30
BAB II GEOLOGI UMUM II.1 Geomorfologi Regional. Kenampakkan bentang alam di daerah Pinrang umumnya merupakan daerah pantai serta pegunungan dan perbukitan dimana puncaknya sudah nampak meruncing dan sebagian lagi nampak membulat. Perbedaan tersebut disebabkan oleh karekteristik masing-masing batuannya, pengaruh struktur dan tingkat perkembangan erosi yang telah berlangsung dan akhirnya menghasilkan kenampakkan bentang alam seperti yang nampak sekarang ini. Berdasarkan hal tersebut diatas, maka pengelompokkan satuan morfologi daerah Pinrang dapat dibagi berdasarkan pada struktur geologi dan batuan penyusunnya serta proses geomorfologi yang mempengaruhi bentuk permukaan bumi yang nampak sekarang. Berdasarkan atas kenampakan relief dan ketinggiannya, maka 9

Geologi Regional Pare-pare-pinrang.doc

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Geologi Regional Pare-pare-pinrang.doc

BAB II

GEOLOGI UMUM

II.1 Geomorfologi Regional.

Kenampakkan bentang alam di daerah Pinrang umumnya merupakan daerah

pantai serta pegunungan dan perbukitan dimana puncaknya sudah nampak meruncing

dan sebagian lagi nampak membulat. Perbedaan tersebut disebabkan oleh

karekteristik masing-masing batuannya, pengaruh struktur dan tingkat perkembangan

erosi yang telah berlangsung dan akhirnya menghasilkan kenampakkan bentang alam

seperti yang nampak sekarang ini.

Berdasarkan hal tersebut diatas, maka pengelompokkan satuan morfologi

daerah Pinrang dapat dibagi berdasarkan pada struktur geologi dan batuan

penyusunnya serta proses geomorfologi yang mempengaruhi bentuk permukaan bumi

yang nampak sekarang. Berdasarkan atas kenampakan relief dan ketinggiannya, maka

daerah penelitian dapat dibagi menjadi dua satuan morfologi yaitu :

1. Satuan Morfologi Berelief Sedang

2. Satuan Morfologi Berelief Rendah.

II.1.1 Satuan Morfologi Berelief Sedang

Satuan ini terletak di bagian selatan yang meliputi seperempat bagian dari

daerah penelitian dengan ketinggian antara 100 meter sampai 375 meter. Satuan ini

9

Page 2: Geologi Regional Pare-pare-pinrang.doc

berupa rangkaian perbukitan yang agak rapat dimana puncak-puncaknya relatif

runcing yang terdiri dari Bukit Batu, Bukit Tolong dan Bukit Lakaliki. Secara umum

batuan penyusun dari satuan morfologi ini adalah batuan yang relatif resisten

terhadap pelapukan yakni satuan breksi vulkanik.

Bukit batu terletak di sebelah Utara yang memanjang dari Utara ke Selatan

dengan ketinggian puncak 126 meter, dimana kemiringan lereng di bagian Selatan

antara 30o – 60o, sedangkan di bagian Utara kemiringan lereng antara 10o – 25o. Oleh

karena perbukitan tersebut melandai ke Utara, sedangkan lereng pada sebelah Selatan

merupakan suatu tebing, maka perbukitan tersebut adalah suatu puncak “Questa”.

Bukit Tolong terletak di sebelah Selatan Yang memanjang dari Timur Luat –

Barat Daya dengan ketinggian puncak 285 meter, sedang kemiringan lereng di bagian

Barat yaitu antara 15o – 30o, dan kemiringan lereng di bagian Timur antara 45o – 80o

ke arah Timur. Oleh karena perbukitan tersebut melandai ke arah Barat sedangkan

lereng di sebelah Timur merupakan suatu tebing yang curam, maka perbukitan

tersebut adalah suatu puncak “Questa”.

II.1.2 Satuan Morfologi Berelief Rendah

Satuan ini meliputi tiga perempat dari daerah penelitian yang terletak sebagian

diantara Bukit Tolong dan Bukit Lakaliki yakni mulai dari Kampung Mangimpuru di

bagian Selatan sampai ke bagian Utara Desa Lapede. Daerah ini merupakan

perbukitan yang renggang dengan puncak-puncaknya sudah membulat, dimana

10

Page 3: Geologi Regional Pare-pare-pinrang.doc

terdapat dua puncak yang dikenal antara lain Bukit Lemabang (67 meter), dan Bukit

Sikarangtuluwe (86 meter), dengan kemiringan antara 5o – 10o.

