72
KULIAH GASTROENTEROLOGI SUKENDRO SENDJAJA Kuliah Mahasiswa S1 FK UWK 10 April 2012

Gastroenterologi

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Gastroenterologi

Citation preview

Page 1: Gastroenterologi

KULIAHGASTROENTEROLOGI

SUKENDRO SENDJAJA

Kuliah Mahasiswa S1 FK UWK

10 April 2012

Page 2: Gastroenterologi

NYERI ABDOMEN

• Nyeri visceral

Page 3: Gastroenterologi

NYERI ABDOMEN• Nyeri tekan pada abdomen

Page 4: Gastroenterologi

KULIAH GASTROENTEROLOGI

Penyakit Saluran Cerna Atas• Disfagia• Dispepsia• Helicobacter pylori• Tukak peptik• Penyakit refluks gastroesofageal (GERD)

Penyakit saluran Cerna Bawah

Page 5: Gastroenterologi

GANGGUAN ESOFAGUS DAN GASTER

•DISFAGIA

•dispepsia

•PENYAKIT REFLUKS GASTROESOFAGUS (GERD)

•PENYAKIT ULKUS PEPTIKUM

•PERDARAHAN GASTROINTESTINAL

Page 6: Gastroenterologi

DISFAGIA

Definisi

• Sensasi gangguan pasase makanan dari mulut ke lambung.

Harus dibedakan dengan odinofagia (rasa sakit waktu

menelan).

Diagnostik

• Barium meal (esofagografi).

• Esofagogastroduodenoskopi (EGD).

• Pemantauan pH esofagus atau manometri esofagus.

Page 7: Gastroenterologi

DISFAGIA• Etiologi

Page 8: Gastroenterologi

DISPEPSIA

• Dispepsia adalah keluhan nyeri (“abdominal pain”) atau perasaan tak enak (“abdominal discomfort”) yang bersifat menetap atau berulang, di daerah epigastrium.

• Keluhan ini dapat disertai rasa pedih, panas, kembung, mual, muntah, cepat kenyang, tak suka makan dan pengeluaran gas yang berlebihan (bersendawa) (Roma II)

• Dispepsia bukanlah suatu penyakit tetapi suatu sindrom yang harus dicari penyebabnya.

Page 9: Gastroenterologi

PEMBAGIAN

1. Kelainan patologi

1.1. Dispepsia fungsional

1.2. Dispepsia organik

2. Keluhan pasien(Roma II)

2.1. Tipe tukak (“ulcer-like”)

2.2. Tipe dismotilitas

(“dysmotility-like”)

2.3. Tipe nonspesifik

(“unspecified”)

Page 10: Gastroenterologi

DISPEPSIA FUNGSIONAL(ROMA III – 2006)

B1. Dispepsia Fungsional

•B1a: Sindroma Distres Pasca-makan

(Postprandial Distress Syndrome = PDS).

•B1b: Sindroma Nyeri Epigastrium

(Epigastric Pain Syndrome = EPS).

Page 11: Gastroenterologi

DISPEPSIA NON-TUKAK

• Dyspepsia non tukak (“non-ulcer dyspepsia”) atau dispepsia fungsional : bila pada pemeriksaan tidak ditemukan kelainan organik, baik : klinik, endoskopik, biokimia, maupun ultrasonografi (mis : tukak peptik, refluks gastro-esofageal, pankreatitis, dsb), minimal selama 3 bulan dalam 6 bulan terakhir (Kriteria Roma III – 2006).

• Gastritis dengan/tanpa infeksi kuman Helicobacter pylori termasuk dispepsia non tukak.

Page 12: Gastroenterologi
Page 13: Gastroenterologi

Activity of secretory cells of the gastric mucosa

Page 14: Gastroenterologi

PATOGENESIS DISPEPSIAMekanisme yang menimbulkan keluhan dispepsia masih

belum jelas.

Beberapa teori :

1. Asam lambung

2. Motilitas

3. Gangguan fungsi sensoris

4. Kejiwaan

5. Post-infeksi kuman H. pylori

6. Duodenitis

7. Diit dan lingkungan

Page 15: Gastroenterologi

PATOGENESIS

1. Asam lambung• Peka terhadap asam lambung.• Gastric Releasing Peptide (GRP) pada NUD dg HP (+) > orang

sehat dg HP (+).• Tipe tukak (ulcer-like dyspepsia).

