18
I.3 - 1 BAB 3 KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Kerangka Ekonomi Makro dan Pembiayaan Pembangunan pada Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2010 memberi gambaran kondisi ekonomi makro tahun 2008, perkiraan tahun 2009, sasaran-sasaran pokok tahun 2010, serta kebutuhan pembiayaan pembangunan yang diperlukan. Sasaran tahun 2010 tersebut akan dicapai melalui berbagai kegiatan dan kebijakan pembangunan sesuai dengan prioritas yang telah digariskan. A. KONDISI EKONOMI MAKRO TAHUN 2008 DAN PERKIRAAN TAHUN 2009 Secara garis besar, kondisi ekonomi makro tahun 2008 dan perkiraannya di tahun 2009 adalah sebagai berikut. Pertama, sebagai dampak dari gejolak eksternal, stabilitas ekonomi mengalami tekanan yang cukup berat. Dalam keseluruhan tahun 2008, rata-rata nilai tukar rupiah mencapai Rp 9.681 per dolar AS atau melemah 5,9 persen dibandingkan tahun sebelumnya; laju inflasi mencapai 11,1 persen, lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 6,6 persen; serta cadangan devisa mencapai USD 51,6 miliar, atau turun USD 5,3 miliar dibandingkan tahun 2007. Tekanan terhadap stabilitas moneter terus berlanjut hingga memasuki tahun 2009. Pada akhir bulan Maret 2009, nilai tukar rupiah mencapai Rp 11.575 per USD dan laju inflasi setahun (y-o- y) mencapai 7,9 persen. Kedua, dalam kondisi eksternal yang cukup berat, momentum pertumbuhan ekonomi tetap terjaga. Dalam tahun 2008, ekonomi tumbuh 6,1 persen, lebih rendah dari tahun 2007 yang besarnya 6,3 persen. Pertumbuhan ekonomi didukung oleh investasi yang meningkat, kemampuan ekspor barang dan jasa yang cukup terjaga, serta ditopang oleh daya beli masyarakat yang membaik. Dalam keseluruhan tahun 2008, pembentukan modal tetap bruto tumbuh 11,7 persen; penerimaan ekspor meningkat 9,5 persen; dan konsumsi masyarakat meningkat 5,3 persen. Ketiga, terjaganya momentum pertumbuhan ikut meningkatkan kualitas pertumbuhan ekonomi. Pada bulan Maret 2008, jumlah penduduk miskin menurun menjadi 35,0 juta orang (15,4 persen) atau berkurang 2,2 juta dibandingkan Maret 2007. Dalam Februari 2008 – Februari 2009 tercipta lapangan kerja baru bagi 2,44 juta orang sehingga pengangguran terbuka menurun dari 9,43 juta orang (8,46 persen) menjadi 9,26 juta orang (8,14 persen). EKONOMI DUNIA Dalam keseluruhan tahun 2008, perekonomian dunia mengalami perlambatan dan tumbuh 3,2 persen atau lebih rendah dibandingkan tahun 2007 yang besarnya 5,2 persen. Ekonomi Amerika Serikat pada triwulan IV tahun 2008 tumbuh minus 0,8 persen (y-o-y) atau secara keseluruhan pada tahun 2008 hanya tumbuh 1,1 persen, padahal tahun 2007 tumbuh 2,0 persen. Dari penggerak pertumbuhan ekonominya, konsumsi masyarakat AS tumbuh negatif

Gudang Dan Pengadaan Barang 3f

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Gudang Dan Pengadaan Barang 3f

I.3 - 1

BAB 3 KERANGKA EKONOMI MAKRO

DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Kerangka Ekonomi Makro dan Pembiayaan Pembangunan pada Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2010 memberi gambaran kondisi ekonomi makro tahun 2008, perkiraan tahun 2009, sasaran-sasaran pokok tahun 2010, serta kebutuhan pembiayaan pembangunan yang diperlukan. Sasaran tahun 2010 tersebut akan dicapai melalui berbagai kegiatan dan kebijakan pembangunan sesuai dengan prioritas yang telah digariskan. A. KONDISI EKONOMI MAKRO TAHUN 2008 DAN PERKIRAAN TAHUN 2009 Secara garis besar, kondisi ekonomi makro tahun 2008 dan perkiraannya di tahun 2009 adalah sebagai berikut. Pertama, sebagai dampak dari gejolak eksternal, stabilitas ekonomi mengalami tekanan yang cukup berat. Dalam keseluruhan tahun 2008, rata-rata nilai tukar rupiah mencapai Rp 9.681 per dolar AS atau melemah 5,9 persen dibandingkan tahun sebelumnya; laju inflasi mencapai 11,1 persen, lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 6,6 persen; serta cadangan devisa mencapai USD 51,6 miliar, atau turun USD 5,3 miliar dibandingkan tahun 2007. Tekanan terhadap stabilitas moneter terus berlanjut hingga memasuki tahun 2009. Pada akhir bulan Maret 2009, nilai tukar rupiah mencapai Rp 11.575 per USD dan laju inflasi setahun (y-o-y) mencapai 7,9 persen. Kedua, dalam kondisi eksternal yang cukup berat, momentum pertumbuhan ekonomi tetap terjaga. Dalam tahun 2008, ekonomi tumbuh 6,1 persen, lebih rendah dari tahun 2007 yang besarnya 6,3 persen. Pertumbuhan ekonomi didukung oleh investasi yang meningkat, kemampuan ekspor barang dan jasa yang cukup terjaga, serta ditopang oleh daya beli masyarakat yang membaik. Dalam keseluruhan tahun 2008, pembentukan modal tetap bruto tumbuh 11,7 persen; penerimaan ekspor meningkat 9,5 persen; dan konsumsi masyarakat meningkat 5,3 persen. Ketiga, terjaganya momentum pertumbuhan ikut meningkatkan kualitas pertumbuhan ekonomi. Pada bulan Maret 2008, jumlah penduduk miskin menurun menjadi 35,0 juta orang (15,4 persen) atau berkurang 2,2 juta dibandingkan Maret 2007. Dalam Februari 2008 – Februari 2009 tercipta lapangan kerja baru bagi 2,44 juta orang sehingga pengangguran terbuka menurun dari 9,43 juta orang (8,46 persen) menjadi 9,26 juta orang (8,14 persen). EKONOMI DUNIA Dalam keseluruhan tahun 2008, perekonomian dunia mengalami perlambatan dan tumbuh 3,2 persen atau lebih rendah dibandingkan tahun 2007 yang besarnya 5,2 persen. Ekonomi Amerika Serikat pada triwulan IV tahun 2008 tumbuh minus 0,8 persen (y-o-y) atau secara keseluruhan pada tahun 2008 hanya tumbuh 1,1 persen, padahal tahun 2007 tumbuh 2,0 persen. Dari penggerak pertumbuhan ekonominya, konsumsi masyarakat AS tumbuh negatif

Page 2: Gudang Dan Pengadaan Barang 3f

I.3 - 2

sejak triwulan III/2008 dan mencapai minus 1,5 persen pada triwulan IV/2008 (y-o-y). Adapun investasi turun 9,8 persen pada triwulan IV/2008 (y-o-y) dengan investasi non residensial yang terus melemah sejak triwulan II/2006. Demikian pula dengan Jepang sebagai salah satu motor penggerak ekonomi dunia yang tumbuh negatif 0,6 persen (y-o-y) pada tahun 2008 (tahun 2007 tumbuh 2,4 persen). Adapun ekonomi Asia ternyata terpengaruh lebih besar dari yang diperkirakan sebelumnya. China dan India, dua negara Asia yang menyumbang besar pada pertumbuhan ekonomi dunia, melambat dibawah perkiraan. Pertumbuhan ekonomi China dan India pada triwulan IV/2008 melambat menjadi 6,8 persen dan 5,3 persen (y-o-y), jauh dibawah perkiraan semula yang masing-masing mencapai 8,0 persen dan 6,2 persen. Pertumbuhan ekonomi dunia yang melambat, menurunkan permintaan terhadap komoditi dunia termasuk energi. Sejak bulan Agustus tahun 2008 hingga bulan Maret 2009, harga komoditi menunjukkan kecenderungan menurun. Walaupun terdapat perbaikan harga pada bulan Januari dan Maret 2009, namun kenaikan ini lebih disebabkan pengurangan produksi. Pada akhir tahun 2008, harga spot minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) mencapai USD 41,4 per barel atau 54,7 persen lebih rendah dibandingkan akhir tahun 2007. Pada akhir bulan April 2009, harga spot minyak mentah WTI meningkat hingga mencapai USD 49,7 per barel akibat pembatasan produksi minyak mentah dunia. Turunnya harga komoditi dunia telah ikut andil dalam melunakkan tekanan inflasi global. Laju inflasi AS turun dari 5,6 persen pada bulan Juli 2008 menjadi 0,0 persen pada bulan Januari 2009 dan terus menurun hingga mencapai deflasi 0,7 persen pada bulan April 2009. Demikian pula inflasi Jepang dan Uni Eropa yang turun masing-masing dari 2,4 persen dan 4,1 persen pada bulan Juli 2008, menjadi minus 0,3 persen pada bulan Maret 2009 dan 0,6 persen pada bulan April 2009. Guna mengatasi penurunan ekonomi lebih dalam, negara-negara maju menempuh kebijakan moneter yang lebih longgar. Sejak bulan Oktober tahun 2008, suku bunga acuan di berbagai negara di dunia secara bertahap mulai diturunkan. Pada bulan Desember 2008, suku bunga Fed Fund Rate mencapai 0,25 persen turun dibandingkan bulan Desember 2007 yang mencapai 4,25 persen. Demikian pula dengan Japan Official Discount Rate dan Euro Refinancing Rate yang masing-masing mencapai 0,30 persen dan 2,50 persen pada periode yang sama atau turun dibandingkan bulan Desember 2007 yang masing-masing mencapai 0,75 persen dan 4,0 persen. Kecenderungan penurunan kedua suku bunga ini terus berlanjut dan masing-masing mencapai 0,1 persen dan 1,0 persen pada bulan Mei 2009. Kebijakan menurunkan suku bunga tersebut belum mampu meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap sistem keuangan global. Indeks harga saham di berbagai pasar bursa dunia masih tertekan. Indeks saham Dow Jones di Amerika Serikat yang mencapai 8.776, pada akhir bulan Desember 2008 melemah menjadi 8.168 pada akhir bulan April 2009. Demikian pula dengan indeks Nikkei 225 di bursa saham Tokyo, yang mencapai 8.860 pada akhir bulan Desember 2008 menjadi 8.828 bulan April 2009. Melambatnya pertumbuhan ekonomi dan melemahnya indeks harga saham menurunkan kepercayaan masyarakat akan proses pemulihan ekonomi global. Berdasarkan Bloomberg Professional Confidence Index pada bulan Desember 2008 indeks kepercayaan masyarakat dunia mencapai 6,1, turun dibandingkan awal awal tahun 2008 yang mencapai 21,0, dan terus menurun hingga mencapai 5,9 pada bulan Maret 2009.

