20
J akarta menjadi tuan rumah Kongres Nasional Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (KOPAPDI) XIV. Pertemuan akbar dokter-dokter yang tergabung dalam PAPDI ini diselenggarakan pada 11-14 November 2009 dengan menempati tiga hotel, yaitu Hotel Grand Indonesia Kempinski, Hotel Grand Hyatt dan Hotel Sahid Jaya. Penunjukan Jakarta sebagai tuan rumah telah ditetapkan tiga tahun lalu ketika KOPAPDI XIII di Palembang. Event tiga tahunan ini dipadati berbagai agenda acara. Ada simposium ilmiah, rapat organisasi, laporan pertang- gungjawaban Ketua Umum PAPDI periode 2006-2009 oleh DR. Dr. Aru W. Sudoyo, SpPD, K-HOM, FACP, dan pemilihan ketua yang baru periode 2009 – 2012. Selain itu, pada KOPAPDI XIV ini ada prosesi pemberian gelar FINASIM kepada anggota PAPDI yang telah memenuhi syarat menjadi Fellow. Menurut Dr. Aru, begitu biasa disapa, pada periode kepengurusannya, selain meneruskan program tetap, juga ada kegiatan-kegiatan baru, seperti P2KB, pemberian Fellow, roadshow ilmiah ke cabang-cabang di daerah, dan lain-lain. Mengingat PAPDI ini cukup besar, Dr. Aru lebih terkonsentrasi pada konsolidasi anggota. Ia menyambangi anggota- anggota PAPDI di daerah dengan mengadakan rapat organisasi di cabang sekaligus seminar ilmiah. Di penghujung kepemimpinannya untuk periode 2006-2009, ia merasa senang dengan dicapainya titik temu perbedaan antara PAPDI dan PERKI. Hal itu dilakukan dalam bentuk Penandatanganan Perjanjian Kesepakatan Bersama antara PAPDI dan PERKI, di ruang pertemuan PB IDI, 6 Oktober 2009 lalu. ”Ini adalah program yang besar,” imbuh dok- ter yang menerima Fellow dari American College of Physicians (ACP) ini. (HI) Harapan dan Tantangan PAPDI Masa Depan Harapan dan Tantangan PAPDI Masa Depan Susunan Redaksi: Penanggung Jawab: DR. Dr. Aru W. Sudoyo, SpPD,K-HOM,FACP • Pemimpin Redaksi: Dr. Cosphiadi Irawan, SpPD,K-HOM • Bidang Materi dan Editing: Dr. Indra Marki, SpPD; Dr. Sally A. Nasution, SpPD; Dr. Ari Fahrial Syam, SpPD,K- GEH,MMB; Dr. Ika Prasetya Wijaya, SpPD • Koresponden: Cabang Jakarta, Cabang Jawa Barat, Cabang Surabaya, Cabang Yogyakarta, Cabang Sumut, Cabang Semarang, Cabang Padang, Cabang Manado, Cabang Palembang/Sumbagsel, Cabang Makassar, Cabang Bali, Cabang Malang, Cabang Surakarta, Cabang Riau, Cabang Kaltim, Cabang Kalbar, Cabang Dista Aceh, Cabang Kalsel, Cabang Palu, Cabang Banten, Cabang Bogor, Cabang Purwokerto, Cabang Lampung, Cabang Kupang, Cabang Jambi, Cabang Kepulauan Riau, Cabang Gorontalo, Cabang Cirebon, Cabang Maluku, Cabang Papua, Cabang Maluku Utara, Cabang Bekasi, Cabang Nusa Tenggara Barat, Cabang Depok • Sekretariat: Dr. Triana Puspita Dewi, M.Kes (Sekretaris Eksekutif PAPDI); Sdr. M. Muchtar; Sdri. Siti Romlah; Sdr. Husni; Sdr. M. Yunus • Alamat: PB PAPDI Lt. 2 Departemen Penyakit Dalam, FKUI/RS Dr. Cipto Mangunkusumo Jl. Diponegoro 71 Jakarta 10430, Telp. (021) 31931384, Faks. (021) 3148163 • E-mail: [email protected] Edisi 15 Oktober 2009 PAPDI-PERKI: Kesepakatan Untuk Saling Menghargai ”Tak Cukup Hanya Besar, PAPDI Harus Kuat dan Solid” Kepingan Perjalanan Selama 52 Tahun Geliat Internis di Daerah Tak Ada Kata Terlambat untuk Wujudkan Cita-cita Problema Diagnostik pada Kasus Tumor Mediastinum Modalitas Non Invasif untuk Diagnosis Fibrosis Hati Tatalaksana Primary Viral Pneumonia Akibat Influenza A Baru H1N1 PAPDI Medical Relief: Internis untuk Ibu Pertiwi 3 5 6 9 12 14 15 16 18

Halo Internis Edisi 15; Harapan & Tantangan PAPDI Masa Depan_2

Embed Size (px)

DESCRIPTION

a

Citation preview

Page 1: Halo Internis Edisi 15; Harapan & Tantangan PAPDI Masa Depan_2

Jakarta menjadi tuan rumah Kongres Nasional Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (KOPAPDI)XIV. Pertemuan akbar dokter-dokter yang tergabung dalam PAPDI ini diselenggarakan pada 11-14 November 2009dengan menempati tiga hotel, yaitu Hotel Grand Indonesia Kempinski, Hotel Grand Hyatt dan Hotel Sahid Jaya.

Penunjukan Jakarta sebagai tuan rumah telah ditetapkan tiga tahun lalu ketika KOPAPDI XIII di Palembang.Event tiga tahunan ini dipadati berbagai agenda acara. Ada simposium ilmiah, rapat organisasi, laporan pertang-

gungjawaban Ketua Umum PAPDI periode 2006-2009 oleh DR. Dr. Aru W. Sudoyo, SpPD, K-HOM, FACP, dan pemilihanketua yang baru periode 2009 – 2012. Selain itu, pada KOPAPDI XIV ini ada prosesi pemberian gelar FINASIM kepadaanggota PAPDI yang telah memenuhi syarat menjadi Fellow.

Menurut Dr. Aru, begitu biasa disapa, pada periode kepengurusannya, selain meneruskan program tetap, juga adakegiatan-kegiatan baru, seperti P2KB, pemberian Fellow, roadshow ilmiah ke cabang-cabang di daerah, dan lain-lain.Mengingat PAPDI ini cukup besar, Dr. Aru lebih terkonsentrasi pada konsolidasi anggota. Ia menyambangi anggota-anggota PAPDI di daerah dengan mengadakan rapat organisasi di cabang sekaligus seminar ilmiah.

Di penghujung kepemimpinannya untuk periode 2006-2009, ia merasa senang dengan dicapainya titik temuperbedaan antara PAPDI dan PERKI. Hal itu dilakukan dalam bentuk Penandatanganan Perjanjian Kesepakatan Bersamaantara PAPDI dan PERKI, di ruang pertemuan PB IDI, 6 Oktober 2009 lalu. ”Ini adalah program yang besar,” imbuh dok-ter yang menerima Fellow dari American College of Physicians (ACP) ini. (HI)

Harapan dan TantanganPAPDI Masa DepanHarapan dan TantanganPAPDI Masa Depan

Susunan Redaksi: Penanggung Jawab: DR. Dr. Aru W. Sudoyo, SpPD,K-HOM,FACP • Pemimpin Redaksi: Dr. Cosphiadi Irawan, SpPD,K-HOM • Bidang Materi dan Editing: Dr. Indra Marki, SpPD; Dr. Sally A. Nasution, SpPD; Dr. Ari Fahrial Syam, SpPD,K-GEH,MMB; Dr. Ika Prasetya Wijaya, SpPD • Koresponden: Cabang Jakarta, Cabang Jawa Barat, Cabang Surabaya, Cabang Yogyakarta, Cabang Sumut, Cabang Semarang, Cabang Padang, Cabang Manado, Cabang Palembang/Sumbagsel, Cabang Makassar,Cabang Bali, Cabang Malang, Cabang Surakarta, Cabang Riau, Cabang Kaltim, Cabang Kalbar, Cabang Dista Aceh, Cabang Kalsel, Cabang Palu, Cabang Banten, Cabang Bogor, Cabang Purwokerto, Cabang Lampung, Cabang Kupang, Cabang Jambi, CabangKepulauan Riau, Cabang Gorontalo, Cabang Cirebon, Cabang Maluku, Cabang Papua, Cabang Maluku Utara, Cabang Bekasi, Cabang Nusa Tenggara Barat, Cabang Depok • Sekretariat: Dr. Triana Puspita Dewi, M.Kes (Sekretaris Eksekutif PAPDI); Sdr. M.Muchtar; Sdri. Siti Romlah; Sdr. Husni; Sdr. M. Yunus • Alamat: PB PAPDI Lt. 2 Departemen Penyakit Dalam, FKUI/RS Dr. Cipto Mangunkusumo Jl. Diponegoro 71 Jakarta 10430, Telp. (021) 31931384, Faks. (021) 3148163 • E-mail: [email protected]

Edisi 15 Oktober 2009

PAPDI-PERKI: KesepakatanUntuk Saling Menghargai”Tak Cukup Hanya Besar,PAPDI Harus Kuat dan Solid”Kepingan PerjalananSelama 52 Tahun

Geliat Internis di DaerahTak Ada Kata Terlambatuntuk Wujudkan Cita-citaProblema Diagnostik padaKasus Tumor MediastinumModalitas Non Invasif untukDiagnosis Fibrosis HatiTatalaksana Primary ViralPneumonia AkibatInfluenza A Baru H1N1PAPDI Medical Relief:Internis untuk Ibu Pertiwi

3569

1214151618

Page 2: Halo Internis Edisi 15; Harapan & Tantangan PAPDI Masa Depan_2

Halo INTERNIS Edisi 15 Oktober 2009Sekapur Sirih

Salam Sejawat,

Sudah lebih dari setengah abad perjalanan panjangPAPDI (Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit DalamIndonesia), diawali oleh Prof. Biran pada tahun 1957yang mulai mengangkat ide pembentukan perhimpunanseprofesi. Namun demikian PAPDI baru berhasil me-

nyelenggarakan kongres pertamanya pada tahun 1971, denganketuanya Prof. Utoyo Sukaton. Rentang waktu yang cukup pan-jang tersebut pernah dikomentari oleh salah seorang ketuaPAPDI terdahulu bahwa “PAPDI pernah mati suri”. Itulah seke-lumit perjalanan awal yang penuh dinamika dan tantangan sam-pai saat ini, yang mewarnai sejarah dan kiprah organisasi ini,baik yang datang dari dalam maupun dari pihak di luar PAPDI.Tim redaksi mengangkat tema Harapan dan Tantangan PAPDIMasa Depan sebagai topik utama Halo Internis edisi 15 kali ini.

Tajuk Sorot Utama kali ini juga mengulas pemikiran ketuaPB PAPDI saat ini bahwa anggota organisasi profesi ini tidakhanya mempunyai jumlah yang besar tapi juga harus kuat dansolid, dengan semangat kebersamaan dan profesionalismeyang didukung oleh loyalitas yang tinggi, sehingga fokus utamapada era kepengurusan 2006 – 2009 ini adalah melakukankonsolidasi anggota dan pengembangan cabang di seluruh In-donesia. Dimana telah terbentuk 13 cabang PAPDI baru, mulaidari Kepri sampai Papua. Salah satu kegiatan yang telah dila-kukan adalah Road Show ke seluruh Indonesia.

Ditengah tantangan yang begitu besar bagi anggota PAPDIuntuk mempertahankan kompetensinya —khususnya Kardio-

logi dan Pulmunologi—, maka keberhasilan penanandatangan-an kesepakatan perjanjian bersama antara PAPDI dan PERKIuntuk saling mengakui eksistensi dan saling menghormatiprofesi masing-masing, adalah salah satu prestasi yang dica-pai oleh kepengurusan PB PAPDI periode saat ini dan patutdisyukuri.

Untuk semakin melengkapi dan sekaligus menyongsongKOPAPDI XIV, maka tidak lupa diangkat sekelumit kisah paraketua PB PAPDI terdahulu. Topik lain yang kami tampilkanadalah kiprah para internis didaerah sampai kepada peraninternis pada saat bencana (peristiwa gempa Padang 2009).Sedangkan profil PAPDI kali ini akan diisi oleh seorang Prof.DR. Dr. Harun Alrasyid Damanik, SpPD, SpGK yang tetap me-nunjukkan komitmen dan loyalitasnya sebagai seorang kon-sultan ahli penyakit dalam dan gizi klinik. Teknologi medisakan diisi tentang: Transient Elastografy oleh dr. Irsan Ha-san, sedangkan DR. dr. C. Martin Rumende, SpPD, K-P yangakan membekali kita dengan Tatalaksana Influenza A baruH1N1. Kolom baru berupa ilustrasi kasus akan semakinmemperkaya wacana keilmuan kita, yang kali ini menyorotimasalah diagnostik tumor mediastinum.

Seperti biasa edisi Halo Internis akan ditutup dengan beri-ta organisasi berupa kiprah PAPDI dan kabar PAPDI dari ber-bagai cabang.

Selamat membaca… Salam Redaksi

2

Redaksi menerima masukan dari sejawat, baik berupa kritik, saran, kirimannaskah/artikel dan foto-foto kegiatan PAPDI di cabang, yang dapat dikirimkanke:REDAKSI HALO INTERNISd/a. Sekretariat PB PAPDI, Departemen Ilmu Penyakit Dalam,Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jl. Diponegoro 71, Jakarta 10430, Telp. (021) 31931384, 31930808 ext. 6703, Faks. (021) 3148163E-mail: [email protected] SMS PB PAPDI : 0856 9578 5909

Foto bersama pengurus PAPDI dan PERKI serta Ketua UMUM PB IDI setelah penandatanganan Perjanjian Kesepakatan Bersama yangdilaksanakan di Ruang Pertemuan PB IDI pada 6 Oktober 2009. Dari kiri ke kanan adalah Dr. Herry C. Bastari, SpJP; DR. Dr. CzeresnaHeriawan Soejono, SpPD, K-Ger, MEpid; Dr. Ganesha M. Harimurti, SpJP; Dr. Anna Ulfah Rahayoe, SpJP; Dr. Bambang Setiyohadi, SpPD,K-R; Dr. Ari Fahrial Syam, MMB, SpPD, K-GEH; Prof. Dr. Lukman Hakim Makmun, SpPD, K-KV (berdiri dari kiri ke kanan), Prof. Dr.Harmani Kalim, SpJP; DR. Dr. Aru W. Sudoyo, SpPD, K-HOM, FACP; DR. Dr. Fachmi Idris, MKes; Dr. Sunarya Soerianata, SpJP(K); Prof.Dr. Zubairi Djoerban, SpPD, K-HOM (duduk dari kiri ke kanan).

Tim Redaksi Halo Internis: Dr. Cosphiadi Irawan, SpPD, K--HOM, Pimpinan Redaksi,Dr. Indra Marki, SpPD dan Dr. Sally A. Nasution, SpPD.

Penandatanganan Perjanjian Kesepakatan Bersama PAPDI dan PERKI

Page 3: Halo Internis Edisi 15; Harapan & Tantangan PAPDI Masa Depan_2

3Halo INTERNIS Edisi 15 Oktober 2009 Sorot Utama

Selasa, 6 Oktober lalu, ruang rapatPengurus Besar Ikatan Dokter In-donesia (PB IDI) yang semula he-ning, sontak riuh. Tingkah polahTom dan Jerry dalam adegan film

“The Truce Hurts” mengocok perut se-jawat yang ada di dalam ruang itu. Entahapa yang membuat sejawat dari PAPDIdan PERKI tak tahan menahan tawamenyaksikan aksi Tom dan Jerry berebutdaging.

Nonton bareng film kartun ini bagiandari acara penandatangan Perjanjian Ke-sepakatan Bersama antara PerhimpunanDokter Spesialis Penyakit Dalam Indone-sia (PAPDI) dengan Perhimpunan DokterSpesialis Kardiovaskular Indonesia (PER-KI). Perjanjian itu ditandatangani oleh Ke-tua Umum PB PAPDI, DR. Dr. Aru W. Su-doyo, SpPD, K-HOM. FACP serta KetuaKolegium PB PAPDI, Prof. Dr. ZubairiDjoerban, SpPD, K-HOM, dan KetuaUmum PP PERKI, Dr. Sunarya Soerianan-ta, SpJP(K), FIHA, serta Ketua KolegiumPP PERKI, Prof. Dr. Harmani Kalim, MPH,SpJP(K), FIHA.

Penandatanganan kesepakatan bersa-ma itu disaksikan oleh Ketua Umum PBIDI, DR. Dr. Fachmi Idris, MKes, ketua-ke-tua perhimpunan spesialis lain, danpengurus dan perwakilan daerah dariPAPDI maupun PERKI.

Format perjanjian itu dikemas singkatnamun sarat makna. Isinya, kedua per-himpunan tersebut menyadari perlu ada-nya kesepakatan untuksaling mengakui peranmasing-masing demi me-majukan bidang kardio-vaskular di Indonesia.Hal itu juga mencakupbeberapa nilai dan prin-sip dasar, yaitu salingmenghormati profesimasing-masing, yangnantinya menjadi dasarkerjasama dan peng-ambilan langkah-lang-kah konstruktif. Hal-halteknis yang berkaitandengan kedua perhim-punan itu akan ditentu-kan kemudian.

Seperti diketahui,perbedaan antaraPAPDI dan PERKI su-dah cukup lama. Apisengketa “warisan”para pendiri perhim-punan itu seolah-olah tak bisa dipa-damkan. Belakang-an, beberapa kaliupaya “rujuk” telahdilakukan oleh ke-dua pengurus per-himpunan tersebut,bahkan menteri se-kali pun pernah tu-run tangan menda-maikan. Namunmasih belum mene-mukan titik temu.

”Oleh karena itu, penandatangan kese-pakatan bersama yang terjadi hari ini me-rupakan momentum yang baik dan sa-ngat berarti bagi perjalanan dokter di In-donesia. Untuk itu saya ucapkan selamatdan sukses untuk kedua ketua perhim-punan itu,” kata Ketua Umum PB IDI, DR.Dr. Fachmi Idris, MKes yang menjadi sak-si dalam kesepakatan tersebut.

Kesepakatan bersama ini, kata Dr.Fachmi dalam sambutannya, suatu kenis-cayaan yang mesti diwujudkan demi ke-pentingan bangsa. Di luar, masyarakathanya mengenal dokter, bukan embel-em-bel spesialis yang disandangnya. Biladokter spesialis tertentu terkena kasus,sejatinya muka dokter yang tercoreng.Semestinya organisasi yang maju dapatmemelihara perbedaan. Tanpa ada perbe-daan pendapat, organisasi itu tidak di-

namis. Kendati demikian, hendaknya se-cara profesional segala perbedaan itu da-pat dijembatani dengan adanya konsen-sus bersama. “Konsensus antara PAPDIdan PERKI ini mesti di-jaga dan dihormati se-mua pihak,” ujar Dr.Fachmi yang mengakutelah 13 tahun menantikonsensus ini.

Menilik konteks per-janjian itu, Dr. Fachmimenilai sangat norma-tif, menyentuh dan fun-damental. Dengan ba-hasa yang ringkas dansingkat, perjanjian itutidak perlu diper ten-tangkan. Memang su-dah menjadi sifat dasar

manusia untuks a l i n gmenghormati satu sama lain-nya. Kesepakatan ini seyogya-nya tidak dipandang sebagaiselembar kertas yang kapansaja dapat disobek. Semogadapat ditindaklanjuti ke arahyang lebih konkrit dengan tetapberbasis untuk kepentinganmasyarakat,” ungkap Dr. Fach-mi penuh haru.

Soal teks kesepakatan yangringkas, DR. Dr. Aru W. Sudoyo,SpPD, K-HOM, FACP mengata-kan, hal itu meniru teks prokla-masi RI. Kendati hanya terdiridari tiga paragraf, namun diha-rapkan dapat menjadi landasankuat untuk duduk bareng menye-lesaikan persoalan-persoalan diantara kedua perhimpunan ini.“Kami memutuskan untuk mem-buat suatu kesepakatan yang se-singkat mungkin dengan sedikitperbedaan. Namun keputusan inidapat dipakai untuk dasar bersa-ma-sama. untuk membahas per-soalan-persoalan yang terjadi. Ka-mi membuat kesepakatan yangmirip dengan format teks prokla-masi, yaitu singkat, mengena danmemberikan napas untuk selanjut-nya. Hal-hal teknis akan dibicara-kan kemudian hari,” kata DR. Dr.Aru W. Sudoyo, SpPD, K-HOM,FACP pada sambutannya.

Tanpa kesepakatan ini, lanjut Dr. Aru,tak banyak yang dapat dibuat. Pasalnya,di antara kedua perhimpunan ini banyakkompetensi yang tumpang tindih. Untukitu, ia meminta para ketua kolegium du-duk bersama dengan dasar trust dan te-kad serta keinginan menyelesaikan per-bedaan ini. “Yang lebih penting adalahsemangat untuk memberikan pelayanankesehatan kepada masyarakat yang lebihbaik,” ujar dokter kelahiran WashingtonDC, 29 Juni 1951 silam ini.

Hal senada disampaikan juga oleh Dr.Sunarya Soeriananta, SpJP(K), FIHA da-lam sambutannya. Menurutnya kesepa-katan bersama ini sangat penting untukmemberikan pelayanan jantung yang opti-mal ke masyarakat. “Apalagi dalammenghadapi AFTA dan era globalisasi,dokter di Indonesia tidak bisa terpisah-pi-

sah, mereka harussatu barisan dan per-caya diri menyong-song era globalisasi,”jelas Ketua Umum PBPERKI ini.

Oleh karena itu,lanjut Dr. Sunarya, ke-sepakatan bersamayang telah ditandata-ngani ini mesti didu-kung. “Saya memintasemua sejawat agarsama-sama bisamengawal sosialisasiperjanjian ini pada ja-lur sebenarnya, kare-na ini merupakan te-

kad dan niat kedua perhimpunan untukmenyelesaikan berbagai masalah mulaidari pendidikan hingga pelayanan jan-tung,” tambahnya.

Tercapainya penandatanganan kese-pakatan bersama ini tak lepas dari peranberbagai sejawat, termasuk Prof. Dr.Bambang Hermani, SpTHT(K). AnggotaSenat Akademik FK UI yang turut berupa-ya keras memfasilitasi terbentuknya ke-sepakatan ini, mengaku sangat senangdengan ditandatanganinya kesepakatanbersama ini. “Apa yang terjadi hari ini me-rupakan babak baru dalam kedokteran diIndonesia. Semoga ini menjadi titik awaluntuk menjalin hubungan yang lebihbaik,” ujarnya.

