GSI BandaAceh

Embed Size (px)

Citation preview

  • 7/24/2019 GSI BandaAceh

    1/18

    DDAATTAABBAASSEEGGOOOODDPPRRAACCTTIICCEE

    Mengupayakan Persalinan Aman Bagi Para Warga:Belajar Gerakan Sayang Ibudari Pengalaman GampongTibangKota Banda Aceh

    Sektor Kesehatan

    Sub-sektor Persalinan Aman

    Provinsi NAD

    Kota/Kabupaten Banda Aceh

    Institusi Pelaksana Dinas Kesehatan

    Kategori Institusi Pemerintah kota

    Penghargaan Desa GSI Wakil Walikota Kota Banda AcehKategori: juara 1 Desa GSITahun: 2011

    Kontak dr. Meidia (Kadinkes)Dinas Kesehatan Kota Banda Aceh

    Kota Banda Aceh Jl. Kulu II Suka RamaiTelepon:(0651 ) 41086, (0651) 47458email:-website:-

    Mitra -

    Peneliti dan Penulis Widya Priyahita, Widodo AS dan Khairulyadi

    Mengapa program/kebijakan tersebut muncul?

    Karena masih tingginya angka kematian ibu dan bayi

    Apa tujuan program/kebijakan tersebut?

    Meningkatkan kualitas hidup perempuan melalui berbagai kegiatan yangmempunyai dampak terhadap upaya penuruanan angka kematian ibukarena hamil, melahirkan, dan nifas serta penurunan angka kematian bayi,mengingat kasus-kasus tersebut masih didapati dalam masyarakat

    Bagaimana gagasan tersebut bekerja?

    Kebijakan tingkat nasional yang diturunkan pada level kabupaten/kotauntuk kemudian diterapkan pada tiap-tiap desa/gampong

    Initiatives for GovernanceInnovationmerupakanwujud kepedulian civitas

    akademika terhadap upayamewujudkan tata

    pemerintahan dan pelayananpublik yang lebih baik. Saat

    ini terdapat lima institusiyang tergabung yakni

    FISIPOL UGM, FISIPUNSYIAH, FISIP UNTAN, FISIP

    UNAIR, DAN FISIP UNHAS.

    Sekretariat

    Fakultas Ilmu Sosialdan Ilmu Politik

    Universitas Gadjah MadaJl. Sosio-Justisia Bulaksumur

    Yogyakarta 55281

    email: [email protected]

    igi.fisipol.ugm.ac.id

  • 7/24/2019 GSI BandaAceh

    2/18

    Gerakan Sayang IbuKota Banda Aceh 2

    http://igi.fisipol.ugm.ac.id

    Siapa inisiatornya? Siapa saja pihak-pihak utama yang terlibat?

    Kementerian Kesehatan dan Walikota; pihak-pihak utama yang terlibatadalah badan PPKB, puskesmas, dan perangkat gampong

    Apa perubahan utama yang dihasilkan?

    Menurunnya angka kematian ibu dan anak karena persoalan kehamilan,melahirkan, dan nifas

    Siapa yang paling memperoleh manfaat?

    Ibu hamil dan melahirkan juga bayi

    Deskripsi Ringkas

    Gerakan Syang Ibu (GSI) adalah sebuah programyang dilaksanakan oleh masyarakat, bekerjasamadengan pemerintah untuk meningkatakan kualitashidup perempuan melalui berbagai kegiatan yangmempunyai dampak terhadap upaya penurunanangka kematian ibu karena hamil, melahirkan, dannifas serta penurunan angka kematian bayimengingat kasus-kasus tersebut masih didapatidalam masyarakat. Program ini dilaksanakan olehpemerintah Kota Banda Aceh, melalui DinasKesehatan dalam hal ini puskesmas dengan melatihkader posyandu sebagai aktor kunci ditingkat

    gampong.

    Program ini bertujuan untuk menangani berbagaipersoalan kesehatan yang dialami oleh ibu-ibuhamil, memberikan stimulan kepada keluarga danmasyarakat sehingga terciptanya lingkungan yanglebih ramah bagi ibu hamil dan menyusui.Pendekatan yang digunakan adalah denganmeningkatkan pemahaman keluarga danmasyarakat melalui aktivitas pendampingan danpenyuluhan dan membentuk lingkungan yang sadar,tanggap serta mampu mencegah dan mengatasiberbagai persoalan yang dihadapi ibu hamil dengan

    memanfaatkan potensi masyarakat setempat.Masyarakat diarahkan untuk memahami secara baiksemua sebab kematian ibu dan bayi, baik yangbersifat medis atau sosial seperti rendahnyaperhatian masyarakat (suami/laki-laki) terhadappersoalan yang dihadapi ibu hamil.

    Pelaksanaan program ini melibatkan semuastakeholder masyarakat. Masyarakat misalnyadiarahkan untuk mampu mendata ibu hamil dandilibatkan dalam usaha peningkatan kualitaskesehatan masyarakat secara umum. Warga jugadididik agar siap dan selalu siaga memberikanpertolongan pertama bagi ibu hamil. Untuk tujuan

    tersebut, rangkaian kegiatan seperti pendataaan ibuhamil dilakukan dan kemudian untuk ibu hamildiberikan tanda/kartu tertentu yang merujuk kepadakondisi si ibu hamil sehingga masyarakat dapatdengan mudah mengetahuinya. Demikian juga,masyarakat secara swadaya membeli kendaraanroda empat sebagai ambulan desa yang digu-nakan untuk mengantar ibu hamil ke rumahsakit/puskesmas atau ke tempat perawatan lainnyapada saat menjalani proses persalinan. Untukmeringankan proses persalinan, biaya persalinandicicil melalui tabungan ibu bersalin (tabulin). Cicilan

    dibayar sejak seorang ibu positif hamil sampai tibasaatnya melahirkan. Besar cicilan disesuaikankemampuan masing-masing keluarga. Ada yangmencicil Rp 2000 seminggu atau lebih. Uang itudisimpan pada bidan desa atau kader posyandu.Jika saat melahirkan tiba tetapi tabulin belummencukupi, ibu bersangkutan boleh mencicil sisabiaya tersebut setelah melahirkan. Menurutpenuturan sekretaris desa Tibang, Bapak Azhari,warga yang belum sanggup mencicil akan ditalangi.Dana talangan diambil dari tabulin para ibu lainnya.Para ibu hamil di desa itu juga diperiksa secaraperiodik (antenatal care) oleh bidan desa. Program

    ini juga diperkuat dengan berbagai kegiatan lainyang menopang persalinan aman bagi ibu denganberbasis pada sumber daya yang ada dimasyarakat.

    Untuk kota Banda Aceh, program GSI telah berhasilsecara baik di Gampong Tibang. Sebuahperkampungan pesisir yang rusak parah karenatsunami pada tahun 2004. Indikator keberhasilanprogram GSI menurut penuturan wakil walikotaBanda Aceh Illiza Saaduddin Djamal adalah dengannihil atau menurunnya angka kematian ibu dan bayisaat melahirkan sejak beberapa tahun terakhir.