Page 3: Gudang Dan Pengadaan Barang 3f

I.3 - 3

MONETER, PERBANKAN DAN PASAR MODAL Tekanan eksternal berupa melemahnya permintaan dan harga komoditas di pasar dunia dan meluasnya dampak krisis keuangan global berpengaruh pada stabilitas dalam negeri. Dengan kebijakan moneter yang melonggar dan berhati-hati, serta pengamanan sektor keuangan di dalam negeri, stabilitas ekonomi dapat dijaga. Perkembangan nilai tukar Rupiah mengalami fluktuasi. Nilai tukar Rupiah menguat dari Rp9.419,-/USD pada bulan Desember 2007 menjadi Rp9.118,-/USD pada bulan Juni 2008 didorong oleh peningkatan penerimaan ekspor dan pemasukan modal swasta. Nilai tukar kemudian melemah dan menjadi Rp12.151,-/USD pada bulan November 2008 terkait dengan adanya pembalikan dana keluar negeri utuk mencari investasi aman (safe haven) sebagai dampak dari krisis keuangan global. Selanjutnya, nilai tukar menguat kembali menjadi Rp10.400,-/USD pada awal Mei 2009 karena membaiknya neraca perdagangan seiring dengan adanya penurunan impor yang lebih besar dibanding penurunan ekspor, dan pemasukan dana luar negeri. Selama tahun 2008 inflasi mencapai 11,06 persen. Tingginya inflasi terjadi karena kenaikan harga yang tinggi pada volatile foods dan administered price. Volatile foods meningkat tajam terutama pada awal tahun akibat imported inflation seiring dengan melonjaknya harga komoditas di pasar dunia seperti gandum, kedelai, jagung, dan minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO). Sementara itu administered price meningkat dengan adanya kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM rata-rata sebesar 28,7 persen pada akhir Mei 2008 untuk menahan lonjakan subsidi BBM dengan meningkatnya harga minyak dunia. Tekanan inflasi administered prices juga berawal dari kenaikan harga minyak tanah dan elpiji terkait dengan program konversi. Inflasi pada bulan Januari 2008 sebesar 7,36 persen (y-o-y) meningkat menjadi 10,38 persen (y-o-y) pada bulan Mei 2008. Inflasi terus meningkat sehingga pada bulan September 2008 mencapai 12,14 persen. Untuk mengendalikan laju inflasi tersebut telah dilakukan berbagai upaya antara lain kebijakan stabilisasi pangan secara terpadu melalui subsidi bahan pangan dan operasi pasar. Sejalan dengan menurunnya harga minyak mentah dan komoditi lainnya di pasar internasional, inflasi menurun secara bertahap menjadi 11,06 persen pada bulan Desember 2008 dan menjadi 7,31 persen pada bulan April 2009. Menurunnya inflasi pada akhir tahun 2008 memberikan cukup ruang bagi Bank Indonesia untuk melakukan perubahan kebijakan moneter yang semakin longgar. Kebijakan pengendalian moneter yang sebelumnya mengetat, yaitu dengan menaikkan BI rate naik secara bertahap dari sebesar 8,0 persen pada bulan April 2008 menjadi 9,50 persen pada bulan Oktober 2008, kemudian dilonggarkan melalui penurunan BI rate menjadi 9,25 persen pada bulan Desember 2008, 8,75 persen pada bulan Januari 2009 dan 7,25 persen pada awal Mei 2009. Agar dapat menggerakkan kegiatan ekonomi, penurunan BI rate diharapkan dapat diikuti penurunan suku bunga perbankan. Penurunan BI rate pada awal Desember 2008 belum diikuti oleh penurunan suku bunga perbankan dalam jangka pendek kecuali suku bunga deposito 1 bulan dan suku bunga kredit investasi, karena antara lain disebabkan oleh kehati-hatian perbankan terhadap risiko perbankan.

Sampai dengan Desember 2008 kredit tumbuh sebesar 30,7 persen dengan nilai Rp1.300,2 triliun, jauh lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan tahunan 2007 yang sebesar 26,4 persen (y-o-y). Pada akhir triwulan I-2009 (Maret 2009), pertumbuhan kredit bank umum masih relatif

Page 4: Gudang Dan Pengadaan Barang 3f

I.3 - 4

cukup tinggi yaitu sebesar 26,1 persen (y-o-y). Di sisi penghimpunan dana, simpanan masyarakat pada bank tumbuh sebesar 16,2 persen (y-o-y) dari Rp1.528,2 triliun pada akhir 2007 menjadi Rp1.775,2 triliun pada akhir 2008, lebih lambat dibandingkan akhir tahun 2007 yang tumbuh sebesar 17,7 persen (y-o-y). Terjaganya kepercayaan masyarakat menjadi salah satu faktor pertumbuhan simpanan masyarakat yang tetap tinggi. Tercatat sampai dengan Maret 2009, simpanan masyarakat tumbuh mencapai Rp1.801,1 triliun (meningkat 21,5 persen/y-o-y).

Seiring dengan perkembangan tersebut, rasio pinjaman terhadap simpanan (loan to deposit ratio – LDR) naik dari 66,3 persen pada tahun 2007 menjadi 74,6 persen pada akhir 2008. Memasuki tahun 2009, LDR bank umum relatif stabil dibandingkan dengan akhir 2008 yaitu sebesar 73,1 persen (Maret 2009). Untuk sektor UMKM, kredit bank umum yang berskala mikro, kecil dan menengah (kredit UMKM) meningkat sebesar 26,1 persen (y-o-y) pada akhir 2008 dengan nilai Rp633,9 triliun yang terdistribusi 8,6 persen untuk kredit investasi; 39,0 persen untuk kredit modal kerja, dan 52,4 persen untuk kredit konsumsi. Tingginya penyaluran kredit UMKM di tahun 2008, berlanjut pada tahun 2009. Tercatat sampai dengan bulan Maret 2009 kredit bank umum untuk UMKM tumbuh sebesar 22,9 persen dengan nilai Rp637,2 triliun, dengan komposisi sebesar 38,4 persen kredit modal kerja; 8,5 persen kredit investasi dan 53,0 persen merupakan kredit konsumsi.

Ketahanan sektor perbankan Indonesia tahun 2008 masih cukup kuat. Rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio – CAR) bank umum sebesar 16,8 persen pada tahun 2008 dan terus meningkat menjadi 18,0 persen pada akhir bulan Maret 2009, masih jauh lebih tinggi dibandingkan ketentuan batas minimal 8,0 persen. Terkait dengan potensi kredit macet, tingkat kredit berkinerja buruk (non performing loan – NPL) bank umum kita juga turun menjadi 3,2 persen pada tahun 2008 dari 4,1 persen pada tahun 2007. Namun demikian, memasuki tahun 2009 patut diwaspadai kecenderungan meningkatnya kredit macet, tercermin dari meningkatnya NPL hingga mencapai 3,9 persen pada bulan Maret 2009. Terjadinya krisis keuangan dan moneter internasional yang mempengaruhi perkembangan perdagangan perdagangan dan produksi dunia terutama pada akhir tahun 2008, menghambat perkembangan kredit pada awal tahun 2009 meskipun diperkirakan lebih membaik pada pertengahan atau akhir tahun 2009.

