45
GERD

gerd

  • Upload
    ayuniza

  • View
    112

  • Download
    0

Tags:

Embed Size (px)

DESCRIPTION

kedokteran

Citation preview

Page 1: gerd

GERD

Page 2: gerd

DEFINISI GERD Refluks Gastroesofageal atau lebih umum dikenali sebagi GERD adalah suatu kondisi

di mana kandungan cairan di dalam lambung mengalami regurgitasi (naik semula atau

refluks) semula ke esofagus. Cairan tersebut dapat menyebabkan inflamasi dan merosakkan

permukaan esofagus walaupun kesannya hanya dapat terlihat pada pasien minority.

Cairan regurgirtasi tersebut biasanya mengandung asam lambung dan hormone pepsin

yang dihasilkan oleh lambung. Cairan regurgitasi tersebut juga mungkin mengandungi cairan

empedu yang naik ke lambung dari pada duodenum. Asam lambung dipercayai sebagai

komponen utama menyebabkan kebanyakkan kecederaan serius pada pasien GERD. Pepsin

dan cairan empedu juga dapat menyebabkan kecederaan pada esofagus tetapi peran kedua ini

masih lagi tidak jelas berbanding peranan asam.

EPIDEMIOLOGIGastroesophageal Reflux Disease (GERD) umum ditemukan pada populasi di negara-

negara barat, namun dilaporkan relatif rendah insidennya di negara-negara Asia-Afrika. Di

Amerika dilaporkan bahwa satu dari lima orang dewasamengalami gejala refluks (heartburn

dan/atau regurgitasi) sekali dalam seminggu serta lebih dari 40% mengalami gejala tersebut

sekali dalam sebulan. Prevalensi esofagitis di Amerika Serikat mendekati 7%, sementara di

negara-negara non-western prevalensinya lebih rendah (1.5% di China dan 2.7% di Korea).Di

Indonesia belum ada data epidemiologi mengenai penyakit ini, namun Divisi

Gastroenterohepatologi Departemen IPD FKUI- RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta,

mendapatkan kasus esofagitis sebanyak 22,8% dari semua pasien yang menjalani

pemeriksaan endoskopi atas indikasi dyspepsia, gastroesofageal reflux didapatkan pada 45-

89% penderita asma, hal ini mungkin disebabkan oleh refluks esofageal, refluks

esfagopulmoner dan bat relaksan otot polos yaitu golongan betha adrenergik, aminofilin,

inhibitr fosfodiesterase menyebabkan inkompetensi LES esfagus. Pada Bayi mengalami

refluks ringan, sekitar 1 : 300 hingga 1:1000. Gastroesofagus refluks paling banyak terjadi

pada bayi sehat berumur 4 bulan, dengan > 1x episode regurgitas, Pada umur 6 – 7 bulan,

gejala berkurang dari 61% menjadi 21%. Hanya 5% bayi berumur 12 bulan yang masih

mengalami GERD.

EtiologiPenyakit gastroesofagal refluks bersifat multifaktorial, yang artinya banyak hal yang

esofagitis dapat terjadi sebagai akibat dari refluks gastroesofageal apabila terjadi kontak

dalam waktu yang cukup lama antara bahan refluksat dengan mukosa esofagus, dan dapat

Page 3: gerd

juga terjadi penurunan resistensi jaringan mukosa esofagus walaupun kontak antara bahan

refluksat dengan esofagus tidak cukup lama.

Esofagus dan gaster dipisahkan oleh suatu zona tekanan tinggi (high pressure zone)

yang dihasilkan oleh kontraksi lower esophageal sphincter (LES). Pada individu

normal,pemisah ini akan dipertahankan kecuali pada saat terjadinya aliran antegrad yang

terjadi saat menelan, atau aliran retrograde yang terjadi pada saat sendawa atau muntah.

Aliran balik dari gaster ke esofagus melalui LES hanya terjadi pada tonus LES tidak ada atau

sangat rendah (<3 mmHg).

Refluks gastroesofageal pada pasien GERD terjadi melalui 3 mekanisme :

1. Refluks spontan pada saat relaksasi LES yang tidak adekuat

2. Aliran retrograde yang mendahului kembalinya tonus LES setelah menelan

3. Meningkatnya tekanan intra abdomen

ANATOMI DAN FISIOLOGI

Pintu masuk ke saluran pencernaan adalah melalui mulut atau rongga oral. Lubang

berbentuk bibir berotot, yang membantu memperoleh, mengarahkan dan menampung

makanan di mulut. Langit-langit atau yang biasa di sebut dengan palatum yang membentuk

atap lengkung rongga mulut, memisahkan mulut dengan rongga hidung. Keberadaan

palatum yang memungkinkan manusia dapat bernafas, mengunyah atau mengisap secara

bersamaan. Dibagian belakang dekat tenggorokan terdapat suatu tonjolan menggantung dari

palatum mole (langit-langit lunak), yakni uvula yang berperan penting untuk menutup

saluran hidung ketika menelan. Lidah yang membentuk dasar rongga mulut terdiri dari otot

rangka yang dikontrol secara volunter. Pergerakan lidah tidak saja penting untuk mengunyah

dan menelan tetapi juga penting untuk berbicara.(2)

Motilitas yang berkaitan dengan faring dan esofagus adalah menelan. Menelan di

mulai ketika suatu bolus atau bola makanan secara sengaja di dorong oleh lidah ke bagian

belakang mulut menuju faring. Menelan dapat dapat dibagi menjadi dua tahap, yaitu tahap

orofaring dan tahap esofagus. Tahap orofaring berlangsung sekitar satu detik dan berupa

perpindahan bolus dari mulut melalui faring dan masuk ke esofagus. Saat masuk faring

sewaktu menelan, bolus harus diarahkan ke dalam esofagus dan dicegah untuk masuk ke

saluran lain yang berhubungan dengan faring. Dengan kata lain makanan harus dicegah

untuk kembali kemulut, masuk ke saluran hidung dan masung ke trakea. (2)

Esofagus adalah saluran berotot yang relatif lurus dan berjalan memanjang di antara

faring dan lambung. Sebagian besar esofagus terletak di dalam rongga thoraks dan menembus

diagfragma untuk menyatu dengan lambung di rongga abdomen beberapa sentimeter dibawah

Page 4: gerd

diagfragma. Kadang-kadang sebagian lambung mengalami herniasi menembus hiatus

esofagus dan menonjol ke dalam rongga thoraks, suatu keadaan yang dikenal sebagai hernia

hiatus. (2)

Esofagus dijaga di kedua ujungnya oleh sfingter. Sfingter adalah struktur berotot

berbentuk seperti cincin yang jika tertutup, mencegah lewatnya benda melalui saluran yang

dijaganya. Sfingter esofagus atas adalah sfingter faringoesofagus, dan sfingter bawah adalah

sfingter gastroesofagus. Kecuali sewaktu menelan, sfingter faringoesofagus menjaga pintu

masuk esofagus tetap tetap tertutup untuk mencegah masuknya sejumlah besar udara ke

dalam esofagus dan lambung saat benapas. Apabila tidak ada sfingter faringoesofagus,

saluran pencernan akan menerima banyak gas, yang dapat menyebabkan eructatition

(bersendawa) berlebihan. Selama menelan, sfingter tersebut berkontraksi, sehingga sfingter

terbuka dan bolus dapat lewat ke dalam esofagus. Setelah bolus berada dalam esofagus ,

sfingter faringoesofagus menutup, saluran pernapasan terbuka dan bernapas dapat kembali

di lakukan. Tahap orofaring selesai dan tahap iki kira-kira memakan waktu 1 detik setelah

proses menelan dimulai. (2)

Tahap esofagus menelan sekarang dimulai. Pusat menelan memulai gelombang

peristaltik primer yang mengalir dari pangkal ke ujung esofagus, mendorong bolus di

depannya melewati esofagus ke lambung. Peristaltik mengacu pada kontraksi berbentuk

cincin otot polos sirkuler yang bergerak secara progresif ke depan dengan gerakan

mengosongkan, mendorong bolus ke depan kontraksi. Gelombang peristaltik berlangsung

sekitar lima sampai sembilan detik untuk mencapai ujung bawah esofagus. (2) Kecuali

sewaktu menelan, sfingter gastroesofagus tetap berkontraksi untuk mempertahankan sawar

antara esofagus dan lambung, sehingga mengurangi kemungkinan refluks isi lambung yang

asam ke esofagus. Apabila isi lambung mengalir kembali ke esofagus walaupun terdapat

sfingter, keasaman isi lambung tersebut akan mengiritasi esofagus, menimbulkan rasa tidak

nyaman di esofagus yang dikenal sebagai heartburn. Sfingter gastroesofagus melemas secara

refleks saat gelombang peristaltik mencapai bagian bawah esofagus sehingga bolus dapat

masuk ke dalam lambung. Setelah bolus masuk ke lambung, sfingter gastroesofagus kembali

berkontraksi. Sfingter gastroesofagus melemas secara refleks saat gelombang peristalktik

mencapai bagian bawah esofagus sehingga bolus dapat masuk ke lambung. (2)

Lambung adalah ruang berbentuk kantung mirip huruf J yang terletak di antara esofagus

dan usus halus. Lambung dibagi menjadi tiga bagian berdasarkan perbedaan anatomis,

histologis, dan fungsional. Fundus adalah bagian lambung yang terletak diatas lubang

esofagus. Bagian tengah atau utama lambung adalah korpus. Lapisan otot polos di fundus

Page 5: gerd

dan korpus relatif tipis, tetapi bagian bawah lambung, antrum, memiliki otot yang jauh lebih

tebal. Bagian akhir lambung adalah sfingter pilorus, yang berfungsi sebagai sawar antara

lambung dan bagian atas usus halus, duodenum.

