geoindo cepu

Embed Size (px)

DESCRIPTION

nk

Citation preview

TUGAS GEOLOGI INDONESIA

GEOLOGI CEPU/BLORA

Disusun Oleh :

Nama : Muhammad Ipnu WidayatWildan Aulia RakhmanNo.Mhs : 410012248410012251

JURUSAN TEKNIK GEOLOGISEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NASIONALYOGYAKARTA2014

Fisiografi Van BemelenDaerah Cepu sejak lama dikenal sebagai daerah tambang minyak bumi, yang dieksploitasi sejak era Hindia Belanda. Blora mendapat sorotan internasional ketika di kawasan Blok Cepu ditemukan cadangan minyak bumi sebanyak 250 juta barel. Cepu merupakan bagian Kabupaten Blora dari terdiri atas dataran rendah dan perbukitan dengan ketinggian 20-280 meter dpl. Bagian utara merupakan kawasan perbukitan, bagian dari rangkaian Pegunungan Kapur Utara. Bagian selatan juga berupa perbukitan kapur yang merupakan bagian dari Pegunungan Kendeng, yang membentang dari timur Semarang hingga Lamongan. Ibukota kabupaten Blora sendiri terletak di cekungan Pegunungan Kapur Utara. Zona Kendeng merupakan rangkaian pegunungan yang memanjang dari barat ke timur mulai dari Ungaran hingga ke Ngawi dan Mojokerto bahkan hinggga ke Madura. Rangkaian pegunungan ini tersusun atas sedimen laut dalam yang terlipatkan dan tersesarkan secara intensif membentuk suatu antiklinorium.Randublatung zone merupakan suatu depresi yang terbentuk akibat adanya tektonik diantara Kendeng zone dan Rembang zone pada Pleistosen dengan litologi berupa lempung dan lanau. Sedangkan Rembang zone sendiri merupakan suatu antiklinorium dengan trend yang mengarah dari barat ke timur. Litologi yang terdapat pada zona ini merupakan suatu campuran batuan sedimen silisiklastik, karbonat laut dangkal dan asal daratan, lempung, dan napal laut dalam.Zona Kendeng pada Miosen Awal merupakan zona tektonik aktif dan dalam, Kendeng zone masuk dalam Cekungan Jawa Timur. Cekungan ini mengalami gaya ekstensi pada Paleosen dan menghasilkan banyak sesar turun sehingga muncullah morfologi-morfoogi tinggian dan rendahan. Pada Neosen, cekungan ini mengalami gaya kompresi sehingga terjadilah reaktivasi sesar turun menjadi sesar-sesar naik dan lipatan-lipatan yang pada akhirnya menjadi antiklinorium.

Fisiografi Cekungan Jawa Timur Utara, daerah penelitian masuk ke dalam Zona Rembang (Ponto, et al., 1995)Graben, half-graben, dan sesar-sesar hasil dari proses rifting telah dihasilkan pada periode ekstensional yaitu pada Paleogen. Selanjutnya periode kompresi dimulai pada Miosen Awal yang mengakibatkan reaktivasi sesar-sesar yang telah terbentuk sebelumnya pada periode ekstensional. Reaktivas Tersebut mengakibatkan pengangkatan dari graben-graben yang sebelumnya terbentuk menjadi tinggian yang sekarang disebut sebagai Central High (Ponto, et al., 1995).Pada saat sekarang, Cekungan Jawa Timur Utara dikelompokkan ke dalam tiga kelompok struktur utama dari arah utara ke selatan, yaitu North Platform, Central High dan South Basin (Gambar 2. 1). Perubahan struktur juga terjadi pada konfigurasi basement dari arah barat ke timur. Bagian barat pada Platform Utara dapat dikelompokkan menjadi Muria Trough, Bawean Arc, JS-1 Ridge, Norhteast Java Platform, Central-Masalembo Depression, North Madura Platform dan JS 19-1Depression. Sedangkan pada South Basin, dari barat ke timur dapat dikelompokkan menjadi North East Java Madura Sub-Basin(Rembang-Madura Strait-Lombok Zone), South Madura Shelf (kelanjutan dari Zona Kendeng) dan Solo Depression Zone. Pada Central High tidak ada perubahan struktur yang berarti dari arah barat ke timur (Ponto,et al., 1995). Daerah Cepu termasuk ke dalam South Basin sebelah barat, dimana termasuk ke dalam Zona Rembang bagian selatan. Pada konfigurasi basement yang lebih detail, daerah Cepu termasuk ke dalam Kening Trough, seperti terlihat pada gambar

