70
HASIL DAN PEMBAHASAN Profil Rumah Potong Hewan Kota Pekanbaru Kota Pekanbaru saat ini telah memiliki Rumah Potong Hewan (RPH) sapi dan kerbau milik Pemerintah Kota Pekanbaru yang terletak di Kelurahan Tuah Karya Kecamatan Tampan di atas lahan seluas 44.100 m 2 . Awal pembangunan RPH dilakukan pada tahun 1999 dan pada tahun 2000 RPH Kota Pekanbaru sudah mulai beroperasi untuk memenuhi kebutuhan daging di Kota Pekanbaru khususnya. RPH tersebut dibangun dalam beberapa tahun anggaran sesuai dengan kemampuan dana APBD Kota Pekanbaru. Jenis sapi yang paling banyak dipotong adalah jenis Brahman dan Brahman Cross dengan kisaran umur antara 2-3.5 tahun dengan bobot badan 380- 610 kg. Jumlah pemotongan ternak sekitar 25-30 ekor per hari, sedangkan pada saat penyambutan hari besar Islam (puasa Ramadhan dan Idul Fitri) terjadi peningkatan mencapai 35-45 ekor per hari dengan jenis sapi yang disembelih beragam. Sebagian besar sapi yang dipotong di RPH Kota Pekanbaru berasal dari Provinsi Lampung yaitu berasal dari PT Agro Giri Perkasa, PT Great Giant Livestock, PT Sentosa Agrindo dan PT Elders Indonesia serta sebagian kecil berasal dari Provinsi Jawa Barat yaitu dari PT Kadila Lestari Jaya. Selain itu, sebagian kecil yang berasal dari Provinsi Riau yakni jenis sapi Bali. Setiap pemilik ternak yang melakukan penyembelihan di RPH Kota Pekanbaru diwajibkan membayar biaya retribusi sebesar Rp 35.000,- untuk setiap pemotongan ternak. Biaya tersebut digunakan untuk pemeriksaan ante-mortem dan post-mortem sebesar Rp 34.000,-/ekor, sedangkan biaya sewa kandang sebesar Rp. 1.000,-/ekor/hari. Selain itu, RPH Kota Pekanbaru telah menetapkan biaya retribusi untuk pemotongan darurat/hari besar agama sebesar Rp. 17.000,- /ekor, pemeriksaan laboratorium Rp. 50.000,-/ekor, pemakaian ruangan pendingin Rp. 1.000,-/kg/hari dan transportasi daging ke pasar sebesar Rp. 400,-/kg (Perda Kota Pekanbaru 2003).

HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · /ekor, pemeriksaan laboratorium Rp. 50.000,-/ekor, pemakaian ruangan pendingin ... penyimpangan kritis. Penyimpangan minor yang terjadi

Embed Size (px)

Citation preview

41

HASIL DAN PEMBAHASAN

Profil Rumah Potong Hewan Kota Pekanbaru

Kota Pekanbaru saat ini telah memiliki Rumah Potong Hewan (RPH) sapi

dan kerbau milik Pemerintah Kota Pekanbaru yang terletak di Kelurahan Tuah

Karya Kecamatan Tampan di atas lahan seluas 44.100 m2. Awal pembangunan

RPH dilakukan pada tahun 1999 dan pada tahun 2000 RPH Kota Pekanbaru sudah

mulai beroperasi untuk memenuhi kebutuhan daging di Kota Pekanbaru

khususnya. RPH tersebut dibangun dalam beberapa tahun anggaran sesuai dengan

kemampuan dana APBD Kota Pekanbaru.

Jenis sapi yang paling banyak dipotong adalah jenis Brahman dan

Brahman Cross dengan kisaran umur antara 2-3.5 tahun dengan bobot badan 380-

610 kg. Jumlah pemotongan ternak sekitar 25-30 ekor per hari, sedangkan pada

saat penyambutan hari besar Islam (puasa Ramadhan dan Idul Fitri) terjadi

peningkatan mencapai 35-45 ekor per hari dengan jenis sapi yang disembelih

beragam. Sebagian besar sapi yang dipotong di RPH Kota Pekanbaru berasal dari

Provinsi Lampung yaitu berasal dari PT Agro Giri Perkasa, PT Great Giant

Livestock, PT Sentosa Agrindo dan PT Elders Indonesia serta sebagian kecil

berasal dari Provinsi Jawa Barat yaitu dari PT Kadila Lestari Jaya. Selain itu,

sebagian kecil yang berasal dari Provinsi Riau yakni jenis sapi Bali.

Setiap pemilik ternak yang melakukan penyembelihan di RPH Kota

Pekanbaru diwajibkan membayar biaya retribusi sebesar Rp 35.000,- untuk setiap

pemotongan ternak. Biaya tersebut digunakan untuk pemeriksaan ante-mortem

dan post-mortem sebesar Rp 34.000,-/ekor, sedangkan biaya sewa kandang

sebesar Rp. 1.000,-/ekor/hari. Selain itu, RPH Kota Pekanbaru telah menetapkan

biaya retribusi untuk pemotongan darurat/hari besar agama sebesar Rp. 17.000,-

/ekor, pemeriksaan laboratorium Rp. 50.000,-/ekor, pemakaian ruangan pendingin

Rp. 1.000,-/kg/hari dan transportasi daging ke pasar sebesar Rp. 400,-/kg (Perda

Kota Pekanbaru 2003).

42

Evaluasi Pelaksanaan Standard Sanitation Operational Procedure (SSOP)

di RPH Kota Pekanbaru

Berdasarkan SNI 01-6159-1999 menyatakan bahwa Rumah Potong Hewan

adalah suatu kompleks bangunan dengan disain dan konstruksi khusus yang

memenuhi persyaratan teknis dan higiene tertentu serta digunakan sebagai tempat

memotong hewan potong selain unggas bagi konsumen masyarakat. Kompleks

RPH harus didukung oleh lokasi dan lingkungan yang sesuai serta dilengkapi

dengan sarana dan prasarana yang memadai. Kompleks RPH terdiri atas bangunan

utama, tempat penurunan ternak, perkandangan, tempat pakan, laboratorium,

kantor administrasi, tempat istirahat karyawan, locker, mushola, kantin, ruang

ganti pakaian, kamar mandi/WC, rumah jaga, gang way, insenerator, tempat

parkir, gardu listrik, menara air, fasilitas pembuangan atau penanganan limbah

serta bangunan utama RPH. Bangunan utama RPH meliputi daerah kotor dan

daerah bersih yang berfungsi untuk memisahkan kegiatan proses produksi

karkas/daging agar tidak terjadi kontaminasi silang yang dapat menurunkan mutu

produk. Selain itu, RPH harus memenuhi persyaratan higiene karyawan,

pengawasan kesehatan masyarakat veteriner, peralatan produksi, kendaraan

pengangkut karkas atau daging, ruang pendinginan atau pembekuan daging dan

persyaratan ruang pengolahan daging.

Kompleks RPH kota Pekanbaru secara umum telah memiliki sarana dan

prasarana yang memadai. Bangunan-bagunan RPH bersifat permanen dan terbuat

dari bahan-bahan yang kuat dengan kondisi yang masih cukup baik. Komplek

RPH kota Pekanbaru terdiri atas bangunan utama, 20 unit kandang ternak, 4 unit

kandang isolasi, 2 unit menara air, 2 buah pos jaga, perumahan kepala RPH,

rumah karyawan dan rumah penjaga, kantor Dokter Hewan, kantin, ruang

workshop, garase, tempat parkir, ruang administrasi, laboratorium, ruang

pertemuan, ruang istirahat karyawan, tempat penurunan ternak, saluran

pembuangan, 11 unit kolam pengolahan limbah, 1 unit ruang mesin serta memiliki

sarana jalan yang cukup luas dan baik. Sarana dan prasarana tersebut belum

seluruhnya sesuai dengan SSOP RPH. Adapun hasil rekapitulasi evaluasi

pelaksanaan SSOP di RPH kota Pekanbaru dapat dilihat pada Tabel 10.

43

Tabel 10 Hasil rekapitulasi evaluasi pelaksanaan SSOP di RPH Kota Pekanbaru

No Parameter Bobot Pengamatan Penilaian NKV

Nilai Ya Tidak MN MY SR KT OK

1 Lokasi dan Lingkungan 2.50 2.50 0.00 1 - - - -

2 Sarana dan Prasarana 2.50 2.50 0.00 2 - - - -

3 Persyaratan Bangunan dan Tata Letak - - - - - - - -

3.1 Komplek RPH 5.80 5.00 0.80 7 2 1 4 -

3.2 Bangunan Utama RPH terdiri atas : - - - - - - - -

A. Daerah Kotor 3.90 1.75 2.15 4 2 - 2 -

B. Daerah Bersih 6.45 1.55 4.90 1 2 3 - -

3.3 Sistem Saluran Pembuangan Limbah Cair 0.75 0.75 0.00 - 3 - - -

3.4 Bangunan utama RPH - - - - - - - -

A. Desain dan Tata Letak Ruangan 2.60 2.10 0.50 1 - 1 - -

B. Lantai 1.50 1.50 0.00 4 - - - -

C. Dinding 1.00 1.00 0.00 1 - - - -

D. Langit-langit 0.30 0.30 0.00 3 - - - -

E. Atap 0.10 0.10 0.00 - - - - -

F. Pintu 0.60 0.45 0.15 2 - - - -

G. Jendela 0.20 0.00 0.20 2 - - - -

H. Ventilasi dan Pengatur Suhu 0.60 0.45 0.15 2 - - - -

I. Penerangan 1.20 1.20 0.00 - - - - -

4 Kantor Administrasi dan Dokter Hewan 2.50 2.50 0.00 - - - - -

5 Tempat Istirahat, Kantin dan Mushola 2.50 1.10 1.40 3 - - - -

6 Tempat locker atau Ruang Ganti Pakaian 2.50 0.00 2.50 6 - - - -

7 Kamar Mandi dan WC 5.00 2.10 2.90 7 2 - - -

8 Sarana Pengolahan Limbah 2.50 2.50 0.00 - - - - -

9 Insenerator 2.50 0.00 2.50 2 - - - -

10 Rumah Jaga 2.50 2.50 0.00 - - - - -

11 Peralatan Produksi 10.00 2.80 7.20 4 2 8 - -

12 Persyaratan Higiene Karyawan RPH 5.00 0.00 5.00 3 3 - - -

13 Pengawasan Kesmavet 5.00 5.00 0.00 2 - - - -

14 Kendaraan Pengangkut Karkas/Daging 10.00 0.00 10.00 1 2 1 2 -

15 Ruang Pembekuan Cepat 5.00 5.00 0.00 - 1 - - -

16 Ruang Penyimpanan Beku 5.00 5.00 0.00 - 5 - - -

17 Ruang Pengolahan Karkas/Daging 5.00 0.00 5.00 - 5 - - -

18 Laboratorium 5.00 5.00 0.00 2 2 - - -

Total Komulatif 100.00 54.65 45.35 57 35 14 8 -

MN = Penyimpangan minor, MY= Penyimpangan mayor, SR= Penyimpangan serius,

KT= Penyimpangan kritis, OK= Tidak ada penyimpangan

Tabel 10 memperlihatkan bahwa pencapaian penerapan SSOP di RPH

Kota Pekanbaru dari delapan belas karakteristik penilaian pengamatan hanya

dapat terpenuhi sebesar 54.65%, sedangkan sekitar 45.35% belum dapat tercapai.

Hasil evaluasi nomor kontrol veteriner (NKV) RPH Kota Pekanbaru memiliki 57

penyimpangan minor, 35 penyimpangan mayor, 14 penyimpangan serius dan 8

penyimpangan kritis.

Penyimpangan minor yang terjadi meliputi lokasi RPH yang mulai padat

dengan perumahan penduduk, belum tersedianya sumber air berkualitas, belum

ada fasilitas air panas untuk menunjang proses produksi, belum tersedia gudang

pakan, belum tersedianya kantin yang memadai dan belum adanya Musholla,

belum ada ruang ganti pakaian, locker, insenerator, belum ada tempat

44

pembuangan sampah yang berpenutup, belum ada jadwal untuk membersihkan

peralatan yang digunakan, belum adanya alas kaki khusus toilet, belum

tersedianya peringatan untuk mencuci tangan, belum tersedianya fasilitas ruang

pembekuan cepat, belum adanya tempat penimbangan dan memandikan ternak,

belum adanya ruang terpisah untuk penanganan kaki dan kepala, disain tempat

pemotongan yang tidak sesuai, kondisi lantai, dinding, langit-langit pada ruang

produksi yang kurang bersih dan terakumulasi kotoran, pintu dan jendela yang

tidak dapat berfungsi sempurna, terdapat peralatan produksi yang mudah korosif

dan tidak adanya pemeriksaan ante-mortem dan post-mortem yang berkelanjutan

oleh Dokter Hewan. Adapun kondisi bangunan utama RPH Kota Pekanbaru

terlihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Kondisi bangunan utama RPH Kota Pekanbaru

Penyimpangan mayor yang terdapat di RPH Kota Pekanbaru meliputi

tidak dioperasikannya ruang pendinginan, belum tersedianya ruang pembekuan

daging, ruang pemeriksaan post-mortem, ruang seleksi (grading) dan pelayuan

karkas, kondisi saluran pembuangan tidak tertutup dan kemungkinan kontaminasi

silang pada karkas sangat besar, belum adanya toilet/WC pada ruang kotor atau

ruang bersih, kondisi toilet/ WC yang tidak bersih, belum tersedianya fasilitas

pencuci tangan pada setiap tahapan proses pemotongan, tidak tersedianya sarana

untuk membersihkan dan mendisinfektan peralatan, belum adanya peraturan

sanitasi dan higienis yang diterapkan untuk karyawan maupun pengunjung RPH,

45

tidak tersedianya ruangan untuk penanganan kulit, belum adanya peraturan

sanitasi dan higienis untuk tamu yang berkunjung di RPH, kendaraan pengangkut

karkas/daging tidak dilangkapi dengan mesin pendingin, belum terdapat alat

penggantung karkas, kondisi ruang pembekuan tidak bersih, belum ada ruang

penyimpanan beku, belum ada ruangan khusus untuk pengolahan karkas/daging,

kondisi laboratorium yang tidak bersih dan kondisi tempat cuci tangan yang tidak

terawat. Kondisi yang tidak higiene juga terdapat pada tempat pemotongan ternak

seperti terlihat pada Gambar 4.

Gambar 4 Kondisi tempat penyembelihan ternak di RPH Kota Pekanbaru

Penyimpangan serius yang terjadi meliputi tidak tersedianya toilet/WC

pada ruang produksi, tidak adanya tempat pencucian karkas pada daerah bersih,

tidak adanya tempat pengemasan, tempat penyimpanan daging yang tidak

dioperasikan, belum adanya pemisahan secara jelas antara daerah kotor dan

daerah bersih, sarana pencuci tangan pada ruang produksi tidak dapat difungsikan

secara baik, pada bagian pintu masuk ruangan produksi tidak dilengkapi dengan

sarana cuci tangan dan disinfektan, peralatan produksi tidak dalam kondisi bersih,

sarana untuk mencincang karkas terbuat dari kayu yang tidak berada dalam

kondisi bersih, peralatan yang digunakan tidak sesuai dengan alur proses,

peralatan yang sulit dibongkar hanya dibersihkan dengan menyemprot dengan air,

Dokter Hewan tidak dilangkapi dengan peralatan yang memadai, karyawan RPH

46

tidak dilangkapi dengan standar peralatan dan pakaian khusus, kendaraan

pengangkut daging tidak dilengkapi dengan alat pendingin.

Penyimpangan kritis meliputi proses pengulitan, tidak tersedianya ruangan

dan sumber air bersih untuk mencuci karkas, proses pengeluaran jeroan yang tidak

higienis dan tidak adanya tempat penanganan jeroan. Selain itu, penyimpangan

juga terjadi karena tidak adanya tempat pemotongan karkas dan pemisahan daging

dengan tulang, kendaraan alat pengangkut karkas/daging tidak tertutup dan

lapisan dalam bersifat korosif. Gambaran tentang tempat penanganan karkas dan

jeroan sapi di RPH Kota Pekanbaru terlihat pada Gambar 5.

Gambar 5 Kondisi tempat penanganan karkas dan jeroan di RPH Kota Pekanbaru

Secara umum penyimpangan minor terjadi karena belum terpenuhi secara

keseluruhan aspek ketersediaan sarana dan prasarana pendukung kegiatan di RPH

serta ketersediaan sumber daya manusia yang memadai sesuai dengan SNI 01-

6159-1999 tentang Rumah Pemotongan Hewan. Departeman Pertanian (2010)

menyatakan bahwa untuk menghasilkan daging yang ASUH maka proses

produksi daging di RPH harus memenuhi persyaratan teknis baik fisik (bangunan

dan peralatan), sumber daya manusia serta prosedur teknis pelaksanannya.

Berdasarkan hasil evaluasi dan pemantauan sebagian besar kondisi RPH di

Indonesia saat ini cukup memprihatinkan dan tidak memenuhi persyaratan,

sehingga perlu penataan RPH melalui upaya relokasi, renovasi ataupun

rehabilitasi RPH.

47

Selain itu, penyimpangan mayor, serius dan kritis terjadi pada aspek

pelaksanaan sanitasi dan higiene tempat produksi, peralatan, personal,

penanganan pasca penyembelihan yang belum sesuai yang akan berhubungan

dengan tingkat cemaran mikroba. Kondisi sanitasi dan higiene pada tempat

produksi, penanganan pasca penyembelihan dan sanitasi personal yang kurang

baik terlihat pada Gambar 6.

Gambar 6 Kondisi sanitasi tempat produksi dan higiene personal yang kurang

baikdi RPH Kota Pekanbaru

Warris (2000); Soeparno (2005) menyatakan kontaminasi permukaan

karkas/daging terjadi sejak saat penyembelihan ternak sampai daging dikonsumsi.

Sumber kontaminasi di RPH berasal dari tanah, pekerja, isi saluran pencernaan,

air, peralatan yang digunakan serta udara di sekitar RPH. Luning et al. (2003)

menyatakan bahwa jaminan keamanan di RPH diterapkan melalui penerapan

praktik higiene dan sanitasi. Secara umum praktik higiene dan sanitasi pada

pangan mencakup penerapan pada personal, bangunan, peralatan, proses produksi,

penyimpanan dan distribusi.

Peningkatan pencapaian pelaksanaan SSOP RPH Kota Pekanbaru akan

lebih efektif apabila dilakukan beberapa perbaikan seperti:

1. Perbaikan pada kompleks RPH yaitu penyediaan gudang pakan konsentrat

maupun hijauan, penyediaan Mushola, kantin yang memadai, penyediaan

48

locker untuk menyimpan barang-barang pribadi karyawan, penyediaan

ruangan untuk ganti pakaian dan penyediaan unit insenerator serta

penyediaan fasilitas kamar mandai/WC yang bersih dan nyaman, tersedia

tempat pembuangan sampah yang dilengkapi dengan penutup dan

diopersikan dengan menggunakan kaki, tersedia sarana pencuci tangan

disetiap ruangan lengkap dengan fasilitasnya.

2. Perbaikan pada bangunan utama yaitu terpisahnya antara daerah kotor dan

daerah bersih secara jelas. Hal ini sangat penting untuk mengurangi

kontaminasi silang antara proses yang harus dilakukan di daerah kotor

dengan di daerah bersih.

3. Perbaikan pada sistem sanitasi dan higienis karyawan maupun pengunjung

RPH. Setiap karyawan RPH yang menangani proses pemotongan daging

harus berpakaian khusus lengkap dengan penutup kepala, sarung tangan,

penutup hidung dan menggunakan sepatu boot. Selain itu, setiap karyawan

dan pengunjung yang akan masuk ke ruang produksi harus melakukan

kegiatan sanitasi terlebih dahulu. Hal ini penting untuk menghindari

pencemaran karkas/daging oleh pekerja atau pengunjung RPH

4. Perbaikan pada kendaraan pengangkut karkas/daging. Meskipun RPH kota

pekanbaru memiliki 2 unit kendaraan pengangkut daging, tetapi kendaraan

tersebut tidak dimanfaatkan secara maksimal. Umumnya karkas/daging

diangkut menggunakan mobil yang tidak dilengkapi dengan mesin pendingin

bahkan menggunakan becak motor.

5. Perbaikan ruang pendinginan dan pembekuan daging. Meskipun RPH kota

Pekanbaru telah memiliki fasilitas pendinginan dan pembekuan daging, tetapi

peralatan tersebut belum dimanfaatkan secara maksimal.

6. Perbaikan pada bangunan utama RPH yaitu tersedianya ruang pengolahan

karkas/daging yang dilengkapi dengan fasilitasnya.

