13
1 Geologi Sulawesi Selatan Disusun oleh: Agung Dimas Kurniawan Teknik Geologi - Institut Teknologi Bandung I. PENDAHULUAN Pulau Sulawesi yang berbentuk huruf K (Gambar 1) merupakan pertemuan tiga lempeng kerak bumi (triple junction plate convergence) yang bergerak menumpu, yaitu Lempeng Pasifik yang bergerak 10 cm/tahun ke Baratlaut, Lempeng India Australia, yang bergerak 8 cm/tahun ke Utara dan Lempeng Benua Eurasia yang relatif statis atau bergerak lambat 0,4 cm/tahun ke Selatan-Tenggara sehingga terjadi peristiwa geologi/tektonik, seperti pertumbuhan busur kepulauan, lajur kegempaan, kegitan gunungapi/magmatik, dan pembentukan cekungan. Gambar 1. Geologi regional Pulau Sulawesi (Hall, R., and Wilson, M.E.J., 2000)

Geologi Sulawesi Selatan

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Pulau Sulawesi yang berbentuk huruf K (Gambar 1) merupakan pertemuan tiga lempeng kerak bumi (triple junction plate convergence) yang bergerak menumpu, yaitu Lempeng Pasifik yang bergerak 10 cm/tahun ke Baratlaut, Lempeng India – Australia, yang bergerak 8 cm/tahun ke Utara dan Lempeng Benua Eurasia yang relatif statis atau bergerak lambat 0,4 cm/tahun ke Selatan-Tenggara sehingga terjadi peristiwa geologi/tektonik, seperti pertumbuhan busur kepulauan, lajur kegempaan, kegitan gunungapi/magmatik, dan pembentukan cekungan.

Citation preview

Page 1: Geologi Sulawesi Selatan

1

Geologi Sulawesi Selatan

Disusun oleh:

Agung Dimas Kurniawan

Teknik Geologi - Institut Teknologi Bandung

I. PENDAHULUAN

Pulau Sulawesi yang berbentuk huruf K (Gambar 1) merupakan pertemuan tiga lempeng

kerak bumi (triple junction plate convergence) yang bergerak menumpu, yaitu Lempeng

Pasifik yang bergerak 10 cm/tahun ke Baratlaut, Lempeng India – Australia, yang

bergerak 8 cm/tahun ke Utara dan Lempeng Benua Eurasia yang relatif statis atau

bergerak lambat 0,4 cm/tahun ke Selatan-Tenggara sehingga terjadi peristiwa

geologi/tektonik, seperti pertumbuhan busur kepulauan, lajur kegempaan, kegitan

gunungapi/magmatik, dan pembentukan cekungan.

Gambar 1. Geologi regional Pulau Sulawesi (Hall, R., and Wilson, M.E.J., 2000)

Page 2: Geologi Sulawesi Selatan

2

Selat Makassar dipisahkan oleh Selat Sunda (bagian dari lempeng Eurasia) yang

berasal dari lengan utara dan Sulawesi tengah, yang terbentuk oleh pemekaran

lantai dasar samudera pada umur Miosen (Hamilton, 1979, 1989; Katili, 1978,

1989). Disebelah Utara dari pulau Sulawesi adalah Palung Sulawesi Utara yang

terbentuk dari hasil subduksi kerak samudra yang terdapat di Laut Sulawesi.

Dibagian Tenggara, konvergensi terjadi antara lengan bagian Tenggara Sulawesi

dan bagian Utara dari Laut Banda sepanjang Sesar Anjak Tolo. (silver et al.,

1983a, b). Kedua struktur utama tersebut (Palung Sulawesi Utara dan Sesar Anjak

Tolo) terhubung dengan sistem Patahan Palu-Koro-Matano (Gambar 1).

Secara litologi dan tektonik, Pulau

Sulawesi dan sekitarnya dibagi

kedalam 5 daerah tektonik (Gambar 2)

diantaranya : 1) Busur Vulkanik Barat

Sulawesi berumur Tersier; 2) Busur

Vulkanik Minahasa-Sangihe berumur

Kuarter; 3) Sabuk Metamorfik

Sulawesi Tengah berumur Kretasius-

Paleogen; 4) Sabuk Ofiolit Timur

Sulawesi berumur Kretasius; 5)

Fragmen Banda micro-continental

berumur Paleozoic yang berasal dari

Benua Australia (Hamilton, 1978,

1979; Sukamto dan simandjuntak,

1981; met-calfe, 1988, 1990; Audley –

Charles dan Hariiss, 1990; Audley-Charles, 1991; Davidson, 1991 dalam Darman

& Sidi., 2000). Kontak antar daerah tektonik berupa sesar.