Struktur GeologiPada masa sekarang (Neogen Resen), pola tektonik yang berkembang di Pulau Jawa dan sekitarnya, khususnya Cekungan Jawa Timur bagian Utara merupakan zona penunjaman (convergent zone), antara lempeng Eurasia dengan lempeng Hindia Australia (Hamilton, 1979, Katili dan Reinemund, 1984, Pulonggono, 1994).

Evolusi tektonik di Jawa Timur bisa diikuti mulai dari Jaman Akhir Kapur (85 65 juta tahun yang lalu) sampai sekarang (Pulonggono, 1990). Secara ringkasnya, pada cekungan Jawa Timur mengalami dua periode waktu yang menyebabkan arah relatif jalur magmatik atau pola tektoniknya berubah, yaitu pada jaman Paleogen (Eosen Oligosen), yang berorientasi Timur Laut Barat Daya (searah dengan pola Meratus). Pola ini menyebabkan Cekungan Jawa Timur bagian Utara, yang merupakan cekungan belakang busur, mengalami rejim tektonik regangan yang diindikasikan oleh litologi batuan dasar berumur Pra Tersier menunjukkan pola akresi berarah Timur Laut Barat Daya, yang ditunjukkan oleh orientasi sesar sesar di batuan dasar, horst atau sesar sesar anjak dan graben atau sesar tangga. Dan pada jaman Neogen (Miosen Pliosen) berubah menjadi relatif Timur Barat (searah dengan memanjangnya Pulau Jawa), yang merupakan rejim tektonik kompresi, sehingga menghasilkan struktur geologi lipatan, sesar sesar anjak dan menyebabkan cekungan Jawa Timur Utara terangkat (Orogonesa Plio Pleistosen) (Pulonggono, 1994). Khusus di Cekungan Jawa Timur bagian Utara, data yang mendukung kedua pola tektonik bisa dilihat dari data seismik dan dari data struktur yang tersingkap.Menurut Van Bemmelen (1949), Cekungan Jawa Timur bagian Utara (North East Java Basin) yaitu Zona Kendeng, Zona Rembang Madura, Zona Paparan Laut Jawa (Stable Platform) dan Zona Depresi Randublatung.Keadaan struktur perlipatan pada Cekungan Jawa Timur bagian Utara pada umumnya berarah Barat Timur, sedangkan struktur patahannya umumnya berarah Timur Laut Barat Daya dan ada beberapa sesar naik berarah Timur Barat.Zona pegunungan Rembang Madura (Northern Java Hinge Belt) dapat dibedakan menjadi 2 bagian yaitu bagian Utara (Northern Rembang Anticlinorium) dan bagian Selatan (Middle Rembang Anticlinorium).Bagian Utara pernah mengalami pengangkatan yang lebih kuat dibandingkan dengan di bagian selatan sehingga terjadi erosi sampai Formasi Tawun, bahkan kadang kadang sampai Kujung Bawah. Di bagian selatan dari daerah ini terletak antara lain struktur struktur Banyubang, Mojokerep dan Ngrayong.Bagian Selatan (Middle Rembang Anticlinorium) ditandai oleh dua jalur positif yang jelas berdekatan dengan Cepu. Di jalur positif sebelah Utara terdapat lapangan lapangan minyak yang penting di Jawa Timur, yaitu lapangan : Kawengan, Ledok, Nglobo Semanggi, dan termasuk juga antiklin antiklin Ngronggah, Banyuasin, Metes, Kedewaan dan Tambakromo. Di dalam jalur positif sebelah selatan terdapat antiklinal-antiklinal / struktur-struktur Gabus, Trembes, Kluweh, Kedinding Mundu, Balun, Tobo, Ngasem Dander, dan Ngimbang High.Sepanjang jalur Zona Rembang membentuk struktur perlipatan yang dapat dibedakan menjadi 2 bagian, yaitu :Bagian Timur, dimana arah umum poros antiklin membujur dari Barat Laut Timur Tenggara.Bagian Barat, yang masing masing porosnya mempunyai arah Barat timur dan secara umum antiklin-antiklin tersebut menunjam baik ke arah barat ataupun ke arah timur.