Terdapat empat aspek motilitas lambung :

1. pengisian lambung (gastric filling),

2. penyimpanan lambung (gastric storange),

3. pencampuran lambung (gastric mixing),

4. pengosongan lambung (gastric emptying).

HISTOLOGI ESOFAGUS

1. Tunika mukosa esophagus dilapisi epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk Di bawa

epitel terdapat lamina propia yg terdiri atas jaringan ikat jarang, di bawah lamina propia

terdapat tunika muskularis mukosa yang terdiri atas berkas otot polos yang tersusun

memanjang.

2. Tunika submukosa berupa jaringan ikat jarang, di dlmnya terdpt kelenjar esophagus

bersifat mukosa atau mukoserosa. Pada beberapa sajian dalam lapisan ini dapat

Page 6: gerd

ditemukan pleksus submukosus Meissneri yang biasanya terdiri atas sel ganglion otonam

dan serat saraf.

3. Tunika muskularis terdiri atas 2 lapisan yang sebelah dalam tunika muskularis sirkularis

berupa berkas serat otot polos melingkar sedangkan yang sebelah luar tunika muskularis

longtudinalis berupa berkas serat otot polos memanjang. ANtara ke-2 lapis otot ini

kadang2 dapat ditemukan pleksus mienterikus Auerbachi.

4. Tunika adventisia/ serosa terdiri atas jaringan ikat jarang, di sini disebut tunika adventisia

kerana tidak diliputi peritoneum.

PATOGENESIS

Ada 4 faktor yang berperanan untuk terjadinya GERD dan esofagitis – refluks :

1. Anti-Refluks Barrier

Esophagus dan gaster dipisahkan oleh suatu zona tekanan tinggi yang

dihasilkan oleh kontraksi lower esophageal sphincter (LES). Pada individu normal,

pemisah ini akan dipertahankan kecuali pada saat terjadinya aliran antegrad yang

terjadi pada saat menelan, atau aliran retrograd yang terjadi pada saat sendawa atau

muntah. Aliran balik dari gaster ke esophagus melalui LES hanya terjadi apabila

tonus LES tidak ada atau sangat rendah (<3 mmHg). Peran terbesar pemisah

antirefluks adalah tonus LES. Menurunnya tonus LES menyebabkan refluks retrograd

pada saat terjadinya peningkatan tekanan intra abdomen. Sebagian besar pasien

GERD ternyata mempunyai tonus LES yang normal. Faktor – faktor yang

menurunkan tonus LES yaitu adanya hiatus hernia, panjang LES (makin pendek LES,

makin rendah tonusnya), obat – obatan (antikolinergik, beta-adrenergik, theofilin,

opiat, dan lain – lain), faktor hormonal.

Pada pemeriksaan manometri, tampak bahwa pada kasus–kasus GERD dengan

tonus LES yang normal yang berperan dalam terjadinya proses refluks ini adalah

transient LES relaxation (TLESR), yaitu relaksasi LES yang bersifat spontan yang

berlangsung lebih kurang 5 detik tanpa didahului proses menelan.

Hubungan antara hernia hiatus dan GERD masih controversial, meskipun 50–

60% penderita dengan hiatus hernia menunjukkan tanda esofagitis secara endoskopik,

sekitar 90 % esofagitis disertai dengan hiatus hernia. Ini menunjukkan bahwa hiatus

hernia merupakan faktor penunjang terjadinya GERD karena kantong hernia

mengganggu fungsi LES, terutama pada waktu mengejan. Dewasa ini LES terbukti

memegang peranan penting untuk mencegah terjadinya GERD. Namun harus diingat

Page 7: gerd

bahwa refluks bisa saja terjadi pada tekanan SED yang normal. Ini yang dinamakan

“Inappropriate”, atau “Transient Sphincter Relaxation”, yaitu pengendoran sfingter

yang terjadi di luar proses telan.

Hernia hiatus → LES inkompeten (penurunan tonus LES) → Erosif GERD

Hiatus hernia → TLESRs lebih sering terjadi.

Faktor hormonal (cholecystokinin, secretin) dapat menurunkan tekanan LES

seperti yang terjadi setelah makan hidangan yang berlemak. Pada kehamilan dan pada

penderita yang menggunakan pil KB yang mengandung progesteron/-estrogen,

tekanan LES juga turun.

2. Isi lambung dan pengosongannya

GERD lebih sering terjadi sewaktu habis makan daripada keadaan puasa, oleh karena

isi lambung merupakan faktor penentu terjadinya refluks. Lebih banyak isi lambung

lebih sering terjadi refluks. Selanjutnya pengosongan lambung yang lambat akan

menambah kemungkinan refluks tadi.

3. Daya perusak bahan refluk

Asam pepsin dan mungkin juga asam empedu/lysolecithin yang ada dalam bahan

refluks mempunyai daya perusak terhadap mukosa esophagus.

4. Esophageal Clearing

Bahan refluks dialirkan kembali ke lambung oleh kontraksi peristaltik esophagus dan

pengaruh gaya gravitasi. Proses membersihkan esophagus dari asam (esophageal acid

clearance) ini sesungguhnya berlangsung dalam 2 tahap. Mula – mula peristaltik

esophagus primer yang timbul pada waktu menelan dengan cepat mengosongkan isi

esophagus, kemudian air liur yang dibentuk sebanyak 0,5 ml/menit menetralkan asam

yang masih tersisa

Page 8: gerd

Patofisiologi

Kondisi penyakit refluks gastroesofagus atau GERD (gastroesophageal reflux disease)

disebabkan aliran balik (refluks) isi lambung ke dalam esophagus. GERD sering kali disebut

nyeri ulu hati (heartburn) karena nyeri yang terjadi ketika cairan asam yang normalnya hanya

ada di lambung, masuk dan mengiritasi atau menimbulkan rasa seperti terbakar di

esophagus.

Refluks gastroesofagus biasanya terjadi setelah makan dan disebabkan melemahnya

tonus sfingter esophagus atau tekanan di dalam lambung yang lebih tinggi dari esophagus.

Dengan kedua mekanisme ini, isi lambung yang bersifat asam bergerak masuk ke dalam

esophagus. Isi lambung dalam keadaan normal tidak dapat masuk ke esofagus karena adanya

kontraksi sfingter esofagus (sfingter esofagus bukanlah sfingter sejati, tetapi suatu area yang

tonus ototnya meningkat). Sfingter ini normalnya hanya terbuka jika gelombang peristaltik

menyalurkan bolus makanan ke bawah esofagus. Apabila hal ini terjadi, otot polos sfingter

melemas dan makanan masuk ke dalam lambung. Sfingter esofagus seharusnya tetap dalam

keadaan tertutup kecuali pada saat ini, karena banyak organ yang berada dalam rongga

abdomen, menyebabkan tekanan abdomen lebih besar daripada tekanan toraks. Dengan

demikian, ada kecenderungan isi lambung terdorong ke dalam esofagus. Akan tetapi, jika

sfingter melemah atau inkompeten, sfingter tidak dapat menutup lambung. Refluks akan

terjadi dari daerah bertekanan tinggi (lambung) ke daerah bertekanan rendah (esofagus).

Episode refluks yang berulang dapat memperburuk kondisi karena menyebabkan inflamasi

dan jaringan parut di area bawah esofagus.