7. Perbaikan pada sarana dan prasarana laboratorium yang memadai. Hal ini

berfungsi untuk menunjang kerja Dokter Hewan secara maksimal.

8. Perbaikan pada sarana peralatan produksi baik yang berhubungan langsung

dangan karkas/daging atau yang tidak berhubungan langsung.

49

9. Menyediakan air bersih pada ruang produksi untuk mencuci karkas/daging

ataupun peralatan serta menyediakan sarana air panas bertekanan untuk

membersihkan peralatan yang digunakan oleh petugas produksi.

Hasil pengamatan tentang karakteristik penerapan SSOP di RPH Kota

Pekanbaru menunjukkan bahwa penerapan SSOP masih jauh dari sempurna.

Secara lengkap hasil evaluasi penerapan SSOP di RPH Kota Pekanbaru terlihat

pada Tabel 11.

50

Tabel 11 Hasil evaluasi pelaksanaan SSOP di RPH Kota Pekanbaru

No. Aspek SSOP Kondisi Seharusnya Kondisi di lapangan Tindakan Koreksi

1. Lokasi dan Lingkungan

RPH

Tidak bertentangan dengan Rencana

Umum Tata Ruang (RUTR), Rencana

Detail Tata Ruang(RDTR), Rencana

Bagian Wilayah Kota (RBWK)

Lokasi sesuai dengan RTUR,

RDTR, dan RBWK

Lokasi sesuai dengan RTUR, RDTR,

dan RBWK

Tidak berada di daerah padat penduduk,

topografi relatif lebih rendah dari

pemukiman penduduk

Lokasi sudah mulai dipadati dengan

pemukiman tetapi topografi RPH

lebih rendah

Sebaiknya pihak developer

mempertimbangkan dan meninjau

ulang lokasi pemukiman dan

berkoordinasi dengan Pemko

Memiliki lahan yang datar dan luas

untuk pengembangan RPH

Lahan relatif datar dan masih

tersedia lahan untuk pengembangan

RPH

Tidak menimbulkan pencemaran

lingkungan terhadap aliran sungai

Tidak terjadi pencemaran

lingkungan karena limbah telah

diolah sedemikian rupa sebelum

dialirkan ke sungai

diperlukan pengawasan secara

berkelanjutan agar tidak terjadi

pencemaran terhadap aliran sungai

Tidak berada di daerah yang rawan

banjir dan tidak berada dekat dengan

industri logam dan kimia

Lokasi tidak rawan banjir dan jauh

dari industri logam dan kimia

-

Bebas dari asap, bau, debu dan

kontaminasi lainnya

Bau dari sisa kotoran dan limbah

belum terkendali secara maksimal

Diperlukan cara yang maksimal

untuk mengurangi bau

Saluran pembuangan air/limbah

disekitar RPH berfungsi dengan baik

Saluran pembuangan limbah

berfungsi dengan baik

-

2. Sarana dan Prasarana Jalan menuju dan keluar RPH dapat

dilalui kendaraan pengangkut ternak

Akses jalan dapat dilalui kendaraan

dengan baik

-

Tersedia kendaraan untuk pengangkut

ternak

Kendaraan pengangkut ternak

disediakan oleh masing-masing

pemilik ternak

Sebaiknya kendaraan disediakan oleh

RPH

50

51

No. Aspek SSOP Kondisi Seharusnya Kondisi di lapangan Tindakan Koreksi

Tersedia kendaraan pengangkut pakan

dan rumput untuk ternak

Kendaraan pengangkut pakan dan

rumput disediakan sendiri oleh

masing-masing pemilik ternak

Sebaiknya RPH menyediakan

kendaraan untuk pengangkut pakan

atau rumput

Tersedia kendaraan pengangkut daging

sapi yang dilengkapi dengan mesin

pendingin

Tersedia 1 unit mobil box dan 1

unit motor box lengkap dengan

mesin pendingin

-

Sumber air yang digunakan untuk

proses produksi mencukupi dan sesuai

dengan persyaratan SNI 01-0220-1987

Sumber air mencukupi untuk

kebutuhan produksi, tetapi belum

sesuai persyaratan SNI

Diperlukan sumber air berkualitas dan

metode pengolahan air yang baik

sebelum digunakan untuk proses

produksi

Persediaan air bersih untuk kebutuhan

ternak tercukupi

Kebutuhan ternak akan air bersih

tercukupi

-

Tersedia instalasi air bertekanan

1,05kg/cm2 (15psi) serta fasilitas air

panas (suhu 82 oC)

Tersedia air bertekanan 15 psi,

tetapi fasilitas air panas belum

tersedia

Diperlukan fasilitas air panas untuk

menunjang kegiatan produksi yang

maksimal

3. Persyaratan Bangunan dan Tata Letak

a. Komplek RPH Komplek RPH terdiri atas bangunan

utama, unloading, kandang ternak,

kandang karantina, tempat

penyimpanan pakan dan konsentrat,

kantor administerasi dan kantor Dokter

Hewan, laboratorium, ruang istirahat

karyawan, musholla, kantin, locker,

ruang ganti pakaian, kamar mandi, WC,

sarana penanganan limbah, insenerator,

tempat parker, rumah jaga, pos jaga,

gardu listrik, menara air

Sebagian besar persyaratan

bangunan sudah tersedia, kecuali

gudang pakan konsenterat,

Musholla, locker, ruang ganti

pakaian dan insenerator

Diperlukan fasilitas gudang pakan

konsenterat, Musholla, locker, ruang

ganti pakaian dan insenerator guna

menunjang kegiatan produksi di RPH

secara optimal.

51

Lanjutan Tabel 11

52

No. Aspek SSOP Kondisi Seharusnya Kondisi di lapangan Tindakan Koreksi

masuknya orang yang tidak

berkepentingan maupun hewan liar

Sebagian besar persyaratan

bangunan sudah tersedia, kecuali

gudang pakan konsenterat,

Musholla, locker, ruang ganti

pakaian dan insenerator

Diperlukan fasilitas gudang pakan

konsenterat, Musholla, locker, ruang

ganti pakaian dan insenerator guna

menunjang kegiatan produksi di RPH

secara optimal.

Pintu masuk ternak hidup harus terpisah

dari pintu keluar karkas/daging

Pintu masuk ternak hidup terpisah

dengan pintu keluar karkas

-

Komplek RPH dilengkapi dengan ruang

pembekuan cepat (blast freezer)

RPH belum dilengkapi dengan

fasilitas ruangan pembekuan cepat

perlu diupaya untuk pengadaan

fasilitas ruang pembekuan cepat

Komplek RPH dilengkapi dengan ruang

penyimpanan beku (cold storage)

RPH telah dilengkapi dengan ruang

penyimpanan beku tetapi fasilitas

ruangan ini tidak dipergunakan

sebagaimana mestinya

Sebaiknya ruangan pembekuan ini

dapat dimanfaatkan semaksimal

mungkin

Letak komplek RPH sesuai dengan alur

kegiatan

Letak RPH sesuai dengan alur

kegiatan

-

b. Bangunan utama RPH

1. Daerah kotor Daerah kotor di RPH meliputi tempat

penerimaan dan penurunan sapi,

pemeriksaan ante mortem, kandang

ternak sebelum dipotong, tempat

penimbangan ternak, tempat

memandikan ternak, tempat

pemingsanan ternak, penyembelihan,

holding pens, penggantungan ternak,

pengulitan, pencucian karkas,

pengeluaran jeroan, pemeriksaan post

mortem, pemotongan kaki dan kepala,

penanganan jeroan dan penanganan

kulit.

Secara umum antara masing-masing

daerah kotor telah terpisah, tetapi

ada beberapa hal yang belum

terpisah seperti tempat memandikan

ternak dilakukan di dalam kandang,

selain itu untuk proses produksi

daging mulai dari penyembelihan

sampai dihasilkan karkas

ditempatkan pada suatu ruangan

yang tidak memiliki pembatas

Sebaiknya masing-masing daerah

kotor di komplek RPH dapat

dipergunakan sesuai dengan

fungsinya untuk mengurangi cemaran

dari hasil utama RPH yaitu daging

segar

Lanjutan Tabel 11

52

53

No. Aspek SSOP Kondisi Seharusnya Kondisi di lapangan Tindakan Koreksi

2. Daerah bersih Daerah bersih di RPH meliputi : tempat

pencucian karkas, penimbangan karkas,

grading, pelayuan karkas, pemotongan

karkas, pemisahan daging dengan

tulang, pengemasan dan chilling room

Daerah bersih tidak dapat di

identifikasi secara jelas, karena

kegiatan produksi mulai dari proses

pengulitan sampai dihasilkan karkas

dilakukan pada suatu ruangan

Sebaiknya RPH memiliki fasilitas

daerah bersih yang telah disyaratkan

guna menunjang produksi daging di

RPH yang ASUH

c. Sistem saluran

pembuangan limbah

Sistem saluran pembuangan limbah cair

harus cukup besar, didesain agar aliran

limbah mengalir dengan lancar, terbuat

dari bahan yang mudah dirawat dan

dibersihkan, kedap air agar tidak

mencemari tanah, mudah diawasi dan

dijaga agar tidak menjadi sarang tikus

atau binatang rodensia lainnya. Saluran

pembuangan dilengkapi dengan

penyaringan yang mudah diawasi dan

dibersihkan.

Saluran pembuangan limbah cukup

besar dan mengalir dengan lancer

serta memiliki 11 unit kolam

pengolahan limbah sebelum

dialirkan ke sungai. Tetapi

pengawasan terhadap binatang

rodensia masih belum maksimal

Sebaiknya saluran pembuangan selalu

dibersihkan untuk menghindari

binatang rodensia yang dapat

menyebarkan wabah penyakit kepada

ternak, manusia bahkan kepada

daging

Di dalam komplek RPH, sistem saluran

pembuangan limbah cair harus selalu

tetap tertutup agar tidak menimbulkan

bau

Saluran pembuangan limbah cair

tidak memiliki penutup

Sebaiknya saluran pembuangan

limbah cair didesain memiliki

penutup untuk mencegah timbulnya

bau

Di dalam bangunan utama, sistem

saluran pembuangan limbah cair

terbuka dan dilengkapi dengan grill

yang mudah dibuka-tutup, terbuat dari

bahan yang kuat dan tidak mudah

korosif.

Saluran pembuangan limbah cair

terbuka dan tidak memiliki grill

Sebaiknya saluran pembuangan

limbah cair memiliki grill yang bias

dibuka-tutup sehingga tidak

membahayakan pekerja serta

mempermudah mobilitas produksi

d. Bangunan utama RPH harus memenuhi persyaratan:

1. Desain dan tata letak

ruangan

Ruang utama harus sesuai dengan

kondisi peralatan, kapasitas produksi

dan jumlah karyawan

Kondisi peralatan kurang sesuai

dengan kapasitas ruangan, kapasitas

produksi dan jumlah karyawan

Diperlukan manajemen tata ruang dan

produksi yang tepat sehingga proses

produksi dapat berjalan lancar karena

Lanjutan Tabel 11

53

54

No. Aspek SSOP Kondisi Seharusnya Kondisi di lapangan Tindakan Koreksi

tersedianya peralatan dan kapasitas

yang sesuai.

Tata letak ruangan sesuai dengan urutan

proses serta memiliki ruangan yang

cukup sehingga seluruh kegiatan

Tata letak ruangan tidak sesuai

dengan urutan proses dan kegiatan

pemotongan ternak yang baik dan

Sebaiknya desain ruangan disesuaikan

dengan alur proses kegiatan produksi

serta pelaksanaan sanitasi dan

pemotongan ternak sapi dapat berjalan

baik dan higienis

higienis belum terlaksana Higienis

Tempat pemotongan didesain

sedemikian rupa sehingga pemotongan

memenuhi persyaratan halal

Desain tempat pemotongan telah

memenuhi persyaratan halal

-

Besar ruangan disesuaikan dengan

kapasitas pemotongan ternak

Besar ruangan sesuai dengan

kapasitas pemotongan ternak

-

Adanya pemisahan ruangan secara jelas

secara fisik antara daerah kotor dan

daerah bersih

Belum ada pemisahan secara jelas

antara daerah kotor dan daerah

bersih

Sebaiknya antara daerah kotor dan

daerah bersih terpisah secara jelas,

guna meminimalisir kontaminasi

silang pada saat penanganan karkas

Pada daerah pemotongan ternak dan

pengeluaran darah harus di desain

sedemikian rupa sehingga darah ternak

dapat tertampung.

Desain tempat pemotongan sudah

baik, tetapi sisa darah hasil

pemotongan ternak belum mengalir

sempurna ke tempat penampungan

Sebaiknya tempat pemotongan desain

agar darah mengalir sempurna ke

tempat pembuangan sehingga

mempermudahkan pemotongan

ternak berikutnya

2. Lantai Lantai terbuat dari bahan yang kedap

air, tidak mudah korosif dan mudah

dibersihkan

Lantai terbuat dari semen, tidak

korosif dan mudah dibersihkan

-

Permukaan lantai harus tahan air,

garam, basa, asam dan bahan kimia

lainnya

Lantai tahan terhadap air, garam,

basa, asam dan bahan kimia lainnya

-

Lantai rata, tidak licin, tidak berlubang,

dan landai kearah saluran pembuangan

Lantai rata, tidak licin dan landai

kesaluran pembuangan, tetapi di

Sebaiknya lantai tidak boleh

berlubang karena dapat menjadi

Lanjutan Tabel 11

54

55

No. Aspek SSOP Kondisi Seharusnya Kondisi di lapangan Tindakan Koreksi

beberapa bagian terdapat lubang sarang mikroorganisme yang dapat

mengkontaminasi karkas/daging

Keramik tidak pecah dan retak Lantai tidak terbuat dari bahan

keramik

-

Sudut pertemuan antara lantai dengan

dinding tidak membentuk sudut siku-

siku melainkan membentuk sudut

lengkung

Sudut pertemuan antara lantai dan

dinding berbentuk sudut lengkung -

3. Dinding Tinggi dinding pada tempat proses

penyembelihan dan pemotongan karkas

minimum adalah 3 meter

Di RPH terdapat dua unit tempat

pemotongan, dimana salah satunya

sisinya tidak di dinding

Sebaiknya tempat pemotongan ternak

harus di dinding

Dinding berlapis keramik yang rapat

atau kedap air minimal 2 meter dari

permukaan lantai.

Dinding dikeramik rapat dan kedap

air 2 meter dari permukaan lantai

-

Pertemuan antar dinding tidak boleh

membentuk sudut siku-siku melainkan

melengkung serta kedap air

Pertemuan antara dinding dengan

lantai berbentuk sudut melengkung

-

Dinding bebas dari debu dan kotoran

lainnya serta mudah dibersihkan, tidak

korosif dan tidak mudah mengelupas

Dinding bebas dari debu dan

kotoran lainnya serta mudah

dibersihkan, tidak korosif dan tidak

mudah mengelupas

-

Warna dinding bagian dalam berwarna

lebih terang

Warna dinding bagian dalam

berwarna lebih terang

-

4. Langit-langit Langit-langit didesain agar tidak terjadi

akumulasi kotoran dan kondensasi

dalam ruangan

Bangunan RPH tidak memiliki

langit-langit, melainkan langsung

dibatasi oleh atap bangunan.

Sebaiknya bangunan harus memiliki

langit-langit agar sanitasi ruangan

mudah diawasi dan tidak ada binatang

lain yang dapat memasuki bangunan

utama RPH

Lanjutan Tabel 11

55

56

No. Aspek SSOP Kondisi Seharusnya Kondisi di lapangan Tindakan Koreksi

Terbuat dari bahan yang kuat dan tahan

lama, kedap air, tidak korosif dan

mudah dibersihkan

Bangunan RPH tidak memiliki

langit-langit, melainkan langsung

dibatasi oleh atap bangunan.

Sebaiknya bangunan harus memiliki

langit-langit tahan lama, kedap air,

tidak korosif dan mudah dibersihkan

Permukaan langit-langit halus,

berwarna terang, tidak berlubang, dan

tidak mudah terkelupas

Bangunan RPH tidak memiliki

langit-langit, melainkan langsung

dibatasi oleh atap bangunan.

Sebaiknya bangunan harus memiliki

langit-langit yang berwarna

terang,tidak berlubang dan tidak

mudah terkelupas

5. Atap Atap terbuat dari bahan yang kuat,

tahan lama, tidak mudah bocor, tidak

larut air

Atap terbuat dari bahan yang kuat,

tahan lama, tidak mudah bocor,

tidak larut air

-

6. Pintu Pintu terbuat dari bahan yang kuat,

tahan lama, tidak korosif, dan tidak

mudah pecah/rusak

Pintu terbuat dari bahan yang kuat,

tahan lama, tidak korosif, dan tidak

mudah pecah/rusak

-

Pintu dapat ditutup dengan baik Pintu dapat ditutup dengan baik -

Mudah dibersihkan serta pada bagian

bawahnya harus dapat menahan agar

tikus atau rodensia lainnya tidak dapat

masuk

Mudah dibersihkan serta pada

bagian bawahnya harus dapat

menahan agar tikus atau rodensia

lainnya tidak dapat masuk

-

Pintu didesain agar dapat membuka

keluar dan dilengkapi dengan alat

penutup pintu otomatis

Pintu tidak dapat dibuka keluar dan

tidak dilengkapi penutup pintu

otomatis

Sebaiknya pintu dapat dibuka keluar

dan dilengkapi dengan pintu penutup

otomatis

7. Jendela Dapat ditutup dengan baik Jendela tidak berfungsi dengan baik Sebaiknya jendela dapat difungsikan

dengan baik

Tidak pecah serta mudah dibersihkan Sebagian jendela tidak memiliki

penutup

Sebaiknya jendela terbuat dari bahan

yang tidak mudah rusak, tidak mudah

pecah dan mudah dibersihkan

8. Ventilasi dan

pengatur suhu

Berada dalam kondisi bersih Ventilasi kurang bersih Sebaiknya ventilasi selalu berada

dalam kondisi bersih

Mampu menjamin pertukaran udara Pertukaran udara dapat berjalan

Lanjutan Tabel 11

56

57

No. Aspek SSOP Kondisi Seharusnya Kondisi di lapangan Tindakan Koreksi

dengan baik dengan baik

Mampu menghilangkan bau, gas, uap,

asap, debu dan panas dalam ruangan

Belum dapat menghilangkan bau,

gas, uap, asap, debu dan panas

dalam ruangan dengan baik

Sebaiknya ventilasi dapat

menghilangkan bau, gas, uap, asap,

debu dan panas dalam ruangan

Lubang ventilasi harus dilengkapi

dengan alat yang dapat mencegah

masuknya kotoran kedalam ruangan

serta mudah dibersihkan

Belum dilengkapi dengan alat yang

dapat mencegah masuknya kotoran

kedalam ruangan

Sebaiknya lubang ventilasi dilengkapi

dengan alat yang dapat mencegah

masuknya kotoran kedalam ruangan

dan mudah dibersihkan

9. Penerangan Penerangan dalam ruangan harus cukup Lampu penerangan masih kurang

maksimal

Sebaiknya lampu penerangan dalam

bangunan utama RPH harus cukup

Lampu penerangan harus mempunyai

pelindung dan mudah dibersihkan

Lampu yang digunakan memiliki

pelindung, tetapi agak sulit untuk

dibersihkan

Sebaiknya lampu mudah dibersihkan

Peralatan penerangan dapat berfungsi

dengan baik

Peralatan penerangan dapat

berfungsi dengan baik

-

Cahaya penerangan pada ruangan atau

daerah kerja minimal sebesar 220 lux =

20 fc (foot candle)

Cahaya penerangan pada ruangan

atau daerah kerja minimal sebesar

220 lux = 20 fc (foot candle)

-

Cahaya penerangan pada ruangan

pemeriksaan antemortem dan

postmortem minimal sebesar 540 lux =

50 fc (foot candle)

Pemeriksaan antemortem dan

postmortem tidak memiliki ruangan

khusus, melainkan pada gedung

utama RPH

Sebaiknya ada perbedaan cahaya

antara ruang pemeriksaan ante

mortem dan post mortem

Cahaya penerangan pada ruangan

lainnya minimal sebesar 110 lux = 10 fc

(foot candle)

Cahaya penerangan pada ruangan

lainnya minimal sebesar 110 lux =

10 fc (foot candle)

-

4. Kantor administrasi dan

kantor dokter hewan

harus memenuhi

persyaratan:

Ventilasi dan penerangan harus cukup

baik

Ventilasi dan penerangan cukup

baik -

Lanjutan Tabel 11

57

58

No. Aspek SSOP Kondisi Seharusnya Kondisi di lapangan Tindakan Koreksi

Luas ruangan disesuaikan dengan

kapasitas karyawan

Luas ruangan sesuai dengan

kapasitas karyawan

-

Didesain untuk kenyamanan dan

keamanan karyawan

Kenyamanan dan keamanan

karyawan terpenuhi

-

Kantor administrasi dapat dilengkapi

dengan tempat pertemuan

Kantor administrasi dilengkapi

dengan tempat pertemuan

-

5. Tempat istirahat

karyawan, Kantin dan

Mushola

Ventilasi dan penerangan harus cukup

baik

Ventilasi baik, tetapi penerangan

kurang baik

Sebaiknya penerangan dapat

memberikan pencahayaan yang

maksimal pada setiap ruangan

Luas ruangan disesuaikan dengan

kapasitas karyawan

Luas ruangan tidak sesuai dengan

kapasitas karyawan

Sebaiknya luas ruangan disesuaikan

dengan kapasitas karyawan

Konstruksi kantin didesain agar mudah

dibersihkan, dirawat dan tersedia tempat

cuci tangan serta memenuhi persyaratan

kesehatan karyawan

Kantin kelihatan kotor, tidak

terawat, tidak tersedia fasilitas cuci

tangan serta tidak memenuhi

persyaratan kesehatan

Sebaiknya fasilitas kantin harus

memadai, bersih,terawatt, dapat

memberikan kenyamanan serta

memenuhi persyaratan kesehatan

Mushola harus tertutup agar terhindar

dari masuknya binatang-binatang yang

dapat mengakibatkan mushola menjadi

tidak bersih

Belum tersedia Mushola Sebaiknya harus ada fasilitas ibadah

seperti Mushola di RPH

6. Tempat penyimpanan

barang pribadi (locker)

dan ruang ganti pakaian

Ventilasi dan penerangan harus cukup

baik

Belum tersedia locker dan ruang

ganti pakaian

Sebaiknya tersedia locker dan ruang

ganti pakaian yang memiliki ventilasi

dan penerangan yang baik

Luas ruangan disesuaikan dengan

kapasitas karyawan

Belum tersedia locker dan ruang

ganti pakaian

Sebaiknya tersedia locker dan ruang

ganti pakaian yang luasnya

disesuaikan dengan jumlah karyawan

Terletak dibagian arah masuk ruang

pegawai atau pengunjung

Belum tersedia locker dan ruang

ganti pakaian

Sebaiknya tersedia locker dan ruang

ganti pakaian yang terletak dibagian

arah masuk ruangan pegawai dan

pengunjung

Lanjutan Tabel 11

58

59

No. Aspek SSOP Kondisi Seharusnya Kondisi di lapangan Tindakan Koreksi

7. Kamar mandi dan WC Ventilasi dan penerangan harus cukup

baik

Ventilasi dan penerangan kurang

baik

Sebaiknya ventilasi dan penerangan

harus cukup baik

Sumber air mengalir dengan baik Sumber air mengalir dengan baik

Ruangan selalu dalam kedaaan bersih Ruangan selalu dalam kedaaan

kurang bersih

Sebaiknya ruangan harus selelu

bersih, dijaga sanitasinya dan

memberikan kenyamanan

Lantai tidak tergenang air Lantai tidak tergenang air -

Pintu kamar mandi/WC tidak mengarah

ke ruang produksi dan pintu harus

selalu dalam kondisi tertutup

WC terletak diluar ruang produksi Sebaiknya kamar mandi/WC tersedia

di ruang produksi dan pintu tidak

mengarah keruang produksi serta

pintu selalu dalam kondisi tertutup

Dibangun minimal masing-masing di

daerah kotor dan daerah bersih

Belum tersedia kamar mandi/WC di

daerah kotor maupun di daerah

bersih

Sebaiknya tersedia kamar mandi/WC

di masing-masing daerah kotor

maupun di daerah bersih

Memiliki tempat sampah berpenutup

yang dilengkapi dengan pijakan sebagai

pembukanya

Belum tersedia tempat sampah Sebaiknya tersedia fasilitas tempat

sampah yang berpenutup yang

dilengkapi dengan pijakan sebagai

pembukanya

Tersedia alas kaki khusus toilet Belum tersedia alas kaki toilet Sebaiknya tersedia fasilitas alas kaki

toilet

Tersedia fasilitas cuci tangan (westafel,

air, sabun, tissue, dan bak larutan clorin

200 ppm)

Belum tersedia fasilitas pencuci

tangan dan perlengkapannya

Sebaiknya harus tersedia fasilitas cuci

tangan (westafel, air, sabun, tissue,

dan bak larutan clorin 200 ppm)

Tersedia peringatan mencuci tangan

setelah menggunakan toilet

Belum tersedia peringatan mencuci

tangan

Sebaiknya harus tersedia peringatan

mencuci tangan setelah menggunakan

toilet

Saluran pembuangan dari kamar

mandi/WC dibuat khusus ke arah

“septic tank”, tidak menjadi satu

Saluran pembuangan dari kamar

mandi/WC tidak menyatu dengan

saluran pembuangan limbah proses

-

Lanjutan Tabel 11

59

60

No. Aspek SSOP Kondisi Seharusnya Kondisi di lapangan Tindakan Koreksi

dengan saluran pembuangan limbah

proses pemotongan.

pemotongan

Dinding bagian dalam dan lantai harus

terbuat dari bahan yang kedap air, tidak

mudah korosif, mudah dirawat dan

mudah dibersihkan serta didesinfektan

Dinding dan lantai bagian dalam

terbuat dari bahan yang kedap air,

tidak korosif dan mudah

dibersihkan

-

8. Sarana pengolahan

limbah

Saluran dan tempat pembuangan limbah

harus dalam kondisi baik (tidak

tersumbat)

Saluran dan tempat pembuangan

limbah berada dalam kondisi baik

-

Dapat memisahkan antara limbah padat

dan limbah cair

Dapat memisahkan antara limbah

padat dan cair

-

Pengolahan limbah sesuai yang

direkomendasikan dalam Dokumen

Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL)

dan Upaya Pemantauan Lingkungan

(UPL).

Pengolahan limbah mengacu pada

Dokumen Upaya Pengelolaan

Lingkungan (UKL) dan Upaya

Pemantauan Lingkungan (UPL).

-

9. Insenerator Terletak dekat dengan tempat

penurunan ternak hidup dan lebih

rendah dari bangunan lain.

Belum tersedia fasilitas insenerator Sebaiknya tersedia fasilitas

insenerator yang leteknya dekat

dengan tempat penurunan ternak

hidup dan lebih rendah dari bangunan

lain

Di desain agar mudah diawasi dan

mudah dirawat serta sesuai yang

direkomendasikan dalam Dokumen

Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL)

dan Upaya Pemantauan Lingkungan

(UPL).

Belum tersedia fasilitas insenerator Sebaiknya tersedia insenerator yang

didesain agar mudah diawasi dan

mudah dirawat serta sesuai yang

direkomendasikan dalam Dokumen

Upaya Pengelolaan Lingkungan

(UKL) dan Upaya Pemantauan

Lingkungan (UPL).

10. Rumah jaga Dibangun di masing-masing pintu Terdapat di pintu masuk dan pintu -

Lanjutan Tabel 11

60

61

No. Aspek SSOP Kondisi Seharusnya Kondisi di lapangan Tindakan Koreksi

masuk dan pintu keluar komplek RPH keluar RPH

Ventilasi dan penerangan harus cukup

baik

Ventilasi dan penerangan cukup

baik

-

Terpasang atap yang terbuat dari bahan

yang kuat, tidak korosif dan dapat

melindungi petugas dari hujan dan

panas matahari

Atap terbuat dari bahan yang kuat,

tidak korosif serta dapat melindungi

penjaga dari hujan dan panas

-

Di desain agar petugas di dalam

bangunan dapat mengawasi keadaan di

luar rumah jaga

Petugas dapat mengawasi keadaan

di luar rumah jaga dengan leluasa

-

11. Peralatan produksi Seluruh perlengkapan pendukung dan

penunjang di RPH harus terbuat dari

bahan yang tidak mudah korosif, mudah

dibersihkan dan didesinfeksi serta

mudah dirawat

Terdapat sebagian peralatan

produksi yang tidak mudah

dibersihkan

Sebaiknya semua perlengkapan

produksi harus tahan lama, tidak

korosif, mudah dibersihkan dan

didesinfektan serta mudah dirawat

Peralatan yang langsung berhubungan

dengan daging harus terbuat dari bahan

yang tidak toksik, tidak mudah korosif,

mudah dibersihkan di desinfeksi serta

mudah dirawat

Sebagian peralatan yg langsung

berhubungan dengan daging terbuat

dari bahan yang korosif, dan sulit

untuk dibersihkan

Sebaiknya semua peralatan yang

langsung berhubungan dengan daging

harus tidak korosif, tidak toksik,

mudah dibersihkan dan di desinfektan

serta mudah dirawat

Di dalam bangunan utama harus

dilengkapi dengan sistem rel (railling

system) dan alat penggantung karkas

yang di desain khusus dan disesuaikan

dengan alur proses pemotongan dan

menjaga agar karkas tidak menyentuh

lantai dan dinding

Tersedia fasilitas railling system

dan alat penggantung karkas yang

di desain sesuai alur proses

pemotongan, tetapi peralatan ini

tidak berfungsi secara maksimal

Sebaiknya fasilitas railling system

yang telah tersedia dapat berfungsi

sebagaimana mestinya, agar karkas

yang dihasilkan tidak menyentuh

lantai dan dinding, serta mencegah

adanya kontaminasi mikroba

Sarana untuk mencuci tangan harus di

desain sedemikian rupa sehingga tangan

Belum tersedia fasilitas pencuci

tangan

Sebaiknya disediakan tempat pencuci

tangan lengkap dengan fasilitasnya

Lanjutan Tabel 11

61

62

No. Aspek SSOP Kondisi Seharusnya Kondisi di lapangan Tindakan Koreksi

dapat menyentuh kran air setelah selesai

mencuci tangan, dan dilengkapi dengan

sabun dan pengering tangan seperti lap

yang senantiasa diganti atau kertas

tissue atau pengering mekanik (hand

drier). Jika menggunakan tissue

sebagai pengering tangan maka harus

disediakan tempat sampah yang tertutup

yang dioperasikan dengan

menggunakan kaki untuk membuka

penutupnya

seperti sabun, pengering tangan

(manual/mekanik), tissue, tempat

sampah

Sarana pencuci tangan disediakan pada

setiap tahap proses pemotongan dan

diletakkkan ditempat yang mudah

dijangkau, ditempat penurunan ternak

hidup, kantor administrasi dan kantor

dokter hewan, ruang istirahat karyawan

dan/atau kantin serta kamar mandi/WC

Belum tersedia fasilitas pencuci

tangan

Sebaiknya disediakan tempat pencuci

tangan lengkap dengan fasilitasnya

seperti sabun, pengering tangan

(manual/mekanik), tissue, tempat

sampah disetiap tempat yang sudah

semestinya

Pada pintu masuk bangunan utama

harus dilengkapi dengan sarana untuk

mencuci tangan seperti pada poin 4 dan

sarana mencuci sepatu boot, yang

dilengkapi dengan sabun, desinfektan

dan sikat sepatu.

Belum tersedia tempat pencuci

tangan dan pencuci sepatu lengkap

dengan fasilitasnya

Sebaiknya disediakan tempat pencuci

tangan lengkap dengan fasilitasnya

seperti sabun, pengering tangan

(manual/mekanik), tissue, tempat

sampah serta tersedia fasilitas cuci

sepatu lengkap dengan sikat sepatu

yang terletak dekat pintu masuk

bangunan utama

Peralatan yang digunakan untuk

menangani pekerjaan bersih harus

dibedakan dengan peralatan yang

digunakan untuk menangani pekerjaan

Peralatan yang digunakan untuk

menangani pekerjaan kotor juga

digunakan untuk menangani

pekerjaan bersih

Sebaiknya peralatan yang digunakan

untuk menangani pekerjaan bersih

harus dibedakan dengan peralatan

yang digunakan untuk menangani

Lanjutan Tabel 11

62

63

No. Aspek SSOP Kondisi Seharusnya Kondisi di lapangan Tindakan Koreksi

kotor, misalnya pisau untuk

menyembelih tidak diperbolehkan untuk

digunakan untuk pengerjaan karkas

pekerjaan kotor

Harus disediakan sarana atau peralatan

untuk membersihkan dan mendesinfeksi

ruang dan peralatan

Belum tersedia sarana atau

peralatan untuk membersihkan dan

mendesinfeksi ruang dan peralatan

Sebaiknya disediakan sarana atau

peralatan untuk membersihkan dan

mendesinfeksi ruang dan peralatan

Permukaan meja tempat penanganan

atau pemrosesan produk tidak terbuat

dari kayu, tidak toksik, tidak mudah

rusak, mudah dibersihkan, mudah

mengering dan dikeringkan

Belum tersedia meja untuk

penanganan karkas, hanya terdapat

talenan yang terbuat dari kayu

Sebaiknya disediakan meja untuk

penanganan produk yang tidak terbuat

dari kayu, tidak toksik, tidak mudah

rusak, mudah dibersihkan, mudah

mengering dan dikeringkan

Penempatan perlengkapan dan peralatan

harus pula memperhatikan alur proses

sehingga dapat dicegah tercemarnya

karkas dari proses sebelumnya

Belum tersedia perlengkapan dan

peralatan khusus, karena peralatan

seperti pisau dan kampak langsung

dibawa oleh pekerja dan

kemungkinan kontaminasi silang

sangat mungkin terjadi

Sebaiknya penempatan alat dan

perlengkapan harus sesuai alur proses

sehingga dapat dicegah tercemarnya

karkas dari proses sebelumnya

Peralatan yang sulit untuk dibongkar

pasang, sarana pembersihan dan

desinfeksi dilakukan dengan metode

pembersihan di tempat (clean in place).

Belum tersedia peralatan yang sulit

untuk dibongkar pasang, umumnya

menggunakan peralatan sederhana

Sebaiknya peralatan yang sulit untuk

dibongkar pasang, sarana

pembersihan dan desinfeksi dilakukan

dengan metode pembersihan di

tempat (clean in place).

Harus disediakan sarana atau peralatan

untuk mendukung tugas dan pekerjaan

dokter hewan atau petugas pemeriksa

yang berwenang dalam rangka

menjamin mutu daging, sanitasi dan

higiene di RPH

Sarana dan peralatan untuk

mendukung tugas dokter hewan

belum terpenuhi secara maksimal

Sebaiknya tersedia sarana atau

peralatan untuk mendukung tugas dan

pekerjaan dokter hewan atau petugas

pemeriksa yang berwenang dalam

rangka menjamin mutu daging,

sanitasi dan higiene di RPH

Bagi setiap karyawan disedaikan lemari

yang dilengkapi dengan kunci pada

Belum tersedia locker untuk

menyimpan barang-barang pribadi

Sebaiknya tersedia locker untuk

menyimpan barang-barang pribadi

Lanjutan Tabel 11

63

64

No. Aspek SSOP Kondisi Seharusnya Kondisi di lapangan Tindakan Koreksi

ruang ganti pakaian yang berfungsi

untuk menyimpan barang-barang

pribadi

karyawan RPH karyawan RPH

Perlengkapan standar untuk karyawan

pada proses pemotongan ternak dan

penanganan karkas/daging adalah

pakaian kerja khusus, apron plastik,

penutup kepala, penutup hidung dan

sepatu boot.

