28
REFERAT MANIFESTASI KELAINAN RONGGA MULUT YANG TIMBUL PADA LANSIA Oleh: I.Putu Nanda Putra 0!000"# De$% Ratna$ar& 0!00'0( LAB)SMF ILMU GIGI DAN MULUT FAKULTAS KEDOKTERAN UNI*ERSITAS +I,AYA KUSUMA SURABAYA '0#-

Gigi dan Mulut

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Referat

Citation preview

REFERAT

MANIFESTASI KELAINAN RONGGA MULUT YANG TIMBUL PADA LANSIA

Oleh:

I.Putu Nanda Putra

09700061

Desy Ratnasari

09700203LAB/SMF ILMU GIGI DAN MULUT

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA

2014

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat rahmat dan karunia-Nya maka penulis mampu menyelesaikan tugas referat tentang Manifestasi Kelainan Rongga Mulut yang Timbul pada Pediatri ini dengan tepat waktu. Referat ini diajukan untuk memenuhi tugas dalam rangka menjalani kepaniteraan klinik di Lab / SMF Gigi dan Mulut Universitas Wijaya Kusuma Surabaya. Pada kesempatan ini penulis hendak menghaturkan banyak terima kasih kepada:

1. Drg. Enny Willianti, M.Kes selaku pemnimbing kepaniteraan, pembimbing tugas referat dan kepala Lab / SMF Gigi dan Mulut Universitas Wijaya Kusuma Surabaya.

2. Drg. Theodora, Sp.Ort selaku pembimbing kepaniteraan serta pembimbing tugas referat.

3. Drg. Wahyuni Dyah Permatasari, Sp.Ort selaku pembimbing kepaniteraan serta pembimbing tugas referat.

4. Drg. Dyan Paramita, Sp.KG selaku pembimbing kepaniteraan serta pembimbing tugas referat.

5. Teman dan saudara sejawat dokter muda kelompok B yang memberi masukan dan saling membantu dalam menyelesaikan referat ini. Juga kepada semua pihak yang tidak mungkin kami sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari kata sempurna dan oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari dokter pembimbing dan saudara sejawat dokter muda demi kesempurnaan referat ini. Semoga referat ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan kita semua. Akhir kata, ijinkan penulis mengucapkan terima kasih.

Surabaya, 8-1-2014

Penulis

BAB I

PENDAHULUAN

Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak awal permulaan kehidupan. Menjadi tua merupakan proses alamiah, yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya, yaitu anak, dewasa, dan tua. Tiga tahap ini berbeda, baik secara biologis maupun psikologis. Memasuki usia tua berarti mengalami kemunduran, misalnya kemunduran fisik yang ditandai dengan kulit yang mengendur, rambut memutih, gigi mulai ompong, pendengaran kurang jelas, penglihatan semakin memburuk, gerakan lambat, dan figur tubuh yang tidak proporsional.Menurut Undang-Undang Nomor 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia pada Bab 1 Pasal 1 Ayat 2 menyebutkan bahwa umur 60 tahun adalah usia permulaan tua. Menua bukanlah suatu penyakit, tetapi merupakan proses yang berangsur-angsur mengakibatkan perubahan yang kumulatif, merupakan proses menurunnya daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam dan luar tubuh yang berakhir dengan kematian.Proses menua merupakan kombinasi bermacam-macam faktor yang saling berkaitan. Sampai saat ini banyak definisi dan teori yang menjelaskan tentang proses menua yang tidak seragam. Secara umum, proses menua didefinisikan sebagai perubahan yang terkait waktu, bersifat universal, intrinsik, progresif, dan detrimental. Keadaan tersebut dapat menyebabkan berkurangnya kemampuan beradaptasi terhadap lingkungan untuk dapat bertahan hidup.Proses menua merupakan proses yang terus-menerus/ berkelanjutan secara alamiah dan umunya dialami oleh semua makhluk hidup. Misalnya, dengan berkurangnya kualitas jaringan pada otot, susunan syaraf, dan jaringan lain, hingga tubuh mati sedikit demi sedikit. Kecepatan proses menua setiap individu pada organ tubuh tidak akan sama. Adakalanya seseorang belum tergolong lanjut usia/ masih muda, tetapi telah menunjukkan kekurangan yang mencolok(deskripansi). Adapula orang telah tergolong lanjut usia, penampilannya masih sehat, segar bugar, dan badan tegap. Walaupun demikian, harus diakui bahwa ada berbagai penyakit yang sering dialami lanjut usia. Manusia secara lambat dan progresif akan kehilangan daya tahan terhadap infeksi dan akan menempuh semakin banyak distorsi meteoritik dan struktural yang disebut sebagai penyakit degeneratif(misalnya : hipertensi, diabetes melitus) yang akan menyebabkan berakhirnya hidup dengan episode terminal yang dramatis, misalnya : stroke, koma asidotik.(Wahyudi Nugroho, 2006).

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Manifestasi Kelainan Rongga mulut2.1.1. Pengertian

Manifestasi kelainan rongga mulut pada lansia adalah keadaan dimana banyak di jumpai kondisi rongga mulut yang tidak sehat akibat perubahan-perubahan degeneratif maupun penyakit-penyakit degeneratif yang menyertai. Dengan bertambahnya usia, lapisan epitel yang menutupi mukosa mulut cenderung mengalami penipisan, berkurangnya keratinisasi, berkurangnya pembuluh darah kapiler dan suplai darah, serta serabut kolagen yang terdapat pada lamina propria akan mengalami penebalan. Secara klinis mukosa terlihat lebih pucat, tipis dan kering, proses penyembuhan menjadi lambat, mukosa mulut lebih mudah mengalami iritasi terhadap tekanan ataupun gesekan. Hal ini karena berkurangnya aliran saliva pada lansia.2.1.2. Klasifikasi umur Lansia

Dalam bukunya (Nugroho Wahyudi, 2006) ada beberapa pendapat mengenai batasan umur :

Menurut WHO

a. Lanjut usia (elderly) 60-74 tahun

b. Lanjut usia tua (old) 75-90 tahun

c. Usia sangat tua(very old) di atas 90 tahun.2.1.3. Perubahan anatomik rongga mulut yang terjadi pada Lansia

A. Rongga Mulut (Cavum Oris)

1. Gigi (Dentes)

Atrial: Hilangnya jaringan gigi akibat fungsi pengunyah yang terus menerus. Dimensi vertikal wajah menjadi lebih pendek sehingga merubah penampilan /estetik fungsi pengunyah.

