41
HASIL SURVEI ASPEK KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA (K3) PADA PEKERJA FOGGING NYAMUK DI PEMUKIMAN PADAT PENDUDUK BUMI TAMALANREA PERMAI MAKASSAR I. LATAR BELAKANG Indonesia dikenal sebagai negara paling sering kena wabah Demam Berdarah. Menurut catatan WHO, Indonesia tergolong wilayah dengan kasus wabah dengan frekuensi dan tingkat kematian tinggi, yakni dengan 58065 kasus dan 504 meninggal pada tahun 2011, seperti tercantum dalam Report of The Eighth Meeting of The Global Collaboration for Development of Pesticides For Public Health, yang dirilis oleh WHO pada tahun 2012. Indonesia dikenal sebagai negara pertama yang terkena virus Dengue yaitu pada tahun 1968. Tidak heran jika negeri ini masuk dalam peta versi DengueMap, yang dirilis oleh jaringan kolaborasi antar rumah sakit di dunia. 1 Fogging bertujuan untuk mematikan nyamuk dewasa, setidaknya nyamuk yang sudah bisa mengudara. Bukan telur atau jentiknya, yang pada saat yang sama mungkin bersemayam aman di menara air atau genangan air yang tidak bisa ditembus asap. Fogging menjadi opsi terakhir ketika wabah deman berdarah terjadi di satu wilayah. Tindakan kuratif terhadap lingkungan yang banyak nyamuk, yang patut diduga sebagai vector atau pembawa virus yang bisa membuat manusia menderita. Kata WHO: “ Space spraying of insecticides (fogging) should not be used except in an epidemic situation ”. Prosedur standar pun diberlakukan, sebelum dan sesudah

Hasil Survei Aspek k3 Pada Pekerja Fogging

  • Upload
    ahdir

  • View
    551

  • Download
    21

Embed Size (px)

DESCRIPTION

k3

Citation preview

HASIL SURVEI ASPEK KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA (K3) PADA PEKERJA FOGGING NYAMUK DI PEMUKIMAN PADAT

PENDUDUK BUMI TAMALANREA PERMAI MAKASSAR

I. LATAR BELAKANG

Indonesia dikenal sebagai negara paling sering kena wabah Demam Berdarah.

Menurut catatan WHO, Indonesia tergolong wilayah dengan kasus wabah dengan

frekuensi dan tingkat kematian tinggi, yakni dengan 58065 kasus dan 504 meninggal

pada tahun 2011, seperti tercantum dalam Report of The Eighth Meeting of The

Global Collaboration for Development of Pesticides For Public Health, yang dirilis

oleh WHO pada tahun 2012. Indonesia dikenal sebagai negara pertama yang terkena

virus Dengue yaitu pada tahun 1968. Tidak heran jika negeri ini masuk dalam peta

versi DengueMap, yang dirilis oleh jaringan kolaborasi antar rumah sakit di dunia.1

Fogging bertujuan untuk mematikan nyamuk dewasa, setidaknya nyamuk

yang sudah bisa mengudara.  Bukan telur atau jentiknya, yang pada saat yang sama

mungkin bersemayam aman di menara air atau genangan air yang tidak bisa ditembus

asap.  Fogging menjadi opsi terakhir ketika wabah deman berdarah terjadi di satu

wilayah. Tindakan kuratif terhadap lingkungan yang banyak nyamuk, yang patut

diduga sebagai vector atau pembawa virus yang bisa membuat manusia menderita.

Kata WHO: “Space spraying of insecticides (fogging) should not be used except in an

epidemic situation”. Prosedur standar pun diberlakukan, sebelum dan sesudah

tindakan fogging, termasuk spesifikasi dan kalibrasi alat penyemprot.1

Kesehatan tenaga kerja dapat mempengaruhi kinerja dan produktivitas dari

pekerja itu sendiri. Oleh sebab itu, isu keselamatan dan kesehatan kerja pada saat ini

bukan sekedar kewajiban yang harus diperhatikan oleh para pekerja, akan tetapi juga

harus dipenuhi oleh sebuah sistem pekerjaan.2

Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan hal yang tidak terpisahkan

dalam sistem ketenagakerjaan dan sumber daya manusia. Pada saat ini keselamatan

dan kesehatan kerja bukan semata sebagai kewajiban, akan tetapi sudah menjadi

kebutuhan bagi setiap para pekerja dan bagi setiap bentuk kegiatan pekerjaan.

Hubungan antara kesehatan dengan produktivitas adalah seorang tenaga kerja yang

sakit biasanya kehilangan produktivitasnya secara nyata, bahkan tingkat

produktivitasnya sering menjadi nihil sama sekali. 2

Pekerja fogging dalam berbagai kegiatannya mendapatkan berbagai paparan

zat-zat yang terkandung dalam bahan fogging yang dapat membahayakan kesehatan

dan keselamatan kerja. Salah satu bagian pekerja yang khusus bertindak sebagai

pekerja fogging adalah mendapatkan ancaman untuk terpapar zat kimia yang

mengandung zat-zat kimia yang berbahaya bagi kesehatan.3

Selain itu, masalah ergonomi juga mendapat perhatian penting pada pekerja-

pekerja fogging. Faktor ergonomi salah satunya adalah sikap tubuh dalam bekerja,

dimana sikap tubuh dalam bekerja sebagai pekerja fogging sering berubah-

ubah,dikarenakan beban yang dibawah. Sikap sedikit menjongkok sampai duduk yang

keliru menyebabkan keluhan pada punggung, sebab tekanan pada tulang belakang

akan meningkat saat duduk dibanding saat berdiri. Sedangkan bekerja dengan posisi

berdiri terus menerus sangat mungkin akan terjadi penumpukan darah dan berbagai

cairan tubuh pada kaki dan hal ini akan bertambah bila berbagai bentuk dan ukuran

sepatu yang tidak sesuai. 3-5

II. TUJUAN SURVEI

A. Tujuan Umum

Tujuan umum survei ini adalah untuk mengetahui aspek Kesehatan dan

Keselamatan Kerja (K3) pekerja fogging pembunuh nyamuk di pemukiman padat

penduduk BTP

B. Tujuan Khusus

1. Untuk mendapatkan informasi tentang hazard umum pada pekerja fogging

pembunuh nyamuk.

2. Untuk mengetahui tentang alat kerja yang digunakan yang dapat

mengganggu kesehatan pekerja fogging pembunuh nyamuk.

3. Untuk mengetahui tentang alat pelindung diri yang digunakan pekerja

fogging pembunuh nyamuk.