Dalam keadaan normal, refluksat asam dibersihkan” dan dinetralisir oleh peristaltic

esofagus, bikarbonat dari saliva. Pada GERD klirens ini terganggu(abnormal), misalnya pada

scleroderma yang sering disertai dengan gangguan peristalsis dan pada hiatus hernia.

Pengosongan lambung yang terlambat karena gastroparesis/obstruksi sebagian dari saluran

keluar lambung akan menyebabkan distensi lambung yang merangsang sekresi asam lambung

Page 9: gerd

dan memicu relaksasi transient dari sfingter esofagus bagian bawah dan akhirnya

memperberat PRGE.

Helicobacter pylori berperanan penting pada patogenesis gastristis atrofi kronik,

tukak peptic, limfoma pada lambung dan mungkin pula pada Ca lambung. Pada esofagitis

refluks infeksi Hp memiliki pengaruh negative pada patogenesis GERD. Didapatkan bahwa

pada GERD prevalensi Hp lebih rendah dan eradikasi Hp membangkitkan GERD. Derajat

gastristis lebih ringan pada pasien dengan esofagitis refluks yang berat daripada yang lebih

ringan. Data menunjukkan bahwa prevalensi infeksi Hp yang rendah menyebabkan gastritis

atrofi yang lebih ringan dan mengeksaserbasi esofagitis refluks.

Pada beberapa keadaan, meskipun tonus sfingter dalam keadaan normal, refluks

dapat terjadi jika terdapat gradien tekanan yang sangat tinggi di sfingter. Sebagai contoh, jika

isi lambung berlebihan tekanan abdomen dapat meningkat secara bermakana. Kondisi ini

dapat disebabkan porsi makan yang besar, kehamilan atau obesitas. Tekanan abdomen yang

tinggi cenderung mendorong sfingter esofagus ke rongga toraks. Hal ini memperbesar

gradien tekanan antara esofagus dan rongga abdomen. Refluks yang terjadi pada posisi

berbaring terutama setelah makan dapat merusak esofagus karena gravitas serta ketiadaan

gerakan menelan dan salivasi. Refluks isi lambung mengiritasi esofagus karena tingginya

kandungan asam dalam isi lambung. Walaupun esofagus memiliki sel penghasil mukus,

namun sel-sel tersebut tidak sebanyak atau seaktif sel yang ada di lambung (Corwin, 2009:

600)

Peranan infeksi helicobacter pylori dalam patogenesis GERD relatif kecil dan kurang

didukung oleh data yang ada. Namun demikian ada hubungan terbalik antara infeksi H. pylori

dengan strain yang virulens (Cag A positif) dengan kejadian esofagitis, Barrett’s esophagus

dan adenokarsinoma esophagus. Pengaruh dari infeksi H. pylori terhadap GERD merupakan

konsekuensi logis dari gastritis serta pengaruhnya terhadap sekresi asam lambung. Pengaruh

eradikasi infeksi H. pylori sangat tergantung kepada distribusi dan lokasi gastritis. Pada

pasien-pasien yang tidak mengeluh gejala refluks pra-infeksi H. pylori dengan predominant

antral gastritis, pengaruh eradikasi H. pylori dapat menekan munculnya gejala GERD.

Sementara itu pada pasien-pasien yang tidak mengeluh gejala refluks prainfeksi H. pylori

dengan corpus predominant gastritis, pengaruh eradikasi H. pylori dapat meningkatkan

sekresi asam lambung serta memunculkan gejala GERD. Pada pasien-pasien dengan gejala

GERD pra-infeksi H. pylori dengan antral predominant gastritis, eradikasi H. pylori dapat

memperbaiki keluhan GERD serta menekan sekresi asam lambung. Sementara itu pada

pasien-pasien dengan gejala GERD pra-infeksi H. pylori dengan corpus predominant

Page 10: gerd

gastritis, eradikasi H. pylori dapat memperburuk keluhan GERD serta meningkatkan sekresi

asam lambung. Pengobatan PPI jangka panjang pada pasien-pasien dengan infeksi H. pylori

dapat mempercepat terjadinya gastritis atrofi. Oleh sebab itu, pemeriksaan serta eradikasi H.

pylori dianjurkan pada pasien GERD sebelum pengobatan PPI jangka panjang

KLASIFIKASI

Klasifikasi Los Angeles

Derajat kerusakan :Gambaran endoskopi

A Erosi kecil-kecil pada mukosa esophagus dengan diameter < 5 m

B Erosi pada mukosa/lipatan mukosa dengan diameter > 5 mm tanpa saling

berhubungan

C Lesi yang konfluen tetapi tidak mengenai/mengelilingi seluruh lumen

D Lesi mukosa esophagus yang bersifat sirkumferensial (mengelilingi

seluruh lumen esophagus

MANIFESTASI KLINIS Gejala klinik yang khas dari GERD adalah nyeri / rasa tidak enak di epigastrium

atau retrosternal bagian bawah. Rasa nyeri biasanya di dideskripsikan sebagai rasa

terbakar (heartburn), Walau demikian derajat berat ringannya keluhan heartburn ternyata

tidak berkorelasi dengan temuan endoskopik. Kadang timbul rasa tidak enak retrosternal yang

mirip dengan keluhan pada serangan angina pectoris. Namun, heartburn pada GERD kadang-

kadang bercampur dengan gejala disfagia (sulit menelan makanan). Disfagia yang timbul

Page 11: gerd

saat makan makanan padat mungkin terjadi karena struktur atau keganasan yang

berkembang dari barret’s esofagus. Odinofagia juga bisa timbul yaitu rasa sakit waktu

menelan makanan, gejala ini juga dapat timbul jika sudah terjadi ulserasi esofagus yang

berat.

Peradangan pada esofagus atau esofagitis, bisa menyebabkan perdarahan yang

biasanya ringan tetapi bisa jadi besar. Darah dapat dimuntahkan atau keluar melalui

saluran pencernaan bagian bawah yang menghasilkan kotoran atau feses berwarna

hitam gelap yang biasa dikenal sebagai melena. Esofagitis dapat terjadi sebagai akibat dari

refluks gastroesofagheal apabila :

1. Terjadi kontak dalam waktu yang cukup lama antara bahan refluksat dengan mukosa

esofagus

2. Terjadi penurunan resistensi jaringan mukosa esofagus, walaupun waktu kontak

antara bahan refluksat dengan esofagus tidak cukup lama.

GERD dapat juga menimbulkan manifestasi gejala ekstraesofageal yang atipik dan sangat

bervariasi mulai dari nyeri dada non kardiak (non-cardiac chest pain.NCCP), suara serak,

laringitis, dan batuk. Batuk adalah gejala pernapasan umum yang muncul akibat aspirasi

dari isi lambung ke dalam tracheobronchial atau dari refleks vagal yang mengakibatkan

bronchokonstriksi. Gejala GERD biasanya perlahan-lahan, sangat jarang terjadi episode

akut atau keadaan yang dapat mengancam nyawa pasien.

PEMERIKSAAN FISIK Pemeriksaan tenggorokan dan larynx

Terdapat simptom seperti batuk, ‘hoarness atau ‘sore throat’ yang diperhatikan pada

penderita GERD. Terdapat juga tanda-tanda inflamasi di larynx dan

tenggorokan(hiperemis).

Pemeriksaan fisik tergantung kasus

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pada kasus–kasus dengan gejala klinis GERD yang berdasarkan keyakinan seorang klinisi

diduga kuat menderita penyakit GERD dapat dilakukan pemeriksaan lanjutan. Atau juga pada

kasus–kasus dengan gejala klinis GERD yang sudah dilakukan pengobatan tapi tidak

memberikan hasil yang memuaskan, pemeriksaan penunjang harus dilakukan untuk

membantu mendiagnosa, mencari penyebab dan melihat apakah telah terjadi komplikasi

akibat GERD. Di bawah ini akan dijelaskan secara ringkas mengenai pemeriksaan penunjang

yang dilakukan saat ini untuk membantu mendukung suatu diagnosa GERD.

Page 12: gerd

Barium per oral.

Prinsip pemeriksaan adalah melihat refluks bubur barium. Pemeriksaan ini sangat berguna

untuk melihat adanya kelainan struktural dan kelainan anatomis dari esofagus, adanya

inflamasi dan esofagitis dengan erosi yang hebat (inflamasi berat). Ketika pemeriksaan ini

dilakukan pasien diberi minum bubur barium, baru foto rongen dilakukan. Pada pemeriksaan

ini dapat terlihat adanya suatu ulkus, hiatal hernia, erosi maupun kelainan lain. Dari

pemeriksaan dengan bubur barium dapat dibuat gradasi refluks atas 5 derajat, yaitu derajat:

1. Refluks hanya sampai didistal esofagus.

2. Refluks sampai di atas karina tapi belum sampai di servikal esofagus.

3. Refluks sampai di servikal esofagus.

4. Refluks sampai di servikal dan disertai dilatasi dari bagian kardia lambung.

Refluks dengan aspirasi paru.