  • 7/24/2019 GSI BandaAceh

    3/18

    Profil Good Pract ice

    I. PENGANTAR

    Tibang adalah sebuah perkampungan di pesisir Kota Banda Aceh yang rusak parah akibat bencana tsunamipada tahun 2004. Salah satu hal yang menarik dari gampong ini adalah angka kematian ibu dan bayimelahirkan yang berada pada derajat terendah atau nihil selama lima tahun terakhir. Pencapaian inikemudian sering dikaitkan dengan program nasional Gerakan Sayang Ibu (GSI), dimana dalam penilaian ditingkat kota, Gampong Tibang dikukuhkan sebagai Juara II pada Tahun 2010 dan Juara I Tahun 2011.Harapannya, eksplorasi program GSI dari fase inisiasi, implementasi, dan evalusasi yang dilakukan diTibang dapat menjadi inspirasi bagi daerah lain di Indonesia.

    II. GAMBARAN UMUM KOTA BANDA ACEH

    Kota Banda Aceh adalah Ibu Kota Nangroe Aceh Darussalam. Dahulu kota ini bernama Kutaraja, kemudiansejak 28 Desember 1962 namanya diganti menjadi Banda Aceh. Berdasarkan naskah tua dan catatansejarah, Kerajaan Aceh Darussalam dibangun di atas puing-puing kerajaan-kerajaan Hindu dan Budhaseperti Kerajaan Indra Purba, Kerajaan Indra Purwa, Kerajaan Indra Patra, dan Kerajaan Indra Pura, dimanaBanda Aceh Darussalam sebagai ibukotanya. Hingga tahun 2012, usia Banda Aceh telah menginjak 807tahun. Tidak heran, selain sebagai pusat pemerintahan, Kota Islam tertua di Asia Tenggara ini sejak lamatelah memainkan peran sebagai pusat kegiatan ekonomi, politik, sosial, budaya, dan pengembanganpendidikan khususnya Islam di wilayah barat Indonesia.

    Pada tanggal 26 Desember 2004, kota ini dilanda gelombang pasang tsunami yang diakibatkan oleh gempa7,9 Skala Richter di Samudera Indonesia. Bencana ini menelan ratusan ribu jiwa penduduk, menghancurkanlebih dari 60% bangunan kota, dan menjadi salah satu bencana terhebat dalam dua abad terakhir. Kini KotaBanda Aceh telah pulih kembali, tidak hanya dari efek destruktif tsunami namun juga konflik berkepanjanganantara Pemerintah RI dengan GAM yang baru mencapai rekonsiliasi sejak perjanjian Helsinki. Prosesrehabilitasi dan rekonstruksi Banda Aceh dilaksanakan oleh pemerintah Pusat melalui Badan PelaksanaRehabilitasi dan Rekontruksi Aceh dan Nias (BRR), Pemerintah Kota Banda Aceh, maupun bantuan daribadan-badan dunia dan berbagai negara donor bersama NGO.

    Kini kota yang dikenal dengan sebutan Serambi Mekkah ini dipimpin olehMawardi Nurdin selaku walikota. Iaterpilih dalamPilkada pada 11 Desember 2006, yang berpasangan dengan Illiza Saaduddin Djamal (politisidari Partai Persatuan Pembanguna). Sebelumnya, Mawardi yang merupakan Kepala Dinas Perkotaan danPermukiman, juga pernah menjabat sebagai Pejabat Sementara (Pjs) Walikota Banda Aceh karena walikotasebelumnyaSyarifudin Latief wafat saat peristiwa tsunami.

    http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Mawardi_Nurdin&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/wiki/Pilkadahttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Illiza_Saaduddin_Djamal&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/wiki/Syarifudin_Latiefhttp://id.wikipedia.org/wiki/Syarifudin_Latiefhttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Illiza_Saaduddin_Djamal&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/wiki/Pilkadahttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Mawardi_Nurdin&action=edit&redlink=1
  • 7/24/2019 GSI BandaAceh

    4/18

    Gerakan Sayang IbuKota Banda Aceh 4

    http://igi.fisipol.ugm.ac.id

    Luas wilayah Banda Aceh mencapai 61,36 km2, dengan jumlah penduduk berdasarkan hasil Sensus

    Penduduk (SP) 2010 sejumlah 223.446 jiwa, terdiri dari 115.098 orang laki-laki dan 108.348 orangperempuan. Secara administratif kota Banda Aceh terbagi ke dalam 9 kecamatan, 17 mukim, dan 90gampong (70 desa dan 20 kelurahan). Dengan demikian terdapat 9 orang camat dan 90 kepala desa(keuchik). Kondisi kapasitas fiskal tergolong sedang dengan PAD Tahun 2009 sampai 2011 berturut-turut

    sebagai berikut: 50.000.000.000; 52.276.367.773; 57.000.000.000. Dengan kondisi demografi danperekonomian demikian, persentase penduduk miskin dan garis kemiskinan Kota Banda Aceh jikadibandingkan dengan Kabupaten/Kota di propinsi NAD berada pada tingkatan yang rendah yaitu 9,19%.Lihat tabel 1:

    Tabel 1 Persentase Penduduk Miskin/Garis KemiskinanKabupaten/Kota Propinsi NAD Tahun 2010

    Fasilitas kesehatan dan tenaga kesehatan yang ada di Kota Banda Aceh terbilang cukup memadai. Setiapkecamatan memiliki fasilitas puskesmas dan puskesmas pembantu (pustu). Tenaga kesehatan (paramedis)yang paling banyak adalah tenaga perawat dan bidan. Sedangkan tenaga non-medis yang paling banyakadalah tenaga kesehatan masyarakat. Fasilitas klinik keluarga berencana (KKB) dan pos pelayanankeluarga berencana desa (PPKBD) sudah hampir dimiliki semua desa di kota Banda Aceh. Berikut adalahdata kuantitatif kesehatan secara lebih terperinci:

  • 7/24/2019 GSI BandaAceh

    5/18

    Gerakan Sayang IbuKota Banda Aceh 5

    http://igi.fisipol.ugm.ac.id

    Banyaknya Fasilitas Kesehatan di Kota Banda Aceh Tahun 2010

    Banyaknya Tenaga Kesehatan Menurut Unit Kerja danSarana Pelayanan Kesehatan di Kota Banda Aceh, Tahun 2010

  • 7/24/2019 GSI BandaAceh

    6/18

    Gerakan Sayang IbuKota Banda Aceh 6

    http://igi.fisipol.ugm.ac.id

    Jumlah Pasangan Usia Subur menurut Kecamatan Kota Banda Aceh Tahun 2010

    SEKILAS GAMPONG TIBANG

    Gampong Tibang terletak di pesisir Kota Banda Aceh, termasuk dalam wilayah administratif kecamatanSyiah Kuala. Gampong ini terdiri dari 3 dusun, yakni: Tgk. Meulagu, Tgk. Meurah, dan Meulinje. GampongTibang dipimpin oleh keuchik(kepala desa) bernama Mahyuddin Makkam. Jumlah penduduk di gampong iniberkisar 440 KK atau 1440 orang. Sebagian besar penduduk bekerja sebagai petani. Mobilitas pendudukrelatif rendah. Walau berada di ibukota propinsi, namun tidak banyak penduduk yang masuk, dan tidakbanyak pula yang keluar dari Gampong Tibang. Mayoritas adalah etnis aceh, meskipun ada pula beberapayang lain khususnya dari etnis Jawa, Sunda, dan Batak.

