60
GIGI IMPAKSI RAHANG BAWAH DAN PENATALAKSANAANNYA I. DEFINISI GIGI IMPAKSI Gigi impaksi adalah gigi yang sebagian atau seluruhnya tidak erupsi dan posisinya berlawanan dengan gigi lainnya, jalan erupsi normalnya terhalang oleh tulang dan jaringan lunak, terblokir oleh gigi tetangganya, atau dapat juga oleh karena adanya jaringan patologis. Impaksi dapat diperkirakan secara klinis bila gigi antagonisnya sudah erupsi dan hampir dapat dipastikan bila gigi yang terletak pada sisi yang lain sudah erupsi. Gigi impaksi adalah gigi yang gagal erupsi secara utuh pada posisi yang seharusnya. Hal ini dapat terjadi karena ketidaktersediaan ruangan yang cukup pada rahang untuk tumbuhnya gigi dan angulasi yang tidak benar dari gigi tersebut. 1

Gigi Impaksi Rahang Bawah

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Gigi Impaksi Rahang Bawah

GIGI IMPAKSI RAHANG BAWAH

DAN PENATALAKSANAANNYA

I. DEFINISI GIGI IMPAKSI

Gigi impaksi adalah gigi yang sebagian atau seluruhnya tidak erupsi dan

posisinya berlawanan dengan gigi lainnya, jalan erupsi normalnya terhalang oleh

tulang dan jaringan lunak, terblokir oleh gigi tetangganya, atau dapat juga oleh

karena adanya jaringan patologis. Impaksi dapat diperkirakan secara klinis bila gigi

antagonisnya sudah erupsi dan hampir dapat dipastikan bila gigi yang terletak pada

sisi yang lain sudah erupsi.

Gigi impaksi adalah gigi yang gagal erupsi secara utuh pada posisi yang

seharusnya. Hal ini dapat terjadi karena ketidaktersediaan ruangan yang cukup pada

rahang untuk tumbuhnya gigi dan angulasi yang tidak benar dari gigi tersebut.

II. ETIOLOGI GIGI IMPAKSI

Etiologi dari gigi impaksi bermacam-macam di antaranya kekurangan ruang,

kista, gigi supernumerari, retensi gigi sulung, infeksi, trauma, anomali, dan kondisi

sistemik. Faktor yang paling berpengaruh terhadap terjadinya impaksi gigi adalah

ukuran gigi. Sedangkan faktor yang paling erat hubungannya dengan ukuran gigi

adalah bentuk gigi. Bentuk gigi ditentukan pada saat konsepsi. Satu hal yang perlu

diperhatikan dan perlu diingat bahwa gigi permanen sejak erupsi tetap tidak berubah.

1

Page 2: Gigi Impaksi Rahang Bawah

Pada umumnya, gigi susu mempunyai besar dan bentuk yang sesuai serta

letaknya terletak pada maksila dan mandibula. Tetapi pada saat gigi susu tanggal

tidak terjadi celah antargigi, maka diperkirakan akan tidak cukup ruang bagi gigi

permanen penggantinya sehingga bisa terjadi gigi berjejal dan hal ini merupakan

salah satu penyebab terjadinya impaksi.

Penyebab meningkatnya impaksi gigi geraham rahang bawah disebabkan oleh

karena faktor kekurangan ruang untuk erupsi. Hal ini dapat dijelaskan antara lain

jenis makanan yang dikonsumsi umumnya bersifat lunak, sehingga untuk mencerna

tidak memerlukan kerja yang kuat dari otot-otot pengunyah, khususnya rahang

bawah menjadi kurang berkembang.

Istilah impaksi biasanya diartikan untuk gigi yang erupsi oleh sesuatu sebab

terhalang, sehingga gigi tersebut tidak keluar dengan sempurna mencapai oklusi yang

normal di dalam deretan susunan gigi geligi. Hambatan halangan ini biasanya berupa

hambatan dari sekitar gigi atau hambatan dari gigi itu sendiri.

Hambatan dari sekitar gigi dapat terjadi karena :

1. Tulang yang tebal serta padat

2. Tempat untuk gigi tersebut kurang

3. Gigi tetangga menghalangi erupsi gigi tersebut

4. Adanya gigi desidui yang persistensi

5. Jaringan lunak yang menutupi gigi tersebut kenyal atau liat

Hambatan dari gigi itu sendiri dapat terjadi karena :

1. Letak benih abnormal, horizontal, vertikal, distal, dan lain-lain.

2. Daya erupsi gigi tersebut kurang.

a. Berdasarkan Teori Filogenik

Berdasarkan teori filogenik, gigi impaksi terjadi karena proses evolusi

mengecilnya ukuran rahang sebagai akibat dari perubahan perilaku dan pola

makan pada manusia. Beberapa faktor yang diduga juga menyebabkan impaksi

antara lain perubahan patologis gigi, kista, hiperplasi jaringan, atau infeksi lokal.

Ada suatu teori yang menyatakan berdasarkan evolusi manusia dari

zaman dahulu sampai sekarang bahwa manusia itu makin lama makin kecil dan

ini menimbulkan teori bahwa rahang itu makin lama makin kecil, sehingga tidak

2

Page 3: Gigi Impaksi Rahang Bawah

dapat menerima semua gigi yang ada. Tetapi teori ini tidak dapat diterima,

karena tidak dapat menerangkan bagaimana halnya bila tempat untuk gigi

tersebut cukup, tetapi gigi tersebut tidak dapat tumbuh secara normal misalnya

letak gen abnormal dan mengapa ada bangsa yang sama sekali tidak mempunyai

gigi terpendam, misalnya Bangsa Eskimo, Bangsa Indian, Bangsa Maori, dan

sebagainya.

Kemudian seorang ahli yang bernama Nodine, mengatakan bahwa

sivilisasi mempunyai pengaruh terhadap pertumbuhan rahang. Makin maju suatu

bangsa maka stimulan untuk pertumbuhan rahangnya makin berkurang.

Kemajuan bangsa mempunyai hubungan dengan pertumbuhan rahang, karena

bangsa yang maju diet makanannya berbeda dalam tingkatan kekerasan

dibandingkan dengan bangsa yang kurang maju. Misalnya, bangsa-bangsa

primitif lebih sering memakan makanan yang lebih keras sedangkan bangsa

modern lebih sering makan malanan yang lunak, sehingga tidak atau kurang

memerlukan daya untuk mengunyah, sedangkan mengunyah merupakan

stimulasi untuk pertumbuhan rahang.

b. Berdasarkan Teori Mendel

Ada beberapa faktor yang menyebabkan gigi mangalami impaksi, antara

lain jaringan sekitar gigi yang terlalu padat, persistensi gigi susu, tanggalnya gigi

susu yang terlalu dini, tidak adanya tempat bagi gigi untuk erupsi, rahang terlalu

sempit karena pertumbuhan tulang rahang kurang sempurna, dan menurut teori

Mendel, jika salah satu orang tua mempunyai rahang kecil, dan salah satu orang

tua lainnya bergigi besar, maka kemungkinan salah seorang anaknya berahang

kecil dan bergigi besar. Sebagai akibat dari kondisi tersebut, dapat terjadi

kekurangan tempat erupsi gigi permanen sehingga terjadi impaksi.

c. Menurut Berger

Kausa Lokal

1. Posisi gigi yang abnormal

2. Tekanan terhadap gigi tersebut dari gigi tetangga

3. Penebalan tulang yang mengelilingi gigi tersebut

3

Page 4: Gigi Impaksi Rahang Bawah

4. Kurangnya tempat untuk gigi tersebut

5. Gigi desidui persistensi (tidak mau tanggal)

6. Pencabutan gigi yang prematur

7. Inflamasi yang kronis yang menyebabkan penebalan mukosa sekeliling

gigi

8. Adanya penyakit-penyakit yang menyebabkan nekrose tulang karena

inflamasi atau abses yang ditimbulkannya

9. Perubahan-perubahan pada tulang karena penyakit eksantem pada anak-

anak.