Baik Dr. Aru maupun Dr. Sunarya me-ngakui perlunya dukungan berbagai pihakbaik dari IDI, ketua perhimpunan spe-sialis lain, ketua perhimpunan cabang didaerah dan seluruh anggota PAPDI danPERKI untuk menjaga dan mengamankankesepakatan ini. Kepada pihak-pihakyang masih berseberangan diharapkandapat melunak hatinya dan menerima ke-sepakatan ini. Dengan begitu, apa yangtelah diikrarkan dalam Sumpah DokterIndonesia, untuk memperlakukan temansejawat layaknya saudara kandung dapatterwujud. Sementara, Tom dan Jerry te-taplah bermusuhan secara alamiah da-lam serial kartun yang menghibur sekali-gus mengkritik.

(HI)

PAPDI-PERKI: Kesepakatan UntukSaling Menghargai

”Tanpa ada perahu bersama,takkan sampai ke pelabuhanyang dituju. Paling tidak selamahidup kita tidak melihat kertasini disobek di depan mata kita.”

Pengurus PAPDI dan PERKI setelah PenandatangananPerjanjian Kesepakatan Bersama di Kantor IDI.

Ketua Umum PB IDI, DR. Dr. Fachmi Idris, MKes

Page 4: Halo Internis Edisi 15; Harapan & Tantangan PAPDI Masa Depan_2

4 Halo INTERNIS Edisi 15 Oktober 2009Sorot Utama

Nonton bareng antara komunitas yang satu denganlainnya sudah lazim terdengar. Tapi bagaimanakahbila pengurus PAPDI dan PERKI nonton bareng?Boleh jadi ada sebagian dokter berpendapat mus-

tahil terjadi atau ada yang menganggap itu hal biasa. Nonton bareng pengurus PAPDI dan PERKI benar-be-

nar terjadi dan itu bukan hal yang biasa. Anehnya, ta-yangan yang ditonton bukan pertunjukan sepak bolaatau olah raga lain antar tim favorit, musik atau keseni-an bertaraf internasional, melainkan film kartun Tom AndJerry. Bagaimanakah suasananya? Ramai, penuh tawamenyaksikan ulah tokoh kartun yang akrab dengan anak-anak itu.

Suasana seperti itu mengiringi penandatanganan Per-janjian Kesepakatan Bersama antara PAPDI dan PERKI.Meski tampak tegang di awal prosesi penandatanganan,namun suasananya mencair ketika kedua perhimpunanyang berselisih paham sudah puluhan tahun itu melihattingkah pola Tom dan Jerry dalam serial yang bertema”The Truce Hurts”.

Peristiwa itu bukan sekadar nonton bareng, melain-kan ada makna tersirat yang mesti ditangkap. Prof. Dr.Lukman Hakim Makmun, SpPD, K-KV adalah orang yangmenggagas acara nonton bareng film kartun tersebutdan juga turut berperan dalam penandatanganan itu. Iamengaku secara spontan teringat film kartun ini ketikasedang rapat untuk menyiapkan acara penandatanganankesepakatan itu. Ia pun langsung melempar ide tersebutdalam rapat dan disetujui untuk diputar pada acarananti. ”Dulu saya pernah nonton film kartun ini bersamaanak-anak. Begitu banyak judul film Tom And Jerry, mem-buat saya berupaya keras mengingat kembali judul yangcocok untuk acara penandatanganan nanti,” kata Prof.Lukman mengenang.

Dengan bantuan internet, ia menjelajahi satu persatujudul serial kartun Tom And Jerry. Tiap judul dibaca sinop-sisnya kemudian diputar lewat situs pemutar Youtube.Singkat cerita, judul ”The Truce Hurts” pun ditemuinya. Iamencari CD film tersebut di Pondok Indah Mall. Namun

menjelang hari penandatanganan, CD tersebut belum jugadiperoleh. Akhirnya, Prof. Lukman meminta bantuan Dr.Eka untuk mendownloadnya dari internet. Dengan durasiwaktu yang singkat, film tersebut akan ditonton oleh seja-wat yang hadir.

Sebelum dipakai pada saat penandatanganan, ia me-mastikan film itu dalam kondisi baik. Prof. Lukman jugamenuliskan pesan yang tersirat dalam film tersebut un-tuk dibacakan diakhir penayangan. ”Agar pesan yang ter-sirat dalam film itu sampai dan ditangkap dengan per-sepsi yang sama, maka saya tulislah take home mes-sages ini,” katanya.

Film kartun itu diputar dalam suasana batin yang te-pat. Ketika yang berselisih paham merasa sama-samabenar, sulit mengatakan pihak ini benar, yang lain salah.Maka nasehatpun disampaikan dalam bentuk yang jena-ka, mengena, tepat sasaran, dan tetap dalam suasanasaling menghormati. Cerdas!

(HI)

Penandatanganan Perjanjian Kesepakatan Bersamaantara PAPDI dan PERKI merupakan usaha yang baikuntuk menyelesaikan perbedaan yang telah terjadibertahun-tahun. Kesepakatan ini jangan bersifat poli-

tis, yaitu hanya dirasakan pada tingkat top organisasisaja, tapi juga terasa imbasnya hingga anggota terutamayang di cabang-cabang dari kedua perhimpunan.

Hal demikian disampaikan Dr. Taufik Indrajaya, SpPD,K-KV, anggota PAPDI cabang Palembang, Sumatera Selatan.Dr. Indra appreciate kepada Ketua Umum PB PAPDI yangtelah memperjuangkan terwujudnya kesepakatan ini. Na-mun ia berharap, agar setelah penandatanganan ini, jugadibicarakan langsung langkah-langkah konkrit selanjutnyaagar persoalan-persoalan yang kerap ditemui, terutama diPalembang dapat segera diatasi. “Diperlukan lebih detaildari kesepakatan ini hingga pada tingkat operasionalnya.Jadi tidak sekadar politis saja,” ungkap Dr. Indra.

Lebih lanjut Dr. Indra menambahkan, hal-hal detaildari kesepakatan ini segera dibuat. Pasalnya, bila tidakdibuat lebih hingga tataran operasional nanti akan sulitditeruskan oleh generasi berikutnya. Bahkan, boleh jaditimbul persepsi yang berbeda yang timbul dari masing-masing perhimpunan terutama cabang-cabang di daerah.“ Hal ini sangat memungkinkan, mengingat kondisi ditiap-tiap cabang berbeda-beda,” ujarnya.

Di Palembang sendiri, lanjut Dr. Indra, perselisihan

kedua perhimpunan ini tidak terlalu kentara seperti di Ja-karta. Yang ada adalah perbedaan pendapat, dimana se-kelompok sejawat menganggap lebih kompeten dan yang

lain tidak. “Kami bekerja sesuai dengan kompetensiyang kami miliki, kami tidak peduli dengan penilaian me-reka karena yang menilai kompetensi kami adalah kole-gium,” ujarnya.

(HI)

Pertama Kali PAPDI-PERKI Nonton Bareng

Prof. Dr. Lukman Hakim Makmun, SpPD, K-KV

Dr. Taufik Indrajaya, SpPD,K-KV

Suasana nonton bareng pengurus PAPDI dan PERKI.

Dr. Taufik Indrajaya, SpPD, K-KV, PAPDI cabang Palembang

Perjanjian Kesepakatan Bersama ini Perlu Disosialisasikan ke Daerah

Page 5: Halo Internis Edisi 15; Harapan & Tantangan PAPDI Masa Depan_2

5Halo INTERNIS Edisi 15 Oktober 2009 Sorot Utama

Sekitar 3 tahun lalu, persisnya tang-gal 6 Juli 2006 di kota Palembang,DR. Dr. Aru W. Sudoyo, SpPD, K-HOM, FACP yang baru saja dino-batkan menjadi Ketua Umum PB

PAPDI periode 2006-2009 mengaku was-was menerima jabatan ini. Pasalnya, diapaham benar, begitu banyak hal yangharus dibereskan dalam menakhodai ger-bong organisasi ahli penyakit dalam un-tuk melalui waktu ke depan. “Ini merupa-kan tanggung jawab yang tidak bisa sayaelakkan,” katanya pada saat itu.

Dokter kelahiran Washington DC, Ame-rika ini menyadari, organisasi yang dipim-pinnya cukup besar, sehingga hal perta-ma yang dilakukannya saat itu adalahkonsolidasi anggota. Dia sangat inginmenjadikan PAPDI sebagai suatu organi-sasi yang kuat. Penataan organisasi ada-lah hal pertama yang mampir di pikiranDr. Aru. Ia mulai mendata anggota PAPDIhingga ke daerah-daerah terpencil. “Pen-dataan anggota ini sangat penting. Tanpadata yang lengkap, bagaimana bisamenggalang kekuatan,” ujar ahli hema-tologi-onkologi medik ini.

Kekuatan itu, salah satunya digalak-kan dengan membuka cabang-cabangPAPDI baru. Hingga kini, tak kurang ada34 cabang PABDI tersebar di seluruh In-donesia. Beberapa cabang baru yang di-buka antara lain PAPDI cabang Bekasi,Maluku Utara, Makasar, Lombok, Ku-pang, Tanah Papua dan sebagainya. “Se-panjang memenuhi syarat, pembukaancabang baru kami setujui,” ujar Dr. Aru.

Upaya memperluas cabang PAPDI kedaerah-daerah lain disambut hangat olehanggota, terutama internis di daerah. Dr.Eko Sudarmo DP, SpPD, Ketua PAPDI ca-bang Maluku Utara yang dilantik 13 Juni2009 lalu, misalnya, mengakui programitu sangat positif. Menurutnya, sebelumterbentuk PAPDI cabang Maluku Utara, iaharus menginduk ke PAPDI cabang Sema-rang dalam keanggotaan PAPDI. Kini, se-telah dibuka cabang Maluku Utara, inter-nis di sana dapat langsung mengontakJakarta dan berhubungan langsung de-ngan Dr. Aru. Tanggapan positif juga di-lontarkan oleh Dr. Samuel Baso, SpPDdari PAPDI cabang Papua yang juga barudibentuk, yang merasakan lebih mudah-

nya arus informasi sampai ke daerahnya. Dr. H. Chairul Radjab Nasution, SpPD,

K-GEH, MKes, yang duduk di Bidang Orga-nisasi dalam kepengurusan PB PAPDImengakui, pembukaan cabang baru da-

pat lebih menjangkau internis di daerahdan memudahkan bagi pengurus pusatuntuk mengetahui masalah-masalah yangterjadi di daerah tersebut. “Cabang-cabang ini harus dibina oleh PB pusat,”ujarnya.

Tujuannya, lanjut internis yang juga Di-rektur Utama RS Fatmawati ini, tidak lainagar lebih dapat menjalin persatuan dankesatuan di antara anggota PAPDI. Dr.Chairul, begitu biasa disapa, juga menga-takan bahwa pembentukan koordinatorwilayah diperlukan untuk mekanisme kon-solidasi dalam PAPDI.

Divisi yang Terkotak-kotak

Dr. Aru, masih kilas balik tiga tahun la-lu di Palembang, sempat melontarkanbahwa masing-masing divisi di penyakitdalam mulai menampakkan gejala meng-kotak-kotakkan diri. “Ini perlu diperte-gas,” ujarnya. “Maka, misi saya sejakawal baik sebagai pribadi maupun organ-isasi adalah meningkatkan rasa memilikisetiap anggota. Internis harus lebihmenggalang persatuan dan kesatuan,”ujar Dr. Aru.

Dr. Chairul juga mengakui, ada kecen-derungan dokter penyakit dalam lebih ber-orientasi ke sub spesialisasi sehingga or-ganisasi profesi PAPDI terlupakan. Pada-hal, seperti yang dikatakan Direktur Uta-ma RSUP Fatmawati, “Organisasi besarpayungnya adalah PAPDI,” katanya.

Dr. Aru pun menanggapinya dengan se-gera melakukan pembenahan dan konsoli-dasi bersama dengan tim pengurus PAPDI.Untungnya, pribadi-pribadi yang duduk dikepengurusannya pun dapat mendukungdan menyelaraskan gerak dalam kepengu-rusan PAPDI yang dibentuk 2006 lalu.Maka, Dr. Aru dan tim tidak bisa dudukdiam di Jakarta. Mereka ‘berkelana’ kedaerah-daerah, melakukan serangkaianprogram PAPDI. Usai pelaksanaan kegiat-an, dilanjutkan dengan pertemuan bersa-ma pimpinan cabang. “Saya bicara dalam

ruangan tertutup dan dalam suasana san-tai,” ujar anak diplomat ini. Pembicaraanyang dilakukan termasuk mengenai masa-lah-masalah yang dihadapi internis di dae-rah.

Dokter yang pernah menjabat sebagaiKepala Poliklinik Teratai RSCM ini menga-takan, kepemimpinannya dimatangkandengan berpergian ke daerah. Ia berujar,betapa internis sangat dibutuhkan olehrakyat. Dan internis itu, adalah internisgeneralis. “Di daerah saya melihat beta-pa pentingnya seorang internis generalisatau internis umum,” ujar Dr. Aru.

Dokter penyakit dalam harus menjadiseorang ahli medis yang handal yang da-pat mencakup semua spektrum. “Iniyang dibutuhkan rakyat kita. Karena,akan sangat tidak praktis jika pasien se-

tiap kali harus konsul ke spesialis ter-tentu. Ini menjadi tantangan kita. Harusterus diingatkan, bahwa ilmu penyakit da-lam menjadi payung dalam pengobatanpasien,” katanya. Tersebarnya ahli penya-kit dalam hingga ke daerah-daerah, mem-buat internis memiliki posisi yang strate-gis dalam peningkatan derajat kesehatanmasyarakat. Peran internis tidak bisa di-pandang sebelah mata.

Peran Internis yang Strategis

Peran dokter penyakit dalam di tanahair dalam beberapa penentuan kebijakan,harus lebih mendapat perhatian. Salahsatunya, seperti harapan yang diungkapDr. Chairul agar PAPDI disertakan dalampendistribusian ahli penyakit dalam di In-donesia. “Diperlukan masukan (dari PAP-DI) agar pendistribusian tersebut menjadilebih terarah,” ujar Konsultan Gastroen-terologi RSCM ini.

Sebagai organisasi yang besar, tentusaja banyak yang harus dihadapi PAPDI,seperti halnya peribahasa semakin tinggidan besar pohon, semakin banyak anginyang menggoyang. “Namun sejarah akanmencatat mereka yang melakukan per-juangan,” kata Dr. Aru. PAPDI harus lebihbersatu dan solid dalam menghadapi ber-bagai hal yang datang dari luar dan mam-pu menggalang kekuatan di dalam organi-sasi. Semangat kebersamaan dan profe-sionalisme yang didukung oleh loyalitasyang tinggi harus terus digalang.

Persatuan yang didengungkan Dr. Aru,sudah selayaknya dihayati oleh para ang-

”Tak Cukup Hanya Besar, PAPDI Juga Harus Kuat dan Solid”

”Semangat kebersamaan dan profesionalisme yangdidukung oleh loyalitas yang tinggi harus terus digalang.”

DR. Dr. Aru W. Sudoyo, SpPD, K-HOM, FACP

Pelantikan pengurus PB PAPDI periode 2006 – 2009 oleh Ketua PB IDI.

Page 6: Halo Internis Edisi 15; Harapan & Tantangan PAPDI Masa Depan_2

6 Halo INTERNIS Edisi 15 Oktober 2009Sorot Utama

beberapa generasi kepemimpinan, ge-sekan tersebut semakin terasa. AwalOktober lalu, PAPDI bertemu denganPERKI membuat kesepakatan menge-nai peran mereka masing-masing da-lam pelayanan kesehatan. Namun ja-lan masih panjang. “Masih banyakyang harus dilakukan oleh Dr. Aru,”ujar Prof. Dr. Slamet Suyono, SpPD,K-EMD mengomentari rekonsiliasi ter-sebut.

DR. Dr. Lugyanti Sukrisman, SpPD,K-HOM, yang duduk di bidang pengem-bangan profesi dalam kepengurusanPAPDI menyadari, salah satu hal yangharus secara kontinu dilakukan PAPDIadalah penyebaran informasi kepadapasien maupun masyarakat mengenaipenatalaksanaan penyakit yang harusdievaluasi secara menyeluruh. Selainitu harus diberikan pemahaman kepa-da semua pihak termasuk rekan seja-wat, bahwa bekerjasama bukan berartimenambah cost, namun memberikanyang terbaik untuk pasien. “Barangkalikita kurang dalam hal itu,” ujarnya. Da-lam kaitan dengan peningkatan profe-sionalisme anggota PAPDI, ia mengata-kan, “Roadshow yang dilakukan PAPDIsudah bagus, namun bisa lebih baik la-gi dengan menjangkau lebih banyakdaerah,” ujarnya.

(HI)

gota. Pasalnya, ke depan PAPDI akanmenghadapi banyak tantangan terma-suk masuknya dokter asing ke Indone-sia sebagai dampak globalisasi. Olehkarena itu, organisasi ini ke depan ha-rus menjaga komitmen, konsistensi,dan benar-benar bersatu. “Sesungguh-nya PAPDI itu besar dan tersebar di se-luruh Indonesia. Jadi sudah selayaknyalah PAPDI dilihat dan didengar,” ujarpria kelahiran 29 Juni 1951 ini di Pa-lembang tiga tahun lalu.

Upaya Membangun Trust

Dr. Chairul mengatakan dengan ber-bagai tantangan yang dihadapi PAPDI,maka dibutuhkan orang-orang militanuntuk mengembangkan PAPDI. “Organi-sasi ini harus terus berani maju ke de-pan dan dipimpin oleh orang yang me-nyiapkan dirinya untuk membawa PAP-DI,” ujar alumni Health Services Mana-gement RMIT, Australia ini. “Sebuahtantangan besar bagaimana organisasiini membangun trust.”

Hal lain yang dihadapi anggotaPAPDI, adalah gesekan dengan sesa-ma profesi dari organisasi lain, yang di-akui atau tidak, kerap mewarnai hariseorang internis dalam melakukan ke-wajibannya terhadap pasien. Selama

Bidang Profesionalisme• Menyusun strategi peningkatan profesionalisme

di antara anggota (Kursus EKG untuk kardiologi,kuliah dan kursus untuk para internis di daerah)

• Bersama Cabang setempat: menyelenggarakanCPD sesuai arahan Kolegium

• Menyelenggarakan roadshow untuk penyebaranilmu ke berbagai cabang PAPDI

• Membentuk kelompok-kelompok/team untukmenjalankan kegiatan CPD

• Koordinasi dengan Kolegium dalam penilaian ter-hadap tingkat profesionalisme anggota dalam mendapatkan resertifikasi sesuai keputu-san Konsil kedokteran Indonesia

• Pemberian gelar Fellow of The Indonesian Society of Internal Medicine (FINASIM) kepadaanggota yang dianggap profesi memiliki peran ‘lebih dari biasa’.

Bidang Hukum• Membentuk Dewan Penasehat Hukum PAPDI• Misi Dewan adalah Pembelaan/advokasi dan edukasi/dukungan, sosialisasi hokum,

serta rasa aman kepada anggota. • Ditunjuk sebagai Ketua Dewan adalah: Prof. DR. Dr. Hj. Andi Dinajani Setiawati H. Mahdi,

SpPD, K-AI, SH.

Bidang Organisasi• Telah terbentuk 13 cabang PAPDI baru• Konsolidasi anggota dengan kunjungan ke

cabang-cabang• Membentuk PAPDI menjadi perhimpunan yang

berbadan hukum

Bidang Humas dan Publikasi • Penerbitan tabloid Halo Internis secara berkala.• Bekerjasama dengan CPD dalam pelaksanaan kursus-kursus• Kerjasama dengan radio swasta dalam acara ‘talk show’• Kegiatan PAPDI FORUM :

- September 2006: Tips Puasa pada Penderita Penyakit Kronis- November 2006: Seputar Masalah Kesehatan Haji- Februari 2007: Demam Berdarah Dengue di Rumah Sakit- September 2008: Kiat Sehat Berpuasa- September 2009: Puasa untuk Penderita Diabetes

• Kerjasama dengan Koran Sindo sejak bulan Desember 2006 dalam mengisi:- Kolom Medika: 2 minggu/kali- Tanya Jawab: setiap minggu (hari Jumat)

• Membuat situs PAPDI untuk akses semua anggota PAPDI ke seluruh Indonesia dengannama www.papdi.net

Dr. H. Chairul Radjab Nasution, SpPD, K-GEH, MKes

16November 1957. Sebuah per-kumpulan ahli penyakit dalamIndonesia didirikan dengan na-ma Perkumpulan Ahli PenyakitDalam Indonesia (PAPDI). Yang

dapat menjadi anggota: para dokter ahliyang diakui oleh Panitia Pendaftaran Dok-ter Ahli IDI, spesialis lain, dokter lain, dansarjana umumnya yang menaruh minat be-sar terhadap ilmu penyakit dalam. Sebe-lumnya, pertemuan-pertemuan diadakanuntuk membahas pembentukan organisa-si tersebut. “Dokter penyakit dalam padaawalnya berkumpul di St. Carolus untuk ra-pat-rapat (pembentukan),” ujar Prof. Dr.

Sjaifoellah Noer, MD, SpPD, K-GEH, man-tan Ketua Umum PB PAPDI tahun 1987-1993.

Pada saat itu, terbentuk susunan peng-urus, Prof. D. Biran sebagai ketua, Dr. GanTjong Bing sebagai panitera, dan Dr. QueGiok Sien sebagai bendahara. Program per-tama, setiap bulan pada hari Rabu mingguke-4 diselenggarakan malam klinik untuk

seluruh anggota. Dan, di sebuah ruang ku-liah Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUP Ja-karta, acara pertama dilakukan. Dr. DjoaLiang Ham berbicara tentang “Lupus Ery-thematosus” di malam klinik pertama, Ra-bu, 29 Januari 1958 pukul 20.00 WIB.

