34
PNEUMOTHORAX ANATOMI SISTEM PERNAFASAN Sistem pernafasan dibentuk oleh beberapa struktur. Seluruh struktur tersebut terlibat dalam proses respirasi eksternal yaitu proses pertukaran oksigen (O 2 ) antara atmosfer dan darah serta pertukaran karbondioksida (CO 2 ) antara darah dan atmosfer. (Djojodibroto, 2009) Respirasi eksternal adalah proses pertukaran gas antara darah dan atmosfer sedangkan respirasi interna adalah proses pertukaran gas antara darah sirkulasi dan sel jaringan. Respirasi internal (pernafasan selular) berlangsung di seluruh sistem tubuh. (Djojodibroto,2009) Struktur yang membentuk sistem pernapasan dapat dibedakan menjadi strktur utama (principal structure) dan struktur pelengkap (accessory structure). Yang termasuk struktur utama sistem pernapasan adalah saluran udara pernapasan, terdiri dari jalan napas dan saluran napas, serta paru (parenkim paru). Yang disebut sebagai jalan napas adalah (1) nares, hidung bagian luar (eksternal nose), (2) hidung bagian dalam (internal nose), (3) sinus paranasal, (4) faring, (5) laring. Sedangkan yang termasuk dalam saluran napas adalah (1) trakea, (2) bronki dan bronkioli. Dan yang dimaksud dengan parenkim 1

Gejala Klinis Pneumothorax

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Gejala Klinis Pneumothorax

Citation preview

Page 1: Gejala Klinis Pneumothorax

PNEUMOTHORAX

ANATOMI SISTEM PERNAFASAN

Sistem pernafasan dibentuk oleh beberapa struktur. Seluruh struktur tersebut

terlibat dalam proses respirasi eksternal yaitu proses pertukaran oksigen (O2)

antara atmosfer dan darah serta pertukaran karbondioksida (CO2) antara darah dan

atmosfer. (Djojodibroto, 2009)

Respirasi eksternal adalah proses pertukaran gas antara darah dan atmosfer

sedangkan respirasi interna adalah proses pertukaran gas antara darah sirkulasi

dan sel jaringan. Respirasi internal (pernafasan selular) berlangsung di seluruh

sistem tubuh. (Djojodibroto,2009)

Struktur yang membentuk sistem pernapasan dapat dibedakan menjadi strktur

utama (principal structure) dan struktur pelengkap (accessory structure). Yang

termasuk struktur utama sistem pernapasan adalah saluran udara pernapasan,

terdiri dari jalan napas dan saluran napas, serta paru (parenkim paru). Yang

disebut sebagai jalan napas adalah (1) nares, hidung bagian luar (eksternal nose),

(2) hidung bagian dalam (internal nose), (3) sinus paranasal, (4) faring, (5) laring.

Sedangkan yang termasuk dalam saluran napas adalah (1) trakea, (2) bronki dan

bronkioli. Dan yang dimaksud dengan parenkim paru adalah organ berupa

kumpulan kelompok alveoli yang mengelilingi cabang-cabang pohon bronkus.

Paru kanan terdiri dari tiga bagian, yaitu lobus atas kanan, lobus tengah

kanan, dan lobus bawah kanan. Setiap lobus mempunyai bronkus lobusnya

masing-masing. Paru kiri mempunyai dua lobus, yaitu lobus atas kiri dan lobus

bawah kiri dan setiap lobus juga mempunyai bronkus lobusnya masing-masing,

seperti halnya pada paru kanan. (Djojodibroto,2009)

1

Page 2: Gejala Klinis Pneumothorax

Gambar 1. Lobus dan Segmen Paru-Paru(Sumber : BaileyBio.com)

Struktur pelengkap sistem pernafasan berupa komponen pembentuk dinding

thorax, diafragma, dan pleura. Dinding thorax dibentuk oleh tulang, otot serta

kulit.

Menurut Djojodibroto (2009), tulang pembentuk rongga dada terdiri dari :

- tulang iga (12 buah)

- vertebra torakalis (12 buah)

- sternum (1 buah)

- klavikula (2 buah), dan

- skapula (2 buah)

Sedangkan untuk otot pada sistem pernafasan terdiri dari dua yaitu otot

pembatas rongga dada dan otot pernafasan.

2

Page 3: Gejala Klinis Pneumothorax

Gambar 2. Otot Pernafasan(Sumber : Djojodibroto, 2009)

Diafragma adalah suatu septum berupa jaringan muskulotendineus yang

memisahkan rongga thorax dengan rongga abdomen. Ada tiga apertura pada

diafragma, yaitu :

- hiatus aortikus yang dilalui oleh aorta desenden, vena azigos dan

duktus torasikus;

- hiatus esofageus yang dilalui oleh esofagus;

- apertura yang satu lagi dilalui oleh vena kava inferior.

