Upload
enovambara
View
425
Download
19
Embed Size (px)
Citation preview
BNI
C a t a t a n G e m i l a n g S e b u a h
P e r j a l a n a n K e m i t r a a n
K i s a h - K i s a h S u k s e s S e b u a h
K e m i t r a a n
Sejak dilakukannya pemetaan arah perjalanan yang baru di tahun 2004, BNI
mengalami perubahan-perubahan besar, yang didorong oleh kesadaran akan
jati diri, semangat serta harapan baru yang timbul di lingkungan BNI bersama
belasan ribu orang karyawannya. Proses transformasi yang tengah berlangsung
di BNI menyentuh setiap relung kesadaran kolektif serta budaya perusahaan dan
membawanya ke arah satu tujuan bersama. Melalui transformasi ini, BNI terus
bergerak untuk menjadi sebuah bank nasional kebanggaan dengan pemahaman
intuitif akan kebutuhan pasar yang kompetitif dan dinamis.
Sebuah semangat kebersamaan yang sangat terasa di antara mitra-mitra BNI,
secara kolektif mewakili komitmen BNI untuk menyandang status sebagai bank
utama di negeri ini, kokoh dan andal di jajaran terdepan industri perbankan,
serta menjadi kebanggaan seluruh mitranya. Semangat yang lahir dari warisan
sejarah yang kental dan membanggakan sepanjang lebih dari setengah abad
sejak kemerdekaan Indonesia, terus tumbuh bersama arah dan tekad baru yang
telah dicanangkan BNI ke masa mendatang. Dengan keunggulan pengalaman,
keterampilan, persepsi, inovasi dan sekaligus kecermatan dalam melangkah, BNI
kini merupakan salah satu perusahaan yang terkemuka di Indonesia.
C a t a t a n G e m i l a n g S e b u a h
P e r j a l a n a n K e m i t r a a n
Ca
ta
ta
n
Ge
mi
la
ng
S
eb
ua
h
Pe
rj
al
an
an
K
em
it
ra
an
BN
I
K i s a h - K i s a h S u k s e s S e b u a h
K e m i t r a a n
C a t a t a n G e m i l a n g S e b u a h
P e r j a l a n a n K e m i t r a a n
Daftar Isi
Keterangan
Disusun berdasarkan urutan abjad nama
perusahaan atau pengusaha.
CATATAN GEMILANG SEBUAH PERJALANAN KEMITRAAN
Sambutan Menneg BUMN Sambutan Direktur UtamaP. 04 P. 05
PT. Adi Jaya Abadi
PT. Adi Murti Grup
AJBS group
Usaha bordir Ambun Suri
PT. Angkasa Pura I
PT. Arina Multi Karya
P. 6
P. 11
P. 12
P. 14
P. 15
P. 17
P. 19
P. 20
Arta Prima
PT. Asia Karet Sentosa
P. 21
P. 22
P. 24
P. 25
P. 27
P. 28
Pengusaha sutera
H. Baji HMI
PT Cahaya Sakti Furintraco
Dodol Picnic
PT. Gading Cempaka Graha
Toko kelontong "GLORY"
CV. Gwan Buildings
P. 30
P. 32
CV. Hasil Bumi Raya
Dosen Unhas
Prof. DR. Halide
PT. Kacang Telor Ratna
CV. Kaltim Timur
P. 38
P. 39
P. 33
P. 34
P. 35
P. 36
P. 37
Usaha pembuatan sepatu
sandal bordir Hayat Bibi
Perajin ukiran I Made Mupu
CV. Indra Jaya
Pengusaha Kerupuk Johan
Jun Djuhana
PT. Karsa Bayu
Kota Sejuk
Perajin tas Kumar Alatas
Batik Mahkota Agung
Pedagang kelontong
H. Mazwir Nurdin
P. 40
P. 42
P. 43
P. 44
P. 45
PT Medan Tropical Canning
& Frozen Industries
PT. Megasurya Nusa Lestari
P. 46
P. 48
PT Meprofarm
Multi Roof
Usaha kerajinan "Patha"
Toko Besi Rado
Roda Jati Grup
PT. Sampit
P. 50
P. 52
P. 54
P. 55
P. 56
P. 58
PT Santika Duta NusantaraP. 60
PT. Sekawan Kontrindo
PT. Seruni Indah
CV. Setia Tunggal
PT Setia Unggul Mandiri
Warung Makan Sidoarjo
PT. Sinar Alam Duta Perdana
CV. Sindanglaya
P. 62
P. 64
P. 65
P. 66
P. 67
P. 68
P. 69
PT Taspen (persero)
Toba Surimi Industries
Universitas Indonesia
Toko Obat Uno
Utomo Laju
CV. Yusuf
Pedagang besi bekas Zulkifli
P. 70
P. 72
P. 74
P. 76
P. 77
P. 78
P. 79
Mitra
04
05
Cat
atan
Gem
ilan
g s
ebu
ah
Pe
rja
lan
an
Ke
mit
raa
n
tangguh dan mampu beradaptasi dengan perubahan
sekaligus berorientasi pada produk merupakan harapan
besar Pemerintah guna mengejar ketinggalan dengan
bangsa lain yang lebih dahulu mampu berproduksi,
seperti Korea, Jepang dan Cina. Dunia sudah berubah,
pasar sudah berubah, strategi kita dalam menyikapinya
tentu harus berubah. Oleh karenanya, upaya
meningkatkan ekspor dan investasi perlu menjadi
prioritas penting bagi kita semua dalam menghadapi
masa depan.
Profil mitra-mitra sukses yang dimuat dalam buku ini
diharapkan dapat menjadi inspirasi bagi mitra lain untuk
terus berkarya bagi kemajuan perekonomian nasional.
Tentunya, sebagai wakil Pemerintahan selaku pemegang
saham BNI mengharapkan terjadinya kesinambungan
usaha nasabah BNI dan jumlah nasabah yang mampu
menghasilkan produk kompetitif di pasar global semakin
bertambah dan tersebar di seluruh tanah air.
Wassalamua’alaikum wr. wb
Menteri Negara BUMN
Sugiharto
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Sebagaimana pepatah Romawi crescit in cundo,
bertumbuh selagi berjalan, dalam industri perbankan
dapat dimaknai bahwa bank dapat berkembang apabila
mempunyai dan mengimplementasikan strategic
planning secara tepat sesuai dengan sumber daya yang
dimilikinya. Implementasi dari strategic planning suatu
bank dipengaruhi oleh beberapa variable dan yang tidak
kalah penting adalah peran serta mitra-mitranya, baik
deposan maupun debitur yang memanfaatkan jasa dan
layanan bank.
Buku ini merupakan miniatur keberhasilan interaksi
antara bank sebagai intermediary agency dengan mitra-
mitranya yang mempunyai kesamaan harap, yaitu
sustainable growth diantara kedua belah pihak.
Pemuatan profil mitra ini tentunya sudah melalui proses
seleksi yang memadai, dari sekian banyak mitra di
seluruh Indonesa yang telah menjadi mitra BNI lebih dari
10 tahun. Rentang waktu lebih dari 10 tahun, tentunya
menjadikan mitra yang bersangkutan telah mengalami
pahit getirnya usaha selama terjadi turbulence economy
pada saat krisis ekonomi menimpa bangsa kita beberapa
tahun lalu.
Kita menyadari bahwa pertumbuhan bangsa kita saat ini,
masih ditopang oleh sektor konsumsi, sementara
peranan ekspor dan investasi masih perlu untuk terus
ditingkatkan terutama dalam menghadapi era globalisasi
seperti sekarang ini. Terciptanya nasabah-nasabah yang
Kata Pengantar Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara
Profil mitra-mitra sukses yang dimuat
dalam buku ini diharapkan dapat
menjadi inspirasi bagi mitra lain untuk
terus berkarya bagi kemajuan
perekonomian nasional.
Catatan ini menjadi bagian penting dari proses
tranformasi menyeluruh yang sedang dijalankan BNI;
kerja besar yang melibatkan seluruh elemen dunia usaha
dan perbankan, seiring dengan visi dan misi perusahaan
untuk lebih meningkatkan layanan dan kinerja masing-
masing unit kerja.
Ke depan, BNI mempunyai komitmen untuk tetap
memelihara dan berusaha meningkatkan kerja sama
dengan para mitranya dan sekaligus menawarkan
kepada para pengusaha yang lain atas komitmen yang
sama untuk kemajuan bersama. BNI senantiasa siap
memberikan dukungan yang terbaik pada kalangan
dunia usaha.
Akhirnya, sekali lagi kami berharap media ini dapat
bermanfaat bagi para mitra untuk meningkatkan
kerjasamanya dengan BNI, sekaligus memacu para
pengusaha lainnya untuk terus menjalin kemitraan
dengan BNI.
