Upload
zulkifli-lamusu
View
1.051
Download
4
Embed Size (px)
Citation preview
HAKIKAT MANUSIA DAN PERSOALAN PENDIDIKAN
(Suatu Tinjauan Dalam Membangun Masa Depan Masyarakat)
(Tugas AkhirMata Kuliah Landasan Pendidikan)
OLEHZULKIFLI A. LAMUSU
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN OLAHRAGAPROGRAM PASCA SARJANA (S2)
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG2010
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena berkat karunia,
lindungan dan bimbinganNya makalah yang berjudul: “Hakikat Manusia dan Persoalan
Pendidikan (Suatu Tinjauan Dalam Membangun Masa Depan Masyarakat)” disusun. Adapun
tujuan dari pada penyusunan makalah ini yaitu sebagai tugas akhir pada mata kuliah Landasan
Pendidikan Program Pascasarjana (S2) UNNES.
Disadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangannya, karena itu
saran dan kritik yang bersifat konstruktif sangat diharapkan demi sempurnahnya makalah
tersebut. Mudah-mudahan makalah yang sangat sederhana ini dapat bermanfaat bagi kita semua
amin.
Semarang, 20 Januari 2010
2
BAB I
PENDAHULAUAN
A. Latar Belakang
Setelah panjang lebar membahas pemikiran kefilsafatan tentang pendidikan, semakin
jelasalah bahwa posisi dan fungsi pendidikan bagi manusia adalah mutlak dan berlangsung sejak
manusia ada dan berlaku sepanjang zaman. Untuk itu, manusia wajib sadar bahwa proses
pendidikan berlangsung di tiap bidang kegiatan hidup kapan dan di mana saja.
Dalam menjalani setiap kegiatan hidup, selalu berawal dari implusi karsa atas
pertimbangan rasa dan menurut keputusan cipta. Karena itu masalah pendidikan adalah proses
bagaimana ketiga potensi kodrat manusia itu dikembangkan secara dinamis dan berimbang. Untu
mencapai sasaran tersebut, proses pendidikan harus diberlangsungkan dari taraf individual
sampai taraf social seluas-luasnya. Jadipendidikan berproses di dalam diri pribadi seseorang,
keluarga, masyarakat lokal, nasional, regional sampai taraf internasional.
Fakti membuktikan bahwa manusia individual dan setiap jenjang kehidupan social selalu
berada di dalam serba keterbatasan, padahal lingkup pendidikan begitu luas. Dengan fakta
keterbatasan inilah antara individu dan masyarakat ada dalam posisi dan fungsi mutlak saling
bergantung. Sifat dan kepribadian individual menentukan sifat dan watak social, dan sebaliknya,
watak social masyarakat menentukan individualitas.
Oleh sebab itu, secara alamiah-historis terbentuklah kelembagaan pendidikan, yaitu
pendidikan keluarga, pendidikan sekolah, dan lembaga pendidikan masyarakat. Di dalam
keluarga pendidikan berlangsung secara instingtif menurut rasa manusiawi dan lebih dominan
pada aspek cultural, moral dan spiritual. Kehidupan manusia tidak bisa berlangsung dengan
3
hanya kemampuan insting yang cenderung bersifat mapan. Tuntutan perubahan mutlak perlu
demi kelansungan hidup. Itulah sebabnya muncul lembaga sekolah untuk memproses pendidikan
menurut perencanaan dan program-program rasional, dengan sasaran-sasaran tertentu, menurut
metode dan system yang dapat dikerjakan dan bernilai guna bagi tuntutan hidup sehari-hari.
Proses pendidkan sekolah menghasilkan individu-individu yang ahli, cakap, dan terampil pada
bidang hidup tertentu.
Kompetensi individual baru akan membuahkan hasil jika dikelola secara pada di dalam
system kehidupan social kemasyarakatan serta dalam aneka jenis dan bentuk kegiatan social
yang kreatif, dinamis dan produktif. Jika kompetensi individual tersebut tidak dikelola, justru
malah hai ini bisa membuahkan kebangkrutan social, karena potensi karsa bersifat kodrat. Oleh
karena itu masyarakat perlu dipandang, diposisikan dan difungsikan secara etis dan bertanggung
jawab (responsible society) sebagai lembaga pendidikan besar yang berorientasi pada
manajemen perubahan perilaku individu menjadi perilaku social untuk meningkatkan, kreativitas
dinamika, dan produktivitas. Dalam rangkaian kegiatan social kemasyarakatan inilah setiap
individu mendapatkan kesempatan berpartisipasi dalam proses pendidikan dalam arti sebenarnya.