Tetapi pemeriksaan ini tidak dapat mendeteksi ulkus ataupun erosi yang kecil. Pada

pemeriksaan ini bisa terjadi positif semu jika pasien menangis selama pemeriksaan,

peningkatan tekanan intraabdomen dan meletakkan kepala lebih rendah dari tubuh. Bisa juga

terjadi negatif semu jika bubur barium yang diminum terlampau sedikit. Kelemahan lain,

refluks tidak dapat dilihat jika terjadi transient low oesophageal sphincter relaxation

(TLSOR).

Manometri esophagus.

Manometri merupakan suatu teknik untuk mengukur tekanan otot. Caranya adalah dengan

memasukkan sejenis kateter yang berisi sejenis transduser tekanan untuk mengukur tekanan.

Kateter ini dimasukkan melalui hidung setelah pasien menelan air sebanyak 5 ml. Ukuran

kateter ini kurang lebih sama dengan ukuran pipa naso-gastrik. Kateter ini dimasukkan

sampai transduser tekanan berada di lambung. Pengukuran dilakukan pada saat pasien

meneguk air sebanyak 10–15 kali. Tekanan otot spingter pada waktu istirahat juga bisa

diukur dengan cara menarik kateter melalui spingter sewaktu pasien disuruh melakukan

gerakan menelan. Dengan pemeriksaan ini dapat diketahui baik tidaknya fungsi esofagus

ataupun SEB dengan berbagai tingkat berat ringannya kelainan.

Pemantauan pH esophagus.

Pemantauan pH esofagus dilakukan selama 24 jam. Uji ini merupakan cara yang paling

akurat untuk menentukan waktu kejadian asidifikasi esofagus serta frekuensi dan lamanya

refluks. Prinsip pemeriksaan adalah untuk mendeteksi perubahan pH di bagian distal esofagus

akibat refluks dari lambung. Uji memakai suatu elektroda mikro melalui hidung dimasukkan

ke bagian bawah esofagus. Elektroda tersebut dihubungkan dengan monitor komputer yang

Page 13: gerd

mampu mencatat segala perubahan pH dan kemudian secara otomatis tercatat. Biasanya yang

dicatat episode refluks yang terjadi jika terdeteksi pH < 4 di esofagus untuk jangka waktu 15–

30 detik. Kelemahan uji ini adalah memerlukan waktu yang lama, dan dipengaruhi berbagai

keadaan seperti: posisi pasien, frekuensi makanan, keasaman dan jenis makanan, keasaman

lambung, pengobatan yang diberikan dan tentunya posisi elektroda di esofagus.

Uji Berstein.

Uji Berstein termasuk uji provokasi untuk melihat apakah pemberian asam dalam jumlah

kecil ke dalam esofagus dapat membangkitkan gejala GERD. Pemeriksaan ini dapat

menunjukkan bahwa kelainan bersumber pada esofagus jika pemeriksaan lain memberikan

hasil negatif. Pemeriksaan ini dilakukan dengan memasukkan garam fisiologis melalui pipa

nasogastrik sebanyak 7 – 8 ml per menit selama 10 menit diikuti pemberian 0.1 N larutan

asam hidroklorida (waktu maksimal untuk pemeriksaan adalah 20 menit). Kemudian pasien

mengatakan setiap keluhan atau gejala yang timbul. Jika uji Bernstein positif maka pasien

dikatakan hipersensitif atau hiperresponsif terhadap rangsangan asam.

Endoskopi dan biopsy.

Pemeriksaan endoskopi (esofagogastroduodenoskopi atau panendoskopi) memungkinkan

untuk melihat dan sekaligus melakukan biopsi epitel esofagus. Endoskopi dan biopsi dapat

menentukan ada dan beratnya esofagitis, striktura dan esofagitis Barret, serta dapat

menyingkirkan kelainan lain seperti penyakit Crohn. Tapi gambaran normal esofagus selama

endoskopi belum tentu tidak ada esofagitis secara histopatologi. Jika esofagitis tidak terlihat

maka perubahan mukosa menjadi hiperemis maupun pucat harus menjadi perhatian. Oleh

karena itu jika pemeriksaan endoskopi dilakukan, sebaiknya dilakukan juga biopsi.

Sintigrafi.

Pemeriksaan sintigrafi untuk mendeteksi adanya GERD sudah lama dikenal di kalangan ahli

radiologi. Selain karena sensitivitasnya yang lebih baik dari pemeriksaan barium peroral, juga

mempunyai radiasi yang lebih rendah sehingga aman bagi pasien. Prinsip utama pemeriksaan

sintigrafi adalah untuk melihat koordinasi mekanisme aktifitas mulai dari orofaring, esofagus,

lambung dan waktu pengosongan lambung. Kelemahan modalitas ini tidak dapat melihat

struktur anatomi. Gambaran sintigrafi yang terlihat pada refluks adalah adanya gambaran

spike yang keluar dari lambung. Tinggi spike menggambarkan derajat refluks sedangkan

lebar spike menggambarkan lamanya refluks.

Ultrasonografi.

Pada beberapa sentra pemeriksaan USG sudah dimasukkan ke dalam pemeriksaan rutin untuk

mendeteksi adanya refluks. Malah dikatakan bahwa USG lebih baik dari pemeriksaan barium

Page 14: gerd

per oral maupun sintigrafi. Tetapi beberapa penelitian menyebutkan bahwa USG tidak

mempunyai sensitifitas dan spesifisitas yang baik sehingga tidak dianjurkan. Kelemahan yang

lain adalah lamanya waktu yang diperlukan dalam pemeriksaan dan pada beberapa kasus

terdapat kesulitan untuk melihat bentuk esofagus (echotexture).

KOMPLIKASI

Batuk dan asma

Erosif esofagus

Esofagus Barret, yaitu perubahan epitel skuamosa menjadi kolumner metaplastik.

Pada sebahagian besar kasus merupakan lanjutan dari refluk esofagitis, yang

merupakan faktor risiko terhadap adenokarsinoma esofagusdan adenoma

gastroesofageal junction.

Esofagitis ulseratif

Perdarahan saluran cerna akibat iritasi. Perdarahan dari refluks esofagitis umumnya

ringan, namun kadang kala timbul perdarahan masif, sehingga tidak jarang terjadi

anemia defisiensi besi.

Striktur esophagus / Peradangan esophagus

Peradangan esophagus menyebabkan nyeri selama menelan dan perdarahan yang

biasanya ringan, tetapi bias juga berat. Penyempitan menyebabkan kesulitan menelan

makanan padat bertambah buruk

Aspirasi

Tukak kerongkongan

Tukak esophageal peptic adalah luka terbuka yang terasa nyeri pada lapisan

kerongkongan. Nyeri ini biasanya dirasakan di belakang tulang dada atau tepat

dibawahnya.

DIAGNOSIS BANDING

a. Dispepsia

Dyspepsia adalah sekumpulan gejala yang berasal dari saluran pencernaan atas. Bisa

berhubungan dengan makan atau minum dan diantaranya berupa rasa terbakar pada

jantung dan nyeri (biasanya “asam”) pada perut atas/dada bawah, “kembung”,

anoreksia, muntah, bersendawa, cepat kenyang, perut keroncongan (borborgygmi)

hingga kentut-kentut. Gejala itu bisa akut, berulang, dan bisa juga menjadi kronis.