Pleura dibentuk oleh jaringan yang berasal dari mesodermal. Pembungkus ini

dapat dibedakan menjadi pleura viseralis yang melapisi paru dan pleura parietalis

yang melapisi dinding dalam hemithorax. Di antara kedua pleura terbentuk ruang

yang disebut rongga pleura yang sebenarnya tidak berupa rongga tetapi

merupakan ruang potensial. Pada keadaan normal, rongga pleura berisi cairan

pleura dalam jumlah yang sangat sedikit yaitu 0,1-0,2 mL/kg.BB, sehingga hanya

berupa lapisan cairan pleura (film) setebal 10-20 μm yang menyelimuti kedua

belah pleura. Meskipun sangat tipis, cairan ini dapat memisahkan lapisan pleura

viseralis dengan pleura parietalis agar tidak saling bersinggungan atau

berlengketan. (Djojodibroto,2009)

Tekanan intrapleura negatif dalam rongga pleura menahan paru-paru tetap

berkontak dengan dinding thorax karena tekanan ini menghasilkan pengisapan

3

Page 4: Gejala Klinis Pneumothorax

(suction) antara pleura parietal yang melekat pada dinding thorax, dan pleura

viseral yang melapisi permukaan paru-paru. (Sloane, 2004)

Secara normal, tidak ada udara masuk ke rongga pleura. Jika udara dibiarkan

masuk dalam ruang intrapleura (karena luka tusuk atau tulang iga patah), kondisi

ini disebut pneumothoraks (“udara dalam dada”). Akibat menghilangnya tekanan

negatif dalam rongga intrapleura adalah pengempisan paru-paru, disebut

atelektasis. (Sloane, 2004)

Secara fungsional saluran pernafasan dibagi atas bagian yang berfungsi

sebagai konduksi (penghantar gas) dan bagian yang berfungsi sebagai respirasi

(pertukaran gas). Pada bagian konduksi, udara seakan-akan bolak-balik diantara

atmosfir jalan nafas. Oleh karena itu, bagian ini seakan-akan tidak berfungsi, dan

disebut dengan “dead space”. Akan tetapi, fungsi tambahan dari konduksi, seperti

proteksi dan pengaturan kelembaban udara, justru dilaksanakan pada bagian ini.

Adapun yang termasuk dalam konduksi ialah rongga hidung, rongga mulut,

faring, laring, trakea, sinus bronkus dan bronkiolus nonrespiratorius.

Pada bagian respirasi akan terjadi pertukaran udara (difusi) yang sering

disebut dengan unit paru (lung unit), yang terdiri dari bronkiolus respiratorius,

duktus alveolaris, atrium dan sakus alveolaris. Bila ditinjau dari traktus

respiratorius, maka yang berfungsi sebagai konduksi adalah trakea, bronkus

utama, bronkus lobaris, bronkus segmental, bronkus subsegmental, bronkus

terminalis, bronkiolus, dan bronkiolus nonrespiratorius. Organ yang bertindak

sebagai respirasi adalah bronkiolus respiratorius, bronkiolus terminalis, duktus

alveolaris, sakus alveolaris dan alveoli.

Percabangan trakea sampai kepada sakus alveolaris dapat diklasifikasikan

sebagai berikut : bronkus utama sebagai percabangan utama, bronkus lobaris

sebagai percabangan kedua, bronkus segmental sebagai percabangan ketiga,

bronkus subsegmental sebagai percabangan keempat, hingga sampai bagian yang

keenam belas sebagai bagian yang berperan sebagai konduksi, sedangkan bagian

percabangan yang ketujuh belas sampai ke sembilan belas yang merupakan

percabangan bronkiolus respiratorius dan percabangan yang kedua puluh sampai

kedua puluh dua yang merupakan percabangan duktus alveolaris dan sakus

4

Page 5: Gejala Klinis Pneumothorax

alveolaris adalah percabangan terakhir yang seluruhnya merupakan bagian

respirasi.

Gambar 3. Struktur Intrapulmoner(Sumber : http://www.dijitalimaj.com)

DEFINISI PNEUMOTHORAX

Pneumotoraks adalah suatu keadaan dimana terdapatnya udara pada rongga

potensial diantara pleura visceral dan pleura parietal (De jong dkk, 2008).

Sedangkan menurut Berck (2010), pneumothorax adalah penumpukan udara yang

bebas dalam dada diluar paru yang menyebabkan paru kolaps.

Pada keadaan normal rongga pleura di penuhi oleh paru – paru yang

mengembang pada saat inspirasi disebabkan karena adanya tegangan permukaaan

(tekanan negatif) antara kedua permukaan pleura, adanya udara pada rongga

potensial di antara pleura visceral dan pleura parietal menyebabkan paru-paru

terdesak sesuai dengan jumlah udara yang masuk kedalam rongga pleura tersebut,

semakin banyak udara yang masuk kedalam rongga pleura akan menyebabkan

paru –paru menjadi kolaps karena terdesak akibat udara yang masuk meningkat

tekanan pada intrapleura. (De jong dkk, 2008)

5

Page 6: Gejala Klinis Pneumothorax

EPIDEMIOLOGI

Insiden antara pneumothorax primer dan sekunder memulai hasil yang sama,

namun pria lebih banyak terkena dibanding wanita dengan perbandingan 6:1.

Pada pria, resiko pneumothorax spontan akan meningkat pada perokok berat

dibanding non perokok. Pneumothorax spontan sering terjadi pada usia muda,

dengan insidensi puncak pada dekade ketiga kehidupan (20-40 tahun).

