Upload
al-vivo
View
15
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
gastritis
Citation preview
a. Pengertian
Gastritis merupakan suatu keadaan peradangan atau perdarahan mukosa lambung
yang dapat bersifat akut, kronis dan difus atau lokal. Gastritis merupakan penyakit
yang sering ditemukan, biasanya bersifat jinak dan merupakan respon mukosa
terhadap berbagai iritan lokal. Endotoksin bakteri (setelah menelan makanan), kafein,
alkohol, dan aspirin merupakan pencetus yang lazim. Infeksi Helicobacter pylori
lebih sering diangap penyebab gastritis akut. Obat-obatan seperti obat anti inflamasi
non steroid (OAINS) sulfonamid, steroid juga diketahui menggangu sawar mukosa
lambung (Lindseth, G., 2006).
b. Faktor-faktor resiko penyebab gastritis
1) Pola Makan
Gastritis sering disebabkan diet yang tidak baik, seperti makan terlalu banyak
atau terlalu cepat serta makan makanan yag terlalu berbumbu (Smeltzer & Bare,
2002). Menurut Baliwati (2004), terjadinya gastritis dapat disebabkan oleh pola
makan yang tidak baik dan tidak teratur, yaitu frekuensi makan, jenis, dan jumlah
makanan, sehingga lambung menjadi sensitif bila asam lambung meningkat.
a) Frekuensi Makan
Orang yang memiliki pola makan tidak teratur mudah terserang penyakit
gastritis. Pada saat perut harus diisi, tapi dibiarkan kosong, atau ditunda pengisiannya,
asam lambung akan mencerna lapisan mukosa lambung, sehingga timbul rasa nyeri
(Ester, 2001). Produksi asam lambung diantaranya dipengaruhi oleh pengaturan
sefalik, yaitu pengaturan oleh otak. Adanya makanan dalam mulut secara refleks akan
merangsang sekresi asam lambung. Pada manusia, melihat dan memikirkan makanan
dapat merangsang sekresi asam lambung (Ganong 2001).
Secara alami lambung akan terus memproduksi asam lambung setiap waktu
dalam jumlah yang kecil, setelah 4-6 jam sesudah makan biasanya kadar glukosa
dalam darah telah banyak terserap dan terpakai sehingga tubuh akan merasakan lapar
dan pada saat itu jumlah asam lambung terstimulasi. Bila seseorang telat makan
sampai 2-3 jam, maka asam lambung yang diproduksi semakin banyak dan berlebih
sehingga dapat mengiritasi mukosa lambung serta menimbulkan rasa nyeri di sekitar
epigastrium (Baliwati, 2004).
Kebiasaan makan tidak teratur ini akan membuat lambung sulit untuk
beradaptasi. Jika hal itu berlangsung lama, produksi asam lambung akan berlebihan
sehingga dapat mengiritasi dinding mukosa pada lambung dan dapat berlanjut
menjadi tukak peptik. Hal tersebut dapat menyebabkan rasa perih dan mual. Gejala
tersebut bisa naik ke kerongkongan yang menimbulkan rasa panas terbakar (Nadesul,
2005).
2) Jenis Makanan
Mengkonsumsi makanan pedas secara berlebihan akan merangsang sistem
pencernaan, terutama lambung dan usus untuk berkontraksi. Hal ini akan
mengakibatkan rasa panas dan nyeri di ulu hati yang disertai dengan mual dan
muntah. Gejala tersebut membuat penderita makin berkurang nafsu makannya. Bila
kebiasaan mengkonsumsi makanan pedas lebih dari satu kali dalam seminggu selama
minimal 6 bulan dibiarkan terus-menerus dapat menyebabkan iritasi pada lambung
yang disebut dengan gastritis (Okviani, 2011).
Gastritis dapat disebabkan pula dari hasil makanan yang tidak cocok. Makanan
tertentu yang dapat menyebabkan penyakit gastritis, seperti buah yang masih mentah,
daging mentah, kari, dan makanan yang banyak mengandung krim atau mentega.
Bukan berarti makanan ini tidak dapat dicerna, melainkan karena lambung
membutuhkan waktu yang labih lama untuk mencerna makanan tadi dan lambat
meneruskannya kebagian usus selebih-nya. Akibatnya, isi lambung dan asam
lambung tinggal di dalam lambung untuk waktu yang lama sebelum diteruskan ke
dalam duodenum dan asam yang dikeluarkan menyebabkan rasa panas di ulu hati dan
dapat mengiritasi (Iskandar, 2009).