    Terkait dengan sarana dan prasarana fisik yang menunjang kehidupan penduduk, hampir semua telahtersedia, seperti sekolah, puskesmas pembantu (pustu), sarana peribadatan (masjid), kantor keuchik, jalanyang cukup terakses, jaringan listrik dan komunikasi tidak terlalu menjadi kendala berarti. Di sekitargampong ini bahkan berdiri juga Universitas Ubudiyah dan STIKES Ubudiyah. Hal ini menjadikan GampongTibang sebagai desa binaan perguruan tinggi tersebut. Di samping itu, pemerintah kota juga mencanangkanlahan ratusan hektar yang berada di Gampong Tibang sebagai hutan kota. Selain berorientasi ekologis,pencanangan program yang dilakukan oleh Presiden Susilo Bamabang Yudhoyono juga dimaksudkan untukmeningkatkan perekonomian masyarakat. Pemkot Banda Aceh berharap hutan bakau tersebut dapatdimanfaatkan sebagai lahan budidaya ikan, udang, kepiting, dan sebaginya yang memiliki nilai ekonomis.

    Sebagaimana disebutkan di muka, prestasi membanggakan yang mengangkat nama gampong ini adalahpencapaiannya dalam menurunkan angka kematin ibu dan bayi akibat melahirkan sampai pada derajat yangterendah yaitu nihil. Meskipun sebagai sebuah program aktivitas peduli ibu ini tergolong baru, namun pada

    dasarnya ekspresi tersebut sudah lama berkembang di tengah masyarakat dalam wajah informalitas.

    III. LATAR BELAKANG PROGRAM GSI

    Sekitar setengah juta warga dunia meninggal akibat persalinan setiap tahunnya. Dari jumlah yangdisampaikan tersebut, sebagian terbesar berada di wilayah negara berkembang seperti Indonesia. Takmengherankan jika masyarakat internasional kemudian menaruh perhatian besar melalui berbagai program,seperti Making Pregnancy Safer Program (Menciptakan Kehamilan yang Lebih Aman) yang dilaksanakanoleh World Health Organisation (WHO). Dalam hal ini pemerintah Indonesia tidak tinggal diam.Menindaklanjuti salah satu rekomendasi dari konferensi internasional kesehatan dunia, InternasionalConference on Population and Development,di Mesir, Kairo, 1994 dan TheWorld Conference on Women,diBeijing, 1995, Indonesia kemudian menginisiasi program Safe Motherhood Program (Gerakan Sayang Ibu).(Rahima, 2005)

  • 7/24/2019 GSI BandaAceh

    7/18

    Gerakan Sayang IbuKota Banda Aceh 7

    http://igi.fisipol.ugm.ac.id

    Awal dari kemunculan Gerakan Sayang Ibu ini tepat pada puncak acara peringatan Hari Ibu pada tahun1996. Acara tersebut diadakan di Desa Jaten, Karanganyar, tempat kelahiran Mantan Ibu Negara, (alm.) IbuTien Soeharto. Pada kesempatan itu Presiden Soeharto meluncurkan Gerakan Sayang Ibu yang tujuannyamempercepat penurunan Angka Kematian Ibu (AKI). Sebelumnya, pada 19-21 Juni 1996, diadakan

    lokakarya penurunan Angka Kematian Ibu di Jakarta. Di situ, presiden menekankan perlunya percepatanpenurunan AKI.

    Pada perjalanannya, program ini ternyata mengalami pasang surut sejak diinisasi pertama. Pelaksanaanotonomi daerah yang memberikan keleluasaan bagi Pemda ditengarai menjadi salah satu penyebabmenurunnya pamor agenda-agenda sentralistik dari tingkat nasional. Merespon hal tersebut, kemudian IbuNegara Ani Yudhono melakukan pencanangan revitalisasi GSI, pada tanggal 19 April 2007 di Karawang,Jawa Barat. Tujuannya tetap sama yaitu penurunan AKI dan Angka kematian bayi (AKB).

    AKI sendiri merupakan salah satu indikator untuk melihat derajat kesehatan perempuan. Angka kematian ibujuga merupakan salah satu target yang dituangkan dalam Millenium Development Goals (TujuanPembangunan Milennium) atau dikenal dengan MDGs. Secara lebih lebih spesifik pada tujuan ke-5 dariMDGs, yakni meningkatkan kesehatan ibu dengan target yang akan dicapai sampai tahun 2015 adalah

    mengurangi sampai resiko jumlah kematian ibu. Dari hasil survei yang dilakukan AKI telah menunjukkanpenurunan dari waktu ke waktu, namun demikian upaya untuk mewujudkan target tujuan pembangunanmilenium masih membutuhkan komitmen dan usaha keras yang terus menerus.

    Gambar diatas menunjukkan trend AKI Indonesia secara nasional dari tahun 1994 sampai dengan tahun

    2007, dimana menunjukkan terjadi penurunan yang signifikan dari tahun ke tahun. Berdasarkan SDKI surveiterakhir tahun 2007, AKI Indonesia sebesar 228 per 100.000 Kelahiran Hidup. Meskipun demikian, angkatersebut masih tertinggi di Asia. Sementara target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional(RPJMN) adalah sebesar 226 per 100.000 Kelahiran Hidup.

    Rendahnya kesadaran masyarakat tentang kesehatan ibu hamil menjadi faktor penentu angka kematian.Beberapa penyebab tidak langsung dari tingginya AKI adalah:

    1. Rendahnya pendidikan para ibu yang mengakibatkan kurangnya kesadaran perawatan kesehatanpada saat kehamilan. Sejumlah indikasi yang seringkali muncul terkait kematian ibu antara lain:pendarahan, keracunan kehamilan yang disertai kejang-kejang, aborsi, dan infeksi;

    2. Rendahnya kapasitas ekonomi keluarga yang berakibat misalnya pada status gizi buruk sertatingginya prevalensi anemi ibu hamil;

  • 7/24/2019 GSI BandaAceh

    8/18

    Gerakan Sayang IbuKota Banda Aceh 8

    http://igi.fisipol.ugm.ac.id

    3. Kebiasaan masyarakat yang kontraproduktif bagi penurunan AKI, diantaranya ketidakpekaan laki-laki dalam keluarga menyangkut persoalan kehamilan dan persalinan, kebiasaan menikah dan hamildi usia muda, hamil di usia senja, terlalu banyak anak, maupun terlalu pendeknya rentang usiakelahiran. Karena itu, kaum lelaki pun kemudian dituntut berupaya ikut aktif dalam segalapermasalahan bidang reproduksi secara lebih bertanggung jawab. Jadi, pandangan yang

    menganggap kehamilan adalah peristiwa alamiah perlu diubah secara sosiokultural agar perempuandapat perhatian dari masyarakat. Untuk itu, diperlukan upaya peningkatan pelayanan perawatan ibuselain oleh pemerintah, swasta, namun justru yang terdekat yaitu lingkungan sekitar, keluarga, danterutama suami;

    4. Rendahnya akses pelayanan perawatan persalinan yang memadai khususnya karena persoalangeografis;

    5. Minimnya kualitas sarana-prasarana penunjang;6. Rendahnya cakupan pertongan oleh tenaga kesehatan. Departemen Kesehatan menetapkan target

    90 persen persalinan ditolong oleh tenaga medis pada tahun 2010.