Menurut Berck (2010), pneumothorax iatrogenik merupakan tipe

pneumothorax yang sering terjadi. Berdasarkan usia, paling banyak terjadi pada

usia 20-40 tahun, lebih sering pada pria dibandingkan perempuan.

Pneumothorax spontan primer biasanya terjadi pada anak laki-laki yang tinggi,

kurus, dan usia 10-30 tahun. Insiden pada usia tertentu: 7,4-18 kasus per 100.000

orang pertahun pada laki-laki, dan 1,2-6 kasus per 100.000 orang pertahun pada

perempuan. Sedangkan pada Pneumothorax spontan sekunder, puncak kejadian

diusia 60-65 tahun. Insidensi 6,3 kasus per 100.000 orang pertahun pada laki-laki,

2,0 kasus per 100.000 orang pertahun pada perempuan, serta 26 per 100.000

pasien dengan penyakit paru obstruksi kronik pertahun. (McCool, 2008)

Rekurensinya terjadi pada sekitar 30% dari 45% primer dan sekunder

pneumothorax. Hal ini sering terjadi dalam 6 bulan, dan biasanya dalam waktu 3

tahun. (Korom, 2011)

ETIOLOGI

Menurut Berck (2010), pada kondisi normal, rongga pleura tidak terisi udara

sehingga paru-paru dapat leluasa mengembang terhadap rongga dada. Udara

dalam kavum pleura ini dapat ditimbulkan oleh :

1. Robeknya pleura viseralis sehingga saat inspirasi udara yang berasal

dari alveolus akan memasuki kavum pleura. Pneumothorax jenis ini

disebut sebagai Closed Pneumothorax. Apabila kebucoran pleura

viseralis berfungsi sebagai katup, maka udara yang masuk saat

inspirasi tidak akan dapat keluar dari kavum pleura pada saat

ekspirasi. Akibatnya, udara semakin lama semakin banyak sehingga

6

Page 7: Gejala Klinis Pneumothorax

mendorong mediastinum kearah kontra lateral dan menyebabkan

terjadinya Tension Pneumothorax.

2. Robeknya dinding dada dan pleura parietalis sehingga terdapat

hubungan antara kavum pleura dengan dunia luar. Apabila lubang

yang terjadi lebih besar dari dua pertiga diameter trakea, maka udara

cenderung lebih melewati lubang tersebut dibanding traktus

respiratorius yang seharusnya. Pada saat inspirasi, tekanan dalam

rongga dada menurun sehingga udara dari luar masuk ke kavum

pleura lewat lubang tadi dan menyebabkan kolaps pada paru

ipsilateral. Saat ekspirasi, tekanan rongga dada meningkat, akibatnya

udara dari kavum pleura keluar memalui lubang tersebut. Kondisi ini

disebut sebagai Open Pneumothorax.

KLASIFIKASI

Beberapa literatur menyebutkan klasifikasi pneumothoraks menjadi 2 yaitu,

pneumotoraks spontan dan pneumotoraks traumatik. (Idress et al, 2003) Ada juga

yang mengklasifikasikannya berdasarkan etiloginya seperti Spontan

pneumotoraks (spontanpneumotoraks primer dan spontan pneumotoraks

sekunder), pneumotoraks traumatik, iatrogenik pneumotoraks. serta ada juga yang

mengklasifikasinya berdasarkan mekanisme terjadinya yaitu, pneumotoraks

terbuka (open pneumotoraks), dan pneumotoraks terdesak (tension

pneumotoraks). (Jain et al, 2008)

Klasifikasi Pneumothorax Berdasarkan Mekanisme Kejadian

Pneumothorax Spontan

Pneumothorax Spontan Primer

Pneumotoraks ini merupakan pneumotoraks yang terjadi pada paru-

paru yang sehat dan tidak ada pengaruh dari penyakit yang mendasari.

Angkakejadian pneumotoraks spontan primer (PSP) sekitar 18-28 per

100.000 priapertahun dan 1,2-6 per 100.000 wanita pertahun (Mackenzie and

Gray, 2007). Umumnya, kejadian ini terjadi pada orang bertubuh tinggi,

7

Page 8: Gejala Klinis Pneumothorax

kurus, dan berusiaantara 18-40 tahun. Mekanisme yang diduga mendasari

terjadinya PSP adalah ruptur bleb subpleura pada apeks paru-paru (Heffner and

Huggins, 2004). Udarayang terdapat di ruang intrapleura tidak didahului

oleh trauma, tanpa disertai kelainan klinis dan radiologis. Namun banyak

pasien yang dinyatakan mengalai PSP mempunyai penyakit paru-paru subklinis. Riwayat

keluarga dengan kejadianserupa dan kebiasaan merokok meningkatkan resiko

terjadinya pneumotoraks ini. (Heffner and Huggins, 2004)

Faktor yang saat ini diduga berperan dalam patomekanisme dari

pneumothorax spontan primer adalah terdapat sebagian parenkim paru-paru yang

meningkat porositasnya. Peningkatan porositas menyebabkan kebocoran udara

visera dengan atau tanpa perubagan emfisematous paru-paru. Hubungan tinggi

badan dengan peningkatan resiko terjadinya pneumothorax spontan primer adalah

karena gradien tekanan pleura meningkat dari dasar ke apeks paru. Sehingga

alveoli pada apeks paru-paru orang bertubuh tinggi rentan terhadap meningkatnya

tekanan yang dapat mendahului proses pembentukan kista subpleura (Mackenzie

and Gray, 2007)