Meningkatkan insiden karies terutama bagian leher gigi dan akar, karies sekunder di bawah tambalan lama.

Jaringan penyangga gigi mengalami kemunduran sehingga gigi goyang dan tanggal.

2. Muskulus Koordinasi dan kekuatan muskulus menurun sehingga terjadi pergerakan yang tidak terkontrol dari bibir, lidah dan rahang orafacial dyskinesis.

3. Mukosa Jaringan mukosa mengalami atrofi dengan tanda-tanda tipis, merah, mengkilap, dan kering.

4. Lidah (Lingua) Manifestasi yang sering terlihat adalah atrofi papil lidah dan terjadinya fisura-fisura. Sehubungan dengan ini maka terjadi perubahan persepsi terhadap pengecapan. Akibatnya orang tua sering mengeluh tentang kelainan yang dirasakan terhadap rasa tertentu misalnya pahit dan asin. Dimensi lidah biasanya membesar dan akibat kehilangan sebagian besar gigi, lidah besentuhan dengan pipi waktu mengunyah, menelan dan berbicara.

5. Kelenjar liur (Glandula Salivarius) Terjadi degenerasi kelenjar liur, yang mengakibatkan sekresi dan viskositas saliva menurun.

6. Sendi Temporo Mandibular (Art Temporo Mandibularis) Perubahan pada sendi Temporo Mandibularis sering sudah terjadi pada usia 30-50 tahun. Perubahan pada sendi Temporo Mandibularis ini akibat dari proses degenerasi. Dengan manifestasi adanya TM joint sound, melemahnya otot-otot mengunyah sendi, sehingga sukar membuka mulut secara lebar.

7. Tulang Rahang (Os Maxilare dan Os Mandibulare) Terdapat resorbsi dan alveolar crest sampai setinggi 1 cm terutama pada rahang tanpa gigi atau setetelah pencabutan.2.1.4. Etilogi

Penyakit pada lansia lebih bersifat endogen daripada eksogen. Hal ini disebabkan oleh menurunnya berbagai fungsi tubuh karena proses menua, etiologi seringkali tersembunyi (Occult), dan sebab penyakit dapat bersifat ganda (multiple) dan kumulatif (penimbunan), terlepas satu sama lain ataupun saling mempengaruhi.

2.2. Prevalensi Penyakit Rongga Mulut pada LansiaNo.60-69 thn%70-79%80-105%

1.Fissured Toungue72,4%Fissured Toungue61,5%Fissured Toungue65,7%

2.Varicosity37,9%Athropic Glossitis49,2%Athropic Glossitis49%

3.Athropic Glossitis27,5%Xerostomia44,6%Varicosity43,5%

4.Gingival Recession24,1%Varicosity40%Candidiasis38,8%

5.Xerostomia 20,6%Alveolar Ridge R.27,6%Xerostomia 37%

6.Epulis Fissuratum20,6%Candidiasis26,1%Alveolar Ridge R.26,8%

7.Candidiasis17,2%Physiologic Pigmentation23%Epulis Fissuratum21,2%

8.Varix17,2%Fordyce Granule21,5%Varix19,4%

9.Alveolar Ridge R.17,2%Periodontitis18,4%Physiologic Pigmentation14,8%

10.Fordyce Granule10,3%Varix16,9%Fordyce Granule12%

2.2.1. Fisurred Toungue

Fissured toungue atau yang juga dikenal dengan sebutan scrotal toungue sering ditemukan pada masyarakat. Seperti geographic toungue, fissured toungue dapat ditemukan pada semua kelompok usia tapi angka insidens meningkat pada orang dewasa. Angka kejadian fissured toungue lebih banyak pada pria daripada wanita.Kondisi ini biasanya ditemukan secara insidental. Fissured toungue ditandai dengan alur yang bervariasi sepanjang dorsal dan lateral lidah. Lesi biasanya bersifat asimptomatik, kecuali terdapat debris yang yang terjebak diantara fisura lidah. Fissured toungue bisa juga ditemukan pada pasien down syndrome dan pasien Melkersson-Rosenthal syndrome.1

2.2.1.1. Kondisi Klinis

Fissured toungue menginfeksi dorsum lidah dan sering meluas ke daerah lateral lidah. Kedalaman fisura bervariasi hingga bisa mencapai kedalaman 6mm. Fisura atau alur pada lidah membuat lidah terlihat mempunyai lobus-lobus.1 Pemeriksaan Histologi didapatkan inflamasi granulomatous. Biopsi jarang dilakukan sebagai temuan klinis. Pemeriksaan histologi menunjukkan terjadinya penebalan lamina propria, hilangnya papila filiformis, hiperplasia rete pegs, mikroabses neutrofilik diantara epitelium dan mixed inflamatory infiltrat pada lamina propria.22.2.1.2. Etiology

Penyebab pasti dari Fissured toungue sampai sekarang masih belum diketahui, namun diduga autosomal dominan menjadi peningkatan kasus ini dalam sebuah keluarga.2.2.1.3. Terapi

Tidak ada terapi devinitif yang dilakukan

Membersihkan bagian dorsum lidah untuk menghilangkan debris sebagai salah satu bahan iritan.2.2.2. Varicosity

Varicosity adalah kondisi dilatasi sistem vena, biasanya pada sublingual yang ditandai dengan peningkatan kebiruan/keunguan dibawah permukaan lidah.3 Kondisi seperti ini dapat meluas meluas ke daerah lateral lidah, permukaan lantai mulut, lidah bagian ventral dan dapat juga ditemukan pada bibir bagian atas dan bawah, bagian mukosa buccal dan komisura bukal serta bagian intraoral lainnya.34 Hal ini disebabkan karena peningkatan tekanan hidrostatik dan support yang jelek dari jaringan sekitar3.Kelainan ini berkaitan dengan umur, gangguan cardio-pulmonal dan varises dari extremitas3. Patogenesis umum yang dapat diterima adalah kehilangan elastisitas dari pembuluh darah karena proses degenratif.3 Beberapa sumber lainnya juga menyebutkan varicosity disebabkan oleh chronic vitamin C defisiensi3.