Kausa Umum

1. Kausa prenatal

a. Keturunan

b. Miscegenation

2. Kausa postnatal

Semua keadaan atau kondisi yang dapat mengganggu pertumbuhan

pada anak-anak seperti :

a. Ricketsia

b. Anemia

c. Syphilis kongenital

d. TBC

e. Gangguan kelenjar endokrin

f. Malnutrisi

3. Kelainan pertumbuhan

a. Cleido cranial dysostosis

Terjadi pada masa kongenital di mana terjadi kerusakan atau

ketidakberesan pada tulang cranial. Hal ini biasanya diikuti dengan

persistensi gigi susu dan tidak erupsinya atau tidak terdapat gigi

permanen, juga ada kemungkinan dijumpai gigi supernumerari

yang rudimeter.

b. Oxycephali

4

Page 5: Gigi Impaksi Rahang Bawah

Suatu kelainan di mana terdapat kepala yang lonjong, diameter

muka belakang sama dengan dua kali kanan atau kiri. Hal ini

mempengaruhi pertumbuhan rahang.

c. Progeria

d. Achondroplasia

e. Celah langit-langit

III.GIGI YANG PALING SERING MENGALAMI IMPAKSI

Gigi impaksi merupakan sebuah fenomena yang sering terjadi di masyarakat.

Gigi impaksi merupakan sumber potensial yang terus-menerus dapat menimbulkan

keluhan sejak gigi mulai erupsi. Keluhan utama yang paling sering dirasakan adalah

rasa sakit dan pembengkakan yang terjadi di sekeliling gusi gigi tersebut bahkan

kadang-kadang dapat mempengaruhi estetis.

Gigi molar tiga adalah gigi yang paling akhir erupsi dalam rongga mulut,

yaitu pada usia 18-24 tahun. Keadaan ini kemungkinan menyebabkan gigi molar tiga

lebih sering mengalami impaksi dibandingkan gigi yang lain karena seringkali tidak

tersedia ruangan yang cukup bagi gigi untuk erupsi. Menurut Chu yang dikutip oleh

Alamsyah dan Situmarong, 28,3 % dari 7.468 pasien mengalami impaksi, dan gigi

molar tiga mandibula yang paling sering mengalami impaksi (82,5%).

Adapun sumber lain yang menyebutkan bahwa erupsi gigi molar ketiga

rahang bawah banyak ditemukan pada pasien berusia 16 sampai dengan 21 tahun.

Disebutkan bahwa penyebab adanya kesulitan erupsi gigi adalah kurangnya atau

terbatasnya ruang untuk erupsi sehingga gigi molar ketiga bawah sering mengalami

impaksi.

Frekuensi gigi impaksi yang terjadi sesuai dengan urutan berikut.

1. Molar ketiga rahang bawah

2. Molar ketiga rahang atas

3. Kaninus rahang atas

4. Premolar rahang bawah

5. Kaninus rahang bawah

6. Premolar rahang atas

5

Page 6: Gigi Impaksi Rahang Bawah

7. Insisivus sentralis rahang atas

8. Insisivus lateralis rahang atas

Perkembangan dan pertumbuhan gigi-geligi seringkali mengalami gangguan

erupsi, baik pada gigi anterior maupun gigi posterior. Frekuensi gangguan erupsi

terbanyak pada gigi molar ketiga, baik di rahang atas maupun rahang bawah diikuti

gigi kaninus rahang atas. Gigi dengan gangguan letak salah benih akan menyebabkan

kelainan pada erupsinya, baik berupa erupsi di luar lengkung yang benar atau bahkan

terjadi impaksi. Gigi dinyatakan impaksi apabila setelah mengalami kegagalan erupsi

ke bidang oklusal.

IV. TANDA ATAU KELUHAN GIGI IMPAKSI

Ada beberapa orang yang mengalami masalah dengan terjadinya gigi

impaksi. Dengan demikian, mereka merasa kurang nyaman melakukan hal-hal yang

berhubungan dengan rongga mulut. Tanda-tanda umum dan gejala terjadinya gigi

impaksi antara lain :

1. Inflamasi, yaitu pembengkakan di sekitar rahang dan warna kemerahan pada

gusi di sekitar gigi yang diduga impaksi.

2. Resorpsi gigi tetangga, karena letak benih gigi yang abnormal sehingga

meresorpsi gigi tetangga.

3. Kista (folikuler).

4. Rasa sakit atau perih di sekitar gusi atau rahang dan sakit kepala yang lama

(neuralgia).

5. Fraktur rahang (patah tulang rahang).

V. KLASIFIKASI UMUM GIGI IMPAKSI

Gigi impaksi diklasifikasikan menjadi :

1. Klasifikasi Menurut Pell & Gregory

6

Page 7: Gigi Impaksi Rahang Bawah

a. Berdasarkan hubungan antara ramus mandibula dengan M2 dengan cara

membandingkan lebar mesio-distal M3 dengan jarak antara bagian distal

M2 ke ramus mandibula.

Kelas I : Terdapat ruang yang cukup untuk erupsi

Ukuran mesio-distal molar ketiga lebih kecil dibandingkan jarak antara

distal gigi molar kedua dengan ramus ascendens mandibula.

Kelas II : Ruang untuk erupsi lebih kecil

Ukuran mesio-distal molar ketiga lebih besar dibandingkan jarak antara

distal gigi molar kedua dengan ramus ascendens mandibula.

Kelas III : Tidak terdapat ruang untuk erupsi

Seluruh atau sebagian besar molar ketiga berada dalam ramus

mandibula.

b. Berdasarkan letak molar ketiga di dalam tulang

7

Page 8: Gigi Impaksi Rahang Bawah

Posisi A

Bagian tertinggi dari gigi M3 sama atau lebih tinggi dari bidang oklusal

M2.

Posisi B

Bagian tertinggi dari gigi M3 berada di bawah bidang oklusal M2,

tetapi masih lebih tinggi daripada garis servikal M2.

Posisi C

Bagian tertinggi dari gigi M3 terletak di bawah garis servikal M2.

Kedua klasifikasi ini biasanya digunakan berpasangan. Misalnya, Klas I

tipe B artinya panjang mesio-distal molar ketiga lebih kecil dibandingkan jarak

distal molar kedua ramus mandibula dan posisi molar ketiga berada di bawah

garis oklusal tetapi masih di atas servikal gigi molar kedua.

2. Klasifikasi Menurut George Winter

Berdasarkan posisi gigi M3 terhadap gigi M2

a. Vertikal

b. Horizontal

c. Inverted

d. Mesioangular (miring ke mesial)

e. Distoangular (miring ke distal)

f. Buccoangular (miring ke bukal)

g. Linguoangular (miring ke lidah)

h. Posisi tidak biasa lainnya yang disebut unusual position

8

Page 9: Gigi Impaksi Rahang Bawah

3. Klasifikasi Menurut Archer

Acher memberikan klasifikasi untuk impaksi yang terjadi di rahang atas.

a. Klasifikasi ini sebetulnya sama dengan klasifikasi Pell dan Gregory.

Bedanya, klasifikasi ini berlaku untuk gigi atas.

Kelas A

Bagian terendah gigi molar ketiga setinggi bidang oklusal molar kedua.

Kelas B

Bagian terendah gigi molar ketiga berada di atas garis oklusal molar

kedua, tetapi masih di bawah garis servikal molar kedua.

Kelas C

Bagian terendah gigi molar ketiga lebih tinggi daripada garis servikal

molar kedua.

b. Klasifikasi ini sebetulnya sama dengan klasifikasi George Winter.

Berdasarkan hubungan molar ketiga dengan sinus maksilaris.

Sinus Approximation

Bila tidak dibatasi tulang atau ada lapisan tulang yang tipis di antara

gigi impaksi dengan sinus maksilaris.

Non Sinus Approximation

9

Page 10: Gigi Impaksi Rahang Bawah

Bila terdapat ketebalan tulang yang lebih dari 2 mm antara gigi molar

ketiga dengan sinus maksilaris.

4. Klasifikasi Impaksi

a. Gigi Kaninus (C) Rahang Atas

Klas I

Gigi berada di palatum dengan posisi horizontal, vertikal, atau semi

vertikal.

Klas II

Gigi berada di bukal, dengan posisi horizontal, vertikal, atau semi

vertikal.

Klas III

Gigi dengan posisi melintang, korona di palatinal, akarnya melalui atau

berada di antara akar-akar gigi tetangga dan apeks berada di sebelah

labial atau bukal di rahang atas atau sebaliknya.

Klas IV

Gigi berada vertikal di prosessus alveolaris di antara gigi insisivus dan

premolar.

Klas V

Impaksi kaninus berada pada edentolous (rahang yang ompong).

b. Gigi Kaninus (C) Rahang Bawah

Level A

Mahkota gigi kaninus terpendam berada di servikal line gigi

sebelahnya.