    Data diatas menunjukan perbandingan persalinan yang ditolong oleh tenaga medis profesional meningkatdari 66 persen pada SDKI 2002-2003 menjadi 73 persen dalam SDKI 2007. Angka ini relatif rendah apabiladibandingkan dengan negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, Thailand, di mana angka pertolonganpersalinan oleh tenaga kesehatan hampir mencapai 90%;

  • 7/24/2019 GSI BandaAceh

    9/18

    Gerakan Sayang IbuKota Banda Aceh 9

    http://igi.fisipol.ugm.ac.id

  • 7/24/2019 GSI BandaAceh

    10/18

    Gerakan Sayang IbuKota Banda Aceh 10

    http://igi.fisipol.ugm.ac.id

    7. Lemahnya regulasi pemerintah pada isu ini. Dengan demikian, perhatian terhadap ibu khususnyaibu hamil merupakan langkah preventif untuk menekan AKI.

    Oleh sebab itu, program GSI mengangkat jargon Ibu Sehat, Anak Sehat, Bangsa Kuat agar bisa menekankematian ibu dan bayi.

    III. TAHAP INISIASI

    Inisiasi Program di Tingkat Nasional

    Berangkat dari seruan global untuk mengupayakan penurunan AKI, GSI kemudian secara intensif danekstensif diselenggarakan di seluruh Indonesia. Dasar hukum yang memperkuat program ini dirujuk dari:

    1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984, tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusansegala bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan; serta

    2. Kesepakatan Menteri Koordinasi Kesejahteraan Rakyat, Menteri Kesehatan, Menteri NegaraPemberdayaan Perempuan pada tanggal 12 Maret 2002.

    3. Peraturan Menteri negara Pemberdayaan Perempuan Nomor 2 Tahun 2007 tentang PedomanUmum Pelaksanaan Revitalisasi Gerakan Sayang Ibu (GSI) dalam Rangka Percepatan PenurunanAngka Kematian Ibu Karena Hamil, Melahirkan, dan Nifas serta Angka Kematian Bayi di Daerah;

    4. Surat keputusan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Nomor 28/SK/MEN.PP/V/2007 tanggal30 Mei 2007 tentang Pembentukan Kelompok Kerja Tetap Gerakan Sayang Ibu;

    5. Surat Edaran Meneteri dalam Negeri Nomor 411/2772/SJ tanggal 15 november 2006 tentangpelaksanaan gerakan Sayang Ibu;

    6. Surat Meneteri Dalam Negeri No.411.2/2765/PMD tanggal 27 Agustus 2008 tentang RevitalisasiGerakan Sayang ibu.

    Dalam realisasinya di lapangan, setiap daerah memiliki variasi alternatif pemecahan masalah yang berbeda-beda. Untuk itu, jenis-jenis intervensi yang dilakukan disesuaikan dengan kondisi sosial-budaya, ekonomi,tingkat pendidikan keluarga dan masyarakat, serta mempertimbangkan faktor penyebab kematian yangmenonjol di daerah tersebut.

    Skema kerja GSI menitik beratkan pada sinergitas multi stakeholder antara pemerintah, organisasikemasyarakatan, organisasi perempuan, organisasi profesi, dan masyarakat secara umum, agar dapatmeningkatkan pengetahuan, kesadaran dan kepedulian kolektif. Disamping itu, strategi pemerintah dalammeningkatkan percepatan penurunan angka kematian ibu dan bayi ini juga dilakukan melalui programadvokasi, Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE). Program ini diberlakukan bagi bidan, LPM, PKK, PLKB,tokoh masyarakat dan tokoh agama dengan kegiatan pendataan ibu hamil dan pengembangan rujukan olehmasyarakat serta peningkatan kualitas kesehatan kepada masyarakat. Disamping format SIAGA (siap,antar, jaga), pemerintah juga mengembangkan P4K (Program Perencanaan Persalinan dan PencegahanKomplikasi) yang dimaksudkan untuk menuju persalinan yang aman dan selamat bagi ibu. Selain itu, untukmeringankan warga dalam hal pembayaran, biaya persalinan biasanya dicicil melalui tabungan ibu bersalin(tabulin). Cicilan dibayar sejak seorang ibu positif hamil sampai tiba saatnya melahirkan. Besar cicilandisesuaikan kemampuan masing-masing keluarga. Ada yang mencicil Rp 2000 seminggu ataupun lebih.Uang kemudian disimpan pada bidan desa. Bila saat melahirkan tiba namun tabulin belum memadai, ibu

    bersangkutan boleh mencicil sisa biaya setelah melahirkan.

    Menurut Ketua Badan Perwakilan Desa (BPD) warga yang belum sanggup mencicil akan ditalangi. Danatalangan tersebut diambil dari tabulin ibu yang lain. Para ibu hamil di desa itu juga diperiksa secara periodik(antenatal care) oleh bidan desa. Setiap ibu hamil mendapat kartu hasil pemeriksaannya sesuai denganstatus kesehatannya. Misalnya, kartu warna merah untuk ibu hamil yang kondisinya kritis, kartu kuning untukibu hamil yang mempunyai faktor risiko, dan kartu hijau untuk kehamilan normal.

    Diharapkan langkahlangkah tersebut merupakan langkah preventif untuk menekan angka kematian ibu.Berikut adalah poin-poin latar belakang pencangan program GSI yang di-release oleh KementerianPemberdayaan Perempuan:

  • 7/24/2019 GSI BandaAceh

    11/18

    Gerakan Sayang IbuKota Banda Aceh 11

    http://igi.fisipol.ugm.ac.id

    Latar Belakang Pencanangan Program GSI

    SDM yang berkualitas sangat menentukan keberhasilan suatu pembangunan

    Pembentuakan kualitas SDM yang berkualitas ditentukan dari janin dalam kandungan, karenaperkembangan otak terjadi selama hamil sampai dengan 5 tahun

    Kesehatan Ibu dan Anak faktor paling strategis untuk meningkatkan mutu SDM Angka Kematian Ibu ( AKI ) karena hamil, bersalin dan nifas di Indonesia tergolong tinggi

    diantara negara-negara ASEAN

    Tingginya AKI dan AKB di Indonesia memberikan dampak negatif pada berbagai aspek

    Kematian Ibu menyebabkan bayi menjadi piatu yang pada akhirnya akan menyebabkanpenurunan kualitas SDM. Akibatnya kemudian adalah kurangnya perhatian, bimbingan dankasih sayang seorang ibu.