Penyebaran lain dari satuan morfologi ini adalah terletak di bagian Barat yang

dimulai dari Desa Baru 2 sampai Desa Banrong, dan sepanjang garis pantai dimana

pada umumnya disusun oleh satuan Alluvial dan satuan Tufa. Di bagian Barat dari kota

Pare-Pare dijumpai teluk Pare-Pare yang mempunyai kedalaman antara 5 – 70 meter.

II.2 Stratigrafi Regional

Menurut RAB SUKAMTO (1982), dalam stratigrafi lembar Pangkajene dan

Watampone bagian Barat, dimana sebagai batuan tertua adalah batuan Ultrabasa yang

umurnya belum diketahui, sedangkan hasil penarikan radiometri pada batuan Sekis

yakni 111 juta tahun atau Kapur Akhir. Batuan tua ini tertindih secara tidak selaras

oleh formasi Balangbaru berupa endapan flysch dengan ketebalan lebih dari 2000

meter dan berumur Kapur Akhir. Batuan gunungapi Paleosen yang diendapkan pada

lingkungan laut menindih tidak selaras endapan flysch. Sedangkan batuan gunung api

tertindih tidak selaras oleh Formasi Mallawa dan berangsur beralih ke endapan

karbonat dari Formasi Tonasa yang berumur Eosen – Miosen Tengah secara menerus

dengan ketebalan 3000 meter. Formasi Camba secara tidak selaras menindih Formasi

Tonasa dengan ketebalan sekitar 5000 meter dan berumur Miosen Tengah – Pliosen.

Bagian atas Formasi Camba berhubungan menjemari dengan Formasi Walanae yang

tebalnya sekitar 4500 meter dan berumur Miosen Akhir – Pliosen Awal.

11

Page 4: Geologi Regional Pare-pare-pinrang.doc

Formasi Walanae disusun oleh batuan Sedimen beumur Miosen – Pliosen dan

penyebarannya cukup luas, sedangkan di bagian Barat lebih banyak tersingkap batuan

asal gunungapi dan batuan setempat dijumpai batuan Beku terobosan dan batuan

Metamorf.

Dan dibeberapa tempat telah mengalami gerakan-gerakan tektonik komplek.

Hal ini dibuktikan dengan adanya banyak sesar dengan arah yang tidak beraturan,

seperti yang terdapat di daerah Bantimala sebelah Timur Pangkajene.

Dalam tulisan SARTONO dan ASTADIREDJA (1981), yang telah

mengadakan penelitian tentang Geologi Kwarter Sulawesi Selatan, menyatakan bahwa

Formasi Walanae yang tersusun atas Lempung dan selang-seling Batugamping Pasiran

yang mengandung fosil Mollusca dan Foraminifera kecil yang menunjukkan umur

Miosen Akhir. Formasi Walanae tertindih tidak selaras oleh Formasi Berru yang terdiri

dari Batupasir selang-seling lapisan Lempung dan Konglomerat di bagian atasnya.

Formasi Berru mengandung fosil Gastropoda, Pelecypoda dan Foraminifera

kecil yang menunjukkan umur Pliosen Akhir. Sedangkan di beberapa tempat

dijumpai Batugamping berwarna putih, kadang-kadang dijumpai struktur bioturbasi.

Kandungan fosil yang dijumpai pada Batugamping ini yakni Foraminifera kecil yang

menunjukkan umur Plestosen Bawah.

Di atas Batugamping terdapat satuan kerakal yang terdiri dari berbagai batuan

seperti Rijang, Kuarsit, Batuan Malihan, Fosil Kayu, Oksida Besi dan sedikit Batuan

Beku, dimana bentuk komponennya membulat. Satuan kerakal polemik (batuan yang

memiliki atau mengandung banyak fragmen batuan lain dengan sifat fisik yang

12

Page 5: Geologi Regional Pare-pare-pinrang.doc

berbeda-beda ) bersifat tidak padu dan makin ke atas ukurannya semakin halus,

dimana kerakal polemik ini diduga merupakan endapan fluvial yang mengalami

penorehan sungai Walanae purba. Endapan Aluvium berupa Lempung, Pasir, Lanau

dan Kerakal berasal dari batuan yang telah mengalami denudasi.

