 2005 dapat dilakukan

selain dengan memberikan ganti

kerugian juga dimungkinkan untuk

dapat dilakukan dengan cara pelepasan

hak dan pencabutan hak atas tanah.

Sedangkan menurut Pasal 1

angka 3 Perpres Nomor 65 Tahun

2006, yang dimaksud dengan

pengadaan tanah adalah :

“ Setiap kegiatan untuk

mendapatkan tanah dengna cara

memberikan ganti kerugian

kepada yang melepaskan atau

menyerahkan tanah, bangunan,

tanaman dan benda-benda

berkaitan dengan tanah”.

Pengadaan tanah menurut Perpres

Nomor 65 Tahun 2006 selain dengan

memberikan ganti kerugian juga

dimungkinkan untuk dapat dilakukan

dengan cara pelepasan hak.

Sementara itu Undang-Undang

Nomor 2 Tahun 2012 tentang

Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan

Untuk Kepentingan Umum, dalam

Pasal 1 angka 2 disebutkan bahwa :

“ Pengadaan tanah adalah

kegiatan menyediakan tanah

dengan cara memberi ganti

kerugian yang layak dan adil

kepada pihak yang berhak”.

Artinya, bahwa dalam UU Nomor 2

tahun 2012 pengadaan tanah dibatasi

sebagai kegiatan untuk memperoleh

tanah dengan cara ganti rugi kepada

pihak yang terkena pengadaan tanah

untuk kegiatan pembangunan bagi

kepentingan umum.

Prosedur Pengadaan Tanah Untuk

Kepentingan Umum

Menurut Keppres Nomor 55

Tahun 1993, ada dua macam cara

pengadaan tanah, yakni pelepasan

atau penyerahan hak atas tanah

dan jual beli, tukar menukar dan cara

lain yang disepakati oleh para pihak

yang bersangkutan. Kedua cara

tersebut termasuk kategori pengadaan

tanah secara sukarela. Umumnya cara

yang pertama dilakukan untuk

Page 9: GANTI RUGI DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM

Jurnal Morality, Volume 2, Nomor 2 Desember 2015

GANTI RUGI DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM

Dekie GG Kasenda

pengadaan tanah bagi pelaksanaan

pembangunan yang dilaksanakan untuk

kepentingan umum, sedangkan cara

kedua dilaksanakan untuk pengadaan

tanah untuk kepentingan umum yang

memerlukan tanah yang luasnya tidak

lebih dari 1 (satu) hektar, dan

pengadaan tanah selain untuk

kepentingan umum.

Pengadaan tanah untuk

kepentingan umum juga dilakukan

dengan bantuan panitia pengadaan

tanah dan melalui musyawarah guna

mencapai kesepakatan mengenai

penyerahan tanahnya dan bentuk serta

besarnya imbalan/ganti kerugian.

Dalam Perpres Nomor 36

Tahun 2005 ada sedikit perbedaan

dalam tata cara pengadaan tanah. Ada

tiga cara yang digunakan dalam

pelaksanaan pengadaan tanah yaitu :

(1) Pelepasan atau penyerahan hak

atas tanah; (2) Pencabutan hak atas

tanah; (3) Jual beli, tukar menukar,

atau cara lain yang disepakati secara

sukarela oleh pihak-pihak yang

bersangkutan.12

Pengadaan tanah untuk

kepentingan umum oleh Pemerintah

atau Pemerintah Daerah dilasanakan

dengan cara pelepasan atau penyerahan

hak atas tanah dan pencabutan hak atas

12 Ibid.

tanah. Sedangkan pengadaan tanah

selain pelaksanaan pembangunan

untuk kepentingan umum atau

pengadaan tanah untuk swasta

dilakukan dengan cara jual beli, tukar

menukar, atau cara lain yang

disepakati secara sukarela oleh pihak-

pihak yang terkait.

Perpres Nomor 65 Tahun 2006

mengutarakan bahwa pengadaan tanah

bagi pelaksanaan pembangunan untuk

kepentingan umum oleh pemerintah

atau pemerintah daerah dilaksanakan

dengan cara pelepasan atau penyerahan

hak atas tanah atau pencabutan hak

atas tanah. Selanjutnya, dijelaskan

bahwa pengadaan tanah selain bagi

pelaksanaan pembangunan untuk

kepentingan umum oleh pemerintah

atau pemerintah daerah dapat

dilakukan dengan cara jual beli, tukar

menukar, atau cara lain yang

disepakati secara sukarela oleh pihak-

pihak yang bersangkutan.