Level B

Mahkota gigi kaninus terpendam berada di antara garis servikal dan

apikal akar gigi di sebelahnya.

Level C

Mahkota gigi kaninus terpendam berada dibawah apikal akar gigi

sebelahnya.

10

Page 11: Gigi Impaksi Rahang Bawah

5. Klasifikasi Impaksi Gigi Premolar (P)

Impaksi Premolar sering terjadi karena pencabutan prematur dari gigi

molar desidui. Dibanding gigi Premolar satu, lebih sering terjadi pada gigi

Premolar dua karena Premolar dua lebih lama erupsinya.

Impaksi pada Premolar mandibula lebih sering mengarah ke lingual dari

pada ke bukal, sedangkan pada maksila lebih sering ke palatinal daripada ke

bukal. Letaknya lebih sering vertikal, daya erupsinya lebih besar. Jika korona

belum nampak di rongga mulut dan gigi terletak di arkus dentalis maka

pengambilan gigi diambil dari bukal.

VI. PERTUMBUHAN MOLAR KETIGA RAHANG BAWAH

Gigi geraham bungsu bawah adalah gigi terakhir pada lengkung mandibula

dan gigi kedelapan dari garis tengah. Ia membantu gigi-geligi molar bawah lain

dalam mengelilingi dan menghancurkan makanannya, walaupun sering ia tidak dapat

melakukan fungsinya karena posisinya yang buruk, misalnya impaksi. Karena alasan

ini banyak contoh gigi molar ketiga praktis tampak tidak terkikis.

Kronologi pertumbuhan gigi molar ketiga yaitu :

a. Tahap inisiasi, terjadi pada umur 3,5-4 tahun. Tahap inisiasi adalah permulaan

pembentukan kuntum gigi (bud) dari jaringan epitel mulut.

b. Kalsifikasi dimulai, pada umur 8-10 tahun.

c. Pembentukan mahkota, pada umur 12-16 tahun.

d. Tahap erupsi, pada umur 17-21 tahun.

e. Pembentukan akar selesai, terjadi pada umur 18-25 tahun.

Rata-rata gigi molar ketiga bawah mengalami kalsifikasi pada usia 9 tahun

dan erupsi penuh pada usia 20 tahun. Proses pembentukan akar sempurna terjadi

pada usia 22 tahun. Dengan keluarnya gigi molar ketiga, maka selesailah proses

erupsi aktif gigi tetap.

Puncak tonjol mesial dan distal dari gigi molar ketiga bawah dapat

diidentifikasi pada usia kurang dari 8 tahun. Kalsifikasi enamel lengkap terjadi pada

usia 12 sampai 16 tahun. Erupsi terjadi antara usia 15 sampai 21 tahun atau lebih dan

akar terbentuk lengkap antara usia 18 sampai 25 tahun.

11

Page 12: Gigi Impaksi Rahang Bawah

Molar ketiga bawah klasik mempunyai bentuk mahkota yang sangat mirip

dengan molar kedua bawah, dengan 4 cusp dan morfologi molar bawah yang khas

seperti yang telah diuraikan sebelumnya, tetapi dengan lebih banyak fisura tambahan

yang berjalan dari fossa sentral. Seperti pada gigi geraham bungsu atas, bentuk

dasarnya menjadi sasaran banyak variasi.

Bila dilihat dari permukaan oklusal, kecembungan permukaan bukal yang

jelas mudah dibedakan dari permukaan lingual yang lebih datar. BagIan oklusal

peripheral secara keseluruhan serupa dengan molar bawah lain yang secara kasar

berbentuk bujur atau empat persegi, tetapi sudutnya cenderung lebih membulat

sampai tingkat beberapa molar ketiga bawah mempunyai bagan oklusal hampir

bundar. Lebar bukolingual gigi ini terkecil pada ujung distal.

Pada dasarnya dua akar, satu mesial dan satu distal, mirip dengan molar

bawah lain, kecuali bahwa ia lebih pendek dan tidak berkembang baik atau bisa

cenderung saling berfusi menjadi satu massa kerucut dalam beberapa kasus.

Lengkungan akar selalu ke distal, dan biasanya lebih besar daripada molar kedua

bawah. Dengan cara yang sama, lengkungan akar molar kedua bawah distal lebih

jelas daripada molar pertama bawah.

VII. KLASIFIKASI IMPAKSI GIGI MOLAR KETIGA RAHANG

BAWAH

1. Berdasarkan Sifat Jaringan

Berdasarkan sifat jaringan, impaksi gigi molar ketiga dapat

diklasifikasikan menjadi :

a. Impaksi jaringan lunak

Adanya jaringan fibrous tebal yang menutupi gigi terkadang

mencegah erupsi gigi secara normal. Hal ini sering terlihat pada kasus

insisivus sentral permanen, di mana kehilangan gigi sulung secara dini yang

disertai trauma mastikasi menyebabkan fibromatosis.

b. Impaksi jaringan keras

12

Page 13: Gigi Impaksi Rahang Bawah

Ketika gigi gagal untuk erupsi karena obstruksi yang disebabkan

oleh tulang sekitar, hal ini dikategorikan sebagai impaksi jaringan keras. Di

sini, gigi impaksi secara utuh tertanam di dalam tulang, sehingga ketika flap

jaringan lunak direfleksikan, gigi tidak terlihat. Jumlah tulang secara

ekstensif harus diangkat, dan gigi perlu dipotong-potong sebelum dicabut.

2. Klasifikasi Pell dan Gregory

Pell dan Gregory menghubungkan kedalaman impaksi terhadap bidang

oklusal dan garis servikal gigi molar kedua mandibula dalam sebuah pendekatan

dan diameter mesiodistal gigi impaksi terhadap ruang yang tersedia antara

permukaan distal gigi molar kedua dan ramus ascendens mandibula dalam

pendekatan lain.

a. Berdasarkan relasi molar ketiga bawah dengan ramus mandibula

Klas I

Diameter anteroposterior gigi sama atau sebanding dengan ruang antara

batas anterior ramus mandibula dan permukaan distal gigi molar kedua.

Pada klas I ada celah di sebelah distal Molar kedua yang potensial

untuk tempat erupsi Molar ketiga.

Klas II

Sejumlah kecil tulang menutupi permukaan distal gigi dan ruang tidak

adekuat untuk erupsi gigi. Sebagai contoh, diameter mesiodistal gigi

13

Page 14: Gigi Impaksi Rahang Bawah

lebih besar daripada ruang yang tersedia. Pada klas II, celah di sebelah

distal M.

Klas III

Gigi secara utuh terletak di dalam mandibula-akses yang sulit. Pada

klas III mahkota gigi impaksi seluruhnya terletak di dalam ramus.

b. Berdasarkan jumlah tulang yang menutupi gigi impaksi

Baik gigi impaksi atas maupun bawah bisa dikelompokkan berdasarkan

kedalamannya, dalam hubungannya terhadap garis servikal Molar kedua di

sebelahnya.

Faktor umum dalam klasifikasi impaksi gigi rahang atas dan rahang bawah :

Posisi A

Bidang oklusal gigi impaksi berada pada tingkat yang sama dengan

oklusal gigi molar kedua tetangga. Mahkota Molar ketiga yang impaksi

berada pada atau di atas garis oklusal.

Posisi B

Bidang oklusal gigi impaksi berada pada pertengahan garis servical dan

bidang oklusal gigi molar kedua tetangga. Mahkota Molar ketiga di

bawah garis oklusal tetapi di atas garis servikal Molar kedua.

Posisi C

Bidang oklusal gigi impaksi berada di bawah tingkat garis servikal gigi

molar kedua. Hal ini juga dapat diaplikasikan untuk gigi maksila.

Mahkota gigi yang impaksi terletak di bawah garis servikal.

