60

Geomarine 10-Natuna

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Geomarine 10-Natuna
Page 2: Geomarine 10-Natuna

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sebagaimana diamanatkan dalam Garis Besar Haluan Negara Tahun

1993 disebutkan bahwa data dan informasi kelautan terus digali,

dikumpulkan dan diolah melalui peningkatan survei dan penelitian dalam

rangka inventarisasi kekayaan sumberdaya kelautan. Pemetaan dasar di

Perairan Indonesia terus ditingkatkan karena diperlukan untuk

pendayagunaan potensi kelautan Indonesia disamping fungsinya yang

strategis bagi pemeliharaan stabilitas dan penyelenggaraan pertahanan

keamanan negara.

Program pemetaan Geologi dan Geofisika Kelautan Bersistem di

wilayah perairan Indonesia merupakan salah satu tugas dan fungsi Pusat

Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan dalam rangka inventarisasi

data kelautan.

Sehubungan dengan hal tersebut maka Proyek Penyelidikan Geologi

Kelautan (PGK), untuk tahun anggaran 2001 telah memilih Perairan Laut

Natuna, Lembar Peta 1316 sebagai salah satu daerah telitian.

1.2. Maksud Dan Tujuan Penyelidikan

Maksud penyelidikan pada lembar 1316 adalah untuk inventarisasi data

dasar geologi permukaan dan bawah permukaan. Data dasar tersebut

meliputi potensi geologi yang bersifat positip, seperti sumberdaya mineral

dan energi, maupun potensi geologi yang bersifat negatip seperti adanya

bencana geologi. Tujuan dari penyelidikan ini adalah menyajikan kondisi geologi bawah

permukaan laut, dengan menekankan endapan Kuarter dan Tersier, serta

inventarisasi data dasar sumberdaya mineral dan energi.

Page 3: Geomarine 10-Natuna

1.3. Lokasi dan Luas Daerah Penyelidikan

Daerah penyelidikan seperti yang disajikan pada gambar 1, terletak di

Selat Karimata, pada lembar bersistem BAKOSURTANAL 1316 di Perairan

Laut Natuna. Secara geografis mempunyai koordinat 00000’00” - 1000’00”

LU dan 108000’00” BT - 109030’00” BT, dengan luas daerah penyelidikan

kurang lebih 18.000 km2.

Batas-batas daerah selidikan adalah sebelah barat dibatasi oleh

lembar peta 1216, sebelah Timur Lembar Peta 1416, sebelah Selatan

Lembar Peta 1315 dan sebelah utara berbatasan dengan Lembar Peta 1216.

I.4 Waktu Penyelidikan

Kegiatan penyelidikan lapangan untuk pengambilan data geologi dan

geofisika kelautan lembar peta 1316 berlangsung mulai tanggal 25 April

2001 sampai dengan 24 Mei 2001. Selama kegiatan penyelidikan pelabuhan

tempat pengisian bahan bakar dan logistik adalah Pelabuhan Pontianak.

Selama melakukan kegiatan penyelidikan tidak terjadi hambatan dalam

semua jenis kegiatan, baik penyelidikannya sendiri maupun pengisian bahan

bakar dan logistik.

1.5. Luaran

Hasil dari penyelidikan geologi dan geofisika Lembar Peta 1316

Perairan Laut Natuan akan menamilkan luaran-luaran berupa tabel dan peta

yang disajikan dalam laporan teknis sebagai berikut :

♦ Peta Lintasan Pemeruman, Penyelidikan Seismik dan Geomagnet

♦ Peta Lokasi Pengambilan Contoh Sedimen

♦ Peta Kedalaman Permukaan Dasar Laut (Batimetri)

♦ Peta Sebaran Sedimen Permukaan Laut.

♦ Peta Intensitas Magnet Total.

♦ Peta Tematik Lainnya.

Page 4: Geomarine 10-Natuna

Gambar 1. Peta lokasi daerah selidikan

Page 5: Geomarine 10-Natuna

BAB II GEOLOGI REGIONAL DAN

POTENSI SUMBERDAYA MINERAL

2.1. Stratigrafi Darat Daerah Selidikan

Berdasarkan Peta Geologi lembar Singkawang, Kalimantan (N.

Suwarna dan R.P Langford 1993) sekala 1 : 250.000. stratigrafi daerah

selidikan dapat dibedakan menjadi 3 kelompok besar satuan batuan

berurutan dari yang termuda sampai tertua seperti tertera ada gambar 2

sebagai berikut :

Satuan endapan berumur Kuarter terdiri dari :

Satuan endapan berumur Tersier terdiri dari :

2.2. Geologi Lepas Pantai

Daerah telitian merupakan bagian dari perairan Paparan Sunda yang

termasuk kedalam perairan laut dangkal.(< 85 meter). Geologi dasar laut

Jawa dan paparan Sunda dipengaruhi oleh perubahan muka/genang laut

pada zaman Pleistosen. Data menunjukkan adanya indikasi kehadiran

sungai purba di bawah dasar laut ditafsirkan berdasarkan data batimetri

(Molenggraf, 1922; Kuenen; 1950) dan seismic pantul dangkal (Illahude dan

Situmorang, 1994) seperti terlihat pada gambar 2 yang secara jelas

menunjukan adanya pola aliran sungai purba. Data endapan dasar laut yang

diperooleh dari Ekspedisi Chalanger dan Senllius I (Murray dan Renards,

1891; Neeb, 1934) mengkalisifikasikan berupa lumpur terrigenus berasal

dari sedimen yang kaya akan kuarsa dengan sejumlah kecil abu volkanik.

Dari data pemboran sedalam 59 meter di bawah dasar laut menunjukan

endapan dasar laut di Paparan Sunda terdiri dari beberapa jenis endapan

dan sedimen Kuarter antara lain endapan asal darat dan pantai, sungai,

delta koluvial, rawa-rawa, lempung kaolin dari lapukan batuan dasar dan

lumpur volkanik (Situmorang drr, 1993; Situmorang dan Andi, 1999).

Page 6: Geomarine 10-Natuna

Sedimen tersebut biasanya ditutupi oleh endapan Laut Resen yang

ketebalannya berkisar antara beberapa centimeter sampai 5 meter.

2.3. Sumberdaya Mineral

Beberapa ptensi sumberdaya mineral yang dijumpai di daerah selidikan

adalah sebagai berikut :

Emas Jenis sumberdaya mineral ini umumnya dijumpai dalam bentuk

endapan letakan (placer deposit) seperti yang dijumpai di daerah aliran

Sungai Raya dan Sungai Duri, terutama bagian hulu dari Sungai Duri disertai

oleh mineral ikutannya seperti kalkopirit dan mineral tembaga . Emas juga

dijumpai dalam urat halus dan kelompok kuarsa dalam zona sentuhan di

antara batuan samping Mezoikum (Formasi Banan) dan terobosan granitoid

hornblende-biotit seperti di Sikarim. Di Serantak emas terdapat dalam

endapan kalkopirit-pirhotit sedangkan di Suren emas dijumpai dalam urat

kuarsa mengandung emas dalam sienogranit. Kegiatan penambangan emas

di Bumi Kalimnatan Barat telah dimulai sejak 1775 di Sambas dan Seluas

Tembaga Keterdapatan tembaga di daerah selidikan secara regional cenderung

mempunyai nilai yang cukup ekonomi (Suwarna, drr., 1989) dimana mineral

tembaga umumnya terjadi dalam urat-urat halus dalam batuan granitan dari

granodiorit Mensibau. Granodiorit di Gunung Raya, juga mengandung jejak

beragam mineral tembaga dengan kuarsa dan turmalin, yang di beberapa

tempat disertai oleh molibdenit dan emas.

Timah dan seng. Timah hitam dan seng hanya sedikit keterdapatannya di Singkawang.

Galena dan sfalerit menyertai tembaga dijumpai di timur Mandor. Di dekat

Desa Tanjan baratdaya Monterado sebuah urat dalam serpih yang terdiri dari

kuarsa, pirit dan galena yang tidak mengandung tembaga. Galena dan

sfalerit telah dicatat oleh penyigi Indonesia/Belgia (Anom., 1978) di Tambang

Han Muy San dan JICA (1982) menyebutkan sedikit sfalerit dengan

Page 7: Geomarine 10-Natuna

kalokopirit dan molibdenit dalam batuan Terobosan Sintang 12 km sebelah

baratlaut Bengkayang.

Bauxit Bauxit berkadar rendah terjumpai di pantai, 15 – 20 km sebelah

tenggara Singkawang dengan kandungan silika tinggi.

Kaolinit Kaolinit terdapat di sebelah tenggara 5 km dari Singkawang cenderung

merupakan proses sedimentasi, bahan tersebut liat, berkohesi, pucat cocok

untuk bahan keramik.

Page 8: Geomarine 10-Natuna

Gam

bar

2. P

eta

pol

a al

iran

sung

ai p

urba

dae

rah

Papa

ran

Sund

a m

ulai

dar

i Lau

t C

ina

Sela

tan

sam

pai L

aut J

awa

berd

asar

kan

data

bat

imet

ri (M

olen

graa

ft, 1

922)

Page 9: Geomarine 10-Natuna

BAB III METODA DAN PERALATAN PENYELIDIKAN

3.1. Metoda Penelitian Metoda yang dipergunakan dalam penyelidikan ini disesuaikan

dengan peralatan yang dimiliki oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan

Geologi Kelautan, dimana semua peralatan dipasang pada Kapal Peneliti

GEOMARIN I.

Secara garis besarnya metoda yang diaplikasikan dalam penelitian

ini dapat dibagi 3 (tiga) jenis, yaitu metoda penentu posisi, metoda geofisika

dan metoda geologi.

3.1.1. Metoda Penentu Posisi

Metoda penentu posisi adalah metoda yang digunakan untuk

menentukan posisi kapal selama penelitian, lintasan kapal untuk

pengambilan data seismik dan magnet, serta lokasi pengambilan contoh

sedimen. Dalam hal ini digunakan peralatan GPS (Global Positioning Sistem)

Magnavox MX 1157 yang dihubungkan ke sistem navigasi terpadu dibantu

dengan perangkat lunak SEATRAC.

Data posisi diperoleh secara otomatis setiap 2 detik dan direkam

selanjutnya pemrosesan dilakukan dengan perangkat computer

menggunankan program SEATRAC II. Pencatatan posisi di printer setiap 1

menit dan pengeplotan di peta kerja sekala 1 : 250.000 setiap 15 menit.

3.1.2. Metoda Geofisika Metoda geofisika yang diaplikasikan dalam penelitian ini adalah metoda

pemeruman, seismik pantul dangkal dan geomagnet.

3.1.2.1. Pemeruman Pemeruman dilakukan sepanjang lintasan yang telah ditentukan

bertujuan untuk memperoleh data kedalaman dasar laut. Data ini dipakai

sebagai bahan untuk pembuatan peta batimetri yang menggambarkan

Page 10: Geomarine 10-Natuna

morfologi dasar laut. Lintasan pemeruman secara umum adalah utara

selatan dengan jarak tiap lintasan lebih kurang 10 km.

3.1.2.2. Metoda Seismik Pantul Dangkal Metoda ini dimaksudkan untuk mendapatkan informasi geologi bawah

permukaan dasar laut dalam bentuk penampang yang bersifat menerus

sampai batas penetrasi maksimum peralatan yang dapat direkam.

