GUIDELINE PENANGANAN PERAWATAN REHABILITASI STROKE PADA DEWASA.docx

Embed Size (px)

Citation preview

PENANGANAN PERAWATAN REHABILITASI STROKE PADA DEWASA Latar Belakang Tujuan rehabilitasi adalah untuk mencegah terjadinya komplikasi, mengurangi, dan meningkatkan/memaksimalkan fungsi. Pencegahan sekunder sangat penting untuk mencegah stroke ulangan, sebagaimana mencegah kematian pada penyakit jantung koroner dan kejadian vaskular koroner. Penilaian dan intervensi segera sangat penting untuk mengoptimalkan rehabilitasi. Evaluasi terstandar dan perlengkapan untuk penilaian yang valid penting untuk membangun rencana terapi yang komprehensif. Intervensi berbasis bukti sebaiknya berdasarkan tujuan fungsional Setiap pasien sebaiknya memiliki akses terhadap tim rehabilitasi multidisiplin yang berpengalaman untuk memastikan luaran yang optimal. Pasien dan anggota keluarga dan atau pengasuh termasuk anggota tim rehabilitasi yang penting. Edukasi terhadap pasien dan keluarga mengembangkan proses pengambilan keputusan. Tim multidisiplin sebaiknya menggunakan sumber daya komunitas untuk reintegrasi dalam komunitas. Managemen terhadap faktor risiko dan komorbiditas secara medis yang sedang berlangsung penting dalam memastikan kemampuan pasien untuk bertahan hidup.

A. Rekomendasi Mengenai Elemen Dari Rehabilitasi Direkomendasikan untuk fisioterapi, tetapi cara pelaksanaan yang optimal tidak diketahui (kelas 1, level A) Direkomendasikan untuk dilakukan occupational terapi, tetapi cara pelaksanaan yang optimal tidak diketahui (kelas 1, level A) Meskipun penilaian terhadap defisit komunikasi direkomendasikan, tidak ada data yang cukup untuk merekomendasikan tatalaksana yang spesifik. (kelas III, GCP) Direkomendasikan untuk menyediakan informasi kepada penderita dan perawatnya. (kelas II, Level B) Direkomendasikan rehabilitasi dikerjakan pada semua penderita, tetapi masih terbatasnya bukti untuk menunjukkan tatalaksana yang sesuai untuk sebagian besar kecacatan yang berat (kelas II, LevelB) Meskipun penilaian terhadap defisit kognitif diperlukan, tetapi tidak ada data yang cukup untuk merekomendasikan tatalaksana spesifik (kelas 1, level A) Direkomendasikan untuk memonitor adanya depresi pada penderita selama perawatan di RS dan dilanjutkan dengan follow up (kelas IV, Level B) Terapi farmakologi dan intervensi non farmakologi direkomendasikan untuk memperbaiki mood (kelas I, level A) Terapi farmakologi dapat digunakan untuk memperbaiki status emosional paska stroke (kelas II, Level B) Obat-obatan Trisiklik dan antikonvulsan direkomendasikan untuk pengobatan neuropathic-pain pasca stroke pada beberapa penderita (kelas III, level B) Toksin botulinum direkomendasikan untuk tatalaksana spastisitas paska stroke, tetapi manfaat fungsionalnya masih tidak jelas (kelas III, level B)

B. Rekomendasi Umum Rehabilitasi Untuk Stroke Perawatan di stroke unit direkomendasikan pada penderita dengan fase akut untuk mendapatkan rehabilitasi yang multidisiplin dan terkoordinasi (kelas 1, level A) Direkomendasikan untuk memulai rehabilitasi lebih awal (kelas III, Level C) Direkomendasikan untuk keluar dari unit stroke lebih awal jika keadaan medis penderita sudah stabil dengan gangguan yang ringan atau sedang dan rehabilitasi dilakukan di tempat yang terdiri dari tim multidisiplin dan ahli stroke (kelas I, Level A) Direkomendasikan untuk melanjutkan rehabilitasi setelah keluar dari unti rehabilitasi selama tahun pertama setelah stroke (kelas II, level A) Direkomendasikan untuk meningkatkan lamanya dan intensitas dari rehabiltasi (kelas II, Level B)