2. Motilitas• 40% NUD terdapat keterlambatan pengosongan lambung untuk

makanan padat.• 25-50% hipomotilitas antrum post prandial.• Tipe dismotilitas (dysmotility-like dyspepsia).• Penyebab : kuman H.pylory, refluks gastroduodenal, hormonal

(DM), stress.

Page 16: Gastroenterologi

PATOGENESIS

3. Gangguan fungsi sensoris

• Pada NUD : “decreased sensory threshold”.

• Lesi organik sistem syaraf afferent visceral.

4. Kejiwaan

• Tak ada hubungan dengan kepribadian.

• Stress yang berlangsung lama.

Page 17: Gastroenterologi

PATOGENESIS

5. Post infeksi kuman Helicobacter pylori• 40-80% pasien dispepsia : kuman H. pylori (+).• Tidak semua Hp (+), dispepsia (+).• Chronic inflammation visceral hyperalgesia.

6. Duodenitis• 14-83% pasien dispepsia : PA (+) duodenitis.• Tidak semua End (+), PA (+) gastro-duodenitis.• Kelainan PA tidak selalu = keluhan.

Page 18: Gastroenterologi

PATOGENESIS

7. Diet dan lingkungan

• Dispepsia akut : pemakai aspirin, NSAID.

• Dispepsia juga (+) : rokok, kopi.

• 50% berhubungan dengan makanan : fatty, kopi,

merokok, alkohol, pedas, asam, panas, soda, dll.

Page 19: Gastroenterologi

KLASIFIKASI DISPEPSIA(ROMA II – 1999)

1. Tipe ulkus (“ulcer like”)2. Tipe dismotilitas (“dysmotility like”)3. Tipe tidak spesifik (“unspecified”)

Klasifikasi dispepsia berdasarkan keluhan yang dominan ini sebenarnya kurang berarti dalam klinik, karena masing-masing saling tumpang tindih. Namun mungkin berguna untuk pilihan pengobatan bagi pasien.

Page 20: Gastroenterologi

Kriteria Diagnostik Roma IIIDISPEPSIA FUNGSIONAL

• Paling sedikit 3 bulan, dengan serangan minimal selama 6 bulan sebelumnya, salah satu atau lebih keluhan berikut ini :

- Rasa penuh yang mengganggu sehabis makan.

- Cepat kenyang.

- Nyeri epigastrium.

- Rasa terbakar di epigastrium dan• Tidak ada bukti adanya kelainan struktur atau anatomi

(termasuk pemeriksaan gastroskopi) yang dapat menjelaskan keluhan tersebut.

Page 21: Gastroenterologi

DIAGNOSIS

1. Anamnesis : sangat penting.

2. Pemeriksaan fisik : tak banyak membantu.

3. Laboratorium : kuman Helicobacter pylori.

4. Foto Barium Saluran Cerna Atas (UGI).

5. Endoskopi : menyingkirkan kelainan organik.

Page 22: Gastroenterologi

ALARMS ATAU ‘RED FLAGS’ DIMANA ENDOSKOPI SEBAIKNYA SEGERA DIKERJAKAN PADA DISPEPSIA

1. Anemia

2. Perdarahan gastrointestinal

3. Sering muntah

4. Anoreksia dengan BB menurun

5. Teraba masa atau benjolan

6. Upper GI photo menunjukkan kelainan yg mencurigakan.

Page 23: Gastroenterologi

DIAGNOSIS BANDING

1. Penyakit refluks gastro-esofageal (GERD).

2. Irritable bowel syndrome (IBS).

3. Penyakit saluran empedu (batu).

4. Pankreatitis kronik.

5. Dispepsia karena obat

6. Kelainan jiwa.

7. Lain-lain.

Page 24: Gastroenterologi

PENGOBATAN DISPEPSIA

70% pasien membaik dengan plasebo, mudah kambuh, kadang-kadang membangkang.

1. Penghambat asam : - Penyekat reseptor H-2 (PRH-2). - Penyekat pompa proton (PPP).2. Antibiotika/anti H. pylori.3. Prokinetik : metoklopramide, domperidon, cisapride.4. Antimuntah : antihistamin, fenotiasin, ondansetron.5. Sitoprotektor : bismuth, sukralfat, setraksat.6. Anti-depresan ringan : tricyclic.7. Antasida.8. Antispasmodik/antikolinergik.

Page 25: Gastroenterologi

HELICOBACTER PYLORI

• Bizzozero, 1893 : kuman spiral dalam lambung mamalia.

• Waren & Marshal, 1983 : Campylobacter-like organism dalam

lambung penderita gastritis kronik & tukak peptik.