Berdasarkan kondisi geologi dan kedalaman laut dari hasil peneliti

terdahulu, maka peralatan yang digunakan adalah Sparker. Energi yang

digunakan adalah 600 joule dengan selang waktu picu ledak 0,50

detiklsweep, frekuensi 200 - 2000 Hz.

3.1.2.3. Geomagnet

Metoda ini diaplikasikan untuk mendapatkan harga intensitas

magnet total dari daerah penelitian. Karena cakupan daerah penelitian yang

retatif luas serta jarak antar lintasan relatif besar, maka penyelidikan yang

dilakukan ini lebih bersifat regional. Lintasan penelitian geomagnet berarah

utara - selatan sama dengan lintasan pemeruman dan lintasan seismik

pantul dangkal, hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan pembacaan harga

intensitas medan magnet total yang stabil dan amplitudo sinyal yang besar.

Pendataan intensitas magnet total dilakukan dengan sistem perekaman

secara kontinu oleh sistem perekam Soltec 314 B - MF dan pencatatan

langsung secara manual setiap 15 menit. Untuk mendapatkan hasil yang

baik, maka pembacaan dilakukan sebanyak 3 (tiga) kali dan dilakukan pula

pembacaan melalui hasil rekaman secara analog. Hasil pembacaan

kemudian dirata-ratakan sehingga didapatkan data yang lebih akurat.

Untuk menghindari pengaruh badan kapal yang bersifat ferromagnefik

dengan memperhitungkan konfigurasi ukuran kapal, panjang rentang

sensor, kecepatan kapal dan kedalaman perairan di daerah penyelidikan,

maka sensor magnetometer ini ditarik dibelakang kapal (buritan) pada jarak

sekitar 60 sampai dengan 90 meter dan kedalaman sensor dari muka air

Page 11: Geomarine 10-Natuna

laut lebih kurang 7 meter. Pengukuran variasi harian medan magnet bumi di

sekitar daerah penelitian tidak dilakukan secara langsung namun

menggunakan data hasil pengamatan instansi lain yang mempunyai station

pengamatan paling dekat dengan tokasi penelitian.

3.1.2. Metoda Penelitian Geologi

Metoda penelitian geologi yang diaplikasikan dalam penyelidikan ini

adalah pengambilan contoh sedimen permukaan dasar laut, dengan

peralatan penginti jatuh bebas (gravity corer) yang mempunyai kemampuan

pengambilan contoh mencapai ketebalan 1,5 meter dan penginti comot (grab

sampler) untuk sedimen permukaan dasar laut yang terurai.

Pengambilan contoh dilakukan secara sistematik pada lokasi terpilih yang

diharapkan dapat mewakili keseluruhan daerah selidikan.

3.1.3. Analisa Laboratorium Kegiatan laboratorium dilakukan setelah penyelidikan lapangan selesai,

yakni hanya untuk contoh sedimen permukaan dasar laut. Beberapa analisis

laboratorium yang akan dilakukan di Kantor Pusat Penelitian dan

Pengembangan Geologi Kelautan Cirebon dan Instansi lain di luar PPPGL

adalah :

Analisis besar butir

Analisis mineral berat

Analisis Geokimia

Analisis Unsur Tanah Jarang

Mikrofauna

3.1.3.1. Analisis Besar Butir

Analisis besar butir dilakukan untuk mengetahui jenis endapan

sedimen permukaan dasar laut berdasarkan tekstur menggunakan

Klasifikasi Folk (1980) yang akan dipakai dasar untuk pembuatan peta

sebaran sedimen permukaan dasar laut daerah penelitian.

Page 12: Geomarine 10-Natuna

3.1.3.2. Analisis Mineral Berat.

Analisis mineral berat dilakukan terhadap butiran yang berukuran

> 3 phi. Pemilahan unsur-unsur mineral berat dilakukan dengan cara

mengendapkan di larutan bromoform yang mempunyai berat jenis 2,88

grlcc. Tujuan dari analisis ini adalah untuk mengetahui jenis mineral

berat yang terdapat di daerah penelitian

3.1.3.3. Analisis Geokimia

Analisis ini dilakukan untuk mengetahui unsur utama dan

penunjang dari kandungan sedimen dasar laut dalam bentuk unsur

oksida dan hidroksida secara lebih rinci dalam besaran angka.

3.1.3.4. Analisis Unsur Tanah Jarang (rare earth element)

Analisis ini dimaksudkan untuk mengetahui jenis unsur tanah

jarang dalam sedimen untuk melengkapi analisis mineral berat dan

mengamati proses fraksinasi dari unsur tanah jarang dalam suatu batuan

maupun mineral sehingga dapat diketahui proses dari genesa batuan

ataupun mineral tersebut. ,

3.1.3.5. Analisis Mikro Fauna

Analisis ini dimaksudkan untuk mengetahui lingkungan

pengendapan sedimen di daerah penelitian. Disamping itu juga untuk

mengetahui keterlimpahan mikroorganisma dalam sedimen permukaan

dasar laut sebagai indikator fertilitas lingkungan laut berdasarkan

identifikasi organisma yang hidup ataupun mati dengan rose bengal.

3.2. Peralatan Penelitian Peralatan penelitian yang digunakan dalam melakukan penelitian

lapangan adalah sebagai berikut :

Page 13: Geomarine 10-Natuna

3.2.1. Peralatan Penentu Posisi Beberapa peralatan yang digunakan dalam penentua posisi adalah :

a) Antena penerima Global Positioning System

b) Satellite navigator, Magnavox MX-1157

c) Seperangkat Komputer dengan Software Hypak.

d) Tracking monitor, Graphtec MP 3100

e) Data printer, Panasonic KX-P10B

Foto 1. Seperangkat computer dengan perangkat lunak Hypax untuk pengelolaan data posisi yang diterima dari satelit

3.2.2. Peralatan Pemeruman Peralatan yang digunakan untuk pemeruman adalah Echosounder

SIMRAD 200 KHz Model EA300P. Pengambilan data dilakukan secara grafis

yang ditampilkan dalam bentuk rekaman serta pencatatan secara manual

setiap 5 menit sekali.

Page 14: Geomarine 10-Natuna

3.2.3. Peralatan Seismik Pantul Dangkal Peralatan seismik pantul dangkal yang dipakai adalah Sparker yang

mempunyai penetrasi cukup dalam sesuai dengan kondisi geologi regional

Adapun kelengkapan dari sistem perlatan seismik adalah sebagai berikut :

• Sparkarray EG&G model 267 A • Recorder EPC model 3200 S • Khron Hite Filter model 3700 • Power Supply EG&G model 232 A • Trigger Capacitor Bank EG&G model 231 • Steamer 2 x 50 elemen active, Benthos • TVG amplifier, TSS - 307 • Sweel Filter, TSS - 305 • Stacking Unit, TSS - 302

Foto 2. Peralatan rekam echosounder SIMRAD 200 Khz

Page 15: Geomarine 10-Natuna

3.2.4. Peralatan Geomagnet Peralatan yang digunakan untuk pengukuran intensitas magnet total

dalam penelitian ini adalah Magnetometer Marin Geometric G-818 dengan

ketelitian pengukuran 0,1 gamma. Perangkat kelengkapan dari peralatan ini adalah :

a) Magnetometer Marine Geometric, G - 811 b) Power Supplay, Lamda LM - F28R d) Recorder Soltec, 3314B - MF e) Sensor Marine Magnetometer.

Foto 3. Sparkarray EG & G 267 A

Page 16: Geomarine 10-Natuna

Foto 4. Grafik Recorder EPC 3200S

Foto 5. Sensor Marine Magnetometer

Page 17: Geomarine 10-Natuna

Foto 6. Recorder Soltec 3314N-MF

3.2.4. Peralatan Pengambilan Contoh Sedimen Permukaan Dasar Laut Peralatan pengambilan contoh sedimen permukaan dasar laut yang

dipakai dalam penelitian ini adalah penginti jatuh bebas (gravity corer) dan

penginti comot.

Page 18: Geomarine 10-Natuna

Foto 7. Alat untuk mengambil contoh sediment penginti jatuh bebas

Foto 8. Alat untuk mengambil contoh sediment penginti comot

Page 19: Geomarine 10-Natuna

BAB IV. HASIL PENYELIDIKAN

4.1. Data Penentuan Posisi

Posisi adalah kata kunci dalam sebuah penelitian, karena tanpa

mengetahui posisi maka semua hasil yang diperoleh tidak dapat berbicara

apa-apa alias buta, sehingga data posisi adalah data yang sangat penting

dalam penelitian di laut maupun di darat.

Data penentuan posisi merupakan data digital yang disimpan dalam

disket 3.5” yang direkam setiap selang waktu 1 menit. Data posisi tersebut

selanjutnya diplot kedalam peta kerja dengan selang waktu 15 menit, yang

kemudian menghasilkan peta lintasan, dengan skala 1 : 250.000 seperti

terlihat pada Lampiran Peta 1 (Lampiran lepas).

4.2. Data Kedalaman

Data hasil pemeruman yang diperoleh selama penyelidikan sepanjang

lintasan 1243 Km merupakan data digital dan data analog dengan selang

waktu pendigitan 5 menit. Seluruh data digital yang diperoleh disajikan

dalam bentuk tabel seperti terlihat pada lampiran terikat tabel A. Lintasan

pemeruman umumnya berarah utara selatan dengan satu lintasan silang

berarah timur barat sebagai titik kontrol data pada setiap perpotongan

lintasan.

Dari hasil rekaman yang diperoleh seperti terlihat pada gambar 3, serta

data digital menunjukkan bahwa daerah penyelidikan mempunyai kedalaman

bervariasi antara 5 – 40 meter. Perubahan kedalaman terjadi secara

bergradasi mulai dari pantai Pulau Kalimantan dengan kedalaman terakam

sedalam 5 meter berangsur bertambah dalam menjauhi pulau Kalimantan

dengan kedalaman maksimum yang terekam sedalam 40 meter.

Beradasarkan data kedalaman laut, dibuat Peta Batimetri berskala 1 :

250.000 dengan interval kontur 5 meter lampiran lepas lampiran peta 2.

Page 20: Geomarine 10-Natuna

Gam

bar 3

. Con

toh

reka

man

has

il pe

mer

uman

den

gan

mor

folo

gi b

erge

lom

bang

ring

an

Page 21: Geomarine 10-Natuna

4.3. Data Seismik Pantul Dangkal

Data seismik yang diperoleh sepanjang lintasan 1243 km terdiri dari 22

lintasan merupakan data rekaman analog menerus sepanjang lintasan yang

dilalui. Berdasarkan hasil pengolahan data, pemerian dan penafsiran

terhadap seluruh rekaman seismik yang diperoleh, didapat gambaran

secara umum keadaan geologi bawah permukaan daerah telitian.

Interpretasi rekaman seismik difokuskan pada profil – profil yang

menunjukkan pola konfigurasi reflektor yang khas. Penafsiran konfigurasi

reflektor seismik tertentu seperti chaotikc fill, erosional tranction, dan lain –

lain merupakan bahan awal untuk interpretasi seismik didaerah telitian.