4. Untuk mengetahui adanya rambu-rambu kesehatan dan keselamatan kerja

di tempat kerja

5. Untuk mengetahui pemeriksaan kesehatan dan upaya pengobatan yang

pernah dilakukan sesuai peraturan (sebelum kerja, berkala, berkala

khusus).

6. Untuk mengetahui mengetahui tentang peraturan pimpinan tentang k3

ditempat kerja.

7. Untuk mengetahui keluhan/penyakit yang dialami yang berhubungan

dengan pekerjaan pada petugas fogging pembunuh nyamuk.

8. Untuk mengetahui upaya K3 lainnya yang dijalankan misalnya ada

penyuluhan/pelatihan dan pengukuran/ pemantauan lingkungan tentang

hazard yang pernah dilakukan.

III. TINJAUAN PUSTAKA

A. Faktor Hazard yang Dialami Pekerja Fogging pembunuh nyamuk.

Penyakit akibat kerja mempunyai beberapa agen penyebab, dimana faktor

pada pekerjaan memegang peranan bersama dengan faktor lainnya dalam

berkembangnya suatu penyakit yang memiliki faktor resiko (hazard) yang kompleks.

Faktor resiko (hazard) yang dapat berperan sebagai penyebab penyakit pada pekerja

fogging dapat terbagi atas beberapa golongan, yakni:(4)

- Golongan fisik berupa tingkat kebisingan, radiasi, suhu yang ekstrim, dan

vibrasi dari alat yang ada di tempat kerja.

- Golongan kimiawi yang terdiri atas semua bahan kimia baik dalam bentuk

debu, uap, gas, ataupun larutan yang terdapat pada lingkungan tempat

kerja.

- Golongan biologik berupa penularan bakteri, virus, jamur, maupun parasit

melalui bahan-bahan penyemprotan yang mengandung mikroorganisme

ataupun penularan dari lingkungan tempat kerja.

- Golongan fisiologik (ergonomik) berupa desain tempat kerja dan beban

kerja.

- Golongan psikososial meliputi stres psikis akibat tekanan mandor atau

pemilik perusahaan/instansi, monotoni kerja, tuntutan pekerjaan yang

harus selesai memenuhi target yang telah ditentukan, dan sebagainya.

Pada survei ini, kita akan meninjau aspek kimiawi yang dikaitkan dengan

paparan debu dan zat-zat kimia yang terkandung dalam bahan penyemprotan fogging

sebagai bahan utama yang digunakan para pekerja fogging selama menjalani

pekerjaannya.

Berikut tabel tentang zat kimia yang terkandung pada bahan fogging

nyamuk/insektisida:

Tabel 1. zat kimia yang terkandung pada bahan fogging nyamuk/insektisida1

Klasifikasi bahaya bahan aktif atau Active Ingredient (Ai) pada standar WHO

adalah: “Class II, moderately hazardous; class III, slightly hazardous; class U,

unlikely to pose an acute hazard in normal use”.  Itulah mengapa dosis insectisida

pada fogging termasuk faktor yang tertuang dalam standar prosedur. Selain bertujuan

mematikan nyamuk secara efektif – jangan sampai mereka malah kebal- dosis

insektisida perlu dikendalikan agar tidak berdampak negatif pada kesehatan manusia

dan lingkungannya.1

Dalam program pemberantasan DBD, racun serangga yang digunakan untuk

fogging adalah golongan organophosporester

insectisida seperti malathion, sumithion, fenithrothion, perslin dan lain-lain. Paling

banyak dan sering digunakan adalah malathion. Dosis yang dipakai untuk malathion

murni adalah 438 gr/hektar. Namun untuk pelaksanaan fogging dengan fog machine

malathion harus diencerkan dengan penambahan solar atau minyak tanah sehingga

menjadi larutan dengan konsentrasi 4-5%.6

Cara pembuatan larutan tersebut dapat dilakukan dengan cara:6

1) 1 liter malathion 96% EC + 19 liter solar = 20 liter malathion 4,8%; atau

2) 1 liter malathion 50% EC + 10 liter solar = 11 liter malathion 4,5 %. Waktu

fogging disesuaikan dengan kepadatan/aktivitas puncak dari nyamuk, yaitu

jam 09.00 – 11.00.

Pendapat masyarakat bahwa fogging merupakan cara yang paling tepat untuk

mencegah penyebaran penyakit demam berdarah sebenarnya kurang tepat, karena cara

ini sesungguhnya hanya bertujuan untuk memberantas nyamuk Aedes aegypti dewasa.

Fogging sangat mencemari lingkungan dan akhirnya mencemari manusia, disamping

itu tindakan fogging harganya mahal dan hasilnya tidak begitu signifikan, karena

setiap fogging hanya focus dengan radius 100 meter dan membutuhkan 3 liter

Pestisida dan 60 liter solar dan akhirnya dengan fogging masyarakat menjadi terlena

dan nyamuknya menjadi resisten.6

B. Hubungan Alat yang Digunakan Pekerja Fogging pembunuh nyamuk.

Alat bantu kerja yang digunakan oleh pekerja fogging pada umumnya berupa

masker, pelindung mata,penutup kepala,sarung tangan,sepatu boot ,dan alat fogging.

Alat-alat ini sangat dibutuhkan oleh para pekerja fogging. namun demikian perlu

diketahui bahwa dari alat-alat ini pulalah dapat menimbulkan keluhan atau masalah

kesehatan para pekerja dalam menjalankan pekerjaannya.

Sebagai contoh, masker sangat dibutuhkan untuk melindungi wajah serta

pernafasan pekerja dari bahan-bahan berbahaya lainnya. Dalam penggunaannya tidak

jarang menimbulkan sesak saat bernafas. Jika para pekerja fogging tidak dapat

mengatur jeda istirahat selang beberapa menit, maka lama kelamaan akan timbul

kelelahan akibat sesak yang dirasakan oleh pekerja.

Contoh yang lain, pelindung mata dapat meringankan pekerja fogging untuk

membuka mata saat sedang melakukan penyemprotan.. Jika tidak menggunakan

pelindung mata saat menyemprot.maka para pekerja dapat membahayakan matanya

terkena paparan zat kimia yang ada didalam alat fogging tersebut. Dan tentunya hal

ini akan menimbulkan keluhan dan penyakit di kemudian hari yang akan menurunkan

efektivitas dan kinerja para pekerja tersebut.