I. Rekomendasi Rehabilitasi Stroke Paska Akut Luaran klinis yang baik akan tercapai jika pasien stroke post akut yang akan direhabilitasi menerima intervensi yang terkoordinasi dan evaluasi multidisiplin. Perawatan stroke post akut sebaiknya dilakukan di dalam perawatan rehabilitasi yang secara formal terkoordinasi dan terorganisir. Perawatan stroke post akut sebaiknya dilakukan dengan tatalaksana dari berbagai disiplin ilmu, berpengalaman dalam menyediakan perawatan stroke post akut, untuk memastikan konsistensi dan mengurangi risiko terjadinya komplikasi. Tim multidisiplin ilmu dapat terdiri dari dokter, perawat, tenaga terapi fisik, tenaga terapi okupasi, tenaga terapi kinesi, ahli patologi bicara dan bahasa, psikolog, tenaga terapi rekreasi, pasien, dan keluarga. Jika tim rehabilitasi yang terorganisir tidak tersedia di dalam fasilitas, pasien dengan keadaan klinis sedang atau berat sebaiknya ditawarkan untuk mendapatkan fasilitas dengan tim tersebut atau dokter dan spesialis rehabilitasi dengan banyak pengalaman dalam kasus stroke yang sebaiknya tetap didapatkan dalam perawatan pasien. Pendekatan dengan tim yang terorganisir sebaiknya tetap dilanjutkan pada saat pasien pulang dan mendapatkan perawatan rehabilitasi di rumah

C. Rekomendasi Mengenai Intensitas dan Lamanya Terapi Merekomendasikan secara kuat untuk memulai terapi rehabilitasi sesegera mungkin saat stabilitas medis tercapai Merekomendasikan pasien untuk mendapatkan terapi sebanyak mungkin yang diperlukan untuk beradaptasi, pemulihan, dan atau menentukan premorbid atau kadar optimal kemandirian secara fungsional Merekomendasikan beberepa strategi yang dapat meningkatkan intensitas dan lamanya latihan, antara lain : Mengajari keluarga penderita untuk melakukan perawatan Menggunakan alat-alat bantu terapi, robot-robor ataupun teknologi pendukung yang dapat meningkatkan waktu terapi Memperpanjang lamanya dan ketersediaan unit rehabilitasi

D. Rekomendasi untuk keluarga penderita dan perawat Merekomendasikan keluarga/perawat pasien stroke dilibatkan dalam membuat keputusan dan rencana terapi sesegera mungkin, jika dapat, dalam keseluruhan proses terapi Merekomendasikan provider untuk waspada terhadap stres pada keluarga/pengasuh, secara spesifik menyadari stres berhubungan dengan kendala (seperti menurunnya fungsi kognitif, inkontinensia urine, dan perubahan kepribadian) dengan cara memberi semangat yang diperlukan. Merekomendasikan perawatan akut di Rumah Sakit dan fasilitas rehabilitasi, memberikan informasi terbaru mengenai sumber-sumber komunitas pada level lokal dan nasional, menyediakan informasi pada pasien stroke dan keluarga/pengasuh, dan menawarkan bantuan untuk memperoleh layanan yang dibutuhkan Merekomendasikan pasien dan pengasuh mendapatkan pandangan psikososial dan semangat secara reguler, melalui pekerja sosial atau pekerja kesehatan yang sesuai, untuk mengurangi stres pada pengasuh.