Secara umum hasil penafsiran seismik daerah penelitian dapat

dibedakan menjadi 3 rutunan yaitu runtunan A yang diasumsikan sebagai

accoustic basement, runtunan B dan paling atas adalah runtunan C.

Runtunan A adalah runtunan terbawah yang dapat dikenali dari

penampang seismik yang diperoleh, ditafsirkan sebagai akustik basemen

dengan gambaran pantulan menunjukan pola yang agak sejajar dan terputus

serta kadang-kadang agak miring dan dibeberapa tempat menunjukan

gambaran pantulan kaotik.

Runtunan B yang diendapkan di atas runtunan A secara tidak selaras

dibatasi oleh bidang pepat erosi dan onlap dengan gambaran pantulan

adalah bebas pantulan sampai agak sejajar (sub-paralel).

Runtunan C adalah runtunan yang paling atas yang dapat dikenali

dicirikan oleh gambaran pantulan sejajar sampai agak sejajar diendapkan

secara tidak selaras di atas runtunan B dengan bidang batas pepat erosi.

4.4. Data Intensitas Medan Magnet Total

Data intensitas medan magnet total yang diperoleh berupa grafik dan

juga numerik dari 11 lintasan yang berarah utara selatan dengan jarak antar

lintasan kurang lebih 10 km dan panjang seluruh lintasan 1075 km.

Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan perangkat Marine

Magnetometer yang mempunyai ketelitian pembacaan sampai 0.1 gamma.

Data intensitas magnet total diperoleh dengan pencatatan langsung secara

Page 22: Geomarine 10-Natuna

numerik dan dengan rekaman grafik yang dilakukan oleh sistem perekam

Soltec 3314 B – MF.

Untuk mengetahui variasi harian medan magnet bumi di sekitar daerah

penyelidikan diambil dari data Intensitas Magnet Total hasil pengamatan

Station Pengamatan terdekat dengan asumsi bahwa perubahan amplitudo

intensitas magnet total terhadap harga rata-rata harian relatf kecil jika

dibandingkan dengan harga intensitas magnet total itu sendiri. Data yang

diambil dari hasil pengamatan station tersebut adalah hasil pengamatan saat

dilakukan penylidikan, hal ini dulakukan sebagai referensi data untuk koreksi

harian untuk mengetahui ada tidaknya badai magnet.

Harga anomali intensitas mgnet total yang diperoleh dari harga

intensitas magnet total hasil pengukuran yang direduksi terhadap variasi

harian dan intensitas magnet total secara teoritis di setiap titik pengukuran

(IGRF 1992).

Harga anomali intensitas magnet total yang direduksi terhadap variasi

harian dan intensitas magnet secara teoritis disetiap titik pengamatan

menunjukan interval harga yang bervariasi dengan kisaran - 629,4 gamma

sampai +342.7 gamma seperti tertera dalam lampiran terikat tabel B. Hasil

pengeplotan kedalam peta lintasan di tiap titik pengamatan menghasilkan

Peta Potensial yang terdiri dari kontur-kontur iso-anomali dengan kerapatan

kontur 50 gamma seperti terlihat pada lapiran peta 3 (lampiran lepas).

4.5. Analisis Besar Butir

Analisis besar butir dilakukan untuk membedakan jenis sedimen

permukaan dasar laut berdasarkan tekstur butiran sedimen. Berdasarkan

hasil analisis besar butir terhadap 63 contoh sedimen permukaan dasar laut

dari lokasi contoh seperti terlihat ada lampiran peta 4 (lampiran lepas),

dengan mengacu kepada Klasifikasi Folk (1980); jenis sedimen daerah

penelitian dapat dibedakan 7 jenis sedimen yaitu :

1. Lanau (Z)

2. Lanau pasiran (sZ)

3. Pasir lumpuran sedikit kerikilan (g)mS

Page 23: Geomarine 10-Natuna

4. Pasir (S)

5. Pasir kerikilan (gS)

6. Lumpur kerikilan (gM)

7. Pasir lanauan (zS)

Hasil perhitungan numerik dengan bantuan komputer hasil klasifikasi

setiap fraksi dapat dilihat pada lampiran terikat C, sedangkan korelasi jenis

sedimen hasil analisis butir dituangkan kedalam peta sebaran sedimen

permukaan dasar laut seperti terlihat pada lampiran peta 5 (lampiran lepas).

4.6. Data Pengamatan Megaskopis Contoh Sedimen Permu-kaan

Pengamatan megaskopis dilakukan terhadap seluruh contoh sedimen

yang diperoleh baik berupa inti (core) maupun sedimen terurai. Secara

umum hasil pengambilan contoh dengan penginti jatuh bebas diperoleh

panjang inti berkisar antara 10 - 130 cm dengan jenis sedimen yang

variatif. Gambaran umum jenis sedimen dasar laut yang dijumpai adalah

berwarna abu-abu pucat sampai sedimen berwarna gelap. Adapan jenis

sedimen yang dapat diidentifikasi secara megaskpis adalah Lumpur

Pasiran Sedikit Kerikilan, Pasir Kerikilan, Lumpur Pasiran, Pasir Lumpuran

Sedikit Kerikilan, Pasir Kerikilan dan Pasir, Lanau

Hasil pengamatan sedimen permukaan dasar laut secara megaskopis

disajikan dalam bentuk propil di peta seperti terlihat pada lampiran peta 6

(Lampiran lepas) dan propil hasil deskripsi megaskopis disajikan secara

lengkap pada lampiran lekat D.

4.7. Data Analisis Sayatan Oles Analisis sayatan oles pada dasarnya pemerian secara mikroskopis

terhadap unsur-unsur yang terdapat dalam contoh sedimen pada bagian

tertentu yang dianggap penting Analisa sayatan oles dilakukan pada semua

contoh dan diambil dari bagian-bagian yang mempunyai kenampakan yang

berbeda. Hasil lengkap pemerian sayatan oles tersaji pada lampiran terikat

E.

Page 24: Geomarine 10-Natuna

Pengamatan dari sayatan oles ditujukan kepada 3 kelompok utama

yang terdiri dari :

1. Kelompok Biogenik terdiri dari unsur gampingan, silikaan dan

karbonatan

2. Kelompok Non Biogenik dibedakan berdasarkan ukuran butirnya

yaitu pasir, lanau dan lempung serta kompsisinya seperti kuarsa

(Q), feldfar (F), mika (M) dan mineral berat (HM) yang

mempengaruhi total dentritus.

3. Kelompok Authigenik didasarkan kepada keberadaan mineral

zeolit, dolomit, dan glakukonit.

Prosentase ketiga kelompk tersebut di atas dinyatakan dalam dalam

suatu kisaran seperti yang terlihat pada Tabel D lampiran terikat.

Dari hasil pengamatan terhadap 63 contoh preparat yang diamati

secara mikroskopis maka kelompok biogenik dari unsur gampingan yang

terdiri dari foraminefera, fragmen dan mikrit mempunyai kisaran 1 -30 %.

Kelompok non biogenik dengan kandungan kuarsa, feldsfar, mika dan

mineral berat juga mempunyai kisaran yang sama sedangkan total dentritus

mampunyai kisaran 1 - 75 %, sedangkan kandungan lempungnya

mempunyai kisaran 15 % sampai sangat banyak. Kelompok autigenik unsur

yang dijumpai adalah dolomit dengan kisaran 1 -5 % (jarang sampai sangat

jarang)

4.8. Data Analisis Mineral Berat

Analisis mineral berat dilakukan terhadap 25 contoh terpilih yang

dianggap dapat mewakili seluruh daerah penelitian. Hasil analisis mineral

berat yang dilakukan terhadap contoh terpilih dijumpai 15 jenis mineral berat

dengan mineral bawaannya seperti terlihat pada tabel 1 yang dapat

dikelompokkan kedalam 5 kelompok besar sebagai berikut :

1. Kelompok oksida dan hidroksida yang meliputi magnetit, kassiterit,

rutil, brokit, rutil, limonit, hematit, ilmenit, sphene, leukosen, piroklor,

monasit, chamoit, xenotime, augit, hipersten dan apatit.

2. Kelompok Silikat meliputi zirkoon, tourmalin, biotit, dan hornblende

Page 25: Geomarine 10-Natuna

3. Kelompok Sulfida yang terdiri dari pirit

4. Kelompok Mika terdiri dari muskopit

5. Kelompok Karbonat terdiri dari dolomit dan siderit

6. Mineral bawaan yang teramati pada analisis mineral berat ini adalah

kuarsa, cangkang moluska.

4.9. DATA ANALISIS MIKROFAUNA DAN FORAMINIFERA

Dari 17 percontoh sedimen yang telah dianalisis, ternyata tidak kurang

dari 64 spesies foraminifera bentos dan satu spesies foraminifera plangton

yakni Globorotalia ungulata yang dijumpai di perairan Kalimantan Barat

seperti terlihat ada tabel 2. Ke dua hal tersebut tidak terlepas dari faktor

kedalaman yang kurang dari 50 m, yang merupakan tempat paling baik bagi

foraminifera bentos untuk berkembang.

Foraminifera bentosnya yang paling banyak dijumpai adalah

Asterorotalia trispinosa. Selain itu yang umum dijumpai antara lain terdiri atas

Pseudorotalia schroeteriana, Amphistegina lessonii, Operculina ammonoides

dan Quinqueloculina seminulina.

Dengan lebih banyaknya spesies Amphistegina lessonii yang

kehidupannya sangat tergantung dari intensitas cahaya matahari dan kondisi

air yang jernih, maka bagian utara (Muara Singkawang) diperkirakan memiliki

turbulensi yang lebih rendah dibandingkan dengan turbulensi di bagian

tengah dan selatannya.

Langkah langkah dalam melakukan analisa mikro fauna yang

dilakukan adalah sebagai berikut :

Sedimen ditimbang dan kemudian dicuci dengan menggunakan ayakan

dengan bukaan 2, 3 dan 4 ö. Ketiga fraksi kemudian disatukan dan

dipisahkan lagi dengan menggunakan alat pemisah (microsplitter).

Page 26: Geomarine 10-Natuna

Tabe

l 1.

Dat

a an

alis

is m

iner

al b

erat

Page 27: Geomarine 10-Natuna

Tabel 2. Hasil Analisis Mikrofauna dan Foraminefera

Page 28: Geomarine 10-Natuna

Percontoh sedimen dianalisis, terutama foraminiferanya, di dalam 20 mg

berat sedimen sisa (washed residue).

Sebaran foraminifera dihitung secara kuantitatif dan bervariasi, tergantung

kelimpahannya.

Taksonomi foraminifera bentos didasarkan atas Le Roy (1941,1944),

Boltovskoy (1978), Van Marle (1991), Yassini & Jones (1995), dan Loeblich

& Tappan (1998). Lingkungan pengendapan sebagian spesies foraminifera

bentos didasarkan atas pembagian Hedgpeth (1957) dan sebagian lagi

berdasarkan Van Marle (1989).

4.10. Data Analisis Unsur Kimia Dalam Sedimen Dasar Laut

Analisis unsur kimia dilakukan terhadap tiga contoh terpilih ditujukan

untuk mengetahui kandungan unsur utama dalam sedimen permukaan dasar

laut.

Dari hasil analisis didapatkan unsur utama berupa oksida dari Si. Al, Fe,

Mn, Mg, Ca, dan Na seperti terlihat pada tabel 3 di bawah ini.