14

Page 15: Gigi Impaksi Rahang Bawah

3. Klasifikasi Winter

Winter mengajukan sebuah klasifikasi impaksi gigi molar ketiga

mandibula berdasarkan hubungan gigi impaksi terhadap panjang aksis gigi molar

kedua mandibula. Beliau juga mengklasifikasikan posisi impaksi yang berbeda

seperti impaksi vertikal, horizontal, inverted, mesioangular, distoangular,

bukoangular, dan linguoangular. Quek et al mengajukan sebuah sistem

klasifikasi menggunakan protractor ortodontik. Dalam penelitian mereka,

angulasi dideterminasikan menggunakan sudut yang dibentuk antara pertemuan

panjang aksis gigi molar kedua dan ketiga. Mereka mengklasifikasikan impaksi

gigi molar ketiga mandibula sebagai berikut:

a. Vertikal (10 sampai dengan -10)

b. Mesioangular (11 sampai dengan -79)

c. Horizontal (80 sampai dengan 100)

d. Distoangular (-11 sampai dengan -79)

e. Lainnya (-111 sampai dengan -80)

Teori didasarkan pada inklinasi impaksi gigi molar ketiga terhadap

panjang axis gigi molar kedua.

Gambar. (1) mesioangular; (2) distoangular; (3) vertical; (4) horizontal;

(5) buccoangular; (6) linguoangular; (7) inverted

a. Mesioangular

Gigi impaksi mengalami tilting terhadap molar kedua dalam arah mesial.

b. Distoangular

15

Page 16: Gigi Impaksi Rahang Bawah

Axis panjang molar ketiga mengarah ke distal atau ke posterior menjauhi

molar kedua.

Gambar. Impaksi mesioangular molar ketiga rahang bawah kanan

dan distoangular pada molar ketiga rahang bawah kiri

(catatan: gigi molar ketiga rahang bawah tidak erupsi)

c. Horizontal : Axis panjang gigi impaksi horisontal.

Gambar. Impaksi horizontal bilateral molar ketiga rahang bawah

d. Vertikal

Axis panjang gigi impaksi berada pada arah yang sama dengan axis panjang

gigi molar kedua.

16

Page 17: Gigi Impaksi Rahang Bawah

Gambar. Sebuah impaksi dengan posisi vertikal

e. Bukal atau lingual

Sebagai kombinasi impaksi yang dideskripsikan di atas, gigi juga dapat

mengalami impaksi secara bukal atau secara lingual.

f. Transversal

Gigi secara utuh mengalami impaksi pada arah bukolingual.

g. Signifikansi

Tiap inklinasi memiliki arah pencabutan gigi secara definitif. Sebagai

contoh, impaksi mesioangular sangat mudah untuk dicabut dan impaksi

distoangular merupakan posisi gigi yang paling sulit untuk dicabut.

Gigi maksila dengan posisi bukal lebih mudah dicabut karena tulang

yang menutupi gigi lebih tipis, sedangkan gigi pada sisi palatal tertutupi jumlah

tulang yang banyak, dan membuat ekstraksi sulit untuk dilakukan.

Posisi mesioangular paling sering terjadi pada impaksi gigi bawah

sedangkan posisi distoangular paling sering terjadi pada impaksi gigi atas.

Untungnya kedua gigi tersebut juga paling mudah pencabutannya. Didasarkan

pada hubungan ruang, impaksi juga dikelompokkan berdasarkan hubungan bukal

lingualnya. Kebanyakan impaksi Molar ketiga bawah mempunyai mahkota

mengarah ke lingual. Pada impaksi Molar ketiga yang melintang, orientasi

mahkota selalu ke lingual. Hubungan melintang juga terjadi pada impaksi gigi

atas tetapi jarang.

4. Klasifikasi Impaksi Molar Ketiga Menurut Thoma

Thoma mengklasifikasikan kurvatura akar gigi molar ketiga yang

mengalami impaksi ke dalam tiga kategori:

17

Page 18: Gigi Impaksi Rahang Bawah

a. Akar lurus (terpisah atau mengalami fusi)

b. Akar melengkung pada sebuah posisi distal

c. Akar melengkung secara mesial

5. Klasifikasi Impaksi Molar Ketiga Menurut Killey dan Kay

Killey dan Kay mengklasifikasikan kondisi erupsi gigi molar ketiga

impaksi dan jumlah akar ke dalam tiga kategori yaitu :

a. Erupsi

b. Erupsi sebagian

c. Tidak erupsi

6. Menurut American Dental Association

Jumlah akar mungkin berjumlah dua atau multipel. Gigi impaksi juga

dapat terjadi dengan akar yang mengalami fusi. Dengan tujuan untuk

memberikan mekanisme logis dan praktik untuk industry asuransi. American

Association of Oral and Maxillofacial Surgeons mengklasifikasikan gigi impaksi

dan tidak erupsi berdasarkan prosedur pembedahan yang dibutuhkan untuk

melakukan pencabutan, daripada posisi anatomi gigi. Mereka

mengklasifikasikan gigi impaksi ke dalam empat kategori:

a. Pencabutan gigi hanya dengan impaksi jaringan lunak

b. Pencabutan gigi dengan impaksi tulang secara parsial

c. Pencabutan gigi dengan impaksi tulang secara sempurna

d. Pencabutan gigi dengan impaksi tulang sempurna dan komplikasi

pembedahan yang tidak biasa

Klasifikasi posisi gigi impaksi secara sistematis dan teliti membantu

dalam memeriksa arah pencabutan gigi impaksi dan juga mendeterminasikan

jumlah kesulitan yang akan dialami selama pencabutan.

VIII. EVALUASI KLINIS

18

Page 19: Gigi Impaksi Rahang Bawah

Pemeriksaan awal harus berupa sebuah riwayat medis dan dental, serta

pemeriksaan klinis ektra oral dan intra oral yang menyeluruh. Hasil penemuan positif

dari pemeriksaan ini seharusnya dapat mendeterminasikan apakah pencabutan

diindikasikan atau disarankan, dan harus mengikutsertakan pemeriksaan radiologi.

1. Pemeriksaan Umum

Pemeriksaan umum harus dilakukan dengan cara yang sama dengan

prosedur pembedahan lainnya. Adanya gangguan sistemik atau penyakit

sistemik harus dideteksi dan kehati-hatian harus diterapkan sebelum

pembedahan. Pasien juga harus diperiksa apakah sedang menjalani terapi

tertentu, seperti terapi irradiasi, terapi cytostatic, dan transplantasi organ.

2. Pemeriksaan Lokal

a. Status erupsi gigi impaksi

Status erupsi gigi impaksi harus diperiksa karena status

pembentukan mendeterminasikan waktu pencabutan. Idealnya, gigi dicabut

ketika duapertiga akar terbentuk. Jika akar telah terbentuk sempurna, maka

gigi menjadi sangat kuat, dan gigi terkadang displitting untuk dapat dicabut.

b. Resorpsi molar kedua

Karena kurangnya ruang molar ketiga yang impaksi sehingga

memungkinkan terjadi resorpsi akar pada molar kedua. Setelah pencabutan

gigi molar ketiga yang impaksi, molar kedua harus diperiksa untuk

intervensi endodontik atau periodontik tergantung pada derajat resorpsi dan

keterlibatan pulpa.

c. Adanya infeksi lokal seperti periokoronitis

Infeksi ini merupakan sebuah inflamasi jaringan lunak yang

menyelimuti mahkota gigi yang sedang erupsi yang hampir seluruhnya

membutuhkan penggunaan antibiotik atau prosedur yang jarang dilakukan,

eksisi pembedahan pada kasus rekuren. Periokoronitis rekuren terkadang

membutuhkan pencabutan gigi impaksi secara dini.

d. Pertimbangan ortodontik

Karena molar ketiga yang sedang erupsi, memungkinkan terjadi

berjejal pada regio anterior setelah perawatan ortodonti yang berhasil. Oleh

19

Page 20: Gigi Impaksi Rahang Bawah

karena itu, disarankan untuk mencabut gigi molar ketiga yang belum erupsi

sebelum memulai perawatan ortodontik.

e. Karies atau resorpsi molar ketiga dan gigi tetangga

Akibat kurangnya ruang, kemungkinan terdapat impaksi makanan

pada area distal atau mesial gigi impaksi yang menyebabkan karies gigi.

