Upload
julius-m-siahaan
View
64
Download
5
Embed Size (px)
DESCRIPTION
gingivitis eruptivaeccberbagai gingivitis
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG MASALAH
Kasus ini bermula pada keluhan seorang ibu ke Rumah Sakit Gigi
Mulut FKG Universitas Padadjaran tentang keadaan gigi-gigi anaknya yang
masih berusa 6 tahun. Anaknya memiliki masalah gigi berlubang serta bau
mulut ketika bangun tidur di pagi hari.Saat sedang menjalani rawat jalan di
Klinik Kedokteran Gigi Anak RSGM FKG Universitas Padjajaran,ibu
pasien memberikan keluhan baru, yaitu anak berkurang nafsu makannya
karena gusi bagian belakang kanan bawah bengkak dan sering tergigit. Dari
hasil pemeriksaan yang dilakukan muncul hipotesis bahwa keluhan sang ibu
tersebut diakibatkan oleh adanya gingivitis pada gigi belakang kanan bawah
sang anak.
Gingivitis tidak hanya dapat terjadi pada orang dewasa yang gigi
geliginya sudah tergolong permanen. Gingivitis dengan tingkatan lebih
lanjutnya seringkali ditemukan pada anak-anak pada masa pra-sekolah
bahkan sering pula ditemukan sesaat setelah gigi pertama anak-anak
tersebut erupsi. Pada kasus ini, gingivitis (penyakit periodontal) pada anak
dapat dijelaskan lebih lanjut sehingga akan didapatkan kesimpulan yang
tepat,terhadap jenis gingivitis apa yang dideritanya(berdasarkan hasil
pemeriksaan) dan penanganan yang sesuai untuk menyelesaikan masalah
gingivitis yang diderita oleh anak tersebut.
Dugaan sementara berdasarkan diskusi kelompok maka kami
mendiagnosa sebagai Gingivitis Eruptiva.
1
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Apa itu Gingivitis Eruptiva?
2. Apa sajakah klasifikasi,faktor etiologi, pathogenesis, pengobatan,
pemeriksaan klinis serta tanda dan gejala klinisnya?
3. Bagaimanakah mekanisme, pencegahan serta pengobatan dari
kasus ini?
4. Apakah ada kemungkinan penyakit lain pada kondisi anak ini?
1.3 TUJUAN
Makalah ini bertujuan untuk memberikan informasi serta penjelasan
mengenai kasus yang telah diberikan yaitu informasi mengenai gingivitis
yang sering ditemukan pada anak-anak yang berusia pra-sekolah serta
penanganan yang tepat pada kasus tersebut, terutama Gingivitis Eruptiva.
2
BAB II
STUDI PUSTAKA
2.1 Definisi Gingivitis Pada Anak dan Teorinya
Gingiva merupakan bagian dari membran mukosa oral yang menyelimuti
prosesus alveolaris dan bagian servikal gigi. Secara umum, gingiva dapat
dibagi menjadi Free Gingiva (di bagian korona dari sulkus gingival) dan
Attached Gingiva (dimulai dari free gingival groove dan memanjang hingga
mucogingival junction).
Pada anak-anak, warna gingiva normal terlihat lebih merah daripada milik
orang dewasa karena pada anak vaskularisasi banyak sedangkan epiteliumnya
lebih tipis. Permukaan nya tampak lebih halus dan jumlah stipling tidak
sebanyak milik orang dewasa. Berbeda dengan gusi orang dewasa yang
memiliki gingival marginal dengan ujung yang runcing, pada periode erupsi
gigi anak, gingival lebih tebal dan memiliki margin membulat dikarenakan
adanya migrasi dan konstriksi servikal gigi-gigi sulung. Menurut penelitian
Delaney, kedalaman probing pada gigi sulung sekitar 2 mm (dengan sisi fasial
dan lingual lebih dangkal daripada sisi proksimal). Selain itu, anak-anak juga
memiliki ligament periodontal yang lebih tebal daripada orang dewasa.
Para peneliti telah mengkonfirmasi bahwa inflamasi gingiva pada anak-
anak memiliki prevalensi yang tinggi, sehingga dokter gigi menjadi lebih
agresif untuk member perawatan agar penyakit periodontal pada anak tidak
berkembang dengan cepat sehingga bisa menyebabkan tanggalnya gigi sulung
maupun gigi permanen nantinya. Karena adanya kondisi seperti inilah,
Pediatric Dentistry’s Dental Health Objectives for Children pada tahun 2000
menekankan tindakan pencegahan, diagnosis seawal mungkin, dan perawatan
penyakit gingiva dan periodontal pada anak, salah satunya dengan
menanamkan kebiasaan menjaga oral hygiene yang baik pada anak.
Gingivitis merupakan peradangan gusi yang paling sering terjadi dan
merupakan respon inflamasi tanpa merusak jaringan pendukung (Riyanti,
Eriska dalam Carranza & Newman 1996; Jenkins & Allan, 1999)3
Gingivitis adalah suatu peradangan / inflamasi yang hanya melibatkan
jaringan gingiva di sekitar gigi yang disebabkan oleh akumulasi plak karena
kebersihan mulut yang buruk, adanya kalkulus, iritasi mekanis, dan posisi gigi
yang tidak teratur (Riyanti, Eriska dalam McDonald R.E., dkk. Dentistry for
the Child and Adolescent 9th Edition) Secara mikroskopis, dapat diamati
karakteristik gingivitis berupa adanya cairan inflamasi (eksudat) dan edema,
kerusakan pada serat kolagen gingiva, dan ulser serta proliferasi dari
epithelium yang seharusnya mengaitkan gingiva ke gigi. Telah dibuktikan dari
berbagai penelitian bahwa gingivitis marginalis merupakan bentuk penyakit
periodontal yang paling umum terjadi di awal masa kanak-kanak (early
childhood). Gingivitis yang sering menyerang anak-anak ini umumnya masih
tergolong ringan dan masih bisa disembuhkan atau dengan kata lain gingivitis
pada anak preschool maupun anak SD jarang bertambah parah menjadi
periodontitis.
2.2 Klasifikasi
Gingivitis berdasarkan durasi berlangsungnya dapat dikelompokkan
menjadi dua kelompok besar yaitu Gingivitis Akut dan Gingivitis Kronis.
Gingivitis akut terdiri dari tiga penyakit yaitu Primary Herpetic
Gingivostomatitis, Gingivitis Nekrotik Akut, serta Acute Necrotizing
Ulcerative Gingivitis. Gingivitis kronis terdiri dari enam penyakit yaitu
Gingivitis Pada Maloklusi dan Malposisi Gigi, Gingivitis pada Mucogingival
Problems, Gingivitis pada Gigi Karies dan Loose Teeth (Eksfoliasi Parsial),
Gingivitis pada Gigi Karies dan Loose Teeth (Eksfoliasi Parsial), Gingivitis
Marginalis Kronis, serta Eruption Gingivitis atau Gingivitis Eruptiva.
4
2.2.1 Primary Herpetic Gingivostomatitis
Definisi
Primary Herpetic Gingivostomatitis adalah infeksi pada mulut,
gusi, dan tenggorokan yang umumnya terjadi pada anak-anak, remaja,
dan orang dewasa. Penyakit ini merupakan tanda awal dari adanya
infeksi virus Herpes Simplex tipe 1. Virus tersebut dapat tertular
melalui kontak langsung dengan lesi atau melalu saliva.
Etiologi
Primary Herpatic Gingivostomatitis disebabkan oleh adanya
virus yang disebut Herpes Simplex Virus type 1 (HSV). Umumnya,
orang-orang mendapatkan infeksi ini saat masih berusia anak-anak.
Infeksi pertama dari virus ini biasanya belum disadari oleh penderita.
Ketika infeksi virus tersebut menyebabkan gejala klinis seperti sariawan
pada rongga mulut dan gusi, maka penyakitnya dikenal sebagai
gingivostomatitis.
Tanda Klinis
Terdapat vesikula berisi cairan putih kekuningan
Vesikula pecah membentuk ulcer yang terasa sakit berdiameter 1-3
mm yang dilapisi membran putih keabuan dan inflamasi
Ulser dengan pseudomembran yang berwarna kekuningan serta
dikelilingi oleh eythematous halo.