2.2.3. Atrofi Glositis

Suatu penyakit inflamasi dari mukosa lidah yang menunjukkan permukaan yang halus, bercak acne dengan latar merah atau merah muda. Permukaan yang halus dikarenakan terjadi atrofi pada papila filiformis yang menyebabkan perkembangan dari circinate erythematous ulcers like lesion dari batas dorsum dan lateral dari lidah. Kelainan ini secara primer disebabkan oleh kondisi seperti amyloidosis, iritasi bahan kimia, reaksi obat, lokal infeksi seperti candidiasis, defisiensi nutrisi, anemia pernisosa, malnutrisi, sarcoidosis, sjorgen syndrome, infeksi sistemik, psoriasis, celiac disease. Karena itu ada banyak kemungkinan penyebab Atrofi Glositis sehingga berbagai analisis diperlukan untuk diagnosis.5

Atrofi Glositis2.2.4. Gingiva Recession

Atrofi ginggiva bisa menyebabkan pergeseran ke apikal dari tepi gingiva yang dapat menimbulkan resesi gingiva dan terbukanya akar gigi. Hal ini seringkali diikuti dengan kerusakan jaringan periodontal dan periodontitis kronis, tapi resesi gingiva tidak selalu merupakan tanda dari penyakit tersebut.6 Resesi gingiva dapat terjadi karena :

Trauma Fisik

Cacat alveolar yang berhubungan dengan posisi gigi dan morfologi akar, yaitu :

Fenestrasi akar gigi tidak ditutupi tulang, hanya periosteum dan gingiva

Dehiscence bila akar yang tidak ditutupi tulang meluas sampai marginal

Perlekatan jaringan lunak karena ada inflamasi dan poket

Penyakit gingivitis ulcerative akut merusak jaringan gingiva

Trauma karena menggosok gigi

Tulang labial yang tipis

Klasifikasi Resesi Gingiva menurut Millers

Kelas I

Resesi jaringan marginal tanpa melewati mucogingival junction (MGJ)

Tidak ada kehilangan tulang alveolar atau jaringan lunak pada area intra-dental

Seluruh bagian akar masih terlindungi

Kelas II

Resesi jaringan marginal meluas ke mucogingival junction

Tidak ada kehilangan tulang alveolar atau jaringan lunak pada area intra-dental

Seluruh bagian akar masih terlindungi

Kelas III

Resesi jaringan marginal meluas ke mucogingival junction

Terdapat kehilangan tulang dan jaringan lunak pada area intradental Sebagian akar tertutp setinggi papila

Kelas IV

Resesi jaringan marginal meluas ke mucogingival junction

Terdapat kehilangan tulang dan jaringan lunak di area intradental dengan gross flattening

Tidak ada akar yang terlindungi

Terapi

Menghilangkan penyebab2.2.5. Xerostomia

Xerostomia adalah keadaan di mana mulut kering akibat pengurangan atau tiadanya aliran saliva. Xerostomia bukanlah suatu penyakit, tetapi merupakan gejala dari pelbagai kondisi seperti perawatan yang diterima, efek samping dari radiasi di kepala dan leher, atau efek samping dari pelbagai jenis obat. Dapat berhubungan atau tidak berhubungan dengan penurunan fungsi kelenjar saliva.2.2.5.1. Etiologi