• Goddwin dkk., 1989 : Helicobacter pylori.

• Kuman gram negatif, bulat lonjong, spiral, flagela.

• Hidup antara lapisan mukus dan epitel lambung.

• Hanya berkoloni di sel epitel lambung, terutama korpus dan

antrum.

Page 26: Gastroenterologi

Helicobacter pylori

Page 27: Gastroenterologi

HELICOBACTER PYLORI

EpidemiologiPrevalensi lebih tinggi di :• Negara berkembang.• Sosio-ekonomi rendah.• Lingkungan berjubel semasa anak.• Ras/etnik dan genetik tertentu.

Pada penyakit saluran makan :• Tukak duodenum : 95 – 100%• Gastritis kronik : 90 – 95%• Tukak lambung : 85 – 90%• Dispepsia non tukak : 7 – 72%

Page 28: Gastroenterologi

HELICOBACTER PYLORI(HP)

1. Efek sitotoksik : merusak mukosa lambung.

2. Respons imunologik, menekan resistensi mukosa.

3. Reaksi inflamasi kronik.

Page 29: Gastroenterologi

Suerbaum & Micheti, NEJM 2002;347:1175-1186

Page 30: Gastroenterologi

HELICOBACTER PYLORI

Memegang peranan penting dalam patogenesis beberapa penyakit:

• Gastritis akut,

• Gastritis kronik atrofikans,

• Penyakit tukak peptik,

• Metaplasia intestinal,

• Kanker lambung, dan

• “Mucosal associated lymphoid tissue (MALT) lymphoma”.

Page 31: Gastroenterologi

HELICOBACTER PYLORI(HP)

In 1994 “IARC (the International Agency for Research

on Cancer)” – a working party of the WHO –

designated H. pylori as class 1 (“definitive”) carcinogen.

Page 32: Gastroenterologi

Tes H.pylori

Urea breath testPasien diberi pil berisi urea dengan atom karbon yang diberi label 14C& 13C

Bila ada H.pylori, maka akan ditemukan CO2 dengan label 13 atau 14 pada saat pasien bernafas

Page 33: Gastroenterologi

• Uji imunologi / serologi

Digunakan secara luas, uji non-invasif yang tidak mahal

Akurasi diagnostik rendah (80-84%)

Disarankan untuk evaluasi ke arah infeksi H.pylori pada pasien dengan ulkus yang berdarah dan keadaan yang berkaitan dengan densitas bakteri yang rendah

Invasif• Endoskopi dengan biopsi lambung untuk uji urease cepat

(rapid urease test)

Malfertheiner P et al. Gut 2007;56:772-781

Maastricht 3–2006

Pemeriksaan H.pylori

Page 34: Gastroenterologi

Colony of H pylori in anthral gland

Page 35: Gastroenterologi

PENGOBATAN

Anti Helicobacter pylori :

1. Monotherapy : ARH-2 atau PPP.

2. Dual therapy : ARH-2/PPP+ampicillin/

clarithromycin.

3. Triple therapy : PPP+ampicillin+clarithromycin/

metronidazole.

4. Quadruple therapy : PPP+clarithromycin+metronidazol

+bismuth

Page 36: Gastroenterologi

PENGOBATANPengobatan sangat dianjurkan pada :• Tukak duodenum/tukak lambung (baik aktif atau tidak,

termasuk tukak peptik dengan komplikasi).• MALT Lymphoma (Limfoma “Mucosal Associated

Lymphoid Tissues”)• Gastritis atrofikans.• Pasca reseksi kanker lambung.• Pasien yang mempunyai saudara kandung atau orang tua

kandung dengan kanker lambung.• Keinginan pasien sendiri (setelah diberi penjelasan

selengkapnya oleh dokter).

Page 37: Gastroenterologi

TUKAK PEPTIK

BATASAN

• Tukak peptik adalah kerusakan jaringan mulai

dari mukosa, submukosa, sampai dengan

muskularis mukosa dari saluran makan bagian

atas, dengan batas yang jelas, akibat pengaruh

asam lambung dan pepsin.

Page 38: Gastroenterologi

TUKAK PEPTIK

PATOFISIOLOGI

• Patofisiologi terjadinya tukak peptik sangat kompleks.

• Asam bukan satu-satunya faktor penyebab, masih

banyak faktor lain.

• Penting adanya keseimbangan antara :

Faktor agresif asam-pepsin dengan

Faktor defensif mukosa lambung dan usus.