Pelaksanaan pengadaan tanah

bagi pembangunan untuk kepentingan

umum berdasarkan Undang-Undang

Nomor 2 Tahun 2012 hanya dilakukan

berdasarkan pelepasan atau penyerahan

hak atas tanah. Dalam Pasal 1 angka 9

UU Nomor 2 Tahun 2012 disebutkan

bahwa :

Page 10: GANTI RUGI DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM

Jurnal Morality, Volume 2, Nomor 2 Desember 2015

GANTI RUGI DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM

Dekie GG Kasenda

“Pelepasan hak adalah kegiatan

pemutusan hubungan hukum

dari pihak yang berhak kepada

negara melalui Lembaga

pertanahan”.

Menurut UU Nomor 2 tahun

2012, pengadaan tanah untuk

kepentingan umum diselenggarakan

melalui tahapan perencanaan,

persiapan, pelaksanaan dan penyerahan

hasil. Instansi yang memerlukan tanah

membuat perencanaan pengadaan

tanah untuk kepentingan umum

menurut ketentuan peraturan

perundang-undangan.

Perencanaan pengadaan tanah

untuk kepentingan umum didasarkan

atas Rencana Tata Ruang Wilayah dan

prioritas pembangunan yang tercantum

dalam Rencana pembvangunan Jangka

Menengah, Rencana Strategis,

Rencana Kerja Pemerintah Instansi

yang bersangkutan.

Perencanaan pengadaan tanah

untuk kepentingan umum disusun

dalam bentuk dokumen prencanaan

pengadaan tanah, yang paling sedikit

memuat : (1) Maksud dan tujuan

rencana pembangunan; (2) Kesesuaian

dengan Rencana Tata Ruang Wilayah

dan Rencana Penbangunan nasional

dan daerah; (3) Letak tanah; (4) Luas

tanah yang dibutuhkan; (5) Gambaran

umum status tanah; (6) Perkiraan

waktu pelaksanaan pengadaaan tanah;

(7) Perkiraan jangka waktu

pelaksanaan pembangunan; (8)

Perkiraan nilai tanah; dan (9) Rencana

penganggaran.13

Dokumen perencanaan

pengadaaan tanah disusun berdasarkan

studi kelayakan yang dilaksanakan

sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan dan ditetapkan

oleh Instansi yang memerlukan tanah

yang kemudian diserahkan kepada

pemerintah provinsi.

Tahap persiapan pengadaan

tanah dilakukan oleh instansi yang

memerlukan tanah bersama pemerintah

provinsi berdasarkan dokumen

prencanaan pengadaan tanah, berupa

pemberitahuan rencana pembangunan,

pendataan awal lokasi rencana

pembangunan dan konsultasi publik

rencana pembangunan.

Pemberitahuan rencana

pembangunan disampaikan kepada

masyarakat pada rencana lokasi

pembangunan untuk kepentingan

umum, baik langsung maupun tidak

langsung. Pendataan awal

dilaksanakan dalam waktu paling lama

30 (tiga puluh) hari kerja sejak

pemberitahuan rencana pembangunan.

13 Ibid.

Page 11: GANTI RUGI DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM

Jurnal Morality, Volume 2, Nomor 2 Desember 2015

GANTI RUGI DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM

Dekie GG Kasenda

Hasil pendataan awal lokasi rencana

pembangunan digunakan sebagai data

untuk pelaksanaan Konsultasi Publik

rencana pembangunan.

Konsultasi Publik rencana

pembangunan dilaksanakan untuk

mendapatkan kesepakatan lokasi

rencana pembangunan dari pihak yang

berhak. Konsultasi publik dilakukan

dengan melibatkan pihak yang berhak

dan masyarakat yang terkena dampak

serta dilaksanakan di tempat rencana

pembangunan kepentingan umum atau

di tempat yang disepakati. Pelibatan

pihak yang berhak dapat dilakukan

melalui perwakilan dengan surat kuasa

dari dan oleh pihak yang berhak atas

lokasi rencana pembangunan.

Kesepakatan dalam konsultasi publik

ini dituangkan dalam bentuk berita

acara kesepakatan. Atas dasar

kesepakatan, instansi yang

memerlukan tanah mengajukan

permohonan penetapan lokasi kepada

gubernur. Selanjutnya gubernur

menetapkan lokasi yang dimaksud

dalam waktu paling lama 14 (empat

belas) hari kerja terhitung sejak

diterimanya pengajuan permohonan

penetapan oleh instansi yang

memerlukan tanah.