Busur Vulkanik Barat Sulawesi memanjang dari lengan Selatan hingga lengan

Utara. Secara umum busur tersebut berkomposisi batuan vulkanik-plutonik

berumur Paleogen-Kuarter dengan batuan metamorf dan batuan sedimen berumur

Mesozoikum – Tersier. Secara stratigrafi, Busur Vulkanik Barat Sulawesi dibagi

Gambar 2. Pembagian daerah tektonik Pulau

Sulawesi (Darman & Sidi., 2000)

Page 3: Geologi Sulawesi Selatan

3

lagi menjadi dua yaitu sistem Sulawesi Selatan dan sistem Sulawesi Utara. Pada

tulisan kali ini hanya sistem Sulawesi Selatan yang akan diulas dan dibahas.

II. GEOLOGI SULAWESI SELATAN

Kondisi geologi Sulawesi Selatan bagian barat dan timur sangat berbeda yang

dipisahkan oleh Depresi Walanea dengan arah Utara-Baratlaut – Selatan-

Tenggara. Secara struktur, Sulawesi Selatan dipisahkan dari busur Sulawesi Barat

oleh depresi Baratlaut – Tenggara yang melewati Danau Tempe. Aktifitas tektonik

dari Sulawesi Selatan dapat dibagi menjadi lima bagian berdasarkan umur dan

aktifitas geologi utama yang mewakili umur tersebut. Pembagian tersebut mulai

dari umur yang tertua adalah kompleks batuan dasar Mesozoikum, sedimentasi

Kapur Akhir, vulkanisme Paleosen, vulkanisme dan sedimentasi Eosen hingga

Miosen, vulkanisme dan sedimentasi Miosen hingga Resen. Penjelasannya dapat

dibaca di bawah ini.

Gambar 3. Peta geologi dari Sulawesi Tengah bagian Barat dan Sulawesi Selatan (after Sukamto,

1975; Sukamto, 1982; Sukamto & Supriana, 1982; Djuri & Sudjatmiko, 1974; Coffield et al, 1993

dalam Darman & Sidi., 2000 dengan modifikasi)

Page 4: Geologi Sulawesi Selatan

4

II.1. Kompleks Batuandasar

Mesozoikum

Batuandasar tersingkap pada dua daerah

yaitu di setengah bagian Barat dari

Sulawesi Selatan dekat dengan Bantimala

dan Barru dan mempunyai komposisi

batuan metamorf, ultrabasa, dan batuan

sedimen (Gambar 3). Batuan metamorf

meliputi amfibolit, eklogit, sekis mika,

kuarsit, filit klorit-feldspar dan filit grafit.

Pentarikhan K/Ar pada sekis garnet-

muskovit dan sekis kuarsa-muskovit yang

berasal dari kompleks Bantimala

menghasilkan umur 111 Ma dan 115 ± 7

Ma. Hal yang sama dilakukan oleh Wakita

et al (1994) dalam Darman & Sidi (2000)

yang melakukan pentarikhan pada lima

buah sampel sekis dari komples Bantimala

dan sebuah sampel dari Barru

menggunakan analisis K/Ar menghasilkan umur 132 – 114 Ma dan 106 Ma.

Berdasarkan data umur tersebut dapat disimpulkan bahwa batuan dasar tersebut

mengambil posisi di Sulawesi Selatan pada Kapur Akhir.

Secara tidak selaras dan interkalasi tektonik, di atas batuan metamorf tersebut

diendapkan siliceous shale merah dan abu, batupasir feldspatik, batulanau

feldspatik, baturijang radiolaria, peridotit terserpentinisasi, basalt dan diorit.