Disebut kronis jika gejala itu berlangsung lebih dari satu bulan terus-menerus.

b. Esofagitis Korosif

Page 15: gerd

Esofagitis korosif adalah peradangan di daerah esofagus yang disebabkan oleh luka

bakar karena tertelannya zat kimia yang bersifat korosif misalnya asam kuat, basa

kuat, dan zat organik. Esofagitis korosif mempunyai keluhan gejala sakit ketika

menelan, muntah, dan sakit di lambung.

c. Batu Empedu (kolelitasis)

Suatu episode ikterus obstruktif, gangguan tes fungsi hati atau pancreatitis akut atau

dilatasi duktus biliaris komunis pada ultrasonografi menunjukkan adanya batu duktus

biliaris komunis. Mempunyai gejala nyeri kolik yang berat pada perut bagian

abdomen bagian atas yang menjalar kesekitar batas iga kanan dengan atau tanpa

muntah.

d. Asma

Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan berbagai sel

inflamasi. Proses inflamasi ini menyebabkan peningkatan kepekaan (hipereaktiviti)

saluran napas terhadap berbagai rangsangan sehingga timbul gejala/gejala pernapasan

akibat penyempitan saluran napas difus dengan derajat bervariasi yang dapat

membaik secara spontan atau dengan pengobatan. Tanda dan gejalanya meliputi tidak

bisa menghirup cukup udara, rasa penuh di dada, dada terasa berat, rasa tercekik,

napas pendek dan berat.

e. Angina Pektoris

Angina pektoris merupakan suatu gejala klinik yang disebabkan oleh iskemia miokard

yang sementara. Ini adalah akibat dari tidak adanya keseimbangan antara kebutuhan

oksigen miokard dengan dan kemampuan pembuluh dara hkoroner menyediakan

oksigen secukupnya untuk kokntraksi mmiokard. Gejalanya adalah sakit dada sentral

atau retrosentral yang dapat menyebar ke salah satu atau kedua tangan, leher atau

punggung. Angina pektoris di jadikan diagnosis banding karena GERD dapat

menimbulkan keluhan rasa nyeri di dada yang kadang – kadang disertai rasa seperti

kejang yang menjalar ke tengkuk, bahu atau lengan sehinga menyerupai keluhan

seperti angina pektoris. Keluhan ini timbul sebagai akibat rangsangan kemoreseptor

pada mukosa. Mungkin juga rasa nyeri di dada tersebut disebabkan oleh dua

mekanisme yaitu adanya gangguan motor esophageal dan esophagus yang

hipersensitif.

f. kelainan motilitas esofagus (cth:akalasia)

akalasia (kardiospasme, esophageal aperistaltis, megaesofagus) adalah suatu kelainan

yang berhubung dengan saraf yang tidak diketahui penyebab

Page 16: gerd

PENATALAKSANAAN

Target penatalaksanaan GERD adalah menyembuhkan lesi esophagus, menghilangkan

gejala/keluhan, mencegah kekambuhan, memperbaiki kualitas hidup, dan mencegah

timbulnya komplikasi.

1. Modifikasi gaya hidup Modifikasi gaya hidup merupakan salah satu bagian dari

penatalaksanaan GERD, namun bukan merupakan pengobatan primer. Walaupun

belum ada studi yang dapat memperlihatkan kemaknaannya, namun pada dasarnya

usaha ini bertujuan untuk mengurangi frekuensi refluks serta mencegah kekambuhan.

Hal-hal yang perlu dilakukan dalam modifikasi gaya hidup adalah meninggikan posisi

kepala pada saat tidur serta menghindari makan sebelum tidur dengan tujuan untuk

meningkatkan bersihan asam selama tidur serta mencegah refluks asam dari lambung

ke esophagus, berhenti merokok dan mengkonsumsi alkohol karena keduanya dapat

menurunkan tonus LES sehingga secara langsung mempengaruhi sel-sel epitel,

mengurangi konsumsi lemak serta mengurangi jumlah makanan yang dimakan karena

keduanya dapat menimbulkan distensi lambung, menurunkan berat badan pada pasien

kegemukan serta menghindari pakaian ketat sehingga dapat mengurangi tekanan

intraabdomen, menghindari makanan/minuman seperti coklat, teh, peppermint, kopi

dan minuman bersoda karena dapat menstimulasi sekresi asam, jikan memungkinkan

menghindari obat-obat yang dapat menurunkan tonus LES seperti antikolinergik,

teofilin, diazepam, opiate, antagonis kalsium, agonis beta adrenergic, progesterone.

2. Terapi medikamentosa Berikut adalah obat-obatan yang dapat digunakan dalam

terapi medikamentosa GERD :

1) Antasid Golongan obat ini cukup efektif dan aman dalam menghilangkan

gejala GERD tetapi tidak menyembuhkan lesi esofagitis. Selain sebagai buffer

terhadap HCl, obat ini dapat memperkuat tekanan sfingter esophagus bagian

bawah. Kelemahan obat golongan ini adalah rasanya kurang menyenangkan,

dapat menimbulkan diare terutama yang mengandung magnesium serta

konstipasi terutama antasid yang mengandung aluminium, penggunaannya

sangat terbatas pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal.

2) Antagonis reseptor H2 Yang termasuk dalam golongan obat ini adalah

simetidin, ranitidine, famotidin, dan nizatidin. Sebagai penekan sekresi asam,

golongan obat ini efektif dalam pengobatan penyakit refluks gastroesofageal

jika diberikan dosis 2 kali lebih tinggi dan dosis untuk terapi ulkus. Golongan

Page 17: gerd

obat ini hanya efektif pada pengobatan esofagitis derajat ringan sampai sedang

serta tanpa komplikasi.

3) Obat-obatan prokinetik Secara teoritis, obat ini paling sesuai untuk

pengobatan GERD karena penyakit ini lebih condong kearah gangguan

motilitas. Namun, pada prakteknya, pengobatan GERD sangat bergantung pada

penekanan sekresi asam.

4) Metoklopramid Obat ini bekerja sebagai antagonis reseptor dopamine.

Efektivitasnya rendah dalam mengurangi gejala serta tidak berperan dalam

penyembuhan lesi di esophagus kecuali dalam kombinasi dengan antagonis

reseptor H2 atau penghambat pompa proton. Karena melalui sawar darah otak,

maka dapat timbul efek terhadap susunan saraf pusat berupa mengantuk,

pusing, agitasi, tremor, dan diskinesia.

5) Domperidon Golongan obat ini adalah antagonis reseptor dopamine dengan

efek samping yang lebih jarang disbanding metoklopramid karena tidak melalui

sawar darah otak. Walaupun efektivitasnya dalam mengurangi keluhan dan

penyembuhan lesi esophageal belum banyak dilaporkan, golongan obat ini

diketahui dapat meningkatkan tonus LES serta mempercepat pengosongan

lambung.

6) Cisapride Sebagai suatu antagonis reseptor 5 HT4, obat ini dapat mempercepat

pengosongan lambung serta meningkatkan tekanan tonus LES. Efektivitasnya

dalam menghilangkan gejala serta penyembuhan lesi esophagus lebih baik

dibandingkan dengan domperidon.

7) Sukralfat (Aluminium hidroksida + sukrosa oktasulfat) Berbeda dengan

antasid dan penekan sekresi asam, obat ini tidak memiliki efek langsung

terhadap asam lambung. Obat ini bekerja dengan cara meningkatkan pertahanan

mukosa esophagus, sebagai buffer terhadap HCl di esofagus serta dapat

mengikat pepsin dan garam empedu. Golongan obat ini cukup aman diberikan

karena bekerja secara topikal (sitoproteksi).

8) Penghambat pompa proton (Proton Pump Inhhibitor/PPI) Golongan obat

ini merupakan drug of choice dalam pengobatan GERD. Golongan obat-obatan

ini bekerja langsung pada pompa proton sel parietal dengan mempengaruhi

enzim H, K ATP-ase yang dianggap sebagai tahap akhir proses pembentukan

asam lambung. Obat-obatan ini sangat efektif dalam menghilangkan keluhan

serta penyembuhan lesi esophagus, bahkan pada esofagitis erosive derajat berat

Page 18: gerd

serta yang refrakter dengan golongan antagonis reseptor H2. Umumnya

pengobatan diberikan selama 6-8 minggu (terapi inisial) yang dapat dilanjutkan

dengan dosis pemeliharaan (maintenance therapy) selama 4 bulan atau on-

demand therapy, tergantung dari derajat esofagitisnya.

Baik antagonis reseptor histamin (H2) dan penghambat pompa proton (proton pump

inhibitors) dapat mengurangi gejala dan memulihkan mukosa (selaput lendir) saluran cerna.

3.

