Upload
melissa-trixiana
View
297
Download
7
Embed Size (px)
DESCRIPTION
glaukoma mata
Citation preview
Presentasi Kasus
Absolute Glaucoma
Disusun oleh :
Melissa Trixiana 112013249
Dosen Pembimbing:
dr. Nanda Lessi, Sp.M
KEPANITERAAN KLINIK FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA RSUD CIAWI
21 SEPTEMBER 2015 – 24 OKTOBER 2015
1
KEPANITERAAN KLINIK
STATUS ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
SMF ILMU PENYAKIT MATA
RSUD CIAWI, BOGOR
Tanda tangan
Nama : Melissa Trixiana
NIM : 11 2013 249 ........................................
Pembimbing : dr. Nanda L, Sp.M
.........................................
I. IDENTITAS
Nama : Ny. A
Umur : 48 th
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Cinagora RT 03/ RW 05, Caringin, Bogor
Tanggal pemeriksaan : 7 Oktober 2015
II. ANAMNESIS
Autoanamnesis pada tanggal 7 Oktober 2015 jam 14.00 WIB di Poli Mata RSUD.
Ciawi.
Keluhan utama : Penglihatan mata kanan menurun
Keluhan tambahan : Rasa mengganjal dan terkadang nyeri.
Riwayat Penyakit Sekarang
OS datang ke poliklinik mata RSUD Ciawi dengan keluhan mata kanan tidak dapat
melihat sejak 1 bulan yang lalu. Penglihatan menurun perlahan selama 6 bulan ini, terkadang
terasa silau. Pasien juga mengeluh mata kanan terasa mengganjal. Pasien mengaku mata tidak
merah, tidak gatal terkadang nyeri. Adanya pusing dan rasa mual juga disangkal oleh pasien.
Namun 2 bulan yang lalu pasien mengaku sempat mengalami mata merah, terasa nyeri,
pusing, mual dan silau bila melihat cahaya. Secara tiba-tiba pasien yang sebelumnya
2
penglihatan mata kanannya buram menjadi tidak bisa melihat. Saat itu pasien hanya berobat
ke klinik lalu beristirahat di rumah.
Keluhan seperti penglihatan seperti berkabut maupun seperti melihat tirai disangkal
oleh pasien.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat darah tinggi (-), kencing manis (-), asma (-), alergi (-).
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat darah tinggi (-), kencing manis (-), asma (-), alergi (-). Riwayat penyakit
yang sama pada keluarga (-), riwayat glaucoma (-), penyakit kebutaan pada anggota keluarga
(-).
III. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan umum : Tampak baik
Kesadaran : Compos mentis
Tanda vital : Tekanan darah : 130/70 mmHg Nadi :82x/menit
Pernafasan : 20 x/menit Suhu : 36,5oC
Kepala : Normocephali, pertumbuhan rambut merata
Mulut : Carries (-), gigi berlubang (-), gigi tanggal (-), gigi palsu (-)
THT : Normotia, hidung simetris, tenggorokan baik
Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-), pembesaran tiroid (-)
Jantung : BJ I – II regular, murmur (-), gallop (-)
Paru : Simetris, suara napas vesikuler, wheezing (-/-), rhonki (-/-)
Abdomen : Perut mendatar, sikatriks (-), supel, nyeri tekan (-), timpani, BU (+) normal.
Ekstremitas : Edema (-), sianosis (-), CRT < 2 detik
STATUS OPHTALMOLOGIS
KETERANGAN OD OS
1. Visus NLP 20/60 PH+ 20/25
2. KEDUDUKAN BOLA MATA
- Eksoftalmus - -
3
- Endoftalmus - -
- Deviasi - -
- Gerakan bola mata Baik ke segala arah Baik ke segala arah
3. SUPRASILIA
- Warna Hitam Hitam
- Simetris Normal Normal
4. PALPEBRA SUPERIOR DAN INFERIOR
- Edema - -
- Nyeri tekan - -
- Ektropion - -
- Entropion - -
- Blefarospasme - -
- Trikiasis - -
- Sikatriks - -
- Punctum lacrimal Terbuka Terbuka
- Fissure palpebra - -
- Test anel Tidak dilakukan Tidak dilakukan
5. KONJUNGTIVA TARSAL, SUPERIOR, DAN INFERIOR
- Hiperemis - -
- Folikel - -
- Papil - -
- Sikatriks - -
- Hordeolum - -
- Kalazion - -
- Lithiasis - -
6. KONJUNGTIVA BULBI
- Sekret - -
- Injeksi konjungtiva - -
- Injeksi siliar - -
- Pendarahan
subkonjungtiva
- -
- Pterigium - -
- Pinguekula - -
4
- Nevus pigmentosus - -
- Kista Dermoid - -
7. SKLERA
- Warna Putih Putih
- Ikterik - -
- Nyeri tekan - -
8. KORNEA
- Kejernihan Keruh Jernih
- Permukaan Intak Intak
- Ukuran ± 12 mm ± 12 mm
- Sensibilitas - -
- Infiltrate - -
- Keratik presipitat - -
- Sikatriks - -
- Ulkus - -
- Perforasi - -
- Arcus Senilis + +
- Edema - -
- Test Placido Tidak dilakukan Tidak dilakukan
9. BILIK MATA DEPAN
- Kedalaman Dangkal Sedang
- Kejernihan Jernih Jernih
- Hifema - -
- Hipopion - -
- Efek Tyndall - -
10. IRIS