II.2.1 Stratigrafi Lokal

Penyusunan stratigrafi daerah penelitian didasarkan atas ciri-ciri batuan yang

dapat diamati di lapangan, meliputi jenis batuan, keseragaman gejala litologi batuan,

urutan litologi yang menerus dan dapat dipetakan dalam skala 1 : 25.000.

Dengan dasar penyatuan tersebut di atas maka stratigrafi daerah penelitian

yang dipetakan, dapat disusun menjadi 5 (lima) satuan batuan yakni :

1. Satuan Aluvial

2. Satuan Breksi Vulkanik

3. Satuan Batugamping

4. Satuan Batuan Beku

5. Satuan Tufa

Empat dari kelima satuan batuan tersebut di atas dapat ditentukan umurnya

dengan pertolongan fosil foraminifera planktonik. Pembahasan dari masing-masing

satuan batuan dimulai dari yang tua sampai yang muda.

1. Satuan Tufa

Susunan batuan yang dijumpai pada satuan ini ternyata tufa merupakan anggota

litologi yang paling dominan, sehingga dinamakan satuan tufa. Satuan dinamakan Satuan

13

Page 6: Geologi Regional Pare-pare-pinrang.doc

Tufa. Satuan Tufa terletak di sebelah utara daerah penelitian dan menempati hampir tiga

perempat bagian yaitu pada daerah dengan morfologi yang berelief rendah. Satuan batuan

ini diperkirakan memiliki tebal sekitar 800 meter berdasarkan pada penampang A – B.

Satuan batuan ini memiliki kenampakan lapangan berwarna abu-abu

kecoklatan, tingkat pelapukan sedang sampai lanjut, dimana perkembangan litologi

secra vertikal diawali dengan lempung tufaan dan napal, dan dibagian tengah terdiri

dari tufa kasar, sedangkan pada bagian atas terdiri dari tufa halus.

Lempung tufaan yang tersingkap pada daerah penelitian (Desa

Tanahmailiye), memperlihatkan perlapisan yang baik dengan ketebalan antara 0.5 –

1.5 meter, kemiringan perlapisan berkisar 120 - 140. Adapun struktur sedimen yang

dijumpai berupa struktur laminasi sejajar. Ketebalan batuan yang tersingkap yaitu

mencapai 12 meter, dengan arah perlapisan N 1530 / 120 E.

Berdasarkan hasil analisa petrografis, batuan ini berupa lempung tufaan,

tekstur klastik halus dengan ukuran mineral sekitar 0.003 mm, dengan kandungan

mineral terdiri dari mineral lempung 80 %, gelas vulkanik 15 % dan cangkang fosil 5

%. Cangkang fosil yang dijumpai dalam sayatan tipis tidak dapat ditentukan

spesiesnya karena ukurannya terlalu kecil.

Dari hasil analisa paleontologis, pada batuan ini ternyata mengandung fosil

foraminifera kecil jenis planktonik dan bentonik dalam jumlah yang tidak banyak.

Species-species foraminifera planktonik yaitu berupa Globigerinoides sacculifer

BRADY, Globigerinoides trilobus REUSS, Globoquadrina venezuelana HEDBERG,

14

Page 7: Geologi Regional Pare-pare-pinrang.doc

Globorotalia obesa BOLLI. Dan yang berupa fosil foraminifera bentonik yang

dijumpai yaitu Bolivina sp, Bullimina sp dan Uvigerina sp.

Berdasarkan atas kandungan fosil foraminifera bentonik tersebut diatas

menurut Natland, 1933, mencirikan lingkungan pengendapan pada lingkungan laut zona

IV dengan kedalaman antara 300 – 1000 meter dan temperatur 5 – 80C.

Secara menerus di atas lempung tufaan terdapat Napal, yang tersingkap di

daerah Tanahmailiye. Warna segar abu-abu, warna lapuk kehitaman, memperlihatkan

perlapisan yang baik dengan ketebalan antara 0.2 – 0.5 meter, kemiringan perlapisan

batuan antara 120 – 140. Berdasarkan hasil pengukuran diperoleh ketebalan dari

batuan mencapai 3 meter, dengan arah N 1560E / 120.

