Upload
izni-fatihah
View
24
Download
6
Embed Size (px)
Citation preview
HIRSCHSPRUNG’S DISEASE
SITI AZLIZA BINTI YAACOB SKED
UNIVERSITAS TRISAKTI, JAKARTA
030.08.304
PENEGENALAN & SEJARAH HD Hirschsprung’s Disease telah disebutkan pertama kalinya oleh
Ruysch pada tahun 1691.Namun begitu, seorang doktor yang berasal dari Denmark bernama Harald Hirschsprung telah dianggap berjasa dalam melaporkan secara jelas gambaran penyakit ini dan selanjutnya menggunakan namanya, sejak laporannya pada Society of Paediatrics di Berlin pada tahun1886, Harald Hirschsprung menjelaskan dua kes kematian pesakitnya yang masing-masing berusia 8 dan 11 bulan yang menderita akibat pengembangan usus yang sangat besar serta disertai jangkitan radang (enterocolitis).
Hirschsprung mempostulasikan bahawa penyakit tersebut merupakan penyakit congenital yang terdapat pada pesakit sejak lahir lagi dan mempengaruhi keseluruhan usus. Robertson pula menyatakan bahawa penyakit megacolon kongenital yang dimaksudkan oleh beliau tersebut adalah diakibatkan oleh gangguan peristaltik usus kerana kukurangan ganglion pada tahun1938. Pelbagai teori telah muncul untuk menjelaskan penyakit tersebut termasuk bahawa hal ini disebabkan oleh bawaan kelahiran (kongenital) pada usus yang mengembang, penyumbatan usus distal yang menyebabkan pengembangan dan pengembungan di bahagian usus proksimal, jangkitan, dan ketidakseimbangan sistem saraf.
STATUS REKAM MEDIK PASIEN Nama : An. T Usia : 1 tahun 3 bulan. Jenis Kelamin : laki-laki Status Perkawinan : - Agama : Islam Orang tua : Junawardi/27 tahun Pekerjaan orang tua: surastri Alamat : kampong Seraya No.RM : 31-64-36 Tanggal masuk RS : 28 Oktober 2012
ALLOANAMNESISTanggal 28 Oktober 2012 pukul 10.00 pagi Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis dengan orang tua
pasien tanggal 28 Oktober 2012 jam 10.00 WIB.
Keluhan Utama : Melakukan penutupan kolostomi. Keluhan Tambahan : tidak ada.
RPS:OS datang ke Poli Digestif RSOB bersama orang tuanya
untuk melakukan penutupan kolostomi. OS telah melakukan menjalani tindakan kolostomi pada tahun 2011 sewaktu usianya 2 minggu di RS Budi Kemuliaan. Kini OS bisa BAB lewat lobang kolostomi yang dibuat di sisi perut kiri pasien. BAB lancar dengan warna kotoran kuning lendir. OS menyangkal tiada sebarang keluhan BAB tau keluhan lain.
RIWAYAT PENYAKIT DAHULUOS sebelumnya menjalani operasi pemasangan
kolostomi pada usianya waktu itu 2 mingu tahun 2011 di RS Budi Kemuliaan. Dengan keluhan waktu itu adalah OS tidak bisa BAB lagi setelah BAB pertama kali dalam 24 jam pertama setelah dilahirkan. Kemudian OS sering kembung perut, perut membesar (+), muntah (-). OS dibawa berobat ke bidan pertama kalinya. Lalu dirujuk ke RS Budi Kemuliaan. OS diberi obat namun perut tetap kembung dan disertai muntah-muntah berwarna kehijauan. Riwayat BAB berdarah (-), BAB berlendir (-), demam (-). Pasien nafsu makan berkurang jika perut mengembung. Berat badan masih bertambah, walaupun tidak banyak. OS dibawa ke RS Budi Kemuliaan dan dilakukan rontgen abdomen dikatakan terjadi penyempitan usus dan dianjurkan operasi saat usia 2 minggu. Lalu OS dioperasi dengan melakukan tindakan kolostomi pada tahun 2011.
RIWAYAT KEHAMILAN
ANC teratur ke bidan. Konsumsi obat (-), jamu-jamuan (-), merokok (-), alcohol (-). Sakit berat (-)
RIWAYAT KELAHIRAN
OS lahir spontan , dibantu dukun beranak. Usia kehamilan cukup bulan. BB lahir dan PB tidak diingat. Langsung menangis. Kelainan bawaan (-), Biru (-), Kuning (-). Mekonium pada hari pertama kelahiran. Pasien merupakan anak pertama.