    Setalah mengetahui latar belakang kemunculan GSI, dapat kita pahami bahwa program ini diinisiasi secaratop-down; berawal dari seruan global, diserap ke dalam regulasi nasional, dan kemudian dipraktikkan ditingkat gampong/desa di seluruh kabupaten/kota di Indonesia. Walaupun demikian, ternyata padapelaksanaannya tidak sepenuhnya berhasil. Berdasarkan penuturan Badrunnisa (3/2/2012), Kepala KantorPemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (KPPKB) Kota Banda Aceh, tidak lebih dari 50% desa

    seluruh Indonesia yang melaksanakan program ini, dan itu pun tidak banyak yang berkelanjutan. Satudiantara yang sering memperoleh penghargaan terkait evaluasi program ini adalah Gampong Tibang, KotaBanda Aceh.

    Inisiasi di Tingkat Lokal

    Di lingkup kota banda Aceh, tanpa mengecilkan peran aktor yang lain, inisiator utama program GSI iniadalah Wakil Walikota lliza Saaduddin Djamal, Kepala Dinas Kesehatan dr. Meidia, dan Kepala KantorPemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Baddrunisa. Secara kebetulan, ketiganya adalahperempuan dan dikenal aktif dalam memperjuangkan isu-isu keadilan dan kesetaraan gender termasuk isuperempuan di dalamnya. Sebagai dasar penguat dari sisi legal formal, program GSI ini juga di atur melaluiregulasi di tingkat propinsi dan kota sebagai berikut:

    1. Qanun Aceh Nomor 4 tahun 2010 tentang Kesehatan

    2. Surat kepala Kantor Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Kota Banda Aceh Nomor415/341/2011 tanggal 30 Maret 2011 tentang Usulan/Penunjukan Desa Binaan Terpadu ProgramPemberdayaan Perempuan Tahun 2011.

    GSI sebagai sebuah program secara serius mulai digarap di Gampong Tibang sekitar Tahun 2002.1Waktu

    itu Gampong Tibang belum memperoleh prestasi dalam GSI bahkan program tersebut sempat terhentiakibat tsunami kemudian baru berjalan lagi tahun 2007, bertepatan dengan pencanangan revitalisasi GSI ditingkat nasional oleh Ibu Negara.

    Elyana, Roslina, Meslidar, Anwar, dan Mahyudin (keuchik), secara umum ketika diwawancara (1-3/2/12),bersepakat jika tradisi menghormati perempuan khususnya para Ibu telah berkembang sejak lama diGampong dalam kultur Islam yang pekat ini. Sebagaimana pernyataan Muhyidin (keuchik) saat wawancara:Ada atau tanpa adanya program, setiap ada Ibu yang akan melakukan persalinan mayoritas warga akan

    membantu dan memberikan perhatian. Kalau kemudian belakangandimunculkan yang namanya GSI, halitu yang menjadikannya lebih terorganisir saja. Jadi semuanya lebih jelas. Ada datanya. Semua bisa perolehinformasi dengan mudah.

    Pendapat itu sendiri, pada kenyataannya memang dapat dibuktikan melalui data AKI yang rendahsetidaknya selama satu dekade terakhir. Inilah kemudian yang menjelaskan mengapa GSI bisa denganmudah diterima dan dikembangkan di Tibang.

    1Hasil wawancara dengansalah satu Aktivis GSI Gampong Tibang

  • 7/24/2019 GSI BandaAceh

    12/18

    Gerakan Sayang IbuKota Banda Aceh 12

    http://igi.fisipol.ugm.ac.id

    Mudahnya Mobilisasi Penduduk:Bauran Kepemimpinan Karismatik dan Struktur Masyarakat yang Hierakis

    Jika penelusuran kita lakukan lebih dalam, tidak hanya GSI namun juga ide-ide lain yang coba diinisiasi diGampong Tibang kebanyakan memperoleh respon positif dari seluruh penduduknya. Hal ini secara umumdapat dibaca karena dua hal.

    Pertama, kuatnya pengaruh pemimpin yang dalam hal ini diperankan oleh keuchik, Mahyudin. Dia adalahpenduduk asli Tibang, seorang wirausahawan, yang memiliki pengalaman rantau cukup banyakdibandingkan penduduk lainnya. Mahyudin sempat bermukim dan bekerja selama 3 tahun di Korea Selatan.Dengan modal ekonomi dan karisma yang dimilikinya, dia menjadi sosok yang begitu dihormati. Apalagi diluar kapasitas personal, posisi keuchiksecara kultural memang memiliki legitimasi yang kuat. Kelebihan laindari Mahyudin adalah kemampuannya dalam merangkul penduduk khususnya para elit Gampong, sepertiimam dan tokoh-tokoh tetua;

    Kemudian alasan yang kedua, yaitu corak masyarakat yang hirarkis. Dalam struktur masyarakat Tibang,keuchik berada di puncak piramida kekuasaan dimana relasi yang terjalin antara elit dengan penduduk dilevel grass-root cenderung satu arah (inequal). Elit tidak semata-mata menjalankan fungsi sebagaipenyambung lidah (kepemimpinan pasif) namun lebih sebagai wali amanah(kepemimpinan aktif) yaknimereka yang diberi kepercayaan untuk memperjuangkan kepentingan yang diwakilinya. Pada poin ini,political will dari elit termasuk keuchikmenjadi demikian vital khususnya dalam menyerap aspirasi penduduk.

    Hal lain yang juga menarik dari Tibang adalah walaupun peran elit begitu kuat, namun Tibang memilikiberbagai mekanisme partisipasi informal yang eksis dan terlembaga cukup baik. Selama ini, pembahasanpersoalan gampong sering juga dilakukan dalam forum-forum informal seperti pengajian rutin dan ronda(jaga malam). Di sanalah masalah diangkat, dicari penyelesaiannya, dan sekaligus disosialisasikan untukdipraktikkan bersama.

    Terkait dengan kuatnya figure pemimpin, hal yang seringkali dirisaukan sebagai efek negatif adalahkeberlanjutan pencapaian kerja pemerintahan ketika suksesi terjadi. Untuk kasus ini sebenarnya potensinyatidak cukup besar di Tibang? Alasannya adalah pemilihan pemimpin (keuchik) lebih didasarkan pada track-record keseharian para penduduk. Mereka yang dicalonkan dan terpilih adalah orang-orang yangmemberikan kontribusi nyata untuk pembangunan gampong. Tidak mengherankan jika konflik pasca-suksesinyaris tidak pernah mengemuka. Praktik pemerintahan di Tibang adalah kepemerintahan kolegial ataubiasa disebut berazas kekeluargaan dan kegotong-royongan.

