107
1 HEMATOLOGI Fungsi utama eritrosit adalah mengangkut O 2 ke jaringan dan mengembalikan CO 2 dari jaringan ke paru. Untuk melaksanakan tugas ini eritrosit mengandung hemoglobin. Eritrosit mempunyai diameter kurang lebih 7,8 µm dan ketebalan 1 µm sampai 2,5 µm volume rata-rata 90 sampai 95 µm 3 tidak mengandung inti sel dan organel-organel sitoplasma lain, berbentuk cakram-bikonkaf, umur eritrosit kurang lebih 120 hari. Pembentukan eritrosit (eritropoisis) selama pertengahan trimester pertama kehamilan terutama di hepar, kemudian fase berikutnya sampai janin lahir sumsum tulang merupakan organ utama produsen eritrosit (Guyton, 2006). Pengaturan eritropoesis berdasarkan mekanisme umpan balik, prosesnya akan menurun bila kadar eritrosit dalam sirkulasi meningkat diatas normal dan sebaliknya prosesnya meningkat jika terjadi anemia. Untuk melewati berulang-uleng mikrosirkulasi yang diameter 3,5 µ serta menjaga hemoglobin dalam keadaan tereduksi serta untuk mempertahankan keseimbangan osmotik walaupun terdapat konsentrasi protein yang tinggi dalam sel, maka eritrosit bersifat lentur dan berbentuk bikonkaf (Ganong, 2005; Guyton, 2006). H em atopoiesis pem bentukan dan pem atangan sel-seldarah Asal:selinduk pluripotensial diferensiasi s.i.lim foid s.i.m ieloid sel-selprogenitor proliferasi m aturasi seldew asa tertentu sirkulasidalam darah Tem patproses : Yolk sac H ati& lim pa Sutul Oksigen merupakan faktor utama yang merangsang proses pembentukan eritrosit (eritropoisis). Kemampuan fungsional sel untuk memtransport oksigen ke jaringan berhubungan dengan kebutuhan oksigen jaringan. Setiap keadaan yang menyebabkan jumlah oksigen yang ditranspot ke jaringan Modul 4 Blok 11 Thanty |

hematologi

Embed Size (px)

DESCRIPTION

hematologi

Citation preview

Page 1: hematologi

1

HEMATOLOGI

Fungsi utama eritrosit adalah mengangkut O2 ke jaringan dan mengembalikan CO2 dari jaringan ke

paru. Untuk melaksanakan tugas ini eritrosit mengandung hemoglobin. Eritrosit mempunyai diameter kurang

lebih 7,8 µm dan ketebalan 1 µm sampai 2,5 µm volume rata-rata 90 sampai 95 µm3 tidak mengandung inti

sel dan organel-organel sitoplasma lain, berbentuk cakram-bikonkaf, umur eritrosit kurang lebih 120 hari.

Pembentukan eritrosit (eritropoisis) selama pertengahan trimester pertama kehamilan terutama di hepar,

kemudian fase berikutnya sampai janin lahir sumsum tulang merupakan organ utama produsen eritrosit

(Guyton, 2006).

Pengaturan eritropoesis berdasarkan mekanisme umpan balik, prosesnya akan menurun bila kadar

eritrosit dalam sirkulasi meningkat diatas normal dan sebaliknya prosesnya meningkat jika terjadi anemia.

Untuk melewati berulang-uleng mikrosirkulasi yang diameter 3,5 µ serta menjaga hemoglobin dalam

keadaan tereduksi serta untuk mempertahankan keseimbangan osmotik walaupun terdapat konsentrasi

protein yang tinggi dalam sel, maka eritrosit bersifat lentur dan berbentuk bikonkaf (Ganong, 2005; Guyton,

2006).

Hematopoiesispembentukan dan pematangan sel-sel darahAsal: sel induk pluripotensial diferensiasi

s.i.limfoid s.i.mieloid

sel-sel progenitor

proliferasi

maturasi

sel dewasa tertentusirkulasi dalam darah

Tempat proses :Yolk sacHati & limpaSutul

Oksigen merupakan faktor utama yang merangsang proses pembentukan eritrosit (eritropoisis).

Kemampuan fungsional sel untuk memtransport oksigen ke jaringan berhubungan dengan kebutuhan oksigen

jaringan. Setiap keadaan yang menyebabkan jumlah oksigen yang ditranspot ke jaringan berkurang akan

meningkatkan kecepatan pembentukan eritrosit. Keadaan-keadaan itu adalah tekanan oksigen atmosfer

rendah pada ketinggihan tertentu, penyakit kardio-pulmonal, volume darah yang rendah, konsentrasi

haemoglobin (anemia) dan affinitas oksigen. Produksi eritrosit diatur oleh hormon eritropoietin suatu

glikoprotein yang diproduksi oleh sel peritubuler pada ginjal dan sisanya oleh hepar. Bila ginjal mengalami

hipoksia jaringan, suatu enzim eritrogenik dikeluarkan ke sirkulasi. Enzim ini merubah globulin plasma

menjadi eritropoietin yang merangsang produksi eritrosit pada sumsum tulang. Pada keadaan anemia,

sumsum tulang dengan segera mulai membentuk eritrosit dalam jumlah besar. Demikian juga pada keadaan

hipoksia, jumlah oksigen untuk ditransport ke jaringan tidak mencukupi hal ini mengakibatkan peningkatan

produksi eritrosit (Guyton, 2006).

Modul 4 Blok 11 Thanty |

Page 2: hematologi

2

Gambar Gambar Hematopoisis (Guyton, 2006).

Sintesa hemoglobin dimulai dalam tahap proeritroblas dan kemudian dilanjutkan pada stadium

retikulosit, karena ketika retikulosit meninggalkan sumsum tulang dan masuk ke aliran darah, retikulosit

membentuk sedikit hemoglobin. Pembentukan hemoglobin diawali dengan suksinil-KoA, yang dibentuk

dalam siklus krebs akan berikatan dengan glisin untuk membentuk molekul pirol. Kemudian empat pirol

bergabung untuk membentuk protoporfirin IX, yang kemudian bergabung dengan besi untuk membentuk

molekul heme. Setiap molekul heme bergabung dengan rantai polipeptida panjang, yang disebut globin, yang

disintesa oleh ribosom, membentuk suatu subunit hemoglobin yang disebut rantai hemoglobin. Keempat

molekul ini berikatan satu sama lain secara longgar membentuk hemoglobin yang lengkap (Guyton, 2006).

Trombosit (platelet) merupakan fragmen atau potongan kecil sel bentuk bulat kecil / cakram oval

dengan diameter 2 – 4 μm, tdk berinti, bergranula, vesicle (+), dan memiliki microtubule dan mitochondria.

Jumlah di sirkulasi 150.000 – 450.000 / uL dan usia pada pembuluh darah 8 – 12 hari. Fungsi utama

berperan pada proses hemostasis yaitu mekanisme tubuh untuk mempertahankan agar darah tetap cair dan

berada dalam sirkulasi. Dibentuk pada sumsum tulang dari megakariosit. Pada permukaan membran sel

terdapat lapisan glikoprotein sehingga trombosit tidak melekat pada endotel, tapi dapat melekat pada dinding

pembuluh atau endotel yang terluka atau pada jaringan kolagen bagian dalam pembuluh darah yg terbuka.

Membran juga mengandung fosfolipid sbg aktivator pembekuan. Dalam sitoplasmanya terdapat faktor-faktor

aktif seperti aktin dan miosin (protein kontraktil), tromboplastin, endoplasma dan apparatus golgi yang

mensintesis berbagai enzim, prostaglandin, protein “faktor stabilisasi fibrin” dan faktor pertumbuhan dan

untuk menyimpan ion Ca2+, mitochondria mampu membentuk ATP.

Modul 4 Blok 11 Thanty |

Page 3: hematologi

3

Hemostasis adalah penghentian perdarahan dari suatu pembuluh darah yang rusak. Mekanisme

hemostasis inheren dalam keadaan normal mampu menambal kebocoran dan menghentikan

perdarahanmelalui kerusakan kecil di kapiler, arteriol dan venula. Hemostasis melibatkan 3 langkah utama :

1. Spasme vaskuler.

2. Pembentukan sumbatan trombosit.

3. Koagulasi darah.

Spasme vaskuler dapat mengurangi aliran darah ke pembuluh darah yang cedera. Mekanisme spasme

Pembuluh darah karena reflex saraf ok rasa nyeri / impuls dari pembuluh darah yang rusak, spasme

miogenik setempat, faktor humoral setempat dari jaringan yang kena trauma dan trombosit darah melepas

tromboksan A2, vasokonstriktor (serotonin, epinefrin dan tromboksan A2).

Pembentukan sumbatan trombosit karena sel trombosit melekat pada endotel pembuluh darah yang

rusak, sumbatan ini berfungsi membentuk agregat yang dapat memperkuat sumbatan yang longgar,

pengeluaran vasokonstriktor yang dapat memperkuat spasme dan mengeluarkan zat kimia yang dapat

meningkatkan koagulasi darah. Pada pembuluh darah yang luka trombosit bengkak irreguler dengan tonjolan

kemudian terjadi kontraksi protein kontraktil ® pelepasan granula-granula dengan faktor aktif ® trombosit

lengket pada luka ® keluar ADP & tromboksan A2 ® aktifkan trombosit lain ® saling melekat ® sumbat

trombosit benang-benang fibrin ® sumbat rapat kuat.

 Pembentukan koagulasi darah atau pembekuan darah adalah transformasi darah dari cairan menjadi

gel padat. Waktu koagulasi darah pada trauma hebat dalam waktu 15 – 30 menit sedang trauma kecil

terbentuk dalam waktu 1 – 2 jam. Prosesnya pembuluh darah rusak akan mengeluarkan zat activator

sehingga trombosit dan protein darah melekat pada dinding pembuluh darah setelah 3 – 6 menit diisi oleh

bekuan darah dan setelah 20 menit – 1 jam terjadi retraksi bekuan terutama oleh trombosit sehingga terjadi

penutupan luka. Proses berikutnya terjadi pembentukan jaringan ikat melalui 2 proses bekuan diinvasi oleh

fibroblast ® membentuk jaringan ikat pada seluruh bekuan dan penghancuran bekuan oleh aktivasi zat

khusus dalam bekuan bila bekuan itu luas.

  Mekanisme pembekuan darh tergantung dari keseimbangan pro koagulan dan anti koagulan. Pada

keadaan normal antikoagulan banyak dominan dari pada koagulan sehingga darah tidak membeku. Tetapi

jika terjadi kerusakan pembuluh darah prokoagulan teraktivasi sehingga lebih aktif sehingga terjadi

pembekuan darah.

3 Langkah Pembekuan darah :

1. Rangkaian reaksi kimiawi kompleks dengan lebih dari 12 faktor pembekuan sehingga terbentuk

komplek substansi, teraktivasinya activator protrombin sebagai respon terhadap rupturnya pembuluh

darah / kerusakan darah.

2. Aktivator protrombin : mengkatalisa perubahan protrombin menjadi trombin.

3. Trombin sebagai enzim, mengubah fibrinogen menjadi benang-benang fibrin yang merangkai

trombosit sel darah dan plasma membentuk bekuan.

Modul 4 Blok 11 Thanty |

Page 4: hematologi

4

GANGGUAN PADA HEMATOPOIESIS

A. ERITROPOIESIS

adalah proses pembentukan eritrosit.Apabila eritrositnya kurang akan menyebabkan anemia. Jika berlebih,

akan menyebabkan polisitemia. Polisitemia ada dua yaitu

polisitemia primer yang disebut juga vera (PV). Polisitemia primer berkaitan dengan MPD (myeloid

poliferasi disease).

polisitemia sekunder.

B. GRANULOPOIESIS

Merupakan proses pembentukan granula, disebut juga proses pembentukan leukosit.Apabila pembentukan

ini kurang, akan menyebabkan leukopeni. Jika pembentukan berlebih, akan menyebabkan leukositosis.

Leukositosis dapat disebabkan oleh infeksi, reaksi leukomoid, dan keganasan.

Leukositosis akibat keganasan sering disebut leukemia.

Leukimia ini dibedakan lagi jadi akut dan kronik.

Leukimia akut dibedakan jadi ALL dan AML. Leukemia kronik juga dibedakan jadi CLL dan CML.

C. TROMBOPOIESIS

Yaitu proses pembentukan thrombosis. Jika kekurangan akan menyebabkan trombositopenia.Keadaan

trombositopenia dapat menyebabkan terjadinya perdarahan. Keadaan ini juga ditemukan pada demam

berdarah dan demam thypoid.

Jika trombosis berlebihan akan menyebabkan trombositosis.

Trombositosis ini juga dibedakan lagi jadi primer dan sekunder. Untuk yang primer (trombositemia)

berkaitan dengan MPD juga.

Jadi jika kekurangan akan terjadi perdarahan dan jika kelebihan akan ada hiperkoagulasi.

Hiperkoagulasi ini kaitannya dengan penyakit stroke, varises, dll

D. GANGGUAN HEMOSTATIS

Hemofli, DIC (disease intramuscular coagulasi), DVT, PAD, dll

E. KEGANASAN HEMATOLOGI

Leukimia

Limfoma maligna. Disebut juga kanker kelenjar getah bening. Ditandai dengan adanya pembesaran

kelenjar getah bening, misal di leher.

Gamopatia monoclonal (kanker sel plasma) karena diskrasia sel plasma. Pada penyakit ini dikenal

MGUS (monoclonal gamopathy of unknown significance), mulitiple myeloma, plasmositoma.

Modul 4 Blok 11 Thanty |

Page 5: hematologi

5

ANEMIA DEFISIENSI BESI (FE)

DEFINISI

Anemia adalah keadaan dimana jumlah sel darah merah di dalam tubuh kurang dari normal, atau sel darah

merah kurang mengandung hemoglobin. Hemoglobin, yaitu protein yang banyak mengandung zat besi dan

menyebabkan warna merah pada darah, berfungsi membawa oksigen dari paru-paru ke seluruh bagian tubuh.

Ada beberapa jenis anemia, tetapi yang paling sering dijumpai adalah anemia defisiensi besi.

• Termasuk:

Anemia hipokrom mikrositer

Anemia hipokrom idiopati

EPIDEMIOLOGI

Diperkirakan 30% penduduk dunia menderita anemia dan lebih dari 50% penderita ini adalah ADB

dan terutama mengenai bayi,anak sekolah, ibu hamil dan menyusui. Di Indonesia masih merupakan masalah

gizi utama selain kekurangaan kalori protein, vitamin A dan yodium. Penelitian di Indonesia mendapatkan

prevalensi ADB pada anak balita sekita 30-40%, pada anak sekolah 25-35% sedangkan hasil SKRT 1992

prevalensi ADB pada balita sebesar 55,5%. ADB mempunyai dampak yang merugikan bagi kesehatan anak

berupa gangguan tumbuh kembang, penurunan daya tahan tubuh dan daya konsentrasi serta kemampuan

belajar sehingga menurunkan prestasi belajar di sekolah.

ETIOLOGI

Pada anemia defisiensi besi, tubuh tidak mempunyai cukup zat besi untuk membentuk hemoglobin.

Kurangnya hemoglobin menyebabkan oksigen yang mampu diantarkan oleh sel darah merah ke seluruh

tubuh juga menjadi lebih sedikit. Tubuh memperoleh zat besi dari makanan. Makanan yang banyak

mengandung zat besi antara lain adalah daging dan kerang-kerangan, juga makanan dengan tambahan zat

besi. Suplai zat besi yang cukup dan berkesinambungan sangat penting untuk membentuk hemoglobin dan

sel darah merah yang normal.Rendahnya kadar zat besi dalam tubuh setidaknya dapat disebabkan oleh tiga

hal, antara lain :

Perdarahan, baik karena suatu penyakit atau karena cedera.

Makanan yang dimakan sehari-hari kurang mengandung zat besi.

Zat besi yang dikonsumsi tidak mampu diserap oleh usus.

Anemia defisiensi besi juga dapat terjadi saat tubuh membutuhkan lebih banyak zat besi, misalnya

selama kehamilan.Gejala anemia defisiensi besi dapat ringan, sedang, bahkan berat. Pada kasus yang ringan,

terkadang tidak timbul gejala. Sedangkan pada kasus yang berat dapat menyebabkan kelelahan atau

kelemahan yang berlebihan. Anemia defisiensi besi yang berat juga dapat menyebabkan gangguan yang

serius pada anak-anak atau wanita hamil.Pada anak-anak dapat timbul bising jantung dan gangguan tumbuh

kembang. Selain itu anak menjadi rentan terkena infeksi dan mengalami gangguan perilaku.Pada wanita

Modul 4 Blok 11 Thanty |

Page 6: hematologi

6

hamil, anemia defisiensi besi dapat meningkatkan risiko bayi lahir prematur atau lahir dengan berat badan

rendah.

Penyakit ini dapat disebabkan oleh beberapa hal misalnya :

1. Kehilangan darah, yang kronis dari uterus atau dari traktus gastrointestinalis, varises eosfagus, hiatus

hernia, ulkus peptikum, minum aspirin, gastrektomi persial, karsinoma lambung (saekum), kolon (rektum),

cacing tambang angiodisplasia, kolitis, wasir, divertikulosis, serta perdarahan haid. Kebutuhan akan besi

meningkat selama masa bayi, remaja, kehamilan dan laktasi pada wanita yang menstruasi bertanggung jawab

terhadap seringnya defesiensi besi laten (kosongnya cadangan besi tanpa anemia) dan terhadap resiko tinggi

pada golongan khusus ini untuk menderita anemia.

2. Kebutuhan meningkat , pada saat bayi baru lahir mempunyai cadangan besi yang diambil dari pemecahan

sel darah yang berlebihan. Dari 3 sampai 6 bulan terdapat kecenderungan untuk keseimbangan besi negatif

disebabkan karena pertumbuhan. Pada kehamilan dimana lebih banyak besi dibutuhkan untuk bertambahnya

sel darah merah ibu sekitar 35, pemindahan 300 mg besi ke janin, dan karena kehilangan darah pada

persalinan. juga pada prematuritas.

3. Malabsorpsi, seorang pria dewasa normal dapat menderita anemia defesiensi besi semata-mata disebabkan

diet buruk atau malabsorpsi yang menyebabkan tak ada masuk (intake) besi sama sekali, dalam praktek

klinis, intake yang tidak cukup atau malabsorpsi jarang merupakan satu-satunya penyebab anemia defesiensi

besi. Walaupun demikian, penyakit “coeliac”. gastrektomi parsial atau total dan gastritis atrofi, dapat

mengarahkan defesiensi besi.

4. Diet buruk, diet berkualitas rendah, sebagian besar sayur-sayuran yang dimakan pada banyak negara

terbelakang dapat juga menghasilkan latar belakang defesiensi besi laten.

Tubuh orang normal dewasa mengandung sekitar 4.000 mg besi. Sekitar 60% total dari besi ini ada dalam

sirkulasi darah, dimana 1 ml sel darah merah mengandung sekitar 1 mg besi. Sisa besi tersebut disimpan

sebagai ferritin atau hemosiderin, terutama di dalam hati dan sel retikuloendotelial dari sumsum tulang.

Tiap hari, 20-25 ml sel darah merah dirombak sebagai hasil normal penuaan sel darah. Selama proses ini

berlangsung sekitar 1 mg besi hlang dan diekskresikan melalui urine, saluran empedu, dan sekresi lain.

Sisanya 19 sampai 24 mg besi digunakan kembali untuk produksi lebih banyak hemoglobin dalam formasi

baru sel darah merah. Orang dewasa normal menyerap 5-10% besi dalam dietnya. Ini menyediakan 1 sampai

2 mg perhari dan mengganti kerugian untuk kebutuhan normal sehari-hari yang hilang selama pergantian sel

darah.

Dari diskusi ini dapat dilihat, kalau ada kebutuhan terhadap peningkatan kebutuhan besi pada bayi,

kehamilan, atau kehilangan darah berlebihan, anemia defesinsi besi tidak akan terjadi. Saat defesiensi besi

terjadi ia berkembang dalam tiga tahap yaitu :

1. Langkah pertama, yaitu pengosongan besi ketika besi sedang digunakan oleh sel darah merah pada

kecepatan yang tinggi (selama masa pertumbuhan dan perdarahan) dan diet (intake) besi tidak cukup untuk

menjaga dengan meningkatnya penggunaan. Besi yang disimpan kemudian akan diperlukan.

Modul 4 Blok 11 Thanty |

Page 7: hematologi

7

2. Defesiensi besi eritropoiesis lalu mengambil tempat, dimana penyimpanan besi menjadi kehabisan tenaga

dan anemia tidak akan muncul

3. Anemia defesiensi besi, lalu berhasil, dimana masukannya tidak memenuhi tuntutan tempat penyimpanan

dikosongkan dan anemia muncul serta dapat dideteksi.

Manifestasi utama dari defesiensi besi adalah anemia yang karakteristik. Sel darah merahnya kecil, pucat dan

bentuknya tidak menentu ; menunjukkan anemia hipokromik mikrositik atau anemia defesiensi besi. Tanda

sumsum sel darah merah mungkin menjadi pucat dan usang dimakan. Di bawah sinar ultraviolet sel

mengalami fluorosensi karena banyak akumulasi porpirin besi yang bebas serta sifatnya yang abnormal.

Dalam defesiensi besi persediaan besi berkurang karena transfer besi dari tempat persediaannya menuju

tanda sel darah. Kehilangan persediaan besi adalah perwujudan klinis defesiensi besi yang sangat penting

sebagai akibat anemia yang mengindikasikan ketiadaan sumsum besi atau terjadi pengurangan jumlah atau

tingkat serum ferritin.

Patogenesis

Perdarahan menahun menyebabkan kehilangan besi sehingga cadangan besi makin menurun. Jika cadangan

besi menurun, keadaan ini disebut iron depleted state atau negative iron balance. Keadaan ini ditandai

dengan turunnya kadar feritin serum, peningkatan absorbsi besi dalam usus, serat pengecatan besi dalam

sumsum tulang negatif. Apabila kekurangan besi berlanjut terus maka cadangan besi menjadi kosong sama

sekali, penyediaan besi untuk eritropoiesis berkurang sehingga menimbulkan gangguan pada bentuk eritrosit,

tapi belum menimbulkan anemia secara klinis. Keadaan ini disebut iron deficiency erythropoiesis. Pada fase

ini, kelainan pertama yang dijumpai adalah peningkatan kadar free protophorphyrin atau zinc

protophorphyrin dalam eritrosit. Saturasi transferin menurun dan total iron binding capacity (TIBC)

meningkat. Akhir-akhir ini parameter yang sangat spesifik adalah peningkatan reseptor transferin dalam

serum. Apabila jumlah besi menurun terus maka eritropoiesis semakin terganggu sehingga kadar hemoglobin

mulai menurun, akibatnya timbul anemia hipokromik mikrositer, disebut sebagai iron deficiency anemia.

Pada saat ini juga terjadi kekurangan besi pada epitel serta pada beberapa enzim yang dapat menimbulkan

gejala pada kuku, epitel mulut dan faring serta berbagai gejala lainnya.

Absorbsi Besi

Besi terdapat pada binatang dan tumbuhan sebagai besi heme dan besi non-heme. Binatang

mengandung kedua bentuk tersebut, tetapi tumbuhan hanya mempunyai besi non-heme.

Efisiensi absorbsi besi heme pada saluran cerna hanya 25-35%, sedangkan besi non-heme adalah 2-

20%. Hal ini menimbulkan pemikiran bahwa kandungan besi tubuh diatur terutama pada tingkat absorbsi.

Besi diabsorbsi pada duodenum sebagai ion ferro (Fe2+) dan heme. Bentuk ion melalui mekanisme

protein transpor metal transmembran, sedangkan mekanisme transpor bentuk heme masih belum diketahui.

Transfer dari sel mukosa ke kapiler bed adalah melalui penggabungan ion ferro kepada protein

transmembran ferroportin-hephaesin.

Modul 4 Blok 11 Thanty |

Page 8: hematologi

8

Metabolisme Besi

Kandungan besi dalam tubuh manusia sebagian besar (duapertiga) terdapat dalam sel darah merah

sebagai pigmen hemoglobin pengikat oksigen yang berfungsi membawa oksigen ke jaringan.

Besi sangat penting dalam transportasi dan keterlibatan oksigen pada berbagai proses biokimia.

Logam ini terdapat dalam tubuh sebagai ferro (Fe2+) atau ferri (Fe3+). Besi mempunyai afinitas terhadap

atom-atom elektronegatif seperti oksigen, nitrogen, dan sulfur. Atom-atom tersebut menyediakan elektron

yang membentuk pengikatan dengan besi.

Pada kondisi fisiologis, besi terdapat dalam bentuk hemeprotein dan nonhemeprotein. Tidak ada

besi bebas dalam serum, kecuali jika terjadi kelebihan besi. Yang termasuk hemeprotein antara lain ialah;

hemoglobin, myoglobin, katalase, peroksidase, triptopan pirolase, prostaglandin sintase, guanilat siklase, NO

sintase, mikrosomal dan sitokrom mitokondria. Nonhemeprotein terdiri dari; transferin, feritin, berbagai

enzim redoks dengan kandungan besi pada situs aktifnya, dan protein besi-sulfur.