Dari hasil pengamatan petrografis memperlihatkan tekstur klastik, dengan

ukuran mineral lebih kecil dari 0,05 mm. Kandungan mineral terdiri dari Klasit 60 %,

mineral Lempung 40 %. Mineral Kalsit sebagian tersusun oleh cangkang fosil dari

jenis Foraminifera kecil, dimana spesies dari jenis foraminifera ini tidak dapat

ditentukan sebab ukurannya terlalu kecil.

Sedangkan dari hasil analisa Paleontologis, pada batuan ini mengandung fosil

foraminifera kecil dari jenis planktonik dan bentonik. Adapun fosil planktoniknya

antara lain Globigerinoides trilobus REUSS, Globigerinoides sacculifer BRADY,

Hastigerina aequilateralis BRADY, Orbulina universa D’ORBIGNY. Sedangkan untuk

kandungan fosil bentoniknya yang dijumpai antara lain Bulimina sp, Uvigerina sp dan

Bolivina sp. Berdasarkan atas kandungan fosil foraminifera bentonik tersebut, maka

15

Page 8: Geologi Regional Pare-pare-pinrang.doc

menurut Natland 1933, mencirikan lingkungan pengendapan pada lingkungan laut zona

IV dengan kedalaman antara 300 – 1000 meter dan temperatur antara 50 - 80C.

Pada bagian atas dari batuan napal ini dijumpai sisipan Batupasir dengan

kenampakan lapangan berwarna abu-abu keputihan, berbutir halus sampai sedang.

Umumnya berlapis dengan ketebalan perlapisan antara 10 – 15 cm. Berdasarkan hasil

pengukuran di desa Tanahmailiye batuan ini memiliki ketebalan 40 – 60 cm.

Pengamatan petrografis pada Batupasir berupa “lithic graywacke”,

memperlihatkan tekstur klastik, dengan ukuran mineral antara 0,2 - 1 mm.

Kandungan mineral terdiri dari fragmen batuan 60 %, Plagioklas jenis Andesin (An

46) 20 %, mineral bijih 10 % dan mineral Lempung 10 %.

Secara menerus di atas sisipan batupasir dijumpai Tufa kasar, yang

tersingkap di desa Tanahmailiye, kota Pare-pare dan Cappagalung. Arah umum dari

perlapisannya N 3300E / 80 dan N 3400E / 120, dengan kenampakan lapangan

berwarna segar kuning keputihan dan warna lapuk kecoklatan, ukuran butir pasir

kasar sampai halus. Kadang dijumpai adanya struktur laminasi sejajar, dengan

ketebalan perlapisan antara 0.5 – 2 meter. Berdasarkan pengukuran yang dilakukan di

Kampung Mandar, ketebalan batuan ini mencapai 125 meter.

Dari hasil pengamatan petrografis batuan ini berupa “crystal vitric tuff”,

memperlihatkan tekstur klastik. Kandungan mineral terdiri dari gelas vulkanik 40 %,

Plagioklas jenis Andesin (An 42) 35 %, Hornblende 13 %, Augit 8 % dan mineral bijih 4 %.

Kemudian secara menerus di atas tufa kasar dijumpai Tufa halus, yang

tersingkap di pinggir jalan Lapede. Batuan ini memiliki kenampakan lapangan

16

Page 9: Geologi Regional Pare-pare-pinrang.doc

berwarna segar kuning keputihan dan warna lapuk kecoklatan, ukuran butir kurang

dari 0.5 mm, dengan ketebalan perlapisan antara 0.2 – 0.6 meter.

Hasil pengamatan petrografis berupa Tufa gelas, memperlihatkan tekstur

klastik, dengan ukuran mineral lebih kecil dari 0,1 mm. Kandungan mineral terdiri

dari gelas vulkanik 80 – 90 %, Plagioklas 7 %, Piroksin 2 – 5 %, mineral Lempung 4

% dan mineral kedap cahaya 1 – 3 %. Plagioklas dan Piroksin, sulit untuk ditentukan

jenisnya, karena ukurannya yang sangat kecil.