    IV. TAHAP IMPLEMENTASI

    Mengamati struktur organisasi dari kegiatan GSI ini terbilang cukup kompleks, di mana dari tingkat pusatsampai ke tingkat desa memiliki tugas pokok masing-masing. Di tingkat pusat dibentuk Kelompok Kerja(Pokja) dan Tim Asistensi GSI. Di tingkat kabupaten dibentuk Pokja Gerakan Sayang Ibu yang diketuaibupati. Di tingkat kecamatan dibentuk Satuan Tugas (Satgas) Sayang Ibu yang diketuai camat. Di tingkatdesa/kelurahan dibentuk Satgas Sayang Ibu yang diketuai kepala desa/ketua umum LKMD, dengan bantuandua ketua pelaksana, sekretaris, dan anggota-anggota. Tugas pokok mereka adalah menghimpun datatentang ibu hamil dan bersalin, memberikan penyuluhan, dan mengoordinasi berbagai kegiatan pendukung

    lain. Berikut ini adalah serangkaian kegiatan yang telah dijalankan di Gampong Tibang terkait denganGerakan Sayang Ibu (GSI) :

    1. Pembentukan Satgas GSI yang diketuai oleh Keuchik serta melibatkan semua unsur di Gampongseperti Bidan Desa, imam Desa, Tokoh Masyarakat, TP-PKK, perangkat Gampong dan KaderPosyandu [Keputusan Gampong Tibang Nomor 25 Tahun 2011] ;

    2. Penempatan Bidan Desa;3. Pengorganisasian ambulan gampong yang dikuatkan dengan Surat Keputusan Keuchik [Keputusan

    Gampong Tibang Nomor 28 Tahun 2011]; Yang dimaksud dengan ambulan desa adalahkendaraan yang digunakan untuk mengantar ibu hamil ke rumah sakit/puskesmas pada saat

    menjalani proses persalinan. Ambulan desa ini sebenarnya merupakan mobil pribadi warga yang

    secara sukarela didaftarkan untuk menyuksesakan program GSI.4. Pengorganisasian donor darah yang dikuatkan dengan Surat Keputusan Keuchik [Keputusan

  • 7/24/2019 GSI BandaAceh

    13/18

    Gerakan Sayang IbuKota Banda Aceh 13

    http://igi.fisipol.ugm.ac.id

    Gampong Tibang Nomor 30 Tahun 2011];5. Tersediannya Dana Sosial Ibu Bersalin (Dasolin) dan bantuan Pemerintah Provinsi Aceh yang sangat

    besar dengan Program Jaminan Kesehatan Aceh untuk semua warga Aceh;6. Tersedianya Data Ibu Hamil dan Bersalin;7. Hingga saat ini, berdasarkan pendataan yang telah dilakukan oleh kader GSI bidan desa dan kader

    dasawisma, jumlah ibu hamil tahun 2009 sebanyak 22 jiwa. Tahun 2010 sebanyak 15 jiwa dan sampaiBulan September 2011 sebanyak 16 jiwa, dengan angka kematian ibu hamil, melahirkan dan bayisebanyak 0 persen atau nihil;

    8. Tersedianya Polindes dan Pustu di Gampong Tibang sehingga memudahkan akses pertolonganpertama pada Ibu Hamil dan Melahirkan;

    9. Stikerisasi rumah ibu hamil yang dimaksudkan sebagai penanda dan informasi bahwa di suatu rumahterdapat ibu yang tengah hamil. Stiker itu sendiri berisikan sejumlah data seperti: nama ibu hamil,perkiraan tanggal kehamilan, golongan darah, nama warga yang siap mendorong, nama warga yangmenyediakan ambulans desa, dan sebagainya.

    Dari data yang tertuang dalam Laporan keuchikGampong Tibang (Ketua Satgas GSI) Tahun 2011, penelitikemudian melakukan verifikasi di lapangan dan hasilnya ternyata cukup presisi. Berikut dokumentasi yangdapat peneliti tampilkan:

    Terkait dengan pendanaan program ini diperoleh dari dana mandiri yang dihimpun oleh masyarakat melaluitabulin maupun sebagian juga diperoleh dari kas gampong alokasi APBG. Sebenarnya program ini sendiritidak menyedot dana yang relatif besar karena sifatnya yang lebih brupa pengorganisasian. Selebihnya,menyangkut penyuluhan, pengembangan kapasitas kader, peningkatan gizi, dana persalinan, dan tekniskesehatan lainnya dibiayai oleh unit-unit terkait seperti puskesmas di bawah dinas kesehatan. Sedangkanjaminan kesehatan, diperoleh dari propinsi dalam format JKA.

    V. TAHAP EVALUASI

    Untuk memastikan Program GSI dipraktikkan secara baik sampai ditingkat paling kecil, desa/kelurahan, diseluruh Indonesia, Kementerian pemberdayaan Perempuan kemudian menginisiasi agenda turunan GSIberupa perlombaan evaluasi pelaksanaan GSI secara regular setiap tahunnya antar desa/gampong seluruhIndonesia. Pada tahap pertama, perlombaan akan menghasilkan 3 juara di tingkat kota/kabupaten yang

  • 7/24/2019 GSI BandaAceh

    14/18

    Gerakan Sayang IbuKota Banda Aceh 14

    http://igi.fisipol.ugm.ac.id

    akan dikirim ke tingkat propinsi, kemudian di tingkat propinsi akan diperoleh 3 juara lagi yang masing-masingakan dilombakan di level nasional.

    Dalam pembacaan peneliti, setidaknya ada sejumlah motif di balik penyelenggaraan lomba ini. Pertama,motifnya adalah peningkatan kualitas competitiveness yang dibangun di antara gampong/desa; Kedua,

    penghargaan dan pencitraan (di media) diharapkan menjadi daya tarik/magnet (achievement)yang kuat bagidesa/gampong untuk melaksanakan program dengan baik; Ketiga,selain penghargaan simbolik pemerintahjuga ingin menjadikan insentif material sebagai daya dorong yang efektif. Walaupun oleh pegiat GSI Tibangdiakui faktor ini tidak sepenuhnya berlaku karena nominal insentif yang terbilang kecil, yakni Rp 5 Jutasebagai juara 1 tingkat kota dan Rp 3 Juta untuk juara 3. Nominal ini berbeda-beda di setiap daerah karenamerupakan kebijakan pemda setempat; Keempat, lomba secara tidak langsung juga dijadikan ajangevalusasi secara berkala dalam pelaksaaan GSI (akuntabilitas program secara vertikal baik teknisadministratif maupun substantif); Kelima,momentum lomba adalah sarana efektif untuk menjalin komunikasiantara pemangku jabatan dengan masyarakat secara kontinum. Berikut ini adalah tabel tujuan pencananganlomba GSI yang secara resmi di-releaseoleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan:

    TUJUAN

    Umum Meningkatkan jumlah dan kualitas Kecamatan Sayang IbuKhusus Mengetahui pelaksanaan revitalisasi GSI di desa dan keluarahan

    Mengetahui pelaksanaan revitalisasi GSI di kecamatan

    Mengetahui pelaksanaan dan revitalisasi GSI di kabupaten/kota

    Mengintensifkan dan mengefektifkan pembinaan oleh kecamatan,kabupaten/kota, propinsi

    Adapun kriteria perlombaan yang ditetapkan adalah sebagai berikut:

    Kriteria Desa Siap, Antar, Jaga (Siaga)

    Desa/kelurahan siap, antar, jaga (siaga) adalah desa/kelurahan yang melaksanakan/menjalankanprogram GSI dan mempunyai/melaksanakan langkah sebagai berikut:

    1. Mempunyai SK tentang Satgas revitalisasi GSI Desa/Kelurahan termasuk rencanakerja Satgas tersebut

    2. Mempunyai data dan peta bumi yang akurat dan selalu diperbarui

    3. Telah terbentuknya pengorganisasian tabulin/dasolin

    4. Telah terbentuknya pengorganisasian ambulan desa

    5. Telah terbentuknya pengorganisasian donor adarah desa

    6. Telah terbentuknya pengorganisasian kemitraan dukun bayi dengan bidan

    7. Telah terbentuknya pengorganisasian penghubung/liason (kader penghubung)

    8. Adanya mekanisme/tata cara rujukan

    9. Adanya pengorganisasian: suami siaga, warga siaga, bidan siaga

    10. Adanya/telah terbentuknya Pondok Sayang Ibu

    11. Terlaksananya penyuluhan kepada tokoh masyarakat, tokoh agama, keluarga, suami,dan ibu hamil tentang peningkatan kualitas hidup perempuan, pencegahan kematian

    ibu, kematian bayi, asi eksklusif, kesehatan reproduksi dan wajib belajar bagiperempuan

    12. Tersedianya/terlaksananya pencatatan dan pelaporan

    VI. HASIL YANG DICAPAI

    Hasil yang dicapai dari program GSI di Gampong Tibang memang dapat dikatakan menggembirakan,selama 5 tahun terakhir AKI dan AKB berada pada derajat terendah yakni nihil. Walaupun angka statistikmenunjukkan hasil yang positif namun refleksi kritis tetap perlu dilakukan. Berdasarkan wawancara dan FGDyang dilakukan selama riset lapangan dilakukan, poin-poin penting yang perlu memperoleh perhatian adalahsebagai berikut:

  • 7/24/2019 GSI BandaAceh

    15/18

    Gerakan Sayang IbuKota Banda Aceh 15

    http://igi.fisipol.ugm.ac.id

    1. Banda Aceh sebenarnya tidak dapat dijadikan tolok ukur yang tepat atas keberhasilan program GSIkhususnya di lingkup propinsi. Ada perbedaan konteks sosial-masyarakat dan pemerintahan yangkontras antara Banda Aceh dengan kabupaten lain. Banda Aceh pasca tsunami dan konflikseparatis, memperoleh perhatian besar baik dari pemerintah pusat, lembaga internasional, lembagadonor, dan juga NGO yang berkembang sangat pesat. Media dan kultur akademik di Banda Aceh

    juga terbilang baik. Asumsi peneliti ini secara terbuka dikemukakan oleh Baddrunisa selaku KepalaKantor Pemberdayaan perempuan, Kota Banda Aceh. Kekhasan konteks ini memang tidak dapatdiabaikan. Faktor penjelas utama bagi keberhasilan atas rendahnya AKI dan AKB Gampong Tibangdan Banda Aceh keseluruhan adalah tingginya angka literasi masyarakat serta tersedianya fasilitas,sarana-prasarana, dan SDM penunjang yang memadai. Perlu diingat bahwa angka partisipasiperempuan dalam pembangunan Kota Banda Aceh berada pada rating atas di Indonesia. BandaAceh memiliki Musrena dan Balai Inong yang tidak dimiliki oleh kabupaten/kota lainnya. Pada titikini, GSI berfungsi sebagai sarana assessment dan pemberian insentif secara berkala berbedadengan peran GSI di daerah-daerah terpencil yang benar-benar harus melakukan mainstreaming,advokasi, penyadaran, dan upaya-upaya serius agar masyarakat memberikan prioritas pada isupenurunan AKI dan AKB. Data di bawah ini bisa mengafirmasi argumen tersebut:

    Jumlah Klinik KB Berdasarakan

    Status Kepemilikan Kota Banda Aceh Tahun 2010

  • 7/24/2019 GSI BandaAceh

    16/18

    Gerakan Sayang IbuKota Banda Aceh 16

    http://igi.fisipol.ugm.ac.id

    Banyaknya Kelahiran menurut Penolong Kelahiran di Kota Banda Aceh, 2006-2009 [kiri];Jumlah Ibu Hamil, Melakukan Kunjungan K1, K4, dan Mendapat tablet Zat Besi (Fe)

    di Kota Banda Aceh Tahun 2006-2010 [kanan]

    2. Walaupun penurunan AKI dan AKB adalah tujuan utama dari GSI, namun sebaiknya pengukurankeberhasilan tidak hanya dilihat dari dua aspek tersebut. GSI secara tidak langsung juga merupakanbentuk pendidikan gender bagi masyarakat. GSI menjadi ajang penyadaran bahwa problem yangselama ini diidentifikasi sebagai problem perempuan sebenarnya juga merupakan problem laki-laki,problem keluarga, problem kolektif di lingkungan sekitar, bahkan negara. Satu hal yang juga perludicatat, GSI terlepas dari isu persalinan adalah sebuah upaya memantapkan modal sosial di lingkup

    masyarakat desa/gampong yang kini mulai tergerus dan terganti dengan individualitas parawarganya maupun gerakan revitalisasi (peran) keluarga.Ini adalah poin yang coba ditekankan olehWakil Walikota,Illiza Saaduddin Djamal,pada saat wawancara berlangsung.

    3. Terkait dengan format evaluasi GSI, bisa dilakukan dalam bentuk perlombaan justru bisa menjadipisau bermata dua. Maksudnya, di satu sisi sebagai insentif daya dorong namun di sisi lain menjadiperangkap politik citra yang artifisial. Peneliti menengarai tidak sedikit desa/gampong yangmelaksanakan GSI berorientasikan semata-mata lomba dan pemberitaan media. Hal ini lumrahdipahami karena kriteria penilaian yang ditetapkan oleh kementerian pemberdayaan perempuanbercorak kuantitaif dan formalistik sangat mudah dimanipulasi, seperti: keberadaan regulasi desayang mengatur tabulin, pendonor, ambulans, dll. Padahal keberhasilan sesungguhnya dari GSItercermin di internal keluarga. Apakah sudah ada pembagian peran antara laki-laki dan perempuanyang setara dalam persoalan kehamilan, persalinan, dan juga pengasuhan anak? Persoalan

    pencapaikan esensi program inilah yang getol disampaikan oleh aktivis LSM pada saat penelitimemfasilitasi FGD.

    VII. LESSON LEARNED

    Beberapa poin pembelajaran yang dapat diangkat dari pelaksanaan GSI di Gampong Tibang adalah sebagaiberikut:

    1. Keberhasilan program sebagaimana disampaikan sebagian besar narasumber merupakanpencapaian kolektif multi-stakeholder baik itu masyarakat, pemangku kebijakan, organisasikemasyarakatan, media, dsb. Pada titik ini, sinergitas kemudian menjadi faktor yang determinan.