- Warna Coklat Coklat
- Kripte Jelas Jelas
- Sinekia - -
11. PUPIL
- Letak Tengah Tengah
5
- Bentuk Bulat Bulat
- Ukuran 5 mm 3 mm
- Refleks Cahaya
Langsung
Negatif Positif
- Refleks Cahaya Tidak
Langsung
Negatif Positif
12. LENSA
- Kejernihan Jernih Jernih
- Letak Dalam Kapsul Dalam Kapsul
- Test Shadow Negatif Negatif
13. BADAN KACA
- Kejernihan Jernih Jernih
14. FUNDUS OKULI
PAPIL N II
- Batas Sulit dinilai Tegas
- Warna Pucat Kuning
- Ekskavasio Positif Tidak ada
- Ratio Arteri : Vena Sulit dinilai 2:3
- C/D Ratio Sulit dinilai 0,6
RETINA
- Eksudat Tidak nampak Tidak nampak
- Pendarahan Tidak nampak Tidak nampak
- Sikatriks Tidak nampak Tidak nampak
- Ablasio Tidak nampak Tidak nampak
MAKULA LUTEA
- Refleks Ada Ada
15. PALPASI
- Nyeri tekan - -
- Massa tumor - -
- Tensi occuli N+/ palpasi N/palpasi
- Tonometri Schiotz 3/7.5= 35,8 mmHg 8/7.5= 15,6 mmHg
6
- Test konfontasi - Baik ke segala arah
IV. RESUME
Ny.A, 48 tahun datang dengan keluhan mata kanan tidak dapat melihat sejak 1 bulan
yang lalu. Penglihatan menurun perlahan selama 6 bulan ini. Mata kanan terasa mengganjal.,
mata tidak merah, tidak gatal, terkadang nyeri. 2 bulan yang lalu pasien sempat mengalami
gejala mata merah, terasa nyeri, pusing, mual dan silau bila melihat cahaya lalu pasien tidak
dapat melihat lagi.
Keluhan seperti penglihatan seperti berkabut maupun seperti melihat tirai disangkal
oleh pasien.
Hipertensi (-), DM (-), trauma (-), riwayat keluarga dengan penyakit mata (-).
OD OS
Visus NLP 20/60 PH+ 20/25
Tensi Okuli N+/Palpasi N/Palpasi
Cts Tenang Tenang
Cti Tenang Tenang
Cb Tenang Tenang
Cornea Keruh Jernih
CoA Sedang Sedang
Iris/pupil Bulat, ø 5mm, RC (-) Bulat, ø 3mm, RC (+)
Lensa Jernih Jernih
Funduskopi Papil N II, batas sulit dinilai, papil batas tegas, warna kuning,
Pucat, ekskavasio (+), C/D ratio ekskavasio (-), C/D: 0.6, A/V:
Sulit dinilai. 2:3
Tonometri Schiotz 3/7.5= 35,8 mmHg 8/7.5 = 15,6 mmHg
V. DIAGNOSIS KERJA
- Glaukoma Absolut OD
VI. DIAGNOSIS BANDING
7
Retinitis Pigmentosa OD
VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Gonioskopi
Perimetri
VIII. PENATALAKSAAN
Medika mentosa:
Timolol 0,5% ED 2x1gtt OD
Acetazolamid 2 x 250 mg
IX. PROGNOSIS
OD OS
Ad Vitam : dubia ad bonam dubia ad bonam
Ad Fungsionam : dubia ad malam dubia
Ad Sanationam : dubia ad malam dubia
PENDAHULUAN
8
Glaukoma berasal dari kata Yunani “ glaukos” yang berarti hijau kebiruan, yang
memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma. Glaukoma
ditandai oleh meningkatnya/ tidak tekanan intra okuler yang disertai oleh pencekungan
diskus optikus dan pengecilan lapangan pandang.
Glaukoma merupakan kelompok penyakit neurooptik yang biasanya memiliki satu
gambaran berupa kerusakan nervus optikus yang bersifat progresif akibat peningkatan
tekanan intraokular, ditandai dengan kelainan atau atrofi papil nervus optikus yang khas,
adanya ekskavasasi glaukomatosa, serta gangguan lapang pandang dan kebutaan. Glaukoma
biasanya menimbulkan gangguan pada lapang pandang perifer tahap awal dan kemudian akan
mengganggu penglihatan sentral. Glaukoma ini dapat tidak bergejala karena kerusakan terjadi
lambat dan tersamar. Glaukoma dapat dikendalikan jika dapat terdeteksi secara dini.
Berdasarkan etiologi, glaukoma dibagi menjadi 4 bagian; glaukoma primer, glaukoma
kongenital, glaukoma sekunder dan glaukoma absolut sedangkan berdasarkan
mekanisme peningkatan tekanan intraokular glaukoma dibagi menjadi dua, yaitu
glaukoma sudut terbuka dan glaukoma sudut tertutup. 1 Dari semua jenis glaukoma di atas,
glaukoma absolut merupakan hasil atau stadium akhir semua glaukoma yang tidak terkontrol,
yaitu dengan kebutaan total dan bola mata nyeri.2
World Health Organization menyatakan bahwa glaukoma merupakan penyebab
kebutaan ketiga di dunia setelah katarak dan trakoma. Analisa yang telah dilakukan
organisasi kesehatan dunia ini memperkirakan terdapat 104,5 juta penduduk dunia dengan
glaukoma, diperkirakan prevalensi kebutaannya untuk semua tipe glaukoma mencapai 5,2
juta penderita per tahun. Jumlah penderita glaukoma di Indonesia diperkirakan sekitar 0,2%
dari populasi dan merupakan penyebab kebutaan mata nomor dua di Indonesia setelah
katarak.