Kandungan besi dalam berbagai kompartemen tubuh sangat bervariasi seperti terlihat pada tabel

dibawah ini.

Modul 4 Blok 11 Thanty |

Page 9: hematologi

9

Distribusi besi pada seorang pria dewasa 70-kg (Murray, 2003)

Transferin

Hemoglobin dalam sel darah merah

Myoglobin dan berbagai enzim

Feritin dan hemosiderin

Absorpsi

Kehilangan

3 – 4 mg

2500 mg

300 mg

1000 mg

1 mg/hari

1 mg/hari

Pada wanita dewasa dengan berat badan yang sama, jumlah yang disimpan lebih kurang (100-400

mg) dan kehilangan lebih besar (1,5-2 mg/hari)

Besi diangkut di dalam darah (sebagai Fe3+) oleh apotransferin yang akan membentuk komplek

menjadi transferin. Untuk itu diperlukan ceruloplasmin (enzim yang mengandung tembaga) untuk

mengoksidasi ion Fe2+ menjadi Fe3+. Sistem enzimatik ceruloplasmin-transferin mencegah terbentuknya

lipid peroksida, sehingga bila aktifitas ceruloplasmin terganggu, maka Fe3+-transferin akan menurun dan

terjadi akumulasi ion Fe2+ dalam serum.

Kapasitas total darah mengikat besi, yang terutama disebabkan oleh kandungan transferinnya adalah

lebih kurang 300 μg/dl. Kadar besi total normal dalam serum adalah berkisar antara 50 - 175 μg/dl atau 9 -

31,3 μmol/L.

Kadar transferin serum dapat diukur sebagai Total iron-binding capacity (TIBC). Kadar TIBC

menurun bermakna pada preeklampsia dibanding hamil normal.

Penyimpanan besi terutama adalah dalam hepar, limpa, dan sumsum tulang. Dalam sel-sel ini,

protein apoferitin akan membentuk komplek dengan besi (Fe3+) sehingga disebut feritin. Dalam keadaan

normal feritin intraselular terdapat sebagai nonglikosilasi yang kaya besi dan 60-80% ferritin serum

berbentuk glikosilasi yang rendah besi. Apabila terjadi absorpsi besi berlebihan, maka kelebihan itu akan

disimpan sebagai hemosiderin yang tidak akan mudah dimobilisasi segera. Feritin serum meningkat hampir

lima kali pada preeklampsia daripada hamil normal.

Modul 4 Blok 11 Thanty |

Page 10: hematologi

10

Pengaturan Penyimpanan Besi Tingkat Molekuler

Pengaturan besi tingkat molekuler dilakukan oleh protein reseptor feritin dan transferin. Kontrol

difasilitasi kemampuan besi untuk mengubah stabilitas mRNA. Hal ini terjadi melalui kemampuan

interaksi/non-interaksi pada protein Iron Responsive Element-binding Protein (IREP) yang mempengaruhi

protein reseptor feritin dan transferin. Jika kadar besi dalam sel menurun, jumlah protein reseptor transferin

akan meningkat dan feritin menurun. Bila IREP tidak berhubungan dengan besi, maka IREP tersebut akan

mengikat ujung 5’ mRNA reseptor feritin untuk menghambat translasi. Pada saat yang sama, IREP tanpa

besi juga mengikat ujung 3’ mRNA reseptor transferin untuk mencegah degradasi reseptor transferin.

Sebaliknya, jika besi intraselular tinggi, besi akan mengikat IREP agar tidak berikatan pada mRNA kedua

protein.

Normalnya ekskresi besi hanya melalui peristiwa pengelupasan jaringan jika tidak digunakan lagi,

yaitu; sel-sel mukosa epidermis dan gastrointestinal.

GAMBARAN KLINIK

Bila defesiensi besi berkembang, cadangan RE (hemosiderin dan ferritin) menjadi kosong sama sekali

sebelum anemia terjadi. Pada stadium dini biasanya, tidak ada abnormalitas klinis, pasien mungkin

mengalami gejala dan tanda umum anemia dan juga memperlihatkan glosistis (radang lidah) yang tidak

nyeri, stomatitis angularis, kuku sendok rapuh (koilonikia), disfagia yang disebabkan “pharyngeal web”

(sindroma Peterson-Kelly atau Plummer-Vinson) dan nafsu makanan yang tidak biasa (pica). Gastritis atrofi

dan sekresi lambung yang berkurang, biasanya reversibel dengan terapi besi, terjadi pada sebagian pasien.

Penyebab perubahan sel epitel tidak jelas tetapi mungkin berkaitan dengan penurunan besi dalam enzim yang

mengandung besi.

1. Gejala umum

Disebut sebagai sindrom anemia, dijumpai jika kadar hemoglobin turun dibawah 7-8 g/dl. Gejala ini

berupa badan lemah, lesu, cepat lelah, mata berkunang-kunang serta telinga berdenging. Pada

pemeriksaan fisik ditemukan pasien yang pucat, terutama pada konjungtiva dan jaringan di bawah

kuku.

2. Gejala khas

Modul 4 Blok 11 Thanty |

Page 11: hematologi

11

Koilonychia : kuku sendok, kuku menjadi rapuh, bergaris-garis vertikal dan menjadi cekung

sehingga mirip seperti sendok.

Atropi papilla mengakibatkan lidah tampak pucat, licin, mengkilat, merah daging, dan

meradang karena papil lidah menghilang.

Stomatitis angularis (cheilosis) : adanya keradangan pada sudut mulut sehingga tampak

sebagai bercak berwarna pucat keputihan.

Disfagia : nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring.

Atrofi mukosa gaster sehingga menimbulkan akhloridia.

Pica : keinginan untuk memakan bahan yang tidak lazim seperti tanah liat, es, lem, dan lain-

lain.

3. Gejala penyakit dasar

Pada anemia akibat penyakit cacing tambang dijumpai dispepsia, parotis membengkak, dan

kulit telapak tangan berwarna kuning seperti jerami.

Pada anemia karena perdarahan kronik akibat kanker kolon dijumpai gejala gangguan

kebiasaan buang besar atau gejala lain tergantung dari lokasi kanker tersebut.

KOILONYCHIA

• Stomatitis angularis

• Plummer Vinson Syndrome

• Gastritis

• Ozaena

KELAINAN LABORATORIUM

• Darah tepi: hipokrom, mikrositer, anisositosis, poikilositosis, retikulosit rendah

• Sumsum tulang: hiperplasia eritrosit, pengecatan besi negatif

• Biokimia: SI, TIBC, saturasi besi, protoforfirin, feritin

• Rontgen: osteoporosis

DIAGNOSIS

I. Anamnesis

Modul 4 Blok 11 Thanty |

Page 12: hematologi

12

1. Riwayat faktor predisposisi dan etiologi :

Kebutuhan meningkat secara fisiologis

masa pertumbuhan yang cepat

menstruasi

infeksi kronis

o Kurangnya besi yang diserap

asupan besi dari makanan tidak adekuat

malabsorpsi besi

Perdarahan

Perdarahan saluran cerna (tukak lambung, penyakit Crohn, colitis

ulserativa)

2. Pucat, lemah, lesu, gejala pika

II. Pemeriksaan fisis

anemis, tidak disertai ikterus, organomegali dan limphadenopati

stomatitis angularis, atrofi papil lidah

ditemukan takikardi ,murmur sistolik dengan atau tanpa pembesaran jantung

III. Pemeriksaan penunjang

Hemoglobin, Hct dan indeks eritrosit (MCV, MCH, MCHC) menurun

Hapus darah tepi menunjukkan hipokromik mikrositik

Kadar besi serum (SI) menurun dan TIBC meningkat , saturasi menurun

Kadar feritin menurun dan kadar Free Erythrocyte Porphyrin (FEP) meningkat

sumsum tulang : aktifitas eritropoitik meningkat

DIAGNOSA BANDING

• Anemia akibat penyakit kronis

• Thalassemia

• Hemoglobinopathi

• Penyakit hati kronik

• Gagal ginjal kronik

Anemia hipokromik mikrositik :

Thalasemia (khususnya thallasemia minor) :

o Hb A2 meningkat

o Feritin serum dan timbunan Fe tidak turun

Anemia karena infeksi menahun :

o biasanya anemia normokromik normositik. Kadang-kadang terjadi anemia hipokromik

mikrositik

o Feritin serum dan timbunan Fe tidak turun

Keracunan timah hitam (Pb)

o terdapat gejala lain keracunan P

Anemia sideroblastik :

Modul 4 Blok 11 Thanty |

Page 13: hematologi

13

o terdapat ring sideroblastik pada pemeriksaan sumsum tulang

PENGOBATAN

• Memberikan diit kaya kalori, protein dan zat besi

• Memberikan preparat besi

1. Oral: sulfas ferrosus, ferrous fumarat, ferrous glutamat

2. Parenteral

• Mengatasi penyebab

Terapi penyakit ini dapat dilakukan dalam beberapa metode yaitu :

1. Preparat Zat Besi Oral, merupakan terapi yang disukai untuk kebanyakan pasien dengan anemia defesiensi

zat besi. Karena yang diabsorpsi paling efisien adalah zat besi dalam bentuk fero, maka hanya garam-garam

ferolah yang harus dipakai. Fero sulfat, fero glukonat, dan fero fumarat semuanya efektif dan tidak mahal.

Berhasilnya terapi anemia defesiensi besi dengan preparat besi oral akan mengakibatkan retikulositosis yang

cepat dalam waktu kira-kira satu minggu, peningkatan kadar hemoglobin yang berarti dalam 2-4 minggu,

dan perbaikan anemia yang sempurna dalam 1-3 bulan. Terapi harus dilanjutkan selama 3-6 bulan untuk

mengisi kembali cadangan besi tubuh. Kegagalan untuk berespon terhadap terapi besi oral dapat disebabkan

oleh kesalahan diagnosa (anemia karena penyebab lain, bukan karena defesiensi besi), kehilangan darah yang

terus-menerus, adanya keadaan lain yang menekan pembentukan eritrosit, atau kegagalan pasien untuk

menelan atau mengabsorpsi besi oral tersebut.

2. Besi Parenteral, hanya boleh dipakai untuk menterapi pasien yang terbukti menderita anemia defesiensi

besi yang tidak dapat mentolerir atau mengabsorpsi besi oral, dan pasien dengan kehilangan darah kronis

ekstensif yang tidak dapat mempertahankan kadar hemoglobin normal dengan besi oral saja. Ini termasuk

pasien dengan keadaan pasca gastrektomi dan reseksi usus halus sebelumnya, penyakit usus inflamantoris,

sindrom malabsorpsi, dan perdarahan berat kronis dari lesi yang tidak dapat direseksi seperti yang terjadi

pada teleangiektasia hemoragik herediter. Dekstran besi (Imferon) merupakan preparat yang sekarang

tersedia untuk terapi parenteral anemia defesiensi besi. Ia merupakan suatu kompleks stabil dari fero

hidroksida dan dekstran berberat molekul rendah, yang mengandung 50 mg besi elemental per ml larutan.

Efek samping terapi besi parenteral meliputi nyeri setempat dan warna cokelat pada tempat suntikan, sakit

kepala, pusing, demam, artralgia, nausea, vomitus, nyeri punggung, flushing, urtikaria, bronkospasme, dan

jarang-jarang anfilaksis dan kematian. Karena kemungkinan reaksi hebat seperti itu, test dose dan pemberian

infus dekstran besi selanjutnya harus dilakukan di bawah pengawasan medis yang terus menerus.

I.Medikamentosa

Pemberian preparat besi (ferosulfat/ferofumarat/feroglukonat) dosis 4-6 mg besi elemental/kg BB/hari dibagi

dalam 3 dosis, diberikan di antara waktu makan. Preparat besi ini diberikan sampai 2-3 bulan setelah kadar

hemoglobin normal.Asam askorbat 100 mg/15 mg besi elemental (untuk meningkatkan absorbsi besi).

II. Bedah

Untuk penyebab yang memerlukan intervensi bedah seperti perdarahan karena diverticulum Meckel.

Modul 4 Blok 11 Thanty |

Page 14: hematologi

14

III. Suportif

Makanan gizi seimbang terutama yang mengandung kadar besi tinggi yang bersumber dari hewani

(limfa,hati, daging) dan nabati (bayam, kacang-kacangan)

IV. Lain-lain (rujukan subspesialis, rujukan spesialisasi lainnya )

Ke sub bagian terkait dengan etiologi dan komplikasi (Gizi, Infeksi, Pulmonologi, Gastro-Hepatologi,

Kardiologi )

 PEMANTAUAN

I.Terapi

1. Periksa kadar hemoglobin setiap 2 minggu

2. Kepatuhan orang tua dalam memberikan obat

3. Gejala sampingan pemberian zat besi yang bisa berupa gejala gangguan gastro-intestinal misalnya

konstipasi, diare, rasa terbakar diulu hati, nyeri abdomen dan mual. Gejala lain dapat berupa

pewarnaan gigi yang bersifat sementara.

II. Tumbuh Kembang

1. Penimbangan berat badan setiap bulan

2. Perubahan tingkah laku

3. Daya konsentrasi dan kemampuan belajar pada anak usia sekolah dengan konsultasi ke ahli psikologi

4. Aktifitas motorik

Langkah Promotif/Preventif

Upaya penanggulangan AKB diprioritaskan pada kelompok rawan yaitu BALITA,anak usia sekolah,

ibu hamil dan menyusui, wanita usia subur termasuk remaja putri dan pekerja wanita. Upaya pencegahan

efektif untuk menanggulangi AKB adalah dengan pola hidup sehat dan upaya-upaya pengendalian faktor

penyebab dan predisposisi terjadinya AKB yaitu berupa penyuluhan kesehatan, memenuhi kebutuhan zat

besi pada masa pertumbuhan cepat, infeksi kronis/berulang pemberantasan penyakit cacing dan fortifikasi

besi.

KOMPLIKASI

Bila Hb sangat rendah dan keadaan ini berlangsung lama dapat terjadi payah jantung.

PENCEGAHAN

• Penyuluhan higiene dan sanitasi makanan

• Program pendidikan gizi

• Peningkatan sosial ekonomi masyarakat

• Melalui dokter dan paramedis

• Iron fortification

Anemia Karena Kekurangan Asam Folat

Modul 4 Blok 11 Thanty |

Page 15: hematologi

15

DEFINISI

Anemia Karena Kekurangan Asam Folat adalah sukatu anemia megaloblastik yang disebabkan

kekurangan asam folat.

Asam folat adalah vitamin yang terdapat pada sayuran mentah, buah segar dan daging; tetapi

proses memasak biasanya dapat merusak vitamin ini. Karena tubuh hanya menyimpan asam folat

dalam jumlah kecil, maka suatu makanan yang sedikit mengandung asam folat, akan menyebabkan

kekurangan asam folat dalam waktu beberapa bulan.

PENYEBAB

Kekurangan asam folat terjadi pada:

1. Kekurangan asam folat lebih sering terjadi dunia Barat dibandingkan dengan kekurangan

vitamin B12, karena disana orang tidak cukup memakan sayuran berdaun yang mentah

2. Penderita penyakit usus halus tertentu, terutama penyakit Crohn dan sprue, karena terjadi

gangguan penyerapan asam folat

3. Obat anti-kejang tertentu dan pil KB, karena mengurangi penyerapan asam folat

4. Wanita hamil dan wanita menyusui, serta penderita penyakit ginjal yang menjalani

hemodialisa, karena kebutuhan akan asam folat meningkat

5. Peminum alkohol, karena alkohol mempengaruhi penyerapan dan metabolisme asam folat.

GEJALA

Orang yang mengalami kekurangan asam folat akan menderita anemia.

Bayi, tetapi bukan orang dewasa, bisa memiliki kelainan neurologis.

Kekurangan asam folat pada wanita hamil bisa menyebabkan terjadinya cacat tulang

belakang (korda spinalis) dan kelainan bentuk lainnya pada janin.

DIAGNOSA

Pada pemeriksaan apus darah tepi dibawah

mikroskop akan ditemukan megaloblas (sel darah merah

berukuran besar).

Jika ditemukan megaloblas (sel darah merah

berukuran besar) pada seorang penderita anemia, maka

dilakukan pengukuran kadar asam folat dalam darah.

PENGOBATAN

Modul 4 Blok 11 Thanty |

Page 16: hematologi

16

Diberikan tablet asam folat 1 kali/hari. Penderita yang mengalami gangguan penyerapan

asam folat, harus mengkonsumsi tablet asam folat sepanjang hidupnya.

PENCEGAHAN

Menambah asupan makanan yang banyak mengandung asam folat. Untuk mencegah

kekurangan asam folat pada kehamilan, maka wanita hamil dianjurkan untuk mengkonsumsi tablet

asam folat.

ANEMIA PERNISIOSA

Modul 4 Blok 11 Thanty |

Page 17: hematologi

17

DEFINISI

Anemia Karena Kekurangan Vitamin B12 (anemia pernisiosa) adalah anemia megaloblastik yang

disebabkan oleh kekurangan vitamin B12.

Selain zat besi, sumsum tulang memerlukan vitamin B12 dan asam folat untuk menghasilkan sel

darah merah. Jika kekurangan salah satu darinya, bisa terjadi anemia megaloblastik.

Pada anemia jenis ini, sumsum tulang menghasilkan sel darah merah yang besar dan abnormal

(megaloblas). Sel darah putih dan trombosit juga biasanya abnormal.

Anemia megaloblastik paling sering disebabkan oleh kekurangan vitamin B12 dan asam folat dalam

makanan atau ketidakmampuan untuk menyerap vitamin tersebut. Kadang anemia ini disebabkan oleh obat-

obat tertentu yang digunakan untuk mengobati kanker (misalnya metotreksat, hidroksiurea, fluorourasil dan

sitarabin).

PENYEBAB

Penyerapan yang tidak adekuat dari vitamin B12 (kobalamin) menyebabkan anemia pernisiosa.

Vitamin B12 banyak terdapat di dalam daging dan dalam keadaan normal telah diserap di bagian akhir usus

halus yang menuju ke usus besar (ilium).

Supaya dapat diserap, vitamin B12 harus bergabung dengan faktor intrinsik (suatu protein yang

dibuat di lambung), yang kemudian mengangkut vitamin ini ke ilium, menembus dindingnya dan masuk ke

dalam aliran darah. Tanpa faktor intrinsik, vitamin B12 akan tetap berada dalam usus dan dibuang melalui

tinja.

Pada anemia pernisiosa, lambung tidak dapat membentuk faktor intrinsik, sehingga vitamin B12

tidak dapat diserap dan terjadilah anemia, meskipun sejumlah besar vitamin dikonsumsi dalam makanan

sehari-hari.

Tetapi karena hati menyimpan sejumla besar vitamin B12, maka anemia biasanya tidak akan muncul

sampai sekitar 2-4 tahun setelah tubuh berhenti menyerap vitamin B12.

Selain karena kekurangan faktor intrinsik, penyebab lainnya dari kekurangan vitamin B12 adalah:

- pertumbuhan bakteri abnormal dalam usus halus yang menghalangi penyerapan vitamin B12

- penyakit tertentu (misalnya penyakit Crohn)

- pengangkatan lambung atau sebagian dari usus halus dimana vitamin B12 diserap

- vegetarian.

GEJALA

Selain mengurangai pembentukan sel darah merah, kekurangan vitamin B12 juga mempengaruhi

sistem saraf dan menyebabkan:

- kesemutan di tangan dan kaki

- hilangnya rasa di tungkai, kaki dan tangan

- pergerakan yang kaku.

Modul 4 Blok 11 Thanty |

Page 18: hematologi

18

Gejala lainnya adalah:

- buta warna tertentu, termasuk warna kuning dan

biru

- luka terbuka di lidah atau lidah seperti terbakar

- penurunan berat badan

- warna kulit menjadi lebih gelap

- linglung

- depresi

- penurunan fungsi intelektual.

DIAGNOSA

Biasanya, kekurangan vitamin B12 terdiagnosis pada pemeriksaan darah rutin untuk anemia. Pada

contoh darah yang diperiksa dibawah mikroskop, tampak megaloblas (sel darah merah berukuran besar).

Juga dapat dilihat perubahan sel darah putih dan trombosit, terutama jika penderita telah menderita anemia

dalam jangka waktu yang lama.

Jika diduga terjadi kekurangan, maka dilakukan pengukuran kadar vitamin B12 dalam darah. Jika

sudah pasti terjadi kekurangan vitamin B12, bisa dilakukan pemeriksaan untuk menentukan penyebabnya.

Biasanya pemeriksaan dipusatkan kepada faktor intrinsik:

Contoh darah diambil untuk memeriksa adanya antibodi terhadap faktor intrinsik. Biasanya antibodi ini

ditemukan pada 60-90% penderita anemia pernisiosa.

Pemeriksaan yang lebih spesifik, yaitu analisa lambung. Dimasukkan sebuah selang kecil (selang

nasogastrik) melalui hidung, melewati tenggorokan dan masuk ke dalam lambung. Lalu disuntikkan

pentagastrin (hormon yang merangasang pelepasan faktor intrinsik) ke dalam sebuah vena. Selanjutnya

diambil contoh cairan lambung dan diperiksa untuk menemukan adanya faktor intrinsik.

Jika penyebabnya masih belum pasti, bisa dilakukan tes Schilling. Diberikan sejumlah kecil vitamin

B12 radioaktif per-oral (ditelan) dan diukur penyerapannya. Kemudian diberikan faktor intrinsik dan vitamin

B12, lalu penyerapannya diukur kembali. Jika vitamin B12 diserap dengan faktor intrinsik, tetapi tidak

diserap tanpa faktor intrinsik, maka diagnosisnya pasti anemia pernisiosa.

PENGOBATAN

Pengobatan kekurangan vitamin B 12 atau anemia pernisiosa adalah pemberian vitamin B12.

Sebagian besar penderita tidak dapat menyerap vitamin B12 per-oral (ditelan), karena itu diberikan melalui

suntikan.

Pada awalnya suntikan diberikan setiap hari atau setiap minggu, selama beberapa minggu sampai

kadar vitamin B12 dalam darah kembali normal. Selanjutnya suntikan diberikan 1 kali/bulan. Penderita harus

mengkonsumsi tambahan vitamin B12 sepanjang hidupnya.

PENCEGAHAN

Jika penyebabnya adalah asupan yang kurang, maka anemia ini bisa dicegah melalui pola makanan yang

seimbang.

ANEMIA KARENA PENYAKIT KRONIS

Modul 4 Blok 11 Thanty |

Page 19: hematologi

19

DEFINISI

Penyakit kronis sering menyebabkan anemia, terutama pada penderita usia lanjut.

Keadaan-keadaan seperti infeksi, peradangan dan kanker, menekan pembentukan sel darah merah di sumsum

tulang. Karena cadangan zat besi di dalam tulang tidak dapat digunakan oleh sel darah merah yang baru,

maka anemia ini sering disebut anemia anemia penggunaan ulang zat besi.

PENYEBAB

Pada semua penderita, infeksi (bahkan infeksi yang ringan) dan peradangan (misalnya artritis dan

tendinitis) menghambat pembentukan sel darah merah dalam sumsum tulang, sehingga jumlah sel darah

merah berkurang. Tetapi keadaan tersebut baru akan menimbulkan anemia jika sifatnya berat atau

berlangsung dalam waktu yang lama (kronik).

GEJALA

Karena anemia jenis ini berkembang secara perlahan dan biasanya ringan, anemia ini biasanya tidak

menimbulkan gejala. Kalaupun timbul gejala, biasanya merupakan akibat dari penyakit kroniknya, bukan

karena anemianya.

DIAGNOSA

Pemeriksaan laboratorium bisa menentukan bahwa penyebab dari anemia adalah penyakit kronik,

tetapi hal ini tidak dapat memperkuat diagnosis. Karena itu yang pertama kali dilakukan adalah

menyingkirkan penyebab anemia lainnya, seperti perdarahan hebat atau kekurangan zat besi.

Semakin berat penyakitnya, maka akan semakin berat anemia yang terjadi; tetapi anemia karena

penyakit kronik jarang yang menjadi sangat berat: Hematokrit (persentase sel darah merah dalam darah)

jarang sampai dibawah 25% (pada prianormal 45-52%, pada wanita normal 37-48%) & Hemoglobin

(jumlah protein pengangkut oksigen dalam sel darah merah) jarang sampai dibawah 8 gram/dL (normal 13-

18 gram/dL).

PENGOBATAN

Tidak ada pengobatan khusus untuk anemia jenis ini, sehingga pengobatan ditujukan kepada

penyakit kronik penyebabnya. Mengkonsumsi tambahan zat besi tidak banyak membantu. Jika anemia

menjadi berat, mungkin diperlukan transfusi atau eritropoietin (hormon yang merangsang pembentukan sel

darah merah di sumsum tulang).

PENCEGAHAN

Dengan mengobati penyakit kroniknya, maka bisa dicegah terjadinya anemia. Penyakit Crohn sulit

diobati, sehingga penderitanya bisa mengalami anemia yang hilang timbul, tergantung keadaan penderita.