E. Rekomendasi Persiapan Penderita Kembali ke Lingkungannya setelah Stroke Merekomendasikan pasien, keluarga,dan pengasuh dijelaskan secara penuh mengenai, persiapan untuk, dan seluruh aspek pelayanan kesehatan dan keamanan yang dibutuhkan Merekomendasikan keluarga dan pengasuh mendapatkan segala perlengkapan yang dibutuhkan untuk bergerak dan mengendalikan, untuk keamanan pasien dalam pemindahan ke rumahnya. Merekomendasikan pasien untuk mengadakan pendidikan dan kesempatan mendapat penghasilan. Pasien stroke yang bekerja sebelum terjadinya stroke sebaiknya dibesarkan hatinya untuk dievaluasi terhadap potensi kembali bekerja, jika kondisi mereka memungkinkan. Konseling sebaikan dilakukan jika dibutuhkan. Merekomendasikan aktivitas di waktu luang diketahui dan dikembangkan dan kemudian pasien dapat berpartisipasi dalam aktivitas ini. Merekomendasikan penanganan dilakukan di tempat pada pasien dan situasi keluarga yang kompleks. Merekomendasikan perawatan fase akut di rumah sakit dan mempertahankan pelayanan rehabilitasi yang bersumberdayakan masyarakat, menyediakan informasi bagi pasien stroke dan keluarga serta pengasuh, dan menawarkan bantuan dalam menemukan kebutuhan yangdiperlukan. Pasien sebaiknya diinformasikan dan ditawarkan untuk kontak dengan agen sukarelawan yang ada.

II. Rekomendasi Penilaian Selama Fase Akut Merekomendasikan NIHSS digunakan untuk menilai derajat keparahan stroke pada langkah awal sebagai prediktor kematian dan luaran jangka panjang. Merekomendasikan penilaian awal termasuk riwayat lengkap dan pemeriksaan fisik, dengan lebih penekanan pada : Faktor risiko terjadinya stroke ulangan Komorbiditas Tingkat kesadaran dan status kognitif Pemeriksaan menelan secara singkat Penilaian kulit dan faktor risiko terjadinya ulkus akibat tekanan Pencernaan dan fungsi berkemih Morbiditas, dengan memperhatikan kebutuhan pasien terhadap bantuan dalam bergerak Risiko terjadinya DVT Riwayat penggunaan antiplatelet atau antikoagulan sebelumnya, khususnya pada saat stroke

2.1 Rekomendasi Untuk Gangguan Motorik Latihan resisten (tahanan) progresif Stimulasi elektrik bersama-sama dengan terapi latihan dan aktivitas Latihan tugas spesifik Latihan pergerakan seharusnya dipertimbangkan pada penderita dengan kemampuan ekstensi dari sendi pergelangan tangan sebesar 200 dan ekstensi dari jari sebesar 10o dan tidak memiliki gangguan kognitif atau gangguan sensorik. Latihan treadmill mungkin dapat digunakan pada beberapa penderita. Latihan berjalan dengan berbagai jenis lantai, lingkungan, langkah, kecepatan. Alat bantu untuk ektremitas bawah dapat dipertimbangkan jika dibutuhkan kestabilan lutut untuk latihan berjalan. Berjalan dengan alat bantu dapat dipertimbangkan untuk membantu mobilisasi, efisiensi dan keamanan jika diperlukan Program-progran harus disusun secara terstruktur untuk kegiatan latihan Kelompok terapi, latihan sendiri ataupun dengan bantuan robot mungkin memberikan kesempatan untuk latihan lebih giat.

2.2. Rekomendasi Untuk Latihan Sensorik Latihan sensorik khusus dan stimulasi elektrik kutaneus dapat dipertimbangkan Kacamata prisma mungkin diperlukan untuk penderita dengan gangguan visual (hemianopsia homonim)

2.3 Rekomendasi Untuk Risiko Terjadinya Kerusakan Kulit Merekomendasikan pemeriksaan integritas kulit secara lengkap saat masuk dan memonitor sedikitnya sehari kemudian. Merekomendasikan penggunaan teknik posisi yang tepat, pergerakan, dan pemindahan serta penggunaan perlindungan semprot, pelumas, matras khusus, pakaian pelindung dan lapisan untuk menghindari kerusakan kulit akibat gesekan atau tekanan yang berlebihan.