Konsultasi publik rencana

pembangunan dilaksanakan dalam

waktu paling lama 60 (enam piluh)

hari kerja. Apabila sampai dengan

jangka waktu 60 (enam puluh) hari

kerja pelaksanaan Konsultasi Publik

rencana pembangunan terdapat pihak

yang kebertan mengenai rencana lokasi

pembangunan, dilaksanakan

Konsultasi Publik ulang dengan pihak

yang keberatan paling lama 30 (tiga

puluh) hari kerja. Apabila dalam

konsultasi publik ulang masih terdapat

pihak yang keberatan mengenai

rencana lokasi pembangunan, instansi

yang memerlukan tanah melaporkan

keberatan dimaksud kepada gubernur

setempat.

Gubernur membentuk tim

untuk melakukan atas keberatan

rencana lokasi pembangunan. Tim

tersebut terdiri atas : (1) Sekretaris

daerah provinsi atau pejabat yang

ditunjuk sebagai ketua merangkap

anggota; (2) Kepala kantor Wilayah

Badan pertanahan Nasional sebagai

sekretaris merangkap anggota; (3)

Instansi yang menangani urusan di

bidang peremcanaan pembangunan

daerah sebagai anggota; (4) Kepala

kantor Wilayah Kementerian Hukum

dan Hak Asasi Manusia sebagai

anggota; (5) Bupati/wali kota atau

pejabat yang ditunjuk sebagai anggota;

dan (6) Akademisi sebagai anggota.

Page 12: GANTI RUGI DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM

Jurnal Morality, Volume 2, Nomor 2 Desember 2015

GANTI RUGI DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM

Dekie GG Kasenda

Tim tersebut bertugas : (1)

Menginventarisasi masalah yang

menjadi alasan keberatan; (2)

Melakukan pertemuan atau kalrifikasi

dengan pihak yang keberatan; dan (3)

Membuat rekomendasi diterima atau

ditolaknya keberatan.

Hasil kajian tim berupa

rekomendasi diterima atau ditolaknya

keberatan rencana lokasi pembangunan

dalam waktu paling lambat 14 (empat

belas) hari kerja terhitung sejak

diterimanya permohonan oleh

gubernur. Gubernur berdasarkan

rekomendasi tim, mengeluarkan surat

diterima atau ditolaknya keberatan atas

rencana lokasi pembangunan. Dalam

hal ditolaknya keberatan atas rencana

lokasi pembangunan, gubernur

menetapkan lokasi pembangunan.

Dalam hal diterimanya keberatan atas

rencana lokasi dan pembangunan,

gubernur memberitahukan kepada

Instasi yang memerlukan tanah untuk

mengajukan rencana lokasi

pembangunan di tempat lain.

Dalam hal setelah penetapan

lokasi pembangunan, masih terdapat

keberatan, pihak yang berhak terhadap

penetapan lokasi dapat mengajukan

gugatan ke Pengadilan Tata Usaha

Negara setempat paling lambat 30 (tiga

puluh) hari kerja sejak dikeluarkannya

penetapan lokasi. Pengadilan Tata

Usaha Negara memutuskan diterima

atau ditolaknya gugatan, dalam waktu

paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja

sejak diterimanya gugatan.

Pihak yang keberatan terhadap

putusan Pengadilan Tata Usaha

Negara, dalam waktu paling lama 14

(empat belas) hari kerja dapat

mengajukan kasasi kepada Mahkamah

Agung Republik Indonesia. Mahkamah

Agung wajib memberikan putusan

dalam waktu paling lama 30 (tiga

puluh) hari kerja sejak permohonan

kasasi diterima. Putusan pengadilan

yang telah mempunyai kekuatan

hukum tetap menjadi dasar diteruskan

atau tidaknya Pengadaan Tanah bagi

pembangunan untuk Kepentingan

Umum.

Penetapan lokasi pembangunan

untuk kepentingan umum diberikan

dalam waktu 2 (dua) tahun dan dapat

diperpanjang paling lama 1 (satu)

tahun. Dalam hal jangka waktu

penetapan lokasi pembangunan untuk

kepentingan umum tidak terpenuhi,

penetapan lokasi pembangunan untuk

kepentingan umum dilaksanakan

proses ulang terhadap sisa tanah yang

belum selesai pengadaannya.