Tabel 3. Hasil Analisis Unsur Kimia Utama Sedimen Permukaan Dasar Laut

NO NAMA UNSUR NOMOR CONTOH 1316 - 34 (%) 1316 - 40(%) 1316 - 49(%)

1 SiO2 52,23 52.27 63.85 2 Al2O3 17,27 17,76 17,11 3 Fe2O3 10.10 9,7 5,48 4 MnO 0,19 0,16 0,15 5 MgO 4,41 6,7 1,54 6 CaO 10,35 9,19 5.12 7 Na2O 2,12 3.45 4.32 8 K2O 0.23 0.11 1.23 9 P2O5 0.2 0.11 0.28

4.11. Data Analisis Unsur Tanah Jarang (Rare Earth Element)

Analisis unsur tanah jarang dilakukan terhadap 3 contoh terpilih untuk

mengetahui derajat fraksinasi unsur tanah jarang dalam suatu satuan batuan

Page 29: Geomarine 10-Natuna

atau mineral sehingga dapat diketahui prses keterjadian batuan ataupun

mineral tersebut.

Hasil analisis unsur tanah jarang daerah penelitian dapat

dikelompokan menjadi 2 sub kelompok unsur yaitu :

• Light rare earth element yang terdiri dari lanthanum (La), Cerium (Ce),

praseodymium (Pr), neodymium (Nd), samarium (Sm), europium (Eu)

dengan kandungan tertentu dalam satuan ppm (part per million) seperti

terlihat dalam tabel 4 di bawah ini.

• Heavy rare earth element yang terdiri dari gadolinium (Gd), terbium (Tb),

Dysprosium (Dy), Holmium (Ho), Erbium (Er), thullium (Tm), Yterbium

(Yb), dan luthetium (Lu).

Tabel 4. Hasil Analisis Unsur Tanah Jarang (Rare earth element)

NO NAMA UNSUR NOMOR CONTOH (SATUAN) 1316-34 (PPM) 1316-40(PPM) 1316-49(PPM)

1 Rb 7 18 30 2 Ba 138 307 419 3 Sr 487 431 560 4 La 7 5 12 5 Ce 19 12 28 6 Pr 2,82 - - 7 Nd 13 9 17 8 Sm 2,82 - - 9 Eu 0,95 - -

10 Y 20 19 23 11 Zr 47 38 67 12 Nb 2 2 2 13 Sc 42 39 17 14 V 287 258 46 15 Cr 155 45 2 16 Ni 60 16 1

4.12. Data Analisis Kimia Unsur Emas dan Timah

Analisis emas berikut mineral ikutannya serta timah dilakukan

terhadap 4 contoh terpilih yang diperkirakan keterdapatan unsur-unsur

tersebut. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui lebih jelas berdasarkan

Page 30: Geomarine 10-Natuna

analisis kimia dari kemungkinan keterdapatan emas dan timah di daerah

telitian.

Hasil analisis 4 contoh terpilih menunjukan bahwa hanya 2 contoh

yaitu contoh nomor 1316-52 dan 1316-53 yang mengandung timah,

sedangkan untuk emas dijumpai pada 3 contoh tesebut seperti tertera pada

tabel 5 di bawah ini.

Tabel 5. Hasil analisis emas dan timah

NO NAMA UNSUR NOMOR CONTOH (SATUAN) 1316-40

(ppm) 1316-50 (ppm)

1316-52 (ppm)

1316-53 (ppm)

1 Cu 6 5 12 9 2 Pb 27 24 54 67 3 Zn 16 22 42 75 4 Ag 4 - 3 3 5 Au 4 2 12 - 6 Sn - - 10 10

Page 31: Geomarine 10-Natuna

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Peta Batimetri Oleh : I Wayan Lugra, Novi Sutisna, Andrian

Data hasil pemeruman yang diperoleh selama penyelidikan sepanjang

lintasan 1243 Km seperti terlihat pada Gambar 3, merupakan data digital dan

data analog dengan selang waktu pendigitan 15 menit. Lintasan pemeruman

umumnya berarah utara selatan dengan satu lintasan silang berarah timur

barat sebagai titik kontrol data pada setiap perpotongan antar lintasan.

Beradasarkan data kedalaman laut yang diperoleh, maka dibuat Peta

Batimetri berskala 1 : 250.000 dengan interval kontur 5 meter seperti terlihat

pada Gambar 4.

Dari hasil pengamatan peta batimetri, daerah penyelidikan mempunyai

kedalaman bervariasi antara 5 – 47 meter. Perubahan kedalaman terjadi

secara bergradasi mulai dari pantai Pulau Kalimantan dengan kedalaman

terekam sedalam 5 meter berangsur bertambah dalam menjauhi pulau

Kalimantan dengan kedalaman maksimum yang terekam sedalam 47 meter.

Hal ini terlihat sangat jelas bila mengamati penampang peta batimetri pada

lintasan 22 (Gambar 5) yang berarah arah timur - barat menunjukan terjadi

perubahan kedalaman secara berangsur mulai dari kedalaman sekitar 5

meter dekat pantai Kalimantan Barat kemudian bertambah dalam sampai

kedalaman maksimum yang terekam lebih kurang 47 meter, selanjutnya

mendangkal lagi sampai pada batas bagian barat daerah penelitian dengan

kedalaman sekitar 40 meter.

Bila diamati peta batimetri secara lebih mendalam maka daerah

penelitian dapat dibedakan menjadi 2 zona yaitu :

Zona 1 adalah daerah dekat pantai yang mempunyai perubahan

kedalaman secara berangsur namun kasar yaitu mulai dari kedalaman 5

meter sampai kedalaman 30 meter dengan rentang jarak sekitar 30 km dan

Page 32: Geomarine 10-Natuna

bagian paling barat daerah penelitian ( 35 - 47 m) dengan kemiringan

berkisar antara 50O - 60O

Page 33: Geomarine 10-Natuna

Zona 2 adalah daerah yang mempunyai perubahan kedalaman secara

berangsur halus yaitu mulai dari kedalaman sekitar 27 m sampai sekitar 37

m dalam rentang jarak sekitar 50 km dengan kemiringan berkisar 10O - 15O.

Kenampakan morfologi dasar laut lebih rinci dapat dilihat dengan jelas

pada tampilan diagram blok morfologi permukaan dasar laut seperti terlihat

pada gambar 6. Pada gambar tersebut terlihat jelas perubahan morfologi

dasar laut secara lebih nyata dimana tonjolan-tonjolan kerucut pada bagian

timur laut daerah penelitian adalah gugusan pulau pulau kecil seperti Pulau

Lemukutan, Panata Besar, Penata Kecil dan Pulau Kabung. Sedangkan di

bagian tengah dekat pantai adalah Pulau Temaju dan agak ke selatan

adalah Pulau Sitinjan.

5.2. Seismik Pantul Dangkal Oleh : I Wayan Lugra

Data seismik yang diperoleh sepanjang lintasan 1243 km terdiri dari 22

lintasan merupakan data rekaman analog menerus sepanjang lintasan yang

dilalui. Berdasarkan hasil pengolahan data, pemerian dan penafsiran

terhadap seluruh rekaman seismik yang diperoleh, didapat gambaran

secara umum keadaan geologi bawah permukaan daerah telitian.

Interpretasi rekaman seismik difokuskan pada profil–profil yang

menunjukkan pola konfigurasi reflektor yang khas. Penafsiran konfigurasi

reflektor seismik tertentu seperti chaotikc fill, erosional tranction, dan lain–lain

merupakan bahan awal untuk interpretasi seismik didaerah telitian.

Secara umum hasil penafsiran seismik daerah penelitian dapat

dibedakan menjadi 3 rutunan yaitu runtunan A yang diasumsikan sebagai

accoustic basement, runtunan B dan paling atas adalah runtunan C seperti

terlihat pada Gambar 7.

Runtunan A adalah runtunan terbawah yang dapat dikenali dari

penampang seismik yang diperoleh, ditafsirkan sebagai akustik basemen

dengan gambaran pantulan menunjukkan pola yang agak sejajar dan

terputus serta kadang-kadang agak miring dan di beberapa tempat

menunjukan gambaran pantulan kaotik.

Page 34: Geomarine 10-Natuna
Page 35: Geomarine 10-Natuna

Gambar 6. Penampang seismik pantul dangkal lintasan yang

memperlihatkan runtunan seismik secara lengkap.

Runtunan B yang diendapkan di atas runtunan A secara tidak selaras

dibatasi oleh bidang pepat erosi (erotional truncation) dan onlap dengan

gambar pantulan adalah bebas pantulan (free reflection) sampai agak sejajar

(sub-paralel).

Runtunan C adalah runtunan yang paling atas yang dapat dikenali

dicirikan oleh gambaran pantulan sejajar ( pararel) sampai agak sejajar (sub

Page 36: Geomarine 10-Natuna

paralel) diendapkan secara tidak selaras di atas runtunan B dengan bidang

batas pepat erosi (erotional trauncation).

Rutunan A yang diinterpretasikan sebagai akustik basemen dari

kenampakan internal reflektornya diduga berupa material masif dan kompak

dengan penyebaran yang merata hampir dijumpai di seluruh daerah

penelitian. Runtunan ini diduga telah mengalami depormasi yang sangat

intensif, hal ini dibuktikan dengan ditemukannya banyak sesar-sesar baik

mayor maupun minor yang telah mengoyak runtunan ini seperti terlihat pada

Gambar 7.

Bila dibuat suatu rekonstruksi dengan mengacu kepada geologi darat

Kalimantan Barat maka runtunan ini diperkirakan sebanding dengan Batuan

Gunungapi Raya di bagian utara dan selatan daerah penelitian, kemudian

Granodiorit Mensibau di bagian tengah dan bagian barat serta Batuan

Gunungapi Raya di pertengahan bagian selatan barat. Hal ini didukung oleh

kenyataan bahwa di bagian barat daerah penelitian yakni di pulau Pengiki

Besar dan Pengiki Kecil tersingkap Granodiorit Mensibau dan di

pertengahan bagian selatan tersingkap Batuan Gunungapi Raya di Pulau

Datuk, di bagian tengah mendekati pantai yaitu ulau Temaju tersingkap

Granodiorit Mensibau dan di bagian utara daerah penelitian mendekati pantai

tersingkap Batuan Gunungapi Raya terutama pada gugusan Pulau

Lemukutan, Penata Besar dan Kecil serta Pulau Kambang.

Ketiga jenis batuan yang diperkirakan sebanding dengan runtunan A

yang terbentuk pada Zaman Kapur Bawah sampai Kapur Atas.

Page 37: Geomarine 10-Natuna

Gambar 7. Runtunan A yang mengalami deformasi kuat,dibuktikan dengan banyaknya ditemukansesar-sesar pada run-tunan ini di lintasan 9.

Bila hal ini dikaitkan dengan sejarah geologi daerah penelitian,

runtunan ini terbentuk akibat pengalih tempatan yang terjadi karena

pertemuan lempeng kerak samudera dan benua Asia selama Zaman Kapur

Awal yang menghasilkan aktifitas tektonik yang intensif sampai berakhirnya

Zaman Kapur.