Wassalamua’alaikum wr. wb
Salam
Direktur Utama
Sigit Pramono
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Salam sejahtera bagi kita semua
Sejak awal berdirinya, BNI adalah bank yang tumbuh
dari rakyat dan dibuat untuk mengakomodir
kepentingan seluruh rakyat Indonesia. Komitmen BNI
untuk menjadi tulang punggung perekonomian rakyat
selama ini tercermin dari kebijakan BNI yang selalu
mengedepankan layanan dan kemudahan penyediaan
modal pada nasabahnya dan mitra kerjanya.
Media ini adalah catatan singkat sebuah perjalanan
kemitraan antara BNI dan mitra-mitranya, sebuah media
yang menggambarkan dedikasi dan komitmen kedua
pihak pada kemajuan. Media ini juga merupakan wujud
apresiasi BNI kepada para mitranya yang memiliki
semangat tinggi untuk maju dan telah menjalin
kerjasama dengan BNI selama ini. Loyalitas dan kesetiaan
para mitra ini merupakan penghargaan yang sangat
tinggi untuk BNI. Mereka tidak hanya ikut andil atas
pertumbuhan dan kemajuan BNI, tetapi juga turut
berperan menyelenggarakan kesempatan kerja bagi
masyarakat luas.
Catatan kisah-kisah kemitraan ini hanya merupakan
sebagian contoh kecil dari sekian banyak keberhasilan
usaha mitra BNI. Kami tidak menafikan mitra-mitra
lainnya yang sukses berkat kerjasamanya dengan BNI,
akan tetapi karena keterbatasan media ini maka hanya
termuat beberapa kisah sukses para pengusaha.
Kami berharap catatan ini dapat menjadi bukti dan
inspirasi bagi mitra kerja kami lainnya untuk dapat
mengikuti langkah sukses tersebut dengan bermitra
bersama BNI untuk tumbuh dan maju bersama BNI.
Kata Pengantar Direktur Utama BNI
Catatan ini menjadi bagian
penting dari proses tranformasi
menyeluruh yang sedang
dijalankan BNI
Kesuksesan bisa datang jika kita pintar mencari celah.
Modal besar tidak menjamin bahwa sebuah bisnis bisa
berhasil. Itulah yang dijalani I Komang Sumantri, lelaki
kelahiran Singaraja, Bali. Komang adalah pemimpin PT.
Adi Jaya Abadi, perusahaan yang bergerak di bidang
developer, kontraktor dan perdagangan umum di
Singaraja. Tapi, perusahaan besar yang dikomandaninya
sekarang dulunya bisa dibilang usaha kecil-kecilan.
Sekitar tahun 1982, bermodal Rp 700 ribu, Komang
muda memberanikan diri berbisnis dumping (kapur) dan
kelontong, mengikuti jejak orang tuanya yang berjualan
pasir sejak tahun 1975. Tahun 1983, ia melihat peluang
tingginya kebutuhan angkutan barang di daerahnya.
Bermodalkan satu unit truk Komang menjalankan bisnis
barunya di sela bisnis sebelumnya.
Tahun 1984, pertanian anggur di Singaraja berkembang
pesat. Dengan truknya ia bisa mengangkut peralatan
menanam anggur seperti bambu dan pupuk. Akhirnya ia
pun merambah ke bisnis perkayuan dan bahan
bangunan. Pada tahun 1989, ia melebarkan sayapnya ke
usaha angkutan umum di daerah Buleleng.
Saat krisis ekonomi datang, ia harus bekerja keras
mempertahankan usahanya agar tidak sampai gulung
tikar. Bisnisnya masih bisa bertahan meski tak bisa
memberi keuntungan besar. Tahun 2002, dengan hasil
keuntungannya, ia memulai bisnis properti di Denpasar.
Titik penting usahanya adalah pada saat pertama
mendapatkan pinjaman dari BNI sebesar Rp 5 juta pada
tahun 1985. Alasannya memilih BNI ialah karena BNI
adalah bank milik pemerintah. "Paling tidak lebih aman.
Tidak waktu itu saja, sampai sekarang BNI masih menjadi
bank kepercayaan masyarakat," kata Komang.
Kelebihan lain adalah BNI juga melakukan pembinaan
bagi debiturnya. "Setiap usaha kami mengalami
masalah, BNI selalu siap mencarikan jalan keluar," kata
pria yang hanya lulusan sekolah menengah pertama
(SMP) itu. Kecintaannya pada BNI bertambah saat terjadi
krisis, BNI memberikan pinjaman cadangan, padahal
waktu itu pihak bank sangat ketat dalam memberikan
pinjaman. Maka jangan kaget, karena hubungan saling
percaya dengan BNI, perusahaannya mampu mendapat
plafon pinjaman hingga mencapai Rp 5 miliar.
Kiatnya bisa bertahan dalam bisnis, adalah mengikuti
saran BNI untuk menggunakan kredit maksimal 30
persen dari aset yang ada. Ia memiliki obsesi untuk
mengembangkan bisnis properti di luar Bali dan
membangun sebuah hotel di daerahnya, Karangasem,
yang memiliki pantai indah. Mimpi Komang tidak
mustahil, mengingat perusahaannya sudah mempunyai
aset Rp 40 miliar dengan pendapatan bersih per bulan
mencapai Rp 300 juta. Mungkin itu semua karena
falsafah hidup yang dijalaninya, "hadapi hidup apa
adanya mengalir seperti air."
Hadapi Hidup apa Adanya
"Setiap usaha kami mengalami
masalah, BNI siap mencarikan
jalan keluar,"
I Komang Sumantri Bali
PT. Adi Jaya Abadi
Selalu Menjalankan Bakti
Beruntung buat kita yang bisa meneruskan usaha yang
sudah dirintis orang tua. Tapi, kalau kita tidak serius dan
bekerja keras untuk mengelolanya, bukan mustahil
kegagalanlah yang akan datang. Pandangan itu yang
dipegang I Made Palayuta (49), pemilik PT. Adi Murti
Grup, perusahaan kontruksi dan jasa layanan kesehatan
di Denpasar, Bali. Made menuturkan, ayahnya I Made
Suwita, membangun usaha jasa konstruksi pada tahun
1965 di Singaraja. Momentum penting dalam bisnis
keluarganya itu adalah saat mendapatkan kepercayaan
untuk membangun taman budaya di Denpasar pada
tahun 1970. Saat itu, terjadi pergeseran pusat ekonomi
dari Singaraja ke Denpasar. Sejak saat itu, mereka
diberikan kepercayaan untuk mengerjakan proyek-proyek
bangunan terutama irigasi.
80 persen dari seluruh proyek yang didapatkan
perusahaan tersebut berasal dari pemerintah. Kinerjanya
dinilai bagus karena selalu bisa tepat waktu
menyelesaikan pekerjaan. Made mulai ikut menekuni
usaha tersebut pada tahun 1982, setelah ia
menyelesaikan kuliahnya di Jurusan Teknik Sipil Institut
Teknologi Bandung (ITB). Saat itu Made memilih bisnis
properti karena prospek penjualan villa di Bali masih
menggairahkan.
Lewat bendera Parama Cidi, perusahaannya juga
memberikan jasa layanan kesehatan seperti rumah sakit.
Grup Adi Murti kini memiliki total aset sekitar Rp 300
miliar dengan jumlah karyawan mencapai hingga 600
orang. Cukup layak dikatakan sebagai perusahaan besar.
Semuanya dirintis dengan kerja keras dan bantuan dari
banyak pihak. Tidak ketinggalan pinjaman bank yang
ikut menolong jalannya roda perusahaan.
Ia masih ingat saat pertama kali orang tuanya mendapat
pinjaman beberapa ratus ribu rupiah ke BNI pada tahun
1977. Sejak saat itu, orang tuanya sangat fanatik dengan
BNI. Ia pun diberi petuah agar tidak menyia-nyiakan
bantuan orang lain. Terbukti, estafet usaha dari orang
tua ke dirinya tidak membuat hubungan baik yang sudah
berjalan puluhan tahun terganggu. BNI membalas
hubungan baik itu dengan meningkatkan pinjamannya
hingga mencapai Rp 10 miliar lebih.
Saat krisis ekonomi tahun antara 1997 sampai 1999,
dengan susah payah ia mampu untuk tetap mencicil
dengan lancar. Bukan sekadar uang, BNI juga
memberikan bimbingan kepada orang tuanya agar bisa
memanfaatkan uang dengan baik. "Bukan saya memuji,
BNI yang sangat hati-hati, semua diatur dengan baik.
Kalau pengusaha mau mengikuti BNI pasti selamat,"
tutur Made. Baginya BNI selalu ada saat dirinya
membutuhkan jalan keluar untuk menyelesaikan suatu
masalah. Made mengungkapkan kiatnya dalam berbisnis,
yaitu sebagai orang Bali ia menjalankan bakti. Di dalam
bakti, ada tiga hal yaitu rasa tanggung jawab, giat
berusaha dan mendapatkan keuntungan.