Ulcers dapat ditemukan pada membran mukosa; mukosa buccal,
lidah, bibir, palatum durum dan palatum mole, dan area tonsil
Lesi besar yang menjadi ulcer kadang ditemukan pada palatum atau
jaringan gingiva atau regio mucobuccal fold
5
Gambar 2.1 Tanda klinis Primary Herpetic Gingivostomatitis
Symptoms
Symptoms dari penyakit ini dapat berupa tipe yang ringan serta
parah. Gejalanya biasanya dirasakan selama 1 hingga 2 minggu. Gejala
prodromal dari penyakit ini sama seperti gejala pada Herpes Simplex
Virus Infection. Gejala-gejala Herpetic Gingivostomatitis antara lain:
Lesi yang berukuran kecil serta adanya blister pada mukosa mulut,
lidah, tenggorokan, dan bibir.
Pembengkakan pada gusi.
Nyeri mulut yang parah.
Gusi berdarah.
Iritabilitas yang diakibatkan oleh nyeri.
Kurangnya nafsu makan dan kecenderungan untuk menolak
makanan dan minuman.
Produksi air liur yang berlebihan (droling).
Bau mulut.
Nodus limfatikus di bagian leher membengkak.
Sakit kepala.
6
Gambar 2.2 Tanda klinis Primary Herpetic Gingivostomatitis
Gambar 2.3 Tanda klinis Primary Herpetic Gingivostomatitis
7
Gambar 2.4 Tanda klinis Primary Herpetic Gingivostomatitis
Pemeriksaan Klinis
Untuk mendiagnosa penyakit Primary Herpetic
Gingivostomatitis dapat dilakukan beberapa macam pemeriksaan untuk
membuktikan apakah lesi yang muncul pada rongg mulut tersebut benar
disebabkan oleh adanya virus HSV. Pemeriksaan awal dilakukan oleh
dokter gigi dengan cara menanyakan gejala klinis yang dirasakan oleh
pasien dan memeriksanya lebih lanjut yaitu dengan pemeriksaan
intraoral serta ekstraoral.
Lesi pada penyakit ini biasanya mirip dengan lesi-lesi yang
sering muncul pada penyakit lain. Untuk memastikan ada tidaknya
penyakit ini, pemeriksaan yang selanjutkan dilakukan ialah dengan
melakukan “cotton swab” pada lesi-lesi yang baru untuk mengambil sel
sebagai sampel yang akan diuji. Sel tersebut nantinya akan diuji untuk
melihat ada tidaknya virus HSV.
8
Patogenesis
Berdasarkan Keels et al (2014) manifestasi klinik dari Herpes
Simplex Virus tipe satu berhubungan dengan kerusakan jaringan yang
diakibatkan oleh replikasi virus dan hancurnya sel (sel lysis). Inokulasi
dari Herpes Simplex Virus tipe satu pada mukosa atau kulit
menyebabkan dapat masuknya virus ke dalam ujung saraf sensoris dan
saraf otonom yang menjalar hingga nukleus sel yang kemudian akan
menjadi laten. Aktivasi kembali (replikasi) dan migrasi ke mukosa atau
kulit akan menyebabkan penyakit herpes simplex virus berulang seperti
Primary Herpetic Gingivostomatitis.
Diagnosis
Penegakan diagnosis dari penyakit ini biasanya dilakukan
melalui pemeriksaan fisik serta pengujian lesi pada mulut untuk
menunjukkan ada tidaknya virus HSV.
Komplikasi
Penyakit Primary Herpatic Gingivostomatitis ini dipicu oleh
adanya Herpes Simplex Virus tipe satu yang sebenarnya tidak terlalu
sering berakibat serius namun dapat mengakibatkan komplikasi pada
bayi dan penderita lain yang mengalami penurunan sistem imunit.
Herpes Simplex Virus tipe satu dapat menyebar pada daerah mata
terutama pada kornea. Kondisi ini disebut sebagai Herpes Simplex
Keratitis (HSK). Herpes Simplex Keratitis selain menyebabkan rasa
nyeri dan tidak nyaman dapat juga mengakibatkan kerusakan permanen
hingga kebutaan. Tanda-tanda dari Herpes Simplex Keratitis yaitu mata
berair, mata merah, dan sensitif terhadap cahaya.Herpes Simplex Virus
9
tipe satu juga dapat menjalar pada area genital lewat hubungan oral seks
yang dapat mengakibatkan Herpes Simplex Virus tipe dua yang
dicirikan oleh rasa sakit pada genital serta sangat mudah menular.
Anak-anak dengan Primary Herpetic Gingivostomatitis biasanya
mengalami sulit makan dan minum yang dapat berakibat dehidrasi.
Tanda-tandanya yaitu mulut kering, kulit kering, sakit kepala, rasa
lelah, serta konstipasi.
Perawatan
Rasa nyeri pada Primary Herpetic Gingivostomatitis biasanya
dapat hilang dalam waktu dua hingga tiga minggu. Penggunakan obat
Orabase dapat diterapkan pada pasien seperti Teejel Gel, Solcoseryl,
atau Acyclovir.
Selain menggunakan obat, ada beberapa hal yang dapat dilakukan
unuk mengurangi rasa tidak nyaman akibat PHG seperti:
1. Meningkatkan daya tahan tubuh pasien.
2. Istirahat yang cukup dan mengkonsumsi makanan bergizi tinggi
agar kebutuhan nutrisi tubuh lebih dapat tercapai dengan
mengkonsumsi makanan sehat serta menghindari makanan pedas,
asin, atau asam yang dapat merangsang rasa nyeri.
3. Mengurangi rasa sakit yang timbul dengan cara berkumur dengan
menggunakan obat kumur yang mengandung hydrogen peroxide
atau xylocaine.
10
4. Menggunakan sikat gigi lembut dan menyikat gigi secara perlahan.
Hal ini bertujuan agar oral hygiene tetap terjaga dan tidak semakin
buruk yang akan berdampak pada durasi berlangsungnya penyakit
dan tingkat keparahan penyakit.
Pencegahan
Primary Herpetic Gingivitis dalam dicegah dengan beberapa hal,
menurut Natalie dan George (2012) , upaya pencegahan Primary
Herpatic Gingivostomatitis dapat dilakukan dengan menjaga kesehatan
gigi dan gusi. Selain itu perawatan oral hygiene yang baik dapat
dilakukan seperti:
- Menggosok gigi minimal dua kali sehari terutama setelah makan
dan sebelum tidur
- Menggunakan dental floss secara rutin setiap hari
- Pemeriksaan rutin pada dokter gigi setiap enam bulan sekali
- Menggunakan peralatan yang masuk ke dalam mulut yang sudah
dipastikan bersih untuk mencegah pertumbuhan bakteri
Gusi yang sehat akan berwarna pink dan tidak tampak lesi ataupun
terasa nyeri. Untuk menghindarkan diri terhadap virus Herpes Simplex
Virus tipe satu (HSV-1) dapat dilakukan upaya pencegahan dengan
tidak berciuman atau menyentuh penderita, juga tidak menggunakan
peralatan pribadi seperti make-up, alat cukur, atau alat makan secara
bersama-sama dengan penderita.
11
2.2.2 Gingivitis Nekrotik Akut
Definisi
Gingivitis Nekrotik akut merupakan penyakit inflamatoris
destruktif pada gingiv dengan tanda dan simtom yang khas. Gingivitis
nekrotik akut mempunyai nama lain Vincent’s infection, fusospirally,
fectid, trench mouth, dan plaut-vincent stomatitis. Penyakit ini biasanya
muncul tiba-tiba, kadang-kadang diawali dengan penyakit sistemik
seperti ISPA, sering didahului oleh faktor-faktor endogen seperti stress,
dan kurang istirahat. (Welbury richard dalam paediatric dentistry 2005)
Epidemiologi dan Prevalensi
Prevalensi ANUG muncul lebih rendah di United state dan Eropa
sebelum 1914. Pada sebuah studi di sebuah klinik dental di Prague,
Republik Ceko, insidensi ANUG dilaporkan 0,08 % pada pasien usia
15-19 tahun; 0,05 % pada usia 20-24 tahun, dan 0,02 % pada usia 25-29
tahun.