Pembedahan

Terapi bedah merupakan terapi alternatif yang penting jika terapi medikamentosa gagal,

atau pada pasien GERD dengan striktur berulang. Umumnya pembedahan yang

dilakukan adalah fundoaplikasi

Esophageal clearance: Cisapride

Esophageal mucosal resistance: Alginic acid, Sucralfate

Gastric emptying: Metoclopramide Cisapride

LES pressure: MetoclopramideCisaprideGastric

acid: Antacids H2RAs PPIs

obat dosis frekuensi

Antagonis H2

Cimetidine 40 mg/kg/hari 3 – 4 x/hari

Famotidine 1 mg/kg/hari 2 x/hari

Ranitidine 5-10 mg/kg/hari 2 – 3 x/hari

Penghambat Pompa

Proton (PPI)

Lansoprazole 0.4-2.8 mg/kg/hari Sekali sehari

Omeprazole 0.7-3.3 mg/kg/hari Sekali sehari

Page 19: gerd

4. Terapi endoskopi

Walaupun laporannya masih terbatas serta msih dalam konteks penelitian, akhirakhir

ini mulai dikembangkan pilihan terapi endoskopi pada GERD yaitu :

1) penggunaan energi radiofrekuensi

2) plikasi gastric endoluminal

3) implantasi endoskopis, yaitu dengan menyuntikkan zat implan di bawah

mukosa esophagus bagian distal, sehingga lumen esophagus bagian distal

menjadi lebih kecil.

Pada anak :

1) Bayi dengan refluks harus diberi makan pada posisi tegak atau setengah tegak

dan kemudian dijaga pada posisi tegak untuk 30 menit setelah makan.

2) Untuk anak yang lebih tua, kepala pada tempat tidur bisa diangkat 6 inci (kira-

kira 15 ¼ cm) untuk membantu mengurangi refluks di waktu malam,

menghindari makan 2 sampai 3 jam sebelum waktu tidur, minum minuman

berkarbonat atau apa yang mengandung kafein, menjauhi asap tembakau.

3) Pada bayi dengan ASI Eksklusif, jangan mengganti/menambahkan ASI

dengan susu formula, dan pada bayi dengan konsumsi susu formula, tidak

perlu mengganti ke jenis susu formula khusus.

HEALTH EDUCATION (HE)

Beri tahu klien mengenai penyebab refluks , cara menghindari refluks dengan pengobatan

antirefluks (medikasi, makanan, dan terapi posisional) dan gejala apa yang harus dilihat dan

dilaporkan. Minta klien menghindari keadaan apapun yang meningkatkan tekanan

intraabdominal (misalnya membengkokkan badan, batuk, laithan berat, pakaian ketat,

konstipasi dan obesitas) atau substansi apapun yang mengurangi control sfingter (misalnya

kebiasaan merokok, minum minuman beralkohol, makanan berlemak, dan obat tertentu).

Page 20: gerd

Sarankan klien duduk tegak lurus, terutama setelah makan dan mengkonsumsi makanan

dalam jumlah sedikit namun sering. Minta ia menghindari makanan yang sangat berbumbu,

jus asam, minuman beralkohol, makanan kecil sebelum tidur dan makanan kaya lemak/

karbohidrat yang bisa menurunkan tekanan sfingter esophageal bawah. Sarankan ia tidak

berbaring dalam 3 jam setelah makan. Minta klien minum antacid sesuai perintah (biasanya

1-3 jam setelah makan dan sebelum tidur)· Sarankan klien duduk tegak lurus, terutama

setelah makan dan mengkonsumsi

PROGNOSIS

Gejala GERD biasanya berjalan perlahan-lahan, sangat jarang terjadi episode akut atau

keadaan yang bersifat mengancam nyawa (jarang menyebabkan kematian). Prognosis dari

penyakit ini baik jika derajat kerusakan esofagus masih rendah dan pengobatan yang

diberikan benar pilihan dan pemakaiannya. Pada kasus-kasus dengan esofagitis grade D dapat

masuk tahap displasia sel sehingga menjadi Barret’s Esofagus dan pada akhirnya Ca

Esofagus.

Endoskopi esofagus normal barret’s esophagus

Algoritme terapi

Page 21: gerd
Page 22: gerd

CONTOH KASUS

Penyakit refluks esofagus(GERD)

Kasus 1 : GASTRO-ESOPHAGEAL REFLUX DISEASE PADA LAKI-LAKI

BERUSIA 30 TAHUN DENGAN RIWAYAT GASTRITIS KRONIK

Penyakit Refluks Gastro Esofageal (PRGE) atau Gastro-Esophageal Reflux Disease (GERD)

adalah kondisi dimana isi cairan dari lambung dimuntahkan/dialirkan kembali (refluxes) ke

dalam esofagus. Pasien laki-laki berusia 30 tahun dengan keluhan nyeri telan kumat-

kumatan disertai pusing dan batuk berdahak. Kemudian pasien dirawat di bagian penyakit

dalam dan dikonsulkan ke bagian THT dengan keterangan tonsilofaringitis kronis dan

dispepsia. Pasien mengeluhkan nyeri telan, kepala pusing, batuk berdahak, perut terasa

sebah dan panas. Rasa panas menjalar sampai ke dada. Pemeriksaan fisik ditemukan mukosa

faring hiperemis, ronkhi pada paru kanan dan nyeri tekan pada regio epigastrik. 

KASUS

Pasien laki-laki berusia 30 tahun dengan keluhan nyeri telan kumat-kumatan disertai pusing

dan batuk berdahak. Kemudian pasien dirawat di bagian penyakit dalam dan dikonsulkan ke

bagian THT dengan keterangan tonsilofaringitis kronis dan dispepsia. Pasien mengeluhkan

nyeri telan, kepala pusing, batuk berdahak, perut terasa sebah dan panas. Rasa panas menjalar

sampai ke dada. Pasien mengaku sudah lama timbul gejala tersebut dan sudah berobat ke

dokter namun tidak membaik. Riwayat sering batuk. Ada riwayat keluhan yang sama

sebelumnya, ada riwayat maag, ada riwayat berobat dengan keluhan serupa sebanyak 5 kali.

Pada keluarga tidak ditemukan adanya keluhan serupa.

Pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum cukup, kesadaran compos mentis, tekanan darah

130/100 mmHg, nadi 92 kali per menit, pernafasan 28 kali per menit, suhu 37,50 C.

Pemeriksaan tenggorokan didapatkan mukosa faring hiperemis, ukuran tonsil T2-T1,

pembesaran limfonodi leher kanan, pada perabaan leher terasa panas. Pada auskultasi paru

didapat suara ronkhi pada paru kanan. Pemeriksaan abdomen terdapat nyeri tekan di regio

epigastrik.

DIAGNOSIS

Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik maka dibuat diagnosa kerja gastro-esophageal reflux

disease. 

TERAPI

Penatalaksanaan pada pasien ini yaitu injeksi cefotaxime 2x1 gram, omeprazole tablet 2x1,

lain-lain sesuai dokter Sp.PD.

Page 23: gerd

DISKUSI

Penyakit Refluks Gastro Esofageal (PRGE) atau Gastro-Esophageal Reflux Disease (GERD)

adalah kondisi dimana isi cairan dari lambung dimuntahkan kembali ke dalam esofagus.

Biasanya terjadi secara berjeda terutama setelah makan. Cairan yang dimuntahkan biasanya

mengandung asam dan pepsin yang dihasilkan oleh lambung. Cairan yang dialirkan kembali

juga mungkin mengandung empedu yang telah membalik ke dalam lambung dari duodenum.

Asam dipercayai adalah komponen yang paling berbahaya dan dapat melukai esofagus.

Pepsin dan empedu juga mungkin melukai esofagus, namun perannya dalam menghasilkan

peradangan dan kerusakan esofagus adalah tidak sejelas peran dari asam. GERD adalah

kondisi kronis. Bahkan dapat dialami seumur hidup.

            Pada kasus ini pasien sudah memiliki riwayat keluhan serupa selama beberapa tahun.

Sudah pernah mencoba berobat sebanyak 5 kali namun belum mendapat kesembuhan.

Menurut pasien keluhan ini sangat mengganggunya.

Manifestasi klinis GERD sangat bervariasi dan gejala yang timbul kadang-kadang sulit

dibedakan dengan kelainan fungsional lain dari traktus gastrointestinal. Gejala-gejala GERD

pada orang dewasa antara lain terutama rasa panas/nyeri di dada, nyeri dada substernal,

epikardial atau retrosternal, regurgitasi asam, sendawa, cepat merasa kenyang, mual, muntah,

cegukan, disfagia dan odinofagia.

Pada kasus ini pasien mengeluh perutnya terasa sebah dan panas. Rasa panas tersebut

menjalar hingga ke dada. Pasien juga merasa mudah kenyang dan nafsu makannya menurun.

Pasien sering mual dan muntah dan sering merasa perutnya penuh. Ditemukan juga adanya

keluhan nyeri saat menelan pada pasien ini.

Pada kasus GERD, pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah laringoskopi maupun

endoskopi. Pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan tersebut karena kurangnya sarana

pemeriksaan.