"Bukan saya memuji, BNI yang
sangat hati-hati, semua diatur
dengan baik. Kalau
pengusaha mau mengikuti
BNI pasti selamat,"
I Made Palayuta
PT. Adi Murti Grup
Bali
06
07
Cat
atan
Gem
ilan
g s
ebu
ah
Pe
rja
lan
an
Ke
mit
raa
n
Kebersamaan yang Mengantar Kesuksesan
"Jadi kami memang
susah senang selalu
bersama."
AJBS group SurabayaJawa Timur
Bangunan tua peninggalan jaman Belanda yang juga bekas pabrik bir Bintang di Jl. Ratna,
Surabaya, kini telah berubah total. Kawasan seluas 4 hektare ini kini telah menjadi pusat keramaian
baru di Surabaya. Mulai dari jasa dan perdagangan, entertainment, café dan restoran, pendidikan
dan lain lain, terdapat di kawasan ini. Di sinilah AJBS group, mengendalikan berbagai bisnisnya.
Berawal dari sebuah toko ritel tradisional yang menjual mur dan baut (murbaut) yang didirikan
1966 oleh Kusumatikno Andy, AJBS Group kini menjelma menjadi 'konglomerat' baru di Surabaya
di tangan tiga anaknya yaitu Suhartono, Loekman Soejono Angdy dan H. Ali Suseno Angdy.
AJBS Group yang kini dalam masa peralihan ke generasi
ketiga, sudah melebarkan bisnisnya keluar Surabaya.
Selain memiliki gerai di Malang, Sidoarjo dan Gresik,
termasuk membuka gerai swalayan alat-alat teknik di
pusat perbelanjaan Glodok, pada Januari 2006, AJBS juga
telah memiliki cabang di Toh Guan Road East, Singapura.
AJBS kini telah menaungi tujuh perusahaan, masing-
masing adalah PT. Hoklokliu Sanjoyo, PT. Aneka Jaya Baut
Sejahtera, PT. Sepanjang Baut Sejahtera, PT. Anak Jaya
Bapak Sejahtera, Atomtech Pte Ltd, PT. Tiga Bersama
Sejahtera dan PT. Aneka Jasa Bersama Sejahtera. Bidang
usahanya pun cukup beragam mulai dari industri, grosir
dan swalayan alat-alat teknik, entertainment, amusement
sampai jasa penyewaan lokasi usaha.
Perusahan ini dirintis oleh Kusumatikno Andy lewat usaha
perdagangan mur, baut, dan sejenisnya di Surabaya, Jawa
Timur. berbekal kemampuan dan pengetahuan tentang
permesinan, pada tahun 1978 ia mendirikan UD.
Sepanjang Baut Sejahtera, dengan perusahaan
perdagangannya yang di beri nama UD. Anekajaya. Pada
tahun 1986, usaha perdagangannya, UD. Anekajaya yang
pada perkembangannya berubah menjadi PT Aneka Jaya
Baut Sejahtera (AJBS) dipindahkan dari daerah Pegirikan
ke Jl. Semarang dan ditingkatkan statusnya hukumnya
menjadi CV. Anekajaya sejak tahun 1991. Di sinilah
dimulainya era pengembangan usaha oleh generasi
kedua, dengan memanfaatkan kredit dari perbankan
khususnya BNI.
Sejalan dengan perkembangan usahanya, maka AJBS
membuka swalayan murbaut di Jl. Semarang, Surabaya
(merupakan take over toko milik PT SBS). AJBS juga
membuka cabang swalayan murbaut, di tiga tempat yaitu
Jl. Margomulyo, Jl. Mastrip, Kebraon dan di Jl. Ratna.
UD. Sepanjang Baut Sejahtera, bagian dari gup AJBS pun
maju dengan pesat sejak ditingkatkan statusnya menjadi
PT. Sepanjang Baut Sejahtera dengan lokasi industri di Jl.
Sepanjang. Karena semakin berkembang, akhirnya pada
tahun 1992 lokasi pabrik dipindahkan ke Jl. Dumar,
Surabaya hingga saat ini.
Sejak tahun 2000 manajemen perusahaan telah
melakukan alih generasi kepada generasi ketiga, yaitu
Andrianto Suhartono (putra Suhartono) lewat pendirian
perusahaan AJBS Swalayan yang khusus bergerak di
bidang swalayan alat-alat teknik. Berdirinya AJBS
Swalayan diilhami oleh banyaknya pelanggan yang harus
antri dalam melakukan transaksi di toko Jl. Semarang.
Dalam kondisi seperti ini konsep swalayan yang modern
terasa cocok untuk diterapkan, selain dapat melayani
kebutuhan pelanggan dengan lebih baik, variasi barang
yang dijual pun dapat ditambah. Atas dasar alasan
tersebut, pada tahun 1996, dibukalah gerai pertama yang
memakai sistem swalayan di Jl. Semarang. Hingga saat ini
AJBS Swalayan telah berkembang menjadi 7 gerai di
Jawa Timur, 1 di Jakarta dan 1 gerai lagi di Malang yang
telah dibuka pada bulan Juni 2006.
Ekspansi perusahaan AJBS Swalayan dalam membuka
gerai baru, didukung oleh SAP System, yaitu sebuah
perangkat lunak yang mampu mengintegrasikan seluruh
proses operasional di seluruh gerai sehingga dapat
dipantau langsung dari kantor pusat di Jl. Ratna. Sistem
ini dapat secara akurat mengetahui kebutuhan dan
tingkat penjualan di masing-masing gerai.
Gerai baru di Jakarta dan di Malang akan memakai brand
'AJBS Fastech', dengan konsep yang berbeda dengan 7
gerai lama. AJBS Fastech adalah sebuah kombinasi sistem
grosir dan ritel termasuk telemarketing, serta kombinasi
antara segmen wholesale (dealer/subdealer), end user
(industri) dan retail. AJBS Fastech akan difokuskan pada
penjualan produk fastener (mur dan baut) untuk pasar
end users dan intermediate buyers (dealer/sub dealer).
Tidak hanya berhenti di sana, generasi ketiga perusahaan
ini juga telah mendirikan bisnis jasa sewa ruang PT.
Aneka Jasa Bersama Sejahtera (AJBS) Pasaraya, sebagai
wahana diversifikasi bisnis horisontal dari AJBS Group.
Bisnis tersebut dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan
akan ruang usaha berbagai kegiatan bisnis di surabaya
seperti jasa dan perdagangan, entertainment,
amusement, pendidikan dan lain-lain. Lokasinya adalah
sebuah bangunan tua jaman Belanda ex pabrik bir
Bintang di Jl. Ratna no 14 Surabaya yang sebagian telah
direnovasi dengan tidak mengubah bentuk aslinya.
Perkembangan AJBS Group mulai dari generasi pertama,
sampai ke generasi ketiga ini menunjukkan bahwa
kebersamaan dan kekompakan dalam keluarga,
ditambah dengan profesionalisme dan semangat
modernisasi, mampu mengantarkan perusahaan pada
sebuah kesuksesan.
08
09
Cat
atan
Gem
ilan
g s
ebu
ah
Pe
rja
lan
an
Ke
mit
raa
n
"Namun, karena kepercayaan
yang sudah terjalin selama
ini, saya tetap memilih BNI.
Saya juga tidak pernah
dikecewakan oleh BNI,"
PadangSumatera Barat
Usaha bordir Ambun Suri
Anismar
Dari Bisnis Sulaman Sampai Hotel
Usaha bordir Ambun Suri dibuka Anismar pada 1975 di
kota kelahirannya, Bukittinggi. Bermula dari dua mesin
jahit, usahanya terus berkembang. Saat ini ia telah
memiliki sekitar 150 mesin jahit. Usahanya pun tidak lagi
hanya menerima upah, tetapi juga menjual pakaian jadi
dengan beragam jenis bordir, semuanya pada toko yang
cukup besar di Bukittinggi.
Ketika krisis ekonomi menerpa pada tahun 1997, harga
barang yang melambung tinggi dan bunga kredit yang
melonjak menyebabkan omzet penjualannya pun anjlok
sampai sekitar 60 persen. Para karyawannya terpaksa
dikurangi, inilah yang mendorongnya untuk mengajukan
pinjaman ke BNI. Kucuran kredit sekitar Rp. 400 juta
untuk menalangi modal diperolehnya. Dana ini
digunakannya untuk membeli bahan baku pakaian dan
kebaya dalam jumlah yang cukup.
Ketersediaan dana ini membuat bisnisnya terus
berkembang, plafon kreditnya pun terus meningkat.