3) Porsi Makan
Porsi atau jumlah merupakan suatu ukuran maupun takaran makanan yang
dikonsumsi pada tiap kali makan. Setiap orang harus makan makanan dalam jumlah
benar sebagai bahan bakar untuk semua kebutuhan tubuh. Jika konsumsi makanan
berlebihan, kelebihannya akan disimpan di dalam tubuh dan menyebabkan obesitas
(kegemukan). Selain itu, Makanan dalam porsi besar dapat menyebabkan refluks isi
lambung, yang pada akhirnya membuat kekuatan dinding lambung menurun. Kondisi
seperti ini dapat menimbulkan peradangan atau luka pada lambung (Baliwati, 2004).
2) Kopi
Menurut Warianto (2011), kopi adalah minuman yang terdiri dari berbagai jenis
bahan dan senyawa kimia; termasuk lemak, karbohidrat, asam amino, asam nabati
yang disebut dengan fenol, vitamin dan mineral.
Kopi diketahui merangsang lambung untuk memproduksi asam lambung sehingga
menciptakan lingkungan yang lebih asam dan dapat mengiritasi lambung. Ada dua
unsur yang bisa mempengaruhi kesehatan perut dan lapisan lambung, yaitu kafein
dan asam chlorogenic.
Kafein dapat menimbulkan perangsangan terhadap susunan saraf pusat (otak),
sistem pernapasan, serta sistem pembuluh darah dan jantung. Oleh sebab itu tidak
heran setiap minum kopi dalam jumlah wajar (1-3 cangkir), tubuh kita terasa segar,
bergairah, daya pikir lebih cepat, tidak mudah lelah atau mengantuk. Kafein dapat
menyebabkan stimulasi sistem saraf pusat sehingga dapat meningkatkan aktivitas
lambung dan sekresi hormon gastrin pada lambung dan pepsin. Hormon gastrin yang
dikeluarkan oleh lambung mempunyai efek sekresi getah lambung yang sangat asam
dari bagian fundus lambung. Sekresi asam yang meningkat dapat menyebabkan iritasi
dan inflamasi pada mukosa lambung (Okviani, 2011).
3) Rokok
Efek rokok pada saluran gastrointdstinal antara lain melemahkan katup
esofagus dan pilorus, meningkatkan refluks, mengubah kondisi alami dalam lambung,
menghambat sekresi bikarbonat pankreas, mempercepat pengosongan cairan
lambung, dan menurunkan pH duodenum. Sekresi asam lambung meningkat sebagai
respon atas sekresi gastrin atau asetilkolin. Selain itu, rokok juga mempengaruhi
kemampuan cimetidine (obat penghambat asam lambung) dan obat-obatan lainnya
dalam menurunkan asam lambung pada malam hari, dimana hal tersebut memegang
peranan penting dalam proses timbulnya peradangan pada mukosa lambung. Rokok
dapat mengganggu faktor defensif lambung (menurunkan sekresi bikarbonat dan
aliran darah di mukosa), memperburuk peradangan, dan berkaitan erat dengan
komplikasi tambahan karena infeksi H. pylori. Merokok juga dapat menghambat
penyembuhan spontan dan meningkatkan risiko kekambuhan tukak peptik (Beyer,
2004).
Kebiasaan merokok menambah sekresi asam lambung, yang mengakibatkan
bagi perokok menderita penyakit lambung (gastritis) sampai tukak lambung.
Penyembuhan berbagai penyakit di saluran cerna juga lebih sulit selama orang
tersebut tidak berhenti merokok (Departemen Kesehatan RI, 2001).
4) AINS ( Anti Inflamasi Non Steroid)
Obat-obatan yang sering dihubungkan dengan gastritis erosif adalah aspirin dan
sebagian besar obat anti inflamasi non steroid (Suyono, 2001). Asam asetil salisilat
lebih dikenal sebagai asetosal atau aspirin. Asam asetil salisilat merupakan obat anti
inflamasi nonsteroid (OAINS) turunan asam karboksilat derivat asam salisilat yang
dapat dipakai secara sistemik.