RIWAYAT IMUNISASI
Lengkap
RIWAYAT TUMBUH KEMBANG
Saat ini OS sudah bisa merangkak, aktif.
RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
Sakit serupa seperti pasien (-)
RIWAYAT NUTRISI
Diberikan asi hingga usia 6 bulan
Mulai diberikan susu formula dan makanan tambahan berupa bubur , dan nasi tim usia 6 bulan.
PEMERIKSAAN FISIK Kesadaran :Compos Mentis Keadaan umum :tampak sakit ringan, tidak
tampak sesak, tidak pucat, tidak sianosis Keadaan gizi :gizi cukup.
Tanda Vital Nadi :120x/menit, regular, isi cukup,
equal Nafas :24x/menit, regular, kedalaman
cukup. Suhu :36,6ºC (aksila) BB :10 kg
STATUS GENERALIS Kepala :deformitas (-). Rambut hitam, tidak mudah
dicabut, dan tersebar merata. Mata :konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), reflex
cahaya (+/+) Hidung :deformitas (-), sekret (-), deviasi septum nasal (-) Mulut :mukosa lembab, T1-T1. Telinga :deformitas (-), serumen (-/-) Leher :trakea di tengah, KGB leher tidak teraba Toraks
Paru Inspeksi :simetris,statis dinamis, iga gambang (-)
Palpasi :fremitus kanan sama dengan kiriPerkusi :sonor/ sonor Auskultasi:vesikuler / vesikuler, ronki (+/+),
wheezing (-/-)
Jantung Inspeksi :iktus kordis tidak terlihat Palpasi :iktus kordis teraba Perkusi :batas jantung normal Auskultasi :bunyi jantung I/II normal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen Inspeksi :buncit, venektasi (-), kontur usus (+), terlihat lubang
anus (kolostomi) pada sisi lateral perut kiri. Palpasi :nyeri tekan (-), hati dan limpa tidak dapat dinilai Perkusi :shifting dullness (-), timpani (+) Auskultasi:bising usus (+)
Kulit :turgor cukup Vertebrae :tidak ada kelainan. Alat genitalia :tidak ada kelainan. Ekstremitas :akral hangat, edema -/-, CRT< 2”, wasting
(-), baggy pants (-)
Status lokalis Kolostomi pada regio lateral abdomen sisnistra
Inspeksi :kotoran kuning lendir, ampas putih (+).
RT :anus (+), tonus sfingter anus baik, ampula tidak kolaps, nyeri tekan (-), mukosa licin,nyeri tekan (-), tidak teraba massa, feses (+), darah (-).
LABORATORIUM28-10-12 30-10-12 31-10-12 Nilai Normal
Hematologi :
Hb13.5 10.5 10.8 11-16.5 (g/dL)
Hematokrit 40.5 33.5 34.1 35.0-50.0 (%)
Trombosit 475+ 398 370 150-450 (10^3/uL)
Eritrosit 5.50 4.43 4.51 3.8-5.8 (10^6/uL)
MCV 73.6- 76 76 80.0- 97,0 (fL)
MCH 24.5 23.7 23.9 26.5 – 35.4 (pg)
MCHC 33.3 31.4 31.6 31.5 – 35 (g/dL)
Lekosit 6.99 12.8 2.3 4-11 (10^6/uL)
EO % 3.9 - - 0-4 (%)
BASO% 1.4+ - - 0-1 (%)
NEUT% 50.7 - - 46-75 (%)
LYMPH % 33.8 3.8 22.2 17-48 (%)
MONO% 10.2 1.7 2.5 4-10 (%)
Gol. Darah O - - -
Bilirubin total 0.10 - - Uo to 1.10 (mg/dL)
SGOT 30 - - 0-38 (U/l)
SGPT 21 - - 0-41 (U/l)
Ureum 29.0 - - 10-50 (mg/dL)
Creatinin 0.35 - - 0.7-1.2 (mg/dL)
Uric acid 4.0 - - 3.4-7.0 (mg/dL)
Total protein 6.7 - - 6.6-8.7 (g/dL)
Albumin 4.4 - - 3.4-4.8 (g/dL)
Globulin 2.3 - - 1.3-2.7 (g/dL)
Gula darah
sewaktu
110 - - 70-100 (g/dL)
Clotting time 7’ - - 6-12 (menit)
Bleeding time 2’ - - 1-6 (menit)
Elektrolit
Natrium 138
- -
135-147 (meq/l)
Kalium 4.2 - - 3.5-5.0 (meq/l)
Chlor 108 - - 94-111 (meq/l)
RESUMEOS datang ke Poli Digestif RSOB bersama orang tuanya untuk
melakukan penutupan colostomy. OS telah melakukan menjalani tindakan colostomy pada tahun 2011 sewaktu usianya 2 minggu di RS Budi Kemuliaan. Kini OS bisa BAB lewat lobang colostomy yang dibuat di sisi perut kiri pasien. BAB lancar dengan warna kotoran kuning lendir. OS menyangkal tiada sebarang keluhan BAB tau keluhan lain.