    2. Keberhasilan GSI Tibang adalah bukti bahwa pendekatan holistik diperlukan dalam mengidentifikasi,merumuskan, merancang, melaksanakan, serta mengevaluasi program di tengah masyarakat.

    http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Illiza_Saaduddin_Djamal&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Illiza_Saaduddin_Djamal&action=edit&redlink=1
  • 7/24/2019 GSI BandaAceh

    17/18

    Gerakan Sayang IbuKota Banda Aceh 17

    http://igi.fisipol.ugm.ac.id

    Rendahnya AKI dan AKB, selain distimulus oleh GSI, utamanya lebih dikarenakan tingginyapoliticalwill seorang kepala daerah, sinergi multi-stake holder, regulasi yang memadai, kepemimpinan dilevel lokal, kuatnya modalitas sosial, tingginya tingkat literasi masyarakat, kesadaran gender,ketersediaan sarana prasarana, dan sebagainya yang demikian kompleks. Dengan demikianmembayangkan AKI dan AKB akan menurun secara signifikan hanya melalui GSI sangatlah tidak

    relevan.3. Faktor khas dari pelaksanaan GSI di Banda Aceh atau NAD secara umum adalah

    operasionalitasnya yang berada di unit gampong dimana modalitas sosial memainkan perananpenting. Pada kasus GSI di Tibang ini, kita dapat mengamati bertautanya format kepemerintahanformal dan informal secara mutualistik dalam relasi komplementatif.

    4. Keberhasilan GSI pada kasus Tibang memperlihatkan pada kita bahwa perlunya pendekatanbudaya (cultural context understanding) dalam setiap penerapan program. Dengan demikian padapaktiknya di lapangan tercermin keberagaman instrument, metoda, dan format yang disesuaikandengan konteks di mana program tersebut dioperasionalisasikan. Tanpa pendekatan budaya ini,program menjadi asing, terasing atau bahkan meng-asing-kan warga pada karakteristik kultur yangmelingkupinya.

    Bekerjanya Seff Governing Comm unitysebagai Faktor Determinan Penjelas Keberhasilan:

    Mengharap TItik Balik, Membangun Daerah dari Gampong/Desa

    Self governing community (SGC) adalahkemampuan suatu komunitas / kelompok / warga masyarakat disuatu wilayah tertentu dalam menjalankan tata kelola pemerintahannya sendiri secara mandiri danumumnya otonom, baik secara positif sebagai penyokong, pelengkap, maupun alternatif dari governance bygovernment, atau pun negatif dalam artian kontra negara sebagai substitusi. SGC juga merupakan buktibahwa bahwa proses pengelolaan urusan-urusan bersama/collective dalam ruang publik tidak hanyadilakukan oleh negara, sebagai public agency, melainkan dilakukan pula oleh community. Karenanya,community governance kemudian diidentikan dengan pemberdayaan komunitas, karena berhasil menjadipenjelas di balik keberhasilan pertumbuhan, pemerataan ekonomi, dan pengentasan kemiskinan di sebuahkomunitas.

    2Hal itu terbukti dengan adanya mekanisme kerja kelembagaan gampong pada level terbawah

    sampai eksistensi kesultanan pada derajat tertinggi. Mekanisme ini berperan mengatur hubunganmasyarakat dan negara dengan menempatkan Islam sebagai sumber hukum berikut tokoh masyarakatsebagai pemangku kepentingan utama dalam menjaga tertib sosial di sana.

    Pada level gampong, misalnya, forum pertemuan di meununasah (masjid) yang dipimpin oleh imuemmeunasah dan tokoh alim-ulama merupakan mekanisme pengambilan keputusan tertinggi pada masyarakatAceh. Mekanisme pengambilan keputusan melalui proses yang sama juga dilakukan pada tingkatpemerintahan yang lebih tinggi, yaitu: Mukim, Uleebalang, Sagoe dan Kesultanan. Dalam setiap levelpemerintahan tersebut pimpinan agama atau alim-ulama diposisikan pada tempat yang tertinggi, tidak hanyamemimpin umat akan tetapi juga memimpin pemerintahan. Sultan di sini termasuk yang memainkan peranrangkap tersebut.

    Melengkapi keduanya, ada pula kepemimpinan informal lain seperti yakni Pak keuchik (Kepala Desa),ataupun Tuha Peut(Empat Petua Kampung) ataupun juga Tengku Imeum (Imam Menasah Kampung). Polape-tokoh-an atau pemimpin tersebut merupakan hasil pemilihan dan verifikasi sosial dalam bentuk

    pengakuan kemampuan tokoh tersebut yang dilakukan oleh masyarakat melalui observasi yang bertahun-tahun terhadap tindak tanduk, kelakukan, akhlaq, kejujuran dan kemampuan serta kearifan mereka, yangdiamati dan dinilai secara langsung oleh masyarakat kampungnya dan dianggap mampu dan sesuai denganpola kepimpinan yang diinginkan masyarakatnya.

    Inilah mengapa SGC mampu menjelaskan betapa persoalan-persoalan personal dan privat dapat dikonversidengan baik menjadi persoalan kolektif baik itu keluarga, lingkungan, bahkan masyarakat; sebagai penjelaspembangunan di level komunitas. Hal tersebut misalnya tercermin pada kasus persalinan. Dalam

    2 Sejumlah poin yang mempengaruhi eksistensi (prasyarat) SGC secara umum adalah sebagai berikut: adanya 1) (Model)Kepemimpinan; 2) (Model) Pengambilan keputusan bersama; 3) Norma atau aturan; 4) Sistem nilai (etik-normatif); 5) (Model danbentuk-bentuk) Pelembagaan masyarakat; 6) (Model) Penyelesaian konflik/krisis; 7) Mekanisme Pengelolaan sumberdayabersama; 8) (model) Pembagaian kerja/peran; 9) (Model) Solidaritas dan jaminan sosial; 10) Sistem transaksional (ekonomikal); 11)Sistem hak milik; 12) Sistem religi dan mistifikasi/mitos; 134) Mekanisme tranfer pengetahuan; 14) Sistem bahasa

  • 7/24/2019 GSI BandaAceh

    18/18

    Gerakan Sayang IbuKota Banda Aceh 18

    http://igi.fisipol.ugm.ac.id

    masyarakat modern, tidak ada sebuah kewajiban maupun tuntutan bagi orang lain untuk terlibat secara aktifdalam proses penangan persalinan yang tidak memiliki ikatan formal dengannya. Melalui SGC yangditerjemahkan dalam format GSI, kepeduliaan itu berwujud jaminan sosial swadaya: tabulin, ambulan desa,atau pun kesiap-siagaan pendonor darah di kala darurat. SGC sendiri secara tidak langsung sebenarnyamerupakan instrument yang efektif dan efikatif dalam meredam konflik baik horizontal maupun vertical.

    Dengan begitu sebenarnya ulasan mengenai GSI khususnya di Tibang mengajak kita untuk memikirkankembali vitalistas gampong/desa sebagai satu sentrum vital pembangunan nasional.

    Vlll. Peluang Replikasi

    Peluang replikasi program GSI sangat terbuka lebar. Program ini bahkan telah dicanangkan sebagaiprogram nasional yang diimplementasikan di tingkat desa/kelurahan di propinsi dan kabupaten/kota diseluruh Indonesia. Walaupun pada praktiknya belum seluruh desa/kelurahan mengimplementasikan denganbaik namun berbagai upaya optimalisasi telah dilakukan. Dari sisi regulasi, manajemen pendanaan,mekanisme monitoring dan evaluasi program secara umum juga relatif telah mapan. Narasi penerapan GSIdi Gampong Tibang telah memberikan gambaran detil bagaimana sebuah program diinisiasi, diimplemtasi,serta dievaluasi secara berkala sehingga bisa berlangsung secara kesinambungan.