Goncangan pasar modal internasional dengan Wall Street di Amerika Serikat sebagai episentrumnya secara cepat menjalar dan menular ke negara-negara lainnya, termasuk negara-negara anggota Uni Eropa, Jepang dan Cina sehingga berimbas pula kepada Bursa Efek Indonesia (BEI). Indeks harga saham gabungan (IHSG) BEI yang mencapai 2.830,3 pada 9 Januari 2008, menurun secara bertahap menjadi 2.165,9 pada akhir Agustus 2008, dan menurun secara bergejolak menjadi 1.355,4 pada akhir 2008. Penurunan IHSG didorong pula oleh keluarnya sebagian investor asing dari bursa. Pada akhir Februari 2009 IHSG masih mengalami penurunan menjadi 1.285,5 poin. Memasuki awal Mei 2009 IHSG sudah mulai meningkat menjadi 1.729,6 poin. Meskipun masih sulit diprediksi kapan krisis keuangan global ini akan berakhir, namun pada akhir tahun 2009 diharapkan pasar modal berkembang lebih stabil dan mengalami peningkatan jika upaya-upaya intervensi secara terkoordinasi dari seluruh negara-negara di dunia untuk menanggulangi krisis global tersebut terbukti efektif.

Page 5: Gudang Dan Pengadaan Barang 3f

I.3 - 5

NERACA PEMBAYARAN. Di tengah melambatnya pertumbuhan ekonomi dunia dan menurunnya harga-harga komoditi dunia kinerja neraca pembayaran tetap terjaga. Pada tahun 2008, total penerimaan ekspor mencapai USD 139,6 miliar, atau naik 18,3 persen dibandingkan tahun 2007 (Sumber: Bank Indonesia). Kenaikan tersebut didorong oleh ekspor migas dan nonmigas yang meningkat masing-masing sebesar 27,5 persen dan 15,8 persen. Sementara itu dalam tahun 2008, impor meningkat menjadi USD 116,7 miliar, atau naik 36,9 persen. Peningkatan ini didorong oleh impor migas dan nonmigas yang masing-masing naik sebesar 24,6 persen dan 40,4 persen. Dengan defisit jasa-jasa (termasuk income dan current transfer) yang mencapai USD 22,6 miliar, surplus neraca transaksi berjalan pada tahun 2008 mencapai sekitar USD 0,3 miliar turun dibandingkan tahun 2007 yang mencapai USD 10,5 miliar. Investasi langsung asing (neto) mencapai surplus sebesar USD 2,0 miliar didorong oleh investasi langsung asing yang masuk sebesar USD 7,9 miliar. Pada semester I/2008 arus masuk investasi portofolio meningkat, namun pada semester II/2008 cenderung melambat. Hal ini terutama dipengaruhi oleh arus modal keluar dari para investor guna memenuhi kebutuhan konsolidasi keuangan global, yang pada akhirnya berimbas pada pelepasan surat utang negara (SUN) dan surat berharga Bank Indonesia (SBI) yang terjadi selama semester II/2008. Secara keseluruhan tahun 2008, investasi portofolio neto mencapai USD 1,7 miliar turun dibandingkan tahun 2007 (USD 5,6 miliar) dengan investasi portofolio yang masuk sebesar USD 3,0 miliar. Adapun arus modal lainnya pada tahun 2008 mengalami defisit sebesar USD 6,2 miliar didorong oleh investasi lainnya di luar negeri sebesar USD 10,0 miliar. Dengan perkembangan ini neraca modal dan finansial dalam keseluruhan tahun 2008 mengalami defisit USD 1,9 miliar dengan cadangan devisa mencapai USD 51,6 miliar atau cukup untuk membiayai kebutuhan 4,0 bulan impor. Hingga akhir triwulan I/2009, total penerimaan ekspor mencapai USD 23,9 miliar atau turun dibandingkan dengan triwulan I/2008 yang mencapai USD 34,4 miliar. Penurunan ini terutama disebabkan melemahnya nilai ekspor non-migas sebesar 23,3 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Sementara itu, kebutuhan impor selama triwulan I/2009 juga melambat dan mencapai USD 17,7 miliar atau lebih rendah dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai USD 26,9 miliar. Secara keseluruhan nilai transaksi berjalan pada triwulan I/2009 mencapai surplus USD 1,8 miliar. Sementara itu, transaksi modal dan finansial hingga akhir triwulan I/2009 mencapai surplus USD 2,4 miliar, terutama didorong oleh arus masuk modal asing langsung neto dan arus masuk modal portfolio yang masing-masing mencapai USD 2,7 miliar dan USD 1,9 miliar. Sedangkan defisit investasi lainnya menurun dan mencapai USD 2,3 miliar. Dengan gambaran tersebut cadangan devisa pada akhir triwulan I/2009 mencapai USD 54,8 miliar atau setara dengan 6,1 bulan impor. KEUANGAN NEGARA.

Dalam tahun 2008, kebijakan fiskal diarahkan untuk memberi stimulus pada perekonomian dengan tetap menjaga ketahanan fiskal. Hal ini dilakukan untuk mengimbangi tekanan yang sangat berat baik dari sisi internal maupun eksternal terhadap perekonomian Indonesia.

Bentuk dari stimulus fiskal yang dilakukan terlihat dalam peningkatan belanja negara, yang terdiri dari belanja pemerintah pusat dan belanja ke daerah, sebesar 30 persen dibandingkan

Page 6: Gudang Dan Pengadaan Barang 3f

I.3 - 6

tahun 2007. Belanja pemerintah pusat diarahkan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam bentuk belanja pegawai dan barang, mendorong pertumbuhan ekonomi melalui penyediaan infrastruktur dasar, melindungi hajat hidup masyarakat dalam bentuk subsidi yang lebih terarah, serta memenuhi pembayaran utang baik dalam maupun luar negeri. Adapun kebijakan belanja ke daerah diarahkan untuk membiayai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi dan membiayai kegiatan-kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional.

Sementara itu, penerimaan negara diarahkan terutama untuk menggali sumber penerimaan dalam negeri baik penerimaan pajak maupun penerimaan bukan pajak. Pada tahun 2008, penerimaan pajak meningkat menjadi Rp 658,7 triliun atau naik 34,2 persen terutama didorong oleh pajak dalam negeri yang meningkat 32,4 persen. Adapun penerimaan bukan pajak meningkat lebih tinggi, yaitu sebesar 49,2 persen. Hal ini terutama didorong oleh tingginya realisasi penerimaan migas akibat dari tingginya rata-rata harga minyak bumi sepanjang tahun 2008. Penerimaan migas tersebut mencapai sebesar Rp 209,7 triliun atau meningkat 68,1 persen dibandingkan tahun 2007. Dengan perkembangan ini, defisit anggaran pada tahun 2008 dapat ditekan pada tingkat sebesar Rp 3,3 triliun atau 0,1 persen PDB, jauh dibawah target dalam APBN-P yang sebesar 2,1 persen PDB.

Pada tahun 2009, kebijakan fiskal tetap diarahkan untuk memberi stimulus kepada perekonomian namun dengan terus menjaga ketahanannya. Hal ini dilakukan mengingat dampak terberat dari krisis ekonomi global diperkirakan terjadi dalam tahun ini. Oleh karena itu kebijakan fiskal yang ditempuh ditujukan untuk menyelamatkan perekonomian nasional dengan memperluas program stimulus ekonomi melalui APBN 2009; melakukan perubahan asumsi dasar untuk memberikan sinyal yang tepat kepada publik; serta melakukan beberapa penyesuaian terhadap besaran pendapatan negara, belanja negara, defisit, dan pembiayaan anggaran.

Arah kebijakan stimulus fiskal yang ditempuh bertujuan untuk: (i) mempertahankan

sekaligus meningkatkan daya beli masyarakat antara lain melalui berbagai insentif perpajakan dan pemberian subsidi, serta bantuan langsung tunai; (ii) mencegah timbulnya PHK secara luas dan meningkatkan daya tahan usaha dalam menghadapi krisis antara lain melalui penurunan berbagai tarif perpajakan dan bea masuk, potongan tarif listrik, subsidi bunga, serta pemberian kredit usaha rakyat; (iii) menangani dampak PHK dan mengurangi tingkat pengangguran dengan meningkatkan belanja infrastruktur padat karya melalui penambahan anggaran untuk infrastruktur; serta (iv) mempercepat laju pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dengan meneruskan reformasi di seluruh kementerian negara/lembaga (K/L).

Dengan langkah-langkah tersebut diatas, pendapatan negara dan hibah diperkirakan mencapai Rp 848,6 triliun atau 15,5 persen PDB, lebih rendah Rp 137,2 triliun bila dibandingkan dengan sasaran yang ditetapkan dalam APBN 2009 sebesar Rp 985,7 triliun atau 18,5 persen PDB. Penurunan tersebut terutama didorong oleh penurunan penerimaan dalam negeri, baik berupa penerimaan perpajakan maupun penerimaan negara bukan pajak sebagai dampak dari krisis ekonomi global.

