Upload
archangella-desi-natalia
View
30
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
LAPORAN KASUS KEPANITERAAN MATA
DISUSUN OLEH :
Desi Natalia
406138076
KEPANITERAAN ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
RSUD KUDUS
PERIODE 27 Juli 2015 – 29 Agustus 2015
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN
Nama lengkap : Ny. RA
Umur : 17,4 tahun
Agama : Islam
Alamat : Jekulo, Kudus
Pekerjaan : Mahasiswi
No. RM : 558.573
Tanggal Pemeriksaan : 28 Juli 2015
II. ANAMNESIS
Autoanamnesis pada tanggal 28 Juni 2015 jam 11.00 di Poli Mata.
A. Keluhan Utama :
Kedua bola mata menonjol
B. Riwayat Penyakit Sekarang :
Keluhan : kedua mata menonjol
Onset : Sejak 4 tahun yang lalu
Kuantitas : -
Kualitas : Perlahan makin menonjol
Memperingan : -
Memperberat : -
Gejala Penyerta : mata cepat lelah dan kering,serta silau. 1 tahun lalu
pasien juga merasa jantung berdebar, cepat berkeringat, nafsu makan
meningkat, serta sering merasa kepanasan
Kronologi
Pasien datang ke poli mata RSUD dengan keluhan kedua bola mata menonjol.
Keluhan ini dirasakan sejak 1bulan lalu. Kedua bola matanya dirasakan
semakin lama semakin menonjol disertai mata yang mudah lelah dan mudah
kering. Selain itu sejak 1 tahun lalu pasien juga merasa jantung berdebar,
nafsu makan meningkat , serta sering merasa kepanasan. Pasien sudah berobat
ke RS. Aisisyah, dan dinyatakan mengalami gangguan kelenjar tiroid.
C. Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat operasi mata (-)
Riwayat Trauma (-)
Riwayat Hipertiroid (+)
D. Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada keluhan serupa sebelumnya di keluarga
E. Riwayat Sosial Ekonomi :
- Pasien seorang Mahasiswi jurusan Pendidikan di Kudus
III. PEMERIKSAAN FISIK
A. STATUS PRESENT
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Vital Sign
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Nadi : 100 kali/ menit
Suhu : 36,5 0C
Respiration Rate (RR) : 20 x / menit
Status Gizi : normoweight
B. STATUS OFTALMOLOGI
Gambar :
OD OS
OCULI DEXTRA (OD) PEMERIKSAAN OCULI SINISTRA (OS)
6/6 Visus 6/6
Tidak dikoreksi Koreksi Tidak dikoreksi
Gerak bola mata normal,
enoftalmus (-), eksoftalmus (+),
strabismus (-)
Bulbus okuli
Gerak bola mata normal,
enoftalmus (-), eksoftalmus (+),
strabismus (-)
Edema (-), hiperemis(-),
nyeri tekan (-),
blefarospasme (-), lagoftalmus (-)
ektropion (-), entropion (-)
Palpebra
Edema (-), hiperemis(-),
nyeri tekan (-),
blefarospasme (-), lagoftalmus (-)
ektropion (-), entropion (-)
Edema (-),
injeksi silier (-),
injeksi konjungtiva (+),
infiltrat (-),
hiperemis (-)
Konjungtiva
Edema (-),
injeksi cilier (-),
injeksi konjungtiva (+),
infiltrat (-),
hiperemis (-)
Putih Sklera Putih
Bulat, jernih,
edema (-),
arkus senilis (-)
keratik presipitat (-), infiltrat (-),
sikatriks (-)
Kornea
Bulat, jernih
edema (-),
arkus senilis (-)
keratik presipitat (-), infiltrat (-),
sikatriks (-)
Jernih, dalam, arkus senilis (-),
hipopion (-), hifema (-)
Camera Oculi
Anterior
(COA)
Jernih, dalam, arkus senilis (-),
hipopion (-), hifema (-),
Kripta(+), atrofi (-) coklat,