1. Gangguan pada kelenjar saliva: Ada beberapa penyakit lokal tertentu yang mempengaruhi kelenjar saliva dan menyebabkan berkurangnya aliran saliva. Sialodenitis kronis lebih sering mempengaruhi kelenjar submandibula dan parotis. Penyakit ini menyebabkan degenerasi dari sel asini dan penyumbatan duktus. Kista-kista dan tumor kelenjar saliva, baik yang jinak maupun ganas dapat menyebabkan penekanan pada struktur-struktur duktus dari kelenjar saliva dan dengan demikian mempengaruhi sekresi saliva. Sindroma Sjogren merupakan penyakit autoimun jaringan ikat yang dapat mempengaruhi kelenjar airmata dan kelenjar saliva. Sel-sel asini kelenjar saliva rusak karena infiltrasi limfosit sehingga sekresinya berkurang.2. Keadaan fisiologis: Tingkat aliran saliva biasanya dipengaruhi oleh keadaan-keadaan fisiologis. Pada saat berolahraga, berbicara yang lama dapat menyebabkan berkurangnya aliran saliva sehingga mulut terasa kering.Bernafas melalui mulut juga akan memberikan pengaruh mulut kering. Gangguan emosional, seperti stress, putus asa dan rasa takut dapat menyebabkan mulut kering. Hal ini disebabkan keadaan emosionil tersebut merangsang terjadinya pengaruh simpatik dari sistem syaraf autonom dan menghalangi sistem parasimpatik yang menyebabkan turunnya sekresi saliva.3. Penggunaan obat-obatan: Banyak sekali obat yang mempengaruhi sekresi saliva. Obat-obatan tersebut mempengaruhi aliran saliva secara langsung dengan memblokade sistem syaraf dan menghambat sekresi saliva. Oleh karena sekresi air dan elektrolit terutama diatur oleh sistem syaraf parasimpatis, obat-obatan dengan pengaruh antikolinergik akan menghambat paling kuat pengeluaran saliva. Obat-obatan dengan pengaruh anti -adrenergik (yang disebut -bloker) terutama akan menghambat sekresi ludah mukus. Obat-obatan juga dapat secara tidak langsung mempengaruhi saliva dengan mengubah keseimbangan cairan dan elektrolit atau dengan mempengaruhi aliran darah ke kelenjar.4. Usia: Keluhan mulut kering sering ditemukan pada usia lanjut. Keadaan ini disebabkan oleh adanya perubahan atropi pada kelenjar saliva sesuai dengan pertambahan umur yang akan menurunkan produksi saliva dan mengubah komposisinya. Seiring dengan meningkatnya usia, dengan terjadinya proses aging, terjadi perubahan dan kemunduran fungsi kelenjar saliva, dimana kelenjar parenkim hilang yang digantikan oleh jaringan lemak, lining sel duktus intermediate mengalami atropi. Keadaan ini mengakibatkan pengurangan jumlah aliran saliva. Selain itu, penyakit- penyakit sistemik yang diderita pada usia lanjut dan obat-obatan yang digunakan untuk perawatan penyakit sistemik dapat memberikan pengaruh mulut kering pada usia lanjut.5. Terapi kanker: Xerostomia paling sering berhubungan dengan terapi radiasi kepala dan leher. Xerostomia akut karena radiasi dapat menyebabkan suatu reaksi peradangan, bila xerostomia kronik terjadi sampai 1 tahun setelah mendapat terapi radiasi, dapat menyebabkan fibrosis kelenjar saliva dan biasanya permanen. Radiasi menyebabkan perubahan di dalam sel sekresi serous, mengakibatkan pengurangan pengeluaran saliva dan peningkatan kepekatan saliva. Biasanya, keluhan awal dari terapi radiasi adalah saliva pekat dan berlendir. Kadar permanennya xerostomia bergantung pada banyaknya kelenjar saliva yang terpapar radiasi dan dosis radiasi. Apabila jumlah dosis radiasi yang diterima melebihi 5,200 cGy, aliran saliva akan berkurang dan sedikit atau tidak ada saliva yang dikeluarkan dari kelenjar saliva. Perubahan ini biasanya permanen. Beberapa obat kemoterapi kanker juga dapat mengubah komposisi dan aliran saliva, mengakibatkan xerostomia, tetapi perubahan ini biasanya sementara.2.2.5.2. Gejala dan Tanda

Xerostomia menyebabkan mengeringnya selaput lendir, mukosa mulut menjadi kering, mudah mengalami iritasi dan infeksi. Keadaan ini disebabkan oleh karena tidak adanya daya lubrikasi dan proteksi dari saliva. Proses pengunyahan dan penelanan makanan sulit dilakukan khususnya makanan kering. Rasa pengecapan dan proses bicara juga akan terganggu. Kekeringan pada mulut menyebabkan fungsi pembersih dari saliva berkurang, sehingga terjadi radang dari selaput lendir yang disertai keluhan mulut terasa seperti terbakar. Selain itu, pada penderita xerostomia fungsi bakteriostase dari saliva berkurang sehingga menyebabkan peningkatan proses karies gigi.2.2.5.3. Diagnosis dan Evaluasi

Diagnosis dan evaluasi xerostomia adalah berdasarkan bukti yang diperoleh dari riwayat pasien, pemeriksaan rongga mulut dan sialometri, yaitu satu prosedur yang dilakukan untuk menentukan kadar aliran saliva. Xerostomia harus dipertimbangkan jika pasien mengeluh mulut kering, terutama pada waktu malam, atau kesulitan ketika makan makanan kering. Pada pemeriksaan rongga mulut, indikator yang digunakan untuk menentukan terjadinya xerostomia adalah, apabila diletakkan spatel yang kering di mukosa bukal, spatel lengket di mukosa tersebut sewaktu dialihkan. Pada wanita, tanda gincu yaitu, gincu lengket pada gigi depan merupakan indikator terjadinya xerostomia. Selain itu, xerostomia juga dapat dievaluasi dengan melakukan test uji wafer.

2.2.6. Epulis Fissuratum

DefinisiEpulis Fisuratum adalah hiperplasia mukosa yang merupakan hasil dari trauma ringan yang bersifat kronis yang disebabkan oleh gigi tiruan. Epulis fissuratum mempunyai kesamaan dengan acanthoma fissuratum dari kulit.

Patofisiology

Epulis Fissuratum muncul karena gigi tiruan. Akibatnya epulis fissuratum dapat diamati pada maxilla dan mandibula bagian depan.

Epidemiology

Sex : Beberapa studi menunjukan predileksi dari epulis fissuratum terjadi pada wanita. Karena kecendrungan wanita memakai gigi palsu agar lebih terlihat estetik daripada pria.Umur : Epulis Fissuratum lebih banyak terjadi pada kelompok umur 40an, 50an, 60an, dan 70an, tetapi epulis fissuratum dapat ditemui pada semua kelompok umur. Faktanya, lesi ini berhubungan dengan memakai gigi tiruan dan proses iritasi yang kronis menjelaskan insiden mengapa epulis fissuratum sering terjadi pada orang tua.

Manifestasi Klinis

Pasien dengan epulis fissuratum biasanya asimptomatis, karena epulis fissuratum berkembang secara perlahan dan dengan jangka waktu yang lama pada pasien dengan gigi palsu yang tidak pas. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan Fisik dari epulis fissuratum biasanya ditemukan hyperplasi mukosa pada lipatan yang berbatasan dengan gigi tiruan. Lesi lebih sering ditemukan pada bagian fasial daripada bagian lingual, lebih sering pada bagian anterior. Tidak ada perbedaan lesi pada maxilla atau mandibula.