OS pernah menjalani operasi pemasangan colostomy pada usianya waktu itu 2 mingu tahun 2011 di RS Budi Kemuliaan. Dengan keluhan waktu itu adalah OS tidak bisa BAB lagi setelah BAB pertama kali dalam 24 jam pertama setelah dilahirkan. Kemudian OS sering kembung perut, perut membesar (+), muntah (-). OS dibawa berobat ke bidan pertama kalinya. Lalu dirujuk ke RS Budi Kemuliaan. OS diberi obat namun perut tetap kembung dan disertai muntah-muntah berwarna kehijauan. Riwayat BAB berdarah (-), BAB berlendir (-), demam (-). Pasien nafsu makan berkurang jika perut mengembung. Berat badan masih bertambah, walaupun tidak banyak. OS dibawa ke RS Budi Kemuliaan dan dilakukan rontgen abdomen dikatakan terjadi penyempitan usus dan dianjurkan operasi saat usia 2 minggu. Lalu OS dioperasi dengan melakukan tindakan colostomy pada tahun 2011.
DIAGNOSIS KERJAHirschsprung’s disease pro operasi
definitif
Pemeriksaan Anjuran Barium Enema Pemeriksaan laboratorium Biopsi all layer
TATALAKSANAOS telah menjalani tindakan pembedahan yang
bersifat sementara sebelum ini yaitu kolostomi. Kini OS direncanakan untuk menjalani pembedahan definitif yaitu dengan prosedur Duhamel. (anastomosis end to side) tanggal 30 Oktober 2012.
Persiapan preoperasi Dilakukan klisma dengan fleet enema rutin 3x sehari Dilakukan spoeling dengan NaCl 9% rutin 3x sehari Kedua-dua ini dilakukan secara rutin 3x sehari selama 3
hari sebelum hari pembedahan. 1 jam sebelum pembedahan dilakukan injeksi cefotaxim
300mg (iv)*sentiasa awasi Tanda-tanda Vital pasien.
POST OPERASI HARI KE-1Pemeriksaan pasien 31/10/2012
S: OS kelihatan rewel, badan dirasakan hangat, muntah(-), batuk (+), pilek (-), sesak (+) terlihat tadi malam. BAK normal, lancar. BAB (-).
O: Nadi :120x/menit
Suhu : 38.8°c
OS masih terpasang drain lewat anus : beg drain masih kosong
A: post operasi penutupan kolostomi
P: cefotaxim 2x300
Ketorolac 1 ampul
Farmadol 3x100cc
Nebulizer Combivent 4x1/6 jam
Cefofenazon/sulbactam 3x500g
Jam 14.00 : OS dilaporkan gawat, OS mengalami kejang-kejang, sesak nafas, nadi : 120x/menit, suhu: 39.1°c. Lalu OS dimasukkan ke unit rawatan rapi (ICU)
Jam 5.00 pagi (1/11/12) : OS dilaporkan meninggal kerana tidak bisa mengatasi kondisi kritikal akibat bronkopneumonia yang dideritai pasien sebelumnya.