Obat AINS adalah salah satu golongan obat besar yang secara kimia heterogen
menghambat aktivitas siklooksigenase, menyebabkan penurunan sintesis
prostaglandin dan prekursor tromboksan dari asam arakhidonat. Siklooksigenase
merupakan enzim yang penting untuk pembentukkan prostaglandin dari asam
arakhidonat. Prostaglandin mukosa merupakan salah satu faktor defensive mukosa
lambung yang amat penting, selain menghambat produksi prostaglandin mukosa,
aspirin dan obat antiinflamasi nonsteriod tertentu dapat merusak mukosa secara
topikal, kerusakan topikal terjadi karena kandungan asam dalam obat tersebut bersifat
korosif sehingga dapat merusak sel-sel epitel mukosa. Pemberian aspirin dan obat
antiinflamasi nonsteroid juga dapat menurunkan sekresi bikarbonat dan mukus oleh
lambung, sehingga kemampuan faktor defensif terganggu. Jika pemakaian obat-obat
tersebut hanya sesekali maka kemungkinan terjadinya masalah lambung akan kecil.
Tapi jika pemakaiannya dilakukan secara terus menerus atau berlebihan dapat
mengakibatkan gastritis dan ulkus peptikum. Pemakaian setiap hari selama minimal 3
bulan dapat menyebabkan gastritis (Rosniyanti, 2010).
5) Stress
a) Stress Psikis
Produksi asam lambung akan meningkat pada keadaan stress, misalnya pada
beban kerja berat, panik dan tergesa-gesa. Kadar asam lambung yang meningkat
dapat mengiritasi mukosa lambung dan jika hal ini dibiarkan, lama-kelamaan dapat
menyebabkan terjadinya gastritis. Bagi sebagian orang, keadaan stres umumnya tidak
dapat dihindari. Oleh karena itu, maka kuncinya adalah mengendalikannya secara
efektif dengan cara diet sesuai dengan kebutuhan nutrisi, istirahat cukup, olah raga
teratur dan relaksasi yang cukup (Friscaan, 2010).
b) Stress Fisik
Stress fisik akibat pembedahan besar, luka trauma, luka bakar, refluks empedu
atau infeksi berat dapat menyebabkan gastritis dan juga ulkus serta pendarahan pada
lambung. Perawatan terhadap kanker seperti kemoterapi dan radiasi dapat
mengakibatkan peradangan pada dinding lambung yang selanjutnya dapat
berkembang menjadi gastritis dan ulkus peptik. Ketika tubuh terkena sejumlah kecil
radiasi, kerusakan yang terjadi biasanya sementara, tapi dalam dosis besar akan
mengakibatkan kerusakan tersebut menjadi permanen dan dapat mengikis dinding
lambung serta merusak kelenjar-kelenjar penghasil asam lambung.
Refluks dari empedu juga dapat menyebabkan gastritis. Bile (empedu) adalah
cairan yang membantu mencerna lemak-lemak dalam tubuh. Cairan ini diproduksi
oleh hati. Ketika dilepaskan, empedu akan melewati serangkaian saluran kecil dan
menuju ke usus kecil. Dalam kondisi normal, sebuah otot sphincter yang berbentuk
seperti cincin (pyloric valve) akan mencegah empedu mengalir balik ke dalam
lambung. Tapi jika katup ini tidak bekerja dengan benar, maka empedu akan masuk
ke dalam lambung dan mengakibatkan peradangan dan gastritis.
6) Alkohol
Alkohol sangat berperangaruh terhadap makhluk hidup, terutama dengan
kemampuannya sebagai pelarut lipida. Kemampuannya melarutkan lipida yang
terdapat dalam membran sel memungkinkannya cepat masuk ke dalam sel-sel dan
menghancurkan struktur sel tersebut. Oleh karena itu alkohol dianggap toksik atau
racun. Alkohol yang terdapat dalam minuman seperti bir, anggur, dan minuman keras
lainnya terdapat dalam bentuk etil alkohol atau etanol (Almatsier, 2002).
Organ tubuh yang berperan besar dalam metabolisme alkohol adalah lambung
dan hati, oleh karena itu efek dari kebiasaan mengkonsumsi alkohol dalam jangka
panjang tidak hanya berupa kerusakan hati atau sirosis, tetapi juga kerusakan
lambung. Dalam jumlah sedikit, alkohol merangsang produksi asam lambung
berlebih, nafsu makan berkurang, dan mual, sedangkan dalam jumlah banyak, alkohol
dapat mengiritasi mukosa lambung dan duodenum. Konsumsi alkohol berlebihan
dapat merusak mukosa lambung, memperburuk gejala tukak peptik, dan mengganggu
penyembuhan tukak peptik. Alkohol mengakibatkan menurunnya kesanggupan
mencerna dan menyerap makanan karena ketidakcukupan enzim pankreas dan
perubahan morfologi serta fisiologi mukosa gastrointestinal (Beyer 2004).