C. Alat Pelindung Diri

Alat pelindung diri yang sebaiknya digunakan oleh pekerja fogging adalah

penutup wajah, masker, sarung tangan, sepatu boot, penutup kepala, celemek atau

baju lengan panjang, dan celana yang tebal. Alat-alat tersebut ditujukan untuk

menghindari paparan zat kimia pada para pekerja agar kesehatan pekerja dapat

terjamin dan berdampak pada kualitas kinerja.(5,7)

gambar 1. Alat Pelindung Diri pekerja Fogging1

D. RAMBU-RAMBU KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA

Rambu-rambu keselamatan adalah peralatan yang bermanfaat untuk

membantu melindungi kesehatan dan keselamatan karyawan dan pengunjung

yang sedang berada di tempat kerja.

Kegunaan:

1. Menarik perhatian terhadap adanya kesehatan dan keselamatan kerja

2. Menunjukkan adanya potensi bahaya yang mungkin tidak terlihat

3. Menyediakan informasi umum dan memberikan pengarahan.

4. Mengigatkan para karyawan dimana harus menggunakan peralatan

perlindungan diri

5. Mengindikasikan dimana peralatan darurat keselamatan berada.

6. Memberikan peringatan waspada terhadap beberapa tindakan yang atau

perilaku yang tidak diperbolehkan.

Pengelompokan Rambu

Kelompok rambu-rambu dibagi dalam tiga bagian yakni :

1. PERINTAH Berupa : Larangan , kewajiban

2. WASPADA Berupa : Bahaya, Peringatan, perhatian

3. INFORMASI

Petunjuk Pemasangan Rambu:

Rambu-rambu harus terlihat jelas, ditempatkan pada jarak pandang dan

tidak tertutup atau tersembunyi.

Kondisikan rambu-rambu dengan penerangan yang baik. Siapapun yang

berada di area kerja harus bisa membaca rambu dengan mudah dan

mengenali warna keselamatannya.

Pencahayaan juga harus cukup membuat bahaya yang akan ditonjolkan

menjadi terlihat dengan jelas.

Siapapun yang ada di area kerja harus memiliki waktu yang cukup untuk

membaca pesan yang disampaikan dan melakukan tindakan yang

diperlukan untuk menjaga keselamatan.

Posisikan rambu-rambu yang berhubungan bersebelahan, tetapi jangan

menempatkan lebih dari empat rambu dalam area yang sama.

Pisahkan rambu-rambu yang tidak berhubungan.

Pastikan bahwa rambu-rambu pengarah terlihat dari semua arah.

Termasuk panah arah pada rambu keluar disaat arah tidak jelas atau

membinggungkan. Rambu arah arus ditempatkan secara berurutan

sehingga rute yang dilalui selalu jelas.

Rambu-rambu yang di atap harus berjarak 2.2 meter dari lantai.

Adapun jenis rambu dapat berupa :

1. Rambu dengan SimboL

2. Rambu dengan Simbol dan Tulisan

3. Rambu berupa pesan dalam bentuk Tulisan

E. Pemeriksaan Kesehatan dan Upaya Pengobatan Pekerja Di Tempat

Kerja

Pekerja yang mana mempunyai potensi untuk terpapar chemical hazard pada

pekerja fogging sebaiknya dipantau dalam suatu surveilens kesehatan yang sistematis

dalam rangka mencegah kecelakaan dan penyakit akibat kerja yaitu pencegahan

akibat kronis dan akut yang dapat terjadi karena pekerjaan fogging. Tujuan dari

tinjauan ini yaiutu untuk mengidentifikasi efek biologis dan reversibel sehingga

paparan yang diterima dapat dikurangi bahkan dihilangkan sebelum pekerja

mendapatkan efek yang irreversibel. Kejadian dari penyakit akibat paparan ini atau

keadaan lain yang berakibat pada kesehatan sebaiknya dilakukan peninjauan ulang

dari ukuran preventif (sebagai contoh: kontrol permesinan, kelengkapan peralatan

perseorangan).8

Untuk deteksi dan kontrol dari efek kesehatan dari pekerja fogging maka sebaiknya

dilakukan langkah sebagai berikut:8

- sebelum dipekerjakan sebagai petugas fogging

- secara periodik selama masa tugas

- saat terjadi paparan

- saat diberhentikan atau dipindahtugaskan

Informasi ini seharusnya dikumpulkan dan dianalisa secara sistematik agar dapat

dilakukan deteksi dini dari pola penyakit pada pekerja atau kelompok pekerja.8

F. Keluhan/ Penyakit Pada Pekerja Fogging

Karena terdapat berbagai jenis insektisida dan ada berbagai cara masuk

insektisida kedalam tubuh maka keracunan insektisida dapat terjadi dengan berbagai

cara. Keadaan-keadaan yang perlu segera mendapatkan perhatian pada kemungkinan

keracunan insektisida adalah (Djojosumarto, 2008) Insektisida dalam bentuk gas

merupakan insektisida yang paling berbahaya bagi pernafasan, sedangkan yang

berbentuk cairan sangat berbahaya bagi kulit, karena dapat masuk ke dalam jaringan

tubuh melalui ruang pori kulit. Menurut World Health Organization (WHO), paling

tidak 20.000 orang per tahun, mati akibat keracunan insektisida.9

Insektisida masuk ke dalam tubuh manusia dengan cara sedikit demi sedikit dan

mengakibatkan keracunan kronis. Bisa pula berakibat racun akut bila jumlah

insektisida yang masuk ke tubuh manusia dalam jumlah yang cukup.9

1. Keracunan Kronis

Pemaparan kadar rendah dalam jangka panjang atau pemaparan dalam waktu

yang singkat dengan akibat kronis. Keracunan kronis dapat ditemukan dalam bentuk

kelainan syaraf dan perilaku (bersifat neuro toksik) atau mutagenitas. Selain itu ada

beberapa dampak kronis keracunan insektisida, antara lain:9

a. Pada syaraf

Gangguan otak dan syaraf yang paling sering terjadi akibat terpapar

insektisida selama bertahun-tahun adalah masalah pada ingatan, sulit berkonsentrasi,

perubahan kepribadian, kelumpuhan, bahkan kehilangan kesadaran dan koma.9

b. Pada Hati (Liver)

Hati adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menetralkan bahan-bahan kimia

beracun, maka hati itu sendiri sering kali dirusak oleh insektisida apabila terpapar

selama bertahun-tahun. Hal ini dapat menyebabkan Hepatitis9

c. Pada Pencernaan

Muntah-muntah, sakit perut dan diare adalah gejala umum dari keracunan

insektisida. Banyak orang-orang yang dalam pekerjaannya berhubungan langsung

dengan insektisida selama bertahun-tahun, mengalami masalah sulit makan. Orang

yang menelan insektisida ( baik sengaja atau tidak) efeknya sangat buruk pada perut

dan tubuh secara umum. Insektisida merusak langsung melalui dinding-dinding

perut.9

d. Pada Sistem Kekebalan

Beberapa jenis insektisida telah diketahui dapat mengganggu sistem kekebalan

tubuh manusia dengan cara yang lebih berbahaya. Beberapa jenis insektisida dapat

melemahkan kemampuan tubuh untuk menahan dan melawan infeksi. Ini berarti

tubuh menjadi lebih mudah terkena infeksi, atau jika telah terjadi infeksi penyakit ini

menjadi lebih serius dan makin sulit untuk disembuhkan.9

e. Pada Sistem Hormon.