Anismar akhirnya mampu melakukan diversifikasi usaha,
ia pun merambah bisnis hotel dengan nama yang sama,
Hotel Ambun Suri. Ia juga membuka usaha-usaha lain
yang dikelola anak-anaknya. Omzet usaha sulaman
Anismar kini mencapai Rp 60 juta
per bulan. Pasarnya meluas sampai ke Singapura dan
Malaysia, karyanya pun diminati di Brunei Darussalam,
bahkan karya sulamannya digandrungi anggota kerajaan
di Malaysia. Komitmen dan kesetiaannya yang tinggi
pada bisnis bordir mendapat apresiasi dari Departemen
Perdagangan, hasilnya ia diberi kesempatan menjajaki
pasar sulaman di Eropa dan Jepang, dua usaha sulaman
termasuk Ambun Suri kemudian difasilitasi pemerintah
menjadi tempat pelatihan membuat sulaman yang cocok
dengan pasar Eropa.
Mengenai modal yang nantinya dibutuhkan, ia tetap
mengandalkan BNI, yang telah melayaninya dengan baik,
dengan pengurusan kredit yang cepat berikut tingkat
bunga di bawah rata-rata kebanyakan bank lain.
Di bawah kepemimpinannya pula perkembangan sebuah
Koperasi Simpan Pinjam bernama Lumbung Pusako
mendapat apresiasi dari Departemen Koperasi dan Usaha
Kecil Menengah. Melalui koperasi ini telah disalurkan
pinjaman lunak senilai Rp 1 miliar sebagai modal para
anggotanya, dengan tingkat bunga hanya sebesar 6
persen per tahun.
Indonesia
Jasa Kebandarudaraan, Tak Lagi
Sekedar Naik Turunkan Penumpang
Naik pesawat udara kini bukan lagi milik kelompok masyarakat menengah atas. Hampir seluruh
lapisan masyarakat kini sudah tidak canggung lagi naik pesawat. Hal ini menjadikan usaha jasa
pengelolaan bandar udara (kebandarudaraan) menjadi satu dari sedikit bisnis yang memberikan
keuntungan menjanjikan. Bagaimana tidak, jumlah perusahaan penerbangan swasta nasional
dengan tarif murah dalam beberapa tahun terakhir meningkat pesat, sebagai respons meningkatnya
minat masyarakat menggunakan transportasi udara. PT Angkasa Pura I (AP I) pun jelas merasakan
dampaknya. Jumlah pergerakan pesawat udara, penumpang dan kargo tumbuh sekitar 15 persen
pertahun. Bahkan khusus penumpang bisa tumbuh sampai 30 persen.
Saat ini AP I mengelola 13 Bandar Udara di kawasan tengah dan kawasan timur Indonesia, yaitu
Ngurah Rai Denpasar, Juanda Surabaya, Hasanuddin Makassar, Sepinggan Balikpapan, Frans Kasiepo
Biak, Sam Ratulangi Manado, Adisutjipto Yogyakarta, Adisumarmo Solo, Syamsudin Noor
Banjarmasin, Pattimura Ambon, Achmad Yani Semarang, Selaparang Lombok, El Tari Kupang serta
mengelola Cargo Warehousing di Bandara Hasanuddin Makassar.
Debitur PT Angkasa Pura I
10
11
Cat
atan
Gem
ilan
g s
ebu
ah
Pe
rja
lan
an
Ke
mit
raa
n
Membludaknya jumlah pesawat, penumpang dan kargo
ini, menjadi tantangan bagi BUMN (Badan Usaha Milik
Negara) di sektor perhubungan ini untuk meningkatkan
kualitas layanannya. Baik terhadap peningkatan jumlah
pesawat melalui perluasan lahan parkir pesawat, juga
terhadap keamanan dan kenyamanan penumpang
selama berada di bandara melalui peningkatan kapasitas
fasilitas terminal penumpang.
"Kami sangat serius dalam memperbaiki kualitas layanan
kami karena layanan tersebut adalah sumber pendapatan
utama Angkasa Pura, yang digolongkan kedalam jasa
kebandaraudaraan atau yang disebut pendapatan
Aeronautika, dan jasa pelayanan umum yang kita
golongkan dalam pendapatan non Aeronautika," ungkap
Laurensius Manurung, Direktur Keuangan PT. Angkasa
Pura I. Apalagi kedepan, pengembangan bisnis Angkasa
Pura I akan mengarah pada pengembangan non
Aeronautika secara menyeluruh, yang intinya adalah
memanjakan penumpang. Kita perlu mencontoh negara-
negara tetangga yang mampu menyulap bandar udara
menjadi pusat kegiatan bisnis dan perbelanjaan.
"Kedepan bisnis kebandarudaraan tidak lagi hanya
sekedar urusan naik turunkan penumpang dan barang,
namun juga bagaimana penumpang bisa nyaman dan
berbelanja di bandara," tegasnya.
Dalam mengelola pendapatan non aeronautika ini,
Angkasa Pura I perlu melibatkan perbankan khususnya
BNI. "Kami mempercayakan BNI untuk mengumpulkan
pendapatan tunai atau harian dari pelayanan jasa
penumpang pesawat udara (PJP2U), pendapatan parkir,
maupun pelayanan pas," jelasnya. Peran perbankan itu
dirasa sangat membantu. Angkasa Pura I tak harus
membuat lemari besi untuk pendapatan harian
khususnya yang diterima pada akhir minggu. "Tidak ada
uang yang menumpuk di kita. Semua masuk dalam
rekening otomatis. Uang itu disimpan di bank, sehingga
kami tidak perlu membuat lemari besi untuk menyimpan
uang di bandar udara," katanya.
Pendapatan harian tersebut memiliki porsi 30 persen dari
pendapatan keseluruhan PT. Angkasa Pura I. Tahun 2006
pendapatan total diproyeksikan mencapai Rp 1,5 triliun,
atau mengalami peningkatan dibanding realisasi tahun
2005 yang mencapai Rp 1,24 triliun. Laba bersih PT
Angkasa Pura I pada 2005 pun juga tumbuh sebesar Rp
334,8 miliar dibanding tahun sebelumnya, yaitu sebesar
Rp 286,7 miliar.
Customer Oriented
Laurensius berharap hubungan dengan BNI yang sudah
dibina berpuluh tahun bisa berlangsung terus. "Salah
satunya, saya sudah menandatangani sebuah MoU
menyangkut Cash Management System (CMS) dengan
BNI," ujarnya. Melalui kerjasama ini, secara otomatis,
uang yang ada di cabang-cabang dalam bentuk tunai,
maupun pembayaran yang sudah disetor debitur
(pendapatan kredit) pada hari yang sama sudah masuk ke
pusat untuk ditertibkan.
"Satu hal yang membuat saya bangga, BNI kini lebih
menjadi customer oriented. Seluruh staf BNI yang sudah
senior juga dikerahkan untuk melayani kita," ungkap
Laurensius. Angkasa Pura I pun berencana memanfaatkan
BNI dalam hal pembayaran faktur. Pasalnya PT Angkasa
Pura I punya tiga jenis faktur, yang salah satunya adalah
dengan BNI. Ketika seluruh mitra usaha disuruh memilih
bank yang diminati, ternyata banyak yang memilih BNI.
"Saya akan jadikan BNI mitra untuk melakukan proses
penagihan. Karena setiap mitra yang telah memilih BNI
sebagai bank penerbit kartu otomatis harus membuka
rekening, sehingga dapat terjadi auto debet dalam
pembayaran," akunya. Pihaknya juga siap bekerjasama
dalam penjualan valas, dan pemanfaatan dana PT
Angkasa Pura I.
Menurut Laurensius, "Ibaratnya antara BNI dan Angkasa
Pura I sudah menikah lama, karena itu perlu kritik untuk
mengingatkan agar tetap langgeng dan harmonis. Cuma
dua kritik saya," katanya. Pertama, BNI harus menaikkan
lagi mutu layanan dan kedekatan dengan pelanggannya,
karena persaingan perbankan sudah mengarah ke
persaingan yang agresif.
Perbedaan layanan maupun hasil dalam kerjasama,
sangat menentukan. Bila rate deposito beda sedikit saja,
orang pasti akan beralih. Kedua, BNI harus bisa memilah
customer-nya dengan baik. Customer yang memberikan
kontribusi baik, mestinya dilayani lebih baik. Mirip private
banking walaupun sifatnya korporat. Jauh lebih untung
BNI handle berapa korporat besar dibandingkan dengan
layani customer individual yang effort-nya jauh lebih
besar. "Itu perlu, karena kompetitor menantikan kapan
customer yang baik ini berpindah. Tentunya pelayanan
lebih baik itu fondasinya tetap regulasi, bukan dalam arti
dibelakang ada sesuatu, karena keduanya sudah
menerapkan prinsip prinsip Good Corporate
Governance," tegasnya.