Dari hasil analisa Paleontologis, pada batuan ini terdapat foraminifera kecil

jenis planktonik dan bentonik. Species foraminifera planktonik yang dijumpai antara

lain : Globorotalia menardii D’ORBIGNY, Globorotalia dutertei D’ORBIGNY,

Globigerina bulloides D’ORBIGNY, Globorotalia calida PARKER, Sphaerodinella

subdehiscens BLOW, Orbulina universa D’ORBIGNY, Globigerinoides trilobus

REUSS, Globigerinoides sacculifer BRADY, Globigerinoides obliquus BOLLI,

Globoquadrina venezuelana HEDBERG, Globoquadrina altispira JARVIS &

CUSHMAN, Hastigerina aequilateralis BRADY. Dan lainnya. Sedangkan spesies

untuk foraminifera jenis bentonik antara lain Bullimina buchiana, Bolovina stritula

CUSHMAN dan Uvigerina sp.

Berdasarkan atas kandungan fosil bentonik maka sesuai dengan klasifikasi

Natland, 1933, maka batuan tersebut terendapkan pada lingkungan pengendapan laut

zona IV dengan kedalaman 300 –1000 meter dan temperatur antara 50 – 80C.

Berdasarkan atas uraian-uraian litologi telah diinterpretasikan lingkungan

pengendapan dari tiap-tiap anggota litologi, maka dapat disimpulkan bahwa satuan

17

Page 10: Geologi Regional Pare-pare-pinrang.doc

tufa terendapkan pada lingkungan laut tenang dan terbuka pada kedalaman 300 –

1000 meter, dengan kisaran temperatur antara 50 - 80 C. Dan secara integral dapat

disimpulkan bahwa satuan Tufa diendapkan pada laut dalam dengan susunan

pengendapan sama cepat dengan penurunan dasar cekungan.

Adapun umur dari satuan tufa ditentukan berdasarkan kisaran hidup spesies-

spesies yang diendapkan pada contoh batuan 63-a, 63-b, 58 dan contoh batuan 1,

kemudian dibandingkan dengan kisaran hidup menurut Postuma (1971) dan Blow

(1969). Umur batas bawah satuan ini ditentukan dengan awal pemunculan dari

Hastigerina aequilateralis BRADY, yang didapat pada bagian bawah dari satuan ini.

Sedangkan batas atas ditentukan dengan punahnya Globorotalia obesa BOLLI dan

awal pemunculan dari Globorotalia dutertrei D’ORBIGNY.

Berdasarkan atas hal-hal yang dijelaskan di atas maka dapat disimpulkan

bahwa umur satuan ini adalah antara zona Globorotalia siakensis bagian bawah

sampai zona Globorotalia dutertrei, (N.14 – N.18), atau dapat disetarakan dengan

Kala Miosen Tengah bagian atas sampai Kala Pliosen Bawah.

Hubungan antara satuan tufa dengan satuan dibawahnya tidak diketahui sebab

tidak tersingkap / dijumpai di daerah penelitian. Setelah melihat persamaan litologi

dan penyebaran geografis yang sangat dekat dengan formasi Walanae dapat

dikorelasikan. Jadi dalam kerangka stratigrafi regional, satuan tufa mempunyai nilai

kesebandingan dengan formasi Walanae.

2. Satuan Batuan Beku Andesitik

18

Page 11: Geologi Regional Pare-pare-pinrang.doc

Satuan batuan beku Andesitik merupakan batuan intrusi dalam bentuk gang,

dimana batuan yang terintrusi adalah satuan tufa. Satuan batuan ini dijumpai di

daerah Tanjung Torang disebelah Utara Lumpus. Sedang kontak intrusi dijumpai di

tepi jalan Kampung Lemoe.

Secara umum satuan ini memiliki kenampakan lapangan berwarna segar abu-

abu kehitaman, dengan warna lapuk kehitaman, tekstur porphiroafanitik dan

strukturnya massive.

Hasil pengamatan secara petrografis, berupa batuan beku Andesit, tekstur

porfiritik. Kandungan mineral terdiri dari Plagioklas jenis Andesin (An 45) 70 – 80

%, Augit 5 – 7 %, Biotit 8 – 10 %, Hornblende 2 – 3 %, Feldsfar 10 – 15 % sebagai

massa dasar dan sulit untuk menetukan jenisnya. Pada umumnya bentuk dari mineral-

mineralnya “euhedral” dan “subhedral”, sedangkan massa dasarnya berupa mikrolit-

mikrolit. Kehadiran Augit dan Hornblende hanya sebagai mineral tambahan.