Gubernur bersama instansi

yang memerlukan tanah

Page 13: GANTI RUGI DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM

Jurnal Morality, Volume 2, Nomor 2 Desember 2015

GANTI RUGI DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM

Dekie GG Kasenda

mengumumkan penetapan lokai

pembangunan untuk kepentingan

umum. Pengumuman dimaksudkan

untuk pemberitahuan kepada

masyarakat bahwa di lokasi tersebut

akan dilaksanakan pembangunan untuk

kepentingan umum..

Berdasarkan penetapan lokasi

pembangunan untuk kepentingan

umum, instansi yang memerlukan

tanah mengajukan pelaksanaan

pengadan tanah kepada lembaga

Pertanahan. Pelaksanaan pengadaan

tanah meliputi : (1) Inventarisasi dan

identifikasi penguasaan, pemilikan,

penggunaan dan pemanfaatan tanah;

(2) Penilaian ganti kerugian; (3)

Musyawarah penetapan ganti kerugian;

(4) Pemberian ganti kerugian; dan (5)

Pelepasan tanah instansi.

Setelah penetapan lokasi

pembangunan untuk kepentingan

umum, pihak yang berhak hanya dapat

mengalihkan hak atas tanahnya kepada

instansi yang memerlukan tanah

melalui Lembaga Pertanahan.

Beralihnya hak tersebut dilakukan

dengan memberikan ganti kerugian

yang nilainya ditetapkan saat nilai

pengumuman penetapan lokasi.

Ganti Rugi Pengadaan Tanah Untuk

Kepentingan Umum

Paradigma ganti rugi cenderung

bermakna bahwa pemegang hak atas

tanah itu sudah mengalami kerugian

sebelum pelepasan tanahnya untuk

kepentingan umum. Hal ini berbeda

dengan kompensasi. Dalam paradigma

kompensasi, proyek pengadaan tanah

menjamin kehidupan yang lebih baik

dari sebelumnya, bukan proses

pemiskinan masyarakat. Dengan

demikian istilah yang tepat untuk

digunakan adalah kompensasi. Ganti

rugi itu identik dengan korban. Di sisi

lain, dalam pengadaan tanah tidak

perlu ada korban. Jika demikian,

berarti pembuat undang-undang pada

saat membuat undang-undang telah

mengasumsikan bahwa akan ada yang

menjadi korban pada saat pengadaan

tanah untuk kepentingan umum,

padahal itu tidak seharusnya terjadi.

Keppres Nomor 55 Tahun

1993, Perpres Nomor 36 Tahun 2005

dan Perpres Nomor 65 Tahun 2006

mengandung banyak kelemahan dan

bersifat represif yang merugikan

pemilik hak atas tanah. Ada beberapa

ketentuan yang menunjukkan semangat

represif tersebut : 14

14 Bernhard Limbong, Op.Cit., Hal.108-

109

Page 14: GANTI RUGI DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM

Jurnal Morality, Volume 2, Nomor 2 Desember 2015

GANTI RUGI DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM

Dekie GG Kasenda

1. Perhitungan Ganti Rugi. Tidak

adanya ketentuan bahwa

pemberian ganti rugi itu

menjamin kehidupan rakyat

yang kehilangan hak atas

tanahnya jadi lebih baik.

Bentuk ganti rugi yang diatur

hanya materiil, bahkan standar

nilai ganti rugi tanah hanya

berdasarkan NJOP, bukan

berdasarkan harga pasar.

2. Proses Pengadaan Tanah. Jika

waktu musyawarah yang

ditentukan melewati batas

maka pemegang hak atas tanah

tidak memiliki pilihan lain,

kecuali dipaksa menerima ganti

rugi yang ditetapkan. Bahkan,

hak pemilik tanah atas tanah

dapat dicabut.

3. Panitia Pengadaan Tanah

(P2T). P2T yang dibentuk

hanya mewakili pemerintah.

Panitia pengadaan tanah ini

dipastikan tak akan netral dan

obyektif dalam bernegosiasi

untuk pembebasan lahan. Tak

ada jaminan bahwa oknum

dalam panitia pengadaan tanah

ini bermain mata dengan

invenstor yang menyediakan

modal untuk pembebasan

lahan.

4. Pencabutan Hak atas Tanah.

Rakyat makin dilemahkan

dengan kehadiran peraturan

yang memberi kewenangan

kepada pemerintah untuk

mencabut hak rakyat atas tanah.

Ketentuan ini sangat represif

karena memaksa rakyat

menyerahkan tanahnya dengan

dalih untuk tidak menghambat

pembangunan untuk

kepentingan umum.