ANEMIA APLASTIK

Modul 4 Blok 11 Thanty |

Page 20: hematologi

20

Definisi

Anemia aplastik adalah suatu sindroma kegagalan sumsum tulang yang ditandai dengan pansitopenia

perifer dan hipoplasia sumsum tulang. Pada anemia aplastik terjadi penurunan produksi sel darah dari

sumsum tulang sehingga menyebabkan retikulositopenia, anemia, granulositopenia, monositopenia dan

trombositopenia.

Sinonim

Hipositemia progressif, anemia aregeneratif, aleukia hemoragika, panmyeloptisis, anemia

hipoplastik dan anemia paralitik toksik.

Epidemiologi

Anemia aplastik jarang ditemukan. Insidensi bervariasi di seluruh dunia, berkisar antara 2 sampai 6

kasus persejuta penduduk pertahun.Analisis retrospektif di Amerika Serikat memperkirakan insiden anemia

aplastik berkisar antara 2 sampai 5 kasus persejuta penduduk pertahun. Frekuensi tertinggi anemia aplastik

terjadi pada orang berusia 15 sampai 25 tahun; peringkat kedua terjadi pada usia 65 sampai 69 tahun.

Anemia aplastik lebih sering terjadi di Timur Jauh, dimana insiden kira-kira 7 kasus persejuta penduduk di

Cina, 4 kasus persejuta penduduk di Thailand dan 5 kasus persejuta penduduk di Malaysia. Penjelasan

kenapa insiden di Asia Timur lebih besar daripada di negara Barat belum jelas. Peningkatan insiden ini

diperkirakan berhubungan dengan faktor lingkungan seperti peningkatan paparan dengan bahan kimia toksik,

dibandingkan dengan faktor genetik. Hal ini terbukti dengan tidak ditemukan peningkatan insiden pada

orang Asia yang tinggal di Amerika.

Klasifikasi

A. Klasifikasi menurut kausa2 :

1. Idiopatik : bila kausanya tidak diketahui; ditemukan pada kira-kira 50% kasus.

2. Sekunder : bila kausanya diketahui.

3. Konstitusional : adanya kelainan DNA yang dapat diturunkan, misalnya anemia Fanconi

B. Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan atau prognosis (lihat tabel 1).

Tabel 1. Klasifikasi anemia aplastik berdasarkan tingkat keparahan.

Anemia aplastik berat

Anemia aplastik sangat berat

Anemia aplastik bukan berat

- Seluraritas sumsum tulang <25% atau 25-50%

dengan <30% sel hematopoietik residu, dan

- Dua dari tiga kriteria berikut :

netrofil < 0,5x109/l

trombosit <20x109 /l

retikulosit < 20x109 /l

Sama seperti anemia aplastik berat kecuali netrofil

Modul 4 Blok 11 Thanty |

Page 21: hematologi

21

<0,2x109/l

Pasien yang tidak memenuhi kriteria anemia aplastik

berat atau sangat berat; dengan sumsum tulang yang

hiposelular dan memenuhi dua dari tiga kriteria

berikut :

- netrofil < 1,5x109/l

- trombosit < 100x109/l

- hemoglobin <10 g/dl

Etiologi

Anemia aplastik sering diakibatkan oleh radiasi dan paparan bahan kimia. Akan tetapi, kebanyakan

pasien penyebabnya adalah idiopatik, yang berarti penyebabnya tidak diketahui. Anemia aplastik dapat juga

terkait dengan infeksi virus dan dengan penyakit lain sbb:

Tabel 2. Klasifikasi Etiologi Anemia aplastik.

Anemia Aplastik yang Didapat (Acquired Aplastic Anemia)

Anemia aplastik sekunder

 Radiasi

  Bahan-bahan kimia dan obat-obatan

     Efek regular

       Bahan-bahan sitotoksik

       Benzene

     Reaksi Idiosinkratik

       Kloramfenikol

       NSAID

       Anti epileptik

       Emas

       Bahan-bahan kimia dan obat-obat lainya

  Virus

     Virus Epstein-Barr (mononukleosis infeksiosa)

     Virus Hepatitis (hepatitis non-A, non-B, non-C, non-G)

     Parvovirus (krisis aplastik sementara, pure red cell aplasia)

     Human immunodeficiency virus (sindroma immunodefisiensi yang didapat)

  Penyakit-penyakit Imun

     Eosinofilik fasciitis

     Hipoimunoglobulinemia

     Timoma dan carcinoma timus

     Penyakit graft-versus-host pada imunodefisiensi

  Paroksismal nokturnal hemoglobinuria

Modul 4 Blok 11 Thanty |

Page 22: hematologi

22

  Kehamilan

Idiopathic aplastic anemia

Anemia Aplatik yang diturunkan (Inherited Aplastic Anemia)

Anemia Fanconi

   Diskeratosis kongenita

   Sindrom Shwachman-Diamond

   Disgenesis reticular

   Amegakariositik trombositopenia

   Anemia aplastik familial

   Preleukemia (monosomi 7, dan lain-lain.)

   Sindroma nonhematologi (Down, Dubowitz, Seckel)

  

Radiasi

Aplasia sumsum tulang merupakan akibat akut yang utama dari radiasi dimana stem sel dan

progenitor sel rusak. Radiasi dapat merusak DNA dimana jaringan-jaringan dengan mitosis yang aktif seperti

jaringan hematopoiesis sangat sensitif.4,12 Bila stem sel hematopoiesis yang terkena maka terjadi anemia

aplastik. Radiasi dapat berpengaruh pula pada stroma sumsum tulang dan menyebabkan fibrosis.2

Efek radiasi terhadap sumsum tulang tergantung dari jenis radiasi, dosis dan luasnya paparan

sumsum tulang terhadap radiasi. Radiasi berenergi tinggi dapat digunakan sebagai terapi dengan dosis tinggi

tanpa tanda-tanda kerusakan sumsum tulang asalkan lapangan penyinaran tidak mengenai sebagian besar

sumsum tulang. Pada pasien yang menerima radiasi seluruh tubuh efek radiasi tergantung dari dosis yang

diterima. Efek pada sumsum tulang akan sedikit pada dosis kurang dari 1 Sv (ekuivalen dengan 1 Gy atau

100 rads untuk sinar X). Jumlah sel darah dapat berkurang secara reversibel pada dosis radiasi antara 1 dan

2,5 Sv (100 dan 250 rads). Kehilangan stem sel yang ireversibel terjadi pada dosis radiasi yang lebih tinggi.

Bahkan pasien dapat meninggal disebabkan kerusakan sumsum tulang pada dosis radiasi 5 sampai 10 Sv

kecuali pasien menerima transplantasi sumsum tulang. Paparan jangka panjang dosis rendah radiasi eksterna

juga dapat menyebabkan anemia aplastik.13

Bahan-bahan Kimia

Bahan kimia seperti benzene dan derivat benzene berhubungan dengan anemia aplastik dan akut

myelositik leukemia (AML). Beberapa bahan kimia yang lain seperti insektisida dan logam berat juga

berhubungan dengan anemia yang berhubungan dengan kerusakan sumsum tulang dan pansitopenia.

Obat-obatan

Anemia aplastik dapat terjadi atas dasar hipersensitivitas atau dosis obat berlebihan. Praktis semua

obat dapat menyebabkan anemia aplastik pada seseorang dengan predisposisi genetik. Yang sering

menyebabkan anemia aplastik adalah kloramfenikol. Obat-obatan lain yang juga sering dilaporkan adalah

fenilbutazon, senyawa sulfur, emas, dan antikonvulsan, obat-obatan sitotoksik misalnya mieleran atau

nitrosourea.

Infeksi

Modul 4 Blok 11 Thanty |

Page 23: hematologi

23

Anemia aplastik dapat disebabkan oleh infeksi virus seperti virus hepatitis, virus Epstein-Barr, HIV

dan rubella. Virus hepatitis merupakan penyebab yang paling sering. Pansitopenia berat dapat timbul satu

sampai dua bulan setelah terinfeksi hepatitis. Walaupun anemia aplastik jarang diakibatkan hepatitis akan

tetapi terdapat hubungan antara hepatitis seronegatif fulminan dengan anemia aplastik.. Parvovirus B19

dapat menyebabkan krisis aplasia sementara pada penderita anemia hemolitik kongenital (sickle cell anemia,

sferositosis herediter, dan lain-lain). Pada pasien yang imunokompromise dimana gagal memproduksi

neutralizing antibodi terhadap Parvovirus suatu bentuk kronis red cell aplasia dapat terjadi.

Infeksi virus biasanya berhubungan dengan supresi minimal pada sumsum tulang, biasanya terlihat

neutropenia dan sedikit jarang trombositopenia. Virus dapat menyebabkan kerusakan sumsum tulang secara

langsung yaitu dengan infeksi dan sitolisis sel hematopoiesis atau secara tidak langsung melalui induksi

imun sekunder, inisiasi proses autoimun yang menyebabkan pengurangan stem sel dan progenitor sel atau

destruksi jaringan stroma penunjang.4

Faktor Genetik

Kelompok ini sering dinamakan anemia aplastik konstitusional dan sebagian dari padanya diturukan

menurut hukum mendell, contohnya anemia Fanconi. Anemia Fanconi merupakan kelainan autosomal resesif

yang ditandai oleh hipoplasia sumsung tulang disertai pigmentasi coklat dikulit, hipoplasia ibu jari atau

radius, mikrosefali, retardasi mental dan seksual, kelainan ginjal dan limpa.

Patogenesis

Setidaknya ada tiga mekanisme terjadinya anemia aplastik. Anemia aplastik yang diturunkan

(inherited aplastic anemia), terutama anemia Fanconi disebabkan oleh ketidakstabilan DNA. Beberapa

bentuk anemia aplastik yang didapatkan (acquired aplastic anemia) disebabkan kerusakan langsung stem sel

oleh agen toksik, misalnya radiasi. Patogenesis dari kebanyakan anemia aplastik yang didapatkan melibatkan

reaksi autoimun terhadap stem sel.

Anemia Fanconi barangkali merupakan bentuk inherited anemia aplastik yang paling sering karena

bentuk inherited yang lain merupakan penyakit yang langka. Kromosom pada penderita anemia Fanconi

sensitif (mudah sekali) mengalami perubahan DNA akibat obat-obat tertentu. Sebagai akibatnya, pasien

dengan anemia Fanconi memiliki resiko tinggi terjadi aplasia, myelodysplastic sindrom (MDS) dan akut

myelogenous leukemia (AML). Kerusakan DNA juga mengaktifkan suatu kompleks yang terdiri dari protein

Fanconi A, C, G dan F. Hal ini menyebabkan perubahan pada protein FANCD2. Protein ini dapat

berinteraksi, contohnya dengan gen BRCA1 (gen yang terkait dengan kanker payudara). Mekanisme

bagaimana berkembangnya anemia Fanconi menjadi anemia aplastik dari sensitifitas mutagen dan kerusakan

DNA masih belum diketahui dengan pasti.

Kerusakan oleh agen toksik secara langsung terhadap stem sel dapat disebabkan oleh paparan

radiasi, kemoterapi sitotoksik atau benzene. Agen-agen ini dapat menyebabkan rantai DNA putus sehingga

menyebabkan inhibisi sintesis DNA dan RNA.

Kehancuran hematopoiesis stem sel yang dimediasi sistem imun mungkin merupakan mekanisme

utama patofisiologi anemia aplastik. Walaupun mekanismenya belum diketahui benar, tampaknya T limfosit

Modul 4 Blok 11 Thanty |

Page 24: hematologi

24

sitotoksik berperan dalam menghambat proliferasi stem sel dan mencetuskan kematian stem sel.

“Pembunuhan” langsung terhadap stem sel telah dihipotesa terjadi melalui interaksi antara Fas ligand yang

terekspresi pada sel T dan Fas (CD95) yang ada pada stem sel, yang kemudian terjadi perangsangan

kematian sel terprogram (apoptosis).

Gejala dan Pemeriksaan Fisis Anemia Aplastik

Pada anemia aplastik terdapat pansitopenia sehingga keluhan dan gejala yang timbul adalah akibat

dari pansitopenia tersebut. Hipoplasia eritropoietik akan menimbulkan anemia dimana timbul gejala-gejala

anemia antara lain lemah, dyspnoe d’effort, palpitasi cordis, takikardi, pucat dan lain-lain. Pengurangan

elemen lekopoisis menyebabkan granulositopenia yang akan menyebabkan penderita menjadi peka terhadap

infeksi sehingga mengakibatkan keluhan dan gejala infeksi baik bersifat lokal maupun bersifat sistemik.

Trombositopenia tentu dapat mengakibatkan pendarahan di kulit, selaput lendir atau pendarahan di organ-

organ. Pada kebanyakan pasien, gejala awal dari anemia aplastik yang sering dikeluhkan adalah anemia atau

pendarahan, walaupun demam atau infeksi kadang-kadang juga dikeluhkan.1

Anemia aplastik mungkin asimtomatik dan ditemukan pada pemeriksaan rutin Keluhan yang dapat

ditemukan sangat bervariasi (Tabel 4). Pada tabel 4 terlihat bahwa pendarahan, lemah badan dan pusing

merupakan keluhan yang paling sering dikemukakan.

Tabel 4. Keluhan Pasien Anemia Apalastik (n=70)2

Jenis Keluhan %

Pendarahan

Lemah badan

Pusing

Jantung berdebar

Demam

Nafsu makan berkurang

Pucat

Sesak nafas

Penglihatan kabur

Telinga berdengung

83

80

69

36

33

29

26

23

19

13

Pemeriksaan fisis pada pasien anemia aplastik pun sangat bervariasi. Pada tabel 5 terlihat bahwa

pucat ditemukan pada semua pasien yang diteliti sedangkan pendarahan ditemukan pada lebih dari setengah

jumlah pasien. Hepatomegali, yang sebabnya bermacam-macam ditemukan pada sebagian kecil pasien

sedangkan splenomegali tidak ditemukan pada satu kasus pun. Adanya splenomegali dan limfadenopati

justru meragukan diagnosis.2

Tabel 5. Pemeriksaan Fisis pada Pasien Anemia Aplastik2

Jenis Pemeriksaan Fisik %

Pucat

Pendarahan

100

63

Modul 4 Blok 11 Thanty |

Page 25: hematologi

25

Kulit

Gusi

Retina

Hidung

Saluran cerna

Vagina

Demam

Hepatomegali

Splenomegali

34

26

20

7

6

3

16

7

0

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium

a. Pemeriksaan Darah

Pada stadium awal penyakit, pansitopenia tidak selalu ditemukan. Anemia yang terjadi bersifat

normokrom normositer, tidak disertai dengan tanda-tanda regenerasi. Adanya eritrosit muda atau leukosit

muda dalam darah tepi menandakan bukan anemia aplastik. Kadang-kadang pula dapat ditemukan

makrositosis, anisositosis, dan poikilositosis.2

Jumlah granulosit ditemukan rendah. Pemeriksaan hitung jenis sel darah putih menunjukkan

penurunan jumlah neutrofil dan monosit. Limfositosis relatif terdapat pada lebih dari 75% kasus. Jumlah

neutrofil kurang dari 500/mm3 dan trombosit kurang dari 20.000/mm3 menandakan anemia aplastik berat.

Jumlah neutrofil kurang dari 200/mm3 menandakan anemia aplastik sangat berat.2,9

Jumlah trombosit berkurang secara kuantitias sedang secara kualitas normal. Perubahan kualitatif

morfologi yang signifikan dari eritrosit, leukosit atau trombosit bukan merupakan gambaran klasik anemia

aplastik yang didapat (acquired aplastic anemia). Pada beberapa keadaan, pada mulanya hanya produksi satu

jenis sel yang berkurang sehingga diagnosisnya menjadi red sel aplasia atau amegakariositik

trombositopenia. Pada pasien seperti ini, lini produksi sel darah lain juga akan berkurang dalam beberapa

hari sampai beberapa minggu sehingga diagnosis anemia aplastik dapat ditegakkan.9

Laju endap darah biasanya meningkat. Waktu pendarahan biasanya memanjang dan begitu juga

dengan waktu pembekuan akibat adanya trombositopenia. Hemoglobin F meningkat pada anemia aplastik

anak dan mungkin ditemukan pada anemia aplastik konstitusional.2

Plasma darah biasanya mengandung growth factor hematopoiesis, termasuk erittropoietin,

trombopoietin, dan faktor yang menstimulasi koloni myeloid. Kadar Fe serum biasanya meningkat dan

klirens Fe memanjang dengan penurunan inkorporasi Fe ke eritrosit yang bersirkulasi.9

b. Pemeriksaan sumsum tulang

Aspirasi sumsum tulang biasanya mengandung sejumlah spikula dengan daerah yang kosong,

dipenuhi lemak dan relatif sedikit sel hematopoiesis. Limfosit, sel plasma, makrofag dan sel mast mungkin

menyolok dan hal ini lebih menunjukkan kekurangan sel-sel yang lain daripada menunjukkan peningkatan

elemen-elemen ini. Pada kebanyakan kasus gambaran partikel yang ditemukan sewaktu aspirasi adalah

Modul 4 Blok 11 Thanty |

Page 26: hematologi

26

hiposelular. Pada beberapa keadaan, beberapa spikula dapat ditemukan normoseluler atau bahkan

hiperseluler, akan tetapi megakariosit rendah.9

Biopsi sumsum tulang dilakukan untuk penilaian selularitas baik secara kualitatif maupun

kuantitatif. Semua spesimen anemia aplastik ditemukan gambaran hiposelular. Aspirasi dapat memberikan

kesan hiposelular akibat kesalahan teknis (misalnya terdilusi dengan darah perifer), atau dapat terlihat

hiperseluler karena area fokal residual hematopoiesis sehingga aspirasi sumsum tulang ulangan dan biopsi

dianjurkan untuk mengklarifikasi diagnosis.9,12

Suatu spesimen biopsi dianggap hiposeluler jika ditemukan kurang dari 30% sel pada individu

berumur kurang dari 60 tahun atau jika kurang dari 20% pada individu yang berumur lebih dari 60 tahun.8

International Aplastic Study Group mendefinisikan anemia aplastik berat bila selularitas sumsum

tulang kurang dari 25% atau kurang dari 50% dengan kurang dari 30% sel hematopoiesis terlihat pada

sumsum tulang.9

Pemeriksaan Radiologik

Pemeriksaan radiologis umumnya tidak dibutuhkan untuk menegakkan diagnosa anemia aplastik.

Survei skletelal khusunya berguna untuk sindrom kegagalan sumsum tulang yang diturunkan, karena banyak

diantaranya memperlihatkan abnormalitas skeletal. Pada pemeriksaan MRI (Magnetic Resonance Imaging)

memberikan gambaran yang khas yaitu ketidakhadiran elemen seluler dan digantikan oleh jaringan lemak.

Diagnosa

Diagnosa pasti ditegakkan berdasarkan pemeriksaan darah dan dan pemeriksaan sumsum tulang.

Pada anemia aplastik ditemukan pansitopenia disertai sumsum tulang yang miskin selularitas dan kaya akan

sel lemak sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya. Pansitopenia dan hiposelularitas sumsum tulang

tersebut dapat bervariasi sehingga membuat derajat anemia aplastik (lihat tabel 1).

Diagnosa Banding

Diagnosis banding anemia yaitu dengan setiap kelainan yang ditandai dengan pansitopenia perifer.

Beberapa penyebab pansitopenia terlihat pada tabel 6.

Table 6 Penyebab Pansitopenia14

Kelainan sumsum tulang

   Anemia aplastik

   Myelodisplasia

   Leukemia akut

   Myelofibrosis

   Penyakit Infiltratif: limfoma, myeloma, carcinoma, hairy cell leukemia

   Anemia megaloblastik

Kelainan bukan sumsum tulang

   Hipersplenisme

   Sistemik lupus eritematosus

Modul 4 Blok 11 Thanty |

Page 27: hematologi

27

   Infeksi: tuberculosis, AIDS, leishmaniasis, brucellosis

Kelainan yang paling sering mirip dengan anemia aplastik berat yaitu sindrom myelodisplastik

dimana kurang lebih 5 sampai 10 persen kasus sindroma myelodisplasia tampak hipoplasia sumsum tulang.

Beberapa ciri dapat membedakan anemia aplastik dengan sindrom myelodisplastik yaitu pada myelodisplasia

terdapat morfologi film darah yang abnormal (misalnya poikilositosis, granulosit dengan anomali pseudo-

Pelger- Hüet), prekursor eritroid sumsum tulang pada myelodisplasia menunjukkan gambaran disformik

serta sideroblast yang patologis lebih sering ditemukan pada myelodisplasia daripada anemia aplastik. Selain

itu, prekursor granulosit dapat berkurang atau terlihat granulasi abnormal dan megakariosit dapat

menunjukkan lobulasi nukleus abnormal (misalnya mikromegakariosit unilobuler).9

Kelainan seperti leukemia akut dapat dibedakan dengan anemia aplastik yaitu dengan adanya

morfologi abnormal atau peningkatan dari sel blast atau dengan adanya sitogenetik abnormal pada sel

sumsum tulang. Leukemia akut juga biasanya disertai limfadenopati, hepatosplenomegali, dan hipertrofi

gusi.7,14

Hairy cell leukemia sering salah diagnosa dengan anemia aplastik. Hairy cell leukemia dapat

dibedakan dengan anemia aplastik dengan adanya splenomegali dan sel limfoid abnormal pada biopsi

sumsum tulang.14

Pansitopenia dengan normoselular sumsum tulang biasanya disebabkan oleh sistemik lupus

eritematosus (SLE), infeksi atau hipersplenisme. Selularitas sumsum tulang yang normoselular jelas

membedakannya dengan anemia aplastik.

Penatalaksanaan

Anemia berat, pendarahan akibat trombositopenia dan infeksi akibat granulositopenia dan

monositopenia memerlukan tatalaksana untuk menghilangkan kondisi yang potensial mengancam nyawa ini

dan untuk memperbaiki keadaan pasien (lihat tabel 7).9

Tabel 7. Manajemen Awal Anemia Aplastik9

Menghentikan semua obat-obat atau penggunaan agen kimia yang diduga menjadi penyebab anemia

aplastik.

Anemia : transfusi PRC bila terdapat anemia berat sesuai yang dibutuhkan.

Pendarahan hebat akibat trombositopenia : transfusi trombosit sesuai yang dibutuhkan.

Tindakan pencegahan terhadap infeksi bila terdapat neutropenia berat.

Infeksi : kultur mikroorganisme, antibiotik spektrum luas bila organisme spesifik tidak dapat

diidentifikasi, G-CSF pada kasus yang menakutkan; bila berat badan kurang dan infeksi ada (misalnya

oleh bakteri gram negatif dan jamur) pertimbangkan transfusi granulosit dari donor yang belum

mendapat terapi G-CSF.

Assessment untuk transplantasi stem sel allogenik : pemeriksaan histocompatibilitas pasien, orang tua

dan saudara kandung pasien.

Modul 4 Blok 11 Thanty |

Page 28: hematologi

28

Pengobatan spesifik aplasia

sumsum tulang terdiri dari tiga pilihan yaitu

transplantasi stem sel allogenik, kombinasi

terapi imunosupresif (ATG, siklosporin dan

metilprednisolon) atau pemberian dosis

tinggi siklofosfamid.9 Terapi standar untuk

anemia aplastik meliputi imunosupresi atau

transplantasi sumsum tulang. Faktor-faktor

seperti usia pasien, adanya donor saudara

yang cocok (matched sibling donor),

faktor-faktor resiko seperti infeksi aktif atau beban transfusi harus dipertimbangkan untuk menentukan

apakah pasien paling baik mendapat terapi imunosupresif atau transplantasi sumsum tulang. Pasien yang

lebih muda umumnya mentoleransi transplantasi sumsum tulang lebih baik dan sedikit mengalamai GVHD

(Graft Versus Host Disease). Pasien yang lebih tua dan yang mempunyai komorbiditas biasanya ditawarkan

terapi imunosupresif. Suatu algoritme terapi dapat dipakai untuk panduan penatalaksanaan anemia aplastik.15

Gambar 1. Algoritme penatalaksanaan pasien anemia aplastik berat.15

a. Pengobatan Suportif15

Bila terapat keluhan akibat anemia, diberikan transfusi eritrosit berupa packed red cells sampai kadar

hemoglobin 7-8 g% atau lebih pada orang tua dan pasien dengan penyakit kardiovaskular.

Resiko pendarahan meningkat bila trombosis kurang dari 20.000/mm3. Transfusi trombosit diberikan

bila terdapat pendarahan atau kadar trombosit dibawah 20.000/mm3 sebagai profilaksis. Pada mulanya

diberikan trombosit donor acak. Transfusi trombosit konsentrat berulang dapat menyebabkan pembentukan

zat anti terhadap trombosit donor. Bila terjadi sensitisasi, donor diganti dengan yang cocok HLA-nya (orang

tua atau saudara kandung).