Sementara itu, belanja negara diperkirakan mencapai Rp 988,1 triliun atau 18,0 persen PDB, lebih rendah Rp 49,0 triliun bila dibandingkan dengan anggaran belanja negara yang ditetapkan dalam APBN 2009 yang besarnya Rp 1.037,1 triliun atau 19,5 persen PDB. Penurunan anggaran belanja tersebut terutama disebabkan oleh beban belanja subsidi yang menurun menjadi Rp 123,5 triliun atau 2,3 persen PDB dari Rp 166,7 triliun atau 3,1 persen PDB yang ditetapkan dalam APBN 2009. Penurunan subsidi ini disebabkan oleh perubahan asumsi harga minyak yang cukup besar dari US$80 per barel menjadi US$45 per barel.

Page 7: Gudang Dan Pengadaan Barang 3f

I.3 - 7

Perkembangan penerimaan dan belanja negara di atas, mendorong peningkatan defisit anggaran dalam APBN Penyesuaian Tahun 2009 (stimulus fiskal) sebesar 1,5 persen PDB atau meningkat dari 1,0 persen PDB menjadi 2,5 persen PDB. Selanjutnya stok utang pemerintah diperkirakan sebesar 31,3 persen PDB.

PERTUMBUHAN EKONOMI. Stabilitas ekonomi yang membaik serta langkah-langkah yang ditempuh untuk mendorong kegiatan ekonomi mampu memulihkan kembali momentum pertumbuhan ekonomi. Pada tahun 2008 perekonomian tumbuh sebesar 6,1 persen lebih rendah dari tahun sebelumnya (6,3 persen). Dari sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi pada tahun 2008 terutama didorong oleh investasi berupa pembentukan modal tetap bruto (PMTB) dan ekspor barang dan jasa yang masing-masing tumbuh sebesar 11,7 persen dan 9,5 persen. Sejak triwulan IV tahun 2007 hingga triwulan III tahun 2008, investasi berupa pembentukan modal tetap bruto tumbuh dua digit dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Sementara itu, konsumsi masyarakat tumbuh sebesar 5,3 persen dan konsumsi pemerintah meningkat sebesar 10,4 persen. Dari sisi produksi, pertumbuhan ekonomi pada tahun 2008 terutama didorong oleh sektor pertanian yang tumbuh 4,8 persen. Adapun industri pengolahan nonmigas tumbuh sebesar 4,0 persen. Pertumbuhan ekonomi didorong pula oleh pertumbuhan sektor tersier terutama pengangkutan dan telekomunikasi; listrik, gas dan air bersih; serta konstruksi yang masing-masing tumbuh sebesar 16,7 persen; 10,9 persen, dan 7,3 persen. Dampak yang ditimbulkan oleh krisis ekonomi global terhadap perekonomian Indonesia mulai dirasakan pada triwulan IV tahun 2008. Pertumbuhan ekonomi triwulan IV tahun 2008 menurun sebesar minus 3,6 persen dibandingkan dengan triwulan III – 2008 (q-to-q), dan dibandingkan dengan triwulan IV tahun 2007 meningkat 5,2 persen (y-o-y) yang berarti lebih lambat dari pertumbuhan ekonomi pada triwulan-triwulan sebelumnya pada tahun 2008 yaitu 6,2 persen di triwulan I, 6,4 persen di triwulan II, dan 6,4 persen di triwulan III. Melemahnya pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV tahun 2008 disebabkan oleh menurunnya pertumbuhan ekspor barang dan jasa yaitu minus 5,5 persen dibandingkan triwulan III-2008 (q-to-q) dan hanya meningkat 1,8 persen dibandingkan dengan triwulan IV tahun 2007 (y-o-y). Melemahnya pertumbuhan ekspor barang dan jasa adalah sebagai akibat dari menurunnya harga minyak serta menurunnya harga dan permintaan komoditas ekspor Indonesia sebagai dampak dari krisis ekonomi global. Di samping pertumbuhan ekspor yang melambat, investasi juga mengalami perlambatan pertumbuhan pada triwulan IV-2008, yaitu hanya meningkat 0,8 persen dibandingkan dengan triwulan III-2008. Pada triwulan I-2009 pertumbuhan ekonomi mencapai 4,4 persen (y-o-y). Dari sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi terutama didorong oleh pengeluaran pemerintah dan pengeluaran masyarakat yang masing-masing tumbuh 19,2 persen dan 5,8 persen. Sedangkan ekspor mengalami pertumbuhan negatif sebesar 19,1 persen. Dari sisi produksi, pertumbuhan ekonomi terutama didorong oleh sektor pertanian yang tumbuh 4,8 persen. Dari sektor tersier, pertumbuhan yang tinggi terdapat pada sektor listrik, gas dan air; dan pengangkutan dan telekominikasi yang tumbuh 11,4 persen dan 16,7 persen. Tekanan terhadap perekonomian nasional diperkirakan akan terus berlanjut hingga tahun 2009, sehingga pada tahun 2009 pertumbuhan ekonomi diproyeksikan berkisar antara 4,0 – 4,5 persen.

Page 8: Gudang Dan Pengadaan Barang 3f

I.3 - 8

B. LINGKUNGAN EKSTERNAL DAN INTERNAL TAHUN 2010 Kondisi ekonomi tahun 2010 akan dipengaruhi oleh lingkungan eskternal yang diperkirakan lebih baik dari tahun 2009. Gejolak keuangan global diperkirakan mereda. Langkah-langkah yang ditempuh oleh negara-negara maju diperkirakan mampu memulihkan kembali sektor keuangan global yang pada gilirannya akan meningkatkan stabilitas moneter internasional yang lebih baik dan menggerakkan kembali bursa saham global. C. SASARAN EKONOMI MAKRO TAHUN 2010 Dengan arah kebijakan ekonomi makro di atas serta dengan memperhatikan lingkungan eksternal dan internal, sasaran ekonomi makro tahun 2010 adalah pertumbuhan ekonomi sebesar 5,0 persen dan laju inflasi sekitar 5 persen. Pengangguran terbuka diperkirakan turun menjadi 8,0 persen dari angkatan kerja dan jumlah penduduk miskin diperkirakan turun menjadi 12,0 - 13,5 persen pada tahun 2010. 1. PERTUMBUHAN EKONOMI Pada tahun 2010 pertumbuhan ekonomi diperkirakan akan pulih dengan tumbuh 5,0 persen. Pertumbuhan ini didorong oleh mulai pulihnya perekonomian global yang mendorong naiknya investasi dan tumbuh positipnya ekspor nonmigas, dan masih terjaganya daya beli masyarakat yang ditunjukkan oleh tumbuhnya konsumsi masyarakat. Dengan sasaran pertumbuhan ekonomi sebesar 5,0 persen, investasi berupa pembentukan modal tetap bruto serta ekspor barang dan jasa tumbuh masing-masing sebesar 7,1 persen dan 5,0 persen. Sejalan dengan investasi dan pertumbuhan ekonomi yang mulai membaik maka diperkirakan impor barang dan jasa tumbuh 6,1 persen. Dalam keseluruhan tahun 2010, dengan terjaganya stabilitas ekonomi dan daya beli masyarakat maka diperkirakan konsumsi masyarakat tumbuh 4,2 persen. Dari sisi produksi, sektor pertanian diperkirakan tumbuh 3,6 persen dengan peningkatan yang tinggi pada produksi tanaman bahan makanan. Industri pengolahan tumbuh 3,4 persen dengan industri pengolahan non migas yang sudah mulai mengalami pemulihan dengan tumbuh 3,9 persen sejalan dengan mulai membaiknya investasi dan meningkatnya ekspor nonmigas. Sedangkan sektor tersier juga mengalami pemulihan dibandingkan tahun 2009, tumbuh 6,5 persen; 6,8 persen; 7,3 persen; 9,7 persen dan 4,6 persen untuk sektor listrik, gas, dan air bersih; konstruksi; perdagangan; hotel dan restoran; pengangkutan dan telekomunikasi; dan jasa-jasa. Untuk membiayai pertumbuhan ekonomi sebesar 5 persen pada tahun 2010, dibutuhkan investasi sebesar Rp 1.689,6 triliun (28,2 persen per PDB) yang terdiri dari investasi swasta dan pemerintah. 2. STABILITAS EKONOMI Stabilitas ekonomi dalam tahun 2010 tetap dijaga melalui kebijakan moneter yang kondusif antara lain melalui Koordinasi Tim Pengendali Inflasi serta kebijakan fiskal berkelanjutan.

Page 9: Gudang Dan Pengadaan Barang 3f

I.3 - 9

a. MONETER

Seiring membaiknya perekonomian global pada tahun 2010, ekspor dan arus masuk modal luar negeri diperkirakan akan meningkat serta kebijakan moneter yang mendukung, maka stabilitas nilai tukar Rupiah diperkirakan semakin membaik. Dengan nilai tukar Rupiah yang stabil serta pasokan kebutuhan pokok masyarakat yang terjaga, laju inflasi diperkirakan sekitar 5 persen. Dengan semakin stabilnya laju inflasi dan nilai tukar Rupiah, suku bunga di dalam negeri diperkirakan semakin stabil pula dan pada gilirannya akan mendorong kegiatan ekonomi masyarakat. b. KEUANGAN NEGARA

Kebijakan fiskal tahun 2010 diarahkan untuk memberikan dorongan terhadap perekonomian setelah kelesuan ekonomi yang diperkirakan terjadi dalam tahun 2009. Namun, kebijakan ini ditempuh dengan tetap menjaga langkah-langkah konsolidasi fiskal yang telah dilakukan selama ini.