2.4 Rekomendasi Risiko Terhadap Thrombosis Vena Dalam Merekomendasikan seluruh pasien untuk dimobilisasi sesegera mungkin (pasien bergerak di atas tempat tidurduduk, berdiri, dan bahkan berjalan). Merekomendasikan penggunaan Low-dose unfractioned heparin (LDUH) untuk mencegah trombosis vena dalam/emboli paru untuk pasien stroke iskemik dan kesulitan mobilisasi. Low-molecular-weight heparin (LWMH) atau heparinoid dapat digunakan sebagai alternatif pengganti LDUH, khususnya pada pasien dengan riwayat memiliki efek samping akibat heparin (seperti trombositopenia). Merekomendasikan klinisi menggunakan stoking kompresi atau alat kompresi pneumatik intermiten sabagai tambahan antikoagulan, sebagai alternatif pengganti antikoagulan pada pasien dengan perdarahan intraserebral, atau untuk pasien yang memiliki kontraindikasi pemberian antikoagulan.

2.5 Rekomendasi Penanganan Inkontinensia Bowel dan Bladder Merekomendasikan penilaian fungsi berkemih pada pasien stroke akut, sesuai indikasi. Penilaian sebaiknya mencakup : Penilaian terhadap adanya retensio urine melalui penggunaan bladder scanner atau kateter Mengukuran frekuensi berkemih, volume, dan kontrol Penilaian terhadap adanya disuria Penggunaan rutin kateter dalam (indwelling catheter) tidak direkomendasikan. Jika terjadi retensio berat, kateterisasi intermitten harus digunakan untuk pengosongan kandung kemih. Merekomendasikan dilepasnya kateter Foley dalam waktu 48 jam untuk menghindari risikoinfeksi saluran kemih, namun, jika tetap digunakan, sebaiknya dilepaskan sesegera mungkin. Merekomendasikan penggunaan silver alloy-coated urinary catheters, jika kateter diperlukan Tidak terdapat bukti yang memadai untuk merekomendasikan atau untuk menentang penggunaan urodinamik disamping metode lain dalam menilai fungsi berkemih. Merekomendasikan program bladder-training individu dan diimplementasikan pada pasien yang mengalami inkontinensia urine. Merekomendasikan pengeluaran segera pada pasien stroke dengan inkontinensia urine. Merekomendasikan program penanganan pencernaan/bowel pada pasien dengan konstipasi yang persisten atau inkontinensia bowel.

2.6 Rekomendasi untuk Penanganan Disfagia Merekomendasikan seluruh pasien untuk di-skrining dengan pemeriksaan menelan sebelum memulai pemberian cairan atau makanan secata oral, menggunakan protokol pemeriksaan mudah dan tervalidasi di sebelah tempat tidur pasien. Merekomendasikan skrining menelan dilakukan oleh SLP atau orang terlatih lainnya (seperti perawat atau tenaga terapi okupasi) jika SLP tidak ada. Jika skrining menelan didapatkan hasil yang abnormal, pemeriksaan menelan secara lengkap direkomendasikan untuk dilakukan. Pemeriksaan sebaiknya dilakukan oleh SLP yang akan memastikan fisiologi menelan dan membuat rekomendasi mengenai penanganan dan terapi. Merekomendasikan kepada seluruh pasien yang hasil skrining positif untuk dilakukan pemeriksaan menggunakan VFSS (Videofluoroscopy Swallowing Study)/modified barium swallow. Pasien dengan risiko tinggi terjadinya aaspirasi dan /atau disfagia (seperti stroke batang otak, kelumpuhan pseudobulbar, dan stroke multipel), tanpa memperhatikan hasil skrining, sebaiknya dilakukan VFSS. Merekomendasikan dilakukan pemeriksaan FEES sebagai alternatif pemeriksaan VFSS. Tidak terdapat evidens yang cukup untuk merekomendasikan dilakukannya FEESST (Fiberoptic endoscopic examination of swallowing with sensory testing) dalam menilai adanya disfagia. Merekomendasikan penilaian diagnostik, baik VFSS atau modalitas lain mencakup definisi fisiologi menelan dengan identifikasi abnormalitas fisiologi dan strategi terapi untuk menilai efektifitasnya secara langsung. Merekomendasikan untuk mendiskusikan konsistensi makanan dengan ahli gizi untuk standarisasi, konsistensi, dan palatability.