Page 39: Gastroenterologi

Figure . Mucosal defence mechanisms* Tarnawski A, Eerickson R: Eur J Gastroenterol Hepatol, 1991.

Mucus Bicarbonat

Surface epithelial cells

Mucosal cell renewal

Prostaglandin E2& prostacyclin

“Alkaline tide”

Microvessels

Sensory nerve

2

3

4

5

7

1

6

Submucosal Vein

Submucosal Artery

Nerve

Mucus HCO3

Muscularis Mucosa

Mucus

HCL Pepsin pH 2.0

pH 7.0 pH 7.0

H +

HCO3HCO3

M

M

M

H +

Page 40: Gastroenterologi

TUKAK PEPTIKPATOFISIOLOGI

Pertahanan mukosa menurun bila timbul :• Kerusakan mukosa• Penurunan sekresi mukus• Penurunan sekresi bikarbonat• Penurunan aliran darah mukosa (mikrosirkulasi)

Agresivitas asam lambung ditentukan oleh :• Sekresi asam malam hari (nocturnal secretion)• pH intraluminer yang tetap rendah• Pembersihan asam dalam lambung

Page 41: Gastroenterologi

Pathogenesis of gastric mucosal injuri

DEFENSIVE FACTORS:Mucous membrane barrier

MucusBicarbonante ion

Blood flow in gastric mucosaProliferating factors

Prostaglandin in gastric mucosa

Inflammation

(Response to cell injury)

NSAID

NSAID

NSAI

D

H pylori

H pylori

H pylori

stressstressGastric

acidGastric acid

Gastric

acid

Free radicalFree radical

NO ULCER ULCER

(Terano A , 2001)

Page 42: Gastroenterologi

TUKAK PEPTIK

PATOFISIOLOGI

• Tukak lambung faktor defensif

• Tukak duodenum faktor agresif

Page 43: Gastroenterologi

TUKAK PEPTIKDIAGNOSIS

1. Anamnesis : sangat penting untuk diagnosis, tak selalu spesifik, datang dengan komplikasi dispepsia kronik, nyeri epigastrium (“Rhythmicity” : hunger pain food relieve, “Chronicity” : sudah lama, “Periodicity” : malam hari)

2. Pemeriksaan fisik : tak banyak membantu.

3. Laboratorium : kuman H. pylori.

4. Foto barium SCBA (saluran cerna bagian atas).

5. Endoskopi + biopsi.

Page 44: Gastroenterologi

TUKAK PEPTIK

KOMPLIKASI

1. Perdarahan : hematemesis – melena

2. Perforasi lambung

3. Striktur pilorus

Page 45: Gastroenterologi

TUKAK PEPTIK

PENGOBATAN

Tujuan pengobatan :

1. Menghilangkan keluhan.

2. Menyembuhkan tukak.

3. Mencegah kekambuhan & komplikasi.

Page 46: Gastroenterologi

TUKAK PEPTIKPENGOBATAN

1. Diet (diet ketat tak dianjurkan lagi, hindari makanan yg memperberat keluhan asam, pedas, panas, banyak lemak, khususnya makan teratur dan hindarkan makan sebelum tidur).

2. Stop merokok.

3. Hindari alkohol terutama dalam lambung kosong.

4. Hindari ASA/NSAID/Steroid.

5. Banyak istirahat, hindari stress.

6. Obat anti tukak.

Page 47: Gastroenterologi

TUKAK PEPTIK

PENGOBATAN

Obat anti tukak :

1. Penghambat sekresi asam lambung.

2. Sitoprotektif.

3. Prokinetik.

4. Anti H. Pylori.

Page 48: Gastroenterologi

TUKAK PEPTIK

Pengobatan :

1. Penghambat sekresi asam :

1.1. Antagonist reseptor H-2 (ARH-2) :

-Cimetidine -Famotidine -Nizatidine

-Ranitidine -Roxatidine

1.2. Antikholinergik :

-Atropine -Propantheline bromide

-Gastrozepine

1.3. Penyekat pompa proton (PPP)

-Omeprazole -Pantoprazole -Esomeprazole

-Lansoprozole -Rabeprazole

Page 49: Gastroenterologi

TUKAK PEPTIK

Pengobatan :

2. Obat sitoprotektif :

2.1. Prostaglandin sintetik

-Misoprostol -Enprostil

2.2. Koloidal bismuth

2.3. Sucralphate

2.4. Cetraxate

2.5. Treprenone

2.6. Rebamipide

Page 50: Gastroenterologi

TUKAK PEPTIK

Pengobatan :

3. Obat prokinetik :

1. Domperidon

2. Metoclopramide

3. Clebopride

4. Cisapride.

Page 51: Gastroenterologi

TUKAK PEPTIK

Pengobatan :

4. Anti Helicobacter pylori :

1. Monotherapy : ARH-2 atau PPP.

2. Dual therapy : ARH-2/PPP+ampicillin/ clarithromycin.

3. Triple therapy : PPP+ampicillin+clarithromycin/

metronidazole.