Pneumothorax spontan primer umumnya dapat ditoleransi dengan baik oleh

penderitanya karena tidak adanya penyakit paru-paru yang mendasari. (Heffner

and Huggins, 2004) Pada sebagian besar kasus pneumothorax spontan primer,

gejala akan berkurang atau hilang secara spontan dalam 24-48 jam. (Mackenzie

and Gray, 2007)

Pneumothorax Spontan Sekunder

Merupakan pneumothorax yang terjadi pada pasien dengan penyakit paru yang

mendasarinya. Biasanya, pneumothorax spontan sekunder terjadi sebagai

komplikasi dari COPD, fibrosis kistik, tuberkulosis, pneumocystitis pneumonia,

dan menstruasi. Pneumothorax spontan sekunder juga dapat terjadi pada penyakit

intersisial paru seperti sarcoidosis, lymphangioleiomyomatosis, langerhans cell

histiocytosis dan tuberous sclerosis.

Penyebab pneumothorax spontan sekunder yang terbanyak adalah COPD

khususnya yang sedang-berat. Apabila pneumothorax terjadi pada pasien COPD,

8

Page 9: Gejala Klinis Pneumothorax

gejala sesak nafas yang progresif muncul dan biasanya bersamaan dengan nyeri

pleuritik. Pneumothorax spontan sekunder merupakan penanda signifikan untuk

mortalitas pasien COPD dimana setiap kejadian pneumothorax meningkatkan

resiko kematian sampai dengan empat kali lipat. Sekitar 40-50% pasien akan

mengalami pneumothorax spontan sekunder yang kedua apabila pleurodesis tidak

dilakukan. (Heffner and Huggins, 2004)

Pneumothorax Traumatik

Pneumothorax Traumatik Iatrogenik

Pneumotoraks iatrogenik merupakan pneumotoraks yang terjadi akibat

pembukaan rongga paru secara paksa saat tidakan dianosis atau terapi

invasif dilakukan . Tindakan seperti thoracocentesis, biopsi pleura, pemasangan

kateter vena sentral, biopsi paru perkutan, bronkoskopi dengan biopsi 

transbronkial, aspiasi transtoracic, dan ventilasi tekanan positif dapat 

menjadi etiologinya.Akibatnya, pasien perlu lebih lama dirawat di rumah

sakit.

Penyebab utama terjadi pneumothorax iatrogenik adalah aspirasi jarum halus

transthoracic dimana dua faktor yang memegang peranan penting adalah ukuran

dan kedalaman lesi. Apabila lesi kecili dan dalam, maka resiko pneumothorax

meningkat. Penyebab yang kedua terbanyak adalah pemasangan kateter vena

sentral, dan penyebab lainnya antara lain akupunktur transthiracic, resusitasi

jantung-paru, dan penyalahgunaan obat melalui vena leher.

Pneumothorax Traumatik Non-Iatrogenik

Pneumothorax jenis ini terjadi akibat trauma tumpul atau tajam yang merusak

pleura viseralis atau parietalis. Pada trauma tajam, luka menyebabkan udara dapat

masuk ke rongga pleura langsung ke dinding thorax atau menuju pleura viseralis

melalui cabang-cabang trakeobronkial. Luka tusuk atau lika tembak secara

langsung melukai paru-paru perifer menyebabkan terjadinya hemothorax dan

pneumothorax di lebih dari 80% lesi di dada akibat benda tajam.

9

Page 10: Gejala Klinis Pneumothorax

Klasifikasi Pneumothorax Berdasarkan Jenis Fistula

Pneumothorax Tertutup (Simple Closed Pneumothorax)

Pada tipe ini, pleura dalam keadaan tertutup (tidak ada jejas terbuka pada

dinding dada), sehingga tidak ada hubungan dengan dunia luar. Pneumothorax

tertutup menupakan suatu pneumothorax dengan tekanan udara di rongga pleura

yang sedikit lebih tinggi dibandingkan tekanan pleura pada sisi hemithorax

kontralateral tetapi tekanannya masih lebih rendah dari tekanan atmosfer.

(Barmawi dan Budiono, 2006)

Gambar 4. Simple Closed Pneumothorax(Sumber : Ursic et al, 2008)

Pneumothorax Terbuka (Open Pneumothorax)

Pneumothorax terbuka terjadi karena luka terbuka pada dinding dada sehingga

pada saat inspirasi udara dapat keluar melalui luka tersebut. Pada saat inspirasi,

mediastinum dalam keadaan normal tetapi pada saat ekspirasi mediastinum

bergeser kearah sisi dinding dada yang terluka (cucking wound). (Barmawi dan

Budiono, 2006)

10

Page 11: Gejala Klinis Pneumothorax

Gambar 5. Open Pneumothorax(Sumber : Ursic et al, 2008)