Umur dari satuan ini diperkirakan Pliosen Bawah yakni setelah terbentuknya

satuan batuan tufa, dimana kontak intrusi dari kedua satuan ini dijumpai di kampung

Lemoe dan yang diterobos hanya satuan tufa.

3. Satuan Batugamping

Satuan batugamping ditemukan tersingkap pada daerah Ujunglero bagian

Utara, dan menempati daerah yang morfologinya berelief rendah. Berdasarkan

pengukuran disebelah Selatan Desa Tanahmailiye, maka dapat diketahui bahwa tebal

dari satuan ini adalah 75 – 80 meter, dengan arah umum N 1560E / 120.

19

Page 12: Geologi Regional Pare-pare-pinrang.doc

Secara umum batuan ini memiliki kenampakan lapangan berwarna segar kuning-

kuning keputihan, warna lapuk kecoklatan, dengan ketebalan perlapisan 0.5 – 1 meter.

Berdasarkan pengamatan petrografis berupa kalkarenit, memperlihatkan

tekstur klastik, dengan ukuran mineral lebih kecil dari 1,5 mm. Kandungan mineral

terdiri dari kalsit 80%, mineral Lempung 10%, kuarsa 2 % dan mineral bijih 3 %.

Kalsit terlihat sebagai fragmen dan sebagian sebagai penyusun test foraminifera yang

telah rusak, bentuk mineralnya membulat tanggung, sedang mineral lempung

penyebarannya tidak merata.

Pengamatan secara Paleontologi pada satuan batuan ini dijumpai fosil

foraminfera kecil jenis plaktonik dan bentonik. Spesies foraminifera planktonik yang

ditemukan antara lain : Globigerinoides trilobus REUSS, Globigerinoides fistulosus

SCHUBERT, Globigerinoides ruber D’ORBIGNY, Globigerinoides conglobatus

BRADY, Globorotalia dutertei D’OEBIGNY, Globorotalia tosaensis TAKANAYAGI

& SAITO, Globorotalia tumida BRADY, Sphaerodinella dehiscens PARKER &

JONES, Orbulina universa D’ORBIGNY, dan Pulleniatina obliquiloqulata PARKER &

JONES. Sedangkan untuk fosil bentonik antara lain Elphidium sp, Eponides sp,

Cibicides sp, Nodosaria sp, Bulimina sp, dan Robulus sp. Berdasarkan atas kandungan

fosil foraminifera bentonik tersebut, maka berdasarkan klasifikasi Natland 1933, batuan

ini terendapkan pada lingkungan pengendapan laut zona II dengan kedalaman 15 – 90

meter dan temperatur berkisar 30 - 160C.

20

Page 13: Geologi Regional Pare-pare-pinrang.doc

Pada uraian litologi di atas, maka dapat disimpulkan secara keseluruhan

batugamping terendapkan pada lingkungan pengendapan zona II pada laut terbuka

dengan kedalaman 15 - 90 meter dan temperatur berkisar 30 - 160C.

Umur dari satuan batuan ini ditentukan berdasarkan kisran hidup spesies-spesies

foraminifera planktonik yang dijumpai, kemudian dibandingkan dengan daftar kisaran

hidup pada zonasi dari Postuma (1971) dan Blow (1969). Umur batas bawah dari satuan

ini ditentukan dengan terdapatnya Globigerinoides ruber D’ORBIGNY, Globorotalia

tumida BRADY, dan Globorotalia dutertrei D’ORBIGNY. Sedangkan umur batas atas

ditentukan berdasarkan punahnya Globoquadrina altispira CUSHMAN & JARVIS, dan

awal pemunculan dari Globorotalia tosaenssis TAKANAYAGI & SAITO.

Berdasarkan atas hal yang telah dijelaskan di atas maka dapat disimpulkan

bahwa umur dari satuan batugamping adalah antara zona Globorotalia margaritae

bagian Bawah dengan Zona Globorotalia tosaensis pada bagian atas, (N.18 – N.21),

atau dapat disetarakan dengan Kala Pliosen Bawah sampai Kala Pliosen Atas.

Hubungan antara satuan batugamping dengan satuan tufa yang berada

dibawahnya, tidak dijumpai adanya ketidak selarasan. Pada kontak antara kedua

satuan ini terlihat adanya perselingan batugamping dengan tufa, menunjukkan hubungan

satuan batuan selaras.