4. Quadruple therapy : PPP+clarithromycin+metronidazol

+bismuth

Page 52: Gastroenterologi

PENYAKIT REFLUKS GASTROESOFAGEAL (GERD)

Kelainan patologi yang disebabkan oleh usaha

untuk mengeluarkan isi lambung ke dalam

esofagus, yang dapat menyangkut kelainan

(keluhan maupun gejala) dari esofagus, farings,

larings, maupun saluran nafas.

Page 53: Gastroenterologi

Gastroesophageal Reflux Disease (GERD)

Page 54: Gastroenterologi

Impaired

mucosal defence

de Caestecker, BMJ 2001; 323:736–9.Johanson, Am J Med 2000; 108(Suppl 4A): S99–

103.

peristaltic

Hiatus hernia

Impaired LES

– transient LES relaxations

(TLESR) – hypotensive LES H+

PepsinBile and

pancreatic enzymes

esophageal clearance of acid (lying flat, alcohol, coffee)

acid output (smoking, coffee) H. pylori intragastric pressure (obesity, lying flat)

bile reflux

gastric emptying (fat)

Pathophysiology of GERDPathophysiology of GERD

salivary HCO3

Page 55: Gastroenterologi

PENYAKIT REFLUKS GASTROESOFAGEAL (GERD)

KLINIK :

1. Keluhan khas (“typical”) :

Nyeri epigastrium (perih atau rasa panas), menjalar ke atas, ke arah retrosternal dan leher (“heartburn”), regurgitasi asam (rasa asam di mulut), sekresi ludah berlebihan, hematemesis.

2. Tidak khas (“atypical”) : disfagia, nyeri dada (“chestpain”), nyeri telan.

3. Ekstra-esofagus :

Batuk-batuk lama, suara parau, sesak nafas.

Page 56: Gastroenterologi

PENYAKIT REFLUKS GASTROESOFAGEAL (GERD)

TIGA SPEKTRUM PENYAKIT :

1. NERD (Non Erosive Reflux Disease) :

“Heartburn”, regurgitasi asam, tak ada kelainan esofagus pada

pemeriksaan endoskopi.

2. GERD (Gastro Esophageal Reflux Disease) :

Keluhan “heartburn”, regurgitasi asam, esofagitis derajat ringan

sampai berat pada endoskopi.

3. Esofagus BARET :

Kelainan khas pada pemeriksaan endoskopi.

Page 57: Gastroenterologi

PENYAKIT REFLUKS GASTROESOFAGEAL (GERD)

DIAGNOSIS :

1. Gambaran klinik

2. Acid suppresion test (PPP test)

3. Tes perfusi Bernstein

4. Endoskopi : esofagitis

5. Monitoring pH esofagus selama 24 jam

6. Manometri

Page 58: Gastroenterologi

PENYAKIT REFLUKS GASTROESOFAGEAL (GERD)

Tergantung spektrum penyakit

A. NERD : berjalan jinak, tak memberi komplikasi serius.

B. ESOFAGUS “BARET” : adeno-carcinoma esofagus.

C. GERD :

1. Tukak esofagus

2. Striktur esofagus

3. Perdarahan SMBA

Page 59: Gastroenterologi

PENYAKIT REFLUKS GASTROESOFAGEAL (GERD)

PENGOBATAN :

A. Umum

Turunkan BB, tidur ½ duduk, tunggu perut kosong.

Hindari rokok, kopi, coklat, alkohol, pedas, lemak.

Pakaian longgar.

Hindari obat tertentu : theofilin, caffein, dst.

B. Khusus

PPP, prokinetik, sitoprotektif, antasida.

Bedah bila obat gagal.