TINJAUAN PUSTAKA
PENDAHULUANHirschsprung Disease (HD) adalah
kelainan kongenital dimana tidak dijumpai pleksus auerbach dan pleksus meissner pada kolon. sembilan puluh persen (90%) terletak pada rectosigmoid, akan tetapi dapat mengenai seluruh kolon bahkan seluruh usus (Total Colonic Aganglionois(TCA)). Tidak adanya ganglion sel ini mengakibatkan hambatan pada gerakan peristaltik sehingga terjadi ileus fungsional dan dapat terjadi hipertrofi serta distensi yang berlebihan pada kolon yang lebih proksimal.(1)
DEFINISIPenyakit hirschprung di karakteristikan sebagai tidak adanya sel
ganglion di pleksus myenterikus (auerbach’s) dan submukosa (meissner’s).(1)
Insidensi:
Penyakit hirschprung dapat terjadi dalam 1:5000 kelahiran. Risiko tertinggi terjadinya Penyakit hirschprung biasanya pada pasien yang mempunyai riwayat keluarga Penyakit hirschprung dan pada pasien penderita Down Syndrome.(1) Rectosigmoid paling sering terkena sekitar 75% kasus, flexura lienalis atau colontransversum pada 17% kasus. Anak kembar dan adanya riwayat keturunan meningkatkan resiko terjadinya penyakit hirschsprung. Laporan insidensi tersebut bervariasi sebesar 1.5 sampai17,6% dengan 130 kali lebih tinggi pada anak laki dan 360 kali lebih tinggi pada anak perempuan. Penyakit hirschsprung lebih sering terjadi secara diturunkan oleh ibu aganglionosis dibanding oleh ayah. Sebanyak 12.5% dari kembaran pasien mengalami aganglionosis total pada colon (sindroma Zuelzer-Wilson). Salah satu laporan menyebutkan empat keluarga dengan 22 pasangan kembar yang terkena yang kebanyakan mengalami long segment aganglionosis.
ANATOMI & FISIOLOGI USUS BESAR
Saluran pencernaan juga dipengaruhi oleh susunan saraf otonom.
Saraf otonom parasimpatis yaitu: nervus vagus (menginervasi seluruh saluran pencernaan, kecuali kolon bagian akhir) dan nervus pelvicus.
Pengaruh saraf parasimpatis terhadap saluran pencernaan adalah meningkatkan aktivitas saluran pencernaan. Saraf simpatis mempengaruhi saluran pencernaan, menurunkan aktivitasnya
Persarafan motorik spinchter ani interna berasal dari serabut saraf simpatis(N. hipogastrikus) yang menyebabkan kontraksi usus dan serabut saraf parasimpatis (N. splanknicus) yang menyebabkan relaksasi usus.
Sistem syaraf autonomik intrinsik pada usus terdiri dari 3 pleksus : (1) Pleksus Auerbach : terletak diantara lapisan otot sirkuler dan
longitudinal, (2) Pleksus Henle : terletak disepanjang batas dalam otot sirkuler, (3) Pleksus Meissner : terletak di sub-mukosa. Pada penderita penyakit Hirschsprung, tidak dijumpai ganglion pada ke-
3 pleksus tersebut.
ETIOLOGIPenyakit Hirschsprung disebabkan
karena kegagalan migrasi sel-sel saraf parasimpatis myentericus dari cephalo ke caudal. Sehingga sel ganglion selalu tidak ditemukan dimulai dari anus dan panjangnya bervariasi ke proksimal.
EMBRIOLOGIS Naural crest bermigrasi dari cranial ke caudal.
Proses migrasi ini berlangsung dalam 12 minggu, tetapi migrasi dari colon transversum ke anus butuh waktu 4 minggu.
Jika terjadi gangguan pada migrasi ini, maka bagian distal dari usus tidak akan mendapat persarafan ini (parasimpatik), akibatnya saraf simpatik aktif sehingga tonus otot meningkat terjadi obstruksi.
Disamping itu ada juga teori yang mengatakan migrasi sel neural crest dipandu oleh glikoprotein dan jika glikoprotein ini terganggu migrasi sel neural juga terganggu. Teori ini dikenal dengan teori hostile environment danimmunology.
a) Ketiadaan sel-sel ganglion Ketiadaan sel-sel ganglion pada lapisan submukosa (Meissner)
dan pleksusmyenteric (Auerbach) pada usus bagian distal merupakan tanda patologis untuk Hirschsprung’s disease.
Okamoto dan Ueda kegagalan migrasi dari sel-sel neural crest vagal servikal dari esofagus ke anus pada minggu ke 5 smpai 12 kehamilan.
Teori terbaru mengajukan bahwa neuroblasts mungkin bisa ada namun gagal untk berkembang menjadi ganglia dewasa yang berfungsi atau bahwa mereka mengalami hambatan sewaktu bermigrasi atau mengalami kerusakan karena elemen-elemen didalam lingkungn mikro dalam dinding usus.