Kongres pertama PAPDI dilakukan diJakarta, pada 22-26 September 1971.Pada saat itu terpilih Prof. Dr. Utojo Suka-

ton, SpPD, K-EMD sebagai Ketua UmumPB PAPDI. Lamanya jeda saat PAPDI ter-bentuk hingga kongres pertama dijelas-kan oleh Prof. Sjaifoellah Noer: “PAPDIsepertinya pernah mati suri,” ujar Prof.Sjaifoellah. Ia sendiri, mulai diajak untukmengurus PAPDI, saat periode kepengu-rusan Prof. Utojo, sepulangnya ia dariAmerika. Ia masih ingat, betapa Prof. Uto-jo selalu bertanya, “Kapan pulang?” keti-ka ia masih berada di Amerika. Ia punurung tinggal di negara Paman Sam, danmemutuskan untuk kembali ke Indonesia

Kongres kedua dilakukan di Surabayapada 27-30 September 1973. Sidang inidihadiri oleh semua cabang PAPDI padasaat itu yaitu 5 cabang: Medan, Jakarta,Bandung, Semarang, dan Surabaya. Tigacabang baru juga disahkan yaitu Yogya-karta, Padang, dan Manado. Pemilihanketua yang dilakukan pukul 17.00 me-ngesahkan Prof. Utojo Sukaton sebagaiKetua Umum untuk kedua kalinya.

Bandung sebagai tempat acara kong-res nasional ke-3 tahun 1975, mengada-kan acara seksi wanita, yang diikuti oleh

“Jika jiwa kebersamaanpada ahli penyakit dalam

tetap terjaga, apapuntantangan tersebut dapat

dihadapi.”

Kepingan Perjalanan Selama 52 Tahun

Kopapdi I, Jakarta 22 – 26 September 1971.

PROGRAM KERJA KEPENGURUSANPAPDI PERIODE 2006-2009

Page 7: Halo Internis Edisi 15; Harapan & Tantangan PAPDI Masa Depan_2

7Halo INTERNIS Edisi 15 Oktober 2009 Sorot Utama

PAPDI. Pada kongres ke-5, PAPDI mengu-sulkan kepada pemerintah agar menetap-kan hari khusus sebagai perhatian terha-dap kaum lanjut usia.

Kongres PAPDI ke-8 di Ujung Pandangmemilih Prof. Sjaifoellah Noer sebagai ke-tua. Sebelumnya Prof. Sjaifoellah Noer ter-pilih menjadi wakil ketua PB PAPDI. “Kamiseperti urut kacang saja,” ujar Prof. Sjai-foellah Noer mengomentari terpilihnya iasebagai Ketua. Pada pemilihan ketuaumum PB tersebut, Prof. Sjaifoellah me-ngenang, secara aklamasi ia sudah didau-lat menjadi ketua. Namun agar demokra-tis, sidang menghendaki agar paling tidakada 3 nominasi ketua umum PB PAPDI.Akhirnya, Prof. Dr. Jose Roesma, Ph.D,Sp.PD, K-GEH, yang tengah tidur di kamar-nya dibangunkan dan diminta sebagai no-minator. Padahal, Prof. Roesma sebenar-nya tidak bersedia untuk dicalonkan. Prof.Sjaifoellah Noer pun terpilih kembali men-jadi ketua pada kongres PAPDI ke-8. Padakongres PAPDI sebelumnya, yaitu KongresPAPDI ke-6, diramaikan dengan usul daricabang Bandung, agar diselenggarakanacara kesenian pada setiap kongres.

Prof. Sjaifoellah mengenang, suatu kaliProf. Syahbudin Harun mengusulkan agardibuat kartu dan nomor angggta. “Kartuanggota dibuat sedemikian rupa, sehinggajika orang melihat kartu anggota tersebutlangsung mengetahui, apakah ini anggotapenuh, masih dalam masa pendidikan,atau anggota luar biasa,” kata dokter yangmenjalani pendidikan lanjutan InternistGastroenterology di Universitas California,Amerika ini.

Buku agenda dengan warna yang ber-ganti setiap tahun, juga dibuat dalam ma-sa kepemimpinan Prof. Sjaifoellah Noer.“Ada yang membantu mensponsori danmendistribusikannya kepada seluruh ang-gota PAPDI,” aku pria kelahiran Palembang28 Desember 1932 ini.

“Periode kedua kepengurusan, sayamulai mengembangkan pusat-pusat pendi-dikan internis,” kata Prof. Sjaifoellah.“Yang paling menantang dalam masa kepe-ngurusan saya, menurut saya adalah me-nyelenggarakan ujian nasional spesialisasi

110 keluarga peserta. Pada kongres inijuga dibuat keputusan di bidang pendidik-an bahwa dibentuk National Board of Exa-mination dan menetapkan lama pendidik-an penyakit dalam sedikitnya 4,5 tahun.Untuk keseragaman kurikulum, ditetapkansubspesialisasi mencakup 7 bidang. Pem-bentukan perkumpulan ahli super spesiali-sasi/subspesialisasi Ilmu Penyakit Dalamhanya bisa atas persetujuan sementaraPB PAPDI dan disahkan dalam kongres.Perkumpulan-perkumpulan ini tetap ber-induk pada PAPDI. PAPDI juga meng-utamakan pendidikan internis umum.Dalam kongres di Bandung ini juga ditetap-kan bahwa ketua PB tidak usah menjadiKetua Dewan Penilaian Keahlian.

Lambang, Bendera,dan Mars PAPDI

Sebuah organisasi tidak lengkap jika ti-dak memiliki atribut lambang. Dalam kong-res ke-3 tersebut sidang memutuskanagar PB membentuk panitia khusus untukmenentukan lambang PAPDI, yang diketuaioleh Bandung dengan anggota-anggotanyayaitu Jakarta, Yogyakarta, dan Surabaya.Diputuskan agar diadakan sayembara un-tuk membuat lambang PAPDI.

Lambang tersebut akhirnya disepakatipada kongres PAPDI ke-4 tahun 1978 diMedan, Sumatera Utara. Perhatian khu-sus pun dilakukan pada lambang, agar ha-nya dipancangkan pada kongres atau kon-ker PAPDI saja. Disepakati pula vandel da-pat disesuaikan warna aslinya tanpa ta-hun, dan stempel dibuat disesuaikan de-ngan lambang. Bendera PAPDI hanya dimi-liki oleh dan dipasang pada waktu Kongresdan Konker. Bendera PAPDI harus merupa-kan pendamping bendera kebangsaan se-bagaimana lazimnya.

Pada kongres ke-4 di Medan tahun1978 terdapat usul agar dibentuk PanitiaMars PAPDI yang diangkat oleh PB denganmemperhatikan lagu pada Kongres PAPDIIV yang diciptakan cabang Medan. MarsPAPDI yang dikumandangkan pada pem-bukaan kongres PAPDI V disetujui sidangdan dinyanyikan pada setiap kongres

penyakit dalam.” Ujian tersebut dilakukan2 kali setahun. “Satu bulan sebelum pe-nyelenggaraan kita sudah bekerja sung-sang sumbel,” ujar suami dari H. Ratu Isol-diana Ratu Bagus Jayabuana ini. “Sayamasih ingat, bagaimana Prof. Wiguno (Prof.Dr. Wiguno Pradjosudjadi Phd, SpPD-KGH)memikirkan dengan serius bagaimana ben-tuk dan komposisi soal.”

Tak hanya soal ujian, Dewan Penilaiyang juga harus mengatur orang-orangPAPDI cabang tertentu harus bertugas kecabang mana untuk mengawasi ujian. “Ka-mi juga harus mencari dana untuk biayatransportasi,” ujar mantan President ofThe Asian Pacific Association for the Studyof the Liver ini.

Satu hal yang diperjuangkan Prof. Sjai-foellah adalah agar dokter yang bekerja bu-kan di pusat pendidikan juga dapat mem-peroleh gelar spesialisasi. Kepada setiapdokter yang ingin menjadi ahli penyakit da-lam, peraih tanda penghargaan Satya Len-cana tahun 1988 ini selalu mengatakan,”Kami tidak mencari ahli penyakit dalamyang pintar, tapi orang yang memiliki sema-ngat kebersamaan untuk mengembangkanpenyakit dalam untuk seterusnya,” ujar-nya. “Jadilah orang penyakit dalam seumurhidup untuk penyakit dalam. Jika ingin cariuang, maka tempatnya bukan di sini.”

Subspesialis Lebih Berkembang

Usai kepemimpinan Prof. SjaifoellahNoer, Prof. Dr. Slamet Suyono, SpPD, K-EMD melanjutkan kepemimpinan PAPDIyang disahkan pada kongres ke-9 tahun1993 di kota Den Pasar. Prof. Slamet me-ngatakan, pada saat didirikan PAPDI sa-ngat kuat, tapi kemudian sejak tahun1970 subspesialis berkembang dengancepat sekali dan PAPDI menjadi kurangsolid, malah sampai keluar dari Interna-tional Society of Internal Medicine (ISIM),tapi kemudian tahun 1994 kembali masukkembali menjadi anggota.

Prof. Slamet Suyono mengemukakansistem core curriculum (kurikulum inti) un-tuk memperoleh tenaga medis dengan ge-

lar spesialisasinya. Seorang dokter umumbaik lulusan baru atau yang sudah berpe-ngalaman, setelah lulus ujian masuk, diha-ruskan mengikuti core curriculum selamakurang lebih 3 tahun, sebelum mengikutipendidikan khusus spesialis. Kurikulum ju-ga menekankan kompetensi seseorang.“Saya sering bermimpi, barangkali dengancara seperti ini kemelut yang sudah lamaberlangsung antara KKV dengan SpJP akansegera selesai,” kata pria kelahiran Ban-dung, 3 November 1937 ini, dalam pidato-nya menjelang akhir masa jabatannya ta-hun 2003. Buah pikiran Prof. Slamet jugatelah dipaparkan pada Forum Asean Fede-ration of Internal Medicine di Manila tahun1996.

Sayangnya, konsep Prof. Slamet tidakpernah terealisir. “Seharusnya kita kemba-li ke sistem rujukan, tapi sayang pemerin-tah belum cukup kuat untuk memberikanpelayanan,” kata mantan President of theASEAN Federation of Endocrine Societies(AFES) ini.

Selama dua periode kepengurusanProf. Slamet menjabat sebagai Ketua PBPAPDI. Kongres PAPDI ke-11 saat itu se-harusnya diselenggarakan tahun 1999 ber-tempat di Surabaya. “Tapi karena saat ituada pergantian millennium, maka kongresdiundur menjadi tahun 2000. Kongres diSurabaya sekaligus merayakan millenniumbaru,” ujar Prof. Slamet. “Saya jadi menja-bat sebagai ketua lebih lama 1 tahun.”

Double Burden Penyakit

Kongres Surabaya, memilih Prof. Dr.Samsuridjal Djauzi, SpPD, K-AI sebagaiKetua PB PAPDI baru untuk periode 2000-2003. “Periode tersebut PAPDI seperti bia-sa menjalankan fungsi pelayanan, pendi-dikan/pelatihan dan penelitian. Pada wak-tu itu peran kolegium sudah mulai nampaksehingga PAPDI sendiri lebih mengutama-kan sumbangannya untuk pelayanan kese-hatan. Dua masalah penting yang seringkita sebut double burden yaitu penyakitmenular dan penyakit degeneratif merupa-kan masalah yang menjadi perhatian PAP-DI,” ujar Prof. Samsuridjal.

Penyakit menular baru yaitu HIV mem-perberat masalah kesehatan di negeri ini.“Pada umumnya anggota PAPDI termasukpelopor dalam penanggulangan AIDS baikdi tingkat pemerintahan maupun LSM,”ujar pria kelahiran Bukit Tinggi, 3 Mei 1945ini. Periode tahun 2000-2004 juga adalahperiode perjuangan untuk mengadakanobat antiretroviral di Indonesia. “Kita ber-syukur obat ARV tersebut dapat tersediasecara cuma-cuma pada tahun 2004 danyang lebih membanggakan lagi obat terse-but dapat diproduksi secara lokal. Kita jugabersyukur karena anggota PAPDI terlibataktif dalam perjuangan ini.”

Sidang pemilihan lambang PAPDI.

Prof. Dr. Slamet Suyono, SpPD, K-EMD Prof. Dr. Samsuridjal Djauzi, SpPD, K-AIProf. Dr. Sjaifoellah Noer, MD, SpPD, K-GEH Prof. DR. A. Aziz Rani, SpPD, K-GEH

Page 8: Halo Internis Edisi 15; Harapan & Tantangan PAPDI Masa Depan_2

PAPDI 1957 • 16 November 1957, didirikan suatu Perkumpulan Ahli Pe-

nyakit Dalam Indonesia (PAPDI)• Program malam klinik pertama dilaksanakan pada hari Rabu,

29 Januari 1958, jam 20.00 Wib dengan pembicara Dr. DjoaLiang Ham.

KOPAPDI I dilaksanakan di Jakarta pada tanggal 22-26 September 1971

KOPAPDI II di Surabaya pada tanggal 27-30 September 1973

• Prof. Dr. Utojo Sukaton, SpPD, K-EMD ditunjuk sebagai Ketua UmumPB PAPDI Baru untuk periode 1973-1975• Peserta anggota dan bukan anggotaberjumlah sekitar 400 orang, dihadiri5 cabang PAPDI: Medan, Jakarta,Bandung, Semarang, Surabaya.• Mengesahkan cabang-cabang baru:Yogyakarta, Padang, Manado.

• Perlu dibentuk suatu dewan yang bertugas menentukan ke-butuhan pendidikan, fasilitas, dan cara mengevaluasi pen-didikan seorang internis. Dewan itu sekaligus merupakan De-wan Penilaian Keahlian Dokter Ahli Penyakit Dalam.

KOPAPDI III di Bandung tanggal 27-30 Agustus 1975• Dr. H. Achmad Dachlan dipilih seba-gai Ketua Umum untuk periode 1975-1978• Diikuti oleh 522 peserta terdiri atas108 dokter ahli dan 414 dokter umum.• Ditetapkan 2 (dua) jenis pusat pendi-dikan, yaitu: Pusat Pendidikan Penda-huluan Ahli Penyakit Dalam dan PusatPendidikan Penuh Ahli Penyakit Dalam.

Keduanya harus seragam di seluruh Indonesia. Dasar kuriku-lum mencakup sub/super spesialisasi 7 bidang.

• Ditentukan, cabang dapat didirikan, bila kota/daerah ber-sangkutan sekurang-kurangnya terdapat 4 (empat) orang ang-gota biasa

• Ketua Umum hanya dapat dipilih untuk masa jabatan 2x ber-turut-turut.

• Konferensi Kerja akan diadakan sekurang-kurangnya 1,5tahun sekali.

• PB membentuk panitia khusus untuk menentukan lambangPAPDI yang diketuai Bandung, dengan anggota: Jakarta, Yog-yakarta, Surabaya. Sayembara diadakan untuk menentukanlambang tersebut dan PB PAPDI menyediakan hadiah.

• Medan diakui sebagai Pusat Pendidikan Penuh

KOPAPDI IV di Medan tanggal 27-30 Juni 1978• Dr. H. Achmad Dachlan terpilih kembali menjadi Ketua Umum

PB PAPDI periode 1978 - 1981• Membentuk suatu panitia ad hoc yang beranggotakan Sura-

baya, Semarang, dan Yogyakarta dengan tugas menyusun bu-ku Pedoman Pendidikan Ahli Penyakit Dalam berdasarkan sis-tem kredit.

• Ditentukan batas umur penderita penyakit dalam adalah 12tahun keatas.

• Pembentukan Board of Examination tetap merupakan tujuanakhir dari penilaian pendidikan ahli penyakit dalam.

KOPAPDI V di Semarang tanggal 16-20 Juni 1981• Prof. Dr. Utojo Sukaton, SpPD, K-EMD terpilih menjadi Ketua

Umum PB PAPDI periode 1981 – 1984• Pendidikan Internist diambil alih oleh pemerintahan cq CMS

dan kurikulum yang digunakan adalah kurikulum yang dis-usun PAPDI. Pusat-pusat pendidikan penuh (sentra kategori I)dihimbau untuk tetap menerima/membuka kesempatan pa-da sentra kategori III (CMS) sebagai fasilitas pendidikan darisentra kategori I dan tenaga-tenaga pendidikannya dipakaisebagai tenaga pendidik penuh.

• Sementara pemerintah belum menanggulangi PendidikanDokter Subspesialis, maka PB PAPDI melaksanakansubspesialisasi.

• Board of Study menetapkan sentrum-sentrum tambahan untukpendidikan internis lengkap yaitu Bagian Ilmu Penyakit DalamUniversitas Andalas, Universitas Hasanudin, Universitas GajahMada, dan akan dikembangkan Bagian Ilmu Penyakit DalamUniversitas Sriwijaya.

• Sidang menyetujui Mars PAPDI yang sudah dikumandangkanpada pembukaan KOPAPDI V dan agar dinyanyikan pada se-tiap KOPAPDI.

• PB PAPDI mengusulkan kepada pemerintah agar ditetapkansuatu hari atau minggu yang dipersembahkan kepada orang-orang usia lanjut.

KOPAPDI VI di Jakarta 24-26 Juli 1984• Prof. Dr. Utojo Sukaton, SpPD, K-EMD terpilih kembali seba-

gai Ketua Umum PB PAPDI periode 1984 – 1987• Kongres mengakui adanya eksistensi subpesialis Alergi Imu-

nologi dan subspesialis Reumatologi selain dari subspesial-isasi yang telah ada.

• Kongres mengakui adanya eksistensi sentra pendidikan yang su-dah ada sesuai dengan SK Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.

KOPAPDI VII di Ujung Pandang tanggal 22-27Agustus 1987

• Prof. Dr. Sjaifoellah Noer, MD,SpPD, K-GEH terpilih sebagai KetuaUmum PB PAPDI untuk periode1987-1990• Fakultas Kedokteran UniversitasSriwijaya ditetapkan sebagai salahsatu pusat pendidikan Dokter AhliPenyakit Dalam

KOPAPDI VIII di Yogyakarta tanggal 24-30 Juni 1990• Prof. Dr. Sjaifoellah Noer, MD, SpPD, K-GEH terpilih kembali

sebagai Ketua Umum PB PAPDI untuk periode 1990–1993• Integritas Ilmu Penyakit Dalam, yang berarti pelaksanaan

Ilmu Penyakit Dalam secara holistik, harus tetap dipelihara• Mengupayakan pelaksanaan yang seragam dari adaptasi

spesialisasi penyakit dalam lulusan luar negeri di berbagaipusat pendidikan. Agar Departemen Kesehatan menyama-kan penempatan lulusan internis luar negeri dengn lulusandalam negeri.

• PAPDI menolak dokter dari luar negeri bekerja di Indonesia• Anggota PAPDI lanjut usia dibebaskan dari iuran

KOPAPDI IX di Denpasar tanggal 27 Juni–1 Juli 1993• Prof. Dr. Slamet Suyono, SpPD, K-EMD terpilih menjadi Ketua UmumPB PAPDI periode 1993 - 1996• Menyetujui perubahan nama ca-bang: Cabang Medan menjadi Ca-bang Sumatera Utara, dan CabangBandung menjadi cabang Jawa Barat.• PAPDI sepakat untuk membukakesempatan pendidikan subspe-

sialis di kemudian hari bagi Spesialis Penyakit Dalam yangbekerja di luar Pusat-pusat Pendidikan dengan prioritastetap spesialis penyakit dalam yang bekerja di Pusat-pusatPendidikan.

KOPAPDI X di Padang tanggal 23-27 Juni 1996• Prof. Dr. Slamet Suyono, SpPD, K-EMD terpilih kembali men-

jadi Ketua Umum PB PAPDI periode 1996 – 1999• Akan diadakan National Board Examination bagi para peser-

ta pendidikan dokter spesialis penyakit dalam• Menyepakati perlunya subbagian geriatrik dalam pendidikan

spesialis penyakit dalam

KOPAPDI XI di Surabaya tanggal 7-11 Juli 2000• Prof. Dr. Samsuridjal Djauzi, SpPD,K-AI terpilih menjadi Ketua Umum PBPAPDI periode 2000-2003• Di bidang pendidikan, hanya ada is-tilah internis (SpPD) dan konsulen. Ti-dak ada internis plus.• Dikembangkan konsep ‘General In-ternist’ dan dokter keluarga serta pe-ningkatan kemampuan anggota de-

ngan program khusus.• Penerimaan subspesialisasi perlu melibatkan organisasi

seminat.• Terjemahan PAPDI dalam bahasa Inggris hanya satu, The In-

donesian Society of Internal Medicine• Intensivis (Medical Care Medicine) tetap merupakan bagian

integral dari pelayanan penyakit dalam.

KOPAPDI XII di Manado tanggal 6-9 Agustus 2003• Prof. DR. A. Aziz Rani, SpPD, K-GEHterpilih menjadi Ketua Umum PBPAPDI periode 2003-2006• Public Relation memiliki tugas untukmensosialisasikan visi dan misi PAPDIkepada masyarakat maupun dokter.Hal yang mesti disosialisasikan di an-taranya bahwa anggota PAPDI berpe-

ran aktif dalam penanggulangan imunisasi dewasa, malaria,TBC, HIV/AIDS, hepatitis, dan osteoporosis.

• PAPDI mempunyai sikap dalam menghadapi friksi antara di-siplin ilmu penyakit dalam dengan disiplin ilmu lainnya.

• Pendidikan Spesialis Dalam tetap dilakukan sertifikasi olehUniversitas, dan penetapan kurikulum oleh kolegium.

• Materi psikosomatik tetap menjadi bagian pendidikan dok-ter spesialis penyakit dalam tak perlu sebagai subbagian.

• Konsultan Endokrin (KE) menjadi Konsultan EndokrinologiMetabolisme dan Diabetes (KEMD).

KOPAPDI XIII di Palembang tanggal 5-9 Juli 2006• DR. Dr. Aru W. Sudoyo, SpPD, K-HOM, terpilih menjadi Ketua UmumPB PAPDI periode 2006-2009• Menyetujui pemberian Fellow Indo-nesian College of Physician (FICP) pa-da setiap internis, dengan peraturandan ketentuan yang dibuat kolegium.• Membuat website dan mailing listPAPDI

• Perlu dibentuk Medical Law Advisor• Peningkatan aktivitas Continuing Professional Development (CPD)

8 Halo INTERNIS Edisi 15 Oktober 2009Sorot Utama

Pada 2003, kongres PAPDI ke-12 di Manado memilihProf. DR. A. Aziz Rani, SpPD, K-GEH sebagai Ketua PB.“Waktu itu kami memperkuat kelembagaan dan membuatstandar profesi pelayanan penyakit dalam. Semua dokterpenyakit dalam mengetahui hal itu, tapi tentu harus adadokumentasinya,” ujar Prof. Aziz Rani. Demikian juga dibuatstandar pendidikan beserta dokumentasinya. “Keseluruhanhal-hal yang mendasar sebetulnya sudah ada, tapi diusa-hakan dibuat dalam bentuk dokumen-dokumen yang resmi,”sambung pria kelahiran Palembang, 30 Mei 1946 ini.