Page 60: Gastroenterologi

INFLAMMATORY BOWEL DISEASE(IBD)

Sukendro Sendjaja

Page 61: Gastroenterologi

IBD umumnya dibedakan menjadi 2 :

1. Kolitis Ulserativa :Suatu gangguan peradangan mukosa kolon yang ditandaidengan relaps dan remisi. Mukosa rektal selalu terlibat, meskipun kadang-kadang hanya inflamasi mikroskopik; penyakit dapat menyebar bervariasi ke arah proksimal. (Tersering Rectosigmoid

44%;Rectum hingga fleksura hepatika 36%)

2. Penyakit Crohn :Peradangan khronik traktus gastrointestinalis dengan penyebabyang tidak diketahui. Dapat menyerang dari mulut sampai anustetapi lokasi tersering ileum terminalis (35%) atau daerah ileosekal(40%), jarang menyerang daerah rektum.

Page 62: Gastroenterologi
Page 63: Gastroenterologi
Page 64: Gastroenterologi

Manifestasi ekstraintestinal IBD :

• Aphtous ulcers,• Erythema nodosum• Arthritis• Sacroiliitis• Ankylosing Spondylitis (CD)• Episcleritis (UC)• Gallstone (CD)• Pyoderma gangrenosum (CD)• Primary sclerosing cholangitis (CD)• Fatty Change(CD)• Amyloidosis(CD)

UC=hanya pada kolitis ulserativaCD=hanya pada Crohn DoseaseTanpa kode= pada kolitis ulserativa dan Crohn Disease

Page 65: Gastroenterologi

Penilaian derajat klinik Kolitis Ulserativa

Gamb.Klinik Ringan Sedang Berat

BAB/hari < 4x 4-6x >6x

Rectal bleeding Sedikit Sedang dlm jumlah besar

Suhu apireksia intemediate 37,8o C pada 2 dari 4 hari

Nadi normal intermediate >90x/mnt

Hemoglobin normal intermediate < 10,5 g/dl

KED normal intermediate > 30 mm/jam

Page 66: Gastroenterologi

Definisi kerja Penyakit Crohn :

Ringan- Sedang :rawat jalan; alimentasi oral tanpa dehidrasi ataupun toksisitas (demam tinggi,menggigil), Nyeri perut,massa yang nyeri atau obstruksi.

Sedang- Berat : gagal dengan pengobatan untuk ringan-sedang/ mereka dg gejala menonjol demam,penurunan BB lebih dari 10%, nyeri perut,mual,muntah intermitten (tanpa tanda obstruksi)

Berat- Fulminan: pasien dengan gejala persisten meski sudah dengan steroid sebagai rawat jalan atau demam tinggi,muntah persisten, tanda obstruksi intestinal,kakheksia,atau ada abses.

Remisi : pasien asimtomatik atau tanpa sequele peradangan, termasuk pasien yang berespon dengan intervensi medik

akut atau reseksi operatif tanpa residu penyakit yang nyata. Pasien dengan steroid sistemik biasanya tidak dikatakan “dalam remisi”

Page 67: Gastroenterologi

5-aminosalicylate(5-ASA) = sulfasalazine atau mesalazine,dosis 3 x 500 mg/hariCoricosteroid : oral : prednisone/prednisolone/budesonide

iv(pada kasus berat) ; hydrocortisone 400 mg/hari Untuk tx pemeliharaan : menggunakan 5-ASA; corticosteroid tidak efektif

untuk tx. pemeliharaan.

Probiotik hanya bermanfaat pada pemeliharaan remisi kolitis ulserativa

Page 68: Gastroenterologi

Kolitis Ulserativa

Page 69: Gastroenterologi

Crohn’s Disease

Page 70: Gastroenterologi

Kolitis Mikroskopik

Penyakit yang secara visual kolonoskopik tidak dijumpai adanya kolitis , namun secara mikroskopik diketemukan adanya proses inflamasi yang khas, umumnya dibagi dua, yaitu kolitis limfositik dan kolitis kolagenosa.

Epidemiologi

Kolitis kolagenosa, rasio wanita:pria = 9:1Kolitis limfositik, rasio wanita:pria = 2:1

Etiologi

Tidak diketahui, obat-obatan, peminum berat kopiReaksi imunologik

Page 71: Gastroenterologi

Manifestasi klinik

• Watery diarrhea, seringkali disertai diare malam hari,tak dijumpai mukus dan darah pada feses. Penurunan berat badan• Abdominal pain/dyscomfort• Konstipasi

Diagnosis

Biopsi kolon melalui kolonoskopi--------- pemeriksaan PA

Terapi :

Prednisolon, Budesonide (Corticosteroid)

Relaps-Remission

Page 72: Gastroenterologi