ANUG terjadi pada semua usia, dimana insedensi yang banyak
dilaporkan pada usia 20-30 tahun dan 15-20 tahun. Tidak ditemukan
pada anak-anak di United State, Kanada, dan Eropa, tapi ditemukan
pada kelompok anak dengan sosial-ekonomi yang lemah di Negara
yang masih terbelakang. Di India, dari hasil studi di dapat bahwa 54-58
% pasien adalah anak usia kurang dari 10 tahun. Di sekolah yang dipilih
secara acak di Nigeria, ANUG terjadi 11,3 % pada anak-anak usia 2-6
tahun, dan di rumah sakit di Nigeria mencapai 23 % pasien usia kurang
dari 10 tahun. Dilaporkan umumnya terjadi pada kelompok keluarga
yang memiliki sosial-ekonomi lemah. ANUG lebih banyak terjadi pada
anak-anak dengan Down Syndrome.
Etiologi
12
Gingivitis nekrotik akut disebabkan oleh bakteri yang didukung
dengan faktor-faktor lain seperti faktor infeksi lokal,sistemik, dan
psikosomatis. Aktivitas patogenik bakteri penyebab baru timbul bila
pada gingiva telah terjadi radang, cedera iritasi, dan kondisi sistemik.
Bakteri yang umumnya menyebabkan gingivitis nekrotik akut adalah
fusospirachetal sp (Irmansyah, 2010)
Penyebab pasti ANUG belum diketahui tetapi organisme anaerob
terutama spirochaeta dan spesise Fusobacterium umumnya terlibat.
Pericoronitis, margin restorasi berlebih, merokok, malnutrisi, kelelahan
dan stress dianggap sebagai faktor predisposisi (Lynch et al., 1994;
Lewis & Lamey , 1998).
Faktor pendorong lokal terjadinya ANUG yaitu terjadinya Radang
kronis pada gingiva seperti Gingivitis kronis, Saku periodontal,
Perikoronitis. Selain itu dapat juga disebabkan oleh cedera pada gingiva
pada kondisi deep overbite. ANUG dapat juga terjadi bila pasien
memiliki kebiasaan merokok yang pada umumnya terjadi iritasi asap,
efek nikotin. Efek stress juga dapat memicu terjadinya ANUG.
Beberapa penelitian telah menemukan bahwa kekurang vitamin B
kompleks dan vitamin C dapat menjadi penyebab Acute Necrotizing
Ulserative Gingivitis.
Gejala Klinis
Pada gingivitis nekrotik akut taraf ringan-sedang, pasien
mengeluhkan demam, dan terdapat pembesaran pada nodus limfe sub-
mandibula. Pada tahap yang parah pasien terjangkit Lekositosis, badan
yang lemah, insomnia, konstipasi, gangguan pencernaan, sakir kepala,
depresi mental. Pada tahap yang sangat parah, pasien mengidap
stomatitis gangrenosa, meningitis, peritonitis, infeksi paru, toxemia, dan
abses otak. (Irmansyah,2010)
13
Pemeriksaan Klinis
Pada pemeriksaan intra-oral, gingivitis nekrotik akut berbentuk lesi
seperti kawah yang sangat sensitif dengan sentuhan, terdapat membran
semu yaitu membran abu-abu atau putih kekuning-kuningan yang
melapisi lesi seperti kawah. Bila membran terkelpuas, nampak lesi
merah, berkilat dan penampakan hemorhagik. Terdapat pula eritema
linear yaitu eritema yang membatasi lesi dengan bagian-bagian gingiva
yang tidak terlibat, serta terdapat hiperemi pada jaringan ikat ditepi lesi.
Terjadi pula perdarahan spontan pada kasus gingivitis nekrotik akut ini.
Pasien juga menderita bau pada mulut akibat jaringan yang nekrotik,
kemudian terjadi juga hipersalivasi yang konsistensinya kental. Pasien
mengeluhkan nyeri yang hebat, dan semakin parah bila terkena
makanan pedas, dan panas, pasien juga merasa kecapan logam pada
mulutnya. (Irmansyah, 2010)
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dengan ciri klinis. Pemeriksaan mikrobiologi
dan biopsi tidak terlalu mutlak pada kasus ini, hanya dipakai sebagai
pengecualian diagnosis banding. Diagnosis banding dari penyakit ini
antara lain gingivo stomatitis herpetic akut, gingivitis deskuamasi, dan
manifestasi oral dari difteria & sifilis.
Diagnosis Banding
Necrotizing Ulcerative Gingivitis harus dibedakan dari kondisi
lain. Ada beberapa penyakit lain yang dapat dikategorikan sebagai
diagnosis banding Necrotizing Ulcerative Gingivitis Akut;yaitu primary
herpatic gingivostomatitis,diphtheria, syphilis tahap kedua(mucous
patch),desquamative gingivitis dan penyakit kronik destruktif
periodontal. Berikut table perbedaannya (Caranza 10th ed):
14
Necrotizing Ulserative Gingivitis Primary Herpetic Gingivostomatitis
Etiology;interaction between host and
bacteria ,most probably fusospirochetes
Specific viral etiology
Necrotizing condition Diffuse erythema and vesicular
eruption
Punched out gingival
margin ;pseudomembrane that peels
off, leaving raw areas
Vesicles rupture and leave slightly
depressed oval or spherical ulcer
Marginal gingiva affected,other oral
tissues rarely affected
Diffuse involvement of gingiva,may
included buccal mucosa and lips
Uncommon in children Occurs more frequently in children
No definite duration Duration of 7 to 10 days
Contagion not demonstrated Contagion
No demonstrated immunity Acute episode results in some degree of
immunity
Tabel 2.1 Tabel Perbedaan Diagnosis Banding ANUG
Necrotizing Ulcerative
Gingivitis
Desquamative Gingivitis Chronic Destructive
Periodontal Disease
Uji pulasan
memperlihatkan bakteri
fusospirochetal komplex
Uji pulasan
memperlihatkan sel
epithelial, dari beberapa
bakteri
Uji pulasan
memperlihatkan berbagai
macam bakteri
Mempengaruhi Marginal Adanya diffuse Mempengaruhi marginal
15
gingiva marginal,attached
gingiva,dan diberbagai
area oral mukosa lainnya
gingival
Akut kronik Kronik
sakit Bisa sakit atau tidak sakit Tidak sakit jika tidak
parah
Pseudomembrane Patchy desquamation di
ephitelium gingival
Biasanya tidak ada
desquamation,tetapi
nanah bisa keluar dari
poket
Pupillary and marginal
necrotic lessions
Papillae do not undergo Papillae do not undergo
noticeable necrosis
Menyerang orang
dewasa,dan kadang-
kadang pada anak -anak
Menyerang orang
dewasa,kebanyakan
wanita
Biasanya pada orang
dewasa tapi terkadang
juga pada anak-anak
Karakteristik,fetid odor - Some odor present but
not strikingly fetid
Tabel 2.2 Tabel Perbedaan Diagnosis Banding ANUG
Necrotizing Ulcerative
Gingivitis
Diphtheria Secondary Stage of
syphilis(mucous patch)
Etiologi;interaction
between host and
bacteria most probably
fuso spirochetes
Specific bacterial
etiology;Corynebacterium
diphtheriae
Spesific bacterial
etiology;Treponema
pallidum
Affects marginal
gingiva
Rarely affects marginal
gingiva
Rarely affects marginal
gingival
Membrane removal easy Membrane removal
difficult
Membrane not
detachable
16
Painful Less painful Minimal pain
Marginanl gingival
affected
Throat,fauces,and tonsils
affected
Any part mouth affected
Serologic findings
normal
Serologic findings normal Serologic findings
normal
Immunity not conferred Immunity conferred by an
attack
Immunity not conferred
Doubtful contagiousness contagion Only direct contact will
communicate disease
Antibiotic therapy
relieves symptoms
Antibiotic treatment has
minimal effect
Antibiotic therapy has
excellent results
Tabel 2.3 Tabel Perbedaan Diagnosis Banding ANUG
Pengobatan
Gingivitis nekrotik akut dapat diobati dengan pemberian antibiotik
dan obat kumur yang mengandung H2o2, Kloropatin WCS 60, dan
karbol gentian violet 2%.(Irmansyah,2010).