Belum ada pakaian standar yang

digunakan oleh karyawan seperti

memakai pakaian kerja khusus,

apron plastik, penutup kepala dan

hidung serta hanya sebagian kecil

yang memakai sepatu boot

Sebaiknya setiap karyawan harus

memakai pakaian kerja khusus, apron

plastik, penutup kepala, penutup

hidung dan sepatu boot pada saat

proses pemotongan dan penanganan

karkas/daging

Jadwal pembersihan peralatan

dilaksanakan dengan baik dan teratur

Belum ada jadwal khusus yang

ditetapkan untuk pembersihhan alat

Sebaiknya pembersihan peralatan

dilaksanakan secara dengan baik

teratur

12 Persyaratan higiene

karyawan

RPH harus memiliki peraturan untuk

semua karyawan dan pengunjung agar

pelaksanaan sanitasi dan higiene RPH

dan higiene produk tetap terjaga dengan

baik

Belum ada peraturan untuk

karyawan dan pengunjung untuk

melaksanakan sanitasi dan higiene

di RPH

Sebaiknya RPH harus memiliki

peraturan untuk semua karyawan dan

pengunjung agar pelaksanaan sanitasi

dan higiene RPH dan higiene produk

tetap terjaga dengan baik

Setiap karyawan harus sehat dan

diperiksa kesehatannya secara rutin

minimal satu kali dalam setahun

Belum ada pemeriksaan secara rutin

terhadap seluruh karyawan minimal

sekali setahun

Sebaiknya pemeriksaan kesehatan

karyawan dilakukan secara rutin

minimal sekali setiap setahunnya

Setiap karyawan harus mendapat

pelatihan yang berkesinambungan

tentang higiene dan mutu

Belum ada pelatihan khusus bagi

karyawan yang berhubungan

dengan higiene dan mutu

Sebaiknya setiap karyawan harus

mendapat pelatihan yang

berkesinambungan tentang higiene

dan mutu

Terdapat catatan tentang riwayat

kesehatan karyawan

Belum ada catatan tentang riwayat

kesehatan karyawan

Sebaiknya harus ada catatan tentang

riwayat kesehatan karyawan

Daerah kotor atau daerah bersih hanya

diperkenankan dimasuki oleh karyawan

yang bekerja dimasing-masing tempat

Belum ada daerah kotor dan daerah

bersih, sehingga karyawan dan

pengunjung RPH bebas keluar

Sebaiknya daerah kotor atau daerah

bersih hanya diperkenankan dimasuki

oleh karyawan yang bekerja

Lanjutan Tabel 11

64

65

No. Aspek SSOP Kondisi Seharusnya Kondisi di lapangan Tindakan Koreksi

tersebut, dokter hewan dan petugas

pemeriksa yang berwenang

masuk di bangunan utama dimasing-masing tempat tersebut,

dokter hewan dan petugas pemeriksa

yang berwenang

Pengunjung (tamu) yang hendak

memasuki bangunan utama RPH harus

mendapat izin dari pengelola dan

mengikuti peraturan yang berlaku

Pengunjung sebelum memasuki

bangunan utama RPH terlebih

dahulu mendapatkan izin dari

kepala RPH atau petugas RPH,

tetapi tidak ada peraturan khusus

yang diberlakukan kepada

pengunjung

Sebaiknya setiap pengunjung harus

mendapat izin dari pengelola dan

mengikuti peraturan yang berlaku

Fasilitas ruang ganti pakaian, tempat

penyimpanan sepatu harus terpisah

Belum tersedia ruang ganti pakaian

dan tempat penyimpanan sepatu

Sebaiknya harus ada ruang ganti

pakaian dan tempat penyimpanan

sepatu

13 Pengawasan kesehatan

masyarakat veteriner

Pengawasan kesehatan masyarakat

veteriner serta pemeriksaan ante

mortem dan post mortem di RPH

dilakukan oleh petugas pemeriksa yang

berwenang

Pemeriksaan ante mortem dan post

mortem dilakukan oleh Dokter

Hewan

-

Pada setiap RPH harus memiliki tenaga

Dokter Hewan yang bertanggung jawab

terhadap dipenuhinya syarat-syarat dan

prosedur pemotongan ternak,

penanganan daging serta sanitasi dan

higiene

Ada Dokter Hewan yang

bertanggung jawab terhadap

prosedur pemotongan ternak dan

penanganan daging meskipun

belum maksimal, tetapi tidak ada

yang bertanggung jawab menangani

sanitasi dan higiene

Sebaiknya ada petugas yang

bertanggung jawab menangani

sanitasi dan hygiene

Dalam melaksanakan tugasnya sebagai

Dokter Hewan seperti yang disebutkan

pada poin 2 dapat ditunjuk seseorang

yang memiliki pengetahuan di dalam

bidang kesehatan masyarakat veteriner

Terdapat petugas yang ditunjuk

oleh Dokter Hewan untuk

mengawasi kesehatan masyarakat

veteriner tetapi harus selelu

berkoordinasi dengan Dokter

-

Lanjutan Tabel 11

65

66

No. Aspek SSOP Kondisi Seharusnya Kondisi di lapangan Tindakan Koreksi

yang bekerja di bawah pengawasan

Dokter Hewan yang dimaksud

Hewan

14 Kendaraan pengangkut

karkas/daging

Box pada kendaraan untuk mengangkut

karkas/daging sapi harus tertutup

Kendaraan pengangkut

karkas/daging yang digunakan ada

yang tertutup dan ada yang terbuka

bakhan ada yang menggunakan

motor becak

Sebaiknya box pada kendaraan untuk

mengangkut karkas/daging sapi harus

tertutup

Lapisan dalam boxs pada kendaraan

pengangkut daging harus terbuat dari

bahan yang tidak toksik, tidak mudah

korosif, mudah dibersihkan dan

didesinfeksi, mudah dirawat serta

mempunyai sifat insulasi yang baik

Lapisan dalam kendaraan

pengangkut karkas/daging bersifat

korosif, toksik, tidak mudah

dibersihkan

Sebaiknya lapisan dalam kendaraan

pengangkut karkas/daging harus

terbuat dari bahan yang tidak toksik,

tidak mudah korosif, mudah

dibersihkan dan didesinfeksi, mudah

dirawat serta mempunyai sifat

insulasi yang baik

Box dilengkapi dengan alat pendingin

yang dapat mempertahankan suhu

bagian dalam daging sapi segar

maksimum +4 oC

Kendaraan pengangkut tidak

dilengkapi dengan mesin pendingin

Sebaiknya kendaraan pengangkut

karkas/daging dilengkapi box dan

tersedia alat pendingin yang dapat

mempertahankan suhu bagian dalam

daging sapi segar maksimum +4 oC

Suhu ruangan dalam box pengangkut

daging sapi beku maksimal –18 oC

Belum tersedia kendaraan

pengangkut karkas/daging yang

dilengkapi dengan fasilitas

pembekuan daging

Sebaiknya suhu ruangan dalam box

pengangkut daging sapi beku

maksimal –18 oC

Dibagian dalam box dilengkapi alat

penggantung karkas

Belum tersedia kendaraan

pengangkut karkas/daging yang

dilengkapi dengan alat penggantung

karkas

Sebaiknya dibagian dalam box

dilengkapi alat penggantung karkas

Persyaratan kendaraan pengangkut

daging secara rinci akan ditetapkan

dalam standar tersendiri

Belum ada standar yang mengatur

persyaratan kendaraan pengangkut

karkas/daging di RPH Kota

Sebaiknya harus ada standar yang

mengatur persyaratan kendaraan

pengangkut karkas/daging di RPH

Lanjutan Tabel 11

66

67

No. Aspek SSOP Kondisi Seharusnya Kondisi di lapangan Tindakan Koreksi

Pekanbaru Kota Pekanbaru untuk menjamin

kesehatan masyarakat veteriner

15 Persyaratan ruang

pembekuan cepat

Ruang pembekuan cepat terletak di

daerah bersih

Ruang pembekuan cepat terpisah

dari daerah kotor, tetapi peralatan

ini tidak dipergunakan

Sebaiknya peralatan pembekuan cepat

yang tersedia harus dimanfaatkan

Besarnya ruangan disesuaikan dengan

jumlah karkas/daging yang dihasilkan

Besar ruangan dapat mencukupi

kapasitas pemotongan ternak

-

Konstruksi bangunan ruang

pembekuaan cepat pada bagian dalam

berwarna terang, terbuat dari bahan

yang kedap air, tidak toksik, tidak

mudah korosif, memiliki insulasi yang

baik, tahan terhadap benturan keras,

mudah dibersihkan dan mudah

didesinfeksi serta tidak mudah

mengelupas

Konstruksi bangunan ruang

pembekuaan cepat pada bagian

dalam berwarna terang, terbuat dari

bahan yang kedap air, tidak toksik,

tidak mudah korosif, memiliki

insulasi yang baik, tahan terhadap

benturan keras, mudah dibersihkan

dan mudah didesinfeksi serta tidak

mudah mengelupas

-

Konstruksi lantai pada ruang

pembekuan cepat terbuat dari bahan

yang kedap air, tidak mudah korosif,

tidak toksik, tahan terhadap benturan

keras, mudah dibersihkan dan

didesinfeksi serta tidak mudah

mengelupas

Konstruksi lantai pada ruang

pembekuan cepat terbuat dari bahan

yang kedap air, tidak mudah

korosif, tidak toksik, tahan terhadap

benturan keras, mudah dibersihkan

dan didesinfeksi serta tidak mudah

mengelupas

-

Selain poin 4. Lantai juga harus rata,

tidak licin dan landai ke arah saluran

pembuangan

Lantai rata tidak licin dan landai ke

arah pembuangan

-

Sudut pertemuan antara dinding dan

lantai harus berbentuk lengkung dengan

jari-jari sekitar 75 mm

Sudut pertemuan dinding dengan

lantai membentuk sudut lengkung

-

Lanjutan Tabel 11

67

68

No. Aspek SSOP Kondisi Seharusnya Kondisi di lapangan Tindakan Koreksi

Sudut pertemuan antara dinding dengan

dinding harus berbentuk lengkung

dengan jari-jari 25 mm

Sudut pertemuan dinding dengan

dinding membentuk sudut lengkung

-

Langit-langit harus berwarna terang,

terbuat dari bahan yang kuat, kedap air,

memiliki insulasi yang baik, tidak

mudah mengelupas dan mudah

dibersihkan

Langit-langit berwarna terang dan

kedap air -

Intensitas cahaya penerangan dalam

ruang sebesar 220 lux

Instalasi cahaya cukup baik -

Ruang didesain sedemikian rupa agar

tidak ada aliran air atau limbah cair lain

dari ruang lainnya yang masuk kedalam

ruang pembekuan

Ruangan didesain cukup baik dan

tidak ada limbah ataupun cairan

yang masuk ke ruang pembekuan

-

Ruang memiliki alat pendingin yang

dilengkapi dengan kipas (blower).

Suhu dalam ruang maksimum -35 oC

dengan kecepatan udara minimum 2

m/detik

Alat pendingin tidak berfungsi

dengan baik -

Suhu dalam ruang dapat menjamin agar

suhu bagian dalam daging maksimum

+7 oC

Alat pendingin tidak berfungsi

dengan baik

-

16 Ruang penyimpanan beku 1. Ruang penyimpanan beku terletak

di daerah bersih

Tidak terdapat ruangan

penyimpanan beku

-

2. Besarnya ruangan disesuaikan

dengan kapasitas atau jumlah

karkas/daging yang dihasilkan

Tidak terdapat ruangan

penyimpanan beku

-

3. Konstruksi bangunan harus

memenuhi persyaratan seperti

Tidak terdapat ruangan

penyimpanan beku

-

68

Lanjutan Tabel 11

69

No. Aspek SSOP Kondisi Seharusnya Kondisi di lapangan Tindakan Koreksi

tertuang pada butir 15.3 – 15.11.

4. Suhu maksimum dalam ruangan -20

oC

Tidak terdapat ruangan

penyimpanan beku

-

5. Persyaratan ruang pembekuan

daging secara rinci akan ditetapkan

dalam daftar tersendiri

Tidak terdapat ruangan

penyimpanan beku

-

17 Ruang pengolahan

karkas/daging sapi

Ruang pengolahan karkas/daging sapi

berada di daerah bersih

Belum terdapat ruang pengolahan

karkas/daging

Sebaiknya tersedia ruang pengolahan

karkas/daging sapi berada di daerah

bersih

Besarnya ruangan disesuaikan dengan

kapasitas atau jumlah daging yang akan

diolah

Belum terdapat ruang pengolahan

karkas/daging

Sebaiknya tersedia ruang pengolahan

karkas/daging yang luasnya sesuai

dengan kapasitas daging yang akan

diolah

Konstruksi bangunan harus memenuhi

persyaratan seperti yang tertuang pada

butir 15.3 – 15.11.

Belum terdapat ruang pengolahan

karkas/daging

Sebaiknya tersedia ruang pengolahan

karkas/daging yang memenuhi

syarat bangunan seperti pada butir

15.3 – 15.11

Ruang dilengkapi dengan meja dan

fasilitas lain seperti fasilitas untuk

memotong karkas dan mengemas

daging

Belum terdapat ruang pengolahan

karkas/daging

Sebaiknya tersedia ruang pengolahan

karkas/daging yang dilengkapi

dengan meja dan fasilitas lain seperti

tempat pemotongan karkas dan

pengemasan daging

Suhu maksimum di dalam ruangan

berada di bawah +15 oC

Belum terdapat ruang pengolahan

karkas/daging

Sebaiknya tersedia ruang pengolahan

karkas/daging yang memiliki suhu

maksimum di bawah +15 oC

18 Laboratorium Letak laboratorium berdekatan dengan

kantor Dokter Hewan

Letak laboratorium berdekatan

dengan kantor Dokter Hewan

-

Konstruksi bangunan laboratorium

harus memenuhi persyaratan:

Lanjutan Tabel 11

69

70

No. Aspek SSOP Kondisi Seharusnya Kondisi di lapangan Tindakan Koreksi

A. Dinding

Dinding bagian dalam berwarna

terang, terbuat dari bahan yang kuat,

kedap air, tidak mudah korosif,

tidak toksik

Dinding berwarna terang, terbuat

dari bahan yang kuat, kedap air,

tidak korosif dan tidak toksik

-

Dinding mudah dibersihkan dan

didesinfeksi serta tidak mudah

mengelupas

Mudah dibersihkan dan didesinfeksi

-

B. Lantai

Lantai terbuat dari bahan kedap air,

tidak mudah korosif, tidak licin,

mudah dibersihkan dan didesinfeksi

Lantai terbuat dari bahan keramik,

tidak licin dan mudah dibersihkan -

Permukaan lantai harus rata, tidak

bergelombang, tidak ada celah atau

lubang serta landai mengarah ke

saluran pembuangan

Permukaan lantai rata, tidak

bergelombang, tidak berlubang -

C. Langit-langit

Langit-langit di desain agar tidak

terjadi akumulasi kotoran dan

kondensasi dalam ruangan

Terjadi akumulasi kotoran Sebaiknya lanit-langit ruangan

laboratorium harus bersih dari

adanaya akumulasi kotoran

Langit-langit harus berwarna terang,

terbuat dari bahan yang kedap air,

kuat, tidak mudah mengelupas,

mudah dibersihkan dan dihindari

adanya lubang atau celah yang

terbuka

Langit-langit berwarna terang,

mudah dibersihkan, tidak

mengelupas dan tidak ada lubang

atau celah yang terbuka

-

Laboratorium didesain agar tidak

dapat dimasuki, serangga,

burung,tikus atau binatang rodensia

Langit-langit ruang laboratorium

tidak dapat dimasuki oleh serangga,

burung,tikus atau binatang rodensia

-

Lanjutan Tabel 11

70

71

No. Aspek SSOP Kondisi Seharusnya Kondisi di lapangan Tindakan Koreksi

lainnya. lainnya.

Tata ruang didesain agar dapat

menunjang pemeriksaan laboratorium

Penempatan alat dan perlengkapan

laboratorium baik

-

Sistem penerangan dalam laboratorium

memiliki intensitas cahaya 540 lux dan

lampu harus diberi penutup

Sistem penerangan kurang baik dan

lampu tidak memiliki penutup

Sebaiknya dalam ruangan

laboratorium sistem penerangan harus

baik dan lampu harus berpenutup

Ventilasi di dalam ruangan harus baik Ventilasi cukup baik -

Laboratorium dilengkapi dengan sarana

pencuci tangan yang dilengkapi dengan

sabun dan pengering tangan seperti lap

yang senantiasa diganti, kertas tissue

atau pengering tangan mekanik. Jika

menggunakan tissue, maka harus

disediakan pula tempat sampah tertutup

yang dioperasikan dengan

menggunakan kaki.

Tersedia sarana pencuci tangan,

tetapi sarana ini terlihat kotor, air

tidak berfungsi baik, tidak tersedia

sabun, alat pengering tangan dan

tidak tersedia tempat sampah

Sebaiknya tersedia sarana pencuci

tangan dimna airnya dapat mengalir

sempurna, serta dilengkapi dengan

fasilitas cuci tangan seperti sabun,

alat pengering tangan atau tissue dan

disediakan tempat sampah berpenutup

yang dioperasikan dengan

menggunakan kaki.

Laboratorium dilengkapi dengan meja

dimana pada bagian permukaannya

terbuat dari bahan yang kuat, tidak

mudah korosif, mudah dibersihkan dan

didesinfeksiserta mudah dalam

perawatannya.

Tersedia meja yang permukaanya

dilapisi dengan keramik, tidak

korosif dan mudah dibersihkan serta

didesinfeksi

-

Persyaratan laboratorium secara rinci

akan ditetapkan dalam standar

tersendiri.

Belum ada persyaratan khusus

laboratorium di RPH

Sebaiknya ada persyaratan tersendiri

tentang standar laboratorium di RPH

Lanjutan Tabel 11

71

72

Evaluasi Pelaksanaan Good Slaughtering Practice (GSP) di RPH

Good slaughtering practices(GSP) merupakan seluruh praktik di RPH

yang berkaitan dengan kondisi dan tindakan yang dibutuhkan untuk menjamin

keamanan dan kelayakan pangan pada seluruh tahapan dalam rantai pangan (CAC

2004). Beberapa persyaratan untuk memperoleh hasil pemotongan ternak yang

baik yaitu: (1) ternak harus tidak diperlakukan secara kasar, (2) ternak tidak

mengalami stres, (3) penyembelihan dan pengeluaran darah harus secepat dan

sesempurna mungkin, (4) kerusakan karkas harus minimal, (5) cara pemotongan

harus higienisdan (6) aman bagi para pekerja abatoar (Swatland 1984).

Keberhasilan pelaksanaan GSP harus ditinjau dari seluruh aspek yang

berhubungan dengan kegiatan proses produksi dari ketersediaan sarana dan

prasarana sampai produk karkas/daging siap untuk dipasarkan serta penanganan

sanitasi dan higienis tempat produksi pasca pemotongan ternak. Harris dan Jeff

(2003) menyatakan bahwa pelaksanaan praktik pemotongan hewan ternak yang

baik harus dimulai dari ketersediaan fasilitas, kondisi kesehatan ternak, perlakuan

ternak sebelum dipotong, proses pemotongan sampai menghasilkan

karkas/daging, pemeliharaan karyawan dan peralatan produksi, pengolahan

limbah sisa produksi, pelaksanaan rencana program sanitasi dan higiene serta

proses validasi kegiatan.

Jaminan produk daging sehat yang dihasilkan RPH diperoleh dengan

menerapkan praktek higiene dan sanitasi atau dikenal sabagai praktek yang

baik/higienis, good manufacuring practice (GMP) atau good slaughtering

practice (GSP). Secara umum praktek higiene dan sanitasi tersebut meliputi

higiene personal, bangunan, peralatan, proses produksi, penyimpanan, dan

distribusi (Luning etal., 2003) serta aspek kehalalan dan kesejahteraan hewan.

Pelaksanaan GSP di RPH Kota Pekanbaru belum dilaksanakan secara

maksimal. Hal ini disebabkan belum tersedianya fasilitas yang lengkap, masih

rendahnya kesadaran karyawan akan pentingnya penerapan GSP di RPH, belum

terselenggaranya pelaksanaan proses pemotongan ternak secara benar, belum

tersedianya fasilitas dan kesadaran karyawan akan pentingnya pelaksanaan

sanitasi dan higiene guna menghasilkan karkas/daging yang ASUH serta tidak

73

diterapkan peraturan dan sanksi yang ditetapkan oleh RPH Kota Pekanbaru bagi

pemilik ternak atau karyawan yang melanggar prosedur GSP di RPH. Adapun

hasil evaluasi penerapan GSP di RPH Kota Pekanbaru terlihat pada Tabel 12.

Tabel 12 Hasil rekapitulasi evaluasi penerapan GSP di RPH Kota Pekanbaru

No Parameter Bobot

Nilai

Pengamatan Penilaian NKV

Ya Tidak MN MY SR KT OK

1 Penerimaan dan Penampungan Ternak 7.50 5.75 1.75 1 2 - - -

2 Pemeriksaan Antemortem 12.50 12.00 0.00 1 2 - - -

3 Persiapan Pemotongan Ternak 7.50 2.50 5.00 3 - 1 - -

4 Proses Penyembelihan 20.00 9.50 10.50 1 3 1 - -

5 Tahap Pengulitan 7.50 4.25 3.25 2 1 1 - -

6 Pengeluaran Jeroan 12.50 12.50 0.00 2 - 1 - -

7 Pemerikasaan Postmortem 12.50 12.50 0.00 - 2 - - -

8 Pembelahan Karkas 7.50 0.00 7.50 - 2 - - -

9 Pelayuan (aging) 5.00 0.00 5.00 - 2 - - -

10 Pengangkutan Karkas 7.50 0.00 7.50 - - 2 2 -

Total Komulatif 100.00 59.00 41.00 10 14 6 2 -

MN = Penyimpangan minor, MY= Penyimpangan mayor, SR= Penyimpangan serius,

KT= Penyimpangan kritis, OK= Tidak ada penyimpangan

Tabel 12 menjelaskan bahwa pelaksanaan GSP di RPH kota Pekanbaru

masih belum maksimal. Hal ini terbukti dari 10 karakteristik evaluasi pengamatan

GSP di RPH hanya mampu terpenuhi sekitar 59.00%, sedangkan 41.00% masih

belum dapat terselenggara dengan baik. Hasil evaluasi penilaian nilai kontrol

veteriner (NKV) RPH Kota Pekanbaru memiliki 10 penyimpangan minor, 14

penyimpangan mayor, 6 penyimpangan serius dan 2 penyimpangan kritis.

Penyimpangan minor yang terjadi meliputi aspek penerimaan dan

penampungan ternak yang tidak memperhatikan kesejahteraan ternak sehingg

dapat menyebabkan stres, aspek pemeriksaan antemortem yang tidak dilakukan

pada semua ternak, aspek persiapan pemotongan ternak dimana kondisi ruang

produksi dan peralatan kurang bersih, tidak dilakukan penimbangan sebelum

dipotong dan tidak dibersihkan dengan air sebelum disembelih, selanjutnya aspek

penyembelihan terjadi penyimpangan pada tahapan setelah disembelih dilakukan

pada ternak yang belum mati secara sempurna, sedangkan penyimpangan pada

tahapan pengulitan terjadi karena proses pengulitan yang tidak sesuai prosedur

dan menyebabkan kerusakan pada kulit, serta penyimpangan pada aspek

pengeluaran jeroan dimana tidak dibuat irisan dari rongga dada dan perut dan

74

penanganan jeroan merah dan jeroan hijau yang tidak maksimal. Penanganan

ternak sesaat setelah disembelih terlihat pada Gambar 7.

Gambar 7 Penanganan ternak sesaat setelah disembelih di RPH Kota Pekanbaru

Penyimpangan mayor yang terjadi meliputi aspek penampungan ternak

berupa kondisi ternak yang tidak dipuasakan dan pemeriksaan kesehatan ternak

hanya berdasarkan surat keterangan sehat dari dokter hewan dari perusahaan

peternakan, selain itu terdapat penyimpangan pada pemerikasaan antemortem

yang dilakukan tidak pada semua ternak yang akan dipotong. Penyimpangan juga

terjadi pada aspek penyembelihan, dimana kepala tidak dipisahkan melainkan

langsung dikuliti dalam kondisi masih menyatu dengan tubuh ternak, penggunaan

sistem hoisted hanya digunakan untuk memindahkan ternak dari tempat

penyembelihan ke tempat penanganan dan proses penanganan tidak dilakukan di

atas keranda karkas melainkan dilantai. Penyimpangan pada pemeriksaan

postmortem terjadi berupa dokter hewan yang bertugas tidak melakukan

pemeriksaan sesuai dengan prosedur yang ditetapkan. Penyimpangan pada aspek

pembelahan karkas terjadi karena di RPH Kota Pekanbaru tidak dilakukan proses

pembelahan karkas sehingga penanganan daging untuk tercemar sangat tinggi

serta tidak dilakukannya proses pelayuan daging.

75

Penyimpangan serius terjadi pada aspek persiapan pemotongan ternak,

dimana penggiringan ternak malalui gang way dapat menyebabkan stres pada

ternak. Penyimpangan pada aspek penyembelihan karena perlakuan setelah ternak

disembelih dilakukan pada ternak yang belum mati secara sempurna.

Penyimpangan pada aspek pengulitan terjadi karena tidak dilakukan pengikatan

pada saluran makanan dan anus untuk mengurangi kontaminasi pada daging.

Penyimpangan pada aspek pengeluaran jeroan terjadi karena pengeluaran jeroan

sangat tidak hati-hati dan kemungkinan tercemarnya daging dengan isi jeroan

sangat tinggi, sedangkan penyimpangan pada aspek pengangkutan karkas terjadi

karena karkas/daging tidak diangkut dengan alat angkut khusus daging dan tidak

mempunyai alat pendingin. Penyimpangan kritis terjadi pada aspek pengangkutan,

dimana alat angkut karkas dan jeroan tidak terpisah dan jeroan hanya dibungkus

dengan plastik sehingga kemungkinan tercemaran karkas/daging sangat tinggi.

Kondisi alat angkut karkas dan jeroan terlihat pada Gambar 8.