Akibat tektonik yang intensif maka runtunan ini mengalami deformasi

yang sangat kuat, sehingga terbentuk patahan yang besar maupun kecil

Page 38: Geomarine 10-Natuna

mengoyak hampir seluruh runtunan A yang dapat dikenali melalui rekaman

seismik.

Runtunan B yang diendapkan di atas runtunan A secara tidak selaras

dibatasi oleh bidang pepat erosi (erotional truncation) dan onlap dengan

gambar pantulan adalah bebas pantulan (free reflection) sampai agak sejajar

(sub-paralel). Melihat ciri dari konfigurasi pantulan dari runtunan B

kemungkinan besar runtunan ini tersusun oleh material yang berbutir halus

dampai sangat kasar serta masa batuan yang cukup besar dan masif. Bila

disebandingkan dengan geologi darat, maka runtunan ini diperkirakan

diendapkan pada Zaman Tersier yang terdiri dari berbagai jenis batuan

secara tumpang tindih. Runtunan B dijumpai beberapa sesar minor di

beberapa lokasi tertentu, dan bila dikaitkan dengan tektonik regional daerah

penelitian, kemungkinan besar sesar-sesar tersebut terbentuk akibat

aktifitas tektonik Periode Tersier (Eosen - Miosen ?).

Runtunan C adalah runtunan yang paling atas yang dapat dikenali

dicirikan oleh gambaran pantulan sejajar (pararel) sampai agak sejajar (sub

paralel) diendapkan secara tidak selaras di atas runtunan B dengan bidang

batas pepat erosi (erotional trauncation). Melihat ciri dari konfigurasi reflektor

dari runtunan ini kemungkinan besar tersusun oleh endapan yang berbutir

halus sampai sedang. Bila disebandingkan dengan geologi darat, maka

runtunan C diperkirakan diendapkan pada Zaman Kuarter, berupa endapan,

pasir, lempung dan lumpur

Dari hasil analisis, foraminifera bentos lingkungan pengendapan

runtunan teratas daerah penelitian sublitoral (neritik) bagian dalam. Di beberapa tempat seperti di Lintasan 1, 3 dan lintasan 5 terlihat

pada penampang seismik adanya indikasi sedimen mengandung gas yang

dicirikan oleh internal reflektor bebas pantul (free reflektor) biasanya terjebak

diantara patahan seperti terlilat pada Gambar 9. Indikasi adanya sedimen

mengandung gas yang kemungkinan adalah gas biogenik sangat didukung

oleh kondisi geologi setempat. Secara umum gas biogenik terbentuk dari

sisa tumbuhan di daerah delta atau di alur sungai purba dan pada lapisan

sedimen kuarter.

Page 39: Geomarine 10-Natuna

Di Cina gas biogenik terbesar ditemukan di delta plain Sungai Yangtze

dari generasi gas metan kuarter yang dangkal terjebak dalam lapisan pasir

yang berinterkalasi dengan lempung Kuarter pada kedalaman berkisar antar

20 - 50 meter di bawah permukaan dasar laut (Yang Qilun, 1995).

Seperti diketahui bahwa daerah telitian sebagian merupakan

merupakan daerah delta yang sangat luas yaitu Delta Kapuas serta geologi

daerah telitian yang dekat pantai didominasi oleh satuan endapan Kuarter

terdiri dari endapan alluvial , endapan rawa dan litoral.

5.3. Anomali Intensitas Magnet Total Oleh : I Wayan Lugra, Novi Sutisna, Adrian

Pola kontur dari peta Anomali Intensitas Magnet Total secara umum

mencerminkan keadaan kemagnetan dari batuan dasar daerah penelitian

yang masih berbaur dengan kemagnetan yang berada pada tubuh tubuh

kemagnetan lokal. Penafsiran kualitatif berdasarkan peta yang diperoleh

lebih merupakan penafsiran secara regional, sehingga tubuh-tubuh massa

magnetik lokal yang memberikan harga yang tidak menonjol dapat diabaikan.

Dengan demikian massa bermagnet yang menghasilkan kontur anomali

tersebut merupakan suatu gambaran keadaan atau struktur masa yang

basemen megnetik regional bawah permukaan dasar laut.

Secara umum sebaran kontur anomali magnet memperlihatkan harga

yang bervariasi dengan kisaran - 448,6 gamma sampai +36,9 gamma seperti

tertera dalam lampiran terikat tabel B.

Page 40: Geomarine 10-Natuna

Gambar 8. Indikasi adanya sedimen mengandung gas pada lintasan 3.

Page 41: Geomarine 10-Natuna

Melihat pola penyebaran kontur Peta Intensitas Anomali Magnet Total

yang umumnya mempunyai garis kontur menutup berupa klosur klosur, maka

daerah penelitian dapat dibedakan menjadi 3 bagian yaitu bagian utara,

tengah dan bagian selatan.

Bagian Utara

Kontur anomali hampir seluruhnya merupakan kontur terbuka kearah

utara beraturan dari arah barat ke timur dengan harga anomali -350 gamma

pada bagian paling barat, -100 gamma pada bagian tengah dan -350 gamma

pada bagian timur dan -100 gamma di daerah berdekatan dengan daratan

Pulau Kalimantan. Hal ini dapat diinterpretasikan bahwa basemen magnetik

di bagian barat terletak jauh di bawah permukaan laut atau dengan kata lain

ditutupi oleh sedimen yang tebal dan menipis kearah tengah sampai bagian

timur mendekati daratan Kalimantan sehingga memberi harga anomali yang

mendekati positip. Hal ini senada dengan pola kontur batimetri daerah

tersebut di mana kedalaman laut bagian barat hampir 40 meter mendangkal

ke arah timur menuju daratan Kalimantan. Anomali -100 gamma yang terjadi

pada bagian timur mendekati P. Kalimantan, mungkin akibat dari pengaruh

basemen magnetik yang diakibatkan oleh gugusan pulau-pulau tersebut

karena terbentuk oleh hasil intrusi berupa andesit, dasit dan batuan beku

basal yang terjadi pada Zaman Kapur.

Bagian Tengah Pola kontur anomali pada bgaian tengah daerah penelitian hampir

sama dengan pada bagian utara, yang membedakan hanyalah besaran

angka anomalinya. Umumnya pola konturnya tertutup dengan harga kontur

yang bervariasi mulai dari 0 (nol) sampai -250 gamma.

Pada bagian barat dan bagian timur menunjukan harga anomali yang

sama yaitu nol, sedangkan pada bagian tengah menunjukkan harga anomali

+50 gamma sampai -25 gamma. Hal ini menunjukan basemen magnetik dari

barat ke arah timur terletak pada kedalaman yang bervariasi. Di bagian timur

anomali nol barangkali akibat dari pengaruh basemen magnetik yang

Page 42: Geomarine 10-Natuna

disebabkan oleh Pulau Temajo yang tersusun dari batuan terobosan berupa

granodiorit.

Bagian Selatan Pola kontur umumnya tertutup dengan harga anomali bervariasi mulai

dari + 100 gamma dijumpai di bagian barat dan -300 gamma di jumpai di

bagian timur mendekati daratan Kalimantan. Harga anomali positif di bagian

barat daerah penelitian barangkali diakibatkan oleh basemen magnetik dari

Pulau Pengki Besar yang tersusun oleh batuan terobosan berupa granodiorit,

demikian juga halnya anomali positif yang terjadi di sekitar Pulau Datuk

akibat dari basemen magnetik pulau tersebut yang tersusun oleh batuan

terobosan berupa andesit, dasit dan basal yang terjadi pada Zaman Kapur.

Sedangkan bagian timur yang menunjukkan harga anomali negatif

akibat basemen magnetik berada jauh di bawah permukaan dasar laut

tertutup sedimen tebal hasil pengendapan sedimen yang terbawa oleh

sungai Kapuas, beserta anak-anak sungainya.

5.4. Sebaran Sedimen Permukaan Dasar Laut Oleh : Agus Setyanto, I Wayan Lugra, Adrian dan Novi Sutisna

Jenis sedimen permukaan dasar laut di tentukan melalui analisis besar

butir untuk membedakan jenis sedimen berdasarkan tekstur butiran

sedimen. Hasil analisis besar butir terhadap 63 contoh (gambar 11), sedimen

permukaan dasar laut dengan mengacu kepada Klasifikasi Folk (1980); jenis

sedimen permukaan dasar laut daerah penelitian dapat dibedakan 7 jenis

sedimen seperti terlihat pada gambar 12 yaitu :

1. Lanau (Z)

2. Lanau pasiran (sZ)

3. Pasir lumpuran sedikit kerikilan (g)mS

4. Lumpur pasiran sedikit krikilan (g)sM

5. Pasir (S)

6. Pasir kerikilan (gS)

7. Lumpur kerikilan (gM)

Page 43: Geomarine 10-Natuna

Lanau (Z) Secara lateral penyebaran lanau tersebar di 3 bagian daerah penelitian

yaitu bagian timur laut, tenggara dan barat daya yang menutupi sekitar 15 %

dari total luas daerah penelitian.

Di bagian timur laut lanau tersebar mulai dari kedalaman 15 meter

sampai sekitar 30 meter yang diperkirakan bersumber dari pasokan sedimen

Sungai Sambas dan anak-anak sungaiya menyebar sampai di bagian utara

gugusan pulau pulau Lemukutan, Panata Besar dll, terbawa oleh sistem

arus.

Di bagian tenggara lanau tersebar diperkirakan mulai dari pinggir

pantai sampai kedalaman sekitar 15 meter. Lanau di daerah ini kemungkinan

di pasok oleh sungai-sungai yang bermuara di daerah tersebut seperti

Sungai Mempawah, Sei Penyuh dan Sungai Kapuas beserta anak

sungainya. Dilihat dari pola penyebaran lanau di bagian tenggara daerah

penelitian, pemasok terbesar kemungkinan berasal dari Sungai Kapuas

Besar, hal ini terbukti dari penyebaran lanau mulai dari muara Sungai

Mempawah melebar menuju keselatan ke arah Muara Sungai Sei Penyuh

dan sebaran lanau terlebar terletak di muara Sungai Kapuas Besar.

Di bagian barat daya sebaran lanau cukup luas di sekitar Pulau

Pengki Besar dan Pengki Kecil tersebar sampai kedalaman 26-40 meter.

Keberadaan lanau di daerah ini kemungkinan berasal dari hasil lapukan

batuan penyusun pulau Pengki Besar dan Kecil atau terbawa oleh sistem

arus dari Laut Cina Selatan yang tertahan oleh keberadaan pulau-pulau

tersebut.

Lanau pasiran (sZ) Penyebaran secara lateral lanau pasiran menempati dua bagian dari

daerah penyelidikan yaitu pada bagian tenggara yang berbatasan dengan

daerah sebaran lanau dan pada bagian tengah membentang dari utara

sampai selatan. Lanau pasiran menutupi hampir 25 % dari seluruh luas

daerah penelitian.

Di bagian tenggara lanau pasiran tersebar diperkirakan mulai dari

pinggir pantai sampai kedalaman sekitar 25 meter yang tersebar mulai dari

Page 44: Geomarine 10-Natuna

sebelah utara muara Sungai Mempawah melebar ke selatan berbatasan

dengan penyebaran lanau di muara Sungai Kapuas.