Pemberian transfusi leukosit sebagai profilaksis masih kontroversial dan tidak dianjurkan karena

efek samping yang lebih parah daripada manfaatnya. Masa hidup leukosit yang ditransfusikan sangat pendek.

Modul 4 Blok 11 Thanty |

Page 29: hematologi

29

b. Terapi Imunosupresif

Obat-obatan yang termasuk terapi imunosupresif adalah antithymocyte globulin (ATG) atau

antilymphocyte globulin (ALG) dan siklosporin A (CSA). ATG atau ALG diindikasikan pada15 :

- Anemia aplastik bukan berat

- Pasien tidak mempunyai donor sumsum

tulang yang cocok

- Anemia aplastik berat, yang berumur

lebih dari 20 tahun dan pada saat

pengobatan tidak terdapat infeksi atau

pendarahan atau dengan granulosit lebih

dari 200/mm3

Mekanisme kerja ATG atau ALG

belum diketahui dengan pasti dan mungkin

melalui koreksi terhadap destruksi T-cell immunomediated pada sel asal dan stimulasi langsung atau tidak

langsung terhadap hemopoiesis.15

Karena merupakan produk biologis, pada terapi ATG dapat terjadi reaksi alergi ringan sampai berat

sehingga selalu diberikan bersama-sama dengan kortikosteroid.15 Siklosporin juga diberikan dan proses

bekerjanya dengan menghambat aktivasi dan proliferasi preurosir limfosit sitotoksik.15 Sebuah protokol

pemberian ATG dapat dlihat pada tabel 8.11

Tabel 8. Protokol Pemberian ATG pada anemia aplastik11

Dosis test ATG :

ATG 1:1000 diencerkan dengan saline 0,1 cc disuntikan intradermal pada lengan dengan

saline kontrol 0,1 cc disuntikkan intradermal pada lengan sebelahnya. Bila tidak ada

reaksi anafilaksis, ATG dapat diberikan.

Premedikasi untuk ATG (diberikan 30 menit sebelum ATG) :

Asetaminofen 650 mg peroral

Difenhidrahim 50 mg p.o atau intravena perbolus

Hidrokortison 50 mg intravena perbolus

Terapi ATG :

ATG 40 g/kg dalam 1000 cc NS selama 8-12 jam perhari untuk 4 hari

Obat-obat yang diberikan serentak dengan ATG :

Prednison 100 mg/mm2 peroral 4 kali sehari dimulai bersamaan dengan ATG dan

dilanjutkan selama 10-14 hari; kemudian bila tidak terjadi serum sickness, tapering

dosis setiap 2 minggu.

Siklosporin 5mg/kg/hari peroral diberikan 2 kali sehari sampai respon maksimal

kemudian di turunkan 1 mg/kg atau lebih lambat. Pasien usia 50 tahun atau lebih

mendapatkan dosis siklosporin 4mg/kg. Dosis juga harus diturunkan bila terdapat

kerusakan fungsi ginjal atau peningkatan enzim hati.

Modul 4 Blok 11 Thanty |

Page 30: hematologi

30

Metilprednisolon juga dapat digunakan sebagai ganti predinison. Kombinasi ATG, siklosporin dan

metilprednisolon memberikan angka remisi sebesar 70% pada anemia aplastik berat. Kombinasi ATG dan

metilprednisolon memiliki angka remisi sebesar 46%.15

Pemberian dosis tinggi siklofosfamid juga merupakan bentuk terapi imunosupresif. Pernyataan ini

didasarkan karena stem sel hematopoiesis memliki kadar aldehid dehidrogenase yang tinggi dan relatif

resisten terhadap siklofosfamid. Dengan dasar tersebut, siklofosfamid dalam hal ini lebih bersifat

imunosupresif daripada myelotoksis. Namun, peran obat ini sebagai terapi lini pertama tidak jelas sebab

toksisitasnya mungkin berlebihan yang melebihi dari pada kombinasi ATG dan siklosporin.9 Pemberian

dosis tinggi siklofosfamid sering disarankan untuk imunosupresif yang mencegah relaps. Namun, hal ini

belum dikonfirmasi. Sampai kini, studi-studi dengan siklofosfamid memberikan lama respon leih dari 1

tahun. Sebaliknya, 75% respon terhadap ATG adalah dalam 3 bulan pertama dan relaps dapat terjadi dalam 1

tahun setelah terapi ATG.15

c. Terapi penyelamatan (Salvage theraphies)

Terapi ini antara lain meliputi siklus imunosupresi berulang, pemberian faktor-faktor pertumbuhan

hematopoietik dan pemberian steroid anabolik.15

Pasien yang refrakter dengan pengobatan ATG pertama dapat berespon terhadap siklus imunosupresi

ATG ulangan. Pada sebuah penelitian, pasien yang refrakter ATG kuda tercapai dengan siklus kedua ATG

kelinci.15

Pemberian faktor-faktor pertumbuhan hematopoietik seperti Granulocyte-Colony Stimulating

Factor (G-CSF) bermanfaat untuk meningkatkan neutrofil akan tetapi neutropenia berat akibat anemia

aplastik biasanya refrakter. Peningkatan neutrofil oleh stimulating faktor ini juga tidak bertahan lama.

Faktor-faktor pertumbuhan hematopoietik tidak boleh dipakai sebagai satu-satunya modalitas terapi anemia

aplastik. Kombinasi G-CSF dengan terapi imunosupresif telah digunakan untuk terapi penyelamatan pada

kasus-kasus yang refrakter dan pemberiannya yang lama telah dikaitkan dengan pemulihan hitung darah

pada beberapa pasien.11,15

Steroid anabolik seperti androgen dapat merangsang produksi eritropoietin dan sel-sel induk sumsum

tulang. Androgen terbukti bermanfaat untuk anemia aplastk ringan dan pada anemia aplastik berat biasanya

tidak bermanfaat. Androgen digunakan sebagai terapi penyelamatan untuk pasien yang refrakter terapi

imunosupresif.

d. Transplantasi sumsum tulang

Transplantasi sumsum tulang merupakan pilihan utama pada pasien anemia aplastik berat berusia

muda yang memiliki saudara dengan kecocokan HLA. Akan tetapi, transplantasi sumsum tulang allogenik

tersedia hanya pada sebagan kecil pasien (hanya sekitar 30% pasien yang mempunyai saudara dengan

kecocokan HLA). Batas usia untuk transplantasi sumsum tulang sebagai terapi primer belum dipastikan,

namun pasien yang berusia 35-35 tahun lebih baik bila mendapatkan terapi imunosupresif karena makin

meningkatnya umur, makin meningkat pula kejadian dan beratnya reaksi penolakan sumsum tulang donor

Modul 4 Blok 11 Thanty |

Page 31: hematologi

31

(Graft Versus Host Disesase/GVHD).15 Pasien dengan usia > 40 tahun terbukti memiliki respon yang lebih

jelek dibandingkan pasien yang berusia muda.

Gambar 2. Kelangsungan hidup pada pasien yang mendapatkan transplantasi sumsum tulang dari donor saudara dengan HLA yang

cocok hubungannya dengan umur.10

Pasien yang mendapatkan transplantasi sumsum tulang memiliki survival yang lebih baik daripada

pasien yang mendapatkan terapi imunosupresif.10 Pasien dengan umur kurang dari 50 tahun yang gagal

dengan terapi imunosupresif (ATG) maka pemberian transplantasi sumsum tulang dapat dipertimbangkan.15

Akan tetapi survival pasien yang menerima transplanasi sumsum tulang namun telah mendapatkan terapi

imunosupresif lebih jelek daripada pasien yang belum mendapatkan terapi imunosupresif sama sekali.9,10

Pada pasien yang mendapat terapi imunosupresif sering kali diperlukan transfusi selama beberapa

bulan. Transfusi komponen darah tersebut sedapat mungkin diambil dari donor yang bukan potensial sebagai

donor sumsum tulang. Hal ini diperlukan untuk mencegah reaksi penolakan cangkokan (graft rejection)

karena antibodi yang terbentuk akibat tansfusi.Kriteria respon terapi menurut kelompok European Marrow

Transplantation (EBMT) adalah sebagai berikut15 :

- Remisi komplit : bebas transfusi, granulosit sekurang-kurangnya 2000/mm3 dan trombosit sekurang-

kurangnya 100.000/mm3.

- Remisi sebagian : tidak tergantung pada transfusi, granulosit dibawah 2000/mm3 dan trombosit dibawah

100.000/mm3.

- Refrakter : tidak ada perbaikan.

Prognosis

Prognosis berhubungan dengan jumlah absolut netrofil dan trombosit. Jumlah absolut netrofil lebih

bernilai prognostik daripada yang lain. Jumlah netrofil kurang dari 500/l (0,5x10 9/liter) dipertimbangkan

sebagai anemia aplastik berat dan jumlah netrofil kurang dari 200/l (0,2x109/liter) dikaitkan dengan respon

buruk terhadap imunoterapi dan prognosis yang jelek bila transplantasi sumsum tulang allogenik tidak

tersedia. Anak-anak memiliki respon yang lebih baik daripada orang dewasa. Anemia aplastik konstitusional

Modul 4 Blok 11 Thanty |

Page 32: hematologi

32

merespon sementara terhadap androgen dan glukokortikoid akan tetapi biasanya fatal kecuali pasien

mendapatkan transplantasi sumsum tulang.

Transplantasi sumsum tulang bersifat kuratif pada sekitar 80% pasien yang berusia kurang dari 20

tahun, sekitar 70% pada pasien yang berusia 20-40 tahun dan sekitar 50% pada pasien berusia lebih dari 40

tahun. Celakanya, sebanyak 40% pasien yang bertahan karena mendapatkan transplantasi sumsum tulang

akan menderita gangguan akibat GVHD kronik dan resiko mendapatkan kanker sekitar 11% pada pasien usia

tua atau setelah mendapatkan terapi siklosporin sebelum transplantasi stem sel. Hasil yang terbaik

didapatkan pada pasien yang belum mendapatkan terapi imunosupresif sebelum transplantasi, belum

mendapatkan dan belum tersensitisasi dengan produk sel darah serta tidak mendapatkan iradiasi dalam hal

conditioning untuk transplantasi.

Sekitar 70% pasien memiliki perbaikan yang bermakna dengan terapi kombinasi imunosupresif

(ATG dengan siklosporin). Walaupun beberapa pasien setelah terapi memiliki jumlah sel darah yang normal,

banyak yang kemudian mendapatkan anemia sedang atau trombositopenia. Penyakit ini juga akan

berkembang dalam 10 tahun menjadi proxysmal nokturnal hemoglobinuria, sindrom myelodisplastik atau

akut myelogenous leukimia pada 40% pasien yang pada mulanya memiliki respon terhadap imunosupresif.

Pada 168 pasien yang mendapatkan transplantasi sumsum tulang, hanya sekitar 69% yang bertahan selama

15 tahun dan pada 227 pasien yang mendapatkan terapi imunosupresif, hanya 38% yang bertahan dalam 15

tahun.

Pengobatan dengan dosis tinggi siklofosfamid menghasilkan hasil awal yang sama dengan

kombinasi ATG dan siklosporin. Namun, siklofosfamid memiliki toksisitas yang lebih besar dan perbaikan

hematologis yang lebih lambat walaupun memiliki remisi yang lebih bertahan lama.

ANEMIA HEMOLITIK

Secara definisi anemi hemolitik adalah suatu keadaan anemi yang terjadi oleh karena

meningkatnya penghancuran dari sel eritrosit yang diikuti dengan ketidakmampuan dari sumsum

tulang dalam memproduksi sel eritrosit untuk mengatasi kebutuhan tubuh terhadap berkurangnya sel

eritrosit untuk mengatasi kebutuhan tubuh terhadap berkurangnya sel eritrosit tersebut, penghancuran sel

eritrosit yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya hiperplasi sumsum tulang sehingga produksi sel

eritrosit akan meningkat dari normal., hal ini terjadi bila umur eritrosit berkurang dari 120 hari menjadi 15-

20 hari tanpa diikuti dengan anemi, namun bila sumsum tulang tidak mampu mengatasi keadaan tersebut

maka akan terjadi anemi

Memendeknya umur eritrosit tidak saja terjadi pada anemi hemolitik tetapi juga terjadi pada

keadaan eritropoisis ineffektip seperti pada anemi megaloblastik dan thalassemia. Hormon eritropoitin akan

merangsang terjadinya hiperplasi eritroid (eritropoitin-induced eritroid hyperplasia) dan ini akali diikuti

dengan pembentukan sel eritrosit sampai 10 x lipat dari normal. Anemi terjadi bila serangan hemolisis

Modul 4 Blok 11 Thanty |

Page 33: hematologi

33

yang akut tidak diikuti dengan kemampuan yang cukup dari sumsum tulang untuk memproduksi sel eritrosit

sebagai kompensasi, bila sumsum tulang mampu mengatasi keadaan tersebut diatas sehingga tidak

terjadi anemi, keadaan ini disebut dengan istilah anemia hemolitik compensated.

Ada dua faktor utama dan mendasar yang memegang peranan penting untuk terjadinya anemi hemolitik

yaitu:

1. FAKTOR INSTRINSIK (Intra Korpuskuler).

Biasanya merupakan kelainan bawaan, diantaranya yaitu :

a) Kelainan membrane

b) Kelainan molekul hemoglobin

c) Kelainan salah satu enzym yang berperan dalam metabolisme sel eritrosit.

Sebagai contoh: bila darah yang sesuai ditransfusikan pada pasien dengan kelainan intra

korpuskuler maka sel eritrosi tersebut akan hidup secara normal, sebaliknya bila sel eritrosit dengan

kelainan dengan kelainan intra korpuskuler tersebut ditransfusikan pada orang normal, maka sekeritrosit

tersebut akan mudah hancur atau lisis.

2. KELAINAN FAKTOR EKSTRINSIK (Ekstra Korpuskuler)

Biasanya merupakan kelainan yang didapat (aquaired) dan selalu disebabkan oleh faktor

immune dan non immune, bila eritrosit normal di transfusikan pada pasien ini, maka penghancuran

sel eritrosit tersebut menjadi lebih cepat, sebaliknya bila eritrosit pasien dengan kelainan ekstra

korpuskuler ditransfusikan pada orang normal maka sel eritrosit akan secara normal.

Umur sel eritrosit yang memendek tidak selalu dikaitkan dengan anemi hemolitik, ada beberapa

penyakit yang menyebabkan anemi dengan umur eritrosit yang pendek namun tidak digolongkan kedalam

anemi hemolitik, diantaranya yaitu : a. leukemia, b. limfoma malignum, c. gagal ginjal kronik, d. penyakit

liver kronik, e. rheumatoid artheritis, f. anemi megaloblastik.

KLASIFIKASI ETIOLOGI DAN PATOGENESIS HEMOLITIK ANEMI

I. Inherited Hemolytik Disorders.

A. Kelainan pada Membrane Sel eritrosit .

1. Hereditary Spherositosis .

2. Hereditary Ellipstositosis .

3. Abetalipoproteinemia ( Acanthositosis ).

4. Hereditary Stomacytosis

5. Lecithin-cholesterol acyl Transferase

(LCAT) Deffisiensi

6. Hereditary piropoikilositosis .

7. High Phosphatydil choline Hemolitik

Anemi

8. Rh nul Diseases .

9. McLeod Phenotype.

B. Deffisiensi Enzym Glikolitik Eritrosit

1. Pyruvate Kinase. C.

2. Hexokinase.

3. Glucose-phosphat Isomerase.

4. Phosphofruktokinase

5. Triosephosphate isomerase

6. Phosphoglyserate kinase

C. Kelainan Metabolisme Nukleotide Eritrosit .

Modul 4 Blok 11 Thanty |

Page 34: hematologi

34

1. Pyrimidine 5 nukleotidase Deffisiensi

2. Adenosine deaminase excess.

3. Deffisiensi Adenosine Triphosphatase.

4. Deffisiensi Adenylate kinase

ANEMIA HEMOLITIK

DEFINISI

Anemia Hemolitik adalah anemia yang terjadi karena meningkatnya penghancuran sel darah merah.

Dalam keadaan normal, sel darah merah mempunyai waktu hidup 120 hari. Jika menjadi tua, sel

pemakan dalam sumsum tulang, limpa dan hati dapat mengetahuinya dan merusaknya. Jika suatu

penyakit menghancurkan sel darah merah sebelum waktunya (hemolisis), sumsum tulang berusaha

menggantinya dengan mempercepat pembentukan sel darah merah yang baru, sampai 10 kali kecepatan

normal. Jika penghancuran sel darah merah melebihi pembentukannya, maka akan terjadi anemia

hemolitik.

PEMBESARAN LIMPA

Banyak penyakit yang dapat menyebabkan pembesaran limpa. Jika membesar, limpa cenderung

menangkap dan menghancurkan sel darah merah; membentuk suatu lingkaran setan, yaitu semakin

banyak sel yang terjebak, limpa semakin membesar dan semakin membesar limpa, semakin banyak sel

yang terjebak. Anemia yang disebabkan oleh pembesaran limpa biasanya berkembang secara perlahan

dan gejalanya cenderung ringan. Pembesaran limpa juga seringkali menyebabkan berkurangnya jumlah

trombosit dan sel darah putih. Pengobatan biasanya ditujukan kepada penyakit yang menyebabkan limpa

membesar.Kadang anemianya cukup berat sehingga perludilakukanpengangkatanlimpa(splenektomi).

KERUSAKAN MEKANIK PADA SEL DARAH MERAH

Dalam keadaan normal, sel darah merah berjalan di sepanjang pembuluh darah tanpa mengalami

gangguan. Tetapi secara mekanik sel darah merah bisa mengalami kerusakan karena adanya kelainan

pada pembuluh darah (misalnya suatu aneurisma), katup jantung buatan atau karena tekanan darah yang

sangat tinggi.Kelainan tersebut bisa menghancurkan sel darah merah dan menyebabkan sel darah merah

mengeluarkan isinya ke dalam darah.

Pada akhirnya ginjal akan menyaring bahan-bahan tersebut keluar dari darah, tetapi mungkin saja ginjal

mengalami kerusakan oleh bahan-bahan tersebut. Jika sejumlah sel darah merah mengalami kerusakan,

maka akan terjadi anemia hemolitik mikroangiopati.

Diagnosis ditegakkan bila ditemukan pecahan dari sel darah merah pada pemeriksaan contoh darah

dibawah mikroskop.Penyebab dari kerusakan ini dicari dan jika mungkin, diobati.

REAKSI AUTOIMUN

Kadang-kadang sistem kekebalan tubuh mengalami gangguan fungsi dan menghancurkan selnya sendiri

karena keliru mengenalinya sebagai bahan asing (reaksi autoimun). Jika suatu reaksi autoimun

Modul 4 Blok 11 Thanty |

Page 35: hematologi

35

ditujukan kepada sel darah merah, akan terjadi anemia hemolitik autoimun. Anemia hemolitik

autoimun memiliki banyak penyebab, tetapi sebagian besar penyebabnya tidak diketahui

(idiopatik).Diagnosis ditegakkan jika pada pemeriksaan laboratorium ditemukan antibodi (autoantibodi)

dalam darah, yang terikat dan bereaksi terhadap sel darah merah sendiri. Anemia hemolitik autoimun

dibedakan dalam dua jenis utama, yaitu anemia hemolitik antibodi hangat (paling sering terjadi) dan

anemia hemolitik antibodi dingin.

AnemiaHemolitikAntibodiHangat.

Anemia Hemolitik Antibodi Hangat adalah suatu keadaan dimana tubuh membentuk autoantibodi yang

bereaksi terhadap sel darah merah pada suhu tubuh. Autoantibodi ini melapisi sel darah merah, yang

kemudian dikenalinya sebagai benda asing dan dihancurkan oleh sel perusak dalam limpa atau kadang

dalam hati dan sumsum tulang. Penyakit ini lebih sering terjadi pada wanita. Sepertiga penderita anemia

jenis ini menderita suatu penyakit tertentu (misalnya limfoma, leukemia atau penyakit jaringan ikat,

terutama lupus eritematosus sistemik) atau telah mendapatkan obat tertentu, terutama metildopa.

Gejalanya seringkali lebih buruk daripada yang diperkirakan, mungkin karena anemianya berkembang

sangat cepat. Limpa biasanya membesar, sehingga bagian perut atas sebelah kiri bisa terasa nyeri atau

tidak nyaman.Pengobatan tergantung dari penyebabnya. Jika penyebabnya tidak diketahui, diberikan

kortikosteroid (misalnya prednison) dosis tinggi, awalnya melalui intravena , selanjutnya per-oral

(ditelan). Sekitar sepertiga penderita memberikan respon yang baik terhadap pengaobatan tersebut.

Penderita lainnya mungkin memerlukan pembedahan untuk mengangkat limpa, agar limpa berhenti

menghancurkan sel darah merah yang terbungkus oleh autoantibodi. Pengangkatan limpa berhasil

mengendalikan anemia pada sekitar 50% penderita. Jika pengobatan ini gagal, diberikan obat yang

menekan sistem kekebalan (misalnya siklosporin dan siklofosfamid). Transfusi darah dapat

menyebabkan masalah pada penderita anemia hemolitik autoimun. Bank darah mengalami kesulitan

dalam menemukan darah yang tidak bereaksi terhadap antibodi, dan transfusinya sendiri dapat

merangsang pembentukan lebih banyak lagi antibodi.

AnemiaHemolitikAntibodiDingin.

Anemia Hemolitik Antibodi Dingin adalah suatu keadaan dimana tubuh membentuk autoantibodi yang

bereaksi terhadap sel darah merah dalam suhu ruangan atau dalam suhu yang dingin.

Anemia jenis ini dapat berbentuk akut atau kronik. Bentuk yang akut sering terjadi pada penderita

infeksi akut, terutama pneumonia tertentu atau mononukleosis infeksiosa.

Bentuk akut biasanya tidak berlangsung lama, relatif ringan dan menghilang tanpa pengobatan. Bentuk

yang kronik lebih sering terjadi pada wanita, terutama penderita rematik atau artritis yang berusia diatas

40 tahun. Bentuk yang kronik biasanya menetap sepanjang hidup penderita, tetapi sifatnya ringan dan

kalaupun ada, hanya menimbulan sedikit gejala.

Cuaca dingin akan meningkatkan penghancuran sel darah merah, memperburuk nyeri sendi dan bisa

menyebabkan kelelahan dan sianosis (tampak kebiruan) pada tangan dan lengan.

Modul 4 Blok 11 Thanty |

Page 36: hematologi

36

Penderita yang tinggal di daerah bercuaca dingin memiliki gejala yang lebih berat dibandingkan dengan

penderita yang tinggal di iklim hangat. Diagnosis ditegakkan jika pada pemeriksaan laboratorium

ditemukan antibodi pada permukaan sel darah merah yang lebih aktif pada suhu yang lebih rendah dari

suhu tubuh. Tidak ada pengobatan khusus, pengobatan ditujukan untuk mengurangi gejala-gejalanya.

Bentuk akut yang berhubungan dengan infeksi akan membaik degnan sendirinya dan jarang

menyebabkan gejala yang serius. Menghindari cuaca dingin bisa mengendalikan bentuk yang kronik.

HEMOGLOBINURIAPAROKSISMALNOKTURNAL.

Hemoglobinuria Paroksismal Nokturnal adalah anemia hemolitik yang jarang terjadi, yang

menyebabkan serangan mendadak dan berulang dari penghancuran sel darah merah oleh sistem

kekebalan. Penghancuran sejumlah besar sel darah merah yang terjadi secara mendadak (paroksismal),

bisa terjadi kapan saja, tidak hanya pada malam hari (nokturnal), menyebabkan hemoglobin tumpah ke

dalam darah. Ginjal menyaring hemoglobin, sehingga air kemih berwarna gelap (hemoglobinuria).

Anemia ini lebih sering terjadi pada pria muda, tetapi bisa terjadi kapan saja dan pada jenis kelamin apa

saja. Penyebabnya masih belum diketahui. Penyakit ini bisa menyebabkan kram perut atau nyeri

punggung yang hebat dan pembentukan bekuan darah dalam vena besar dari perut dan tungkai.

Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan laboratorium yang bisa menemukan adanya sel darah merah

yang abnormal, khas untuk penyakit ini.Untuk meringankan gejala diberikan kortikosteroid (misalnya

prednison). Penderita yang memiliki bekuan darah mungkin memerlukan antikoagulan (obat yang

mengurangi kecenderungan darah untuk membeku, misalnya warfarin). Transplantasi sumsum tulang

bisa dipertimbangkan pada penderita yang menunjukkan anemia yang sangat berat.

PENYEBAB

Sejumlah faktor dapat meningkatkan penghancuran sel darah merah:

Pembesaran limpa (splenomegali)

Sumbatan dalam pembuluh darah

Antibodi bisa terikat pada sel darah merah dan menyebabkan sistem kekebalan

menghancurkannya dalam suatu reaksi autoimun

Kadang sel darah merah hancur karena adanya kelainan dalam sel itu sendiri (misalnya kelainan

bentuk dan permukaan, kelainan fungsi atau kelainan kandungan hemoglobin)

Penyakit tertentu (misalnya lupus eritematosus sistemik dan kanker tertentu, terutama limfoma)

Obat-obatan (misalnya metildopa, dapson dan golongan sulfa).