Gambar 8 Kondisi alat angkut daging dan jeroan sapi di RPH Kota Pekanbaru

Hasil evaluasi pelaksanaan GSP dan NKV di RPH kota Pekanbaru dapat

ditingkatkan dengan memperbaiki dan menyempurnakan 75ating75a-kriteria yang

belum terlaksana dengan baik. Adapun hasil evaluasi 75ating75a pengamatan

GSP dan penilaian NKV di RPH kota Pekanbaru tersaji pada Tabel 13.

76

Tabel 13 Hasil evaluasi pelaksanaan GSP di RPH Kota Pekanbaru

No. Aspek GSP Kondisi Seharusnya Kondisi di lapangan Tindakan Koreksi

1. Tahap penerimaan dan

penampungan ternak

Hewan ternak yang baru 76ating di

RPH harus diturunkan dari alat angkut

dengan hati-hati dan tidak membuat

ternak menjadi stres

Ternak diturunkan dari alat angkut

dengan kurang hati-hati dan sedikit

kasar

Sebaiknya ternak diturunkan dari alat

angkut dengan hati-hati dan tidak

membuat ternak menjadi stress

Dilakukan pemerikasaan dokumen

(surat kesehatan hewan, surat

keterangan asal hewan, surat karantina

dsb)

Dilakukan pemeriksaan dokumen

perjalanan dan kesehatan ternak -

Hewan ternak harus diistirahatkan

terlebih dahulu di kandang

penampungan minimal 12 jam sebelum

dipotong

Hewan ternak diistirahatkan dalam

kandang penampungan minimal 12

jam sebelum dipotong

-

Hewan ternak harus dipuasakan tetapi

tetap diberi minum kurang lebih 12 jam

sebelum dpotong

Hewan ternak diberi pakan hijauan

dengan jumlah terbatas dan

diberikan air minum secara ad

libitum

Sebaiknya 12 jam sebelum ternak

akan dipotong tidak diberikan pakan

hijauan untuk mengurangi

kontaminasi terhadap produk akhir

Hewan ternak harus diperiksa

kesehatannya sebelum dipotong

(pemeriksaan antemortem)

Pemeriksaan kesehatan ternak

dilakukan berdasarkan dokumen

perjalanan ternak dari tempat asal

Sebaiknya pemeriksaan antemortem

dilakukan beberapa jam sebelum

ternak dipotong

2. Pemeriksaan antemortem Pemeriksaan antemortem dilakukan

oleh dokter hewan atau petugas yang

ditunjuk di bawah pengawasan dokter

hewan sesuai dengan prosedur yang

ditetapkan (Surat Keputusan

Bupati/Walikota/Kepala Dinas)

Pemeriksaan antemortem dilakukan

oleh Dokter Hewan secara langsung

tetapi tidak dilakukan secara

kontinu serta melalui pemeriksaan

dokumen perjalanan dan kesehatan

ternak

Pemeriksaan ternak sebaiknya

dilakukan secara terjadwal dan

dilakukan pada setiap ternak yang

akan dipotong

Hewan ternak yang dinyatakan sakit Hewan ternak yang sakit atau -

76

77

No. Aspek GSP Kondisi Seharusnya Kondisi di lapangan Tindakan Koreksi

atau diduga sakit dan tidak boleh

dipotong atau ditunda pemotongannya,

harus segera dipisahkan dan

ditempatkan pada kandang isolasi untuk

pemeriksaan lebih lanjut

teridentifikasi penyakit ditunda

untuk dipotong dan ditempatkan

pada kandang isolasi

-

Apabila ditemukan penyakit menular

atau zoonosis, maka dokter hewan/

petugas yang ditunjuk di bawah

pengawasan dokter hewan harus segera

mengambil tindakan sesuai dengan

prosedur yang ditetapkan

Belum pernah ditemukan penyakit

menular yang ditemukan -

3. Persiapan pemotongan

ternak

Ruang proses produksi dan peralatan

harus dalam kondisi bersih sebelum

dilakukan proses penyembelihan

Ruang produksi berada dalam

kondisi bersih

-

Hewan ternak harus ditimbang sebelum

dipotong

Tidak dilakukan penimbangan

ternak

Sebaiknya ternak yang akan dipotong

terlebih dahulu ditimbang untuk

mengetahui persentase karkas dan

daging

Hewan ternak harus dibersihkan

terlebih dahulu dengan air (disemprot

air) sebelum memasuki ruang

pemotongan

Hewan ternak tidak dibersihkan

dahulu sebelum akan disembelih

Sebaiknya hewan ternak yang akan

disembelih harus dibersihkan terlebih

dahulu untuk mencegah kontaminasi

produk

Hewan ternak digiring dari kandang

penampungan ke ruang pemotongan

melalui gang way dengan cara wajar

dan tidak membuat stress pada ternak

Ternak digiring dari kandang ke

tempat pemotongan memalui gang

way, tetapi ternak diperlakukan

kasar saat akan memasuki tempat

pemotongan

Sebaiknya ternak yang akan dipotong

tidak diperlakukan kasar karena akan

mempengaruhi kualitas akhir produk

4. Proses penyembelihan Hewan ternak harus dipingsankan atau

tidak dipingsankan

Hewan ternak tidak dipingsankan

-

Lanjutan Tabel 13

77

78

No. Aspek GSP Kondisi Seharusnya Kondisi di lapangan Tindakan Koreksi

Apabila dilakukan pemingsanan, maka

tata cara pemingsanan harus mengikuti

Fatwa MUI tentang tata cara

pemingsanan hewan yang

diperbolehkan

Hewan ternak tidak dilakukan

pemingsanan -

Apabila tidak dilakukan pemingsanan,

maka tata cara menjatuhkan hewan

harus dapat meminimalkan rasa sakit

dan stress (misalnya menggunakan re-

straining box)

Cara menjatuhkan ternak dilakukan

dengan menggunakan re-straining

box

-

Apabila hewan ternak telah rebah dan

telah diikat (aman) segera dilakukan

penyembelihan sesuai dengan syariat

Islam yaitu memotong bagian ventral

leher dengan menggunakan pisau yang

tajam sekali tekan tanpa diangkat

sehingga memutus saluran makanan,

saluran nafas dan pembuluh darah

Setelah ternak rebah, segera

dilakukan pemotongan sesuai

dengan syariat islam dan

menggunakan pisau yang tajam

-

Proses selanjutnya dilakukan setelah

ternak benar-benar mati dan

pengeluaran darah sempurna

Dalam kondisi ternak masih

mengejang sudah dilakukan proses

selanjutnya yaitu penggantungan

ternak dengan railling

systemmenuju ke tempat pengulitan

Sebaiknya proses setelah pemotongan

dilakukan setelah ternak benar-benar

mati

Setelah hewan ternak tidak bergerak

lagi, leher dipotong dan kepala

dipisahkan dari bagian badan, kemudian

bagian kepala digantung untuk

dilakukan pemeriksaan selanjutnya

Setelah ternak mati, dilakukan

pemisahan bagian kepala dari

badan, tetapi kelapa tidak dilakukan

pemeriksaan postmortem

Sebaiknya sebelum bagian kepala

diproses lebih lanjut harus dilakukan

pemeriksaan postmortem

Pada RPH yang fasilitasnya lengkap,

kedua kaki belakang pada sendi tarsus

Fasilitas hoist atau penggantung

ternak tersedia tetapi tidak

Sebaiknya fasilitas penggantung

ternak dimanfaatkan secara maksimal

Lanjutan Tabel 13

78

79

No. Aspek GSP Kondisi Seharusnya Kondisi di lapangan Tindakan Koreksi

dikaitkan dan dikere (hoisted), sehingga

bagian leher berada dibawah yang

bertujuan agar proses pengeluaran darah

benar-benar sempurna dan siap untuk

proses selanjutnya.

dimanfaatkan secara maksimal,

sehingga proses pengulitan sampai

dihasilkan karkas/daging dilakukan

di lantai

sehingga penanganan ternak lebih

mudah dan proses pengeluaran darah

menjadi lebih sempurna

RPH yang tidak memiliki fasilitas hoist,

setelah hewan ternak benar-benar mati,

hewan dipindahkan ke atas keranda/

penyangga karkas (cardle) dan siap

untuk dilakukan proses selanjutnya

Tersedia fasilitas hoist, tetapi

fasilitas tersebut hanya difungsikan

untuk memindahkan ternak dari

tempat pemotongan ke tempat

pengulitan

-

5. Tahap pengulitan Sebelum proses pengulitan dilakukan,

terlebih dahulu harus dilakukan

pengikatan pada saluran makan di leher

dan anus, sehingga isi lambung dan

feses tidak keluar dan mencemari

karkas

Tidak dilakukan pengikatan pada

bagian saluran makanan dan bagian

anus

Sebaiknya dilakukan pengikatan

bagian saluran makanan dan bagian

anus untuk menghindari produk dari

cemaran sisa pakan dan feses

Pengulitan dilakukan bertahap, diawali

dengan membuat irisan panjang pada

kulit sepanjang garis dada dan bagian

perut

pengulitan diawali dengan membuat

irisan pada pergelangan kaki dan

membuat irisan pada bagian dada

sampai ke bagian perut

-

Irisan dilanjutkan sepanjang permukaan

dalam (medial) kaki.

Irisan dilanjutkan sepanjang

permukaan dalam (medial) kaki.

-

Kulit dipisahkan mulai dari bagian

tengah ke punggung

Kulit dipisahkan mulai dari bagian

tengah ke punggung

-

Pengulitan harus hati-hati tidak terjadi

kerusakan pada kulit dan terbuangnya

daging

Pengulitan dilakukan dengan cepat

sehingga terkadang kulit robek atau

bagian daging ikut terkelupas

Sebaiknya pengulitan dilakukan

dengan hati-hati untuk menghindari

kerusakan pada kulit dan daging

6. Pengeluaran Jeroan Rongga perut dan rongga dada dibuka

dengan membuat irisan sepanjang garis

Untuk mengeluarkan jeroan dibuat

irisan mulai dari bagian dada ke

-

Lanjutan Tabel 13

79

80

No. Aspek GSP Kondisi Seharusnya Kondisi di lapangan Tindakan Koreksi

perut dan dada rongga perut

Organ-organ yang ada di rongga perut

dan dada dikeluarkan dan dijaga agar

rumen dan alat pencernaan lainnya tidak

pecah/robek

Organ dalam yang dikeluarkan

diusahakan tidak pecah dan tidak

mencemari daging

-

Dilakukan pemisahan antara jeroan

merah (hati, jantung, paru-paru, limpa,

ginjal dan lidah) dan jeroan hijau

(lambung, usus dan esophagus)

Dilakukan pemisahan antara jeroan

merah (hati, jantung, paru-paru,

limpa, ginjal dan lidah) dan jeroan

hijau (lambung, usus dan

esophagus)

-

7. Pemeriksaan post mortem Pemeriksaan postmortem dilakukan

oleh dokter hewan atau petugas yang

ditunjuk di bawah pengawasan dokter

hewan

Pemeriksaan postmortem dilakukan

oleh Dokter Hewan tetapi tidak

pada setiap ternak

Sebaiknya pemeriksaan postmortem

dilakukan pada setiap ternak

Pemeriksaan postmortem dilakukan

terhadap kepala, isi rongga dada dan

perut serta karkas

Pemeriksaan dilakukan terhadap

organ hati dan jantung

Sebaiknya pemeriksaan postmortem

dilakukan terhadap kepala, isi rongga

dada dan perut serta karkas

Karkas dan organ yang dinyatakan

ditolak atau dicurigai harus segera

dipisahkan untuk dilakukan

pemeriksaan lebih lanjut

organ yang ditolak atau dicurigai

dilakukan pemisahan dan harus

sesuai izin dokter hewan apabila

akan dipasarkan

-

Apabila ditemukan penyakit hewan

menular dan zoonosis, maka dokter

hewan/petugas yang ditunjuk di bawah

pengawasan dokter hewan harus segera

mengambil tindakan sesuai dengan

prosedur yang ditetapkan

Apabila hewan ternak terindikasi

penyakit menular, maka dokter

hewan segera mengambil tindakan

sesuai dengan prosedur yang

ditetapkan

-

8 Pembelahan karkas Karkas dibelah dua sepanjang tulang

belakang dengan kampak yang tajam

Karkas tidak dibelah, tetapi

tulangnya dipisahkan dari daging

Sebaiknya karkas dibelah dua

sepanjang tulang belakang dengan

Lanjutan Tabel 13

80

81

No. Aspek GSP Kondisi Seharusnya Kondisi di lapangan Tindakan Koreksi

atau mesin yang disebut automotic

cattle splitter

secara langsung peralayan yang tajam

Pembelahan karkas dapat dilakukan

menjadi dua/empat sesuai kebutuhan

Tidak ada pembelahan karkas

menjadi beberapa bagian

Sebaiknya karkas dibelah menjadi

dua/empat bagian untuk

mempermudah penanganan daging

9. Pelayuan Karkas yang telah dipotong/dibelah

disimpan diruang yang dingin (<10 oC)

Karkas tidak dilakukan proses

penyimpanan dingin

Sebaiknya karkas/daging setelah

dipotong beberapa bagian disimpan

dalam ruangan pendingin

Karkas selanjutnya siap diangkut ke

pasar

Karkas diangkut kepasar tanpa

harus melalui proses pendinginan

Sebaiknya karkas/daging siap

diangkut ke pasar setelah melalui

tahapan pendinginan

10. Pengangkutan karkas Karkas/daging harus diangkut dengan

angkutan khusus daging yang didesain

dengan boks tertutup, sehingga dapat

mencegah kontaminasi dari luar

Karkas tidak diangkut dengan

kendaraan khusus daging dan tidak

memiliki fasilitas mesin pendingin

Sebaiknya alat angkut karkas/daging

menggunakan alat angkut khusus

daging

Jeroan dari hasil sampingannya

diangkut dengan wadah dan atau alat

angkut yang terpisah dengan alat angkut

karkas/daging

Karkas/daging, jeroan dan hasil

sampingan lainnya diangkut dalam

satu alat angkut tanpa ada pemisah

Sebaiknya antara karkas/daging

dengan jeroan dan hasil sampingan

lainnya diangkut dengan kendaraan

yang berbeda

Karkas/daging dan jeroan harus

disimpan dalam wadah/kemasan

sebelum disimpan dalam boks alat

angkut

Karkas/daging dan jeroan tidak

dikemas terlebih dahulu dalam

wadah khusus sebelum dimasukkan

kedalam alat angkut

Sebaiknya karkas/daging dan jeroan

disimpan dalam wadah/kemasan

sebelum disimpan dalam boks alat

angkut

Untuk menjaga kualitas daging

dianjurkan alat angkut karkas/daging

dan jeroan dilengkapi dengan alat

pendingin (refrigerator)

Alat angkut tidak dilengkapi dengan

mesin pendingin

Sebaiknya alat angkut karkas/daging

dan jeroan dilengkapi dengan fasilitas

mesin pendingin

Lanjutan Tabel 13

81

82

Evaluasi Penerapan Sistem Jaminan Halal (SJH) di RPH Kota Pekanbaru

Sistem jaminan halal (SJH) merupakan sebuah sistem yang

mengelaborasikan, menghubungkan, mengakomodasikan dan mengintegrasikan

konsep-konsep syari’at Islam khususnya terkait dengan halal haram, etika usaha

dan manajemen keseluruhan, prosedur dan mekanisme perencanaan, implementasi

dan evaluasinya pada suatu rangkaian produksi bahan yang akan dikonsumsi umat

Islam. Sistem ini dibuat untuk memperoleh dan sekaligus menjamin bahwa

produk-produk tersebut halal, disusun sebagai bagian integral dari kebijakan

perusahaan, bukan merupakan sistem yang berdiri sendiri. SJH merupakan sebuah

sistem pada suatu rangkaian produksi yang senantiasa dijiwai dan didasari pada

konsep-konsep Syari’at Islam dan etika usaha sebagai input utama dalam

penerapan SJH (Badan Karantina Pertanian 2010).

Rumah Potong Hewan (RPH) merupakan salah satu unit usaha yang

sangat penting dalam rangka menjaga kehalalan pangan yang beredar

dimasyarakat. Berdasarkan Undang-undang No. 18 tahun 2009 tentang

Peternakan dan Kesehatan Hewan, diantaranya menjamin bahwa pangan asal

hewan (PAH), terutama daging ternak, yang beredar di Indonesia harus memenuhi

peryaratan aman, sehat, utuh dan halal (ASUH).Pada proses penanganan ternak di

RPH terdapat salah satu tahap yang cukup kritis ditinjau dari segi kehalalan yaitu

proses penyembelihan hewan. Proses penyembelihan sangat menentukan halal

atau tidaknya karkas/daging atau bagian lain dari ternak (lemak, tulang, jeroan

dan lainnya) yang dihasilkan. Selain itu, untuk menghasilkan karkas/daging yang

ASUH, dibutuhkan tempat dan peralatan yang bersih, sehat dengan proses

pemotongan yanghalal sesuai dengan Syari’at Islam.

Permasalahan halal dan haram dalam Agama Islam diatur dalam Al-

Qur’an dan Hadits. Halal dan haram dalam proses penyembelihan ternak telah

diatur sedemikian rupa guna memenuhi hak manusia untuk mendapatkan

makanan yang halal dan baik. Selain menjelaskan hewan yang halal dan haram

untuk dikonsumsi, Islam juga menetapkan ketentuan-ketentuan personal yang

syah hasil sembelihannya, alat-alat yang digunakan untuk sembelih, serta tata cara

pelaksanaan penyembelihan agar hasil penyembelihan tersebut halal dan baik.

Allah SWT berfirman dalam Surat Al-Maidah Ayat 3 yang artinya : “Diharamkan

83

bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi (daging hewan) yang disembelih

atas nama selain Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh ,yang ditanduk

dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya,

dan diharamkan bagimu yang disembelih untuk berhala”.Selain itu, Allah SWT

juga berfirman dalam Surat Al-Baqarah Ayat 173 yang artinya “Sesunguhnya

Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi dan binatang

yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barang siapa dalam

keadaan terpaksa (memakannya) sedang ia tidak menginginkannya dan tidak

(pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah

Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.

Upaya untuk menghasilkan produk pangan asal hewan tidak terlepas dari

adanya tahapan yang dilakukan untuk menghasilkannya. Tahapan tersebut sangat

berpengaruh dalam menentukan halal atau tidaknya produk pangan asal hewan.

Karkas, daging dan/atau jeroan adalah jenis pangan segar asal hewan yang dapat

bersifat halal atau haram, sehingga dalam upaya untuk memenuhi persyaratan

kehalalan pada karkas, daging dan/atau jeroan tersebut, tahapan atau proses yang

dilalui untuk menghasilkannya harus berasal dari hewan yang halal, disembelih

dan diproses sesuai Syariat Islam serta dalam proses produksi, pengemasan dan

pengangkutannya tidak mengandung, terkontaminasi dan tercampur dengan

produk pangan asal hewan yang diragukan kehalalannya.

Konsep kehalalan daging hewan tidak hanya dilihat dari proses

penyembelihannya, akan tetapi meliputi semua aspek mulai dari pakan, perlakuan

terhadap ternak sebelum disembelih yang mengacu kepada kaidah kesejahteraan

hewan, saat penyembelihan, penanganan karkas/daging, peralatan yang digunakan

bebas dari bahan yang najis, bahkan diidentifikasi sampai pada manajemen

penjualan karkas/daging. Produksi karkas/daging yang halal, maka perusahaan

atau RPH harus memiliki komitmen dalam menghasilkan hasil sembelihan yang

halal. Selain itu, diperlukan pengawasan secara kontinu di RPH oleh LPPOM-

MUI terhadap seluruh tahapan proses yang dilakukan, mulai dari pemilihan

hewan, penyembelihan sampai pengiriman produk kepada konsumen sesuai

dengan aturan halal yang telah ditetapkan. Adapun hasil rekapitulasi penerapan

sistem jaminan halal (SJH) di RPH kota Pekanbaru terlihat padat Tabel 14.