edema(-), synekia (-) Iris
Kripta(+), atrofi (-) coklat,
edema(-), synekia (-)
Dalam batas normal Pupil Dalam batas normal
Jernih Lensa Jernih
Jernih Vitreus Jernih
Papil N. II dalam batas normal,
ablatio (-), eksudat (-), excavation
glaumatosa (-)
Retina Papil N.II dalam batas normal,
ablatio (-), eksudat (-), excavation
glaumatosa (-)
(+) cemerlang Fundus Refleks (+) cemerlang
Normal Tes Lapang
Pandang
Normal
Normal Sistem Lakrimasi Normal
19 Tekanan Intra
Okuler
17
IV. RESUME
A. Subjektif :
Mata menonjol
Mata cepat lelah, kering dan silau
Jantung berdebar, nafsu makan meningkat, mudah kepanasan
Pasien memiliki riwayat penyakit hipertiroid
B. Objektif :
OCULI DEXTRA (OD) PEMERIKSAAN OCULI SINISTRA (OS)
Gerak bola mata normal,
enoftalmus (-), eksoftalmus (+),
strabismus (-)
Bulbus okuli
Gerak bola mata normal,
enoftalmus (-), eksoftalmus (+),
strabismus (-)
Permeriksaan Graves Ophtalmopaty
OCULI DEXTRA (OD) PEMERIKSAAN OCULI SINISTRA (OS)
- Von grafe sign -
+ Stellwag Sign +
- Vigoroux Sign -
+ Gofford Sign +
+ Mobiuos sign +
+ Ballet sign +
+ Kocher sign +
V. DIAGNOSA DIFFERENSIAL
OD OS
Grave’s Ophtalmopaty tipe 1 (mild)
Grave’s Ophtalmopaty tipe 2 (severe)
Tumor Orbita
Orbital myositis
Grave’s Ophtalmopaty tipe 1 (mild)
Grave’s Ophtalmopaty tipe 2 (severe)
Tumor Orbita
Orbital Miyositis
VI. DIAGNOSA KERJA
Grave’s Ophtalmopaty tipe 1 (mild) ODS
VII. DASAR DIAGNOSIS
Grave’s Ophtalmopaty mild
Subjektif :
Mata menonjol
Mata cepat lelah, kering dan silau
Pasien memiliki riwayat penyakit hipertiroid
Objektif :
OCULI DEXTRA (OD) PEMERIKSAAN OCULI SINISTRA (OS)
Gerak bola mata normal,
enoftalmus (-),
eksoftalmus (+),
strabismus (-)
Bulbus okuli
Gerak bola mata normal,
enoftalmus (-),
eksoftalmus (+),
strabismus (-)
- Von grafe sign -
+ Stellwag Sign +
- Vigoroux Sign -
+ Gofford Sign +
+ Mobiuos sign +
+ Ballet sign +
+ Kocher sign +
VIII. TERAPI
Timolol eyedrops 2x 1tetes
Cendolyters eyedrops 3x2 tetes
IX. PROGNOSIS
OKULI DEKSTRA (OD) OKULI SINISTRA (OS)
Quo Ad Visam Dubia ad bonam Dubia ad bonam
Quo Ad Vitam Dubia ad bonam Dubia ad bonam
Quo Ad Kosmetikam Dubia ad bonam Dubia ad bonam
Quo Ad Sanam Dubia ad bonam Dubia ad bonam
X. USUL DAN SARAN
Usul :
- Tes laboratorium darah
o Kadar T3
o Kadar T4
o Kadar TSH
o Kadar TSHs
Saran :
- Apabila terapi konservatif tidak bisa menurunkan kadar T3, pertimbangkan
terapi operatif.
Grave’s Ophtalmopaty
A. DEFINISI
Istilah Grave’s disease atau penyakit Graves menunjukan hipertiroidisme yang
disebabkan oleh suatu proses autoimun. Sebagian kecil pasien dengan penyakit
Graves mengalami tanda mata yang khas dan dikenal sebagai oftalmopati grave atau
penyakit mata tiroid. Riwayat merokok juga mempengaruhi perkembangan dan
prognosa penyakit ini. (Vaughan, 2007)
B. KLASIFIKASI
Berdasarkan peningkatan kadar hormon tiroid (hipertiroidisme) dapat
dibedakan menjadi tiga,
1. Penyakit Graves/ Grave’s disease
Merupakan penyebab hipertiroidisme yang paling sering ditemukan.
Hiperfungsi kelenjar ditemukan diseluruh bagian kelenjar. Biasanya
terjadi pada usia 30-50 tahun, dan lebih sering ditemukan pada wanita.