Untuk mencegah karies servikal gigi tetangga, disarankan untuk mencabut

gigi impaksi.

f. Status periodontal

Adanya poket sekitar gigi molar ketiga yang impaksi atau molar

kedua merupakan indikasi infeksi. Penggunaan antibiotik disarankan harus

dilakukan sebelum pencabutan gigi molar ketiga impaksi secara bedah

untuk mengurangi komplikasi post-operatif.

g. Orientasi dan hubungan gigi terhadap infeksi saluran akar gigi

Hal ini akan didiskusikan secara detail pada pemeriksaan radiologi.

h. Hubungan oklusal

Hubungan oklusal molar ketiga rahang atas terhadap molar ketiga

rahang bawah harus diperiksa. Ketika gigi molar ketiga rahang bawah yang

impaksi berada pada sisi yang sama diindikasikan untuk ekstraksi, sisi yang

satunya juga harus diperiksa.

i. Nodus limfe regional

Pembengkakan dan rasa nyeri pada nodus limfe regional mungkin

terindikasi infeksi molar ketiga.

j. Fungsi temporomandibular joint

3. Teknik Roentgenografi dalam Penentuan Gigi Impaksi

Sejalan dengan perkembangan teknik roentgenografi intraoral maupun

ekstraoral, dimulai dengan ditemukannya panagrafi sampai dengan panoramik

dengan demikian dimulailah roentgenogram gigi khususnya untuk melihat gigi

impaksi. Hasilnya dapat merupakan penuntun kerja bagi ahli bedah mulut dalam

menentukan dan penatalaksanaan kausatif lebih lanjut untuk gigi impaksi

tersebut. Saat ini teknik roentgenografi sangat diperlukan untuk penentuan lokasi

gigi impaksi, dengan kualitas hasil foto yang baik dan interpretasi yang akurat

20

Page 21: Gigi Impaksi Rahang Bawah

akan meringankan penatalaksanaan yang tepat bagi operator. Dalam teknik

roentgenografi penentuan lokasi gigi impaksi terdapat beberapa teknik proyeksi

dengan nama sendiri-sendiri, tetapi sangat penting pula dalam pemrosesan film

yang baik agar didapat kualitas gambar yang baik pula, yang akhirnya kita bisa

menginterpretasi lokasi dari gigi tersebut sehingga kendala atau faktor-faktor

kesulitan dalam penatalaksanaan gigi impaksi dapat dikurangi.

Teknik roentgenografi untuk lokasi gigi belakang berbeda dengan teknik

roentgenografi untuk lokasi gigi depan. Berikut akan dijelaskan mengenai teknik

roentgenografi untuk lokasi gigi belakang. Teknik roentgenografi ini dikenal

sebagai roentgenografi right angle procedure.

a. Teknik proyeksi

Pada teknik proyeksi ini mula-mula dilakukan teknik periapikal

kesejajaran biasa setelah diketahui gigi impaksi (gigi premolar dan molar)

maka dilakukan proyeksi true oklusal dengan menggunakan film periapikal

no.2 atau film oklusal no.4. Proyeksi sinar X diarahkan tegak lurus pada

film sedangkan fiksasi filmnya dioklusal plane diusahakan dalam proyeksi

ini sinar X menelurusi inklinasi gigi impaksi.

b. Interpretasi

Pada roentgenogram proyeksi true oklusal, terlihat gambaran

radiopak dari gigi impaksi bila dekat dengan kortek tulang rahang bukalis

maka gigi tersebut berada di bukal atau bila gigi impaksi tersebut dekat

dengan kortek tulang rahang di lingualis atau palatalis maka gigi tersebut

berada di lingualis atau palatalis. Untuk rahang bawah teknik ini lebih

mudah dilakukan daripada rahang atas karena inklinasi rahang bawah lebih

vertikal dibanding rahang atas.

c. Hal-hal Penting dalam Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan radiologis gigi impaksi harus dapat menguraikan hal-

hal berikut ini.

Tipe dan orientasi impaksi serta akses untuk mencapai gigi

Ukuran mahkota dan kondisinya

Jumlah dan morfologi akar

Tinggi tulang alveolar, termasuk kedalaman dan densitasnya

21

Page 22: Gigi Impaksi Rahang Bawah

Lebar folikuler

Status periodontal dan kondisi gigi tetangga

Hubungan atau kedekatan gigi-geligi rahang atas dengan kavitas nasal

atau sinus maksilaris

Hubungan atau kedekatan gigi-geligi rahang bawah dengan saluran

interdental, foramen mentale, batas bawah mandibula.

d. Jenis Radiografi

Jenis radiografi yang dapat digunakan, antara lain:

Periapikal, tomografi panoramik [atau oblique lateral] dan CT scan

untuk gigi molar tiga rahang bawah.

Tomografi panoramik [atau oblique lateral, atau periapikal yang

adekuat] untuk gigi molar tiga rahang atas.

Parallax film [dua periapikal atau satu periapikal dan satu film oklusal]

untuk gigi kaninus rahang atas

Radiografi periapikal dan true occlusal untuk gigi premolar dua rahang

bawah; radiografi panoramik juga dapat digunakan jika radiografi

periapikal tidak dapat menggambarkan seluruh gigi yang tidak erupsi.

IX. KRITERIA PERAWATAN GIGI IMPAKSI

22

Page 23: Gigi Impaksi Rahang Bawah

X. PENATALAKSANAAN GIGI IMPAKSI RAHANG BAWAH

a. Indikasi

a. Pencegahan tehadap Penyakit Periodontal

Gigi yang berdekatan dengan gigi yang impaksi merupakan salah

satu faktor predisposisi dari penyakit periodontal. Kehadiran gigi molar

ketiga rahang bawah mengurangi jumlah tulang pada bagian distal dari gigi

sebelahnya (molar kedua). Karena permukaan gigi yang paling sulit untuk

dibersihkan adalah bagian distal dari gigi terakhir pada lengkung, pasien

23

Page 24: Gigi Impaksi Rahang Bawah

juga bisa mengalami inflamasi gingival dengan migrasi apikal dari

perlekatan gingival pada daerah distal gigi molar kedua. Gingivitis minor

yang disebabkan oleh bakteri juga memiliki peluang yang besar terhadap

permukaan akar di mana menghasilkan periodontitis yang parah. Pasien

dengan gigi impaksi pada molar ketiga sering memiliki pocket periodontal

yang lebih dalam pada bagian distal molar kedua.

Dengan menghilangkan gigi molar tiga yang mengalami impaksi

secara cepat, penyakit periodontal bisa dicegah dan kemungkinan terjadinya

penyembuhan tulang pada area sebelumnya yang pernah terkena mahkota

molar ketiga dapat cepat terisi kembali.

b. Pencegahan terhadap Karies

Ketika gigi molar tiga mengalami impaksi atau erupsi sebagian,

bakteri dapat menimbulkan karies pada bagian distal molar dua.

c. Pencegahan terhadap Perikoronitis

Ketika gigi erupsi sebagian dengan jumlah jaringan lunak yang

banyak pada permukaan oklusal, pasien secara periodik sering mengalami

perikoronitis.

Perikoronitis adalah infeksi pada jaringan lunak yang mengelilingi

mahkota dari gigi yang erupsi sebagian dan disebabkan oleh flora normal

rongga mulut. Perikoronitis juga bisa terjadi karena secondary minor trauma

dari gigi molar tiga rahang atas. Jaringan lunak yang menutupi mahkota gigi

molar tiga sebagian (operculum) bisa mengalami trauma dan terjadi

pembengkakan. Penyebab lain dari perikoronitis adalah terjebaknya sisa

makanan dibawa operculum. Selama makan, sejumlah makanan masuk

kedalam operculum dan terjebak di antara operculum dan mahkota gigi

yang impaksi. Karena tidak dapat dibersihkan, bakteri masuk dan dimulailah

perikoronitis.