Di bagian tengah daerah penyelidikan penyebaran lanau pasiran

membentang dari utara sampai ke selatan dengan lebar bervariasi mulai dari

lebih kurang 10 km sampai sekitar 25 km ada kedalaman 25 - 37 meter. Di

bagian tengah dari sebaran lanau pasiran diselingi dengan sebaran sedimen

pasir lumpuran sedikit kerikilan ((g)mS) yang membentuk lensa dengan luas

penyebaran sekitar 10 % dari luas sebaran lanau pasiran. Di bagian

selatannya juga diselingi oleh sebaran sedimen pasir (S) yang juga melensa

dengan luas penyebaran sekitar 3 % dari luas penyebaran lanau pasiran.

Pasir lumpuran sedikit kerikilan (g)mS

Penyebaran secara lateral dari sedimen pasir lumpuran sedikit

kerikilan ((g)mS) tersebar di tiga lokasi yaitu di bagian timur, bagian tengah

dan barat daya menutupi sekitar 20% dari total luas daerah penelitian.

Di bagian timur satuan sedimen pasir lumpuran sedikit kerikilan

((g)mS) tersebar mulai dari utara sampai ke selatan daerah penelitian

mengikuti pola garis pantai pada kedalaman 15 - 25 meter. Sebaran di

bagian utara sedimen ini diselingi oleh jenis sedimen lanau yang tersisip

melensa di ujung paling utara dari daerah penelitian. Lebar dari sebaran

sedimen ini bervariasi dengan kecenderungan menebal di bagian tengah.

Di bagian barat daya satuan sedimen pasir lumpuran sedikit kerikilan

((g)mS) ini sebaran membentuk huruf L terbalik dengan lebar yang hampir

merata mulai dari bagian barat menyebar menuju ke arah timur dan berbelok

ke selatan sampai batas paling selatan daerah penelitian. Di bagian selatan

sebaran sedimen ini tersisipi oleh satuan sedimen pasir yang sebaran

membentuk setengah lensa.

Lumpur pasiran sedikit krikilan (g)sM Satuan sedimen lumpur pasiran sedikit krikilan (g)sM sebarannya

menempati bagian barat laut daerah penelitian. Satuan ini secara lateral

Page 45: Geomarine 10-Natuna

tersebar mulai dari kedalaman 25 meter sampai kedalaman sekitar 40 meter

yang menutupi sekitar 15 % dari total luas daerah penelitian.

Pasir (S)

Satuan sedimen pasir (S) merupakan satuan sedimen terkecil yang

menutupi daerah penelitian yang tersebar di 2 lokasi pada bagian selatan.

Sedimen ini menutupi sekitar 5 % dari total luas daerah penelitian. Lokasi

pertama terletak di sebelah timur Pulau Datuk tersebar melensa diantara

satuan lanau pasiran sedangkan lokasi kedua di sebelah timur Pulau Pengki

tersebar membentuk setengah melensa diantara satuan sedimen asir

lumpuran sedikit kerikilan, ppasir kerikilan dan lanau pasiran.

Pasir kerikilan (gS)

Satuan pasir kerikilan (gS) tersebar di bagian tengah barat daerah

penelitian, membentang mulai dari utara sampai mendekati batas bagian

selatan dengan lebar bervariasi antara 8 - 12 km. Sebaran sedimen ini

menutupi hampir 17 % dari total luas daerah penelitian terletak pada

kedalaman berkisar antara 30 sampai > 40 meter.

Lumpur kerikilan (gM)

Satuan sedimen lumpur kerikilan (gM) ini menempati bagian timur laut

daerah penelitian dengan sebaran yang sangat terbatas. Sebaran sedimen

ini menutupi sekitar 8 % dari total luas daerah penelitian yang terletak di

sekitar muara Sungai Raya dan Sungai Singkawang tersebar mulai dari

pinggir pantai sampai kedalaman sekitar 8 - 20 meter

Satuan sedimen lumpur kerikilan (gM) diperkirakan berasal dari

pasokan sedimen dari sungai-sungai yang bermuara di daerah tersebut

seperti sungai Singkawang dan Sungai Raya serta dari hasil lapukan dari

batuan penyusun gugusan pulau-pulau Lemukutan, Penata Kecil dan Besar

yang terdiri dari batuan terobosan.

Page 46: Geomarine 10-Natuna

5.5. MIKROFAUNA DAN FORAMINIFERA Oleh : Mimin Karmini

Dari 17 percontoh sedimen yang telah dianalisis, ternyata tidak kurang

dari 64 spesies foraminifera bentos dan satu spesies foraminifera plangton

yakni Globorotalia ungulata yang dijumpai di perairan daerah penelitian. Ke

dua hal tersebut tidak terlepas dari faktor kedalaman yang kurang dari 50 m,

yang merupakan tempat paling baik bagi foraminifera bentos untuk

berkembang.

Foraminifera bentosnya yang paling banyak dijumpai adalah

Asterorotalia trispinosa. Selain itu yang umum dijumpai antara lain terdiri atas

Pseudorotalia schroeteriana, Amphistegina lessonii, Operculina ammonoides

dan Quinqueloculina seminulina.

Dengan lebih banyaknya spesies Amphistegina lessonii yang

kehidupannya sangat tergantung dari intensitas cahaya matahari dan kondisi

air yang jernih, maka bagian utara (Muara Singkawang) diperkirakan memiliki

turbulensi yang lebih rendah dibandingkan dengan turbulensi di bagian

tengah dan selatannya. Lingkungan pengendapan berdasarkan foraminifera

bentos di perairan daerah telitian adalah sublitoral (neritik) bagian dalam.

Bagian Selatan (Perairan Jungkat - Mempawah) Di bagian ini, ada 7 (tujuh) percontoh yang telah dianalisis yaitu nomor

1, 7, 11, 9, 11, 25, 27 dan 28. Kedalaman dasar laut tempat pengambilan

percontoh tersebut berkisar antara 3 – 50 m.

Di bagian ini, foraminifera plangton yang dijumpai hanya Globorotalia

ungulata di lokasi 28, pada kedalaman 31m.

Foraminifera bentosnya yang banyak dijumpai antara lain terdiri atas

Asterorotalia trispinosa, Cibicides lobatulus, Operculina ammonoides,

Pseudorotalia schroeteriana dan Quinqueloculina seminulina. Spesies yang

umum antara lain terdiri atas Ammonia beccarii, Amphistegina lessonii,

Eponides praecinctus, Quinqueloculina pseudoreticulata, dan Rotaloides

gaimardi. Spesies yang sedikit atau jarang seperti Bolivina spp., Cancris,

Textularia spp., dan lain-lainnya bisa dilihat dalam Tabel 1.

Page 47: Geomarine 10-Natuna

Pada Tabel tersebut, jumlah individu foraminifera bentos yang paling

dominan adalah Asterorotalia trispinosa yang dijumpai pada kedalaman

sekitar 16 m. sedangkan ke arah pantai dan lepas pantai jumlahnya

menurun. Spesies lain yang juga melimpah adalah Operculina ammonoides,

dijumpai pada kedalaman sekitar 19 m dan 31 m, sedangkan pada

kedalaman lain jumlahnya tidak terlalu banyak.

Bagian Tengah (Mempawah - Muara S. Raya) Di bagian tengah ini, dari tujuh percontoh yaitu nomor-nomor 17,18,

20, 22, 24, 34 dan 36, terlihat bahwa hanya foraminifera bentos yang umum

dijumpai, dan tidak ada foraminifera plangton. Foraminifera bentosnya

hampir sama dengan di bagian selatannya, hanya jumlahnya saja yang lebih

sedikit. Mereka antara lain terdiri atas Amphistegina lessonii, Asterorotalia

trispinosa, Cibicides lobatulus, Operculina ammonoides, Pseudorotalia

schroeteriana, Rotalia sp. dan Quinqueloculina seminulina.

Spesies yang sedikit atau jarang seperti Ammonia beccarii,

Lenticulina, Elphidium dan lain-lainnya bisa dilihat dalam Tabel 2.

Dominasi spesies di bagian ini ditempati oleh Asterorotalia trispinosa,

pada kedalaman sekitar 5 m, sedangkan ke arah yang lebih dalam

jumlahnya makin sedikit.

Bagian Utara (Muara Singkawang) Di bagian ini, dari tiga contoh yang telah dianalisis yaitu nomor -

nomor 43 (33 m), 44 (38 m) dan 46 (7 m), ternyata hanya terdiri atas

foraminifera bentos, sedangkan foraminifera plangtonnya sama sekali tidak

dijumpai.

Foraminifera bentos yang paling dominan di bagian utara ini adalah

Asterorotalia trispinosa pada kedalaman sekitar 7 m. Pada kedalaman

sekitar 38 m spesies dominannya adalah Cibicides lobatulus. Spesies yang

umum dijumpai antara lain adalah Ammonia beccarii, Amphistegina lessonii,

Elphidium spp. Operculina ammonoides, Pseudorotalia schroeteriana, dan

Quinqueloculina seminulina.

Page 48: Geomarine 10-Natuna

Spesies yang sedikit atau jarang seperti Lagena scalaris, Spiroloculina spp.,

Textularia, Triloculina dan lain-lainnya bisa dilihat dalam Tabel 2

Dari uraian di atas, ternyata perairan daerah telitian banyak dikuasai

oleh foraminifera bentos, terutama Asterorotalia trispinosa yang dijumpai

secara melimpah antara kedalaman 5 – 16 m. Ke arah yang lebih dalam,

jumlah individu spesies ini semakin berkurang. Di perairan L. Jawa spesies

ini jumlahnya sangat melimpah. Selain itu di selatan perairan P. Bangka - P.

Belitung, spesies ini paling banyak dijumpai sekitar kedalaman 18 m

(Adisaputra, 1997).

Spesies lain dari genus Asterorotalia yang dijumpai adalah A.

tetraspinosa dan A. multispinosa, dalam jumlah yang sangat jarang dan

hanya terdapat di bagian selatan daerah telitian.

Amphistegina lessonii pada umumnya lebih banyak berkembang di

perairan bagian utara (Muara Singkawang) pada kedalaman lebih dari 30 m.

Biasanya spesies ini kehidupannya sangat tergantung dari intensitas cahaya

matahari dan kondisi air yang jernih. Perairan di bagian ini diperkirakan

memiliki turbulensi yang lebih rendah dibandingkan dengan turbulensi di

bagian tengah dan selatannya, sehingga spesies ini bisa lebih berkembang.

Spesies Cibicides lobatulus, seperti halnya Amphistegina lessonii, pada

umumnya lebih banyak berkembang di perairan bagian utara (Muara

Singkawang) pada kedalaman lebih dari 30 m. Menurut Van der Zwaan

(1982, dalam Van Marle 1991), spesies ini mempunyai toleransi terhadap

pertambahan salinitas.

Operculina ammonoides di daerah telitian jumlahnya bervariasi, dan

yang paling banyak dijumpai adalah di bagian selatannya. Ada dua lokasi

yang lebih banyak akumulasinya yaitu pada lokasi 9 (19 m) dan lokasi 28 (31

m). Menurut Hottinger (1977, dalam Van Marle 1991), spesies ini dijumpai di

perairan tropis-subtropis, terutama pada kedalaman antara 30 – 150 m, dan

menyukai substrat yang lunak.

Pseudorotalia schroeteriana, dijumpai dalam jumlah yang bervariasi,

dan mencapai jumlah paling banyak di lokasi 17 pada kedalaman 25 m.