Beberapa kasus pengadaan

tanah bagi pembangunan untuk

kepentingan umum menunjukkan

bahwa telah timbul berbagai persoalan

dalam pelaksanaannya. Mengingat

kelemahan-kelemahan dalam peraturan

perundang-undangan terdahulu yang

berkaitan dengan pengadaan tanah bagi

pembangunan untuk kepentingan

umum, maka dengan lahirnya Undang-

Undang Nomor 2 Tahun 2012,

pemerintah mencoba untuk

memperbaiki kekurangan tersebut.

Pasal 1 angka 10 UU No, 2 Tahun

2012 memberikan pengertian

mengenai ganti kerugian yaitu “

penggantian yang layak dan adil

kepada pihak yang berhak dalam

proses pengadaan tanah”.

Hasil pengumuman atau

verifikasi dan perbaikan verifikasi

Page 15: GANTI RUGI DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM

Jurnal Morality, Volume 2, Nomor 2 Desember 2015

GANTI RUGI DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM

Dekie GG Kasenda

ditetapkan oleh Lembaga Pertanahan

dan selanjutnya menjadi dasar

penentuan pihak yang berhak dalam

pemberian ganti kerugian. Lembaga

pertanahan menetapkan Penilai sesuai

dengan peraturan perundang-

undangan. Lembaga Pertanahan

mengumumkan Penilai yang telah

ditetapkan untuk melaksanakan

penilaian Objek pengadaan Tanah.

Penilai yang ditetapkan wajib

bertanggung jawab terhadap penilaian

yang telah dilaksanakan. Pelanggaran

terhadap kewajiban Penilai dikenakan

sanksi adminstratif dan/atau pidana

ssuai dengan ketentuan perundang-

undangan.

Penilaian besarnya nilai ganti

krugian oleh pemerintah dilakukan

bidang per bidang tanah meliputi : (1)

Tanah; (2) Ruang atas tanah dan

bawah tanah; (3) Bangunan; (4)

Tanaman; (5) Benda yang berkaitan

dengan tanah; dan/atau (6) Kerugian

lain yang dapat dinilai. Yang

dimaksud dengan kerugian lain yang

dapat dinilai adalah kerugian non

fisik yang dapat disetarakan dengan

nilai uang, misalnya kerugian karena

kehilangan usaha atau pekerjaan,

biaya pemindahan tempat, biaya alih

profesi, dan nilai atas properti sisa.

Nilai ganti kerugian yang

dinilai oleh Penilai, merupakan nilai

pada saat pengumuman penetapan

lokasi pembangunan untuk

Kepentingan Umum. Besarnya nilai

ganti kerugian berdasarkan hasil

penilaian Penilai, disampaikan kepada

Lembaga Pertanahan dengan berita

acara. Nilai ganti kerugian berdasarkan

hasil Penilai, menjadi dasar

musyawarah penetap kerugian. Dalam

hal bidang tanah tertentu yang terkena

Pengadaan Tanah terdapat sisa yang

tidak lagi dapat difungsikan sesuai

dengan peruntukan dan

penggunaannya, Pihak yang berhak

dapat meminta penggantian secara

utuh atas bidang tanahnya. Yang

dimaksud dengan tidak lagi dapat

difungsikan adalah bidang tanah yang

tidak lagi dapat dipergunakan sesuai

dengan peruntukan dan penggunaan

semula, misalnya rumah hunian yang

terbagi sehingga sebagian lagi tidak

dapat digunakan sebagai rumah

hunian. Sehubungan dengan hal

tersebut, pihak yang

menguasai/memiliki tanah dapat

meminta ganti kerugian atas seluruh

tanahnya.

Pemberian Ganti Kerugian

dapat diberikan dalam bentuk: (1)

Uang; (2) Tanah pengganti; (3)

Page 16: GANTI RUGI DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM

Jurnal Morality, Volume 2, Nomor 2 Desember 2015

GANTI RUGI DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM

Dekie GG Kasenda

Permukiman kembali; (4) Kepemilikan

saham; atau (5) Bentuk lain yang

disetujui oleh kedua belah pihak. Yang

dimaksud dengan permukiman kembali

adalah proses kegiatan penyediaan

tanah pengganti kepada pihak yang

berhak ke lokasi lain sesuai dengan

kesepakatan dalam proses pengadaan

tanah. Sementara itu yang dimaksud

dengan bentuk ganti kerugian melalui

kepemilikan saham adalah penyertaan

saham dalam kegiatan pembangunan

untuk kepentingan umum terkait

dan/atau pengelolaannya yang didasari

kesepakatan antar pihak. Bentuk lain

yang disetujui oleh kedua belah pihak

misalnya gabungan dari 2 (dua) atau

lebih bentuk ganti kerugian.