Kita harus sadar bahwa kemajuan dunia pendidikan nasional Indonesia masih belum
melahirkan sumber daya manusia terdidik, khususnya dalam aspek kecerdasan emosional.
Perilaku kaum terdidik dewasa ini belum mencerminkan perilaku etis yang bertanggung jawab
terhadap kepentingan nasional. Kaum terdidik di negeri ini baru sebatas “cerdas secara
intelektual”. Sebagaimana diketahui, kecerdasan intelektual tanpa dibingkai dan dijiwai oleh
kecerdasan moral-emosional, hanya bisa memberikan keuntungan individual dan cenderung
merugikan kehidupan social.
4
B. Tujuan
Dari uraian di atas jelas bahwa kemajuan dunia pendidikan nasional Indonesia masih
belum melahirkan sumber daya manusia terdidik, untuk itu makalah yang sangat sedernana ini
sedikitnya bertujuan untuk berusaha menjelaskan tentang suatu system pendidikan masyarakat
terpada menurut beberapa ahli pendidikan, hal-hal yang akan dijelaskan nantinya berkaitan
dengan menata kembali substansi saling hubungan antara pendidikan keluarga, pendidikan
sekolah, dan pendidikan masyarakat secara fungsional kausalitas. System pendidikan terpadu
tersebut merupakan harapan yang dapat dipertimbangkan sebagai alternative untuk lebih
mendorong dinamikan pendidikan nasional, demi tebentuknya pendidikan kehidupan masa depan
bangsa yang berkepribadian, otonom, kreatif dan produktif
5
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hakikat dan Makna Sistem Pendidikan Terpadu
Telah disebutkan sebelumnya pada latar nelakang bahwa system pendidikan terpadu yaitu
menata substansi yang saling berhubungan antara pendidikan keluarga, pendidikan sekolah, dan
pendidikan masyarakat secara fungsional kausalitas, artinya jika dijelaskan secara rinci bahwa
substansi yang saling berhubungan antara tiga jenis pendidikan tersebut akan membentuk
beberapa kecerdasan. Khususnya dalam pendidikan keluarga diposisiskan dan difungsikan
sebagai sarana yang berpotensi dalam membentuk kecerdasan spiritual, karena di dalam keluarga
terdapat benih kepercayaan sipiritual dan tradisi yang secara alami terpelihara sebagai potensi
kebudayaan.
Menurut Suparlan (2009) bahwa pendidikan sekolah diposisikan dan difungsikan sebagai
laboratorium yang memproses potensi-potensi budaya yang bersumber dari keluarga menjadi
suatu kecerdasan intelektual yang sarat daya kreativitas. Adapun pendidikan masyarakat
diposisikan dan difungsikan sebagai wadah yang mempunyai potensi cukup besar untuk
penanaman bibit kecerdasan intelektual dalam berbagai wujud keahlian menjadi kecakapan dan
keterampilan hidup. Dengan demikian masyarakat, dapat dikatakan sebagai laboratorium
pendidikan yang siap memproduksi segala kebutuhan hidup, mulai dari kebutuhan kejiwaan,
keragaan, individual, social, samapai pada kebutuhan spiritual keagamaan.
Dari bahasan tentang hakikat pendidikan yang pada intinya memuat aspek ontology,
epistemology, dan etika, mendorong pemikiran untuk menilai secara kritis terhadap jalannya
6
kegiatan pendidikan dalam arti luas yang berdasar pada pandangan bahwa antara pendidikan dan
masyarakat berhubungan secara timbal-balik (Fuad Hasan, 2009).