STRATIGRAFISecara regional, stratigrafi pada daerah Cepu dan sekitarnya tersusun atas sepuluh formasi Pringgoprawiro, 1983), yaitu Formasi Kujung, Prupuh, Tuban, Tawun, Ngrayong, Bulu, Wonocolo, Ledok, Mundu dan Lidah. Urutan stratigrafi daerah penelitian dapat dilihat pada Deskripsi dari masing-masing formasi dari urutan tua ke muda adalah sebagai berikut :Formasi KujungFormasi Kujung mempunyai lokasi tipe di Kali Secang, Desa Kujung, Tuban, tersingkap susunan napal abu-abu kehijauan dan lempung napalan kuning kecoklatandengan sisipan batugamping bioklastik (Pringgoprawiro, 1983). Umur Formasi Kujung adalah Oligosen Atas atau Zonasi Blow P19 N1 (Pringgoprawiro, 1983). Formasi Kujung memiliki rasio planktonik bentonik berkisar 60% - 70%, diendapkan pada lingkungan laut terbuka pada kedalaman berkisar antara 200 500 meter atau bathyal atas, hal tersebut dikuatkan dengan ditemukannya fosil-fosil Cibicides floridanus, Nonion pompilioides, Spirillina vivipora, Robulus cf, Loculosis, Nodosaria sublineata, Uvigerina auberiana, Cyclammina cancellata dan Pullenia quinqueloba (Pringgoprawiro, 1983). Formasi Kujung ditutupi oleh Formasi Prupuh secara selaras. Formasi PrupuhFormasi Prupuh memiliki lokasi tipe di Desa Prupuh, Paceng, Paciran Gresik, dengan panjang lintasan 300 m. Formasi Prupuh disusun oleh perselingan antara batugamping berwarna putih kotor dengan batugamping bioklastik putih abu-abu muda (Pringgoprawiro, 1983). Pada bagian bawah formasi ini ditemukan Globigerina ciperoensis, Globigerina tripartita, Globorotalia kugleri dan Globigerinita dissimilis, sedangkan pada bagian atas muncul Globigerinoides immaturus. Pada batugamping bioklastik ditemukan Spiroclypeus orbitoides, Lepidocyclina verucoca dan Lepidocyclina sumatrensis. Umur dari Formasi Prupuh ini adalah Oligosen Atas Miosen Bawah atau Zonasi Blow N3 N5 (Pringgoprawiro, 1983). Formasi Prupuh memiliki rasio planktonik bentonik berkisar 50% - 60%, diendapkan pada lingkungan neritik luar, hal tersebut dikuatkan dengan ditemukannya fosil-fosil Uvigerina auberiana, Cibicides io, Eponides hannai, Nodosaria insecta dan Lagena spiralis (Pringgoprawiro, 1983). Adanya fosil golongan orbitoid yang berasal dari laut dangkal disimpulkan sebagai fosil-fosil ex-situ karena terjadi longsoran, terdapatnya fosil-fosil golongan plankton dengan golongan ini menyokong pendapat ini. Formasi TubanFormasi Tuban tersingkap di Desa Drajat, Paciran, Tuban. Formasi Tuban tersusun atas napal pasiran berwarna putih abu-abu, semakin ke atas berubah menjadi endapan batulempung biru kehijauan dengan sisipan batugamping berwarna abu-abu kecoklatan yang kaya akan foraminifera orbitoid, koral dan algae. Semakin ke atas lagi berubah menjadi batugamping pasiran berwarna putih kekuningan hingga coklat kekuningan (Pringgoprawiro, 1983). Pada formasi ini dijumpai Clycloclypeus, Myogypsina, Lepidocyclina. Umur dari Formasi Tuban ini adalah Miosen Awal bagian tengah atau Zonasi Blow N5 N6 (Pringgoprawiro, 1983). Pada formasi ini sering dijumpai fosil foraminifera Globigerinoides primordius, Globorotalia opimanana, Globigerina tripartita dissimilis, dan Globigerinoides alttiaperture. Formasi Tuban memiliki rasio planktonik bentonik berkisar 20% - 30%, diendapkan pada lingkungan sublitoral luar (50 150 meter), hal tersebut dikuatkan dengan ditemukannya fosil-fosil Cibides concentricus, Eponoides antilarum, Epinoides umbonatus dan Uvigerina cf auberiana pada bagian bawah dan Lagenodosaria scalaris, Cassidulina sp., Cibicides sp., Uvigerina sp. dan Ammonia beccarii. Adanya