Dalam tahun 2010, penerimaan negara dan hibah diperkirakan mencapai Rp 871,9 triliun, terutama didukung oleh penerimaan perpajakan sebesar Rp 717,1 triliun dan penerimaan bukan pajak sebesar Rp 153,4 triliun. Sementara itu, belanja negara diperkirakan sekitar Rp 949,1 triliun. Dengan besarnya dorongan fiskal ke daerah, keselarasan program-program pembangunan di daerah dengan program prioritas nasional perlu terus ditingkatkan untuk mendukung pencapaian sasaran nasional.

Dengan perkiraan penerimaan dan pengeluaran tersebut, ketahanan fiskal tetap terjaga. Defisit APBN tahun 2010 diupayakan sekitar 1,3 persen PDB, ditutup oleh pembiayaan dalam negeri dan pembiayaan luar negeri.

3. PENGANGGURAN DAN KEMISKINAN Dengan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi, stabilitas ekonomi yang terjaga, serta berbagai kegiatan pembangunan yang diarahkan untuk mengurangi jumlah penduduk miskin dan pengangguran, jumlah penduduk miskin dan pengangguran terbuka menurun. Pada tahun 2010 jumlah penduduk miskin diperkirakan turun menjadi 12-13,5 persen, sedangkan tingkat pengangguran terbuka diperkirakan turun menjadi 8 persen dari angkatan kerja. 4. KEBIJAKAN SUBSIDI

Sesuai amanat pasal 33 dan 34 Undang-undang Dasar 1945, pemerintah wajib menjamin

kehidupan fakir-miskin, anak-anak terlantar, mengembangkan sistem jaringan sosial, serta memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan. Dengan demikian pemerintah perlu menyediakan bantuan yang dibutuhkan antara lain transfer tunai, barang dan jasa seperti jaminan tersedianya kebutuhan pangan, kesehatan dan pendidikan, subsidi yang ditujukan untuk meringankan beban masyarakat dalam mencukupi kebutuhan dasarnya, serta subsidi untuk menjaga agar produsen mampu berproduksi, khususnya yang merupakan kebutuhan dasar masyarakat, dengan harga terjangkau.

Page 10: Gudang Dan Pengadaan Barang 3f

I.3 - 10

Dalam menjalankan amanat konstitusi tersebut, pemerintah mengalokasikan anggaran subsidi dengan proporsi yang cukup besar dalam keseluruhan belanja negara. Pada tahun 2008 realisasi rasio subsidi terhadap belanja negara mencapai 27,9 persen, atau 5,9 persen dari PDB. Sementara itu, pada APBN tahun 2009 rasio subsidi terhadap belanja negara diperkirakan turun menjadi sebesar 12,5 persen atau 2,3 persen dari PDB. Subsidi tersebut terbagi atas berbagai dua jenis, yaitu: subsidi energi (BBM dan Listrik) dan non energi, antara lain subsidi pangan, pupuk, benih, dan bunga kredit program.

Mengingat bahwa belanja negara dalam bentuk pemberian subsidi cukup besar, dalam rangka meningkatkan efektifitas pengeluaran negara, pengusulan dan pemberian subsidi harus diatur lebih sistematis. Arah Kebijakan Subsidi Tahun 2010. Dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat dan sekaligus mendorong peningkatan perekonomian, subsidi yang sudah berjalan masih diperlukan atau belum berakhir jangka waktu pemberiannya akan terus dilanjutkan, namun pemberian subsidi tersebut akan terus dievaluasi agar lebih tepat sasaran. Sementara itu, dalam rangka memenuhi kebutuhan yang penting dan mendesak, pengusulan subsidi baru dimungkinkan dengan memperhatikan bahwa pemberian subsidi merupakan pilihan kebijakan terbaik yang perlu dilakukan, memenuhi kriteria yang telah ditetapkan, serta dengan mempertimbangkan keterbatasan dana pemerintah. Kriteria Subsidi. Secara umum, pemberian subsidi dalam tahun 2010 diberikan untuk menghasilkan produk dengan harga yang terjangkau oleh masyarakat yang daya belinya terbatas. Adapun kriteria pengusulan subsidi dalam tahun 2010 adalah sebagai berikut:

1. Produk yang diberi subsidi merupakan kebutuhan dasar dan menyangkut hajat hidup orang banyak atau dalam rangka mendorong kemampuan produsen nasional dalam memproduksi komoditi tertentu;

2. Adanya kelompok sasaran penerima subsidi yang jelas, yang menjadi konsumen akhir dari komoditi yang disubsidi. Kelompok sasaran tersebut diutamakan masyarakat golongan berpendapatan rendah, dan/atau masyarakat di wilayah terpencil atau terisolir agar dapat memenuhi kebutuhan hidup dasar.

3. Komoditi yang disubsidi agar dapat ikut menciptakan kestabilan harga; 4. Memiliki jangka waktu yang jelas. Dalam hal ini pemberian subsidi tidak dapat diberikan

selamanya dan oleh sebab itu pengajuannya harus disertai dengan target waktu subsidi tersebut berakhir;

5. Pengajuan subsidi dalam batas kemampuan pembiayaan negara; 6. Pengusulan subsidi harus disertai dengan alasan dan dasar perhitungan yang jelas mengenai

besarnya subsidi yang diajukan; 7. Adanya mekanisme (delivery) yang jelas hingga komoditi tersebut dapat dipastikan sampai

pada masyarakat yang layak menerima; 8. Adanya pembenahan struktural yang menyertai pelaksanaan subsidi tersebut agar

penyalahgunaan subsidi semaksimal mungkin dapat dihindarkan. Mekanisme Pengajuan/Pemberian Subsidi. Subsidi diajukan oleh kementerian/ lembaga yang terkait dengan komoditi dalam bentuk barang dan jasa, atau yang ketersediaannya menjadi tanggung jawab kementerian/lembaga yang bersangkutan. Pengajuan tersebut dilakukan bersamaan dengan pengajuan kegiatan kementerian/ lembaga yang bersangkutan. Dengan demikian, kegiatan atau pengajuan subsidi secara lebih terperinci diuraikan pada kegiatan prioritas, dan/atau dalam kegiatan kementerian/lembaga.

Page 11: Gudang Dan Pengadaan Barang 3f

I.3 - 11

5. PENDANAAN MELALUI TRANSFER KE DAERAH

Pendanaan pembangunan melalui transfer ke daerah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pendanaan pembangunan secara nasional. Sejalan dengan semakin besarnya kewenangan yang diserahkan kepada daerah, alokasi transfer dana ke daerah dari waktu ke waktu cenderung mengalami peningkatan. Hal ini telah membuat porsi dana transfer ke daerah dalam belanja pusat mengalami peningkatan yang signifikan sejak dimulainya kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah di tahun 2001.

Transfer ke Daerah terdiri dari Dana Perimbangan serta Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian. Dana Perimbangan, yang terdiri dari Dana Bagi Hasil (DBH) yang bersumber dari penerimaan pajak dan Sumber Daya Alam (SDA), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK), merupakan sumber pendanaan bagi daerah dalam melaksanakan desentralisasi, yang alokasinya tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain mengingat tujuan masing-masing jenis penerimaan tersebut saling mengisi dan melengkapi.

Kebijakan pengalokasian transfer ke daerah dalam tahun 2010 tetap diarahkan untuk mendukung pelaksanaan program/kegiatan yang menjadi prioritas nasional yang dilaksanakan di daerah dengan tetap menjaga konsistensi dan keberlanjutan pelaksanaan desentralisasi fiskal guna menunjang penyelenggaraan otonomi yang luas, nyata, dan bertanggung jawab, dengan tujuan:

Mengurangi kesenjangan fiskal antara pusat dan daerah serta antar daerah; Mendukung kesinambungan fiskal nasional dalam kerangka kebijakan ekonomi makro; Mundukung kegiatan-kegiatan yang menjadi prioritas pembangunan nasional yang

menjadi urusan daerah; Meningkatkan aksessibilitas publik terhadap prasarana dan sarana sosial ekonomi dasar di

daerah, dan mengurangi kesenjangan pelayanan publik antar daerah; Meningkatkan kemampuan daerah dalam menggali potensi ekonomi daerah; dan Meningkatkan daya saing daerah melalui pembangunan infrastruktur.