Faktor-faktoryang dapat mengganggu migrasi, proliferasi, differensiasi, dan kolonisasi dari sel-sel ini mungkin terletak pada genetik, immunologis, vascular, atau mekanisme lainnya.
b) Mutasi pada RET Proto-oncogene Mutasi pada RET proto-oncogene
lokasi : kromosom 10q11.2 Mutasi RET hilangnya sinyal pada tingkat molekular
yang diperlukan dalam pertubuhan sel dan diferensiasi ganglia.
Gen lainnya yang rentan untuk Hirschsprung’s disease : endothelin-B receptor gene (EDNRB) yang berlokasi pada
kromososm 13q22 sinyal dari gen ini diperlukan untuk perkembangan dan pematangan sel-sel neural crest yang mempersarafi colon..
Endothelian-3 gene baru-baru ini telah diajukan sebagai gen yang rentan juga. Defek dari mutas igenetik ini adalah mengganggu atau menghambat pensinyalan yang penting untuk perkembangan normal dari sistem saraf enterik.
Kelainan dalam lingkungan o Kelainan dalam lingkungan mikro pada dinding usus dapat
mencegah migrasi sel-sel neural crest normal ataupun diferensiasinya. Suatu peningkatan bermakna dari antigen major histocompatibility complex (MHC) kelas 2 telah terbukti terdapat pada segmen aganglionik dari usus pasien dengan Hirschsprung’s disease, namun tidak ditemukan pada usus dengan ganglionik normal pada kontrol, mengajukan suatu mekanisme autoimun pada perkembangan penyakit ini.
Matriks Protein Ekstraseluler o Matriks protein ekstraseluler adalah hal penting dalam
perlekatan sel dan pergerkan dalam perkembangan tahap awal. Kadar glycoproteins laminin dan kolagen tipe IV yang tinggi alam matriks telah ditemukan dalam segmen usus aganglionik. Perubahan dalam lingkungan mikro ini didalam usus dapat mencegah migrasi sel-sel normal neural crest dan memiliki peranan dalam etiologi dari Hirschsprung’s disease.
PATOGENESIS 3 dasar :
Aganglionosis Hipoganglionosis Disganglionosis
Prinsip: Spasme pada distal colon dan sphincter anus
internal obstruksi Bagian yang abnormal mengalami kontraksi di
segmen distal sehinnga bagian yang normal mengalami dilatasi.
TIPE HIRSCHSPRUNG’S DISEASE
Ultra short segment: Ganglion tidak ada pada bagian yang sangat kecildari
rectum. Short segment:
Ganglion tidak ada pada rectum dan sebagian kecil daricolon.
Long segment: Ganglion tidak ada pada rectum dan sebagian besar colon.
Very long segment: Ganglion tidak ada pada seluruh colon dan rectumdan
kadang sebagian usus kecil.
DIAGNOSIS GEJALA KLINIS
Bayi baru lahir
•Gejala kardinal•Terlambatnya pasase kemonium pada 24 jam pertama kehidupan.•Distensi abdomen•muntah•Muncul gejala biasanya pada 24 pertama kehidupan.•Dapat juga timbu gejala diare enterocolitis. (biasanya ditemukan pada bayi yg kurang 3 bulan)
Anak yang lebih besar
•Kegagalan pertumbuhan•Kesulitan makan•Distensi abdomen yang kronis•Riwayat konstipasi.
PEMERIKSAAN PENUNJANG DIAGNOSTIK UTAMA
Foto polos abdomen: loop usus yang distensi dengan tidak adanya udara pada rektum
Barium enema: bagian proksimal usus yang mempunyai ganglion mengalami distensi terlihat gambaran zona transisi. (kaliber)
Posisi lateral dari pemeriksaan barium enema sangat penting : untuk melihat dilatasi dari rektum secara optimal.
Tipe long segment: diagnosis radiologis sangat sulit. Tidak ada zona transisi dan kolon mungkin terlihat normal.
FOTO BARIUM ENEMA
Pandangan dari lateral
gambaran zona transisi.
ANORECTAL MANOMETRY Digunakan untuk mendiagnosis
penyakit hirschsprung Untuk menetukan kekuatan
otot dari anus dan rectum. gejala yang ditemukan
kegagalan relaksasi sphincter ani interna ketika rectum dilebarkan dengan balon.
Keuntungan dapat segera dilakukan dan pasien bisa langsung pulang karena tidak dilakukan anestesi umum.