2.7 Rekomendasi Penilaian Terhadap Malnutrisi Merekomendasikan seluruh pasien mendapatkan evaluasi nutrisi dan hidrasi sesegera mungkin setelah dirawat. Asupan makanan dan cairan sebaiknya dimonitor setiap hari pada seluruh pasien, dan berat badan sebaiknya diperiksa secara reguler. Merekomendasikan penggunaan berbagai metode dalam memelihara dan meningkatkan asupan makanan dan cairan. Hal ini akan memerlukan perlakuan spesifik yang berpengaruh terhadap asupan, sistem dalam memberi makan, jika diperlukan, dan katering untuk pilihan makanan pasien. Jika asupan tidak memadai, pemberian asupan melalui gastrotomi mungkin diperlukan. Pada saat MRS, pasien stroke akut harus diskrining kemampuan menelan oleh tenaga medis yang ahli, sebelum diberikan makanan dalm jenis apapun, cairan atau obatJika terdapat kesulitan menelan, pasien harus diperiksa terlebih oleh spesialis, lebih baik dalam 24 jam setelah MRS dan tidak lebih dari 72 jam Pasien dengan kecurigaan aspirasi pada pemeriksaan ahli atau yang memerlukan NGT atau modifikasi diet setelah 3 hari harus:a. Dinilai ulang dan dipertimbangkan untuk pemeriksaan menggunakan instrumenb. Konsul diet ke bagian gizi Pasien dengan stroke akut yang tidak dapat nutrisi dan cairan adekuat secara oral: Memakai NGT dalam 24 jam setelah MRS Dipertimbangkan nasal bridle tube/ gastrostomi jika tidak dapat menggunakan NGT Dikonsulkan ke professional yang lebih terlatih mengenai nutrisi, nasehat dan monitoring per individu

2.8 Rekomendasi Penilaian dan Penanganan Nyeri Merekomendasikan penilaian nyeri menggunakan skala 1 hingga 10 Merekomendasikan perencanaan penatalaksanaan nyeri termasuk penelaian terhadap : kemungkinan penyebab (seperti muskuloskeletal dan neuropatik); lokasi nyeri, kualitas nyeri, kuantitas, durasi, dan intensitas; dan apa yang memperberat atau meringankan nyeri. Mengontrol nyeri yang berpengaruh terhadap terapi. Merekomendasikan penggunaan analgetik yang bekerja sentral dosis dengan rendah karena dapat mengakibatkan bingung dan penurunan performance kognitif yang berpengaruh terhadap proses rehabilitasi.

2.9 Rekomendasi Penilaian Kognisi dan Komunikasi Merekomendasikan penilaian kognisi, arousal, dan atensi pada area : learning dan memori, visual neglect, atensi, apraksia, dan problem solving. Kerja kelompok tidak direkomendasikan untuk atau menghindari penggunaan instrumen spesifik dalam menilai kognisi. Terdapat beberapa perangkat skrining dan pemeriksaan. Merekomendasikan penilaian kemampuan berkomunikasi ditujukan pada area : mendengar, berbicara, membaca, menulis, dan pragmatics. Kerja kelompok tidak direkomendasikan untuk atau menghindari penggunaan perangkat spesifik untuk menilai komunikasi. Berdapat beberapa perangkat skrining dan penilaian.