84

Tabel 14 Hasil rekapitulasi evaluasi penerapan sistem jaminan halal (SJH) di RPH

Kota Pekanbaru

No Parameter Bobot Pengamatan Penilaian NKV

Nilai Ya Tidak MN MY SR KT OK

1 Sumber Daya - - - - - - - -

1.1 Sumber daya manusia - - - - - - - -

1 Umum 5.00 4.00 1.00 4 - - - -

2 Petugas Penyembelih 6.00 6.00 0.00 - - - - -

3 Petugas Pemingsanan 2.50 0.00 2.50 - - - - -

4 Supervisior Halal 5.50 5.50 0.00 - - - - -

1.2 Prasarana - - - - -

1 Lokasi dan fasilitas RPH 3.00 3.00 0.00 - - - - -

2 Alat Penyembelih 2.50 2.50 0.00 - - - - -

2 Penyembelihan Hewan - - - - - - - -

2.1 Pra Penyembelihan - - - - - - - -

1 Umum 3.00 2.50 0.50 1 - - - -

2 Tanpa Pemingsanan 5.00 5.00 0.00 1 1 - - -

3 Pemingsanan (Stunning) 13.50 0.00 13.50 - - - - -

2.2 Penyembelihan (Slaughtering) 16.00 13.00 3.00 - 1 - - -

2.3 Pasca Penyembelihan 11.00 6.50 4.50 1 2 - 1 -

3 Penanganan dan Penyimpanan 12.50 7.50 5.00 3 1 - - -

4 Pengemasan dan Pelabelan 9.50 0.00 9.50 5 - - - -

5 Transportasi 5.00 0.00 5.00 - - 2 - -

Total Komulatif 100.00 55.50 44.50 15 5 2 1 - MN = Penyimpangan Minor, MY= Penyimpangan Mayor, SR= Penyimpangan Serius,

KT= Penyimpangan Kritis, OK= Tidak ada Penyimpangan

Tabel 14 menunjukkan bahwa pelaksanaan SJH di RPH Kota Pekanbaru

belum berjalan secara maksimal. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa

pelaksanaan SJH baru mencapai 55.50%, sedangkan kriteria yang belum

terlaksana secara sempurna adalah sebesar 44.50%. Hasil evaluasi nilaikontrol

veteriner (NKV) di RPH Kota Pekanbaru memiliki 15 penyimpangan minor, 5

penyimpangan mayor, 2 penyimpangan serius dan 1 penyimpangan kritis. Adapun

kondisi penanganan karkas terlihat pada Gambar 9 dan Gambar 10.

Gambar 9 Kondisi penanganan karkas/daging di RPH Kota Pekanbaru

85

Penyimpangan minor meliputi aspek sumber daya manusia yang

menangani proses produksi belum memiliki kompetensi, belum pernah mengikuti

pelatihan tentang kehalalan dan belum di supervisi oleh LPPOM-MUI, selain itu

penyimpangan terjadi pada aspek penyembelihan ternak yaiturestraing box

terkadang tidak berfungsi secara baik, penyimpangan juga terjadi pada aspek pra-

penyembelihan, pasca penyembelihan dan penanganan karkas yaitu tidak adanya

rekaman tentang hewan yang mati sebelum disembelih. Selain itu penyimpangan

minor juga terjadi pada aspek penanganan yaitu karkas/daging tidak diberi

cap/tanda, sedangkan penyimpangan pada tahapan pengemasan terjadi karena

karkas/daging yang dihasilkan oleh RPH Kota Pekanbaru tidak melaksanakan

proses pengemasan dan penyimpanan daging.

Gambar 10Penanganan karkas/daging pasca evicerasi

Penyimpangan mayor terjadi pada aspek penanganan sebelum dipotong,

yaitu ternak diperlakukan agak kasar sehingga dapat menyebabkan ternak menjadi

stres. Pada aspek penyembelihan terdapat penyimpangan yaitu supervisor halal

86

tidak memastikan terputusnya tiga saluran yang dipotong. Penyimpangan pasca

penyembelihan terjadi karena pemeriksaan kematian ternak dilakukan dengan

menyayat bagian tubuh ternak dan pemeriksaan postmortem tidak dilakukan pada

setiap ternak yang disembelih, sedangkan pada aspek penanganan terjadi

penyimpangan karena karkas/daging dan jeroan tidak dipisahkan sehingga

kontaminasi silang sangat mungkin terjadi. Penyimpangan serius terjadi pada

aspek transportasi yaitu tidak menggunakan alat angkut khusus karkas/daging

serta kemungkinan terkontaminasi dengan benda-benda najis bisa terjadi.

Penyimpangan kritis terjadi pada aspek pasca penyembelihan yaitu tidak

terpisahnya antara ruang untuk penanganan karkas dan ruang penanganan jeroan.

Proses penyembelihan ternak di RPH kota Pekanbaru telah sesuai dengan

ketentuan Syari’at Islam, sehingga karkas/daging yang dihasilkan telah memenuhi

standar halal. Akan tetapi untuk menyempurnakan kehalalan, harus dilakukan

perbaikan pada penanganan ternak sebelum dipotong, setelah dipotong dan

perbaikan fasilitas pengangkut karkas/daging serta adanya pengawasan terhadap

produksi halal di RPH oleh LPPOM-MUI. Suryana (2007) menyatakan bahwa

ketentuan yang harus dipenuhi dalam pemotongan ternak halal antara lain

penyembelih beragama Islam, berakal dan berbadan sehat, alat yang digunakan

harus tajam serta harus menyebut nama Allah saat menyembelih. Apriyantono et

al. (2007) menyatakan bahwa persyaratan bangunan fisik untuk produksi halal

meliputi lokasi yang jauh dari peternakan babi atau hewan yang tidak halal,

memiliki sistem sanitasi dan fasilitas pembuangan yang dapat menjamin

kebersihan produk dari barang haramatau najis, memiliki sistem pengamanan dari

masuknya binatang haram dan najis dilingkungan pabrik, memiliki sumber air

yang sehat dan tidak tercemar oleh barang najis. Jaminan halal merupakan

kepastian hukum yang menjamin bahwa produk makanan, minuman, obat,

kosmetik dan produk halal lainnya aman dikonsumsi dan digunakan oleh

masyarakat. Hasil evaluasi penerapan SJH di RPH Kota Pekanbaru tersaji pada

Tabel 15.

87

Tabel 15 Hasil evaluasi pelaksanaan SJH di RPH Kota Pekanbaru

No. Aspek SJH Kondisi Seharusnya Kondisi di lapangan Tindakan Koreksi

1. Sumber daya

1. Sumber daya manusia

1. Umum Personal yang melaksanakan pekerjaan

berhubungan status kehalalan harus

memiliki kompetensi yang sesuai

meliputi petugas pemingsanan,

penyembelihan dan supervisor halal.

Hanya sebagian kecil personal yang

bekerja menangani proses

penanganan ternak, penyembelihan

dan pengangan karkas/daging yang

memiliki kompetensi tentang status

kehalalan

Sebaiknya semua personal yang

bekerja menangani proses

penanganan ternak, penyembelihan

dan pengangan karkas/daging harus

memiliki kompetensi tentang status

kehalalan

Personal harus mengikuti pelatihan atau

melakukan tindakan lain untuk

mencapai kompetensi yang diperlukan

Tidak semua personal mendapatkan

pelatihan, kecuali petugas

penyembelihan

Sebaiknya semua personal yang

bekerja di RPH harus mendapatkan

pelatihan sesuai dengan kompetensi

yang diperlukan

Manajemen RPH harus memelihara

rekaman mengenai pelatihan,

keterampilan dan pengalaman personel

Hanya terdapat dokumentasi

kegiatan pelatihan kehalalan

Sebaiknya manajemen RPH harus

memiliki rekaman mengenai

pelatiihan, keterampilan dan

pengalaman personal.

Personal harus dikontrol dan di

supervisi oleh LPPOM MUI atau

Lembaga Sertifikasi Halal yang diakui

Pengawasan dikontrol oleh LPPOM

MUI terhadap petugas

peyembelihan ternak

Sebaiknya semua karyawan dan

petugas produksi diawasi dan

dikontrol oleh LPPOM MUI

Personal halal tidak boleh merangkap

sebagai pekerja/karyawan pada RPH

Babi

Personal halal tidak merangkap

sebagai pekerja di RPH babi

2. Petugas penyembelih Beragama Islam Beragama Islam -

Berumur minimal 18 tahun Berumur 45 tahun dan 38 tahun -

Berbadan dan berjiwa sehat Berbadan dan berjiwa sehat -

Taat menjalankan ibadah wajib Taat menjalankan ibadah wajib -

Memahami tata cara penyembelihan Memahami tata cara penyembelihan -

87

88

No. Aspek SJH Kondisi Seharusnya Kondisi di lapangan Tindakan Koreksi

sesuai Syari’at Islam ternak sesuai dengan Syari’at Islam -

Lulus pelatihan penyembelihan halal

yang dilakukan oleh Lembaga

Sertifikasi Halal

Telah lulus pelatihan

penyembelihan secara halal dan

mendapatkan sertifikat

-

Memiliki kartu identitas sebagai

penyembelih halal dari Lembaga

Sertifikasi Halal yang diakui oleh MUI

atau lembaga yang berwenang

Memiliki kartu identitas sebagai

penyembelih dari MUI -

Jumlah petugas penyembelih harus

memadai dengan jumlah hewan yang

disembelih per hari

Jumlah petugas penyembelih

mencukupi kapasitas ternak yang

disembelih per hari

-

3. Petugas pemingsanan Berbadan dan berjiwa sehat serta

memiliki catatan kesehatan

RPH tidak menggunakan sistem

pemingsanan ternak sebelum

dipotong

-

Memahami tata cara pemingsanan

sesuai dengan persyaratan halal

RPH tidak menggunakan sistem

pemingsanan ternak sebelum

dipotong

-

Memiliki keahlian sebagai petugas

pemingsanan dan telah mengikuti

pelatihan petugas pemingsanan.

RPH tidak menggunakan sistem

pemingsanan ternak sebelum

dipotong

-

4. Supervisor halal Beragama Islam Beragama Islam -

Berumur minimal 18 tahun Berumur lebih dari 18 tahun -

Berbadan dan berjiwa sehat Berbadan dan berjiwa sehat -

Taat menjalankan ibadah wajib Taat menjalankan ibadah wajib -

Memahami tata cara penyembelihan

sesuai Syari’at Islam

Memahami tata cara penyembelihan

sesuai Syari’at Islam

-

Disertifikasi oleh Lembaga Sertifikasi

Halal yang bekerjasana dengan instansi

terkait

Disertifikasi oleh Lembaga

Sertifikasi Halal yang bekerjasana

dengan instansi terkait

-

Lanjutan Tabel 15

88

89

No. Aspek SJH Kondisi Seharusnya Kondisi di lapangan Tindakan Koreksi

Memiliki kemampuan dalam memeriksa

proses pemotongan, mulai dari pra-

penyembelihan hingga penyimpanan

Memiliki kemampuan dalam

memeriksa proses pemotongan,

mulai dari pra-penyembelihan

hingga penyimpanan

-

Jumlah petugas supervisior halal harus

memadai dengan jumlah hewan yang

disembelih per hari

Petugas supervisor halal tidak

melakukan pengamatan setiap hari

di RPH

Sebaiknya petugas supervisor

melaksanakan pengawasan terhadap

ternak yang dipotong setiap hari di

RPH

2. Prasarana

1. Lokasi dan fasilitas

RPH

Pada satu RPH hanya dikhususkan

untuk produksi daging hewan halal

RPH hanya dikhususkan untuk

produksi daging hewan halal

-

Lokasi RPH harus terpisah dari

RPH/peternakan babi (minimal radius 2

km) dan tidak terjadi kontaminasi silang

antara RPH halal dan RPH/ peternakan

babi

Lokasi RPH terpisah sangat jauh

dari peternakan/RPH babi -

Fasilitas RPH dirancang sedemikian

rupa agar produk tidak terjadi

kontaminasi dengan produk non halal

maupun dengan barang haram dan najis

Kontaminasi produk daging di RPH

kemungkinannya sangat kecil dapat

tercemar dengan produk non halal

atau yang dapat menimbulkan najis

-

Tidak terjadi penggunaan fasilitas,

mesin dan alat secara bersama-sama

antara RPH halal dan RPH babi

Penggunaan mesin atau fasilitas alat

produksi yang sama tidak

digunakan pada RPH babi

-

2. Alat Penyembelih Harus tajam Pisau yang digunakan sangat tajam

-

Bukan berasal dari kuku, gigi/taring

atau tulang

Berasal dari besi baja dan tidak

berkarat

-

Ukuran dari alat penyembelih harus

disesuaikan dengan ukuran dari leher

hewan yang akan dipotong

Ukuran pisau sesuai dengan ukuran

leher hewan yang dipotong

-

Lanjutan Tabel 15

89

90

No. Aspek SJH Kondisi Seharusnya Kondisi di lapangan Tindakan Koreksi

Alat penyembelih tidak diasah di depan

hewan yang akan disembelih

Pisau sembelih tidak diasah didepan

hewan yang akan dipotong

-

2. Penyembelihan Hewan

1. Pra-penyembelihan

1. Umum Hewan yang akan disembelih harus

mempunyai waktu istirahat yang cukup

dan mengikuti kaidah kesejahteraan

hewan yang berlaku

Waktu istirahat hewan yang akan

disembelih berkisar antara 12 – 48

jam, kecuali pada ternak dalam

kondisi kritis

-

Dilakukan pemeriksaan ante mortem

oleh lembaga yang berwenang

Dilakukan pemeriksaan terhadap

dokumen kesehatan dan perjalanan

ternak oleh Dokter Hewan

-

Rekaman hewan mati sebelum sempat

disembelih harus disimpan dan

dipelihara

Tidak ada rekaman hewan mati

sebelum disembelih

Sebaiknya harus ada rekaman

terhadap hewan yang mati sebelum

disembelih

2. Tanpa pemingsanan Pengendalian hewan harus seminimal

mungkin hewan stress dan kesakitan

Perlakuan terhadap ternak yang

akan disembelih sedikit agak kasar

Sebaiknya ternak yang akan

disembelih diperlakukan secara baik

untuk menghindari stress dan

kesakitan pada ternak

Bila menggunakan sarana pengendalian

(restraining box), termasuk sarana

pengendalian secara mekanis, harus

dipastikan berfungsi baik dan

dioperasionalisasikan secara efektif

Restraining box yang digunakan

berfungsi secara baik -

Sesegera mungkin dilakukan

penyembelihan bila hewan telah

terkendali dengan baik dan tenang

Setelah hewan diikat dan berada

pada posisi yang sempurna segera

dilakukan proses penyembelihan

-

3. Dengan pemingsanan

(stunning)

Stunning hanya menyebabkan hewan

pingsan sementara, tidak menyebabkan

hewan mati sebelum disembelih

RPH tidak menerapkan sistem

pemingsanan (stunning) ternak

sebelum dipotong

-

Lanjutan Tabel 15

90

91

No. Aspek SJH Kondisi Seharusnya Kondisi di lapangan Tindakan Koreksi

Tidak menyebabkan cidera permanen

atau merusak organ hewan yang

dipingsankan, khususnya sistem syaraf

pusat (SSP)

RPH tidak menerapkan sistem

pemingsanan (stunning) ternak

sebelum dipotong

-

Tidak menyebabkan hewan kesakitan RPH tidak menerapkan sistem

pemingsanan (stunning) ternak

sebelum dipotong

-

Bertujuan untuk mempermudah

penyembelihan

RPH tidak menerapkan sistem

pemingsanan (stunning) ternak

sebelum dipotong

-

Metode/ peralatan stunning harus

divalidasi untuk menjamin terwujudnya

syarat pada poin a,b,c dan d.

RPH tidak menerapkan sistem

pemingsanan (stunning) ternak

sebelum dipotong

-

Peralatan stunning tidak digunakan

antara hewan halal dan non halal

RPH tidak menerapkan sistem

pemingsanan (stunning) ternak

sebelum dipotong

-

Petugas pemingsanan harus memastikan

peralatan stunning dalam kondisi baik

setiap akan memulai proses

penyembelihan

RPH tidak menerapkan sistem

pemingsanan (stunning) ternak

sebelum dipotong

-

Supervisior Halal harus melakukan

verifikasi secara berkala untuk

memastikan pelaksanaan stunning

sesuai dengan metode dan parameter

yang telah disetujui pada syarat e.

RPH tidak menerapkan sistem

pemingsanan (stunning) ternak

sebelum dipotong

-

Supervisior Halal harus memastikan

bahwa pemingsanan tidak menyebabkan

kematian pada hewan sebelum

disembelih dengan memastikan

RPH tidak menerapkan sistem

pemingsanan (stunning) ternak

sebelum dipotong

-

Lanjutan Tabel 15

91

92

No. Aspek SJH Kondisi Seharusnya Kondisi di lapangan Tindakan Koreksi

pergerakan hewan

Harus dibuat rencana pemeliharaan

peralatan stunning

RPH tidak menerapkan sistem

pemingsanan (stunning) ternak

sebelum dipotong

-

Harus dilakukan validasi untuk

menjamin efektivitas dari peralatan

stunning dengan menggunakan

instrumen yang telah terkalibrasi

RPH tidak menerapkan sistem

pemingsanan (stunning) ternak

sebelum dipotong

-

Esophagus plug dapat dipasang pada

kerongkongan sepanjang tidak melukai

hewan

RPH tidak menerapkan sistem

pemingsanan (stunning) ternak

sebelum dipotong

-

Rekaman pemingsanan hewan yang

tidak sesuai dengan persyaratan harus

disimpan dan dipelihara.

RPH tidak menerapkan sistem

pemingsanan (stunning) ternak

sebelum dipotong

-

2 Proses Penyembelihan

(Slaughtering)

Penyembelihan mengucapkan

“Bismillaahi Allahu Akbar” atau

“Bismillaahi Rahmaanir Rahim” yang

diucapkan untuk individu hewan

Setiap hewan yang akan disembelih

terlebih dahulu petugas sembelih

membaca “Bismillaahi Allahu

Akbar” atau “Bismillaahi

Rahmaanir Rahim”

-

Posisi hewan ketika disembelih bisa

dalam posisi terbaring atau tergantung,

dengan syarat penyembelihan harus

dilakukan dengan cepat.

Posisi hewan dalam keadaan

terbaring dan penyembelihan

dilakukan secara cepat

-

Wajib terpotongnya 3 (tiga) saluran

yaitu, pembuluh darah (wadajain/vena

jugularis dan arteri carotis disisi kiri

dan kanan), saluran makanan

(mari’/esophagus), dan saluran

pernafasan (hulqum/trachea).

Terpotong 3 (tiga) saluran yaitu,

pembuluh darah (wadajain/vena

jugularis dan arteri carotis disisi

kiri dan kanan), saluran makanan

(mari’/esophagus), dan saluran

pernafasan (hulqum/trachea).

-

Lanjutan Tabel 15

92

93

No. Aspek SJH Kondisi Seharusnya Kondisi di lapangan Tindakan Koreksi

Proses penyembelihan harus dilakukan

secara cepat dan tepat sasaran tanpa

mengangkat pisau.

Penyembelihan dilakukan secara

cepat dengan tanpa mengangkat

pisau

-

Proses penyembelihan dilakukan dari

leher bagian depan dan tidak memutus

tulang leher

Proses penyembelihan dilakukan

tidak sampai memutuskan tulang

leher

-

Jika ada proses pemingsanan,

penyembelihan harus dilakukan

sebelum hewan sadar (maksimal 40

detik).

Tidak dilakukan proses

pemingsanan terhadap ternak

sebelum dipotong

-

Supervisior Halal harus memastikan

terpotongnya tiga saluran, serta darah

hewan berwarna merah dan mengalir

deras saat disembelih

Darah hewan berwarna merah

mengalir deras, tatapi tidak ada

supervisor halal yang mengamati

Sebaiknya supervisor halal

mengamati setiap proses

penyembelihan

Hewan yang akan disembelih

disarankan untuk dihadapkan ke kiblat

Hewan yang disembelih kepala

menghadap kea rah kiblat

-

3 Pasca Penyembelihan Harus dilakukan pemeriksaan untuk

memastikan hewan mati sebelum

dilakukan penanganan atau proses

selanjutnya

Dilakukan pemeriksaan apakah

hewan sudah benar-benar dalam

keadaan mati, sebelum dilakukan

tahapan selanjutnya

Pemeriksaan kematian ternak

dilakukan dengan menggerakkan atau

memukul tubuh ternak bahkan

membuat irisan pada bagian paha

dengan pisau

Waktu minimal antara pemotongan

dengan proses selanjutnya adalah 45

detik

Waktu antara pemotongan dengan

proses selanjutnya lebih dari 45

detik

-

Ruang/lokasi penanganan karkas dan

jeroan harus dipisah

Tidak ada pemisah antara ruang

penanganan karkas dan jeroan

Sebaiknya antara ruang penanganan

karkas harus terpisah dengan ruang

penanganan jeroan

Karkas dan jeroan yang berasal dari

hewan yang disembelih tidak memenuhi

Hewan yang disembelih tetapi tidak

memenuhi persyaratan untuk -

-

Lanjutan Tabel 15

93

94

No. Aspek SJH Kondisi Seharusnya Kondisi di lapangan Tindakan Koreksi

persyaratan halal harus diperlakukan

sebagai non halal

dipotong, tidak akan diberikan surat

izin pengeluaran daging dari RPH

Pemeriksaan post mortem harus

dilakukan oleh petugas yang berwenang

Pemeriksaan post mortem

dilakukan oleh Dokter Hewan

Pemeriksaan sebaiknya dilakukan

pada setiap individu hewan yang

dipotong

Rekaman karkas dan jeroan yang tidak

memenuhi persyaratan harus disimpan

dan dipelihara

Tidak ada rekaman karkas dan

jeroan yang disimpan karena tidak

memenuhi persyaratan

ada rekaman karkas dan jeroan yang

disimpan karena tidak memenuhi

persyaratan

Khusus untuk pengunaan alat

pemingsanan mekanis (percussive

pneumatic stun/mushroom head stun)

harus dilakukan pemeriksaan broken

skull serta rekamannya harus disimpan

dan dipelihara

Tidak dilakukan proses

pemingsanan terhadap ternak

sebelum dipotong -

Electrical stimulation yang digunakan

untuk mempercepat keluarnya darah

dan menghindari gerakan hewan yang

membahayakan bagi penyembelih

diperbolehkan sepanjang tidak

mematikan.