Page 49: Geomarine 10-Natuna

Ukuran spesies ini ada yang kecil dan ada yang besar dengan bentuk yang

bervariasi dari bentuk kerucut rendah sampai tinggi, yang diduga merupakan

akibat dari perubahan kedalaman air dan jenis substrat yang berbeda.

Quinqueloculina seminulina, adalah spesies yang jumlahnya lebih

banyak jika dibandingkan dengan Quinqueloculina dari spesies lainnya

(Tabel 1). Hageman (1979, dalam Van Marle 1991) dan Boltovskoy et al.

(1980, dalam Van Marle 1991), memperkirakan bahwa spesies ini

merupakan spesies yang kosmopolitan, yang dijumpai di perairan terbuka,

dalam lingkungan paparan dengan salinitas sedikit tinggi.

Foraminifera plangton hanya diwakili oleh Globorotalia ungulata yang

dijumpai pada di lokasi 28, pada kedalaman 31m. Hal ini, salah satunya

disebabkan oleh kondisi kedalaman air yang tidak mendukung, karena masih

dalam zona sublitoral bagian dalam, zona yang pada umumnya hanya

ditempati oleh foraminifera bentos (Hedgpeth, 1957).

5.6. Mineral Berat Oleh : Hartono dan I Wayan Lugra

Analisis mineral berat dilakukan terhadap 25 contoh terpilih yang

dianggap dapat mewakili seluruh daerah penelitian. Hasil analisis mineral

berat yang dilakukan terhadap contoh terpilih dijumpai 15 jenis mineral berat

dengan mineral bawaannya seperti terlihat pada tabel 2 yang dapat

dikelompokkan kedalam 5 kelompok besar sebagai berikut :

1. Kelompok oksida dan hidroksida yang meliputi magnetit, kassiterit, rutil, rutil, limonit, hematit, ilmenit, leukosen,

2. Kelompok Silikat meliputi zirkon, tourmalin, biotit, dan hornblende 3. Kelompok Sulfida yang terdiri dari pirit 4. Kelompok Mika terdiri dari muskopit 5. Kelompok Karbonat terdiri dari dolomit dan siderit 6. Mineral bawaan yang teramati pada analisis mineral berat ini adalah

kuarsa, cangkang moluska.

Page 50: Geomarine 10-Natuna

Kelompok mineral oksida dan hidroksida Kelompok mineral ini yang dijumpai meliputi magnetit, kassiterit, rutil,

limonit, hematit, ilmenit, leukosen. Dari ketujuh jenis mineral tersebut ada 5

mineral yang mendominasi yaitu magnetit, kasiterit, hematit, limonit dan

ilmenit.

Magnetit dijumpai ada seluruh contoh yang dianalisa dengan kadar

tertinggi sebesar 3.1282 % di lokasi contoh 1316-49 dan kadar terendah

0.01839% di lokasi contoh 1316-16.

Kasiterit dijumpai pada 23 contoh dari 25 contoh sedimen yang

dianalisa dengan kandungan tertinggi 1.46756% di lokasi contoh 1316-42

dan kadar terendah dijumpai di lokasi contoh 1316-7 dengan kadar

0.00152%.

Hematit muncul ada 24 contoh sedimen yang dianalisa dengan kadar

tertinggi sebesar 0.72728% di lokasi contoh 1316-49, sedangkan kadar

terendah dijumpai pada lokasi contoh 1316-28 dengan kadar 0.00796%.

Limonit diidentifikasi pada 21 buah contoh dari 25 contoh yang

dianalisa dengan kadar terendah sebesar 0.00047% di lokasi contoh 1316-

04 dan kadar tertinggi yaitu sebesar 1.49242% di lokasi contoh 1316-49.

Kelompok Silikat Kelompok mineral silikat yang dijumai berdasarkan hasil analisis yang

dilakukan adalah mineral-mineral zirkon, tourmalin, dan hornblende. Dari

ketiga kelompok mineral ini yang paling banyak dijumpai adalah tourmalin

teridentifikasi pada 11 contoh disusul mineral hornblende dijumpai pada 4

contoh dan zirkon dijumpai pada 1 contoh dari 25 buah contoh yang

dianalisa. Tourmalin yang dijumpai mempunyai kadar tertinggi yaitu sebesar

0.00407% di lokasi contoh 1316-41, sedangkan kadar terendah adalah

0.00099% di lokasi contoh 1316-27.

Kelompok Sulfida Kelompok mineral sulfida yang dijumpai adalah pirit pada 4 contoh

dari 25 buah contoh yang dianalisa. Kadar tertinggi yang dapat diidentifikasi

Page 51: Geomarine 10-Natuna

sebesar 0.00236% di lokasi contoh 1316-14, sedangkan kadar terendah

sebesar 0.00016% di lokasi contoh 1316-04.

Kelompok Mika Kelompok Mineral Mika yang dijumpai adalah muskopit pada 3 contoh dari

25 buah contoh yang dianalisa. Lokasi contoh yang mengandung muskopit

adalah 1316-04 dengan kadar 0.0004%, 1316-06 dengan kadar 0.00242%

dan lokasi contoh 1316-14 dengan kadar 0.00051%.

Kelompok Karbonat Kelompok Mineral Karbonat yang dijumpai terdiri dari dolomit ada 22

contoh dan siderit 2 contoh dari 25 contoh yang dianalisa. Dari 22 kali

kemunculan dolomit teridentifikasi kadar tertinggi adalah sebesar 0.00645%

di lokasi contoh 1316-06 dan terendah adalah 0.001015 di lokasi contoh

1316-24. Sedangkan siderit dijumpai pada lokasi contoh 1316-14 dengan

kadar 0.00072% dan 1316-24 dengan kadar 0.00054%.

Mineral yang menarik dari semua mineral berat yang dijumpai adalah

dari kelompok oksida dan hidroksida yaitu kasiterit dengan kemunculan

yang sangat dominan hampir dari seluruh contoh yang dianalisa, walaupun

dengan kadar yang relatif. Melihat kemunculan dari mineral ini begitu

dominan barangkali erlu dipikirkan untuk melakukan enelitian khusus dengan

kisi pengambilan contoh yang lebih rapat.

5.7. Indikasi Mineral Emas dan Timah

Analisis emas berikut mineral ikutannya serta timah dilakukan

terhadap 4 contoh terpilih yang diperkirakan keterdapatan unsur-unsur

tersebut. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui lebih jelas berdasarkan

analisis kimia dari kemungkinan keterdapatan emas dan timah di daerah

telitian.

Hasil analisis 4 contoh terpilih menunjukan bahwa hanya 2 contoh

yaitu contoh nomor 1316-52 dan 1316-53 yang mengandung timah,

Page 52: Geomarine 10-Natuna

sedangkan untuk emas dijumpai pada tiga contoh tesebut seperti tertera

pada tabel di bawah ini.

Tabel 3. Hasil analisis emas dan timah

NO NAMA UNSUR NOMOR CONTOH (SATUAN) 1316-40

(ppm) 1316-50 (ppm)

1316-52 (ppm)

1316-53 (ppm)

1 Cu 6 5 12 9 2 Pb 27 24 54 67 3 Zn 16 22 42 75 4 Ag 4 - 3 3 5 Au 4 2 12 - 6 Sn - - 10 10

Keterdapatan emas dan timah di daerah telitian yang merupakan

endapan letakan kemungkinan besar bersumber dari daratan Kalimantan

yang dibawa oleh sungai-sungai yang bermuara di laut.

Di daratan Kalimantan endapan emas dijumpai dalam urat-urat kuarsa

yang beragam dari batuan perangkap termasuk batusabak dan batupasir

Kelompok Bengkayang yang terdiri dari Formasi Sungai Betung dan

Formasi Banan diperkirakan terbentuk dari kegiatan magmatisma Zaman

Kapur, berlanjut Eosen dan Oligosen-Miosen. Endapan emas juga dijumpai

pada breksi sesar yang terjadi pasca Tersier (Anom, 1978). Banyaknya

batuan terobosan yang terjadi ada Zaman Tersier menerobos batuan yang

berumur Trias - Jura sangat berkaitan erat dengan terjadinya proses

mineralisasi.

Akibat pelapukan kimia maupun fisik terhadap batuan dasar yang

mengandung emas ataupun timah, dan hasil lapukan tersebut tererosi serta

tertransportasi kesuatu tempat maka terjadilah endapan letakan seperti yang

dijumpai di daerah telitian.

5.8. Citra Landsat Daerah Penelitian

Berdasarkan hasil interpretasi Citra Landsat TM, Path/row 118/60

RGB : 432, tanggal 20 Januari 1998, seperti terlihat pada gambar 9, garis

pantai daerah penelitian mengalami perubahan yang siginifikan bila di

bandingkan dengan peta kerja terbitan AMS, 1949, sekala 1 : 250.000.

Page 53: Geomarine 10-Natuna

Perubahan yang sangat menonjol disini adalah proses majunya garis pantai/

akresi akibat dari pasokan sedimen oleh sungai-sungai yang bermuara di

pantai daerah penelitian.

Beberapa sungai besar seperti Sungai Duri di bagian utara, Sungai

Mempawah di bagian tengah serta Sungai Kapuas di bagian selatan

mempunyai andil yang sangat besar dalam proses akresi daerah penelitian.

Hal ini nampak jelas dari rona yang nampak pada citra landsat, yaitu abu-abu

pada muar-muara sungai tersebut, menunjukan suspended sediment secara

kuantitas sangat tinggi. Dari pengamatan terhadap citra landsat, proses

akresi yang paling intensif terjadi pada muara sungai Mempawah, sampai

terbentuknya Tanjung Bangkai di sebelah utara mulut muara oleh sistem

arus memanjang pantai dari selatan ke utara.

Page 54: Geomarine 10-Natuna

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan data penyelidikan dan pembahasan yang telah diuraikan

ada bab-bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan beberapa hal penting

hasil penyelidikan geologi dan geofisika kelautan LP 1316 sebagai berikut :

1. Dari hasil rekaman serta data digital yang diperoleh menunjukkan

bahwa daerah penyelidikan mempunyai kedalaman bervariasi antara 5

– 40 meter. Perubahan kedalaman terjadi secara bergradasi mulai dari

pantai Pulau Kalimantan dengan kedalaman terakam sedalam 5 meter

berangsur bertambah dalam menjauhi pulau Kalimantan dengan

kedalaman maksimum yang terekam sedalam 40 meter.

2. Secara umum hasil penafsiran seismik daerah penelitian dapat

dibedakan menjadi 3 rutunan yaitu runtunan A yang diasumsikan

sebagai accoustic basement, runtunan B dan paling atas adalah

runtunan C.

3. Runtunan A adalah runtunan terbawah yang dapat dikenali dari

penampang seismik yang diperoleh, ditafsirkan sebagai akustik

basemen dengan gambaran pantulan menunjukan pola yang agak

sejajar dan terputus serta kadang-kadang agak miring dan dibeberapa

tempat menunjukan gambaran pantulan kaotik. Runtunan ini

diperkirakan terbentuk pada Zaman Kapur.

4. Runtunan B yang diendapkan di atas runtunan A secara tidak selaras

dibatasi oleh bidang pepat erosi dan onlap dengan gambaran pantulan

adalah bebas pantulan sampai agak sejajar (sub-paralel). Runtunan ini

diperkirakan terbentuk pada Zaman Tersier.