Permukaan massa epulis fissuratum cendrung halus, namun kadang-kadang bisa berupa ulserasi atau papiler.Biasanya warna mukosa terlihat normal, eritema terkait dengan proses peradangan. Beberapa lesi memiliki benruk seperti pyodenic granuloma karena proliferasi kapiler Histologi

Epulis Fissuratum adalah lesi reactive hiperplastik, sering disertai fase inflamasi dan fase perbaikan. Gambaran histologi sangat bervariasi. Paling banyak didapatkan hiperplasia jaringan fibrous disertai dengan sel inflamasi dan vaskularisasi Terapi

Pembedahan pada epulis fissuratum dan mengkoreksi gigi palsu agar epulis fissuratum tidak terjadi kembali

Konsultasi

Bedah mulut untuk eksisi

Prosthodontist untuk koreksi gigi palsu

2.2.7. Candidiasis

Kandidiasis adalah suatu penyakit infeksi pada kulit dan mukosa yang disebabakan oleh jamur kandida. Kandida adalah suatu spesies yang paling umum ditemukan di rongga mulut dan merupakan flora normal. Telah dilaporkan spesies kandida mencapai 40 60 % dari seluruh populasi mikroorganisme rongga mulut (Silverman,2001). Terdapat lima spesies kandida yaitu k.albikans, k. tropikalis, k. glabrata, k. krusei dan k. parapsilosis. Dari kelima spesies kandida tersebut k. albikans merupakan spesies yang paling umum menyebabakan infefksi di rongga mulut.(Nolte,1982). Etiologi

Terjadinya Kandidiasis di pengaruhi oleh beberapa faktor terutama pengguna protesa, serostomia (sjogren syndrome), penggunaan radio therapy, obat obatan sitotoksis, konsentrasi gula dalam darah (diabetes), penggunaan antibiotik atau kortikosteroid, penyakit keganasan (neoplasma), kehamilan, defisiensi nutrisi, penyakit kelainan darah, dan Penderita Immuno supresi (AIDS). (Silverman S, 2001).

Gambaran Klinis

Secara klinis kandidiasis dapat menimbulkan penampilan yang berbeda, pada umumnya berupa lesi lesi putih atau area eritema difus (Silverman S, 2001).

Penderita kandidiasis akan merasakan gejala seperti rasa terbakar dan perubahan rasa kecap. Pada pemeriksaan klinis dapat diklasifikasikan menjadi lima tipe yaitu akut pseudomembran kandidiasis (thrush), kronis hiperplastik kandidiasis, kronis atrofik kandidiasis (denture stomatitis), akut atrofik kandidiasis dan angular sheilitis (Nolte,1982).

Thrush mempunyai ciri khas dimana gambarannya berupa plak putih kekuning kuningan pada permukaan mukosa rongga mulut, dapat dihilangkan dengan cara dikerok dan akan meninggalkan jaringan yang berwarna merah atau dapat terjadi pendarahan. Plak tersebut berisi netrofil, dan sel sel inflamasi sel epitel yang mati dan koloni atau hifa. (Greenberg M. S., 2003). Pada penderita AIDS biasanya lesi menjadi ulserasi, pada keadaan dimana terbentuk ulser, invasi kandida lebih dalam sampai ke lapisan basal. (Mc Farlane 2002).

Kronis hiperplastik kandidiasis disebut juga kandidiasis leukoplakia, lesinya berupa plak putih yang tidak dapat dikerok, gambaran ini mirip dengan leukoplakia tipe homogen. (Greenberg.2003).

Keadaan ini terjadi diduga akibat invasi miselium ke lapisan yang lebih dalam pada mukosa rongga mulut, sehingga dapat berproliferasi, sebagai respon jaringan inang. (Greenberg M 2003). Kandidiasis leukoplakia sering ditemukan pada mukosa bukal, bibir dan lidah.

Kronis atrofik kandidiasis ,mempunyai nama lain yaitu denture stomatitis dan denture sore mouth. Faktor predisposisi terjadinya kandidiasis tipe ini adalah trauma kronis, sehingga menyebabkan invasi jamur ke dalam jaringan dan penggunaan geligi tiruan tersebut menyebabkan akan bertambahnya mukus dan serum, akan tetapi berkurangnya pelikel saliva.

Secara klinis kronis atrofik kandidiasis dapat dibedakan menjadi tiga type yaitu inflamasi ringan yang terlokalisir disebut juga pinpoint hiperemi, gambaran eritema difus, terlihat pada palatum yang ditutupi oleh landasan geligi tiruan baik sebagian atau seluruh permukaan palatum tersebut (15% - 65%) dan hiperplasi papilar atau disebut juga tipe granular.(Greenberg 2003).

Akut atrofik kandidiasis, disebut juga antibiotik sore mouth. Secara klinis permukaan mukosa terlihat merah dan kasar, biasanya disertai gejala sakit atau rasa terbakar, rasa kecap berkurang. Kadang-kadang sakit menjalar sampai ke tenggorokan selama pengobatan atau sesudahnya kandidiasis tipe ini pada umumnya ditemukan pada penderita anemia defiensi zat besi. (Greenberg, 2003).

Angular cheilitis, disebut juga perleche, terjadinya di duga berhubungan dengan denture stomatits. Selain itu faktor nutrisi memegang peranan dalam ketahanan jaringan inang, seperti defisiensi vitamin B12, asam folat dan zat besi, hal ini akan mempermudah terjadinya infeksi. Gambaran klinisnya berupa lesi agak kemerahan karena terjadi inflamsi pada sudut mulut (commisure) atau kulit sekitar mulut terlihat pecah - pecah atau berfissure. (Nolte, 1982.Greenberg, 2003).