Tidak dilakukan penggunaan alat

Electrical stimulation -

-

Penanganan dan

penyimpanan

Karkas/daging/jeroan halal dan non

halal harus ditangani dan disimpan pada

tempat yang terpisah

Tidak terdapat karkas/daging/jeroan

non halal

-

Karkas/daging/jeroan halal harus

ditangani dan disimpan dengan baik

untuk menghindari kontaminasi silang

dengan bahan dan cemaran lainnya

Kontaminasi silang dengan bahan

atau cemaran lain terhadap

karkas/daging sangat mungkin

terjadi

Sebaiknya kontaminasi silang dengan

bahan atau cemaran lain terhadap

karkas/daging tidak boleh terjadi

Karen akan menurunkan mutu

produk

Ruang/gudang penyimpanan harus - Tidak ada produk non halal

-

Lanjutan Tabel 15

94

95

No. Aspek SJH Kondisi Seharusnya Kondisi di lapangan Tindakan Koreksi

bebas dari produk non halal

Jika di RPH menghasilkan produk halal

dan non halal, maka harus dilakukan

penandaan sehingga memudahkan

untuk penelusuran balik atas produk

yang bersangkutan

RPH hanya menghasilkan produk

karkas/daging/jeroan halal -

Jika di RPH menghasilkan produk halal

dan non halal, maka penyimpanan

dilakukan secara baik dengan cara

memberi warna rak yang berbeda antara

rak untuk produk halal dan non halal

serta mencantumkan tanda “Halal” dan

“Non Halal” dimasing-masing rak

Tidak ada penandaan karena RPH

tidak menghasilkan produk non

halal -

Rekaman karkas/daging/jeroan non

halal harus disimpan dan dipelihara

Tidak ada rekaman

karkas/daging/jeroan non halal

yang disimpan

-

4 Pengemasan dan

pelabelan

Kemasan harus memiliki identitas

halal, seperti logo halal atau barcode,

untuk menandai kehalalal dari produk,

sehingga memudahkan untuk

penelusuran balik (traceability) atas

produk yang bersangkutan

Tidak ada proses pengemasan

terhadap karkas/daging/jeroan yang

dihasilkan

Sebaiknya karkas/daging/jeroan harus

dilakukan proses pengemasan dan

harus memiliki identitas halal, seperti

logo halal atau barcode, untuk

menandai kehalalal dari produk,

sehingga memudahkan untuk

penelusuran balik (traceability) atas

produk yang bersangkutan

Pemberian identitas halal dicantumkan

pada kemasan produk sebelum

memasuki ruang/gudang penyimpanan

Tidak ada identitas halal pada

produk

Sebaiknya karkas/daging/jeroan harus

diberikan identitas halal yang

dicantumkan pada kemasan

Label harus secara spesifik menjelaskan

perbedaan halal dan non halal (jika ada)

Tidak ada pelabelan yang dapat

membedakan antara produk halal

dan non halal

Sebaiknya terdapat pelabelan spesifik

yang dapat membedakan antara

produk halal dan non halal

Lanjutan Tabel 15

95

96

No. Aspek SJH Kondisi Seharusnya Kondisi di lapangan Tindakan Koreksi

Proses pengiriman daging/jeroan harus

disertai dengan label, mulai dari

penyiapan (pengepakan dan pemasukan

kedalam kontainer), pengangkutan

(pengapalan/shipping) hingga

penerimaan

Pengiriman daging/jeroan ke pasar

tidak disertai label

Sebaiknya proses pengiriman

daging/jeroan harus disertai dengan

label

Label sekurang-kurangnya harus

memuat informasi logo halal, tanggal

penyembelihan, nama dan/atau nomor

RPH beserta alamat dan negara asal

RPH, serta berat bersih

Tidak ada proses pelabelan pada

produk daging/jeroan

Sebaiknya pelabelan memuat

informasi logo halal tanggal

penyembelihan, nama dan/atau nomor

RPH serta berat bersih

5 Trasportasi Alat pengiriman harus khusus

(dedicated) untuk membawa atau

mengangkut daging halal saja, tidak

boleh digunakan bersama atau

bergantian untuk mengangkut produk

babi/daging non halal

Alat pengiriman karkas/daging dan

jeroan bukan alat khusus penangkut

daging

Sebaiknya alat angkut karkas/daging

maupun jeroan harus menggunakan

alat angkut khusus dan tidak boleh

digunakan bersama atau bergantian

untuk mengangkut produk

babi/daging non halal

Alat pengiriman harus bebas dari najis

(filth) dan cemaran lain

Alat angkutdapat menjadi sumber

pencemaran dari najis

Sebaiknya alat angkut harus khusus

sehingga bebas darinajis dan cemaran

lainnya.

96

Lanjutan Tabel 15

97

Mutu Fisik Daging Sapi

Mutufisik daging sapi yang diukur pada penelitian ini meliputi pH, warna

dan daya mengikat air. Hasil analisis mutu fisik daging tersebut disajikan pada

Tabel 16.

Tabel 16 Rataan mutu fisik daging sapi asal RPH Kota Pekanbaru

Peubah Jenis Otot Rataan

pH Daging Longissimus dorsiet lumbarum 5.37 ± 0.09

Bicep femoris 5.56 ± 0.08

Warna Daging Longissimus dorsi et lumbarum 5.90 ± 0.88

Bicep femoris 7.08 ± 0.98

% Air Bebas Longissimus dorsi et lumbarum 61.80 ± 10.16

Bicep femoris 53.53 ± 15.03

pH daging

Hasil penelitian memperlihatkan bahwa nilai pH daging pada otot

Longissimus dorsi et lumbarum (LD) adalah sebesar 5.37, sedangkan pada otot

Bicep femoris (BF) sebesar 5.56. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai pH

daging masih berada pada kisaran pH daging normal. Soeparno et al. (2011)

menyatakan bahwa pH normal daging berkisar 5.3-5.9, tergantung dari laju

glikolisis postmortem serta cadangan glikogen dalam otot. Feiner (2006)

menyatakan nilai pH daging dan produk daging secara umum berkisar antara

4.6-6.4.

Kondisi ternak sebelum dan sesaat sebelum dilakukan pemotongan dapat

mempengaruhi kadar glikogen dalam otot. Kondisi ternak yang mengalami stres

sebelum pemotongan juga akan berpengaruh terhadap ketersediaan glikogen

dalam otot dan akan berpengaruh terhadap tinggi atau rendahnya nilai pH daging

pascamati. Soeparno et al. (2011) mengemukakan bahwa pH lebih dipengaruhi

oleh stres sebelum pemotongan, pemberian injeksi hormon atau obat-obatan,

spesies, individu ternak, macam otot, stimulasi listrik dan aktivitas enzim dan

terjadinya glikolisis. Selain itu, Aberle et al. (2001) berpendapat bahwa banyak

atau sedikitnya glikogen berpengaruh terhadap pH akhir daging, dan hal ini

tergantung pada kondisi ternak sebelum pemotongan sehingga memberi dampak

terhadap karakteristik daging pascamati.

98

Warna Daging

Hasil penelitian (Tabel 16) menunjukkan bahwa warna daging LD

memiliki skor 6 (merah terang), sedangkan daging BF memiliki skor 7 (merah

agak sedikit gelap). Warna daging merupakan salah satu faktor penting dalam

menentukan kualitas daging secara fisik dan menjadi indikator kesegaran daging.

Pengamatan warna daging pada penelitian ini mengacu pada standar warna daging

menurut SNI 3932: 2008 yang terdiri memiliki angka skor dari satu sampai

sembilan. Nilai skor warna ditentukan berdasarkan skor warna yang paling sesuai

dengan warna daging. Standar warna daging mulai dari merah muda sampai

merah tua.

Menurut Soeparno et al. (2011) dan Lawrie (2003) warna daging

dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu pakan, spesies, bangsa, umur, jenis

kelamin, stres (tingkat aktivitas dan tipe otot), pH dan oksigen. Penentuan warna

daging berdasarkan konsentrasi mioglobin (tipe molekul mioglobin dan status

kimia mioglobin) kondisi fisik dan kimia serta komponen lainnya dalam daging.

Soeparno (2005) menyatakan bahwa mioglobin mengalami perubahan pada

potongan daging yang berwarna gelap. Warna gelap pada potongan daging

mempunyai pH postmortem dan daya ikat air yang tinggi serta memiliki tekstur

yang lekat. Warna gelap pada daging berhubungan tidak langsung dengan pH dan

berhubungan erat dengan respirasi mitokondrial, sehingga konsentrasi

oksimioglobin merah terang tetap rendah.

Daya Mengikat Air (Digambarkan dengan persentase air bebas)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai persentase air bebas pada otot

Longissimus dorsi et lumbarum lebih tinggi yaitu 61.80% dibandingkan dengan

otot Bicep femoris yaitu 53.53%. Lawrie (2003) menyatakan bahwa otot dengan

kandungan lemak yang lebih tinggi cenderung akan mempunyai daya mengikat air

yang lebih tinggi dari pada otot yang kurang berlemak karena lemak akan

melonggarkan mikrostruktur dari serat otot sehingga memberikan ruangan yang

cukup bagi protein untuk mengikat air.

Daya mengikat air (DMA) adalah kemampuan daging untuk mengikat air

atau air yang ditambahkan selama ada pengaruh kekuatan dari luar, misalnya

pemotongan daging, pemanasan, penggilingan dan tekanan. Daya mengikat air

99

juga dipengaruhi oleh bangsa, proses rigormortis, temperatur, kelembaban,

pelayuan, tipe dan lokasi otot, fungsi otot, pakan dan lemak intramuskuler

(Soeparno 2005).

Soeparno et al. (2011) menyatakan bahwa DMA dipengaruhi oleh

beberapa faktor yaitu (1) pH turun, DMA turun hingga titik isoelektrik protein.

Apabila pH di atas isoelektrik maka muatan (+) bebas, muatan (-) surplus

sehingga terjadi penolakan miofilamen yang akan mengakibatkan terbentuknya

ruang untuk molekul air dan meningkatkan DMA. Apabila pH di bawah

isoelektrik karena akses muatan (+) sehingga terjadi penolakan miofilamen yang

berakibat terbentuknya ruang untuk molekul air dan meningkatkan DMA. (2)

periode pembentukan asam laktat menyebabkan DMA menurun. (3) terbentuknya

miofilamen aktin-miosin, yang berhubungan dengan proses rigormortis yang

dapat menurunkan DMA. (4) pelayuan yang menyebabkan DMA meningkat (air

protein) karena absorbsi K+ dan pembebasan Ca

++, atau perubahan struktur Z dan

ban I. (5) pemasakan akan menyebabkan solubilitas protein sehingga DMA

menurun dan gugus asidik hilang yang mengakibatkan nilai pH naik. (6) spesies,

umur dan fungsi otot dapat menyebabkan DMA berbeda antara otot. (7) faktor

pakan, transportasi, temperatur, kelembaban, penyimpanan dan preservasi, jenis

kelamin,kesehatan, perlakuan sebelum dan sesudah pemotongan dan lemak

intramuscular dapat juga mempengaruhi DMA.

Perbedaan DMA daging di antara otot atau pada otot yang sama, serta

perbedaan DMA pada fungsi dan gerakan otot berhubungan dengan jumlah

glikogen otot setelah pemotongan. Daging steak dari bagian anterior otot

Longissimus dorsiet lumbarumsapi cenderung mempunyai DMA daging yang

lebih tinggi daripada steak dari bagian posterior. Perbedaan DMA daging dalam

otot disebabkan perbedaan pH ultimat pascamerta atau perbedaan panjang

sarkomer dan jumlah serabut otot serta kandungan lemak intermuskular yang

berbeda. Daging dengan kandungan lemak intramuskular yang lebiih tinggi, dapat

mempunyai DMA yang lebih tinggi, karena lemak intramuskular melonggarkan

mikrostruktur daging dan memberikan ruang yang lebih besar bagi protein untuk

mengikat molekul air (Hamm 1975; Gregory dan Grandin 1998 dalam Soeparno

2011).

100

Cemaran Mikrobiologis pada Daging Sapi

Cemaran mikrobiologi pada daging sapi yang dipotong di RPH Kota

Pekanbaru meliputi analisis cemaran jumlah TPC, E coli, Coliform dan

Salmonella. Hasil analisis cemaran bakteri pada daging sapi tersebut disajikan

pada Tabel 17.

Tabel 17 Jumlah cemaran bakteri pada daging sapi dan sampel air asal RPH Kota

Pekanbaru

Sampel TPC E. coli Coliform Salmonella

BF LD BF LD BF LD BF LD

---------(cfu/g)-------- -------------------(MPN/g)----------------

Daging 1 6.5 x 106 2.0 x 10

6 >1100 11 >1100 >1100 negatif negatif

Daging 2 3.9 x 106 1.5 x 10

6 35 1100 >1100 >1100 negatif negatif

Daging 3 4.5 x 107 2.0 x 10

7 35 120 >1100 >1100 negatif negatif

Daging 4 9.0 x 106 1.8 x 10

6 150 35 >1100 >1100 negatif negatif

Daging 5 2.5 x 106 1.0 x 10

6 94 36 >1100 >1100 negatif negatif

--------(cfu/g)--------- -------------------(MPN/g)----------------

Air 1 1.2 x 107 < 3 < 3 negatif

Air 2 4.7 x 108

7 >2400 negatif

Berdasarkan Tabel 17 dapat dilihat bahwa cemaran mikroba TPC, E.coli

dan Coliform pada daging segar yang diperoleh dari RPH kota Pekanbaru telah

berada di atas ambang batas maksimummenurut SNI 3932: 2008tentang mutu

karkas dan daging sapi, sedangkan daging sapi segar yang diuji tidak mengandung

Salmonella sp (negatif). Menurut SNI 3932: 2008 batas maksimum cemaran

mikrobiologis pada daging sapi terhadap kontaminasi TPC, E. coli, Coliform dan

Salmonella berturut-turut adalah 1 x 106cfu/g, 1 x 10

1 cfu/g, 1 x 10

2 cfu/g dan

negatif. Hal tersebut membuktikan bahwa daging sapi segar telah terkontaminasi

bakteri dimulai dari proses pemotongan sampai dihasilkan karkas/daging di RPH.

Selain itu, kualitas air yang digunakan untuk proses produksi di RPH berada di

atas ambang batas maksimum kecuali cemaran Salmonella menurut SNI Nomor

01-3553-2006 yang mensyaratkan bahwa batas maksimum cemaran bakteri TPC,

E.coli,Coliform dan Salmonella berturut-turut adalah maksimum 1 x 105cfu/ml, <

2 MPN/ml, < 2 MPN/ml dan negatif.

Indikator kontaminasi awal pada daging sapi segar salah satunya dapat

dilihat dari jumlah total plate count (TPC) dan E. coli, karena bakteri tersebut

terdapat secara alami pada daging sapi segar dan dapat menimbulkan penyakit

apabila keberadaanya berada di atas ambang batas yang diperbolehkan.

101

Kontaminasi pada daging berasal dari mikroorganisme yang memasuki peredaran

darah pada saat penyembelihan, apalagi peralatan yang digunakan tidak bersih.

Setelah proses penyembelihan, kontaminasi selanjutnya dapat terjadi pada saat

pengulitan, pengeluaran jeroan, pembelahan karkas, pencucian karkas/daging,

pendinginan, pembekuan, proses thawing, preservasi, pengemasan, penyimpanan,

distribusi, pengolahan bahkan sesaat sebelum dikonsumsi.

Tingginya tingkat kontaminasi TPC, E. coli dan Coliform menandakan

bahwa RPH kota Pekanbaru tidak menarapkan sistem sanitasi dan higiene yang

baik selama proses produksi karkas/daging. Hasil pengamatan menunjukkan

bahwa tingginya tingkat kontaminasi karkas/daging di RPH kota Pekanbaru

disebabkan oleh beberapa hal antara lain: (1) tidak tersedianya tempat cuci tangan

yang dilengkapi dengan fasilitasnya serta air pembuanganya yang dapat mengalir

ke saluran pembuangan, (2) tidak adanya fasilitas ruang bersih dan ruang kotor

yang terpisah secara jelas sehingga kontaminasi silang sangat mungkin terjadi, (3)

kondisi ruang utama RPH dan peralatan yang digunakan tidak berada dalam

kondisi bersih dan tidak didisinfektan setelah digunakan, (4) sebagian besar para

pekerja tidak menerapkan sanitasi dan higiene, hal ini terbukti dengan tidak

adanya pakaian khusus dan tertutup, tidak menggunakan sepatu bot, sarung

tangan, masker dan penutup kepala, (5) kualitas air yang digunakan untuk

mencuci peralatan, cuci tangan, mencuci karkas/daging tidak memenuhi

persyaratan sebagai air bersih, (6) peralatan penunjang yang digunakan tidak

bersih, (7) rendahnya pengawasan dan kesadaran karyawan akan pentingnya

penerapan sanitasi di RPH serta (8) tidak tersedianya fasilitas pengangkut

karkas/daging yang memadai.

Selain faktor-faktor di atas, tingginya tingkat kontaminasi pada

karkas/daging sapi di RPH Kota Pekanbaru juga didukung oleh hasil analisis total

plate count (TPC) terhadap sanitasi ruangan, peralatan, dan higienis personal yang

melaksanakan proses produksi di RPH. Hasil analisis mengindikasikan bahwa

sanitasi ruangan, peralatan dan personal yang tidak bersih dan higiene dalam

pelaksanaan proses produksi, mengakibatkan tingkat cemaran pada daging di RPH

meningkat. Adapun hasil analisis total plate count (TPC) terhadap sanitasi

ruangan, peralatan, higienis personal disajikan pada Tabel 18.

102

Tabel 18 Hasil analisis total plate count (TPC) terhadap sanitasi ruang, peralatan

dan higienis personal di RPH Kota Pekanbaru

No. Jenis Sampel Total Plate Count No. Jenis Sampel Total Plate Count

1. Lantai 1.2 x 108

cfu/ml

7. Sarung Tangan 1.0 x 108

cfu/ml

2. Lantai Sembelih 1.3 x 107 cfu/ml 8. Kampak 1.4 x 10

8 cfu/ml

3. Pisau Sembelih 8.0 x 106 cfu/ml 9. Pakaian 8.6 x 10

6 cfu/ml

4. Pisau Daging 1.9 x 106 cfu/ml 10. Ember 9.5 x 10

7 cfu/ml

5. Talenan 1.8 x 109 cfu/ml 11. Tangan 8.3 x 10

6 cfu/ml

6. Kaki 3.5 x 109 cfu/ml 12. Kontrol <10 cfu/ml

Tabel 18 menunjukkan bahwa uji sanitasi ruangan utama, peralatan dan

higienis personal di RPH Kota Pekanbaru ditinjau dari jumlah TPC memiliki

jumlah yang sangat tinggi. Tingginya tingkat kontaminasi tempat, peralatan dan

higienis personal dapat menjadi sumber kontaminasi silang yang mempengaruhi

kualitas produk akhir. Menurut Lukman (2009) personal hygiene merupakan

suatu tahapan dasar yang harus dilaksanakan untuk menjamin produksi pangan

yang aman. Personal hygiene mengacu pada kebersihan tubuh perseorangan dan

merupakan hal yang berperan penting dalam proses sanitasi pangan. Menurut

Komariah et al. (1996) menyatakan bahwa semua hal yang kontak langsung

dengan daging seperti meja, peralatan, penjual dan lingkungan dapat menjadi

sumber kontaminasi.

Cemaran Logam Berat pada Daging dan Jeroan Sapi

Hasil analisis menunjukkan bahwa secara umum cemaran logam berat Pb,

Cd dan Hg pada daging, ginjal dan hati sapi yang dipotong di RPH Kota

Pekanbaru masih berada dibawah standar yang disyaratkan menurut SNI 7387:

2009. Adapun hasil analisis cemaran logam berat Pb, Cd dan Hg serta batasan

maksimal (maximal residue limit/MRL) cemaran logam pada daging, hati dan

ginjal sapi tersaji pada Tabel 19.