B. Penilaian Yang Mendorong Suatu Pemikiran Tentang Sistem Pendidikan Terpadu
Kritik penilaian terhadap perkembangan pendidikan jelas sangat berpengaruh terhadap
masyarakat, dan begitu pun sebaliknya. Kritik penilaian yang dimaksudkan mendorong suatu
pemikiran tentang istem pendidikan terpadu. Menurut Dorongan pemikiran dimaksud terpicu
karena orientasi kehidupan masyarakat cenderung semakin sekluer dan materialistic. Nilai
kemanusian semakin diukur menurut harta kekayaan yang dimiliki. Semakin kaya seseorang
semakin mendapat kehormatan. Untuk itu menurut Suparlan (2009) bahwa demi memperbaiki
kualitas kehidupan masyarakat jangka panjang, perlu segera memperbaharui system pendidikan,
karena munurutnya bahwa dengan reformasi pendidikan krisis kehidupan bisa diatasi bukan
hanya untuk jangka pendek, melainkan seterusnya untuk jangkka panjang.
Reformasi pendidikan bukan hanya untuk lembaga pendidikan sekolah saja, tetapi juga
terhadap pendidikan masyarakat dan lebihnya terhadap pendidikan keluarga. Ketiga lembaga
pendidikan yang dimaksud perlu dirangkai dalam satu keterkaitan untuh dan terpadu.
Selanjutnya kurikulum sekolah perlu direkonstruksi secara kreatif dengan isi materi yang
berorientasi pada kecakapan agar setiap lulusan (alumni) sekolah mampu berbperan sebagai
sumber daya manusia dengan daya kreativitas dan produktivitas yang tinggi.
Sumber daya manusia seperti yang dimaksudkan sangat berfungsi dalam menentukan
perkembangan kehidupan masyarakat. Kemudian untuk mencapai sasaran tersebut , kegiatan
pembelajaran perlu dikawal dengan satu system administrasi manajemen yang otonom, terbuka,
dan demokratis. Dengan demikian maka menurut Anwar, (2003) bahwa masyarakat dapat
7
memberdayakan hasil pendidikan dalam berbagai aspek kehidupan secara berkesinambungan
sepanjang masa (life long education), semua hal tersebut bertujuan agar hidup dan kehidupan
berlangsung selama-lamanya dan berkembang secara teratur.
C. Falsafah Kehidupan Manusia
Berbeda dengan mahluk lainnya, manusia lahir dengan potensi kodratnya berupa cipta,
rasa dan karsa, untuk itu menurut Suparlan Suhartono, (2009:53) cipta adalah kemampuan
spiritual, yang secara khusus mempersoalkan nilai kebenaran, rasa adalah kemampuan spiritual
yang secara khusus mempersoalkan nilai keindahan, sedangkan karsa adalah kemampuan
spiritual, yang secara khusus mempersoalkan nilai kebaikan.
Dengan ketiga potensinya tersebut, manusia selalu terdorong untuk ingin tahu dan bahkan
mendapatkan nilai-nilai kebenaran, keindahan serta kebaikan yang terkandung dalam segala
sesuatu yang ada (realitas). Ketiga jenis nilai tersebut menurut Paulus Wirutomo (2009) di
bingkai dalam satu ikatan system untuk dijadikan landasan dasar sebagai pedoman hidup,
mengatur sikap dan perilaku agar senantiasa terarah ke pencapaian tujuan hidup, ikatan system
tersebut yaitu filsafat hidup.
Filsafat hidup mengandung pengetahuan yang bernilai universal, meliputi masalah-
masalah asal mula, tujuan dan eksistensi kehidupannya, dikatakan demikian karena tujuan
kehidupan manusia yang sebenarnya untuk menentukan jenis, bentuk dan sifat perilaku hidup.
Pedoman hidup adalah pengetahuan umum yang khusus dijadikan suatu prinsip yang
dianggap benar, karena sesuai dengan hakikat asal mula dan berguna bagi pencapaian tujuan
kehidupan. Dengan demikian pedoman hidup adalah suatu wujud filsafat hidup, yang berfungsi
sebagai landasan perilaku sehari-hari. Sedangkan sikap dan perilaku manusia adalah
8
pengetahuan khusus dan konkret berupa langkah kehidupan yang ditentukan sepenuhnya oleh
pedoman hidup.
Ketiga pengetahuan benar tentang filsafat hidup, pedoman hidup dan sikap perilaku hidup
tersebut, selanjutnya dijadikan objek atau sasaran pendidikan sepanjang masa.