Suami dari Herawani, MKes ini mengatakan, pada waktuitu juga terjadi beberapa perubahan, seperti keluarnya Un-dang-undang Praktik Kedokteran. “Jadi, organisasi profesimesti menyikapi dokumen legal tersebut untuk dijadikanacuan dengan adanya perubahan tadi.”

PAPDI, menurut Prof. Azis, dari sisi identitas organisasi,adalah organisasi orang-orang yang senang berfikir, mene-tapkan masalah, dan mencari solusinya. “Cuma kecende-runganya menjadi terlalu berorientasi ke dalam, hanya untukmencari yang terbaik untuk profesinya. Padahal, diharapkanjuga berorientasi ke luar, ke masyarakat,” ujar bapak tigaanak ini. Ahli penyakit dalam tidak cukup hanya menguasaiilmunya. Mereka juga harus memberdayakan masyarakat. Ditingkat komunitas, hal ini harus disosialisasikan.

PAPDI Medical Relief (PMR), merupakan salah satupengembangan jaringan di tingkat masyarakat untuk berkon-tribusi tanpa harus meninggalkan tugas pokok. “PMR sta-tusnya adalah lembaga swadaya masyarakat yang lepas dariPAPDI, tapi dia sebenarnya perpanjangan tangan PAPDI.PMR adalah salah satu jaringan yang digunakan PAPDI untukberkiprah di masyarakat,” kata konsultan Gastroentero-Hepatologi ini. PMR mempunyai visi agar bisa mengaksessumber daya internasional untuk bencana yang terjadi ditanah air. “Intinya, jika mencari partner untuk program ber-sama kami siap.”

Tantangan dan KebersamaanProf. Sjaifoellah Noer mengatakan dalam perjalanannya

PAPDI semakin menghadapi banyak tantangan. “Kita dulumasih berada pada masa konsolidasi, dan tantangannyajuga banyak, seperti dibentuknya RS Jantung Harapan Kita,RS Persahabatan,” katanya. Namun, “Jika jiwa kebersa-maan pada ahli penyakit dalam tetap terjaga, apapun tanta-ngan tersebut dapat kita hadapi.”

Tantangan tersebut, salah satunya menurut Prof. SlametSuyono adalah bagaimana meningkatkan peran internis ter-utama peran internis plus, yaitu tenaga ahli penyakit dalamyang memiliki tambahan keahlian. Dengan adanya internisplus yang berperan lebih besar dalam sistem rujukan akanmemangkas biaya kesehatan menjadi lebih sedikit. Selainitu, “Pasien akan dilayani secara holistik, dan tidak diobatisecara parsial,” ujar Prof. Slamet.

Prof. Samsuridjal Djauzi mengatakan, tantangan yangdihadapi PAPDI terdapat di dalam organisasi dan di luarorganisasi. “Dari dalam organisasi kita perlu lebih menya-makan persepsi mengenai peran PAPDI sebagai dokterorang dewasa dan pendekatan holistik. Sedangkan tanta-ngan di luar organisasi adalah pelayanan yang terpecah(terfragmentasi),” ujar Prof. Samsuridjal. “Pengembanganilmu harus didorong sehingga wajar terjadi percabanganilmu namun dalam bidang pelayanan cost effectivenessharus dipertimbangkan sehingga kita harus menjalankanpendekatan holistik.”

Prof. Azis Rani mengatakan tantangan-tantangan terse-but akan selalu muncul. “Bahkan di negara maju sekalipun,”ujarnya. Meningkatkan kemampuan anggota, adanya UUPK,program resertifikasi, adalah hal-hal yang harus dibereskanoleh PAPDI. “Semua itu tidak bisa diselesaikan tanpaadanya upaya-upaya mendasar agar tujuan-tujuan yang dite-tapkan dapat memuaskan semua pihak. Dengan demikian,organisasi profesi harus membuat program untuk kepentin-gan anggota sendiri. Setelah ada program, mesti dilanjutkanmengenai prosedur dan monitoring.”

Selain itu, Prof. Azis Rani mengatakan, pelayanan kese-hatan harus dilakukan oleh mereka yang memiliki kompeten-si. “Kalau semua orang berfikir bahwa yang melakukanpelayanan adalah orang kompeten, saya yakin tidak adamasalah. Muaranya adalah kepentingan pasien danmasyarakat.”

Jalan ke depan telah dipetakan. Tantangan telah dipredik-si. Tinggal bagaimana mengatur strategi untuk melalui se-mua itu agar seluruh anggota PAPDI dapat mencapai tujuanyang digariskan. Dan PAPDI, seharusnya telah siap!

(HI)

PAPDI 1957 – 2009

Page 9: Halo Internis Edisi 15; Harapan & Tantangan PAPDI Masa Depan_2

9Halo INTERNIS Edisi 15 Oktober 2009

Konflik di Ambon tahun 2002, membawa pen-galaman baru bagi Dr. Eko Sudarmo DP, SpPD.Saat itu, dokter yang kini menjabat Ketua PAPDI

cabang Maluku Utara ini, tergerak untuk membantumasyarakat yang menjadi korban kerusahan disana. Konflik meluas ke berbagai daerah di Maluku.Ia bersama dua internis lain mesti melakukan per-jalanan laut dengan menggunakan kapal laut seder-hana dari Marotai, daerah perbatasan Indonesia-Filipina, hingga ke Sarana. ”Waktu tempuh palingpendek 4 jam sedangkan paling lama 24 jam. De-ngan minimnya peralatan medis, mau tak mau kamimesti benar-benar mengoptimalkan kemampuandiagnosis,” kenang internis lulusan FK Undip, Se-marang ini.

Kondisi Maluku Utara delapan tahun lalu berbe-da dengan sekarang. Dari sisi kesehatan, peta pe-nyakit infeksi, seperti malaria, yang dulu kerap dite-mui kini menurun prevalensinya. Tren penyakit yangtimbul di Maluku Utara, sejak tahun 2004 mirip den-gan di kota-kota besar. Prevalensi penyakit sepertidiabetes, jantung, dan hipertensi cenderung ber-tambah angka kejadiannya. Bahkan, menurut Dr.Eko, begitu biasa disapa, kejadian penyakit diabe-tes di Maluku Utara saat ini adalah yang tertinggi.

Pergeseran peta penyakit ini menjadi perhatianpengurus PAPDI cabang Maluku Utara. Meski barudiresmikan, Januari 2009 lalu, internis di sana te-lah gencar melakukan kampanye untuk menurun-kan prevalensi penyakit diabetes. Beberapa kali

sadia wilayah Maluku Utara ini, jumlah internis su-dah bertambah menjadi tujuh orang. Meski begitu,usaha untuk menarik para internis agar berminatberkiprah di daerah ini masih gencar dilakukan. Sa-lah upayanya adalah mengajukan usulan insentiftambahan ke pemerintah daerah serta melakukansosialisasi setiap kunjungan ke kampus-kampus.

Memang bagi sebagian besar dokter, praktik didaerah tak seindah di kota besar. Meski tidak di-manjakan sarana dan fasilitas, Dr. Eko mengakui,praktik di daerah menawarkan banyak nilai lebih.Berkiprah di daerah tak menutup peluang pengem-bangan diri bahkan juga bisnis. Di samping berprak-tik di rumah sakit, Dr. Eko juga telah sukses mendi-rikan klinik yang dilengkapi fasilitas fitness, kecan-tikan, laboratorium dan apotik. Klinik yang diberi na-ma “Klinik Medistra Health Center” ini, seperti di-akuinya, banyak diminati masyarakat di sana.

Ramainya klinik, tambah Dr. Eko, disebabkankian meningkatnya pendidikan dan kesadaran ma-syarakat di sana. Jumlah dokter yang terbatas, sa-ngat membuat sibuk dokter yang ada. “Setiap harimenerima pasien kurang lebih tujuh puluh orang,”ujar pengurus IDI wilayah Maluku Utara ini

Selain itu menurutnya, menjadi dokter di daerahjuga tidak akan sepusing di kota besar yang denganberagam kasus penyakit. Contohnya Jakarta yangmenjadi pusat rujukan dari berbagai penjuru tanahair. Di daerah variasi kasus penyakit relatif lebihsedikit. (HI)

simposium mini digelar untuk menambah ke-mampuan medis internis beserta sejawat lain.Tak ketinggalan, seminar awam untuk menum-buhkan kesadaran pola hidup sehat masya-rakat diselenggarakan dengan berkerjasamadengan instansi kesehatan dan PersatuanDiabetes Indonesia (Persadia). “Inilah yangmenjadi fokus PAPDI Maluku Utara sekarang,”ujarnya.

PAPDI Maluku Utara menjalin kerjasama de-ngan pusat-pusat pendidikan kedokteran gunameningkatkan layanan kesehatan. Untuk pena-nganan pasien yang membutuhkan cuci darah,pengurus bekerjasama dengan FK UniversitasHasannudin. Penanganan HIV/AIDS bekerjasa-ma dengan FK Universitas Indonesia. Di tahundepan, pengurus membuka divisi gastro entero-logi yang bekerjasama dengan UniversitasSamratulangi, Manado serta membuka saranaendoskopi dua tahun kemudian.

Saat ini, tambah dokter yang juga Ketua Per-

Dr. Samuel Maripadang Baso, SpPD, Ketua PAPDI cabang Papua

Daerah MenawarkanPengetahuan Lebih Dalam

Cabang PAPDI sampai juga kekota paling Timur Indonesia,Papua. Tepatnya, 21 Februari

2009 lalu PAPDI cabang Papua di-resmikan oleh Ketua Umum PBPAPDI, DR. Dr. Aru W. Sudoyo,SpPD, K-HOM, FACP. Dengan demi-kian, internis di Papua dapat me-ngurus keperluan profesinya sendi-ri, tanpa mesti menginduk ke PAPDI cabang lainnya.

PAPDI cabang Papua menjadi wadah internis dalam mengem-bangkan kompetensi ilmu penyakit dalam. Banyaknya kasus penya-kit tropik, terutama tingginya prevalensi penderita HIV/AIDS menja-di perhatian pengurus. Penambahan jumlah penderita HIV/AIDSdisana tiap tahunnya menunjukan peningkatan yang signifikan. Pa-pua menjadi target utama upaya pemerintah untuk menekan pre-valensi HIV/AIDS di Indonesia. Tak heran, kondisi ini menarik minatdokter, baik dari pemerintah maupun dari organisasi profesi dalamdan luar negeri untuk melakukan penelitian tentang HIV/AIDS.“Tingginya kasus HIV/AIDS disini membuka peluang kerjasamadengan berbagai organisasi kedokteran,” kata Ketua PAPDI cabangPapua, Dr. Samuel Baso, SpPD.

Dengan riset bersama, lanjut Dr. Samuel, akan menambah pe-ngetahuan internis soal penyakit-penyakit lokal. Sementara, untukmeng update ilmu kedokteran yang lain dapat melalui internet.“Saat ini dengan adanya internet, update pengetahuan sudah tidakterkendala lagi, sisi positif lainnya, penyakit tropik di daerah lebihberagam, jadi bisa dikaji lebih jauh sehingga menambahkan penge-tahuan baru,” ujar Dr. Samuel.

Kendati demikian, seperti diakui Dr. Samuel, menjalani kiprah didaerah memiliki beberapa kendala. Kondisi alam tanah Papua yangsangat luas, dengan area huni dan penduduk yang sebenarnya sedi-kit, menjadi kendala hubungan satu wilayah dengan wilayah lain. Apa-lagi sarana transportasi juga masih sulit. Secara geografis, letaknyayang jauh dari pusat pendidikan menjadi tantangan internis untuk sal-ing berinteraksi dengan sejawat lain. Apalagi dengan terbatasnya per-alatan dan laboratorium, menyulitkan untuk melakukan rujukan kerumah sakit rujukan.”Modal utama seorang dokter di daerah, harus-lah pandai-pandai melakukan diagnosis fisik,” ungkapnya.

Seperti di daerah lain, Dr. Samuel juga mengakui ada insentifkhusus yang diberikan pemerintah daerah kepada para dokter. Apa-lagi dengan adanya otonomi daerah juga menjanjikan insentif lebih.Selain itu ada tunjangan biaya untuk mengikuti simposium ke Jakar-ta selama dua kali setahun. “Jadi jangan takut berkiprah di daerah,”ujarnya. (HI)

Program PB PAPDI untuk lebih men-gaktifkan peran PAPDI cabang men-dapat sambutan hangat dari anggo-tanya, terutama internis di daerah.Upaya yang dilakukan, mulai dari

meng update data anggota, konsolidasidan pembenahan organisasi hingga mem-bentuk cabang-cabang baru. Hingga kini,tak kurang ada 33 cabang PAPDI tersebardi seluruh Indonesia. Dengan begitu, diha-rapkan arus informasi dapat lebih cepatdan efektif. ”Sebelumnya kami menginduk

ke PAPDI cabang Semarang. Tapi kini kamidapat langsung ngontak Ketua PB,” ujarDr. Eko Sudarmo DP, SpPD, Ketua PAPDIcabang Maluku Utara.

Di samping konsolidasi organisasi, pe-ningkatan mutu internis tak lepas dari per-hatian PB PAPDI. Pada kepengurusan ini,seiring dengan perkembangan ilmu kedok-teran, pengurus menggalakan roadshow il-miah, seperti roadshow tentang antibiotik,nutrisi, onkologi, workshop EKG, dan lain-lain, ke cabang-cabang. “Kami sangat me-

rasakan manfaatnya, selain menambahpengetahuan klinis, kami juga dapat lang-sung mendiskusikan kasus-kasus yang ka-mi hadapi dengan sejawat lain. Kami ber-harap roadshow ini dapat ditingkatkan de-ngan mendatangkan sejawat dari berbagaipusat pendidikan kedokteran,” kata Dr.Mochtar Zein Pattiha, SpPD, Seksi Ilmiah,PAPDI cabang Maluku Utara.

Meski demikian, geliat dokter di daerahtak serupa di ibu kota. Tak banyak dokteryang benar-benar ingin berpraktik di dae-rah. Kendala lingkungan, geografis, sulitmengakses informasi dan pengetahuan,bahkan ketakutan akan kendala keuanganmenjadi momok beberapa dokter, terma-suk internis, untuk berkiprah di daerah.

Namun dari beberapa internis yang ditemui Halo Internis menampik alasan ter-sebut. Mereka justru mengatakan bahwatinggal dan berpraktik di daerah cukupmenjanjikan banyak peluang. Masih terba-tasnya internis di suatu daerah, membuatminimnya persaingan sesama sejawat.

Penghasilan yang diperoleh dari praktik ju-ga akan ditambah dengan insentif khususdari pemerintah daerah. “Jadi, masalahkeuangan nggak perlu dikhawatirkan,” ujarDr. Eko Sudarmo DP, SpPD, yang juga Ke-tua PAPDI cabang Maluku Utara ini.

Bahkan, tambah Dr. Eko, peluang bis-nis lain terbuka lebar di daerah. Internisdari FK Undip ini mengaku telah berhasilmendirikan sebuah klinik “plus”, dileng-kapi dengan fasilitasi layanan fitness, ke-cantikan, apotik, dan laboratorium. “Klinikdengan fasilitas lebih ini pun ternyatamendapat minat cukup tinggi dari masya-rakat Maluku Utara,” tambahnya.

Lain lagi Dr. Kamilus Karangora, SpPD,Ketua PAPDI cabang Kupang. Soal lambat-nya mengupdate ilmu kedokteran bagidokter-dokter di daerah, menurutnya, da-pat diatasi dengan memanfaatkan fasili-tas internet. Bahkan banyaknya jenis pe-nyakit tropik di daerah menawarkan penge-tahuan lebih untuk bisa dikaji secara men-dalam. (HI)

Geliat Internis Di Daerah Selain minimnya persaingan, berkiprah di daerah takmenutup peluang pengembangan diri bahkan jugabisnis. Beragamnya jenis penyakit tropik yang timbuldi daerah menawarkan pengetahuan lebih untuk bisadikaji secara mendalam.

Dr. Eko Sudarmo DP, SpPD, Ketua PAPDI Cabang Maluku Utara

Gencar Menarik Minat Internis

Page 10: Halo Internis Edisi 15; Harapan & Tantangan PAPDI Masa Depan_2

10 Halo INTERNIS Edisi 15 Oktober 2009Sorot Utama

Dr. Azhari Gani, SpPD, K-KV, FCIC, PAPDI cabang Aceh

Keterbatasan Meningkatkan Skill

Seperti diketahui, pembangunandi Indonesia bagian Timur tidaksebaik di Indonesia bagian Ba-

rat. Hal serupa juga dirasakandalam penyebaran tenaga kese-hatan, termasuk distribusi internis.Di provinsi Nangro Aceh Darussa-lam, terhitung jumlah internis ada20 orang. Sepuluh internis diantara-nya berdomisili di Banda Aceh. Sisa-nya tersebar di kabupaten-kabupa-ten. ”Jumlah ini belum bisa meme-nuhi kebutuhan seluruh wilayah. Ma-sih ada beberapa kabupaten yang belum memiliki internis,” kataKepala Divisi Kardiologi Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK Unsyiah/RSU Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh, Dr. Azhari Gani, SpPD, K-KV.

Kurangnya tenaga internis ini menjadi perhatian PAPDI cabangAceh. Pengurus mengupayakan mengisi tenaga internis di daerah-daerah yang belum memiliki dokter penyakit dalam. ”Pengiriman inidilakukan hanya pada hari Sabtu dan Minggu dengan tenaga-tena-ga yang didatangkan dari FK Unsyiah. Tentu saja konsekuensinya,masyarakat hanya menjumpai dokter internis di daerah merekahanya pada hari-hari tersebut,” ujar Dr. Azhari menjelaskan.

Kendati demikian, pengurus PAPDI cabang Aceh tak tinggaldiam. Untuk memenuhi kebutuhan internis, kini dari FK Unsyiahakan mengirim 26 dokter umum yang akan mengikuti pendidikanspesialis ilmu penyakit dalam di FK Universitas Sumatera Utara (FKUSU) Medan.

Peralatan kedokteran yang terbatas merupakan tantangantersendiri bagi internis di daerah. Apalagi penyakit yang dihadapicukup beragam. Kondisi ini ”memaksa” dokter untuk melakukaninovasi dan terobosan dalam pelayanan kesehatan, termasukmemaksimalkan ketrampilan diagnosis fisiknya. (HI)

Bak kacang tak lupa kulitnya. Ungkapan inicocok disandang Dr. Kamilus Karangora,SpPD. Setelah lulus dari FK Undip tahun

1984, kemudian ia melanjutkan ke jenjang spe-sialis Ilmu Penyakit Dalam di almamater yangsama. Tahun 1997, Dr. Kamilus, begitu biasadisapa, telah menjadi internis.

Ia pun kembali ke tanah kelahirannya,Karangora, Lembata, Nusa Tenggara Timur. Dr.Kamilus adalah internis pertama putera daerahKarangora, NTT. Kedekatan emosional dengan ta-nah kelahirannya membuat hatinya lebih mantapuntuk berkiprah disana. Kenapa tidak! Tantanganyang dihadapi diawal ia merintis praktik disanacukup berat. Kendala umum yang dihadapinyaserupa dengan dokter lain yang berpraktik di dae-rah terpencil.

Baginya tantangan itu tidak membuat langkah-nya surut ke belakang. Bahkan melihat kondisiitu, hatinya lebih mantap untuk tetap mengabdidisana. Menurutnya, kendala yang paling beratadalah mengubah pandangan masyarakat tentangpelayanan kesehatan. Maklum, masyarakat di sa-na telah turun temurun sangat mempercayai ke-kuatan mistik. ”Mayoritas masyarakat masih kuatpercaya dukun. Padahal biaya mereka ke dukunjuga besar, bisa 2 sampai 3 juta, tapi merekamalu mengakui walau terkadang merasa dirugi-kan,” keluh internis yang berpraktik di RSU Prof.Dr. WZ Johannes, Kupang ini.

Bersama enam internis lain, sebelum PAPDIcabang Kupang yang diresmikan 21 Maret 2009lalu, ia berupaya mengubah cara pandang masya-

rakat di sana. Berbagai penyuluhan kesehatan un-tuk masyarakat terus dilakukan. Tak jarang mere-ka juga mengadakan seminar awam membahastopik-topik kesehatan.

Upaya Dr. Kamilus bersama sejawat lain ber-buah manis. Pendidikan dan kesadaran masyarakatbertambah. Ia pun sukses membantu berdirinya Fa-kultas Kedokteran Universitas Nusa Cendana (FKUndana) setahun yang lalu. Bahkan di tahun pem-bukaan pertamanya fakultas ini sudah menerima52 mahasiswa dan 50 mahasiswa di tahun ini. Iaberharap putera daerah yang mengenyam ilmu diluar NTT mau kembali ke daerah asalnya.” Sayamemaklumi generasi sekarang banyak yang lebihmemilih bekerja di luar NTT. Oleh karena itu kunciutama memilih berkiprah di daerah adalah meman-tapkan hati nurani yang ditopang denganh ideal-isme dan motivasi yang kuat,” kata suami YulianaWinda Niran ini.

(HI)

Sabtu, 10 Oktober 2009 lalu, pengurusPAPDI cabang Banten dilantik oleh Wa-kil Ketua PB PAPDI, DR.Dr. Czeresna

Heriawan Soejono, SpPD, K-Ger, MEpid, diAuditorium RS OMNI International, Tange-rang. Pelantikan pengurus periode 2009-2012 ini, bagi Dr. Muthalib Abdullah, Sp-PD, merupakan kali kedua ia terpilih men-jadi Ketua PAPDI cabang Banten yang se-belumnya pada periode 2006-2009. ”Un-tuk kedua kalinya saya dipilih kembalimenjadi ketua,” kata Dr. Muthalib Ab-dullah ketika ditemui di sekretariat PAPDIcabang Banten.

Bagi sebuah organisasi profesi, PAPDIcabang Banten terbilang masih muda.Pembentukan cabang Banten disetujui ke-tika Kongres PAPDI XII (KOPAPDI XII) tahun2003 di Manado. Kala itu terpilih menjadiketua pertama adalah Dr. Djoko Ishak,SpPD untuk periode kepengurusan 2003-2006 dengan jumlah internis sebanyak 12orang.

Seyogyanya cabang baru, PAPDI cabangBanten dalam misinya lebih terkonsentrasipada persoalan internal. Mulai dari penda-taan anggota, pembenahan kelengkapanorgansasi hingga penambahan jumlah ang-gota. Dalam dua periode kepengurusanjumlah internis meningkat menjadi 43orang. ”Ada lonjakan jumlah anggota yangcukup signifikan,” ujar Dr. Muthalib.