TINJAUAN PUSTAKA
9
Fisiologi Humor Akueous
Tekanan intraokular ditentukan oleh kecepatan pembentukan akueous humor dan
tahanan terhadap aliran keluarnya dari mata. Akueous humor adalah suatu cairan jernih yang
mengisi kamera anterior dan posterior mata. Volumenya adalah sekitar 250 µL/menit.
Tekanan osmotik sedikit lebih tinggi daripada plasma. Komposisi akueous humor serupa
dengan plasma kecuali bahwa cairan ini memiliki konsentrasi askorbat, piruvat, dan laktat
yang lebih tinggi dan protein, urea, dan glukosa yang lebih rendah.1
Pembentukan dan Aliran Akueous Humor
Akueous humor diproduksi oleh korpus siliare. Ultrafiltrat plasma yang dihasilkan di
stroma prosesis siliaris dimodifikasi oleh fungsi sawar dan prosesus ekskretorius epitel
siliaris. Setelah masuk ke kamera posterior, akueous humor mengalir melalui pupil ke kamera
anterior lalu ke jalinan trabekular di sudut kamera anterior. Selama periode ini, terjadi
penukaran diferensial komponen-komponen dengan darah di iris.
Peradangan atau trauma intraokular menyebabkan peningkatan konsentrasi protein.
Hal ini disebut akueous humor plasmoid dan sangat mirip dengan serum darah.1
Gambar 1. Kamera Okuli Anterior dan Aliran Aqueous Humor
Aliran Keluar Akueous Humor
10
Jalinan/jala trabekula terdiri dari berkas-berkas jaringan kolagen dan elastik yang
dibungkus oleh sel-sel trabekular yang membentuk suatu saringan dengan ukuran pori-pori
semakin mengecil sewaktu mendekati kanalis Schlemm. Kontraksi otot siliaris melalui
insersinya ke dalamn jalinan trabekula memperbesar ukuran pori-pori di jalinan tersebut
sehingga kecepatan drainase akueous humor juga meningkat. Aliran akueous humor ke dalam
kanalis Schlemm bergantung pada pembentukan saluran-saluran transelular siklik di lapisan
endotel. Saluran eferen dari kanalis Schlemm (sekitar 30 saluran pengumpul dan 12 vena
akueous) menyalurkan cairan ke dalam sistem vena. Sejumlah kecil akueous humor keluar
dari mata antara berkas otot siliaris dan lewat sela-sela sklera (aliran uveoskleral).
Resistensi utama terhadap aliran keluar akueous humor dari kamera anterior adalah
lapisan endotel saluran Schlemm dan bagian-bagian jalinan trabekular di dekatnya, bukan
dari sistem pengumpul vena. Tetapi tekanan di jaringan vena episklera menentukan besar
minimum tekanan intraokular yang dicapai oleh terapi medis.1
Glaukoma
Glaukoma adalah penyakit mata yang ditandai ekskavasi glaukomatosa, neuropati
saraf optik, serta kerusakan lapang pandangan yang khas dan utamanya diakibatkan oleh
meningkatnya tekanan intraokular. Berdasarkan etiologi, glaukoma dibagi menjadi 4 jenis
yaitu glaukoma primer, glaukoma kongenital, glaukoma sekunder dan glaukoma absolut
sedangkan berdasarkan mekanisme peningkatan tekanan intraokular glaukoma dibagi
menjadi dua, yaitu glaukoma sudut terbuka dan glaukoma sudut tertutup.
Glaukoma absolut merupakan stadium akhir glaukoma (sempit / terbuka) dimana
sudah terjadi kebutaan total akibat tekanan bola mata memberikan gangguan fungsi lanjut3.
11
Gambar 2. Glaukoma
Peningkatan tekanan intraokular merupakan faktor risiko signifikan untuk
terbentuknya glaukoma (lebih dari 20 mmHg atau 2.9 kPa). Seseorang mungkin saja
mengalami kerusakan saraf pada tekanan yang relatif rendah ketika orang lainnya dapat
memiliki tekanan intraokular tinggi dalam jangka waktu lama tanpa mengalami kerusakan
saraf. Glaukoma yang tidak diterapi dapat menyebabkan kerusakan permanen saraf optik
yang akhirnya mengarah ke kebutaan.
Glaukoma, secara garis besar, dapat dibagi ke dalam dua kategori utama, “sudut
terbuka” dan “sudut tertutup”. Glaukoma sudut tertutup dapat muncul tiba-tiba dan biasanya
pasien mengeluhkan nyeri sedang sampai berat; gangguan penglihatan dapat berkembang
dengan cepat tetapi dengan adanya gejala yang membuat pasien merasa tidak nyaman, hal ini
akan membawa pasien untuk berobat sebelum terjadi kerusakan yang lebih permanen.
Glaukoma sudut terbuka biasanya berkembang secara perlahan, dan penderita seringkali baru
12
menyadari hilangnya penglihatan ketika penyakit tersebut sudah mengalami progresi yang
signifikan.1-5
Penilaian Glaukoma secara Klinis
Tonometri
Tonometri adalah istilah genetik untuk pengukuran tekanan intraokular. Instrumen
yang paling luas digunakan adalah tonometer aplanasi Goldmann, yang dilekatkan ke
slitlamp dan mengukur gaya yang diperlukan untuk meratakan luas tertentu ada kornea.