Tension Pneumothorax

Tension pneumothorax terjadi karena mekanisme check valve yaitu pada saat

inspirasi udara masuk ke dalam rongga pleura, terjadi pada saat ekspirasi udara

dari rongga pleura tidak dapat keluar. Semakin lama tekanan udara di dalam

rongga pleura akan meningkat dan melebihi tekanan atmosfir. Udara yang

terkumpul dalam rongga pleura ini dapat menekan paru sehingga sering

menimbulkan gagal napas. Pneumothorax ini juga sering disebut pneumothorax

ventil. (Barmawi dan Budiono, 2006)

Gambar 6. (a). Tracheobronchial rupture: lokasi umum bedasarkan literatur. Komplikasi dari sobekan tracheobronchial (b) Pneumothorax

(c) Pneumomediastinum (d) Tension Pneumothorax(Sumber : Ursic et al, 2008)

PATOFISIOLOGI

Rongga dada mempunyai dua struktur yang penting dan digunakan untuk

melakukan proses ventilasi dan oksigenasi, yaitu pertama tulang, tulang – tulang

yang menyusun struktur pernapasan seperti tulang klafikula, sternum, scapula.

11

Page 12: Gejala Klinis Pneumothorax

Kemudian yang kedua adalah otot-otot pernapasan yang sangat berperan pada

proses inspirasi dan ekspirasi. (Anonim, 2012)

Jika salah satu dari dua struktur tersebut mengalami kerusakan, akan

berpengaruh pada proses ventilasi dan oksigenasi. contoh kasusnya, adanya

fraktur pada tulang iga atau tulang rangka akibat kecelakaan, sehingga bisa terjadi

keadaaan flail chest atau kerusakan pada otot pernapasan akibat trauma tumpul,

serta adanya kerusakan pada organ viseral pernapasan seperti, paru-paru, jantung,

pembuluh darah dan organ lainnya di abdominal bagian atas, baik itu disebabkan

oleh trauma tumpul, tajam, akibat senapan atau gunshot. (Anonim, 2012)

Tekanan intrapleura adalah negatif, pada proses respirasi, udara tidak akan

dapat masuk kedalam rongga pleura. Jumlah dari keseluruhan tekanan parsial dari

udara pada kapiler pembuluh darah rata-rata (706 mmHg). Pergerakan udara dari

kapiler pembuluh darah ke rongga pleura, memerlukan tekanan pleura lebih endah

dari -54 mmHg (-36cmH2O) yang sangat sulit terjadi pada keadaan normal. Jadi

yang menyebabkan masuknya udara pada rongga pleura adalah akibat trauma

yang mengenai dinding dada dan merobek pleura parietal atau visceral, atau

disebabkan kelainan kongenital adanya bula pada subpleura yang akan pecah jika

terjadi peningkatan tekanan pleura. (Noppen dan Keukeleire, 2008)

Pada orang dewasa, mekanisme pembentukan bula masih merupakan

spekulasi, namun sebuah teori menjelaskan bahwa terjadi degradasi serat elastin

paru yang diinduksi oleh rokok yang kemudian diikuti oleh serbukan neutrofil dan

makrofag. Proses ini menyebabkan ketidakseimbangan protease-antiprotease dan

sistem oksidan dan antioksidan serta menginduksi terjadinya obstruksi saluran

nafas akibat proses inflamasi. Hal ini akan meningkatkan tekanan alveolar

sehingga terjadi kebocoran udara ke jaringan intertitial paru menuju hilus dan

menyebabkan pneumomediastinum. Tekanan di mediastinum akan meningkat dan

pleura parietalis pars mediastinum ruptur sehingga terjadi pneumothorax.

GEJALA KLINIS

Pasien datang dengan keluhan nyeri dada hebat yang tiba-tiba pada sisi paru

yang terkena, khususnya pada saat bernafas dalam atau batuk. Pasien juga

12

Page 13: Gejala Klinis Pneumothorax

mengeluhkan sesak yang dapat sampai berat, kadang bisa hilang dalam 24 jam

apabila sebagian paru yang kolaps sudah mengembang kembali. Perasaan mudah

lelah pada saat beraktivitas maupun saat istirahat. Warna kulit yang kebiruan

disebabkan oleh kekurangan oksigen atau biasa disebut sianosis.

PENEGAKAN DIAGNOSIS

Anamnesis

Menurut Barmawi dan Budiono (2008), berdasarkan anamnesis, gejala-gejala

yang sering muncul adalah :

a. sesak napas, yang didapatkan pada 80-100% pasien

b. nyeri dada, yang didapatkan pada 75-90% pasien

c. batuk-batuk, yang didapatkan pada 25-35% pasien

d. tidak menunjukkan gejala (silent) yang terdapat sekitar 5-10% dan

biasanya pada pneumothorax spontan primer.

Gejala-gejala tersebut dapat berdiri sendiri maupun kombinasi dan derajat

gangguannya bisa mulai dari asimtomatik atau menimbulkan gangguan ringan

sampai berat.

Pemeriksaan Fisik

a. inspeksi : dapat terjadi pencembungan dan pada waktu pergerakan nafas,

tertinggal pada sisi yang sakit.

b. palpasi : pada sisi yang sakit ruang sela iga dapat normal atau melebar,

ictus jantung terdorong kesisi thorax yang sehat. Fremitus suara

melemah atau menghilang.

c. perkusi : suara ketok hipersonor sampai timpani dan tidak bergetar, batas

jantung terdorong ke thorax yang sehat apabila tekanannya

tinggi.

d. auskultasi : suara nafas melemah sampai menghilang, nafas dapat anforik

apabila ada fistel yang cukup besar.