4. Satuan Breksi Vulkanik

Satuan Breksi vulkanik ditemukan tersingkap hampir seperempat bagian pada

daerah penelitian yakni berada di bagian Selatan daerah penelitian dan menempati

21

Page 14: Geologi Regional Pare-pare-pinrang.doc

daerah yang morfologinya berelief sedang serta merupakan litologi penyusun pada

daerah perbukitan. Berdasarkan penampang geologi D – E, maka tebal satuan ini

antara 275 – 375 meter.

Secara umum satuan ini memilki kenampakan lapangan berwarna segar abu-

abu kehitaman dengan tingkat pelapukan sedang dengan hasil pelapukan berwarna

coklat kehitaman. Bentuk fragmen angular dengan ukuran rata-rata antara 2 – 20 cm,

kadang-kadang dijumpai fragmen yang berukuran sampai 40 cm, sedangkan

matriksnya berupa tufa yang berwarna kuning keputihan dan berukuran pasir.

Perkembangan litologi secara vertikal dan horizontal relatif konstan.

Pengamatan petrografis pada fragmen berupa andesit, memperlihatkan tekstur

porfiritik. Kandungan mineral terdiri dari Plagioklas 70 – 80 %, Piroksin 3 – 8 %,

Hornblende 2 – 5 %, Feldsfar 15 – 20 % dan mineral bijih 2 – 4 %. Pada umumnya

bentuk mineral “ëuhedral”dan “subhedral”. Mineral utamanya adalah plagioklas jenis

Andesin (An 40 – An 42), massa dasar berupa mikrolit-mikrolit feldsfar, sedangkan

kehadiran Augit dan Hornblende sebagai mineral tambahan.

Pengamatan petrografis pada matrik berupa “lithic crystal tuff”,

memperlihatkan tekstur klastik. Kandungan mineral terdiri dari fragmen batuan 40 -

60 %, Plagioklas jenis Andesin (An 44) 25 – 30 %, gelas vulkanik 10 – 20 %, mineral

bijih 5 % dan mineral Lempung 7 %.

Adapun umur dari satuan breksi vulkanik ini diperkirakan berumur Plistosen

berdasarkan data-data yang dijumpai di lapangan, dimana hubungan antara satuan batuan

ini dengan satuan batuan batugamping di bawahnya tidak selaras.

22

Page 15: Geologi Regional Pare-pare-pinrang.doc

Lingkungan pengendapan dari satuan breksi vulkanik dimana tidak dijumpai

fosil foraminifera bentonik sebagai penciri lingkungan pengendapan, namun

berdasarkan sifat fisik yang diperoleh di lapangan menunjukkan sortasi jelek,

pemilahan buruk dan tidak kompak, bentuk fragmen menyudut dan dijumpai adanya

fosil kayu, sehingga disimpulkan bahwa lingkungan pengendapan satuan breksi

vulkanik adalah lingkungan darat.

Dengan melihat persamaan litologi dan penyebaran geografisnya yang sangat

dekat dengan lokasi tipe, ternyata satuan breksi vullkanik dapat dikorelasikan dengan

gunungapi Pare-Pare, dimana terendapkan pada lingkungan darat. Jadi dalam hubungan

stratigrafi regional, satuan breksi vulkanik sama dengan satuan batuan gunungapi Pare-

Pare yang berumur Plistosen (RAB SUKAMTO, 1982).

5. Satuan Alluvial

Penamaan satuan ini didasarkan atas waktu terbentuknya yakni pada zaman

Alluvium. Di daerah penelitian satuan ini terdiri dari endapan pantai dan endapan

sungai. Secara umum satuan ini disusun oleh gravel, pasir dan lempung, berwarna

kecoklatan sampai kelabu dan merupakan hasil pelapukan batuan di sekitarnya yang

diangkut dengan media air ke tempat yang lebih rendah.

Gravel yang dijumpai berupa pecahan-pecahan batuan beku, juga dijumpai

rombakan-rombakan batuan sedimen lainnya, kadang–kadang berbentuk membulat,

oval, yang mencirikan adanya proses transportasi air. Satuan ini terletak tidak selaras

23

Page 16: Geologi Regional Pare-pare-pinrang.doc

dengan batuan yang ada di bawahnya. Kontak ketidakselarasan dapat dijumpai pada

tebing-tebing sungai berupa ketidak selarasan menyudut.

Secara umum litologi penyusun dari satuan ini berupa fragmen-fragmen

batuan beku andesit yang berukuran kerikil sampai bongkah. Satuan ini belum

mengalami sedimentasi dan litifikasi dan kompaksi, dengan demikian disimpulkan

bahwa batuan ini merupakan endapan sungai muda. Penyebaran satuan ini umumnya

di daerah pantai, dengan ketebalan antara 1.5 – 2.5 meter.

Sedangkan endapan pantai yang dijumpai berupa material-material lepas yang

terdiri dari lempung, pasir dan cangkang-cangkang binatang laut.

II.3 Struktur Geologi Regional

Struktur geologi yang berkembang pada daerah penelitian berupa struktur sesar

dari jenis sesar geser, dalam hal ini disimpulkan berdasarkan pada data serta

kenampakan lapangan, penyebaran litologi yang tidak teratur, dan adanya perubahan

jurus dan kemiringan perlapisan batuan yang terlalu besar. Adapun struktur sesar

yang dijumpai di lapangan dimulai dari yang tua sampai yang muda yaitu :

1. Sesar Tolong

2. Sesar Ujunglere

3. Sesar Bacukiki

4. Sesar Bojo.

II.3.1 Sesar Tolong

24

Page 17: Geologi Regional Pare-pare-pinrang.doc

Sesar ini diberi nama sesar Tolong sebab terdapat di daerah Bukit Tolong

sebelah Timur. Sesar Tolong adalah merupakan jenis sesar geser yang berarah

Baratdaya – Timurlaut, dimana dijumpai cermin sesar atau “slickenslide”, yang

ditemukan pada Kampung Mangimpuru.

Umur dari sesar Tolong, dimana satuan batuan yang tergeser adalah satuan

Tufa yang berumur antara Miosen Tengah – Pliosen Bawah, maka dapat disimpulkan

bahwa umur dari sesar Tolong adalah setelah Pliosen Bawah.

II.3.2 Sesar Ujunglero

Sesar ini diberi nama sesar Ujunglero sebab struktur sesar ini terdapat di

daerah Ujunglero sebelah Utara. Sesar Ujunglero adalah merupakan jenis sesar geser

yang berarah Baratdaya - -Timurlaut, dimana penyebaran Batugamping yang tidak

teratur dan keterdapatan tebing yang relatif lurus melalui zona sesar, serta adanya

perubahan jurus dan kemiringan perlapisan batuan.

Umur dari sesar Ujunglero dapat diketahui dari jenis batuan yang tergeser,

dimana pada sekitar daerah pensesran dijumpai satuan Batubara dan ditemukan

bahwa pada gejala struktur ini satuan yang tergeser adalah satuan Batugamping yang

berumur antara Pliosen Bawah – Pliosen Atas, maka dapat disimpulkan bahwa umur

dari sesar Ujunglero adalah setelah Pliosen Atas.

II.3.3 Sesar Bacukiki

25

Page 18: Geologi Regional Pare-pare-pinrang.doc

Sesar ini diberi nama Sesar Bacukiki, oleh karena arah dari struktur sesar ini

melalui desa Bacukiki yaitu berarah Timur – Barat, dimana dijumpai adanya cermin

sesar atau “slickenslide”, yang terdapat di desa Bacukiki.

Umur dari sesar Bacukiki, dimana satuan batuan yang bergeser

penyebarannya adalah satuan Breksi Vulkanik yang berumur Plestosen, maka dapat

disimpulkan bahwa umur dari sesar geser Bacukiki adalah setelah Plestosen.

II.3.4 Sesar Bojo

Sesar ini diberi nama Sesar Bojo, sebab struktur sesar ini melalui Sungai Bojo,

dimana sesar ini merupakan jenis sesar geser yang berarah Timur – Barat, dan dijumpai

adanya cermin sesar atau “slickenslide”, yang ditemukan di tepi Sungai Bojo.

Umur dari sesar Bojo, ditentukan dari batuan yang mengalami pensesaran,

dimana satuan batuan yang mengalami pergeseran akibat dari sesar ini adalah satuan

Breksi Vulkanik yang berumur Plestosen, maka dapat disimpulkan bahwa umur dari

sesar Bojo ini adalah setelah Plestosen.

26