Sejak mendapat kredit dari
BNI, usahanya berkembang
dengan lebih cepat
SurabayaJawa Timur PT. Arina Multi Karya
Rohana Tiur Hutagalung
With the owner, or without the owner, but the management is already goes. Itu kini yang
diinginkan Rohana Tiur Hutagalung, pemilik sekaligus Managing Director PT. Arina Multi Karya
(PT AMK), perusahaan yang awalnya bergerak sebagai distributor produk produk Unilever
wilayah Kab. Sidoarjo, namun kini sudah melakukan diversifikasi usaha di bidang advertising, dan
agen tenaga kerja. Rohana penerus dari perusahaan yang didirikan Ibunya, Elizabeth Hutagalung
pada 1953 di Jl. Kembang Jepun Surabaya.
Menjadi Besar karena Belajar dari yang Besar
12
13
Cat
atan
Gem
ilan
g s
ebu
ah
Pe
rja
lan
an
Ke
mit
raa
n
Untuk itu, ia kini sibuk membidik sertifikasi ISO 9000-
2000, standar sertifikasi mutu yang mengharuskan
administrasi yang tertib dan kualitas sumber daya
manusia yang tinggi. "Angan-angan saya, bagaimana
bisa mengantarkan Arina, sehingga nanti, saya cukup
menjadi penasehat saja," ungkapnya. Bila saat itu tiba
berarti manajemen Arina sudah bisa berjalan sendiri,
dengan atau tanpa pemilik. Ia tidak terlalu
mempedulikan, apakah generasi penerusnya nanti
adalah putra atau putrinya, atau pimpinan di luar
hubungan kekerabatan. Karena kalau sistem sudah
berjalan dan perusahaan bekerja secara profesional,
persoalan itu tidak menjadi penting lagi. nantinya ia akan
lebih banyak melakukan kegiatan sosial, tentunya
dengan catatan, kalau Tuhan mengijinkannya untuk
memiliki umur panjang.
46 tahun lalu, perusahaan keluarga PT AMK didirikan
oleh Elizabeth dengan nama UD. Arina, nama ini diambil
dari bahasa Batak yang artinya kurang lebih adalah,
biarlah hari ini adalah hari yang terang. Arina menjadi
sebuah perusahaan distribusi yang menangani produk-
produk Unilever. Saat itu baru lima jenis barang yang
ditangani yaitu sabun Lux, sabun Lifebuoy, Pepsodent,
margarin Blue band, dan sabun cuci Sunlight. Saat itu
jumlah distributor Unilever masihlah minim. Elizabeth
melihat peluang itu.
Jika awalnya perusahaan yang didirikan hampir
bersamaan dengan pembukaan kantor cabang BNI di
THR (Taman Hiburan Rakyat) Surabaya ini, hanya
mendapat kredit sebesar Rp 50 ribu, kini kreditnya sudah
menjadi Rp 10 miliar. Demikian juga dengan jumlah
tenaga kerjanya yang kini sudah mendekati 400 orang.
Jenis usahanya pun telah mencakup advertising dan agen
tenaga kerja outsourcing. Lokasi usaha yang dulu hanya
menempati toko kecil di Jl. Kembang Jepun Surabaya,
kini juga sudah menempati lahan yang sangat luas di
Medaeng Sidoarjo.
Sejak mendapat kredit dari BNI, usahanya berkembang
dengan lebih cepat , Elizabeth pun semakin bersemangat
membesarkan perusahaan. Sang anak, Rohana Tiur
Hutagalung pun diikutsertakan dalam manajemen,
seiring dengan makin banyak dan berkembangnya jenis
barang yang harus didistribusikan dari Unilever. Setelah
merasa cukup mapan, Arina pun menjadi distributor bagi
produsen lain seperti PT. Wings dan PT. Ritadent, sabun
colek B-29 dan lain-lain.
Tongkat Estafet
Pada 1976, Elizabeth menyerahkan tongkat estafet
kepemimpinan kepada Rohana. Di sinilah era
pengembangan perusahaan ke arah yang lebih
profesional dimulai, diawali dengan berubahnya status
perusahaan dari sebuah perusahaan perorangan (UD)
menjadi CV, pada 1976 yang juga disusul dengan
dimulainya diversifikasi usaha pada tahun1990. Lalu,
pada tahun 1996 kantor pusat perusahaan dipindahkan
ke Jl. Medaeng Sidoarjo. Pada tahun 2000, badan
hukum perusahaan kemudian berubah menjadi PT,
dengan nama PT. Arina Multi Karya.
Rohana melihat kebersamaannya dengan Unilever
selama ini telah memunculkan banyak ide dan gagasan
bagi pengembangan usahanya. Karena beliau sering
diminta kesediaannya membantu kegiatan Unilever,
maka dimulailah diversifikasi usaha di bidang outdoor
advertising. Lalu diikuti kegiatan promosi menyeluruh
mulai dari direct promotion sales, maupun demo
kecantikan sampai demo masak.
Tahun 1990, Rohana juga ikut terjun mengelola usaha
tenaga kerja temporer baik untuk kegiatan promosi,
sales dan pekerja sementara yang banyak dicari
pengusaha, tentunya yang legal, jadilah ia sebagai salah
satu pengusaha outsourcing terkemuka di Surabaya.
Menjadi partner perusahaan seperti Unilever diakuinya
punya nilai tambah. Bersama Unilever ada
perkembangan baik dari lini produksi, administrasi,
organisasi dan strategi. Sebagai distributor Unilever,
meskipun profitnya tidak terlalu besar, tapi
kontinuitasnya bisa diharapkan, karena selalu ada
supervisi dari Unilever baik teknis maupun administrasi. Ia
jadi bisa menyerap strategi dan kinerja Unilever, untuk
dikembangkan di dalam perusahaannya.
Kini jumlah pegawai Rohana telah mencapai 400 orang.
Bisa dibayangkan berapa banyak biaya yang harus ia
keluarkan untuk membiayai operasional perusahaannya
ini. Namun karena Rohana memiliki motto yang ia
pegang teguh sampai saat ini, maka semua itu tidak
menjadi masalah besar. "Kita punya motto untuk
memberi kesempatan kerja bagi mereka yang
membutuhkan, dan kita berusaha mengumpulkan
kesempatan kerja untuk dibagikan kepada mereka, maka
tetap akan ada suka cita," ungkapnya.
Dari Karyawan Jadi Pengusaha
Bermula dari usaha jasa fotokopi, ketrampilan dan bakat
lelaki kelahiran 21 Mei 1975 ini mulai terasah. Didorong
oleh kebutuhan keluarganya yang terus meningkat, ia
mencari peluang membuka usaha sendiri, dibantu
seorang kenalannya di Kantor Departemen Pendidikan
Nasional (Depdiknas), Tangerang, ia membuka usaha jasa
fotokopi.
Berbekal tabungan senilai Rp 500 ribu ditambah dengan
pinjaman dari beberapa temannya sebesar Rp 15 juta,
terbeli mesin fotokopi dan berbagai kebutuhan lain,
sementara untuk operasional sehari-hari, Arta Prima,
begitu Yulianto menamai usahanya, masih
mengandalkan pinjaman temannya.
Seiring perjalanan waktu, usaha Yulianto pun terus
berkembang. Terlebih di kompleks Depdiknas, Arta Prima
merupakan satu-satunya usaha fotokopi yang
menangani hampir sebagian besar penggandaan surat
ataupun dokumentasi lain di departemen itu. Hal ini
menaikkan omset penjualannya sampai Rp 5-10 juta
dalam sebulan. Kepercayaan yang sama dari Telkomsel
dan Indosat juga untuk menggandakan materi pelatihan
dan berbagai kebutuhan lain yang berhubungan dengan
masalah percetakan pun dapat diraihnya. Untuk
mengatasi beban kerja, selain merekrut pegawai,
di awal tahun 2003 itu ia mulai mengajukan kredit mikro
ke BNI Cabang Palmerah, Jakarta sebesar Rp 50 juta,
yang sedianya akan dipakai untuk membeli dua mesin
fotokopi dan perlengkapan lain. Hanya dalam tempo 3
hari, modal usaha yang dibutuhkan disetujui, karena
dinilai cukup layak (omset Yulianto cukup besar untuk
ukuran pengusaha kecil, keberadaan Depdiknas sebagai
pelanggan tetap, membuat resiko usahanya lebih kecil)
untuk diberikan pinjaman, dengan masa pelunasan
selama 3 tahun.
Sementara untuk memperluas pasar ia juga membuka
cabang. Pada awal 2006 dengan total dana sebesar Rp
15 juta, ia membuka cabang di daerah Mampang,
Jakarta Selatan, sekaligus menambahnya dengan
penyewaan komputer. Ekspansi ini berhasil
meningkatkan omzet dan kualitas layanannya, baginya
pelayanan dan hasil terbaik, adalah kunci utama
mempertahankan pelanggan.
Bantuan yang diberikan BNI, mendorong Yulianto untuk
mengajukan kredit baru (walaupun omset penjualannya
sudah menyentuh angka Rp 30 juta sebulan) guna
membeli mesin lagi. Semuanya dilandasi kepercayaan
bahwa ekspansi usaha adalah jalan terbaik untuk
memperbesar bisnisnya.