Ammonia becarii menunjukkan bahwa lingkungan tempat diendapkannya formasi ini tidak jauh dari pantai (Pringgoprawiro, 1983)Formasi TawunFormasi Tawun tersusun atas serpih pasiran berwarna abu-abu hingga coklat abu-abu, kemudian disusul dengan perselingan antara batupasir coklat kemerahan, serpih pasiran dan batugamping kekuningan hingga kecoklatan, dimana makin ke atas batugamping menjadi lebih dominan dan mengandung fosil orbitoid yang besar-besar (Pringgoprawiro, 1983). Umur dari Formasi Tawun adalah Miosen Awal bagian tengah Miosen Tengah atau Zonasi Blow N8 N12. Pada formasi ini sering dijumpai fosil foraminifera planktonik seperti Globorotalia praemenardii, Globorotalia siakensis, Globorotalia obesa, Globorotalia subquadratus, Globigerinoides alttiapertu (Pringgoprawiro, 1983). Pada lempung pasirannya mengandung gastropoda, semakin ke atas, yaitu pada batugamping bioklastik, kaya akan fosil orbitoid seperti Lepidocyclina atuberculata, Lepidocyclina ephippioides, Lepidocyclina sumatrensis, Lepidocyclina nipponica, Myogypsina bantamensis dan Clyclocypeus spp. yang mengindikasi umur Miosen Tengah, (Pringgoprawiro, 1983). Berdasarkan fosil-fosil foraminifera bentonik yang ditemukan yaitu Elphidium sp., Pyrgo bradyi, Triloculina sp., Proteonina sp. dan Nonionella sp., Formasi Tawun diendapkan pada lingkungan paparan dangkal antara kedalaman 0 50 meter. Terdapatnya kelimpahan dari foram besar menunjukkan adanya kondisis terumbu, dengan lautan yang dangkal, air hangat dan jernih (Pringgoprawiro, 1983). Formasi NgrayongPada umur Miosen Tengah, juga dijumpai adanya batupasir kuarsa yang berukuran halus pada bagian bawah dan cenderung mengkasar pada bagian atas dan terkadang gampingan (Pringgoprawiro, 1983). Batupasir ini sebelumnya disebut sebagai Anggota Ngrayong dari Formasi Tawun, namun kemudian disebut sebagai Formasi Ngrayong. Lokasi tipe Formasi Ngrayong adalah desa Ngrayong yang terletak kurang lebih 30 km di sebelah utara kota Cepu. Pada umumnya, satuan batuan ini dicirikan oleh pasir kuarsa lepas-lepas, disuatu tempat berselingan dengan serpih karbonan, serpih dan batulempung. Ke arah atas dijumpai sisipan batugamping bioklastik yang mengandung fosil Orbitoid (Poedjoprajitno dan Djuhaeni, 2006). Pasir Ngrayong diendapkan dalam fase regresif dari lingkungan laut dangkal zona neritik pinggir hingga rawa-rawa pada waktu Miosen Tengah (Poedjoprajitno dan Djuhaeni, 2006). Ketebalan keseluruhan Pasir Ngrayong adalah sangat beragam, di sebelah utara mencapai 800 1000 meter, sedangkan di sebelah selatan mencapai 400 meter (Poedjoprajitno dan Djuhaeni, 2006). Formasi Ngrayong kontak dengan batugamping Formasi Tawun pada bagian bawah dan dibagian atas ditutupi oleh batugamping Formasi Bulu (Poedjoprajitno dan Djuhaeni, 2006).Formasi BuluFormasi Bulu mempunyai lokasi tipe di Desa Bulu, Rembang, terdiri dari batugamping putih kekuningan dan batugamping pasiran berwarna putih kelabu hingga kuning keabuan, terdapat sisipan napal berwarna abu-abu, kaya akan foram besar dan kecil, koral, ganggang (Pringgoprawiro, 1983). Ketebalan satuan ini 54 m 248 m. Umur Formasi Bulu adalah Miosen Akhir bagian bawah atau Zonasi Blow N14 N15 (Pringgoprawiro, 1983). Formasi Bulu diendapkan pada lingkungan neritik luar batial atas (Pringgoprawiro, 1983). Berdasarkan fosil foraminifera besar yang ditemukan, yaitu Lepidocyclina angulosa, Lepidocyclina sumatrensis, Cycloclypeus annulatus, Cycloclypeus indofasificus dan Lepidocycclina sp., Formasi Bulu dikelompokkan ke dalam zona Tf bawah Tf atas. Formasi Bulu