Jumlah ini, lanjutnya, belum cukup un-tuk kebutuhan penduduk Banten. Dari jum-lah itu, sekitar 60 persen internis terkon-sentrasi di Tangerang dan sekitarnya. Se-dangkan sisanya tersebar di kabupatenlain. Meski demikian, kebutuhan internis

di Banten dirasakan cukupkarena ada internis dariJakarta yang juga praktik diTangerang. ”Penyebaran in-ternis cukup proporsional,apalagi ada sejawat dariJakarta yang praktik disini.Itu tidak masalah bahkanmembantu,” kata dokterlulusan Fakultas Kedokter-an Universitas Diponegorotahun 1980 itu.

Pertambahan jumlahanggota, juga diiringi de-ngan pembenahan organi-sasi. Saat ini, PAPDI ca-bang Banten telah menempati sekretariatdi lantai dua ruang hemodialisis RSUTangerang. ”Di sini tempat rapat ataupertemuan anggota. Dan dibantu dengansatu orang staf, Dwi, yang mengurusadministratif organisasi,” katanya.

Di samping itu, yang menjadi perhatianperngurus saat ini menumbuhkan senseof belonging terhadap organisasi. Untukitu, PAPDI Banten secara rutin membentukforum pertemuan sekitar 2-3 bulan sekali,dengan format acara gabungan rapat dansimposium mini atau round table discus-sion. Acara tersebut diharapkan mampumenjadi media silaturahmi antar anggotauntuk saling mengenal sehingga PAPDI le-bih solid. ”Kekompakan adalah hal yangpaling utama bagi kami, dengan demikiankami bisa langgeng, dan tidak ada depar-temen atau disiplin lain yang mencobaiseng terhadap kami,” kata dokter yang lu-lus spesialis di FKUI tahun 1980 ini.

Pertemuan yang dibarengi simposiumini juga dimaksudkan untuk meningkatkankompetensi anggota. Simposium mini me-ngulas berbagai topik dengan mengun-dang sejawat lain sebagai narasumber.Dengan begitu anggota dapat mengupdateinformasi. Upaya lain yang dilakukan me-ningkatkan mutu internis yaitu dukunganuntuk melanjutkan pendidikan spesialisdua (Sp2). ”Saya memelopori, agar seja-wat yang lain bisa mengikuti,” ujar internissedang menjalani pendidikan Sp2 bidangginjal dan hipertensi ini.

Dalam kegiatannya, PAPDI Cabang Ban-ten tidak berjalan sendiri. Mereka jugamenjalin kerjasama dengan organisasilain, seperti IDI, Persadia, POGI, Perdami,dan IKABI. “Ketika terjadi gempa, kita be-kerjasama dengan IDI untuk memberikanbantuan paket selimut, susu, dan sebagai-nya, kita juga mengajar mahasiswa FKUI,dengan Persadia anggota kami membantu

memberikan penyuluh-an diabetes pada mas-yarakat, ada juga ang-gota yang menjadi Ke-tua IDI dan Persadia,”terang Kepala Hemodia-lisis RSUD Tangerangini.

Dr. Muthollib me-nambahkan, anggota-nya juga terlibat dalamberbagai pelayanan ke-sehatan. Di RSU Tange-rang, misalnya, PAPDIcabang Banten sedang

berupaya mendatangkan konsulen setiapminggunya. Dalam penanganan HIV yangdisebut dengan Care Support Treatment(CST) diketuai Dr. Nyoman Sudirga, SpPD,Ketua II PAPDI cabang Banten. SementaraDr. Ariani Intan Wardhana, SpPD, sekreta-ris ditunjuk sebagai ketua tim Avian In-fluenza (AI).

Menurut Dr. Nyoman prevalensi HIV diBanten saat ini memang terbilang tinggi.Berbagai disiplin ilmu tergabung dalamTim CST. Diantaranya internis, psikolog,psikiater, spesialis patologi klinik, dokterumum, dan perawat. Mereka juga membe-rikan penyuluhan agar tim dan tenaga me-dis yang terlibat tidak ikut terkena

Sedangkan untuk penanganan Flu Bu-rung, menurut Dr. Ariani, juga telah disiap-kan tim khusus. Dengan bantuan dariAmerika, kini telah dibangun sebuah ruangkhusus Avian Influenza.

(HI)

Dr. Kamilus Karangora, SpPD, Ketua PAPDI cabang Nusa Tenggara Timur

Menjadi Dokter Daerah Harus Memantapkan Hati

”Kekompakan adalah hal yang palingutama bagi kami, dengan demikiankami bisa langgeng.”

PAPDI Cabang Banten Galang Kebersamaan Antar Anggota

Dr. Muthalib Abdullah, SpPD; Dr. Nyoman Sudirga, SpPD dan Dr. Ariani Intan Wardhana, SpPD(keempat, kelima dan keenam dari kiri).

Page 11: Halo Internis Edisi 15; Harapan & Tantangan PAPDI Masa Depan_2

11Halo INTERNIS Edisi 15 Oktober 2009 Sorot Utama

Ilmu penyakit dalam memandang pa-sien secara utuh sesuai harkat manu-sia. Dalam praktiknya, dokter ilmu pe-nyakit dalam atau biasa dikenal inter-nis melakukan pelayanan secara me-

nyeluruh atau holistik terhadap pasien-nya. Karena, internis adalah dokterpenyakit dalam yang terbiasa meng-hadapi masalah-masalah klinis denganpendekatan holistik yang telah dilatihberbagai dasar masalah kedokteranterkait jantung, paru, ginjal, usus, sertaorgan-organ lain. Spesialis penyakitdalam mampu melangkah menembusbatas suatu organ atau teknik, untukmencapai diagnosis. Kendati demikian,praktik ilmu penyakit dalam, seperti layakpraktik bidang lain, harus dilandasi den-gan etika kedokteran yang meliputi kewa-jiban dokter terhadap pasien, temansejawat dan diri sendiri.

Hal demikian dipaparkan Prof. Dr. Wi-guno Prodjosudjadi, SpPD, K-GH padaPertemuan Ilmiah Tahunan IPD 2009.Menurut Guru Besar FKUI ini internis wa-jib mengikuti aturan umum seperti yangdiuraikan dalam Kode Etik Kedokteran In-donesia. Setiap tindakan medis yang di-putuskan terhadap pasien semata-matauntuk kebaikan dan kepentingan pasien.Hubungan dokter dan pasien merupakanhubungan kontraktual, yang masing-ma-sing memiliki kebebasan dan kesetara-an.

Selain hubungan dokter — pasien, ko-munikasi antar sesama sejawat dalampraktik kedokteran menjadi bagian yangpenting. Setiap aspek yang terkait de-ngan pasien mesti dilihat secara holistikdan tidak menutup kemungkinan beker-jasama dengan dokter lain. Dokter spe-sialis penyakit dalam dapat melakukankonsultasi atau merujuk ke spesialis pe-nyakit dalam konsultan atau spesialislain. Hal demikian dilakukan semata-ma-ta demi kepentingan dan kebaikan pa-sien.

Konflik Antar DokterTak dipungkiri, sesama dokter kerap

terjadi konflik. Ketika berhadapan de-ngan pasien, disadari atau tidak, ada se-orang dokter merasa lebih baik dari seja-wat yang lain. Ada pula yang tanpa ragu-ragu membuat stigma negatif terhadapdokter lain. Persoalannya sepele, salingberebut pasien. Lumrah atau tidak, halini terjadi, karena dokter juga manusia.

Perselisihan antar dokter dipicu ada-nya perbedaan pendekatan dan tatalak-sana dalam menangani pasien. Bedaguru, beda pula ilmunya. Bahkan konflikyang lebih besar dengan melibatkanorgansiasi profesi pun terjadi. PerbedaanPAPDI dengan PERKI misalnya. Sengketa“warisan” para pendiri kedua perhim-punan ini telah mencuat lama. Belakang-an, beberapa kali upaya ‘rekonsialisasi’dilakukan. Tapi belum membuahkan ha-sil, malah makin meruncing .

Saat ini, seperti dikatakan Prof. Dr. AliGhanie, SpPD, K-KV dari Palembang, adadokter tertentu yang tidak memperkenan-kan internis melakukan tindakan medisterhadap pasien jantung. Padahal, inter-nis tersebut punya kompetensi terhadappengobatan itu. “Sejauh mana ia mampu

silahkan aja. Tapi terlalu naïf bila mela-rang dokter untuk melakukan suatu peng-obatan dimana ia sudah memiliki kompe-tensinya. Sejauh para dokter memilikikompetensi terhadap sesuatu disiplin il-mu maka mereka berhak untuk menja-lankannya,” kata Prof. Ali Ghanie.

Hal ini, lanjut Prof. Ali Ghanie, samasaja melarang menyanyikan lagu “Indone-sia Raya”. “Semua orang bisa menyanyi-kan lagu itu, masa kita dilarang. Atau sa-ya mengajarkan lagu itu kepada oranglain, setelah mereka bisa masa sayamau larang, mereka tidak boleh menya-nyikan. Yang boleh menyanyikan lagutersebut hanya saya, karena suara yanglain tidak cocok. Semestinya yang bagusitu kita bernyanyi bersama-sama dengankarakter suara masing-masing, ada yangbas, tenor sehingga terdengar indah. Jadibukan saling mematikan,” sesalnya.”Semestinya dalam pengobatan menjadisatu tim. Kita saling melengkapi bukansaling mematikan. Tapi jangan sampaimembatasi kerja dokter dimana merekapunya kompetensinya.”

Setiap dokter yang memiliki kompe-tensi silahkan melakukan sesuai kompe-tensinya. ”Dokter umum yang bisa EKGsilahkan melakukannya, kenapa mesti di-larang. Di luar negeri, teknisi dibekali pe-ngetahuan tentang EKG dan boleh mela-kukannya. Itu tidak berbahaya,” kata ahlijantung FK Unsri ini..

Lebih lanjut Prof. Ali Ghanie mengata-kan, kenapa memeriksa pasien jantungdengan pendekatan dokter umum diper-bolehkan. Tapi dengan pendekatan inter-nal medicine dilarang. ”Kenapa dokterumum boleh, tapi internis dilarang,”ungkapnya

Sebaliknya, Prof. Ali Ghanie mengata-kan seorang internis tidak boleh merasapaling tahu semuanya. Kalau pasien ter-sebut kasusnya mesti di lakukan dokterspesialis lain, maka internis tersebut wa-

jib merujuk atau mengkonsultasikan ke-pada sejawat yang lebih kompeten. ”Se-kitar 30-40 persen, pasien jantung yangsaya tangani, saya rujuk ke Rumah SakitHarapan Kita,” ujarnya.

Benchmark di Amerika, tambah Prof.Ali Ghanie, spesialis jantung berada dibawah American Board of Internal Medi-cine. Di negeri Paman Sam itu semuadokter yang ingin menjadi spesialis ter-tentu wajib melalui pendidikan ilmu pe-nyakit dalam dulu. Sistem pendidikan se-rupa juga terjadi di Asia, seperti Malay-sia, Singapura, Filipina, dan Australia

Di samping perbedaan di bidang kar-diologi, hal serupa juga terjadi pada bi-dang pulmonologi. Beberapa dokter inter-nis, ditengarai tidak diperkenankan me-megang pasien TB. Padahal mereka me-miliki komptensi tentang pulmonologi.

Gesekan antar sejawat ini, belakang-an juga dirasakan divisi hematologi-on-kologi medik. DR. Dr. Lugyanti Sukris-

man, SpPD, K-HOM men-g a t a k a n ,sejawat di divisiH e m a t o l o g i -o n k o l o g iR S C M / F K U I ,pernah men-d a p a t k a npasien kankeryang kondisisudah gawatdan mengalamik o m p l i k a s isetelah men-jalani operasidan kemotera-pi. Pasien ter-sebut dirujukoleh dokter spe-sialis bedah.Padahal, dalamt a t a l a k s a n ap e n y a k i tkanker, pengob-atan yang idealdilakukan da-lam satu timyang terdiri daridokter bedah,radiologi danonkologi medik.

”Seringkali, pasien yang datang kedokter bedah langsung dioperasi tanpakonsultasi kepada sejawat spesialis lain.Bahkan ada dokter bedah yang juga me-lakukan kemoterapi tanpa mendiskusi-kan kepada sejawat lain. Bila tidak res-pon lalu dirujuk ke onkologi medik. Se-mestinya dalam pengobatan kanker, pa-sien tersebut hendaknya didiskusikan du-lu langkah apa yang mesti diambil de-ngan begitu dapat mengurangi risiko efeksamping dan komplikasinya lebih sedik-it,” kata Lugy, begitu biasa disapa, di-sela-sela kesibukannya di ruang kerjaRSCM/FKUI.

Lantas apakah bila bekerja satu timbiaya lebih mahal? ”Lebih cost effective-ness, risikonya lebih kecil,” sanggahnya.Sebab, bekerja dalam tim itu bukan ber-arti ditangani banyak dokter. Sejawat lainterlibat ketika mendiskusikan kasus, di-mana pasien dilibatkan.”Tetap satu dok-ter, bisa onkologi medik, radiologi ataubedah. Semua tergantung dari hasil dis-kusi kasus itu,” jelas Dr. Lugy.

Bekerja dalam satu tim ini, lanjut DrLugy, tidak melulu bertemu satu meja. Bi-sa saja dokter radiologi meminta penda-pat onkologi medik dengan hanya mem-berikan data-data riwayat kesehatan pa-sien tersebut. ”Cukup menuliskan, bagai-mana tanggapan sejawat?” tambahnya.

Apakah dengan begitu akan menam-bah biaya? ”Tidak,” jawabnya. Bahkanpasien akan mendapatkan pengobatanyang tepat sehingga risiko komplikasi bi-sa seminimal mungkin ditekan. ”Prinsip-nya, lebih mengutamakan kepentingandan kebaikan pasien.”

Dr. Lugy melanjutkan, ”Imbal jasa seo-rang dokter akan datang sepantasnyabila dia bekerja dengan baik. Saya per-caya itu. Beri yang terbaik buat pasien.Kalau memang mesti operasi saya akanrujuk ke dokter bedah. Bukannya setiappasien yang datang langsung sayakemoterapi,” katanya sambil tertawa.

Kendati demikian Dr. Lugy yakin tidaksemua dokter melakukan hal itu. ”Tidaksemua dokter bedah seperti itu, saya ju-ga kenal dokter bedah yang dengannyasaya sering berdiskusi, ” katanya

Kondisi seperti itu, menurut Dr. Lugy,disebabkan dari masyarakat dan onkologimedik sendiri. Yang kerap terpikir oleh ma-syarakat adalah bila ada tumor mestidioperasi. Padahal tidak semua kankermesti di operasi, tergantung dari jenis danstadiumnya. Sementara sejawat di onkolo-gi medik kurang melakukan disseminationinformasi. ”Saya tidak suka menyalahkansejawat lain, lebih baik mengritik danmengevaluasi diri sendiri,” tegasnya.

Dr. Lugy berharap, ke depan dissemi-nation informasi ini dapat dilakukan olehorganisasi profesinya. Penyebaran infor-masi bukan hanya ke masyarakat, tapi ju-ga dilakukan ke sejawat lain, pihak ru-mah sakit dan juga pemerintah.

(HI)

Gesekan di Korps Jas Putih”Dengan bekerjasama malah lebih efektif. Dan ada prosespembelajaran dari kasus yang ditangani dokter lain.”

DR. Dr. Lugyanti Sukrisman, SpPD, K-HOM

Prof. Dr. Ali Ghanie, SpPD, K-KV

Page 12: Halo Internis Edisi 15; Harapan & Tantangan PAPDI Masa Depan_2

12 Halo INTERNIS Edisi 15 Oktober 2009Profil PAPDI

Suatu hari, Prof. DR. Dr. Harun Alrasyid Damanik,SpPD, SpGK sedang berada di dalam pesawatdari Medan menuju Malaysia untuk mengajar disebuah universitas di sana. Penumpang di sebe-lahnya bertanya, “Mau berobat ke Malaysia ju-

ga?” Prof. Harun, begitu biasa disapa, terperangah, ti-dak terpikir akan mendapat pertanyaan seperti ini. Se-begitu kuatkah image Malaysia sebagai tempat bero-bat untuk masyarakat Indonesia, terutama di Medan?Merasa terganggu dengan pertanyaan itu, Guru BesarTetap Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Uta-ra ini lantas menjelaskan siapa dirinya, “Saya seorangprofessor medis yang justru mengajar para dokter diMalaysia sana.”

Pria kelahiran Pematang Siantar 5 November 1950silam ini gundah melihat fakta ada kecenderunganmasyarakat Indonesia yang lebih senang berobat keluar negeri. Menurutnya, hal itu didorong oleh gen-carnya promosi mereka yang menggabungkan paketberobat dengan paket wisata. “Berobatnya itu wisa-ta berobat, padahal pasien hanya melakukan checkup. Mereka menjaring pasien-pasien kita di sini de-ngan sistem itu dan di-backing oleh pemerintahnya,”kata Prof. Harun.

Sebagai contoh, tambahnya, Malaysia memilikikonsul jendral yang khusus mengurusi bagian pari-wisata. Padahal, banyak pasien yang berusaha me-ngobati penyakitnya ke luar negeri justru tidak men-dapatkan kesembuhan. “Mereka (pasien) akankembali kepada kami, dokter di dalam negeri,” ujarKetua PAPDI cabang Sumatera Utara ini.

Kendati demikian, suami dari Dr. Meida Hartati,SpKK ini juga mengakui ada kelemahan pada sistempelayanan kesehatan di Indonesia. Diantaranya, tingginyapajak alat kesehatan dan mahalnya harga obat yang me-ngakibatkan biaya pengobatan menjadi tinggi. Pelayananpengobatan di luar negeri memang lebih unggul dibandingdi Indonesia. Pasien, misalnya selalu ditangani oleh timdokter, yang sedikit banyak membangun kepercayaan pa-sien. “Mereka menang dari sisi kredibilitas, fasilitas, dansistem,” ujar Internist yang juga ahli gizi ini.

Padahal, lanjutnya, banyak dokter Malaysia, justrumendapatkan pendidikan kedokteran di Indonesia. Pro-gram internasional di beberapa fakultas kedokteranmembuka kesempatan bagi para mahasiswa asing untukbelajar di Indonesia. “Kalau dulu sempat ada pemaham-an kita yang belajar ke luar negeri, tapi sekarang seba-liknya, mereka yang belajar ke sini. Ini perlu diketahuioleh masyarakat, agar mata mereka terbuka tentang ke-mampuan dokter Indonesia,” katanya geram.

Salah satunya, anggota World Allergy Association inimengharapkan agar event-event kedokteran dapat dise-lenggarakan di Medan ini. “Gaung acara-acara besar se-perti ini akan sampai ke masyarakat,” katanya menunjukacara PIN PAPDI VII yang Agustus 2009 lalu diseleng-garakan di Medan.

Tak hanya terhadap masyarakat, acara-acara kedok-teran, sudah barang tentu akan membawa dampak lang-sung bagi para dokter di Medan dan daerah sekitarnya.Mereka bisa mendapatkan pengetahuan dan keterampil-an baru dari seminar maupun workshop yang diikuti.“Mereka (internis) yang berada di pulau Nias, Sibolga,Sidempuan, dan daerah lain bisa berdiskusi, melakukanendoskopi, USG, dan lain sebagainya,” ujar Pengurus IDIwilayah Sumatera Utara ini.

Internis Daerah: Garda Depan PAPDI

Prof. Harun sangat concern terhadap berbagai per-soalan yang menyangkut para dokter, terutama internisdi Medan. Ada banyak hal yang menjadi perhatiannya,mulai dari meningkatkan keahlian dan kemampuan paraahli penyakit dalam hingga soal perlindungan hukum.“Mereka (internis) garda terdepan di masyarakat bagi or-ganisasi,” katanya.

Di balik perhatiannya kepada PAPDI, sebenarnya men-jadi internis merupakan “pilihan” keduanya. Prof. Harunsendiri dapat dikatakan mulai menggeluti bidang pe-nyakit dalam di umur yang tidak lagi muda. Karir medis-nya dimulai dari Departemen Gizi Fakultas KedokteranUniversitas Sumatera Utara (FK USU). Lulus dari FK USUMedan tahun 1977, ia langsung menjadi staf pengajarDepartemen Ilmu Gizi FK-USU, kemudian menjadi sek-retaris bagian ilmu gizi FK-USU tahun 1984, dan berlan-jut sebagai Pelaksana Kepala Bagian Ilmu Gizi FK-USUtahun 1987 hingga akhirnya diangkat sebagai Kepala De-partemen Ilmu Gizi FK-USU di tahun yang sama.

Kepincut Ilmu Penyakit Dalam (IPD) lantaran orangtuanya menderita diabetes dan hepatitis. Ia pun mengu-rus izin melanjutkan studi di IPD di tengah sudah mapanberkarir di departemen gizi. “Usia saya 43 tahun ketikamulai menjalani PPDS penyakit dalam Padahal, saat ituia sudah menjabat sebagai Kepala Departemen Ilmu GiziFK-USU,” ujarnya membuka lembaran masa lalunya. Di-akuinya, menggeluti IPD di saat sudah tidak muda lagi,merupakan perjuangan tersendiri. Tapi, untunglah, istridan anak-anaknya sangat mendukung apapun yang men-

jadi keinginan dan cita-cita. “Umur tidak jadi ha-langan asal ada kemauandan mau berkorban. Halitu juga dapat dijadikanmotivasi bukan hanya ke-pada anak-anak saya teta-pi juga rekan dan anak di-dik kita.”

Setelah selesai men-jalani spesialis penyakit da-lam, Prof. Harun tetap kem-bali ke depar temen gizimenjadi staf pengajar luarbiasa Bagian Gizi FK-USUdan Koordinator KKS GiziKlinik FK-USU.

Dididik Ketat danDisiplin olehOrangtua

Keteguhan dalam menuntutilmu, diakui Prof. Harun, karenahasil gemblengan orangtuanya.Kala itu, ayahnya selalu mena-namkan prinsip, bahwa se-seorang harus terus berbuatsesuatu dan tidak berputus asadalam mencapainya. Ayahnya be-kerja sebagai pegawai di Peng-adilan Negeri Medan denganjabatan yang cukup tinggi, yangmemungkinkan ia dan saudara-saudaranya untuk menikmati se-genap fasilitas dari jabatan orang-tuanya. Tapi, orangtuanya justruselalu menanamkan kesederhana-an hidup pada keluarganya. Harun

kecil juga dikenal sebagai anak baik yang tidak ‘neko-neko’dalam menjalani kesehariannya. Alih-alih melakukan kegiat-an yang membuat khawatir orang tua, Harun lebih memilihberkonsentrasi pada buku dan musik. Ya, ia begitu meng-gemari biola. Ia bahkan kursus untuk memainkan alatmusik ini mulai kelas 6 SD hingga ia duduk di bangku ku-liah. “Memainkan musik akan mengasah kepekaan kita,”ujar anak kedua dari delapan bersaudara ini

Disiplin dan kesederhanaan yang diterapkannya jugadiajarkan kepada istri dan anak-anaknya. Dokter yang ju-ga penggemar musik melayu dan jazz ini menyunting te-man sejawatnya Dr. Meida Hartati, SpKK ketika ia masihmenjalani praktik keluar masuk kampung.