Kandidiasis atropik akut

Kandidiasis atropik kronis

Trush

Kandidiasis hiperplastik kronik

Angular cheilitis

Perawatan

Adapun perawatan kandidiasis oral yaitu dengan menjaga kebersihan rongga mulut,memberi obat-obatan antifungal baik lokal maupun sistemik, dan berusaha menanggulangi faktor predisposisi, sehingga infeksi jamur dapat dikurangi.

Kebersihan mulut dapat dijaga dengan menyikat gigi maupun menyikat daerah bukal dan lidah dengan sikat lembut.6 Pada pasien yang memakai gigi tiruan, gigi tiruan harus direndam dalam larutan pembersih seperti Klorheksidin, hal ini lebih efektif dibanding dengan hanya meyikat gigi tiruan, karena permukaan gigi tiruan yang tidak rata dan poreus menyebabkan Kandida mudah melekat, dan jika hanya menyikat gigi tiruan tidak dapat menghilangkannya.

Nystatin merupakan obat antifungal yang paling banyak digunakan. Obat antifungal sistemik digunakan pada pasien yang tidak mempan terhadap obat antifungal topikal dan pada pasien dengan resiko tinggi menderita infeksi sistemik.

Selain menjaga kebersihan rongga mulut dan memberi obat-obatan antifungal pada pasien, faktor predisposisi juga harus ditanggulangi.6 Penanggulangan faktor predisposisi meliputi pembersihan dan penyikatan gigi tiruan secara rutin dengan menggunakan cairan pembersih, seperti Klorheksidin, mengurangi rokok dan konsumsi karbohidrat, mengunyah permen karet bebas gula untuk merangsang pengeluaran saliva, menunda pemberian antibiotik dan kortikosteroid, menangani penyakit yang dapat memicu kemunculan kandidiasis seperti penanggulangan penyakit diabetes, HIV, dan leukemia.2.2.8. Periodontitis

. Periodontitis adalah peradangan pada jaringan yang menyelimuti gigi dan akar gigi. Secara umum periodontitis terbagi atas 2 jenis yaitu:1. Marginal periodontitis2. Apikal periodontitis Periodontitis marginali berkembang dari gingivitis (peradangan atau infeksi pada gusi) yang tidak dirawat. Infeksi akan meluas dari gusi ke arah bawah gigi sehingga menyebabkan kerusakan yang lebih luas pada jaringan periodontal. Sedangkan periodontitis apikalis adalah peradangan yang terjadi pada jaringan sekitar apeks gigi yang biasanya merupakan lanjutan dari infeksi atau peradangan pada pulpa. Etiologi

Pada umumnya, proses yang menyebabkan terjadinya penyakit periodontal adalah sebagai berikut(American Academy of Periodontology, 2002; Carranza et al,2002) :

a. Bertambahnya bakteri dalam jumlah besar yang melekat pada permukaan gigi sampai membentuk lapisan tipis yang dikenal dengan plak.

b. Plak adalah deposit lunak yang membentuk lapisan biofilm, melekat pada permukaan gigi dalam rongga mulut.

c. Apabila plak tetap dibiarkan berada pada rongga mulut maka akan mengalami kalsifikasi menjadi kalkulus.

d. Kalkulus mempunyai konsistensi dan perlekatan yang kuat pada permukaan gigi. Warna dan kekerasannya tergantung dari umur material dan faktor ekstrinsik, seperti pemakaian tembakau. Walaupun bakteri plak berperan pada keradangan penyakit periodontal, tetapi kalkulus juga menyebabkan suatu peningkatan akumulasi plak pada permukaan gigi. Iritasi plak bakteri dan keradangan yang terus menerus akan merusak integritas junctional epithelium. Sel-sel epitel akan mengalami degenerasi dan perlekatannya pada permukaan gigi mengalami kerusakan. Selanjutnya perlekatan epitel bergerak ke apikal dan membentuk poket periodontal, keadaan ini yang disebut periodontitis. (Eley & Cox 1998). Gejala Klinis

Tanda klinik dari periodontitis adalah:1. Inflamasi gingiva dan pendarahan2. Poket3. Resesi gingiva4. Mobilitas gigi5. Nyeri6. Halitosis dan rasa tidak enak

Pemeriksaan

1. Inflamasi gingiva dan pendarahanAdanya dan keparahan inflamasi gingiva tergantung pada statu kebersihan mulut; bila buruk, inflamasi gingiva akan timbul dan terjadi pendarahan waktu penyikatan atau bahkan pendarahan spontan. Bila penyikatan gigi pasien cukup baik, plak cukup terkontrol tetapi ada deposit subgingiva karena skaling yang kurang adekuat, adnya penyakit periodontal mungkin tidak ditemukan pada pemeriksaan superfisial.bila dilakukan pemeriksaan riwayat dengan cermat pasien sering melaporkan riwayat pendarahan dimasa lalu yang berhenti ketika ia makin rajin membersihkan giginya.

2. PoketPengukuran kedalaman poket merupakan bagian penting dari diagnosis periodontal tetapi harus tetap diinterpretasikan bersama dengan inflamasi gingiva dan pembengkakan.

Teoritis, bila tidak ada pembengkakan gingiva, poket sedalam lebih dari 2 mm menunjukkan adanya migrasi ke apikal dari epiteluim krevikular, tetapi pembengkakan inflamasi sangat sering mengenai individu muda usia sehingga poket sedalam 3-4mm dapat seluruhnya merupakan poket gingiva atau poket palsu.

Pemeriksaan kedalaman poket

3. Resesi gingivaResesi gingiva dan terbukanya akar dapat meyertai periodontitis kronis tetapi tidak selalu merupakan tanda dari penyakit. Bila ada resesi, pengukuran kedalaman poket hanya merupakan cerminan sebagian dari kerusakan periodontal seluruhnya.4. Mobilitas gigiBeberapa mobilitas gigi pada bidang labiolingual dapa terjadi pada gigi yang sehat, berakar tunggal, khususnya pada gigi insisivus bawah yang lebih kecil mobil daripada gigi berakar jamak.