memiliki rasio planktonik bentonik 30 - 40 %, diendapkan pada lingkungan batimetri Neritik Tengah dengan kedalaman 50 100 meter, didasarkan pada fosil foraminifera bentonik yang ditemukan, yaitu Amphistegina lesonii, Cibicides io, Eponides antillarium dan Nonionela atlantica (Pringgoprawiro, 1983). Formasi Bulu ditutupi oleh Formasi Wonocolo secara selaras.Formasi WonocoloFormasi Wonocolo memiliki lokasi tipe di sekitar Wonocolo, Cepu. Satuan ini tersusun oleh napal, napal lempungan, hingga napal pasiran, yang kaya akan foram plankton, terdapat sisipan kalkarenit dengan tebal lapisan 5 20 cm (Pringgoprawiro,1983). Formasi Wonocolo memiliki tebal 89 600 meter, diendapkan pada Miosen Akhir bagian bawah - Miosen Akhir bagian tengah atau pada Zonasi Blow N15 N16 (Pringgoprawiro, 1983). Formasi Wonocolo memiliki rasio planktonik bentonik 60 80%, diendapkan pada lingkungan laut terbuka dengan kedalaman 100 500 meter atau pada zona batimetri neritik luar batial atas. Formasi Wonocolo ditutupi oleh Formasi Ledok di atasnya secara selaras (Pringgoprawiro, 1983).Formasi LedokFormasi Ledok memiliki lokasi tipenya di Desa Ledok, Cepu. Formasi Ledok tersusun atas perulangan napal pasiran dan kalkarenit, dengan napal dan batupasir. Bagian atas dari satuan ini dicirikan batupasir dengan konsentrasi glaukonit. Kalakarenitnya sering memperlihatkan perlapisan silang-siur (Pringgoprawiro, 1983). Berdasarkan fosil foram planktonik Globorotalia pleistumida yang ditemukan, umur Formasi Ledok adalah Miosen Akhir bagian atas atau pada Zonasi Blow N17 N18 (Pringgoprawiro, 1983). Formasi Ledok memiliki rasio planktonik bentonik 30 47%, diendapkan pada lingkungan neritik luar dengan kedalaman 100 - 200 meter (Pringgo-prawiro, 1983).Formasi MunduFormasi Mundu memiliki lokasi tipe di Kali Kalen, Desa Mundu, Cepu. Formasi Mundu terdiri dari napal yang kaya foraminifera planktonik, tidak berlapis. Bagian paling atas dari satuan ini ditempati oleh batugamping pasiran yang kaya foraminifera planktonik. Bagian atas dari Formasi Mundu ini disebut Anggota Selorejo, terdiri dari perselingan batugamping pasiran dan napal pasiran (Pringgoprawiro, 1983). Penyebarannya cukup luas, dengan ketebalan 75m 342m. Berdasarkan fosil foraminifera planktonik yang ditemukan, umur Anggota Selorejo adalah Pliosen atau pada Zonasi Blow N18 N20 (Pringgoprawiro, 1983). Bagian bawah Formasi Mundu memiliki rasio planktonik bentonik 75 80 %, diendapkan pada lingkungan batimetri bathyal tengah dengan kedalaman 700 1100 meter, sedangkan bagian atas Formasi Mundu memiliki rasio planktonik bentonik 30 47 %, diendapkan pada lingkungan batimetri neritik luar dengan kedalaman100 600 meter (Pringgoprawiro, 1983).Formasi LidahFormasi Lidah terdiri atas satuan batulempung biru tua, masiv, tidak berlapis. Satuan ini dapat dipisahkan menjadi bagian atas, tengah, bawah. Pada bagian bawah Formasi Lidah merupakan satuan batulempung berwarna biru (Anggota Tambakromo). Bagian atasnya terdiri batulempung dengan sisipan napal dan batupasir kuarsa mengandung glaukonit (Anggota Turi). Di daerah Antiklin Kawengan kehadiran dua satuan ini dipisahkan dengan suatu satuan batugamping cocquina terdapat cangkang-cangkang moluska (Anggota Malo). Umur formasi ini Pliosen Atas Pleistosin Bawah, diendapkan di lingkungan laut tertutup, dan berangsur-angsur menjadi semakin dangkal (Pringgoprawiro, 1983). Hubungan dengan Formasi Mundu adalah selaras, dan di atas Formasi Lidah ditutup secara tidak selaras oleh endapan alluvial dan endapan terassungai (Pringgoprawiro, 1983).