Puluhan tahun menjalani kehidupan dengan istri ter-cinta, Prof. Harun memiliki prinsip, bahwa setinggi apa-pun gelar atau jabatan yang disandangnya tidak membu-atnya bisa semena-mena dalam rumah tangga. “Kehi-dupan rumah tangga bukan sebuah korporasi, yang ha-rus ada direktur dan bawahan-bawahan,” katanya.

Sebaliknya, Prof. Harun bekerjasama dengan sang istriuntuk melakukan semua aktivitas rumah tangga. Bukanhal yang tabu baginya untuk menyiapkan sarapan atauberbelanja untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Yangterpenting, Prof. Harun menekankan agar ia bersama kelu-arga dapat melakukan sarapan pagi bersama-sama dirumah sebelum melakukan aktivitas masing-masing.

Tiga anak mereka kini telah dewasa, dan dua di anta-ranya mengikuti jejak Prof. Harun dan istri menjadi seo-rang ahli medis. Putera pertamanya adalah ZulkarnainSyahputra, SSi, dan anak kedua Dr. Rini Miharty kini ten-gah menjalani PPDS Ilmu Penyakit Dalam di FK-USU, se-

“Jangan sampai masyarakatmenganggap internis itu adalahdokter umum plus.”

Prof. DR. Dr. Harun Alrasyid Damanik, SpPD, SpGKTak Ada Kata Terlambat untukWujudkan Cita-cita

Page 13: Halo Internis Edisi 15; Harapan & Tantangan PAPDI Masa Depan_2

13Halo INTERNIS Edisi 15 Oktober 2009 Profil PAPDI

Prof. Dr. dr. Hj. Andi Dinajani Setia-wati H. Mahdi Sp.PD, K-AI, Sp KL,SH memutuskan bergabung denganPartai Demokrat, partai yang meng-usung Presiden Susilo Bambang Yu-

dhoyono untuk memulai kiprah politiknyasebagai anggota DPR. “Sebenarnya adabeberapa partai yang ‘melamar’ saya,”ujarnya. Namun Prof. Dina memutuskanuntuk jatuh ke ‘pelukan’ Demokrat karenamerasa sejalan dengan visi dan misinya.Selain itu, ia juga cukup mengenal SusiloBambang Yudhoyono, yang ia katakan se-bagai seorang yang santun, Profesor di Bi-dang Alergi Imunologi ini berhasil masukke Senayan sebagai anggota legislatif pa-da Pemilu lalu, untuk daerah pemilihan Da-pil III Jawa Barat.

Seringnya berinteraksi dengan yang su-dah terjun lebih dahulu di bidang ini, mem-buat ia berminat untuk mendalami danberperan di ranah politik. Bagi Prof. Dina,politik sangat penting dengan situasi yangada sekarang, Bagaimana mengentaskankemiskinan, meningkatkan derajat kese-hatan, mensukseskan Millenium Develop-ment Goal’s. “Saya ingin memperjuangkankepentingan rakyat,” ujarnya.

Wanita kelahiran 14 Juni 1943 ini padatahun 1998 mendapat kesempatan meng-ikuti pendidikan Lemhanas KSA VIII. Itulahyang menjadi awal baginya “berkenalan”dengan dunia politik. “Perkenalan” ini men-jadi lebih lengkap setelah mendapat jabat-an sebagai Staff Ahli Menteri KoordinatorKesejahteraan Rakyat tahun 1998-2000,Staff Pribadi Wakil Presiden RI tahun 2000-2002 merangkap Tim Dokter Kepresiden-an RI dan Staff Ahli Menteri Sekretaris Ne-gara tahun 2002–2005.

“Ini rahmat Allah. Mungkin sudah ja-lannya, dan saya hanya mampu bersujudsyukur,” ujarnya ditanya tentang perasaan-

nya setelah dinyatakan terpilih sebagaiAnggota Legislatif untuk memperjuangkankepentingan rakyat. Hal lain yang ia rasa-kan adalah apa yang ia jalani adalah untukmeneruskan cita–cita ayahandanya, ber-juang untuk rakyat. Prof. Dina mencerita-kan, sang ayah, Andi Zainal Abidin SH se-masa hidupnya berkarir di bidang politik se-bagai anggota DPR yang juga banyak ber-juang untuk rakyat marginal. Kenang-ke-nangan tentang ayahnya mewarnai kiprah-nya untuk menjalankan peran baru nanti.

Tak heran dalam kampanyenya, istri da-ri Dr. Harijanto Mahdi, SpTHT, SpKL ini ba-nyak menyoal soal kemiskinan, kesehatanrakyat, dan kesetaraan gender. Sebagaidokter, Prof. Dina mengadakan pengobat-an atau bakti sosial di bidang kesehatandi pelosok-pelosok desa. Prof. Dina takakan pernah lupa menyusuri jalan berpu-luh kilometer di pelosok Jawa Barat, ber-kendara di malam hari pada waktu hujan

di tepi jurang. Tapi, ia sangat menikmatisemua yang ia jalani. Ia merasa berarti ke-tika melihat rakyat sangat antusias de-ngan kehadiran dokter di desa mereka.Wanita yang mendapat gelar Professor ta-hun 1995 dari Universitas Airlangga inimemperoleh banyak suara di kantong-kan-tong daerah seperti ini.

Prof. Dina mengatakan ingin fokus me-ngurusi bidang kesehatan ketika saatnyatiba nanti untuk mulai bertugas di Sena-yan. Dengan latar belakang birokrasi danilmu medisnya ia merasa lebih paham dibidang ini. Menurutnya hal yang mendesakuntuk diprioritaskan salah satunya adalahmengenai Sistem Jaminan Sosial Nasio-nal, yang sudah memiliki payung perun-dangan. Setiap keluarga, ujarnya, dapatmembayar iuran dengan jumlah nominaltertentu, dan nantinya mereka akan men-dapatkan pengobatan gratis sesuai pagu“Nanti dapat dirancang apakah (sistem ini)‘ditempelkan’ dengan askes atau bagai-mana. Nanti ada institusi khusus yang me-nangani. Pelan-pelan kita cari mekanismeyang mana yang paling cocok,” ujar wanitayang kini memiliki 8 cucu ini.

Selain sebagai ahli medis, Prof. Dina ju-ga memiliki keahlian lain sebagai ahli hu-kum, yang bisa ia terapkan untuk bekerja

nantinya. Prof. Dina juga telah membuat10 buku bertema tentang hukum kedok-teran dan Allergi Imunologi.

Nantinya ia akan memiliki tim ahli un-tuk membantunya bekerja. Menyoal kese-taraan gender, ia mengatakan wanita ituharus maju dan berbuat banyak untuk se-kitarnya. Ia berpendapat, wanita tidak bisadiremehkan dalam berkiprah, karena jikabekerja mereka cenderung serius, tang-guh dan ada kasih sayang. “Harus ada ke-setaraan Gender,” ujar wanita yang me-nguasai bahasa Inggris, Jerman dan Be-landa ini.

Seusai di pilih, ia bersama anggota par-tai demokrat lain yang juga berhasil masukke Senayan, sedang sibuk menjalani pem-bekalan-pembekalan, seperti tata caraberpolitik, team work, dan sebagainya. Ke-tika ditanyakan apa tantangan di bidangpolitik di banding medis, ia menjawab bah-wa kedua bidang tersebut sama–samamemberikan ‘challenge’ bagi dirinya. Iamengakui bahwa ada anggapan bahwa ti-dak ada teman sejati di politik yang adaadalah kepentingan sejati. “Tapi semua-nya tergantung itikad baik. Kemampuanlobi jelas diperlukan dan bagaimana mem-bawa visi dan misi kita,” kata staf peng-ajar di FKUI-RSCM ini.

Setelah mulai bekerja di senayan nanti,Prof. Dina mengatakan mungkin agak sulitbaginya untuk terus berpraktek sebagaidokter seperti sebelumnya “Untuk terusberpraktek seperti biasa, jelas waktunyatidak mungkin. Saya harus minta pensiun,”ujarnya. Tapi jika diminta keahliannya seba-gai dokter konsultan, berbicara di seminar,Prof. Dina merasa masih bisa memenuhi-nya. Selain itu, ia tidak akan menolak, jikasewaktu-waktu keahliannya sebagai ahlimedis diperlukan. “Secara etis, saya tidakboleh menolak,” tegasnya. “Dan jika sayamelakukan praktek kedokteran penekanan-nya adalah masalah kemanusiaan dan ja-ngan lupa bahwa saya masih anggota danmengabdi bagi PAPDI.” (HI)

Prof. DR. Dr. Hj. Andi Dinajani Setiawati H. Mahdi, Sp.PD, K-AI, SH:Berkiprah di Jalur Legislatif

“Kemampuan lobi jelasdiperlukan danbagaimana membawavisi dan misi kita.”

mentara anak ketiga Andry Syahreza, masih menjadimahasiswa S1 Kedokteran FK-USU.

Waktunya, banyak diisi oleh kegiatan-kegiatan sepu-tar medisnya. Itu juga yang menjadi komitmennya saat

menikah dulu, bahwa sebagai ahli medis ada sebagianwaktu yang akan dimiliki masyarakat. “Pasien-pasien kitamemiliki kita,” ujar Pengurus Perhimpunan OsteoporosisIndonesia (Perosi) cabang Sumatera Utara ini.

Diagnosa KejiwaanUntuk menjaga kebugaran tubuh, Prof. Harun melaku-

kan olahraga berenang satu kali seminggu selama 1hingga 2 jam. Di luar buku-buku kedokteran, ia memba-ca buku-buku lain yang bertema humanisme. “Ilmu pe-nyakit dalam itu luas, dengan menyelami hal-hal yangbersifat kejiwaan, dapat membantu kita untuk menelu-suri diagnosa,” kata Anggota Dewan Pakar Pengurus Pu-sat Perhimpunan Dokter Gizi Medik Indonesia (PDGMI)ini.

Di bidang penyakit dalam, bidang yang menjadi cura-han pikirannya saat ini, ia memiliki obsesi, bahwa dapatdilakukan audit terhadap bidang penyakit dalam ter-utama yang menyangkut sistem pengobatan. Internis ju-ga harus terus mengembangkan diri dengan ilmu yangsemakin berkembang. Pendidikan spesialis 2, ia sadarimasih memiliki kendala bagi internis-internis di daerah-daerah tertentu, terutama terkait waktu dan biaya.

Tak hanya meningkatkan kemampuan di dalam, bagiProf. Harun penting mengkomunikasikan kepada masya-rakat tentang sumberdaya yang dimiliki bangsa ini. “Kitabesar baik dari segi kuantitatif maupun kualitatif,” kata-nya. Dan satu hal lagi ia katakan, “Jangan sampai mas-yarakat menganggap internis itu adalah dokter umumplus.”

(HI)

Bersama istri dan anak di Austria.

Kiprah PAPDI

Prof. Dina di Senayan.

Page 14: Halo Internis Edisi 15; Harapan & Tantangan PAPDI Masa Depan_2

14 Halo INTERNIS Edisi 15 Oktober 2009Laporan Kasus

Pasien, Tn S, 32 tahun dirawat di RSCM dengan keluhan utama batuk-batuk dansesak napas yang semakin memberat sejak 1 hari sebelum masuk RS (SMRS). TigaBulan SMRS Pasien mengeluh sering batuk hilang timbul, tanpa dahak dan demamPasien menganggap sakit flu biasa. Keluhan dirasakan tidak membaik, beratbadannya turun sekitar 15 kg. Satu bulan SMRS pasien makin sering merasakan

keluhan batuk-batuk disertai nyeri dada kiri, sesak napas (+), dahak (-), demam kadang-kadang. Pasien berobat ke RSU dan dikatakan suspek tumor paru; sampai akhirnya 1 hariSMRS, keluhan semakin memberat, dan pasien dirujuk ke RSCM. Pasien bekerja seba-gai cleaning service di bandara, dan bertugas membersihkan pesawat dengan menggu-nakan cairan kimia bernama Ardrox. Kira-kira 6 bulan SMRS, pasien pernah terminum cai-ran tersebut tanpa sengaja. Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampaksakit berat, tekanan darah 110/70 mmHg, frekuensi nadi 120 kali/menit, regular, isi cu-kup, frekuensi napas 32 kali/menit, teratur, dan suhu 37ºC. Tinggi badan 170 cm dan be-rat badan 54 kg, BMI 18,68. Dari pemeriksaan paru didapatkan paru kiri tertinggal, fre-mitus kiri lebih lemah daripada kanan, perkusi paru kiri didapatkan pekak mulai sela igaIII, suara napas dasar vesikuler menurun di paru kiri, terdengar rhonkhi basah kasar dikedua lapang paru, tidak terdapat wheezing. Dari pemeriksaan penunjang darah dida-patkan Hb: 9,6 g/dl, hematokrit 28%, lekosit 10.200/ul, trombosit 292.000/uL, MCV 79,MCH 28, MCHC 35; fungsi hati, ginjal dan elektrolit normal. Pada pemeriksaan AGD dida-patkan pH 7,461, pCO2 29,5, pO2 83,9, HCO3 21,2, BE -2,8, Sat O2 96,2. Pada fotothorax didapatkan massa padat di mediastinum anteromedial sisi kiri dan gambaran pleu-ropneumonia kiri.

Terapi awal diberikan : Nasal kanul O2 4 l/m, IVFD NaCl 0,9% 500cc/8 jam, diet lunak2500 kkal/hari, UMU balans cairan seimbang / 24 jam, Ceftriaxon injeksi 1 x 2 g,Azithromicin tablet 1 x 500mg, Inhalasi: salbutamol , bromhexin NS/1:1:1/6 jam, ambrox-ol syr 3 x C1, paracetamol tab.3 x 500mg (prn). Pada perawatan hari ke-2, pasien mera-sakan batuk-batuk yang semakin parah disertai makin sesak napas dan nyeri dada. Pasiendicurigai mengalami Sindrom Vena Cava Superior, dan kemudian dilakukan radioterapiselama 4 hari, dengan dosis 13 Gy, dan diberikan tambahan terapi Dexamethason 3 x 2ampul. Secara klinis pasien mengalami perbaikan, tetapi dari hasil rontgen thorak ulang,(29/4) kesan stq dengan sebelumnya. Pasien tetap diberikan Dexamethason 3 x 2 ampul.

Pemeriksaan CT scan thorax menunjukkan massa padat heterogen di mediastinumsuperoanteromedial terutama kiri. Pada pemeriksaan ECG didapatkan sinus takikardia, NA,QRS rate 150x/m tanpa gambaran abnormalitas lain. Masalah ditegakkan: 1. Massamediastinum superoanteromedial kiri dipikirkan jenis Limfoma, dengan diagnosa pemban-ding (dd/ ): Timoma, Germ cell tumor, 2. Pneumonia dd/TB paru dengan infeksi sekunder,3. Anemia Mikrositik Hipokrom dipikirkan karena defisiensi besi dd/ anemia pada penyakitkronik. Seminggu kemudian (7/5) dilakukan rontgen thorak ulang dan didapatkan kesanmassa tumor mengecil. Didapatkan kesan massa tumor respon dengan kortikosteroid,apalagi didapatkan hasil LDH: 788 IU, dipikirkan massa tumor adalah suatu limfoma. Tetapidalam pemeriksaan fisik tidak didapatkan pembesaran kelenjar getah bening. Begitu jugadengan pemeriksaan USG abdomen, tidak didapatkan pembesaran organ intraabdomen.

Trans Thoracal Biopsy yang dilakukan, sitologinya tidak ditemukan sel tumor ganas; se-dangkan bronkhoskopi tak berhasil dikerjakan karena saat diberikan anestesi dengan li-dokain spray, pasien batuk-batuk sangat hebat, sesak dan mengeluarkan banyak sputumsehingga bronkhoskopi tidak bisa dilakukan. Dari analisa sitologi sputum yang keluar:tidak ditemukan sel tumor ganas. Konferensi bersama antara bedah torak, radiologi, on-

kologi medik, patologi anatomi dan pulmonologi (chest meeting), diputuskan untuk dila-kukan sternotomi + VC (terapetik sekaligus diagnostik). Persiapan, pasien dievaluasi olehbagian neurologi dimana gejala miastenia gravis negatip, sedangkan pada pemeriksaanEMG ( Harvay Masland Test), didapatkan hasil: pemeriksaan repetitive nerve stimulationpada m. Deltoid, m. Trapezius dan m. Nasalis didapatkan decreament > 10% (U shaped).Kesimpulan: Harvay Masland Test positif. Diputuskan untuk dilakukan plasmaferesis se-belum dan sesudah tindakan operasi, dan diberikan tambahan terapi Mestinon 3 x 1 tab-let. Pemeriksaan ekokardiografi pre operasi menunjukkan: EF 63%, fungsi diastolik LVpseudonormal, TAPSE 1,9 cm, dengan indikator lain normal. Disimpulkan , ada gangguanfungsi diastolik sedang dengan fungsi sistolik RV menurun. Saat itu dipikirkan bahwa pa-sien merupakan suatu kasus timoma. Dalam evaluasi pemeriksaan Rontgen thoraks 2minggu kemudian (25/5) didapatkan hasil: dibandingkan rontgen thorak sebelumnya ke-san massa tumor membesar. Pasien kemudian dilakukan tindakan torakotomi. Tetapi pa-da saat di meja operasi, pasien mengalami desaturasi, sehingga operasi dibatalkan. Danpada saat itu, dilakukan rontgen thorak ulangan (28/5) didapatkan hasil massa tumorsemakin membesar. Diputuskan kemudian untuk menyiapkan Endo Tracheal Tube (ETT)double lumen dan modifikasi teknik dari bagian anestesi, mengingat kegagalan dalam per-siapan operasi sebelumnya. Juga dipikirkan bahwa terjadinya desaturasi pada saat tindak-an operasi I adalah karena penekanan massa tumor pada paru kiri pada saat posisi pa-sien ditelentangkan. Akan tetapi bila posisi pasien dipertahankan duduk, posisi ini tidakmemungkinkan untuk dapat dilakukan tindakan torakotomi. Kemudian pasien dilakukanTrans Thoracal Biopsy ulang dan radioterapi menimbang kondisi pasien yang semakin se-sak, dan saat itu pasien sama sekali tidak bisa berbaring karena sesak napas yang se-makin memberat jika berbaring. Hasil sitologi dari TTB ulangan, yaitu: Mikroskopis: sedia-an sitologi aspirasi massa di mediastinum mengandung sel tumor tersebar dan berkelom-pok, inti sel pleomorfik, hiperkromatik, anak inti mencolok, sitoplasma banyak serta be-berapa limfosit. Kesimpulan: positif, tumor ganas, dipikirkan malignant germ cell tumor.Selama dilakukan radioterapi, secara klinis pasien mengalami perbaikan tetapi dari hasilrontgen thorak ulang 12-6-2009 didapatkan hasil: massa mediastinum post radioterapidibandingkan dengan foto tgl 28 Mei 2009 relatif stqa.

Hasil pemeriksaan β-HCG pasien ini normal, dengan AFP sangat tinggi: 4066 IU. Pasienjuga dipikirkan merupakan suatu kasus Yolk sac carcinoma. Tetapi pada pasien tidak di-dapatkan kelainan organ genitalia. Dalam evaluasi USG abdomen ulang, karena padapemeriksaan fisik didapatkan pembesaran hepar, dan pasien mengalami peningkatanenzim transaminase, hipoalbumin serta penurunan cholineesterase, menunjukkan: tam-pak lesi hiperekoik multipel dengan hipoekhoik ring di sekitarnya pada ke-2 lobus hepar,kesan metastase hepar. Dari hasil diskusi dengan bagian Patologi Anatomi setelah dila-kukan reevaluasi berdasarkan perjalanan penyakit, klinis pasien, dan hasil pemeriksaanpenunjang, disimpulkan: gambaran sediaan sitologi menunjukkan sel-sel tumor denganinti sangat pleimorfik, kromatin kasar, sehingga lebih sesuai dengan Thymic Carcinoma.

Hasil sitologi TTB ulang ( kedua ) :Dengan kasus thymic carci-

noma yang telah mengalamimetastase ke hepar, divisi he-matologi-onkologi melakukankemoterapi dengan bleomy-cin, etoposide dan cisplatin(BEP), Kemoterapi rencana di-berikan dalam 6 siklus, de-ngan jarak persiklus 3 ming-gu. Setelah menyelesaikan si-klus pertama, pasien memu-

tuskan untuk pulang atas permintaan sendiri. Dan kabar terakhir, pasien melakukan peng-obatan alternatif, dan pada tanggal 22/5 dikabarkan oleh keluarga pasien, bahwa pasienmeninggal dunia saat sedang berobat alternatif. Telah dilaporkan satu kasus problem diag-nostik tumor mediastinum: Thymic carcinoma , pada seorang pria muda. dengan perja-lanan klinis yang sangat progresif, dimana belajar dari kasus ini, untuk mencapai hasil op-timal pada kasus tumor ganas(–dan demikian seharusnya pada setiap kasus keganasan–)penanganannya memerlukan kerjasama multi disiplin secara terpadu cepat dan tepat. (HI)

ILUSTRASI KASUS:

Problema Diagnostik Pada Kasus Tumor MediastinumYusalena Sophia Indreswari*, Cosphiadi Irawan***Peserta Program Pendidikan SP1 Ilmu Penyakit Dalam RSCM –FKUI ** Divisi Hematologi-Medikal Onkologi RSCM -FKUI

Rontgen foto 21-4-2009 Rontgen foto 29-4-2009

RadioTerapi 13 Gy

Rontgen 7-5-2009 Rö : 25-5-2009

Tampakmassa tumor

membesar

Rö: 12 – 6 – 2009 Hasil USG abdomen: tampak multipel lesi dikedua lobus

Page 15: Halo Internis Edisi 15; Harapan & Tantangan PAPDI Masa Depan_2

15Halo INTERNIS Edisi 15 Oktober 2009 Teknologi Medis

Fibrosis hati merupakan salah satukomplikasi penyakit hati kronik yangdapat berakibat fatal. Sampai saatini biopsi hati merupakan bakuemas untuk mendiagnosis fibrosis

hati. Namun karena sifatnya yang invasif,sering kali pasien menjadi enggan untukdilakukan biopsi hati, yang akhirnya men-jadi salah satu penyulit dalam menegak-kan diagnosis. Keadaan tersebut me-nyebabkan penatalaksanaan pasien men-jadi tidak optimal. Selama dekade ter-akhir ini, para ahli mengembangkanmetode baru untuk mencari alternatifdiagnosis fibrosis hati yang non invasif,

mudah dikerjakan, aman bagi pasien,dan dengan hasil yang akurat. Transientelastography merupakan metode non in-vasif yang relatif baru untuk mendiagno-sis fibrosis hati dengan cara mengukurelastisitas jaringan hati,yang pada awalnya dikem-bangkan di Perancis.