Hormon adalah bahan kimia yang diproduksi oleh organ-organ seperti otak, tiroid,

paratiroid, ginjal, adrenalin, testis dan ovarium untuk mengontrol fungsi-fungsi tubuh

yang penting. Beberapa insektisida mempengaruhi hormon reproduksi yang dapat

menyebabkan penurunan produksi sperma pada pria atau pertumbuhan telur yang

tidak normal pada wanita. Beberapa insektisida dapat menyebabkan pelebaran tiroid

yang akhirnya dapat berlanjut menjadi kanker tiroid.9

2. Keracunan Akut.

Keracunan akut terjadi apabila efek keracunan insektisida langsung pada saat

dilakukan aplikasi atau seketika setelah aplikasi insektisida.9

1. Efek akut lokal.

Bila efeknya hanya mempengaruhi bagian tubuh yang terkena kontak langsung

dengan insektisida biasanya bersifat iritasi mata, hidung, tenggorokan dan kulit.9

2. Efek akut sistemik.

Terjadi apabila insektisida masuk kedalam tubuh manusia dan mengganggu sistem

tubuh. Darah akan membawa insektisida keseluruh bagian tubuh menyebabkan

bergeraknya syaraf-syaraf otot secara tidak sadar dengan gerakan halus maupun kasar

dan pengeluaran air mata serta pengeluaran air ludah secara berlebihan, pernafasan

menjadi lemah/cepat (tidak normal).9

G. Upaya Pelaksanaan K3 dengan Penyuluhan, Pelatihan,

Pengukuran/Pemantauan Lingkungan Tentang Hazard

Sebagai pekerja fogging, yang selalu terpapar dengan gas aerosol dan tumpahan

cairan bahan fogging, disertai dengan melakukan gerakan berulang-ulang dan

menggunakan tenaga yang besar, maka seyogyanya setiap pekerja mengetahui dan

mendapat penyuluhan mengenai pengetahuan akan bahaya zat-zat yang terkandung

dalam aerosol fogging terhadap kesehatan dan pelatihan dalam mengelola aktifitas

fisik yang dilakukan berulang-ulang sehingga membuat nyaman dalam bekerja, dapat

mengenal gejala dan tanda penyakit yang dapat timbul akibat pekerjaannya, serta

bagaimana cara mencegah keluhan-keluhan yang dapat ditimbulkan oleh profesinya

sebagai pekerja fogging dalam bagian dari kesehatan dan keselamatan pekerja itu

sendiri.9

H. PERATURAN TENTANG K3 DI TEMPAT KERJA

Dalam hal ini pihak pemerintah Departemen Kesehatan sebagai lembaga

yang bertanggungjawab terhadap kesehatan masyarakat, membuat berbagai

peraturan, petunjuk teknis dan pedoman K3 di Tempat Kerja serta menjalin

kerjasama lintas program maupun lintas sektor terkait dalam pembinaannya.UU

Keselamatan Kerja yang digunakan untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja,

menjamin suatu proses produksi berjalan teratur dan sesuai rencana, dan

mengatur agar proses produksi berjalan teratur dan sesuai rencana, dan

mengatur agar proses produksi tidak merugikan semua pihak. Setiap tenaga

kerja berhak mendapatkan perlindungan keselamatan dalam melakukan

pekerjaannya untuk kesejahteraan dan meningkatkan produksi serta

produktivitas nasional.

UU Keselamatan Kerja yang berlaku di Indonesia sekarang adalah UU

Keselamatan Kerja (UUKK) No. 1 tahun 1970. Undang-undang ini merupakan

undang-undang pokok yang memuat aturan-aturan dasar atau ketentuan-

ketentuan umum tentang keselamatan kerja di segala macam tempat kerja yang

berada di wilayah kekuasaan hukum NKRI.Dasar hukum UU No. 1 tahun 1970

adalah UUD 1945 pasal 27 (2) dan UU No. 14 tahun 1969. Pasal 27 (2)

menyatakan bahwa: “Tiap-tiap warganegara berhak atas pekerjaan dan

penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”. Ini berarti setiap warga negara

berhak hidup layak dengan pekerjaan yang upahnya cukup dan tidak

menimbulkan kecelakaan/ penyakit. UU No. 14 tahun 1969 menyebutkan bahwa

tenaga kerja merupakan modal utama serta pelaksana dari pembangunan

IV. BAHAN DAN CARA

Adapun bahan yang digunakan adalah :

1. Kuisioner

2. Check list

3. Kamera Digital

Sedangkan cara yang digunakan adalah walk through survey. Data

dikumpulkan dengan menggunakan metode walk through survey. Dalam kedokteran

okupasi, teknik “Walk through survey” yang paling penting adalah mengenali

“occupational health hazards”, yang merupakan suatu langkah dasar yang pertama-

tama harus dilakukan dalam upaya program kesehatan lingkungan kerja (K3). Untuk

melakukan survei ini, dapat dimulai dengan mengetahui tentang manejemen

perencanaan yang benar, berdiskusi tentang tujuan melakukan survey, dan menerima

keluhan-keluhan baru yang relevan.(10)

Walk through survey atau survey jalan sepintas merupakan teknik utama yang

penting untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi potensi bahaya di lingkungan kerja

yang dapat memberikan efek atau gangguan pada kesehatan pekerja yang terpajan.

Walk Through survey adalah survei untuk mendapatkan informasi yang relatif

sederhana tapi cukup lengkap dalam waktu yang relatif singkat sehingga diperlukan

upaya pengumpulan data untuk kepentingan penilaian secara umum dan analisa

sederhana.(10)

Sebelum melakukan walk through survey perlu diperhatikan masalah

kerahasiaan perusahaan (trade secrecy) dan konfidensialitas pekerja. Sebelum

melakukan pemotretan perlu dimintakan ijin terlebih dahulu kepada pimpinan

perusahaan. Ada dua alasan untuk melarang pemotretan : Pertama trade secrecy dan

kedua adalah safety.(10)

Keuntungan dari melakukan survey ini termasuk: (10)

1. Memperoleh satu pandangan umum tentang seluruh operasional

2. Dapat mengidentifikasi kunci dari kebahayaan di area tempat kerja

3. Mengakses keefektifitasan terhadap metode kontrol pada tempat

Tujuan dari survei ini sendiri adalah agar sebagai seorang pakar kesehatan lingkungan

kerja kita dapat: (10)

1. Memahami proses produksi, denah tempat kerja dan lingkungannya secara

umum

2. Mendengarkan pandangan pekerja dan pengawas tentang K3.

3. Memahami pekerjaan dan tugas-tugas pekerja

4. Mengantisipasi dan mengenal potensi bahaya yang ada dan mungkin akan

timbul

5. Menginventarisir upaya-upaya K3 yang telah dilakukan mencakup kebijakan

K3, upaya pengendalian, pemenuhan peraturan perundangan dan sebagainya.