PETROLEUM SYSTEMSource rock yang berpotensi menghasilkan hidrokarbon dalam jumlah yang cukup melimpah antara lain terdiri dari 4 Formasi yaitu : Formasi Ngrayong, Formasi Kujung, Formasi Ngimbang, dan Formasi Tuban. Secara umum formasi-formasi ini tersusun atas shale yang dapat menghasilkan kerosen. Formasi ini mencapai tingkat kedewasaan secara temperatur (mature thermally) pada Paleosen, kecuali Formasi Tuban yang matang pada umur Miosen. Hidrokarbon yang dihasilkan oleh source rock kemudian bermigrasi dan terakumulasi dalam Reservoir Rocks berupa quatrz sandstone, micritic sandstone, reefal limestone, tuffaceous sandstone, dan muds dari Formasi Kujung, Formasi Ngrayong, dan Formasi Mundu.Trap atau cebakan hidrokarbon yang terdapat di Cepu kebanyakan adalah Structural trap berupa antiklin dengan variasi yang sederhana. Hidrokarbon bermigrasi dan kemudian terperangkap lalu terakumulasi dalam puncak antiklin yang terbentuk pada umur Plio-Pleistosen akibat adanya tektonik berupa gaya kompresi yang dan kemudian juga membentuk struktur yang lain berupa thrust fault. Stratigraphic trap berupa reefal limestone complex dengan sedikit faktor struktur juga terdapat pada petroleum system di Cepu.Lebih dari 25 sumur minyak telah ditemukan di daerah Cepu sampai Surabaya. Tapi sekarang hanya 5 lapangan minyak (Kawengan, Ledok, Nglobo, Semanggi, Wonocolo) dan lapangan gas (Balun) yang telah dihasilkan oleh Pertamina (Perusahaan Minyak Pemerintah Indonesia). Sumur minyak Kawengan merupakan lapangan minyak terbesar di Cekungan Jawa Timur Utara.Formasi Tawon bagian atas, batupasir Formasi Ngrayong, dan Formasi Wonocolo bagian bawah adalah lapisan yang menghasilkan hidrokarbon.