Terdapat predisposisi familiar dan sering berkaitan dengan bentuk
endokrinopati autoimun lain. Biasanya dalam tubuh pasien ditemukan
antibodi IGg yang bereaksi dengan reseptor membran plasma tiroid.
Antiboodi Igg ini juga dikenal dengan istilah Tiroid Stimulating
Imunoglobulin. (IPD)
2. Nodul Otonom Toksik/ Plummer
Hipertiroidisme pada kasus ini disebabkan karena adanya suatu
daerah kelenjar tiroid yang membesar (nodul). Fungsinya hiperaktif
dalam memproduksi hormon tiroid, diluar aksis hipofisis, karena nodul
bersifat otonom. Penyakit ini tidak disertai gejala mata yang menonjol
3. Goiter Multinodular Toksisk (GMT)
Paling sering ditemukan pada pasien lanjut usia sebagai komplikasi
goiter nodular kronik. Hipertiroid timbul secara lambat dan manifestasi
klinisnya lebih ringan dibanding graves’s disease.
Berdasarkan kelainan pada mata (Grave’s Ophtalmopaty) dibedakan menjadi
dua bentuk
1. Grave’s Ophtalmopaty tipe 1 (mild)
2. Grave’s ophtalmopaty tipe 2 (severe)
Keduanya memiliki gejala klinis yang sama seperti mata bengkak,
eksoftalmus, lagoftalmus, hambatan gerak bola mata. Perbedaannya adalah pada
grave’s disease tipe 1 visus masih baik karena belum adanya dekompresi pada n. II
dan belum adanya komplikasi kornea akibat lagoftalmus.
C. PATOFISIOLOGI
Secara fisiologis, hormon tiroid dalam bentuk T3 dan T4 dibutuhkan tubuh.
Hormon tiroid dibentuk dikelnjar tioroid berdasarkan aksis Hypothalamic-Pituitary-
Thyroid (HPT). Hyppthalamic akan mensekresikan Thyroid Realeasing Hormon
(TSH) yang akan ditangkap oleh Pituitary dan direspon dengan pelepasan Thyroid
stimulating hormon (TSH). TSH akan berikatan dengan reseptor pada kelnjar tiroid
dan menstimulasi untuk sekresi hormon tiroid. Kadar hormon tiroid yang tinggi pada
tubuh akan menimbulkan negative feedback pada aksis HPT, guna menghentikan
stimulasi produksi hormon tiroid.
Pada penyakit grave, terdapat suatu kelainan autoimun tipe II dimana
terbentuk suatu senyawa mirip dengan TSH yang dikenal dengan Thyroid stimulating
Imunoglobulin (TSI). Tingginya kadar hormon tiroid dalam tubuh akan memuncukan
negative feedback sehingga biasanya pada uji lab darah akan ditemukan kadar TSH
yang rendah.
Penyakit grave mempengaruhi musculi ekstrinsik bulbi, lemak orbita, kelenjar
lakrimal dan jaringan ikat intersitial orbita. Musculi ekstrensik bulbi dapat mengalami
distensi secara berlebihan akibat peningkatan kandungan mukopolisakarida yang
dibentuk oleh fibroblas orbita karena rangsangan limfosit yang teraktivasi, sehingga
terjadi fibrosis otot. (Vaughan, 2007)
D. GEJALA DAN TANDA
a. Gejala okular
i. Melibatkan Jaringan Lunak
Muncul pembengkakan pada palpebra dan periorbital. Perasaan berpasir,
fotofobia dan rasa tidak enak pada retrobulbar.
ii. Retraksi Palpebra
Terjadi akibat kontraktur fibrotik dari levator yang berubungan dengan adheso
terhadap jaringan orbital.
Tanda spesifik khasnya adalah :
- Von graef sign : palpebra superior tertinggal saat mata melihat kebawah
- Stellwag sign : Frekuesi Kedipan berkurang dan tak teratur
- Vigouroux sign : Kelopak mata tidak menutup secara penuh
- Gofford sign : Kerutan dahi tidak terlihat saat
- Mobious sign : Kemampuan konvergensi menurun
- Ballet sign : hambatan gerak satu atau lebih musculus ektrinsik bulbi
- Kocher sign : Mata melotot dan pandangan terfiksasi
iii. Eksoftalmos
Muncul akibat pergeseran bola mata kedeoan yang disebabkan peningkatan
volume orbita yang dikelilingi oleh struktur tulang. Eksoftalmos dapat aksial,
unilateral atau bilateral,simetris atau asimetris.