Tonometer aplanasi lainnya adalah tonometer Perkin dan TonoPen yang portabel;
pneumototonometer, yang bermanfaat bila permukaan kornea ireguler dan dapat digunakan
biarpun pasien menggunakan lensa kontak. Tonometer Schiotz adalah tonometer portabel dan
mengukur indentasi kornea yang ditimbulkan oleh beban tertentu.
Rentang tekanan intraokular normal adalah 10-24 mmHg. Hasil sekali pembacaan
tidak menyingkirkan kemungkinan glaukoma. Pada glaukoma sudut terbuka primer, banyak
pasien akan memperlihatkan tekanan intraokular yang normal saat pertama kali diperiksa.
Sebaliknya, peningkatan tekanan intraokular saja tidak selalu berarti pasien menderita
glaukoma sudut terbuka primer, karena untuk menegakkan diagnosis diperlukan bukti-bukti
lain berupa adanya diskus optikus glaukomatosa atau kelainan lapang pandang. Apabila
tekanan intraokuler terus-menerus meninggi sementara diskus optikus dan lapangan pandang
normal, pasien dapat diobservasi berkala sebagai tersangka glaukoma.
Gonioskopi
Sudut kamera anterior dibentuk oleh taut antara kornea perifer dan iris, yang
diantaranya terdapat jalinan trabekular. Konfigurasi sudut ini yakni apakah lebar (terbuka),
sempit, atau tertutup—menimbulkan dampak penting pada aliran keluar humor akueous.
Lebar sudut kamera anterior dapat diperkirakan dengan pencahayaan oblik kamera anterior
dengan sebuah senter tangan atau dengan pengamatan kedalaman kamera anterior perifer
dengan slitlamp, tetapi sebaiknya ditentukan dengan gonioskopi, yang memungkinkan
visualisasi langsung struktur-struktur sudut. Apabila seluruh jalinan trabekular, taji sklera,
dan prosesus iris dapat terlihat, sudut dinyatakan terbuka. Apabila hany garis Schwalbe atau
13
sebagian kecil dari jalinan trabekular yang dapat terlihat, sudut dinyatakan sempit. Apabila
garis Schwalbe tidak terlihat, sudut tertutup.
Faktor-faktor yang menentukan konfigurasi sudut kamera anterior adalah bentuk
kornea—mata miop besar memiliki sudut lebar dan mata hipermetropik kecil memiliki sudut
sempit. Pembesaran lensa seiring dengan usia cenderung mempersempit sudut ini. Hal ini
mungkin yang menyebabkan meningkatnya insiden glaukoma sudut tertutup. Ras juga
merupakan salah satu faktor. Sudut kamera anterior orang-orang Asia Tenggara jauh lebih
sempit dibandingkan pada orang ras Kaukasia.
Penilaian Diskus Optikus
Diskus optikus normal memiliki cekuangn di bagian tengahnya (depresi sentral)—
yang ukurannya bervariasi bergantung pada jumlah relatif serat yang menyusun saraf optikus
terhadap ukuran lubang sklera yag harus dilewati oleh serat-serat tersebut. Pada mata
hipermetropik, lubang sklera kecil sehingga cekungan optik juga kecil; pada mata miopik hal
yang sebaliknya terjadi. Atrofi optikus akibat glaukoma menimbulkan kelainan-kelainan
diskus khas terutama yang ditandai oleh berkurangnya substansi diskus—yang terdeteksi
sebagai pembesaran cekungan diskus optikus—disertai pemucatan diskus di daerah
cekungan. Bentuk-bentuk lain atrofi optikus menyebabkan pemucatan luas tanpa peningkatan
cekungan diskus optikus.
Pada glaukoma mula-mula terjadi pembesaran konsentris cekungan optik yang diikuti
oleh pencekungan superior dan inferior dan disertai pentakikan fokal tepi diskus optikus.
Kedalaman cekungan optik juga meningkat seiring dengan pembentukan cekungan,
pembuluh retina di diskus tergeser ke arah nasal. Hasil akhir proses pencekungan pada
glaukoma adalah apa yang disebut sebagai cekungan “bean-pot”, tempat tak terlihat jaringan
saraf di bagian tepi.
“Rasio cekungan-diskus” adalah cara yang berguna untuk mencatat ukuran diskus
optikus pada pasien glaukoma. Besaran tersebut adalah perbandingan antara ukuran cekungan
dengan garis tengah diskus. Apabila terdapat peningkatan tekanan intraokular yang
signifikan, rasio cekungan-diskus yang lebih besar dari 0.5 atau adanya asimetri bermakna
antara kedua mata sangat mengisyaratkan adanya atrofi glaukomatosa.
14
Pemeriksaan Lapang Pandang
Pemeriksaan lapang pandang secara teratur penting untuk diagnosis dan tindak lanjut
glaukoma. Penurunan lapang-pandang akibat glaukoma itu sendiri tidak spesifik, karena
gangguan ini terjadi akibat defek berkas serat saraf yang dapat dijumpai pada semua penyakit
saraf optikus; tetapi pola kelainan lapang pandang, sifat progresivitasnya, dan hubungannya
dengan kelainan-kelainan diskus optikus adalah khas untuk penyakit ini.
Gangguan lapang pandang akibat glaukoma terutama mengenai 30 derajat lapangan
pandang bagian tengah. Perubahan paling dini adalah semakin nyatanya bintik buta.