            Pengobatan pada GERD terbagi dalam 3 fase. Fase 1 bertujuan untuk mengurangi

refluks, menetralisasi bahan refluks, memperbaiki (barier) anti refluks dan mempercepat

proses pembersihan esophagus dengan mengubah cara atau kebiasaan hidup. Fase 2 dengan

obat-obatan untuk mengurangi keasaman lambung dan menurunkan jumlah sekresi lambung.

Fase 3 dengan pembedahan anti refluks pada kasus-kasus tertentu dengan indikasi, antara lain

GERD persisten, malnutrisi berat, infeksi saluran napas berulang, striktur esofagus yang

gagal terapi.

Page 24: gerd

            Pada kasus ini dilakukan pengobatan fase 2 yaitu dengan pemberian obat anti-

sekretorik untuk mengurangi keasaman lambung dan menurunkan jumlah sekresi lambung,

serta pemberian obat yang berfungsi untuk melapisi mukosa lambung.

 KESIMPULAN

Penyakit Refluks Gastro Esofageal (PRGE) atau Gastro-Esophageal Reflux Disease (GERD)

adalah kondisi dimana isi cairan dari lambung dimuntahkan kembali (refluxes) ke dalam

esofagus. Dapat terjadi secara kronik bahkan seumur hidup. Gejala yang muncul

menimbulkan rasa ketidaknyamanan dan dapat menyebabkan berkurangnya nafsu makan

bahkan depresi. Pemeriksaan penunjang membutuhkan sarana yang memadai. Pengobatannya

sesuai dengan derajat keparahan penyakit.

KASUS 2 : GASTRO ESOFAGEAL REFLUX DISEASE (GERD) PADA PENDERITA

HIPERTENSI DAN DISLIPIDEMIA 

GASTRO ESOFAGEAL REFLUX DISEASE (GERD) PADA PENDERITA

DISLIPIDEMIA

ABSTRAK

Gastroesophageal Reflux Disease (GERD/Penyakit Refluks Gastroesofageal) adalah suatu

keadaan patologis yang disebabkan oleh kegagalan dari mekanisme antireflux untuk

melindungi mukosa esophagus terhadap refluks asam lambung dengan kadar yang abnormal

dan paparan yang berulang. Refluks gastroesofageal pada pasien GERD terjadi melalui 3

mekanisme, yaitu Refluks spontan pada saat relaksasi LES yang tidak adekuat, aliran

retrograde yang mendahului kembalinya tonus LES setelah menelan, meningkatnya tekanan

intra abdomen. Gejala klinis yang khas dari GERD adalah nyeri/rasa tidak enak pada

epigastrium atau retrosternal bagian bawah. Rasa nyeri dideskripsikan sebagai rasa terbakar

(heartburn). Pada kasus ini, GERD terjadi pada wanita usia 35 tahun dengan keluhan dada

terasa panas dan ulu hati terasa nyeri dan mulut terasa pahit. Pasien ini juga memiliki sakit

dislipidemia yang merupakan faktor resiko dari GERD.

Kata kunci : dislipidemia, GERD

KASUS

Seorang wanita berusia 35 tahun datang dengan keluhan dada terasa panas, ulu hati terasa

nyeri disertai rasa mual, dan mulut terasa pahit. Pemeriksaan fisik menunjukkan bahwa kesan

umum dan kesadaran terlihat lemas, sakit sedang dan compos mentis. Vital sign: TD :

Page 25: gerd

120/80, nadi : 74x/menit, suhu : 36,4°C, dan respirasi: 25x/menit. Pada pemeriksaan

abdomen ditemukan nyeri tekan epigastrium. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan hasil

adanya peningkatan kolesterol, trigliseride dan asam urat. Pemeriksaan EKG telah dilakukan

untuk mempertimbangkan diagnosa dari penyakit jantung, namun hasilnya tidak

menunjukkan kelainan.

DIAGNOSIS

Dari anamnesa dan pemeriksaan fisik, diagnosa pada kasus ini adalah suspek GERD

TERAPI

Pengobatan yang diberikan adalah drip Pantoprazole dalam NaCl 0,9% 100cc yang diberikan

1 kai dalam sehari, Aluminium Hidroksida+Magnesium Hidroksida dalam bentuk syrup yang

diminum 3 kali sehari, Alopurinol 100 mg 1x1, dan Simvastatin 1x1 yang diminum hanya

pada waktu malam.Selama dirawat inap dan mendapatkan terapi ini, kondisi pasien

mengalami perbaikan 

DISKUSI

Pada kasus ini, diagnosanya masih berupa suspek GERD karena tidak dilakukan

pemeriksaan penunjang lainnya yang dapat membuktikan bahwa ini benar-benar merupakan

GERD.Gastroesophageal Reflux Disease (GERD/Penyakit Refluks Gastroesofageal) adalah

suatu keadaan patologis yang disebabkan oleh kegagalan dari mekanisme antireflux untuk

melindungi mukosa esophagus terhadap refluks asam lambung dengan kadar yang abnormal

dan paparan yang berulang. Refluks asam sendiri merupakan suatu pergerakan dari isi

lambung dari lambung ke esophagus. Refluks ini sendiri bukan merupakan suatu penyakit,

bahkan keadan ini merupakan keadaan fisiologis. Refluks ini terjadi pada semua orang,

khususnya pada saat makan banyak, tanpa menghasilkan gejala atau tanda rusaknya mukosa

esophagus.

Refluks gastroesofageal pada pasien GERD terjadi melalui 3 mekanisme, yaitu

Refluks spontan pada saat relaksasi LES yang tidak adekuat, aliran retrograde yang

mendahului kembalinya tonus LES setelah menelan, meningkatnya tekanan intra abdomen.

Dengan demikian dapat diterangkan bahwa patogenesis terjadinya GERD menyangkut

keseimbangan antara faktor defensif dari esofagus dan faktor ofensif dari bahan refluksat.

Faktor defensif dari esofagus yaitu pemisah antirefluks berupa tonus LES. Menurunnya tonus

LES menyebabkan menurunnya kecepatan klirens asam sehingga apabila terjadi aliran

retrograde transient akan ada cukup waktu untuk asam mengiritasi mukosa esofagus. Faktor

defensif lainnya dari esofagus adalah ketahanan dari epitelial esofagus. Faktor-faktor yang

dapat menurunkan tonus LES antara lain adanya hiatus hernia, panjang LES (makin pendek

Page 26: gerd

LES, makin rendah tonusnya), obat-obatan seperti antikolinergik, beta adrenergic, theofilin,

opiat, dll., serta factor hormonal. Selama kehamilan, peningkatan kadar progesterone dapat

menurunkan tonus LES. Selain itu, beberapa penyakit paru dapat menjadi factor predisposisi

untuk timbulnya GERD karena timbulnya perubahan anatomis di daerah gastroesofageal

high pressure zone akibat penggunaan obat-obatan yang menurunkan tonus LES (misalnya

teophilin).

Gejala klinis yang khas dari GERD adalah nyeri/rasa tidak enak pada epigastrium atau

retrosternal bagian bawah. Rasa nyeri dideskripsikan sebagai rasa terbakar (heartburn),

kadang-kadang ada gejala disfagia, mual, atau regurgitasi dan rasa pahit di lidah. Nyeri

biasanya timbul saat setelah makan atau sedang berbaring. Gejala heartburn yang timbul

kadang mirip dengan serangan angina pectoris. Odinofagia ditemukan pada keadaan yang

sudah berat. Batuk-batuk adalah gejala pernapasan umum yang muncul akibat aspirasi dari isi

lambung ke dalam tracheobronchial atau dari refleks vagal yang mengakibatkan

bronchokonstriksi. Rasa terbakar dapat disertai dengan keluarnya isi lambung ke dalam mulut

atau produksi air liur yang berlebihan. Jumlah air liur yang banyak, yang terjadi jika asam

lambung mengiritasi kerongkongan bagian bawah yang meradang disebut water brash.

Pada prinsipnya, penatalaksanaan GERD terdri dari modifikasi gaya hidup, terapi

medikamentosa, terapi bedah, serta akhir-akhir ini mulai dilakukan terapi endoskopik. Target

penatalaksanaan GERD adalah, menyembuhkan lesi esofagus, menghilangkan

gejala/keluhan, mencegah kekambuhan, memperbaiki kualitas hidup, dan mencegah

timbulnya komplikasi.

1. Modifikasi gaya hidup

      Hal-hal yang perlu dilakukan adalah :

-         meninggikan posisi kepala pada saat tidur serts menghindari makan sebelum tidur

dengan tujuan untuk meningkatkan bersihan asam selama tidur serta mencegah refluks asam

dari lambung ke esophagus.