2.10 Rekomendasi untuk Gangguan Komunikasi Akut Merekomendasikan pasien dengan gangguan komunikasi mendapatkan terapi segera dan memonitor perubahan dalam hal kemampuan komunikasi untuk mengoptimalkan pemulihan kemampuan komunikasi, mebangun strategi yang bermanfaat, jika dibutuhkan memfasilitasi perkembangan dalam komunikasi. Merekomendasikan SLP untuk mendidik staf rehabilitasi dan keluarga/perawat mengenai cara memperkuat komunikasi dengan pasien yang memiliki gangguan komunikasi2.11 Rekomendasi Untuk Spastisitas Merekomendasikan spastisitas dan kontraktur untuk diterapi dengan posisi antispastik, latihan range of motion, peregangan, splinting, serial casting, ataupun koreksi bedah. Pemberian tizanidin, dantrolene, dan baclofen oral untuk spastisitas yang menyebabkan nyeri, mengganggu higienitas kulit, atau penurunan fungsi. Tizanide sebaiknya digunakan khusus untuk pasien stroke kronis. Merekomendasikan tidak menggunakan diazepam maupun golongan benzodiazepin lainnya selama pemulihan stroke sehubungan dengan kemungkinan efeknya yang dapat mengganggu dalam pemulihan, yaitu efek samping sedasi yang mengganggu. Mempertimbangkan penggunaan toxin Botulinum atau fenol/alkohol pada pasien tertentu dengan spastisitas yang nyeri atau spastisitas yang mengakibatkan buruknya kebersihan kulit atau penurunan fungsi. Mempertimbangkan pemberian baclofen intrathecal pasien stroke kronis untuk spastisitas yang mengakibatkan nyeri, buruknya kebersihan kulit, dan penurunan fungsi. Mempertimbangkan prosedur bedah saraf, seperti rhizotomi dorsal atau serabut dorsal masuk ke zona lesi, untuk spastisitas yang mengakibatkan nyeri, buruknya kesehatan kulit, atau penurunan fungsi

2.12 Rekomendasi untuk Nyeri Bahu Merekomendasikan intervensi untuk mencegah nyeri bahu pada kelemahan ekstremitas setelah stroke sebagai berikut : stimulasi elektrik untuk memperbaiki rotasi lateral bahu shoulder strapping (sling) pendidikan pada staf untuk mencegah trauma pada bahu yang mengalami hemiplegi Merekomendasikan untuk menghindari penggunaan overhead pulleys (katrol), yang mendorong terjadinya abduksi yang tidak terkontrol Merekomendasikan intervensi mengatasi nyeri bahu sebagai berikut : Injeksi intra-artikular (triamsinolon) Shoulder Strapping Memperbaiki ROM melalui peregangan dan teknik mobilisasi yang dikhususkan pada eksorotasi dan abduksi, sebagaimana pencegahan frozen shouder dan sindrome nyeri bahu dan lengan Modalitas : pemijatan pada jaringan lunak dengan dingin dan panas Functional Electrical Stimulation (FES) Memperkuat kelemahan

2.13 Rekomedasi Untuk Penilaian Kognitif Merekomendasikan pasien dinilai adanya defisit kognitif dan diberikan latihan kognitif, jika terdapat kondisi sebagai berikut : defisit atensi visual neglect defisit memori kesulitan dalam fungsi eksekutif dan problem-solving Pasien dengan beberapa area gangguan kognitif dapat memperoleh berbagai latihan multidisiplin Merekomendasikan latihan untuk membangun strategimenghadapi defisit memori pada pasien pasca stroke yang memiliki defisit memori ringan jangka pendek.