13

Page 14: Gejala Klinis Pneumothorax

Pemeriksaan Penunjang

a. radiologis :

1. tampak bayangan hiperlusen baik bersifat lokal maupun general.

2. pada gambaran hiperlusen ini tampak jaringan paru, jadi avascular.

3. bila pneumothorax hebat sekali dapat menyebabkan terjadinya kolaps

dari paru-paru sekitarnya, sehingga massa jaringan paru yang terdesak

ini lebih padat dengan densitas seperti bayangan tumor.

4. biasanya arah kolaps ke medial.

5. bila hebat sekali dapat menyebabkan terjadinya perdorongan pada

jantung misalnya pada pneumothorax ventil atau yang biasa dikenal

dengan tension pneumothorax.

6. mediastinum dan trakea dapat terdorong ke sisi yang berlawanan.

Gambar 7. (Kiri) Open Pneumothorax, (Kanan) Tension Pneumothorax(Sumber : Medscape)

b. BGA : untuk memeriksa kadar oksigen dalam darah pasien.

14

Page 15: Gejala Klinis Pneumothorax

PENATALAKSANAAN

Penatalaksaan Awal

Pada semua pasien trauma, penatalaksaan awalnya dilakukan stabilisasi leher

hingga dipastikan pasien tidak mengalami cedera servikal dengan cara memasang

servical collar atau dengan kantong berisi pasir. Evaluasi tingkat kesadaran

dengan menyapa pasien dan dilanjutkan dengan pemeriksaan basic life support

yang terdiri dari pemeriksaan ABC (Airway, Breathing, Circulation). (Boon,

2008)

Penanganan basic life support (bantuan hidup dasar) ini bertujuan untuk dapat

mengembalikan atau mempertahankan oksigenasi pada korban. Bantuan hidup

dasar ini digunakan untuk mempertahankan aliran napas (airway), memberikan

bantuan pernapasan (breathing), dan evaluasi dari sistem sirkulasi darah

(circulation) apakah sudah cukup untuk memberikan perfusi oksigen yang adequat

keseluruh jaringan. (Berg et al, 2010)

Jika pasien berespon terhadap panggilan maupun rangsangan nyeri, segera

pindahkan pasien ketempat yang lebih aman. Setelah memberikan rangsangan

suara dan nyeri pasien tidak berespon, pertama kita lihat aliran napasnya (airway)

dengan menggunakan manuver head tilt, menaruh tangan didahi korban kemudian

mendorongnya kebelakang, dan chin lift, mengangkat dagu korban kedua gerakan

ini dilakukan secara simultan dan gentle. Setelah itu kita evaluasi hembusan napas

dan apakah terdengar suara napas tambahan seperti mengorok. Dilihat apa

terdapat benda asing pada jalan napas yang menghambat jalan napas seperti, sisa

makanan, lidah yang terjatuh kebelakang, cairan atau darah, jika terdapat

sumbatan kita bersihkan atau hilang benda asing itu dari jalan napas. Jika korban

dicurigai adanya trauma pada leher (cervical) kita gunakan manuver jaw thrus,

yaitu menempatkan dua atau tiga jari pada sudut kedua mandibular kemudian

mengangkatnya keatas dan kedepan. (Berg et al, 2010)

Setelah (airway) jalan napas sudah lapang, kemudian kita menilai pernapasan

(breathing), disini kita mengevaluasi dari pergerakan dada korban yang naik

15

Page 16: Gejala Klinis Pneumothorax

turun, adakah pergerakan dada yang tertingal (asimetris), pergerakan dada yang

cepat dan terdapat retraksi dari otot-otot pernapasan, atau pergerakan dada yang

tidak ada. Jika tidak ada pergerakan dada, kita lakukan pemberian napas bantuan

sebanyak dua kali kepada korban, secara mulut kemulut, 1 kali napas bantuan

dalan satu detik. Pada saat memberi napas bantuan tutup hidung pasien dengan

mempertahankan maneuver head tilt dan chin lift. (Handley, 1997) Tujuan dari

pemberian napas bantuan ini untuk memberikan napas pancingan kepada korban

yang henti napas, karena penyebab utama terjadinya kesulitan bernapas adalah

kurang lapangnya jalan napas. (Berg et al, 2010)

Pada pemberian dua kali napas bantuan, juga tidak berhasil, kita lanjutkan

pada evaluasi dari sirkulasi korban (circulation). Disini kita evaluasi sirkulasi

dengan meraba nadi karotis, brakialis, atau femoralis, dievalusi selama 10 detik.

(Handley, 1997) Jika denyut nadi teraba spontan kita lanjutkan pemberian napas

bantuan, satu napas batuan diberikan setiap 5-6 detik, jadi pada satu menit

diberikan 10 sampai 12 kali napas buatan. perabaan tidak teraba denyut nadi dari

korban kita langsung melakukan kompresi (cardiopulmonary resuscitation).