Lembaga Pertanahan

melakukan musyawarah dengan pihak

yang berhak dalam waktu paling lama

30 (tiga puluh) hari kerja sejak hasil

penilaian dari Penilai disampaikan

kepada Lembaga Pertahanan untuk

menetapkan bentuk dan/ atau besarnya

ganti kerugian. Hasil kesepakatan

dalam musyawarah, menjadi dasar

pemberian ganti kerugian kepada pihak

yang berhak yang dimuat dalam berita

acara kesepakatan.

Dalam hal tidak terjadi

kesepakatan mengenai bentuk dan/

atau besarnya ganti kerugian, pihak

yang berhak dapat mengajukan

keberatan kepada pengadilan paling

lama 14 (empat belas) hari kerja

setelah musyawarah penetapan ganti

kerugian. Pengadilan negeri memutus

bentuk dan/ atau besarnya ganti

kerugian dalam waktu paling lama 30

(tiga puluh) hari kerja sejak

diterimanya pengajuan keberatan.

Sebagai pertimbangan dalam memutus

putusan atas besaran ganti kerugian,

pihak yang berkepentingan dapat

menghadirkan saksi ahli di bidang

penilaian untuk didengar pendapatnya

sebagai pembanding atas penilaian

ganti kerugian.

Pihak yang keberatan terhadap

putusan pengadilan negeri, dalam

waktu paling lama 14 (empat belas)

hari kerja dapat mengajukan kasasi

kepada Mahkamah Agung Republik

Indonesia. Mahkamah Agung wajib

memberikan putusan dalam waktu

paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja

sejak permohonan kasasi diterima.

Putusan pengadilan negeri/ Mahkamah

Agung yang telah memperoleh

kekuatan hukum tetap menjadi dasar

pembayaran ganti kerugian kepada

pihak yang mengajukan keberatan.

Dalam hal pihak yang berhak

menolak bentuk dan/ atau besarnya

ganti kerugian tetapi tidak mengajukan

Page 17: GANTI RUGI DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM

Jurnal Morality, Volume 2, Nomor 2 Desember 2015

GANTI RUGI DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM

Dekie GG Kasenda

keberatan, karena hukum Pihak yang

berhak dianggap menerima bentuk dan

besarnya ganti kerugian. Pemberian

ganti kerugian atas Objek Pengadaan

Tanah diberikan langsung kepada

Pihak yang berhak.

Pemberian ganti kerugian pada

prinsipnya harus diserahkan langsung

kepada pihak yang berhak atas ganti

kerugian. Apabila berhalangan, pihak

yang berhak karena hukum dapat

memberikan kuasa kepada pihak lain

atau ahli waris. Penerima kuasa hanya

dapat menerima kuasa dari satu orang

yang berhak atas ganti kerugian. Pihak

yang berhak antara lain : (1) Pemegang

hak atas tanah; (2) Pemegang hak

pengelolaan; (3) Nadzir, untuk tanah

wakaf; (4) Pemilik tanah bekas milik

adat; (5) Masyarakat hukum adat; (6)

Pihak yang menguasai tanah negara

dengan itikad baik; (7) Pemegang

dasar penguasaan atas tanah; dan/atau

(8) Pemilik bangunan, tanaman atau

benda lain yang berkaitan dengan

tanah.

Pada ketentuannya, ganti

kerugian diberikan kepada pemegang

hak atas tanah. Untuk hak guna

bangunan atau hak pakai yang berada

di atas tanah yang bukan miliknya,

ganti kerugian diberikan kepada

pemegang hak guna bangunan atau hak

pakai atas banguna, tanaman, atau

benda lain yang berkaitan dengan

tanah yang dimiliki atau dipunyainya,

sedangkan ganti kerugian atas

tanahnya diberikan kepada pemegang

hak milik atau hak pengelolaan.

Ganti rugi terhadap tanah hak

ulayat diberikan dalam bentuk tanah

pengganti, permukiman kembali, atau

bentuk lain yang disepakati oleh

masyarakat hukum adat yang

bersangkutan. Pihak yang menguasai

tanah negara yang dapat diberikan

ganti kerugian adalah pemakai tanah

sesuai dengan atau tidak melanggar

ketentuan praturan perundang-

undangan. Misalnya, bekas pemegang

hak yang telah habis jangka waktunya

yang masih menggunakan atau

memanfaatkan tanah yang

bersangkutan, pihak yang menguasai

tanah negara berdasarkan sewa

menyewa, atau pihak lain yang

menggunakan atau memanfaatkan

tanah negara bebas dengan tidak

melanggar ketentuan peraturan

perundang-undangan.