Tabel 19 menunjukkan bahwa residu logam Pb, Cd dan Hg pada daging,

hati dan ginjal sapi yang mengacu kepada standar SNI 7378: 2009 dan standar

Depkes dapat disimpulkan bahwa sapi yang dipotong di RPH kota Pekanbaru

masih berada di bawah MRL yang diperbolehkan. Hal ini mengimplikasikan

bahwa daging, organ hati dan ginjal sapi yang dipotong di RPH Kota Pekanbaru

103

layak untuk dikonsumsi oleh masyarakat. Apabila mengacu kepada standar yang

digunakan WHO, maka tidak semua jaringan tubuh sapi asal RPH Kota

Pekanbaru aman untuk dikonsumsi.

Tabel 19 Hasil analisis cemaran logam dan standar batas maksimal

(MRL)cemaran Pb, Cd dan Hg pada daging, hati dan ginjal sapi (ppm)

No. Jenis

logam Sampel

Jenis Organ Standar MRL (ppm)

Daging Hati Ginjal SNI1 Depkes

2 WHO

3

1.

Pb

1 0.69 0.61 0.58 1.0 2.00 0.10

2 0.26 0.38 0.00 1.0 2.00 0.10

3 0.00 0.51 0.00 1.0 2.00 0.10

4 0.92 0.02 0.00 1.0 2.00 0.10

5 0.00 0.00 0.00 1.0 2.00 0.10

Daging Hati Ginjal SNI Depkes WHO

2.

Cd

1 0.00 0.06 0.10 0.3 - 0.15-0.50

2 0.00 0.03 0.09 0.3 - 0.15-0.50

3 0.00 0.02 0.13 0.3 - 0.15-0.50

4 0.00 0.06 0.58 0.3 - 0.15-0.50

5 0.60 0.08 0.01 0.3 - 0.15-0.50

Daging Hati Ginjal SNI Depkes WHO

3.

Hg

1 0.00 0.03 0.03 0.03 0.03 0.05

2 0.00 0.00 0.01 0.03 0.03 0.05

3 0.03 0.00 0.03 0.03 0.03 0.05

4 0.00 0.00 0.00 0.03 0.03 0.05

5 0.00 0.00 0.00 0.03 0.03 0.05

Keterangan: 1. SNI 7378: 2009; 2. Depkes (1998); 3. WHO (1996)

Pb = Plumbum; Cd= Kadmium; Hg= Merkuri

Masuknya logam berat ke dalam tubuh makhluk hidup dapat melalui

makanan/pakan, air minum, inhalasi udara maupun penetrasi melalui kulit.

Dampak logam berat dalam tubuh tidak dirasakan secara langsung, tetapi akan

terakumulasi selama beberapa tahun dalam organ tubuh, sehingga apabila

dosisnya melebihi normal dapat menyebabkan keracunan (Darmono 2008).

Logam berat Pb, Cd dan Hg termasuk dalam kategori bahan berbahaya dan

beracun (B3) apabila jumlahnya melebihi batas normal didalam tubuh makhluk

hidup termasuk hewan ternak. Terjadinya pencemaran logam berat pada tubuh

ternak dalam waktu lama, maka akan terjadi akumulasi logam berat dalam otot

dan organ dalamnya. Apabila ternak yang tercemar logam berat tersebut kemudian

dimanfaatkan sebagai sumber bahan pangan manusia, maka manusia yang

mengkonsumsi akan mengakumulasi logam berat dalam tubuh manusia dan pada

akhirnya akan mengalami gangguan kesehatan pada manusia.

104

Menurut Mor et al. (2009) logam-logam berat seperti timbal (Pb),

kadmium (Cd), arsen (As), dan merkuri (Hg) merupakan senyawa polutan yang

terdapat di dalam tubuh manusia, walaupun terdapat logam-logam berat lain

seperti zink (Zn), besi (Fe), kobalt (Co), dan selenium (Se) yang merupakan

elemen normal yang dibutuhan tubuh untuk berkembang. Efek toksik dari logam-

logam berat adalah menyebabkan efek teratogenik pada embrio. Asupan yang

berlebih dari merkuri, timbal, kadmium, arsen, aluminium, tembaga, zink, besi,

selenium, dan kromium dapat menyebabkan terjadinya gangguan sistem imun.

Terjadinya perbedaan standar MRL antara SNI dan Depkes dengan WHO

berhubungan dengan realitas angka konsumsi daging yang berbeda. Standar

WHO umumnya diterapkan pada negara-negara maju yang memiliki angka

konsumsi daging/kapita/tahun lebih tinggi dari pada rata-rata angka konsumsi

daging masyarakat Indonesia, sedangkan angka konsumsi daging/kapita/tahun

masyarakat Indonesia masih sangat rendah. Oleh karena itu, nilai MRL yang

ditetapkan untuk masyarakat Indonesia dapat ditingkatkan dengan asumsi bahwa

meskipun nilai MRL yang ditetapkan lebih tinggi tetapi tingkat konsumsi

daging/kapita/tahun masih rendah, sehingga kekhawatiran keracunan akibat

cemaran Pb dalam jaringan tubuh ternak yang bersifat akumulatif menjadi kecil.

1. Residu Pb

Hasil penelitian menunjukkan bahwa cemaran logam Pb pada daging, hati

dan ginjal sapi yang mengacu pada standar SNI dan Depkes masih berada

dibawah batas maksimal yang diperbolehkan, sehingga daging, hati dan ginjal

sapi yang dipotong di RPH Kota Pekanbaru bebas dari cemaran Pb dan layak

untuk dikonsumsi oleh masyarakat. Jika mengacu pada standar yang ditetapkan

oleh WHO, maka sebagian sampel daging, hati dan ginjal berada diatas ambang

batas yang ditetapkan, sehingga jaringan tubuh ternak tersebut tidak layak untuk

dikonsumsi.

Sumber utama kontaminasi Pb pada ternak adalah dari udara, air, tanah,

tempat pembuangan sampah, aktivitas penggunaan oli dan hijauan yang tumbuh

disekitar pinggir jalan (Soeparno 2011). Siddiqui dan Rajurkar (2008) menyatakan

bahwa keracunan Pb dapat terjadi di lingkungan urban dan renovasi rumah yang

105

dicat dengan cat berbasis Pb dan pembungkus bahan makanan seperti plastik

polietilen.

Darmono (2008) menyatakan bahwa keracunan Pb pada ternak

ruminanasia memiliki 3 gejala yaitu 1) gangguan gastroenteritis yang disebabkan

terjadinya reaksi mukosa saluran pencernaan dengan garam Pb sehingga terjadi

pembengkakan yang mengakibatkan kontraksi rumen dan usus terhenti, 2) anemia

yaitu Pb didalam darah berikatan dengan sel darah merah sehingga sel darah

mudah pecah yang mengakibatkan sintesis Hb terganggu dan 3) ensepalopati yaitu

terjadinya kerusakan pada sel endotel dari kapiler darah otak, sehingga bentuk

protein berukuran besar dapat masuk kedalam otak yang menyebabkan tekanan

osmosis cairan dalam otak meningkat sehingga terjadi oedema.

Soeparno (2011) menyatakan bahwa ternak muda lebih sensitif terhadap

toksikosis Pb karena laju absorpsi Pb dalam saluran intestinal lebih tinggi. Ternak

ruminansia dewasa mengabsorpsi Pb kira-kira hanya 10% dari Pb yang teringesti.

Darmono (1995) menyatakan bahwa Pb dalam saluran pencernaan dalam bentuk

terlarut dan diabsorpsi sekitar 1-10% melalui dinding saluran pencernaan. Sistem

darah porta hepatis (dalam hati) membawa Pb untuk dideposisi dan sebagian lagi

dibawa darah serta didistribusikan kedalam jaringan. Palar (1994) menyebutkan

bahwa proses metabolisme carrier Pb adalah butir-butir darah merah (RBC).

Pada jaringan ini Pb memiliki waktu paruh 25-30 hari, sedangkan pada jaringan

lemak dan ginjal memiliki waktu paruh lebih lama sampai beberapa bulan.

Keberadaan RBC yang terperangkap di dalam jaringan daging akan memberikan

kontribusi terhadap timbunan Pb.

2. Residu Cd

Hasil penelitian (Tabel 19) menunjukkan bahwa cemaran logam Cd pada

sampel daging ke 5 dan sampel ginjal ke 4 berada di atas ambang batas yang telah

ditetapkan oleh standar WHO maupun SNI 7378: 2009. Hal ini mengindikasikan

bahwa daging sapi dan organ ginjal yang berada di atas ambang batas maksimal

harus dieliminir untuk dikonsumsi oleh masyarakat. Apabila ditinjau secara umum

jumlah residu Cd dalam hati dan ginjal lebih tinggi jika dibandingkan pada

daging tetapi lebih rendah dari standar MRL yang ditetapkan. Rendahnya residu

106

logam Cd pada hati, ginjal dan daging disebabkan logam Cd dapat tereliminasi

relatif lebih mudah dari dalam tubuh melalui urin dan feses.

Sumber kontaminasi Cd yang paling memungkinkan dalam industri

pakan ternak berhubungan dengan penggunaan Zn sulfat atau proses bijih Zn yang

tidak benar sebagai sumber suplemen Zn. Sumber lain yang potensial meliputi

pertambangan dan operasional pemisahan logam dari bijih logam, karat besi

berlapis logam, penggunaan limbah lumpur urban untuk memupuk pasture atau

tanaman pakan. Selain itu, air, tanah dan udara dapat menjadi sarana penyebaran

Cd serta mengkontaminasi ternak dan manusia secara langsung atau melalui rantai

bahan pangan (Soeparno 2011; NRC 1980; BOA NAP 1980).

Darmono (1995) menyatakan bahwa rendahnya kadar Cd telah dibuktikan

karena terjadi interaksi dengan logam essensial seperti Zn. Logam Cd yang masuk

melalui rute pakan dan saluran pencernaan akan diabsorpsi sekitar 3-8% dari

total Cd yang termakan. Ada beberapa enzim dapat mengikat logam dan bekerja

sebagai katalisator untuk aktivitas kerja enzim yang bersangkutan. Interaksi antara

Cd dan Zn atau dengan logam essensial lainnya akan mengakibatkan proses

absorbsi ke dalam jaringan menjadi terhambat. Rubio et al. (2006) menyatakan

bahwa Cd yang terabsorpsi kedalam jaringan bisa bertahan selama periode waktu

yang lama. Pada manusia, waktu residens Cd dalam jaringan mencapai waktu 10-

40 tahun, terutama di dalam ginjal. Soeparno (2011), Arifin et al. (2005) dan

Satarug et al. (2003) menyatakan bahwa melalui proses metabolisme, Cd akan

didistribusikan oleh darah keberbagai jaringan, kemudian terakumulasi terutama

didalam hati dan ginjal. Organ hati dan ginjal merupakan tempat terdeposisinya

Cd dalam tubuh yang jumlahnya 50% dari total Cd terabsorbsi. Hasil penelitian

ini sejalan dengan pendapat para ahli, yaitu hasil analisis cemaran residu logam

Cd banyak teridentifikasi pada organ hati dan ginjal.

3. Residu Hg

Hasil penelitian (Tabel 19) menunjukkan bahwa dari lima sampel analisis

cemaran residu Hg pada daging dan organ hati hanya teridentifikasi satu sampel

yang mengandung Hg, sedangkan pada organ ginjal terdapat tiga sampel yang

mengandung residu Hg, tetapi jumlah residu Hg yang teridentifikasi masih berada

107

dibatas aman standar maksimal (MRL) dari SNI 7378: 2009 maupun standar

Depkes. Hal ini mengindikasikan bahwa daging, organ hati dan ginjal sapi yang

dipotong di RPH kota Pekanbaru layak dan aman untuk dikonsumsi oleh

masyarakat.

Menurut Soeparno (2011) ternak dapat mengalami toksikosis Hg karena

kontaminasi melalui udara, tanah, air dan dari Hg yang teringesti di dalam pakan.

Sumber utama kontaminasi Hg dalam pakan adalah melalui konsentrat protein

ikan atau penggunaan butir-butiran pakan yang diperlakukan dengan Hg sebagai

fungisida secara eksidental. Konsentrasi Hg di lingkungan diakibatkan sebagian

oleh limbah dari proses-proses pembuatan produk yang menggunakan Hg atau

produk buangan yang mengandung Hg. Menurut NRC (2000) level toleransi Hg

maksimum dalam pakan bentuk organik atau anorganik untuk sapi adalah 2 ppm.

Stansley et al. (1991) menyatakan bahwa akumulasi Hg dapat terjadi di

dalam organ-organ seperti hati, ginjal dan target jaringan termasuk otot. Level Hg

dalam otot biasanya jauh lebih rendah daripada hati dan ginjal. Hasil penelitian ini

sejalan dengan hasil penelitian Stansley et al. (1991) dimana organ hati dan ginjal

dari lima sampel yang diamati pada penelitian ini lebih banyak teridentifikasi

residu Hg dari pada jaringan otot. Menurut Peterle (1991) hati dan ginjal

merupakan organ tempat merkuri mengalami proses metabolisme dan proses

ekskresi.

Cemaran Residu Pestisida Organofosfat (OP) pada Daging dan Jeroan Sapi

Penggunaan pestisida secara berlebihan akan memberikan dampak buruk

bagi lingkungan, manusia bahkan hewan ternak. Sebagian besar pola peternakan

di Indonesia dipelihara didalam kandang dengan cara pemberian pakan secara cut

and carry. Kegiatan peternakan sering berdampingan dengan kegiatan tanaman

pangan yang rentan terhadap cemaran agrokimia termasuk pestisida. Keberadaan

pestisida pada produk peternakan akan berdampak negatif terhadap kesehatan

konsumen, seperti keracunan, imunosupresi dan karsinogenik. Sumber

pencemaran residu pestisida pada produk peternakan berasal dari tanah, air dan

pakan ternak (Waliszewski et al., 2003; Indraningsih 2006). Hasil analisis

cemaran residu pestisida OP pada daging, hati dan ginjal sapi yang dipotong di

RPH Kota Pekanbaru tersaji pada Tabel 20.

108

Tabel 20 Hasil analisis cemaran residu pestisida OP pada daging, hati dan ginjal

sapi asal RPH Kota Pekanbaru (ppm).

No. Pestisida

Organofosfat

Pemilik

Ternak

Jenis Organ

Daging Hati Ginjal

------------------ppm--------------------

Diazinon

1 < 0.005 < 0.005 < 0.005

2 < 0.005 < 0.005 < 0.005

1. 3 < 0.005 < 0.005 < 0.005

4 < 0.005 < 0.005 < 0.005

5 < 0.005 < 0.005 < 0.005

Metidation

1 < 0.005 < 0.005 < 0.005

2 < 0.005 < 0.005 < 0.005

2. 3 < 0.005 < 0.005 < 0.005

4 < 0.005 < 0.005 < 0.005

5 < 0.005 < 0.005 < 0.005

Klorpirifos

1 < 0.005 < 0.005 < 0.005

2 < 0.005 < 0.005 < 0.005

3. 3 < 0.005 < 0.005 < 0.005

4 < 0.005 < 0.005 < 0.005

5 < 0.005 < 0.005 < 0.005

Malathion

1 < 0.005 < 0.005 < 0.005

2 < 0.005 < 0.005 < 0.005

4. 3 < 0.005 < 0.005 < 0.005

4 < 0.005 < 0.005 < 0.005

5 < 0.005 < 0.005 < 0.005

Profenofos

1 < 0.005 < 0.005 < 0.005

2 < 0.005 < 0.005 < 0.005

5. 3 < 0.005 < 0.005 < 0.005

4 < 0.005 < 0.005 < 0.005

5 < 0.005 < 0.005 < 0.005

Fenitrotion

1 < 0.005 < 0.005 < 0.005

2 < 0.005 < 0.005 < 0.005

6. 3 < 0.005 < 0.005 < 0.005

4 < 0.005 < 0.005 < 0.005

5 < 0.005 < 0.005 < 0.005

Triazofos

1 < 0.005 < 0.005 < 0.005

2 < 0.005 < 0.005 < 0.005

7. 3 < 0.005 < 0.005 < 0.005

4 < 0.005 < 0.005 < 0.005

5 < 0.005 < 0.005 < 0.005

Metil Klorpirifos

1 < 0.005 < 0.005 < 0.005

2 < 0.005 < 0.005 < 0.005

8. 3 < 0.005 < 0.005 < 0.005

4 < 0.005 < 0.005 < 0.005

5 < 0.005 < 0.005 < 0.005

109

Lanjutan Tabel 21

No Pestisida

Organofosfat

Pemilik

Ternak

Jenis Organ

Daging Hati Ginjal

------------------ppm------------------

1 < 0.005 < 0.005 < 0.005

2 < 0.005 < 0.005 < 0.005

9. Demetoat 3 < 0.005 < 0.005 < 0.005

4 < 0.005 < 0.005 < 0.005

5 < 0.005 < 0.005 < 0.005

1 < 0.005 < 0.005 < 0.005

2 < 0.005 < 0.005 < 0.005

10. Dichlorvos 3 < 0.005 < 0.005 < 0.005

4 < 0.005 < 0.005 < 0.005

5 < 0.005 < 0.005 < 0.005

1 < 0.005 < 0.005 < 0.005

2 < 0.005 < 0.005 < 0.005

11. Etrimfos 3 < 0.005 < 0.005 < 0.005

4 < 0.005 < 0.005 < 0.005

5 < 0.005 < 0.005 < 0.005

1 < 0.005 < 0.005 < 0.005

2 < 0.005 < 0.005 < 0.005

12. Methacifos 3 < 0.005 < 0.005 < 0.005

4 < 0.005 < 0.005 < 0.005

5 < 0.005 < 0.005 < 0.005

1 < 0.005 < 0.005 < 0.005

2 < 0.005 < 0.005 < 0.005

13. Metil Azinfos 3 < 0.005 < 0.005 < 0.005

4 < 0.005 < 0.005 < 0.005

5 < 0.005 < 0.005 < 0.005

1 < 0.005 < 0.005 < 0.005

2 < 0.005 < 0.005 < 0.005

14. Metil Paration 3 < 0.005 < 0.005 < 0.005

4 < 0.005 < 0.005 < 0.005

5 < 0.005 < 0.005 < 0.005

1 < 0.005 < 0.005 < 0.005

2 < 0.005 < 0.005 < 0.005

15. Phosphamidon 3 < 0.005 < 0.005 < 0.005

4 < 0.005 < 0.005 < 0.005

5 < 0.005 < 0.005 < 0.005

1 < 0.005 < 0.005 < 0.005

2 < 0.005 < 0.005 < 0.005

16. Metil Pirimiphos 3 < 0.005 < 0.005 < 0.005

4 < 0.005 < 0.005 < 0.005

5 < 0.005 < 0.005 < 0.005

Tabel 20 memperlihatkan bahwa hasil analisis residu pestisida golongan

organofosfat pada sampel daging, hati dan ginjal sapi yang berasal dari RPH Kota

110

Pekanbaru mengandung residu pestisida OP lebih kecil 0.005 ppm atau cemaran

residu pestisida OP berada di bawah batas maksimum yang ditetapkan oleh SNI

tentang batas maksimum cemaran residu pestisida pada bahan pangan, sehingga

daging, hati dan ginjal masih layak untuk dikonsumsi. Meskipun hasil uji residu

pestisida pada daging, hati dan ginjal sapi asal RPH Kota Pekanbaru tidak

terdeteksi, namun produk ternak dapat tercemar pestisida baik pada waktu

praproduksi maupun produksi, sehingga harus selalu diwaspadai karena residu

pestisida bersifat akumulatif sehingga berbahaya bagi kesehatan hewan ternak

maupun manusia sebagai konsumen. Hasil penelitian terlihat bahwa residu

pestisida OP lebih kecil dari 0.005 ppm, hal ini menunjukkan bahwa air, tanah dan

pakan yang digunakan selama proses produksi ternak mengandung cemaran

pestisida sangat rendah. Selain itu, pestisida golongan OP mudah terdegradasi

oleh panas. Salas et al. (2003) menyatakan bahwa cemaran pestisida golongan OP

bersifat sangat toksik meskipun diketahui mudah terdegradasi oleh panas atau

sinar matahari, namun beberapa jenis pestisida OP dilaporkan terdeteksi dalam

susu yang telah dipasteurisasi.

Indraningsih et al. (2004) menyatakan sumber kontaminasipestisida

selama proses prapanen produk peternakan berasal dari tanah, air, hasil sampingan

pertanian dan rumput sebagai pakan ternak serta pakan komersial di daerah sentra

peternakan. Lebih lanjut dinyatakan bahwa terdapat hubungan antara pencemaran

tanah, air, konsentrat dan hijauan pakan ternak terhadap pembentukan residu pada

produk peternakan (daging dan susu).