Yulianto DKI-Jakarta
Hanya dalam tempo 3
hari, modal usaha
yang dibutuhkan
disetujui, karena
dinilai cukup layak
Arta Prima
14
15
Cat
atan
Gem
ilan
g s
ebu
ah
Pe
rja
lan
an
Ke
mit
raa
n
Ide Sederhana Mampu Hasilkan Uang
MedanSumatera Utara
PT. Asia Karet Sentosa
Budiman Laut
"Kami berharap agar BNI
bisa membantu kami
nantinya mewujudkan
cita-cita menjadikan
Asia Karet Sentosa
berkibar di Asia"
Kita tentu mengenal karet gelang, umumnya benda itu
digunakan untuk membantu membungkus sesuatu.
Sepintas, karet gelang sering dianggap remeh. Siapa
sangka bahwa di barang ini tersimpan sebuah potensi
bisnis yang luar biasa.
Didasari pemikiran sederhana bahwa bahan karet untuk
membuat karet gelang banyak tersedia di Indonesia dan
teknologi pembuatan yang sederhana. Pada tahun
1970an, Pasangan Budiman Laut dan Lim Gek Sim
mendirikan pabrik sederhana pembuatan karet gelang di
rumah mereka. Keuletan mereka tidak sia-sia, dari hanya
sekitar 300 kg per bulan, saat ini perusahaan yang
berbendera PT. Asia Karet Sentosa memiliki kapasitas
produksi 12 ton per bulan.
Pada saat pertama memperoleh kredit dari BNI sebesar
Rp 36 juta pada 1982, Budiman begitu senang, sebab itu
berarti, usahanya itu dipercaya memiliki prospek. Karena
usahanya terus berkembang maka BNI meningkatkan
kreditnya menjadi Rp 850 juta pada 1997.
Bila saat krisis 1997 banyak pengusaha yang tidak
berproduksi, Budiman malah memperoleh keuntungan
yang luar biasa karena memiliki suplai bahan baku yang
murah, sementara harga naik dan permintaan tetap
tinggi. Pada tahun 2000, fasilitas kreditnya meningkat
menjadi Rp 2,5 milar. Tahun 2003, kredit Asia Karet
Sentosa naik menjadi Rp 3,5 miliar.
Tahun 2005 plafon kredit yang dimilikinya adalah Rp 5
miliar. Budiman mengakui adanya hubungan tersendiri
antara dirinya dengan BNI. "Saya berpesan kepada anak-
anak saya untuk hanya menggunakan jasa BNI. Sebab
BNI sudah banyak bantu kami," ungkapnya.
Kredit BNI juga dimanfaat anaknya untuk membuka
usaha pembuatan kertas pembungkus makanan di
Tangerang. Usaha ini adalah buah pikiran Budiman untuk
membentuk sinergi dengan bisnis karet gelangnya. Bisnis
kertas pembungkus menimbulkan permintaan akan
bisnis karet gelang. Lagi-lagi ide sederhana yang ternyata
mampu menghasilkan uang. Budiman juga terus
mencoba memproduksi barang-barang dengan bahan
baku dari karet. Salah satunya adalah menghasilkan karet
alas sepatu. Ia sempat menjadi suplier bagi produsen
sepatu di pulau Jawa.
Ulet dan kreatif merupakan kunci kesuksesannya untuk
mampu bertahan hingga saat ini. Budiman ingin
usahanya ini kelak dapat berkibar di tingkat Asia. Ia
memiliki keyakinan anak-anaknya mampu mewujudkan
impiannya tersebut. "Oleh karena itu, kami berharap
agar BNI bisa membantu kami nantinya mewujudkan
cita-cita menjadikan Asia Karet Sentosa berkibar di Asia,"
tuturnya. Sebuah harapan yang bisa menjadi sebuah
tantangan bagi BNI agar dapat mengantarkan debitur-
debiturnya untuk terus memacu usahanya dan bisa naik
ke kelas berikutnya.
Obsesi Sang Entrepreneur Sutera dari Wajo
H. Baji HMI
menjadi batik sutera. Jadi produk yang dipasarkan ada
dalam bentuk setengah jadi dan bentuk jadi. H. Baji
menyadari, usaha yang dibangunnya adalah berkat
bantuan permodalan buah perkenalannya dengan BNI.
Kucuran pertamanya sendiri hanya Rp 3 juta, untuk
kemudian terus meningkat hingga dipercayakan
mendapat pinjaman di atas Rp 200 juta.
Kesetiaannya untuk tetap maju dan berkembang melalui
pembiayaan BNI, didasarkan atas dasar saling percaya
antara bank sebagai kreditur dan dia selaku nasabah dan
memang sudah lama bergabung, di samping bunga
rendah yang diberikan.
Produksinya berjalan dengan komposisi 30 persen dari
total bahan baku benang sutera dari China yang dipadu
dengan 70 persen bahan baku lokal. Tiap bulan
dibutuhkan bahan baku antara 100 kg hingga 300 kg
benang, sedangkan setiap kg benang menghasilkan kain
rata-rata 10 meter. Dengan demikian, dalam seminggu
mampu menghasilkan 250 meter kain, sehingga total
dalam sebulan 10.000 meter.
Kain sutera produksinya itu terdiri dari dua jenis yakni
yang asli atau 100 persen sutera dan yang hanya
kandungan suteranya 50 persen. Harga per meternya
biasanya berbeda, untuk pasar luar biasanya lebih mahal
dibandingkan yang dijual ke pasar lokal.
Untuk pemasaran, 70 persen dipasarkan ke pulau Jawa
dan 30 persen untuk lokal. Harganya pun bervariasi,
berkisar minimal Rp 30.000 per meter (ada yang dijual
meteran) untuk kain dengan kandungan sutera 50
persen, dan rata-rata sekitar Rp 40.000- Rp 70.000 per
meter untuk kain sutera asli.
Dengan jumlah produksi tersebut, dalam sebulan Baji
mampu memperoleh omzet sekitar Rp 200 juta hingga
Rp 250 juta. Jumlah yang cukup besar untuk ukuran
entrepreneur sekelas Baji.
Di sebuah rumah produksi bertempat di jalan Andi Baso
no. 4 Sengkang Wajo, Sulawesi Selatan H. Baji HMI,
bersama dengan 70 dari 100 karyawannya (awalnya
hanya mempekerjakan enam karyawan), mengembang-
kan usaha pertenunan dan butik yang dinamakan Losari
Silk. Beliau mengembangkan sistem plasma dengan
pengrajin-pengrajin lain di sekitarnya. Ia menyiapkan
bahan baku bagi mereka untuk diolah menjadi bahan
jadi, untuk dibeli kembali hasilnya, dikumpulkan guna
dijadikan pakaian jadi dan dikirim ke pulau Jawa.
Pemasaran ke Jawa lebih cepat, karena barang yang
dikirim juga termasuk bahan setengah jadi yang diubah
Semangat untuk
tetap maju dan
berkembang melalui
pembiayaan BNI
Pengusaha sutera
WajoSulawesi Selatan
16
17
Cat
atan
Gem
ilan
g s
ebu
ah
Pe
rja
lan
an
Ke
mit
raa
n
Kepercayaan Bank Nomor Satu
Berawal dari usaha pembuatan perabotan dan boks speaker skala kecil pada tahun 1980-an di
Bogor Jawa Barat, Perusahaan yang dikomandani Bapak Eddy Gunawan memulai usahanya. Pada
perjalanannya, beliau mendapat pesanan 300 buah meja belajar dari sebuah perusahaan. Untung
tak dapat diraih malang tak dapat ditolak, pesanan yang telah diselesaikannya dikembalikan karena
satu dan lain hal. Dalam kebingungannya, Bapak Eddy Gunawan memutuskan untuk menjual meja-
meja belajar tersebut ke beberapa toko mebel di Bogor. Tanpa disangka-sangka, 300 meja belajar
tersebut terjual habis hanya dalam waktu 2 minggu.
Peristiwa tersebut menjadi titik balik bagi usaha Bapak Eddy Gunawan. Kemudian seiring dengan
perkembangan usahanya ia mulai berkenalan dengan pihak perbankan, dalam hal ini BNI, untuk
membantu pendanaan usahanya. Pada tahun 1983, pihak BNI mengucurkan kredit sebesar 25 juta
rupiah. Dalam kesempatan tersebut pihak BNI juga menyarankan Bapak Eddy Gunawan untuk
membentuk badan usaha agar usahanya terlegitimasi secara hukum, maka pada tanggal 29
November 1983 berdirilah PT Cahaya Sakti Furintraco.
Hubungan kami
bagaikan hubungan
suami dan istri
PT Cahaya Sakti Furintraco
Eddy Gunawan BogorJawa Barat
Adanya sinergi antara pendanaan perbankan, sistem
manjemen dan produksi yang tepat guna, menjadikan PT
Cahaya Sakti Furintraco, yang lebih dikenal masyarakat
melalui produk furnitur knockdown Olympic, kemudian
tumbuh menjadi sebuah perusahaan produksi berskala
besar dan kompleks dengan jangkauan distribusi sampai
ke mancanegara.