Metode ini lebih sering dilakukan pada pasien yang lebih besar dibandingkan pada neonatus.
BIOPSY RECTAL “GOLD STANDARD” menggunakan suction khusus untuk
biopsy rectum. pengambilan sample biasanya diambil
2 cm diatas linea dentate juga mengambil sample yang normal
jadi dari yang normal ganglion hingga yang aganglionik.
Metode ini biasanya harus menggunakan anestesi umum karena contoh yang diambil pada mukosa rectal lebih tebal.(1)
Tujuan : untuk melihat ganglion pleksus submukosa meisner, apakah terdapat ganglion atau tidak.
Pada penyakit hirschprung ganglion ini tidak ditemukan.
DIAGNOSIS BANDING
OBSTRUKSI MEKANIK OBSTRUKSI FUNGSIONAL
Meconium ileus
- Simple
- Complicated (with meconium cyst or
peritonitis)
Meconium plug syndrome
Neonatal small left colon syndrome
Malrotation with volvulus
Incarcerated hernia
Jejunoileal atresia
Colonic atresia
Intestinal duplication
Intussusception
NEC
Sepsis
Intracranial hemorrhage
Hypothyroidism
Maternal drug ingestion or addiction
Adrenal hemorrhage
Hypermagnesemia
Hypokalemia
DD dari hirschsprung harus meliputi seluruh kelainan dengan obstruksi pada distal usus kecil dan kolon:
PENATALAKSANAAN OPERATIF
Tindakan operatif tergantung pada jenis segmen yang terkena.
a.Tindakan Bedah Sementarab.Tindakan Bedah Definitif
Tindakan bedah sementara kolostomi pada usus yang memiliki
ganglion normal paling distal. Tujuan: -menghilangkan obstruksi usus
-mencegah enterokolitis Manfaat lain dari kolostomi
menurunkan angka kematian pada saat dilakukan tindakan bedah definitif
mengecilkan kaliber usus pada penderita penyakit Hirschsprung yang telah besar sehingga memungkinkan dilakukan anastomosis.
Tindakan dekompresi kolostomi di kolon berganglion normal yang paling distal merupakan tindakan bedah pertama yang harus dilakukan.
Kolostomi tidak dikerjakan bila dekompresi secara medik berhasil dan direncanakan bedah definitif langsung.
Obstruksi dihilangkan dengan dekompresi, yaitu: pasang NGT, Rectal tube + bilasan kolon dengan NaCl 0,9
hangat colostomy pada daerah ganglionik.
Kolostomi dikerjakan pada : neonates, anak atau pasien dewasa yang lambat
terdiagnosis pasien dengan enterokolitis berat dengan
keadaan umum yang jelek
TINDAKAN BEDAH DEFINITIF Ada beberapa cara tindakan pembedahan
yang dapat digunakan untuk tindakan bedah definitif antara lain : teknik Swenson Teknik Duhamel, teknik Soave
Prosedur swensono Orvar swenson dan Bill (1948) : yang mula-mula
memperkenalkan operasi tarik terobos (pull-through) o Pada dasarnya, operasi yang dilakukan :
rektosigmoidektomi dengan preservasi spinkter ani. o Dengan meninggalkan 2-3 cm rektum distal dari linea
dentata, sebenarnya adalah meninggalkan daerah aganglionik, sehingga dalam pengamatan pascaoperasi masih sering dijumpai spasme rektum yang ditinggalkan.
o Oleh sebab itu Swenson memperbaiki metode operasinya (tahun 1964) dengan melakukan spinkterektomi posterior, yaitu dengan hanya menyisakan 2cm rektum bagian anterior dan 0,5-1 cm rektum posterior.
Prosedur Swenson dimulai dengan approach ke intra abdomen melakukan biopsi eksisi otot rektum, diseksi rektum ke bawah hingga dasar
pelvik dengan cara diseksi serapat mungkin ke dinding rektum,kemudian bagian distal rektum diprolapskan melewati saluran anal kedunia luar sehingga saluran anal menjadi terbalik,
selanjutnya menarik terobos bagian kolon proksimal (yang tentunya telah direseksi bagian kolon yang aganglionik) keluar melalui saluran anal.
Dilakukanpemotongan rektum distal pada 2 cm dari anal verge untuk bagian anterior dan 0,5-1 cm pada bagian posterior,
selanjunya dilakukan anastomose end to end dengan kolon proksimal yang telah ditarik terobos tadi.