Alat tersebut terdiri dariprobe transduser ultrasonikdengan amplitudo dan fre-kuensi yang rendah. Denganmetode ini, gelombang ultra-sonik diteruskan melalui ak-sis dari vibrator. Vibrasi dariamplitudo rendah dan fre-kuensi rendah akan ditrans-misikan melalui transduser,yang menginduksi gelom-bang elastic shear dan dite-ruskan ke jaringan. Akuisisidari gelombang yang dipan-tulkan digunakan untuk me-

ngukur kecepatan hantaran, dimana kece-patan hantaran tersebut menunjukkanelastisitas jaringan hati yang dinyatakandalam satuan kilo Pascal (kPa). Semakinpadat suatu jaringan, maka gelombangyang dihantarkan semakin cepat.

Transient elastography mengukur elas-tisitas jaringan hati pada kedalaman an-tara 25-65 mm dibawah permukaan kulit.Volume jaringan hati yang diukur kira-kirasebesar silinder dengan ukuran diameter1 cm dan tinggi 4 cm. Volume tersebutsetidaknya 100 kali lebih besar daripadavolume jaringan hati yang diperiksa me-lalui biopsi hati, dimana pada biopsi hatihanya 1 : 50.000 jaringan hati yang dipe-riksa, sehingga ukuran tersebut dianggaplebih representatif menggambarkan kea-daan parenkim hati.

Pemeriksaan dilakukan dengan posisipasien terlentang dan agak lateral deku-bitus. Lengan kanan dalam keadaan ab-duksi maksimal. Pengukuran dilakukanpada lobus kanan hati, melalui interkos-

tal. Untuk menentukan lobus kanan, ma-ka dilakukan perkusi untuk mencari ba-tas paru kanan dan lobus kanan hati.Ujung dari probe transduser dioleskan de-ngan jelly dan diletakkan ke permukaankulit. Dengan bantuan gambaran gelom-bang ultrasonik yang bergerak (time-mo-tion images), probe diletakkan pada dae-rah hati dengan tebal jaringan minimal 6cm dan bebas dari struktur vaskular yangbesar. Permukaan probe harus tegak lu-rus dengan permukaan kulit. Keadaantersebut diketahui melalui gambaran ge-lombang yang seperti kue lapis.

Berdasarkan penelitian Roulot dkk da-lam Journal of Hepatology 2008, nilaistiffness normal pada laki-laki sehat ada-lah 5,8 + 1,6 kPA, perempuan sehat 5,2+ 1,6 kPA, laki-laki dengan indeks massatubuh (IMT) > 30 kg/m2 6,3 + 1,9 kPA,perempuan dengan IMT > 30 kg/m2 5,4+ 1,5 kPA. Usia tidak mempengaruhi stiff-ness. Coco dkk melaporkan peningkatanstiffness hati 1,3-3 kali lipat pada pasiendengan kadar ALT yang sangat mening-kat.

Dari hasil metaanalisis 7 studi, tran-

sient elastography mempunyai sensitivi-tas 70% (95% CI, 67-73%), spesivisitas84% (95% CI, 80-88%), positive likelihoodratio 4,2 (95% CI, 2,4-7,2%), dan nega-tive likelihood ratio 0,31 (95% CI, 0,23-0,43%).

Keunggulan transient elastography bi-la dibandingkan dengan biopsi hati, se-lain ukuran jaringan hati yang diperiksalebih besar, metode tersebut juga non in-vasif, pasien tidak perlu puasa, prosedurcepat (kurang dari 5 menit), mudah dila-kukan pada pasien rawat jalan, relatifmurah, tidak operator-dependent, serta

hasil yang cepat dan akurat. Kelemahandari transient elastography adalah prose-dur tersebut sulit dilakukan pada orangyang gemuk, jarak interkostal yang sem-pit, dan pasien dengan asites.

Dari uraian diatas dapat disimpulkanbahwa transient elastography merupakansalah satu alat uji diagnostik non invasifyang dapat diandalkan untuk mendiagno-sis fibrosis hati. Namun, dalam interpre-tasi hasil diperlukan kombinasi dengankeadaan klinis dan pemeriksaan penun-jang lainnya.

Transient Elastography: Modalitas Non Invasif Untuk

Diagnosis Fibrosis Hati

Gambar 5. Korelasi hasil transient elastography dan stadium fibrosis Metavir

Keterangan: (A) Hepatitis C. (B) Koinfeksi Hepatitis C-HIV. (C) Hepatitis C rekurens setelah transplantasi hati.(D) Hepatitis B. (E) Penyakit kolestasis kronik.

Gambar 2. Gambaran hasil transient elastography

Gambar 4. Posisi pasien dan operator.Gambar 1. Transient elastography

Dr. Irsan Hasan, SpPD, K-GEHDivisi Gastroenterologi dan Hepatologi,

Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI-RSCM

Gambar 3. Posisi probe transient elastography

Page 16: Halo Internis Edisi 15; Harapan & Tantangan PAPDI Masa Depan_2

16 Halo INTERNIS Edisi 15 Oktober 2009

A. Pendahuluan

Influenza A baru (H1N1) adalah virusinfluenza baru yang berasal dari babiyang awalnya menyerang Mexico danAS pada bulan Maret dan April 2009.Penyebaran virus baru ini diduga sama

dengan penyebaran virus influenza musi-man yaitu terutama melalui batuk danbersin Penyebaran dapat juga terjadi aki-bat memegang obyek yang terkontamina-si oleh virus dan kemudian memegangmulut atau hidung.

Kasus influenza A baru pertama di ASdidapatkan pada tanggal 15 April 2009dan kasus kedua pada tanggal 17 Juli2009 berdasarkan pemeriksaan laborato-rium CDC, yang kemudian menyebar keMexico dan Eropa. Pada tanggal 27 April2009 WHO menetapkan fase 4 pandemikarena penyebaran virus influenza A barutersebut terjadi secara human-to-humandan bersifat menetap. Dua hari kemudianfase pandemi tersebut ditingkatkan men-jadi fase 5 dan akhirnya pada tanggal 11Juni WHO meningkatkan kembali fase pan-demi ketingkat tertinggi yaitu fase 6.

Diseluruh dunia hingga bulan Oktober2009 didapatkan jumlah kasus terkonfir-masi sebanyak lebih dari 375.000 pasien,dan 4500 pasien diantaranya meninggal.Case fatality rate influenza A ini diperkira-kan 0,4 % ( 0,3 % - 1,5 %). Secara kumu-latif jumlah total kasus di Indonesia hing-ga September 2009 adalah 1097 pasien,dimana 10 pasien diantaranya meninggal.

B. PatogenesisVirus influenza A baru H1N1 termasuk

dalam family orthomyxovirus dengan intiRNA dan dinding kapsulnya mengandungantigen haemaglutinin (H) dan neuramini-dase (N) (Gambar 1).

Gambar 1. Struktur virus influenza A

Mekanisme transmisi human-to-humanpada influenza belum seluruhnya dapat di-jelaskan. Kemungkinan partikel yang besar(droplet) dan partikel yang kecil (aerosol)keluar pada saat pasien batuk dan bersin.Virus yang terhindar dari sistem imun lokal(specific secretory antibody/IgA, gerakanmukosilier) akan terdeposit pada epitel sa-luran napas dan virus yang melekat terse-but selanjutnya akan melakukan penetrasikedalam epitel kolumnar. Virion progeniyang terbentuk akan menyebar ke sel-selepitel yang berdekatan dimana siklus repli-kasi virus tersebut kemudian terjadi kem-bali. Neuraminidase virus akan menurun-kan viskositas film mukosa saluran napas,membuka reseptor permukaan seluler danmemudahkan penyebaran cairan yang me-ngandung virus tersebut kesaluran napas

bagian bawah. Lamanya masa inkubasihingga onset penyakit dan lamanya pele-pasan virus (viral shedding) bervariasi yaitu18 – 72 jam tergantung dari jumlah inoku-lum. Pelepasan virus pada saluran napasmulai didapat 24 jam sebelum onset pe-nyakit, dan akan meningkat dengan cepatserta mencapai puncak selama 24 – 48jam untuk kemudian menurun hingga men-capai kadar yang rendah. Umumnya virusinfluenza tidak akan terdeteksi lagi setelah5 – 10 hari. Pada anak-anak viral sheddingumumnya lebih lama dan lebih banyak di-bandingkan dengan orang dewasa. Umum-nya perjalanan penyakit yang timbul ber-kaitan dengan pola pelepasan virus, danberatnya penyakit berkaitan dengan jumlahvirus yang dikeluarkan.

Interferon dapat dideteksi dalam se-kret saluran napas sekitar 1 hari setelahpelepasan virus dimulai. Virus influenzapeka terhadap efek antivirus interferon,dan diduga bahwa respon interferon ber-peran dalam penyembuhan infeksi (Gam-bar 2).

Gambar 2. Skema perjalanan penyakit influenza A

Respon sitokin yang aberrant didugaberperan dalam patogenesis influenza khu-susnya pada infeksi oleh virus H5N1. Se-cara invitro kadar TNF-à dan sitokin proin-flamasi lain pada sel yang terifeksi oleh vi-rus H5N1 lebih tinggi dibandingkan dengansel yang terinfeksi oleh virus H3N2 danH1N1.

Faktor yang mempermudah terjadinyakomplikasi primary viral pneumonia dapatberasal dari pasien sebagai pejamu mau-pun agen (virus). Pada animal study dida-pat bahwa perubahan pada nukleoproteindapat meningkatkan replikasi virus, me-ningkatkan tingkat ekspresi gen dan ke-matian pada binatang percobaan menjadilebih cepat. Lebih lanjut substitusi tunggalpada asam amino ke 184 pada nukleopro-tein akan meningkatkan titer virus dan ka-dar oksida nitrit pada jaringan, meningkat-kan ekspresi gen respon imun pejamu danmeningkatkan kadar TNF-à sehingga mem-percepat kematian pada binatang perco-baan. Selanjutnya pasien yang berisikotinggi untuk terjadinya komplikasi akibatinfeksi virus influenza A baru H1N1 ada-lah anak < 5 tahun, pasien usia lanjut ≥65 tahun, pasien dengan penyakit dasarparu (asma, PPOK), penyakit jantung, pa-sien dengan sirosis hepatis, chronic kid-ney disease, DM, kelainan neuromuskular,pasien yang mendapat terapi imunosupre-sif, pasien HIV dan wanita hamil.

Pada otopsi pasien yang meninggal di-dapatkan adanya perubahan berupa reac-tive hemophagocytic syndrome, ARDS dangagal multi organ. Semua kelainan terse-

but berkaitan dengan adanya peningkatanproduksi sitokin (cytokine storm) yang me-nyerupai TNF-à dan interferon (Gambar 3).

Infeksi virus influenza A menyebabkanhancurnya sel-sel epitel dan deskuamasimukosa superfisial saluran napas, namun

lapisan basal epitel tetaputuh. Gejala lokal timbul di-duga akibat adanya edemadan infiltasi sel-sel mononu-klear sebagai respons terha-dap kematian dan deskua-masi sel tersebut. Gambar-an bronkoskopi yang tipikalpada pasien influenza tanpakomplikasi didapatkan ada-nya tanda-tanda inflamasiyang difus pada trakea, la-rings dan bronkus disertai

dengan tanda-tanda injeksidan edema mukosa. Peme-riksaan otopsi pada pasienyang meniggsl memperli-hatkan adanya trakeobron-kitis nekrotikans yang luasdisertai ulcerasi dan slou-ghing mukosa endobron-kial, perdarahan yang eks-tensif, pembentukan membrane hialin de-ngan infiltrasi sel-sel yang sedikit mengan-dung polimorfonulear. Kerusakan epitel sa-luran napas akibat virus influenza akan me-nurunkan resistensi mukosa terhadap in-vasi sekunder akibat bakteri.

C. Gejala KlinisInfuenza-like illness merupakan gejala

awal yang sering dijumpai berupa demam,batuk, pilek dan nyeri tenggorok. Gejalalain yang bisa didaipatkan adalah mual,muntah, diare dan lethargy (Gambar 4)

Pada primary viral pneumonia didapat-kan gejala batuk non produktif dan padakeadaan yang berat bisa didapatkan fro-thy, pink tinged sputum. Pada keadaanpneumonia yang berat bisa didapatan tan-da-tanda sianosis dan hipoksemia. Padapemeriksaan fisik didapatkan gejala nonspesifik dimana bisa didapatkan konjungk-tivitis, rhinitis dan bila disertai dengan tra-kheitis maka akan didapatkan keluhannyeri pada daerah trakhea. Frekwensi na-pas meningkat dan didapatkan ronkhi ba-sah pada seluruh lapangan paru denganatau tanpa disertai mengi. Pada pemerik-saan foto dada didapatkan gambaran infil-trat bilateral yang difus, dan gambaran ra-diologis tersebut tidak dapat membeda-kan antara infeksi virus dan bakteri. Bilaterjadi komplikasi ARDS maka akan dida-patkan infiltrat yang semakin bertambahsecara progresif dalam beberapa hari(gambar 5).

Infeksi sekunder akibat bakteri seringdidapat pada pasien dengan primary viralpneumonia dengan gambar klasik berupaperbaikan sementara dari gejala klinisyang dialami pasien yang kemudian mem-buruk kembali, dan umumnya perjalananpenyakitnya sudah > 7 hari. Pada foto da-da didapatkan adanya gambaran infiltratnamun secara radiologis sulit dibedakandengan infiltrat akibat infeksi virusnya sen-diri. Pneumonia bakterial tersebut dapat

terjadi akibat berbagai macam ku-man namun yang sering didapatkanadalah Streptococcus pneumoniae,Staphylococcus dan Haemophilusinfluenzae. Pada pasien dengan risi-ko tinggi akan didapatkan juga tan-da-tanda dan gejala penyakit dasarmisalnya PPOK (gambaran paruyang emfisematous) dan pembesar-an jantung pada pasien dengan ke-lainan katup jantung.

Sebanyak 46-50 % pasien yangrawat inap di US dan 46 % pasienyang meninggal di Mexico merupa-kan kelompok dengan risiko tinggiyaitu masing-masing dengan keha-

Info Medis

Tatalaksana Primary Viral Pneumonia Akibat Influenza A Baru H1N1

DR. Dr. C. Martin Rumende, SpPD, K-PDivisi Pulmonologi, Departemen Ilmu Penyakit

Dalam FKUI-RSCM

Gambar 3. Mekanisme peningkatan sitokin padaARDS akibat influenza A

Gambar 4. Gejala klinis influenza

Gambar 5. Gambaran infiltrat yang semakin bertam-bah pada hari ke 3 (a), ke 4 (b) dan ke 6 (c) padaprimary viral pneumonia.

Page 17: Halo Internis Edisi 15; Harapan & Tantangan PAPDI Masa Depan_2

17Halo INTERNIS Edisi 15 Oktober 2009 Info Medis

milan, dan dengan penyakit dasar lainnyayaitu asma, penyakit paru kronik, DM, pe-nyakit autoimun yang mendapat terapiimunosupresif, gangguan neurologi danpenyakit kardiovaskuler. Pada 45 pasienyang meninggal di Mexico 54 % diantara-nya tanpa adanya penyakit dasar. Gagalnapas yang terjadi secara progresif terjadipada sebagian besar kasus yang berat/ka-sus fatal.

Kasus-kasus fatal di Mexico medianwaktu antara mulai sakit sampai dirawatadalah 6 hari (1 – 20 hari), sedang di USmedian waktunya adalah 4 hari. Manifes-tasi yang banyak didapatkan pada kasus-kasus yang fatal adalah demam, sesak na-pas, mialgia, malaise berat, takhikardi, ta-khipnu dan kadang-kadang hipotensi sertasianosis.

Pada pasien dengan pneumonia beratdi Mexico secara radiologis didapatkanadanya infiltrat yang noduler/alveolar, dankadang-kadang berupa infiltrat pada ba-gian basal paru serta gambaran edemaparu non kardiak (ARDS). Median waktumulai timbulnya gejala sampai meninggaladalah 10 hari (2 – 33 hari).

Pada pemeriksaan darah tepi bisa dida-patkan leukopeni maupun leukositosis.Pada pasien-pasien yang dirawat di Mexicodidapatkan juga adanya limfopeni, pening-katan enzim transaminase, LDH dan padabeberapa pasien didapatkan juga adanyainsufiensi ginjal akibat hipotensi dan dehi-drasi. Pada beberapa pasien juga didugaadanya miokarditis akut. Pada beberapapasien didapatkan bukti adanya infeksi se-kunder oleh bakteri dengan manifestasiempiema, pneumonia nekrotikans danventilator associated peumoniae.Pada pe-meriksaan otopsi pada pasien-pasien yangmeninggal didapatkan kelainan patologiyang sesuai dengan ARDS akibat primary

viral pneumonia yaitu berupa kerusakanalveolar yang difus, infiltrat peribronkhialdan perivaskuler, hiperplasi saluran napasdan bronkiolitis obliterans.

D. DiagnosisPrimary viral pneumonia ditegakkan

berdasarkan adanya gejala sesak napasyang memberat secara progresif disertaibatuk dan sianosis serta pada foto toraksdidapatkan adanya infitrat yang dapat se-makin bertambah dalam waktu beberapahari atau adanya gambaran edema paru.Perburukan gejala klinis tersebut terjadidalam waktu 3 – 5 hari sejak onset penya-kit dan pada pemeriksaan laboratorium di-dapatkan adanya leukopeni, limfopeni dantrombositopeni.

Pada kasus yang berat didapatkan ada-nya hipoksia akibat gagal napas dengangradien oksigen antara alveoli dan kapiler(pO2/FiO2) < 200. Sebaliknya pneumoniabakterial yang terjadi akibat infeksi sekun-der oleh bakteri timbul setelah ≥ 7 hari se-jak timbulnya keluhan influenza-like illnessdimana pada pemeriksaan laboratoriumpada awalnya didapatkan leukopeni na-mun kemudian terjadi leukositosis. Untukkonfirmasi diagnosis dilakukan pemeriksa-an RT-PCR dari spesimen yang berasal dariusapan nasofarings dan orofarings.

E. TatalaksanaUntuk mencegah terjadi komplikasi pri-

mary viral pneumonia maka pada pasiensuspek, probable maupun terkonfirmasi in-fluenza A baru H1N1 yang termasuk dalamkelompok risiko tinggi harus segera diberi-kan terapi oseltamivir 2 x 75 mg selama 5hari (Gambar 6). Obat antivirus oseltamivirharus diberikan sedini mungkin (< 48 jamsejak onset penyakit)

Pada primary viral pneumonia tersebut

selain oseltamivir diberikan juga antibiotikaberdasarkan pola kuman sesuai denganpedoman yang terdapat pada community-acquired pneumonia. Procalcitonin sebagaipetanda inflamasi yang spesifik untuk bak-teri dapat digunakan sebagai salah satupedoman dalam pemilihan antibiotik. Oksi-gen diberikan pada pasien yang mengalamihipoksia dengan mempertahankan satura-si oksigen > 90 %. Ventilasi mekanik bilaperlu dilakukan pada pasien dengan gagalnapas akibat pneumonia berat dan ARDS.

Terapi suportif juga diberikan denganmemberikan antipiretik golongan asetami-nofen serta cairan untuk mengatasi dehi-

drasi. Pemberian steroid secara rutin ha-rus dihidarkan. Kortikosteroid dosis ren-dah dapat dipertimbangkan pada pasiendengan syok septik yang memerlukan va-sopresor dan pada pasien yang didugamengalami insufisiensi adrenal.6,7

F. PrognosisInfeksi influenza A baru H1N1 pada pa-

sien dengan sistem imun yang baik me-nunjukkan prognosis yang baik karena se-bagian besar pasien akan sembuh. Padakelompok pasien dengan risiko tinggi da-pat terjadi komplikasi yang fatal. Sejauh iniangka mortalitas akibat virus influenza Abaru H1N1 tersebut didapatkan sebesar 6% (angka kematian di Mexico), angka inijauh lebih kecil dibandingkan dengan fluburung (83 %). Oseltamivir hingga saat inimasih efektif terutama bila diberikan seca-ra dini, sehingga dapat mencegah terjadi-nya komplikasi primary viral peumonia.

G. Kepustakaan Kepustakaan ada pada Redaksi.

Pada 7 September 2009 yang lalutelah diresmikan Program Pendidik-an Profesi Dokter Spesialis IlmuPenyakit Dalam Konsultan (Sp2)Fakultas Kedokteran Universitas

Padjadjaran/ RS Hasan Sadikin Bandung,bertempat di lantai 5 Gedung Ilmu Penya-kit Dalam, RS Hasan Sadikin Bandung.

Pada acara ini hadir Kepala Bagian Il-mu Penyakit Dalam yang merangkap se-bagai Ketua Program Pendidikan Sp2 Il-mu Penyakit Dalam Prof. DR. dr. RullyM.A. Roesli, SpPD-KGH; Dekan FakultasKedokteran Universitas Padjadjaran Ban-dung, dr. Ery Surahman, SpAn-K; DirekturUmum RS Hasan Sadikin Bandung Prof.dr. Cissy B Kartasasmita, MSc., SpA(K),PhD dan wakil dari Kolegium Ilmu Penya-kit Dalam Indonesia, dr. Imam SubektiSpPD-KEMD, serta seluruh staf bagian Il-mu Penyakit Dalam dan para undangan.

Peserta yang diterima pada angkatanpertama dalam semester ini berjumlah 8orang, dengan peminatan khusus antaralain di subbagian endokrin 2 orang, sub-bagian ginjal 1 orang, subbagian hematoonkologi 2 orang, gastro enterologi 1orang, dan infeksi 2 orang. Sementara 3peserta lainnya telah menempuh pro-

gram lama, masing-masing 1 orang disubbagian pulmonologi, ginjal hipertensidan infeksi.