Pengelolaan pendanaan yang ditransfer ke daerah senantiasa didorong untuk memenuhi pelaksanaan tata kelola keuangan yang baik, memiliki kinerja terukur, dan memiliki akuntabilitas terhadap masyarakat. Dengan demikian, pengelolaan transfer ke daerah secara sistematis dan terukur akan mampu meningkatkan akuntabilitas, efektivitas, dan efisiensi dalam rangka peningkatan kinerja pemerintahan daerah. Transfer ke daerah akan menciptakan prakondisi yang baik terhadap peningkatan kinerja pelaksanaan urusan yang telah menjadi kewenangan pemerintah daerah; meningkatkan efisiensi pengalokasian sumber daya nasional maupun kegiatan Pemerintah Daerah; dan dapat memenuhi aspirasi dari daerah dalam memperbaiki struktur fiskal, dan memobilisasi pendapatan secara regional maupun nasional.

Harapannya kondisi ini akan memberikan implikasi terhadap semakin meningkatnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah secara keseluruhan, dan meningkatnya partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan di sektor pelayanan publik.

DANA PERIMBANGAN

Menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, dan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan, dana perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam

Page 12: Gudang Dan Pengadaan Barang 3f

I.3 - 12

rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana perimbangan yang terdiri dari Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK), merupakan pendanaan pelaksanaan desentralisasi yang alokasinya tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain karena masing-masing jenis dana perimbangan tersebut saling mengisi dan melengkapi.

Arah Kebijakan Pengalokasian Dana Bagi Hasil. Dana Bagi Hasil (DBH) merupakan dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.

DBH merupakan bagian dari dana perimbangan yang dialokasikan untuk mengatasi masalah ketimpangan vertikal antara Pemerintah Pusat dan Daerah dalam hal kemampuan keuangan (kapasitas fiskal). Sumber-sumber penerimaan yang dibagihasilkan yaitu penerimaan dari pajak (pajak penghasilan, pajak bumi dan bangunan, bea perolehan hak atas tanah dan bangunan, dan cukai hasil tembakau) dan dana bagi hasil sumberdaya alam (minyak bumi, gas alam, pertambangan umum, kehutanan dan perikanan). Penggunaan DBH tersebut telah menjadi kewenangan pemerintah daerah sesuai dengan kebutuhan daerah dalam penyelenggaraan pembangunan di daerah penerima kecuali untuk dana bagi hasil cukai tembakau, dimana penggunaannya telah ditentukan oleh pemerintah pusat. Langkah-langkah untuk penyempurnaan proses penghitungan, penetapan alokasi dan ketepatan waktu penyaluran DBH akan tetap dilanjutkan, antara lain melalui peningkatan koordinasi dan akurasi data sesuai dengan peraturan yang berlaku, dalam rangka mempercepat penyelesaian dokumen transfer yang diperlukan untuk penyaluran DBH ke daerah dan meningkatkan akuntabilitas/tanggung gugat dan efektivitas penggunaannya. Berkaitan dengan alokasi DBH untuk daerah pemekaran baru akan dilakukan sesuai dengan mekanisme dan peraturan yang berlaku dan akan disalurkan apabila daerah pemekaran tersebut telah diresmikan dan dilantik pejabat daerahnya.

Arah Kebijakan Pengalokasian Dana Alokasi Umum. Dana Alokasi Umum (DAU) merupakan dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Jumlah keseluruhan DAU ditetapkan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku sekurang-kurangnya 26 persen dari pendapatan dalam negeri netto yang ditetapkan dalam APBN dengan terus meningkatkan akurasi data dasar perhitungan DAU yang bersumber dari instansi yang berwenang, dan meningkatkan transparansi dan akuntabilitas/tanggung gugat penggunaannya.

DAU merupakan transfer pemerintah Pusat kepada Daerah dan bersifat “Block Grant” yang berarti daerah diberi keleluasaan dalam penggunaannya sesuai dengan prioritas dan kebutuhan daerah dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya. DAU terdiri dari DAU untuk daerah provinsi dan DAU untuk daerah kabupaten/ kota. Proporsi DAU untuk daerah provinsi adalah 10,0 persen dari pagu DAU nasional dan proporsi daerah Kabupaten/Kota adalah 90,0 persen dari pagu DAU. Pengalokasian DAU kepada masing-masing daerah menggunakan formula DAU dan mekanisme sebagaimana diatur dalam UU Nomor 33 tahun 2004 dan PP Nomor 55 tahun 2005. Alokasi DAU untuk daerah pemekaran baru dilakukan sesuai dengan mekanisme dan peraturan yang berlaku dan akan disalurkan apabila daerah pemekaran tersebut telah diresmikan dan dilantik pejabat daerahnya.

Langkah-langkah untuk penyempurnaan formulasi alokasi, proses penghitungan, dan penetapan alokasi akan tetap dilanjutkan, antara lain melalui peningkatan koordinasi dan akurasi data, seperti data jumlah penduduk, luas wilayah, dan jumlah pegawai, sesuai dengan peraturan yang berlaku, dalam rangka meningkatkan akuntabilitas/tanggung gugat dan efektivitas penggunaannya.

Page 13: Gudang Dan Pengadaan Barang 3f

I.3 - 13

Arah Kebijakan Pengalokasian Dana Alokasi Khusus.

UU Nomor 33 Tahun 2004 dan PP Nomor 55 Tahun 2005 menyebutkan bahwa Dana Alokasi Khusus (DAK) adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. DAK dimaksudkan untuk membantu daerah tertentu dalam mendanai kebutuhan sarana dan prasarana pelayanan dasar masyarakat dalam rangka mendorong percepatan pembangunan daerah dan pencapaian sasaran prioritas nasional.

Alokasi DAK ke daerah ditentukan berdasarkan kriteria-kriteria sebagai berikut:

• Kriteria Umum. Kriteria umum ditetapkan dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan daerah yang dicerminkan dari penerimaan umum APBD setelah dikurangi belanja pegawai negeri sipil daerah. Kemampuan keuangan daerah tersebut dihitung berdasarkan indeks fiskal netto (IFN) yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

• Kriteria Khusus. Kriteria khusus dirumuskan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang mengatur penyelenggaraan otonomi khusus, dan karakteristik daerah, yaitu: a. Peraturan perundangan:

• Daerah-daerah yang menurut ketentuan peraturan perundangan diberi status otonomi khusus, diprioritaskan mendapat alokasi DAK

• Seluruh daerah tertinggal diprioritaskan mendapat alokasi DAK b. Karakteristik daerah: daerah pesisir dan kepulauan, daerah perbatasan dengan negara

lain, daerah tertinggal/terpencil, serta daerah yang termasuk kategori daerah ketahanan pangan, daerah rawan bencana, dan daerah pariwisata, diprioritaskan mendapat alokasi DAK. Kriteria khusus dirumuskan melalui indeks kewilayahan oleh Menteri Keuangan dengan mempertimbangkan masukan dari Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional dan menteri/pimpinan lembaga terkait.

• Kriteria Teknis. Kriteria teknis disusun berdasarkan indikator-indikator yang dapat menggambarkan kondisi sarana dan prasarana, kinerja pelaksanaan kegiatan DAK di daerah, dan insentif bagi daerah yang mengalokasikan dana daerah diluar DAK untuk membiayai kegiatan serupa sesuai bidang DAK. Kriteria teknis dirumuskan berdasarkan indeks teknis yang ditetapkan oleh menteri/kepala lembaga teknis terkait.

Secara umum, arah kebijakan DAK tahun 2010 adalah sebagai berikut:

1. Diprioritaskan untuk membantu daerah-daerah yang kemampuan keuangan daerahnya relatif rendah, dalam rangka mendorong pencapaian Standar Pelayanan Minimal (SPM) kepada masyarakat, melalui penyediaan sarana dan prasarana fisik pelayanan dasar masyarakat. Selain itu, alokasi juga diberikan kepada seluruh daerah yang menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku diprioritaskan mendapatkan alokasi DAK.

2. Mendukung prioritas percepatan peningkatan kesejahteraan masyarakat miskin, serta penataan kelembagaan dan pelaksanaan sistem perlindungan sosial, terutama dalam rangka perluasan akses pelayanan dasar masyarakat miskin.

3. Mendukung prioritas peningkatan kualitas sumberdaya manusia, khususnya dalam rangka meningkatkan akses dan kualitas pelayanan kesehatan; percepatan penurunan angka kematian ibu dan anak, perbaikan gizi masyarakat dan pengendalian penyakit; peningkatan jaminan pelayanan penduduk miskin dan penduduk di daerah tertinggal, terpencil, perbatasan dan kepulauan; pemantapan revitalisasi program KB; dan peningkatan kualitas wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun yang merata.

Page 14: Gudang Dan Pengadaan Barang 3f

I.3 - 14

4. Mendukung prioritas pemantapan reformasi birokrasi dan hukum, serta pemantapan demokrasi dan keamanan nasional, terutama dalam rangka penguatan kapasitas pemerintahan daerah dan peningkatan kualitas pelayanan publik.

5. Mendukung prioritas penguatan perekonomian domestik yang berdaya saing, yang didukung oleh pembangunan pertanian, infrastruktur dan energi, khususnya dalam rangka peningkatan stabilitas harga dan pengamanan pasokan bahan pokok; peningkatan ketahanan pangan; revitalisasi pertanian, perikanan dan kehutanan; perluasan akses pelayanan dasar masyarakat miskin; peningkatan pelayanan infrastruktur sesuai SPM; dan dukungan infrastruktur bagi peningkatan daya saing sektor riil.