Perluasan kontinyu ke daerah Bjerrum lapangan pandang—di 15 derajat dari fiksasi—
menimbulkan skotoma Bjerrum kemudian skotoma arkuata. Daerah-daerah pengecilan yang
lebih parah di daerah Bjerrum dikenal sebagai skotoma Seidel. Skotoma arkuata ganda—di
atas dan di bawah meridian horizontal—sering disertai nasal step (Roenne) karena perbedaan
ukuran kedua defek arkuata tersebut. Pengecilan lapangan pandang perifer cenderung
berawal di perifer nasal sebagai konstriksi isopter. Kemudian, mungkin terdapat hubungan ke
defek arkuata, menimbulkan breakthrough perifer. Lapangan pandang perifer temporal dan 5-
10 derajat sentral terpengaruh pada stadium lanjut penyakit. Ketajaman penglihatan sentral
bukan merupakan indeks perkembangan penyakit yang dapat diandalkan. Pada penyakit
stadium akhir, ketajaman sentral mungkin normal tetapi hanya 5 derajat lapangan pandang di
masing-masing mata. Pada glaukoma lanjut, pasien mungkin memiliki ketajaman penglihatan
6/6 tapi secara legal buta.
Berbagai cara untuk memeriksa lapangan pandang pada glaukoma adalah layar
singgung, perimeter Goldmann, Friedmann field analyzer, dan perimeter otomatis.1-5
Manifestasi Klinis Glaukoma
Pada glaukoma absolut didapatkan manifestasi klinis glaukoma secara umum yakni
yang didapatkan adalah terdapat tanda-tanda glaukoma yakni kerusakan papil nervus II
dengan predisposisi TIO tinggi dan terdapat penurunan visus. Yang berbeda dari glaukoma
lain adalah pada penderita glaukoma absolut visusnya nol dan light perception negatif.
Apabila masih terdapat persepsi cahaya maka belum dapat didiagnosis sebagai glaukoma
absolut.3,6
15
Gejala yang menonjol pada glaukoma absolut adalah penurunan visus tersebut, namun
demikian dapat ditemukan gejala lain dalam riwayat pasien. Rasa pegal di sekitar mata dapat
diakibatkan oleh peregangan pada didnding bola mata akibat TIO yang tinggi. Gejala-gejala
dari POAG dan PACG seperti nyeri, mata merah, dan halo dapat ditemukan juga.7
Negative Light Perception
Pada glaukoma absolut visusnya nol dan light perception negatif, hal ini disebabkan
kerusakan total papil N.II. Papil N.II yang dapat dianggap sebagai lokus minoris pada dinding
bola mata tertekan akibat TIO yang tinggi, oleh karenanya terjadi perubahan-perubahan pada
papil N.II yang dapat dilihat melalui funduskopi berupa penggaungan. Gambaran yang
menunjukkan tahapan perubahan papil N.II pada funduskopi dapat dilihat pada Gambar 3.
Pada tahap awal glaukoma sudut terbuka discus opticus masih normal dengan C/D
ratio sekitar 0,2. Pada tahap selanjutnya terjadi peningkatan rasio C/D menjadi sekitar 0.5.
Semakin lama rasio C/D semakin meningkat dan terjadi perubahan pada penampakan
vaskuler sentral yakni nasalisasi, bayonetting. Perubahan juga terjadi pada serat-serat syaraf
di sekitar papil. Pada tahap akhir C/D ratio mejadi 1.00, di mana semua jaringan diskus
neural rusak.8
Penyempitan lapang pandang
Penurunan visus akibat glaukoma dapat terjadi perlahan maupun mendadak. Tajam
penglihatan yang terganggu adalah tajam penglihatan perifer, atau yang lebih umum disebut
lapang pandang. Mekanisme yang mendasari penyempitan lapang pandang adalah kerusakan
papil nervus II serta kerusakan lapisan syaraf retina dan vaskulernya akibat peningkatan TIO.
Pada peningkatan TIO maka terjadi peregangan dinding bola mata. Retina merupakan salah
satu penyusun dinding bola mata ikut teregang struktur sel syaraf yang tidak elastis kemudian
menjadi rusak. Sedangkan pembuluh kapiler yang menyuplai serabut-serabut syaraf juga
tertekan sehingga menyempit dan terjadi gangguan vaskularisasi.
