7
5/21/2018 Gizi-slidepdf.com http://slidepdf.com/reader/full/gizi55cf94fb550346f57ba5b980 1/7 C. Perdagangan Bahan Pangan Bahan pangan yang tidak cukup diproduksi di suatu negara atau wilayah, harus dimasukkan atau diimpor, sedangkan bahan pangan yang diproduksi berlebih harus diekspor, agar tidak merugikan para produsen. Di dalam suatu wilayahpun tidaklah bahan pangan seluruhnya ditanam dan dikonsumsi sendiri; sebagian akan dijual untuk mendapatkan uang pembeli barang-barang lain. Jalur perdagangan berbagai bahan makanan mempunyai sifat khusus sendiri-sendiri. Struktur  jalur perdagangan dari mulai produsen sampai konsumen dapat sangat panjang atau pendek saja, dan kadang-kadang sangat rumit dan berbelit. Panjang-pendeknya jalur perdagangan ini tergantung dari  jenis bahan makanan yang bersangkutan, dan akan ikut menentukan tinggi-rendahnya harga bahan makanan tersebut ketika sampai pada konsumen. Biasanya semakin panjang jalur perdagangan, semakin mahal harga yang harus dibayar oleh konsumen. Komponen harga bahan makanan yang harus dibayar konsumen sering sebagian besar untuk jalur perdagangan ini, dan hanya sebagian kecil dinikmati oleh para produsen. Peranan para tengkulak bahan pangan sangat penting dalam menentukan lancar- tidaknya jalur perdagangan sesuatu bahan makanan tertentu, karena bahan makanan tersebut harus dikumpulkan dari sejumlah produsen-produsen kecil. Pemerintah mencoba menggantikan peranan para tengkulak ini dengan mendirikan koperasi-koperasi (Koperasi Unit Desa=KUD). Jalur perdagangan bahan makanan tertentu dikuasai oleh kelompok perdagangan tertentu, sehingga merupakan sejenis monopoli; merekalah yang kemudian paling menentukan besarnya harga akhir yang harus dibayar oleh konsumen. Pedagang baru yang akan ikut dalam jalur perdagangan yang telah dikuasai tersebut, sangatlah sukar, bahkan sering tidak mungkin. Demikian pula memasarkan bahan makanan baru, akan menjumpai kesulitan karena belum mempunyai jalur perdagangannya. Di Indonesia, jalur pemasaran ini merupakan mata rantai yang paling lemah dalam perjalanan bahan makanan dari produsen sehingga mencapai konsumen. Kalau jalur perdagangan belum lancer, maka hasil produksi akan tertahan di daerah produsen, tetapi sebaliknya sukar didapat di daerah konsumen, yang berakibat rendahnya harga bahan pangan tersebut di daerah produsen dan mahal di daerah konsumen. D. Teknologi Pangan Di abad teknologi sekarang ini, teknologi pangan juga sangat penting bagi pengadaan pangan yang mencukupi dan merata sepanjang tahun, serta bisa diperoleh di seluruh daerah/negeri, tidak saja di daerah produksi. Dengan teknologi pangan, selain bahan makanan itu diawetkan agar tahan lama,  juga kualitasnya ditingkatkan, termasuk kualitas dari sudut kandungan zat gizinya. Bahan pangan yang diproduksi musiman dapat menjadi tersedia merata sepanjang tahun dan juga di daerah-daerah yang terletak jauh dari tempat produksinya. Hasil olah teknologi pangan memberikan aneka pilihan makanan sehingga hidangan tidak monoton, tetapi banyak bervariasi. Bahan pangan hasil olah teknologi pagan biasanya dianggap

Gizi

Embed Size (px)

Citation preview

C. Perdagangan Bahan PanganBahan pangan yang tidak cukup diproduksi di suatu negara atau wilayah, harus dimasukkan atau diimpor, sedangkan bahan pangan yang diproduksi berlebih harus diekspor, agar tidak merugikan para produsen. Di dalam suatu wilayahpun tidaklah bahan pangan seluruhnya ditanam dan dikonsumsi sendiri; sebagian akan dijual untuk mendapatkan uang pembeli barang-barang lain.Jalur perdagangan berbagai bahan makanan mempunyai sifat khusus sendiri-sendiri. Struktur jalur perdagangan dari mulai produsen sampai konsumen dapat sangat panjang atau pendek saja, dan kadang-kadang sangat rumit dan berbelit. Panjang-pendeknya jalur perdagangan ini tergantung dari jenis bahan makanan yang bersangkutan, dan akan ikut menentukan tinggi-rendahnya harga bahan makanan tersebut ketika sampai pada konsumen. Biasanya semakin panjang jalur perdagangan, semakin mahal harga yang harus dibayar oleh konsumen. Komponen harga bahan makanan yang harus dibayar konsumen sering sebagian besar untuk jalur perdagangan ini, dan hanya sebagian kecil dinikmati oleh para produsen. Peranan para tengkulak bahan pangan sangat penting dalam menentukan lancar-tidaknya jalur perdagangan sesuatu bahan makanan tertentu, karena bahan makanan tersebut harus dikumpulkan dari sejumlah produsen-produsen kecil. Pemerintah mencoba menggantikan peranan para tengkulak ini dengan mendirikan koperasi-koperasi (Koperasi Unit Desa=KUD).Jalur perdagangan bahan makanan tertentu dikuasai oleh kelompok perdagangan tertentu, sehingga merupakan sejenis monopoli; merekalah yang kemudian paling menentukan besarnya harga akhir yang harus dibayar oleh konsumen. Pedagang baru yang akan ikut dalam jalur perdagangan yang telah dikuasai tersebut, sangatlah sukar, bahkan sering tidak mungkin.Demikian pula memasarkan bahan makanan baru, akan menjumpai kesulitan karena belum mempunyai jalur perdagangannya. Di Indonesia, jalur pemasaran ini merupakan mata rantai yang paling lemah dalam perjalanan bahan makanan dari produsen sehingga mencapai konsumen. Kalau jalur perdagangan belum lancer, maka hasil produksi akan tertahan di daerah produsen, tetapi sebaliknya sukar didapat di daerah konsumen, yang berakibat rendahnya harga bahan pangan tersebut di daerah produsen dan mahal di daerah konsumen.

D. Teknologi PanganDi abad teknologi sekarang ini, teknologi pangan juga sangat penting bagi pengadaan pangan yang mencukupi dan merata sepanjang tahun, serta bisa diperoleh di seluruh daerah/negeri, tidak saja di daerah produksi. Dengan teknologi pangan, selain bahan makanan itu diawetkan agar tahan lama, juga kualitasnya ditingkatkan, termasuk kualitas dari sudut kandungan zat gizinya. Bahan pangan yang diproduksi musiman dapat menjadi tersedia merata sepanjang tahun dan juga di daerah-daerah yang terletak jauh dari tempat produksinya.Hasil olah teknologi pangan memberikan aneka pilihan makanan sehingga hidangan tidak monoton, tetapi banyak bervariasi. Bahan pangan hasil olah teknologi pagan biasanya dianggap mempunyai nilai social tinggi, sehingga banyak disukai oleh para konsumen, tetapi teknologi tersebut memerlukan biaya, sehingga bahan pangan hasil olah teknologi pangan pada umumnya akan lebih mahal, terutama bila dikemas secara khusus, misalnya dikalengkan. Hasil teknologi pangan yang diimpor umumnya lebih mahal dari yang dihasilkan di dalam negeri.

2. Subsistim Distribusi dan KonsumsiKelancaran distribusi sangat tergantung pada kondisi sarana transopr dan perdagangan. Kita bedakan distribusi makro dari distribusi mikro bahan makanan tersebut. Distribusi makro menyangkut perdagangan bahan pangan di pasaran dan antara daerah maupun antar Negara, sedangkan distribusi mikro berhubungan dengan distribusi bahan makanan tersebut di antara para anggota dalam suatu keluarga.Ditribusi makro bahan pangan sangat erat kaitannya dengan penyediaan serta perdagangan pangan bagi suatu masyarakat. Mungki suatu jenis bahan pangan diproduksi secara melimpah di suatu daerah, tetapi karena sarana transport dan dengan demikian distribusinya ke daerah konsumen lain tidak lancar, maka bahan makanan tersebut sukar didapat di daerah konsumen. Ketidakmerataan distribusi juga dapat terjadi pada tingkat keluarga di daerah produksi maupun daerah konsumsi, karena tidak terjangkau oleh daya beli sebagian masyarakat. Pada kondisi suplai pangan terbatas di pasaran, masyarakat yang mampu sering membeli dan menimbun bahan pangan tersebut secara berlebih,dan ini berarti mereka akan mengambil sebagian dari jatah yang seharusnya diperuntukkan bagian masyarakat lainnya yang kurang mampu. Akibatnya ialah tidak meratanya distribusi bahan makanan tersebut. Keadaan ini terjadi di Indonesia pada tahun delapan puluhan.Menurut catatan produksi Kementrian Pertanian, produksi bahan makanan pokok beras sudah melebihi target nasional sebesar 125 kg /capita per tahun,tetapi tingkat konsumsi berbagai kelompok masyarakat masih banyak yang di bawah tingkat tersebut,sedangkan kelompok lain sudah jauh di atas target nasional. Data konsumsi terletak antara 80 dan 137 kg /capita per tahun.Yang kita bicarakan sejauh ini adalah distribusi bahan makanan secara makro. Distribusi secara makro berkenaan dengan distribusi pangan yang dikonsumsi oleh perorangan, anggota suatu keluarga. Di sini pun sering distribusi pangan tersebut tidak merata. Yang dimaksud merata di sini bukanlah bahwa setiap anggota keluarga tersebut mendapat jatah bagian makanan yang sama banyak,.tetapi bahwa setiap anggota keluarga itu mendapat jumlah makanan yang sesuai dengan tingkat kebutuhannya, menurut umur dan keadaan fisik serta jenis kelaminnya. Zat gizi yang diperlukan oleh anak-anak dan anggota keluarga yang masih muda, pada umumnya lebih tinggi dari kebutuhan orang dewasa, bila dinyatakan dalam satuan berat badan, tetapi kalau dinyatakan dalam kwantum absolut, anak-anak yang lebih kecil itu tentu membutuhkan kwantum zat makanan yang lebih kecil pula, dibandingkan dengan kwantum makanan yang diperlukan oleh orang dewasa. Struktur kekekuasaan di dalam keluarga dan berbagai pantangan makanan, berpengaruh pula atas pola distribusi makanan di dalam keluarga. Ayah biasanya dianggap yang paling berkuasa dan yang paling penting di dalam keluarga, sehingga kepadanya diberikan hak-hak khusus dalam banyak hal, termasuk hak khusus untuk mendapat bagian makanan yang paling baik dan paling banyak. Bahkan ada beberapa suku bangsa di Asia dan di Afrika di mana ayah makan sendirian terdahulu dan setelah ayah selesai, barulah sisanya dibagikan di antara para anggota keluarga lainnya. Sebaliknya anak yang termasuk BALITA dianggap yang paling sedikit gunanya bagi keluarga, bahkan dianggap merupakan beban keluarga yang harus diurus dan diperhatikan oleh anggota keluarga lainnya,.misalnya kakaknya yang lebih tua atau oleh ibunya. Anak ini diberi hak dan kedudukan lebih rendah, sehingga jatah makananpun di dalam keluarga jauh lebih kecil. Hal ini adalah keliru sama sekali. Anak BALITA sedang melakukan proses pertumbuhan yang sangat giat,.sehingga memerlukan zat-zat makanan yang relatif lebih banyak dengan kualitas yang lebih tinggi. Hasil pertumbuhan setelah menjadi manusia dewasa, sangat tergantung dari kondisi gizi dan kesehatan sewaktu masa BALITA ini. Pertumbuhan otak yang menentukan tingkat kecerdasan setelah menjadi dewasa, sangat ditentukan oleh pertumbuhan waktu BALITA. Kekurangan gizi pada fase pertumbuhan akan menghasilkan manusia dewasa dengan sifat-sifat berkualitas inferior. Jadi anak BALITA haruslah dibesi jatah utama dalam distribusi makanan keluarga, bukan mendapat sisa-sisa konsumsi keluarga. Juga berbagai pantangan dan tabu yang mengenai makanan banyak dikenakan kepada anak-anak BALITA, dan justru menyebabkan bagian makanan yang diberikan kepada anak-anak ini jauh di bawah kebutuhannya. Banyak larangan tentang makanan bagi anak-anak dimaksudkan untuk kepentingan kesehatannya, tetapi pada kenyataannya bahkan berpengaruh sebaliknya. Pantangan demikian harus dicoba dihindarkan sejauh mungkin. Sebaliknya tidak semua pantangan merugikan anak-anak tersebut. Kita harus hati-hati dan kritis dalam menilai mana pantangan yang merugikan dan mana yang masih menguntungkan anak-anak tersebut. Cara memasakpun dapat pula menjadi penyebab tidak meratanya distribusi makanan di dalam keluarga, terutama bagi anak-anak. Bahkan makanan yang sangat diperlukan bagi pertumbuhan anak-anak, sering dimasak dengan bumbu terlalu pedas sehingga tidak dapat dikonsumsi oleh anak BALITA yang masih belum tahan terhadap rasa pedas tersebut. Dalam hal ini sebaiknya dipisahkan terlebih dahulu jatah bagi anak, sebelum cabe atau bumbu pedas lainnya ditambahkan. Justru bahan makanan hewani yang mengandung banyak protein yang diperlukan bagi pertumbuhan anak-anak, sering dimasak dengan mempergunakan bumbu pedas tersebut, sehingga tidak dapat dikonsumsi oleh anak-anak BALITA. a. Pengolahan Pangan di dalam Dapur KeluargaSebelum dikonsumsi, sebagian besar bahan makanan diolah dahulu di dapur, sehingga menjadi hidangan yang bercita rasa lezat. Hal ini akan menimbulkan nafsu makan dan menghadapi hidangan merupakan sesuatu yang menyenangkan. Dengan memasaknya, bahan makanan menjadi lebih mudah dicerna dan zat-zat makanan menjadi tersedia untuk diserap dan dipergunakan oleh tubuh. Tetapi mengolah dan memasak bahan makanan dapat pula menyebabkan kehilangan sebagian dari zat-zat gizi, terutama vitamin-vitamin. Beberapa jenis vitamin mudah larut di dalam air pencuci, sehingga hilang terbuang dan beberapa lagi dapat rusak oleh pemanasan dan penyinaran matahari. Penanganan ketika memasak bahan makanan terdiri atas membuang bagian yang tidak dapat dimakan, memotong-motong dan mencucinya, sebelum dilakukan pemasakkan yang sebenarnya untuk membuat hidangan. Bagian yang tidak dapat dimakan misalnya bagian kulit dan biji-bijinya tertentu; bonggol jagung juga termasuk bagian yang tidak dapat dimakan. Pada umumnya bagian yang tidak dapat dimakan, hanya sedikit saja mengandung zat-zat gizi yang berguna, sehingga tidak terlalu merugikan. Cara penanganan bahan makanan yang tidak betul, akan lebih banyak menyebabkan zat-zat makanan terbuang percuma. Pada cara menangani dan memasak makanan yang umum dikerjakan oleh rasa ibu rumah tangga, ternyata cukup baik, dan tidak terlalu banyak zat gizi yang ikut terbuang atau rusak percuma.

b. Penghidangan dan Distribusi dalam KeluargaSetelah dimasak, makanan dihidangkan dan didistribusikan di antara para anggota keluarga untuk dikonsumsi. Menghidangkan makanan harus menarik, sehingga mereka yang menyantapnya akan merasa senang, bahkan puas, sehingga meningkatkan selera dan gairah untuk makan. Hidangan harus dapat merangsang secara menarik sebanyak mungkin panca indera, agar timbul selera dan nafsu makan. Distribusi makanan di antara para anggota keluarga, ada yang dijatahkan, tetapi ada pula yang secara bebas dapat memilih dan mengambil makanan yang disukainya sendiri. Pada umumnya anak-anak yang masih kecil (BALITA) mendapat makanannya secara dijatah oleh ibunya atau oleh kakaknya yang mengurusnya, dan tidak memilih serta mengambil sendiri mana yang disukainya. Semakin banyak pengetahuan gizinya, semakin diperhitungkan jenis dan kwantum makanan yang dipilih untuk dikonsumsinya. Awam yang tidak mempunyai cukup pengetahuan gizi, akan memilih makanan yang paling menarik panca indera, dan tidak mengadakan pilihan berdasarkan nilai gizi makanan. Sedangkan mereka yang semakin banyak pengetahuan gizinya, lebih banyak mempergunakan pertimbangan rasional dan pengetahuan tentang nilai gizi makanan tersebut.

c. Susunan Hidangan (Menu)Susunan hidangan yang disajikan di atas meja sesuatu keluarga dipengaruhi oleh banyak faktor. Untuk masyarakat awam susunan hidangan lebih ditentukan oleh kebisaan turun-menurun dan menurut kebutuhan kepuasan psikis. Hidangan yang menuruti cita rasa dan mempunyai nilai sosial tinggi akan lebih banyak dipilih dibandingkan dengan makanan yang tidak menarik dan dianggap tidak mempunyai nilai sosial yang memuaskan. Untuk masyarakat yang berpendidikan dan cukup pengetahuan tentang nilai gizi, pertimbangkan kebutuhan fisiologik lebih menonjol dibandingkan dengan kebutuhan kepuasan psikis. Tetapi umumnya akan terjadi kompromi antara kebutuhan psikis dan kebutuhan fisiologis tubuh, sehingga terdapat komposisi hidangan yang memenuhi kepuasan psikis maupun kebutuhan fisiologis tubuh. Maka hidangan akan mempunyai sifat lezat disamping mempunyai nilai gizi yang tinggi. Di Indonesia susunan hidangan yang demikian disebut susunan hidangan seimbang atau susunan hidangan adekwat, dan dinyatakan dalam slogan "empat sehat, lima sempurna". Hidangan empat sehat terdiri atas makanan pokok, lauk-pauk, sayuran dan buah-buah. Hidangan yang memperlihatkan adanya keempat komponen ini dalam kwantum yang mencukupi kebutuhan fisiologis tubuh, dianggap akan memberikan kesehatan gizi yang memuaskan bagi seorang dewasa. Untuk golongan rentan gizi, ditambah dengan sejumlah susu yang mencukupi, menjadi lima sempurna. Susu merupakan bahan makanan sumber protein berkualitas tinggi dan mudah dicerna, dan akan meningkatkan nilai gizi protein yang terdapat di dapat hidangan.

3. Pendidikan GiziIlmu gizi merupakan ilmu yang relatif sangat muda, jadi masih terus melakukan penelitian dan pengembangan, yang menghasilkan berbagai teori dan pendapat. Hasil penemuan-penemuan ini harus disampaikan kepada masyarakat untuk diterapkan dandiambil manfaatnya. Kegiatan memperbaiki keadaan gizi masyarakat maupun perorangan memerlukan tenaga ahli gizi yang masih terus harus dilatih dan ditingkatkan pengetahuan maupun keterampilannya. Karena itu upaya pendidikan gizi merupakan suatu keharusan dalam kegiatan-kegiatan untuk meningkatkan kesehatan gizi masyarakat itu. Pendidikan gizi harus meliputi seluruh lapisan masyarakat, karena semua warga masyarakat harus mengetahui dan menerapkan prinsip-prinsip gizi yang baik. Kita bedakan upaya pendidikan gizi bagi tenaga-tenaga dalam bidang profesi gizi dan pendidikan gizi bagi masyarakat umum. Juga harus dibedakan pendidikan gizi intramural di sekolah-sekolah umum dan pendidikan gizi di luar sekolah bagi masyarakat melalui berbagai jenis mass media yang ada (lihat sistim pendidikan gizi di bawah).

DAFTAR IISISTEM PENDIDIKAN GIZI

A. Pendidikan Gizi bagi Tenaga Profesi 1. Pendidikan gizi bagi profesi Gizi a. Tingkat non-degree: D1 - D2 - D3 - D4 b. Tingkat degree: SO - S1 - S2 - S3 2. Pendidikan Gizi bagi profesi lain a. Gizi medik: dokter, dokter gigi, ahli kesehatan masyarakat dan sebagainya. b. Gizi pertanian: insinyur pertanian; peternakan, perikanan, dan sebagainya. -melalui kelompok-kelompok masyarakat dan mass media; mass media tertulis, mass media elektronika, ceramah-ceramah kepada kelompok sosial B. Pendidikan Gizi bagi Umum 1. Pendidikan gizi intramural (di dalam kelas);-masuk sistem kurikulum TK-SD-SLTP dan SLTA-Akademi 2. Pendidikan gizi extramural (luar masyarakat);

Di Indonesia telah dilaksanakan pendidikan gizi untuk berbagai kelompok anak didik seperti di atas, hanya mungkin beberapa kelompok masih harus menggiatkan dan mengefisienkan pendidikan gizi tersebut. Pada umumnya masyarakat Indonesia sudah sangat sadar gizi, sehingga berbagai kegiatan penyuluhan gizi dan perbaikan gizi masyarakat dapat dilaksanakan dengan tidak menjumpai hambatan yang berarti dari pihak masyarakat dan kelompok anak-didik lainnya.

4. Kesehatan GiziHarus dibedakan antara kesehatan gizi perorangan dan kesehatan gizi masyarakat, karena sifat-sifat berbeda-beda, sehingga penanggulangannya juga harus berlain-lainan.

Kesehatan gizi perorangan mengarah ke cabang Ilmu Gizi Klinik, sedangkan yang lainnya ke cabang Ilmu Gizi Masyarakat (Kesehatan Masyarakat). Pada kesehatan gizi perorangan, problema gizi lebih banyak di bidang terapi dan sedikit prevensi maupun promosi. Sebaliknya pada kesehatan gizi masyarakat, sebagian besar problema gizi terletak di dalam bidang prevensi dan promosi, dan sedikit di bidang terapi. Problema kesehatan gizi perorangan maupun kesehatan gizi masyarakat mempunyai sifat-sifat khusus sendiri-sendiri. Faktor-faktor yang bersangkutan dengan problema gizi perorangan pada umumnya terletak dalam jangkauan profesi kedokteran, sehingga dapat ditanggulangi lebih tuntas oleh profesi medik, sedangkan faktor-faktor yang bersangkutan dengan problema kesehatan gizi masyarakat tidak seluruhnya terdapat di dalam jangkauan profesi dokter, sehingga penanggulangannya harus lintas sektoral, bekerjasama secara terkoordinasi dengan bidang-bidang profesi lain di luar profesi kedokteran. Beberapa penyakit defisiensi gizi pada seseorang sudah dapat ditangani secara tuntas, sehingga penderita penyakit tersebut dapat disembuhkan secara memuaskan, tetapi penyakit yang sama yang terdapat di suatu kelompok masyarakat sulit sekali untuk ditanggulangi secara tuntas dan memuaskan. Program penanggulangan tidak saja cukup dengan upaya-upaya terapi dan pengobatan para penderita, karena setelah disembuhkan dan kembali ke masyarakatnya, mereka akan kembali datang berobat untuk penyakitnya yang kambuh; hal demikian itu akan terus berulang-ulang, sebelum kondisi masyarakat yang menjadi dasar timbulnya defisiensi tersebut diperbaiki. Perbaikan ini merupakan perbaikan kondisi masyarakat yang menyeluruh, bukan hanya mencakup faktor kesehatan, tetapi sering meliputi pula faktor-faktor di luar profesi kedokteran tersebut, misalnya problema ekonomi dan kesejahteraan, problema kebudayaan dan kepercayaan, dan sebagainya. Penyakit gizi KKP, defisiensi Vitamin A,defisiensi jodium dan defisiensi zat besi dapat disembuhkan secara tuntas pada seseorang, tetapi sebagai penyakit gizi masyarakat Indonesia, masih belum dianggap telah ditanggulangi dan diberantas secara tuntas. Upaya penanggulangan penyakit-penyakit gizi masyarakat ini harus dilakukan lintas sektoral secara multidisipliner.