MANIFESTASI KLINIS DAN LABORATORIUM

Untuk membantu menegakan diagnostik anemi hemolitik pemeriksaan laborutorium memegang

peranan yang sangat penting sekali, selain pemeriksaan klinis dan fisis diagnostik, diagnostik hanya dapat

ditegakan berdasarkan pemeriksaan fisis diagnostik dan pemeriksaan laboratorium. Kelainan fisis

diagnostik yang umumnya didapat adalah berupa adanya:

a. anemi,

Modul 4 Blok 11 Thanty |

Page 37: hematologi

37

b. ikterus

c. mungkin pembesaran limpa (splenomegali)

akan memberikan kesan kemungkinan adanya anemi hemolitik. Secara garis besar kemungkinan anemi

hemolitik dapat kita pertimbangkan bila pada pemeriksaan laboratorium dijumpai adanya beberapa kelainan

seperti tersebut dibawah ini yaitu:

1. Adanya tanda-tanda peningkatan proses penghancuran dan pembentukan sel eritrosit yang

berlebihan.

2. Kelaianan laboratorium yang acta hubungannya dengan meningkatnya

kompensasi dalam proses eritropoisis.

3. Adanya beberapa variasi yang penting terutama dalam membuat diagnostik banding dari

anemi hemolitik.

Kelainan laboratorium yang menunjukkan adanya tanda-tanda meningkatnya proses penghancuran dan

pembentukan sel eritrosit yang berlebihan dapat kita lihat berupa:

1. Berkurangnya umur sel eritrosit

Umur eritrosit dapat diukur dengan menggunakan Cr-Labeled eritrosit, pada anemi hemolitik

umur eritrosit dapat berkurang sampai 20 hari. Meningkatnya penghancuran eritrosit dapat kita lihat

dari tingkat anemi, ictherus dan retikulositosis yang terjadi, oleh sebab itulah pemeriksaan umur

eritrosit ini bukan merupakan prosedur pemeriksaan rutin untuk menegakan diagnostik anemi

hemolitik.

2. Meningkatnya proses pemecahan heme, ditandai dengan adanya:

a. Meningkatnya kadar billirubin indirek darah.

b. Meningkatnya pembentukan CO yang endogen

c. Meningkatnya kadar billirubin darah (hyperbillirubinemi)

d. Meningkatnya exkresi urobillinogen dalam urine.

3. Meningkatnya kadar enzym Lactat dehydrogenase (LDH) serum.

a. Enzym LDH banyak dijumpai pada sel hati, otot jantung, otak dan sel eritrosit, kadar LDH dapat

mencapai 1200 U/ml.

b. Isoenzym LDH-2 lebih dominan pada anemi hemolitik sedang isoenzym LDH-1

c. akan meninggi pada anemi megaloblastik.

4. Adanya tanda-tanda hemolisis intravaskular diantaranya yaitu:

a. Hemoglobinemi (meningkatnya kadar Hb.plasma)

b. Tidak adanya/rendahnya kadar haptoglobulin darah.

c. Hemoglobinuri (meningkatnya Hb.urine).

d. Hemosiderinuri (meningkatnya hemosiderin urine). e. Methemoglobinemi

6. Berkurangnya kadar hemopexin serum.

Kelainan laboratorium yang selalu dijumpai sebagai akibat meningkatnya proses eritroposis

dalam sumsum tulang diantaranya yaitu:

Modul 4 Blok 11 Thanty |

Page 38: hematologi

38

1. Pada darah tepi bisa dijumpai adanya :

a. Retikulosi tosis ( polikromatopilik, stipling )

Sel retikulosit merupakan sel eritrosit yang masih mengandung ribosome, pemeriksaannya

dilakukan dengan menggunakan pengecatan Brelian Cresiel Blue (BCB), nilai normal berkisar antara 0,8–

2,5 % pada pria dan 0,8–4,1 % pada wanita, jumlah retikulosit ini harus dikoreksi dengan ratio

hemoglobin/hematokrit (Hb/0.45) sedang jumlah retikulosit absolute dapat dihitung dengan mengkalikan

jumlah retikulosit dengan jumlah eritrosit.

b. Makrositosis

Sel eritrosit dengan ukuran lebih besar dari normal, yaitu dengan nilai Mean Corpuscular Volume

(MCV) > 96 fl.

c. Eritroblastosis .

d. Lekositosis dan trombositosis

2. Pada sumsum tulang dijumpai adanya eritroid hiperplasia

3. Ferrokinetik :

a. Meningkatnya Plasma Iron Turnover ( PIT ).

b. Meningkatnya Eritrosit Iron Turnover ( EIT ).

4. Biokimiawi darah :

a. Meningkatnya kreatin eritrosit .

b. Meningkatnya aktivitas dari enzyme eritrosit tertentu diantaranya yaitu: urophorphyrin syntese,

hexokinase, SGOT.

Tanda-tanda laboratrium lain yang digunakan untuk membuat diagnostik banding diantaranya yaitu :

1. Kelainan bentuk sel eritrosit pada pemeriksaan sediaan apus darah tepi yang sering kita lihat

adalah bentuk :

a. Sel spherosit : biasanya pada hereditary spherositosis immunohemolitik anemi didapat,

thermalinjury ,hypophosphatemia ,lreracunan zat kimia tertentu .

b. Sel Achantocyte, kelainan pada komposisi zat lemak sel eritrosit yaitu pada abetalipoproteinemia .

c. Spur sel biasanya ditemui pada keadaan sirosis hati.

d. Sel stomatocyte, ada hubungannya dengan kation eritrosit jarang pada keadaan penyakit

hemolitik yang di turunkan biasa terjadi pada keracunan alkohol .

e. Target sel, spesifik untuk :penyakit thalassemia, LCAT defisiensi, obstruktive

yaundice dan postsplenektomi .

f. Elliptocyte bentuk eritrositnya oval.

g. Sickle sel .

h. Schistocyte, helmet Bel dan fragmentosit sel, biasanya ada hubungannya dengan trauma pada sel

eritrosit.

2. Eritrophagositosis, merupakan kelainan yang jarang yaitu adanya phagositik sel yang

Modul 4 Blok 11 Thanty |

Page 39: hematologi

39

mengandung eritrosit hal ini memberi kesan adanya kerusakan pada permukaan sel ritrosit

terutama oleh adanya induced komplement fixing antibody, protozoa, infeksi bakteri dan keracunan

zat kimia tertentu .

3. Autoagglutination, hal ini merupakan karakteristik utama dari adanya penyakit cold agglutinin

immunohemolitik, autoagglunation harus dibedakah dengah rouleaux formation yang sering kita

jumpai pada multiple mieloma dan hal ini sering diikuti dengan peningkatan laju endap darah

(LED) .

4. Osmotik fragiliti test ,yaitu mengukur ketahanan sel eritrosit untuk menjadi lisis oleh proses osmotik

dengan menggunakan larutan saline hypotonik dengan konsentrasi berbeda-beda. Pada keadaan normal

lisis mulai terjadi pada konsentrasi saline 0745-0,50 gr/l dan lisis sempurna terjadi pada konsentrasi

0730-0,33 gr/l. Median corpuscular fragiliti (MCF) yang meninggi akan menyebabkan

terjadinya pergeseran kurve kekiri hal ini ada hubungannya dengan spherositosis ,sebaliknya nilai

MCF yang menurun (fragilitas menurun atau osmotik resisten yang meningkat) maka kurve akan

bergeser kekanan,hal ini sering kita temui pada thalassemia ,sickle sel anemi ,leptositosis ,target

sel ,dengan perkataan lain osmotik fragiliti sitosis penting dalam menentukan adanya kelainan

morfologi eritrosit

DIAGNOSTIK.

Untuk menegakkan diagnostik anemi hemolitik dan penyebabnya maka kita harus berpatokan pada dua

keadaan yang berbeda yaitu :

1. Menentukan ada tidaknya anemi hemolitik, yaitu :

a. Adanya tanda-tanda penghancuran serta pembentukan sel eritrosit yang berlebihan pada

waktu yang sama

b. Terjadi anemi yang persisten yang diikuti dengan hiperaktivitas dari sistem eritropoisis .

c. Terjadi penurunan kadar hemoglobin dengan sangat cepat tanpa bisa diimbangi dengan

eritropoisis normal

d. Adanya tanda-tanda hemoglobinuri atau penghancuran eritrosit intravascular.

2. Menentukan penyebab spesifik dari anemi hemolitik, yaitu: dengan mendapatkan informasi dari

anamnese yang tepat dan cermat terhadap pasien serta dari basil pemeriksaan sediaan apus darah tepi

clan antiglobulin test (Coomb’s test) ,dari data ini dapat kita bedakan lima group pasien yaitu :

a. Anemi hemolitik yang disebabkan oleh adanya exposure terhadap infeksi , zat kimia dan kontak

fisik .

b. Hasil pemeriksaan Coomb’s test positip menunjukan anemi hemolitik autoimune ( AlHA )

c. Hasil pemeriksaan Coomb-s test negatip kemungkinan adanya anemi hemolitik spherositik yaitu pada

hereditari spherositosis.

d. Kelainan morfologi sel eritrosit yang spesifik : elliptositosis dan sickle sel anemia

e. Golongan pasien dengan Coomb’s test negatip dan tidak adanya kelainan morfologi eritrosit yang

spesifik ,hal ini perlu pemeriksaan tambahan yaitu Hemoglobin elektroforese dan heat denaturation test

Modul 4 Blok 11 Thanty |

Page 40: hematologi

40

untuk unstable hemoglobin diseases.

PENGOBATAN

Mengelola anemia hemolitik termasuk menghindari obat-obatan tertentu, mengobati infeksi terkait

dan menggunakan obat-obatan yang menekan sistem kekebalan Anda, yang dapat menyerang sel-sel darah

merah. Pengobatan singkat dengan steroid, obat penekan kekebalan atau gamma globulin dapat membantu

menekan sistem kekebalan tubuh menyerang sel-sel darah merah.

ANEMIA HEMOLITIK NON IMUN

1.1 Defenisi

Anemia hemolitik adalah kadar hemoglobin yang kurang dari kadar normal akibat kerusakan sel eritrosit

yang lebih cepat dari kemampuan sum-sum tulang untuk mengantikannya.

1.2 Etiologi dan Klasifikasi

Pada prinsipnya anemia hemolisis dapat terjadi karena :

1. Defek molekuler : hemoglobinupati atau enzimopati

2. Abnormalitas struktur dan fungsi membran-membran, dan

3. Faktor lingkungan seperti trauma mekanik atau autoantibodi.

Berdasarkan etiologinya anemia hemolisis dapat dikelompokkan menjadi :

Anemia Hemolisis Herediter, yang termaksud kelompok ini adalah :

Defek enzim/enzimopati

- Defek jalur Embden Meyerhof

1. Defisiensi piruvat kinase

2. Defisiensi glukosa fosfat isomerase

3. Defisiensi fosfogliserat kinase

- Defek jalur heksosa monofosfat

1. Defisiensi glukosa 6 fosfat dehidrogenase (G6PD)

2. Defisiensi glutatin reduktase

Hemoglobinopati

- Thalassemia

- Anemia sickle cell

- Hemoglobinupati lain

Defek membran (membranopati) : Sferositosis herediter

Anemia Hemolisis Didapat, yang termaksud kelompok ini adalah :

Anemia hemolisis imun., misalnya : idiopatik, keganasan, obat-obatan, kelainan autoimun,

infeksi, tranfusi

Mikroangiopati, misalnya : Trombotik Trombositopenia Purpura (TTP), Sindrom Uremik

Hemolitik (SUH), Koagulasi Intravaskuler Diseminata (KID), pre-eklampsia, eklampsia,

Modul 4 Blok 11 Thanty |

Page 41: hematologi

41

hipertensi maligna, katup prostetik

Infeksi, misalnya : Infeksi Malaria, Babesiosis, Infeksi Clostridium

Berdasarkan ketahanan hidup dalam sirkulasi darah resepien anemia, anemia hemolisis dapat

dikelompokkan menjadi :

1. Anemia Hemolisis Intrakorpuskular

Sel eritrosit pasien tidak dapat bertahan hidup di sirkulasi darah resepien yang kompatibel,

sedangkan sel eritrosit kompatibel normal dapat bertahan hidup di sirkulasi darah pasien.

2. Anemia Hemolisis Ekstrakorpuskular

Sel eritrosit pasien dapat bertahan hidup di sirkulasi darah pasien yang kompatibel, tetapi sel eritrosit

kompatibel normal tidak dapat bertahan hidup di sirkulasi darah pasien.

1.3 Patofisiologi

Hemolisis dapat tejadi intravaskuler dan ekstravaskuler. Hal ini tergantung pada patologi yang

mendasari suatu penyakit. Pada hemolisis intravaskuler, destruksi eritrosit terjadi langsung di sirkulasi darah.

Misalnya pada trauma mekanik, fiksasi komplemen, dan aktivasi sel perlukaan atau infeksi yang langsung

mendegradasi dan mendestruksi membran sel eritrosit. Hemolisis intaravaskuler jarang terjadi.

Hemolisis yang lebih sering adalah hemolisis ekstravaskuler. Pada hemolisis ekstravaskuler

destruksi sel eritrosit dilakukan oleh sistem retikuloendotelial karena sel eritrosit yang telah mengalami

perubahan membran tidak dapat melintasi sistem retikuloendotelial sehingga difagositosis dan dihancurkan

oleh makrofag.

1.4 Manifestasi Klinis

Penegakkan diagnosa anemia hemolisis memerlukan anamnesis dan pemeriksaan fisis yang teliti.

Pasien mungkin mengeluh lemah, pusing, cepat capek, dan sesak. Pasien mungkin juga mengeluh kuning

dan urinnya kecoklatan, meski jarang terjadi. Riwayat pemakaian obat-obatan dan terpajan toksik serta

riwayat keluarga merupakan informasi penting yang harus ditanyakan saat anamnesis.

Pada pemeriksaan fisis ditemukan kulit dan mukosa kuning. Splenomegali didapati pada beberapa

anemia hemolitik. Pada anemia berat dapat ditemukan takikardia dan aliran murmur pada katup jantung.

Selain hal-hal umum yang ditemukan pada anemia hemolisis di atas, perlu dicari saat anamnesis dan

pemeriksaan fisis hal-hal yang bersifat khusus untuk anemia hemolisis tertentu. Misalnya, ditemukannya

ulkus tungkai pada anemia sickle cell.

1.5 Pemeriksaan Laboratorium

Retikulositosis merupakan indikator terjadinya hemolisis. Retikulositosis mencerminkan adanya hyperplasia

eritroid di sum-sum tulang tetapi biopsi sum-sum tulang tidak selalu diperlukan. Retikulositosis dapat

diamati segera, 3-5 hari setelah penurunan hemoglobin. Diagnosa banding retikulositosis adalah perdarahan

aktif, mielotisis dan perbaikan supresi eritropoesis.

ENZIMOPATI

Modul 4 Blok 11 Thanty |

Page 42: hematologi

42

1.1 Defek Jalur Heksosa Monofosfat

Metabolisme glukosa melalui jalur ini meningkat beberapa kali ketika eritrosit terpajan dengan obat-

obatan atau toksin yang membentuk radikal oksigen. Dengan ini terjadi regenerasi gutatin tereduksi,

perlindungan gugus sulfhidril hemoglobin dan membran eritrosit dari oksidasi. Jika jalur ini

terganggu oleh karena herediter , maka kadar glutatin tereduksi yang adekuat tidak dapat

dipertahankan sehingga gugus sulfhidril hemoglobin teroksidasi, terpresipitasi dalam eritrosit dan

membentuk Heinz Bodies. Terganggunya jalur ini dapat disebabkan oleh defisiensi G6DP dan

glutatin reduktase. Namun demikian, kelainan pada glutatin reduktase belum terbukti berhubungan

bermakna dengan hemolisis.

1.2 Defisiensi G6PD

1. Etiologi dan Epidemologi

Defisiensi enzim ini paling sering mengakibatkan hemolisis. Enzim ini dikode oleh gen yang

terletak di kromosom X sehingga defisiensi G6PD lebih sering mengenai laki-laki. Pada

perempuan biasanya carrier dan asimptomatik. Di seluruh dunia, terdapat lebih dar 400

varian G6PD. Berbagai varian ini terjadi karena adanya perubahan subtitusi basa berupa

penggantian asam amino. Banyaknya varian ini menimbulkan beberapa variasi manifestasi

klinik lebar, mulai dari hanya anemia hemolitik nonsferositik tanpa stres oksidan, anemia

hemolitik yang hanya terjadi ketika hanya distimulasi dengan stres oksidan ringan, sampai

pada abnormalitas yang tidak terdeteksi secara klinis. G6PD normal disebut tipe B. Diantara

varian G6PD yang bermakna secara klinik adalah tipe A-. Tipe ini terutama ditemukan pada

orang keturunan Afrika. Tipe Mediteranian relative sering ditemukan di antara orang

Mediteranian asli, dan lebih berat dari varian A-, karena dapat mengakibatkan anemia

hemolitik nonsferositik tanpa adanya stres oksidatif yang jelas.

2. Manifestasi Klinis

Aktivasi G6PD yang normanl menurun -50% pada waktu umur eritrosit mencapi 120 hari.

Pad tipe A- terjadi sedikit lebih cepat dan lebih cepat lagi pada varian Madeteranian.

Meskipun umur eritrosit pada tipe A- lebih pendek namun tidak menimbulkan anemia

kecuali bila tepajan infeksi virus atau bakteri disamping obat-obatan atau toksin yang dapat

berperan sebagai oksidan yang menyebabkan hemolisis. Obat-obatan atau zat yang dapat

mempresipitasi hemolisis pada pasien dengan defisiensi G6PD adalah asetanilid, fuzolidin,

isobitil nitrit, metilen blue, dan sebagainya. Asidosis metabolik juga dapat memprepitasi

hemolisis pada defesiensi G6PD.

Hemolisis akut terjadi beberapa jjam setelah terpajan dengan oksidan, diikuti oleh

hemoglobinuria dan kolaps pembuluh darah perifer pada kasus yang berat. Hemolisis

biasanya self-limited karena yang mengalami destruksi hanya populasi eritrosit yang tua

saja. Pada tipe A- massa eritrosit menurun hanya 25-30%. Ketika hemolisis akut hematokrit

turun cepat diiringi oleh peningkatan hemoglobin dan biirubin yang tidak terkonjugasi dan

Modul 4 Blok 11 Thanty |

Page 43: hematologi

43

penurunan haptoglobin. Hemoglobin mengalami oksidasi dan membentuk Heinz Bodies

yang tampak pada pewarnaan supravital dengan violet Kristal. Heinz Bodies tampak pada

hari pertama atau sampai ketika badan inklusi ini siap dikeluarkan oleh limpa sehingga

membentuk “bite cells”. Mungkin juga ditemukan beberapa sferosit. Sebagian kecil pasien

defisiensi G6PD ada yang sangat sensitif dengan fava beans (buncis) dan dapat

mengakibatkan krisis hemolisis fulminan setelah terpajan.

3. Diagnosis

Diagnosa defisiensi G6PD diperkirakan jika ada episode hemolisis akut pada laki-laki

keturunan Afrika atau Mediteranian. Pada anamnesis perlu ditanyakan tentang kemungkinan

terpajan dengan zat-zat oksidan, misalnya obat atau zat yang telah disebutkan diatas.

Pemeriksaan aktivitas enzim mungkin fase negatif jika eritrosit tua defisiensi G6PD talah

lisis. Oleh karena itu, pemeriksaan aktivitas enzim perlu diulang dua atau tiga bulan

kemudian ketika ada sel-sel yang tua.

4. Terapi

Pada pasien dengan defisiensi G6PD tipe A-, hemolisis terjadi self-limited sehingga tidak

perlu terapi khusus kecuali untuk terapi infeksi yang mendasari dan hindari obat-obatan atau

zat yang mempresipitasi hemolisis serta mempertahankan aliran ginjal yang adekuat karena

adanya hemoglobinuria saat hemolisis akut. Pada hemolisis berat, yang bisa terjadi pada

varian Mediteranian, mungkin diperlukan tranfusi darah.

Yang terpenting adalah pencegahan episode hemolisis dengan cara mengobati infeksi

dengan segara dan memperhatikan resiko penggunaan obat-obatan, zat oksidan, dan fava

beans. Khusus untuk orang Afrika atau Mediteranian sebaiknya sebelum diberikan zat

oksidan harus dilakukan skrining untuk mengetahui ada tidaknya defisiensi G6PD.

1.3 Defek Jalur Embden Meyerhof

1. Etiologi dan Epidemologi

Enzim yang dapat terganggu pada jalur ini dan mengakibatkan anemia hemolisis adalah

piruvat kinase, glukosa fosfat isomerase, dan fosfogliserat kinase. Yang terbanyak adalah

defisiensi piruvat kinase (95%). Sedangkan defisiensi glukosa fosfat isomerase hanya sekitar

4%. Defek enzim glikolisis ini biasanya diturunkan secara autosomal resesif kecuali

fosfogliserat kinase yang diturunkan terkait seks.

Kelainan ini mengakibatkan eritrosit kekurangan ATP dan ion kalium keluar sel. Sel eritrosit

menjadi kaku dan lebih cepat disekuestrasi oleh sistem fagosit mononuklir. Defisiensi

piruvat kinase hanya mengenai sel eritrosit sedangkan defisiensi glukosa fosfat isomerase

dan fosfogiserat kinase yang mengenai sel leukosit meskipun tidak mempengaruhi fungsi

leukosit.

2. Manifestasi Klinis

Modul 4 Blok 11 Thanty |

Page 44: hematologi

44

Beratnya anemia bervariasi dan gejalanya relatif ringan karena terjadi disosiasi kurva

hemoglobin ke kanan. Hemolisis berat terjadi pada masa awal kanak-kanak dengan anemia,

ikterus, dan splenomegali. Pada perempuan dengan defisiensi piruvat kinase dapat sangat

pucat ketika hamil sehingga sering di diagnosa pertama kali saat itu. Anemia pada pasien ini

berupa anemia normositik (makrositik ringan) normokrom dengan retikulositosis. Pada

defisiensi piruvat kinase dapat ditemukan eritrosit besar diantaranya sel prickle terutama

setelah splenektomi.

3. Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan enzimatik khusus dengan menggunakan

konsentrasi substrat yang sesuai untuk mendeteksi varian-varian berafinitas rendah terhadap

substrat.

4. Terapi

Sebagian besar pasien tidak membutuhkan terapi kecuali pasien dengan hemolisis berat

harus diberikan asam folat 1 mg/hari. Tranfusi darah diperlukan ketika krisis hipoplastik.

Splenektomi bermanfaat pada pasien dengan defisiensi piruvat kinase dan glukosa fosfat

isomerase. Dengan splenektomi retikulosit di sirkulasi meningkat.

ANEMIA DEFISIENSI G6PD

Etiologi dan epidemiologi

Defisiensi ini paling sering mengakibatkan hemolisis. Enzim ini di kode oleh gen yang terletak di

kromosom X sehingga defisiensi G6PD lebih sering mengenai laki-laki. Pada perempuan biasanya carierr

dan asimptomatik. Berbagai varian ini terjadi karena adanya perubahan substitusi basa berupa penggantian

asam amino. Banyaknya varian ini menimbulkan menifestasi klinik lebar, mulai hanya anemia hemolitik

nonsferositik tanpa stres oksidan, anemia hemolitik yang hanya terjadi jika di stimulasi dengan stres oksidan.

Diantara varian G6PD yang bermakna secara klinik adalah tipe A- karena dapat mengakibatkan anemia

hemolitik nonsferositik tanpa adanya stres oksidatif yang jelas.

PERAN ENZIM G6PD

Enzim G6PD terdapat dalam sitoplasma, tersebar di seluruh sel dengan kadar yang berbeda. Enzim

ini bekerja pada tahap pertama jalur pentosa heksosemonofosfat (Pentosa Phosphate Shunt) yaitu jalur

oksidasi glukosa yang menghasilkan NADPH dan Pentosa (ribose 5 fosfat untuk sintesis asam lemak,

kolesterol, hormon steroid, purin, pirimidin dan forfirin). Pada jalur pentosa fosfat, G6PD mengkatalisis

Modul 4 Blok 11 Thanty |

Page 45: hematologi

45

reaksi glukosa 6 fosfat (G6P) dan NADP+ menjadi 6 fosfo glukonat (6GP) dan menghasilkan NADPH.