Yang dimaksud dengan

pemegang dasar penguasaan atas tanah

adalah pihak yang memiliki alat bukti

yang diterbitkan oleh pejabat yang

berwenang yang membuktikan adanya

penguasaan yang bersangkutan atas

Page 18: GANTI RUGI DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM

Jurnal Morality, Volume 2, Nomor 2 Desember 2015

GANTI RUGI DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM

Dekie GG Kasenda

tanah yang bersangkutan, misalnya

pemegang akta jual beli atas hak atas

tanah yang belum dibalik nama

pemegang akta jual beli, atas hak milik

adat yang belum diterbitkan sertifikat,

dan pemegang izin menghuni.

Bangunan, tanaman atau benda

lain yang berkaitan dengan tanah yang

belum atau tidak dipunyai dengan hak

atas tanah, ganti kerugian diberikan

kepada pemilik bangunan, tanaman

atau benda lain yang berkaitan dengan

tanah.

Ganti kerugian diberikan

kepada pihak yang berhak berdasarkan

hasil penilaian yang ditetapkan dalam

musyawarah, dan/ atau putusan

pengadilan negeri/ Mahkamah Agung.

Pada saat pemberian ganti kerugian

pihak yang berhak menerima ganti

kerugian wajib melakukan pelepasan

hak dan menyerahkan bukti

penguasaan atau kepemilikan Objek

Pengadaan Tanah kepada instansi yang

memerlukan tanah melalui Lembaga

Pertanahan.

Bukti tersebut merupakan satu-

satunya alat bukti yang sah menurut

hukum dan tidak dapat diganggu gugat

di kemudian hari. Pihak yang berhak

menerima ganti kerugian

bertanggungjawab atas kebenaran dan

keabsahan bukti penguasaan atau

kepemilikan yang diserahkan.

Tuntutan pihak lain atas Objek

Pengadaan Tanah yang telah

diserahkan kepada Instasi yang

memerlukan tanah menjadi tanggung

jawab pihak yang berhak menerima

ganti kerugian. Setiap orang yang

melanggar ketentuan tersebut dikenai

sanksi pidana sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan.

Dalam hal pihak yang berhak

menolak bentuk dan/atau besarnya

ganti kerugian berdasarkan hasil

musyawarah, atau putusan pengadilan

negeri/Mahkamah Agung, ganti

kerugian dititipkan di pengadilan

negeri setempat. Penitipan ganti

kerugian juga dilakukan terhadap :

1. Pihak yang berhak menerima

ganti kerugian tidak diketahui

keberadaannya; atau

2. Obyek pengadaaan tanah yang

akan diberikan ganti kerugian

sedang menjadi objek perkara

di pengadilan; masih

disengketakan kepemilikannya;

diletakkan sita oleh pejabat

yang berwenang; atau menjadi

jaminan di bank.

Pada saat pelaksanaan

pemberian ganti kerugian dan

pelepasan hak telah dilaksanakan atas

pemberian ganti kerugian sudah

Page 19: GANTI RUGI DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM

Jurnal Morality, Volume 2, Nomor 2 Desember 2015

GANTI RUGI DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM

Dekie GG Kasenda

dititipkan di pengadilan negeri,

kepemilikan atau hak atas tanah dari

pihak yang berhak menjadi hapus dan

alat bukti haknya dinyatakan tidak

berlaku dan tanahnya menjadi tanah

yang dikuasai langsung oleh negara.

Pihak yang berhak menerima ganti

kerugian atau instansi yang

memperolah tanah dalam pengadaan

tanah untuk kepentingan umum dapat

diberikan insentif perpajakan.

SIMPULAN

Ganti Rugi Pengadaan Tanah

Untuk kepentingan umum sejak

lahirnya Undang-Undang Nomor 2

Tahun 2012, penilaian besarnya nilai

ganti kerugian oleh pemerintah

dilakukan bidang per bidang tanah

meliputi Tanah, ruang atas tanah dan

bawah tanah, bangunan, tanaman,

benda yang berkaitan dengan tanah;

dan/atau kerugian lain yang dapat

dinilai. Nilai ganti kerugian

berdasarkan hasil Penilai, menjadi

dasar musyawarah penetap kerugian.