Pencegahan dari perikoronitis adalah dengan mengambil gigi molar

tiga yang mengalami impaksi sebelum erupsi. Meskipun eksisi permukaan

jaringan lunak yang menutupi gigi impaksi atau disebut operkulektomi

merupakan metode yang dapat mencegah terjadinya perikoronitis,

operkulektomi sangat sakit dan kadang tidak memberikan hasil yang lebih

24

Page 25: Gigi Impaksi Rahang Bawah

baik. Hal itu malah akan membuat operculum tumbuh kembali. Penanganan

utama dalam pencegahan perikoronitis adalah hanya dengan mengekstraksi

gigi yang mengalami impaksi tersebut.

d. Pencegahan terhadap resorpsi akar

Terkadang, gigi yang mengalami impaksi memberikan tekanan pada

akar gigi sebelahnya dan menyebabkan resorpsi akar.

e. Gigi impaksi di bawah protesa

Ada beberapa alasan gigi impaksi harus dihilangkan sebelum

dibuatkan protesa pada pasien edentulous. Jika gigi impaksi tersebut

dihilangkan setelah pembuatan protesa, protesa tersebut akan menekan

jaringan lunak pada daerah bekas pencabutan yang tidak tertutup oleh tulang

dan bisa menyebabkan ulserasi dan terjadi infeksi odontogenik. Gigi

impaksi harus dihilangkan sebelum pembuatan protesa karena jika gigi

impaksi dihilangkan setelah pembuatan protesa, alveolar ridge akan berubah

setelah ekstraksi dan protesa menjadi kehilangan fungsi dan tidak nyaman

digunakan.

f. Pencegahan terhadap kista odontogenik dan tumor

Ketika gigi impaksi tertahan oleh tulang alveolar, hubungan kantung

follicular juga akan tertahan. Meskipun pada kebanyakan pasien dental

follicular bertahan pada ukuran normal, tetapi bisa saja berkembang menjadi

kista dan kista dentigerous atau keratosit. Dokter gigi bisa mendiagnosis

kista sebelum mencapai ukuran yang besar. Bagaimanapun, kista yang tidak

termonitor bisa menjadi sangat besar ukurannya. Sebagai petunjuk umum,

jika ruangan folicullar disekitar mahkota gigi lebih dari 3 mm, diagnosis

kista dentigerous bisa ditegakkan.

g. Treatment terhadap nyeri yang tidak terdefinisikan

Adakalanya, pasien datang ke dokter gigi mengeluhkan adanya nyeri

pada bagian retromolar mandibula dengan alasan yang tidak jelas. Jika

kondisi seperti sindrom nyeri otot wajah dan kelainan TMJ tidak termasuk

dan pasien memiliki gigi impaksi, pencabutan gigi impaksi bisa menjadi

solusi untuk nyerinya.

h. Pencegahan terhadap fraktur rahang

25

Page 26: Gigi Impaksi Rahang Bawah

Gigi impaksi molar tiga rahang bawah biasanya menempati darah

yang berisi tulang pada mandibula dan menyebabkan tulang pada bagian

tersebut menjadi lemah. Jika fraktur terjadi pada daerah gigi molar tiga yang

impaksi, gigi tersebut harus dihilangkan sebelum fraktur direduksi dan IMF

diaplikasikan.

i. Memfasilitasi perawatan ortodontik

Pada pasien yang menaik molar pertama dan molar kedua dengan

perawatan ortodontik, kehadiran molar tiga yang mengalami impaksi akan

menghambat perawatan. Untuk itu, biasanya direkomendasikan untuk

dilakukan pencabutan gigi molar tiga sebelum dilakukan perawatan. Kondisi

lainnya, jika pencabutan molar ketiga dilakukan setelah perawatan, hal itu

bisa menyebabkan terjadi crowding pada gigi incisal.

j. Mengoptimalkan penyembuhan periodontal

Seperti disebutkan sebelumnya, salah satu indikasi yang paling

penting untuk pengangkatan gigi molar ketiga yang impaksi adalah untuk

menjaga kesehatan periodontal. perhatian diberikan kepada dua parameter

utama kesehatan setelah operasi molar ketiga, yaitu, tinggi tulang pada

aspek distal molar kedua dan tingkat perlekatan pada aspek distal molar

kedua. Penelitian terbaru telah memberikan informasi tentang kemungkinan

penyembuhan periodontal secara optimal. Dua faktor yang paling penting

adalah luasnya kerusakan infrabony praoperasi pada aspek distal molar

kedua dan pasien usia pada saat operasi. Jika sejumlah besar tulang distal

hilang karena gigi impaksi dan folikel, sangat kecil kemungkinan bahwa

pocket infrabony bisa berkurang Demikian juga, jika pasien berusia tua,

maka kemungkinan penyembuhan tulang menurun. Pasien yang melakukan

odontektomi sebelum usia 25 lebih cenderung memiliki penyembuhan

tulang yang lebih baik daripada mereka yang melakukan odontektomi

setelah usia 25. Pada pasien yang lebih muda, tidak hanya penyembuhan

periodontal inisial yang lebih baik, tetapi regenerasi jangka panjang

periodontal ini jelas lebih baik.

b. Kontraindikasi

26

Page 27: Gigi Impaksi Rahang Bawah

a. Umur yang ekstrim

Kontraindikasi yang paling umum untuk odontektomi adalah bagi

pasien lanjut usia. Pasien lanjut usia memiliki tulang yang sangat kaku,

sehingga kurang fleksibel. Oleh karena itu pada pasien yang lebih tua

(biasanya di atas usia 35) dengan gigi yang impaksi yang tidak

menunjukkan tanda-tanda penyakit, gigi tidak harus diekstraksi. Jika gigi

impaksi menunjukkan tanda-tanda pembentukan kista atau penyakit

periodontal yang melibatkan gigi yang berdekatan ataupun gigi impaksi,

atau menjadi gejala sebagai focal infeksi, maka gigi harus diekstraksi.

b. Pasien dengan status compromised

Jika fungsi jantung pasien atau pernafasan atau pertahanan tubuh

terhadap infeksi terganggu, ahli bedah harus mempertimbangkan

dilakukannya odontektomi. Namun, jika gigi menjadi focal infeksi, dokter

bedah harus bekerja hati-hati untuk mengekstraksi gigi tersebut.

c. Kemungkinan kerusakan yang luas pada struktur gigi sebelahnya

Untuk pasien yang lebih muda yang mungkin mengalami gejala gigi

impaksi, dokter gigi akan secara bijaksana mencegah kerusakan struktur

gigi ataupun tulang yang berdekatan. Namun, untuk pasien yang lebih tua

tanpa tanda-tanda komplikasi yang akan muncul dan kemungkinan

terjadinya komplikasi rendah, gigi impaksi tidak boleh diekstraksi. Sebuah

contoh misalnya pasien yang lebih tua dengan potensi kerusakan periodontal

pada aspek distal molar kedua tetapi dalam pengangkatan molar ketiga bisa

mengakibatkan hilangnya molar kedua. Dalam situasi ini gigi impaksi tidak

boleh diekstraksi.

d. Sebelum akar gigi mencapai panjang 1/3 atau 2/3.

e. Pasien menolak untuk dilakukan tindakan pencabutan gigi impaksinya.

c. Informed Consent

Pasien sebaiknya mengetahui resiko perawatan dan akibat yang lebih

buruk dari operasinya, sehingga perlu dibuat informed consent. Pasien

diberitahukan tentang adanya rasa sakit, pembengkakkan, kesulitan membuka

mulut dan kemungkinan terjadinya fraktur.

27

Page 28: Gigi Impaksi Rahang Bawah

d. Pemilihan Teknik Anestesi

Riwayat medis menyeluruh harus diambil dari seluruh pasien yang akan

diekstraksi untuk meyakinkan bahwa aman untuk melakukan operasi dan

memilih tipe anestesi yang tepat. Ada juga pasien yang perawatannya lebih baik

dilakukan di rumah sakit di bawah pengawasan emergensi yang lengkap seperti,

pasien yang beresiko tinggi dengan infeksi endokarditis seperti pasien dengan

katup jantung buatan; pasien yang baru dilakukan radioterapi pada rahang dan

beresiko terjadinya osteoradionekrosis.

Pemilihan anestesi

Faktor yang mempengaruhi pemilihan teknik anestesi meliputi riwayat

medis pasien dan tingkat kooperatif pasien. Selain itu, ada beberapa faktor yang

mengindikasikan penggunaan anestesi lokal atau umum.

a. Anestesi Lokal

Prosedur operasi kurang dari 30-45 menit

Operasi dilakukan pada satu sisi mulut

Daerah operasi yang langsung terlihat

b. Anestesi Umum

Sisi operasi yang multipel

Operasi dengan lapangan pandang yang sulit

Prosedur yang komplikasi dan durasi yang tidak dapat diperkirakan

e. Tindakan Pra Pembedahan

a. Pemeriksaan keadaan umum penderita, dengan anamnesa dan pemeriksaan

klinis.

b. Pemeriksaan penunjang dengan foto rontgen, sehingga dapat mengevaluasi

dan mengetahui kepadatan dari tulang yang mengelilingi gigi, sebaiknya

didasarkan pada pertimbangan usia penderita, hubungan atau kontak dengan

gigi molar kedua, hubungan antara akar gigi impaksi dengan kanalis

mandibula, dan morfologi akar gigi impaksi, serta keadaan jaringan yang

menutupi gigi impaksi, apakah terletak pada jaringan lunak saja atau

terpendam di dalam tulang.

c. Menentukan tahapan perencanaan pembedahan yang meliputi :

28

Page 29: Gigi Impaksi Rahang Bawah

Perencanaan bentuk, besarnya, dan tipe flap.