D. Sekilas Tentang Keterkaitan Antara Manfaat Pendidkan dan Manusia
Menurut Suparlan (2009) bahwa pada dasarnya, manusia eksis dalam dua dimensi
hubungan (on-exsistency). Pertama, hubungan manusia dengan diri sendiri sebagai aku yang
membentuk hubungan internal, kedua, hubungan manusia dengan sesamanya sebagai engkau,
yang membentuk hubungan eksternal. Dari kedua bentuk hubungan tersebut dapat dimengerti
bahwa manusia mutlak berada dalam interaksi social. Hubungan social ada yang bersifat
individual langsung yang membentuk hubungan aku-engkau dalam keluarga (hubungan suami
istri), tetapi ada pula yang bersifat tidak langsung, yaitu hubungan aku-dia dalam masuarakat
luas.
Antara mansuia dan pendidikan diketahui sebagai dua hal yang saling member arti dan
peranan, pendidikan ada dimana pun manusia berada. Karena itu pendidikan pada hakikatnya
berada dalam kehidupan kelaurga (pendidikan keluarga) dan dalam kehidupan masyarakat
(pendidikan masyarakat).
Di balik kedua jenis pendidikan tersebut, ada satu pendidikan yaitu pendidikan sekolah.
Jadi dengan demikian ada tiga jenis pendidikan dalam hubungan segitiga. Posisi pendidikan
sekolah yang dimaksud memberikan arti dan fungsi baik terhadap pendidikan keluarga maupun
pendidikan masyarakat. Pendidikan keluarga member arti dan fungsi terhadap pendidikan
9
sekolah dan pendidikan masyarakat. Begitu pula pendidikan masyarakat terhadap pendidikan
keluarga dan pendidikan sekolah.
Jika ditata dalam suatu gambar, secara fungsional pendidikan sekolah lebih tepat
diposisikan pada titik sentral di antara pendidikan keluarga dan pendidikan masyarakat. Posisi
tersebut memberikan arti dan fungsi bahwa pendidikan sekolah merupakan kelanjutan dari
pendidikan keluarga dan sekaligus awal atau pintu gerbang memasuki pendidikan masyarakat.
Dengan demikian maka pendidikan sekolah merpupakan lingkaran spiral yang menghubungkan
garis-garis pendidikan keluarga dan masyarakat. Di sinilah terlihat kebenaran suatu pendapat
bahwa tanggung jawab pendidikan adalah penyebar nilai-nilai kebudayaan dari generasi ke
generasi sepanjang zaman.
Dari penjelasan di atas mungkin kita akan bertanya yaitu mengapa pendidikan sekolah
diselenggarakan, apakah peran dan tanggung jawab keberadaannya. Mempertimbangkan
kedudukan dan fungsinya yang begitu sentral, peran dan tanggung jawab pendidikan sekolah
adalah penabur (spreader) benih-benih pendidikan keluarga ke dalam kehidupan masyarakat.
Benih-benih tersebut diolah dan dibentuk menjadi potensi budaya untuk diberlangsungkan
(transmission) dalam rangka pembaruan kehidupan masyarakat.
E. Manusia Makhluk Berpendidikan
Dengan kemampuan pengetahuan yang benar, manusia berusaha menjaga dan
mengembangkan kelangsungan hidupnya. Manusia berusaha mengamalkan pengetahuannya di
dalam perilaku sehari-hari. Dalam perilaku sehari-hari, pengetahuan manusia berubah menjadi
moral, dan kemudian menjadi etika kehidupan, dengan demikian hakikat perilaku tersebut
berupa kecenderungan untuk mempertanggungjawabkan kelangsungan dan perkembangan hidup
10
sepenuhnya. Sedangkan tanggung jawab yang dimaksudkan berbentuk nilai keadilan, yaitu adil
terhadap diri sendiri, terhadap sesame manusia, dan lebih-lebih adil terhadap alam dimana hidup
dan kehidupan ini berlangsung.
Sejak lahir manusia sudah langsung terlibat di dalam kegiatan pendidikan dan
pembelajaran. Manusia dirawat, dilatih dan dididik oleh orang tua, keluarga dan masyarakatnya
menuju tingkat kedewasaan dan kematangan, sampai akhirnya terbentuk potensi kemandirian
dalam mengelola kelangsungan hidupnya. Kegiatan dan pembelajaran tersebut pada awalnya
diselenggarakan dengan cara-cara yang bersifat konvensional (alami) menurut pengalaman
hidup, sampai dengan cara-cara formal yang metodik dan sistematik institusional atau melalui
pendidikan sekolah (Anita Lie, 2009).