Pemeriksaan dapat dilakukan dengan menekan salah satu sisi gigi yang bersangkutan dengan alat atau ujung jari dengan ujung jari lainnya pada sisi gigi yang berseberangna dan gigi tetangganya yang digunakan sebagai titik pedoman sehingga gerakan realtif dapat diperiksa. Cara lain untuk memeriksa mobilitas (walaupun tidak megukurnya) adalah dengan pasien mengoklusikan gigi-geliginya.

5. Derajat mobilitas gigi dapat dikelompokkanGrade 1. Hanya dirasakanGrade 2. Mudah dirasakan, pergeseran labiolingual 1 mmGrade 3. Pergeseran labiolingual lebih dri 1 mm, mobilitas dari gigi ke atas dan kebawah pada arah aksial.

6. NyeriNyeri atau sakit waktu gigi diperkusi menunjukkan adanya inflamasi aktif dari jaringan penopang, yang paling akut bila ada pembentukan abcess dimana gigi sangan sensitif terhadap sentuhan. Sensitivitas terhadap dingin atau panas dan dingin kadang ditemukan bila ada resesi gingiva dan terbukanya pulpa. Diagnosis

Diagnosis periodontitis ditegakkan berdasarkan anamnesa, gambaran klinik dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesa didapatkan gejala berupa gusimudah berdarah, gigi goyang. Dari pemeriksaan penunjang untuk memastikan bakteri penyebab dapat dilakukan kultur, dan untuk pemeriksaan radiologis, gambaran radiologik pada gigi yang mengalami kelainan periondontium biasa memperlihatkan kehilangan tulang yang menyeluruh baik vertikal maupun horizontal sepanjang permukaan pada ketinggian yang berberda-beda atau tampak gambaran destruksi processus alveolaris berbentuk V m(cup like resorption).

Penatalaksanaan

1.Skaling dan root planingSkaling subginggiva adalah metode paling konservatif dari reduksi poket dan bila poket dangkal, merupakan satu-satunya perawaan yang perlu dilakukan. Meskipun demikian, bila kedalaman poket 4 mm atau lebih, diperlukan perawatan tambahan. Ayng pain gsering adalah root planing dengan atau tanpa kuretase subginggiva.Skeling adalah suatu tindakan pembersihan plak gigi,kalkulus dan deposit-deposit lain dari permukaan gigi. Penghalusan akar dilakukan untuk mencegah akumulasi kembali dari deposit-deposit tersebut. Tertinggalnya kalkulus supragingival maupun kalkulus subgingival serta ketidak sempurnaan penghalusan permukaan gigi dan akar gigi mengakibatkan mudah terjadi rekurensi pengendapan kalkulus pada permukaan gigi.

2. AntibiotikAntibiotik biasanya diberikan untuk menghentikan infeksi pada gusi dan jaringan di bawahnya. Perbaikan kebersihan mulut oleh pasien sendiri juga sangat penting.Obat pilihan adalah tetrasiklin, tetapi akhir-akhir ini obat yang mengandung metronidazol dibuktikan sangat efektif terhadap bakteri patogen periodontal. Pengalaman klinik menunjukkan bahwa metronidazol dikombinasikan dengan amoksisilin sangat efektif untuk perawatan periodontitis lanjut dan hasilnya memuaskan.

3. Kumur-kumur antiseptikTerutama yang sering digunakan pada saat sekarang adalah chlorhexidin atau heksitidin yang telah terbukti efektif dalam meredakan proses peradangan pada jaringan periodontal dan dapat mematikan bakteri patogen periodontal serta dapat meghambat terbentuknya plak.

4. Bedah periodontalPada kasus-kasus yang lebih parah, tentunya perawatan yang diberikan akan jauh lebih kompleks. Bila dengan kuretase tidak berhasil dan kedalaman poket tidak berkurang, maka perlu dilakukan tindakan operasi kecil yang disebut gingivectomy. Tindakan operasi ini dapat dilakukan di bawah bius lokal.

Pada beberapa kasus tertentu yang sudah tidak bisa diatasi dengan perawatan di atas, dapat dilakukan operasi dengan teknik flap, yaitu prosedur yang meliputi pembukaan jaringan gusi, kemudian menghilangkan kotoran dan jaringan yang meradang di bawahnya.

5. Ektraksi gigiBila kegoyangan gigi parah atau didapatakan gangren pulpa, maka dilakukan ektraksi gigi.

Periodontitis

2.2.9 Pigmentasi Fisiologis

Warna mukosa mulut sangat dipengaruhi oleh ketebalan epitel yang menutupinya

dan vaskularisasi pada lamina propria yang terletak dibawahnya. Mukosa mulut kelihatan lebih pucat pada daerah-daerah dengan tekstur mukosa yang berkeratinisasi seperti pada gingiva dan palatum durum. Warna gingival yang normal adalah merah jambu ( coral pink ) dengan tekstur permukaan seperti kulit jeruk (stippling ) pada gingiva cekat dan tekstur yang licin pada gingiva bebas. Warnanya dipengaruhi oleh vaskularisasi, ketebalan dan derajat keratinisasi epitel, dan keberadaan sel-sel yang mengandung pigmen. Warna gingival bervariasi antar individu, dan tampaknya berkolerasi dengan pigmentasi pada kulit, artinya warna gingival lebih gelap pada individu yang warna kulitnya lebih gelap. Biasanya pigmen yang terlibat dalam memberi warna pada mukosa rongga mulut adalah melanin dan hemoglobin dalam darah. Melanin diproduksi oleh specialized pigments cells yang dikenal dengan melanocytes , yang terletak di lapisan sel basal epitel rongga mulut. Vestibulum, pipi, dasar mulut dan bibir bagian dalam memiliki lapisan epitel yang tipis, dapat digerak-gerakkan dan berwarna merah tua. Oleh karena epitel yang tipislah menyebabkan kapiler-kapiler yang terdapat dibawahnya dapat terlihat sehingga warna mukosa bagian-bagian rongga mulut tersebut tampak berwarna merah tua. Perubahan klinis pada rongga mulut akibat proses penuaan

Gambaran klinis yang dapat dilihat adalah mukosa tampak licin mengkilap (tidak ada stippling pada gingiva), pucat, kering, mudah mengalami iritasi dan pembengkakan, mudah terjadi pendarahan bila terkena trauma (lebih parah jika terdapat kelainan sistemik) serta elastisitasnya berkurang. Ini karena pertambahan usia menyebabkan sel epitel pada mukosa mulut mengalami penipisan, berkurangnya keratinisasi, berkurangnya vaskularisasi, serta penebalan serabut kolagen pada lamina propia.

