10
HERPES ZOSTER Herpes zoster telah dikenal sejak zaman Yunani kuno. Herpes zoster disebabkan oleh virus yang sama dengan varisela, yaitu virus varisela zoster. Herpes zoster ditandai dengan adanya nyeri hebat unilateral serta timbulnya lesi vesikuler yang terbatas pada dermatom yang dipersarafi serabut saraf spinal maupun ganglion serabut saraf sensorik dan nervus kranialis. Insiden herpes zoster tersebar merata di seluruh dunia, tidak ada perbedaan angka kesakitan antara pria dan wanita. Angka kesakitan meningkat dengan peningkatan usia. Diperkirakan terdapat antara 1,3-5 per 1000 orang per tahun. Lebih dari 2/3 kasus berusia di atas 50 tahun dan kurang dari 10% kasus berusia di bawah 20 tahun. Patogenesis herpes zoster belum seluruhnya diketahui. Selama terjadi varisela, virus varisela zoster berpindah tempat dari lesi kulit dan permukaan mukosa ke ujung saraf sensorik dan ditransportasikan secara sentripetal melalui serabut saraf sensoris ke ganglion sensoris. Pada ganglion terjadi infeksi laten, virus tersebut tidak lagi menular dan tidak bermultiplikasi, tetapi tetap mempunyai kemampuan untuk berubah menjadi infeksius. Herpes zoster pada umumnya terjadi pada dermatom sesuai dengan lokasi ruam varisela yang terpadat. Aktivasi virus varisela zoster laten diduga karena keadaan tertentu yang berhubungan dengan imunosupresi, dan imunitas selular merupakan faktor penting untuk pertahanan pejamu terhadap infeksi endogen. Komplikasi herpes zoster dapat terjadi pada 10-15% kasus, komplikasi yang terbanyak adalah neuralgia paska herpetik yaitu berupa rasa nyeri yang persisten setelah krusta terlepas. Komplikasi jarang terjadi pada usia di bawah 40 tahun, tetapi hampir 1/3 kasus terjadi pada usia di atas 60 tahun. Penyebaran dari ganglion yang terkena secara langsung atau lewat aliran darah sehingga terjadi herpes zoster generalisata. Hal ini dapat terjadi oleh karena defek imunologi karena keganasan atau pengobatan imunosupresi. Secara umum pengobatan herpes zoster mempunyai 3 tujuan utama yaitu: mengatasi inveksi virus akut, mengatasi nyeri akut ynag ditimbulkan oleh virus herpes zoster dan mencegah timbulnya neuralgia paska herpetik. Definisi Herpes zoster adalah radang kulit akut dan setempat, terutama terjadi pada orang tua yang khas ditandai adanya nyeri radikuler unilateral serta timbulnya lesi vesikuler yang terbatas pada dermatom yang dipersarafi serabut saraf

Herpes Zoster

Embed Size (px)

Citation preview

HERPES ZOSTER

Herpes zoster telah dikenal sejak zaman Yunani kuno. Herpes zoster disebabkan oleh virus yang sama

dengan varisela, yaitu virus varisela zoster. Herpes zoster ditandai dengan adanya nyeri hebat unilateral

serta timbulnya lesi vesikuler yang terbatas pada dermatom yang dipersarafi serabut saraf spinal maupun

ganglion serabut saraf sensorik dan nervus kranialis. Insiden herpes zoster tersebar merata di seluruh

dunia, tidak ada perbedaan angka kesakitan antara pria dan wanita. Angka kesakitan meningkat dengan

peningkatan usia. Diperkirakan terdapat antara 1,3-5 per 1000 orang per tahun. Lebih dari 2/3 kasus

berusia di atas 50 tahun dan kurang dari 10% kasus berusia di bawah 20 tahun. Patogenesis herpes

zoster belum seluruhnya diketahui. Selama terjadi varisela, virus varisela zoster berpindah tempat dari

lesi kulit dan permukaan mukosa ke ujung saraf sensorik dan ditransportasikan secara sentripetal melalui

serabut saraf sensoris ke ganglion sensoris. Pada ganglion terjadi infeksi laten, virus tersebut tidak lagi

menular dan tidak bermultiplikasi, tetapi tetap mempunyai kemampuan untuk berubah menjadi infeksius.

Herpes zoster pada umumnya terjadi pada dermatom sesuai dengan lokasi ruam varisela yang terpadat.

Aktivasi virus varisela zoster laten diduga karena keadaan tertentu yang berhubungan dengan

imunosupresi, dan imunitas selular merupakan faktor penting untuk pertahanan pejamu terhadap infeksi

endogen. Komplikasi herpes zoster dapat terjadi pada 10-15% kasus, komplikasi yang terbanyak adalah

neuralgia paska herpetik yaitu berupa rasa nyeri yang persisten setelah krusta terlepas. Komplikasi

jarang terjadi pada usia di bawah 40 tahun, tetapi hampir 1/3 kasus terjadi pada usia di atas 60 tahun.

Penyebaran dari ganglion yang terkena secara langsung atau lewat aliran darah sehingga terjadi herpes

zoster generalisata. Hal ini dapat terjadi oleh karena defek imunologi karena keganasan atau pengobatan

imunosupresi. Secara umum pengobatan herpes zoster mempunyai 3 tujuan utama yaitu: mengatasi

inveksi virus akut, mengatasi nyeri akut ynag ditimbulkan oleh virus herpes zoster dan mencegah

timbulnya neuralgia paska herpetik.

Definisi

Herpes zoster adalah radang kulit akut dan setempat, terutama terjadi pada orang tua yang khas ditandai

adanya nyeri radikuler unilateral serta timbulnya lesi vesikuler yang terbatas pada dermatom yang

dipersarafi serabut saraf spinal maupun ganglion serabut saraf sensorik dari nervus kranialis. Infeksi ini

merupakan reaktivasi virus varisela zoster dari infeksi endogen yang telah menetap dalam bentuk laten

setelah infeksi primer oleh virus.

Sinonim

Shingles, dampa, cacar ular.

Epidemiologi

Herpes zoster dapat muncul disepanjang tahun karena tidak dipengaruhi oleh musim dan tersebar

merata di seluruh dunia, tidak ada perbedaan angka kesakitan antara laki-laki dan perempuan, angka

kesakitan meningkat dengan peningkatan usia. Di negara maju seperti Amerika, penyakit ini dilaporkan

sekitar 6% setahun, di Inggris 0,34% setahun sedangkan di Indonesia lebih kurang 1% setahun. Herpes

zoster terjadi pada orang yang pernah menderita varisela sebelumnya karena varisela dan herpes zoster

disebabkan oleh virus yang sama yaitu virus varisela zoster. Setelah sembuh dari varisela, virus yang

ada di ganglion sensoris tetap hidup dalam keadaan tidak aktif dan aktif kembali jika daya tahan tubuh

menurun. Lebih dari 2/3 usia di atas 50 tahun dan kurang dari 10% usia di bawah 20 tahun. Kurnia Djaya

pernah melaporkan kasus hepes zoster pada bayi usia 11 bulan.

Etiologi

Herpes zoster disebabkan oleh infeksi virus varisela zoster (VVZ) dan tergolong virus berinti DNA, virus

ini berukuran 140-200 nm, yang termasuk subfamili alfa herpes viridae. Berdasarkan sifat biologisnya

seperti siklus replikasi, penjamu, sifat sitotoksik dan sel tempat hidup laten diklasifikasikan kedalam 3

subfamili yaitu alfa, beta dan gamma. VVZ dalam subfamili alfa mempunyai sifat khas menyebabkan

infeksi primer pada sel epitel yang menimbulkan lesi vaskuler. Selanjutnya setelah infeksi primer, infeksi

oleh virus herpes alfa biasanya menetap dalam bentuk laten didalam neuron dari ganglion. Virus yang

laten ini pada saatnya akan menimbulkan kekambuhan secara periodik. Secara in vitro virus herpes alfa

mempunyai jajaran penjamu yang relatif luas dengan siklus pertumbuhan yang pendek serta

mempunyai enzim yang penting untuk replikasi meliputi virus spesifik DNA polimerase dan virus spesifik

deoxypiridine (thymidine) kinase yang disintesis di dalam sel yang terinfeksi.

Patogenesis

Varicella Zoster Virus dapat menyebabkan varicella dan herpes zoster. Kontak pertama dengan virus ini

akan menyebabkan varicella, oleh karena itu varicella dikatakan infeksi akut primer, sedangkan bila

penderita varicella sembuh atau dalam bentuk laten dan kemudian terjadi serangan kembali maka yang

akan muncul adalah Herpes Zoster. Infeksi primer dari VZV ini pertama kali terjadi di daerah nasofaring.

Disini virus mengadakan replikasi dan dilepas ke darah sehingga terjadi viremia permulaan yang sifatnya

terbatas dan asimptomatik. Keadaan ini diikuti masuknya virus ke dalam Reticulo Endothelial System

(RES) yang kemudian mengadakan replikasi kedua yang sifat viremia nya lebih luas dan simptomatik

dengan penyebaran virus ke kulit dan mukosa. Sebagian virus juga menjalar melalui serat-serat sensoris

ke satu atau lebih ganglion sensoris dan berdiam diri atau laten didalam neuron. Selama antibodi yang

beredar didalam darah masih tinggi, reaktivasi dari virus yang laten ini dapat dinetralisir, tetapi pada saat

tertentu dimana antibodi tersebut turun dibawah titik kritis maka terjadilah reaktivasi dari virus sehingga

terjadi herpes zoster.

Varisela :: virus mukosa sal.nafas atas multiplikasi pemb. Darah dan limfe kulit lesi primer

saraf perifer ganglion dorsal root infeksi laten.

Herpes :: virus teraktifasi saraf perifer kulit lesi.

Gambaran Klinis

Gejala prodromal herpes zoster biasanya berupa rasa sakit dan parestesi pada dermatom yang terkena.

Gejala ini terjadi beberapa hari menjelang timbulnya erupsi. Gejala konstitusi, seperti sakit kepala,

malaise, dan demam, terjadi pada 5% penderita (terutama pada anak-anak) dan timbul 1-2 hari sebelum

terjadi erupsi. Gambaran yang paling khas pada herpes zoster adalah erupsi yang lokalisata dan

unilateral. Jarang erupsi tersebut melewati garis tengah tubuh. Umumnya lesi terbatas pada daerah kulit

yang dipersarafi oleh salah satu ganglion saraf sensorik. Erupsi mulai dengan eritema makulopapular.

Dua belas hingga dua puluh empat jam kemudian terbentuk vesikula yang dapat berubah menjadi pustula

pada hari ketiga. Seminggu sampai sepuluh hari kemudian, lesi mengering menjadi krusta. Krusta ini

dapat menetap menjadi 2-3 minggu. Keluhan yang berat biasanya terjadi pada penderita usia tua. Pada

anak-anak hanya timbul keluhan ringan dan erupsi cepat menyembuh. Rasa sakit segmental pada

penderita lanjut usia dapat menetap, walaupun krustanya sudah menghilang. Frekuensi herpes zoster

menurut dermatom yang terbanyak pada dermatom torakal (55%), kranial (20%), lumbal (15%), dan

sakral (5%).

Menurut lokasi lesinya, herpes zoster dibagi menjadi:

1. Herpes zoster oftalmikus

Herpes zoster oftalmikus merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai bagian ganglion gasseri

yang menerima serabut saraf dari cabang ophtalmicus saraf trigeminus (N.V), ditandai erupsi herpetik

unilateral pada kulit.

Infeksi diawali dengan nyeri kulit pada satu sisi kepala dan wajah disertai gejala konstitusi seperti lesu,

demam ringan. Gejala prodromal berlangsug 1 sampai 4 hari sebelum kelainan kulit timbul. Fotofobia,

banyak kelar air mata, kelopak mata bengkak dan sukar dibuka

2. Herpes zoster fasialis

Herpes zoster fasialis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai bagian ganglion gasseri

yang menerima serabut saraf fasialis (N.VII), ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.

3. Herpes zoster brakialis

Herpes zoster brakialis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai pleksus brakialis yang

ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.

4. Herpes zoster torakalis

Herpes zoster torakalis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai pleksus torakalis yang

ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.

5. Herpes zoster lumbalis

Herpes zoster lumbalis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai pleksus lumbalis yang

ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.

6. Herpes zoster sakralis

Herpes zoster sakralis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai pleksus sakralis yang

ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.

Diagnosis

Diagnosis herpes zoster pada anamnesis didapatkan keluhan berupa neuralgia beberapa hari sebelum

atau bersama-sama dengan timbulnya kelainan kulit. Adakalanya sebelum timbul kelainan kulit didahului

gejala prodromal seperti demam, pusing dan malaise. Kelainan kulit tersebut mula-mula berupa eritema

kemudian berkembang menjadi papula dan vesikula yang dengan cepat membesar dan menyatu

sehingga terbentuk bula. Isi vesikel mula-mula jernih, setelah beberapa hari menjadi keruh dan dapat

pula bercampur darah. Jika absorbsi terjadi, vesikel dan bula dapat menjadi krusta. Dalam stadium pra

erupsi, penyakit ini sering dirancukan dengan penyebab rasa nyeri lainnya, misalnya pleuritis, infark

miokard, kolesistitis, apendisitis, kolik renal, dan sebagainya. Namun bila erupsi sudah terlihat, diagnosis

mudah ditegakkan. Karakteristik dari erupsi kulit pada herpes zoster terdiri atas vesikel-vesikel

berkelompok, dengan dasar eritematosa, unilateral, dan mengenai satu dermatom. Secara laboratorium,

pemeriksaan sediaan apus tes Tzanck membantu menegakkan diagnosis dengan menemukan sel datia

berinti banyak. Demikian pula pemeriksaan cairan vesikula atau material biopsy dengan mikroskop

elektron, serta tes serologik. Pada pemeriksaan histopatologi ditemukan sebukan sel limfosit yang

mencolok, nekrosis sel dan serabut saraf, proliferasi endotel pembuluh darah kecil, hemoragi fokal dan

inflamasi bungkus ganglion. Partikel virus dapat dilihat dengan mikroskop electron dan antigen virus

herpes zoster dapat dilihat secara imunofluoresensi. Apabila gejala klinis sangat jelas tidaklah sulit untuk

menegakkan diagnosis. Akan tetapi pada keadaan yang meragukan diperlukan pemeriksaan penunjang

antara lain:

1.Isolasi virus dengan kultur jaringan dan identifikasi morfologi dengan mikroskop elektron

2.Pemeriksaan antigen dengan imunofluoresen

3.Tes serologi dengan mengukur imunoglobulin spesifik.

Diagnosis Banding

Herpes simpleks

Herpes simpleks ditandai dengan erupsi berupa vesikel yang bergerombol, di atas dasar kulit yang

kemerahan. Sebelum timbul vesikel, biasanya didahului oleh rasa gatal atau seperti terbakar yang

terlokalisasi, dan kemerahan pada daerah kulit. Herpes simpleks terdiri atas 2, yaitu tipe 1 dan 2. Lesi

yang disebabkan herpes simpleks tipe 1 biasanya ditemukan pada bibir, rongga mulut, tenggorokan, dan

jari tangan. Lokalisasi penyakit yang disebabkan oleh herpes simpleks tipe 2 umumnya adalah di bawah

pusat, terutama di sekitar alat genitalia eksterna.

Varisela

Gejala klinis berupa papul eritematosa yang dalam waktu beberapa jam berubah menjadi vesikel.

Bentuk vesikel ini seperti tetesan embun (tear drops). Vesikel akan berubah menjadi pustul dan

kemudian menjadi krusta. Lesi menyebar secara sentrifugal dari badan ke muka dan ekstremitas.

Impetigo vesiko-bulosa

Terdapat lesi berupa vesikel dan bula yang mudah pecah dan menjadi krusta. Tempat predileksi di

ketiak, dada, punggung dan sering bersamaan dengan miliaria. Penyakit ini lebih sering dijumpai pada

anak-anak.

Komplikasi

Neuralgia paska herpetik

Neuralgia paska herpetik adalah rasa nyeri yang timbul pada daerah bekas penyembuhan. Neuralgia

inidapat berlangsung selama berbulan-bulan sampai beberapa tahun. Keadaan ini cenderung timbul

padaumur diatas 40 tahun, persentasenya 10 15 % dengan gradasi nyeri yang bervariasi. Semakin tua

umurpenderita maka semakin tinggi persentasenya.

Infeksi sekunder

Pada penderita tanpa disertai defisiensi imunitas biasanya tanpa komplikasi. Sebaliknya pada

yangdisertai defisiensi imunitas, infeksi H.I.V., keganasan, atau berusia lanjut dapat disertai

komplikasi.Vesikel sering manjadi ulkus dengan jaringan nekrotik.

Kelainan pada mata

Pada herpes zoster oftatmikus, kelainan yang muncul dapat berupa: ptosis paralitik, keratitis, skleritis,

uveitis, korioratinitis dan neuritis optik.

Sindrom Ramsay Hunt

Sindrom Ramsay Hunt terjadi karena gangguan pada nervus fasialis dan otikus, sehingga

memberikangejala paralisis otot muka (paralisis Bell), kelainan kulit yang sesuai dengan tingkat

persarafan, tinitus,vertigo, gangguan pendengaran, nistagmus, nausea, dan gangguan pengecapan.

Paralisis motorik

Paralisis motorik dapat terjadi pada 1-5% kasus, yang terjadi akibat perjalanan virus secara

kontinuitatum dari ganglion sensorik ke sistem saraf yang berdekatan. Paralisis ini biasanya muncul

dalam 2 minggu sejak munculnya lesi. Berbagai paralisis dapat terjadi seperti: di wajah, diafragma,

batang tubuh, ekstremitas, vesika urinaria dan anus. Umumnya akan sembuh spontan.

Penatalaksanaan

Penatalaksaan herpes zoster bertujuan untuk:

1.Mengatasi infeksi virus akut

2.Mengatasi nyeri akut yang ditimbulkan oleh virus herpes zoster

3.Mencegah timbulnya neuralgia pasca herpetik.

Pengobatan Umum

Selama fase akut, pasien dianjurkan tidak keluar rumah, karena dapat menularkan kepada orang lain

yang belum pernah terinfeksi varisela dan orang dengan defisiensi imun.

Usahakan agar vesikel tidak pecah, misalnya jangan digaruk dan pakai baju yang longgar. Untuk

mencegah infeksi sekunder jaga kebersihan badan.

Pengobatan Khusus

I. Sistemik

1. Obat Antivirus

Obat yang biasa digunakan ialah asiklovir dan modifikasinya, misalnya valasiklovir dan famsiklovir.

Asiklovir bekerja sebagai inhibitor DNA polimerase pada virus. Asiklovir dapat diberikan peroral ataupun

intravena. Asiklovir Sebaiknya pada 3 hari pertama sejak lesi muncul. Dosis asiklovir peroral yang

dianjurkan adalah 5×800 mg/hari selama 7 hari, sedangkan melalui intravena biasanya hanya digunakan

pada pasien yang imunokompromise atau penderita yang tidak bisa minum obat. Obat lain yang dapat

digunakan sebagai terapi herpes zoster adalah valasiklovir. Valasiklovir diberikan 3×1000 mg/hari selama

7 hari, karena konsentrasi dalam plasma tinggi. Selain itu famsiklovir juga dapat dipakai. Famsiklovir juga

bekerja sebagai inhibitor DNA polimerase. Famsiklovir diberikan 3×200 mg/hari selama 7 hari.

2. Analgetik

Analgetik diberikan untuk mengurangi neuralgia yang ditimbulkan oleh virus herpes zoster. Obat yang

biasa digunakan adalah asam mefenamat. Dosis asam mefenamat adalah 1500 mg/hari diberikan

sebanyak 3 kali, atau dapat juga dipakai seperlunya ketika nyeri muncul.

3. Kortikosteroid

Indikasi pemberian kortikostreroid ialah untuk Sindrom Ramsay Hunt. Pemberian harus sedini mungkin

untuk mencegah terjadinya paralisis. Yang biasa diberikan ialah prednison dengan dosis 3×20 mg/hari,

setelah seminggu dosis diturunkan secara bertahap. Dengan dosis prednison setinggi itu imunitas akan

tertekan sehingga lebih baik digabung dengan obat antivirus.

II Pengobatan topikal

Pengobatan topikal bergantung pada stadiumnya. Jika masih stadium vesikel diberikan bedak dengan

tujuan protektif untuk mencegah pecahnya vesikel agar tidak terjadi infeksi sekunder. Bila erosif

diberikan kompres terbuka. Kalau terjadi ulserasi dapat diberikan salap antibiotik.

Prognosis

Terhadap penyakitnya pada dewasa dan anak-anak umumnya baik, tetapi usia tua risiko terjadinya

komplikasi semakin tinggi, dan secara kosmetika dapat menimbulkan makula hiperpigmentasi atau

sikatrik. Dengan memperhatikan higiene & perawatan yang teliti akan memberikan prognosis yang baik

& jaringan parut yang timbul akan menjadi sedikit.

Kesimpulan

Herpes zoster adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus varisela-zoster yang menyerang kulit

dan mukosa, infeksi ini merupakan reaktivasi virus yang terjadi setelah infeksi primer. Berdasarkan lokasi

lesi, herpes zoster dibagi atas: herpes zoster oftalmikus, fasialis, brakialis, torakalis,lumbalis, dan

sakralis. Manifestasi klinis herpes zoster dapat berupa kelompok-kelompok vesikel sampai bula di atas

daerah yang eritematosa. Lesi yang khas bersifat unilateral pada dermatom yang sesuai dengan letak

syaraf yang terinfeksi virus. Diagnosa herpes zoster dapat ditegakkan dengan mudah melalui anamnesis

dan pemeriksaan fisik. Jika diperlukan dapat dilakukan pemeriksaan laboratorium sederhana, yaitu tes

Tzanck dengan menemukan sel datia berinti banyak. Pada umumnya penyakit herpes zoster dapat

sembuh sendiri (self limiting disease), tetapi pada beberapa kasus dapat timbul komplikasi. Semakin

lanjut usia, semakin tinggi frekuensi timbulnya komplikasi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Melton CD. Herpes Zoster. eMedicine World Medical Library:

http://www.emedicine.com/EMERG/topic823.htm [diakses pada tanggal 24 September 2000].

2. Stawiski MA. Infeksi Kulit. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC,

1995; 1291.

3. Siregar RS. Penyakit Virus. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Edisi Ke-2. Jakarta: ECG,

2005 ; 84-7.

4. Hartadi, Sumaryo S. Infeksi Virus. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Hipokrates, 2000; 92-4.

5. Achdannasich. Herpes Zoster Bilateral Asimetris-Pada Anak. Perkembangan Penyakit Kulit

danKelamin Indonesia Menjelang Abad 21. Perdoski. Surabaya: Airlangga University Press,

1999 ;212-4.

6. Indrarini, Soepardiman L. Penatalaksaan Infeksi Virus Varisela-Zoster pada Bayi dan Anak.

Media Dermato-Venereologica Indonesiana. Volume 27. Jakarta: Perdoski, 2000; 65s-71s.

7. Niode NJ, Suling PL. Insiden Herpes Zoster Pada Anak di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP

Manado. Perkembangan Penyakit Kulit dan Kelamin di Indonesia Menjelang Abad 21. Perdoski.

Surabaya: Airlangga University Press, 1999 ; 215.

8. Stankus SJ, Dlugopolski M, Packer D. Management of Herpes Zoster and Post Herpetic

Neuralgia.eMedicine World Medical Library: http://www.emedicine.com/info_herpes_zoster.htm

[diaksespada tanggal 24 September 2000].

9. Handoko RP. Penyakit Virus. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Ke-4. Jakarta: Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia, 2005; 110-2.

10. Naros WE. Tinjauan Retrospektif Penyakit Herpes Zoster Pada Penderita Yang Dirawat Di

Bagian Kulit Dan Kelamin RSUP DR. M. Djamil Padang Periode 1993-1997. Skripsi. Padang:

1999; 5-9.

11. Martodihardjo S. Penanganan Herpes Zoster dan Herpes Progenitalis. Ilmu Penyakit kulit dan

Kelamin. Surabaya: Airlangga University Press, 2001.

12. Andrews. Viral Diseases. Diseases of the Skin. Clinical Dermatology. 9th Edition. Philadelphia:

WB Saunders Company, 2000; 486-491.

13. Wilmana PF. Antivirus dan Interferon. Farmakologi dan Terapi. Edisi Ke-4. Jakarta: Bagian

Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1995; 617.

14. Daili ES, Menaldi SL, Wisnu IM. Penyakit Kulit yang Umum di Indonesia. Jakarta: Medical

Multimedia, 2005; 68-9.

15. Moon JE. Herpes Zoster. eMedicine World Medical Library:

http://www.emedicine.com/med/topic1007.htm [diakses pada tanggal 24 September 2000].

16. Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W. Penyakit Virus. Kapita Selekta Kedokteran.

Edisi Ke-3. Jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius. 2000, 128-9