F. Karakteristik Pendidikan Keluarga
Telah mejadi pengetahuan umum bahwa keluarga adalah temapt pertama di mana proses
pendidikan berlangsung. Di dalam keluarga benih pendidikan mulai tumbuh dalam hubungan
cinta kasih, tolong-menolong, dan saling member pengertian, pengetahuan, peringatan,
bimbingan, dan pengarahan secara timbal balik di antara suami istri dan antara orang tua kepada
anak-anak. Di dalam kehidupan keluarga pendidikan mulai membentuk suatu sentra lingkungan
kecil yang disebut lingkungan pendidikan lapis pertama. Tegasnya, jika pendidikan diasosiasikan
sebagai pengasuhan di dalam keluarga anaklah yang pertama kali diikutsertakan dalam kegiatan
pendidikan. Pendidikan bagi anak disadari atau tidak telah dipersiapkan sejauh sebelum
kelahirannya oleh kedua orang tua (pendidikan mulai 25 tahun sebelum kelahiran).
Pada awalnya pendidikan berlangsung secara hereditis. Orang tua pertama kali
memberikan pengetahuan insingf berupa kasih saying, perlindungan, dan penjagaan ketat kepada
11
anak-anak, setelah itu orang tua memberikan pengetahuan empiric seperti percontohan,
bimbingan, dan arahan, kemudian memberikan pengetahuan rasional kea rah pemecahan
masalah, seperti menentukan pilihan, mengatur kegiatan terencana, dan mulai membentuk sikap
percaya diri. Tanggung jawab orang tua terhadap anak mencerminkan suatu cirri khas
pendidikan keluarga.
Seperti yang telah diuraikan sebelumnya pada aspek ontology pendidikan, keluarga
adalah tempat pertama dan utama berlangsungnya kegiatan pembelajaran. Di dalam kehidupan
keluarga, pembelajaran ditentukan pada pengembangan potensi kecerdasan spiritual. Kehidupan
kelauarga adalah tempat yang tepat bagi pertumbuhan kesadaran atas asal-mula, tujuan, dan
eksistensi kehidupan. Di dalam kehidupan keluarga, kegiatan pendidikan berlangsung dengan
sasaran pencerdasan spiritual, berupa:
1. Moral syukur dalam menerima setiap kelahiran, keberuntungan, dan bahkan nasib buruk
sekalipun.
2. Moral sabar dalam menghadapi segala macam persoalan kehidupan
3. Moral ikhlas dalam menghadapi akhir kehidupan (kematian) dan bencana memusnahkan.
G. Lembaga Pendidikan Sekolah
Lembaga pendidikan sekolah lahir dan berkembang secara efektif dan efisien dari
amsyarakat, oleh dan untuk masyarakat. Hal ini berarti bahwa pendidikan sekolah tersebut
tergolong organisasi social, dengan objek kegiatan belajar. Kegiatan pembelajarannya diatur se
cara terjadwal, sistematis, dan berjenjang menurut peraturan-peraturan yang ditetapkan. Karena
itu, lembaga pendidikan sekolah bersifat formal dan berkewajiban mendidikseluruh anggota
12
masyarakat dalam suatu system kehidupan social kenegaraan. Jadi dipolakan menurut dasar
filosofi tujuan kehidupan nasional kenegaraan.
Menurut keuddukannya, penyelenggaraan lembaga pendidikan sekolah berada setelah
pendidikan keluarga. Berarti, pendidikan sekolah merupakan lanjutan dari pendidikan keluarga.
Sedangkan menurut fungsinya, pendidilkan sekolah diselenggarakan agar setiap kelulusannya
sebagai sumber daya manusia mampu mengembangkan kehdidupan dalam membangun rumah
tangganya kelak. Lebih dari pada itu, dengan segala macam kompetisinya dapat meningkatkan
daya dorong dinamika social dan sekligus berperan sebagai inovator dan dinamisator sosial
(Suparlan, 2009).
Lebih lanjut menurut Sagala (2007), isi dan materi pendidikan disusuan menurut azas
pragmatisme dalam bentuk kurikulum, dengan penekanan pada nilai guna bagi kehidupan sosial
secara luas. Kemudian, kurikulum itu diajarkan menurut system rasional-empirik dengan
metode-metode rasional dan empirik, sehingga dapat dikontrol dan dievaluasi proses
pembelajarannya. Pada titik inilah pendidikan sekolah berposisi sebagai tempat representasi
masyarakat berkumpul demi mengembangkan kemampuan rasionaldan empiric pembelajaran.