Pentarikhan umur dilakukan pada radiolaria yang diekstrak dari baturijang

menghasilkan umur Albian akhir hingga Cenomanian (Wakita et al., 1994 dalam

Darman & Sidi., 2000). Kehadiran batuan metamorf tersebut mirip dengan batuan

metamorf di Jawa, Pegunungan Meratus di Kalimantan Tenggara dan di Sulawesi

Tengah sehingga dapat disimpulkan bahwa kompleks batuandasar di Sulawesi

Gambar 4. Korelasi stratigrafi

Pegunungan bagian Barat dengan

Pegunungan Bone/ Cekungan Sengkang.

(Wilson & Bosence., 1996, van

Leeuwen, 1981, Sukamto, 1982,

Sukamto & Supriatna, 1982, Grainge &

Davies., 1983 dalam Darman & Sidi.,

2000)

Page 5: Geologi Sulawesi Selatan

5

Selatan kemungkinan merupakan fragmen kompleks prisma akresi yang terpisah

pada waktu Kapur Awal (Gambar 7).

Gambar 5. Penampang Barat-Timur dari Sulawesi Selatan (Coffield et al., 1993 dalam Darman &

Sidi., 2000)

II.2. Sedimentasi Kapur Akhir

Sedimen Kapur Akhir meliputi Formasi Balangbaru dan Formasi Marada di

bagian Barat dan bagian Timur dari Sulawesi Selatan bagian Barat (Gambar 3).

Formasi Balangbaru secara tidak selaras berada di atas kompleks batuandasar

yang mempunyai komposisi batupasir berlapis dan batulanau menyerpih dengan

sedikit konglomerat, batupasir kerikilan dan breksi konglomerat. Formasi Marada

berkomposisi urut-urutan selang-seling dari batupasir, batulanau dan serpih.

Batupasir sebagian besar berupa feldspathic greywacke dengan setempat

karbonatan berkomposisi butiran kuarsa angular – subangular, plagioklas,

ortoklas dengan biotit, muskovit, fragmen lithik angular yang tertanam dalam

matriks mineral lempung, klorit dan serisit. Perlapisan bergradasi secara setempat

hadir pada batupasir dan batulanau. Unit yang lebih kasar dari Formasi

Balangbaru mengandung struktur sedimen yang bercirikan endapan aliran

gravitasi termasuk kemas yang tidak beraturan dari aliran debris, perlapisan

bergradasi dan struktur sedimen lain yang mengindikasikan arus turbidit.

Page 6: Geologi Sulawesi Selatan

6

Batuan dan fauna dari Formasi Balangbaru dan Formasi Marada yang seumur ke

arah timur menunjukkan ciri dari lingkungan laut terbuka, laut dalam hingga

bathial. Formasi Marada diinterpretasikan merupakan bagian distal dari Formasi

Balangbaru berdasarkan sifat dan ukuran butir batuannya. Seting tektonik dari

Formasi Balangbaru diinterpretasikan merupakan cekungan depan busur kecil

pada daerah kemiringan palung.

Gambar 6. Magmatisme Tersier hingga Kuarter di Sulawesi Selatan. A: Batuan seri kalk-alkali

hingga shoshonitik, (1) Formasi Bua dan (2) Formasi Langi. B: (3) N-MORB, Formasi

Kalamiseng, (4) Kalk-Alkali intrusi granit, (5) Lava kalk-alkali, fasies sedimen dan fasies sedimen

vulkanik Formasi Camba I. C: Seri batuan alkali potasik hingga shoshonitik, (6) Formasi

Baturape, (7) Formasi Cindako, (8) Formasi Camba II, (8a) Sabuk Pegunungan bagian Barat, (8b)

Daerah Biru, (9a) Formasi Sopeng I, (9b) Formasi Sopeng II, (10) Formasi Parepare. D: Seri

alkali-potasik hingga sangat jenuh silika, (11) Formasi Lampobatang. (Yuwono et al., 1988)

Page 7: Geologi Sulawesi Selatan

7

II.3. Vulkanisme Paleosen

Vulkanisme berumur Paleosen muncul pada wilayah yang sangat sempit di bagian

Timur dari Sulawesi Selatan dan secara tidak selaras berada di atas Formasi

Balangbaru. Di daerah Bantimala dikenal sebagai Vulkanik Bua dan di daerah

Biru dikenal dengan Vulkanik Langi (Gambar 6). Formasi ini terdiri atas lava dan

endapan piroklastik dengan komposisi andesitik dan trachy-andesitik dengan

sedikit interkalasi batugamping dan lempung ke arah atas dari sekuen.