Penyempitan lapang pandang secara bertahap akibat kerusakan papil dan lapisan
syaraf retina. Dari gejala klinis didapatkan penyempitan lapang pandang. Lama-kelamaan
penderta seperti melihat melalui terowongan. Dari pemeriksaan perimetri bisa didapatkan
kelainan khas yakni scotoma sentral, perisentral, dan nasal. Lama kelamaan scotoma ini
berbentuk seperti cincin. Pengurangan lapang pandang biasanya dimulai dari sisi temporal,
pada perimetri didapatkan defek berbentuk arcuata yang khas untuk glaukoma. Lama-
kalamaan defek ini meluas dan mencapai keseluruhan lapang pandang, hanya tersisa di
16
bagian sentral yang sangat kecil. Visus light perception negatif menandakan kerusakan total
pada papil N.II. Pada keadaan seperti ini pasien tidak lagi perlu diperiksa perimetri.8
Gambar 3. Perubahan pada papil N.II pada funduskopi dan lapang pandang pada
pemeriksaan perimetri8
Sudut Mata
Sudut mata pada pasien glaukoma absolut dapat dangkal atau dalam, tergantung
kelainan yang mendasari. Pemeriksaan dilakukan untuk mengetahu kelainan tersebut. Dari
riwayat mungkin didapatkan tanda-tanda serangan glaukoma akut pada pasien seperti nyeri,
mata merah, halo, dan penurunan visus mendadak. Dengan sudut terbuka mungkin pasien
mengeluhkan penyempitan lapang pandang secara bertahap. Pemeriksaan dapat dilakukan
dengan penlight ataupun gonioskopi. Dengan penlight COA dalam ditandai dengan semua
bagian iris tersinari, sedangkan pada sudut tertutup iris terlihat gelap seperti tertutup
bayangan. Pemeriksaan gonioskopi dapat menilai kedalamaan COA. Penilaian dilakukan
dengan memperhatikan garis-garis anatomis yang terdapat di sekitar iris. Penilaian
berdasarkan klasifikasi Shaffer dibagi menjadi 5 tingkat, dengan tingkat 4 sebagai COA yang
normal yang dalam, sedangkan tingkat nol menunjukkan sudut mata sempit.8
Tekanan Intra Okular
Tekanan intraokular pada glaukoma absolut dapat tinggi atau normal. Tekanan normal
dapat terjadi akibat kerusakan corpus ciliaris, sehingga produksi aqueus turun. Hal ini bisa
17
terjadi pada penderita dengan riwayat uveitis. TIO tinggi lebih sering ditemukan pada
penderita glaukoma. Dikatakan tekanan tinggi apabila TIO > 21 mmHg.1
Gambar 4. Peningkatan Tekanan dalam Bola Mata
Mekanisme utama penurunan penglihatan pada glaukoma adalah atrofi sel ganglion
difus, yang menyebabkan penipisan lapisan serat saraf dan inti bagian dalam retina dan
berkurangnya akson di saraf optikus. Diskus optikus menjadi atrofi, disertai pembesaran
cekungan optikus. Iris dan korpus siliare juga menjadi atrofi, dan prosessus siliaris
memperlihatkan degenerasi hialin. Pada glaukoma, tekanan intraokular mencapai 60-80
mmHg, sehingga terjadi kerusakan iskemik pada iris yang disertai edema kornea1.
Diagnosa Banding
Retinitis Pigmentosa
Tanda karakteristiknya adalah degenerasi sel epitel retina terutama sel batang
dan atrofi saraf optik, menyebar tanpa gejala peradangan. Retina mempunyai bercak
dan pita ha;us berwarna hitam. Merupakan kelainan progresif yang onset bermula
masa kanak-kanak.
Penyakit ini merupakan kelainan autosomal resesif, autosomal dominan, X
linked resesif atau simpleks. Kebanyakan pasien tanpa riwayat penyakit pada keluarga
sebelumnya.
Gejalanya adalah sukar melihat pada malam hari selain lapang penglihatan
menjadi sempit, penglihatan sentral dinyatakan dengan adanya buta warna. Pada
funduskopi terlihat penumpukan pigmen perivaskular di bagian perifer retina.
Terdapat atrofi pigmen epitel retina arteri menciut, sel dalam badan kaca dengan papil
pucat.
18
Gambar 5. A Normal posterior segment, B Posterior segmen pada Retinitis Pigmentosa
Penatalaksanaan Glaukoma
Terapi Medikamentosa
1. Supresi pembentukan aqueous humour
a. Penghambat adrenergik beta bekerja dengan mengurangi produksi humour aqueous.
Preparat yang tersedia atara lain adalah timolol maleat 0,25% dan 0,5%. Betaxolol 0,25%
dan 0,5%, dan lain–lain. Kontraindikasi utama penggunaan obat–obat ini adalah penyakit
obstruksi jalan napas kronik, terutama asma, dan defek hantaran jantung. Betaxolol
dengan selektivitas relatif tinggi terhadap reseptor β1 lebih jarang menimbulkan efek
samping respiratorik, tetapi obat ini juga kurang efektif dalam menurunkan TIO. Depresi,
kebingungan, rasa lelah dapat timbul pada pemakaian obat penghambat adrenergik beta
topikal. Frekuensi timbulnya efek sistemik dan tersedianya obat–obat lain telah
menurunkan popularitas obat penyekat agonis adrenergik alfa adrenergic beta.1
b. Brimonidine (larutan 0,2% dua kali sehari) merupakan yang utamanya menghambat
produksi aqueous serta meningkatkan pengeluaran humor aqueous. Brimonidine dapat
digunakan sebagai terapi lini pertama atau tambahan, namun sering mengakibatkan reaksi
alergi.1
c. Larutan Dorzolamide hydrochloride 2% dan brinzolamide 1% (dua atau tiga kali sehari)
merupakan inhibitor karbonat anhidrase topikal yang efektif sebagai terapi tambahan,
meskipun tidak seefektif inhibitor karbonat anhidrase sistemik. Efek samping utama ialah
rasa pahit sementara dan blefarokonjungtivitis alergi. Dorzolamide juga tersedia dalam
kombinasi dengan timolol dalam satu larutan.1
19
d. Inhibitor karbonat anhidrase sistemik yang paling sering digunakan adalah acetazolamide,
tetapi terdapat alternatif yaitu diklorfenamid dan metazolamid yang digunakan pada
glaukoma kronis ketika terapi topikal sudah tidak memadai dan pada glaukoma akut
dimana tekanan intraokular yang sangat tinggi perlu segera dikontrol. Obat-obat ini
mampu menekan produksi humor aqueous sebesar 40-60%. Acetazolamide dapat
diberikan per oral dalam dosis 125-250 mg sampai empat kali sehari atau sebagai Diamox
Sequels 500 mg sekali atau dua kali sehari, atau dapat diberikan secara intravena (500
mg). Inhibitor karbonat anhidrase menimbulkan efek samping mayor yang membatasi
penggunaan obat-obat ini untuk erapi jangka panjang.1
2. Fasilitasi aliran keluar humor aqueous
a. Analog prostaglandin merupakan obat–obat lini pertama atau tambahan yang efektif.