Dengan demikian, pendidikan sekolah dituntut untuk mampu menyumblimasi berbagai macam
potensi nilai-nilai kebudayaan yang terbawa oleh peserta didik dari berbagai macam jenis
lingkungan keluarga.
H. Lembaga Pendidikan Masyarakat
Masyarakat dapat diartikan sebagai bentuk kehidupan social dan merupakan perluasan
dari keluarga. Karena itu, suatu kehidupan masyarakat mempunyai bentuk dan struktur
berdasarkan tata nilai dan tata budaya sendiri. Namun demikian di dalamnya selalu terdapat
13
pluralitas kegiatan yang berlangsung dalam pluralitas hubungan. Ada kegiatan individual yang
berlangsung dalam hubungan individual, ada pula kegiatan sosial yang berlangsung dalam garis
hubungan social, mungkin juga ini bisa terjadi overlapping dari kedua kegiatan itu. Di dalam
ketiga dimensi hubungan tersebut berlangsung kegiatan sosial, ekonomi, hokum, politik,
kebudayaan dan bahkan kegiatan spiritual keagamaan yang sering kali berhadapan dan bahkan
cenderung berbenturan, tapi justru bisa saling mendukung.
Pendidikan masuyarakat perlu diselenggarakan atas pertimbangan bahwa setiap
kelulusan pendidikan sekolah dipandang belum sepenuhnya mampu memenuhi permintaan
dinamikan masyarakan itu sendiri. Senada dengan hal ini Fattah, (2000) mengatakan bahwa
penyelenggaraan pendidikan masyarakat dikelola menurut system kelembagaan, sedangkan
kegiatan pembelajaran berlangsung pada kebijakan khsus dan system administrasi manajemen
tertentu. Oleh sebab itu, lembaga pendidikan masyarakat perlu ditumbuhkembangkan yang
berbanding lurus dengan perkembangan berbagai bidang kehidupan masyarakat itu sendiri.
Dari penjelasan di atas, maka dapat dipahami bahwa masyarakat sebagai lingkungan
pendidikan lapisan ke tiga setelah pendidikan sekolah. Karena untuk memasuki lingkungan
pendidikan ketiga diperlukan tingkat keahlian, kecakapan, dan keterampilan terntentu, karena
tanpa kompetensi seperti yang dimaksud, seseorang tidak akan memperoleh kesempatan dan
tidak berkemampuan dalam memerankan diri secara kreatif sebagai individu yang utuh.
I. Sistem Pendidikan Terpadu
Jika disepakati bersama yang mana prinsip dari setiap devinisi tentang pendidikan
menegaskan bahwa, pendidikan merupakan sarana yang sangat strategis dalam melestarikan
sistem nilai yang berkembang dalam kehidupan. Proses pendidikan tidak hanya memberikan
pengetahuan dan pemahaman bagi manusia, namun lebih diarahkan pada pembentukan sikap,
14
perilaku dan kepribadian manusia itu sendiri. Pendidikan diarahkan pada upaya memanusiakan
manusia, atau membantu proses hominisasi dan humanisasi, maksudnya pelaksanaan dan proses
pendidikan harus mampu membantu manusia agar menjadi makhluk yang berbudaya tinggi dan
bernilai tinggi (bermoral, berwatak, bertanggungjawab dan bersosialitas). Untuk mewujudkan
capaian tersebut, implementasikan pendidikan harus didasarkan pada fondasi pendidikan yang
memiliki prinsip learning to know, learning to do, learning to be, dan learning to live together.
Seiring dengan perkembangan global pergeseran orientasi pendidikan dalam mewujudkan
kualitas sumber daya manusia yang unggul harus dilakukan secara fundamental dan populis
dengan mendasarkan pada sistem nilai yang dimiliki.
Dengan demikian maka pada dasarnya kehidupan manusia sepenuhnya
memperbincangkan tentang persoalan pendidikan (life is the problem of education). Bagi
manusia kehidupan tanpa pendidikan itu tidak akan mungkin, singkatnya bahwa begi manusia
pendidikan itu secara mutlak perlu. Pendidikan meliputi setiap aspek kehidupan. Dimana dan
kapan pun serta dalam persoalan apapun manusia berkegiatan di situ terdapat unsure pendidikan.