Menentukan cara mengeluarkan gigi impaksi, apakah dengan

pemotongan tulang, pemotongan gigi impaksi, atau kombinasi

keduanya.

Perkiraan banyaknya tulang akan dibuang untuk mendapatkan ruang

yang cukup untuk mengeluarkan gigi impaksi.

Perencanaan penggunaan instrumen yang tepat.

Menentukan arah yang tepat untuk pengungkitan gigi dan menyebabkan

trauma yang seminimal mungkin.

Desain Flap

Faktor yang paling penting dalam mendesain bentuk flap tergantung

posisi gigi molar tiga yang impaksi dan pengambilan tulang yang menutupinya,

serta memperhatikan struktur anatomi. Desain flap yang banyak digunakan

yaitu:

a. Flap insisi sulkus gigi molar kedua (Flap envelop)

b. Flap insisi sulkus gigi molar kedua dan gigi molar pertama (Flap envelop)

c. Insisi sulkus gigi molar kedua dengan perluasan vestibular (Flap bayonet)

d. Flap paramarginal gigi molar kedua dengan perluasan vestibular (Flap

LShaped)

e. Flap lingual

f. Tindakan Pembedahan

a. Operkulektomi

b. Odontektomi :

29

Page 30: Gigi Impaksi Rahang Bawah

Teknik “Split Bone”

Teknik Tooth Division/ odontotomi

30

Page 31: Gigi Impaksi Rahang Bawah

Persiapan alat

Handle scalpel No. 3

Pisau Bard Parker No. 15

Raspatorium

Bur

Hammer dan Chisel

Elevator lurus dan bersudut

Tang ekstraksi

Kuret

Bone file

Jarum dan benang jahit

Neddle holder dan gunting

Sonde, pinset, dan kaca mulut

31

Page 32: Gigi Impaksi Rahang Bawah

Faktor penyulit

Bentuk akar yang abnormal

Hipersementosis

Tingkat kepadatan tulang

Dekat pembuluh darah, syaraf dan sinus maksilaris.

Pandangan operasi yang sempit

Tahap-tahap Pembedahan

1. Posisi Vertikal

a. Relasi Mahkota-mahkota

Kasus-kasus impaksi gigi molar tiga umumnya mempunyai hubungan

dengan sebagian distobukal gigi yang terpendam di ramus ascenden.

Flap

Molar 1 atau molar 2 dan flap insisi sulkus molar 2 akan

memberikan lapang pandang yang cukup.

32

Page 33: Gigi Impaksi Rahang Bawah

Prosedur Pengambilan Tulang dan Luksasi

Pengambilan tulang distobukal dan pembukaan bagian paling

menonjol dari akar gigi, biasanya akan memberikan akses yang cukup

sehingga gigi dapat diangkat dengan forceps atau elevator. Apabila akar

divergen, prosedur separasi mungkin diperlukan atau tulang

disekitarnya harus diambil. Apabila elevator digunakan pada posisi

yang menekan molar 2, penting untuk menempatkan jari pada

permukaan oklusal

b. Relasi Mahkota – Serviks

Masalah pembedahan yang sulit, dan kadangkala membahayakan

integritas dari kanalis mandibula, sehingga diperlukan diagnosis

melalui radiografi tiga dimensi dari relasi kanalis mandibula dan akar

molar tiga.

Flap

Insisi sulkus dengan perluasan vestibular sangat berguna

Pengambilan tulang

Meliputi bagian bukal yang menutupi mahkota. Osteotomi harus

menyediakan tempat bagi insersi elevator di servikal regio mesial dan

atau bukal sesuai dengan anatomi akar.

Prosedur pemotongan Gigi dan Luksasi

Pemotongan gigi biasanya memudahkan separasi mahkota dari

akar. Apabila anatomi akar memungkinkan ekstruksi aksial, separasi

lebih lanjut tidak diperlukan. Groove retensi dibuat pada bagian bukal

akar dan akar dapat dielevasi dengan elevator. Jika tidak berhasil, akar

perlu dipisahkan

c. Relasi Mahkota-Akar

Kasus-kasus ini sangat sulit dan ada resiko kerusakan yang signifikan

pada isi dari kanalis mandibula. Melalui pemeriksaan radiografi

seharusnya dapat ditentukan relasi antara molar tiga dengan kanal. Pada

hampir semua kasus isi kanalis mandibula akan terlihat dari penekanan

33

Page 34: Gigi Impaksi Rahang Bawah

pada akar dan pemeriksaan radiografi harus menunjukkan bagian bukal,

lingual dan apikal. Pada beberapa kasus dapat diindikasikan untuk

membatasi prosedur pembedahan untuk pengambilan mahkota dan

komponen akar secara in situ.

Flap

Di rekomendasikan flap dengan perluasan vestibular.

Pengambilan tulang

Sama dengan relasi antara mahkota dengan servikal tapi lebih

banyak tulang yang harus diambil. Posisi yang lebih dalam

melemahkan mandibula sehingga kekuatan yang digunakan pada

elevator mungkin akan menyebabkan fraktur rahang. Terutama pada

impaksi yang dalam dimana tulang bukal sangat luas dan pendekatan

lingual dapat dilakukan.

2. Posisi Mesioangular

a. Relasi Mahkota-mahkota

Flap : flap insisi sulkus lebih dipilih

Pengambilan tulang

Pengambilan bukal dan terutama tulang distal kecuali terdapat

pembesaran folikel yang disebabkan resorbsi di regio tersebut.

Pemotongan Gigi

Sesuai dengan angulasi dan atau anatomi akar, meski tidak

dilakukan pemotongan gigi, pemotongan cusp distal atau akar distal

tetap diperlukan.

34

Page 35: Gigi Impaksi Rahang Bawah

Prosedur Luksasi

Setelah dilakukan pemotongan, elevator ditempatkan di mesial

atau bukal sesuai anatomi akar.

b. Relasi Mahkota-Serviks

Flap

Flap insisi sulkus dengan perluasan vestibular lebih tepat pada

kasus ini.

Pengambilan tulang

Lebih banyak dibandingkan pada relasi mahkota-mahkota tapi

tetap harus mengikuti aturan pembukaan seluruh permukaan bukal dan

batas servikal, dan pada beberapa kasus pada permukaan distal dari

molar tiga.

Pemotongan Gigi

Pemotongan cusp distal atau akar distal dipilih menurut anatomi

akar, biasanya penting untuk menghindari trauma pada pengambilan

gigi.

Prosedur Luksasi

Ketika bagian distal gigi telah diangkat dengan elevator terdapat

ruang yang adekuat untuk memindahkan bagian mesial dengan

menempatkan elevator di mesial. Prosedur luksasi lateral dapat dicapai

dengan menggunakan groove retensi bukal pada akar.

c. Relasi Mahkota-Akar

Flap : Insisi sulkus dengan perluasan vestibular lebih optimal.

Pengambilan Tulang

Pada posisi ini lebih banyak tulang yang harus dibuang untuk

membuka permukaan bukal mahkota dan beberapa permukaan distal.

Alternatif lain pendekatan lingual dapat digunakan.

Pemotongan Gigi

Teknik yang digunakan sama dengan relasi mahkota-mahkota

dan relasi mahkota-akar.

35

Page 36: Gigi Impaksi Rahang Bawah

Prosedur Luksasi

Harus diperhatikan fulkrum dari prosedur luksasi karena pada

beberapa situasi dapat menekan apeks akar dan mengenai kanalis

mandibula.

3. Angulasi Horizontal

a. Relasi Mahkota-Mahkota

Flap

Insisi sulkus molar 1 dan 2 dengan perluasan vestibular biasanya

cukup untuk mendapatkan akses yang adekuat terhadap molar 3.

Pengambilan Tulang

Tulang pada bagian bukal dan distal gigi harus diambil.

Pemotongan Gigi

Separasi mahkota dari akar dengan garis separasi vertikal

memungkinkan pengambilan bagian mahkota.

Prosedur Luksasi

Setelah pengambilan mahkota, komponen akar diambil dengan

elevator setelah dibuat groove retensi pada bagian bukal atau distal dari

akar.

b. Relasi Mahkota-Serviks

Flap : Flap insisi sulkus dengan perluasan vestibular diindikasikan.