Di walk through survey, penulis mencari tahu faktor-faktor apa saja yang

mempengaruhi kesehatan dan keselamatan kerja. Faktor-faktor bahaya/hazard mulai

dari:(10)

1. Faktor fisik seperti bising, getaran, suhu yang ekstrim

2. Faktor kimia seperti debu, asap, serat, gas, cairan

3. Faktor biologi seperti bakteri, jamur, virus

4. Faktor ergonomi seperti sikap tubuh, pergerakan, angkat benda berat, dan lain-

lain

5. Faktor psikososial seperti interaksi dengan rekan kerja, tekanan kerja.

Secara umum survei ini bermula pada pengenalan akan fasilitas manajemen

pada lingkungan kerja itu dan diskusi tentang tujuan survei tersebut sebab

pemahaman yang jelas tentang manejemen pekerja-pekerja serta hubungannya dengan

fasilitas di lingkungan pekerja tersebut sangat penting.(10)

Sebelum survei, terlebih dahulu ada lobi dengan manajemen perusahan

tentang rencana survei guna menerangkan maksud dan tujuan survei sehingga kita

dapat memperoleh dukungan atas pelaksanaan survei tersebut. Setelah itu dapat

dilakukan diskusi untuk mendapatkan informasi riwayat singkat tentang industri atau

rumah sakit tersebut dan proses yang terlibat dalamnya seperti denah perusahaan,

bagaimana pengaturan dan populasi pekerja, kebijakan perusahan atau rumah sakit

tentang K3, tanyakan pula pandangan atau pemahaman pimpinan dan pekerja tentang

K3, gambaran penerapan K3 yang dilakukan di lingkungan pekerja tersebut serta

diskusi menyeluruh tentang masalah-masalah yang pernah timbul di lingkungan kerja

tersebut.(11)

Kunjungan ke lapangan sebaiknya ditemani petugas setempat. Survei tersebut

harus dimulai dari awal proses atau tempat penyimpanan bahan baku atau bahan

mentah yang akan digunakan dalam kegiatan industri. Buatkan dalam daftar periksa

mengenai bahan baku selama proses dengan melihat potensi misalnya label peringatan

tentang komposisi bahan bakunya, debu yang beterbangan, uap atau gas yang tercium,

sumber panas radiasi, temperatur dan kelembaban, kebisingan, dan radiasi

penerangan.(10,11)

Dari sisi pekerja sendiri, pada setiap survei akan proses fogging, pakar

kesehatan lingkungan kerja harus mengobservasi juga prosedur penanganan bahan

yang digunakan dan segala tindakan proteksi diri yang harus digunakan oleh pekerja.

Kemudian meninjau fasilitas yang menunjang kesejahteraan pekerja sendiri seperti

kelengkapan obat-obatan, kondisi sanitasi lingkungan, penyediaan air minum, tempat

sampah dan penerangan, letak sumber bahaya, pola paparannya, serta alat

pengendalian sumber bahaya dan letak alat – alat keselamatnnya.(10)

Jumlah pekerja pada setiap tingkat proses fogging juga harus diperhatikan

dengan data-data yang relevan mengenai jenis kelamin, etnik, ataupun umur yang

mungkin akan memberi efek sensivitas terhadap bahan kimia di lingkungan kerja

tersebut. Jika ada kesempatan pakar kesehatan lingkungan kerja harus berdiskusi

dengan para pekerja secara langsung untuk menerangkan tata cara bekerja misalnya

menyangkut sebab akibat jika tidak menggunakan alat proteksi diri agar pekerja dapat

mengetahui dan mencegah terjadinya bahaya.(10,11)

Survei diakhiri dengan klarifikasi semua informasi yang telah diperoleh

dengan menjelaskan potensi bahaya yang ditemukan, laporan hasil pengamatan,

evaluasi dan berikan saran-saran atau rekomendasi untuk perbaikan.(10)

BAB III

METODE SURVEY

1. BAHAN DAN CARA

1: Kamera digital, untuk mengambil gambar kegiatan

2: Check List, sebagai bahan untuk mengontrol tindakan yang akan dilakukan,

yaitu dengan melihat, mengecek, dan mendata berdasarkan check list.

3: Kuisioner, sebagai alat penelitian, dengan cara menyebarkan atau mendata

sampel yang akan diambil untuk memperoleh informasi yang berkaitan

dengan kesehatan dan keselamatan kerja petugas registrasi pasien.

Cara melakukan survey:

Metode walk thrrough survey. Walk Through survey adalah survei

untuk mendapatkan informasi yang relatif sederhana tapi cukup lengkap dalam

waktu yang relatif singkat sehingga diperlukan upaya pengumpulan data untuk

kepentingan penilaian secara umum dan analisa sederhana.

2. JADWAL

Waktu pelaksanaan yaitu 15-20 Juli 2013 dengan agenda sebagai berikut.

No. Tanggal Kegiatan

1.

2.

3.

4.

5.

6.

15 Juli 2013

16 Juli 2013

17 Juli 2013

18 Juli 2013

19 Juli 2013

20 Juli 2013

- Melapor ke bagian IKM

- Pengarahan kegiatan

- Membuat intisari tentang walkthrough survey

- Pembuatan Proposal

- Pelaksanaan kegiatan penelitian

- Pelaksanaan kegiatan penelitian

- Pembuatan laporan hasil penelitian

- Presentasi laporan hasil penelitian

3. Hasil Survey

1. Hazard Lingkungan KerjaNo

.Hazard

acceptableKet.