Pigmentasi

2.2.10 Resorbsi Tulang Alveolar

Resorbsi tulang alveolar merupakan masalah yang sering terjadi pada rahang tanpa gigi, baik pada ra hang bawah maupun rahang atas. Resorbsi tulang alveolar dapat terjadi secara fisiologik dan patologik. Diduga lamanya tekanan yang terjadi pada permukaan tulang akan berpengaruh pula pada respon yang akan timbul di jaringan tulang yang bersangkutan. Resorbsi tulang alveolar sering ditemukan pada pasien yang sudah lama kehilangan gigi sehingga mengakibatk an linggir alveolar menjadi datar atau jaringan lunak sekitarnya yang flabby.

Resorpsi tulang adalah proses morfologi kompleks yang berhubungan dengan adanya erosi pada permukaan tulang dan sel raksasa multinucleated (osteoklas). Osteoklas berasal dari jaringan hematopoietic dan terbentuk dari penyatuan sel mononuclear (Carranza, 2002).

Ketika osteoklas aktif, terjadi pertambahan yang banyak dari enzim hidrolitik yang akan disekresikan pada daerah border. Enzim ini merusak bagian organik tulang. Aktivitas osteoklas dan morfologi border dapat dimodifikasi dan diregulasi oleh hormon seperti parathormone dan calcitonin yang mempunyai reseptor pada membran osteoklas (Carranza, 2002).

Ten Cate (1994) menggambarkan urutan terjadinya proses resorpsi sebagai berikut :

1. Perlekatan osteoklas pada permukaan tulang yang termineralisasi.

2. Pembentukan penutup lingkungan asam melalui aksi pompa proton, dimana

tulang terdemineralisasi dan terbukanya matriks organik.

3. Degradasi rnatriks organik yang telah terbuka dengan unsur pokok asam

amino aleh aksi enzim yang dikeluarkan, seperti asam fosfat dan cathepsine.4. Penghancuran io n mineral dan asam amino di dalam osteoklas (Carranza, 2002).

1.Resorpsi tulang alveolar berhubungan erat dengan penyakit periodontal yang apabila tidak dirawat akan menyebabkan kehilangan gigi.

2. Proses resorpsi tulang alveolar terjadi karena adanya peranan mediator inflamasi yang menstimulasi pernbentukan osteoklas.

3. Pola kerusakan tulang pada penyakit periodontal ada 2 macam, yaitu kehilangan tulang horizontal dan vertikal atau angular.

4. Resorpsi tulang alveolar lanjut dapat rnenyebabkan keterlibatan furkasi.

Etiologi

Faktor yang terlibat dalam kerusakan tulang pada penyakit periodontal adalah bakteri dan host. Produk bakteri plak menyebabkan differensiasi sel progenitor tulang menjadi osteoklas dan menstimulasi sel gingiva untuk mengeluarkan mediator yang mempunyai efek yang sama. Pada penyakit dengan perkembangan yang cepat seperti localized juvenile periodontitis, terdapat mikrokoloni bakteri atau satu sel bakteri yang berada diantara serat kolagen dan diatas permukaan tulang yang dapat memberikan efek langsung (Carranza, 2002).

Beberapa faktor host yang dikeluarkan oleh sel inflamasi dapat menyebabkan resorpsi tulang secara in vitro dan berperan dalam penyakit periodontal, termasuk prostaglandin dan prekursornya, interleukin 1- dan -, dan Tumor Necrosis Factor (TNF)- yang dihasilkan oleh host (Carranza, 2002).

Resorbsi tulang alveolar

2.2.11 Fordyce Granule

FordyceGranulesmunculdalambentukpapulaberwarnaputihkekuninganyangmultipleataubisajugamunculsebagaipapulaberwarnaputih. Fordyce Granule ini kadang terlihat menyerupai kumpulan, dan palingbanytak terdapat pada mukosa bukal dan berupa garis merah terang pada bibiratas.AdakalanyaFordyceGranules(FG)dapatterlihatpadaarea Retromolar Pad dan pada pillar tonsil anterior. Prevalensi terjadinya biasanya lebih seringterjadipadalaki-lakidibandingperempuan.Granulanyacenderung muncul pada masa pubertas dan meningkat dalam jumlah sesuai dengan meningkatnya umur. FG bersifat asimtomatik dan sering ditemukan dalamepemeriksaanrutin.Secarahistoric,FGiniidentikdengankelenjar sebasea normal yang ditemukan di dermis.

Glandula sebacea ektopik (Fordyce granulr) ditemukan pada sebagian besar pasien dan nampak sebagai papula berwarna putih-kekuningan yang terletak bilateral pada mukosa bukal. Kadang-kadang juga muncul pada mikosa bukal meskipun lebih jarang dijumpai. Rigi horisontal sering dijumpai pada mukosa bukal setinggi interdigitasi gigi geligi (linea alba) yang menunjukkan adanya hiperkeratosis benigna sekunder terhadap iritasi jangka panjang ringan tonjol-tonjol gigi. Muara glandula parotis (ductus Stensen) dapat ditemukan sebagai massa jaringan lunak kecil pada mukosa bukal berdekatan dengan molar pertama atas (Image 10).

Fordyce granule