NADPH merupakan koenzim yang berfungsi sebagai donor hidrogen pada reaksi enzimatik pada berbagai

alur biosintetik. NADPH juga berfungsi sebagai koenzim pada reaksi pembentukan GSH (glutation

tereduksi) dari GSSG (glutation teroksidasi) oleh enzin glutation reduktase (GSSGR). GSH sangat penting

untuk melindungi sel terhadap kerusakan oksidatif karena GSH dapat meredam hidrogen peroksida (H2O2)

menjadi H2O dengan bantuan enzim glutation peroksidase (GSHPX). Jalur alternatif untuk meredam H2O2

adalah melalui enzim katalase, dalam keadaan normal jalur ini tidak efektif karena aktivitas katalase terhadap

H2O2 jauh lebih rendah dari pada afinitas GSHPX. Pada keadaan dimana terjadi produksi H2O2 berlebihan

maka katalase akan berperan lebih dari 50% meredam H2O2 yang terbentuk, namun untuk aktivitas katalase

memerlukan NADPH. Jadi NADPH sangat diperlukan baik untuk meredam H2O2. melalui jalur GSHPX

ataupun melalui jalur katalase.

Kadar enzim G6PD di dalam eritrosit relatif rendah bila dibandingkan dengan kadar enzim G6PD pada sel

tubuh yang lain. Enzim G6PD merupakan satu-satunya enzim dalam sel eritrosit yang berfungsi

memproduksi NADPH untuk mereduksi GSSG menjadi GSH yang meredam H2O2, sehingga GSH

berfungsi mencegah kerusakan eritrosit dari kerusakan akibat oksidasi. Untuk mempertahankan kadar GSH

selalu cukup, diperlukan mekanisme pembentukan GSH dari GSSG dengan bantuan enzim glutation

reduktase (GSSGR) dan NADPH yang tergantung aktivitas G6PD. Semakin tua usia eritrosit, aktifitas enzim

G6PD juga semakin berkurang.

PATOFISIOLOGI DEFISIENSI ENZIM G6PD.

Sel eritrosit dewasa tidak mengandung inti, organel intrasel seperti mitokondria, lisosom atau

aparatus Golgi. ATP merupakan unsur yang penting dalam berbagai proses yang membantu eritrosit

mempertahankan bentuk bikonkafnya disamping dalam proses pengaturan transportasi ion dan air yang

mengalir ke dalam serta keluar sel. ATP ini dihasilkan dari proses glikolisis. Fungsi sel eritrosit yang spesifik

adalah mengangkut oksigen dari paru-paru kejaringan perifer yang dijalankan oleh hemoglobin. Sebagai

pengangkut oksigen, hemoglobin bertanggung jawab terhadap kelenturan sel eritrosit untuk melalui kapiler-

kapiler pembuluh darah. Hemoglobin terdiri dari porfirin besi yang dinamakan heme dan protein yang

disebut globin. Satu molekul hemoglobin terdiri dari 4 subunit protein (globin) yaitu 2 rantai α dan 2 rantai β

dan 4 molekul heme.

Setiap molekul heme mengikat zat besi. Setiap pengikatan oksigen oleh hemoglobin melibatkan

aktivitas dua komponen: heme {Fe (II)-porfirin} dan suatu rantai polipeptida yang menyelubungi (globin).

Hanya hemoglobin dalam kondisi fero [Fe (II)] ini yang dapat mengikat oksigen menjadi oksihemoglobin.

Ketika menangkap oksigen terbentuk senyawa yang selanjutnya akan melepaskan superoksida (O2*-)

menjadi methemoglobin {Fe(III)-porfirin} yang tidak dapat menangkap oksigen. Pada oksigenasi

hemoglobin dapat menghasilkan ion superoksida (O2*-) dan akan berbahaya apabila bersamaan dengan

hidrogen peroksida (H2O2) karena akan membentuk radikal hidroksil (*OH). Radikal hidroksil (*OH)

adalah senyawa oksigen reaktif (SOR) atau dikenal dengan ROS (reactive oxygen species) yang paling

reaktif dan berbahaya. Radikal hidroksil (*OH) dapat merusak tiga jenis senyawa yang penting untuk

Modul 4 Blok 11 Thanty |

Page 46: hematologi

46

mempertahankan integritas sel, yaitu: (1). asam lemak, khususnya asam lemak tak jenuh yang merupakan

komponen penting fosfolipid penyusun membran sel. (2) DNA, yang merupakan perangkat genetik sel. (3)

Protein, yang memegang berbagai peran penting seperti enzim, reseptor, antibodi dan pembentuk matriks

serta sitoskleleton. Dapat disimpulkan bahwa pembentukan radikal hidroksil (*OH) diperlukan tiga

komponen, yaitu: logam transisi Fe atau Cu, H2O2 dan O2*-.

Dalam keadaan normal H2O2 akan dihilangkan terutama melalui reaksi yang dikatalisis oleh enzim

glutation peroksida (GSHPX). Pada defisiensi G6PD, reaksi tersebut berkurang atau bahkan menghilang

sehingga terjadi penumpukan H2O2 yang mengakibatkan denaturasi hemoglobin, terjadi pelepasan ion fero

(reaksi Fenton) yang dapat berinteraksi dengan H2O2 dan O*- untuk membentuk radikal hidroksil (OH*).

OH* dapat merusak tiga jenis senyawa (DNA, protein dan asam lemak) yang penting untuk mempertahankan

integritas sel, karena sel eritrosit dewasa tidak mengandung inti sel sehingga OH* tersebut hanya berdampak

negatif pada asam lemak terutama pada membran yang kaya mengandung fosfolipid sebagai asam lemak tak

jenuh dan proteinnya saja yang dikenal dengan nama peroksidasi lipid (lipid peroxidation), yang

menyebabkan terputusnya rantai asam lemak menjadi senyawa yang bersifat toksik terhadap sel. Apabila

lemak yang rusak adalah konstituen suatu membran biologi, susunan lapisan ganda lemak yang kohesif dan

organisasi struktural akan terganggu, sehingga terjadi peroksidasi membran dan kerusakan tersebut akan

memudahkan sel eritrosit mengalami hemolisis selanjutnya protein berpresipitasi di dalam eritrosit, dan

membentuk badan Heinz. Badan Heinz ini merusak kelenturan membran dan merapuhkan bentuk membran.

Adanya badan Heinz menunjukkan bahwa eritrosit telah mengalami stres oksidatif. Terbentuknya badan

Heinz dan adanya lipid peroksidatif dalam membran sel, memudahkan sel eritrosit mengalami hemolisis.

Sel eritrosit pada orang yang menderita defisiensi G6PD tidak dapat menghasilkan NADPH yang

cukup untuk membentuk kembali GSH dari GSSG. Selanjutnya akan mengganggu kemampuannya untuk

meredam H2O2 dan radikal oksigen sehingga berakibat peningkatan senyawa oksidan. Peningkatan oksidan

ini dapat menyebabkan oksidasi gugus SH dan kemungkinan pula menimbulkan peroksidasi lipid membran

sel eritrosit yang mengakibatkan lisis membran sel eritrosit. Sebagian gugus SH pada hemoglobin akan

teroksidasi, dan protein berpresipitasi di dalam sel eritrosit, dan akan membentuk badan Heinz. Adanya

badan Heinz menunjukkan bahwa sel eritrosit telah mengalami stres oksidatif.

Menifestasi klinik.

Aktivitas G6PD yang normal menurun ~50% pada waktu umur eritrosit mencapai 120 hari. Pada tipe

A penurunan ini terjadi terjadi lebih cepat lagi pada varikan meditarania. Meskipun umur eritrosit pada tipe

A lebih pendek namun tidak menimbulkan anemia kecuali bila terpajan dengan virus dan bakteri. Disamping

obat-obatan atau toksin yang dapat berperan sebagai oksidan yang menyebabkan henolisis. Obat-obatan yang

dapat menyebabkan presipitasi hemolisis pada pasien dengan defisiensi G6PD adalah asetanilid, fuzolidon,

metilen blue, fuzolidon, dapson.

Berdasarkan patofisiologi diketahui bahwa defisiensi enzim G6PD akan mengakibatkan anemia

hemolitik, ikterus neonatorum, dan manifestasi non-hematologi karena adanya oksidan atau yang kita kenal

Modul 4 Blok 11 Thanty |

Page 47: hematologi

47

sebagai radikal bebas. Berikut dijelaskan manifestasi klinis ketiganya, yakni :

Anemia Hemolitik :

1. Anemia Hemolitik akut yang diinduksi Obat-obatan

Sebagian besar manifestasi varian mutan gen G6PD yang mengakibatkan defisiensi enzim G6PD kurang

dari 60% dari normal, terjadi setelah paparan obat atau bahan kimia yang memicu terjadi anemia

hemolitik akut. Umumnya, setelah satu sampai tiga hari terpapar bahan bahan tersebut, penderita akan

mengalami demam, letargi, kadang disertai gejala gastrointestinal. Hemoglobinuria merupakan tanda

cardinal terjadinya hemolisis intravascular ditandai dengan terjadinya urine berwarna merah gelap hingga

coklat. Kemudian timbul ikterus dan anemia yang disertai takikardia. Pada beberapa kasus berat dapat

terjadi syok hipovolemik. Dapat terjadi komplikasi berupa Acute tubular necrosis pada episode hemolitik,

terutama bila terdapat penyakit dasar berupa gangguan hepar seperti hepatitis.

Kerusakan eritrosit akibat oksidatif yang parah seperti pada defisiensi enzim G6PD ditandai dengan

marker berupa eritrosit hemighost. Selain menegakkan diagnosa dengan tepat, persentase sel hemighost

dapat menunjukkan jumlah eritrosit yang akan mengalami hemolisis dalam waktu 24-48 jam mendatang.

Hal ini juga dapat digunakan sebagai peringatan untuk mencegah terjadinya kerusakan ginjal lebih lanjut.

Pada pengecatan sel darah tepi dengan methyl violet akan tampak adanya Heinz body. Tidak didapatkan

haptoglobin dan sering terjadi methemoglobinemia.

2. Anemia Hemolisis Akut karena Infeksi

Infeksi merupakan penyebab paling umum terjadinya hemolisis. Infeksi bakteri dan virus seperti

Hepatitis, Salmonella, Escherchia coli, Streptoccus β hemolitikus dan Rickettsia, dapat menyebabkan

anemia hemolitik pada penderita defisiensi G6PD dan mekanisme terjadinya hemolisis belum jelas. Salah

satu sebab yang dapat menjelaskan hubungan infeksi dengan hemolisis adalah akibat proses fagositosis.

Lekosit menghasilkan radikal oksigen aktif selama proses fagositosis yang mengakibatkan kerusakan

membran eritrosit. Hemolisis yang terjadi karena dipicu oleh infeksi biasanya ringan.

Hemolisis dapat timbul satu sampai dua hari setelah onset terjadinya infeksi dan dapat menimbulkan

anemia ringan. Biasanya terjadi pada pasien dengan klinis pnemoni atau demam tifoid. Infeksi virus

hepatitis pada pasien defisiensi G6PD dapat memperparah timbulnya ikterus.

3. Anemia Hemolitik Akut akibat iinduksi Ketoasidosis Diabetes

Keto asidosis diabetik juga dapat memicu anemia hemolitik pada penderita defisiensi G6PD. Aktivitas

G6PD lebih rendah 30% pada pasien diabetes ketosis daripada kelompok control atau bahkan kelompok

diabetes tipe 2. Mauvies-Jarvis melaporkan bahwa aktivitas enzim tinggal 40% dari normal terdapat dua

kali lebih banyak pada pasien keto diabetes. Mekanisme hemolisis ini diduga diakibatkan oleh perubahan

pH, glukosa, dan piruvat dalam darah . Adanya infeksi tersembunyi seringkali menjadi pemicu hemolisis

akut dan asidosis diabetik.

4. Anemia Hemolitik Akut karena Favism

Manifestasi klinik defisiensi enzim G6PD lainnya yang dapat menyebabkan anemia hemolitik adalah

anemia hemolitik yang disebabkan konsumsi fava bean, Vicia faba. Penderita favisme selalu defisiensi

Modul 4 Blok 11 Thanty |

Page 48: hematologi

48

enzim G6PD namun tidak semua penderita defisiensi G6PD bisa menderita favisme. Diduga terdapat

faktor genetik lainnya yang berhubungan dengan metabolisme bahan aktif dari fava bean.

Favisme merupakan salah satu efek hematologi yang paling berat pada penderita defisiensi G6PD.

Manifestasi klinis yang timbul dapat lebih hebat dibandingkan anemia hemolisis yang disebabkan oleh

obat. . Hemolisis dapat timbul beberapa jam hingga beberapa hari setelah konsumsi kacang.

Favisme banyak didapatkan pada anak dibanding pada dewasa. Terutama pada varian mutan gen

defisiensi G6PD tipe Mediteranean, varian mutan gen G6PD lainnya yang dapat mengalami favisme

adalah tipe G6PD A-. Gejala yang timbul pada anak berupa gelisah hingga letargi beberapa jam setelah

terpapar fava bean. Dalam waktu 24 – 48 jam dapat timbul demam disertai mual muntah, nyeri abdomen

dan diare. Urine berwarna merah hingga coklat gelap yang dapat berlangsung selama beberapa haril.

Ikterus timbul bersama terjadinya urine yang gelap. Anak tampak pucat, terdapat takikardia. Pada

beberapa kasus, dapat terjadi syok hipovolemi dengan segera yang dapat berakibat fatal hingga terjadi

gagal jantung. Biasanya terdapat pembesaran hepar dan limpa yang ringan.

Adanya kasus maternal favisme pada ibu hamil dilaporkan menyebabkan hemolisis pada bayi penderita

defisiensi G6PD yang disusui, bahkan dapat terjadi hydrops fetalis.

Mekanisme terjadinya anemia hemolitik pada favisme belum sepenuhnya dipahami. Diduga kandungan

vicine dan convicine dalam fava bean, suatu β-glukosidase yang terikat pada komponen aglycones yaitu

vicine dan urasil yang menyebabkan suatu formasi radikal bebas semiquinoid. Reaksi yang terjadi sangat

kompleks dan bervariasi luas dan sulit diprediksikan.

Hiperbilirubinemia Neonatorum

Penyebab hiperbilirubinemia pada neonatus dengan defisiensi G6PD masih belum jelas

mekanismenya, diduga bahwa peningkatan bilirubinemia sebagai akibat peningkatan pecahnya sel eritrosit

karena paparan bahan oksidan. Namun seringkali tidak ditemukan adanya oksidan eksternal yang nyata

sebagai penyebab kerusakan eritrosit karena itu diduga kemungkinan oleh faktor penyebab lain yaitu

gangguan clearence bilirubin oleh hati, neonatus dengan defisiensi G6PD Mediterranean juga menunjukkan

defek pada konyugasi glukoronat bilirubin.

Beberapa penulis membuktikan bahwa pembentukan glukoronat dalam hati berkurang pada bayi yang

menderita defisiensi G6PD dibanding dengan bayi normal. Gilman (1974) membuktikan bahwa ikterus

neonatorum pada defisiensi G6PD dapat disebabkan oleh karena fungsi hati yang terganggu, maupun

hemolisis akibat infeksi, atau terpapar bahan oksidan sebagai pencetusnya.

Peningkatan insiden hiperbilirubinemia neonatorum juga ditemukan di Asia Tenggara dan Cina,

pada umumnya berhubungan dengan varian G6PD Canton. Di Singapore pada tahun 1964 ditemukan 43%

dari bayi yang mengalami kern icterus merupakan defisien enzim G6PD dan 25% disebabkan oleh imaturitas

hepar. Di Indonesia 2.66% dari 3200 bayi yang baru lahir mengalami ikterus tanpa adanya faktor-faktor

infeksi, hipoksia dan ternyata disebabkan oleh defisiensi G6PD .

Manifestasi Non-Hematologi

Modul 4 Blok 11 Thanty |

Page 49: hematologi

49

Beberapa kasus defisiensi G6PD dilaporkan dapat memberikan manifestasi non hematologi.

Dilaporkan bahwa defisiensi G6PD dapat mengakibatkan juvenile cataract pada lensa mata. Bahkan bilateral

cataract ditemukan pada anak dengan defisiensi G6PD. Pada penelitian lebih lanjut ditemukan bahwa

aktivitas enzim G6PD hanya sebesar 40% dibanding individu normal.

Defisiensi G6PD juga dapat menyebabkan kejang otot, kelelahan pada otot, gangguan kehamilan,

katarak dan infeksi yang berulang. Dilaporkan pula bahwa defisiensi aktivitas G6PD pada lekosit dan netrofil

dapat menyebabkan defek pada sistem imun yang menyebabkan infeksi berulang dan terbentuknya

granuloma pada beberapa kasus. Defisiensi G6PD menunjukkan heterogenitas genetik yang cukup kompleks

dan bervariasi dari satu populasi ke populasi lain. Varian mutasi gen G6PD yang berbeda dapat menentukan

ringan beratnya gejala klinik serta berbagai akibat lain yang cukup serius dan dapat mengancam kehidupan.

Diagnosis

G6PD dipikirkan jika ada episode hemolisis pada laki-laki keturunan afrika atau meditarania. Pada

anamnesis perlu di tanyakan tentang kemungkinan terpajan dengan zat-zat oksidan. Misalnya obat atau zat

yang telah di sebutkan di atas. Pemeriksaan aktifitas enzim mungkin false negatif jika eritrosit tua defisiensi

G6PD telah lisis.

Terapi

Pada pasien dengan defisiensi G6PD tipe A, hemolisis terjadi self limited. Sehingga tidak perlu terapi

khusus kecuali terapi untuk infeksi yang mendasari atau hindari obat-obatan atau zat yang mempresipitasi

hemolisi serta mempertahankan aliran ginjal yang adekuat karena adanya hemoglobinuria saat hemolisis

akut. Pada hemolisis berat, yang bisa terjadi pada varian meditarania, mungkin perlu transfusi darah.

PENATALAKSANAAN

Defisiensi enzim G6PD yang dapat menyebabkan anemia hemolitik, ikterus maupun manifestasi non

hemolitik merupakan kelainan genetik yang diwariskan secara X-linked resesif. Karena itu, kelainan ini tidak

dapat disembuhkan. Tata laksana utama kelainan enzim G6PD berupa upaya pencegahan.

Upaya pencegahan hanya dapat dilakukan bila telah diketahui masalah yang harus dihadapi. Untuk

itu merupakan hal penting untuk mendapatkan karakteristik gen G6PD dan pola variasi gen G6PD sehingga

membantu untuk diagnosis dini dan mempelajari sejauh mana permasalahan defisiensi G6PD ini sebagai

etiologi penyebab anemia hemolitik atau gejala klinis yang lain.

Upaya pencegahan dapat dibagi menjadi pencegahan primer, pencegahan sekunder dan pencegahan tersier.

Upaya Pencegahan Primer

Upaya pencegahan primer termasuk skrining untuk mengetahui frekuensi (angka kejadian) kelainan

enzim G6PD di masyarakat yang membantu diagnosis dini karena sebagian besar defisiensi G6PD tidak

menunjukkan gejala klinis, sehingga pemahaman mengenai akibat yang mungkin timbul pada penderita

Modul 4 Blok 11 Thanty |

Page 50: hematologi

50

defisiensi G6PD yang terpapar bahan oksidan masih belum sepenuhnya dipahami serta disadari yang dapat

mengakibatkan diagnosis dini terlewatkan. Masih termasuk pencegahan primer yaitu dengan memberikan

informasi dan pendidikan kepada masyarakat mengenai kelainan enzim G6PD, termasuk berupa konseling

genetik pada pasangan resiko tinggi.

Diagnosa dibuat berdasarkan satu dari beberapa tes yang dirancang untuk mengetahui aktivitas

G6PD eritrosit. Beberapa uji saring yang relatif sederhana dan memuaskan telah dikembangkan untuk

menentukan defisiensi G6PD secara kualitatif antara lain: Fluorescent Spot test, Methemoglobin Reduction

Test, Formazan ring test, Ascorbate-cyanide screening test, Methemoglobin elution tets . Hampir semua uji

saring tersebut dapat mengidentifikasi penderita defisiensi G6PD hemizigot (pria) dengan tepat, sayangnya

tidak sensitif untuk diagnosis penderita defisiensi G6PD yang heterozigot (wanita) , kecuali penggunaan

Formazan ring test. Metoda Formazan ring test selain bisa mendeteksi defisiensi G6PD yang heterozigot,

biaya relatif murah, mudah penggunaannya hanya memerlukan inkubator dan dapat digunakan sampel dalam

jumlah besar.

Upaya Pencegahan Sekunder

Upaya pencegahan sekunder berupa pencegahan terpaparnya penderita defisiensi enzim G6PD

dengan bahan bahan oksidan yang dapat menimbulkan manifestasi klinis yang merugikan sehingga dapat

tercapai sumber daya manusia yang optimal.

Sekali diagnosa defisien enzim G6PD ditegakkan, orang tua harus dianjurkan untuk menghindari bahan

bahan oksidan termasuk obat obat tertentu, juga harus dijelaskan mengenai resiko terjadinya hemolisis pada

infeksi berulang. Selain itu juga perlu dilakukan skrining G6PD pada saudara kandung dan anggota keluarga

yang lainnya.

Upaya Pencegahan Tersier

Upaya pencegahan tersier berupa pencegahan terjadinya komplikasi akibat paparan bahan oksidan

maupun infeksi yang menimbulkan gejala klinik yang merugikan, seperti mencegah terjadinya kern ikterus

pada hiperbilirubinemi neonatus yang dapat menyebabkan retardasi mental, mencegah kerusakan ginjal

maupun syok akibat hemolisis akut masif maupun mencegah terjadinya juvenile katarak pada penderita

defisiensi enzim G6PD.

Modul 4 Blok 11 Thanty |

Page 51: hematologi

51

ANEMIA HEMORAGIK

Definisi

Berkurangnya jumlah sel darah merah atau jumlah hemoglobin (protein pengangkut oksigen) yang

disebabkan oleh perdarahan

Etiologi

Karena perdarahan yang tiba-tiba seperti :

kecelakaan

pembedahan

persalinan

pecahanya pembuluh darah

Karena perdarahan menahun ( terus-menerus) , seperti :

perdarahan hidung dan wasir : jelas terlihat

perdarahan pada tukak lambung dan usus kecil atau polip dan kanker usus besar ; mungkin tidak

terlihat dengan jelas karena jumlah darahnya sedikit dan tidak tampak sebagai darah yang merah di

dalam tinja , jenis perdarahan ini disebut perdarahan tersembunyi

perdarahan karena tumor ginjal atau kandung kemih

Modul 4 Blok 11 Thanty |

Page 52: hematologi

52

perdarahan menstruasi yang sangat banyak

Patofisiologi

Jika kehilangan darah , tubuh akan segera menarik cairan dari jaringan diluar pembuluh darah, sebagai usaha

untuk menjaga agar pembuluh darah tetap terisi. Akibatnya darah menjadi lebi encer dan persentase sel darah

merah berkurang. Pada akhirnya terjadi peningkatan pembentukan sel darah merah yang nantinya akan

memperbaiki anemia.

Sign & Symptoms

Hilangnya sejumlah besar darah secara mendadak dapat menyebabkan masalah :

Tekanan darah menurun karena jumlah cairan di dalam pembuluh darah berkurang

Pasokan oksigen tubuh menurun karena jumlah sel darah merah yang mengangkut oksigen

berkurang

Kedua masalah tersebut bisa menyebabkan serangan jantung, stroke atau kematian.

Anemia yang disebabkan oleh perdarahan bisa bersifat ringan sampai berat dan gejala bervariasi.

pingsan

pusing

berkeringat

denyut nadi lemah dan cepat

pernafasan cepat

Penderita sering mengalami pusing ketika duduk atau berdiri (hipotensi ortostatik). Anemia ini juga

menyebabkan kelelahan yang luar biasa, sesak nafas,nyeri dada, dan jika berat dapat menyebabkan

kematian. Berat ringannya gejala ditentukan oleh kecepatan hilangnya darah dari tubuh. Jika darah hilang

dalam waktu singkat dan kehilangnnya sepertiga dari volume darah tubuh maka bisa berakibat fatal. Jika

darah hilang lebih lambat ,dan hilangnya sampai dua pertiga dari volume darah tubuh maka dapat

menyebabkan kelelahan dan kelemahan atau tanpa gejala sama sekali.

Pengobatan

Sumber perdarah harus dihentikan terlebih dahulu lalu dlakukan tranfusi sel darah merah . Jika darah

hilang dalam waktu lama atau anemia tidak terlalu berat , tubuh bisa menghasilkan sejumlah sel darah merah

yang cukup untuk memperbaiki anemia tanpa harus menjalani tranfusi.

Selain itu dapat pula diberi zat besi yang biasanya dalam bentuk tablet yang diperlukan untuk

pembentukan sel darah merah

Modul 4 Blok 11 Thanty |

Page 53: hematologi

53

HEMOGLOBINOPATHIES ( ANEMIA SEL SABIT)

DEFINISI

Anemia sel sabit adalah penyakit turunan akibat kelainan hemoglobin yaituterbentuknya hemoglobin

S sehingga fungsi dari hemoglobin terganggu dan ser darah merah berbentuk bulan sabit. Anemia sel sabit

merupakan kelainan genetic terkait gen resesif. Awalnya anemia sel sabit banyak ditemukan pada daerah

endemis malaria sebagai upaya tubuh mengatasi malaria, tetapi akibat perpindahan manusia dan perkawinan

silang maka kasus ini semakin banyak ditemukan diluar area endemis malaria.