Terapi
Perawatan Lokal
1. Identifikasi faktor-faktor predisposisi seperti stres, malnutrisi,
berbagai penyakit sistemik seperti measles dan hepatitis.
2. Menghilangkan faktor-faktor iritasi lokal seperti plak dan kalkulus
serta pembersihan jaringan nekrotik. Scaling dan debridement diikuti
dengan penggunaan obat kumur seperti 0,5% hydrogen peroxide atau
0,1% chlorhexidine.
Lesi ANUG memberikan respon baik terhadap perawatan lokal dalam
waktu 48 jam.
17
Perawatan Sistemik
Penicilline atau tetracyline 250 sampai 500mg diberikan 4 kali
sehari selama 5 hari. Metronidazole tablet 200 mg diberikan pada
pasien yang alergi terhadap penicilline dengan dosis 3 kli sehari untuk 3
– 5 hari.
Prognosa
Prognosis adalah suatu prediksi dari lama, perjalanan, penghentian
dari penyakit dan responnya terhadap perawatan. Prognosis diegakkan
setelah diagnosis dibuat dan sebelum rencana perawatan ditegakkan.
Untuk penentuan prognosis penyakit periodontal secara keseluruhan,
faktor-faktor yang perlu dipakai sebagai bahan pertimbangan antara
lain: usia serta latar belakang penyakit sistemik yang diderita, adanya
maloklusi, status periodontal yang dihubungkan dengan pembuatan
protesa, merokok, dan kooperasi dari pasien. Faktor-faktor ini
merupakan faktor penting untuk dipertimbangkan dalam penentuan
prognosis (Prayitno, 2003).
Dari hasil analisis mengenai faktor-faktor penentu prognosis,
praktisi dapat menentukan kategori prognosis secara klinis sebagai
berikut (Prayitno, 2003):
a. Excellent prognosis ( prognosis sempurna )
Tidak ada kehilangan tulang (bone loss), kondisi gingival yang
sangat baik, pasien sangat kooperatif, tidak ada faktor sistemik/
lingkungan.
b. Good prognosis ( prognosis bagus )
18
Apabila terjadi satu atau lebih hal-hal sebagai berikut: dukungan
tulang yang adequat, kemungkinan kontrol faktor etiologi dan
pemeliharaan gigi yang adequat, pasien kooperatif, tidak ada faktor
sistemik/ lingkungan, (jika ada) faktor sistemik tersebut terkontrol
c. Fair prognosis ( prognosis sedang )
Apabila terjadi satu atau lebih hal-hal sebagai berikut: dukungan
tulang yang sedikit adequat, beberapa gigi goyang, furcation
involvolment grade I, kemungkinan pemeliharaan yang adequat,
kerja sama pasien diterima, terdapat faktor sistemik/ lingkungan
yang terbatas.
d. Poor prognosis ( prognosis jelek )
Apabila terjadi satu atau lebih hal-hal sebagai berikut: kehilangan
tulang yang moderat-cepat, terdapat kegoyangan gigi, furcation
involvolment grade I dan II, kesulitan dalam pemeliharaan dan atau
kerja sama pasien yang ragu-ragu, terdapat faktor sistemik/
lingkungan.
e. Questionable prognosis ( prognosis yang dipertanyakan )
Apabila terjadi satu atau lebih hal-hal sebagai berikut: Kehilangan
tulang yang cepat, furcation involvolment grade II dan III,
kegoyangan gigi, daerahnya sulit dijangkau, terdapat faktor
sistemik/ lingkungan.
f. Hopeless prognosis ( prognosis tanpa harapan )
Apabila terjadi satu atau lebih hal-hal sebagai berikut: kehilangan
tulang yang cepat, daerahnya tidak dapat dilaukan pemeliharaan,
indikai pencabutan, terdapat faktor sistemik/ lingkungan yang tidak
terkontrol.
19
Faktor yang Dipertimbangkan Dalam Menentukan Prognosis
• Faktor klinis
1. Umur pasien
2. Keparahan penyakit
3. Kerjasama pasien
• Faktor sistemik dan lingkungan
1. Merokok
2. Keadaan penyakit sistemik
3. Faktor genetik
4. Stress
• Faktor lokal
1. Plak / Kalkulus
2. restorasi sub gingiva
3. Faktor anatomi
4. Kegoyanagan gigi
5. Faktor restorasi prosteti
6. Karies gigi non vital dan resorbsi akar
Hubungan Antara Diagnosa dan Prognosis
• Prognosis pasien dengan penyakit gingiva
– Gingivitis yang hanya disebabkan plak
20
– Penyakit gingiva yang oleh karena plak dimodifikasi penyakit
sistemik
– Penyakit gingiva oleh karena plak dimodifikasi dengan obat
– Penyakit gingiva oleh karena plak dimodifikasi malnutrisi
• Prognosis pasien dengan periodontitis
– Periodontitis kronis
– Periodontitis agresif
– Periodontitis sebagain manifestasi penyakit sistemik
– Necrotizing periodontal diseases
Penularan
Istilah penularan merupakan kemampuan untuk memelihara
penularan dengan cara alami. Contoh : kontak langsung melalui air
minum, makanan, alat makan, udara, atau vektor arthropoda.
ANUG sering terjadi pada kelompok orang yang menggunakan
dapur bersama, penyakit ini ditularkan oleh bakteri melalui peralatan
makan.
Pencegahan
Pencegahan penyakit periodontal merupakan kerja sama yang
dilakukan oleh dokter gigi, pasien dan personal pendukung. Pencegahan
dilakukan dengan memelihara gigi-gigi dan mencegah serangan serta
kambuhnya penyakit. Pencegahan dimulai pada jaringan periodontal
yang sehat yang bertujuan untuk memelihara dan mempertahankan
21
kesehatan jaringan periodontal dengan mempergunakan teknik
sederhana dan dapat dipakai di seluruh dunia Umumnya penyakit
periodontal dan kehilangan gigi dapat dicegah karena penyakit ini
disebabkan faktor-faktor lokal yang dapat ditemukan, dikoreksi dan
dikontrol. Sasaran yang ingin dicapai adalah mengontrol penyakit gigi
untuk mencegah perawatan yang lebih parah. Pencegahan penyakit
periodontal meliputi beberapa prosedur yang saling berhubungan satu
sama lain yaitu :
a. Kontrol Plak
b. Profilaksis mulut
c. Pencegahan trauma dari oklusi
d. Pencegahan dengan tindakan sistemik
e. Pencegahan dengan prosedur ortodontik
f. Pencegahan dengan pendidikan kesehatan gigi masyarakat
g. Pencegahan kambuhnya penyakit
a. Kontrol Plak
Kontrol plak merupakan cara yang paling efektif dalam mencegah
pembentukan kalkulus dan merupakan dasar pokok pencegahan
penyakit periodontal , tanpa control plak kesehatan mulut tidak dapat
dicapai atau dipelihara. Setiap pasien dalam praktek dokter gigi
sebaiknya diberi program kontrol plak. Bagi pasien dengan jaringan
periodonsium yang sehat, kontrol plak berarti pemeliharaan kesehatan.
Bagi penderita penyakit periodontal, kontrol plak berarti penyembuhan.
Bagi pasien pasca perawatan penyakit periodontal, kontrol plak berarti
mencegah kambuhnya penyakit ini.
22
Metode kontrol plak dibagi atas dua yaitu secara mekanis dan kimia
1. Secara mekanis merupakan cara yang paling dapat dipercaya,
meliputi penggunaan alat-alat fisik dengan memakai sikat gigi, alat
pembersih proksimal seperti dental floss, tusuk gigi dan kumur-
kumur dengan air.
2. Kontrol plak secara kimia adalah memakai bahan kumur - kumur
seperti chlorhexidine (Betadine, Isodine).
b. Profilaksis mulut
Profilaksis mulut merupakan pembersihan gigi di klinik, terdiri
dari penyingkiran materi alba, kalkulus, stain dan pemolisan gigi. Untuk
memberikan manfaat yang maksimum bagi pasien, profilaksis mulut
harus lebih luas dan meliputi hal-hal berikut :
- memakai larutan pewarna (disclosing solution) untuk mendeteksi plak.
Gincu kue warna ros dapat dipakai untuk mendeteksi plak pada anak-
anak.
- Penyingkiran plak, kalkulus (supra dan sub gingiva) pada seluruh
permukaan.
- Membersihkan dan memolis gigi, menggunakan pasta pemolis/pasta
gigi
- Memakai zat pencegah yang ada dalam pasta pemolis/pasta gigi.
- Memeriksa tambalan gigi, memperbaiki tepi tambalan yang
menggantung .
- Memeriksa tanda dan gejala impaksi makanan.
c. Pencegahan trauma dari oklusi
23
Menyesuaikan hubungan gigi-gigi yang mengalami perubahan
secara perlahan- lahan (akibat pemakaian yang lama). Hubungan tonjol
gigi asli dengan tambalan gigi yang tidak tepat dapat menimbulkan
kebiasaan oklusi yang tidak baik seperti bruxim atau clenching.
d. Pencegahan dengan tindakan sistemik
Cara lain untuk mencegah penyakit periodontal adalah dengan
tindakan sistemik sehingga daya tahan tubuh meningkat yang juga
mempengaruhi kesehatan jaringan periodontal. Agen pencedera seperti
plak bakteri dapat dinetralkan aksinya bila jaringan sehat.
e. Pencegahan dengan prosedur ortodontik
Prosedur ortodontik sangat penting dalam pencegahan penyakit
periodontal. Tujuan koreksi secara ortodontik ini adalah untuk
pemeliharaan tempat gigi tetap pengganti, letak gigi dan panjang
lengkung rahang.
f. Pendidikan kesehatan gigi masyarakat
Agar pencegahan penyakit periodontal menjadi efektif, tindakan
pencegahan harus diperluas dari klinik gigi kepada masyarakat. Hal
yang penting diketahui masyarakat ialah bukti bahwa penyakit
periodontal dapat dicegah dengan metode yang sama atau lebih efektif
dari metode pencegahan karies gigi Pendidikan kesehatan gigi
masyarakat adalah tanggung jawab dokter gigi, organisasi kedokteran
gigi dan Departemen Kesehatan. Pengajaran yang efektif dapat
diberikan di klinik. Sedangkan untuk masyarakat dapat diberikan
melalui kontak pribadi, aktivitas dalam kelompok masyarakat, media
cetak maupun elektronik, perkumpulan remaja, sekolah dan wadah
24
lainnya. Perlu diluruskan adanya pertentangan psikologis pada
masyarakat, seperti :
- Menerangkan bahwa kerusakan yang disebabkan penyakit periodontal
pada orang dewasa dimulai pada masa anak-anak.
- Menghilangkan dugaan bahwa pyorrhea (gusi berdarah) tidak dapat
dielakkan dan disembuhkan. Juga menghilangkan pendapat
masyarakat bahwa kehilangan gigi selalu terjadi bila mereka sudah
tua.
- Menegaskan bukti bahwa seperti karies gigi, penyakit periodontal
biasanya tidak menimbulkan rasa sakit pada awalnya sehingga
masyarakat tidak menyadarinya. Pemeriksaan gigi dan mulut secara
teratur diperlukan untuk mengetahui adanya karies gigi dan penyakit
periodontal secepatnya kemudian segera merawatnya bilditemukan a
adanya penyakit
- Memberi penjelasan bahwa perawatan periodontal yang efektif adalah
bila segera dirawat sehingga lebih besar kemungkinan berhasil
disembuhkan. Disamping itu waktu yang digunakan lebih sedikit dan
merupakan cara yang paling ekonomi daripada menanggulangi
penyakit.
- Menegaskan manfaat pencegahan dengan higine mulut yang baik dan
perawatan gigi yang teratur .
- Menerangkan bahwa tindakan pencegahan penyakit gigi dan mulut
harus merupakan inti dari perencanaan kesehatan gigi masyarakat.
g. Pencegahan kambuhnya penyakit
Setelah kesehatan jaringan tercapai, diperlukan program yang
positif untuk mencegah kambuhnya penyakit periodontal. Ini
merupakan tanggung jawab bersama antara dokter gigi dan pasien
25
(untuk pasien anak peran orang tua juga dibutuhkan). Pasien harus
mentaati pengaturan untuk menjaga higine mulut dan kunjungan
berkala, dokter gigi harus membuat kunjungan berkala sebagai
pelayanan pencegahan yang bermanfaat
Gambar 2.5 Gingivitis Nekrotik Akut
2.2.3 Gingivitis Pada Maloklusi dan Malposisi Gigi
Definisi dan Teori
26
Merupakan gingivitis yang disebabkan oleh maloklusi dan
malposisi gigi. Maloklusi disebabkan oleh factor herediter,
ketidaksesuaian antara rahang dan ukuran gigi, dan kebiasaan (habits)
seperti menghisap ibu jari dan bernafas melalui mulut (Finn,1991).
Meningkat pada anak yang memiliki overjet dan overbite yang besar,
kebiasaan bernafas melalui mulut, open bite, edge to edge, dan
protrusive.
Gigi geligi yang tidak teratur menyebabkan plakk sulit
dibersihkan. Resesi gingiva bisa terjadi pada gigi labioversi.
Disharmoni oklusal yang disebabkan maloklusi dapat mencederai
periodonsium. Overbite yang berlebihan dapat menyebabkan iritasi
gingiva pada rahang antagonis. Openbite bisa menjurus ke perubahan
periodontal yang disebabkan penumpukan plak dan hilangnya fungsi.
Etiologi dan Faktor Predisposisi
- Plak dental/ plak bakteri
- Bentuk gigi yang kurang baik dan letak gigi yang tidak teratur
(maloklusi)
Tanda dan Gejala Klinis
- Perubahan warna gusi menjadi merah kebiruan
- Pembesaran gusi
- Ulserasi
- Bentuk poket dalam yang menyebabkan terjadinya pus
Pemeriksaan Klinis
27
Pemeriksaan klinis dilakukan oleh dokter gigi dengan
menggunakan kaca mulut dan sonde.
- Pemeriksaan Gigi Menyeluruh
a. Posisi Gigi : meliputi kesesuaian lengkung rahang, maloklusi,
morfologi, dan migrasi gigi
b. Kegoyangan Gigi (tes mobilitas)
- Pemeriksaan Jaringan Periodontal
a. Warna, bentuk, dan konsistensi gingiva
b. Kedalaman poket menggunakan probe
Patogenesis
Gingivitis lebih parah dan lebih sering terjadi disekitar malposisi
gigi, disebabkan adanya peningkatan akumulasi plak dan materi alba
pada daerah tersebut. Anak-anak yang memiliki openbite, edge to edge,
dan protrusive gigi rahang atas anterior, mengalami ketidaksesuaian
antara lengkung rahang atas dan rahang bawah, yang dapat
mengakibatkan penumpukan sisa makanan di sekitar gigi sehingga
terbentuk gingivitis (Carranza,1984).
Perawatan
Pada perawatan gingivitis akibat maloklusi, perawatan ortodonti
adalah tindakan pertama yang harus dilakukan dan didahului dengan
mouth preparation. Pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut terutama
penyikatan gigi yang benar merupakan langkah selanjutnya yang harus
dilakukan. Adapun teknik penyikatan yang baik adalah harus sederhana,
tepat, efisien, dan dapat membersihkan semua permukaan gigi dan gusi,
terutama saku gusi dan interdental, teknik menyikat gigi harus
sistematik agar tidak ada gigi yang terlewati, gerakan sikat gigi tidak
boleh menyebabkan kerusakan jaringan gusi atau abrasi pada gigi,
menyikat gigi sebaiknya dilakukan minimal dua kali sehari yaitu pada
pagi hari sesudah makan dan malam hari sebelum tidur dengan
28
menggunakan sikat gigi khusus bagi pasien yang sedang dirawat
ortodonti (Manson dan Eley, 1995).
Selain itu, dengan pembersihan iritasi local seperti plak dan
kalkulus dan apabila diperlukan dapat dilakukan tindakan pembedahan
jika terjadi pembesaran gusi.
Gambar 2.6 Gingivitis Pada Maloklusi dan Malposisi Gigi
2.2.4 Gingivitis pada Mucogingival Problems
29
Definisi dan Teori
Mucogingival problems merupakan salah satu kerusakan atau
penyimpangan morfologi, keadaan, dan kuantitias dari gusi di sekitar
gigi (antara margin gusi dan mucogingival junction).
Gambar 2.7 Anatomi Mulut
Etiologi dan Predisposisi
Dimulai saat pertumbuhan gigi sulung sebagai akibat
penyimpangan perkembangan erupsi gigi dan kurangnya ketebalan gusi
Tanda dan Gejala Klinis
Gigi menjadi lebih sensitive terhadap rangsangan suhu atau
makanan tertentu
Patogenesis
30
Pasien merasa giginya lebih sensitive dikarenakan root exposure
yang menyebabkan terbukanya jaringan pulpa. Hal ini mengakibatkan
rangsangan dari luar langsung mengenai pulpa yang berisi saraf dan
pembuluh darah. Hal inilah yang menyebabkan pasien gingivitis pada
mucogingival problems merasa ngilu pada giginya.
Pemeriksaan Klinis
Pemeriksaan dapat dilakukan dengan menggunakan kaca mulut
dan sonde untuk memeriksa mucogingival pasien.
Gambaran Klinis
Mukosa alveolar yang tampak sangat tipis dan mudah pecah,
susunan jaringan ikatnya yang lepas serta banyaknya serat elastic
sehingga terlihat adanya root exposure atau terbukanya jaringan pulpa
Gambar 2. 8 root exposure
31
Gambar 2.9 root exposure
Pengobatan
Dilakukan dengan cara menghilangkan faktor lokal penyebab,
mengobati gigi dengan bahan-bahan topical desensitising/fluoride
varnish, regenerasi papila, penambahan ridge, pelebaran gusi cekat
dilakukan dengan pembedahan yaitu dengan metode Gingival Graft dan
Tissue Guide Regeneration, dan pasien harus menjaga kebersihan mulut
dengan baik dan frenektomi.
32
2.2.5 Gingivitis pada Gigi Karies dan Loose Teeth (Eksfoliasi Parsial)
Definisi dan Teori
Gingivitis pada gigi sulung dapat terjadi pada daerah gigi yang
mengalami karies di daerah servik dan proksimal. Proses kerusakan gigi
sulung lebih cepat menyebar, meluas, dan lebih parah dibandingkan
dengan gigi permanen (Suwelo, 1992).
Gigi sulung yang mengalami loose teeth atau eksfoliasi parsial
dapat menyebabkan gingivitis. Pada pinggiran margin yang tererosi
akan terdapat akumulasi plak, sehingga dapat terjadi edema sampai
dengan abses. Faktor yang mendukung pertambahan plak antara lain
adanya impaksi makanan dan akumulasi materi alba disekitar gigi
berkaries. Banyak anak-anak yang mempunyai kebiasaan mengunyah
satu sisi, yaitu pada daerah gigi yang tidak berkaries, akibatnya terjadi
akumulasi plak pada sisi yang tidak digunakan (Carranza, 2002).
Gambaran Klins
Secara umum gambaran gingivitis adalah adanya kemeraha,
perdarahan akibat stimulasi, perubahan kontur, adanya plak atau
kalkulus dan secara radiografi tidak ditemukan kehilangan tulang
alveolar. Pemeriksaan histologi jaringan gingiva yang mengalami
peradangan menunjukkan ulserasi epitel. Keberadaan radang
memberikan pengaruh negative terhadap fungsi epitel sebagai
pelindung.
Gejala klinis gingivitis yang parah adalah termasuk eritema,
edema, dan pembesaran hiperplastik. Peradangan kronis menyebabkan
warna merah atau merah kebiruan akibat proliferasi dan keratinisasi.
Vena akan memberikan kontribusi menjadi warna kebiruan.
33
Patogenesis
a. Lesi inisial/lesi awal
Plak mulai berakumulasi ketika kebersihan rongga mulut tidak terjaga.
Dalam beberapa hari, gingivitis ringan mulai terjadi pada tahap ini.
b. Lesi dini atau early lesion
Pada tahap ini sudah mulai terlihat tanda klinis eritema. Eritema terjadi
karena proliferasi kapiler dan meningkatnya pembentukan kapiler,
c. Lesi mapan atau established lesion
Pada tahap ini disebut juga gingivitis kronis karena seluruh pembuluh
darah membengkak dan padat. Terlihat perubahan warna kebiruan pada
gingiva.
d. Lesi lanjut atau lesi advanced
Perluasan lesi ke dalam tulang alveolar menunjukkan karakteristik
tahap keempat. Secara mikroskopis, terdapat fibrosis pada gingiva dan
kerusakan jaringan akibat peradangan dan immunopatologis.
Perawatan
Perawatan terhadap gingivitis pada gigi karies dan loose teeth
(eksfoliasi parsial) berhubungan dengan kebersihan mulut yang baik.
Kurangnya perhatian orangtua terhadap gigi sulung biasanya karena
anggapan bahwa nantinya gigi sulung tersebut akan diganti dengan gigi
permanen. Oleh karena itu anak-anak masih membutuhkan keterlibatan
orangtua didalam menjaga kebersihan mulutnya. Gingivitis pada gigi
karies dirawat dengan cara merestorasi kavitas gigi tersebut, sedangkan
eksfoliasi parsial sebaiknya dengan cara menghilangkan bagian yang
tajam atau bila diperlukan dapat dilakukan pencabutan gigi tersebut.34
Gambar 2.10 Gigi karies/eksfoliasi parsial yang dapat menyebabkan gingivitis
35
2.2.6 Gingivitis karena Resesi Gusi Lokalisata
Definisi
Resesi gingiva didefinisikan sebagai migrasi ke arah apikal dari
epitel junctional yang menyebabkan tereksposnya permukaan akar
(Alghamdi et al, 2009). Resesi gingiva di sekitar gigi individual atau
sekelompok gigi menjadi perhatian yang umum dalam gingivitis ini.
Pada gingiva dapat terjadi inflamasi atau bebas dari penyakit,
tergantung ada tidaknya iritan lokal .
Etiologi dan Faktor Predisposisi
Etiologi yang menjadi penyebab kondisi ini multifaktor, namun
umumnya berkaitan dengan morfologi tulang alveolar, penyikatan gigi,
trauma mekanis, dan penyakit periodontal (Alhamdi et al, 2009).
Banyak hal yang dapat menyebabkan resesi gingiva, namun pada anak-
anak posisi gigi-geligi pada lengkung rahang merupakan faktor yang
paling penting. Resesi gingiva terjadi pada gigi gigi-geligi yang miring
atau rotasi sehingga terproyeksi ke arah labial. Anterior open bite
meningkatkan prevalensi resesi gingiva (Carranza, 2002).
Tanda dan Gejala Klinis
Keluhan utama pada pasien yang mengalami resesi gingiva
adalah hipersensitivitas pada dentin dan gangguan estetik sebagai akibat
dari faktor-faktor etiologis.
36
Patogenesis
Resesi gusi diduga memiliki kaitan dengan infiltrasi sel mononukleus
pada jaringan pengikat. Penelitian menunjukkan resesi gingiva
melibatkan proses inflamasi lokal yang mengakibatkan hancurnya
jaringan pengikat dan mengakibatkan proliferasi epitel ke tempat
terjadinya kehancuran jaringan pengikat. Profliferasi sel-sel epitel ke
jaringan pengikat mengakibatkan berkurangnya permukaan epitelium,
yang secara klinis bermanifestasi sebagai resesi (Baker dan Seymour,
2005).
Penatalaksanaan
Resesi dapat menjadi fase transisional dalam erupsi gigi dan
dapat memperbaiki diri ketika gigi mencapai kesejajaran yang baik dan
benar, atau disejajarkan secara ortodontik apabila diperlukan.
(Carranza, 2002).
Dikutip dari www.webmd.com, resesi gusi yang sedang dapat
ditangani oleh dokter gigi dengan cara pembersihan menyeluruh (deep
cleaning) di sekitar area yang mengalami resesi. Selama deep cleaning,
plak dan tartar yang terbentuk pada gigi dan permukaan akar di bawah
gusi akan dibersihkan dan bagian akan yang terekspos akan dihaluskan
agar bakteri tidak dapat menempel. Antibiotik diberikan untuk
mengatasi bakteri yang berbahaya.
Namun, jika resesi gusi tidak dapat ditangani dengan deep
cleaning karena hilangnya tulang dan pocket yang terlalu dalam, gum
surgery dapat dilakukan untuk memperbaiki kerusakan akibat resesi
gusi.
37
1. Pocket depth reduction
Dalam prosedur ini, dokter gigi atau spesialis periodontis
melipat balik gusi yang terkena, menghilangkan bakteri-bakteri
buruk dari pocket, dan menjahit kembali jaringan gusi pada
tempatnya di akar gigi sehingga menghilangkan pocket atau
mengurangi kedalamannya.
2. Regeneration
Jika tulang pendukung gigi mengalami kehancuran akibat resesi
gusi, prosedur regenerasi tulang dan jaringan yang hilang dapat
dilakukan. Seperti halnya pocket depth reduction, dokter gigi akan
melipat balik jaringan gusi dan menghilangkan bakteri. Suatu bahan
yang sifatnya regeneratif, seperti membran, graft tissue, atau tissue-
stimulating protein, akan diaplikasikan untuk memicu regenerasi
alami tulang dan jaringan pada area tersebut, dan gusi akan
diamankan.
3. Soft tissue graft
Ada beberapa tipe dalam prosedur gum tissue graft, namun yang
umumnya digunakan disebut connective tissue graft. Dalam
prosedur ini, lipatan kulit pada palatum dipotong dan jaringan di
bawah lipatan yang disebut jaringan ikat subepitel dihilangkan dan
dijahitkan pada jaringan gusi di sekeliling akar yang terekspos.
Setelah cangkokan jaringan ikat sudah dihilangkan dari bawah
lipatan kulit, lipatan tersebut akan dijahitkan kembali. Selama
proses cangkok yang lain, yang disebut free gingival graft, jaringan
diambil langsung dari palatum daripada dari bawah kulit.
Terkadang, jika gusi di sekitar gigi yang terkena masih cukup
tersisa, dokter gigi dapat mencangkok gusi di sekitar gigi dengan
tidak menghilangkan jaringan dari palatum, dan prosedurnya
disebut pedicle graft.
38
Gambar 2.11 resesi gingival di labial
39
2.2.7 Gingivitis Marginalis Kronis
Definisi
Gingivitis marginalis kronis merupakan peradangan gusi pada
daerah margin yang banyak dijumpai pada anak, ditandai dengan
perubahan warna, ukuran, konsistensi, dan bentuk permukaan gusi.
Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa gingivitis marginalis
merupakan penyakit periodontium yang paling sering terjadi dan
dimulai sejak usia dini. Namun, penyakit gingivitis marginalis kronis
yang parah pada anak-anak lebih sedikit ditemukan daripada pada orang
dewasa.
Etiologi dan Faktor Predisposisi
Penyebab utama dari gingivitis marginalis kronis ini tidak jauh
berbeda dari penyebab gingivitis pada umumnya, yaitu adanya
penimbunan plak pada bagian subgingiva. Plak pada konteks ini dapat
memberikan iritasi lokal, bersama dengan kalkulus dan materi alba.
Adanya penimbunan plak ini biasanya memiliki hubungan dengan oral
hygiene yang kurang baik. Selain itu, gingivitis marginalis kronis juga
dapat disebabkan oleh gigi berkaries atau restorasi yang kurang baik
ataupun yang berlebih (overhang maupun overfill) karena hal ini
menyebabkan adanya penimbunan plak. Tetapi, belum dipastikan
tentang adanya korelasi langsung antara plak dengan indeks gingival.
Tanda & Gejala Klinis serta Gambaran Klinis
Gejala klinis dari gingivitis adalah adanya perubahan warna,
ukuran, konsistensi dan tekstur permukaan yang menyerupai gingivitis
kronsi pada orang dewasa. Inflamasi linear berwarna merah, yang
didukung adanya perubahan kronis, termasuk pembengkakan,
peningkatan vaskularisasi, dan hiperplasia. Perdarahan dan peningkatan
kedalaman poket (saku gusi) pada anak-anak lebih jarang terjadi
daripada pada dewasa, namun hal ini harus diperhatikan apabila terjadi
40
hipertrofi gingiva yang parah atau hiperplasia gingiva yang parah
terjadi.
Gambar 2.12 Gambaran Klinis Gingivitis marginalis kronis sekunder
pada anak karena oral hygiene yang buruk dengan ciri-ciri jaringan
marginal gingiva yang eritem dan edem.
Gingivitis marginalis kronis pada anak memiliki karakter yaitu
berkurangnya kolagen pada area di sekitar epitel penghubung
(junctional epithelium dan adanya infiltrasi limfosit dengan sedikit
polimorfonuclear leukosit, sel plasma, monosit, dan sel mast. Lesi
umunya memiliki beberapa sel plasma yang menyerupai lesi awal pada
dewasa yang nondestruktif, nonprogresif.
Pemeriksaan Klinis
Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk pasien dengan keluhan
seperti gejala klinis di atas adalah dengan pengecekan plak yang terlihat
pada gigi. Alat-alat yang diperlukan adalah kaca mulut dan sonde, serta
cahaya yang memadai (lampu bila kurang terang). Hal dilakukan adalah
memeriksa gusi pasien, dan mengecek ada atau tidaknya pembengkakan
maupun perubahan warna yang menjadi kemerahan. Bila ditemukan
adanya pembengkakan, kemudian dapat dilakukan pengecak plak
terlihat ataupun plak yang enumpuk untuk memastikan etiologi dari
pernyakit ini, dengan cara menggsokkan secara perlahan dengan sonde 41
bersamaan dengan melihat ada atau tidaknya plak melalui kaca mulut
dan probe.
Patogenesis
Bakteri pada plak terdiri dari deposit bakteri yang melekat erat
pada gigi. Hal ini dikatakan sebagai sistem organisasi bakteri yang
saling terhubung, yang mencakup massa mikroorganisme yang
termasuk ke dalam matriks intermikrobial. Dalam konsentrasi yang
memadai, hal tersebut dapat mengganggu hubungan antara host dengan
parasit dan menyebabkan penyakit periodontal, dalam hal ini, penyakit
gingiva yang kronis.
Perawatan
Cara-cara yang dapat dilakukan untuk perawatan gingivitis
marginalis kronis yaitu dengan kontrol plak, menyikat gigi, dental
flossing, berkumur-kumur, dan kontrol kimia. Dalam beberapa
penelitian ditemukan bahwa dengan hanya melakukan plak control
tanpa disertai dengan perawatan periodic lanjutan dapat mencegah
terjadinya gingivitis dalam jangka waktu yang lama. Penghilangan
kalkulus supragingival pada gingivitis dapat menggunakan scaler
manual maupun ultrasonik.
Penggunaan antibakteri topikal untuk mengurangi bakteri plak
pada beberapa pasien menunjukkan hasil yang baik dalam mencegah
dan merawat gingivitis kronis meskipun pada beberapa kasus, efek yang
dihasilkan sangatlah minimal. Bahan-bahan dasar yang
direkomendasikan untuk digunakan pada pasien dengan gingivitis
kronis adalah thymol, methol, eucalyptol, dan metil salisilat. Bahan
aktif lainnya yang dapat digunakan adalah klorheksidin diglukonat dan
triklosan.