Pada tahun 2004 perusahaan ini telah berhasil meraih
55,5% pangsa pasar Indonesia, memiliki 50 kantor
cabang dan melayani lebih dari 50.000 toko ritel.
Didukung oleh fasilitas produksi modern yang berdiri di
atas lahan seluas kurang lebih 16 hektar di Bogor Jawa
Barat, dewasa ini kapasitas produksi Olympic yang
sebagian besar dibangun dari komponen-komponen
lokal telah mencapai lebih dari 2,4 juta unit pertahun.
Produknya terdiri dari produk-produk furnitur rumah
tangga dan kantor seperti tempat tidur, lemari pakaian,
rak TV dan lain-lain. Olympic menawarkan ratusan desain
yang memiliki daur hidup lebih lama dibandingkan
dengan desain rata-rata produk sejenis lainnya. Pada
tahun yang sama PT Cahaya Sakti Furintraco telah
memiliki omset sebesar 681 milyar rupiah dengan total
aset yang mencapai 421 milyar rupiah.
Aneka keberhasilan dan penghargaan yang diperoleh PT
Cahaya Sakti Furintraco adalah buah dari sebuah kerja
keras, kedisiplinan dan kecermatan dalam memadukan
segenap sumber daya yang dimilikinya dengan
permintaan pasar yang ada. Dari sisi keuangan dan
permodalan, PT Cahaya Sakti Furintraco mempercayakan
sepenuhnya pendanaan perusahaannya kepada pihak
BNI, hal ini terutama disebabkan hubungan harmonis
yang telah terjalin di antara kedua belah pihak sejak
perusahaan ini berdiri.
Menghadapi krisis ekonomi tahun 1997, perusahaan,
yang memang telah cukup efisien ini, menerapkan
kebijakan efisiensi yang sangat ketat di semua lini
perusahaan sehingga ditambah dengan solusi keuangan
BNI seperti yang sangat membantu, perusahaan ini dapat
melalui krisis dengan baik.
Tawaran yang menggiurkan dari berbagai bank datang
silih berganti, namun Pak Eddy Gunawan, selaku CEO
mengaku tetap setia dengan BNI. Baginya hubungan
dengan BNI bagaikan hubungan suami istri. Baginya BNI
adalah mitra yang telah teruji di kala susah dan senang.
Satu ketika perusahaan ini mengalami musibah
kebakaran, saat itu bank-bank lain langsung menarik dan
membekukan fasilitas kreditnya kepada PT Cahaya Sakti
Furintraco. Namun, tidak demikian halnya dengan BNI,
yang malah memberikan fasilitas bridging financing
kepada PT Cahaya Sakti Furintraco. Sungguh suatu hal
yang tidak diduga-duga sebelumnya. Akibatnya Pak Eddy
Gunawan langsung mengalihkan seluruh urusan
perbankannya kepada BNI.
Menyadari pentingnya pemenuhan permintaan
konsumen, PT Cahaya Sakti Furintraco juga memasarkan
produk sejenis dengan merk yang berbeda, seperti Solid
Furniture, Albatros, Procella, Olympia, Jaliteng, Grafier
dan Audio Pro. Untuk lebih memperluas jangkauan
distribusi produk-produknya, PT Cahaya Sakti Furintraco
juga membuka program franchise yang sudah berjalan di
beberapa kota besar di Indonesia.
Menghadapi persaingan yang kian meningkat, terutama
dengan masuknya produk-produk buatan China,
PT Cahaya Sakti Furintraco terus melakukan inovasi
dalam hal desain dan mutu. Khusus dalam hal desain,
PT Cahaya Sakti Furintraco telah menghasilkan 2400
macam produk yang masih diproduksi sampai saat ini.
Saat ini PT Cahaya Sakti Furintraco telah memiliki 14
anak perusahaan, dengan dukungan finansial dan
manajemen yang semakin baik, visi PT Cahaya Sakti
Furintraco untuk menjadi perusahaan furnitur terbesar
dengan penjualan terluas di Indonesia, untuk memimpin
pasar dalam era globalisasi yang didukung oleh
organisasi yang dinamis dan progresif di semua aspek
bukan hal yang mustahil untuk terwujud.
Bapak Eddy berharap hubungannya dengan pihak BNI
dapat terus berjalan dengan baik. Pada kesempatan lain
ia juga berharap, BNI dapat meningkatkan kekompakan
dan kerja sama tim agar pelayanan BNI dapat terus
ditingkatkan.
18
19
Cat
atan
Gem
ilan
g s
ebu
ah
Pe
rja
lan
an
Ke
mit
raa
n
Dodol Picnic, pintar menyiasati pasar
GarutJawa Barat
Ato Hermanto
Dodol Picnic
Sepuluh tahun setelah merdeka, tidak banyak orang
yang tahu dodol garut, makanan tradisional asal Garut,
Jawa Barat yang berasal dari campuran beras ketan dan
gula. Kini, bila kita dengan mudah bisa menemui
makanan ini di pasar tradisional hingga supermarket, itu
adalah buah kesuksesan satu strategi pemasaran jitu.
Salah satunya Dodol Picnic. Adalah Iton Damiri, yang
memulai usaha ini pada tahun 1949. Ia ingin menjadikan
dodol sebagai makanan orang kota. Kala itu di Bandung
terdapat Toko Picnic, pusat jajanan terkenal yang
menyediakan makanan ringan impor. Pembelinya adalah
kalangan berkantong tebal. Iton berambisi menitipkan
dagangan di toko tersebut. Pada 1957, timbulah ide dari
Aam Mawardi, adik Iton untuk membuat dodol merek
Picnic. "Cara ini ternyata bisa menarik hati pemilik toko.
Mereka mau karena merasa ada orang mau bersusah-
susah membuatkan produk bermerek tokonya," ucap
Ato Hermanto (46), Direktur PT. Herlinah Cipta Pratama,
generasi kedua produsen Dodol Picnic sekarang.
Penganan ini mulai dikenal masyarakat di luar Garut.
Saat Toko Picnic bangkrut, Dodol Picnic telah terkenal
dan pemasarannya menyebar ke pelosok negeri.
Usaha memperkenalkan dodol juga ditempuh melalui
toko-toko buah di Bandung. Hasilnya Dodol Picnic makin
dikenal sehingga permintaan terus meningkat. Bahkan
sejak 1969, dodol tersebut mulai dipasarkan di luar Jawa.
Kemajuan yang dialami mendorong untuk didirikannya
perusahaan yang relatif lebih besar. Pabrik modern 2berdiri 1979 dengan luas kira-kira 5.000 m di Jalan
Pasundan No. 102 Garut. Kini Herlinah Cipta Pratama
telah mempekerjakan tak kurang 200 karyawan dengan
kapasitas produksi 1.800 ton perbulan.
Usaha yang terus berkembang ini, membuat Herlinah
Cipta Pratama memerlukan tambahan modal. BNI adalah
bank pertama yang dituju pabrik dodol ini sebagai
tempat mendapatkan pinjaman. "Saat ini kami telah
dipercaya BNI untuk menerima kredit sebesar Rp 1,5
miliar. “Hubungan dengan BNI juga telah terjalin sejak
puluhan tahun lalu. "BNI sangat familiar terhadap kami.
Karena hubungan yang telah begitu lama terjalin, kami
jadi seperti keluarga."
Ato yang semula berniat membuka usaha sendiri di
bidang kesenian rupanya cukup bertangan dingin dalam
mengelola perusahaan. Krisis ekonomi 1998 justru
menjadi berkah bagi perusahaannya. "Itu karena tiba-
tiba makanan seperti coklat dan produk impor lain hilang
dari pasar, ia mendapat banyak pesanan. Di saat itulah ia
justru menambah pinjaman ke BNI guna pengembangan
usaha. Bersama BNI, perusahaan ini melewati masa krisis
ekonomi dengan baik. Bagi ayah dua putra ini,
keberhasilannya sekarang tidak terlepas dari kesetiaan
BNI dalam mambantunya.
"BNI sangat
familiar terhadap
kami. Karena
hubungan yang
telah begitu lama
terjalin, kami jadi
seperti keluarga." Edy Saputra
PalembangSumatera Selatan PT. Gading Cempaka Graha
Jangan Sampai Disumpahi Masyarakat
Edy Saputra tidak dilahirkan di keluarga yang berada. Bahkan seringkali masa kecilnya dilalui
dengan penuh keprihatinan. Berbekal kejujuran dan keyakinan, pria yang tak menamatkan
bangku sekolah menengah atas itu mampu membawa PT. Gading Cempaka Graha sebagai
perusahaan kontraktor papan atas di wilayah Sumatera Selatan .