Ya TdkA. Faktor Kebisingan ✔1. alat fogging ✔B. Faktor Pencahayaan

di luar ruangan ✔di dalam ruangan ✔

C. Faktor Temperaturalat fogging ✔

D. Faktor Tekananalat fogging ✔

E. Faktor Vibrasialat fogging ✔

F Faktor Kimia1. aerosol cair ✔2. aerosol sudah menjadi gas ✔G Faktor Biologi1. Lingkungan Kerja (bakteri, parasit) ✔2. Hygene Kurang ✔H Faktor Ergonomi1 berdiri terlalu lama dengan alat fogging ✔2 Sering membungkuk mengambil alat fogging ✔3 Gerakan lengan yg berulang2 ✔I Faktor Psikososial

1. Jadwal kerja ✔2. Hubungan kerja ✔3. Beban Kerja ✔4. Gaji ✔

2. Alat Bantu KerjaNo

.Alat Bantu Kerja

acceptableKet.

Ya Tdk1. alat fogging ✔

3. Alat Pelindung Diriacceptable

No.

Alat Pelindung Diri Ket.ya tidak

1. Masker khusus ✔2. Sarung tangan (glove) ✔3. Baju pelindung tahan cairan ✔4. Sepatu (boot) ✔5. Pelindung kepala (helm) ✔6 kacamata pelindung ✔

4. Pemeriksaan Kesehatan dan Upaya Pengobatan Bila SakitNo

.Pem. Kesehatan dan Upaya Pengobatan

dilakukanKet.

ya tidak1. Pem. kesehatan awal ✔2. Pem. kesehatan berkala ✔3. Pem. kesehatan berkala khusus ✔4. Mendapat pengobatan ✔5. Beli obat/vitamin sendiri ✔

5. Keluhan/ Penyakit Pada Pekerja FoggingNo

.Keluhan/Penyakit

ada gangguanKet.

ya tidak1 gangguan sistem muskuloskleletal (nyeri oto, nyeri sendi, keram-keram) ✔2 gangguan sistem pernafasan (batuk, ISPA, kanker paru) ✔3 gangguan saraf (kelemahan, lumpuh, keram, gangguan kepribadian) ✔2. gangguan sistem hepatobilier (penyakit kuning, nyeri perut kanan atas) ✔4 gangguan sistem pencernaan (sakit perut, muntah, diare) ✔5 gangguan sistem imun (lebih sering sakit demam, flu atau infeksi lain) ✔6 gangguan sitem hormon (kanker tiroid, gondok, gangguan menelan lain) ✔

6. Rambu-Rambu tentang K3 ditempat kerja

no Rambu-rambu tentang penggunaan APDacceptable

Ket.ya tidak

1 Peraturan ✔2 Berhubungan dengan pekerjaan ✔3 Terdapat petugas K3 ✔4 Rambu-rambu tentang penggunaan APD ✔

7. upaya K3 lainnya

no upaya yang dilakukanacceptable

Ket.ya tidak

1 Penyuluhan: ✔

2 Pelatihan: ✔3 Pemantauan hazard/pengukuran ✔4 Rambu-rambu bahaya ✔5 Rambu-rambu evakuasi ✔

8. peraturan pimpinan tentang k3 ditempat kerja.

no upaya yang dilakukanacceptable

Ket.

1 perauturan pimpinan tentang k3 ✔2 pengetahuan tentang k3 oleh pimpinanan ✔3 menjalankan aturan tentang k3 dari pimpinan ✔4 pengetahuan tentang Rambu-rambu tentang penggunaan APD ✔

4. PEMBAHASAN

1. Hazard Lingkungan Kerja

a) Faktor Fisik:

i. Faktor Fisik kebisingan pada pekerja fogging

Hazard fisik kebisingan disebabkan oleh alat fogging yang digunakan

oleh pekerja fogging. Dari hasil survey didapatkan pekerja fogging rawan

akan hazard fisik kebisingan akibat alat fogging yang digunakan sebab alat

yang digunakan mengeluarkan suara yang teramat kerasa dan berlangsung

cukup lama yaitu selama proses fogging (2-3 jam) bunyi tidak dihalng jika

berpindah rumah namun hanya dikecilkan namun tetap menganggu

pendengaran.

ii. Faktor Fisik pencahayaan pada pekerja fogging

Hazard fisik pencahayaan dipengaruhi oleh lingkungan kerja oleh

pekerja fogging itu sendiri di luar dan di dalam ruangan. Dari hasil survey

didapatkan bahwa pekerja fogging cukup aman dari hazard fisik

pencahayaan yaitu cahaya yang terlau terang atau terlalu redup sebab waktu

kerja dipagi hari dimana matahari belum terik dan di dalam rungan warga

yng disemprot rumahnya menyalakan lampu rumah.

iii. Faktor Fisik temperatur pada pekerja fogging

Hazard fisik temperatur dipengaruhi oleh alat fogging yang digunakan

oleh pekerja fogging itu sendiri. Dari hasil survey didapatkan pekerja

fogging rawan akan hazard fisik temperatur akibat alat fogging yang

digunakan sebab alat yang digunakan mengeluarkan panas yang cukup tinggi

dibagian mesin dan juga di ujung pipa yang mengeluarkan panas. Panas

langsung dari mesin masih cukup tersalur sebab pakian pelindung pekerja

fogging tidak hanya dan hanya bermodalkan pakaian biasa. Begitu juga

panas tidak langsung dari ujung piupa pengeluaran dan uap fogging masih

menjadi hazard karena temperatur yang tinggi dan berlangsung cukup lama.

iv. Faktor Fisik vibrasi pada pekerja fogging

Hazard fisik vibrasi dipengaruhi oleh alat fogging yang digunakan oleh

pekerja fogging itu sendiri. Dari hasil survey didapatkan pekerja fogging

rawan akan hazard fisik vibrasi akibat alat fogging yang digunakan sebab

alat yang digunakan menimbulkan getaran yang kencang dan dirasakan

cukup mengganggu oleh pekerja dan posisinya yang menempel pada

pinggang dan ditopang oleh tangan yang sama selama bekerja.

v. Faktor Fisik tekanan pada pekerja fogging

Hazard fisik tekanan pada pekerja fogging dipengaruhi oleh alat fogging

yang digunakan oleh pekerja fogging itu sendiri. Dari hasil survey

didapatkan pekerja fogging rawan akan hazard fisik tekanan akibat alat

fogging yang digunakan sebab alat yang digunakan cukup berat dan hanya

ditopang oleh salah satu sisi tubuh dalam waktu yang cukup lama .

b) Faktor Kimia pada pekerja fogging

Hazard Kimia dipengaruhi oleh bahan baku yang digunakan sebagai

bahan utma fogging yaitu cairan aerosol dan bensin dan gas aerosol yang

tersemprot selama bekerja. Dari hasil survey didasapatkan bahwa pekerja

fogging sangat rawan terhadap hazard kimia cair dan gas. Hazard kimia cair

oleh cairan aerosol disebabkan pengisian bahan baku aerosol dan bahan

bakar bensin ke dalam tangki yang dilakukan secara langsung tanpa

mengenakan sarung tangan. Begitu juga hazard gas aerosol disebabkan

karena gas/uap fogging yang tersemprot dalam jumlah sangat banyak,

berlangsung selama bekerja dan lama menghilang namun pekerja hanya

menggunakan masker biasa bukan masker khusus untuk gas beracun.