42
2.2.8 Eruption Gingivitis
Definisi dan Teori
Eruption gingivitis merupakan suatu peradangan gingivitis yang
terjadi disekitar gigi yang sedang erupsi dan berkurang setelah gigi
tumbuh sempurna dalam rongga mulut, sering terjadi pada usia 6
sampai 7 tahun ketika gigi permanen mulai erupsi. Peradangan
disebabkan karena adanya akumulasi plak disekitar gigi yang sedang
erupsi. Eruption gingivitis tampak lebih berkaitan dengan akumulasi
plak daripada dengan perubahan jaringan. (Carranza, 2002)
Etiologi dan Predisposisi
Menurut McDonald dan Avery, 2004 mengatakan bahwa
gingivitis dapat berkembang karena pada tahap awal erupsi gigi, margin
gusi tidak dapat perlindungan dari mahkota sehingga terjadi penekanan
makanan didaerah tersebut yang dapat menyebabkan proses
peradangan. Selain itu juga sisa makanan, materi alba, bakteri plak, dan
kebersihan mulut sering terdapat disekitar dan di bawah jaringan bebas,
sebagian meliputi daerah mahkota gigi yang sedang erupsi, hal ini
mengakibatkan proses peradangan. Peradangan tersebut lebih sering
terjadi pada saat gigi molar pertama dan kedua permanen erupsi, yang
dapat menimbulkan rasa sakit, dan dapat berkembang menjadi
perikoronitis atau abses perikoronal.
Tanda dan Gejala Klinis
Anak mungkin dapat merasakan ketidaknyamanan yang
menyebabkan menyikat gigi menjadi sulit. Kadang-kadang, anak tidak
akan menyikat giginya. Keadaan ini dapat membuat terkumpulnya plak
43
dan terjadinya inflamasi. Pada saat fase eruptiv, terlihat juga adanya
perubahan degeneratif pada tempat fusi antara epitel dental dan epitel
oral. Tempat ini rawan terjadinya akumulasi plak.
Pemeriksaan Klinis
Pemeriksaan klinis dapat menggunakan indra mata dan sonde baik
oleh dokter gigi maupun orang tua. Bisa juga dengan pemeriksaan OH-I
untuk melihat adanya debris. Selain itu dapat dilakukan pemeriksaan
secara mikroskopis, pada gingival terlihat stratified squamous
ephithelium dengan rate pegs dan permukaan keratin. Jaringan ikatnya
didominasi dengan fibrillar.
Gambaran Klinis
Dari pemekrisaan klinis yang dapat ditemukan pada pasien yang
mengalami eruption gingivitis yaitu kesulitan erupsi permanen, adanya
debris serta plak, perubahan jaringan, peradangan gusi.
Gambar 2.13 Eruption Gingivitis
44
Patogenesis dan Patofisiologis
Eruption gingivitis dapat disebabkan oleh beberapa hal,
diantaranya kebersihan mulut yang buruk, penumpukan plak. Sisa-sisa
makanan diantara gigi yang sedang tumbuh yang sulit dibersihkan
menjadi tempat pertumbuhan bakteri. Dengan meningkatnya kandungan
mineral dalam saliva, serta adanya bakteri, plak akan mengeras dan
menjadi kalkulus. Dengan adanya plak, bakteri akan tumbuh dan dapat
menyebabkan peradangan gusi.
Terdapat perubahan fisiologi yang berhubungan dengan erupsi
gigi antara lain:
a. Tonjolan preerupsi : terdapat tonjolan pada gingival yang keras,
pucat, dan berbentuk mahkota gigi yang ada di bawahnya
b. Formasi margin gingival : terdapat sulcus dan margin gingival yang
biasanya mengalami edema, bentuknya membulat, dan sedikit
memerah.
c. Penonjolan normal pada margin gingiva : terdapat penonjolan yang
normal pada gigi permanen yang sedang erupsi, terutama pada
anterior maksila.
Diagnosis Banding
Diagnosis banding dari eruption gingivitis ini salah satunya adalah
gingivitis marginal kronis, gingivitis pada maloklusi dan malposisi,
gingivitis pada gigi karies dan loose teeth.
Pengobatan
Eruption gingivitis ini akan hilang apabila posisi oklusi telah
normal. Apabila eruption gingivitis ini ringan, tidak memerlukan
45
perawatan melainkan hanya meningkatkan kebersihan mulutnya,
sehingga jaringan yang terinflamasi akan menjadi normaldan hal ini
akan diikuti dengan penumbuhan gigi yang sempurna. Apabila menjadi
lebih berat menimbulkan sakit dan dapat berkembang menjadi
perikoronitis atau abses perikoronal. Perokoronitis yang disertai dengan
pembengkakan nodus limfatikus sebaiknya dilakukan perawatan dengan
terapi antibiotic. Dapat juga dilakukan spooling antiseptic, pemberian
analgetik, serta diberikan edukasi terhadap orangtua dan anak
(McDonald dan Avery, 2004; Pinkham, 2005).
46
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Skenario Case 2
Pasien anak dari kasus 2 bagian 1 kemudian dirawat di Klinik Kedokteran
Gigi Anak RSGM FKG Unpad. Saat sedang menjalani rawat jalan, ibu pasien
memberikan keluhan baru, yaitu anak berkurang nafsu makannya karena gusi
bagian belakang kanan bawah bengkak dan sering tergigit.
3.2 Identitas pasien
Nama / jenis kelamin : - / laki-laki
Umur : 6 tahun
3.3 Identifikasi masalah
Keluhan :
o Anak kekurangan nafus makan
o Gusi belakang kanan bawah bengkak dan tergigit
Pemeriksaan Intra Oral
- 36 erupsi sebagian
- Pembengkakan jaringan mukosa yang menutupi cusp
distobukal dan distolingual 36
- Sedikit desposisi plak di lingual dan bukal 36 yang sedang
erupsi
- Pocket 3mm pada bukal gigi 36
3.4 Hipotesis
Gingivitis eruptiva
47
Bakteri lebih mudah berkembang + meningkatnya
kandungan mineral dalam saliva
Plak mengeras
Mekanisme
48
Kebersihan mulut yang buruk, adanya penumpukan plak, adanya sisa-sisa
makanan, kelainan morfologis erupsi
Kalkulus
Peradangan gingiva pada proses erupsi
Gingivitis Eruptiva
BAB IV
KESIMPULAN
Pasien anak laki-laki berusia 6 tahun mengalami eruption gingitivis. Karena
dari gambaran klinis eruption gingivitis antara lain dapat ditemukan pada
pasien yang mengalami eruption gingivitis yaitu kesulitan erupsi permanen,
adanya debris serta plak, perubahan jaringan, peradangan gusi. Pada kasus
ini pasien mengeluhkan kekurangan nafus makan serta gusi belakang kanan
bawah bengkak dan tergigit.
Eruption gingivitis akan hilang apabila posisi oklusi telah normal. Apabila eruption gingivitis ini ringan, tidak memerluka perawatan melainkan hanya meningkatkan kebersihan mulutnya, sehingga jaringan yang terinflamasi akan menjadi normaldan hal ini akan diikuti dengan penumbuhan gigi yang sempurna.
Pada gigi 55, 65, 75 dan 85 bisa dilakukan penambalan. Jika lubang sudah mencapai pulpa bisa dilakukan perawatan endodontic pada anak.
Pada gigi 54 dan 64 yang tinggal sisa akar, bisa dilakukan pencabutan dan pembuatan space maintainer / space regainer.
49
Daftar Pustaka
McDonal, R. E., Avery, D. R. 2004. Dentistry for The Child and Adolescent. ed. Toronto: The C. V Mosby Company.
Newman, M. G., dkk. 2002. Carranza’s Clinical Periodontology. ed. Torronto: W. B. Saunders Company.
Pinkham, J. R. 2005. Pediatric Dentistry Infancy Through Adolescent. ed. Tokyo: W. B. Saunders Company.
http://Mayoclinic.com [diakses 4 Maret 2015]
Riyanti, Eriska. Penatalaksanaan Terkini Gingivitis Kronis Pada Anak. Bandung:
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran
Gingivitis Pada Anak. [Internet]. Available at : http://repository.usu.ac.id
Penatalaksanaan Terkini Gingivitis Kronis Pada Anak. [Internet]. Available at :
http://pustaka.unpad.ac.id
Baker, D. L. and G. J. Seymour, The possible pathogenesis of gingival recession:
A histological study of induced recession in the rat. Journal of Clinical
Periodontology Volume 3, Issue 4, pages 208–219, December 1976.
(Dalam http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/1069011)
50