7) Helicobacter pylori
Helicobacter pylori adalah suatu bakteri yang menyebabkan peradangan lapisan
lambung yang kronis (gastritis) pada manusia. Sebagian besar populasi di dunia
terinfeksi oleh bakteri Helicobacter pylori yang hidup di bagian dalam lapisan
mukosa yang melapisi dinding lambung. Walaupun tidak sepenuhnya dimengerti
bagaimana bakteri tersebut dapat ditularkan, namun diperkirakan penularan tersebut
terjadi melalui jalur oral atau akibat memakan makanan atau minuman yang
terkontaminasi oleh bakteri ini. Infeksi Helicobacter pylori sering terjadi pada masa
kanak-kanak dan dapat bertahan seumur hidup jika tidak dilakukan perawatan. Infeksi
Helicobacter pylori ini sekarang diketahui sebagai penyebab utama terjadinya ulkus
peptikum dan penyebab tersering terjadinya gastritis (Prince, 2005).
8) Usia
Usia tua memiliki resiko yang lebih tinggi untuk menderita gastritis
dibandingkan dengan usia muda. Hal ini menunjukkan bahwa seiring dengan
bertambahnya usia mukosa gaster cenderung menjadi tipis sehingga lebih cenderung
memiliki infeksi Helicobacter Pylory atau gangguan autoimun daripada orang yang
lebih muda. Sebaliknya,jika mengenai usia muda biasanya lebih berhubungan dengan
pola hidup yang tidak sehat.
C. Tanda dan Gejala
1. Nyeri ulu hati
Hal ini dapat disebabkan karena adanya suatu proses peradangan yang terjadi
akibat dari adanya iritasi pada mukosa lambung.
2. Anoreksia, Nausea dan Vomitus
Ketiga tanda ini sangat umum ditemukan. Hal ini terjadi karena adanya
peningkatan kadar asam lambung didalam tubuh khususnya pada organ
lambung.
3. Melena dan Hematemesis
Hal ini dapt disebabkan karena adanya suatun proses perdarahan yang berawal
dari adanya iritasi dan erosi pada mukosa lambung.
d. Komplikasi
1) Perdarah saluran cerna bagian atas
2) Hematemesis dan melena (anemia)
3) Ulkus peptikum
4) Perforasi
c. Penatalaksanaan
Pengobatan lebih ditujukan pada pencegahan terhadap setiap pasien yang
beresiko tinggi, hal yang dapat dilakukan adalah ;
1). Mengatasi kedaruratan medis yang terjadi.
2). Mengatasi atau menghindari penyebab apabila dapat dijumpai.
3). Pemberian obat-obat H+ blocking, antasid atau obat-obat ulkus lambung yang
lain. Pemberian antasida, antagonis H2 dan sukralfat tetap dianjurkan
walaupun efek teraupetiknya masih diragukan. Biasanya perdarahan akan
segera berhenti bila keadaan si pasien membaik dan lesi mukosa akan segera
normal kembali, pada sebagian pasien biasa mengancam jiwa. Tindakan-
tindakan itu misalnya dengan endoskopi skleroterapi, embolisasi arteri
gastrika kiri atau gastrektomi. Gastrektomi sebaiknya dilakukan hanya atas
dasar abolut (Suyono, 2001)
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan RI. 2001. Rencana Pengembangan Lima Tahun VI Bidang Kesehatan. http://www.depkes.go.id
Ganong, William F. 2001. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGCGuyton, Arthur C., John E. Hall. 2001. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta:
EGCOkviani, Wati. 2011. Pola Makan Gastritis.
http://www.library.upnvj.ac.id/-pdf/2s1keperawatan/205312047/.pdf Prince, Sylvia A., Lorraine McCarty Wilson. 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGCSabiston, David C. 1995. Buku Ajar Bedah. Jakarta: EGCShinya, Hiromi. 2008. The Miracle of Enzyme : Self-Healing Program. Bandung:
QanitaSmeltzer, S.C. & Bare, B.G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner
& Suddarth Edisi 8 Vol 3. Jakarta : EGCSuyono, Slamet. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Balai Penerbitan
FKUI