6. Mendukung prioritas peningkatan pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup, khususnya dalam rangka peningkatan pengelolaan sumberdaya air; peningkatan rehabilitasi dan konservasi sumberdaya alam; dan peningkatan kualitas penataan ruang dan pengelolaan pertanahan.

Pemilihan bidang kegiatan yang layak dibiayai oleh DAK tahun 2010 dilakukan berdasarkan kriteria sebagai berikut:

1. Bidang kegiatan yang diusulkan memiliki kesesuaian dengan prioritas dan fokus prioritas pembangunan nasional tahun 2010;

2. Bidang kegiatan yang diusulkan merupakan urusan daerah, dan diprioritaskan bagi –kegiatan-kegiatan untuk mendukung pemenuhan pelayanan dasar;

3. Bidang yang telah memiliki Standar Pelayanan Minimal (SPM) dan diprioritaskan bagi kegiatan yang berkaitan langsung dengan pemenuhan SPM;

4. Kesiapan dalam perencanaan dan pelaksanaan, seperti: i) telah memiliki indikator kinerja yang terukur; ii) telah memiliki kriteria teknis; iii) telah memiliki kerangka perencanaan dan penganggaran jangka menengah (Medium Term Expenditure Framework/MTEF); dan iv) telah memiliki indikasi lokus prioritas;

5. Bidang yang mendapat pengalihan anggaran dari kementerian/lembaga diprioritaskan. Pengalihan yang dimaksud adalah pengalihan anggaran kementerian/lembaga ke DAK yang digunakan untuk melaksanakan urusan yang menurut peraturan perundang-undangan telah menjadi urusan daerah.

Berdasarkan kriteria tersebut maka bidang kegiatan yang dinilai layak didanai DAK untuk mendukung pencapaian sasaran prioritas nasional dalam RKP tahun 2010 terdiri dari 14 bidang yang meliputi: 1. Infrastruktur Air Minum; arah kebijakannya adalah untuk meningkatkan cakupan dan

kehandalan pelayanan air minum untuk meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat. Adapun ruang lingkup kegiatan antara lain: (i) penyempurnaan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) eksisting; (ii) pembangunan SPAM baru; dan (iii) perluasan jaringan dan peningkatan sambungan rumah untuk masyarakat miskin.

2. Infrastruktur Sanitasi; arah kebijakannya adalah untuk meningkatkan cakupan dan kehandalan pelayanan sanitasi (air limbah, persampahan, dan drainase) untuk meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat. Adapun ruang lingkup kegiatan antara lain: (i) penyempurnaan Sistem dan Pelayanan Eksisting (air limbah, persampahan, dan drainase); (ii) pengembangan Pelayanan Sistem dan Layanan Baru (air limbah, persampahan, dan drainase); (iii) perluasan jaringan dan peningkatan sambungan pelayanan air limbah untuk masyarakat miskin dan/atau kumuh melalui pengembangan sistem air limbah komunal; dan (iv) dukungan pada kegiatan 3 R (reduce, reuse, recycle).

Page 15: Gudang Dan Pengadaan Barang 3f

I.3 - 15

3. Kesehatan; arah kebijakannya adalah untuk meningkatkan akses dan kualitas pelayanan kesehatan dasar dan rujukan terutama dalam rangka percepatan penurunan angka kematian ibu dan anak, perbaikan gizi masyarakat, pengendalian penyakit, pelayanan kesehatan bagi penduduk miskin dan penduduk di daerah tertinggal, terpencil, perbatasan dan kepulauan. Lingkup kegiatan adalah; (i) pembangunan, peningkatan, dan perbaikan puskesmas, dan jaringannya; (ii) pembangunan pos kesehatan desa; (iii) pengadaan peralatan kesehatan untuk pelayanan kesehatan dasar di puskesmas dan jaringannya; (iv) pembangunan instalasi farmasi di kabupaten/kota, dan (v) peningkatan fasilitas Rumah Sakit Provinsi, Kabupaten/Kota; serta (vi) pengadaan obat generik dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan obat generik pada pelayanan kesehatan.

4. Pendidikan; arah kebijakannya adalah untuk menunjang pelaksanaan program Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun yang Bermutu dan Merata. Adapun ruang lingkup kegiatannya mencakup: (i) pembangunan ruang kelas baru (RKB) untuk jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP), (ii) pembangunan ruang perpustakaan atau pusat sumber belajar untuk Sekolah Dasar (SD) dan SMP beserta perabotnya; dan (iii) rehabilitasi gedung SD dan SMP dan fasilitas pendukungnya yang mengalami kerusakan. Penyediaan DAK bidang pendidikan diprioritaskan untuk daerah yang capaian partisipasi pendidikan dasarnya masih rendah, daerah tertinggal, daerah terpencil, dan daerah perbatasan.

5. Keluarga Berencana; arah kebijakannya adalah untuk meningkatkan akses dan kualitas pelayanan keluarga berencana, dengan meningkatkan: (i) daya jangkau dan kualitas penyuluhan, penggerakan, dan pembinaan program KB tenaga lini lapangan; (ii) sarana dan prasarana fisik pelayanan KB; (iii) sarana dan prasarana fisik pelayanan komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) Program KB; serta (iv) sarana dan prasarana fisik pembinaan tumbuh kembang anak. Adapun ruang lingkup kegiatannya adalah pengadaan: (i) sepeda motor bagi PKB/PLKB dan PPLKB; (ii) mobil pelayanan KB keliling; (iii) sarana pelayanan di Klinik KB; (iv) mobil unit penerangan (MUPEN) KB; (v) pengadaan public address dan KIE Kit; serta (vi) pengadaan bina keluarga balita (BKB) Kit; (vii) pembangunan gudang alokon.

6. Prasarana Pemerintahan Daerah; arah kebijakannya adalah untuk meningkatkan kinerja pemerintahan daerah dalam menyelenggarakan pelayanan publik di daerah pemekaran dan daerah yang terkena dampak pemekaran sampai dengan tahun 2009 dan daerah lainnya yang prasarana pemerintahannya sudah tidak layak. Prioritas diberikan kepada daerah pemekaran tahun 2008 dan tahun 2009. Penggunaannya diprioritaskan untuk pembangunan/perluasan/rehabilitasi gedung kantor DPRD, dan pembangunan/perluasan/rehabilitasi gedung kantor kecamatan dengan tetap memperhatikan kriteria umum, khusus, dan teknis dalam penentuan daerah penerima.

7. Pertanian; arah kebijakannya adalah untuk meningkatkan sarana dan prasarana pertanian di tingkat usaha tani dan desa dalam rangka peningkatan produksi bahan pangan dalam negeri guna mendukung ketahanan pangan nasional. Adapun ruang lingkup kegiatannya: (i) penyediaan fisik prasarana penyuluhan yang hanya digunakan untuk pembangunan/rehabilitasi Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) di tingkat kecamatan; (ii) penyediaan fisik sarana dan prasarana pengelolaan lahan meliputi: pembangunan/rehabilitasi jalan usahatani (JUT), jalan produksi, optimasi lahan, peningkatan kesuburan tanah, sarana/alat pengolah kompos, konservasi lahan, serta reklamasi lahan rawa pasang surut dan rawa lebak; (iii) penyediaan fisik sarana dan prasarana pengelolaan air, meliputi pembangunan/rehabilitasi jaringan irigasi tingkat usahatani (JITUT), jaringan irigasi desa (JIDES), tata air mikro (TAM), irigasi air permukaan, irigasi tanah dangkal, irigasi tanah dalam, pompanisasi, dam parit, embung; dan

Page 16: Gudang Dan Pengadaan Barang 3f

I.3 - 16

(iv) perluasan areal meliputi: cetak sawah, pembukaan lahan kering/ perluasan areal untuk tanaman pangan, hortikultura, perkebunan dan peternakan.

8. Infrastruktur Irigasi; arah kebijakannya adalah untuk mempertahankan tingkat layanan, mengoptimalkan fungsi, dan membangun prasarana sistem irigasi, termasuk jaringan reklamasi rawa dan jaringan irigasi desa yang menjadi kewenangan kabupaten/kota dan provinsi khususnya daerah lumbung pangan nasional dalam rangka mendukung program katahanan pangan. Ruang lingkup kegiatannya adalah peningkatan, rehabilatasi, dan pembangunan jaringan irigasi. Untuk tetap menjamin ketersediaan dana OP dari pemerintah daerah, maka alokasi DAK diberikan kepada pemerintah daerah, dengan persyaratan bahwa Pemda dapat memperoleh dana DAK apabila telah mengalokasikan biaya OP pada wilayah yang menjadi kewenangannya.