Berdasarkan pentarikhan umur dengan metode fission track pada tuff dari sekuen

bagian bawah dihasilkan umur Paleosen (+63 Ma). Berdasarkan kehadiran kalk-

alkaline dan pengkayaan beberapa unsur tanah langka ringan, diduga bahwa

vulkanisme yang muncul memiliki hubungan dengan subduksi dengan arah

kemiringan ke Barat.

II.4. Vulkanisme dan Sedimentasi Eosen hingga Miosen

Formasi Malawa mempunyai komposisi batupasir arkose, batulanau,

batulempung, napal dan konglomerat, interkalasi dengan lapisan atau lensa

batubara dan batugamping. Formasi ini terdapat di bagian Barat dari Sulawesi

Selatan secara tidak selaras berada di atas Formasi Balangbaru dan setempat di

atas Vulkanik Langi (Gambar 3). Umur Paleogen dari formasi ini disimpulkan

dari palynomorph dimana ostracoda menunjukkan umur Eosen. Formasi Malawa

diduga diendapkan pada lingkungan laut teresterial/marginal dengan

kenampakkan transgresif ke arah atas hingga lingkungan laut dangkal.

Formasi Tonasa yang berkomposisi batugamping secara tidak selaras berada di

atas Formasi Malawa atau Vulkanik Langi (Gambar 3 dan 4). Formasi ini terdiri

dari empat anggota yaitu A, B, C dan D dari bawah hingga atas. Anggota A terdiri

dari kalkarenit yang berlapis baik, anggota B terdiri dari batugamping masif

dengan perlapisan yang tebal, anggota C teridiri dari batugamping detritus dengan

sekuen yang tebal dengan foraminifera yang melimpah, anggota D mempunyai

karakter melimpahnya material vulkanik dan olistolit batugamping dengan umur

yang beragam. Umur dari Formasi Tonasa adalah Eosen hingga Miosen Tengah.

Formasi Tonasa pada bagian tepi selatan menunjukkan tipe margin yang berundak

Page 8: Geologi Sulawesi Selatan

8

sedangkan Formasi Tonasa pada bagian tepi utara yang merupakan tinggian

karbonat Tonasa menunjukkan sebagian besar berupa fasies laut dangkal.

Formasi Malawa dan Formasi Tonasa penyebarannya meluas di bagian Barat dari

Sulawesi Selatan. Formasi ini tidak tersingkap di bagian Timur dari Depresi

Walanae (Gambar 3), hanya sedikit yang tersingkap Formasi Tonasa batugamping

di Maborongnge.

Formasi Salo Kalupang hadir di bagian Timur dari Sulawesi Selatan (Gambar 3).

Formasi ini berkomposisi batupasir, serpih dan batulempung yang berlapis dengan

konglomerat vulkanik, breksi, tuff, lava, batugamping dan napal. Berdasarkan

teknik pentarikhan umur foraminifera Formasi Salo Kalupang, dipercaya bahwa

umurnya mempunyai kisaran dari Eosen Awal hingga Oligosen Akhir. Formasi ini

sebaya dengan Formasi Malawa dan bagian bawah dari Formasi Tonasa.

Formasi Kalamiseng tersingkap di sebelah Timur dari Depresi Walanae (Gambar

3) yang terdiri dari breksi vulkanik dan lava yang membentuk lava bantal dan

aliran. Litologi ini berlapis dengan tuff, batupasir, dan napal. Lava mempunyai

karakter basalt spilitik dan diabas yang telah termetamorfosa fasies sekis hijau.

Pegunungan Bone diinterpretasikan merupakan bagian dari sekuen ofiolit

berdasarkan nilai anomali gravity yang tinggi dan basalt punggungan tengah

samudera. Pentarikhan umur K/Ar dari lava bantal pada Formasi Kalamiseng

memberikan hasil Miosen Awal (17.5 ± 0.88 dan 18.7 ± 0.94) sehingga dapat

disimpulkan kehadiran lava bantal di Sulawesi Selatan pada umur tersebut.

Tubuh intrusi tersingkap di bagian Timur dari daerah Biru dan Tonasa-I dengan

hasil pentarikhan umur dengan metode fission track berupa Miosen Awal. Tubuh

intrusi tersebut merupakan vulkanik kalk-alkaline bagian bawah dari Formasi

Camba dan diduga berasal dari penunjaman Miosen Awal. Ketidakkonsistenan

dengan umur Miosen Tengah atau Miosen Tengah-Akhir kemungkinan karena

kehadiran foraminifera pada sedimen laut yang berlapis dengan vulkaniklastik.

Formasi Camba bagian bawah mempunyai komposisi batupasir tufaan, berlapis

Page 9: Geologi Sulawesi Selatan

9

dengan tuff, batupasir, batulempung, breksi vulkanik, konglomerat vulkanik,

napal, batugamping dan batubara.

Formasi Bone dilaporkan oleh Grainge & Davies (1985) dalam Darman & Sidi

(2000) dari sumur Kampung Baru-I di daerah Sengkang berkomposisi bioklastik

wackestone dan foraminifera plangtonik packstone berbutir halus yang berlapis

dengan batulempung karbonatan. Batugamping telah dilakukan pentarikhan umur

dan menghasilkan Miosen Awal (N6 – N8).

II.5. Vulkanisme dan Sedimentasi Miosen hingga Resen

Bagian atas dari Formasi Camba biasa disebut dengan Vulkanik Camba terletak di

bagian Barat (Gambar 3). Vulkanik Camba mempunyai komposisi breksi

vulkanik, konglomerat vulkanik, lava dan tuff yang berlapis dengan sedimen laut.

Pentarikhan umur dari foraminifera menandakan umur Miosen Tengah – Akhir.

Vulkanik Lemo secara tidak selaras berada di atas dari Vulkanik Walanae

berumur yang berumur Miosen di daerah Biru. Pentarikhan umur K/Ar dari

Vulkanik Lemo menghasilkan umur Pliosen. Sukamto (1982) dalam Darman &

Sidi (2000) memasukkan Vulkanik Lemo sebagai bagian dari Vulkanik Camba

walaupun secara umur tidak terkait dengan Vulkanik Camba yang berumur

Miosen Akhir.

Bagian bawah dari Vulkanik Camba sebaya dengan Vulkanik Sopo yang berumur

Miosen Tengah di daerah Biru. Bagian atas dari Vulkanik Camba diasumsikan

mirip dengan Vulkanik Pammesurang di daerah Biru. Yuwono et al (1988) dalam

Darman & Sidi (2000) membagi Vulkanik Camba menjadi dua anggota yaitu

Camba IIa yang merupakan alkali potassik dan Camba IIb yang merupakan alkali

ultrapotassik. Berdasarkan pentarikhan umur K/Ar pada Vulkanik Camba II

didapatkan umur Miosen Akhir (9.91 + 0.5 Ma – 6.27 ± 0.31 Ma).

Unit vulkanik dengan umur Miosen hingga Pleistosen di Sulawesi Selatan

meliputi Vulkanik Baturape yang merupakan seri litologi ekstrusif dan intrusif

alkali potassik dengan pentarikhan umur K/Ar menghasilkan Miosen Tengah

Page 10: Geologi Sulawesi Selatan

10

(12.8 + 0.64 Ma), Vulkanik Cindako yang mempunyai karakteristik menyerupai

Vulkanik Baturape tetapi pentarikhan umur K/Ar menghasilkan Miosen Akhir

(8.2 + 0.41 Ma). Keberadaan dua anggota vulkanik ini dikelompokkan menjadi

satu oleh Sukamto (1982) dalam Darman & Sidi (2000) dengan umur Pliosen Atas

berdasarkan posisi ketidakselarasan di atas Formasi Camba.

Vulkanik Sopeng mempunyai umur Miosen Akhir (Yuwono et al., 1987 dalam

Darman & Sidi., 2000) sementara Sukamto (1982) dalam Darman & Sidi (2000)

menginterpretasikan vulkanik ini berumur Miosen Awal dihitung dari keselarasan

di atas Formasi Camba. Vulkanik Parepare merupakan sisa vulkano-strato yang

berkomposisi aliran lava menjari dan breksi piroklastik dengan pentarikhan umur

metode K/Ar menghasilkan Miosen Akhir. Lava berkomposisi intermediet hingga

asam.

Vulkanik Plio/Pleistosen dari Lampobatang vulkano-strato di sebelah Selatan dari

Sulawesi Selatan mencapai ketinggian 2,871 m. Vulkanik ini berkomposisi tidak

jenuh silika pada alkali potassik dan lebih asam jenuh silika shoshonitik pada

aliran lava dan breksi piroklastik.

Batuan vulkanik Miosen Tengah hingga Pleistosen di Sulawesi Selatan meliputi

anggota Formasi Camba yang bersifat alkali dihasilkan dari pelelehan sebagian

dari mantel atas (phlogophite – bearing peridotite) yang sebelumnya terjadi

pengkayaan unsur kompatibel oleh metasomatisme. Hal ini kemungkinan dapat

dihubungkan dengan penunjaman sebelumnya pada Miosen Awal dalam

distensional intraplate context (Yuwono et al., 1987 dalam Darman & Sidi.,

2000). Bemmelen (1949) dalam Darman & Sidi (2000) menyatakan bahwa sifat

alkali dari batuan vulkanik ini disebabkan oleh asimilasi kelebihan batugamping

dalam larutan dan ketidakhadiran material benua dalam penunjaman busur

vulkanik. Magmatisme Neogen di Barat dari Sulawesi Tengah berhubungan

dengan penebalan dan pelelehan dari litosfer. Sifat bimodal dari batuan beku

berumur Neogen di daerah ini diperkirakan dari pelelehan mantel asal peridotit

Page 11: Geologi Sulawesi Selatan

11

dan kerak alkalin basaltik (shoshonitik) dan larutan berkomposisi granitik

(Gambar 7).

Sedimentasi Miosen Akhir ditandai dengan berkembangnya Formasi Tacipi.

Formasi Walanae setempat secara tidak selaras berada di atas Formasi Tacipi dan

menjari. Formasi Walanae berumur Miosen Tengah hingga Pliosen (N9 – N20)

berdasarkan foraminifera. Pada cekungan Sengkang Timur di Formasi Walanae

dapat dibagi menjadi dua interval, yaitu interval bawah yang dibentuk oleh

batulumpur karbonatan dan interval atas yang lebih arenaceous. Singkapan

interval bawah secara intensif berada di bagian Selatan dari cekungan yang

menjari dengan lereng karang dari Formasi Tacipi (Gambar 4).

Batugamping di ujung Selatan dari Sulawesi Selatan dan di Pulau Selayar

dinamakan Batugamping Selayar yang merupakan anggota dari Formasi Walanae.

Anggota Selayar berkomposisi batugamping koral dan kalkarenit yang

berinterkalasi dengan napal dan batupasir karbonatan. Unit karbonat ini

mempunyai kisaran umur Miosen Atas hingga Pliosen (N16 – N19). Sukamto &

Supriatna (1982) dalam Darman & Sidi (2000) melaporkan bahwa adanya

hubungan menjari antara Formasi Walanae dengan batugamping Selayar di Pulau

Selayar (Gambar 4).

Endapan teras, aluvial, lakustrin dan pantai terbentuk setempat di Sulawesi

Selatan. Pengangkatan Resen dari Sulawesi Selatan ditandai dengan naiknya

endapan karang koral.

Page 12: Geologi Sulawesi Selatan

12

Tahapan evolusi tektonik Sulawesi Selatan menurut Yuwono et al (1988) dapat

dilihat pada gambar 7 di bawah ini.

Gambar 7. Tahapan evolusi tektonik Sulawesi Selatan. Inset: profile posisi A-B (Yuwono et al.,

1988)

Page 13: Geologi Sulawesi Selatan

13

DAFTAR PUSTAKA

Darman, H & Sidi, H. F., 2000: An Outline of The Geology of Indonesia,

Indonesian Association of Geologist, Jakarta, Indonesia

Yuwono, Y. S., Maury, R. C., Soeria-Atmadja, R., Bellon, H., 1988: Tertiary and

Quarternary Geodynamic Evolution of South Sulawesi: Constraints from

the Study of Volcanic Units, Journal Indonesian Association of Geologist,

Indonesia

Hall, R & Wilson, M. E. J., 2000: Neogen Sutures in Eastern Indonesia, Journal

of Asian Earth Science 18, SE Asia Research Group, Department of

Geology, Royal Holloway University of London, United Kingdom