Pendidikan berlangsung bukan hanya ketika pendidikan dan peserta didik berinteraksi, tetapi
juga setiap terjadi komunitas dalam kepentingan dan tujuan tertentu.
Pendidikan berlangsung sepanjang manusia berada di dalam eksistentsi saling
berhubungan. Kelangsungannya bukan hanya di dalam saling keterhubungan eksistensial dengan
sesame manusia, dengan alam, dan dengan prima causa-nya saja, tetapi bahkan dalam
hubungannya dengan antar manusia dengan diri sendiri. Secara kodrati, manusia berpotensi
dididik dan mendidik oleh dan untuk diri sendiri serta sesamanya.
Ketika seseorang berpikir, merasa, dan berkarsa tentang sesuatu sebenarnya proses
pendidikan sedang berlangsung dari, oleh dan untuk diri sendiri (proses kesadaran). Kegiatan
15
pendidikan berlangsung ketika manusia bergaul, bekerja dan melakukan segala kegiatan
sepenajng kehidupan
Oleh karena itu menurut Anita Lie, (2009) tepatlah jika dikatakan bahwaspirit pendidikan
perlu untuk ditumbuhkembangkan di mana-mana, secara khusus disetiap kegiatan lembaga social
kemasyarakatan dan kenegaraan. Selanjutnya Anita Lie, (2009) menambahkan bahwa
menurutnya dimana semakin mengakarnya krisis moral ke dalam setiap aspek kehidupan, maka
spirit kehidupan perlu ditanamkan ke dalam diri setiap penguasa, mulai dari eksekutif dampai
yudikatif. Dengan demikian maka system pendidikan terpadu dapat terwujud secara alami.
J. Model Bangunan Masyarakat Terdidik
Masyarakat terdidik dengan pilar dasar berupa kecerdasan spiritual, intelektual dan
emosional mendorong terbentuknya suatu ide masyarakat berkeadilan dan beradab. Ide
masyarakat terdidik ini difungsikan sebagai pilar yang menentukan bentuk dan bangunannya.
Oleh karena itu, seluruh bentuk dan model kegiatan hidup sosial harus berakar pada kecerdasan
spiritual, intelektual, dan emosional, untuk kemudian mengkerucut pada titik tujuan yang bernilai
spiritual pula.
Dengan melaksanakan kegiatan pendidikan menurut hakikat asal-mula, tujuan dan
eksistensi kehidupan, diharapkan dapat menghasilkan suatu kecerdasan terpadu antara potensi
spiritual, intelektual, dan emosional. Dari perpaduan tiga kecerdasan tersebut menurut Suparlan,
(2009) bentuk dan model masyarakat terdidik terdiri atas tiga lapis moralitas yang saling
berhubungan secara kausal, ketiga hal tersebut merupakan unsur moral, yaitu moral bersyukur,
moral bersabar, dan moral berikhlas.
16
Moral bersyukur disimpulkan dari hasil analisis perenungan tentang hakikat asala mula.
Banyak orang yang dapat mengidentifikasi waktu dan temapt lahir secara fisi, tetapi sampai
sekarang tidak satu pun pikiran dan pengalaman yang mejelaskan asal mula kehidupan secara
terperinci dan jelas, sesuatu dapat dipastikan sebagai asal mula. salah satu contoh misalnya
Tuhan, dimana tidak satupun pikiran dan pengalaman mampu menjelaskan secara terperinci
mengenai Tuhan. Artinya bahwa Tuhan hanya ada satu dan bersifat mutlak, itulah yang dapat
diketahui secara pasti. Fakta demikianlah yang dapat mendorong suatu keyakinan dan juga
memunculkan moral bersyukur. Tidak ada sikap menentang, memprotes atau menuntut, kecuali
mensyukurinya.
Selanjutnya moral bersabar disimpulkan dari perenungan terhadap eksistensi kehidupan.
Seperti yang dapat disaksikan dengan pikiran dan pengalaman, kehidupan ini dipenuhi dengan
keadaan serba labil, sarat perubahan dan kondisi yang tidak menentu.