iv. Neuropati optik
Disebabkan karena kompresi nervus optik ataupun aliran darah yang
memperdarahi nervus opticus. Gejalanya dapat berupa kegagalan visus sentral
dengan gambaran oftalmoskop pelebaran papil n.II
b. Gejala Ekstrokuler
i. Takikardi
ii. Palpitasi
iii. Tremor
iv. Tidak tahan panas
v. Penurunan berat badan
vi. Penambahan nafsu makan
E. DIAGNOSIS
Uji cek lab darah
- Peningkatan kadar T3 & T4
- Penurunan kadar TSH
- Positif pada Cardinal Sign
F. DIAGNOSA BANDING
o Grave’s Ophtalmopaty tipe 1 (mild)
o Grave’s Ophtalmopaty tipe 2 (severe)
o Tumor Orbita
o Orbital myositis
G. PENATALAKSANAAN
Terapi Konservatif
a. Propanolol dosis 40-200 mg dalam 4 dosis pada awal pengobatan, pasien
kontrol setelah 4-8 minggu. Golongan β-blocker yang dapat mencegah
konversi T4 menjadi T3 dan juga dapat digunakan untuk mengurangi takikardi
b. Methimazole 10mg/hari selama 3-6 bulan. Antitiroid menghambat sintesa
hormon tiroid
c. Propiltiourasil (PTU) 100-150 mg tiap 6 jam mula-mulanya dan kemudian
dalam waktu 4-8 minggu menurunkan dosis sampai 50-200 mg sekali atau dua
kali sehari. Obat antitiroid yang bekerja menghambat konversi T4 menjadi T3
d. Radioiodine
e. Natrium diclofenac 0,1gr, anti inflasmasi non-steroid guna mengurangi
peradangan pada jaringan orbita.
f. Lubricant eye drops untuk mencegah terjadinya sindrome dry eye akibat
kelopak mata yang tidak menutup sempurna.
Terapi Pembedahan
Tiroidektomi subtotal adalah terapi pilihan untuk pasienpasien dengan kelenjar yang
sangat besar atau gotier multinodular. Pasien dipersiapkan dengan obat antitiroid
sampai eutitoid (kira-kira 6 minggu). Sebagai tambahan, mulai 2 minggu sebelum hari
operasi, pasien diberikan larutan jenuh kalium iodida, 5 tetes 2 kali sehari. Regimen
ini secara empiris menunjukkan bahwa dapat mengurangi vaskularitas kelenjar dan
mempermudah operasi.
Terdapat ketidaksepakatan tentang berapa banyak jaringan tiroid harus diangkat.
Tiroidektomi total biasanya tidak perlu kecuali bila pasien mempunyai oftalmopati
progresif yang berat . Sebaliknya, bila terlalu banyak jaringan tiroid ditinggalkan,
penyakitnya akan kambuh. Kebanyakan ahli bedah meninggalkan 2-3 gram jaringan
tiroid pada masing-masing sisi leher. Walaupun beberapa pasien tidak memerlukan
tambahan tiroid setelah tiroidektomi untuk penyakit Graves, kebanyakan pasien
memerlukannya.Hipoparatiroidisme dan perlukaan nervus laringeus rekuren terjadi
sebagai komplikasi pembedahan pada kira-kira 1% kasus.
H. PROGNOSIS
Pada kasus grave’s ophtalmiopaty tipe 1 masih dapat diperbaiki karena belum ada
kerusakan pada n.II maupun traksi kornea. Antitiroin terus diberikan hingga pasien
berada pada eutiroid dapat mengurangi simptom dan keluhan,tetapi tetap saja bisa
meningkat lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Ilyas, H.S., 2009, Ilmu Penyakit Mata, Edisi 3, Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia: Jakarta.
Magner JA : Thyroid stimulating hormone: biosynthesis, cell biology and bioactivity. Endocr Rev 1990; 11:354
Surks MI. American thyroid association guidelines for use of laboratory test in thyroid disorders. JAMA 1990; 263:1529
Vaughan, D.G., 2007, Oftalmologi Umum, Widya Medika: Jakarta
Wijana, N., 1993, Ilmu Penyakit Mata, Jakarta
Wall JR. Autoimmune thyroid disease. Endocrinol Metab Clin North Am 1987;229:1