c) Faktor Biologi pada pekerja fogging

Hazard biologi di pengaruhi oleh lingkungan kerja dan ada tidaknya

bahaya infeksi bakteri, virus, maupun jamur serta parasit. Dari hasil survey

didapatkan bahwa pekerja fogging di BTP akan infeksi bakteri, virus, jamur

maupun parasit diakibatkan alat fogging yang digunakan menurut pengakuan

pekerja itu sendiri jarang dicuci dan hany disimpan digudang.

d) Faktor Ergonomis pada pekerja fogging

Hazard ergonomi dipengaruhi oleh posisi pekerja fogging dipengaruhi

oleh gerakan-gerakan selama melakukan fogging. Dari hasil survey

didapatkan bahwa pekerja fogging rawan terhadap hazard ergonomi akibat

berdiri terlalu lama dengan alat fogging dengan posisi alat fogging pada salah

satu sisi terus dan beban yang cukup berat. Pekerja fogging jarang

membungkuk karena pekerjaannya langsung dikerjakan sampai selesai.

Gerakan lengan berulang juga terjadi saat meyemprotkan alat kesegela arah.

e) Faktor psikososial pada pekerja fogging

Hazard psikososial dipengaruhi oleh hubungan antara sesama pekerja

fogging dan masyarakatnya. Semua hal yang terdapat dalam hazard

psikososial ini berkaitan dengan emosional pekerja fogging, sehingga harus

diperhatikan agar tercipta keadaan aman dalam bekerja Dari hasil survey

didapatkan bahwa pekerja fogging terhindar dari hazard psikososial karena

hanya bekerja sendiri, hubungan baik oleh masyarakat, waktu kerja sedikit,

beban kerja tidak banyak namun gaji yang diterima cukup sedikit.

2. Alat yang digunakan

Alat yang digunakan pada pekerja fogging yaitu hanya alat fogging. Dari hasil

survei, alat yang digunakan kurang acceptable karena sudah tua dan perawtan

yang bruk sehingga menimbulkan hazard fisik, biologi dan kimi pada pekerja

harusnya bisa diminimalisir atau dihindari.

3. Menggunakan Alat Pelindung Diri Selama Bekerja

Dari hasil survey didapatkan pekerja fogging menggunakan alat

pelindung diri yang sangat minim dan tidak memadai saat mengerjakan

pekerjaannya. Alat yang digunakan hanya berupa masker selapis disposable

yang biasa digunakan dirumah sakit .Alat pelindung diri yang harusnya

digunakan berupa sarung tangan, pakaian yang tahan cairan, topi, masker

khusus gas beracun, sepatu boot, dan kacamata. Hal ini membuktikan bahwa

kesadaran akan penggunaan alat pelindung diri masih kurang.

4. Pemeriksaan Kesehatan dan Upaya pengobatan Bila Sakit

Berdasarkan survey yang dilakukan didapatkan pekerja fogging tidak

melakukan pemeriksaan awal, pemeriksaan berkala khusus. Pekerja fogging

mendapatkan pengobatan jika terkena penyakit langsung ke puskesmas tempat

bekerjanya namun tidak secara spesifik karena diperiksa dan diobatai secara

umum saja. Pekerja fogging juga jarang membeli vitamin sendiri namun lebih

sering membeli obat sendiri.

5. Keluhan pekerja fogging Selama Melakukan Pekerjaannya

Dari hasil survey didapatkan pekerja fogging jarang mengalami keluhan

spesifik tentang keracunan isektisida baik secara akut maupun krosis, mereka

lebih cenderung mengalami gangguan muskuloskleletal berupa nyeri lengan

dalam bekerja dan juga gangguan pernafasan berupa batuk akibat banyaknya

uap/gas dari alat fogging, serta debu yang ada dari sekitar tempat kerja mereka

namun hanya memakai masker biasa saja.

6. rambu-rambu kesehatan dan keselamatan kerja di tempat kerja

Berdasarkan survey yang dilakukan didapatkan pekerja fogging tidak

pernah melihat rambu-rambu kesehatan dan keselamatan kerja. Tidak terlihat

juga adanya petugas K3.

7. Peraturan Pimpinan/Pemerintah tentang K3

Berdasarkan survey yang dilakukan didapatkan fogging tidak pernah

mendengar tentang peraturan dari pimpinan/pemerintah untuk merekea

tentang penggunaan alat pelindung diri, mereka bahkan tidak pernah

mendapatkan sosialisasi ataupun pengumuman tentang peraturan dari

pemerintah tersebut

8. Upaya K3 lainnya berupa pelatihan, Pengetahuan dan Penyuluhan

tentang K3 yang Pernah Didapatkan oleh pekerja fogging.

Dari hasil survey didapatkan pekerja fogging tidak pernah

mendapatkan penyuluhan maupun pengetahuan tentang kesehatan dan

keselamatan kerja secara resmi. Penyuluhan akan menambah pengetahuan

pekerja fogging khususnya mengenai aspek k3 oleh pekerjaannya. Namun,

pekerja fogging yang telah mendapatkan pengetahuan masih sangatlah kurang,

sehingga masih banyak keluhan-keluhan selama bekerja menjadi pekerja

fogging yang sifatnya diakibatkan oleh ketidaktahuan dan tidak terampil.

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Hazard lingkungan Kerjaa. Hazard Fisik

Hazard fisik kebisingan, temperatur, penchayaan, tekanan dan vibrasi

dipengaruhi oleh umumnya alat fogging yang digunakanl oleh pekerja

fogging itu sendiri. hazard fisik kebisingan akibat alat fogging yang

digunakan sebab alat yang digunakan mengeluarkan suara yang teramat

kerasa dan berlangsung cukup lama.