9. Kelautan dan Perikanan; arah kebijakannya adalah untuk meningkatkan sarana dan prasarana produksi, pengolahan, peningkatan mutu, pemasaran, dan pengawasan serta penyediaan sarana dan prasarana pemberdayaan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang terkait dengan peningkatan produksi perikanan dan peningkatan kesejahteraan nelayan, pembudidaya, pengolah, pemasar hasil perikanan, dan masyarakat peseisir lainnya yang didukung dengan penyuluhan. Adapun tujuan kegiatannya adalah (i) meningkatkan standar pelayanan bidang kelautan dan perikanan kepada masyarakat; (ii) meningkatkan produksi perikanan dalam rangka mendukung ketahanan pangan dan penyediaan kebutuhan konsumsi protein bersumber ikan; (iii) meningkatkan mutu dan nilai tambah produk perikanan, serta penaganan ikan yang lebih higienis dari on-farm hingga pengolahannya dalam rangka mendukung keamanan produk pangan bersumber ikan; (iv) meningkatkan pengelolaan perikanan yang ramah lingkungan dan berkelanjutan; (v) meningkatkan peran masyarakat dalam pengelolaan wilayah pesisir, pulau-pulau kecil dan pengawasan sumber daya ikan; (vi) meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan nelayan, pembudidaya ikan, pengolah, pemasar hasil perikanan, dan masyarakat pesisir lainnya yang terkait dengan bidang perikanan.

10. Sarana dan Prasarana Perdesaan; arah kebijakannya adalah untuk meningkatkan aksesibilitas dan ketersediaan prasarana dan sarana dasar; untuk memperlancar arus angkutan penumpang, bahan pokok, dan produk pertanian lainnya dari daerah pusat-pusat produksi di perdesaan ke daerah pemasaran; serta mendorong peningkatan kualitas produktivitas, dan diversifikasi ekonomi terutama di perdesaaan melalui kegiatan pembangunan infrastruktur yang diutamakan di daerah pesisir dan pulau-pulau kecil, daerah perbatasan dengan negara lain, daerah tertinggal/terpencil. Adapun ruang lingkup kegiatannya adalah pengadaan moda transportasi perintis darat, laut dan air/rawa.

11. Infrastruktur Jalan Provinsi dan Kabupaten; arah kebijakannya adalah untuk membantu daerah-daerah dengan kemampuan fiskal rendah atau sedang, dalam rangka mendanai kegiatan pemeliharaan berkala, peningkatan dan pembangunan jalan provinsi, jalan kabupaten/kota yang telah menjadi urusan daerah, mempertahankan dan meningkatkan tingkat pelayanan prasarana jalan provinsi, kabupaten, dan kota dalam rangka memperlancar distribusi penumpang, barang jasa, serta hasil produksi yang diprioritaskan untuk mendukung sektor pertanian, industri, dan pariwisata sehingga dapat memperlancar pertumbuhan ekonomi regional, serta menunjang percepatan pembangunan sarana dan prasarana jalan.

12. Sarana Perdagangan; arah kebijakannya adalah meningkatkan ketersediaan sarana perdagangan yang memadai sebagai upaya untuk memperlancar arus barang antar wilayah serta meningkatkan ketersediaan dan kestabilan harga bahan pokok, terutama di daerah

Page 17: Gudang Dan Pengadaan Barang 3f

I.3 - 17

perdesaan, tertinggal, terpencil, perbatasan, pulau-pulau kecil terluar, dan paska bencana dan daerah pemekaran.

13. Lingkungan Hidup; arah kebijakannya adalah untuk mendorong pelaksanaan Standar Pelayanan Minimal bidang Lingkungan Hidup serta mendorong penguatan kapasitas kelembagaan di daerah, dengan prioritas meningkatkan sarana dan prasarana lingkungan hidup yang difokuskan pada kegiatan pencegahan pencemaran air, pencegahan pencemaran udara, dan informasi status kerusakan tanah. Ruang lingkup kegiatannya adalah: (i) pembangunan gedung laboratorium, pengadaan sarana dan prasarana pemantauan kualitas air, pengadaan laboratorium lingkungan bergerak; (ii) pembangunan unit pengolahan sampah (3R), pembangunan teknologi biogas, pembangunan IPAL komunal, dan pengembangan septik tank komunal; (iii) penanaman pohon di sekitar sumber air di luar kawasan hutan, pembangunan sumur resapan/biopori, pembangunan Taman Hijau, pengadaan papan informasi, dan pengadaan alat pencacah gulma; (iv) pengembangan sistem informasi lingkungan untuk memantau kualitas air; (v) pengadaan alat pemantauan kualitas udara, alat pembuat asap cair, dan alat pembuat briket arang; dan (vi) pengadaan alat pemantau kualitas tanah.

14. Pelestarian Hutan, Tanah, dan Air; arah kebijakannya adalah untuk meningkatkan fungsi Daerah Aliran Sungai (DAS) terutama di daerah hulu dalam rangka mempertahankan dan meningkatkan daya dukungnya. Kebijakan tersebut dicapai dengan melaksanakan rehabilitasi hutan lindung dan lahan kritis, kawasan mangrove serta meningkatkan pengelolaan Tahura dan Hutan Kota yang menjadi tanggungjawab Pemerintah Daerah (kabupaten/kota). Ruang lingkup kegiatannya adalah (i) rehabilitasi hutan lindung dan lahan kritis di luar kawasan hutan, kawasan mangrove, Tahura, dan Hutan Kota, (ii) pengelolaan Tahura dan Hutan Kota termasuk pengamanan hutan, (iii) pemeliharaan tanaman hasil rehabilitasi tahun sebelumnya, (iv) pembangunan dan pemeliharaan bangunan sipil teknis (bangunan konservasi Tanah dan Air/KTA) yang meliputi dam penahanan, dam pengendali, gully plug, sumur resapan, embung dan bangunan konservasi tanah dan air lainnya, (v) peningkatan penyediaan sarana penyuluhan teknis Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL).

Sehubungan dengan pemberian kewenangan pelayanan publik kepada daerah yang semakin besar dengan tetap mempertimbangkan prinsip-prinsip efisiensi belanja, maka untuk setiap bidang kegiatan DAK akan ditetapkan petunjuk teknis (Juknis) pelaksanaan DAK yang dibuat oleh masing-masing K/L yang menggabungkan antara kebutuhan/aspirasi daerah dan kepentingan nasional.

Arah Kebijakan Pengalokasian Dana Otonomi Khusus.

Sebagai wujud pelaksanaan dari Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua dan ditetapkannya UU Nomor 35 Tahun 2008 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 1 Tahun 2008 tentang Perubahan atas UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua menjadi undang-undang, serta Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, dialokasikan Dana Otonomi Khusus.

Pada prinsipnya UU Nomor 35 Tahun 2008 tersebut mengamanatkan bahwa UU Nomor 21 Tahun 2001 berlaku bukan hanya untuk Provinsi Papua beserta seluruh kabupaten/kota, melainkan semua daerah, baik Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat maupun kabupaten/kota yang berada di daratan Papua. Dengan ditetapkannya Perpu tersebut,

Page 18: Gudang Dan Pengadaan Barang 3f

I.3 - 18

mengakibatkan antara lain: (i) dana otonomi khusus yang besarnya 2 persen dari total DAU Nasional akan dibagi antara Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat; (ii) tambahan dana otonomi khusus untuk infrastruktur akan diberikan kepada Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat secara terpisah sesuai dengan kesepakatan antara pemerintah dan DPR. Jika dalam perkembangannya terdapat daerah pemekaran baru maka kebijakan dan alokasinya akan dikoordinasikan terlebih dahulu antara Pemerintah Pusat, provinsi, dan kabupaten/kota terkait.

Penggunaan Dana Otonomi Khusus Papua dan Papua Barat diprioritaskan untuk pendanaan pendidikan dan kesehatan, yang jumlahnya setara dengan 2 (dua) persen dan pagu Dana Alokasi Umum (DAU) secara nasional dan berlaku selama 20 tahun sejak tahun 2002. Dana Otonomi Khusus Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat tersebut diperuntukkan bagi kabupaten, kota, dan provinsi di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat, dengan dasar pembagian menggunakan basis perhitungan jumlah kampung secara proporsional. Pengelolaan Dana Otonomi Khusus Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat dimaksud tetap mengacu kepada peraturan perundangan yang berlaku.

Dana Tambahan Infrastruktur Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat diberikan dalam rangka otonomi khusus yang diutamakan untuk pendanaan pembangunan infrastruktur, sesuai dengan Pasal 34 ayat (3) huruf f Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua dan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2008.

Dana Otonomi Khusus NAD diarahkan penggunaannya untuk mendanai pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur, pemberdayaan ekonomi rakyat, pengentasan kemiskinan, serta pendanaan pendidikan, sosial, dan kesehatan, sesuai dengan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Dana Otonomi Khusus untuk NAD berlaku untuk jangka waktu 20 (dua puluh) tahun sejak tahun 2008, dengan rincian untuk tahun pertama sampai dengan tahun kelima belas besarnya setara dengan 2 (dua) persen dan pagu Dana Alokasi Umum (DAU) secara nasional, dan untuk tahun keenam belas sampai tahun keduapuluh besarnya setara dengan 1 (satu) persen dari pagu Dana Alokasi Umum (DAU) secara nasional. Alokasi Dana Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat, serta Provinsi NAD tersebut akan ditransfer secara triwulanan sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan.