Upload
others
View
14
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
137 INOVASI dan PEMBANGUNAN – JURNAL KELITBANGAN Vol. 02 No. 02
HERITABILITAS DAN KEMAJUAN GENETIK KARAKTER
KETAHANAN KEDELAI GENERASI F2 PERSILANGAN
TANGGAMUS x B3570 TERHADAP
SOYBEAN MOSAIC VIRUS
Tety Maryenti1, Maimun Bermwai
2 dan Joko Prasetyo
2
1Mahasiswa Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Lampung,
Jln. Prof. Soemantri Brodjonegoro, No. 1, Bandar Lampung 35145.
2Dosen Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Lampung
Jln. Prof. Soemantri Brodjonegoro, No. 1, Bandar Lampung 35145.
ABSTRAK
Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan tanaman pangan yang memiliki
nilai konsumsi yang tinggi di Indonesia. Namun, produksi kedelai dalam negeri
masih belum terpenuhi. Salah satu penyebab rendahnya produktivitas kedelai
yaitu infeksi penyakit mosaik kedelai yang disebabkan oleh soybean mosaic virus
(SMV). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) besaran nilai duga
heritabilitas arti luas pada setiap variabel pengamatan, (2) nilai duga kemajuan
genetik pada setiap variabel pengamatan, (3) nomor-nomor harapan benih yang
memiliki ketahanan terhadap SMV dan berproduksi tinggi. Penelitian
dilaksanakan pada bulan September 2013 sampai Januari 2014 di Laboratorium
Lapangan Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung, kemudian
pengamatan dilanjutkan di Laboratorium Benih dan Pemuliaan Tanaman Universitas
Lampung. Benih yang digunakan merupakan benih hasil persilangan Tanggamus
x B3570 dengan genotipe nomor satu sebanyak 100 butir dan menggunakan tetua
masing-masing sebanyak 20 butir. Setiap tanaman diinokulasi dengan SMV,
kemudian diamati keparahan penyakit dan karakter agronominya. Rancangan
perlakuan yang digunakan adalah rancangan tunggal terstruktur bersarang dan
rancangan percobaan tanpa ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1)
besaran nilai duga heritabilitas arti luas yang tinggi terdapat pada karakter
keparahan penyakit, tinggi tanaman, total jumlah polong, jumlah polong bernas,
total jumlah biji, persentase biji sehat, persentase biji sakit, bobot biji pertanaman,
dan umur panen, (2) nilai duga kemajuan genetik yang tinggi terdapat pada
karakter keparahan penyakit, tinggi tanaman, total jumlah polong, jumlah polong
138 INOVASI dan PEMBANGUNAN – JURNAL KELITBANGAN Vol. 02 No. 02
bernas, total jumlah biji, persentase biji sehat, dan bobot biji per tanaman, (3)
terdapat 19 genotipe terpilih yang memiliki sifat tahan dan tolerans terhadap SMV
dan berproduksi tinggi.
Kata kunci: kedelai, heritabilitas dan kemajuan genetik, ketahanan terhadap
soybean mosaic virus (SMV)
ABSTRACT
The need of soybean (Glycine max [L.] Merrill) in Indonesia increases in line
with the growth of population. However, the need of soybean in Indonesia has not
been fulfilled yet, due to the lack of soybean yield. One of the reason is an
infection caused by soybean mosaic virus (SMV). The aim of this study was to
determine (1) the estimation of broad sense heritability for disease severity and
agronomy characters, (2) predictive value of genetic advanced for disease
severity and agronomy characters, (3) expectation numbers of genotype which are
resistant to SMV and high yield. The study was conducted in September 2013 until
January 2014 at the Integrated Field Laboratory of the College of Agriculture
and Seed and Plant Breeding Laboratory, University of Lampung. The seed which
was used in this study from Tanggamus and B3570 crossing (F2). Each plant was
inoculated by SMV, and disease severity and agronomy characters were observed
in this study. The design used in this study was experimental design without
replications. The results indicated that (1) the estimation of broad-sense
heritability were high for disease severity character, plant height, number of pods,
number of filled pods, the number of seeds, the percentage of healthy seeds, the
percentage of diseased seeds, seed weight per plant, and day of harvesting, (2)
predictive value of high genetic progress were high for disease severity character,
plant height, number of pods, number of filled pods, number of seeds, the
percentage of healthy seeds, and seed weight per plant, (3) there were 19 selected
genotypes which were resistant and tolerans to SMV and high yield.
Keywords: soybean, heritability and genetic advanced, resistance of soybean
mosaic virus (SMV).
139 INOVASI dan PEMBANGUNAN – JURNAL KELITBANGAN Vol. 02 No. 02
I. PENDAHULUAN
Kedelai (Glycine max [L.]
Merrill) merupakan tanaman pangan
yang sangat dibutuhkan masyarakat.
Kandungan gizi yang terdapat dalam
kedelai dan harga yang terjangkau
membuat kedelai banyak digemari
oleh penduduk Indonesia.
Kebutuhan kedelai tiap tahunnya
diperkirakan sebanyak 2,5 juta
ton/tahun, sedangkan produksi
kedelai dalam negeri hanya sekitar
800 ribu—900 ribu ton (Balai
Penelitian Tanaman Kacang-
kacangan dan Umbi-Umbian, 2011).
Rendahnya produksi kedelai
di Indonesia disebabkan oleh
beberapa faktor yaitu perbedaan
iklim, lahan Indonesia yang kurang
subur, dan serangan hama dan
penyakit tanaman. Serangan hama
dan penyakit tanaman merupakan
faktor yang sangat penting dalam
budidaya kedelai karena dapat
menyebabkan kegagalan dalam
berbudidaya kedelai.
Salah satu penyakit yang
menimbulkan kerugian besar pada
pertanaman kedelai adalah penyakit
mosaik kedelai (Wang, 2009).
Penyakit ini disebabkan oleh
soybean mosaic virus (SMV).
Kerugian yang dapat ditimbulkan
oleh penyakit ini mencapai 8—50%
di dalam kondisi suboptimum (Hill,
1999; Arif dan Hassan, 2002) dan
dapat mencapai 100% pada kondisi
lingkungan yang tidak mendukung
(Liao et al., 2002).
Salah satu cara pengendalian virus
SMV yaitu dengan menggunakan
varietas tahan dan berproduksi
tinggi. Oleh karena itu, penelitian ini
menggunakan benih generasi F2 hasil
persilangan Tanggamus xB3570
genotipe nomor satu yang memiliki
jumlah biji sehat sebanyak 778 butir,
jumlah biji sakit rendah sebanyak 83
butir, dan persentase keparahan
penyakit (KP) sebesar 22,5%
(kriteria tahan).
Dari hasil penelitian Putri
(2013) menunjukkan bahwa nilai
estimasi heritabilitas dalam arti
sempit untuk populasi F1persilangan
varietas Tanggamus dan
B3570genotipe nomor satu memiliki
tingkat KP sebesar 32% yang
termasuk ke dalam kriteria sedang,
sedangkan nisbah potensi untuk
karakter KP yaitu sebesar -0,67
(dominan sebagian negatif).
140 INOVASI dan PEMBANGUNAN – JURNAL KELITBANGAN Vol. 02 No. 02
Pada penelitian ini, parameter
genetik yang akan diestimasi yaitu
heritabilitas dan kemajuan genetik.
Menurut Poespodarsono (1988),
generasi F2 merupakan generasi yang
memiliki keragaman yang luas dan
paling tinggi. Keragaman genetik
yang luas, memberikan peluang yang
besar untuk menyeleksi sifat-sifat
yang diinginkan. Keefektifan seleksi
tentunya tidak terlepas dari beberapa
parameter genetik, seperti
heritabilitas dan kemajuan genetik.
Mudah atau tidaknya pewarisan
suatu karakter dapat diketahui dari
besaran nilai heritabilitasnya.
Nilai duga heritabilitas akan
lebih bermanfaat apabila diikuti
dengan kemajuan genetik, karena
heritabilitas merupakan salah satu
parameter genetik dalam menentukan
kemajuan genetik (Eid, 2009),
sehingga kemajuan genetik
merupakan paramater genetik yang
berguna dalam menentukan tingkat
keberhasilan seleksi. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui (1)
besaran nilai duga heritabilitas arti
luas pada setiap variabel
pengamatan, (2) nilai duga kemajuan
genetik pada setiap variabel
pengamatan (3) genotipe harapan
yang tahan terhadap SMV dan
berproduksi tinggi.
II. BAHAN DAN METODE
Penelitian ini dilaksanakan dari
bulan September 2013 sampai
Januari 2014 di Laboratorium
Lapangan Terpadu Fakultas
Pertanian Universitas Lampung,
kemudian pengamatan dilanjutkan di
Laboratorium Benih dan Pemuliaan
Tanaman Universitas Lampung.
Bahan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah benih kedelai
hasil persilangan Tanggamus xB3570,
benih kedelai varietas Tanggamus,
benih B3570 pupuk Urea, pupuk KCl,
pupuk SP-36, furadan 3G, pupuk
kandang, aquades, buffer fosfat,
zeolit, alkohol, fungisida berbahan
aktif mancozeb, dan insektisida
berbahan aktif delhtametrin.
Rancangan perlakuan yang
digunakan dalam penelitian ini
adalah rancangan tunggal terstuktur
bersarang dan rancangan percobaan
tanpa ulangan.
Penanaman dilakukan dengan
jarak tanam 50 x 20 cm. Selanjutnya,
dilakukan pemupukan dan
pemeliharaan tanaman. Setelah
141 INOVASI dan PEMBANGUNAN – JURNAL KELITBANGAN Vol. 02 No. 02
tanaman tumbuh dan daun telah
terbuka semua (7—10 HST)
dilakukan inokulasi SMV, kemudian
pengamatan dilakukan pada karakter
periode inkubasi dan keparahan
penyakit per individu tanaman.
Pengamatan karakter agronomi
dilakukan setelah panen yang
mencakup tinggi tanaman, jumlah
cabang produktif, total jumlah
polong, jumlah polong bernas,
jumlah polong hampa, total jumlah
biji, persentase biji sehat, persentase
biji sakit, bobot 10 butir, bobot biji
per tanaman, umur berbunga dan
umur panen.
Analisis data menurut Suharsono et
al.(2006), ragam fenotipe (
𝜎𝑓2)ditentukan dengan rumus :
σ2f = (Xi−µ)²𝑛
𝑖=𝑙
𝑁
keterangan:
σ2
f =ragam fenotipe
Xi = nilai pengamatan
tanaman ke i
µ = nilai tengah populasi
N = jumlah tanaman yang
diamati
Ragam lingkungan (𝜎𝑒2) ditentukan
dengan rumus :
σ2e =
n1σp1+n2σp2
𝑛1+𝑛2
Keterangan:
σp1 = simpangan baku tetua 1
σp2 = simpangan baku tetua 2
n1+n2 =jumlah tanaman tetua
(Suharsono et al., 2006).
Populasi tetua secara genetik
adalah seragam sehingga ragam
genotipenya nol. Oleh karena itu,
ragam fenotipe yang diamati pada
populasi tetua sama dengan ragam
lingkungan. Tetua dan populasi
keturunannya ditanam pada
lingkungan yang sama maka ragam
lingkungan tetua sama dengan ragam
lingkungan populasi keturunan.
Dengan demikian ragam genetik
(σ2
g) dapat dihitung dengan rumus :
σ2
g = σ2
f- σ2
e
Keterangan :
σ2
f= ragam fenotipe
σ2
e = ragam lingkungan
(Suharsono et al., 2006)
Menurut Anderson dan
Bancroft, 1952 dikutip Wahdah
1996, ragam fenotipe dikatakan luas
apabila ragam fenotipe lebih besar
dua kali dari standar deviasinya,
sedangkan ragam fenotipe dikatakan
sempit apabila lebih kecil dua kali
standar deviasinya.
142 INOVASI dan PEMBANGUNAN – JURNAL KELITBANGAN Vol. 02 No. 02
Berdasarkan kriteria
keragaman tersebut, digunakan
rumus penghitungan simpangan baku
(√𝜎2) berdasarkan Walpole (1992) :
√𝜎2 = √ (Xi−µ)²𝑛
𝑖=𝑙
𝑁
Keterangan:
√𝜎2 = simpangan baku
Xi =nilai pengamatan ke –i
µ = nilai tengah populasi
N = jumlah yang diamati
Heritabilitas arti luas dihitung
menggunakan rumus :
HL=
Keterangan :
HL
= heritabilitas arti luas
= ragam genotipe
= ragam fenotipe (Suharsonoet
al., 2006)
Penduga nilai heritabilitas menurut
Mendez-Natera et al., 2012 adalah
sebagai berikut:
1. Heritabilitas tinggi apabila H ≥ 0,5
2. Heritabilitas sedang apabila 0,2 < H
< 0,5
3. Heritabilitas rendah apabila H ≤ 0,2
Sedangkan nilai kemajuan
genetik dihitung dengan
menggunakan rumus:
R = i σx HL
Keterangan :
R = Respons terhadap seleksi
i = Intensitas seleksi yang
diterapkan
HL = Pendugaan heritabilitas dalam
arti luas suatu karakter
σx = Simpangan baku suatu
karakter
Penghitungan kemajuan genetik harapan
sebagai berikut:
KGH (%) = R x
100%
Nilai tengah
Kriteria nilai duga kemajuan genetik
berdasarkan Begun dan Sobhan (1991)
dikutip Hadiati et al.(2003) adalah
a. Tinggi apabila nilai KG > 14%;
b. Sedang apabila nilai 7% ≤ KG ≤14%
c. Rendah apabila KG < 7%
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Keragaman genetik yang luas
merupakan kunci keberhasilan
seleksi. Hal ini karena semakin luas
keragaman genetik, semakin besar
pula peluang untuk meningkatkan
frekuensi gen/alel yang diinginkan
dan sebaliknya. Benih yang
digunakan dalam penelitian ini
143 INOVASI dan PEMBANGUNAN – JURNAL KELITBANGAN Vol. 02 No. 02
merupakan benih F2. Menurut
Poespodarsono (1988), generasi
F2merupakan generasi yang memiliki
keragaman yang luas dan paling
tinggi, sehingga dapat meningkatkan
peluang keberhasilan seleksi.
Menurut Allard (1960); Hallauer
(1987); dan Ayalneh et al. (2012),
keragaman genetik yang luas
merupakan syarat berlangsungnya
proses seleksi yang efektif karena
akan memberikan keleluasaan dalam
proses pemilihan suatu genotipe,
sehingga meningkatkan peluang
keberhasilan seleksi. Keefektifan
seleksi tidak terlepas dari beberapa
paramater genetik contohnya
heritabilitas dan kemajuan genetik.
Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa karakter yang diteliti
memiliki nilai heritabilitas rendah
sampai tinggi (berkisar 0—0,99)
(Tabel 3). Karakter keparahan
penyakit, tinggi tanaman, total
jumlah polong, jumlah polong
bernas, jumlah polong hampa, total
jumlah biji, persentase biji sehat,
persentase biji sakit, bobot biji per
tanaman, dan umur panen memiliki
nilai heritabilitas yang tinggi. Hasil
ini sejalan dengan penelitian Sulistyo
dan Yuliasti (2012) pada tanaman
kacang hijau. Nilai heritabilitas
tinggi terdapat pada karakter umur
berbunga, umur panen, jumlah
polong, tinggi tanaman. Demikian
pula penelitian Yantama (2012) pada
tanaman kedelai generasi
F2menunjukkan bahwa karakter
umur berbunga, umur panen, tinggi
tanaman, jumlah polong per
tanaman, dan jumlah biji per
tanaman memiliki nilai heritabilitas
yang tinggi.
Nilai heritabilitas dalam arti luas yang
tinggi pada karakter yang diamati dan
diikuti oleh keragaman genetik yang
luas menunjukkan bahwa karakter yang
bersangkutan lebih dipengaruhi oleh
faktor genetik dalam menentukan
keragaman dibandingkan faktor
lingkungan. Karena itu, apabila seleksi
diterapkan pada populasi ini akan efektif
sebab peluang keberhasilan seleksi
dalam meningkatkan frekuensi alel yang
diinginkan menjadi besar. Dengan
demikian kesempatan untuk
mendapatkan genotipe unggul melalui
seleksi semakin besar (Allard, 1960;
Poespodarsono, 1988).
Nilai heritabilitas jumlah
cabang produktif (0) dan bobot 10
butir benih sehat (0) termasuk ke
144 INOVASI dan PEMBANGUNAN – JURNAL KELITBANGAN Vol. 02 No. 02
dalam kriteria rendah. Pada karakter
yang nilai heritabilitasnya rendah,
seleksi akan berlangsung relatif
kurang efektif, karena penampilan
fenotipe tanaman lebih dipengaruhi
oleh faktor lingkungan dibandingkan
dengan faktor genetik. Hasil
penelitian ini mendukung penelitian
Putri (2013) tentang ketahanan
kedelai terhadap SMV dan Barmawi
(2007) tentang ketahanan kedelai
terhadap cowpea mild mottle virus.
Hasil tersebut menyatakan bahwa
nilai heritabilitas dalam arti sempit
yang rendah berindikasi bahwa
varians genetik aditif untuk karakter
yang bersangkutan adalah rendah,
sedangkan varians genetik non-aditif
tinggi. Oleh sebab itu, karakter ini
tidak mudah diwariskan dari tetua
kepada keturunannya.
Nilai heritabilitas pada
cabang produktif dan bobot 10 butir
benih sehat (0) disebabkan oleh
keragaman genotipe pada karakter
tersebut bernilai negatif yaitu (-0,14)
dan (-0,07). Nilai keragaman yang
bertanda negatif dapat dianggap nol,
akibatnya nilai heritabilitas yang
didapatkan juga nol. Hal ini terjadi
karena nilai heritabilitas tergantung
pada ragam genotipe dan fenotipe
yang diperoleh. Nilai heritabilitas
(0) mungkin disebabkan oleh sampel
yang mewakili populasi kurang
memadai (jumlah sampel kecil)
(Searle, 1971) dikutip oleh Hallauer
dan Miranda (1988). Hal ini juga
kemungkinan terjadi karena varians
daya gabung umum bernilai negatif
Putri (2013); Suparapto dan
Khairudin (2007).
Apabila keragaman genetik
luas, nilai heritabilitas juga luas.
Nilai duga heritabilitas akan lebih
bermanfaat apabila diikuti dengan
kemajuan genetik karena heritabilitas
merupakan salah satu parameter
genetik dalam menentukan kemajuan
genetik (Eid, 2009).
Hamdi et al.(2003),
menyatakan bahwa kemajuan genetik
merupakan hal yang penting dalam
menentukan besarnya nilai kemajuan
genetik harapan dari satu siklus
seleksi. Nilai kemajuan genetik
harapan (KGH) merupakan
perbedaan nilai antara rata-rata
penampilan karakter dari suatu
populasi pada generasi keturunannya
dengan rata-rata penampilan karakter
pada generasi tetua atau sebelumnya.
Perbedaan nilai ini merupakan
145 INOVASI dan PEMBANGUNAN – JURNAL KELITBANGAN Vol. 02 No. 02
penduga sampai sejauh mana
penerapan seleksi suatu karakter
memberikan pengaruh kepada
perbaikan suatu genotip tanaman
pada intensitas seleksi tertentu
(Rachmadi, 2000; Aryana, 2010).
Nilai estimasi KGH pada dua belas
karakter yang diteliti menunjukkan
kriteria rendah (bobot 10 butir biji
sehat dan jumlah cabang produktif),
sedang (umur berbunga dan umur
panen), hingga tinggi (keparahan
penyakit, tinggi tanaman, persentase
biji sehat, bobot biji per tanaman,
total jumlah polong, jumlah polong
bernas, total jumlah biji, dan
persentase biji sakit) masing-masing
0%, 0%, 7,71%, 7,95%, 17,88%,
34,67%, 45,62%, 58,21%, 59,67%,
61,85%, 61,94%, dan 73,56%. Hasil
ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Hakim (2008), nilai
kemajuan genetik harapan tinggi
terdapat pada karakter tinggi
tanaman, jumlah polong per
tanaman, dan hasil biji pada tanaman
kacang hijau generasi F2.
Rendahnya nilai kemajuan
genetik dalam suatu karakter
mengindikasikan bahwa penampilan
suatu karakter tersebut lebih
dipengaruhi oleh faktor lingkungan.
Kondisi ini menyebabkan suatu
karakter tidak dapat diseleksi pada
generasi awal, sebaliknya apabila
nilai kemajuan genetik suatu karakter
tinggi mengindikasikan bahwa
penampilan karakter tersebut lebih
dipengaruhi oleh faktor genetik,
sehingga dapat mendukung
kemajuan genetik (Satoto dan
Suprihatno, 1996). Nilai kemajuan
genetik pada karakter keparahan
penyakit tinggi disebabkan oleh
tanaman pada populasi F2memiliki
tingkat ketahanan yang berbeda-
beda, sehingga nilai tengah
keparahan penyakit yang rendah,
tertutupi oleh nilai tengah keparahan
penyakit yang tinggi. Meskipun
demikian, masih terdapat peluang
untuk mendapatkan genotipe yang
tahan SMV dan berproduksi tinggi,
karena terdapat beberapa genotipe
yang tahan terhadap virus SMV dan
berproduksi tinggi.
Nilai tengah populasi F2untuk
karakter keparahan penyakit
(35,03%); tinggi tanaman (54,38
cm); total jumlah polong (186,48
buah), jumlah polong bernas (179,29
buah), total jumlah biji (349,50
buah), persentase biji sehat
(61,79%), dan bobot biji per tanaman
146 INOVASI dan PEMBANGUNAN – JURNAL KELITBANGAN Vol. 02 No. 02
(33,59 gram) (Tabel 3). Oleh karena
itu, pada generasi F3 diduga akan
mengalami peningkatan sebesar
17,88% untuk karakter keparahan
penyakit, tinggi tanaman (34,67%),
total jumlah polong (59,67%),
jumlah polong bernas (61,85%), total
jumlah biji (61,94% buah),
persentase biji sehat (45,62%), dan
bobot biji per tanaman (58,21%)
(Tabel 2).
Kisaran nilai tengah dapat
membantu dalam penerapan seleksi
tanaman. Penentuan genotipe
harapan pada kedelai generasi F2
hasil persilangan Tanggamus x
B3570(Tabel 5) dipilih berdasarkan
kisaran nilai tengah. Penerapan
seleksi dilakukan pada genotipe yang
memilikinilai tengah karakter
keparahan penyakit yang rendah
danbobot biji per tanaman (bobot biji
sehat yang berat dan persentase
bobot biji sakit yang rendah.
Informasi tersebut membantu dalam
memeringkat genotipe tanaman
kedelai berdasarkan intensitas seleksi
sebesar 20%.
Pemilihan peringkat
dilakukan pada 83 individu tanaman
kedelai, sehingga dengan
menggunakan seleksi sebesar 20%,
diperoleh 19 genotipe kedelai. Dari
19 genotipe tersebut, terdapat tiga
genotipe yang memiliki keunggulan
yang lebih baik yaitu, genotipe
nomor 66,94, dan79 karena memiliki
nilai keparahan penyakit yang
tergolong dalam kriteria tahan yaitu
25—30%, dan persentase bobot biji
sakit masing-masing 7,71%; 12,54%;
dan 6,04%.
Terdapat satu genotipe yaitu
nomor 20 yang memiliki nilai keparahan
penyakit agak rentan yaitu 40%, namun
persentase bobot biji sakit rendah yaitu
9,28%, sehingga genotipe ini
kemungkinan termasuk ke dalam
genotipe yang tolerans terhadap SMV.
Akin (2006) menyatakan bahwa,
mekanisme tolerans pada tanaman
terjadi apabila virus menginfeksi
tanaman dan tersebar ke bagian lain
tanaman seperti halnya pada tanaman
yang rentan, tetapi hasil tanaman tidak
mengalami penurunan yang signifikan.
Tujuan dilakukannya
pemeringkatan adalah untuk
mengetahui genotipe-genotipe yang
lebih unggul dari seluruh genotipe
yang ada, sehingga apabila genotipe
tersebut ditanam kembali diharapkan
memiliki peluang yang besar dalam
147 INOVASI dan PEMBANGUNAN – JURNAL KELITBANGAN Vol. 02 No. 02
menghasilkan genotipe yang unggul
dengan produksi tinggi dan tahan
terhadap SMV, mengingat bahwa
bahan tanam memiliki nilai tengah
bobot biji per tanaman yang tinggi
dan nilai tengah keparahan penyakit
yang rendah.
Tabel 2. Nilai ragam fenotipe dan genotipe populasi F2 hasil persilangan
Tanggamus dan B3570.
Karakter
Nilai tengah ±
simpangan baku
Kisaran nilai tengah
Periode inkubasi 4,98 ± 0,84 4,1—5,82
Keparahan penyakit (%) 35,03 ± 5,33 29,7—40,36
Umur berbunga (hari) 49,75 ± 3,47 46,82—53,22
Umur panen (hari) 108,95 ± 6,97 101,98—115,92
Jumlah cabang produktif (buah) 3,90 ± 1,15 2,75—5,05
Tinggi tanaman (cm) 54,38 ± 14,16 40,22—68,54
Total jumlah polong (buah) 186,84 ± 80,59 106,25—267,43
Jumlah polong bernas (buah) 179,29 ± 80,15 99,14—259,44
Jumlah polong hampa (buah) 7,55 ± 12,39 -4,84—19,94
Total jumlah biji (buah) 349,5 ± 155,80 193,7—505,3
Persentase biji sehat (%) 61,79 ± 21,04 40,75—82,83
Persentase biji sakit (%) 38,41 ± 21,08 17,33—59,49
Bobot 10 butir biji sehat (g) 1,03 ± 0,08 0,95—1,11
Bobot biji per tanaman (g) 33,59 ± 15,30 18,29—48,89
148 INOVASI dan PEMBANGUNAN – JURNAL KELITBANGAN Vol. 02 No. 02
Tabel 3. Nilai heritabilitas dalam arti luas populasi F2 hasil persilangan
Tanggamus dan B3570.
Keterangan:
Nilai duga heritabilitas menurut Mendez-Natera et al. (2012) adalah sebagai
berikut:
Heritabilitas tinggi : H ≥ 0,5
Heritabilitas sedang : 0,2 < H < 0,5
Heritabilitas rendah : H <0,2
Karakter Heritabilitas Kriteria
Keparahan penyakit (%) 0,84 Tinggi
Umur berbunga (hari) 0,79 Tinggi
Umur panen (hari) 0,89 Tinggi
Jumlah cabang produktif (buah) 0 Rendah
Tinggi tanaman (cm) 0,95 Tinggi
Total jumlah polong (buah) 0,99 Tinggi
Jumlah polong bernas (buah) 0,99 Tinggi
Jumlah polong hampa (buah) 0,98 Tinggi
Total jumlah biji (buah) 0,99 Tinggi
Persentase biji sehat (%) 0,96 Tinggi
Persentase biji sakit (%) 0,96 Tinggi
Bobot 10 butir biji sehat (g) 0 Rendah
Bobot bijiper tanaman (g) 0,91 Tinggi
149 INOVASI dan PEMBANGUNAN – JURNAL KELITBANGAN Vol. 02 No. 02
Tabel 4. Nilai kemajuan genetik populasi F2hasil persilangan Tanggamus dan
B3570.
Kriteria nilai duga kemajuan genetik berdasarkan Begun dan Sobhan (1991)
dikutip Hadiati et al.(2003) adalah
a. tinggi apabila nilai KG ≥ 14%;
b. sedang apabila nilai 7% ≤ KG ≤14%
c. rendah apabila KG < 7%
Tabel 5. Peringkat genotipeF2 hasil persilanganTanggamus dan B3570 berdasarkan
keparahan penyakit (%),bobot biji sehat per tanaman (g), bobot biji sakit
(g), dan persentase bobot biji sakit (%).
Karakter
Nilai
tengah
Responsseleksi
(i=20%)
KGH (%) Kriteria
Keparahan penyakit (%) 35,03 6,26 17,88 Tinggi
Umur berbunga (hari) 49,75 3,84 7,71 Sedang
Umur panen (hari) 108,95 8,66 7,95 Sedang
Jumlah cabang produktif
(buah) 3,90 0
0 Rendah
Tinggi tanaman (cm) 54,38 18,85 34,67 Tinggi
Total jumlah polong (buah) 186,84 111,49 59,67 Tinggi
Jumlah polong bernas (buah) 179,29 110,89 61,85 Tinggi
Total jumlah biji (buah) 349,52 216,50 61,94 Tinggi
Persentase biji sehat (%) 61,79 28,19 45,62 Tinggi
Bobot 10 butir biji sehat (g) 1,03 0 0 Rendah
Bobot bijiper tanaman (g) 33,59 19,55 58,21 Tinggi
150 INOVASI dan PEMBANGUNAN – JURNAL KELITBANGAN Vol. 02 No. 02
Keterangan: Sangat tahan (1%—10%); tahan (11%—25%); agak tahan (26%—
35%); agak rentan (36%—50%); rentan (51%—75%); dan sangat rentan (76%—
100%).
Peubah
Pering
kat
No.
Genotipe
Bobot biji
sehat (g)
Bobot
biji sakit
(g)
Persentase
bobot biji
sakit (%)
Keparahan
penyakit
(%)
Kriteria
1 66 11,25 0,94 7,71 25 Tahan
2 94 35,09 5,03 12,54 25 Tahan
3 67 35,29 9,93 21,96 25 Tahan
4 84 30,9 10,71 25,74 25 Tahan
5 82 19,92 3,44 14,73 27,5 Agak tahan
6 92 41,94 10,77 20,43 27,5 Agak tahan
7 62 42,17 10,96 20,63 27,5 Agak tahan
8 108 44,5 17,23 27,91 27,5 Agak tahan
9 79 23,03 1,48 6,04 30 Agak tahan
10 32 28,76 6,89 19,33 30 Agak tahan
11 51 38,71 14,28 26,95 30 Agak tahan
12 78 39,26 16,63 29,75 30 Agak tahan
13 26 32,51 19,24 37,18 30 Agak tahan
14 96 22,28 4,33 16,27 32,5 Agak tahan
15 98 39,25 11,72 22,99 37,5 Agak rentan
16 34 36,55 16,88 31,59 37,5 Agak rentan
17 20 37,26 3,81 9,28 40 Agak rentan
18 76 33,27 6,61 16,57 40 Agak rentan
19 54 31,52 7,49 19,20 40 Agak rentan
Rata-rata F2
terpilih
32,81 9,39 20,36 30,92
Agak tahan
Rata-rata F2
keseluruha
n
21,65 11,94 36,58 35,03
Agak rentan
Rata-rata
tetuaTangga
mus
19,83 26,05 56,78 35,58
Agak rentan
Rata-rata tetua
B3570
36,44 12,60 25,69 32,88
Agak tahan
151 INOVASI dan PEMBANGUNAN – JURNAL KELITBANGAN Vol. 02 No. 02
KESIMPULAN
1. Karakter jumlah cabang
produktif dan bobot 10 butir biji
sehat memiliki nilai heritabilitas
yang rendah, sedangkan karakter
yang lain memiliki nilai
heritabilitas yang tinggi.
2. Nilai kemajuan genetik yang
rendah terdapat pada karakter
jumlah cabang produktif dan
bobot 10 butir biji sehat.
Kemajuan genetik sedang
terdapat pada karakter umur
berbunga dan umur panen,
sedangkan karakter yang lain
memiliki nilai kemajuan genetik
yang tinggi.
3. Dari 19 genotipe unggulan,
terdapat tiga genotipe yang
memiliki keunggulan yang lebih
baik yaitu, genotipe nomor 66,
94, dan 79 karena memiliki nilai
keparahan penyakit yang
tergolong dalam kriteria tahan
yaitu 25—30%, dan bobot biji
sehat yang tinggi masing-masing
11,25 g, 35,09 g, dan 23,03 g.
DAFTAR PUSTAKA
Akin, H. M. 2006. Virologi
Tumbuhan. Yogyakarta.
Kanisius. 187 hlm.
Allard, R.W. 1960. Principle of
Plant Breeding. John Wiley &
Sons, Inc. New York. p 485.
Arif, M. & Hassan, S. 2002.
Evaluation of resistance in
soybean germplasm to Soybean
mosaic potyvirus under field
conditions. Online Journal of
Biological Sciences 2. pp
601—604.
Aryana, M.I.G.P. 2010. Uji
keseragaman, heritabilitas dan
kemajuan genetik galur padi
beras merah hasil seleksi silang
balik di lingkungan gogo. Crop
Agro. 3: 12—20.
Ayalneh, T., Z. Habtamu and A.
Amsalu. 2012. Genetic
variability, heritability, and
genetic advance in tef
(Eragrotis tef (Zucc.) Trotter)
lines at sinana and adaba. Int. J.
Plant Breed. Genet. 6:40—46.
Balai Penelitian Tanaman Kacang-
kacangan dan Umbi-umbian
(Balitkabi). 2013. Varietas
unggul kedelai.
http://www.litbang.deptan.go.i
d/varietas. Diakses tanggal 05
Desember 2013.
Barmawi, M. 2007. Pola segregasi
dan heritabilitas sifat
152 INOVASI dan PEMBANGUNAN – JURNAL KELITBANGAN Vol. 02 No. 02
ketahanan kedelai terhadap
Cowpea Mild Mottle Virus
populasi Wilis x Mlg2521. J.
HPT Tropika. 7(1): 48—52.
Eid, M. H. 2009. Estimation of
heritability and genetic advance
of yield traits in wheat
(Triticum aestivum L.) under
drought condition.
International Journal of
Genetics and Molecular
Biology. 1(7): 115—120.
Hadiati, S., Murdaningsih H. K., dan
Rostini, N. 2003. Parameter
Karakter Komponen buah pada
Beberapa Aksesi Nanas.
Zuriat.14 (2): 53—58.
Hakim. L. 2008. Heritabilitas dan
harapan kemajuan genetik
beberapa karakter kuantitatif
pada galur F2 hasil persilangan
kacang hijau. Penelitian
pertanian tanaman pangan. 1
(27):42—46.
Haliza, Winda., Endang Purwani,
dan Ridwan Tharir. 2010.
PemanfaatanKacang-Kacang
Lokal Mendukung
Diversifikasi Pangan.
Pengembangan Inovasi
Pertanian. 3(13): pp. 238—
245.
Hallauer, A.R. 1987. Maize. In Fehr,
W.R. (ed.). Principles of
CultivarDevelopment Crop
Species. Macmillan Publishing
Company. A Division of
Macmillan Inc. New York.p
768.
Hallauer, A.R., and J.B. Miranda.
1988. Quantitative genetics in
maize breeding. Second
Edition. Iowa State University
Press/Ames. Iowa. p 664.
Hamdi, A., El-Ghareib, AA., Shafey,
SA. Ibrahim. 2003. MAM
Genetic variability, heritability
and expectedgenetic advance
for earliness and seed yield
fromselection in lentil. Egypt J.
Agric. Res.81(1):125—137.
Hill , J.H. 1999. Soybean Mosaic
virus. In Compendium of
Soybean Diseases, (4th ed.),
Edited by G. L. Hartman, J. B.
Sinclair and J. C. Rupe, pp.
70—71,St Paul, MN:
American Phytopathological
Society.
Liao, L., Chen, P., Buss, G.R., Yang,
Q. & Tolin, S.A. 2002 .
Inheritance and allelism of
resistance to soybean mosaic
virus in Zao18 soybean from
China. Journal of
Heredity.93(6):447—452.
Mendez-Natera, J.R., A. Rondon, J.
Hernandes, dan J. F. Merazo-
Pinto. 2012. Genetic studies in
upland cotton. III. Genetic
parameters, correlation and
path analysis. SABRAO Journal
of Breeding and Genetics. 44
(1): 112—128.
153 INOVASI dan PEMBANGUNAN – JURNAL KELITBANGAN Vol. 02 No. 02
Poespodarsono, S. 1988.Dasar-dasar
Ilmu Pemuliaan Tanaman.
Pusat Antar Universitas IPB.
Bogor. 163 hlm.
Putri, Ria. 2013. Estimasi nilai
heritabilitas dan nisbah potensi
ketahanan tanaman kedelai
(Glycine max [L.] Merrill)
terhadap infeksi soybean
mosaic virus. Skripsi.
Universitas Lampung.
Lampung. (tidak
dipublikasikan). 77 hlm.
Rachmadi, M. 2000. Pengantar
Pemuliaan Tanaman Membiak
Vegetatif.Universitas
Padjajaran : Bandung. 159 hlm.
Satoto dan B. Suprihatno. 1996.
Keragaman genetik,
heritabilitas dan kemajuan
genetik beberapa sifat
kuantitatif galur-galur padi
sawah. PenelitianPertanian
Tanaman Pangan.15(1): 5—9.
Suharsono, M. Jusuf, dan A.P.
Paserang. 2006. Analisis
ragam, heritabilitas, dan
pendugaan kemajuan seleksi
populasi F2 dari persilangan
kedelai kultivarSlamet dan
Nokonsawon.Jurnal Tanaman
Tropika. XI (2): 86—93.
Sulistyo, Apri dan Yulistiawati.
2012. Nilai duga heritabilitas
galur-galur mutan kacang hijau
(Vigna radiata). Seminar
Nasional Pangan. UPN
VeteranYogyakarta. pp 13—16
.
Suprapto, dan Kairudin, N. 2007.
Variasi genetik, heritabilitas,
tindak gen dan kemajuan
genetik kedelai (Glycine
max(L.)Merrill) pada ultisol.
Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian
Indonesia. 9(2): 183—190.
Wahdah, R. 1996. Variabilitas dan
pewarisan laju akumulasi
bahan kering pada biji
kedelai. Zuriat. 7(2): 92—
97.
Walpole, R. E. 1992. Pengantar
Statistik. Edisi ke 3. Jakarta.
Gramedia Pustaka Utama. 510
hlm.
Wang, A. 2009 . Soybean mosaic
virus: research progress and
future perspectives.
Proceedings of World Soybean
Research Conference
VIII(www.wsrc2009.cn).
Beijing, China.
Yantama, E. 2012. Keragaman dan
heritabilitas karakter agronomi
kedelai generasi F2hasil persilangan
Wilis x Malang2521. Skripsi.
Universitas Lampung. Lampung.
(tidak dipublikasikan). 50 hlm.