Dalam sambutannya Kepala Bagian Il-mu Penyakit Dalam melaporkan sejak vis-itasi yang telah dilakukan Kolegium IlmuPenyakit Dalam dan disusul rekomenda-si program pendidikan Sp2 pada Septem-ber 2008, Bagian Ilmu Penyakit Dalam te-rus mempersiapkan diri sampai akhirnyaprogram ini dapat resmi dimulai tanggal 7September 2009 ini. Program PendidikanProfesi Spesialis ini menerima pesertabaik dari staf bagian Ilmu Penyakit DalamUniversitas Padjadjaran sendiri maupundari swasta. Beliau juga meminta dukung-an dari semua pihak untuk membantuterselenggaranya pendidikan ini denganbaik, termasuk dukungan dari FakultasKedokteran Universitas Padjadjaran.

Dekan Fakultas Kedokteran Universi-tas Padjadjaran dalam sambutannya jugamenghimbau agar program ini dapat dise-tarakan dengan jenjang S3 pada pendi-dikan akademik. Sementara Prof. Cissy,Direktur RS Hasan Sadikin, mengharap-kan agar dengan pendidikan yang sema-kin tinggi ini tidak menambah beban bia-ya bagi para pasien yang ditangani, ter-

utama para pasien yang tidak mampu diRS Hasan Sadikin ini. Dr. Imam dari Kole-gium Ilmu Penyakit Dalam, menyampai-kan selamat kepada Bagian IPD FK Uni-versitas Padjadjaran / RS Hasan Sadikinatas terselenggaranya pendidikan ini,dan menyerahkan secara simbolik nomorregistrasi peserta didik program yang te-lah diterima dari kolegium sebagai tandapenerimaan, sekaligus meresmikan pro-gram pendidikan jenjang profesi ini.

Demikian peresmian program pendi-dikan profesi ini memberikan harapandan wacana bagi bagian Ilmu PenyakitDalam FK Universitas Padjadjaran/ RSHasan Sadikin Bandung untuk mening-katkan mutu pendidikan dan sekaligusmemberikan pelayanan yang lebih baikbagi para pasien baik di lingkungan RSHasan Sadikin maupun dalam masyara-kat luas.

(HI)

Peresmian Program Pendidikan Profesi Dokter Spesialis Ilmu Penyakit Dalam Konsultan (Sp2) Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran/RS Hasan Sadikin Bandung

Kiprah PAPDI

Gambar 6. Oseltamifir (Tamiflu)

Page 18: Halo Internis Edisi 15; Harapan & Tantangan PAPDI Masa Depan_2

PAPDI Medical Relief :

Internis Untuk Ibu Pertiwi

18 Halo INTERNIS Edisi 15 Oktober 2009Kiprah PAPDI

Tanah air kembali berduka. Gempa 7,6 SR mendera belahan wilayah Sumatera Ba-rat pada 30 September 2009. Ratusan jiwa menjadi korban, tiga kampung di Pa-riaman rata dengan tanah, bangunan, termasuk pusat layanan kesehatan porakpo-randa. Bumi Andalas luluh lantak.

Internis lewat PAPDI Medical Relief (PMR) kembali ambil bagian membantu saudara-saudara korban gempa. Sehari setelah gempa, PMR memberangkat tim medis seba-nyak 7 orang ke Padang. PMR akan berada di lokasi gempa selama satu bulan. Merekadibantu LSM Aksi Cepat Tanggap (ACT) membuka posko kesehatan, posko layanan ber-gerak, dan menempatkan internis di RSU Pariaman. “Sehari setelah terjadinya gempa,kami langsung mengirim tim terdiri dari tujuh tenaga medis ke lokasi. Tim ini dilengka-pi obat-obatan yang diperkirakan mampu melayani 1000 pasien. Langkah pertama,mereka pun membuka layanan puskesmas darurat yang beroperasi selama 24 jamsekaligus sebagai tim advance, mendata kebutuhan kesehatan selanjutnya,” ujar Dr. AriFahrial Syam SpPD, K-GEH,MMB, pada jumpa persnya di ruang Ilmu Penyakit Dalam,RSCM/FKUI, 8 Oktober lalu.

Sempat Diancam Boikot Warga

Setelah menempuh perjalanan darat dari Jakarta, Dr. Erwin Mulya, SpPD dan timnyayang terdiri tujuh orang sampai di Padang Pariaman. Posko kesehatan segera didirikan.Sontak, pasien yang datang langsung membludak. Apalagi situasi di Padang Pariamansaat itu memang terbilang belum tersentuh bantuan. Maklumlah sejak gempa terjadi padaRabu, 30 September 2009, hampir semua mata dan bantuan mengarah ke pusat kota,Padang. Posko yang dibangun tak mampu menampung pasien korban gempa. Untunglah,ada warga menawarkan rumahnya yang kosong untuk ditempati. “Kelihatan rumah itucukup kuat, namun karena masih antisipasi, korban kita tempatkan di ruang tamu,”terang Dr. Erwin.

Namun masalah belum selesai sampai di sini. Banyak korban gempa tiba-tiba datangmeminta obat hipertensi dan diabetes. Dr. Erwin mencoba menanyakan pada rekan rela-wan medis lainnya perihal tersebut, tapi jawaban yang ia terima, “Kita hanya membawa-bawa obat-obat luka,” kata salah satu tim medis itu.

Maka mereka memutuskan salah satu anggota timnya untuk membeli obat-obatan lainyang dibutuhkan warga selain obat luka ke kota. “Kalau gempa diidentikkan dengan luka,itu tidak benar ya. Sejak hari pertama kita datang, sudah ada tiga jenis pasien yang kitatemui. Pertama, korban gempa langsung yang ketiban reruntuhan, kedua, orang sakityang karena gempa jadi terganggu pengobatannya seperti pasien hipertensi tadi, ketiga,korban yang tadinya tidak sakit apapun tapi karena psikologis atau karena gempa fisiknyatidak terjaga, pola makan terganggu, jadinya sakit,” ujar Erwin yang menuturkan bahwatimnya sampai harus tiga kali membeli obat-obatan lain ini.

Setelah permasalahanyang satu terpecahkan, ak-tifitas pun berlanjut. Kesi-bukan kian bertambah lan-taran satu personel ke kotauntuk membeli obat. Tiba-ti-ba saja, suasana bertam-bah riuh ketika datang se-rombongan warga mende-kati posko. “Mereka adalahwarga desa sebelah yangmerasa cemburu karenaposkonya tidak ditempatkan di desa mereka, padahal kami jelaskan bahwa mereka jugabisa datang kemari, tapi mereka menolak bahkan mengancam akan memblokir jalan ke-luar kami yang kebetulan melewati desa mereka,” tutur Dr. Erwin. Maka Dr. Erwin dantimnya berunding. Strategi baru pun rancang, tim harus dibagi antara yang menetap diposko dan mobile clinic. Belum lagi mereka juga harus mengurus perijinan dan penempat-an salah seorang dokter internis untuk ditempatkan di RS setempat.

Sikap sebagian warga yang agak menjengkelkan, lanjut Dr. Erwin, karena mereka tidakkenal bahwa PAPDI itu organisasi kedokteran yang akan memberi bantuan medis. Ia punmenyayangkan minimnya atribut PAPDI, seperti kaos, yang melekat pada tim medis. ”Na-ma PAPDI masih terdengar asing di telinga warga. Awalnya banyak warga yang tidak tahukalau kita dokter, dikiranya relawan biasa sehingga mereka meminta makanan ke kamidan mengancam akan membakar kalau tidak diberi, padahal itu kan bukan kapasitaskami,” terangnya.

Gempa Jawa Barat

Dr. Ir fan Maulani, Koordinator Bidang Relawan PMR, Tim PMR bertolak ke lokasikorban gempa sehari setelah gempa terjadi, Rabu, 2 September 2009 lalu. Tim per-tama, yang terdiri dari tenaga medis denga dilengkapi obat-obatan berangkat menujuCianjur Selatan. Seperti diketahui, Cianjur Selatan merupakan wilayah yang terkenagempa paling parah.

Pasca gempa PMR melanjutkan dengan tiga program rehabilitasi, yaitu traumahearing, klinik berjalan, dan membuat desa binaan. “Program daerah binaan masihterus berjalan, karena identifikasi masalah masih kami lakukan dan untuk sementaraini juga terhalang oleh datangnya gempa baru di Padang dimana tenaga medis kamisekarang semua fokus ke sana,” kata Dr. Ir fan yang saat diwawancarai lewat salurantelepon berada di posko gempa Padang, Pariaman. (HI)

PAPDI Medical Relief :

Internis Untuk Ibu Pertiwi

Page 19: Halo Internis Edisi 15; Harapan & Tantangan PAPDI Masa Depan_2

19Halo INTERNIS Edisi 15 Oktober 2009 Kiprah PAPDI

Pagi itu, 30 September 2009, Dr. Ir-za berangkat ke tempat kerjanya diRSUP Dr. M Djamil, Padang. Sianghari, seorang paramedis mengeluh-kan kurangnya jumlah perawat de-

ngan jumlah pasien yang mencapai 150orang. “Akan saya usulkan penambahanini, tapi sementara kita harus mengopti-malkan tenaga yang ada,” ujar Dr. Irzasambil menggurau bahwa bila kita tidakdemikian, pelayanan bisa ditutup. Dankata-kata Dr. Irza ada yang menjadi ke-nyataan. Ketika gempa terjadi, gedung 3lantai ini ambruk habis sehingga me-mang harus ditutup.

Sorenya, perasaan Dr.Irza tidak menen-tu. Biasanya pukul 16.30, dia sudah visitsore di RSU BMC, Padang. Tapi entahmengapa, ia baru keluar dari rumahnya diJl. Cendana Mata Air, Padang, pada pukul17.10 WIB. Baru 5 menit menyetir mobil,tiba-tiba terjadi goncangan dahsyat hinggaterdengar bunyi gemuruh bangunan yangnampak akan runtuh. Pohon besar di se-berang jalan pun terlihat hendak rubuh.

Semenit kemudian, ia melihat pendu-duk berhamburan keluar rumah berta-ngisan dan berpelukan. Mobil angkutankota ’rebah kuda’ dengan roda kananberada di atas. Beberapa saat kemudian,nampak penduduk di sepanjang jalan ber-gegas menuju daerah ketinggian. “Waktuitu ada rumor gempa ini akan disertaitsunami,” terang Dr. Irza.

Instingnya seketika mengatakan bah-wa dia harus kembali ke rumah memasti-kan keluarganya aman. Dalam perjalan-an, dilihatnya 4 ruko berlantai 4 dekat ru-mahnya ambruk habis disertai api yangmulai membakar. Hatinya seketika legamendapati istri dan kedua anaknya berdi-ri di depan rumah dalam keadaan sehat.

“Saya mencoba masuk ke dalam ru-mah, kondisinya sudah seperti kapal pe-cah, lemari mencium lantai, dua pesawattelevisi saya terjun bebas, kaca dan pera-bot rumah berserakan dilantai, serta airnampak menggenang,” ujar Dr. Irza pilu.Namun dia bersyukur selebihnya kondisirumahnya masih utuh meski terdapat re-tak-retak ringan.

Setelah itu Dr. Irza mencoba mencarikabar berita. Namun, bahkan radio mobil-nya pun tak memperdengarkan siaran. Pi-kirannya kian dikaluti oleh kekhawatiranpada sang ibu (75 tahun) yang menderitaosteoporosis pasca operasi protesa frak-tur kolum femoris 3 bulan sebelumnya.

Ketika dia mencoba menghubungi, sangpembantu, satu-satunya orang yang me-nemani ibunya mengatakan sang ibu ja-tuh tertelentang. “Hati saya kian gun-dah,” aku Dr. Irza.

Maka, Dr. Irza meluncur menuju sangibu, menerobos kemacetan dan gulitayang melanda karena listrik langsung matitotal pasca kejadian. Di tengah perjalananitulah dia menyaksikan gedung-gedungyang ambruk, diantaranya Lembaga Bim-bingan Belajar Gamma yang kemudian di-ketahui banyak menelan korban. Dari jauhia melihat orang berkumpul di depan ru-mah ibunya. “Saat saya melihat ibu sayaduduk di kursi, hati saya langsung lega,”kesahnya. Sang ibu lalu dibawanya menu-ju rumahnya. Meski keadaannya masihbengkak dan nyeri di belakang kepala ser-ta berjalan dengan tongkat.

Setibanya di rumah, ruko yang terba-kar tadi apinya ternyata kian membesar,bahkan mengancam rumahnya. Dr. Irza

sempat gelisah. Apalagi angin mulai ber-hembus kencang. Untungnya, mobil pe-madam kebakaran datang sekitar pukul23.30 dan berhasil memadamkan apiser ta mengevakuasi beberapa orangyang terjebak dalam reruntuhan gedung.

Kabar kemudian datang. Adik ipar, is-teri adik sepupunya masih terjebak di re-runtuhan gedung Suzuki Finance-Adira dijalan Agus Salim, Sawahan Padang. “Pa-dahal suaminya masih bekerja di Jambi,dan adik sepupu saya itu sudah sepertianak saya, mereka baru menikah sekitar5 bulan ini,” terangnya. Maka, Dr. Irzamemutuskan untuk menuju gedung Suzu-

ki Finance-Adira, meski jam sudah me-nunjukkan 00.30 dini hari. Terdengar rin-tihan, ”Tolooong …., Udaaa…., lamo lai…….... (tolong.. kakak.. lama sekali eng-kau datang)” Sekitar jam 02.30 sangadik ipar berhasil dievakuasi dalam ke-adaan lemas dengan ekstremitas kananbawah dalam keadaan remuk dan di ra-wat ke RS Dr M Djamil Padang. ”Sayakembali ke rumah dan merenung perihalujian yang maha dahsyat dari Yang MahaKuasa. Saya hidup di kota Padang dansudah merasakan gempa yang berulang-ulang sejak yang saya rasakan pertamakali kelas 1 SD pada tahun 1973, Tetapiuntuk gempa yang sekali ini saya sangatmemohon kepada Allah SWT untuk tidakterjadi lagi,” tutur Dr. Irza pilu.

Sayangnya, usia sang adik ipar hanyamampu bertahan seminggu. Jumat, 9 Ok-tober 2009, sang adik ipar menghembus-kan nafas yang terakhir di High Care UnitBagian Bedah RS. Dr. M Djamil Padang.Sebelumnya ia sempat menjalani 2 kalitindakan operasi dan 1 kali tindakan he-modialisis.

Guru Besar pun Jadi Korban

RS. Dr. M. Djamil, tempat yang banyakmerawat para korban gempa, bagian poli-klinik/administrasinya telah ambruk.Dokter, perawat dan staf yang sibuk ber-baur dengan sirene ambulan dan pasien-pasien rawat inap yang terpaksa di tem-patkan di lorong-lorong paviliun AmbunPagi dan tenda-tenda di jalan. Posko Je-nazah yang berada dekat pintu gerbangRS M. Djamil Padang menebarkan bauyang tidak enak.

“Diantara pasien-pasien itulah, terba-

ring sesepuh Bagian Penyakit Dalam, Gu-ru Besar kami yang sangat kami hormatidan kami cintai Prof Dr H Hanif SpPD, K-HOM,” kenang Dr. Irza pilu.

Dr. Irza mengaku miris jika menge-nang masa ini. Namun, dia merasa berte-rimakasih, fase akut pasca gempa inimampu teratasi dengan kerjasama ber-bagai pihak, baik dari bagian bedah mau-pun bagian penyakit dalam. Menurutnya,kepiawaian fisis diagnostic sangat diujikarena fasilitas penunjang seperti labora-torium dan radiologi tidak berfungsi.

Tak hanya rumah dan bangunan ru-mah sakit, ternyata bangunan tempatibadah seperti masjid turut runtuh akibatkorban gempa. Penduduk, termasuk Dr.Irza, terpaksa menjalankan sholat jum’atdi tenda.

Memulai AktivitasPenyakit Dalam

Seminggu setelah kejadian atau padaSelasa, 6 Oktober 2009, kegiatan ilmiahBagian Ilmu Penyakit Dalam mulai dilan-jutkan walau tidak maksimal. Rapatmembahas kegiatan PAPDI dalam mem-bantu masyarakat korban gempa dihadiri.Rapat ini dohadiri Ketua Bagian, Prof DR.Dr. H. Nasrul Zubir, Ketua Program Studi,Prof. DR. Dr. H. Asman Manaf, Ketua PAP-DI Cabang Sumbar, Prof. Dr. H. NuzirwanAcang, serta para Staf dan Residen.

Dr. Irza tahu, sebagai dokter, baktinyadibutuhkan. Terlebih ada anggota keluar-ganya turut menjadi korban dalam gempaini. Masih berada dalam suasana berka-bung, ia bersama koleganya justru berse-mangat untuk membantu korban gempadi tanah leluhurnya. Bendera PAPDI Medi-cal Relief pun berkibar sebagai simbolpengabdian internis di bumi Andalas yangluluh lantak. Bersama-sama dengan ang-gota PAPDI Cabang Sumbar, Prof. Dr. H.Syafril Syahbuddin, SpPD, K-EMD, Dr. H.Arina WM, SpPD juga bersama sekitar 15orang residen dan PAPDI Cabang Riauyang dipimpin oleh ketuanya Dr. H. JazilKarimi SpPD, Dr. Irza mengadakan peng-obatan gratis kepada masyarakat. Seba-nyak 200 paket sembako, tenda, peralat-an masak dan generator listrik dibagikandi dua tempat di Padang Pariaman. “Lo-kasinya dipilih pada daerah-daerah yangkurang terjamah oleh bantuan,” terang-nya.

Pengabdian tak pernah sia-sia. Masya-rakat terlihat antusias dan berterima ka-sih dengan semua yang dilakukan korpsPAPDI. Selamat berjuang, Dok!

(HI)

Dilema itu tak terperi di hati Dr. Irza Wahid, SpPD, K-HOM.Trauma yang dihadapi pasca gempa masih menghantui.Sang Bunda yang menderita osteoporosis pun belum jelaskabarnya. Sementara adik ipar pun terjebak diantara rerun-tuhan dan belum terselamatkan. Di sisi lain, hatinya terketukoleh tanggung jawab moral dan sosialnya sebagai internis.

Bagian rumah Dr. Irza yang porak poranda.

Dr. Irza Wahid, SpPD, K-HOM (baju putih) di pos peng-obatan gratis PAPDI cabang Sumatera Barat.

Dr. Irza Wahid, SpPD, K-HOM (PAPDI Cabang Sumbar)

Pengabdian di Tengah Duka

Page 20: Halo Internis Edisi 15; Harapan & Tantangan PAPDI Masa Depan_2

20 Halo INTERNIS Edisi 15 Oktober 2009Kabar PAPDI

PAPDI ForumPAPDI Medical Relief

PAPDI Cabang Nusa Tenggara Barat

PAPDI Cabang Banten

PIN VII PB PAPDI

PAPDI Cabang MakasarPAPDI Cabang Lampung

PAPDI Cabang Jakarta Raya

PAPDI Cabang Lampung menyelenggarakan acara Update Management of Infection inInternal Medicine. Acara yang berlangsung Sabtu, 7 Maret 2009, di Hotel Sahid Bundar,Lampung tersebut memfokuskan tema pada penyakit malaria, demam berdarah, dantifoid.

PB PAPDI menyelenggarakan simposium PAPDI Forum yang bertema Tetap Sehat danBugar Selama Bulan Ramadhan. Acara yang diselenggarakan pada Rabu, 19 Agustus2009 di Aula FK UI, menghadirkan pembicara Dr. Ari Fahrial Syam, MMB, SpPD, K-GEH;DR. Dr. Siti Setiati, SpPD, K-Ger, MEpid; Dr. H. Dante Saksono, SpPD.

PAPDI Medical Relief menerima bantuan dari PT. Eisai Indonesia untuk disumbangkankepada korban gempa Sumatera Barat pada Rabu, 7 Oktober 2009. Sumbangan dise-rahkan oleh President Director PT. Esai Indonesia, Mr. Philip Etcubanez Tan, dan diteri-ma oleh Sekretaris Jenderal PB PAPDI, Dr. Bambang Setyohadi, SpPD, K-R.

PAPDI Cabang Banten. Pada 10 Oktober 2009 lalu telah dilaksanakan pelantikan peng-urus PAPDI cabang Banten periode 2009 – 2012 di Auditorium RS OMNI InternasionalTangerang. Dalam gambar tampak Wakil Ketua PB PAPDI DR. Dr. Czeresna HeriawanSoejono, SpPD, K-Ger, MEpid memimpin prosesi pelantikan. Dr. Muthalib Abdullah,SpPD untuk kali kedua terpilih menjadi Ketua cabang.

PAPDI Cabang Nusa Tenggara Barat. Ketua PB PAPDI, DR. Dr. Aru W. Sudoyo, SpPD, K-HOM, FACP melantik PAPDI cabang Nusa Tenggara Barat, yang diketuai oleh Dr. I GedePalgunadi, SpPD. Acara diselenggarakan pada 17 Oktober 2009, di Hotel LombokGarden, Mataram.

Pertemuan Ilmiah Nasional VII PB PAPDI diselenggarakan di Medan tanggal 7-9 Agus-tus 2009. Dalam gambar tampak ketua PAPDI cabang Sumatera Utara, Prof. DR. Dr.Harun Alrasyid Damanik, SpPD, SpGK; Ketua Panitia Dr. Irsan Hasan, SpPD, K-GEH; danKetua PB PAPDI, DR. Dr. Aru W. Sudoyo, SpPD, K-HOM, FACP dalam acara pembukaan.

PAPDI Cabang Makasar. Roadshow antibiotik diselenggarakan oleh PB PAPDI dan PAPDIcabang Makasar pada tanggal 10 Oktober 2009 di Hotel Horison Makasar yang dihadirioleh 110 peserta terdiri dari Internis dan Dokter Umum. Dalam roadshow tersebut jugadilakukan kursus penyegaran EKG yang dibawakan oleh Dr. Sally A. Nasution, SpPD.

PAPDI Cabang Jakarta Raya. Roadshow onkologi diselenggarakan oleh PB PAPDI danPAPDI Jaya pada tanggal 24 Oktober 2009 di Hotel Borobudur. Tampak dalam foto anta-ra lain Dr. Ika Prasetya Wijaya, SpPD, DR. Dr. Idrus Alwi, SpPD, K-KV dan DR. Dr. Lugyan-ti Sukrisman, SpPD, K-HOM.