Ketidak sabaran dalam menghadapi persoalan hidup menyebabkan kehidupan menjadi
rusak dan tidak teratur kearah gerak dinamika kehidupan. Karena kegiatan hidup tidak mengarah
menuju tujuan, berarti pandangan tetang asal-mula dan tujuan hidup hanyalah sebatas dari
kelahiran samapai hari kematian saja. Jika moral kesabaran tidak menjiwai perilaku, orientasi
perilaku hidup hanyalah sebatas kenikmatan material. Orientasi kehidupan seperti ini jelas
membuka peluang seseorang untuk melakukan segala kegiatan menurut keinginan dan
kepentingan sesaat.
Sementara untuk moral ikhlas adalah hasil analisis perenungan tentang tujuan hidup.
Hasilnya persis sama dengan ketika merenungi asal-mula kehidupan. Yaitu pikiran hanya
mengetahui tujuan kehidupan itu ada, berhakikat satu, dan bersifat mutlak. Seperti halnya dengan
hakikat asal-mula yang bersifat misterius, begitu pula dengan hakikat tujuan hidup. Jangankan
17
tujuan hidup yang begitu jauh, sedangkan sesuatu yang mungkin terjadi esok hari saja tidak
mungkin dapat diketahui.
K. Sekilas Tentang Pemahaman Masyarakat Terdidik, Masyarakat Maju
Secara akumulatif, berdasar pada moral syukur, sabar, dan ikhlas mendorong seluruh
dinamika kehidupan bergerak menuju satu arah. Jenis dan bentuk perilaku baik individual
maupun sosila berkembang sesuai dengan tingkat kualitas pengetahuan rasional dan empirik, dan
mungkin juga tingkat kepercayaan keyakinan keagamaan yang ada di dalam masyarakat.
Dari uraian ini, maka jleas bahwa pendidikan seharunya perlu memfasilitasi perbedaan
agar bisa berkembang, karena di dalam tiap perbedaan terkandung unsure membangun dan
mengembangkan kualitas hidup. Jika dengan demikian maka semakin besar jumlah peserta didi,
semakin besar pula kesempatan pengembangan kehidupan. Selanjutnya menurut Suparlan,
(2009) bahwa jika setiap warga Negara diposisikan dan difungsikan sebagai peserta didik, maka
setiap individu warga Negara adalah potensi bagi kemajuan hidup dari suatu kenegaraan. Jadi
kebijakan pendidikan yang menekankan pada bimbingan untuk menumbuh dan mengembangkan
potensi kreatif setiap peserta didik jauh lebih berarti bagi upaya memajukan kehidupan
masyarakat.
18
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Telah berulang kali dinyatakan bahwa pendidikan adalah persoalan yang melekat secara
kodrati di dalam diri manusia. Pendidikan tersebut di seluruh sektor kegiatan kehidupan
masyarakat, baik dalam dimensi horizontal maupun bertikal. Ketika manusia berinteraksi dengan
dirinya, di situlah ada pendidikan. Ketika berinteraksi dengan sesamanya dalam setiap kegiatan
kemasyarakatan, di situ ada pula pendidikan, dan begitu juga saat manusia berinteraksi dengan
alamnya pendidkan tidak pernah lepas dari alam itu sendiri, dan terlebihnya ketika manusia
berinteraksi dengan Tuhan pendidikan makin jelas adanya. Dengan demikian maka antara
pendidikan dengan manusia bagaikan wadah dengan isinya, artinya bahwa bahwa tujuan
pendidikan menjadi faktor utama penentu kelangsungan hidup dari kehidupan manusia serta
pembangunan masyarakat yang berwawasan global dan mampu bersaing demi masa depan.
19
DAFTAR PUSTAKA
Anita Lie, 2009, Pendidikan Dalam Dinamika Globalisasi, Internet: www.kompas.com
Anwar, 2003, Administrasi Pendidikan dan Manajemen Biaya Pendidikan, Bandung, Alfabeta.
Fuad Hasan, 2009, Pendidikan dan Kebudayaan, Internet: http://en.wikipedia.org
Fattah, 2000, Landasan Manajemen Pendidikan, Bandung, PT. Remaja Rosdakarya
Suparlan, 2009, Filsafat Pendidikan, Jogjakarta: PT Ar-Ruzz Media
Sagala, 2007, Manajemen Strategik Dalam Peningkatan Mutu Pendidikan, Bandung, Alfabeta
20
21
22
23