Pekerja fogging cukup aman dari hazard fisik pencahayaan yaitu cahaya

yang terlau terang atau terlalu redup sebab waktu kerja dipagi hari dimana

matahari belum terik dan di dalam rungan warga yng disemprot rumahnya

menyalakan lampu rumah.

pekerja fogging rawan akan hazard fisik temperatur akibat alat fogging

yang digunakan sebab alat yang digunakan mengeluarkan panas yang

cukup tinggi dibagian mesin dan juga di ujung pipa yang mengeluarkan

panas

Dari hasil survey didapatkan pekerja fogging rawan akan hazard fisik

vibrasi akibat alat fogging yang digunakan sebab alat yang digunakan

menimbulkan getaran yang kencang dan dirasakan cukup mengganggu

Dari hasil survey didapatkan pekerja fogging rawan akan hazard fisik

tekanan akibat alat fogging yang digunakan sebab alat yang digunakan

cukup berat dan hanya ditopang oleh salah satu sisi tubuh dalam waktu

yang cukup lama .

b. Hazard Kimia dipengaruhi oleh bahan baku yang digunakan sebagai bahan

utama fogging yaitu cairan aerosol dan bensin, dan gas aerosol yang

tersemprot selama bekerja. Dari hasil survey didasapatkan bahwa pekerja

fogging sangat rawan terhadap hazard kimia cair dan gas

c. Hazard biologi di pengaruhi oleh lingkungan kerja dan ada tidaknya bahaya

infeksi bakteri, virus, maupun jamur serta parasit. Pekerja Fogging rawan akan

infeksi bakteri, virus, jamur maupun parasit.

d. Hazard ergonomi dipengaruhi oleh posisi pekerja fogging dipengaruhi oleh

gerakan-gerakan selama melakukan fogging. Dari hasil survey didapatkan

bahwa pekerja fogging rawan terhadap hazard ergonomi akibat berdiri terlalu

lama dengan alat fogging dengan posisi alat fogging pada salah satu sisi terus

dan beban yang cukup berat

e. Hazard psikososial dipengaruhi oleh hubungan antara sesama pekerja dan

masyarakatnya. bahwa pekerja fogging terhindar dari hazard psikososial

karena hanya bekerja sendiri, hubungan baik oleh masyarakat, waktu kerja

sedikit, beban kerja tidak banyak namun gaji yang diterima cukup sedikit

2. Alat yang digunakan pada pekerja fogging yaitu hanya alat fogging. Dari hasil

survei, alat yang digunakan kurang acceptable karena sudah tua dan perawtan yang

bruk sehingga menimbulkan hazard fisik, biologi dan kimi pada pekerja harusnya

bisa diminimalisir atau dihindari.

3. Dari hasil survey didapatkan pekerja fogging menggunakan alat pelindung diri

yang sangat minim dan tidak memadai saat mengerjakan pekerjaannya. Alat yang

digunakan hanya berupa masker selapis disposable yang biasa digunakan dirumah

sakit.

4. Berdasarkan survey yang dilakukan didapatkan pekerja fogging tidak melakukan

pemeriksaan awal, pemeriksaan berkala khusus.

5. Dari hasil survey didapatkan pekerja fogging jarang mengalami keluhan spesifik

tentang keracunan isektisida baik secara akut maupun krosis, mereka lebih

cenderung mengalami gangguan muskuloskleletal berupa nyeri lengan dalam

bekerja dan juga gangguan pernafasan berupa batuk akibat banyaknya uap/gas dari

alat fogging, serta debu yang ada dari sekitar tempat kerja mereka

6. Berdasarkan survey yang dilakukan didapatkan pekerja fogging tidak pernah

melihat rambu-rambu kesehatan dan keselamatan kerja. Tidak terlihat juga adanya

petugas K3.

7. Berdasarkan survey yang dilakukan didapatkan fogging tidak pernah mendengar

tentang peraturan dari pimpinan/pemerintah.

8. Dari hasil survey didapatkan pekerja fogging tidak pernah mendapatkan

penyuluhan maupun pengetahuan tentang kesehatan dan keselamatan kerja secara

resmi

B. Saran

Menurut survey yang telah dilakukan di tempat kerja pekerja fogging di kompleks

perumahan BTP, masih banyak terdapat kekurangan dalam pengetahuan mengenai

keselamatan kesehatan kerja pada pekerja fogging di BTP. Sarana dan prasarana yang

mendukung untuk meminimalisir adanya keluhan belum tersedia dengan baik dan

sesuai dengan standarnya. Perlu dilakukan juga penyuluhan kesehatan dan

keselamatan kerja, alat pelindung diri serta peningkatan pengetahuan pada pekerja

fogging tentang gangguan kesehatan yang sering terjadi pada pekerja yang mereka

jalani untuk meminimalisir terjadinya keluhan-keluhan dan penyakit akibat kerja pada

pekerja fogging.

Lampiran Foto

Daftar Pustaka

1. Hermana, B. Awas Fogging. [Online] 2012 [citied 2013 July 16]. Available

from: URL: http://kesehatan.kompasiana.com/medis/2012/04/13/awas-

fogging-454648.html

2. [Online] 2008 [citied 2013 July 9]. Available from: URL:

http://repository.usu.ac.id

3. Sutjana I Dewa Putu. Hambatan Dalam Penerapan K3 dan Ergonomi di

Perusahaan. [Online] 29 Juli 2006 [citied 2013 July 9]. Bagian Fisiologi

Fakultas Kedokteran Program Pascasarjana Universitas Udayana.

4. Anonim. Serasikan Alat, Cara dan Lingkungan Kerja. [online] 8 agustus

2008 [citied 2013 July 9]. Available from http://www.unmul.ac.id

5. Noor Fitrihana. Upaya Mengurangi Resiko Muskuloskeletal. [online]

[citied 2013 July 9]. Available from URL: http://blog.Lusisusanti .com

6. Firdaus, F. Bahaya dibalik Fogging. 5 Maret 2012. [online] [citied 2013 July

16]. Available from URL:

http://infokesdankonsultasismk3.blogspot.com/2012/03/bahaya-di-balik-

fogging.html

7. Anonim. Musculoskeletal Disorders Prevention Series. Occupational

Health and Safety Council of Ontario (OHSCO). Prevention Guidline.

8. United States Department of Labor. Occupational Safety & Helath

Administration. Published January, 20 1999. [online] [citied 2013 July 16].

Available from URL:

https://www.osha.gov/dts/osta/otm/otm_vi/otm_vi_2.html#6

9. Bima, Estry. Dampak Penggunaan Insektisida bagi Manusia. Maret 2013.

[online] [citied 2013 July 16]. Available from URL: http://blog-

estrybima.blogspot.com/2013/03/v-behaviorurldefaultvmlo_19.html

10. Notoatmojo Soekidjo. Ilmu Kesehatan Masyarakat.Prinsip-Prinsip Dasar

Jakarta: Penerbit Rineka Cipta. 1996

11. Buraena, S. (t.thn.). Walk Through Survey (Survei Jalan Sepintas). Makassar:

RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo.

12. Buraena, S. (2004). Program Kesehatan Lingkungan. Dalam Pedoman

Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3). RSUP. Dr. Wahidin Sudirohusodo.

Makassar (hal. 1-5).