ETIOLOGI

Anemia sel sabit disebabkan karena adanya mutasi pada rantai β-globin dari hemoglobin, yang

menyebabkan pertukaran asam glutamat (suatu asam amino) dengan asam amino hidrofobik valin pada

posisi 6. Gen yang bertanggung jawab menyebabkan SCA merupakan gen autosom dan dapat ditemukan di

kromosom nomor 11. Penggabungan dari dua subunit α-globin normal dengan dua subunit β-globin mutan

membentuk hemoglobin S (HbS). Pada kondisi kadar oksigen rendah, ketidakhadiran asam amino polar pada

posisi 6 dari rantai β-globin menyebabkan terbentuknya ikatan non-kovalen di hemoglobin yang

menyebabkan perubahan bentuk dari sel darah merah menjadi bentuk sabit dan menurunkan elastisitasnya.

Sickle cell anemia (SCA) adalah penyakit genetik yang resesif, artinya seseorang harus mewarisi dua

gen pembawa penyakit ini dari kedua orangtuanya. Hal inilah yang menyebabkan penyakit SCA jarang

Modul 4 Blok 11 Thanty |

Page 54: hematologi

54

terjadi. Seseorang yang hanya mewarisi satu gen tidak akan menunjukkan gejala dan hanya berperan sebagai

pembawa. Jika satu pihak orangtua mempunyai gen sickle cell anemia dan yang lain merupakan pembawa,

maka terdapat 50% kesempatan anaknya menderita sickle cell anemia dan 50% kesempatan sebagai

pembawa.

PATOFISIOLOGI

Pada anemia sel sabit, terjadi keadaan hipoksia dimana

hipoksia tersebut bukan disebabkan karena kurangnya oksigen

lingkungan, tapi karena eritrosit melepaskan oksigen ke jaringan,

sehingga terjadilah keadaan hipoksia. Pada hemoglobin normal,

eritrosit memiliki ketahanan cukup untuk bertahan hingga mncapai

paru dan melakukan pertukaran karbondioksida dengan oksigen, tapi

pada HbS sel darah merah langsung rusak setelah oksigen

dilepaskan ke jaringan dan menjadi sel sabit.

Sel darah merah yang berbentuk sel sabit dengan dinding sel yang rapuh dan tidak elastic

menyebabkan sel darah merah dengan HbS ini mudah menyangkut pada pembuluh darah kecil dalam limpa,

ginjal, otak, tulang, dan organ lainnya, serta menyebabkan berkurangnya pasokan oksigen ke organ tersebut.

Selanjutnya sel ini akan hancur pada saat melewati pembuluh darah karena dindingnya yang rapuh. Sel darah

merah yang berbentuk sabit ini akan mengakibatkan anemia berat, penyumbatan aliran darah, kerusakan

organ, bahkan kematian.

MANIFESTASI KLINIS

Keadaan anemia ini mulai tampak pada saat anak berusia 2-4 bulan, tapi gejala klinis baru terlihat setelah

anak berusia 5-6 bulan. Gejala yang mungkin timbul adalah sebagai berikut.

Acute Chest Syndrome ditandai dengan nyeri dada, nafas cepat, demam, batuk, saturasi oksigen yang

rendah, gejalanya mirip dengan pneumonia, tapi hal ini bukan karena infeksi, melainkan karena disfungsi

paru akibat suplai oksigen yang berkurang.

Hand and Foot syndrome ini biasanya merupakan tanda pertama untuk mengenali anemia sel sabit.

Anak akan mengeluh nyeri hebat dan bengkak pada seluruh jari tangan dan kaki yang nantinya akan

berkembang ke seluruh anggota gerak hingga punggung, dada, dan kepala. Biasanya timbul berulang-

ulang dan skadang sangat hebat sehingga harus ditangani di rumah sakit.

Hipersplenisme limpa yang membesar dan fungsinya akan semakin menurun hingga akhirnya rusak

total pada anak berusia 5 tahun.

Rentan terhadap infeksi anak dengan anemia sel sabit rentgan terhadap infeksi.

Nekrosis Avaskular terjadi kerusakan organ atau jaringan tubuh akibat tersumbatnya aliran darah.

Priapism ereksi yang timbul terus menerus tanpa adanya rangsangan seksual. Hal ini terjadi akibat

sumbatan balik darah di penis, akibatnya darah terkumpul di penis. Priapism mulai terjadi pada masa

remaja pria. Bila terjadi terus menerus akan mengakibatkan disfungsi ereksi dan impotensi nantinya.

Modul 4 Blok 11 Thanty |

Page 55: hematologi

55

Ulkus kulit luka menggaung pada kulit terjadinya karena nekrosis atau matinya jaringan kulit karena

suplai oksigen yang kurang sehingga terbentuk luka yang terus membesar.

Stroke timbul akibat sumbutan pembuluh darah otak oleh sel sabit. Biasanya timbul pada usia lebih

dari 5 tahun dengan angka kejadian tertinggi 6-9 tahun.

Penyakit ginjal timbul sebagai akibat sumbatan pembuluh darah. Biasanya terjadi ketika dewasa.

Retinopati rusaknya retina sebagai akibat sumbatan pembuluh darah retina,terjadi saat dewasa.

Anemia berat akibat hancurnya sel darah merah yang hebat.

Nyeri seringkali dirasakan pada bagian perut atau tulang-tulang panjang.

Anak-anak yang menderita penyakit ini seringkali memiliki tubuh yang relatif pendek, tetapi lengan,

tungkai, jari tangan dan jari kakinya panjang. Perubahan pada tulang dan sumsum tulang bisa

menyebabkan nyeri tulang, terutama pada tangan dan kaki.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

untuk menegakkan diagnosis bisa dilakukan pemeriksaan penunjang sebagai berikut.

Hapusan darah tepi menunjukan sel sabit, sel target, poikilocytes, hipokrom, sel darah merah berinti,

Howell-Jolly Bodies.

Pemeriksaan darah menunjukan retikulosit meningkat 5-15% ; leukositosis : 12000-20000/mm3 ; Hb :

5-9 g/dl ; trombosit normal atau sedikit meningkat.

Pemeriksaan Elektroforesis atau High-Pressure Liquid Chromatograpy (HPLC) umtuk memastikan

adanya HbS dalam darah.

PENATALAKSANAAN

Sickle cell anemia merupakan penyakit genetis yang tidak dapat disembuhkan. Selain dengan

transplantasi sumsum tulang, saat ini belum ditemukan pengobatan permanen untuk penyakit ini. Namun

transplantasi melibatkan prosedur yang rumit dan bukan merupakan terapi pilihan. Untuk dapat melakukan

transplantasi, penderita harus mendapatkan donor yang cocok (biasanya diperoleh dari anggota keluarga

yang tidak menderita sickle cell anemia) dengan resiko rendah terjadinya reaksi penolakan oleh tubuh.

Walaupun demikian, terdapat resiko yang nyata dari prosedur ini dan selalu ada kemungkinan terjadinya

penolakan organ transplantasi oleh tubuh penerima. Namun, tanpa pengobatan sekalipun seorang penderita

SCA masih dapat hidup normal.

Pengobatan dilakukan hanya untuk mengurangi rasa sakit dan penggunaan antibiotik untuk

mencegah infeksi berbahaya akibat bakteri (seperti sepsis/infeksi yang terjadi di darah, meningitis, dan

pneumonia) yang dapat menyebabkan kematian pada penderita, terutama bayi. Hidroksiurea, yang telah

dikenal sebagai obat antitumor ternyata dapat pula digunakan untuk terapi bagi penderita, terutama pada

bayi. Hidroksiurea meningkatkan pembentukan sejenis hemoglobin (terutama ditemukan pada janin) yang

akan menurunkan jumlah sel darah merah yang berubah bentuknya menjadi sabit. Oleh karena itu, obat ini

mengurangi frekuensi terjadinya krisis sel sabit dan juga terbukti dapat menekan rasa sakit serta mencegah

Modul 4 Blok 11 Thanty |

Page 56: hematologi

56

komplikasi penyakit pada anak-anak dan orang dewasa. Penelitian lebih lanjut masih dilakukan untuk

mengetahui keamanan dan efek jangka panjang penggunaannya.

Saat ini sedang dikembangkan teknik pengobatan baru untuk SCA, yaitu dengan terapi gen. Terapi genetik

merupakan teknik penanaman gen normal ke dalam sel-sel prekursor (sel yang menghasilkan sel darah).

Namun, teknik ini masih dalam tahap penelitian dan baru diujicobakan pada tikus. Walaupun para peneliti

khawatir akan sulitnya menerapkan terapi gen pada manusia, mereka yakin bahwa terapi baru ini akan

menjadi pengobatan yang penting untuk penyakit sickle cell anemia.

THALASSEMIA

DEFINISI

Talassemia merupakan suatu penyakit darah yang ditandai dengan berkurang atau ketiadaan

produksi dari hemoglobin normal. Talasemia biasanya terjadi di daerah-daerah dimana terjadi endemik

malaria, khususnya malaria yang disebabkan oleh Plasmodium falciparum

PATOFISIOLOGI

Darah terdiri dari plasma yang berupa cairan, sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit),

dan keping darah (trombosit). Leukosit berfungsi untuk melindungi tubuh terhadap infeksi, dan trombosit

berfungsi untuk mekanisme pembekuan darah. Eritrosit membawa satuprotein yang disebut hemoglobin

yang berfungsi untuk mengikat oksigen di paru-paru, membawanya ke peredaran darah, dan melepaskannya

ke sel dan jaringan tubuh.

Molekul hemoglobin terdapat pada semua eritrosit dan menjadi penyebab dari merahnya warna darah

manusia. Hemoglobin terdiri dari heme, yakni suatu kompleks yang terdiri dari zat besi; dan berbagai macam

globin, yakni rantai protein yang ada di sekeliling kompleks heme. Pada orang normal, hemoglobin dibagi

menjadi :

1. Hb A (95% - 98%)

HbA mengandung dua rantai alpha (α) dan dua rantai beta (β).Modul 4 Blok 11 Thanty |

Page 57: hematologi

57

2. Hb A2 (2% - 3,5%)

Hb A2 mempunyai dua rantai alpha (α) dan dua rantai delta (δ).

3. Hb F (<2%)

HbF diproduksi pada saat masa kehamilan dan akan menurun seiring dengan bertambahnya usia. HbF

mempunyai dua rantai alpha (α) dan dua rantai gamma (γ).

Pada talasemia terjadi kelainan pada gen-gen yang mengatur pembentukan dari rantai globin

sehingga produksinya terganggu. Gangguan dari pembentukan rantai globin ini akan mengakibatkan

kerusakan pada sel darah merah yang pada akhirnya akan menimbulkan pecahnya sel darah tersebut.

GEJALA KLINIS

Berdasarkan gangguan pada rantai globin yang terbentuk, talasemia dibagi sebagai berikut.

1. Talasemia alpha

Talasemia alpha disebabkan karena adanya mutasi dari salah satu atau seluruh globin rantai alpha yang

ada. Talasemia alpha dibagi menjadi :

Silent Carrier State (gangguan pada 1 rantai globin alpha).Pada keadaan ini mungkin tidak timbul

gejala sama sekali pada penderita, atau hanya terjadi sedikit kelainan berupa sel darah merah yang

tampak lebih pucat (hipokrom).

Alpha Thalassaemia Trait (gangguan pada 2 rantai globin alpha). Penderita mungkin hanya

mengalami anemia kronis yang ringan dengan sel darah merah yang tampak pucat (hipokrom) dan

lebih kecil dari normal (mikrositer).

Hb H Disease (gangguan pada 3 rantai globin alpha). Gambaran klinis penderita dapat bervariasi dari

tidak ada gejala sama sekali, hingga anemia yang berat yang disertai dengan perbesaran limpa

(splenomegali).

Alpha Thalassaemia Major (gangguan pada 4 rantai globin aplha). Talasemia tipe ini merupakan

kondisi yang paling berbahaya pada talasemia tipe alpha. Pada kondisi ini tidak ada rantai globin yang

dibentuk sehingga tidak ada HbA atau HbF yang diproduksi. Biasanya fetus yang menderita alpha

talasemia mayor mengalami anemia pada awal kehamilan, membengkak karena kelebihan cairan

(hydrops fetalis), perbesaran hati dan limpa. Fetus yang menderita kelainan ini biasanya mengalami

keguguran atau meninggal tidak lama setelah dilahirkan.

2. Talasemia Beta

Talasemia beta terjadi jika terdapat mutasi pada satu atau dua rantai globin beta yang ada. Talasemia beta

dibagi menjadi sebagai berikut :

Beta Thalassaemia Trait. Pada jenis ini penderita memiliki satu gen normal dan satu gen yang

bermutasi. Penderita mungkin mengalami anemia ringan yang ditandai dengan sel darah merah yang

mengecil (mikrositer).

Thalassaemia Intermedia. Pada kondisi ini kedua gen mengalami mutasi tetapi masih bisa

memproduksi sedikit rantai beta globin. Penderita biasanya mengalami anemia yang derajatnya

tergantung dari derajat mutasi gen yang terjadi.

Modul 4 Blok 11 Thanty |

Page 58: hematologi

58

Thalassaemia Major (Cooley’s Anemia). Pada kondisi ini kedua gen mengalami mutasi sehingga tidak

dapat memproduksi rantai beta globin. Biasanya gejala muncul pada bayi ketika berumur 3 bulan

berupa anemia yang berat.

DIAGNOSA

Diagnosis dari talasemia diketahui dengan melakukan beberapa pemeriksaan darah, seperti :

FBC (Full Blood Count)

Pemeriksaan ini akan memberikan informasi mengenai berapa jumlah sel darah merah yang ada,

berapa jumlah hemoglobin yang ada di sel darah merah, dan ukuran serta bentuk dari sel darah merah.

Sediaan Darah Apus

Pada pemeriksaan ini darah akan diperiksa dengan mikroskop untuk melihat jumlah dan bentuk dari

sel darah merah, sel darah putih dan platelet. Selain itu dapat juga dievaluasi bentuk darah, kepucatan

darah, dan maturasi darah.

Iron studies

Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui segala aspek penggunaan dan penyimpanan zat besi

dalam tubuh. Tujuan dari pemeriksaan ini adalah untuk membedakan apakah penyakit disebabkan oleh

anemia defisiensi besi biasa atau talasemia.

Haemoglobinophathy evaluation

Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui tipe dan jumlah relatif hemoglobin yang ada dalam

darah.

Analisis DNA

Analisis DNA digunakan untuk mengetahui adanya mutasi pada gen yang memproduksi rantai alpha

dan beta. Pemeriksaan ini merupakan tes yang paling efektif untuk mendiagnosa keadaan karier pada

talasemia.

PENATALAKSANAAN

Sebagian besar penderita talasemia tidak memerlukan terapi. Penderita talasemia HbH dan talsemia

intermedia memerlukan pengawasan yang ketat dan kadang kadang harus menjalani transfusi darah.

Pemberian asam folat kadang dapat diberikan, tetapi suplemen zat besi tidak dianjurkan.

Penderita Major Beta Thalassaemia memerlukan transfusi secara reguler setiap enam sampai

delapan minggu tergantung dari derajat anemia. Transfusi darah secara terus menerus ini dapat menimbulkan

kelebihan zat besi di dalam tubuh, yang disebut hemosiderosis. Keadaan ini dapat menimbulkan efek jangka

panjang yang berbahaya karena dapat menyebabkan gagal jantung dan hati. Oleh sebab itu biasanya transfusi

darah disertai dengan penggunaan obat-obatan yang dapat menurunkan kadar zat besi dalam tubuh (chelating

agent).

Pada beberapa keadaan, kadang diperlukan suatu tindakan operasi untuk mengambil limpa dari

dalam tubuh (splenectomy), karena limpa telah rusak. Terapi lain dapat berupa transplantasi sumsum tulang.

Prosedur ini menjanjikan kesembuhan pada penderita talasemia namun angka keberhasilan sampai saat ini

Modul 4 Blok 11 Thanty |

Page 59: hematologi

59

sulit diprediksi. Adanya kerusakan sel darah merah dan zat besi yang menumpuk di dalam tubuh akibat

talasemia, menyebabkan timbulnya aktifasi oksigen atau yang lebih dikenal dengan radikal bebas. Radikal

bebas ini dapat merusak lapisan lemak dan protein pada membram sel, dan organel sel, yang pada akhirnya

dapat menyebabkan kerusakan dan kematian sel. Biasanya kerusakan ini terjadi di organ-organ vital dalam

tubuh seperti hati, pankreas, jantung dan kelenjar pituitari. Oleh sebab itu penggunaan antioksidan, untuk

mengatasi radikal bebas, sangat diperlukan pada keadaan talasemia.

Dari penelitian yang dilakukan oleh Siriraj Hospital, Universitas Mahidol , Bangkok, Thailand,

ditemukan bahwa kadar koenzim Q 10 pada penderita talasemia sangat rendah. Pemberian suplemen

koenzim Q 10 pada penderita talasemia terbukti secara signifikan mampu menurunkan radikal bebas pada

penderita talasemia. Oleh sebab itu pemberian koenzim Q 10 dapat berguna sebagai terapi ajuvan pada

penderita talasemia untuk meningkatkan kualitas hidup.

LEUKOPENIA

Definisi

Lekopenia adalah keadaan dimana jumlah sel darah merah lebih rendah daripada normal dimana

jumlah leukosit lebih rendah dari 5000/mm³. (Suzanne C. Smeltzer, 2002)

Leukopenia adalah berkurangnya jumlah eritrosit di dalam darah, jimlahnya sama dengan 5000/mm³

atau kurang. (Poppy, 2000)

Agranulositosis adalah sumsum tulang berhenti membentuk neutrofil, mengakibatkan tubuh tidak

dilindungi terhadap bakteri dan agen lain yang akan menyerang jaringan ( Guyton, 1992 )

Agranulositosis adalah keadaan yang sangat serius yang ditandai dengan jumlah leukosit yang sangat

rendah dan tidak adanya neutrofil ( Price Sylvia A, 1995 )

Agranulositosis adalah keadaan yang potensial fatal dimana hampir tidak terdapat leukosit

polimorfonuklear atau jumlah granulosit yang lebih rendah dari 2000/mm³ ( Brunner, 2002 )

Penyebab

Infeksi virus dan sepsis bakterial yang berlebihan dapat menyebabkan leukopenia. Penyebab

tersering adalah keracunan obat seperti fenotiazin (yang paling sering), begitu juga clozapine yang

merupakan suatu neuroleptika atipikal. Obat antitiroid, sulfonamide, fenilbutazon, dan chloramphenicol juga

dapat menyebabkan leukopenia. Selain itu, radiasi berlebihan terhadap sinar X dan γ juga dapat

menyebabkan terjadinya leukopenia.

Modul 4 Blok 11 Thanty |

Page 60: hematologi

60

Penyebab dari agranulositosis adalah penyinaran tubuh oleh sinar gamma yang disebabkan oleh

ledakan nuklir atau terpapar obat-obatan (sulfonamida, kloramphenikol, antibiotik betalaktam, Penicillin,

ampicillin, tiourasil). Kemoterapi untuk pengobatan keganasan hematologi atau untuk keganasan lainnya,

analgetik dan antihistamin jika sering serta makin banyak digunakan.

Patofisiologi

Lima jenis leukosit yang telah diidentifikasi dalam darah perifer adalah neutrofil (50- 75%),

eusinofil (1 – 2%), basofil (0,5 – 1%), monosit (6%), limfosit (25-33%).

Sel mengalami proliferasi mitotik, diikuti fase pematangan memerlukan waktu bervariasi dari 9 hari

untuk eusinofil sampai 12 hari untuk neutrofil. Proses ini akan mengalami percepatan bila ada infeksi.

Sumsum tulang memiliki tempat penyimpanan cadangan 10 kali jumlah neutrofil yang dihasilkan per hari.

Bila infeksi cadangan ini dimobilisasi dan dilepaskan ke dalam sirkulasi. Neutrofil merupakan sistem

pertahanan priemer tubuh dengan metode fagositosis. Eusinofil mempunyai fagositosis lemah dan berfungsi

pada reaksi antigen antibodi. Basofil membawa faktor pengaktifan histamin. Monosit meninggalkan sikulasi

menjadi makrofag jaringan. Limfosit terdiri dari dua jenis yaitu limfosit T bergantung pada timus, berumur

panjang dibentuk dalam timus, bertanggung jawab atas respon kekebalan seluler melalui pembentukan sel

yang reaktif antigen. Limfosit B berdiferensiasi menjadi sel plasma yang menghasilkan imunoglobulin, sel

ini bertanggung jawab terhadap kekebalan humoral.

Gejala Klinis

a. Pasien tidak menunjukkan gejala sampai terjadi infeksi.

b. Demam dengan ulserasi merupakan keluhan yang tersering.

c. Rasa malaise umum ( rasa tidak enak, pusing)

d. Tukak pada membran mukosa

e. Takikardi

f. Disfagia

Pemeriksaan Diagnostik

a. Jumlah darah lengkap : hemoglobin dan hematokrit

b.Jumlah eritrosit : menurun (dibawah 5000/mm³ pada lekopenia dan dibawah 2000/mm³ pada

agranulositosis)

Penatalaksanaan

Cara paling efektif untuk menangani leukopenia adalah dengan mengatasi penyebabnya

(simptomatik). Belum ada pola makan atau diet yang berhubungan untuk menambah jumlah sel darah putih.

Setiap obat yang dicurigai harus dihentikan. Apabila granulosit sangat rendah pasien harus dilindungi oleh

setiap sumber infeksi. Kultur dari semua orifisium (misal: hidung, mulut) juga darah sangat penting. Dan jika

demam harus ditangani dengan antibiotik sprektrum luas sampai organisme dapat ditemukan. Higiene mulut

juga harus dijaga. Irigasi tenggorokan dengan salin panas dapat dilakukan untuk menjaga agar tetap bersih

Modul 4 Blok 11 Thanty |

Page 61: hematologi

61

dari eksudat nekrotik. Tujuan penanganan, selain pemusnahan infeksi adalah menghilangkan penyebab

depresi sumsum tulang. Fungsi sumsum tulang akan kembali normal secara spontan (kecuali pada penyakit

neoplasma) dalam 2 atau 3 minggu, bila kematian akibat

LEUKIMIA

Leukemia (kanker darah) adalah jenis penyakit kanker yang menyerang sel-sel darah putih yang

diproduksi oleh sumsum tulang (bone marrow). Sumsum tulang atau bone marrow ini dalam tubuh manusia

memproduksi tiga type sel darah diantaranya sel darah putih (berfungsi sebagai daya tahan tubuh melawan

infeksi), sel darah merah (berfungsi membawa oxygen kedalam tubuh) dan platelet (bagian kecil sel darah

yang membantu proses pembekuan darah).

Leukemia umumnya muncul pada diri seseorang sejak dimasa kecilnya, Sumsum tulang tanpa diketahui

dengan jelas penyebabnya telah memproduksi sel darah putih yang berkembang tidak normal atau abnormal.

Normalnya, sel darah putih me-reproduksi ulang bila tubuh memerlukannya atau ada tempat bagi sel darah

itu sendiri. Tubuh manusia akan memberikan tanda/signal secara teratur kapankah sel darah diharapkan be-

reproduksi kembali.

Pada kasus Leukemia (kanker darah), sel darah putih tidak merespon kepada tanda/signal yang

diberikan. Akhirnya produksi yang berlebihan tidak terkontrol (abnormal) akan keluar dari sumsum tulang

dan dapat ditemukan di dalam darah perifer atau darah tepi. Jumlah sel darah putih yang abnormal ini bila

berlebihan dapat mengganggu fungsi normal sel lainnya, Seseorang dengan kondisi seperti ini (Leukemia)

akan menunjukkan beberapa gejala seperti; mudah terkena penyakit infeksi, anemia dan perdarahan.

Penyakit Leukemia Akut dan Kronis

Modul 4 Blok 11 Thanty |

Page 62: hematologi

62

Leukemia akut ditandai dengan suatu perjalanan penyakit yang sangat cepat, mematikan, dan

memburuk. Apabila hal ini tidak segera diobati, maka dapat menyebabkan kematian dalam hitungan minggu

hingga hari. Sedangkan leukemia kronis memiliki perjalanan penyakit yang tidak begitu cepat sehingga

memiliki harapan hidup yang lebih lama, hingga lebih dari 1 tahun.

Leukemia diklasifikasikan berdasarkan jenis sel

Ketika pada pemeriksaan diketahui bahwa leukemia mempengaruhi limfosit atau sel limfoid, maka

disebut leukemia limfositik. Sedangkan leukemia yang mempengaruhi sel mieloid seperti neutrofil, basofil,

dan eosinofil, disebut leukemia mielositik.

Dari klasifikasi ini, maka Leukemia dibagi menjadi empat type sebutan;

Leukemia limfositik akut (LLA). Merupakan tipe leukemia paling sering terjadi pada anak-anak.

Penyakit ini juga terdapat pada dewasa yang terutama telah berumur 65 tahun atau lebih.