Kompresi dilakukan pada sternum, tepatnya dua atau tiga jari diatas taju pedang

(proccesus cipoideus). Kita taruh telapak tangan kita yang lebih kuat pada titik

kompresi dengan tangan yang lain diletakkan diatas tangan yang menjadi

tumpuan, tujannya agar sebagai pengunci, supaya tidak bergeser pada saat

melakukan kompresi. Kompresi dilakukan sebanyak 30 : 2 yaitu, 30 kali kompresi

diselingi dengan pemberian napas bantuan sebanyak 2 kali. Kompresi ini

bertujuan untuk meningkatkan oksigenasi ke jaringan dan mengeluarkan CO2

dilakukan sampai adanya tanda-tanda kehidupan, datang pengganti untuk

melakukan kompresi, ponolong kelelahan, datang petugas medis yang telah

dihubungi. (Berg et al, 2010)

Setelah proses diatas, dan kondisi pasien mulai stabil dilakukan penatalaksaan

sesuai dengan jenis pneumothorax.

Penatalaksaan Pneumothorax Tertutup (Simple Pneumothorax)

16

Page 17: Gejala Klinis Pneumothorax

Kebanyakan simple pneumothorax akan membutuhkan pemasangan

intercostal chest drain sebagai terapi definitif. Pneumothorax kecil, khususnya

yang hanya terlihat dengan CT Scan dapat diobservasi. Keputusan untuk data

diobservasi berdasarkan status klinis pasien dan prosedur yang direncanakan

berikutnya. Pemasangan Chest Tube cocok pada kasus yang terdapat multiple

injury. Pasien yang menjalani anestesia yang berkepanjangan, atau pasien yang

akan ditransfer dengan jarang yang jauh dimana deteksi peningkatan atau tension

pneumothorax mungkin sulit atau tertunda. (Brohi, 2004)

Penatalaksaan Pneumothorax Terbuka (Open Pneumothorax)

Pemberian oksigen 100% harus diberikan melalui face mask. Intubasi harus

dipertimbangkan bila oksigenasi atau ventilasi tidak adekuat. Intubasi tidak boleh

menunda pemasangan chest tube dan penutupan luka. Manajemen definitif pada

open pneumothorax adalah menutup luka dan segera memasang Intercostal Chest

Drain. (Brohi, 2004)

Bila Chest Drain tidak tersedia dan pasien jauh dari fasilitas yang bisa

melakukan terapi definitif, perban dapat diletakkan diatas luka dan diplester pada

tiga sisinya. Secara teori, hal tersebut bertindak sebagai katup-flap untuk

memungkinkan udara keluar dari pneumothorax selama ekspirasi, namun tidak

masuk selama inspirasi. Hal ini mungkin sulit dilakukan pada luka yang luas dan

efeknya sangat bervariasi. Sesegera mungkin Chest Drain harus dipasang dan

luka ditutup. (Brohi, 2004)

Penatalaksaan Tension Pneumothorax

1. Needle Thoracostomy

Manajemen klasik tension pneumothorax adalah dekompresi dada

emergensi dengan Needle Thoracostomy. Jarum ukuran 14-16 G

ditusukkan pada intercostal space (ICS) II midclavicula line (MCL). Jarum

dipertahankan hingga udara dapat dikeluarkan melalui spuit yang

terhubung dengan jarum. Jarum ditarik dan kanul dibiarkan terbuka di

udara. Udara yang keluar dengan cepat dari dada menunjukkan adanya

17

Page 18: Gejala Klinis Pneumothorax

tension pneumothorax. Manuver ini merubah tension pneumothorax

menjadi simple pneumothorax.

2. Pemasangan Chest Tube

Pemasangan Chest Tube merupakan terapi definitif pada tension

pneumothorax. Chest Tube harus tersedia dengan cepat diruang resusitasi

dan pemasangannya biasanya cepat. Pemasangan terkontrol Chest Tube

lebih baik untuk Blind Needle Thoracostomy. Hal ini menyebabkan status

respiratory dan hemodinamik akan menoleransi beberapa menit tambahan

untuk melakukan Surgical Thoracostomy. Setelah pleura dimasuki (diseksi

tumpul) tekanan akan didekompresi dan pemasangan Chest Tube dapat

dilakukan tanpa terburu-buru. Hal ini terutama berlaku bagai pasien yang

terventiasi manual dengan tekanan postif. (Brohi, 2004)

KOMPLIKASI

Komplikasi yang dapat terjadi pada pneumothorax antara lain adalah

pneumomediastinum dan emfisema subkutis. Pneumomediastinum dapat terjadi

melalui tiga tahap yang umum disebut dengan Effect Macklin. Urutan kejadiannya

adalah terjadinya ruptur alveolar kemudian terjadinya diseksi sepanjang selubung

bronkovasculer menuju daerah hilus dan akhirnya udara mencapai mediastinum.