5. Runtunan C adalah runtunan yang paling atas yang dapat dikenali

dicirikan oleh gambaran pantulan sejajar sampai agak sejajar

diendapkan secara tidak selaras di atas runtunan B dengan bidang

Page 55: Geomarine 10-Natuna

batas pepat erosi. Runtunan ini diperkirakan terbentuk ada Zaman

Kuarter.

6. Harga anomali intensitas magnet total yang direduksi terhadap variasi

harian dan intensitas magnet secara teoritis disetiap titik pengamatan

menunjukan interval harga yang bervariasi dengan kisaran - 629,4

gamma sampai +342.7 gamma.

7. Jenis sedimen permukaan dasar laut daerah penelitian dapat

dibedakan 7 jenis sedimen yaitu : Lanau (Z), Lanau pasiran (sZ), Pasir

lumpuran sedikit kerikilan (g)mS, Pasir (S), Pasir kerikilan (gS), Lumpur

kerikilan (gM), Pasir lanauan (zS)

8. Secara garis besar hasil pengambilan contoh dengan penginti jatuh

bebas diperoleh panjang inti berkisar antara 10 - 130 cm dengan jenis

sedimen yang variatif. Gambaran umum jenis sedimen dasar laut

yang dijumpai adalah berwarna abu-abu pucat sampai sedimen

berwarna gelap. Adapan jenis sedimen yang dapat diidentifikasi

secara megaskpis adalah Lumpur Pasiran Sedikit Kerikilan, Pasir

Kerikilan, Lumpur Pasiran, Pasir Lumpuran Sedikit Kerikilan, Pasir

Kerikilan dan Pasir, Lanau

9. Pengamatan dari sayatan oles menunjukkan 3 kelompok utama yang

terdiri dari kelompok Biogenik terdiri dari unsur gampingan, silikaan

dan karbonatan, kelompok Non Biogenik dibedakan berdasarkan

ukuran butirnya yaitu pasir, lanau dan lempung serta kompsisinya

seperti kuarsa (Q), feldfar (F), mika (M) dan mineral berat (HM) yang

mempengaruhi total dentritus dan kelompok Authigenik didasarkan

kepada keberadaan mineral zeolit, dolomit, dan glakukonit.

10. Hasil analisis mineral berat yang dilakukan terhadap contoh terpilih

dijumpai 15 jenis mineral berat dengan mineral bawaannya yang dapat

dikelompokkan kedalam 5 kelompok besar sebagai berikut kelompok

oksida dan hidroksida yang meliputi magnetit, kassiterit, rutil, limonit,

hematit, ilmenit, leukosen, kelompok Silikat meliputi zirkon, tourmalin,

biotit, dan hornblende, kelompok Sulfida yang terdiri dari pirit,

Page 56: Geomarine 10-Natuna

kelompok Mika terdiri dari muskopit, dan kelompok Karbonat terdiri

dari dolomit dan siderit

11. Dari 17 percontoh sedimen yang telah dianalisis, ternyata tidak kurang

dari 64 spesies foraminifera bentos dan satu spesies foraminifera

plangton yakni Globorotalia ungulata yang dijumpai di perairan daerah

penelitian. Ke dua hal tersebut tidak terlepas dari faktor kedalaman

yang kurang dari 50 m, yang merupakan tempat paling baik bagi

foraminifera bentos untuk berkembang.

12. Foraminifera bentosnya yang paling banyak dijumpai adalah

Asterorotalia trispinosa. Selain itu yang umum dijumpai antara lain

terdiri atas Pseudorotalia schroeteriana, Amphistegina lessonii,

Operculina ammonoides dan Quinqueloculina seminulina. Dengan lebih

banyaknya spesies Amphistegina lessonii yang kehidupannya sangat

tergantung dari intensitas cahaya matahari dan kondisi air yang jernih,

maka bagian utara (Muara Singkawang) diperkirakan memiliki

turbulensi yang lebih rendah dibandingkan dengan turbulensi di bagian

tengah dan selatannya.

13. Lingkungan pengendapan daerah telitian, berdasarkan foraminifera

bentos adalah sublitoral (neritik) bagian dalam.

14. Hasil analisis 4 contoh terpilih menunjukan bahwa hanya 2 contoh yaitu

contoh nomor 1316-52 dan 1316-53 yang mengandung timah,

sedangkan untuk emas dijumpai pada tiga contoh yaitu 1316-14, 1316-

50 dan 1316-52.

15. Kadar emas tertinggi dijumpai pada lokasi contoh 1316-52 dengan

kadar 12 ppm, sedangkan Sn kadarnya 10 ppm pada lokasi contoh

1316-52 dan 1316-53

6.2. Saran

1. Dari hasil analisa mineral berat dijumpai mineral kasiteri yang hampir

terdapat disemua contoh yang dianalisa, sehingga disarankan untuk

melakukan penelitian khusus tentang keberadaann mineral tersebut

secara lebih detail pada daerah yang luasnya terbatas.

Page 57: Geomarine 10-Natuna

2. Hasil analisisa kimia terhadap emas juga menujukkan bahwa

kemunculan mineral tersebut cukup dominan dari 4 contoh yang

dianalisa. Dari kenyataan di atas barangkali perlu dipikirkan untuk

melakukan kajian khusus terhadap keberadaan mineral tersebut di laut

mengingat sumbernya di darat cukup prospek.

Page 58: Geomarine 10-Natuna

DAFTAR PUSTAKA TERPILIH

Abdul Wahib, drr., 2000, Penyelidikan Geologi dan Geofisika Kelautan Perairan Ketapang, Kalimantan Barat, Lembar Peta, 1313, PPPGL.

Alleva, GJJ., 1973, Aspect of the Historical and Physical Geology of the

Sunda Shelf Essensial too the Exploration of Submarine Tin Placer, Geol. Minjnb 52

Ben-Avraham, Z. and Emery, K.O., 1973, Structural framework of Sunda

Shelf, Bull. Am. Assoc. Petr. Geol., 57 : 2323 – 2366. Blow, W.H., 1969. Late Middle Eocene to Recent planktonic foraminiferal

biostrati-graphy. In Bronnimann, P. and H.H. Renz (eds.) Proc. of the 1st Internat. Conf. on Plank. Microfoss. Leiden: E.J. Brill, vol. 1, p. 199-422.

Boltovskoy, E., 1978. Late Cenozoic Benthonic Foraminifera of the

Ninetyeast Ridge (Indian Ocean). In Von den Borch, C. C. (Ed.), 1978. Synthesis of Deep-Sea Drilling Results in the Indian Ocean. Elsevier Oceanographic series No. 21, p. 139-175.

Curray, J.R., Shor, G.G., Raitt, R.W. and Henry., 1977, Seismic refraction

studies of crustal structure of the eastern Sunda and western Banda Arcs, Journ. Of Geoph. Res, 17 : 2497 – 2489.

Emery, K.O., 1974, Pagoda structure in marine sediments, in Kaplan, I.R.

(ed) : Natural gases in marine sediments, 309-317, Plemum Press, New York.

Folk, R.L., 1980, Petrology of the Sedimentary Rock, Hemphis Publishing

Company, Austin. Friedman G.M., Sander, J.E., 1976, Principles of Sedimentology, Jonh Wiley

& Sons. PP 34 - 37. Ilahude D., dan Situmorang, M., 1994, Seismic Reflection Study oon

Paleodrainage Pattern of the Sunda River, off Southeast Kalimantan around Masalembo Waters, Jurnal Geologi dan Sumberdaya Mineral, Vol. IV No. 29.

Situmorang, M., Andi, S., 1999a, Laporan Hasil Awal Survai Tindak Lanjut

Penyelidikan Geologi dan Geofisika Kelautan Lembar Peta 1413/1414, Perairan Sukadana, Ketaang, Kalimantan Barat, PPPGL.

Page 59: Geomarine 10-Natuna

Koesoemadinata, R.P., Samuel, L. and Taib, M.I.T., 1999, Subsidence Curves and Basin Mechanism of Some tertiary Basins in Western Indonesia, Buletin Geologi, Vol. 31, No. 1, pp.23-56.

Kuenen, .H., 1950, Marine Geology, New York, Jonh Wiley & Son Inc. Letouzey, J., Werner, P., and Marty, A., 1990, Fault reactivation and

structural inversion, backarc and interplate compressive deformations, example of the eastern Sunda shelf (Indonesia), Tectonophysics, 183 : 341 – 362.

Le Roy, L.W. 1941. Small Foraminifera from The Late Tertiary of The

Sangkoelirang Bay area, East Borneo, Netherland East Indies, vol. 36, No. 1. Quarterly of The Colorado School of Mines.

Le Roy,L.W. 1944. Miocene Foraminifera from Sumatra and Java,

Netherland East Indies, vol. 39, No. 3. Quarterly of The Colorado School of Mines.

Loeblich Jr., A.R. and Tappan,H. 1988. Foraminiferal Genera and Their

Classification, Van Nostrand Reinhold. New York, 847 p. Mc. Quillin, Fannin, N.G.T. and Judd, A., 1979, IGS Pockmarc investigation

1974-1978, report no. 98, Institute of Geological Science, Continental Shelf Division.

Molengraaff, GAF., 1922, Geologie Hoofdstuk VI van de Zeen van

Netherland Oost Indie; 272-357 Murray,J., and Renard, 1981 Report n the Deep Sea Deposits Inc. Wyville

(Editor) Report on the Science Results of Voyage of HMS Challenger, Eyre and Spottiswode, London.

N Suarna, drr., 1993, Geologi Lembar Singkawang, Kalimantan, Pusat

Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung. Postuma, J.A., 1970. Manual of Planktonic Foraminifera.Elsevier Pub.

Comp., 420 p. Saito, T, P.R.Thompson and D. Breger., 1981. Recent and Pleistocene

Planktonic Foraminifera. University of Tokyo Press, 190 p. Sangree, J.B. and J.M. Wiedmier 1979. Interpretation of Depositional Facies

From Seismic Data. Geophysics, 44, No.2, 131p. Sheriff, R.E. 1986. Seismic stratigraphy. International Human Resources

Development corporation, Boston, 222p.

Page 60: Geomarine 10-Natuna

Sunargi., E., 1999, Mengenal Unsur-Unsur Tanah Jarang (REE), PPTP. Setiawan, B., Kuncara, U., 1996, Potential of Rare Earth Mineral Resources

in Indonesia, JICA and DMRI, 1996., Proceeding. Van Marle, L.J., 1989. Benthic Foraminifera from the Banda Arc region,

Indonesia and their paleobathymetric significance for geologic interpretations of the Late Cenozoic sedimentary record., Thesis Doctor. Free University, Amsterdam. The Netherland.

Van Marle, L.J., 1991. Eastern Late Cenozoic Smaller Benthic Foraminifera.

Verhandel. Koninklj. Nederlandse Akad. van Wetenschapp. Afd. Natuurkunde. Eerste Reeks. deel. 34.

Yassini,I and Jones, B.G. , 1995. Foraminifera and Ostracoda from Estuarine

and shelf Environments on the southeastern coast of Australia. The University of Wollongong Press. Northfields Avenue, Wollongong, NSW 2522, Australia., 269p.