Pengambilan Tulang

36

Page 37: Gigi Impaksi Rahang Bawah

Pada sudut distobukal molar 2 pengambilan tulang harus sangat

konservatif dengan tujuan untuk mengoptimalkan penyembuhan pada

regio ini.

Pemotongan Gigi

Bila pengambilan bagian mahkota tidak memberikan ruang yang

cukup untuk ekstruksi penuh dari akar, maka separasi akar harus

dilakukan.

Prosedur Luksasi : sama dengan relasi mahkota-mahkota.

c. Relasi Mahkota-Akar

Flap : insisi sulkus dengan perluasan vestibular.

Pengambilan Tulang

Harus cukup sehingga permukaan bukal dan distal mahkota

terlihat.

Pemotongan Gigi

Pembedahan untuk membuat groove retensi di akar distal

memungkinkan luksasi anterior dari komponen akar. Pada kasus akar

yang sangat panjang, teknik pemotongan akar multiple harus

digunakan. Prosedur ini memberikan tekanan yang minimal pada

kanalis mandibula.

37

Page 38: Gigi Impaksi Rahang Bawah

4. Posisi Distoangular

a. Relasi Mahkota-mahkota

Flap : insisi sulkus molar 2 memberi akses memadai pada molar 3

Pengambilan Tulang

Biasanya dilakukan pada aspek bukal dan setiap tulang distal

yang menghalangi. Pada beberapa kasus gigi dapat diambil dengan

elevetor yang ditempatkan dimedial atau bukal setelah groove retensi

dibuat.

Pemotongan Gigi

Bila ukuran mahkota menutupi ruangan yang ada, mahkota

harus di separasi dari akar dengan batas marginal. Tergantung pada

anatomi akar, akar dapat diambil secara in toto atau akar distal

dipisahkan dari akar mesial.

Prosedur Luksasi

Akar diambil dengan membuat groove retensi pada bagian bukal

akar atau menempatkan elevator di bagian mesial.

b. Relasi mahkota-Serviks

Flap : sama dengan relasi mahkota-mahkota.

Pengambilan Tulang

Lebih banyak tulang yang diambil dibandingkan pada relasi

mahkota-mahkota.

38

Page 39: Gigi Impaksi Rahang Bawah

Pemotongan Gigi

Prinsip yang digunakan sama dengan prinsip pada relasi

mahkota-mahkota

Prosedur Luksasi

Sama dengan prosedur pada relasi mahkotamahkota.

c. Relasi Mahkota-Akar

Flap : flap sama dengan yang digunakan pada relasi molar 2.

Pengambilan Tulang : lebih luas dibandingkan mahkota-serviks.

Pemotongan Gigi

Pemotongan mahkota horizontal dilakukan seperti pada tipe

impaksi distoangular

Prosedur Luksasi

Prosedurnya sama dengan tipe-tipe impaksi Distoangular

5. Posisi Bukolingual

a. Kemiringan Bukal

Pada lokasi ini dapat digunakan insisi sulkus molar 2 dengan perluasan

vestibular. Tulang yang menutupi bagian mahkota dan serviks akar

diambil. Mahkota dipisahkan dari akar dan diambil. Bagian akar dapat

diluksasi ke bukal dan diambil.

b. Kemiringan Lingual

Prosedur pembedahan yang digunakan sama seperti prosedur pada

posisi bukal. Pendekatan lingual biasanya lebih mudah.

7. Komplikasi Pembedahan

a. Komplikasi Intra Operatif

1. Perdarahan masif dapat terjadi. Penanganannya dengan penekanan dan

penjahitan.

2. Fraktur tuberositas maksila pada odontektomi molar tiga atas.

Penanganannya penempatan kembali fragmen dan ikat dengan

39

Page 40: Gigi Impaksi Rahang Bawah

penjahitan atau dental wire selama 3-4 minggu, kemudian rencanakan

untuk pencabutan gigi setelah terjadi penyembuhan dari tuberositas atau

pengeluaran fragmen dan penutupan luka dengan penjahitan primer

rapat.

3. Pada odontektomi molar tiga atas atau kaninus atas .Gigi menembus

dasar sinus. Penanganannya tempatkan kembali gigi dan splint pada

posisi tersebut, lalu tutup dengan kassa yang dibasahi antiseptik yang

akan dikeluarkan 2-3 minggu kemudian. Jika fistula 2-6 mm dilakukan

pengurangan ujung socket tulang dan penjahitan pinggirannya dengan

metode delapan.

4. Pemindahan tempat/displacement. Penanganannya hentikan prosedur

secepatnya untuk mencegah berpindahnya gigi kejaringan yang lebih

dalam. Lakukan rontgen paling sedikit dari dua tempat untuk

menentukan posisi dari gigi yang berpindah. Amati tanda-tanda

peradangan yang berhubungan dengan pindahnya gigi. Pemberian

analgesik dan antibiotik. Penjadwalan kembali untuk pengambilan

fragmen.

5. Fraktur akar/mahkota. Penanganannya lakukan rontgen foto untuk

melihat posisi dari fragmen fraktur. Pemberian analgesik dan antibiotik.

Penjadwalan kembali untuk pengambilan fragmen fraktur.

6. Fraktura mandibula pada odontektomi molar tiga bawah

7. Empisema karena penggunaan tekanan udara yang berlebihan

8. Kerusakan jaringan lunak.

9. Cedera pada N. Alveolaris inferior atau N. Lingualis.

10. Patahnya alat bedah.

b. Komplikasi Pasca Bedah

1. Alveolitis/ dry socket

Penanganannya dengan cara dilakukan irigasi dengan normal salin dan

diaplikasikan bahan-bahan yang bersifat analgesik seperti yang

mengandung eugenol

2. Perdarahan sekunder

40

Page 41: Gigi Impaksi Rahang Bawah

3. Trismus

4. Edema, untuk pencegahan dapat diberikan kompres es segera setelah

pembedahan selama 20 menit.

5. Parestesi, dapat ditanggulangi dengan pemberian neurotropik vitamin

6. Problema periodontal pada gigi sebelahnya

7. Hematoma

8. Instruksi pasca pembedahan

Diterangkan pada pasien bahwa proses penyembuhan tergantung pula

pada pasien untuk melaksanakan instruksi setelah pembedahan. Kondisi yang

biasa terjadi yaitu rasa sakit, perdarahan, dan pembengkakan.

Tindakan yang sebaiknya dilakukan :

a. Gunakan obat sesuai yang dianjurkan dalam resep

b. Tempatkan kasa di atas daerah pencabutan, bukan di dalam soketnya

c. Lakukan kompres dingin untuk mengurangi pembengkakan

d. Tidurlah dengan kepala agak dinaikkan, ini dapat mengurangi

pembengkakan

e. Berkumur sehabis makan

f. Diet lunak

g. Cukup istirahat

Tindakan yang harus dihindarkan :

a. Hindari makanan yang keras

b. Jangan menghisap-hisap daerah bekas operasi

c. Jangan sering meludah

d. Hindarkan daerah bekas operasi dari rangsang panas

e. Tidak melakukan kerja berat

9. Kontrol

Pasien kembali kontrol setiap hari sampai jahitan dibuka. Kontrol

perdarahan. Kontrol rasa sakit dan rasa tidak nyaman, termasuk diet, oral

hygiene, edema, infeksi, trismus, ekimosis.

41

Page 42: Gigi Impaksi Rahang Bawah

DAFTAR PUSTAKA

Andreasen J.O. 1997. Textbook and Color Atlas of Tooth Impactions Diagnosis

Treatment Prevention, 1st ed. CV Mosby Company.

Archer W.H. 1975. Oral and Maxillofacial Surgery, 5th ed. W.B. Saunders.

Gans, Benjamin J. 1972. Atlas of Oral Surgery. CV Mosby Company.

Pedersen W.G. 1996. Buku Ajar Praktis Bedah Mulut. Jakarta: EGC.

Peterson L.J. 1998 Principles of Management of Impacted Teeth in Peterson L.J., et

al (editor), Conpemporary Oral and Maxillofacial Surgery, 3rd ed. St. Louis:

Mosby Yearbook Inc.

Peterson L.J. 2003. Contemporary Oral Maxillofacial Surgery, 4th ed. St.Louis: CV

Mosby Company.

42