Pneumomediastinum jarang menyebabkan komplikasi klinis yang signifikan,

tetapi pada beberapa kasus, tension pneumomediastinum dapat menyebabkan

peningkatan tekanan mediastinum sehingga terjadi penekanan langsung terhadap

jantung atau menurunkan aliran darah balik sehingga terjadi penurunan curah

jantung. Pneumomediastinum dapat berkembang menjadi emfisema subkutis,

apabila udara pada subkutan dan mediastinum sangat banyak dapat terjadi

kompresi jalan nafas dan jantung. (Carolan, 2010)

18

Page 19: Gejala Klinis Pneumothorax

Gambar 8. Pneumomediastinum(Sumber : Carolan, 2010)

Mediastinum berhubungan dengan daerah submandibula, retrofaringeal,

selubung pembuluh darah leher dan thorax lateral. (Carolan, 2010) Emfisema

subkutis terjadi akibat udara memasuki daerah-daerah tersebut dan bermanifestasi

sebagai pembengkakan tetapi tidak nyeri. Pada palpasi akan terasa seperti kertas.

Gambaran radiologi untuk emfisema subkutis adalah radiolusen di tepi struktur

anatomi yang terkait. Komplikasi ini dapat memperparah keadaan pasien dengan

pneumothorax akibat kompresi jalan nafas. Pertolongan pertama yang dilakukan

apabila terjadi distress adalah insisi kulit dengan pisau pada daerah kulit yang

mengalami pembengkakan. (Paramasivam, 2008)

19

Page 20: Gejala Klinis Pneumothorax

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. Europan course trauma care thoracic trauma; cited 24 November 2012 available at www.cdu.dc.med.unipi.it/ectc/ethoma.htm.

Barmawi, H., Budiono, E., 2006. Pneumothoraks Spontan. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

BaileyBio.com, Anatomy and Physiologi Respiratory System. Diakses di http://www.baileybio.com/plogger/?level=picture&id=710

Berck. M., 2010. Pneumothorax. Diakses di http://nefrologyners.wordpress.com /2010/11/03/pneumothorax-2/

Berg RA, Hemphill R, Abella BS, Aufderheide TP, Cave DM, Hazinski MF, Lerner EB, Rea TD, Sayre MR, Swor RA. Adult Basic Life Support: 2010 American Heart Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care. 2010;122(suppl 3):S685–S705.

Brohi K. 2004. Chest Trauma : Pneumothorax-Open. Diakses di http://www.trauma.org/archive/thoracic/CHESTopen.html.

Brohi K. 2004. Chest Trauma : Pneumothorax-Simple. Diakses di

http://www.trauma.org/archive/thoracic/CHESTpneumo.html. Brohi K. 2004. Chest Trauma : Pneumothorax-Tension. Diakses di

http://www.trauma.org/archive/thoracic/CHESTtension.html.

Carolan PL., 2010. Pneumomediastinum. Medscape Referance. Emedicine. Diakses di http://www.medscape.com/article/1003409.

De jong W., Sjamsuhidajat R., Karnadihardja W. Prasetyono T.O, Rudiman R. 2008. Buku Ajar Ilmu Bedah; Bab 28: 498-513.

Djojodibroto, D., 2009. Respirologi (Respiratory Medicine). Jakarta : EGC.

Handley A.J. Basic Life Support. British Journal Of Anesthesia 1997; 79: 151- 158

Heffner, JE and Huggins, JT. 2004. Management of Secondary Spontaneous Pneumthorax: Thers’s Confusion in the Air. Chest Journal; 125; 190-1192.

Idress M.M, Ingleby A.M, Wali S.O. Evalution and Managemet of Pneumothorax. Saudi Med J 2003; vol.24(5):447 – 452.

20

Page 21: Gejala Klinis Pneumothorax

Jain D.G, Gosari S.N, Jain D.D. Understanding and Managing Tension Pneumothorax. JIACN 2008; 9(1) : 42 – 50.

Korom S., Conyurt H., Missback A., et al. 2011. Pneumothorax. Diakses di http://www.patient.co.uk/doctor/Pneumothorax.htm.

Mackenzie, SJ, and Gray, A. 2007. Primary Spontaneous Pneumothorax: why all the confusion over first-line treatment?. Journal of Royal College of Physicians of Edinburgh; 37:335-338

McCool, FD., Rochester, DF., et al. 2008. Pneumothorax. Diakses di http://www.harrisonspractice.com/practice/ub/view/Harrisons%20Practice/141278/all/Pneumothorax

Noppen M, Keukeleire T.D : Pneumothorax. Respiration 2008; 76 :121 – 127

Paramasivam, E. 2008. Air Leaks, Pneumothorax, and Chest Drains : Subcutaneus Emphysema, Pneumomediastinum, and Pneumopericardium. Cont edu Anaesth Crit Care & Pain. 8(6): 204-209. Oxford University Press.

Sloane, E., 2004. Anatomy and Physiology : An Easy Learner. Alih Bahasa : James Veldman. Jakarta : EGC.

The Respiratory System. Diakses di http://www.nhlbi.nih.gov/health/health- topics/topics/hlw/system.html.

The Subdivisions and Structure of the Human Intrapulmonary Airways. Diakses di http://www.dijitalimaj.com/alamyDetail.aspx?img=%7B483C08A3-5BC6-4256-9F81-5B300E7BBF72%7D.

Ursic, C., Curtis, K., 2008. Thoracic and Neck Trauma. Elsevier International Emergency Nursing, Volume 18, Issue 2, April 2010, Pages 99-108.

21