2.14 Rekomendasi Untuk Gangguan Mood, Depresi dan EmosiPenilaian Kelompok kerja tidak membuat rekomendasi untuk penggunaan pemeriksaan diagnostik khusus Merekomendasikan penggunaan daftar yang terstruktur untuk menilai kelainan psikiatrik spesifik dan memonitor perubahan gejala dari waktu ke waktu. Merkomendasikan penilaian pasien pasca stroke terhadap gangguan psikiatri lainnya termasuk ansietas, bipolar illness, dan afek patologisTerapi Merekomendaikan kuat pasien yang terdiagnosis depresi diberikan antidepresan Kelompok kerja tidak membuat rekomendasi untuk penggunaan salah satu antidepresan di atas yang lainnya, namun dari profil efek samping menyarankan SSRI lebih baik pada populasi pasien ini Merekomendasikan pasien dengan kesedihan mendalam yang berat dan persisten untuk diberikan antidepresan Merekomendasikan SSRI sebagai anti depresan pilihan pada pasein dengan kesedihan yang berat dan persisten Tidak terdapat eviden yang cukup untuk merekomendasikan untuk atau tidak untuk menggunakan psikterapi sebagai satu-satunya penanganan pada depresi pasca stroke Merekomendasikan pasien diberikan informasi, nasihat dan kesempatan untuk berbicara mengenai pengaruh kesakitannya terhadap kehidupannya Penggunaan antidepresan secara rutin tidak direkomendasikan pasda pasien pasca stroke Merekomendasikan bahwa gangguan perasaan yang disebabkan oleh kesulitan yang menetap atau perburukan disabilitas ditangani oleh, atau dengan nasihat dari psikolog klinis yang berpengalaman maupun psikiatri.

2.15 Rekomendasi Untuk Penggunaan Obat-Obatan Merekomendasikan untuk menentang penggunaan neuroleptik, benzodiazepin, fenobarbital, dan fenitoin selama periode pemulihan. Obat-obat ini sebaiknya digunakan secara hati-hati pada pasien stroke, menimbang kemungkinan manfaat obat lebih besar dari pada efek yang tidak diinginkan terhadap luaran pasien. Merekomendasikan untuk menetang penggunaan agonis reseptor 2-adrenergik (seperti klonidin dan lain-lain) dan antagonis 1-reseptor (seperti prazosin dan lain-lain) sebagai obat antihipertensi pada pasien stroke karena berpotensial mempengaruhi pemulihan Tidak terdapat cukup bukti mengenai dosis optimal dan aman penggunaan pelepas neurotransmitter dan stimulan sistem saraf sentral. Mempertimbangkan stimulan/pelepas neurotransmiter pada pasien tertentu untuk pemperbaiki peran pasien dalam rehabilitasi stroke atau untuk mempercepat pemulihan motorik. Dextroamfetamin telah sering menjadi stimulan palingsering dipakai dengan dosis 10 mg per hari, namun tidak terdapat evidens yang sukup mengenai dosis optimal dan aman.

E. Rekomendasi Perlengkapan Adaptasi, Perlengkapan Medikal Tahan Lama, Orthotik dan Kursi Roda Merekomendasikan peralatan adaptif digunakan untuk keamanan fungsi jika metode lain melakukan aktifitas tidak tersedia atau tidak dapat dipelajari atau jika keamanan pasien menjadi tujuan. Merekomendasikan peralatan ortotik ekstremitas bawah digunakan jika stabilisasi ankle atau knee diperlukan untuk memperbaiki kemampuan berjalan pasien dan mencegah pasien terjatuh Merekomendasikan prefabricated brace (penyangga dengan kaitan) digunakan di awal dan hanya pasien yang menunjukkan kebutuhan penyangga jangka panjang dibuatkan ortosis yang sesuai. Merekomendasikan kursi roda berdasarkan penilaian secara teliti terhadap pasien dan lingkungan dimana kursi roda akan digunakan. Merekomendasikan alat bantu berjalan digunakan untuk membantu efisiensi dan keamanan mobilitas, jika diperlukan.

Sumber1. Management of Adult Stroke Rehabilitation Care; A Clinical Practice Guideline. 20052. Clinical Guideines for Stroke Rehabilitation and Recovery. National Stroke Foundation 2005.3. National Clinical Guideline for diagnosis and Initial for Management of Acute Stroke and Transient Ischemic Attack. Royal College of Physicians4. Guideline of European Stroke Organization

16