Semua analog prostaglandin dapat menimbulkan hiperemia konjungtiva, hiperpigmentasi
kulit preorbita, pertumbuhan bulu mata, dan penggelapan iris yang permanen. Obat ini
juga sudah jarang dihubungkan dengan reaktivasi uveitis dan herpes keratitis serta dapat
menyebabkan edema macula pada individu dengan predisposisi.1
b. Obat parasimpatomimetik meningkatkan aliran keluar humor aqueous humour dengan
bekerja pada trabekular meshwork melalui kontraksi otot siliaris. Pilocarpine jarang
digunakan sejak ditemukannya analog prostaglandin, tapi dapat bermanfaat pada
sejumlah pasien. Obat–obat parasimpatomimetik menimbulkan miosis disertai
penglihatan suram, terutama pada pasien katarak, dan spasme akomodatif yang mungkin
menganggu pada pasien usia muda. Ablasio retina merupakan tindakan yang jarang tapi
serius.1
c. Epinefrin 0,25-2% diteteskan sekali atau dua kali sehari dapat meningkatkan aliran keluar
humor aqueous humor dan sedikit banyak disertai penurunan pembentukan humor
aqueous humor. Terdapat sejumlah efek samping okular eksternal termasuk refleks
vasodilatasi konjungtiva, endapan adrenokrom, konjungtivitis folikularis dan reaksi
alergi. Efek samping intraokular yang dapat terjadi adalah edema macula sistoid pada
afakik dan vasokonstriksi saraf optik. Dipivefrin adalah suatu prodrug epinefrin yang
dimetabolisasi di intraokular menjadi bentuk aktifnya. Epineferin dan dipivefrin jangan
digunakan untuk mata dengan sudut kamera anterior sempit.1
3. Penurunan volume vitreus
a. Obat–obat hiperosmotik darah menyebabkan menjadi hipertonik sehingga air tertarik
keluar dari vitreus dan menyebabkan penciutan vitreus. Selain itu juga terjadi penurunan
produksi humor aqueous. Penurunan volume vitreus bermanfaat dalam pengobatan
20
glaukoma sudut tertutup akut dan glaukoma maligna yang menyebabkan pergeseran lensa
kristalina ke anterior (disebabkan oleh perubahan volume vitreus atau koroid) dan
menimbulkan penutupan sudut1
b. Glycerin (glycerol) oral 1 ml/kgBB dalam suatu larutan 50% dingin dicampur dengan jus
lemon adalah obat yang paling sering digunakan, tapi harus berhati–hati bila digunakan
pada pengidap diabetes. Pilihan lain adalah isosorbide oral dan urea intravena atau
manitol intravena.1
4. Miotik, midriatik, dan siklopegik
Konstriksi pupil sangat penting dalam penatalaksanaan glaukoma sudut tertutup
akut primer dan pendesakan sudut pada iris plateau. Dilatasi pupil penting dalam
pengobatan sudut akibat iris bombe karena sinekia posterior.
Apabila penutupan sudut disebabkan oleh pergeseran lensa ke anterior, siklopegik
(siklopentolat dan atropin). Dapat digunakan untuk melemaskan otot siliaris sehingga
mengencangkan apparatus zonularis dalam usaha untuk menarik lensa ke belakang.1
21
Terapi Bedah dan Laser
1. Iridektomi dan iridotomi perifer
Sumbatan pupil paling baik diatasi dengan membentuk komunikasi langsung antara
kamera anterior dan posterior sehingga beda tekanan antara keduanya menghilang. Hal ini
dapat dicapai dengan laser neodinium: YAG atau argon (iridotomi perifer) atau dengan
tindakan bedah iridektomi perifer.1
2. Trabekuloplasti laser
Penggunaan laser (biasanya argon) untuk menimbulkan luka bakar melalui suatu
goniolensa ke jalinan trabekular dapat mempermudah aliran keluar humor akueous karena
efek luka bakar tersebut pada jalinan trabekular dan kanalis Schlemm serta terjadinya proses-
proses selular yang meningkatkan fungsi jaringan trabekular. Teknik ini dapat diterapkan
bagi bermacam-macam bentuk glaukoma sudut terbuka, dan hasilnya bervariasi bergantung
pada penyebab yang mendasari. Penurunan tekanan biasanya memungkinkan pengurangan
terapi medis dan penundaan tindakan bedah glaukoma. Pengobatan dapat diulang.1
3. Bedah drainase glaukoma
Tindakan bedah untuk membuat jalan pintas dari mekanisme drainase normal,
sehingga terbentuk akses langsung humor aqueous dari kamera anterior ke jaringan
subkonjungtiva atau orbita, dapat dibuat dengan trabekulotomi atau insersi selang drainase.
Trabekulotomi telah menggantikan tindakan-tindakan drainase full thickness misal
sklerotomi bibir posterior, sklerostomi termal, trefin).
Penanaman suatu selang silikon untuk membentuk saluran keluar permanen bagi
humor aqueous adalah tindakan alternative untuk mata yang tidak membaik dengan
trabekulektomi atau kecil kemungkinannya bereaksi dengan trabekulektomi. Sklerostomi
adalah suatu tindakan baru yang menjanjikan sebagai alternatif bagi trabekulektomi.
