Upload
gallus-domesticus-bascara
View
290
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
11 AGUSTUS 2009
Tumbal Perburuan Harta Karun
Perburuan harta karun masih terus dilakukan. Praktiknya dilakukan secara
rahasia dan tertutup. Ada pula yang dilakukan terbuka, dan diumumkan kehadapan khalayak. Harta karun
yang kerap jadi ajang perburuan itu aneka rupa. Kebanyakan peninggalan Bung Karno, lalu harta dan
pusaka peninggalan kerajaan-kerajaan masa silam, serta harta peninggalan Belanda. Hanya saja, tak
mudah mendapatkannya. Selalu saja memakan korban sebagai tumbalnya. Seseorang bisa kehilangan
harta, jabatan, kedudukan, bahkan nyawa. Adakah sesungguhnya harta karun itu? Mengapa banyak yang
mengincarnya? Dan mengapa selalu minta tumbal?
Nusantara memang kaya. Seluruh bangsa Indonesia tahu soal itu. Tengok saja, dari Sabang sampai Merauke,
terhampar kekayaan alam yang begitu melimpah. Baik yang nampak di permukaan, maupun yang tersembunyi
di dalam bumi dan lautan. Selain itu, muncul dan tenggelamnya kerajaan-kerajaan di masa lalu, semakin
menambah daftar kekayaan negeri ini. Wujudnya pun beraneka rupa. Ada yang berbentuk logam mulia, mata
uang kuno, barang-barang antik, sampai pusaka-pusaka bertuah yang tak ternilai harganya.
Kekayaan-kekayaan itulah yang kerap disebut harta karun. Sebab keberadaannya tersebunyi dan kebanyakan
tertimbun di dalam tanah. Ketika penjajah masuk, sebagian kekayaan itu telah diover alih dan dikirim ke
negaranya. Sebagian lain, masih ada di tanah air. Catatan-catatan soal keberadaan harta itu tak banyak.
Diantaranya dipegang para ahli waris secara turun temurun, dan tersebar diberbagai tempat. Tidak sedikit pula
diantara catatan-catatan itu yang jatuh ketangan pihak ketiga. Mereka inilah yang kerap disebut pemburu harta
karun.
Harta Soekarno
Bicara soal harta karun, perhatian masyarakat cenderung beralih kepada Ir Soekarno, presiden RI pertama. Di
sebut-sebut, proklamator kemerdekaan RI itu meninggalkan harta yang lumayan banyak, disimpan diberbagai
tempat. Beberapa bagian diantaranya disimpan di bank-bank luar negeri. Harta yang banyak itu bukan diperoleh
Soekarno dari korupsi, melainkan titipan raja-raja dan pembesar masa lampau. Harta itu bisa diambil bila
Indonesia sudah merdeka dan menjadi negara kesatuan. Mereka sengaja menyumbangkan harta itu untuk
kesejahteraan rakyat.
Harta-harta itu, kerap disebut Dana Revolusi, harta dinasi, harta amanah, dan lain-lan sebutan. Namun
maksudnya tiada lain adalah harta karun Soekarno. Harta yang disimpan di bank asing di Swiss, misalnya,
dikabarkan berbentuk dolar dan obligasi. Sedangkan yang disimpan di dalam negeri berupa emas batangan 24
karat dan platina berton-ton jumlahnya. Hanya saja, soal dimana harta itu berada, hingga kini masih menjadi
misteri.
Sebuah versi menyebut, dana itu berwujud lempengan emas murni dan platina berbobot 4 ton. Sedangkan uang
dalam bentuk dolar senilai US$ 500 miliar, plus obligasi yang jumlahnya tak kalah besar. Yang terakhir itu ditaruh
di bank asing. Bila ditotal berikut bunganya, jumlahnya tentu berkali-kali lipat. Dan jika bisa dicairkan, dana itu
dapat dignakan untuk membayar utang negara dan mengentaskan krisis multidimensi. Hanya saja, siapa yang
berhak mencairkannya? Inilah yang menimbulkan pro-kontra. Bahkan akibat itu, muncul banyak orang yang
mengaku-aku sebagai pemegang amanah dari Bung Karno, yang berhak mencairkan harta itu.
Sebuah catatan dengan gamblang menyebut jumlah rill Dana Dinasti. Wujudnya berupa lempengan emas dan
platina sebanyak 4 ton. Lalu uang sebanyak US 500 miliar dolar. Muasal dana itu dari hasil permufakatan para
raja di seluruh Nusantara pada tahun 1972 di Denpasar, Bali. Bertindak sebagai ketua wktu itu adalah Pakoe
Buwono X dan sekretaris Sultan Hamid dari Sumbawa. “Mereka menyerahkan sebagian hartanya kepada Bung
Karno yang disahkan Notaris Mr Frans dengan akuntan publik Mr Willem dari Belanda. Harta itu kemudian
disimpan di sebuah bank di Swiss,” kata sumber ini.
Konon, harta itu bukan hanya ditumpuk di Swiss. Beberapa tempat di Jawa Barat pun menjadi tempat
persembunyiannya. Antara lain di gua Gunung Guntur, Gunung Papandayan, Gunung Malabar dan Gunung
Galunggung. Harta karun titipan raja-raja itu baru boleh dibuka etelah tahun 1996. Atau saat keadaan di tanah air
sudah memungkinkan. Hanya saja, karena Bung Karno sudah meninggal, maka yagn berhak menandatangani
dan mengurus harta itu adalah anak-anaknya.
Perburuan harta
Masih menurut catatan-catatan yang tersebar disejumlah sumber, dana maha besar itu dihimpun sejak 1964
melalui Instruksi Presiden/Panglima Tertinggi/Pemimpin Besar Revolusi No 018. Tahun 1966, pemerintah sadar
akan manfaat dana itu untuk membiayai pembangunan. Maka keluarlah surat tugas kepada Letjen Purn KRMH
Soerjo Wirjohadipoetro (81), untuk emmburu harta itu. Di bawah Letjen Soerya dibentuklah tim Pakuneg
(penelitian Keuangan Negara).
Hanya saja, meski tim sudah melacak ke berbagai bank di luar negeri, hasilnya nihil. Namun tahun 1987, secara
diam-diam pemerintah menugasi Menteri Muda Sekretaris Kabinet Moerdiono, juga untuk menyelidiki
kemungkinan ada tidaknya dana itu. Sebuah tim bersandi Operasi Teladan dibentuk. Ketuanya Marsekal
Pertama Kahardiman. Tim beroperasi hingga Oktober 1987. Ternyata ditemukan adanya perkembangan. Saat
itu, tim menemukan dana 500.000 dolar AS dan uang itu sudah diamankan negara. Hasil ini memang tidak
sesuai dengan kabar yang berkembang.
Paranormal yang juga anggota DPR RI Permadi, pernah mendapat izin langsung dari Presiden Abdurrahman
Wahid. Permadi lantas mengajak dua pengusaha, Harry Tanujaya dan Sudibyo Tanujaya untuk bekerjasama.
Mereka bahkan mengontak tim Spicer dari Sandline Internasional, sebuah perusahaan keamanan yang berbasis
di London. Sayang tim ini tak meneruskan penyelidikan karena kekurangan bukti.
Selain Permadi, seorang wanita bernama Lilik Sudarti, juga pernah mendapat izin dari presiden Abdurrahman
Wahid untuk memburu harta karun. Izin itu dikeluarkan sebagai penegasan atas izin yang pernah dikeluarkan
Soeharto untuk tugas perkara sama. Wanita asal Lenteng Agung, Jakarta ini menyebut Dana Nusantara.
Jumlahnya US 250 dolar. Bila dikurskan sedolar dengan Rp 8.850, maka nilainya Rp 2.212,5 triliun. Itu artinya
dua kali lebih bear dari utang RI yang jumlahnya mencapai Rp 1.100 triliun. Lilik mengaku didukung dokuman
sahih yang dinyatakan asli oleh bank di Den Haag dan Swiss.
Tumbal perburuan harta
Perburuan yang dilakukan tokoh-tokoh itu termasuk terbuka, karena pelaksanaannya diketahui publik. Lantas,
bagaimana dengan perburuan yang dilakukan sembunyi-sembunyi? Ternyata jauh lebih banyak. Pada kantung-
kantung masyarakat tertentu, perburuan itu masih aktif dilakukan. Mereka bekerja diam-diam, dan melibatkan
jaringan. Orientasi perburuan pun bukan hanya pada harta karun peninggalan Bung Karno, tapi juga peninggalan
kerajaan-kerajaan yang pernah ada di nusantara. Sebut saja kerajaan Majapahit, Pajajaran, Mataram, Sriwijaya,
Kutai dan banyak lagi.
Di Palembang, misalnya, ada kelompok tertentu yang aktif memburu harta sisa-sisa peninggalan Kerajaan
Sriwijaya. Orientasi perburuan mereka adalah gua-gua yang ada di kawasan itu. Harta yang dicari berbentuk
barang-barang antik dan emas permata. Mereka meyakini harta-harta masa lalu itu disimpan di dalam gua-gua.
Sebuah tim ekspedisi di pertengahan tahun 1990-an, pernah mengendus keberadaan harta karun di dalam
sebuah gua.
Hal ini diungkap Moh. Hasbi (40), warga Palembang yang kini berdomisili di Jl Siliwangi, Bandung. Kebetulan
ayahnya adalah salah seorang anggota tim tersebut. Ketika itu, tim yang berjumlah lima orang sudah
menemukan sebuah gua di tengah belantara. Di salah satu ruang dalam gua itu, ditemukan sebuah ranjang
tertutup kain sutera. Di atasnya terdapat setumpuk perhiasan aneka rupa. Ada emas, perak, mutiara, intan
berlian, serta seperangkat benda-benda pusaka.
Tim yang dipandu ahli gua dan seorang paranormal ini bergerak atas dukungan dana pihak ketiga. Sayangnya,
harta-harta itu tak secuilpun boleh dibawa pulang. Larangan itu didasarkan pada sebuah suara gaib ketika
mereka berada di mulut gua. Suara itu bersedia memandu mereka menuju tumpukan harta, dengan syarat tak
boleh mengusiknya, apalagi membawa pulang. Termasuk juga tak memberitahukan keberadaannya kepada
siapapun.
Setelah diperlihatkan keberadaan tumpukan harta itu, mereka berlima bergegas meninggalkan gua. Namun
entah apa yang terjadi, sampai di luar gua, jumlah mereka tinggal empat orang. Akhirnya setelah seorang
pemandu berdialog dengan penghuni gaib gua itu, diperoleh sebuah keterangan. “Salah seorang anggota tim
ternyata diam-diam telah lancang mengambil salah satu benda berharga di tempat itu. Dan orang itu langsung
hilang dari pandangan,” tutur Hasbi kepada penulis.
Tumbal Nyawa
Mengendus dan melacak harta karun ternyata bukan perkara mudah. Apalagi sampai menemukannya. Sudah
bukan rahasia bila kegiatan memburu harta karun berisiko besar. Selain dapat menguras harta benda milik
sendiri, nyawa pemburu harta karun kerap jadi taruhan. Seperti peristiwa tanggal 9 Juli 2004, di Kabupaten
Bogor. Demi mencari tumpukan emas peninggalan kerajaan Pajajaran, empat warga Kiarasari, Kecamatan
Sokajaya, Bogor, tewas saat melakukan penggalian di kedalaman 11 meter.
Keempat orang ini memburu harta yang terletak di desa Pekandangan, Banjarmangu, Kab. Bogor. Sayang,
belum berhasil menemukan harta yang konon berbentuk emas itu, keempatnya tewas di dasar sumur. Mereka
adalah Ako Sukarno (35), Sahri (35), Ruspandi (25) dan Ading Supandi (25). Tumbal perburuan harta ini lantas
dibawa kembali ke kampung halamannya. Setelah kejadian itu, kawasan lokasi perburuan dinyatakan tertutup
untuk segala bentuk penggalian.
Rupanya, Bogor adalah daerah yang memiliki banyak petunjuk adanya harta karun. Harta-harta karun itu
diperkirakan bekas peninggalan kerajaan dalam berbagai bentuk. Tien Rostini, tokoh seniman Sunda yang
berdomisili di Kota Bogor, mencatat ada 300 titik telatah historis kerajaan Pajajaran. Di titik-titik itulah
kemungkinan besar harta karun Pajajaran terpendam. Hanya saja, tak mudah melacak keberadaannya. “Selain
itu kecil kemungkinannya berbentuk harta semacam emas. Karena tempat-tempat itu merupakan patilasan,”
tuturnya.
Ki Cheppy Sudarajat, budayawan dari Rancamaya Bogor, mengungkap hal yang sama. Ia mengakui bila Bogor
kerap dijadikan lokasi perburuan harta karun. Namun, menurut Ki Cheppy, harta-harta karun berbentuk emas
permata itu sudah tidak ada lagi. Sudah diambil oleh penjajah Belanda. “Yang ada mungkin hanya sisa-sisanya.
Tapi nilainya sangat tinggi karena berbentuk benda-benda pusaka,” katanya.
Menurut Ki Cheppy, lokasi-lokasi harta karun itu terbentang dari Rancamaya hingga Lawang Gintung. Termasuk
di dalamnya Batu Tulis, Kebun Raya Bogor dan Istana Bogor. Lawang Gintung sendiri diyakini sebagai bekas
istana Kerajaan Pajajaran. Sedangkan Rancamaya merupakan tapak paling bersejarah peninggalan Pajajaran.
Namun tilas-tilas itu sudah musnah oleh pembangunan real estate, seperti bukit Badigul. “Waktu pembangunan
real estat berlangsung, puluhan pekerja meninggal dunia. Mereka jadi tumbal keserakahan orang-orang kaya,”
ucap Ki Cheppy.
Ternyata, tak hanya nyawa bisa jadi taruhan dalam perburuan harta karun. Harta benda pun bisa ludes. Banyak
contoh orang yang kaya raya jatuh miskin karena terlibat perburuan. Seperti diungkap Ki Cheppy, mencari harta
karun ibarat mencari jarum di dalam tumpukan jerami. Tidak mudah dan sangat rumit. Butuh biaya raksasa untuk
menemukannya. “Kalaupun ketemu, belum tentu nilainya besar,” terang Ki Ceppy.
Selain harta dan nyawa, jabatan dan kedudukan pun bisa jadi tumbal. Kita masih ingat kasus penggalian harta
karun di bawah prasasti Batu tulis akhir 2002 lalu. Kala itu pimpinan penggalian adalah Menteri Agama RI, Said
Agil Almunawar. Apa yang terjadi kemudian? Jabatannya sebagai Menteri Agama jadi tercela. Wibawanya
sebagai pejabat hancur. Bahkan lebih dari itu, Said Agil mendapat caci maki dari masyarakat. Penggalian harta
karun di Kebun Raya Bogor awal 2004, juga contoh nyata. Selain tak menghasilkan apa-apa, Rahmawati,
pimpinan penggalian, mendapat cemooh masyarakat dan harus berurusan dengan polisi. ***
Mendeteksi Karun dan Pusaka
Ternyata mendeteksi keberadaan harta karun dan benda-benda pusaka ada bedanya. Mendeteksi benda
pusaka jauh lebih mudah ketimbang harta karun. Keberadaan benda pusaka mudah dideteksi karena ada
energi dari khodamnya. Sedangkan harta karun lebih sulit karena energinya lebih lemah, dan sulit
dibedakan wujudnya.
Benda-benda pusaka beraneka rupa. Ada yang berwujud keris, tombak, panah, kujang, dan lain-lain sebagai alat
beladiri. Ada pula yang berbentuk emas perak intan berlian sebagai perhiasan. Bahkan ada pula yang berbentuk
ajimat, rajah, peta kuno, dan lainnya. Benda-benda pusaka biasanya sudah berumur tua. Bahkan ada yang
mencapai ratusan tahun. Tapi yang pasti, benda-benda itu memiliki khadam. Sebab benda itu pernah dimiliki
oleh seseorang atau kelompok orang di masa lampau.
Meski zaman telah berkembang demikian modern, namun benda-benda pusaka kerap menjadi incaran banyak
orang. Tuah benda itulah yang diburu. Seperti untuk penjagaan diri, kewibawaan, penglarisan, dan lainnya.
Uniknya, benda pusaka bisa muncul dimana saja, dan bisa dimiliki oleh siapapun yang dikehendaki. Bahkan ia
pun bisa menghilang begitu saja, dari genggaman seseorang. Tentu saja, bila orang itu tak dikehendaki khodam
dari benda pusaka tadi.
Menurut Dadan SAg, guru utama Perguruan Raksa Budhi Sukamulya (RBS),
mendeteksi keberadaan benda pusaka lebih gampang ketimbang harta karun. Caranya tidak rumit, dan
sederhana. Bila ada orang yang melakukan ritual, lengkap dengan sesajen untuk mengeluarkan benda pusaka,
sebenarnya bisa disederhanakan. “Kuncinya hanya dengan mengerahkan gabungan ilmu tenaga dalam dan
tenaga metafisik,” tutur Kang Dadan.
Biasanya, benda-benda pusaka dilindungi khodam. Nah, energi-energi yang terpancar dari khodam itulah yang
mudah dideteksi. Karena sudah terdeteksi, maka mengangkatnya pun lebih mudah, meskipun berada di dalam
tanah. “Ini berbeda dengan mendeteksi keberadaan harta karun. Harta karun selain terpendam di dalam tanah,
energi yang dikeluarkan lemah,” kata Kang Dadan.
Karena lemahnya energi itu, yang bisa ditangkap hanyalah perkiraan. Misalnya soal letak. Namun, soal wujud
harta karun itu apakah emas atau logam biasa, masih gelap. Oleh sebab itu kemungkinan gagalnya pencarian
harta karun sangat besar. Apalagi bila proses penggalian sudah dilakukan. Selain memakan biaya besar,
kemungkinan berhasil sangat kecil. “Sebaiknya mencari usaha yang lebih baik dan halal, ketimbang mencari
harta karun. Mudharatnya lebih besar,” nasihat Kang Dadan. ***
Kronologis perburuan harta karun
Tahun 1966-1973
Presiden Soeharto membentuk tim untuk melacak keberadaan Dana Revolusi zaman Sukarno. Tim yang
diketuai Letjen Soerjo, Ketua Tim Pengawasa3n Keuangan Negara, itu berhas3il menyelamatkan uang dan
barang senilai US$ 9,8 juta. Tim itu juga menemukan rekening Soebandrio di Union Banques Suisses dan
Schwe3zerische Bankgesellschaft, Bern, Swiss.
Tahun 1982
Michel Hatcher, pemburu harta karun asa3l Inggris, memulai perburuan muatan kapal VOC, Geldermalsen, yang
karam diperairan Riau pada 1752. hatcher berhasil mengeruk 150 ribu barang antik dan 225 batang emas
lantakan. Diilhami temuan Hatcher, pemerintah lalu membentuk panitia nasional untuk memburu harta karun.
Hasilnya tak diketahui sampai sekarang.
Tahun 1986
Atas usul Suhardiman, saat itu Ketua SOKSI, pemerintah membentuk Tim Operasi Teladan yagn dipimpin
Marsekal Pertama Kahardiman untuk memburu Dana Revolusi. Yang ditemukan tim ini justru dana di Bank
Indonesia sebesar US$ 550 ribu dan Rp 1,5 miliar. Selain itu, tim ini menemukan dana US$ 250 di Bank
Guyerzeller Zumont, Swiss, dan US$ 250 ribu di Bank Daiwa Securities, Tokyo.
Tahun 1998
Seorang wanita muda, Lilik Sudarti, mengaku puny bukti dokumen kepemilikan harta karun peninggalan Sukarno
di banyak bank di Swiss. Presiden Soeharto antusias dan pada 21 April 1998 mengeluarkan surat penugasan
kepada Lilik untuk mencari harta karun itu. Menurut Lilik, total Dana Nusantara adalah US$ 250 miliar atau
senilai Rp 2.212,5 triliun (dengan kurs 1 dolar AS = Rp 8.850) yang disimpan di 21 bank di dunia.
Tahun 2000
Kiai Abdul Rahman mendirikan Yayasan Ahlus Sunnah wal Jamaah (Yamisa) dan menggembar-gemborkan
adanya dana peninggalan sembilan kerajaan di Nusantara di tangannya. Ia menjaring ribuan orang dihampir
seluruh Indonesia. Ia menjanjikan gaji ratusan juta rupiah bagi pengurus yayasan di cabang-cabang. Tapi,
sampai sekarang, Abdul Rahman belum bisa membuktikan janjinya. Yayasan itu masih berjalan sampai
sekarang.
Tahun 2001
Presiden Abdurrahman Wahid juga ternyata percaya kepada Lilik Sudarti. Ia mengeluarkan surat penugasan
kepada Lilik Sudarti dan Sekretaris Neara Djohan Effendi untuk mencairkan dana peninggalan Sukarno.
Tahun 2001
Atas izin Presiden Abdurrahman Wahid, paranormal Permadi menggandeng pengusaha Harry Tanujaya dan
Sudibyo Tanujaya untuk melacak Dana Revolusi. Permadi mengontak tim Spicer di Sandline International,
perusahaan keamnan di London. Tapi tim dari Spicer menganggap pemerintah Indonesia tidak punya bukti kuat.
Tahun 2002
Menteri Agama Said Agil Al Munawar memimpin penggalian di sekitar Prasasti Batutulis, Bogor. Said Agil
rupanya percaya kepada “orang pintar” yang membisikkan adanya harta karun peninggalan Kerajaan Pajajaran
di bawah prasasti itu. Harta tak ditemukan. Said Agil dicaci banyak orang karena kekonyolannya.
Tahun 2004
Rahmawati, wanita asal Jakarta, menggali harta karun di dalam kawasan Kebun Raya Bogor. Rahmawati
mendasarkan keyakinannya tentang harta karun dikawasan itu atas dasar bisikan gaib. Atas bisikan itu,
Rahmawati memperkirakan terdapat emas lantakan dan peta harta karun di sekitar kawasan yang digalinya.
Namun ia harus berurusan dengan polisi, karena dianggap melanggar areal yang dilindungi hukum.
--------------------------------------------
Drs Kunto Sofianto MHum, sejarawan Unpad Bandung
Perburuan harta karun memang marak, meskipun dilakukan diam-diam. Sebab proses perburuan harta karun
melibatkan aktivitas fisik. Misalnya bekas-bekas penggalian harta karun yang kerap mengundang masalah.
Pasalnya, kebanyakan harta karun yang diyakini terpendam di suatu tempat, ternyata tempat itu merupakan
areal yang dilindungi oleh negara, umpamanya Batu Tulis.
Kompleks Batu Tulis itu punya nilai sejarah yang dalam. Terutama bagi masyarakat Sunda. Di situlah tempat
raja-raja kerajaan Sunda pernah berkumpul. Presiden RI pertama, Bung Karno, ingin di makamkan di sekitar
Batu Tulis. Itu karena beliau sebagai tokoh besar, tahu persis adanya telatah sejarah di sekitar tempat itu. Bung
Karno sangat tahu adanya kekuatan metahistori dan metafisis di sekitar prasasti Batu Tulis. Tak heran beliau
membangun istana Batu Tulis.
Kawasan Bogor memang bernilai sejarah yang dalam. Di kawasan itulah diperkirakan Kerajaan Pajajaran
berpusat. Beberapa peninggalan kerajaan itu tersebar di sana. Bukti-buktinya adalah prasasti Batu Tulis, Lawang
Gintung dan Bukit Badigul Rancamaya.
Dulu, Bung Karno sering sendirian di Istana Bogor, yang letaknya tak jauh dari Batu Tulis. Ketika itu para
pengawal istana disuruh keluar. Para pengawal ini rupanya mengerti bila Bung Karno katanya tengah duduk-
duduk dengan raja-raja. Boleh percaya boleh tidak. ***
Tien Rostini, Budayawan Sunda
Di Bogor memang memang ada harta karun. Namun kebanyakan bentuknya bukan emas dan harta benda.
Melainkan nilai sejarah yang sangat dalam. Terutama bagi masyarakat Sunda. Di sekitar Bogor setidaknya ada
tiga ratus titik tilas sejarah peninggalan Kerajaan Pajajaran. Inilah yang membuat daya tarik banyak orang untuk
melakukan perburuan harta karun.
Padahal, harta karun yang berbentuk emas permata dan barang-barang perhiasan, sebenarnya tidak ada. Yang
bisa ditemukan adalah prasasti dan patilasan-patilasan raja-raja Pajajaran. Saya sedih dengan upaya penggalian
harta karun di kawasan bersejarah. Sebab selain kecil kemungkinannya untuk berhasil, tempat itu menjadi rusak.
Kasus di Batu Tulis dan Kebun Raya Bogor sebaiknya dijadikan contoh terakhir.
Kalau para pemburu harta karun memang pintar, dia pasti bisa mendeteksinya dari jarak jauh. Sehingga tidak
perlu menggali untuk memastikan ada tidaknya harta karun. Akibatnya pasti sangat berisiko. Harta karun itu
sebetulnya termasuk benda bersejarah, karena peninggalan masa lampau. Bisa dipetik pelajaran dan
hikmahnya.
Butir-butir pengamalan Pancasila [2]
Ketetapan MPR no. II/MPR/1978 tentang Ekaprasetia Pancakarsa menjabarkan kelima asas dalam
Pancasila menjadi 36 butir pengamalan sebagai pedoman praktis bagi pelaksanaan Pancasila.
36 BUTIR-BUTIR PANCASILA/EKA PRASETIA PANCA KARSA
A. SILA KETUHANAN YANG MAHA ESA
1. Percaya dan Takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaan
masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
2. Hormat menghormati dan bekerjasama antar pemeluk agama dan penganut-penganut
kepercayaan yang berbeda-beda sehingga terbina kerukunan hidup.
3. Saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan
kepercayaannya.
4. Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan kepada orang lain.
5. Menolak kepercayaan atheisme di Indonesia.
B. SILA KEMANUSIAAN YANG ADIL DAN BERADAB
1. Mengakui persamaan derajat persamaan hak dan persamaan kewajiban antara sesama
manusia.
2. Saling mencintai sesama manusia.
3. Mengembangkan sikap tenggang rasa.
4. Tidak semena-mena terhadap orang lain.
5. Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan.
6. Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
7. Berani membela kebenaran dan keadilan.
8. Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia, karena itu
dikembangkan sikap hormat-menghormati dan bekerjasama dengan bangsa lain.
C. SILA PERSATUAN INDONESIA
1. Menempatkan kesatuan, persatuan, kepentingan, dan keselamatan bangsa dan negara di
atas kepentingan pribadi atau golongan.
2. Rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara.
3. Cinta Tanah Air dan Bangsa.
4. Bangga sebagai Bangsa Indonesia dan ber-Tanah Air Indonesia.
5. Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa yang ber-Bhinneka Tunggal Ika.
D. SILA KERAKYATAN YANG DIPIMPIN OLEH HIKMAT KEBIJAKSANAAN DALAM
PERMUSYAWARATAN / PERWAKILAN
1. Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat.
2. Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain.
3. Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama.
4. Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi semangat kekeluargaan.
5. Dengan itikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil
musyawarah.
6. Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur.
7. Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggung jawabkan secara moral kepada Tuhan
Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai kebenaran
dan keadilan.
E. SILA KEADILAN SOSIAL BAGI SELURUH RAKYAT INDONESIA
1. Mengembangkan perbuatan-perbuatan yang luhur yang mencerminkan sikap dan suasana
kekeluargaan dan gotong-royong.
2. Bersikap adil.
3. Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.
4. Menghormati hak-hak orang lain.
5. Suka memberi pertolongan kepada orang lain.
6. Menjauhi sikap pemerasan terhadap orang lain.
7. Tidak bersifat boros.
8. Tidak bergaya hidup mewah.
9. Tidak melakukan perbuatan yang merugikan kepentingan umum.
10. Suka bekerja keras.
11. Menghargai hasil karya orang lain.
12. Bersama-sama berusaha mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial.
Ketetapan ini kemudian dicabut dengan Tap MPR no. I/MPR/2003 dengan 45 butir Pancasila. Tidak
pernah dipublikasikan kajian mengenai apakah butir-butir ini benar-benar diamalkan dalam
keseharian warga Indonesia.
Sila pertama
Bintang.
1. Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaannya dan ketakwaannya terhadap Tuhan Yang
Maha Esa.
2. Manusia Indonesia percaya dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan
agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan
beradab.
3. Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama antara pemeluk agama
dengan penganut kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
4. Membina kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan kepercayaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa.
5. Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah yang menyangkut
hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.
6. Mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan
agama dan kepercayaannya masing-masing.
7. Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa kepada
orang lain.
[sunting]Sila kedua
Rantai.
1. Mengakui dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai
makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
2. Mengakui persamaan derajat, persamaan hak, dan kewajiban asasi setiap manusia, tanpa
membeda-bedakan suku, keturunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan sosial,
warna kulit dan sebagainya.
3. Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia.
4. Mengembangkan sikap saling tenggang rasa dan tepa selira.
5. Mengembangkan sikap tidak semena-mena terhadap orang lain.
6. Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
7. Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
8. Berani membela kebenaran dan keadilan.
9. Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia.
10. Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama dengan bangsa lain.
[sunting]Sila ketiga
Pohon Beringin.
1. Mampu menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan
negara sebagai kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.
2. Sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan negara dan bangsa apabila diperlukan.
3. Mengembangkan rasa cinta kepada tanah air dan bangsa.
4. Mengembangkan rasa kebanggaan berkebangsaan dan bertanah air Indonesia.
5. Memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan
keadilan sosial.
6. Mengembangkan persatuan Indonesia atas dasar Bhinneka Tunggal Ika.
7. Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa.
[sunting]Sila keempat
Kepala Banteng
1. Sebagai warga negara dan warga masyarakat, setiap manusia Indonesia mempunyai
kedudukan, hak, dan kewajiban yang sama.
2. Tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain.
3. Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama.
4. Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan.
5. Menghormati dan menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai sebagai hasil
musyawarah.
6. Dengan iktikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil keputusan
musyawarah.
7. Di dalam musyawarah diutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan
golongan.
8. Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur.
9. Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan
Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, nilai-nilai kebenaran dan
keadilan mengutamakan persatuan dan kesatuan demi kepentingan bersama.
10. Memberikan kepercayaan kepada wakil-wakil yang dipercayai untuk melaksanakan
pemusyawaratan.
[sunting]Sila kelima
Padi Dan Kapas.
1. Mengembangkan perbuatan yang luhur, yang mencerminkan sikap dan suasana
kekeluargaan dan kegotongroyongan.
2. Mengembangkan sikap adil terhadap sesama.
3. Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.
4. Menghormati hak orang lain.
5. Suka memberi pertolongan kepada orang lain agar dapat berdiri sendiri.
6. Tidak menggunakan hak milik untuk usaha-usaha yang bersifat pemerasan terhadap orang
lain.
7. Tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal yang bersifat pemborosan dan gaya hidup
mewah.
8. Tidak menggunakan hak milik untuk bertentangan dengan atau merugikan kepentingan
umum.
9. Suka bekerja keras.
10. Suka menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat bagi kemajuan dan kesejahteraan
bersama.
11. Suka melakukan kegiatan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan
sosial.
Bocah Angon menurut Ugo Wangsit Siliwangi
Wangsit Siliwangi :
Suatu saat nanti, apabila tengah malam
terdengar suara minta tolong, nah itu adalah tandanya.
Sosok Satrio Piningit memang masih misterius. Banyak sudah yang mencoba untuk
menemukannya dengan caranya sendiri-sendiri.Alhasil ada yang yakin telah menemukannya,
bahkan juga ada yang mengaku dirinyalah si Satrio Piningit tersebut. Apabila diteliti maka
sosok yang telah ditemukan itu masih bisa diragukan apakah memang dia si calon Ratu Adil ?
Keragu-raguan yang muncul mendorong untuk menelaah dan mempelajari kembali apa yang
telah diungkapkan dalam naskah-naskah leluhur mengenai sosok Satrio Piningit sejati. Salah
satu naskah yang biasa kita gunakan sebagai rujukan yaitu Ugo Wangsit Siliwangi. Siliwangi
dalam Ugo Wangsitnya menyebut si calon Ratu Adil dengan sebutan Bocah Angon atau
Pemuda Penggembala. Beberapa hal yang disebutkan dalam Ugo Wangsit Siliwangi mengenai
Bocah Angon yaitu :
1. Suara minta tolong.
Dalam Ugo Wangsit Siliwangi disebutkan “Suatu saat nanti, apabila tengah malam, dari
gunung Halimun terdengar suara minta tolong, nah itu adalah tandanya. Semua keturunan
kalian dipanggil oleh yang mau menikah di Lebak Cawéné.” Kata “suara minta tolong”
sepertinya sama dengan ungkapan Joyoboyo dalam bait 169 yaitu “senang menggoda dan
minta secara nista, ketahuilah bahwa itu hanya ujian, jangan dihina, ada keuntungan bagi
yang dimintai artinya dilindungi anda sekeluarga“.
Bocah Angon di awal kemunculannya akan beraksi melakukan hal-hal sebagai pertanda
kedatangannya. Salah satunya adalah meminta tolong kepada orang di sekitar daerah
Gunung Halimun. Tidak jelas mengapa dia minta tolong kepada orang lain, apakah dia dalam
kesulitan ataukah keperluan lainnya. Yang pasti bila telah terjadi hal demikian berarti itu
pertanda akan kemunculannya.
Sementara dikaitkan dengan Ramalan Joyoboyo paba bait 169 disebutkan bila Bocah Angon
tersebut “suka minta secara nista sebagai ujian”. Kalimat tersebut mengindikasikan
bahwa minta tolong itu hanya sebatas ujian bagi yang dimintai pertolongan. Ujian
apakah itu? belum diketahui ujian apa yang suka dilakukan Bocah Angon pada orang.
Sebaiknya kita tunggu saja kejadiannya.
2. Mencari sambil melawan, melawan sambil tertawa.
Dalam Ugo Wangsit Siliwangi disebutkan “Suatu saat nanti akan banyak hal yang ditemui,
sebagian-sebagian. Sebab terlanjur dilarang oleh Pemimpin Pengganti! Ada yang berani
menelusuri terus menerus, tidak mengindahkan larangan, mencari sambil melawan, melawan
sambil tertawa. Dialah Anak Gembala.” Kata terlanjur dilarang ini apa maksudnya? Apakah
dilarang dalam mengungkap fakta-fakta, ato dilarang meluruskan sejarah? sepertinya masih
butuh penafsiran lagi.
Yang pasti Bocah Angon sepertinya tidak peduli dengan larangan pemimpin. Bahkan bukan
hanya tidak peduli dengan larangan tersebut, tetapi lebih dari itu Bocah Angon melawan
larangan si pemimpin itu sambil tertawa. Tidak bisa dibayangkan bagaimana perasaan si
pemimpin bila dilawan sambil tertawa. Bisa-bisa Bocah Angon dalam situasi bahaya nih
karena kerjanya selalu melawan sang pemimpin pengganti.
Kata banyak yang ditemui sebagian-sebagian karena terlanjur dilarang pemimpin baru,
menunjukkan bahwa yang akan ditemukan masyarakat memang hanya sebagian saja.
Oleh karena sebagian saja maka yang ditemukan tersebut belumlah lengkap dan
tentunya belum sempurna hasilnya.Tetapi tidak bagi Bocah Angon, dia terus saja mencari
sambil melawan. Bisa jadi temuan si Bocah Angon ini kelak merupakan temuan yang paling
lengkap dan mendekati kebenaran.
3. Dia gembalakan ranting daun kering dan sisa potongan pohon.
Dalam Ugo Wangsit Siliwangi disebutkan “Apa yang dia gembalakan? Bukan kerbau bukan
domba, bukan pula harimau ataupun banteng. Tetapi ranting daun kering dan sisa potongan
pohon. Dia terus mencari, mengumpulkan semua yang dia temui. Tapi akan menemui banyak
sejarah/kejadian, selesai jaman yang satu datang lagi satu jaman yang jadi sejarah/kejadian
baru, setiap jaman membuat sejarah. setiap waktu akan berulang itu dan itu lagi.”
Bocah Angon memiliki kebiasaan mengumpulkan daun dan ranting. Kata daun dan ranting
yang disebutkan Ugo Wangsit Siliwangi dalam bahasa asli Sundanya yaitu “Kalakay
jeung Tutunggul“. Kalakay merupakan daun lontar yang biasa digunakan oleh orang kita
pada jaman dulu kala sebagai lembaran daun untuk menulis. Sementara Tutunggul
merupakan ranting pohon yang biasa digunakan orang kita pada jaman dulu kala sebagai
pena untuk menulis. Sehingga Kalakay dan Tutunggul bisa diartikan sebagai kertas dan pena.
Si Bocah Angon ini memiliki kegemaran suka menggembalakan kertas dan pena.
Dia terus mengumpulkan dan mengumpulkan kedua barang tersebut sebagai gembalaannya.
Tidak jelas kenapa dia suka menggembalakan kertas dan pena. Kata mengumpulkan itu
berarti kertas dan pena tersebut tidak hanya 1 buah, tetapi jumlahnya banyak dan itu
menjadi barang kegemarannya.
Selanjutnya disebutkan “Dia terus mencari, mengumpulkan semua yang dia temui. Tapi akan
menemui banyak sejarah/kejadian“. Kalimat tersebut bisa berarti bahwa Bocah Angon
menggembalakan kertas dan pena untuk menemukan sejarah dan kejadian. Ntah sejarah dan
kejadian apa yang dia kumpulkan, tetapi bisa dimengerti bahwa di Nusantara banyak sekali
sejarah yang dirubah, mungkin hal tersebut bisa juga terkait dengan pelurusan sejarah kita.
Dia akan terus mengumpulkan sejarah dan kejadian-kejadian penting tentunya untuk
menyelesaikan masalah di Nusantara. Wajar saja bila sejarah ditelusuri karena memang
untuk menyelesaikan suatu masalah tidak bisa tidak harus mengetahui awal sejarahnya
bagaimana bisa terjadi. Dengan kegemarannya menelusuri sejarah dan kejadian yang
dituangkan dalam kertas dan pena tersebut kelak masalah di Nusantara akan bisa dibereskan
dengan mudah. Semoga.
4. Rumahnya di ujung sungai yang pintunya setinggi batu.
Dalam Ugo Wangsit Siliwangi disebutkan “lalu mereka mencari anak gembala, yang
rumahnya di ujung sungai yang pintunya setinggi batu”. Kata di ujung sungai menunjukkan
bahwa rumah Bocah Angon letaknya berada dekat dengan hulu sungai. Siliwangi tidak
memberikan gambaran berapa jarak antara rumah dengan sungai tersebut. Bisa jadi hanya
beberapa meter dari sungai, tetapi bisa jadi puluhan meter dari sungai.
Siliwangi juga tidak menyebutkan nama dari sungai tersebut sehingga rada menyulitkan
untuk menentukan letak sungainya. Di Jawa terdapat banyak sekali sungai membentang dari
utara hingga selatan. Dan rata-rata di pinggir sungai terdapat banyak rumah penduduk dan
ini tentunya sangat menyulitkan untuk menentukan letak sungainya yang sesuai kata
Siliwangi. Namun yang pasti Bocah Angon rumahnya dekat sungai sehingga bila ada yang
mengaku dirinya Bocah Angon tetapi rumahnya jauh dari sungai berarti itu tidak sesuai
dengan Ugo Wangsit Siliwangi.
Kemudian untuk kata pintunya setinggi batu masih perlu dipertanyakan, apakah atap
rumahnya terbuat dari batu? dan juga apakah pintu rumahnya juga terbuat dari batu? kok
seperti rumah nenek moyang kita dulu. Bisa jadi demikian tetapi mungkin juga tidak
demikian.
Kalimat tersebut bisa dipahami bahwa rumah Bocah Angon tidak hanya 1 lantai, namun
bertingkat rumahnya. Hal ini diperkuat dengan ungkapan Joyoboyo pada bait 161 yaitu
“berumah seperti Raden Gatotkaca, berupa rumah merpati susun tiga“. Dari ungkapan
Joyoboyo menunjukkan ada 3 lantai rumah dari Bocah Angon. Tentunya bukan rumah
biasa, bisa jadi rumah tingkat ekonomi menengah atau memang Bocah Angon dari keluarga
kaya? belum bisa dipastikan.
Oleh karena untuk membuat suatu rumah yang bertingkat dengan bahan semen untuk lantai
2nya, maka dari bahan semen yang padat otomatis akan membentuk batu yang
keras. Sehingga bisa dipahami bila pintu lantai pertama akan setinggi batu (setinggi cor
semen lantai 2). Memang kebanyakan rumah orang yang bertingkat pintunya pasti akan
setinggi lantai 2, tepat di bawah cor semen yang telah menjadi batu tersebut. Jadi dapat
disimpulkan bahwa rumah Bocah Angon memang bertingkat yang pintunya setinggi lantai
tingkat 2nya.
5. Tertutupi pohon handeuleum dan hanjuang.
Dalam Ugo Wangsit Siliwangi disebutkan “rumahnya di ujung sungai yang pintunya setinggi
batu, yang rimbun oleh pohon handeuleum dan hanjuang”. Kata rimbun oleh pohon
Handeuleum dan Hanjuang berarti di depan rumah Bocah Angon terdapat 2 pohon yang
sangat subur dan menjadi ciri khas rumahnya. Dalam hal ini hanya disebutkan 2 buah pohon
saja, artinya memang hanya ada 2 buah pohon di depan rumahnya sebagai pembeda dari
rumah lainnya.
Apabila ditelusuri kedua jenis pohon tersebut dalam istilah bahasa Indonesianya memang
belum diketahui apa namanya. Kedua kata tersebut sepertinya bahasa kuno dari daerah
Sunda tempat Siliwangi berada. Hingga kini belum ada pihak yang merasa mengetahui kedua
jenis pohon tersebut. Bahkan orang-orang asli Sundapun juga mengaku tidak mengetahui
kedua jenis pohon itu. Kita tunggu saja kelak akan kita ketahui juga.
Sementara itu beberapa kalangan justru menafsirkan kata Handeuleum dan Hanjuang
sebagai simbol saja. Benarkah kedua pohon itu sebenarnya bukan pohon hidup di atas tanah,
tetapi sekedar simbol saja? Coba anda lihat kembali Siliwangi menyebut Pemuda
Penggembala dengan “Apa yang dia gembalakan? Bukan kerbau bukan domba, bukan pula
harimau ataupun banteng. Tetapi ranting daun kering dan sisa potongan pohon.”
Kata pemuda penggembala itu cuma simbol dari Siliwangi. Kemudian simbol tersebut
dijelaskan bila yang digembalakan bukan binatang, tetapi daun dan ranting. Sementara
kata Handeuleum dan Hanjuang tidak ada kalimat penjelasan selanjutnya. Sehingga
kedua kata tersebut dapat dipastikan memang dua buah pohon yang tumbuh di atas tanah.
Apabila simbol tentunya Siliwangi akan menjelaskan maksudnya.
6. Pergi bersama pemuda berjanggut.
Dalam Ugo Wangsit Siliwangi disebutkan “Semua mencari tumbal, tapi pemuda gembala
sudah tidak ada, sudah pergi bersama pemuda berjanggut, pergi membuka lahan baru di
Lebak Cawéné!” Siapakah pemuda berjanggut itu? Penyebutan pemuda berjanggut ini masih
perlu dipertanyakan. Apakah pemuda tersebut merupakan kerabat atau keluarga atau teman
ataukah pengasuh si Bocah Angon? Belum jelas diketahui karena memang dalam Ugo
Wangsit Siliwangi tidak menyinggung mengenai hal tersebut.
Dalam naskah-naskah lain memberitahukan bahwa Ratu Adil memiliki pengasuh yaitu Sabdo
Palon. Mungkinkah pemuda berjanggut tersebut adalah Sabdo Palon? Sepertinya tidak karena
Sabdo Palon merupakan sosok Jin, sementara penyebutan kata pemuda menunjukkan dia
adalah manusia. Jadi pemuda berjanggut bukanlah Sabdo Palon.
Misteri ini masih sulit untuk diungkap yang sebenarnya. Pada saat Bocah Angon masih
menjadi sosok yang misteri, pada saat yang sama pula ada sosok lain yaitu pemuda
berjanggut yang jati dirinya juga masih misteri. Namun yang pasti pemuda tersebut memiliki
janggut dan kelak akan kita ketahui setelah tiba waktu kemunculan Bocah Angon.
7. Pergi membuka lahan baru di Lebak Cawéné!
Dalam Ugo Wangsit Siliwangi disebutkan “Semua mencari tumbal, tapi pemuda gembala
sudah tidak ada, sudah pergi bersama pemuda berjanggut, pergi membuka lahan baru di
Lebak Cawéné!”Bocah Angon sepertinya tidak akan ditemukan sebelum kemunculannya.
Ketika orang-orang sudah menemukan rumahnya yang di ujung sungai, dia telah pergi
bersama pemuda berjanggut ke Lebak Cawéné.
Siliwangi tidak menyebutkan kemudian orang-orang akan berhasil menemukan Bocah Angon
di Lebak Cawéné setelah gagal menemukan di rumahnya. Tidak ada kalimat tersebut dalam
Ugo Wangsit Siliwangi. Karena tidak ada kata itu maka bisa disimpulkan bahwa jarak antara
rumah dengan Lebak Cawéné tidak dekat bahkan mungkin sangat jauh.
Siliwangi juga tidak menyebutkan setelah pergi ke Lebak Cawéné si Bocah Angon
kemudian kembali lagi ke rumahnya.Karena tidak ada kalimat yang menyebutkan hal
tersebut berarti Lebak Cawéné merupakan tempat baru yang ditinggali Bocah Angon setelah
rumahnya yang di ujung sungai di tinggal pergi. Apabila Bocah Angon kembali lagi ke
rumahnya yang di ujung sungai, maka tentunya Siliwangi akan menyebutnya berhasil
ditemukan di rumahnya. Sudah pasti bila orang telah menemukan rumahnya maka akan
ditunggui kapan kembalinya. Tetapi ternyata tidak ada kalimat tersebut dalam Ugo Wangsit
Siliwangi.
Sampai saat ini belum diketahui dimana letak Lebak Cawéné berada. Dalam peta Jawa
maupun peta Indonesia, tidak ada daerah yang diberi nama Lebak Cawéné. Oleh karena
namanya yang masih asing inilah maka banyak kalangan menafsirkan menurut keyakinannya
masing-masing.
Ada yang menafsirkan Lebak Cawéné berada di lereng sebuah gunung. Ada juga yang
mengatakan berada di petilasan Joyoboyo. Yang lain mengatakan berada di tempat yang ada
guanya dan sebagainya membuat semakin tidak jelas saja letak Lebak Cawéné dimana.
Tetapi apabila anda meyakini sebuah tempat merupakan Lebak Cawéné, maka bisa
dipastikan anda akan memaksakan kehendak untuk menentukan 1 orang di daerah
tersebut sebagai calon Ratu Adil. Wah jadi kasian pada orangnya kena sasaran.
Ketahuilah bahwa Siliwangi tidak menyebutkan Bocah Angon akan berhasil
ditemukan di Lebak Cawéné. Di sisi lain Siliwangi juga tidak memberikan ciri-ciri Lebak
Cawéné yang dia katakan sehingga mustahil Lebak Cawéné bisa diketahui sebelum Ratu Adil
muncul, kecuali anda lebih sakti dari Siliwangi. Kemampuan sama dengan Siliwangi aja tidak
mungkin apalagi lebih tinggi dari Siliwangi, jelas tidak mungkin lagi.
8. Gagak berkoar di dahan mati.
Dalam Ugo Wangsit Siliwangi disebutkan “Semua mencari tumbal, tapi pemuda gembala
sudah tidak ada, sudah pergi bersama pemuda berjanggut, pergi membuka lahan baru di
Lebak Cawéné! Yang ditemui hanya gagak yang berkoar di dahan mati”. Kata Gagak berkoar
mungkinkah memang burung Gagak yang suka berkicau, ataukah itu merupakan simbol saja.
Banyak kemungkinan mengenai Gagak berkoar tersebut. Namun dalam naskah-naskah lain
seperti yang diungkap Ronggowarsito dan Joyoboyo bahwa Bocah Angon sebelum menjadi
Ratu Adil hidupnya menderita, dia sering dihina oleh orang. Apabila dikaitkan dengan hal
tersebut maka Gagak berkoar itu bisa juga diartikan sebagai orang-orang yang suka
menghina si Bocah Angon.
Oleh karena hidupnya yang selalu saja dihina orang, maka akhirnya Bocah Angonpun pergi
meninggalkan rumahnya. Kemudian dia bersama pemuda berjanggut menuju ke Lebak
Cawéné untuk membuka lahan baru disana. Semua mencari tumbal bisa saja diartikan
sebagai mencari berita dan ketika yang dicari si Bocah Angon sudah tidak ada,
maka tidak bisa tidak mencari berita dari para Gagak yang berkoar tersebut.
9. Ratu Adil sejati.
Dalam Ugo Wangsit Siliwangi disebutkan “Baik lagi semuanya. Negara bersatu kembali. Nusa
jaya lagi, sebab berdiri ratu adil, ratu adil yang sejati. Tapi ratu siapa? darimana asalnya sang
ratu? Nanti juga kalian akan tahu. Sekarang, cari oleh kalian pemuda gembala.” Kita disuruh
Siliwangi untuk mencari Bocah Angon, karena dialah yang kelak akan menjadi Ratu Adil sejati.
Sepertinya SIliwangi bermaksud memberikan pesan untuk berhati-hati dalam mencari Bocah
Angon. Hal ini dikarenakan banyak sekali Bocah Angon palsu akan bermunculan di Jawa ini.
Kemunculan Bocah Angon palsu bisa jadi karena dukungan orang lain akan dirinya sehingga
dipaksa cocok menjadi Ratu Adil, tetapi juga bisa jadi karena terburu-buru meyakini dirinyalah
si Bocah Angon.
Lihatlah saat ini telah banyak terdengar dimana-mana dari Jawa bagian barat hingga Jawa
bagian timur, orang-orang yang muncul diyakini sebagai Ratu Adil. Bahkan juga bermunculan
dimana-mana orang yang mengakui dirinyalah Ratu Adil tersebut. Apabila dimintai bukti
maka orang-orang tersebut akan mencocok-cocokkan diri dengan naskah-naskah
yang ada untuk meyakinkan orang. Padahal kenyataan tidak semuanya cocok.
Untuk itulah Siliwangi berpesan agar kita mencari Ratu Adil sejati, karena Ratu Adil sejati
hanya satu sementara Ratu Adil palsu banyak sekali. Walaupun banyak Ratu Adil palsu, hal
itu tidak akan mengubah kepastian munculnya yang asli. Apabila yang asli telah muncul
maka semua akan terbukti mana yang asli dan mana yang palsu sesuai kata Siliwangi “Tapi
ratu siapa? darimana asalnya sang ratu? Nanti juga kalian akan tahu. Sekarang, cari oleh
kalian pemuda gembala.”
Demikianlah beberapa hal mengenai Bocah Angon sesuai yang disebutkan dalam naskah Ugo
Wangsit Siliwangi. Siliwangi sengaja tidak begitu jelas menggambarkan si Bocah Angon dalam
naskahnya sehingga sangat menyulitkan kita untuk menemukannya. Kesengajaan ini
dimengerti karena memang akan banyak pihak-pihak yang tentunya menghalangi
kemunculan Ratu Adil dengan berbagai alasannya.
Pada saat Siliwangi tidak memberikan gambaran yang jelas mengenai Bocah Angon. Di waktu
yang sama pula kita disuruh untuk mencari si Bocah Angon tersebut, memangnya kita ini
terlahir sebagai detektif semua. Namun yang pasti kelak akan diketahui juga mana
Ratu Adil palsu dan mana Ratu Adil yang sejatitentunya setelah tiba waktu
kemunculannya. Untuk itu baik ditunggu, dicari maupun tidak sama sekali sepertinya hasilnya
tetap sama. Waktunya akan segera tiba.
Kontrofersi, Senin 14 Juli 2008
Eddy Corret.