Anastomose dilakukan dengan 2 lapis jahitan, mukosa dan sero-muskuler. Setelah anastomose selesai, usus dikembalikan ke kavumpelvik/ abdomen.
Selanjutnya dilakukan reperitonealisasi, dan kavum abdomen ditutup (Kartono,1993; Swenson dkk,1990).
Prosedur Duhamel Prosedur ini diperkenalkan Duhamel tahun 1956 untuk
mengatasi kesulitan diseksi pelvik pada prosedur Swenson.
Prinsip dasar : menarik kolon proksimal yang ganglionik ke arah anal melalui
bagian posterior rektum yang aganglionik, menyatukan dinding posterior rektum yang aganglionik dengan
dinding anterior kolon proksimal yang ganglionik sehingga membentuk rongga baru dengan anastomose end to side.
Prosedur Duhamel asli memiliki beberapa kelemahan,: sering terjadi stenosis, inkontinensia dan pembentukan
fekaloma di dalam puntung rektum yang ditinggalkan apabila terlalu panjang.
Oleh sebab itu dilakukan beberapa modifikasi prosedur Duhamel diantaranya:
a) Modifikasi Grob (1959) : Anastomosis dengan pemasangan 2 buah klem melalui sayatan endoanal setinggi 1,5-2,5 cm, untuk mencegah inkontinensia;
b) Modifikasi Talbert dan Ravitch: Modifikasi berupa pemakaian stapler untuk melakukan anastomose side to side yang panjang;
c) Modifikasi Ikeda: Ikeda membuat klem khusus untuk melakukan anastomose, yang terjadi setelah 6-8 hari kemudian;
d) Modifikasi Adang: Pada modifikasi ini, kolon yang ditarik transanal dibiarkan prolaps sementara. Anastomose dikerjakan secara tidak langsung, yakni pada hari ke-7-14 pasca bedah dengan memotong kolon yang prolaps dan pemasangan 2 buah klem; kedua klem dilepas 5 hari berikutnya. Pemasangan klem disini lebih dititikberatkan pada fungsi hemostasis.
Prosedur Soave Prosedur ini sebenarnya pertama sekali
diperkenalkan Rehbein tahun1959 untuk tindakan bedah pada malformasi anorektal letak tinggi.
Namun oleh Soave tahun 1966 diperkenalkan untuk tindakan bedah definitive Penyakit Hirschsprung.
Tujuan utama dari prosedur Soave ini adalah membuang mukosa rektum yang aganglionik, kemudian menarik terobos kolon proksimal yang ganglionik masuk kedalam lumen rektum yang telah dikupas tersebut.
Prosedur Rehbein Prosedur ini tidak lain berupa deep anterior
resection, dimana dilakukan anstomose end to end antara usus aganglionik dengan rectum pada level otot levator ani (2-3 cm diatas anal verge), menggunakan jahitan1 lapis yang dikerjakan intraabdominal ekstraperitoneal. Pasca operasi,sangat penting melakukan businasi secara rutin guna mencegah stenosis.
KOMPLIKASI Komplikasi utama dari semua prosedur diantaranya :
enterokolitis postoperatif, konstipasi striktur anastomosis.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, hasil jangka panjang dengan menggunakan 3 prosedur sebanding dan secara umum berhasil dengan baik bila ditangani oleh tangan yang ahli.
Setelah operasi pasien-pasien dengan penyakit hirschprung biasanya berhasil baik, walaupun terkadang ada gangguan buang air besar. Sehingga konstipasi adalah gejala tersering pada pasca operasi
PROGNOSISTerdapat perbedaan hasil yang didapatkan pada
pasein setelah melaui proses perbaikan penyakit Hirschsprung secara definitive. Beberapa peneliti melaporkan tingkat kepuasan tinggi, sementara yang lain melaporkan kejadian yang signifikan dalam konstipasi dan inkontinensia. Belum ada penelitian prospektif yang membandingkan antara masing-masing jenis operasi yang dilakukan. Kurang lebih 1% dari pasien dengan penyakit Hirschsprung membutuhkan kolostomi permanen untuk memperbaiki inkontinensia.Umumnya, dalam 10 tahun follow up lebih dari 90% pasien yang mendapat tindakan pembedahan mengalami penyembuhan. Kematian akibat komplikasi dari tindakan pembedahan pada bayi sekitar 20%.
SEKIAN..THANK YOU…