Goniotomi adalah suatu teknik yang bermanfaat untuk mengobati glaukoma
kongenital primer yang tampaknya terjadi sumbatan drainase humor aqueous di bagian dalam
jalinan trabekular.1
22
4. Tindakan siklodestruktif
Kegagalan terapi medis dan bedah dapat menjadi alasan untuk mempertimbangkan
tindakan dekstruksi korpus siliaris dengan laser atau bedah untuk mengontrol tekanan
intraocular. Krioterapi, diatermi, ultrasonografi frekuensi tinggi, dan yang paling mutahir,
terapi laser neodinium: YAG thermal mode, dapat diaplikasikan ke permukaan mata tepat di
sebelah posterior limbus untukmenimbulkan kerusakan korpus siliaris di bawahnya. Juga
sedang diciptakan energi laser argon yang diberikan secara transpupilar dan transvitreal
langsung ke prosessus siliaris. Semua teknik siklodekstruktif tersebut dapat menyebabkan
ftisis dan harus dicadangkan sebagai terapi bagi glaukoma yang sulit diatasi.1
Penatalaksanaan Glaukoma Absolut
Penatalaksanaan glaukoma absolut dapat ditentukan dari ada tidaknya keluhan. Ketika
terdapat sudut tertutup oleh karena total synechiae dan tekanan bola mata yang tidak
terkontrol, maka kontrol nyeri menjadi tujuan terapetik yang utama. Penatalaksanaan
glaukoma absolut dilakukan dengan beberapa cara :
1. Medikamentosa
Kombinasi atropin topikal 1% dua kali sehari dan kortikosteroid topikal 4 kali sehari
seringkali dapat menghilangkan gejala simtomatis secara adekuat. Kecuali jika TIO lebih
besar dari 60 mmHg. Ketika terdapat edema kornea, kombinasi dari pemberian obat-obatan
ini dilakukan dengan bandage soft contact lens menjadi lebih efektif. Namun bagaimanapun,
dengan pemberian terapi ini, jika berkepanjangan, akan terdapat potensi komplikasi. Oleh
karena itu, pada glaukoma absolut, pengobatan untuk menurunkan TIO seperti penghambat
adenergik beta, karbonik anhidrase topikal, dan sistemik, agonis adrenergik alfa, dan obat-
obatan hiperosmotik serta mencegah dekompensasi kornea kronis harus dipertimbangkan.
2. Prosedur Siklodestruktif
Merupakan tindakan untuk mengurangi TIO dengan merusakan bagian dari epitel
sekretorius dari siliaris. Indikasi utamanya adalah jika terjadinya gejala glaukoma yang
berulang dan tidak teratasi dengan medikamentosa., biasanya berkaitan dengan glaukoma
sudut tertutup dengan synechia permanen, yang gagal dalam merespon terapi. Ada 2 macam
tipe utama yaitu : cyclocryotherapy dan cycloablasi laser dgn Nd:YAG. 9
Cyclocryotherapy dapat dilakukan setelah bola mata dianaestesi lokal dengan injeksi
retrobulbar. Prosedur ini memungkinkan terjadinya efek penurunan TIO oleh karena
kerusakan epitel siliaris sekretorius, penurunan aliran darah menuju corpus ciliaris, atau
23
keduanya. Hilangnya rasa sakit yang cukup berarti adalah salah satu keuntungan utama
cyclocryotheraphy.
Dengan Cycloablasi menggunakan laser Nd:YAG, ketika difungsikan, sinar yang
dihasilkan adalah berupa sinar infrared. Laser YAG dapat menembus jaringan 6 kali lebih
dalam dibandingkan laser argon sebelum diabsorbsi, hal ini dapat digunakan dalam merusak
trans-sklera dari prosesus siliaris.9
3. Injeksi alkohol
Nyeri pada stadium akhir dari glaukoma dapat dikontrol dengan kombinasi atropin
topikal dan kortikosteroid atau, secara jarang, dilakukan cyclocryotheraphy. Namun
demikian, beberapa menggunakan injeksi alkohol retrobulbar 90% sebanyak 0,5 ml untuk
menghilangkan nyeri yang lebih lama. Komplikasi utama adalah blepharptosis sementara
atau ophtalmoplegia eksternal.9
4. Enukleasi bulbi
Secara jarang, enukleasi dilakukan bila rasa nyeri yang ditimbulkan tidak dapat diatasi
dengan cara lainnya.9
24
Daftar Pustaka
1. Vaughan, Daniel. 2007. General Ophthalmology 16th edition. Stanford: Appleton &
Lange. pp 200-216
2. Ilyas S, Mailangkay, Taim H, Saman R, Simarmata M et al. Ilmu Penyakit Mata
Untuk Dokter Umum dan Mahasiswa Kedokteran Edisi ke 2. Jakarta: Sagung Seto,
2002.
3. Ilyas R. Ilmu Penyakit Mata Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2009
4. James B, Chew C, Bron A. Lecture Notes Oftalmologi. Edisi 9. Jakarta, Penerbit
Erlangga, 2006.
5. Mansjoer Arif, dkk. Ilmu Penyakit Mata dalam: Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3.
Jakarta, FKUI, 2001 hal 109-110.
6. Japan Glaucoma Society. 2006. Guidelines for Glaucoma . 2nd Edition.
Tokyo: Japan Glaucoma Society
7. Pavan-Langston, D and Grosskreutz, CL. 2002. Glaucoma in Manual of Ocular
Diagnosis and Therapy. 5th Ed. USA: Lippincott William Wilkins, pp 251-285.
8. Kanski, Jack J. 2005. Clinical Ophthalmology. Toronto: Butterworth Heinemann. pp
192-269
9. Khurana AK. 2005. Ophthalmology. 3rd Edition. New Delhi: New Age International.
pp 235
25