Pemberian ganti kerugian dapat

diberikan dalam bentuk uang, Tanah

pengganti, permukiman kembali,

kepemilikan saham; atau bentuk lain

yang disetujui oleh kedua belah pihak.

Dalam hal tidak terjadi kesepakatan

mengenai bentuk dan/ atau besarnya

ganti kerugian, pihak yang berhak

dapat mengajukan keberatan kepada

pengadilan paling lama 14 (empat

belas) hari kerja setelah musyawarah

penetapan ganti kerugian. Pengadilan

Negeri memutus bentuk dan/ atau

besarnya ganti kerugian dalam waktu

paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja

sejak diterimanya pengajuan

keberatan. Sebagai pertimbangan

dalam memutus putusan atas besaran

ganti kerugian, pihak yang

berkepentingan dapat menghadirkan

saksi ahli di bidang penilaian untuk

didengar pendapatnya sebagai

pembanding atas penilaian ganti

kerugian.

DAFTAR RUJUKAN

Abdurrahman, Masalah Pencabutan

Hak-hak Atas Tanah,

Pembebasan Tanah dan

Pengadaan Tanah Bagi

Pelaksanaan Pembangunan

Untuk Kepentingan Umum di

Indonesia, Citra Aditya Bakti,

Bandung, 1996.

Achmad Rubaie, Hukum Pengadaan

Tanah Untuk Kepentingan

Umum, Bayumedia, Malang,

2007.

Page 20: GANTI RUGI DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM

Jurnal Morality, Volume 2, Nomor 2 Desember 2015

GANTI RUGI DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM

Dekie GG Kasenda

Boedi Harsono, Hukum Agraria

Indonesia : Sejarah

Pembentukan UUPA, Isi dan

Pelaksanaannya, Jilid 1:

Hukum Tanah Nasional,

Djambatan, Jakarta, 2008.

Dasril Radjab, Hukum Tata Negara

Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta

Idham Arsyad, Sesat Pikir RUU

Pengadaan Tanah, Kompas,

Jumat, 18 Maret 2011

Imam Koeswahyono, Melacak Dasar

Konstitusional Pengadaan

Tanah Untuk Kepentingan

Pembangunan Bagi Umum,

Jurnal Konstitusi PPK-FH

Universitas Brawijaya, Vol. I

No. 1 Agustus 2008.

Imam Koeswahyono, Mengkritisi

Undang-Undang Pengadaan

Tanah Nomor 2 Tahun 2012

dan Implikasi Sosialnya, Varia

Peradilan, Majalah Hukum

Tahun XXVII No. 319 Juni

2012, Jakarta.

John Salindheo, Masalah Tanah

Dalam Pembangunan, Citra

Aditya bakti Bandung, 1993.

Limbong, Bernhard. Pengadaan Tanah

Untuk Pembangunan,

Margaretha Pustaka, Jakarta,

2011.

Mochamad Kusnardi dan Hermaily

Ibrahim, Pengantar Hukum

Tata Negara, Penerbit Pusat

Studi Hukum Tata Negara FH

UI, Jakarta, 2003

Muchdarsyah Sinungan, Manajemen

Organisasi, Bumi Aksara, Jakarta,

1991

Parlindungan, A.P., Berakhirnya Hak-

hak Atas Tanah Menurut Sistem

UUPA, Mandar Maju,

Bandung, 1990.

Parlindungan, A.P., Pencabutan dan

Pembebasan Hak Atas Tanah

Suatu Studi Perbandingan,

Mandar Maju, Bandung, 1993.

Rusmadi Murad, Menyingkap Tabir

Masalah Pertanahan, Mandar

Maju. Bandung, 2007.

Sri Soemantri, Hukum Tata Negara,

Bunga Rampai, Jakarta, 1978

Suryanto dkk, Studi Identifikasi dan

Inventarisasi Masalah

Pertanahan, BPN Bekerjasama

dengan Lembaga Penelitian

Universitas Airlangga,

Surabaya, 2001.

Woyowarsito, Kamus Besar Bahasa

Indonesia, Apollo, Surabaya, 1997

Peraturan Perundang-undangan

Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960

Tentang peraturan Dasar

Pokok-Pokok Agraria.

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012

tentang Pengadaan Tanah Bagi

Pembangunan Untuk

Kepentingan Umum.

Page 21: GANTI RUGI DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM

Jurnal Morality, Volume 2, Nomor 2 Desember 2015

GANTI RUGI DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM

Dekie GG Kasenda