Leukemia mielositik akut (LMA). Ini lebih sering terjadi pada dewasa daripada anak-anak. Tipe ini

dahulunya disebut leukemia nonlimfositik akut.

Leukemia limfositik kronis (LLK).

Hal ini sering diderita oleh orang dewasa yang berumur lebih dari 55 tahun. Kadang-kadang juga

diderita oleh dewasa muda, dan hampir tidak ada pada anak-anak.

Leukemia mielositik kronis (LMK)

Sering terjadi pada orang dewasa. Dapat juga terjadi pada anak-anak, namun sangat sedikit.

Penyebab Penyakit Leukemia

1 .Sampai saat ini penyebab penyakit leukemia belum diketahui secara pasti, akan tetapi ada beberapa

factor yang diduga mempengaruhi frekuensi terjadinya leukemia.

Radiasi. Hal ini ditunjang dengan beberapa laporan dari beberapa riset yang menangani kasus Leukemia

bahwa Para pegawai radiologi lebih sering menderita leukemia, Penerita dengan radioterapi lebih sering

menderita leukemia, Leukemia ditemukan pada korban hidup kejadian bom atom Hiroshima dan Nagasaki,

Jepang.

2 .Leukemogenik. Beberapa zat kimia dilaporkan telah diidentifikasi dapat mempengaruhi frekuensi

leukemia, misalnya racun lingkungan seperti benzena, bahan kimia inustri seperti insektisida, obat-obatan

yang digunakan untuk kemoterapi.

3 .Herediter. Penderita Down Syndrom memiliki insidensi leukemia akut 20 kali lebih besar dari orang

normal.

4 .Virus. Beberapa jenis virus dapat menyebabkan leukemia, seperti retrovirus, virus leukemia feline,

HTLV-1 pada dewasa.

Tanda dan Gejala Penyakit Leukemia

Gejala Leukemia yang ditimbulkan umumnya berbeda diantara penderita, namun demikian secara umum

dapat digambarkan sebagai berikut:

Modul 4 Blok 11 Thanty |

Page 63: hematologi

63

1 .Anemia. Penderita akan menampakkan cepat lelah, pucat dan bernafas cepat (sel darah merah

dibawah normal menyebabkan oxygen dalam tubuh kurang, akibatnya penderita bernafas cepat sebagai

kompensasi pemenuhan kekurangan oxygen dalam tubuh).

2 . Perdarahan. Ketika Platelet (sel pembeku darah) tidak terproduksi dengan wajar karena didominasi

oleh sel darah putih, maka penderita akan mengalami perdarahan dijaringan kulit (banyaknya jentik merah

lebar/kecil dijaringan kulit).

3 . Terserang Infeksi. Sel darah putih berperan sebagai pelindung daya tahan tubuh, terutama melawan

penyakit infeksi. Pada Penderita Leukemia, sel darah putih yang diterbentuk adalah tidak normal (abnormal)

sehingga tidak berfungsi semestinya. Akibatnya tubuh si penderita rentan terkena infeksi virus/bakteri,

bahkan dengan sendirinya akan menampakkan keluhan adanya demam, keluar cairan putih dari hidung

(meler) dan batuk.

4 . Nyeri Tulang dan Persendian. Hal ini disebabkan sebagai akibat dari sumsum tulang (bone marrow)

mendesak padat oleh sel darah putih.

5 . Nyeri Perut. Nyeri perut juga merupakan salah satu indikasi gejala leukemia, dimana sel leukemia

dapat terkumpul pada organ ginjal, hati dan empedu yang menyebabkan pembesaran pada organ-organ tubuh

ini dan timbulah nyeri. Nyeri perut ini dapat berdampak hilangnya nafsu makan penderita leukemia.

6 .Pembengkakan Kelenjar Lympa. Penderita kemungkinan besar mengalami pembengkakan pada

kelenjar lympa, baik itu yang dibawah lengan, leher, dada dan lainnya. Kelenjar lympa bertugas menyaring

darah, sel leukemia dapat terkumpul disini dan menyebabkan pembengkakan.

7 .Kesulitan Bernafas (Dyspnea). Penderita mungkin menampakkan gejala kesulitan bernafas dan

nyeri dada, apabila terjadi hal ini maka harus segera mendapatkan pertolongan medis.

Diagnosa Penyakit Leukemia (Kanker Darah)

Penyakit Leukemia dapat dipastikan dengan beberapa pemeriksaan, diantaranya adalah ; Biopsy,

Pemeriksaan darah {complete blood count (CBC)}, CT or CAT scan, magnetic resonance imaging (MRI),

X-ray, Ultrasound, Spinal tap/lumbar puncture.

Penanganan dan Pengobatan Leukemia

Penanganan kasus penyakit Leukemia biasanya dimulai dari gejala yang muncul, seperti anemia,

perdarahan dan infeksi. Secara garis besar penanganan dan pengobatan Leukemia bisa dilakukan dengan cara

single ataupun gabungan dari beberapa metode dibawah ini:

1 Chemotherapy/intrathecal medications

2 Therapy Radiasi. Metode ini sangat jarang sekali digunakan

3 Transplantasi bone marrow (sumsum tulang)

4 Pemberian obat-obatan tablet dan suntik

5 Transfusi sel darah merah atau platelet.

Modul 4 Blok 11 Thanty |

Page 64: hematologi

64

Sistem Therapi yang sering digunakan dalam menangani penderita leukemia adalah kombinasi antara

Chemotherapy (kemoterapi) dan pemberian obat-obatan yang berfokus pada pemberhentian produksi sel

darah putih yang abnormal dalam bone marrow. Selanjutnya adalah penanganan terhadap beberapa gejala

dan tanda yang telah ditampakkan oleh tubuh penderita dengan monitor yang komprehensive.

TROMBOSITOPENIA

DEFINISI

Trombositopenia adalah suatu kekurangan trombosit, yang merupakan bagian dari pembekuan darah.

Darah biasanya mengandung sekitar 150.000-350.000 trombosit/mL. Jika jumlah trombosit kurang dari

30.000/mL, bisa terjadi perdarahan abnormal meskipun biasanya gangguan baru timbul jika jumlah

trombosit mencapai kurang dari 10.000/mL.

PENYEBAB

Penyebab trombositopenia:

1. Sumsum tulang menghasilkan sedikit trombosit

Leukemia

Anemia aplastik

Hemoglobinuria nokturnal paroksismal

Pemakaian alkohol yang berlebihan

Anemia megaloblastik

Kelainan sumsum tulang

2. Trombosit terperangkap di dalam limpa yang membesar

Sirosis disertai splenomegali kongestif

Mielofibrosis

Penyakit Gaucher

Modul 4 Blok 11 Thanty |

Page 65: hematologi

65

3. Trombosit menjadi terlarut

Penggantian darah yang masif atau transfusi ganti (karena platelet tidak dapat bertahan di dalam

darah yang ditransfusikan)

Pembedahan bypass kardiopulmoner

4. Meningkatnya penggunaan atau penghancuran trombosit

Purpura trombositopenik idiopatik (ITP)

Infeksi HIV

Purpura setelah transfusi darah

Obat-obatan, misalnya heparin, kuinidin, kuinin, antibiotik yang mengandung sulfa, beberapa obat

diabetes per-oral, garam emas, rifampin

Leukemia kronik pada bayi baru lahir

Limfoma

Lupus eritematosus sistemik

Keadaan-keadaan yang melibatkan pembekuan dalam pembuluh darah, misalnya komplikasi

kebidanan, kanker, keracunan darah (septikemia) akibat bakteri gram negatif, kerusakan otak

traumatik - Purpura trombositopenik trombotik

Sindroma hemolitik-uremik

Sindroma gawat pernafasan dewasa

Infeksi berat disertai septikemia.

GEJALA

Perdarahan kulit bisa merupakan pertanda awal dari jumlah

trombosit yang kurang. Bintik-bintik keunguan seringkali muncul di

tungkai bawah dan cedera ringan bisa menyebabkan memar yang

menyebar.

Bisa terjadi perdarahan gusi dan darah juga bisa ditemukan pada

tinja atau air kemih. Pada penderita wanita, darah menstruasinya sangat

banyak.

Perdarahan mungkin sukar berhenti sehingga pembedahan dan

kecelakaan bisa berakibat fatal. jika jumlah trombosit semakin menurun, maka perdarahan akan semakin

memburuk. Jumlah trombosit kurang dari 5.000-10.000/mL bisa menyebabkan hilangnya sejumlah besar

darah melalui saluran pencernaan atau terjadi perdarahan otak (meskipun otaknya sendiri tidak mengalami

cedera) yang bisa berakibat fatal.

PURPURA TROMBOSITOPENIK IDIOPATIK (ITP)

Purpura Trombositopenik Idiopatik adalah suatu penyakit dimana terjadi perdarahan abnormal akibat

rendahnya jumlah trombosit tanpa penyebab yang pasti.

Modul 4 Blok 11 Thanty |

Page 66: hematologi

66

Penyebab dari kekurangan trombosit tidak diketahui (idiopatik). Penyakit ini diduga melibatkan

reaksi autoimun, dimana tubuh menghasilkan antibodi yang menyerang trombositnya sendiri. Meskipun

pembentukan trombosit di sumsum tulang meningkat, persediaan trombosit yang ada tetap tidak dapat

memenuhi kebutuhan tubuh.

Pada anak-anak, penyakit ini biasanya terjadi setelah suatu infeksi virus dan setelah bebeerapa

minggu atau beberapa bulan akan menghilang tanpa pengobatan.

Gejalanya bisa timbul secara tiba-tiba (akut) atau muncul secara perlahan (kronik).

Gejalanya berupa:

- bintik-bintik merah di kulit sebesar ujung jarum

- memar tanpa penyebab yang pasti

- perdarahan gusi dan hidung

- darah di dalam tinja.

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala serta hasil pemeriksaan darah dan sumsum tulang yang

menunjukkan rendahnya jumlah trombosit dan adanya peningkatan penghancuran trombosit.

Pada penderita dewasa, diberikan kortikosteroid (misalnya prednison) dosis tinggi untuk mencoba

menekan respon kekebalan tubuh. Pemberian kortikosteroid hampir selalu bisa meningkatkan jumlah

trombosit, tetapi efeknya hanya sekejap. Obat-obat yang menekan sistem kekebalan (misalnya azatioprin)

juga kadang diberikan. Jika pemberian obat tidak efektif atau jika penyakitnya berulang, maka dilakukan

pengangkatan limpa (splenektomi).

Imun globulin atau faktor anti-Rh (bagi penderita yang memiliki darah Rh-positif) dosis tinggi

diberikan secara intravena kepada penderita yang mengalami perdarahan hebat akut. Obat ini juga digunkan

untuk periode yang lebih lama (terutama pada anak-anak), guna mempertahankan jumlah trombosit yang

memadai untuk mencegah perdarahan.

TROMBOSITOPENIA AKIBAT PENYAKIT

Infeksi HIV (virus penyebab AIDS) seringkali menyebabkan trombositopenia. Penyebabnya

tampaknya adalah antibodi yang menghancurkan trombosit. Pengobatannya sama dengan ITP. Zidovudin

(AZT) yang diberikan untuk memperlambat penggandaan virus AIDS, seringkali menyebabkan

meningkatnya jumlah trombosit.

Lupus eritematosus sistemik menyebabkan berkurangnya jumlah trombosit dengan cara membentuk

antibodi. Disseminated intravascular coagulation (DIC) menyebabkan terbentuknya bekuan-bekuan kecil di

seluruh tubuh, yang dengan segera menyebabkan berkurangnya jumlah trombosit dan faktor pembekuan.

PURPURA TROMBOSITOPENIK TROMBOTIK

Purpura Trombositopenik Trombotik adalah suatu penyakit yang berakibat fatal dan jarang terjadi,

dimana secara tiba-tiba terbentuk bekuan-bekuan darah kecil di seluruh tubuh, yang menyebabkan penurunan

tajam jumlah trombosit dan sel-sel darah merah, demam dan kerusakan berbagai organ.

Modul 4 Blok 11 Thanty |

Page 67: hematologi

67

Penyebab penyakit ini tidak diketahui. Bekuan darah bisa memutuskan aliran darah ke bagian otak,

sehingga terjadi gejala-gejala neurologis yang aneh dan hilang-timbul.

Gejala lainnya adalah:

- sakit kuning (jaundice)

- adanya darah dan protein dalam air kemih

- kerusakan ginjal

- nyeri perut

- irama jantung yang abnormal.

Jika tidak diobati, penyakit ini hampir selalu berakibat fatal; dengan pengobatan, lebih dari separuh

penderita yang bertahan hidup.

Plasmaferesis berulang atau transfusi sejumlah besar plasma (komponen cair dari darah yang tersisa

setelah semua sel-sel darah dibuang) bisa menghentikan penghancuran trombosit dan sel darah merah. Bisa

diberikan kortikosteroid dan obat yang menghalangi fungsi trombosit (misalnya aspirin dan dipiridamol),

tetapi efektivitasnya belum pasti.

DIAGNOSA

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejala dan hasil pemeriksaan darah yang menunjukkan jumlah

trombosit dibawah normal.

Pemeriksaan darah dengan mikroskop atau pengukuran jumlah dan volume trombosit dengan alat penghitung

elektronik bisa menentukan beratnya penyakit dan penyebabnya. Aspirasi sumsum tulang yang kemudian

diperiksa dengan mikroskop, bisa memberikan informasi mengenai pembuatan trombosit.

PENGOBATAN

Jika penyebabnya adalah obat-obatan, maka menghentikan pemakaian obat tersebut biasanya bisa

memperbaiki keadaan.

Jika jumlah trombositnya sangat sedikit penderita seringkali dianjutkan untuk menjalani tirah baring guna

menghindari cedera. Jika terjadi perdarahan yang berat, bisa diberikan transfusi trombosit.

Modul 4 Blok 11 Thanty |

Page 68: hematologi

68

TROMBOSITOSIS

Trombosit berasal dari fragmentasi sitoplasma megakariosit, suatu sel muda yang besar dalam sumsum

tulang. Megakariosit matang ditandai proses replikasi endomiotik inti dan makin besarnya volume plasma,

sehingga pada akhirnya sitoplasma menjadi granular dan terjadi pelepasan trombosit. Setiap megakariosit

mampu menghasilkan 3000 - 4000 trombosit, waktu dari diferensiasi sel asal (stem cell) sampai dihasilkan

trombosit memerlukan waktu sekitar 10 hari. Umur trombosit pada darah perifer 7-10 hari.

Trombosit adalah sel darah tak berinti, berbentuk cakram dengan diameter 1 - 4 mikrometer dan volume

7 – 8 fl. Trombosit dapat dibagi dalam 3 daerah (zona), zona daerah tepi berperan sebagai adhesi dan

agregasi, zona “sol gel” menunjang struktur dan mekanisme interaksi trombosit, zona organel berperan

dalam pengeluaran isi trombosit. Fungsi utama trombosit adalah pembentukan sumbatan mekanis sebagai

respon hemostatik normal terhadap luka vaskuler, melalui reaksi adhesi, pelepasan, agregasi dan fusi serta

aktivitas prokoagulannya. Nilai normal trombosit bervariasi sesuai metode yang dipakai. Jumlah trombosit

normal menurut Deacie adalah 150 – 400 x 109 / L. Bila dipakai metode Rees Ecker nilai normal trombosit

140 – 340 x 109/ L, dengan menggunakan Coulter Counter harga normal 150 – 350 x 109/L.

BAHAN PEMERIKSAAN

Bahan pemeriksaan adalah darah lengkap, yang dapat diperoleh dari darah kapiler atau darah vena.

Darah Kapiler Pengambilan darah kapiler untuk orang dewasa dilakukan pada ujung jari tangan ketiga dan

Modul 4 Blok 11 Thanty |

Page 69: hematologi

69

keempat serta pada anak daun telinga, sedangkan pada bayi dan anak-anak biasanya diambil dari tumit atau

ibu jari kaki.

Perlu diperhatikan dalam pengambilan sampel darah kapiler adalah sebelum penusukan dimulai keadaan

setempat perlu diperhatikan dengan seksama, merupakan kontra indikasi adalah adanya bekas-bekas luka,

keradangan, dermatitis ataupun oddema. Pengambilan darah kapiler dapat dilakukan bila jumlah darah yang

dibutuhkan sedikit saja, atau dalam keadaan emergency, karena selain jumlah darah yang diambil sedikit

sehingga jika terjadi kesalahan dalam pemeriksaan akan sulit untuk menanggulangi.

Kesulitan-kesulitan yang sering terjadi dalam pengambilan sampel darah ini adalah, apabila kulit sekitar

luka tusukan tidak kering karena alkohol atau keringat, maka tetesan darah yang keluar tidak dapat

mengumpul melainkan menyebar ke sekitarnya sehingga sukar untuk mengambilnya. Lagipula bahan darah

semacam ini tidak boleh digunakan karena sudah bercampur dengan bahan lain.

Darah tidak dapat keluar dengan lancar. Hal ini biasanya karena penusukan yang kurang dalam atau

peredaran darah setempat kurang baik. Usaha untuk melancarkan pengeluaran darah dengan memijat akan

sia-sia karena darah yang keluar tidak dapat dipergunakan karena sudah tercampur dengan cairan jaringan

sehingga hasil pemeriksaan menunjukkan hasil yang lebih rendah dari yang sebenarnya.

Darah Vena Pengambilan darah vena untuk orang dewasa dilakukan pada vena difossa cubiti,

sedangkan pada anak-anak atau bayi bila perlu, darah diambil dari vena jugularis eksterna, vena femoralis

bahkan dapat diambil dari sinus sagittalis superior. Pengambilan darah vena perlu dilakukan dengan hati-hati

karena bahaya yang dapat terjadi jauh lebih besar daripada pengambilan darah kapiler.

Dalam pengambilan sampel darah vena perlu diperhatikan, tempat yang akan digunakan untuk pengambilan

harus diperiksa dengan seksama antara lain letak dan ukuran vena.

PEMERIKSAAN JUMLAH TROMBOSIT

Pemeriksaan hitung jumlah trombosit dalam laboratorium dapat dilakukan secara langsung maupun

tidak langsung. Secara langsung menggunakan metoda Rees Ecker, metoda Brecher Cronkite dan Cell

Counter Automatic Metode Rees Ecker. Darah diencerkan dengan larutan BCB (Brilliant Cresyl Blue),

sehingga trombosit akan tercat terang kebiruan. Trombosit dihitung dengan bilik hitung di bawah mikroskop,

kemungkinan kesalahan metode Rees Ecker 16-25%. Metode Brecher Cronkite Darah diencerkan dengan

larutan amonium oksalat 1% untuk melisiskan sel darah merah, trombosit dihiotung pada bilik hitung

menggunakan mikroskop fase kontras. Kemungkinan kesalahan Brecher Cronkite 8-10%. Metode Cell

Counter Automatic Metode ini menggunakan prinsip flow cytometri. Prinsip tersebut memungkinkan sel-sel

masuk flow chamber untuk dicampur dengan diluent kemudian dialirkan melalui apertura yang berukuran

kecil yang memungkinkan sel lewat satu per satu. Aliran yang keluar dilewatkan medan listrik untuk

kemudian sel dipisah-pisahkan sesuai muatannya. Teknik dasar pengukuran sel dalam flow cytometri ialah

impedansi listrik (electrical impedance) dan pendar cahaya (light scattering). Teknik impedansi berdasar

pengukuran besarnya resistensi elektronik antara dua elektrode. Teknik pendar cahaya akan

menghamburkan, memantulkan atau membiaskan cahaya yang berfokus pada sel, oleh karena tiap sel

memiliki granula dan indek bias berbeda maka akan menghasilkan pendar cahaya berbeda dan dapat

Modul 4 Blok 11 Thanty |

Page 70: hematologi

70

teridentifikasi. Pada cell counter automatic masih terdapat kelemahan apabila ada trombosit yang

bergerombol, trombosit besar (giant) serta adanya kotoran, pecahan eritrosit, pecahan leukosit sehingga cross

check menggunakan sediaan apus darat tepi (SADT) sangat berarti. Sedangkan hitung rombosit secara tidak

langsung menggunakan metode Fonio dan melakukan estimasi metode Barbara Brown Metode Fonio

Metode ini dilakukan dengan menggunakan darah kapiler pada ujung jari dicampur dengan larutan

magnesium sulfat 14% kemudian dibuat SADT dan dilakukan pengecatan giemsa. Jumlah trombosit dihitung

dalam 1000 eritrosit, jumlah mutlak trombosit dapat diperhitungkan dari jumlah mutlak eritrosit. Cara ini

lebih kasar daripada cara langsung.

Estimasi Jumlah Trombosit Pada SADT

Pada prinsipnya semua hasil hitung trombosit baik normal maupun abnormal yang diperiksa secara

langsung harus dilakukan cross check dengan SADT. Cross check pada SADT bertujuan untuk mengetahui

ada tidaknya perbedaan antara hitung trombosit secara langsung dan estimasi. Perbedaan mencolok antara

hitung trombosit secara langsung dan estimasi dapat disebabkan oleh 3 faktor :

1. Faktor pranalitik.

Misalnya :

sampel tertukar

cara sampling yang tidak benar

kesalahan mencantumkan identitas

2. Faktor analitik

Misalnya : cara pembuatan SADT yang tidak memenuhi syarat kesalahan alat hitung yang dipakai.

3. Faktor post analitik, biasanya terjadi saat penulisan hasil.

SADT untuk estimasi jumlah trombosit harus dibuat sebaik mungkin, sehingga terbentuk daerah

baca yang baik. Trombosit harus terdistribusi rata dan tidak menggerombol, apabila trombosit cenderung

bergerombol harus dibuat SADT baru dengan cara terlebih dahulu mencampur sampel darah secara baik

Berdasarkan susunan populasi sel darah merah SADT dibagi menjadi 6 zona, yaitu :

Zona I disebut zona irreguler, di daerah ini sel darah merah tidak teratur dan kadang ada yang padat

bergerombol. Daerah ini meliputi kira-kira 3% dari seluruh badanSADT.

Zona II disebut zona tipis, dimana distribusi sel darah merah tidak teratur, saling berdesakan dan

bertumpuk. Zona ini meliputi sekitar 14%.

Zona III disebut zona tebal, dimana sel-sel darah merah bergerombol dan padat luas zona ini sekitar

45% atau hampir separo dari badan SADT.

Zona IV disebut juga zona tipis, yang sama kondisinya dengan zona II hanya lebih tipis. Luasnya

sekitar 18% dari SADT.

Zona V, zona reguler merupakan tempat sel-sel tersebar rata tidak saling bertumpuk dan bentuk-

bentuknya masih asli. Daerah ini meliputi sekitar 11% dari badan SADT. Zona VI juga disebut zona

sangat tipis, terletak di ujung sediaan apus sebelum ekor. Di sini sel-sel lebih longgar dan umunya

Modul 4 Blok 11 Thanty |

Page 71: hematologi

71

berderet. Zona ini luasnya sekitar 9% dari badan SADT. Metoda estimasi menurut Barbara Brown,

apabila pada zona V dengan pembesaran lensa obyektif 100 kali ditemukan 1 trombosit maka

dikalikan dengan 20.000. Faktor perkalian (f) menurut Barbara Brown adalah 20.000.

KELAINAN TROMBOSIT

Kelainan trombosit meliputi kuantitas dan kualitas trombosit. Trombositopeni Trombositopeni

adalah berkurangnya jumlah trombosit dibawah normal, yaitu kurang dari 150 x 109 / L. Trombositopeni

dapat terjadi karena beberapa keadaan :

Penurunan produksi (megakariositopeni), terjadi bila fungsi sumsum tulang terganggu

Meningkatnya destruksi (megakariositosis), terjadi akibat trombosit yang beredar berhubungan

dengan mekanisme imun.

Akibat pemakaian yang berlebihan (megakariositosis), misalnya pada DIC (Disseminated

Intravasculer Coagulation), kebakaran, trauma.

Pengenceran trombosit.

Dapat terjadi oleh karena tranfusi yang dibiarkan dalam waktu singkat dengan memakai darah murni

yang disimpan sehingga dapat mengakibatkan kegagalan hemostatik pada resipien.

Trombositosis

Trombositosis adalah meningkatnya jumlah trombosit pada peredaran darah diatas normal, yaitu

lebih dari 400 x 109 / L. Pada trombositosis apabila rangsangan-rangsangan yang menyebabkan

trombositosis ditiadakan maka jumlah trombosit kembali normal, misalnya terjadi pada perdarahan yang

akut, contohnya pada trauma waktu pembedahan atau melahirkan.

Trombositemi

Trombositemi yaitu peningkatan jumlah trombosit oleh proses yang ganas. Misalnya pada lekemia

mielositik kronik. Jumlah trombosit pada trombositemi dapat melebihi 1.000x109/L.

Kelainan Kualitas Trombosit

Trombositopati Trombositopati adalah keadaan yang menggambarkan kelainan trombosit terutama yang melibatkan “platelet

faktor 3” dan selanjutnya pembentukan tromboplastin plasma. Hal ini dapat disebabkan oleh kelainan

bawaan / didapat.

Modul 4 Blok 11 Thanty |