-         Berhenti merokok dan mengkonsumsi alcohol karena keduanya dapat menurunkan

tonus LES

-         Mengurangi konsumsi lemak serta mengurangi jumlah makanan yang dimakan karena

keduanya dapat menimbulkan distensi lambung

-         Menurunkan berat badan pada pasien obesitas

-         Menghindari makanan/minuman yg dapat menstimulasi sekresii asam

-         Jika memungkinkan menghindari obat-obat yang dapat menurunkan LES seperti

antikolinergik, teofilin, dll.

Page 27: gerd

2. Medikamentosa

Jenis jenis obat yang dapat digunakan dalam terapi medikamentosa GERD yaitu pertama

adalah antasid yang berfungsi sebagai buffer terhadap HCl, obat ini juga dapat memperkuat

tekanan sfingter esofagus bagian bawah. Yang kedua adalah Antagonis H2 Reseptor (H2RA),

yang bekerja menghambat reseptor H2 pada sel parietal yang akan menekan sekresi asam,

contoh obat dari golongan ini yaitu Ranitidine, Cimetidine, dan Famotidine. Obat pilihan

lainya yaitu Sukralfat, yang bekerja meningkatkan pertahanan mukosa esofagus, sebagai

buffer terhadap HCL di esofagus serta dapat mengikat pepsin dan garam empedu. Pilihan lain

dan yang merupakan drug of choice yaitu Proton Pump Inhibitor (PPI).PPI bekerja langsung

pada pompa proton sel parietal dengan mempengaruhi enzim H K-ATPase yang dianggap

sebagai tahap akhir proses pembentukan asam lambung. PPI ini dianggap lebih efektif

dibandingkan H2RA karena H2RA hanya menghambat sekresi asam basal dan sekresi yang

distimulasi oleh makanan, sedangkan PPI menghambat sekresi asam basal, sekresi

terstimulasi makanan, dan sekresi asam puasa (fasting acid secretion).

3. Terapi bedah

            Terapi bedah merupakan terapi alternatif yang penting jika terapi medikamentosa

gagal, atau pada pasien GERD dengan striktur berulang.

4. Terapi Endoskopi

            Terapi ini masih sangat jarang dilakukan dan masih dalam tahap penelitian.

            Pada kasus ini, profil lipid  yang meningkat adalah kolesterol dan asam urat. Untuk

pengobatan kolesterol bisa kita berikan golongan obat-obatan statin (lovastatin, simvastatin,

dll.) karena obat ini dapat menurunkan kadar kolesterol total dalam tubuh secara kuat. Asam

urat yang meningkat bisa kita turunkan dengan memberikan alupurinol yang sudah terbukti

secara efektif dapat menurunkan kadar purin yang meningkat dalam darah dan air kemih. 

KESIMPULAN

Diagnosa pada kasus ini adalah Suspek GERD karena tidak dilakukan pemeriksaan

penunjang yang dapat menunjukkan benar-benar merupakan penyakit GERD. Pasien ini juga

menderita dislipidemia yang merupakan faktor resiko atau yang memperberat terjadinya

GERD

Page 28: gerd

KASUS 3 : Faringitis Kronis et Causa Gastro-Esophageal Refluks Disease (GERD)

Abstrak

            GERD (Gastroesofageal reflux disease) adalah kondisi dimana cairan yang berasal

dari lambung mengalami regurgitasi ke dalam esophagus. Cairan lambung yang mengalami

regusrgitasi biasanya mengandung asam dan pepsin yang diproduksi di lambung  Asam

lambung inilah yang dapat menyebabkan inflamasi esophagus dan bila sampai laring dan

faring dapat pula menyebabkan faringitis dan laryngitis. Gejalanya meliputi rasa seperti

terbakar yang disertai perasaan nyeri saat menelan.

Keyword : Faringitis Kronis , Gastro-Esophageal Refluks Disease (GERD)

History

            Seorang wanita berusia 50 tahun dating ke poliklinik THT dengan keluhan utama

Nyeri Tenggorokan . Pasien mengeluh nyeri di daerah tenggorokan, dimana tenggorokannya

terasa seperti terbakar dan tercekik serta nyeri saat menelan sejak 1 bulan yang lalu. Sakitnya

itu terasa semakin berat pada saat pasien tidur. Selain nyeri, pasien juga mengeluh suaranya

menjadi serak. Selain itu pasien tidak mengeluh gejala lain.Riwayat sakit seperti ini

sebelumnya disangkal pasien mempunyai riwayat penyakit maag, dan  Riwayat penyakit

hipertensi, DM dan alergi disangkal

            Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien baik, Compos mentis,

Tekanan darah 120/70 mmHg, nadi 88x/menit, suhu 36,70  , Laju pernapasan 22x/menit. Pada

pemeriksaan tenggorokan didapat dinding faring hiperemis, tidak terdapat pembesaran tonsil,

limfonodi tak teraba. Pada pemeriksaan abdomen didapat nyeri pada bagian epigastrium.

Diagnosis

Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik maka dapat dibuat diagnosis Faringitis Kronis et

causa GERD (Gastro-Esophageal Refluks Disease)

Terapi

Diberikan obat golongan proton pum inhibitor sebanyak 20 mg satu kali sehari (Omeprazole)

20 mg , Serta pasien diberi saran untuk tidak tidur sehabis makan (menunggu beberapa jam

dulu)

 Diskusi

            GERD (Gastroesofageal reflux disease) adalah kondisi dimana cairan yang berasal

dari lambung mengalami regurgitasi ke dalam esophagus. Cairan lambung yang mengalami

regusrgitasi biasanya mengandung asam dan pepsin yang diproduksi di lambung. Asam

Page 29: gerd

lambung inilah yang dapat menyebabkan inflamasi esophagus dan bila sampai laring dan

faring dapat pula menyebabkan faringitis dan laryngitis.

            GERD disebabkan oleh kadar asam lambung yang tinggi, sedangkan  faktor- factor

yang dapat mempengaruhi terjadinya GERD antara lain : sfingter bawah esophageal, hiatal

hernia, kontraksi esophageal dan pengosongan lambung. Tanda dan gejalanya meliputi Rasa

seperti terbakar adalah gejala yang paling sering terjadi, erosi pada esophagus (erosive

esofagitis), Suara parau (disfonia) kronik karena edema dan lesi inflamasi pada plika

vokalis  , Clearing faring kronis karena iritasi serta peningkatan sekresi mukosa faring serta

kesulitan menelan (odinofagi), Tenggorokan serasa tercekik.

            Pada kasus ini pasien mengeluh nyeri seperti terbakar di tenggorokannya yang disertai

nyeri saat menelan yang dirasakan selama 1 bulan, pasien juga mempunyai riwayat sakit

maag

Pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah dengan esophagram, endoscopy, laryngoscopy

esophageal pH monitoring, dan esophageal motility studies. Akan tetapi pada pasien ini tidak

dilakukan pemeriksaan tersebut karena keterbatasan alat.

            Terapi pada GERD adalah dengan pemberian obat-obat yang dapat mengurangi kadar

asam lambung, dapat berupa golongan antacid, H2 blocker ataupun Proton Pump Inhibitor.

Yang disertai dengan manajemen terapi non medikasi yang terdiri atas , Hindari makanan

berlemak, minuman berkafein (seperti soda, kopi, dsb), cokelat, mint, makanan pedas,

makanan berbahan dasar tomat, bawang putih dan merah, berhenti merokok , tidak minum

alcohol , mengurangi berat badan jika berlebih, tinggikan kepala ketika tidur ,kurangi makan

saat malam , setelah makan tunggu beberapa jam (minimal 4 jam) sebelum tidur atau

berbaring, biarkan lambung kosong terlebih dulu, diet tinggi karbohidrat, protein dan rendah

lemak,  mengindari pakaian yang ketat , menghindari konsumsi obat-obatan yang

menurunkan tekanan sfingter esophagus seperti teofilin, agen antikolinergik, alfa adrenergic

antagonis, beta-agonis, kalsium channel blocker, nitrat, serta obat-obatan NSAID seperti

aspirin.

Kesimpulan

GERD (Gastroesofageal reflux disease) adalah kondisi dimana cairan yang berasal dari

lambung mengalami regurgitasi ke dalam esophagus. Asam lambung inilah yang dapat

menyebabkan inflamasi esophagus dan bila sampai laring dan faring dapat pula menyebabkan

faringitis dan laryngitis. Gejalanya meliputi rasa seperti terbakar yang disertai perasaan nyeri

saat menelan.