Upload
azedh-az-zahra
View
43
Download
3
Embed Size (px)
DESCRIPTION
polifarmasi
Citation preview
Polifarmasi pada lansia
1. Perubahan pada lansia dalam hubungannya dengan obat
Pada golongan lansia berbagai perubahan fisiologik pada organ & sistema tubuh akan
mempengaruhi tanggapan tubuh terhadap obat. Terjadi perubahan dalam hal farmakokinetik,
farmakodinamik, dan hal khusus lain yang merubah perilaku obat dalam tubuh.
2. Farmakokinetik
Tabel 1. Perubahan farmakokinetik obat akibat proses menua
Parameter Perubahan akibat proses menua
Absorbsi Penurunan: permukaan absorbsi, sirkulasi darah splanchnic,
motilitas gastrointestinal.
Peningkatan pH lambung.
Distribusi Penurunan: curah jantung, cairan badan total, massa otot
badan, serum albumin.
Peningkatan lemak badan.
Peningkatan alfa-1 asam glikoprotein.
Perubahan pengikatan terhadap protein.
Metabolisme Penurunan: aliran darah hepar, massa hepar, aktivitas enzim,
penginduksian enzim.
Ekskresi Penurunan: aliran darah ginjal, filtrasi glomerulus, sekresi
tubuler.
Sensitifitas jaringan Perubahan pada jumlah reseptor, afinitas reseptor, fungsi
pembawa kedua, respon seluler dan nuklear.
Poin-poin yang harus diingat:
a. Dengan pemberian dosis yang lazim Kadar Obat Plasma (KOP) akan lebih tinggi karena
sistem eliminasi obat dalam hepar dan ginjal akan menurun.
b. Dengan KOP yang sama dapat terjadi Fraksi Obat Bebas (FOB) lebih tinggi dari yang
lazim karena kadar albumin pada lansia telah menurun terlebih-lebih waktu sakit atau
karena pengangsuran tempat (silent reseptor) dari ikatan albumin oleh obat lain
(polifarmasi).
3. Farmakodinamik
Adalah pengaruh obat terhadap tubuh. Obat menimbulkan rentetan reaksi biokimiawi dalam
sel mulai dari reseptor sampai dengan efektor. Di dalam sel terjadi proses biokimiawi yang
menghasilkan respon seluler. Respon seluler pada lansia secara keseluruhan menurun. Penurunan
ini sangat menonjol pada mekanisme respon homeostatik yang berlangsung secara fisiologis dan
penurunan tidak dapat diprediksi dengan ukuran-ukuran matematis seperti pada farmakokinetik.
4. Efek Samping Obat (ESO)
Kejadian pada lansia meningkat 2-3 kali lipat. Problem ini paling banyak menimpa sistem
gastrointestinal dan sistem haemopoetik. Penelitian atau pengukuran fungsi hepar, ginjal, kadar
obat dalam plasma darah terlebih-lebih dalam terapi polifarmasi sangat membantu dalam
mengendalikan atau menurunkan angka kejadian ESO.
5. Perubahan fisiologik dalam komposisi tubuh
a. Berat badan total: akan menurun pada usia lanjut akibat penurunan jumlah cairan
intraseluler sesuai dengan meningkatnya usia. Keadaaan ini akan berakibat
menurunnya distribusi obat yang sebagian terikat air (misalnya litium).
b. Penurunan massa otot: yang secara umum terdapat pada usia lanjut akan menyebabkan
distribusi obat yang sebagian besar terikat otot akan menurun, misalnya digoksin
(konsentrasi obat bebas meningkat).
c. Peningkatan kadar lemak tubuh: akan mengakibatkan peningkatan kadar obat yang
larut lemak (misalnya diazepam), terutama pada wanita lansia.
d. Penurunan kadar albumin: terutama pada penderita lansia yang sakit, menyebabkan
penurunan ikatan obat dengan protein, dan meningkatnya proporsi obat bebas di
sirkulasi (antara lain salisilat, tiroksin, warfarin dan obat AINS)
e. Kekambuhan penyakit yang sebelumnya laten: beberapa obat dapat membuat kambuh
berbagai penyakit yang sebelumnya tidak terlihat misalnya:
1) Menurunnya stabilitas postural yang meningkatkan kemungkinan jatuh, antara lain
akibat obat hipertensi, diuretika, hipnotika, sedativa dan vasodilator.
2) Konstipasi: antidepresan, antikolinergik, garam besi.
3) Hipotermia: fenotiasin, hipnotika, sedativa, dan antidepresan.
6. Rasionalisasi obat pada usia lanjut
a. Rejimen pengobatan: 1) periode pengobatan jangan dibuat terlalu lama; 2)
jumlah/jenis obat harus dibuat seminimal mungkin; 3) obat harus diberikan atas
diagnosis pasti; 4) harus diketahui dengan jelas efek obat, mekanisme kerja, dosis
dan efek samping yang mungkin timbul; 5) apabila diperlukan pemberian
polifarmasi, prioritaskan pemberian obat yang ditujukan untuk mengurangi gangguan
fungsional; 6) pemberian obat harus dimulai dari dosis kecil, kemudian dititrasi
setelah berapa hari (kecuali anti-infeksi harus dosis optimal; 7) frekuensi pemberian
obat diupayakan sesedikit mungkin, kalau mungkin sekali sehari.
b. Pengurangan dosis: dosis awal obat adalah kira-kira lebih sedikit dari separuh dosis
yang diberikan pada usia muda.
c. Peninjauan ulang: perlu dilaksanakan pada setiap kunjungan ulang atau bila terjadi
episode penyakit akut.
d. Kepatuhan penderita: harus diupayakan penjelasan pada penderita, pemilihan
preparat dan wadah obat yang tepat, diberi label, bantuan mengingat, dan
pengawasan minum obat oleh keluarga dan lain-lain. Setiap efek samping hendaknya
harus diminta untuk dilaporkan (Martono, 2010).
Martono H, Nasution I (2010). Penggunaan obat secara rasional pada usia lanjut. Dalam:
Martono H, Pranarka K (eds). Buku ajar boedhi-darmojo: Geriatri edisi ke-4. Jakarta: Badan
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, pp: 779-789.