Selama 29 tahun
berhubungan dengan Bank
BNI, Edy Saputra telah
menganggap BNI sebagai
anggota keluarganya sendiri.
"Kami tetap setia".
20
21
Cat
atan
Gem
ilan
g s
ebu
ah
Pe
rja
lan
an
Ke
mit
raa
n
Kini, kelompok bisnis yang berdiri pada 1968 itu telah
berkembang dan melahirkan anak usaha baru, yakni PT.
Putri Manunggal Mandiri dan CV. Ramona sembari terus
mengembangkan sayapnya ke sektor perkebunan dan
properti. Ketika baru berdiri, orang tua Edy mendapat
proyek untuk membangun pasar di Palembang, pada
1969-1970. Ketika proyek itu selesai, pemerintah
ternyata tak memiliki dana. Orang tua Edy nyaris tak
mampu lagi meneruskan usahanya. Tanpa mengenal
lelah, orang tua Edy pun berusaha mendekati pejabat
daerah untuk menyelesaikan pembayaran proyek
tersebut. Alhasil, gubernur Sumatera Selatan saat itu
sepakat membayar proyek dengan dump truck.
Berbekal dump truck itu, PT Gading Cempaka (saat itu
masih CV) mulai aktif mengerjakan proyek jalan di kota
Palembang dan sekitarnya. Di bawah pimpinan Edy
Saputra, perusahaan keluarga itu mampu mengerjakan
proyek bernilai di atas Rp 100 miliar. Bersama anggota
keluarga lainnya, anak pertama dari 10 bersaudara itu
bahu membahu menjalankan usaha. Saat ini, pengelola
perusahaan itu sudah mulai beralih ke generasi ketiga.
Putra beliau, Jony Saputra, mulai aktif meneruskan bisnis
keluarga yang dirintis sang kakek.
Meski tak tamat sekolah menengah atas, Edy sangat
mengutamakan pendidikan bagi anak-anaknya, ia selalu
menekankan pentingnya ilmu untuk kehidupan dan
masa depan. Dalam mendidik anak-anaknya, Edy
meneruskan amanat orang tuanya. Setidaknya ada tiga
prinsip yang tetap dia pegang teguh dalam kehidupan.
Pertama, jangan dendam. Kedua, bertanggung jawab
atas semua hal. Ketiga, jangan merasa diri tinggi. "Saya
tak pernah meminta kaya kepada Tuhan. Kami hanya
minta hidup yang lebih baik," tegas dia.
Sebagai warga keturunan etnis Tionghoa, Edy memiliki
kesadaran untuk senantiasa menjaga keharmonisan
hubungan dengan lingkungannya. Dengan keramahan
dan rendah hati ia berhasil menjaga hubungan dengan
masyarakat. "Soal jiwa nasionalisme, kami bisa diuji
selama lima generasi. Saya berusaha," tandas Edy.
PT. Gading Cempaka yang juga bekerjasama dengan PT.
Nindya Karya itu kini dipercaya untuk menggarap
proyek-proyek jalan di daerah Sumatera Selatan dengan
nilai sebesar Rp 130 miliar setelah berhasil
memenangkan tender terbuka. Sebelumnya PT Gading
Cempaka juga telah banyak menggarap proyek jembatan
dan membangun perumahan bagi transmigran.
Edy sangat menekankan pentingnya menjaga mutu
proyek. Dengan prinsip tersebut beliau praktis tak pernah
mendapatkan masalah berarti selama menjalankan bisnis
lebih dari 30 tahun, bahkan tahun 2007 mendatang, PT.
Gading Cempaka Graha akan menangani proyek jalan
lintas timur Sumatera dengan nilai ratusan miliar rupiah.
Edy Saputra mengakui keberhasilan usahanya tak
terlepas dari bantuan BNI. Edy Saputra pertama kali
mendapatkan kucuran kredit dari BNI sebesar Rp 15 juta
pada bulan Maret 1978. Jumlah ini terus meningkat,
hingga saat ini, total pinjaman termasuk bank garansi
kelompok usaha itu di BNI mencapai Rp 34,5 miliar.
Selama 29 tahun berhubungan dengan BNI, Edy Saputra
telah menganggap BNI sebagai anggota keluarganya
sendiri. "Kami tetap setia. Selama ini, kami belum
pernah menemukan hambatan birokrasi yang berarti,"
kilah dia.
Meski begitu, Edy juga berharap pimpinan BNI bisa lebih
memperhatikan daerah dengan memberikan
kewenangan yang lebih besar kepada pimpinan BNI di
daerah. Selama ini bila debitur ingin mengajukan kredit
lebih dari Rp 20 miliar, ia harus mengurusnya di Jakarta.
"Alangkah baiknya bila bisa diselesaikan di daerah.
Dengan demikian, kita bisa lebih efisien," tutur pria yang
gemar membaca buku dan koran itu.
Untuk menunjang kelanjutan usahanya, Kelompok usaha
Gading Cempaka Graha telah memulai usaha baru di
bidang perkebunan kelapa sawit dan properti. Kelompok
bisnis itu telah memiliki 10.000 hektar lahan di Ogan
Komering Ilir, Sumatera Selatan. Pada tahap awal, lahan
yang akan ditanami adalah sekitar 1.000 - 3.000 hektar.
Di sektor properti, kelompok usaha itu juga telah
memiliki lahan siap bangun.
Untuk mengembangkan usaha itu, Edy tak memaksakan
putranya untuk menanganinya. Bila memang sang anak
mencintai pekerjaan itu, dia akan mendukungnya.
"Hidup ini simple. Kalau ingin mencapai tujuan tentu
memperhitungkan untung rugi tapi jangan serakah.
Kalau kita jujur dibarengi nasib, kemauan, kemampuan,
dan keseriusan, Insya Allah berhasil," tutur Edy.
Selalu ada Berkah di Balik Musibah
Setelah peristiwa tenggelamnya kapal milik keluarga
Sumiyati Susiana pada tahun 1993 lalu, Ibu Susi,
demikian ia biasa disapa, beserta suaminya Tisono
langsung memilih membesarkan bisnis di bidang
perdagangan barang kelontong yang sudah dijalaninya
sejak lama.
Usaha Ibu Susi dimulai dengan pinjaman dari BNI guna
mendapatkan Kredit Modal Kerja (KMK) sebesar Rp 50
juta, yang digunakan sebagai tambahan modal usaha.
Seiring dengan perkembangan bisnisnya, maka kredit
yang diterima pun meningkat secara signifikan, sehingga
didapat tambahan fasilitas kredit sebesar Rp 125 juta
pada tahun 2002 (sekarang tak kurang Rp 400 juta
kredit bisa diterimanya).
Sumiyati Susiana
Toko kelontong "GLORY"
namun dengan bekal pengalaman dan ditunjang lokasi
usaha di kawasan pemukiman kelas menengah atas yang
cukup strategis, semua itu dapat diatasinya.
Apalagi, toko ini memiliki pelanggan tetap, sehingga
usahanya dapat berjalan dengan lancar. Tak heran jika
usaha Ibu Susi dinilai layak oleh pihak BNI untuk diberi
pinjaman kredit hingga mencapai Rp 400 juta, atas
ketepatannya membayar cicilan, di samping kejujurannya
dalam menggunakan pinjaman, dan sikapnya yang
kooperatif lagi terbuka dalam memberikan data-data
untuk fasilitas kreditnya, ia memperoleh predikat
Kolektibilitas 1 (lancar).
Salah satu alasan mengapa ia tidak mau berpaling dari
BNI, adalah kemudahan yang diberikan BNI dalam
melakukan transaksi apapun. Seperti tidak perlunya antri
berjam-jam menunggu giliran dan mudahnya menyetor
uang serta mengajukan kredit. Ibu Susi menganjurkan
agar bank yang satu ini senantiasa berbenah
memperbaiki diri agar para nasabah tidak berpaling ke
bank lain. Ia juga berharap agar tingkat suku bunga
kredit dapat diturunkan agar margin keuntungan yang
diperoleh lebih baik, mengingat rencananya untuk
mengembangkan usaha ini.
SemarangJawa Tengah
Salah satu alasan
mengapa ia tidak
mau berpaling dari
BNI, adalah
kemudahan yang
diberikan dalam
melakukan transaksi
apapun
Toko kelontong "GLORY" yang berada di Jl. Puri
Anjasmoro Blok B-1 No. 19 Semarang itu, hampir tak
pernah sepi dari para pembeli. Dibantu oleh empat
orang karyawan, usaha yang dikelola sejak tahun 1990
ini tidak hanya melayani pembeli sembako dari Semarang
dan sekitarnya saja, namun sesekali juga menerima
pesanan dari rekanannya di Ketapang. Meskipun
persaingan bisnis di sekitar usaha ini cukup ketat,
22
23
Cat
atan
Gem
ilan
g s
ebu
ah
Pe
rja
lan
an
Ke
mit
raa
n